jati belanda terhadap peroksidasi hati tikus

35
KHASIAT RAMUAN EKSTRAK DAUN JATI BELANDA TERHADAP PEROKSIDASI LIPID HATI TIKUS HIPERLIPIDEMIA ALVIANI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Upload: rahmawati

Post on 18-Feb-2016

17 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

Page 1: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

KHASIAT RAMUAN EKSTRAK DAUN JATI BELANDA

TERHADAP PEROKSIDASI LIPID HATI TIKUS

HIPERLIPIDEMIA

ALVIANI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Page 2: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

ABSTRAK

ALVIANI. Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi

Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM, dan

SULISTIYANI.

Jati belanda, jambu biji, dan temulawak merupakan tumbuhan obat

tradisional yang telah digunakan sebagai antioksidan. Penggunaan tumbuhan

tersebut sebagai antioksidan masih terbatas pada masing-masing tumbuhan saja,

sedangkan potensi antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam bentuk ramuan

belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi

antioksidasi dari ramuan daun jati belanda, serta menetukan konsentrasi lipid

peroksida hati tikus hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda

yang mengandung daun jambu biji dan rimpang temulawak.

Ramuan daun jati belanda yang terdiri dari daun jambu biji dan rimpang

temulawak diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara maserasi. Hasil ekstraksi

digunakan untuk menentukan konsentrasi lipid peroksida hati dari tikus yang

hiperlipidemia. Konsentrasi lipid peroksida hati diukur menggunakan uji TBA.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian pakan kolesterol sebesar

1.25% selama sembilan minggu mampu meningkatkan konsentrasi lipid peroksida

hati. Ramuan ekstrak daun jati belanda yang mengandung daun jati belanda lebih

banyak (2x:1y:1z) mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati sebesar

13.25% lebih rendah daripada kelompok hiperlipidemia, sedangkan ramuan

ekstrak daun jati belanda tunggal (1x:0y:0z) hanya 7.24%. Ramuan ekstrak daun

jati belanda tanpa daun jambu biji dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida

hati terbesar yaitu 26,31%, sedangkan ramuan daun jati belanda (1x:1y:1z)

bertindak sebagai prooksidan.

Page 3: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

ABSTRACT

ALVIANI. Potency of Potion of Jati Belanda Leaf Extracts on Lipid Peroxidation

in The Liver Hyperlipidemic Rat. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM,

and SULISTIYANI.

Jati belanda, guavas, and temulawak are traditional herbs that has been

widely used as antioxidant. The use of those as antioxidant were limited to the

single plants one each, while potency of those plants in potions had not been

known. This research aims to provide informations related to the antioxidant

potency of jati belanda leaf potions, also to determine lipid peroxidation

concentration of hyperlipidemic rat liver which were given by potion containing

jati belanda leaves, guava leaves, and temulawak extracts.

Potions of jati belanda leaves, guava, and temulawak rhizome, were

extracted with ethanol 70% by maceration. Filtrate were used to measure lipid

peroxide concentration in hyperlipidemic rat liver. The concentration was

measured by TBA test.

Results showed that 1.25% cholesterol feeding for nine weeks were able to

increase lipid peroxide concentration in the liver. Jati belanda leaf potion contain

more of jati belanda leaves (2x:1y:1z) were able to decrease lipid peroxide in the

liver 13.25% lower than hyperlipidemic groups, while jati belanda leaf extract

single can only decrease 7.24%. Jati belanda leaf extracts without guava leaf

extract gave the largest decrease in lipid peroxide concentration in livers 26.31%,

while jati belanda leaf potion extract (1x:1y:1z) act as prooxidant.

Page 4: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

KHASIAT RAMUAN EKSTRAK DAUN JATI

BELANDA TERHADAP PEROKSIDASI LIPID HATI

TIKUS HIPERLIPIDEMIA

ALVIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Page 5: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

Judul Skripsi : Khasiat Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi

Lipid Hati Tikus Hiperlipidemia

Nama : Alviani

NIM : G44102028

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Anna P. Roswiem, MS. drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD

Ketua Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131 473 999

Tanggal Lulus:

Page 6: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan

rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Program Studi biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli-November 2006 dengan judul Khasiat

Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda terhadap Peroksidasi Lipid Hati

Hiperlipidemia.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak. Terima kasih

penulis ucapakan kepada para pembimbing penulis Dr. Anna P. Roswiem, MS,

dan drh. Sulistiyani, M.Sc.,PhD atas bimbingan dan dorongannya selama ini.

Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan Yayu,

Icha, Meta, Indri, Liga, Aan, Fitri, khususnya Mba Itin atas bantuannya selama

penelitian, Chandra, Emi, Dinar dan Feni. Ucapan terima kasih juga disampaikan

kepada bapak, dan ibu tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2007

Alviani

Page 7: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 28 Maret 1984 dari ayah

Bambang Wahono dan ibu Saadiah. Penulis merupakan putri kedua dari lima

bersaudara.

Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang

sama lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Biokimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata

kuliah Biokimia Fisik S1 Biokimia tahun ajaran 2005/2006, Biokimia Umum S1

Kimia 2005/2006, Biokimia Umum D3 Perikanan 2005/2006 dan 2006/2007,

Biokimia Umum S1 Biologi 2006/2007, dan Biokimia Akademi Perawat

2006/2007. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan praktik lapangan di

Laboratorium Treub, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor selama

bulan Juli-Agustus dengan tema Penapisan Fitokimia dan Penentuan Nilai

Peroksida Pada Ekstrak Daun Echinacea purpurea.

Page 8: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Peroksidasi Lipid .................................................................................. 2

Hiperlipidemia dan Lipid Peroksida ...................................................... 3

Bahan-bahan Alami Antioksidan ........................................................... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ....................................................................................... 7

Metode Penelitian ................................................................................. 7

Analisis Data ......................................................................................... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Awal dan Bobot Badan Hewan Coba ...................................... 9

Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Tikus Normal dengan

Tikus Hiperlipidemia ............................................................................ 10

Pengaruh Ekstrak Ramuan Daun Jati Belanda Terhadap Konsentrasi

Lipid Peroksida Hati ............................................................................. 11

Korelasi antara Lipid Peroksida Hati dan Kolesterol Hati serta TPC ...... 12

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

LAMPIRAN .................................................................................................. 16

Page 9: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan

ganda ........................................................................................................ 2

2 Reaksi antara TBA dan MDA ................................................................... 3

3 Tumbuhan jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) ................................. 5

4 Tumbuhan jambu biji (Psidium guajava Linn.) ......................................... 6

5 Tanaman temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) .................................. 7

6 Perubahan bobot badan tikus selama perlakuan ........................................ 9

7 Kenaikan konsentrasi kolesterol selama induksi kolesterol ......................... 10

8 Perbandingan konsentrasi lipid peroksida hati kelompok normal dengan

kelompok hiperlipidemia .......................................................................... 10

9 Konsentrasi Lipid peroksidasi lipid hati .................................................... 12

10 Korelasi antara konsentrasi kolesterol hati dan konsentrasi lipid peroksida

hati ........................................................................................................... 13

11 Korelasi antara TPC dan konsentrasi lipid peroksida ................................ 13

Page 10: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahap Penelitian ....................................................................................... 17

2 Perhitungan dosis jumlah kolesterol kuning telur, lemak kambing

dan PTU ................................................................................................... 18

3 Hasil kurva standar TMP .......................................................................... 19

4 Perubahan rata-rata bobot badan tikus selama percobaan .......................... 20

5 Data konsentrasi lipid peroksida hati saat peningkatan kolesterol pada

minggu ke-9 ............................................................................................. 20

6 Data konsentrasi lipid peroksida hati diakhir perlakuan pada

minggu ke-14 ........................................................................................... 20

7 Data konsentrasi kolesterol hati ................................................................ 21

10 Analisis statistik rancangan acak lengkap ................................................. 22

11 Hasil analisis korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati

serta TPC .................................................................................................. 23

Page 11: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan

yang kaya akan sumber daya alamnya. Negara

ini dikenal sebagai negara megadiversity

terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil.

Kekayaan hayati Indonesia yang sudah

dimanfaatkan nenek moyang sejak dahulu

kala, sampai saat ini masih berpotensi untuk

dikembangkan. Diperkirakan sumber daya

hayati yang dimiliki Indonesia berkisar antara

30 000-40 000 spesies tumbuhan. Berdasarkan

jumlah tersebut terdapat sebesar 1 100 spesies

tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat

tradisional. Tumbuhan yang dapat digunakan

sebagai obat tradisional antara lain adalah jati

belanda, jambu biji, dan temulawak (Heyne

1987).

Masyarakat tradisional biasanya

menggunakan tumbuhan daun jati belanda

sebagai obat pelangsing, obat diare, batuk dan

nyeri perut (Heyne 1987). Daun Jambu biji

sebagai antibakteri, antidiabetes, dan maag,

sedangkan rimpang temulawak sebagai

antiradang, antibakteri, dan memperlancar

pengeluaran ASI (Dalimartha 2002). Selain

itu berdasarkan penelitian sebelumnya daun

jati belanda, daun jambu biji, dan rimpang

temulawak memiliki aktivitas sebagai

antioksidan. Hasil penelitian Tombilangi

(2004) menginformasikan bahwa pemberian

ekstrak etanol daun jati belanda mampu

menurunkan konsentrasi lipid peroksida

dalam darah secara nyata dibandingkan

dengan kelompok hiperlipidemia. Indriani

(2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun

jambu biji putih dapat menghambat oksidasi

lipid sebesar 94.19%. Adji (2004)

menyebutkan bahwa ekstrak etanol rimpang

temulawak mampu mencegah peningkatan

konsentrasi lipid peroksida dalam darah

sebesar 64.30% terhadap kondisi awal.

Dewasa ini, perkembangan zaman dan

arus globalisasi dapat mempengaruhi gaya

hidup dan pola makan masyarakat Indonesia

yang cenderung mengkonsumsi makanan

cepat saji. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya penyakit degeneratif. Penyakit

degeneratif ini dapat disebabkan oleh

meningkatnya proses peroksidasi lipid akibat

molekul radikal bebas di dalam tubuh.

Salah satu penyakit degeneratif yang

disebabkan oleh radikal bebas adalah penyakit

jantung koroner (PJK). Penyakit ini

disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan,

atau kelainan pembuluh nadi koroner yang

dikenal sebagai aterosklerosis. Aterosklerosis

ini disebabkan oleh tingginya kolesterol LDL

(low density lipoprotein) di dalam pembuluh

darah arteri akibat kurangnya reseptor LDL

dalam mengambil lipoprotein yang

mengandung kolesterol. Semakin

meningkatnya konsentrasi kolesterol LDL di

dalam jaringan maka semakin besar pula

jumlah kolesterol LDL yang akan dioksidasi.

Untuk mengurangi lipid peroksida di

dalam tubuh diperlukan suatu senyawa yang

dapat mencegah proses peroksidasi lipid.

Senyawa yang mampu menghambat

kerusakan lipid akibat radikal bebas adalah

antioksidan. Di dalam tubuh manusia sendiri

mampu mensintesis senyawa antioksidan

seperti superoksida dismutase (SOD),

glutathion peroksidase, dan katalase. Namun

dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan

enzim-enzim tersebut, sehingga radikal bebas

baik dari dalam maupun luar tubuh tidak

sepenuhnya dapat ditangani. Oleh sebab itu,

tubuh perlu senyawa antioksidan yang berasal

dari luar (eksogen).

