jamaah yang dirahmati allah - muhammadiyahmpi.muhammadiyah.or.id/muhfile/mpi/download/teks khotbah...
TRANSCRIPT
Jamaah Yang Dirahmati Allah...
Marilah kita sampaikan puji syukur ke hadhirat Illahi Rabbi, atas segala rahmat dan karunia-
Nya kepada orang-orang terpilih untuk menunaikan Shalat Iedul Fitri hari ini. Hanya kepada
orang terpilih saja, kepada insan terbaik saja, Allah berikan kesempatan waktu dan
kesempatan tempat untuk bertemu dalam majelis yang sangat mulia ini. Tidak satupun daun
yang jatuh tanpa ijin-Nya. Tidak satupun satu peristiwa lepas dari genggaman-Nya. Tidak
satupun pergerakan di alam ini, bisa bersembunyi dari pandangan-Nya. Dan, hanya orang-
orang yang yang beruntunglah, yang dapat hadir berkumpul melaksanakan Shalat Iedul Fitri.
Semoga kita semua adalah bagian dari golongan orang beriman yang disebut dalam Al
Qur’an, sebagai orang-orang yang berhasil menjalankan Ibadah Puasa sebulan penuh,
melaksanakan segala bentuk ibadah terbaik, menghindari seluruh larangan-Nya, dan
akhirnya benar-benar menjadi orang yang bertaqwa. Ramadhan adalah jalan menuju
ketaqwaan. Aamien.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allah SWT dalam QS Ali Imron 110 berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran 110).
Sebagai golongan Umat Terbaik diantara Umat yang lain, maka kita wajib hukumnya
menjaga anugerah ini secara berjamaah, tidak meninggalkan satu dan yang lain dalam
rangka menjaga ukhuwah dan menguatkan benteng umat. Maka itulah, kita semua juga
harus bisa menjadi penjaga terbaik, yakni bagaimana sebuah kebenaran tetap terjaga
sebagai sebuah kebenaran, dan menunjukkan sebuah kebatilan bukan sebagai kebenaran,
agar kita tidak masuk dalam golongan orang yang mencampur adukkan antara yang haq dan
yang batil, sebagaimana firman Allah SWT:
Dan janganlah kamu campur-adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui (QS Al Baqarah: 42)
Untuk itu, sebagaimana QS Ali Imran: 110, ciri dari Umat Terbaik ada tiga:
Pertama, Umat Terbaik haruslah sekuat tenaga mengajak semua orang di sekitarnya untuk
selalu ber-amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan); Kedua, Umat Terbaik haruslah sekuat
tenaga mengajak semua orang di sekitarnya agar selalu berani ber-nahi munkar (mencegah
kemunkaran); dan Ketiga, Umat Terbaik, haruslah selalu beriman kepada Allah SWT. Tiga
syarat itulah yang harus dipenuhi di masing-masing pundak kita semua. Apabila bisa
dilakukan secara seimbang antara Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, maka satu tugas telah
tertunaikan. Tinggallah kemudian merawat iman dalam setiap kesempatan.
Ramadhan yang baru saja meninggalkan kita, bagaikan Kereta Api yang akan kembali
mendatangi kita pada tahun depan. Bagi Umat terbaik, ditinggalkan Ramadhan, tentu
rasanya seperti kehilangan masa terindah dan terbaik dalam hidupnya. Akan selalu
menunggu kembali kedatangannya. Akan selalu merindukan Ramadhan kembali lagi karena
pada Bulan Mulia itulah, Umat Pilihan memiliki kesempatan terbaik satu bulan dalam
setahun, untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala, dan juga kesempatan meraih lailatul
qadar yang tidak mungkin didapat di kesempatan lain. Demikianlah Allah memberikan
agama ini sebagai pedoman, petunjuk, cahaya, dan imam Umat Islam, agar tidak tersesat.
Karena sebagai pedoman dan petunjuk bagi Umat akhir zaman, maka kita patut bersyukur
karena hanya Islam-lah agama yang paling sempurna, menjadi agama terakhir, tidak ada lagi
agama baru yang akan diturunkan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, Isla m
merupakan Risalah Segala Zaman, tidak lapuk oleh waktu, tidak tertinggal oleh Zaman.
