java

35
BAB I PENDAHULUAN TATANAN GEOLOGI PULAU JAWA Secara garis besar perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak berbeda banyak dengan perkembangan Pulau Sumatra. Hal ini disebabkan disamping keduanya masih merupakan bagian dari batas tepi lempeng Mikro Sunda, juga karena masih berada dalam sistim yang sama, yaitu interaksi konvergen antara lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia demgam lempeng Mikro Sunda. Perbedaan utama dalam pola interaksi ini terletak pada arah mendekatnya lempeng India-Australia ke lempeng Sunda. Di Jawa, arah tersebut hadir hamper tegaklurus. Beberapa gejala geologi yang agak berlainan dengan di Sumatra adalah : 1. Produk gunung api muda mempunyai susunan yang lebih basa bila dibandingkan dengan di Sumatra. 2. Gunung api berumur Tersier Akhir kebanyakan terletak atau bertengger di atas endapan marin berumur Neogen, sedangkan di Sumatra terletak di atas batuan Pra-Tersier 3. Batuan dasar di Pulau jawa terdiri dari komplek mélange berumur Kapur- Tersier Awal 4. Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya tanda-tanda unsure kerak benua Unsur-unsur tektonik yang membentuk Pulau Jawa adalah : 1. Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa Tengah dan terus ke timurlaut menuju Kalimantan Tenggara 2. Jalur magma kapur di bagian utara Pulau Jawa 3. Jalur magma Tersier yang meliputi sepanjang pulau terletak agak ke bagian selatan 4. Jalur subduksi Tersier yang menempati punggungan bawah laut di selatan pulau Jawa

Upload: ahmadlukmannurkarim

Post on 28-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Java

BAB I

PENDAHULUAN

TATANAN GEOLOGI PULAU JAWA

Secara garis besar perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak berbeda banyak dengan perkembangan Pulau Sumatra. Hal ini disebabkan disamping keduanya masih merupakan bagian dari batas tepi lempeng Mikro Sunda, juga karena masih berada dalam sistim yang sama, yaitu interaksi konvergen antara lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia demgam lempeng Mikro Sunda.

Perbedaan utama dalam pola interaksi ini terletak pada arah mendekatnya lempeng India-Australia ke lempeng Sunda. Di Jawa, arah tersebut hadir hamper tegaklurus. Beberapa gejala geologi yang agak berlainan dengan di Sumatra adalah :

1. Produk gunung api muda mempunyai susunan yang lebih basa bila dibandingkan dengan di Sumatra.

2. Gunung api berumur Tersier Akhir kebanyakan terletak atau bertengger di atas endapan marin berumur Neogen, sedangkan di Sumatra terletak di atas batuan Pra-Tersier

3. Batuan dasar di Pulau jawa terdiri dari komplek mélange berumur Kapur- Tersier Awal

4. Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya tanda-tanda unsure kerak benua

Unsur-unsur tektonik yang membentuk Pulau Jawa adalah :

1. Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa Tengah dan terus ke timurlaut menuju Kalimantan Tenggara

2. Jalur magma kapur di bagian utara Pulau Jawa3. Jalur magma Tersier yang meliputi sepanjang pulau terletak agak ke

bagian selatan4. Jalur subduksi Tersier yang menempati punggungan bawah laut di selatan

pulau Jawa5. Palung laut yang terletak di selatan pulau Jawa dan merupakan batas

dimana lempeng / kera k samudra menyusup ke bawah pulau Jawa (jalur subduksi sekarang).

Page 2: Java

BAB II

PEMBAHASAN

A. FISIOGRAFI REGIONAL PULAU JAWA

Pulau Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian utama (Bemmelen, 1970) yaitu: - Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat) - Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang) - Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya) - Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan Pulau Madura Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa, lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 - 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat.

Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada bagian barat dibatasi oleh Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda dari Gunung Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran. Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara berbatasan dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan dengan Pegunungan Kendeng (Gambar 1). Bagian utara Pulau Jawa ini merupakan geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).

Gambar 1. Sketsa fisiografi Pulau Jawa bagian tengah (Bemmelen,1943 vide Bemmelen, 1970, dengan modifikasi)

Page 3: Java

B. STRATIGRAFI REGIONAL PULAU JAWA

SEJARAH SEDIMENTASI

Interaksi lempeng telah diyakini berpengaruh terhadap pembentukan maupun konfigurasi cekungan yang dikontrol oleh sesar-sesar bongkah pada basement. Menurut Sujanto dan Sumantri (1977), pola pengendapan di Pulau Jawa selama Tersier memperlihatkan berbagai gejala seperti sesar tumbuh (growth faulting),pembentukan paparan karbonat regional (regional platforming), pengendapan seperti flysch pada palung, pertumbuhan terumbu pada volkan-volkan tua dan sedimentasi gelinciran-pemerosotan-turbiditik (turbiditic-sliding-gliding sedimen-tation).

Sedimen Paleogen (Kapur Akhir – Tersier Awal)Endapan Paleogen umumnya merupakan endapan syn-rift yakni sedimen yang terendapkan bersamaan dengan proses peregangan yang mengakibatkan pembentukan horst dan graben.

Endapan Paleogen Jawa bagian utaraFormasi Jatibarang di Jawa Barat mewakili seri batuan volkanik yang diendapkan selama rifting pada Eosen Tengah-Akhir dalam cekungan seperti graben-graben yang berorientasi utara-selatan berasosiasi dengan regim regangan (extensional) dalam Busur magmatik yang terangkat. Dijumpai terutama di Sub-cekungan Jatibarang, terdiri dari piroklastik, lava andesit bersisipan dengan tuffa. Perselingan piroklastik, konglomerat, serpih dan batugamping tipis serta lapisan batupasir diendapkan pada lingkungan paralik hingga laut. Batuandasar berupa monzonit dan diorite, yang mengalasi batuan volkanik Jatibarang, berumur 65 – 58 Ma (Kapur Akhir – Paleosen) tetapi juga 213 Ma (Trias) untuk argilit lanauan (Patmosukismo and Yahya, 1974). Basement berumur Trias umumnya dianggap sebagai bagian ujung selatan Sundaland. Basemen berumur Kapur Akhir merupakan bagian dari busur magmatik Kapur Akhir – Tersier Awal, dan volkanik Jatibarang kemungkinan merupakan bagian busur magmatik berikutnya (busur volkanik Eo-Oligosen) yang berpindah ke selatan sebelum menempati pantai selatan Jawa pada kala Oligo-Miosen.