Saat ini, semakin mahalnya harga obat-

obatan sintetik di pasaran menyebabkan

masyarakat Indonesia cenderung

memanfaatkan bahan-bahan alami terutama

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Selain

memiliki harga yang lebih murah, obat-obatan

tradisional juga memiliki efek samping lebih

kecil dibandingkan dengan obat-obatan

sintetik, serta mudah didapat. Jati belanda,

jambu biji, dan temulawak merupakan

tumbuhan obat tradisional yang telah

digunakan sebagai antioksidan. Namun

penggunaan ketiga tumbuhan tersebut sebagai

antioksidan masih terbatas pada masing-

masing tumbuhan saja, sedangkan potensi

antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam

bentuk ramuan belum dibuktikan secara

ilmiah. Penelitian ini adalah bagian dari

penelitian yang bekerjasama dengan industri

fitofarmaka yang akan mengkaji formulasi

ramuan ketiga tumbuhan tersebut dalam

kaitannya sebagai antioksidan.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan

informasi potensi antioksidasi dari ramuan

daun jati belanda, serta menentukan

konsentrasi lipid peroksida hati tikus

hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak

daun jati belanda yang mengandung daun

jambu biji dan rimpang temulawak. Hipotesis

penelitian adalah bahwa ramuan ekstrak daun

jati belanda dengan ekstrak daun jambu biji

dan rimpang temulawak dalam komposisi

tertentu dapat menurunkan konsentrasi lipid

peroksida hati tikus hiperlipidemia. Hasil

penelitian diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat tentang potensi

Page 12: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

2

ramuan daun jati belanda dengan daun jambu

biji dan rimpang temulawak sebagai

antioksidan.

TINJAUAN PUSTAKA

Peroksidasi Lipid

Lipid merupakan salah satu molekul yang

paling sensitif terhadap serangan radikal

bebas, sehingga terbentuk lipid peroksida.

Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi

akibat serangan radikal bebas terhadap asam

lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated

fatty Acid, PUFA) (Halliwel & Gutteridge

1999). Radikal bebas ini sangat labil dan

bersifat reaktif sehingga cenderung bereaksi

seketika dengan setiap zat disekitarnya.

Peroksidasi lipid merupakan suatu rantai

reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab

reaksi ini menghasilkan radikal lipid bebas

(R*) yang lain, sehingga peroksidasi

berlangsung lebih lanjut. Pada umumnya,

peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga

tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, propagasi,

dan terminasi (Murray et al. 2001).

Reaksi peroksidasi lipid diawali melalui

pengambilan sebuah atom hidrogen dari gugus

metilena (-CH2-) pada PUFA oleh radikal

bebas. Pada tahap ini, terjadi pembentukan

radikal bebas karbon (-·CH-) yang disebabkan

oleh penghilangan satu atom H pada CH2. Hal

ini disebabkan adanya ikatan rangkap pada

asam lemak yang dapat melemahkan ikatan

antara atom C dan H yang berdekatan dengan

ikatan rangkap, sehingga atom H mudah

diambil oleh radikal bebas.

Tahap selanjutnya yaitu penstabilan

radikal bebas karbon melalui penataan ulang

ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena

terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi

bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk

radikal lipid peroksida (ROO*). Hadirnya

radikal peroksida ini dapat memudahkan

pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid

lain, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap

propagasi. Radikal peroksida selanjutnya

dapat bergabung dengan atom H yang lain

membentuk lipid hidroperoksida dan radikal

bebas yang baru. Jalur lain yang ditempuh

oleh radikal peroksida yaitu dengan

membentuk peroksida siklik yang disebut

dengan endoperoksida. Tahap terminasi

terjadi jika radikal lipid peroksida bereaksi

dengan radikal bebas yang lain seperti

senyawa antioksidan atau senyawa biologi

seperti protein. Proses peroksidasi asam lemak

tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 1.

Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida

merupakan suatu molekul yang stabil pada

suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun, ion-

ion logam transisi yang terdapat di dalam

tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)

dapat mengkatalisis penguraian lipid

hidroperoksida hingga membentuk produk

yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam,

dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid

yang dihasilkan dari peruraian peroksida

adalah malondialdehida (MDA) dan 4-

hidroksinonenal. Kedua produk aldehid

tersebut dapat menyerang protein terutama

pada gugus tiol (-SH) dan gugus amin (-NH2),

sehingga enzim-enzim yang membutuhkan

senyawa-senyawa tersebut untuk akivitasnya

akan terhambat bila peroksidasi lipid sedang

berlangsung (Sulistyo 1998). Peroksidasi lipid

yang disebabkan oleh radikal bebas ini dapat

menyebabkan membran kehilangan fluiditas,

dan gangguan transport (O’Brien 1981, diacu

dalam Widyarti 1995).

Gambar 1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan ganda.

Sumber: Murray et al. (2001)

Page 13: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

3

Organ hati merupakan pusat dari

metabolisme dalam sebagian besar hewan.

Organ ini berfungsi dalam proses detoksifikasi

senyawa-senyawa toksik, sekresi produk akhir

metabolisme seperti bilirubin, amonia, dan

urea, hematologik, sistem imun tubuh, serta

berperan dalam proses metabolisme

biomolekul (protein, karbohidrat, hormon, dan

bilirubin) (Kaplan & Pesce 1989). Membran-

membran mikrosom hati sangat rentan

terhadap peroksidasi lipid, sebab membran ini

banyak sekali mengandung asam lemak tak

jenuh. Proses peroksidasi lipid pada mikrosom

hati dapat berlangsung secara enzimatis dan

nonenzimatis. Secara enzimatis yaitu

peroksidasi lipid yang bergantung oleh

NADPH, sedangkan secara nonenzimatis

yaitu peroksidasi lipid yang bergantung oleh

ion Fe3+, ion ini berfungsi sebagai

pengkompleks ADP, pirofosfat, dan EDTA

(Halliwel & Gutteridge 1999).

Tingginya konsentrasi lipid peroksida

dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel hati.

Peningkatan konsentrasi lipid peroksida lebih

jauh dapat menyebabkan terjadinya nekrosis

hati. Yagi (1994) menyatakan bahwa apabila

konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat,

maka lipid peroksida ini dapat merusak sel

hati sehingga peroksida akan keluar dari hati

menuju pembuluh darah dan dapat merusak

organ atau jaringan lain. Konsentrasi lipid

peroksida yang berlebih pada jaringan

maupun organ dapat mengakibatkan berbagai

penyakit degeneratif. Di dalam tubuh

manusia, kadar lipid peroksida dapat

meningkat seiring dengan bertambahnya usia,

namun jumlahnya tidak boleh melebihi kadar

normalnya yaitu 4 nmol/mL (Yagi 1994).

Berdasarkan penelitian Sayogya (2002)

menunjukkan konsentrasi lipid peroksida hati

normal tikus galur Sprague Dawley sebesar

100.46 nmol/g, sedangkan lipid peroksida

normal dalam serum darah galur Sprague

Dawley sebesar 0.46±0.05 ng/mL (Adji 2004).

Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut

dapat dilihat bahwa konsentrasi lipid

peroksida hati lebih besar dari pada

konsentrasi lipid peroksida di dalam serum

darah.

Uji TBA (asam 2-tiobarbiturat) dapat

digunakan untuk mengukur konsentrasi dari

lipid peroksida yang terakumulasi secara in

vivo di dalam organ dan partikel subseluler

(Tappel & Zalkin 1960). Uji TBA didasarkan

pada reaksi asam 2-tiobarbiturat dengan

produk oksidasi lipid (MDA). TBA akan

bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA

yaitu satu molekul MDA akan berikatan

dengan dua molekul TBA, sehingga

membentuk senyawa kompleks berwarna

merah (Halliwel & Gutteridge 1999). Warna

merah yang diukur dengan spektofotometer

pada panjang gelombang 532 nm ini

menunjukkan tingkat oksidasi lipid. Reaksi

penggabungan antara TBA dan MDA dapat

dilihat pada Gambar 2. Uji TBA ini

merupakan uji yang spesifik untuk hasil

oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik

diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan

yang mengandung asam lemak tak jenuh

(Ketaren 1986).

Gambar 2 Reaksi antara TBA dan MDA.

Sumber: Halliwel & Gutteridge (1999)

Hiperlipidemia dan Lipid Peroksida Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan

tingginya konsentrasi lipid yang ditandai

dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida,

LDL, dan kolesterol (lipid netral) darah

melebihi batas normal (pada manusia > 200

mg/dL) (Ganong 2001). Faktor-faktor yang

dapat menyebabkan hiperlipidemia adalah

bobot badan, usia, kurang olahraga, stres,

gangguan metabolisme, gangguan genetik dan

pola konsumsi makanan sehari-hari yang

dapat meningkatkan konsentrasi lipid atau

kolesterol. Menurut Grundy (1991),

mengkonsumsi makanan yang kaya kolesterol

dan asam lemak jenuh dapat menekan

pembentukan reseptor LDL, sehingga

meningkatkan kolesterol di dalam darah.

Keadaan hiperlipidemia dapat

menyebabkan aterosklerosis yaitu

penyumbatan pembuluh darah arteri akibat

penumpukan lipid pada dinding arteri. Jika

aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah

arteri yang mensuplai O2 ke jantung, maka

dapat menyebabkan penyakit jantung koroner

(PJK). Salah satu faktor utama dalam

patogenesis aterosklerosis adalah

hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh

peningkatan konsentrasi lipoprotein densitas

rendah (LDL) (Schwartz et al. 1993 diacu

dalam Taher 2003).

Perjalanan LDL dimulai dari sintesis dan

sekresi lipoprotein sangat rendah (VLDL)

oleh sel hati. VLDL mengandung kolesterol

dan triasilgliserol. Setelah memasuki aliran

Page 14: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

4

darah, VLDL mulai kehilangan kandungan

trigliseridanya karena dihidrolisis oleh enzim

lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak

dan gliserol. Setelah trigliseridanya sebagian

besar dihidrolisis oleh LPL, VLDL ini

berubah menjadi lipoprotein densitas

menengah (IDL) dan akhirnya menjadi LDL.

Selanjutnya LDL akan diendositosis oleh sel-

sel jaringan perifer dan hepatosit setelah

terlebih dahulu diikat oleh reseptor LDL

(Voet & Voet 1995).

Aterosklerosis biasanya lebih banyak

diderita oleh pria daripada wanita yang masih

aktif haid. Hal ini disebabkan hormon

esterogen yang memiliki aktivitas antioksidan

yang dapat menghambat terjadinya oksidasi

LDL (Rifici & Khachadurian 1992 diacu

dalam Taher 2003). Selain itu hormon

esterogen juga diketahui dapat menghambat

perkembangan awal aterosklerosis dengan

mengurangi pembentukkan sel busa makrofag,

yaitu dengan mengurangi penangkapan

lipoprotein melalui lintas reseptor pembersih

(Sulistyani 1997 diacu dalam Taher 2003).

Tingginya konsentrasi lipid peroksida di

dalam tubuh dapat disebabkan oleh kondisi

hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, jumlah

LDL meningkat sehingga dapat memperbesar

kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab

ketersediaan substrat yang dapat dioksidasi

lebih banyak. Hal ini didukung oleh penelitian

Tombilangi (2004) yang menyatakan bahwa

pemberian kolesterol sebesar 0.25% dapat

meningkatkan konsentrasi lipid peroksida

darah kelinci. Uphadya et al. (2002) juga

melaporkan bahwa mencit yang diberi

kolesterol sebanyak 1.16% selama tujuh

minggu mampu meningkatkan konsentrasi

lipid peroksida lebih tinggi dibandingkan

dengan mencit yang hanya diberi pakan

standar. Menurut Iritani et al. (1986), tikus

yang diberi diet minyak jagung 10% nilai

peroksidasi lipid dalam serum, hati dan

jaringan adiposa lebih tinggi dari pada tikus

dengan diet minyak jagung 5%.