Begitu juga dengan Rasulullah SAW, juga menjadi Nabi dan Rasul terakhir yang ada di dunia
ini, hingga nanti pada akhir zaman. Dengan ini maka, jika diibaratkan Islam itu sebuah
lokomotif pembawa gerbong yang datang ke stasiun akhir di dunia, maka tidak akan ada
lagi lokomotif dan kereta yang antri di belakangnya. Bagi yang ingin selamat dunia akherat,
maka haruslah mereka ikut memasuki gerbong bersama keluarga-keluarga mereka, dan jika
tidak ingin selamat, mereka boleh meninggalkannya. Namun, hebatnya, Islam tidak
meninggalkan mereka, akan tetap ditunggui hingga kita menghembuskan nafas terakhir,
hingga sangkakala ditiup oleh Malaikat, yang telah menunggu berabad-abad untuk
dibangkitkan dalam rangka menunaikan tugasnya, membunyikan tanda kiamat telah tiba.
Dengan kalimat lain, Islam tidak memaksa manusia untuk masuk dalam agama Allah yang
paling sempurna ini, namun manusia telah diberi akal, tidak lain adalah untuk berpikir, mau
mencari agama penyelamat, atau meninggalkannya. Andai manusia bisa tahu kapan
kematiannya tiba, atau kapan Malaikat Israfil bekerja, dapat santailah hidup ini. Manusia
mungkin saja dapat mengatur ritme hidupnya sambil menunggu kapan ajalnya tiba.
Sayangnya, mustahil manusia mengetahui rahasia Illahi terbesar dalam hidupnya berupa
kematian. Maka ketahuilah bahwa Akidah Islam, hanya akan akan menjadi ideal bagi setiap
manusia berakal.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Tidak dapat dipungkiri, maka setiap Ramadhan berakhir seperti hari ini, ada satu hal yang
selalu tertancap di dada masing-masing pemeluknya, yakni ghirrah atau semangat yang
masih membara dalam jiwa kita. Karena masih membara itulah, maka jangan hal itu disia-
siakan. Pergunakan kesempatan seperti ini untuk mengoptimalkan peran masing-masing
insan beriman untuk beramal shaleh, agar hasil atau efek ketaqwaan dari sebulan dalam
berpuasa Ramadhan, dapat dirasakan oleh pihak lain. Manfaatkan potensi diri yang dimiliki
usai berhasil ditempa selama Ramadhan, sebagai bekal untuk menata apa yang terburai.
Mengatur kembali, apa yang tercerai. Meluruskan kembali, apa yang bengkok. Membangun
kembali, apa yang runtuh. Dan memperbaiki kembali, apa yang telah rusak. Mengapa kita
harus seperti itu? Karena memang salahsatu misi kita di dunia sebagai khalifatul di bumi,
adalah menjadi penjaga bumi dan isinya, bahkan menjadi penolong agama Allah dari para
perusaknya.
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an:
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh
beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Bahwa Islam dulunya juga lahir di tengah segelintir manusia. Lahir di tengah masyarakat
yang tidak mengenal agama. Turun ke dunia ketika bumi dalam keadaan rusak dan jahiliyah.
Rasulullah SAW kemudian mendakwahi mereka, sehingga berkumpullah banyak orang
memasuki agama akhir zaman ini, berbondong-bondong. Setelah mengalami banyak cobaan
hingga hijrah ke Madinah, lalu menyebar ke segala penjuru dunia, maka kini Islam kembali
mendapatkan banyak ujian dan fitnah yang super besar berupa fitnah terorisme, intoleransi,
hingga fitnah-fitnah yang menjurus pada perusakan akidah. Al hasil, Islam mulai menjadi
asing bagi pemeluknya sendiri. Maka seruan menolong Agama Allah akan menjadi
peringatan setiap zaman, karena sesungguhnya, merekalah yang masuk golongan
beruntung.
Lalu apa makna “asing” dalam hadits itu?
Asing tentu bukan berarti karena pakaian atau tampilan yang berbeda dari yang lain
sehingga disebut sebagai sebuah keterasingan. Sekali-kali, bukan. Asing di sini adalah karena
ada orang Islam yang melaksanakan syariat Islam dengan kaffah, namun dia berada di
lingkungan orang Muslim lain yang telah melupakannya. Ada orang Islam yang berani
melaksanakan syariat Islam di tengah lingkungan yang telah rusak akidahnya. Itulah kenapa
disebut sebagai asing. Bagaimana jika sebuah kebenaran (yg lurus) malah dianggap batil,
maka disanalah makna asing itu berada.