Endapan Paleogen Jawa Bagian SelatanFormasi Ciletuh dan Formasi Karangsambung di Komplek Luk Ulo mewakili sedimen yang diendapkan pada cekungan muka busur (forearc basin) yang labil. Pengisian cekungan terdiri dari batulempung (mudstone) yang terlipat kuat (tightly folded), dengan sisipan batupasir, batupasir-konglomeratan dan batugamping. Sangat umum endapan-endapan turbidit maupun aliran masa (mass-flow) dijumpai di daerah ini (Martodjojo, 1998). Di Jawa Tengah batupasir kuarsa

Page 4: Java

berumur Eosen Tengah – Eosen Akhir yang dikenal sebagai Formasi Nanggulan dijumpai tersebar di sebelah tenggara maupun di bagian barat Komplek Luk Ulo. Di daerah Zona Pegunungan Selatan endapan Paleogen di temukan di Nanggulan (Formasi Nanggulan) dan di Bayat (Formasi Gamping Wungkal).

Endapan Paleogen di Lepas pantai dan daratan Jawa TimurDi daratan maupun lepas pantai Jawa Timur, berdasarkan data pemboran sumur-sumur TD dan EJ-1, sedimen kuarsa klastik paleogen di wakili oleh Formasi Ngimbang. Formasi Ngimbang ditemukan di dalam kedua graben yang berarah Timurlaut – Baratdaya (sepanjang arah Meratus / pola Meratus) dan graben Barat – Timurdikenal sebagai arah Sakala di Jawa Timur. Kehadiran sedimen Formasi Pre-Ngimbang yang lebih dalam pada penampang seismik memperlihatkan refleksi kuat yang secara tidakselaras berada dibawah Formasi Ngimbang, yang terdapat di sepanjang depresi berarah Barat - Timur. Bukti ini menyatakan hampir bisa dipastikan kehadiran tinggian purba yang menghasilkan sumber asal darat paling tidak selama Kapur - Eosen. Fragmen kontinen mungkin melampar dari Jawa Tengah di bagian barat hingga Kangean Timur di bagian timur.

Sedimen Neogen (Sedimen Oligo-Miosen)Selama Oligo-Miosen (Oligosen Akhir-Miosen Awal), terjadi kegiatan perkembangan volkanisme “old andesite” di Jawa bagian selatan yang menghasilkan batuan volkaniklastik serta perkembangan paparan dan terumbu karbonat yang menghasilkan endapan karbonat.

Penyebaran Batuan VolkaniklastikProduk kegiatan volkanisme ini tersebar sepanjang Jawa bagian selatan, dari Pacitan di Jawa Timur hingga Pelabuhan Ratu-Bayah di Jawa Barat melalui Bayat, Parangtritis, Kulon Progo, Luk Ulo-Karang Sambung, Pangandaran dan Cikatomas (Soeria-Atmadja et al., 1994). Batuan ini juga melampar sampai lepas pantai selatan Pula Jawa sebagaimana ditunjukkan oleh Sumur Alveolina-1 dan Borealis-1 (Shell, 1972-1973). Kharakteristik petrologi adalah Calc-alkaline (Hamilton, 1979). Lava flows pada jalur ini adalah island arc tholeiits (Soeria-Atmaja et al., 1994). Batuan di Pacitan terdiri dari basaltic pillow lavas dengan dyke. Di Bayat banyak tersingkap dyke dan tubuh intrusi lain yang kebanyakan berkomposisi basaltis. Di Parangtritis batuan terdiri dari aglomerat, breksi volkanik, dan dyke ber-komposisi andesitic dan basaltis. Di Kulon Progo dijumpai banyak tersingkap “Volcanic necks”, lava dome, breksi lahar dan piroklastik serta sedimen volkanik berbutir halus lainnya. Di Luk Ulo-Karang Sambung batuan terdiri dari sill, dyke dan plug berkomposisi andesitic hingga basaltic menerobos penutup sedimen berumur Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Di Pangandaran - Cikatomas (Jawa Barat bagian tenggara), banyak tersingkap lava flow dan breksi lahar berkomposisi

Page 5: Java

calc-alkaline. Di Pelabuhan ratu - Bayah batuan terdiri dari lava flow berkomposisi andesitic hingga basaltic, breksi volkanik dan tufa.

Gambar 7 : Stratigrafi Regional dan Zona Struktur di Pulau Java (after Sujanto and Sumantri, 1977)

1. Stratigrafi Regional Jawa Barat

Menurut Martodjojo (1984), wilayah Jawa Barat dapat dibagi menjadi empat mandala sedimentasi, yaitu:

Mandala Paparan Kontinen Utara terletak pada lokasi yang sama dengan Zona Dataran Pantai Jakarta pada pembagian zona fisiografi Jawa Bagian Barat oleh van Bemmelen (1949). Mandala ini dicirikan oleh endapan paparan yang umumnya terdiri dari batugamping, batulempung, dan batupasir kuarsa, serta lingkungan pengendapan umumnya laut dangkal. Pada mandala ini pola transgresi dan regresi umumnya jelas terlihat. Struktur geologinya sederhana, umumnya sebagai pengaruh dari pergerakan isostasi dari batuan dasar. Ketebalan sedimen di daerah ini dapat mencapai 5000 m.Mandala Sedimentasi Banten kurang begitu diketahui karena sedikitnya data yang ada. Pada Tersier Awal, mandala ini cenderung menyerupai