Salah satu dari fungsi kolesterol adalah

sebagai prekusor pembentukan asam empedu

yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama

dalam biosintesis asam empedu adalah reaksi

7α-hidroksilasi terhadap kolesterol yang

dikatalisis oleh enzim mikrosomal yaitu 7α-

hidroksilase. Proses reaksi ini memerlukan

oksigen, NADPH dan sitokrom P-450

oksidase. Semakin meningkatnya konsentrasi

kolesterol plasma dalam tubuh

hiperkolesterolemia, maka semakin banyak

asam empedu yang disintesis, sehingga

semakin meningkat pula oksigen dan NADPH

yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas

sitokrom P-450 oksidase (Murray et al. 2001).

Sitokrom P-450 oksidase merupakan

enzim yang berperan dalam memperantarai

metabolisme retikulum endoplasmik yang

menghasilkan radikal superoksida (O2-)

(Dhaunsi et al. 1992 diacu dalam Wresdiyati

2005). Oleh sebab itu semakin meningkatnya

aktivitas sitokrom P-450 oksidase, maka

radikal bebas yang dihasilkan semakin

meningkat pula. Jika produksi radikal bebas

terjadi secara berlebihan maka enzim

antioksidan di dalam tubuh khususnya di

organ hati seperti superoksida dismutase

(SOD) tidak mampu mengatasinya. Hal ini

dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif

yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan

tejadinya beberapa kerusakan atau kelainan

baik proses biokimia maupun fisiologi di

dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.

Kondisi hiperlipidemia dapat dibuat pada

beberapa spesies hewan percobaan yaitu

dengan menambahkan lemak dan kolesterol

pada makanan yang disebut induksi eksogen

(Amstrong & Heistad 1990). Menurut

panduan dari KKI Phyto Medica (1993)

induksi hiperlipidemia pada tikus dapat

dilakukan dengan pemberian pakan tinggi

kolesterol (1%) dan propil tiourasil (PTU)

(0.01%)selama dua minggu. PTU merupakan

zat antitiroid yang dapat merusak kelenjar

tiroid. Kerusakan kelenjar tiroid ini dapat

menyebabkan meningkatnya konsentrasi

kolesterol akibat pembentukan reseptor LDL

di hati berkurang (Ganong 2001).

Bahan-bahan Alami Antioksidan

Dewasa ini, masyarakat Indonesia

cenderung menggunakan bahan-bahan alami

terutama tumbuhan obat tradisional dalam

memelihara kesehatannya. Dengan

mengkonsumsi bahan alami dan gizi

seimbang, diharapkan dapat mencegah atau

mengurangi radikal bebas yang dapat

menyebabkan penyakit degeneratif seperti

PJK dan stroke. Bahan-bahan alami yang

biasa digunakan sebagai antioksidan dapat

berasal dari buah-buahan seperti apel, anggur,

jeruk sayur-sayuran seperti brokoli, wortel

ataupun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

seperti teh hijau. Pada penelitian ini bahan

alami yang akan digunakan sebagai

antioksidan adalah ramuan daun jati belanda

yang mengandung daun jambu biji, dan

rimpang temulawak.

Page 15: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

5

Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)

Jati Belanda merupakan tumbuhan yang

berasal dari negara Amerika beriklim tropis.

Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar di

wilayah tropis lainnya seperti di pulau Jawa

dan Madura. Jati belanda atau jati londo (Jawa

Tengah) tumbuh baik pada daerah dengan

ketinggian 1-800 m di atas permukaan laut.

Klasifikasi dari tumbuhan jati belanda yaitu

divisi Spermatophyta, subdivisi

Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa

Malvales, suku Steruliaceae, marga Guazuma,

dan jenis Guazuma ulmifolia Lamk.

Tumbuhan jati belanda berupa pohon

peneduh di tepi jalan dengan tinggi 10-20

meter. Memiliki batang berbentuk bulat,

keras, permukaannya kasar, banyak alur,

bercabang, dan berwarna hijau keputih-

putihan. Daun berbentuk bundar bulat sampai

lanset, ujung daun lancip, serta permukaan

daun bagian atas berbulu. Berbunga banyak,

bentuk bunga agak ramping, serta memiliki

mahkota bunga yang berwana kuning. Bijinya

kecil, keras, diameter ± 2 mm, berwarna

coklat muda, serta memiliki akar tunggang

(Sugati et al. 1991). Bentuk daun jati belanda

dapat dilihat pada Gambar 3.

Daun dan kulit batang jati belanda

mengandung alkaloid, serta flavonoid, selain

itu daunnya mengandung saponin dan tanin.

Menurut Soesilo (1989) daun jati belanda

mengandung senyawa flavonoid, asam

fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid, dan

karotenoid. Hal ini didukung dari hasil

penelitian Tombilangi (2004) yang

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati

belanda mengandung flavonoid.

Daun jati belanda berkhasiat sebagai obat

pelangsing tubuh, sehingga simplisia

tumbuhan ini banyak digunakan di dalam

ramuan galian singset. Hal ini didukung oleh

penelitian Lestari dan Muhtadi (1997) yang

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol

daun jati belanda sebanyak 1g/Kg bobot

badan tikus yang hiperlipidemia mampu

menurunkan kadar kolesterol. Namun, hasil

penelitian yang dilakukan Rachmadani (2001)

menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak

air daun jati belanda sebanyak 1 g/Kg bobot

badan tidak menunjukan penurunan kadar

kolesterol.

Pemakaian rebusan daun jati belanda

secara berlebihan dapat mengakibatkan iritasi

usus, sedangkan pemakaian biji tumbuhan jati

belanda secara berlebihan dapat

mengakibatkan diare atau radang usus

(Sastroamidjojo 1988). Rebusan biji

tumbuhan jati belanda yang dibakar dapat

digunakan sebagai obat sembelit, sedangkan

jika dicampur dengan minyak adas dapat

digunakan untuk penyakit perut kembung dan

sesak nafas. Biasanya rebusan biji tumbuhan

ini digunakan oleh masyarakat dengan cara

meminumnya seperti meminum kopi (Heyne

1987).

Gambar 3 Tumbuhan jati belanda

(Guazuma ulmifolia Lamk.).

Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Jambu biji adalah salah satu tumbuhan

buah perdu yang dalam bahasa Inggris disebut

lombo guava. Tanaman ini berasal dari

Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke

Thailand kemudian ke negara Asia lainnya

seperti Indonesia. Nama lain dari jambu biji

yaitu Petokal, Tokal (Jawa), Sotong (Bali),

dan Glima breuh (Aceh). Klasifikasi dari

tumbuhan jambu biji yaitu divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

kelas Dicotyledonae, bangsa Myrtales, suku

Myrtaceae, marga Psidium, dan jenis Psidium

guajava L.

Tumbuhan jambu biji dapat tumbuh di

daerah tropis maupun di daerah subtropik

dengan intensitas curah hujan yang diperlukan

berkisar 1000-2000 mm/tahun dan merata

disepanjang tahun. Tumbuhan ini dapat

tumbuh di daerah tropis pada ketinggian

antara 5-1200 meter di atas permukaan laut.

Jambu biji termasuk tumbuhan semak atau

pohon yang memiliki ketinggian 3-10 meter.

Tumbuhan ini memiliki banyak cabang dan

ranting, batang pohonnya keras, permukaan

kulit luar berwarna coklat dan licin. Daunnya

berbentuk bulat telur, bertulang menyirip,

serta berwarna hijau kekuningan. Bunganya

kecil-kecil berwarna putih dan memiliki akar

tunggang, seperti terlihat pada Gambar 4.

(Soesilo 1989).

Senyawa kimia yang terkandung di dalam

jambu biji antara lain polifenol dan tanin.

Daun dan kulit batangnya mengandung

saponin, tanin dan minyak atsiri. Selain itu

daunnya mengandung asam ursolat, asam

psidiolat, asam katogolat, asam oleanolat,

asam gujaverin dan vitamin C. Vitamin C

pada buah jambu biji sebesar 3-6 kali lebih

besar dibandingkan buah jeruk. Adanya

kandungan vitamin C yang tinggi, buah jambu

biji ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh

Page 16: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

6

dalam melawan bakteri (Triarsari 2006). Hal

ini didukung oleh penelitian Khan et al.

(1980) di dalam Soesilo (1989) yang

menunjukkan bahwa daun jambu biji

berkhasiat sebagai antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus.

Selain itu, Indariani (2006) menyatakan

bahwa jambu biji juga memiliki aktivitas

antioksidan yang erat khasiatnya dalam

mengobati berbagai penyakit. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak

daun jambu biji putih lokal memiliki faktor

protektif mendekati vitamin E (α-tokoferol)

sebesar 1.0, sedangkan α-tokoferol sendiri

memiliki faktor protektif sebesar 1.16. Ekstrak

etanol daun jambu biji putih lokal juga dapat

menghambat oksidasi lipid sebesar 94.19%.

Hasil penelitian Lestariana et al. (2005)

melaporkan bahwa pemberian ekstrak kering

daun jambu biji sebanyak 2 mg dalam 0.2 mL

air yang diberikan 1 kali, 2 kali, dan 3 kali

sehari selama 90 hari dapat memberikan

penurunan yang bermakna terhadap

konsentrasi glukosa darah tikus. Namun,

menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna

terhadap konsentrasi kolesterol dan

trigliserida serum darah tikus.

Selain sebagai antibakteri dan antioksidan,

jambu biji juga berkhasiat sebagai antidiare,

antiinflamasi, antimutagenik, analgesik,

penyakit diabetes melitus, serta maag (Soesilo

1989). Pada umumnya, dosis penggunaan

daun jambu biji yang sering dipakai oleh

masyarakat adalah sebesar 15-30 g. Untuk

pengobatan, biasanya daun jambu biji ini

direbus selama 15 menit, kemudian air hasil

rebusan dari tumbuhan ini diminum

(Wijayakusumah 1993).

Gambar 4 Tumbuhan jambu biji

(Psidium guajava Linn.).

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)

Temulawak merupakan tanaman asli

Indonesia yang memiliki khasiat obat.

Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran

rendah pada ketinggian 1500 meter di atas

permukaan laut (Syukur & Hernani 2002).

Tanaman temulawak banyak ditemukan di

hutan-hutan daerah tropis serta tersebar luas di

daerah Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Selain

di Indonesia tanaman ini juga ditemukan di

India (Harida/Haldi), Bengali (halud), Arab

(kurkum), Persia (zardehobach), dan Cina

(ilang-hoang). Sejak dulu oleh masyarakat

Indonesia, tanaman ini digunakan untuk

meningkatkan nafsu makan, sembelit, sakit

kepala, sakit perut bahkan dipercaya sebagai

jamu yang dapat memperlambat proses

penuaan, menghilangkan bintik-bintik hitam

di wajah serta kelenturan tubuh.

Temulawak tergolong dalam famili

Zingiberaceae. Ciri khas dari tanaman ini

yaitu memiliki rimpang yang berbau aromatik

tajam dan rasanya pahit agak pedas

(Dalimartha 2002). Nama lain dari tanaman

ini yaitu temu putih (Indonesia), koneng gede

(Sunda), serta temu labak (Madura).

Klasifikasi dari temulawak yaitu divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales,

suku Zingiberaceae, marga Curcuma, dan

genus Curcuma xanthoriza Roxb.

Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan

herba yang batang pohonnya berbentuk batang

semu serta tingginya mencapai 2 meter

bahkan lebih. Daun tanaman ini berbentuk

lanset, warnanya hijau tua dengan jari-jari

coklat dibagian tulang daunnya. Pada bagian

tengah daun berwarna ungu. Bunga

temulawak bersifat lateral. Tangkai bunga

ramping dan berbulu dengan panjang 4-37 cm.