Orang-orang yang rajin melaksanakan sunah, menghidupkan sunah-sunah Rasul atau
disebut ahlussunnah, bahkan akan dianggap asing karena dianggap menyelisihi adat istiadat. Menyelisihi kepentingan politik. Menyelisihi kepentingan bisnis. Menyelisihi kepentingan
perdagangan. Menyelisihi kepentingan dunia. Sehingga, apa yang sesuai ajaran Rasul, justru akan dimusuhi dan berusaha dipadamkan. Kalau bisa malah diusir menggunakan berbagai
dalih. Hadirin, sesungguhnya adanya perang di berbagai sudut negara Muslim saat ini di berbagai kawasan, adalah bagian dari itu. Maka, bumi pun mulai berbau mesiu dan kerusakan ada dimana-mana. Kelaparan, kejatuhan politik, perpecahan dan perkelahian,
persekongkolan jahat, telah berkontribusi merusak bumi Allah saat ini.
Jamaah Yang Dirahmati Allah….
Keterasingan juga bisa kita lihat, bagaimana manusia mulai berani membolak-balikkan yang
haq dan yang batil di tengah masyarakat, yang mengakibatkan munculnya fitnah luarbiasa di
seluruh dunia tentang Islam. Orang yang melaksanakan ajaran agamanya malah diborgol
dan dinista. Sebaliknya orang yang bermaksyiat malah dipuja. Orang beramal sholeh diburu
dan dipenjara, anehnya, orang yang jahat malah dipelihara. Yang lebih tragis lagi, ternyata
baik pelaku maupun korban dari kerusakan ini, ternyata justru sesama kaum Muslimin yang
seharusnya paham akan agama.
Teringatlah dalam sebuah riwayat, ketika ada yang bertanya pada Rasulullah terkait hadits
di atas.
“Wahai Rasulullah siapa yang asing itu (al-Ghuraba)?”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ”Yaitu orang-orang yang mengadakan perbaikan di
tengah manusia yang berbuat kerusakan”.
Dalam Al Qur’an, Allah berfirman:
Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia,
supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Rum: 41)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Di akhir khutbah ini, kita semua berharap bahwa Ramadhan yang telah usai, akan membawa kita semua kembali menemukan martabat sebagai Muslim yang sesungguhnya. Martabat adalah harga diri, martabat adalah tingkatan kehormatan atau kedudukan manusia yang tertinggi. Martabat menjadi sifat manusia ciptaan Allah SWT.
Sebagai khalifah di bumi, manusia telah mendapatkan martabat dari Allah SWT sehingga memiliki derajat dan kemuliaan yang lebih tinggi dari Malaikat, dimana kemudian Malaikat pun bersujud pada manusia.
Dalam rangka menjaga martabat inilah, maka Umat Islam sebagai individu, wajib melaksanakan tanggungjawabkan dirinya sebagai hamba Allah. Tanggungjawab hamba Allah tertuang di Qur’an:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS Al Baqarah: 21)
Dalam rangka itu, maka kita harus memahami bahwa sebagai hamba Allah, posisi manusia memang harus tunduk dan patuh apapun perintah Allah Sang Khaliq. Sebagaimana firman Allah:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS Al Bayyinah: 5).
Atau dalam ayat lain, Allah SWT juga berfirman:
dan sungguh, adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-
jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS Al An’am: 153).
Untuk menjaga ini semua, sebagai individu maka kita mungkin saja sudah selesai. Seiring berjalannya
waktu, insya Allah akan terpenuhi. Namun sebagai sebuah jamaah besar di sebuah negara, kita semua
pasti berharap agar martabat yang mulai tercabik-cabik, martabat yang dinista, martabat yang bisa saja
hilang karena satu dan lain hal, maka kita semua wajib berusaha untuk mengembalikannya. Maka, kita
tentu berharap negara NKRI, di segala level pemerintahan, dapat dipimpin oleh sosok-sosok bertaqwa,
menyembah kepada Allah SWT dan lekat di hati Umat Islam. Sehingga tidak ada sikap saling mencaci,
tidak saling melaknat, tapi saling mencintai dan bisa saling mendoakan untuk kebaikan bersama.
Dari ‘Auf bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik -baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian pun mendo’akan mereka. Sejelek -jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim: 1855).
Berkatalah Ulama besar dari para tabi'ut tabi'in, Fudhail bin Iyadh rahimahullah:
"Seandainya aku memilik i doa yang mustajab, maka aku akan aku tujukan doa tersebut pada pemimpinku."
Ada yang bertanya: "Kenapa bisa begitu?"
Kemudian Fudhail bin Iyadh menjawab, "Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik ." (Hilyatul Auliya, Abu Nuaim Al Ashfahaniy 8: 77, Darul Ihya At Turots Al Iraqiy).
Jamaah yang Dirahmati Allah, dengan doa kita semua, semoga Iedul Fitri hari ini, menjadi momen dalam rangka mengembalikan martabat Bangsa Indonesia. Aamiien.