Page 6: Java

Mandala Cekungan Bogor, sedangkan pada Tersier Akhir, ciri dari mandala ini sangat mendekati Mandala Paparan Kontinen.Mandala Cekungan Bogor terletak di selatan Mandala Paparan Kontinen Utara. Pada pembagian zona fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949), mandala ini meliputi Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan batuan sedimen, seperti andesit, basalt, tuf, dan batugamping. Ketebalan sedimen diperkirakan lebih dari 7000 m.Mandala Pegunungan Selatan Jawa Barat terletak di selatan Mandala Cekungan Bogor. Pada pembagian zona fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949), mandala ini meliputi Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Zona Bandung.Mandala Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984) mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang zaman Tersier–Kuarter. Mandala ini terdiri dari tiga siklus pengendapan. Pertama-tama diendapkan sedimen laut dalam, kemudian sedimen darat yang berangsur berubah menjadi sedimen laut dangkal, dan yang terakhir diendapkan sedimen dengan mekanisme aliran gravitasi. Siklus pertama dan kedua sedimen berasal dari utara, sedangkan siklus ketiga berasal dari selatan.

Gambar 2. Kolom stratigrafi selatan-utara Jawa Barat (Martodjojo, 1984 dalam Santana, 2007)

Pada Kala Oligo-Miosen diendapkan Formasi Bayah yang dicirikan dengan lingkungan berupa sungai teranyam dan kelok lemah. Formasi ini merupakan perselingan pasir konglomeratan dan lempung dengan sisipan batubara (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009). Lalu di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Batu Asih dan Formasi Rajamandala yang merupakan endapan laut dangkal . Formasi Batuasih

Page 7: Java

terdiri dari lempung laut dengan sisipan pasir gampingan sedangkan Formasi Rajamandala merupakan endapan khas tepi selatan Cekungan Bogor yang terdiri dari batugamping. Kedudukan Cekungan Bogor pada kala ini tidak dapat diidentifikasikan dengan jelas. Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada kala tersebut berasal dari daerah yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Daratan Sunda yang berada di utara (Gambar 2).

Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api dengan batuan bersifat basalt sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor yang pada kala ini merupakan cekungan belakang busur (Gambar 2). Cepatnya penyebaran dan pengendapan rombakan deratan gunung api ini telah mematikan pertumbuhan terumbu Formasi Rajamandala sehingga endapan volkanik yang dikenal dengan nama Formasi Jampang dan Formasi Citarum mulai diendapkan pada lingkungan marin (Gambar 1). Formasi Jampang yang berciri lebih kasar daripada Formasi Citarum diendapkan di bagin dalam dari sistem kipas laut sedangkan Formasi Citarum diendapkan di bagian luar dari sistem kipas laut.

Pada Kala Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi (Gambar 1). Ciri umum dari formasi ini memiliki banyak sisipan breksi atau breksi konglomeratan. Formasi Cimandiri yang juga berumur Miosen Tengah menutupi Formasi Jampang (Gambar 1). Formasi ini terdiri dari lempung gamping yang konglomeratan yang dikenal sebagai Nyalindung Beds, tetapi peneliti yang lainnya (Effendi et al, 1998 dalam Argapadmi, 2009) menamakan Formasi Cimandiri di beberapa daerah sebagai Formasi Nyalindung yang terdiri atas batupasir glaukonit gampingan hijau, batulempung, napal pasiran, konglomerat, breksi, dan batugamping. Formasi Bojonglopang yang memiliki hubungan menjemari dengan Formasi Cimandiri juga diendapkan pada Miosen Tengah. Peneliti yang lain (Duyfjes, 1939 dalam Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009) menamakan formasi ini sebagai Anggota Bojonglopang Formasi Cimandiri. Karakteristik utama dari formasi ini adalah litologi batugampingnya.

Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari perselingan batupasir greywacke dan lempung (Gambar 1). Cekungan Bogor pada kala ini sudah semakin sempit menjadi suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak tektonik yang dominan.

2. Stratigrafi Regional Jawa Tengah

Endapan Paleogen Jawa Bagian Selatan

Page 8: Java

Formasi Ciletuh dan Formasi Karangsambung di Komplek Luk Ulo mewakili sedimen yang diendapkan pada cekungan muka busur (forearc basin) yang labil. Pengisian cekungan terdiri dari batulempung (mudstone) yang terlipat kuat (tightly folded), dengan sisipan batupasir, batupasir-konglomeratan dan batugamping. Sangat umum endapan-endapan turbidit maupun aliran masa (mass-flow) dijumpai di daerah ini (Martodjojo,1998). Di Jawa Tengah batupasir kuarsa berumur Eosen Tengah – Eosen Akhir yang dikenal sebagai Formasi Nanggulan dijumpai tersebar di sebelah tenggara maupun di bagian barat Komplek Luk Ulo. Di daerah Zona Pegunungan Selatan endapan Paleogen di temukan di Nanggulan (Formasi Nanggulan) dan di Bayat (Formasi Gamping Wungkal).

Old Andesite berumur Oligo-Miosen di daerah ini dikenal sebagai Volkanik Gabon atau Waturanda. Terdiri dari breksi volkanik, lahar dan breksi tufa. Bersamaan dengan pembentukan struktur didaerah ini telah terbentuk daerah tinggian dan dalaman. Kerangka fisiografi tektonik yang penting adalah Tinggian Gabon, Dalaman Citanduy, Tinggian Besuki-Majenang, Dalaman Kroya, Tinggian Karang Bolong, Dalaman Kebumen, Tinggian Kebumen dan Tinggian Kulon Progo (Suyanto dan Sumantri,1977). Volkanisme selama Oligo-Miosen telah mengendapkan endapan volcano-turbidit Formasi Waturanda di darah dalaman. Di bagian atas volkanik Gabon dijumpai secara setempat fragmen batugamping yang dikenal sebagai Batugamping Sigugur, yang tertranspor dari daerah luar Cilacap.