Rimpangnya berukuran besar, bercabang-

cabang, berwarna kuning tua atau kecoklatan,

beraroma tajam, dan rasanya pahit

(Dalimartha 2002). Tanaman ini dapat dilihat

pada Gambar 5.

Rimpang temulawak terdiri atas fraksi

pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Fraksi

kurkuminoid merupakan komponen yang

dapat memberi warna kuning pada rimpang

temulawak. Zat warna kuning yang

terkandung di dalam rimpang temulawak ini

sebesar 1-2% yang terdiri atas kurkumin dan

monodesmetoksi-kurkumin. Senyawa

kurkumin yang terkandung di dalam rimpang

temulawak mempunyai khasiat sebagai

antibakteri dan merangsang dinding kantong

empedu untuk mengeluarkan cairan empedu

ke usus, antiradang, peluruh kencing serta

mempelancar pengeluaran ASI (Dalimartha

2002). Selain itu, temulawak juga digunakan

sebagai pengobatan gangguan hati, batu

empedu, sembelit, obat luka, dan kulit

(Darwis et al. 1991). Budhidjaya (1988)

menyatakan bahwa pemberian kurkuminoid

dengan dosis 10 mg, 15 mg, dan 20 mg dalam

Page 17: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

7

tween 80 dan air dapat menurunkan kadar

kolesterol total dan trigliserida darah,

sedangkan pada dosis 20 mg dapat menaikkan

HDL-kolesterol kelinci yang hiperlipidemia.

Masyarakat Indonesia pada umumnya

menggunakan tumbuhan ini dengan cara

memarut 20 g rimpang temulawak segar, lalu

menyeduhnya, dan air hasil seduhannya

diminum (Dalimartha 2002).

Senyawa aktif kurkumin memiliki

aktivitas sebagai antioksidan dan

imunomodulator. Namun, jika temulawak

diminum bersamaan dengan obat elektrofilik

seperti parasetamol dapat beresiko tinggi bagi

organ tubuh, sebab selain sebagai

imunomodulator senyawa ini juga dapat

menghambat aktivitas enzim glutation-s-

transferase (GST) di dalam tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan terganggunya proses

didetoksifikasi parasetamol di dalam tubuh

(Martono 2006). Berdasarkan penelitian Adji

(2004) menunjukan bahwa ekstrak etanol 75%

temulawak dengan dosis 100 mg/Kg BB

mampu mencegah peningkatan konsentrasi

lipid peroksida serum darah secara nyata

dibandingkan dengan kontrol positif.

Gambar 5 Tanaman temulawak (Curcuma

xanthorriza Roxb.).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Hewan uji yang digunakan adalah tikus

putih dewasa galur Sprague Dawley, berjenis

kelamin jantan, sehat, berumur 2 bulan dan

memiliki berat badan sekitar 200 g. Tikus ini

diperoleh dari PT Indo Anilab dan Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bahan-

bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah hati tikus, ekstrak ramuan daun jati

belanda yang mengandung daun jambu biji,

dan rimpang temulawak yang diperoleh dari

Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM IPPB.

Bahan untuk uji TBA antara lain NaCl dingin

0.9%, KCl dingin 1.15%, sodium dodesil

sulfat (SDS) 8.1%, NaOH 1M, asam asetat

20%, asam tiobarbiturat (TBA) 1.0% dalam

pelarut asam asetat 50%, akuades, n-

butanol:piridin (15:1 v/v), serta 1,1,3,3-

tetrametoksi propana (TMP) sebagai larutan

standar. Bahan-bahan lainnya seperti pakan

standar, pakan kolesterol (kuning telur, lemak

kambing, minyak goreng curah, dan pakan

standar), dan propil tiourasil (PTU) 0.01%.

Alat-alat yang digunakan antara lain

mikropipet, neraca analitik, sentrifus (Hettich

Universal), pengaduk magnetik, vorteks,

penangas air, oven, pH-meter,

spektofotometer UV-VIS, sonde, siring,

gunting, pinset, homogenizer.

Metode Penelitian

Pembuatan Ekstrak Ramuan Daun Jati

Belanda

Daun jati belanda, daun jambu biji, dan

rimpang temulawak yang telah dicuci bersih

dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C.

Selanjutnya, daun jati belanda, daun jambu

biji, dan rimpang temulawak yang telah kering

diekstraksi dengan pelarut etanol 70% secara

maserasi. Lalu hasil maserasi diuapkan

dengan rotary evaporator. Campuran ekstrak

etanol daun jati belanda, daun jambu biji, dan

rimpang temulawak dibuat sesuai dengan

formulasi yang ditetapkan oleh PSB.

Dosis Bahan Alami yang Digunakan Dosis ekstrak ramuan daun jati belanda

yang mengandung daun jambu biji dan

rimpang temulawak yang akan diberikan pada

kelompok perlakuan I merupakan dosis

campuran dengan perbandingan (1x:1y:1z).

Nilai koefisien satu adalah satu kali dosis

efektif daun jati belanda, daun jambu biji, dan

rimpang temulawak. Penggunaan dosis efektif

daun jati belanda adalah 1g/Kg BB

(Rachmadani 2001), sedangkan dosis efektif

daun jambu biji dan rimpang temulawak

adalah dosis yang telah ditentukan oleh mitra

industri dan tidak bisa dilaporkan berkenaan

dengan rahasia perusahaan. Kelompok

perlakuan yang lain mendapatkan dosis yang

merupakan variasi kelipatan dari masing-

masing dosis efektif.

Hewan Coba dan Rancangan Percobaan Sebelum mendapatkan perlakuan, tikus

diadaptasikan selama 2 minggu untuk

menyeragamkan cara hidup dan makannya.

Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor yang

dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing

kelompok terdiri atas 10 ekor untuk kelompok

normal dan hiperlipidemia, sedangkan

kelompok perlakuan masing-masing 5 ekor

tikus. Untuk memperoleh kondisi

hiperlipidemia, hewan uji diberi perlakuan

Page 18: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

8

dengan memberikan pakan kolesterol dan

larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg

BB.

Kelompok I merupakan kelompok normal

yaitu kelompok yang hanya diberi pakan

standar selama percobaan dan dicekok dengan

akuades untuk memperoleh kondisi stres yang

sama. Kelompok II yaitu kelompok

hiperlipidemia, sedangkan kelompok III, IV,

V, dan VI merupakan kelompok perlakuan.

Kelompok hiperlipidemia dan kelompok

perlakuan merupakan kelompok yang

menerima pakan kolesterol dan dicekok

larutan (0.01%) PTU dengan dosis 0.5 mg/Kg

BB selama delapan minggu percobaan. Pada

satu minggu diakhir induksi hingga akhir

penelitian kelompok hiperlipidemia dan

perlakuan diberi pakan kolesterol yang

mengandung lemak kambing 10% dan minyak

goreng curah 1%, serta peningkatan dosis

(0.01%) PTU menjadi dua kalinya. Selain

mendapatkan pakan kolesterol, kelompok

perlakuan juga dicekok campuran ekstrak

etanol daun jati belanda, daun jambu biji dan

rimpang temulawak dengan dosis campuran

berturut-turut (1x:1y:1z), (2x:1y:1z),

(1x:0y:1z), dan (1x:0y:0z) g/Kg BB selama

lima minggu setelah sembilan minggu

diinduksi kolesterol. Penimbangan bobot

badan hewan coba dilakukan setiap satu

minggu selama perlakuan. Selanjutnya

analisis kolesterol total plasma darah

dilakukan selama dua minggu sekali sampai

minggu keempat induksi, dan selanjutnya

dilakukan setiap satu minggu sekali selama

perlakuan.

Analisis konsentrasi lipid peroksida hati

awal dilakukan setelah sembilan minggu

peningkatan kolesterol terhadap kelompok

normal dan hiperlipidemia masing-masing

sebanyak 5 ekor. Analisis konsentrasi lipid

peroksida hati akhir dilakukan pada tiap-tiap

kelompok setelah 5 minggu perlakuan.

Pembuatan Tepung Kuning Telur

Tepung kolesterol dibuat dari kuning telur

ayam. Kuning telur yang telah dipisahkan dari

putihnya, dikukus dengan air mendidih selama

30 menit. Lalu dalam keadaan masih panas

kuning telur digerus kasar, kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 60-70 ºC

hingga kering (± 24 jam), sambil sekali-kali

digerus hingga halus (Momuat et al. 2001).

Pembuatan Pakan Kolesterol

Pakan kolesterol dibuat dari 1.5%

kolesterol dari kuning telur ayam, 5% lemak

kambing, 6% minyak goreng curah, dan pakan

standar sehingga mencapai 100%. Semua

bahan-bahan tersebut dicampur hingga rata,

dan dibuat dalam bentuk pelet. Jumlah pakan

harian baik pakan kolesterol maupun pakan

standar yang diberikan adalah 20g/ekor/hari

dan air minum yang diberikan secara ad

libitum.

Pengukuran Konsentrasi Lipid Peroksida

(Yagi 1994)

Pembuatan Kurva Standar. Kurva

standar dibuat dengan menggunakan larutan

stok pereaksi 1,1,3,3-tetrametoksi propana

(TMP) 6M yang diencerkan dengan akuades

menjadi 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, 1.0, 2.0, 3.0, 6.0,

9.0. 12, dan 14 µM. Larutan masing-masing

konsentrasi dipipet sebanyak 4 mL ke dalam

tabung reaksi. Lalu masing-masing tabung

ditambah 1 mL TBA 1.0% dalam pelarut

asam asetat 50%, dipanaskan di penangas air

mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,

kemudian didinginkan pada suhu kamar.

Selanjutnya pada masing-masing tabung

ditambahkan 1.0 mL akuades dan 5 mL n-

butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan

vorteks, lalu disentrifugasi pada kecepatan

3000 rpm selama 15 menit. Lapisan atas yang

terbentuk pada larutan diambil, lalu

serapannya diukur pada panjang gelombang

532 nm dengan spektrofotometer.

Analisis Lipid Peroksida Hati. Pengukuran kadar lipid peroksida hati

dilakukan pada akhir perlakuan. Sebanyak 1-2

g hati disimpan dalam larutan NaCl dingin

0.9%. Dari hati segar tersebut dibuat 10% b/v

homogenat hati dalam larutan KCl dingin

1.15%. Lalu diambil sebanyak 0.1 mL

homogenat ke dalam tabung reaksi.

Selanjutnya ke dalam tiap tabung

ditambahkan 0.2 mL SDS 8.1% dan 1.5 mL

asam asetat 20%, serta diatur pHnya dari 2.5

menjadi pH 3.5 oleh NaOH 1 M dengan

menggunakan pH meter. Selanjutnya

ditambahkan 0.7 mL akuades dan 1.5 mL

TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%,

kemudian dipanaskan ke dalam penangas air

mendidih pada suhu 95 ºC selama 60 menit,

didinginkan pada suhu ruang. Lalu tiap tabung

ditambahkan 1 mL akuades dan 5 mL n-

butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan

vorteks, disentrifus pada kecepatan 4000 rpm

selama 10 menit, diambil lapisan atasnya,

diukur serapannya dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 532 nm.

Analisis Data

Rancangan yang digunakan pada

penelitian adalah rancangan acak lengkap

Page 19: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

9

(RAL). Analisis data dilakukan dengan

metode ANOVA (analysis of variance). Jika

terdapat perbedaan dalam perlakuan, maka

dilakukan dengan uji Duncan. Model RAL

adalah sebagai berikut (Mattjik &

Sumertajaya 2000):

Yij = µ + τi + εij

i = 1,2,…,t dan j = 1,2,…., r

Yij = Pengamatan pada pelakuan ke-i dan

ulangan ke-j

µ = Rataan umum (overall mean)

τi =Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4,5,6.