Sedimentasi karbonat yang pertama terjadi di bagian atas Miosen Awal dan terjadi pada daerah tinggian seperti Tinggian Kulon Progo dan Tinggian Karang Bolong yang menghasilkan Batugamping terumbu Karang Bolong/Kalipucang, Jonggrangan dan Formasi Sentolo berumur Miosen Awal – Tengah

3. Stratigrafi Regional Jawa Timur

Menurut Koesoemadinata (1978), cekungan Jawa Timur bagian Utara lebih merupakan geosinklin dengan ketebalan sedimen Tersier mungkin melebihi 6000 meter. Suatu hal yang khas dari cekungan Jawa Timur bagian Utara berarah Timur-Barat dan terlihat merupakan gejala tektonik Tersier Muda.

Tiga tahap orogenesa telah dikenal berpengaruh terhadap pengendapan seri batuan Kenozoikum di Indonesia (Van Bemmelen, 1949). Yang pertama terjadi di antara interval Kapur Akhir – Eosen Tengah, kedua pada Eosen Tengah (Intramiocene Orogeny) dan ketiga terjadi pada Plio-Pleistosen. Orogenesa yang terjadi pada Miosen Tengah ditandai oleh peristiwa yang penting di dalam distribusi sedimen dan penyebaran flora dan fauna, terutama di daerah Indonesia bagian Barat dan juga menyebabkan terjadinya fase regresi (susut laut) yang terjadi dalam

Page 9: Java

waktu singkat di Jawa dan daerah Laut Jawa. Fase orogenesa Miosen Tengah ditandai juga oleh hiatus di daerah Cepu dan dicirikan oleh perubahan fasies yaitu dari fasies transgresi menjadi fasies regresi di seluruh Zona Rembang. Selain hal tersebut diatas, fase orogenesa ini ditandai oleh munculnya beberapa batuan dasar Pra – Tersier di daerah pulau Jawa Utara (Van Bemmelen, 1949).

Perbedaan yang mencolok perihal sifat litologi dari endapan – endapan yang berada pada Mandala Kendeng, Mandala Rembang, dan Paparan laut Jawa yaitu sedimen. Mandala Kendeng pada umumnya terisi oleh endapan arus turbidit yang selalu mengandung batuan piroklastik dengan selingan napal dan batuan karbonat serta merupakan endapan laut dalam. Umumnya sedimen-sedimen tersebut terlipat kuat dan tersesar sungkup ke arah Utara, sedangkan Mandala Rembang memperlihatkan batuan dengan kadar pasir yang tinggi disamping meningkatnya kadar karbonat serta menghilangnya endapan piroklastik. Sedimen-sedimen Mandala Rembang memberi kesan berupa endapan laut dangkal yang tidak jauh dari pantai dengan kedalaman dasar laut yang tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh adanya sesar-sesar bongkah (Block faulting) yang mengakibatkan perubahan-perubahan fasies serta membentuk daerah tinggian atau rendahan. Daerah lepas pantai laut Jawa pada umumnya ditempati oleh endapan paparan yang hampir seluruhnya terdiri dari endapan karbonat.

Mandala Rembang menurut sistem Tektonik dapat digolongkan ke dalam cekungan belakang busur (retro arc back arc) (Dickinson, 1974) yang terisi oleh sedimen-sedimen berumur Kenozoikum yang tebal dan menerus mulai dari Eosen hingga Pleistosen. Endapan berumur Eosen dapat diketahui dari data sumur bor (Pringgoprawiro, 1983).

Litostratigrafi Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara banyak diteliti oleh para pakar geologi diantaranya adalah Trooster (1937), Van Bemmelen (1949), Marks (1957), Koesoemadinata (1969), Kenyon (1977), dan Musliki (1989) serta telah banyak mengalami perkembangan dalam susunan stratigrafinya. Kerancuan tatanama satuan Litostratigrafi telah dibahas secara rinci oleh Pringgoprawiro (1983) dimana susunan endapan sedimen di Cekungan Jawa Timur bagian Utara dimasukkan kedalam stratigrafi Mandala Rembang dengan urutan dari tua ke muda yaitu Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Bulu, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Lidah dan endapan yang termuda disebut sebagai endapan Undak Solo. Anggota Ngrayong Formasi Tawun dari Pringgoprawiro (1983) statusnya ditingkatkan menjadi Formasi Ngrayong oleh Pringgoprawiro, 1983. Anggota Selorejo Formasi Mundu (Pringgoprawiro, 1983) statusnya ditingkatkan menjadi Formasi Selorejo oleh Pringgoprawiro (1985) serta Djuhaeni dan Martodjojo (1990). Sedangkan Formasi Lidah mempunyai tiga anggota yaitu Anggota Tambakromo, Anggota Malo (sepadan dengan

Page 10: Java

Anggota Dander dari Pringgoprawiro, 1983) dan Anggota Turi (Djuhaeni, 1995).

Rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang disusun oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas) satuan yaitu Batuan Pra – Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Selorejo, Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo. Pembahasan masing – masing satuan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

Formasi TawunFormasi Tawun mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tuban, dengan batas Formasi Tawun yang dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan napal). Bagian bawah dari Formasi Tawun, terdiri dari batulempung, batugamping pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir yang kaya akan moluska, lignit dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang mengandung mika dan oksida besi. Penamaan Formasi Tawun diambil dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali oleh Brouwer (1957). Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala Rembang Barat, dari lokasi tipe hingga ke Timur sampai Tuban dan Rengel, sedangkan ke Barat satuan batuan masih dapat ditemukan di Selatan Pati. Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah paparan dangkal yang terlindung, tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter di daerah tropis. Formasi Tawun merupakan reservoir minyak utama pada Zona Rembang. Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Tawun diperkirakan berumur Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen Tengah.

Formasi NgrayongFormasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tawun. Formasi Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan perselingan batulempung, lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang moluska laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang makin ke atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari Formasi Tawun mencapai 90 meter. Karena terdiri dari pasir kwarsa maka Formasi Tawun merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada cekungan Jawa Timur bagian Utara. Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong diperkirakan berumur Miosen Tengah.

Formasi BuluFormasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Ngrayong. Formasi Bulu semula dikenal dengan nama ‘Platen Complex’

Page 11: Java

dengan posisi stratigrafi terletak selaras di atas Formasi Tawun dan Formasi Ngrayong. Ciri litologi dari Formasi Bulu terdiri dari perselingan antara batugamping dengan kalkarenit, kadang – kadang dijumpai adanya sisipan batulempung. Pada batugamping pasiran berlapis tipis kadang-kadang memperlihatkan struktur silang siur skala besar dan memperlihatkan adanya sisipan napal. Pada batugamping pasiran memperlihatkan kandungan mineral kwarsa mencapai 30 %, foraminifera besar, ganggang, bryozoa dan echinoid. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal antara 50 – 100 meter. Tebal dari formasi ini mencapai 248 meter. Formasi Bulu diperkirakan berumur Miosen Tengah bagian atas.

Formasi WonocoloLokasi tipe Formasi Wonocolo tidak dinyatakan oleh Trooster, 1937, kemungkinan berasal dari desa Wonocolo, 20 km Timur Laut Cepu. Formasi Wonocolo terletak selaras di atas Formasi Bulu, terdiri dari napal pasiran dengan sisipan kalkarenit dan kadang-kadang batulempung. Pada napal pasiran sering memperlihatkan struktur parallel laminasi. Formasi Wonocolo diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan kedalaman antara 100 – 500 meter. Tebal dari formasi ini antara 89 meter sampai 339 meter. Formasi Wonocolo diperkirakan berumur Miosen Akhir bagian bawah sampai Miosen Akhir bagian tengah.

Gambar 3. Stratigrafi Regional Rembang dan Kendeng Zone ( Harsono, 1983)

C. TEKTONIK DAN STRUKTUR REGIONAL PULAU JAWA

Page 12: Java

Sejarah Tektonik Pulau Jawa Pemekaran Lantai Samudera HindiaPulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada Daratan Sunda ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di utara dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina Selatan bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan Lempeng Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke utara sejak Mesozoikum dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan Sumatra dan Jawa (Liu dkk., 1983). Untuk Pulau Jawa, yang terbesar pengaruhnya adalah sistem gerak Lempeng Samudera Hindia. Oleh karena itu dalam mempelajari evolusi tektonik Pulau Jawa perlu dipahami perkembangan pemekaran lantai Samudera Hindia dari waktu ke waktu.Sejarah perkembangan Samudera Hindia ini direvisi oleh Liu dkk (1983) berdasarkan hasil studi anomali magnetik Wharton Ridge, suatu pusat pemekaran berarah baratdaya-timurlaut yang berhenti aktivitasnya pada anomali 20 (45,6 jtl). Indikasi pertama keberadaan Wharton Ridge dilaporkan oleh McDonald (1977, dalam Liu dkk., 1983). Dalam studinya tentang sedimentasi dan struktur kipas bawahlaut Nicobar, yang menutupi lantai samudera di bagian baratlaut Cekungan Wharton, dikenali serangkaian tinggian batuan dasar berarah baratdaya-timurlaut di bawah lapisan sedimen dan menamakan tinggian ini sebagai Wharton Ridge. Dia juga berpendapat bahwa tinggian atau pematang ini mewakili segmen pusat pemekaran yang belum menyusup di bawah Palung Sunda.

Berdasarkan identifikasi anomali magnetik di daerah sekitar Wharton Ridge serta hasil dari DSDP (Deep Sea Drilling Project) di dekatnya, Liu dkk.(1983) mengemukakan urutan perkembangan Samudera Hindia bagian timur sebagai berikut (Gambar 17) :(1) India terpisah dari Antartika-Australia dengan arah baratlaut-tenggara pada anomali magnetik M-11 (atau sekitar 127 jtl), yang menandai pecahnya benua purba Gondawana bagian timur.(2) Pada Kapur Tengah, antara pembentukan anomali M-0 dan anomali 34 (atau antara 110-82 jtl), terjadi reorganisasi lempeng secara besar-besaran yang pertama. Pergerakan relatif antara India dan Antartika berubah menjadi berarah utara-selatan dan Australia mulai memisahkan diri dari Antartika.(3) Pada Kapur Akhir, selama periode pembentukan anomali 34 sampai anomali 22 (atau antara 82-54 jt), India terus bergerak ke utara dengan cepat, sementara Australia bergerak menjauh dari Antartika dengan sangat lambat. Pada saat itu terbentuk triple junction di tempat dimana sesar transform 86ºE yang berarah utara-selatan menyatu dengan pusat pemekaran India-Antartika yang berarah barat-timur. Pada saat itu India dan Australia berada di dua lempeng yang berbeda dipisahkan oleh pusat pemekaran Wharton.(4) Antara pembentukan anomali 22 dan anomali 19 (atau antara 54jt – 45 jt), reorganisasi lempeng yang kedua terjadi ditandai dengan berkurangnya secara mencolok kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas pemekaran

Page 13: Java

di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan anomali 19 (atau 45 jt). Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia pada 54 jtl.(5) Setelah pembentukan anomali 19 (sekitar 45 jtl), aktifitas pusat pemekaran di selatan Australia (SE Indian Ridge), yang memisahkan India-Australia dan Antartika, berlangsung hingga sekarang. Pada saat itu, dengan telah matinya pusat pemekaran Wharton, India dan Australia berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke utara. Di bagian barat Benua India terus bergerak ke utara, membentur dengan keras (hard collision) Benua Asia membentuk Pegunungan Himalaya, sementara di bagian timur Lempeng Samudera Hindia terus menunjam di Palung Sunda.