εij = Pengaruh galat acak pada perlakuan ke-i,

dan ulangan ke-j, j = 1,2,

Konsentrasi lipid peroksida hati pada tiap

kelompok dikorelasikan dengan konsentrasi

kolesterol hati dan kolesterol total (TPC)

menggunakan korelasi Pearson dengan

α=0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Awal dan Bobot Badan

Hewan Coba Hewan percobaan mula-mula

diadaptasikan selama dua minggu. Masa

adaptasi tikus terhadap lingkungan ini

dilakukan untuk menghindari resiko

timbulnya gangguan stres dan untuk

mengamati kondisi tikus apakah masih dapat

terus dipergunakan selama percobaan.

Penimbangan hewan coba setiap satu minggu

dilakukan untuk mengetahui kesehatan hewan

coba selama berlangsungnya penelitian.

Perubahan bobot badan tikus selama

perlakuan terbagi menjadi dua yaitu masa

adaptasi dan masa perlakuan. Selama masa

penelitian bobot badan tikus cenderung

meningkat seiring dengan bertambahnya usia

tikus pada umur dua bulan (Gambar 6).

Pemberian pakan kolesterol pada tikus selama

penelitian, mampu meningkatkan bobot badan

yang lebih besar dengan rata-rata konsumsi

pakan perhari sebesar 17.90 g selama induksi

dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan

standar dengan rata-rata konsumsi sebesar

15.01 g pada jumlah gram yang diberikan

sebesar 20 g/ekor/hari. Setelah satu minggu

peningkatan kolesterol, tikus yang diberi

pakan kolesterol tinggi bobot badannya

meningkat sebesar 25% secara nyata

dibandingkan keadaan awal (kondisi hari ke-

nol yaitu bobot badan tikus pada saat pertama

kali), sedangkan peningkatan bobot badan

kelompok tanpa pakan kolesterol hanya

meningkat sebesar 13% secara tidak nyata

dibandingkan dengan keadaan awal. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Ide et al. (1978)

dalam Kristiani (2003) bahwa pertumbuhan

tikus dengan pakan mengandung lemak lebih

besar dari pada tikus dengan diet bebas lemak.

Lemak kambing dan minyak goreng curah

yang terkandung di dalam pakan kolesterol

kaya akan asam lemak jenuh. Asam lemak

jenuh merupakan prekusor dalam

pembentukan trigliserida. Trigliserida

merupakan simpanan lipid utama dalam

jaringan adiposa (Murray et al. 2001).

Semakin banyak lemak yang dikonsumsi oleh

tikus, maka semakin besar pula lipid yang

tersimpan dalam jaringan adiposa sehingga

bobot badan tikus menjadi lebih besar.

Selama pemberian ramuan ekstrak daun

jati belanda yang terdiri atas daun jati belanda,

daun jambu biji, dan rimpang temulawak

terjadi penurunan bobot badan pada kelompok

hewan coba yang diberi perlakuan ramuan

ekstrak daun jati belanda (1x:1y:1z), ramuan

ekstrak daun jati belanda yang mengandung

daun jati belanda lebih banyak (2x:1y:1z),

ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun

jambu biji (1x:0y:1z) masing-masing sekitar

0.67%, 1.2%, dan 0,67%, sedangkan

kelompok hewan coba yang diberi perlakuan

ramuan ekstrak daun jati belanda tunggal

(1x:0y:0z) mengalami kenaikan sekitar 1.54%

dibandingkan bobot badan satu minggu

sebelum diberi ekstrak. Meskipun demikian,

secara statistik bobot badan kelompok

perlakuan hingga akhir percobaan tidak

berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok

hiperlipidemia (p>0.05) selama perlakuan.

Bila ditinjau dari jumlah pakan yang

dikonsumsi, konsumsi pakan tikus kelompok

hewan coba yang diberi ramuan ekstrak daun

0

200

400

600

0 2 4 6 8 10 12 14 16minggu ke-

bo

bo

t b

ad

an

normal hiperlipidemia ekstrak 1x:1y:1z

Gambar 6 Perubahan bobot badan tikus

selama perlakuan. Normal

( normal), Hiperlipidemia ( hiperlipidemia),

Ekstrak 1x:1y:1z ( ), Ekstrak

2x:1y:1z ( ekstrak 2x:1y:1z), Ekstrak

1x:0y:1z ( ), dan Ekstrak

1x:0y:0z ( ).

Page 20: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

10

jati belanda, ramuan ekstrak daun jati belanda

dengan daun jati belanda lebih banyak,

ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa daun

jambu biji, dan ramuan ekstrak daun jati

belanda tunggal selama pencekokan masing-

masing mengalami penurunan sekitar 29.25%,

27.28%, 24.92%, dan 28.37% dibandingkan

dengan jumlah rata-rata konsumsi pakan

selama peningkatan kolesterol. Meskipun

demikian penurunan konsumsi pakan tidak

mempengaruhi penurunan bobot badan tikus.

Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida

Hati Tikus Normal dengan Tikus

Hiperlipidemia Banyak perlakuan yang dapat digunakan

untuk menstimulasi terjadinya lipid peroksida

seperti defisiensi vitamin E dan kondisi

hiperglikemia. Dalam penelitian ini, untuk

menstimulasi terjadinya lipid peroksida dipilih

diet lemak tinggi atau kondisi

hiperkolesterolemia. Analisis konsentrasi lipid

peroksida hati pada tahap awal dilakukan

setelah konsentrasi kolesterol tikus pada

kelompok hiperlipidemia dan kelompok

perlakuan sudah meningkat.

Pada penelitian ini, pengukuran

konsentrasi kolesterol total darah pada tikus

tidak dilakukan sendiri melainkan data

sekunder. Pada awalnya, masa induksi

kolesterol tikus pada kelompok hiperlipidemia

dan kelompok perlakuan dilakukan hingga

empat minggu peningkatan kolesterol.

Meskipun demikian kenaikan kolesterol pada

minggu keempat peningkatan tidak

menunjukan kenaikan secara signifikan.

Konsentrasi kolesterol total darah

meningkat secara signifikan terjadi saat

pengambilan darah keempat atau pada minggu

kesembilan peningkatan kolesterol.

Peningkatan kolesterol total darah terjadi saat

dosis PTU ditingkatkan menjadi dua kali dosis

semula dan perubahan beberapa komposisi

pakan kolesterol yaitu dari 5% lemak kambing

dan 6% minyak goreng curah menjadi 10%

lemak kambing dan 1% minyak goreng curah

pada minggu kedelapan peningkatan

kolesterol. Konsentrasi kolesterol pada

kelompok hiperlipidemia dan kelompok

perlakuan setelah sembilan minggu diinduksi

kolesterol hanya meningkat sekitar 66.64%

dibandingkan dengan kelompok normal

(Gambar 7).

Konsentrasi lipid peroksida hati tikus yang

berusia lima bulan pada kelompok normal

yang dinekropsi (dibedah) pada minggu

keduabelas adalah sebesar 87.10 nmol/g. Nilai

ini sedikit berbeda dari hasil penelitian

Gambar 7 Kenaikan konsentrasi kolesterol

selama induksi kolesterol.

Konsentrasi kolesterol awal ( ),

Minggu kedua peningkatan (■),

Minggu keenam (■), dan Minggu

kesembilan ( ).

Sayogya (2002) yaitu nilai lipid peroksida hati

kelompok normal yang dinekropsi setelah 19

minggu pada usia 8.5 bulan adalah sebesar

100.46 nmol/g. Hal ini mungkin disebabkan

karena perbedaan usia tikus itu sendiri.

Konsentrasi lipid peroksida hati pada

kelompok hiperlipidemia yang dinekropsi

pada minggu keduabelas adalah sebesar

523.55 nmol/g. Bila dibandingkan dengan

kelompok normal, konsentrasi lipid peroksida

hati kelompok hiperlipidemia yang diberi

pakan kolesterol sebesar 1.25% lebih besar

lima kalinya secara bermakna dari pada

kelompok normal (Gambar 8). Hasil ini sesuai

dengan laporan Uphadya et al. (2002) bahwa

mencit yang diberi kolesterol sebanyak 1.16%

selama tujuh minggu mampu meningkatkan

konsentrasi lipid peroksida dalam eritrosit dan

aorta lebih tinggi dibandingkan dengan mencit

yang hanya diberi pakan standar.

Gambar 8 Perbandingan konsentrasi lipid

peroksida hati kelompok normal

dengan kelompok

hiperlipidemia.

0

100

200

300

400

500

600

no rmal hiperlipidemia

kelompok

konsntrasi lipid peroksida

(nmol/g bobot basah)

0

50

100

150

Normal

HiperlipidemiaEkstrak 1:1:1

Ekstrak 2:1:1Ekstrak 1:0:1

Ekstrak 1:0:0

Kelompok

Konsentr

asi

kole

ste

rol (m

g/d

L)

Page 21: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

11

Begitu pula dengan hasil penelitian

Tombilangi (2004) yaitu pemberian kolesterol

sebesar 0.25% dapat meningkatkan

konsentrasi lipid peroksida darah kelinci

sembilan kalinya dibandingkan dengan

kelompok normal. Hasil penelitian Widyarti

(1995) yaitu pemberian pakan diet protein

normal dan lemak tinggi pada tikus jantan

Sprague Dawley selama delapan minggu

mampu meningkatkan konsentrasi lipid

peroksida hati sekitar 81.78% dibandingkan

dengan tikus yang diberi pakan diet protein

dan lemak normal.

Selain dipengaruhi oleh pakan kolesterol,

tingginya konsentrasi lipid peroksida juga

dapat disebabkan oleh PTU. PTU merupakan

salah satu benda asing bagi tubuh yang

apabila masuk ke dalam tubuh akan

mengalami biotransformasi di dalam hati.

Proses biotransformasi ini melibatkan suatu

sistem sitokrom P-450 yaitu suatu enzim yang

terdapat di dalam retikulum endoplasma.

Sitokrom P-450 ini akan segera melakukan

biotransformasi oksidatif, sehingga dapat

merubah PTU menjadi senyawa yang toksik

dan reaktif atau senyawa radikal (Koolman

1995).

Senyawa lipid peroksida lebih banyak di

dalam jaringan dibandingkan dengan di dalam

darah. Berdasarkan penelitian Adji (2004)

yaitu konsentrasi lipid peroksida darah dalam

keadaan normal sekitar 0.46 ng/mL. Bila

dibandingkan dengan lipid peroksida hati,

nilai konsentrasi lipid peroksida dalam darah

jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh

radikal bebas seperti radikal hidroperoksil

(HO2.), radikal superoksida (O2), dan hidroksil

radikal (OH.) dibentuk dalam sel sebagai

senyawa intermediet dari transfer elektron di

mitokondria sehingga lebih mudah menyerang

jaringan. Hasil penelitian ini juga sesuai

dengan pernyataan Mete et al. (2001) yaitu

konsentrasi malonaldehida hati jauh lebih

besar dibandingkan dengan konsentrasi

malonaldehid dalam plasma darah.

Pengaruh Ekstrak Ramuan Daun Jati

Belanda Terhadap Konsentrasi Lipid

Peroksida Hati Sebelum mendapatkan perlakuan, hewan

coba dikelompokan berdasarkan kenaikan

kolesterol secara acak. Pengaruh pemberian

ekstrak ramuan daun jati belanda yang

dicekok selama lima minggu terhadap

konsentrasi lipid peroksida hati dapat dilihat

pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut

dapat dilihat bahwa pemberian ramuan

ekstrak daun jati belanda pada hewan coba

belum dapat menurunkan konsentrasi lipid

peroksida hati. Bila dibandingkan dengan

kelompok hiperlipidemia, konsentrasi lipid

peroksida hati pada kelompok hewan coba

yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda

sebesar 1.19%. Namun secara statistik

peningkatan ini tidak berbeda makna. Hal ini

mungkin disebabkan oleh efek

ketidaksinergisan senyawa-senyawa bioaktif

yang terkandung di dalam ramuan tersebut.

Pada kelompok hewan coba yang diberi

ramuan ekstrak daun jati belanda tunggal

mampu menurunkan konsentrasi lipid

peroksida hati sebesar 7.24%, sedangkan

kelompok yang diberi ramuan ekstrak daun

jati belanda dengan daun jati belanda lebih

banyak sebesar 13.25%. Meskipun demikian

penurunan konsentrasi lipid peroksida hati

yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda

dan ramuan ekstrak daun jati belanda dengan

daun jati belanda lebih banyak tidak berbeda

nyata dengan kelompok hiperlipidemia.

Penurunan konsentrasi lipid peroksida hati

terbesar terjadi pada kelompok hewan coba

yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda

tanpa daun jambu biji yaitu sebesar 26.31%

secara nyata dibandingkan dengan kelompok

hiperlipidemia (p<0.1). Berdasarkan nilai

tersebut dapat dilihat penurunan konsentrasi

lipid peroksida hati terlihat secara nyata saat

daun jambu biji dihilangkan dari kamposisi

ramuan daun jati belanda.

Lain halnya dengan pengaruh ramuan

daun jati belanda terhadap penurunan

kolesterol total dalam darah. Setelah lima

minggu dicekok ramuan, kelompok hewan

coba yang diberi ramuan ekstrak daun jati

belanda mampu menurunkan kolesterol

sebesar 27.56% secara nyata dibandingkan

kelompok hiperlipidemia., sedangkan

kelompok yang diberi ramuan ekstrak daun

jati belanda tanpa daun jambu biji hanya

mampu menurunkan kolesterol total dalam

darah sebesar 13.34% secara tidak nyata

dibandingkan dengan kelompok

hiperlipidemia (p>0.1).

Penurunan kolesterol oleh ekstrak ramuan

daun jati belanda bukan untuk melihat ekstrak

ramuan daun jati belanda sebagai antioksidan,

sebab tidak ada kaitannya antioksidan sebagai

penurun kolesterol. Namun untuk melihat

ekstrak ramuan daun jati belanda sebagai obat

yang memiliki fungsi sinergis. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kandungan senyawa

bioaktif yang terkandung di dalam ramuan

daun jati belanda seperti tanin, steroid,

flavonoid yang dapat menurunkan kolesterol

dalam darah.

Page 22: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

12

0

200

400

600

800

1000

konsentrasi lipid peroksida

hati (nmol/g bobot basah)

Kelompok

Gambar 9 Konsentrasi Lipid peroksidasi

hati Kelompok normal ( ),

kelompok hiperlipidemia (■),

kelompok perlakuan ekstrak

1x:1y:1z (■), kelompok perlakuan

ekstrak 2x:1y:1z ( ), kelompok

perlakuan ekstrak 1x:0y:1z (■),

kelompok perlakuan ekstrak

1x:0y:0z (■).

Ramuan ekstrak daun jati belanda tediri

atas daun jati belanda, daun jambu biji dan

temulawak. Berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya daun jati belanda, daun jambu

biji, dan temulawak dapat menurunkan

konsentrasi lipid peroksida. Hasil penelitian

Tombilangi (2004) melaporkan bahwa

pemberian ekstrak etanol daun jati belanda

dengan dosis 1g/Kg BB mampu menurunkan

konsentrasi lipid peroksida dalam darah secara

nyata pada minggu kedua perlakuan

dibandingkan dengan kelompok

hiperlipidemia. Indriani (2006) melaporkan

bahwa ekstrak etanol daun jambu biji putih

dapat menghambat oksidasi lipid sebesar

94.19%. Hasil penelitian Adji (2004)

menyebutkan bahwa ekstrak etanol 75%

rimpang temulawak dengan dosis 100 mg/Kg

BB mampu mencegah peningkatan

konsentrasi lipid peroksida dalam darah

sebesar 64.30% terhadap kondisi awal.

Senyawa bioaktif yang bersifat sebagai

antioksidan yang terkandung di dalam ketiga

tumbuhan obat tersebut antaralain flavonoid,

tanin, vitamin C, dan kurkumin. Kemampuan

flavonoid dalam menghambat peroksidasi

lipid tergantung dari nilai RSA (Radical

Scavening Activity). Jenis flavonoid seperti

apigenin, flavon, flavonon, dan hesperidin,

memiliki nilai RSA yang kecil (<50%),

sedangkan morin, kuersetin, mirisetin, dan 3-

hidroksiflavon memiliki nilai RSA yang besar

(>50%) (Amic et al. 2003). Vitamin C

merupakan suatu senyawa bioaktif bersifat

scavenger terhadap radikal bebas terutama

superoksida (O2.) dan singlet oksigen (1O2).

Pada konsentrasi rendah vitamin C dapat

bereaksi langsung dengan radikal peroksil

LOO. (Hishino et al. 2000).

Korelasi antara Lipid Peroksida Hati

dengan Kolesterol Hati dan TPC

Pengaruh kolesterol terhadap peroksidasi

lipid dapat dilihat dari korelasi antara

konsentrasi kolesterol hati dengan lipid

peroksida hati dan konsentrasi kolesterol total

plasma (TPC) selama 16 minggu perlakuan.

Korelasi digunakan untuk mengetahui

hubungan antara lipid peroksida dan

konsentrasi kolesterol hati dan TPC. Pada

penelitian ini diharapkan adanya korelasi

positif antara lipid peroksida dengan

kolesterol hati dan TPC yaitu semakin besar

konsentrasi kolesterol hati dan TPC maka

semakin besar pula konsentrasi lpid peroksida

hati. Analisis statistik yang digunakan untuk

melihat korealasi antara lipid peroksida

dengan kolsterol hati dan TPC digunakan

korelasi Pearson pada α= 0.05.

Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa

adanya korelasi positif antara kolesterol hati

dan konsentrasi lipid peroksida hati baik pada

kelompok hiperlipidemia dan kelompok

perlakuan yang diberi ekstrak dengan

komposisi yang bervariasi. Hal ini terlihat dari

koefisien keragaman (R2) baik pada kelompok

hiperlipidemia dan kelompok perlakuan

ekstrak sebesar 3%. Meskipun demikian,

secara statistik korelasi tersebut tidak berbeda

nyata (p>0.05).

Korelasi antara TPC dan konsentrasi lipid

peroksida hati (Gambar 11) menunjukan

adanya korelasi positif pada kelompok

hiperlipidemia sebesar 11.3%. Meskipun

demikian secara statistik korelasi tersebut

tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan pada

kelompok yang diberi perlakuan ekstrak

dengan komposisi yang bervariasi tidak

menunjukan korelasi antara TPC dan

konsentrasi lipid peroksida hati. Hal ini dapat

dilihat dari kemiringan kurva yang mendekati

nol.

Hasil ini sesuai dengan hasil yang

dilaporkan Sayogya (2002) yang menyatakan

bahwa tidak ada korelasi antara lipid

peroksida hati dengan kolesterol pada ekor

monyet panjang (Macaca fascicularis) yang

diberi pengobatan dengan Biological

Response Modifier (BRMTm). Begitupula

dengan hasil penelitian Tombilangi (2004)

yang menyatakan bahwa tidak adanya korelasi

antara lipid peroksida dengan kolesterol darah

pada kelinci yang diberi ekstrak etanol daun

jati belanda. Hal ini menunjukan bahwa

Page 23: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

13

0

500

1000

1500

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

konsentrasi kolesterol hati (mg/g)

konsentrasi lipid

pero

ksid

a

hati (nm

ol/g b

obot basah)

Gambar 10 Korelasi antara konsentrasi

kolesterol hati dan konsentrasi

lipid peroksida hati

Hiperlipidemia ( ), Perlakuan

ekstrak ( ), Linear perlakuan

ekstrak (−−−), Linear

hiperlipidemia (―).

Tabel 1 Korelasi antara konsentrasi kolesterol

hati dan konsentrasi lipid peroksida

hati. Kelompok KK R

2 p

Hiperlipidemia 0,182 0,033 0,639tn

Perlakuan ekstrak 0.174 0.030 0,463tn

Keterangan : KK = Koefisien korelasi

R2 = Kemiringan

p>α = α0.05 maka tn tidak beda

nyata

0

500

1000

1500

0 50 100 150 200

TPC (mg/dL)

konsentrasi lipid

pero

ksid

a h

ati (nm

ol/g

bobot basah)

Gambar 11 Korelasi antara TPC dan

konsentrasi lipid peroksida.

Hiperlipidemia ( ), Perlakuan

ekstrak ( ), Linear perlakuan

ekstrak (−−−), Linear

hiperlipidemia (―).

Tabel 2 Korelasi antara TPC dan konsentrasi

lipid peroksida hati

Kelompok KK R2 p

Hiperlipidemia 0,336 0.113 0,377tn

Perlakuan ekstrak 0.032 0.001 0,893tn

Keterangan : KK = Koefisien korelasi

R2 = Kemiringan

p>α = α0.05 maka tn tidak beda

nyata

kondisi hiperkolesterolemia bukan satu-

satunya faktor yang dapat meningkatkan

konsentrasi lipid peroksida, tapi ada faktor

lain yang ikut berperan terhadap peroksidasi

lipid seperti faktor usia dan kondisi stres.

Tidak adanya korelasi antara lipid

peroksida hati dengan kolesterol dapat juga

disebabkan oleh perbedaan antara proses

biosintesis kolesterol dan peroksidasi lipid.

Kolesterol merupakan komponen penting

membran sel, prekusor asam empedu, dan

hormon steroid. Biosintesis kolesterol

meliputi empat tahapan yaitu perubahan

asetil-koA menjadi mevalonat, perubahan

mevalonat menjadi skualena, pelipatan

struktur skualena membentuk lanosterol, dan

perubahan lanosterol menjadi kolesterol

(Lehninger 1994). Lain halnya dengan

peroksidasi lipid. Lipid peroksida terbentuk

akibat serangan radikal bebas terhadap

membran sel. Jadi biosintesis kolesterol

berbeda dengan peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid merupakan salah satu

proses yang dapat menimbulkan penyakit

yang banyak terjadi dimasyarakat. Degradasi

peroksidatif terhadap PUFA dan komponen

fosfolipid membran dapat menyebabkan

kerusakan struktural, fungsional organ dan

jaringan (Popova & Popov 2002). Kerusakan

membran biologis menyebabkan perubahan

fluiditas serta perubahan aktivitas dari enzim-

enzim yang terikat pada membran.

Peroksidasi lipid yang terjadi di dalam hati

dapat mengakibatkan gangguan pada

membran sel mikrosom hati, sehingga fungsi

membran sel mikrosom dapat dirusak.