Evolusi Tektonik Tersier Pulau JawaPulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa fase tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga sekarang.

Periode Kapur Akhir – PaleosenFase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari Timurlaut Sumatra – Jawa – Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan busur (fore arc basin) berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir – Paleosen, fragmen benua yang terpisah dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung-Meratus. Kehadiran allochthonous microcontinents di wilayah Asia Tenggara telah dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental yang terletak di sebelah timur zona subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1 (Conoco, 1977) berupa granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-1 menembus basement diorit. Docking (merapatnya) fragmen mikrokontinen pada bagian tepi timur Sundaland menyebabkan matinya zona subduksi Karangsambung-Meratus dan terangkat-nya zona subduksi tersebut menghasilkan Pegunungan Meratus

Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)Antara 54 jtl – 45 jtl (Eosen), di wilayah Lautan Hindia terjadi reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya secara mencolok kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan

Page 14: Java

anomali 19 (atau 45 jtl). Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia dan menyebabkan terjadinya tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar wilayah Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-cekungan utama (Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan Kutai) dan endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan extension tectonics ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen. Konfigurasi struktur basement mempengaruhi arah cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara)

Periode Oligosen Tengah (Kompresional – Terbentuknya OAF)Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki kontak tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang berumur Oligosen. Di daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili oleh Formasi Totogan yang kontaknya dengan satuan batuan lebih tua menunjukkan ada yang selaras dan tidak selaras. Di daerah Karangsambung selatan batas antara Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan sulit ditentukan dan diperkirakan berangsur, sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang langsung kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek Melange Luk Ulo. Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan satuan breksi volkanik Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen Tengah. Demikian pula di daerah Bayat, bagian atas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Akhir. Tanda-tanda ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya fragmen-fragmen batuan Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak yang berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan Bayat merupakan ketidakselarasan menyudut yang diakibatkan oleh deformasi tektonik yang sama yang menyebabkan terdeformasinya Formasi Karangsambung. Akibat deformasi ini di daerah Cekungan Jawa Timur tidak jelas teramati karena endapan Eosen Formasi Ngimbang disini pada umumnya selaras dengan endapan Oligosen Formasi Kujung.

Deformasi ini kemungkinan juga berkaitan dengan pergerakan ke utara Benua Australia. Ketika Wharton Ridge masih aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat lambat. Setelah matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan Australia berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke utara. Pergerakan Australia ke utara menjadi lebih cepat dibanding ketika Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya kecepatan ini meningkatkan laju kecepatan penunjaman lempeng Samudera Hindia di Palung Jawa dan mendorong ke arah barat, sepanjang sesar mendatar yang keberadaannya diperkirakan, Mikrokontinen Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional di daerah Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya Formasi

Page 15: Java

Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi Wungkal-Gamping di Bayat.

Meningkatnya laju pergerakan ke utara Benua Australia diperkirakan masih berlangsung sampai Oligosen Tengah. Peristiwa ini memicu aktifitas volkanisme yang kemungkinan berkaitan erat dengan munculnya zona gunungapi di bagian selatan Jawa (OAF = Old Andesite Formation) yang sekarang dikenal sebagai Zona Pegunungan Selatan. Aktifitas volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa bagian utara dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah ini

Periode Oligo-Miosen (Kompresional – Struktur Inversi)Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke utara India dan Australia berkurang secara mencolok karena terjadinya benturan keras (hard collision) antara India dengan Benua Asia membentuk Pegunungan Himalaya. Akibatnya laju penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung Sunda juga berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di wilayah Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian besar endapan syn-rift Eosen. Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi graben RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa, kegiatan volkanik Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami pengangkatan. Pengangkatan ini ditandai dengan pengendapan karbonat besar-besaran seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah dan Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di bagian utara dengan aktifnya inversi berkembang endapan syn-inversi formasi-formasi Neogen di Zona Rembang dan Zona Kendeng.Selama periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng Indian menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah “busur depan” Sumatra dan Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan subjek pergerakan strike-slip utara-selatan yang dominan sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben) utara-selatan yang telah ada.

Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir (20 – 5 Ma)Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun demikian, di bagian paling timur Jawa Timur, bagian basement dominan berarah timur-barat, sebagaimana secara khusus dapat diamati dengan baik mengontrol Dalaman Kendeng dan juga Dalaman Madura. Bagian basement berarah Timur – Barat merupakan bagian dari fragmenbenua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan dan bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur). Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah mengubah sesar basement Barat – Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam perioda yang tidak terlalu lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini, menghasilkan pengendapan sedimen klastik di daerah rendahan, dan sembulan karbonat (carbonate buildup) pada tinggian yang membatasi.

Page 16: Java

Kerangka Tektonik Pulau Jawa

Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.

Page 17: Java

Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar- sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.Pada Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman ini berada di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah timur-barat.Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus.Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara- selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng. Meskipun secara regional seluruh pulau Jawa mempunyai perkembangan tektonik yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih tua yang mengontrol struktur batuan dasar, khususnya pada perkembangan tektonik yang lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara regional di pulau Jawa dapat dibedakan adanya 3 satuan tektonik, yaitu:

Cekungan Jawa Utara, yang terdiri dari cekungan Jawa Baratlaut (NW Java Basin) dan cekungan Jawa Timurlaut (NE Java Basin)

Daerah cekungan Bogor-Kendeng Daerah cekungan Pegunungan Selatan

Page 18: Java

Gambar 4. Pola struktur dan sesar di Pulau Jawa ( Natalia dkk., 2010)