Aktivitas enzimatik yang ada di dalam

retikulum endoplasmik hati diantaranya enzim

untuk biosintesis trigliserida, katabolisme

asam lemak, katabolisme kolesterol,

biosintesis kolesterol, serta aktivitas glukosa

6-fosfatase (Gibson & Skeet 1991). Jadi,

apabila membran sel mikrosom hati dirusak

oleh peroksidasi lipid maka aktivitas enzim-

enzim tersebut dapat terganggu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ramuan ekstrak daun jati belanda tanpa

daun jambu biji bersifat sebagai antioksidan

dengan menurunkan konsentrasi lipid

peroksida hati tikus hiperlipidemia sebesar

26.31%. Ramuan ekstrak daun jati belanda

bersifat sebagai prooksidan, dan tidak adanya

korelasi antara lipid peroksida hati dengan

kolesterol hati dan TPC.

Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai pengaruh ramuan ekstrak daun jati

Page 24: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

14

belanda terhadap lipid peroksida dalam darah,

dan menambahkan kelompok hewan coba

yang diberi vitamin E sebagai kelompok

pembanding. Selain itu, perlu penambahan

waktu percobaan sehingga diharapkan dengan

semakin lamanya waktu pemberian ekstrak

pengaruhnya bisa semakin terlihat.

DAFTAR PUSTAKA

Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D. 2003.

Structure-radical scavenging activity

relationships of flavonoids. CCACCA

76(1):55-61.

Budhidjaja P. 1988. Pengaruh kurkuminoid

dari temulawak (Curcuma xanthoriza

Roxb) terhadap kolesterol total,

trigliserida, dan HDL-kolesterol darah

kelinci dalam keadaan hiperlipidemia.

[laporan penelitian]. Bandung: Jurusan

Farmasi FMIPA UNPAD.

Dalimartha S. 2002. Resep Tumbuhan Obat

Untuk Menurunkan kolesterol. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Darwis SN, Hiyah S, Madjo I.1991.

Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae.

Bogor: Pusat Pengembangan Tanaman

Industri.

Ganong WF. 2001. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Ed-ke20. Djauhari

Widjajakusumah, penerjemah. Jakarta:

EGC. Terjemahan dari: Review of

Medicinal Physiology.

Gibson G, Skett. 1991. Pengantar

Metabolisme Obat. Aisyah,

penerjemah. Jakarta: UI Press.

Grundy SM. 1991. Multifantorial etiology of

hypercholesterolemia: Implication for

prevention of coronary heart disease.

Arteriosclerosis and thrombosis. 11:

1619-1635.

Halliwel B, Gutteridge JMC. 1999. Free

Radicals in Biology and Medicine.

1999. Ed ke-3. New York: Oxford

University.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana

Wana Jaya.

Hishino H. 2000. Cancer prevention by

carotenoids and curcumin. Di dalam:

Bidlack WR et al. Editor,

Phytochemicals as Bioactive Agent.

Lancaster Technomic Publishing . 161-

165.

Indariani S. 2006. Jambu biji berkhasiat

sebagai antioksidan.

http://www.ipb.ac.id/pariwara/pilihan.p

hp3?klp=1&.html [7 Maret 2006].

Iritani N, Nagashima K, Fukuda H, Katsurada

A, Tanaka T. 1986. Effects of dietary

on lipogenic enzymes in rat liver. J.

Nutr. 116: 190-197

Kaplan LA, Pesce AJ. 1989. Clinical

Chemistry 3rd edition. New York:

Mosby Tear Book .

[KKI] Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica.

1993. Pedoman Pengujian dan

Pengembangan Fitofarmaka. Jakarta:

Yayasan Pengembangan Obat Bahan

Alam Phyto Medica.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Kleiner IS, Dotti LB. 1958. Laboratory

Instructions in Biochemistry. Ed. ke-5.

St.Louis: Mosby.

Koolman J, Rohm KH. 2001. Atlas berwarna

&Teks Biokimia. Wanandi S,

penerjemah. Jakarta: Hipokrates.

Terjemahan dari: Color Atlas of

Biochemistry.

Kristiani EBE. 2003. Ekstrak daun jati

belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)

sebagai obat alternatif untuk

hiperlipidemia: kajian in vivo dan in

vitro. [tesis]. Bogor: Program Pasca

Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lautan J. 1997. Radikal bebas pada eritrosit

dan leukosit. Cermin Dunia

Kedokteran. 116: 49-52.

Lehninger AL. 1994. Dasar-dasar Biokimia.

Jilid II. Thenawidjaya, penerjemah.

Jakarta: Erlangga.

Lestari K, Muhtadi A. 1997. Uji aktivitas

antihiperlipidemia daun jati belanda

(Guazuma ulmifolia Lamk.) pada tikus.

[laporan penelitian]. Bandung:

Universitas Padjajaran.

Lestariana W, Mulyono H, Ratnaningsih T,

Nugroho LN, dan Suyito. 2005.

Pengaruh pemberian ekstrak air daun

jambu biji (Psidium guajava Linn)

secara kronis terhadap kadar glukosa

darah, kadar trigliserida, dan kolesterol

serum tikus (Rattus norvegicus). Buku

Panduan Seminar Nasional XVII dan

Page 25: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

15

Kongres X PPBMI. Pekan Baru 30

Nov-1 Des 2005.

Martono S. 2006. Jangan minum parasetamol

dengan kunyit dan temulawak.

http://www.republika.co.id/koran-

detail.asp?id=230394&kat.html.[8

Maret 2006].

Matjik AA, Sumertajaya M. 2000.

Perancangan Pecobaan dengan

Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I.

Bogor: IPB Press.

Mete N, Isik B, Erdinc L, Gurkan F. 1999.

The effect of fish oil on liver and

plasma MDA and antioxidant status of

rats. Tr. J. of Medicinal Sciences 29: 1-

6

Momuat LI, Sulistiyani, Khomsan A, Sajuhti

D. 2001. Minyak sawit mempercepat

regresi aterosklerosis aorta pada kelinci

hiperkolesterolemia ringan, tetapi tidak

pada yang hiperkolesterolemia berat.

Media Gizi & Keluarga XXV 2: 26-34.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell

VW. 2001. Biokimia Harper. Ed ke-25.

Hartanto A, penerjemah. Jakarta: EGC.

Terjemahan dari: Harper’s

Biochemistry.

Popova, Popov CS. 2001. Damage to

suvcellular structures evoked by lipid

peroxidation. Z. Naturforsch 57c: 361-

365

Rachmadani. 2001. Ekstrak air daun jati

belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)

berpotensi menurunkan kadar lipid

darah tikus Strain Wistar. [skripsi].

Bogor: Jurusan Kimia FMIPA IPB.

Sastroamidjojo AS.1988. Obat Asli Indonesia.

Jakarta: Dian Rakyat.

Soesilo S. 1989. Vademekum Bahan Obat

Alam. Jakarta: Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan.

Sugati S, Syamsuhidayat, Hutapea JR. 1991.

Inventaris Tanaman Obat Indonesia

(1). Jakarta: Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan RI.

Sulistyo BI.1998. Radikal bebas, peroksidasi

lipida dan antioksidan. Cakrawala

Pendidikan. 1: 55-61.

Syukur C, Hernani. 2002. Budidaya Tanaman

Obat Komersial. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Taher A. 2003. Peran fitoestrogen kedelai

sebagai antioksidan dalam

penanggulangan aterosklerosis. [tesis].

Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Tappel AL, Zalkin H. 1960. Inhibition of lipid

peroxidation in microsomes by vitamin

E. Nature. 185: 35.

Tombilangi AK. 2004. Khasiat ekstrak daun

jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)

terhadap kadar lipid peroksida darah

kelinci yang hiperlipidemia. [skripsi].

Bogor: Jurusan Kimia FMIPA IPB

Triarsari D. 2006. Betulkah jambu biji

mengatasi demam berdarah ?.

http://wwwdepkes.go.id/index.php?opti

on=viewarticle&artid=73.html [7Maret

2006].

Upadhya S et al. 2002. Lipid peroxidation in

different tissues: effect of high

cholesterol and fish oil in the diet.

Indian J Physiol Pharmacol. 46(4):

475-481.

Voet D, Voet JG. 1995. Biochemistry. New

York: J Wiley.

Widyarti S. 1995. Pengaruh pemberian

ekstrak teh hijau terhadap kadar

peroksida lipid tikus yang diberi diet

protein rendah dan lemak tinggi [tesis].

Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Wijayakusuma H. 1993. Tanaman Berkhasiat

Obat Di Indonesia Jilid Ke-2. Jakarta:

Pustaka Kartini.

Wresdiyati T, Astawan M. 2005. Deteksi

secara imunohistokimia antioksidan

superoksida dismutase (SOD) pada

jaringan tikus hiperkolesterolemia yang

diberi pakan rumput laut. [laporan

penelitian]. Bogor: Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor.

Yagi K. 1994. Lipid peroxides in hepatic,

gastrointestional, and pancreatic

diseases, hlm. 165-169. Di dalam: Free

Radicals In Diagnostic Medicine.

Amstrong D, penyunting. New York:

Plenum Press.

Page 26: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

16

LAMPIRAN

Page 27: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

Lampiran 1 Tahap Penelitian.

Tikus

n=40

Norm

al

n=10

Hiperlipidem

ia

n=10

Perlakuan I

n=5

Perlakuan II

n=5

Perlakuan IV

n=5

Perlakuan III

n=5

Adaptasi 2 m

inggu

Induksi kolesterol

9 m

inggu

Pem

bedahan awal

@ 5ekor

Analisis Lipid

peroksida hati

Pem

buatan pakan kolesterol

Analisis

kolesterol

Pencekokan ekstrak

selama 5 m

inggu

Pem

bedahan akhir

@ 5ekor

Analisis

statistik

17

Page 28: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

18

Lampiran 2 Perhitungan dosis jumlah kolesterol kuning telur, lemak kambing dan

PTU.

1. kolesterol kuning telur

Jika diketahui kolesterol kuning telur 60 mg, jumlah pakan kolesterol yang

diinginkan sebesar 30 Kg dengan persentase kolesterol kuning telur sebesar

1.5%, maka kuning telur yang dibutuhkan adalah:

1.5 g x 30.000 g pakan = 450 g kolesterol

100 g

450 g x 1 g kuning telur = 750 g kuning telur

0.060 g

2. Lemak kambing (5% b/b)

5 g x 30.000 g pakan = 1500 g lemak kambing

100 g

3. PTU 0.01% b/V (0.5 mg/Kg BB)

Diketahui konsentrasi PTU 0,01%, PTU 100 mg dengan bobot tablet PTU 236

mg, maka jumlah PTU yang ditimbang:

0.01% = 0.01 g/100 mL air

= 10 mg/100 mL

= 0.1 mg/1mL

PTU 100 mg ∞ 236 mg

1 mg ∞ 2.36 mg

10 mg/100 mL PTU, maka 0.0236 g/100 mL air

Jika dosis yang ingin dicekokan 0.5 mg/Kg BB pada tikus dengan bobot 200 g,

maka volume yang dicekokan:

0.5 mg x 0.2 Kg = 0.1 mg

1 Kg

Dosis PTU yang diinginkan: 0.1 mg = 0.1 mg

1 mL x mL

= 1mL

Page 29: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

19

Lampiran 3 Hasil kurva standar TMP.

Serapan (A) Konsentrasi

(nmol/mL) A1 A2 Rata-rata

0.1 0.011 0.018 0.014

0.3 0.022 0.030 0.026

0.5 0.039 0.040 0.040

0.8 0.064 0.065 0.064

1.0 0.088 0.090 0.089

2.0 0.183 0.192 0.188

3.0 0.286 0.274 0.280

6.0 0.571 0.592 0.582

9.0 0.858 0.870 0.864

12.0 1.128 0.958 1.043

14.0 1.210 1.346 1.278

Kurva standar TMP rata-rata

y = 0,0915x - 0,0063

R2 = 0,9947

-0,2

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

0 2 4 6 8 10 12 14 16Konsentrasi

Absorban

Contoh perhitungan:

Dari persamaan garis pada kurva standar: y= 0.0915x – 0.0063, r = 99.47%

Misal absorbansi sampel 0.070, maka: 0.070= 0.0915x – 0.0063

x= 0.8338 µM

Volume total homogenat hati = 10.281 mL

Volume total homogenat hati yang digunakan= 0.1 mL

Bobot hati pada 10% b/v = 1.0281g yang berasal dari 1.0281g/10.281 mL

Konsentrasi lipid peroksida dalam nmol/g:

= C (µM) x volume total homogenat hati (mL)/ volume homogenat hati yang direaksikan (mL)

bobot hati pada 10% b/v homogenat (g)

= 0.8338 µM x 10.281 mL/0.1 mL

1.0281 g

= 83.38 µM /g ∞ nmol/g

Page 30: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

20

Lampiran 4 Perubahan rata-rata bobot badan tikus selama percobaan.

Rata-rata bobot badan (g) kelompok

minggu ke- normal hiperlipidemia ekstrak

1x:1y:1z ekstrak 2x:1y:1z

ekstrak 1x:0y:1z

ekstrak 1x:0y:0z

0 191.00 211.00 252.00 256.00 240.00 234.00

1 210.00 226.00 268.00 258.00 262.00 250.00

2 209.00 226.00 273.00 275.00 271.00 251.00

3 216.00 264.00 317.00 321.00 310.00 287.00

4 222.50 286.00 347.00 345.00 349.00 316.00

5 227.00 292.50 357.00 352.00 360.00 320.00

6 234.00 296.50 373.00 380.00 382.00 337.00

7 238.50 323.00 374.00 389.00 384.00 349.00

8 246.50 354.50 419.00 429.00 425.00 385.00

9 246.00 367.50 441.00 446.00 447.00 394.00

10 252.00 382.00 459.00 474.00 469.00 417.00

11 255.50 394.50 473.00 478.00 474.00 416.00

12 251.50 403.50 478.00 476.00 475.00 420.00

13 267.00 468.00 472.00 470.00 476.00 422.00

14 264.00 452.00 467.00 468.00 466.00 411.00

15 256.25 451.00 463.00 468.00 466.00 432.00

16 267.50 459.00 469.00 479.00 476.00 427.00

Lampiran 5 Data konsentrasi lipid peroksida hati saat peningkatan kolesterol pada

minggu ke-9. Normal Hiperlipidemia

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

1 0,070 83,388 1 0,298 332,568

2 0,023 32,021 2 0,703 775,191

3 0,061 73,552 3 0,218 245,137

4 0,058 70,273 4 0,672 741,312

5 0,155 176,284 rata-rata 0,473 523,552

rata-rata 0,073 87,104 SD 0,25 273,70

SD 0,05 53,54

Lampiran 6 Data konsentrasi lipid peroksida hati diakhir perlakuan pada minggu

ke-14. Normal Hiperlipidemia

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

No A Konsentrasi

lipid peroksida (n mol/g)

1 0,126 144,590 1 0,683 753,333

2 0,029 38,579 2 1,166 1281,202

3 0,087 101,967 3 0,751 827,650

4 0,075 88,852 4 0,662 730,382

Rata-rata 0,079 93,497 5 0,796 876,831

SD 0,04 43,66 Rata-rata 0,8116 893,879

SD 0,21 224,27

Page 31: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

21

Lampiran 6 (Lanjutan) Kelompok perlakuan ekstrak 1x:1y:1z Kelompok perlakuan ekstrak 2x:1y:1z

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

1 0,364 404,699 1 0,855 941,312

2 0,771 849,508 2 0,202 227,650

3 1,010 1110,710 3 0,616 680,109

4 0,841 926,011 4 0,965 1061,530

5 1,121 1232,022 5 0,878 966,448

Rata-rata 9,046 904,590 Rata-rata 0,703 775,409

SD 3,17 317,44 SD 0,31 337,27

Kelompok perlakuan ekstrak 1x:0y:1z Kelompok perlakuan ekstrak 1x:0y:0z

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

No A Konsentrasi

lipid peroksida (nmol/g)

1 0,447 495,409 1 0,712 785,027

2 0,522 577,377 2 0,774 852,787

3 0,707 779,563 3 0,874 962,076

4 0,661 729,289 4 0,852 938,033

5 0,645 711,803 5 0,550 607,978

Rata-rata 0,596 658,688 Rata-rata 0,752 829,180

S D 0,11 117,99 S D 0,13 142,26

Lampiran 7 Data konsentrasi kolesterol hati. Normal Hiperlipidemia

No Konsentrasi kolesterol

hati (mg/g bobot hati)

No Konsentrasi kolesterol hati

(mg/g bobot hati)

1 0,227 1 0,827

2 0,141 2 1,197

3 0,216 3 0,867

4 0,198 4 1,432

5 0,170 5 0,493

6 0,504 6 1,139

7 0,234 7 0,626

8 0,351 8 1,148

9 0,269 9 0,728

rata-rata 0,257 rata-rata 0,940

SD 0,11 SD 0,31

Kelompok perlakuan ekstrak 1x:1y:1z Kelompok perlakuan ekstrak 2x:1y:1z

No Konsentrasi kolesterol hati

(mg/g bobot hati) No

Konsentrasi kolesterol hati (mg/g bobot hati)

1 0,547 1 0,710

2 0,511 2 0,810

3 0,998 3 0,564

4 1,123 4 0,600

5 1,051 5 0,827

rata-rata 0,846 rata-rata 0,702

SD 0,29 SD 0,12

Page 32: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

22

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelompok perlakuan ekstrak 1x:0y:1z Kelompok perlakuan ekstrak 1x:0y:0z

No Konsentrasi kolesterol hati

(mg/g bobot hati) No

Konsentrasi kolesterol hati (mg/g bobot hati)

1 0,614 1 0,907

2 1,184 2 1,029

3 0,819 3 0,614

4 0,751 4 0,974

5 1,270 5 0,894

rata-rata 0,927 0,883

SD 0,28

rata-rata SD 0,16

Keterangan : data kolesterol hati adalah data sekunder.

Lampiran 8 Analisis statistik rancangan acak lengkap.

Analisis ragam konsentrasi lipid peroksida hati minggu ke-16

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F p

Perlakuan 2228504.460 5 445700.892 11.418 .000

Galat 897838.161 23 39036.442

Total 3126342.621 28

Analisis ragam konsentrasi kolesterol selama lima minggu perlakuan

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F p.

Perlakuan 4722.291 5 944.458 1.366 .273

Galat 15899.920 23 691.301

Total 20622.211 28

Uji Duncan konsentrasi lipid peroksida hati minggu ke-16

Subset for alpha = 0.1 Perlakuan N

1 2 3

1.00 4 93.4966

5.00 5 658.6874

4.00 5 775.4094 775.4094

6.00 5 829.1803 829.1803

2.00 5 893.8790 893.8790

3.00 5 1008.8532

Sig. 1.000 .103 .106

Uji Duncan konsentrasi kolesterol selama lima minggu perlakuan

Subset for alpha = 0.1 VAR00001 N

1 2

1.00 4 80.5000

3.00 5 86.8824

6.00 5 89.9412 89.9412

4.00 5 97.1176 97.1176

5.00 5 103.9412 103.9412

2.00 5 119.9412

Sig. .228 .118

Page 33: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

23

Lampiran 8 (Lanjutan)

Uji Duncan bobot badan hewan coba pada minggu kelima perlakuan

Subset for alpha = .05 VAR00001

N 1 2

1.00 4 267.5000

6.00 5 427.0000

2.00 5 459.0000

3.00 5 469.0000

5.00 5 476.0000

4.00 5 479.0000

Sig. 1.000 .128

Uji Duncan bobot badan hewan coba setelah satu minggu induksi pada kelompok

normal

Subset for alpha = .05 VAR00003

N

1

1.00 10 191.0000

3.00 10 209.0000

2.00 10 210.0000

4.00 10 216.0000

Sig. .051

Uji Duncan bobot badan hewan coba setelah satu minggu induksi pada kelompok

perlakuan

Subset for alpha = .05 VAR00005 N

1 2 3

1.00 10 231.6000

2.00 10 250.6000

3.00 10 253.8000

4.00 10 295.9000

Sig. 1.000 .644 1.000

Lampiran 9 Hasil analisis korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol

hati serta TPC.

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati serta TPC kelompok

hiperlipidemia.

Lipid

peroksida hati Kolesterol

hati TPC

Lipid peroksida hati Pearson

Correlation 1 .182 .336

Sig. (2-tailed) . .639 .377

N 9 9 9

Kolesterol hati Pearson

Correlation .182 1 .413

Sig. (2-tailed) .639 . .270

N 9 9 9

TPC Pearson

Correlation .336 .413 1

Sig. (2-tailed) .377 .270 .

N 9 9 9

Page 34: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

24

Lampiran 9 (Lanjutan)

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati serta TPC kelompok

perlakuan ekstrak 1x:1y:1z.

Lipid

peroksida hati Kolesterol

hati TPC

Lipid peroksida hati Pearson Correlation

1 .732 .742

Sig. (2-tailed) . .159 .151

N 5 5 5

Kolesterol hati Pearson Correlation

.732 1 .357

Sig. (2-tailed) .159 . .555

N 5 5 5

TPC Pearson Correlation

.742 .357 1

Sig. (2-tailed) .151 .555 .

N 5 5 5

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati serta TPC kelompok

perlakuan ekstrak 2x:1y:1z.

Lipid

peroksida hati Kolesterol

hati TPC

Lipid peroksida hati Pearson Correlation

1 -.310 -.477

Sig. (2-tailed) . .612 .417

N 5 5 5

Kolesterol hati Pearson Correlation

-.310 1 -.126

Sig. (2-tailed) .612 . .840

N 5 5 5

TPC Pearson Correlation

-.477 -.126 1

Sig. (2-tailed) .417 .840 .

N 5 5 5

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati serta TPC kelompok

perlakuan ekstrak 1x:0y:1z.

Lipid

peroksida hati Kolesterol

hati TPC

Lipid peroksida hati Pearson Correlation

1 .171 .069

Sig. (2-tailed) . .784 .912

N 5 5 5

Kolesterol hati Pearson Correlation

.171 1 -.061

Sig. (2-tailed) .784 . .922

N 5 5 5

TPC Pearson Correlation

.069 -.061 1

Sig. (2-tailed) .912 .922 .

N 5 5 5

Page 35: Jati Belanda Terhadap Peroksidasi Hati Tikus

25

Lampiran 9 (Lanjutan)

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati serta TPC kelompok

perlakuan ekstrak 1x:0y:0z.

Lipid

peroksida hati Kolesterol

hati TPC

Lipid peroksida hati Pearson Correlation

1 -.286 .359

Sig. (2-tailed)

. .641 .552

N 5 5 5

Kolesterol hati Pearson Correlation

-.286 1 -.065

Sig. (2-tailed)

.641 . .917

N 5 5 5

TPC Pearson Correlation

.359 -.065 1

Sig. (2-tailed)

.552 .917 .

N 5 5 5

Korelasi antara lipid peroksida hati dan kolesterol hati pada seluruh kelompok

perlakuan ekstrak.

Correlations

1 .174

.463

20 20

.174 1

.463

20 20

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Lipid peroksida hati

Kolesterol hati

Lipid

peroksida hati

Kolesterol

hati

Korelasi antara lipid peroksida hati dan TPC pada seluruh kelompok peerlakuan

ekstrak.

Correlations

1 .032

.893

20 20

.032 1

.893

20 20

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Lipid peroksida hati

TPC

Lipid

peroksida hati TPC