Analisa Tektonik Pulau Jawa

Meskipun pulau Jawa dan Sumatra dalam tektonik regionalnya mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sebagian bagian tepi daripada lempeng Mikro Sunda yang berinteraksi secara konvergen dengan kerak samudra dari lempeng Hindia-Australia, namun tatanan geologi dan strukturnya menunjukkan sifat-sifat yang lebih komplek dibangind dengan Sumatera. Tatanan yang komplek ini mungkin disebabkan karena dijumpai jejak jalur subduksi Kapur Paleosen yang memotong “serong” pulau Jawa dengan arah timurlaut baratdaya. Sedangkan pulau Jawa sendiri mempunyai arah yang pararel ddengan jalur subduksi Tersier dan sekarang, yang dengan sendirinya akan menanamkan jejak-jejak deformasinya yang lebih menonjol, yaitu barat timur.Di Jawa, jalur-jalur subduksi yang dapat dikenali adalah :1) Jalur subduksi Akhir Kapur yang sekarang mempunyai arah hamper baratdaya-timurlaut2) Jalur tumbukan Tersier yang terletak di selatan Pulau Jawa, berimpit dengan punggungan bawah laut dengan arah barat-timur

Dengan menerapkan konsep perkembangan tektonik yang sama seperti di Sumatera, maka berdasarkan data pola struktur, tektonik dan sedimentasi, perkembangan tektonik dari Pulau Jawa dapat digambarkan sebagai berikut:1) Pada jaman Kapur Atas – Paleosen, interaksi konvergen antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Mikro Sunda, membentuk jalur subduksi yang arahnya barat timur. Jalur tersebut adalah singkapan mélange yang terdapat di Ciletuh, Luh-Ulo, Bayat, dan Meratus di Kalimantan Tenggara. Busur magmanya terletak di utara atau skitar laut Jawa dan pantai Utara Jawa sekarang2) Di daerah-daerah yang terletak antara jalur subduksi dan busur magma terdapat cekungan pengendapan “muka busur” dengan endapan-endapan didominasi oleh volkaniklastik dan turbidit, sedangkan pada jalur subduksi terdapat cekungan-cekungan terbatas “upper slope basin” dengan endapan

Page 19: Java

olistostrom (Formasi Ciletuh di Jawa Barat, Formasi Karangsambung dan Totogan di Jawa Tengah). Jalur subduksi mungkin bergeser ke selatan secara berangsur (akrasi) sampai menjelang Oligosen Akhir. Pada jaman Eosen itu juga disertai oleh pengangkatan terhadap jalur subduksi, sehingga di beberapa tempat tidak terjadi pengendapan. Pada saat itu terjadi pemisahan yang penting antara bagian utara Jawa dengan cekungannya yang dalam dari bagian selatan yang dicirikan oleh lingkungan pengendapan darat, paparan dan dangkal. Proses pengangkatan tersebut berlangsung hingga menjelang Oligosen Akhir. Proses yang dampaknya cukup luas (ditandai oleh terbatasnya sebaran endapan marin Eosen – Oligosen di Jawa dan wilayah paparan Sunda), dihubungkan pula dengan berkurangnya kecepatan gerak lempeng Hindia-Australia (hanya 3 cm/tahun). Gerak tektonik pada saat itu didominasi oleh sesar-sesar bongkah, dengan cekungan-cekungan terbatas yang diisi oleh endapan aliran gayaberat (olistotrom dan turbidit)3) Oligosen Akhir – Miosen Awal, terjadi gerak rotasi yang pertama sebesar 200 ke arah yang berlawanan dengan jarum jam dari lempeng Sunda (Davies, 1984). Menurut Davies, wilayah-wilayah yang terletak di bagian tenggara lempeng atau sekitar Pulau Jawa dan Laut Jawa bagian timur, akan mengalami pergeseran-pergeseran lateral yang cukup besar sebagai akibat gerak rotasi tersebut. Hal ini dikerenakan letaknya yang jauh dari poros rotasi yang oleh Davies diperkirakan terletak di kepulauan ANAMBAS.Akibat gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang terjadi wilayah pulau

Jawa adalah:

a. Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang mengarah barat-timur berubah menjadi timur timurlaut-barat baratdaya (ENE – WSW)b. Sesar-sesar geser vertical (dip slip faults) yang membatasi cekungan- cekungan muka busur dan bagian atas lereng (Upper slope basin), sifatnya berubah menjadi sesar-sesar geser mendatar. Perubahan gerak daripada sesar tersebut akan memungkinkan terjadinya cekungan- cekungan “pull apart” khususnya di Jawa Tengah utara dan Laut Jawa bagian timur, termasuk Jawa Timur dan Madura. Menjelang akhir Miosen Awal, gerak rotasi yang pertama daripada lempeng Mikro Sunda mulai berhenti.4) Miosen Tengah terjadi percepatan pada gerak lempeng Hindia-Australia dengan 5-6 cm/th dan perubahan arah menjadi N200E pada saat menghampiri lempeng Mikro Sunda. Pada Akhir Miosen Tengah, terjadi rotasi yang edua sebesar 20-250, yang diacu oleh membukanya laut Andaman (Davies, 1984)5) Berdasarkan data kemagnitan purba, gerak lempeng Hindia-Australia dalam menghampiri lempeng Sunda, mempunyai arah yang tetap sejak Miosen Tengah yaitu dengan arah N200E. Dengan arah yang demikian, maka sudut interasi antara lempeng Hindia dengan Pulau Jawa akan berkisar antara 700 (atau hampir tegak lurus)

Page 20: Java

Perubahan pola tektonik terjadi dijawa barat sebagai berikut :

a) Cekunagn muka busur eosin yang menampati cekunagn pengendapan bogor, berubah statusnya menjadi cekunagn belakang busur, dengan pengendapan turbidit (a.l. Fm. Saguling)b) Sebagai penyerta daripada interksi lempeng konvergen, tegasan kompresip yang mengembang menyebapkan terjadinya sesar-sesar naik yang arahnya sejajar dengan jalur subduksi dicekunagn belakang busur. Menurut SUJONO (1987), sesar- sesar tersebut mengontrol sebaran endapan kipas-kipas laut dalam.Dijawa tengah pengendapan kipas-kipas turbidit juga berlangsung didalam cekungan “belakang busur” yang mengalami gerak-gerak penurunan melalui sesar-sesar bongkah dan menyebapkan terjadinya sub cekungan. Bentuk dari pada subcekungan dikontrol oleh sesar-sesar tua yang memotong batuan dasar yang mengalami peremajaan, yaitu yang berarah barat laut-tenggara (NW-SE) dan timur laut barat daya (NE-SW).6) Data mengenal umur batuan volkanik tersier menunjukan adanya kecenderungan bahwa kegiatan volkanisme berangsur bergeser keutara, sehingga busur magma tersier atas berada disebelah utara dari jalur magma oligosen.

Dijawa tengah terdapat pusat kegiatan volkanisme atas dibagian tengah pulau, yang seolah-olah memisahkan cekungan belakang busur menjadi 2 bagian, yakni Cekungan jawa tengah utara dan selatan.Denagn bergesernya secara berangsur pusat kegiatan magma pada jaman terser atas hingga sekarang kearah utara, maka sebagian besar dari cekungan-cekungan yang menempati “Bogor-kendeng basinal area” dan “Southern Mountain”. Akan mengalami perubahan status dari cekungan belakang busur menjadi cekungan Intra-Arc atau Intra Masif. Cekungan- cekungan belakang busur berkembang dijwa barat utara (NW.Java Basin), jawa tengah utara (N.Central Java Basin), dan NE.Java Basin termasuk Madura.

D. VOLKANISME PULAU JAWAPosisi pulau Jawa dalam kerangka tektonik terletak pada batas aktif (zona penunjaman) sementara berdasarkan konfigurasi penunjamannya terletak pada jarak kedalaman 100 km di selatan hingga 400 km di utara zona Benioff. Konfigurasi memberikan empat pola busur atau jalur magmatisme, yang terbentuk sebagai formasi-formasibatuan beku dan volkanik. Empat jalur magmatisme tersebut menurut Soeria Atmadja dkk., 1991 adalah :

a. Jalur volkanisme Eosen hingga Miosen Tengah, terwujud sebagai Zona Pegunungan Selatan.

b. Jalur volkanisme Miosen Atas hingga Pliosen. Terletak di sebelah utara jalur Pegnungan Selatan. Berupa intrusi lava dan batuan beku.

c. Jalur volkanisme Kuarter Busur Samudera yang terdiri dari sederetan gunungapi aktif.

Page 21: Java

d. Jalur volkanisme Kuarter Busur Belakang, jalur ini ditempati oleh sejumlah gunungapi yang berumur Kuarter yang terletak di belakang busur volkanik aktif sekarang.

- Magmatisme Pra Tersier

Batuan Pra-Tersier di pulau Jawa hanya tersingkap di Ciletuh, Karang Sambung dan Bayat. Dari ketiga tempat tersebut, batuan yang dapat dijumpai umumnya batuan beku dan batuan metamorf. Sementara itu, batuan yang menunjukkan aktifitas magmatisme terdiri atas batuan asal kerak samudra seperti, peridotite, gabbro, diabase, basalt toleit. Batuan-batuan ini sebagian telah menjadi batuan metamorf.

- Magmatisme Eosen

Data-data yang menunjukkan adanya aktifitas magmatisme pada Eosen ialah adanya Formasi Jatibarang di bagian utara Jawa Barat, dike basaltik yang memotong Formasi Karang Sambung di daerah Kebumen Utara, batuan berumur Eosen di Bayat dan lava bantal basaltik di sungai Grindulu Pacitan. Formasi Jatibarang merupakan batuan volkanik yang dapat dijumpai di setiap sumur pemboran. Ketebalan Formasi Jatibarang kurang lebih 1200 meter.

Sementara di daerah Jawa Tengah dapat ditemui di Gunung Bujil yang berupa dike basaltik yang memotong Formasi Karang Sambung, di Bayat dapat ditemui di kompleks Perbukitan Jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis kristalin dan Formasi Gamping-Wungkal.

- Magmatisme Oligosen-Miosen Tengah

Pulau Jawa terentuk oleh rangkaian gunungapi yang berumur Oligosen- Miosen Tengah dan Pliosen-Kuarter. Batuan penyusun terdiri atas batuan volkanik berupa breksi piroklastik,breksi laharik, lava, batupasir volkanik tufa yang terendapkan dalam lingkungan darat dan laut. Pembentukan deretan gunungapi berkaitan erat dengan penunjaman lempeng samudra Hindia pada akhir Paleogen. Menurut Van Bemmelen (1970) salah satu produk aktivitas volkanik saat itu adalah Formasi Andesit Tua.

- Magmatisme Miosen Atas-Pliosen

Page 22: Java

Posisi jalus magmatisme pada periode ini berada di sebelah utara jalur magmatisme periode Oligosen-Miosen Tengah. Pada periode in aktivitas magmatisme tidak terekspresikan dalam bentuk munculnya gunungapi, tetapi berupa intrusi-intrusi seperti dike, sill dan volkanik neck. Batuannya berkomposisi andesitik.

- Magmatisme Kuarter

Pada periode aktifitas kuarter ini magmatisme muncul sebagai kerucut-kerucut gunungapi. Ada dua jalur rangkaian gunungapi yaitu : jalur utama terletak di tengah pulau Jawa atau pada jalur utama dan jalur belakang busur. Gunungapi pada jalur utama ersusun oleh batuan volkanik tipe toleitik, kalk alkali dan kalk alkali kaya potasium. Sedangkan batuan volkanik yan terletak di belakan busur utama berkomposisi shoshonitik dan ultra potasik dengan kandungan leusit.

Page 23: Java