iv. pengolahan dan analisa data
TRANSCRIPT
IV. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
1. PENGAMATAN PROSES PENGOLAHAN LIMBAH
1.1. Sejarah Singkat Perusahaan
Sehubungan dengan pengembangan industri di Surabaya dalam
masterplan tahun 2000 yang dikenal dengan nama Indarmadi (industri,
dagang, maritim, pendidikan), maka muncul suatu ide untuk mendirikan
kawasan industri yang ditegaskan dengan surat keputusan
Walikotamadya Surabaya no. 6906/16 tahun 1968.
Pada tahun 1972 dilakukan studi kelayakan oleh perusahaan
konsultan FGU-KORNBERG dari Jerman Barat dengan hasil diusulkan
daerah Rungkut sebagai alternatif terbaik untuk kawasan industri serta
daerah Simo, Gayungan dan Waru sebagai alternatif terbaik lairmya
dengan kemungkinan tidak ada perluasan kawasan.
Selanjutnya BAPPENAS memberikan wewenang kepada PEMDA
I Jawa Timur untuk melakukan kajian lebih mendalam di daerah Rungkut
dengan melibatkan ahli ekonomi, geologi dan hidrologi, teknik sipil,
pemasaran dan ekonomi. Industri PT. SIER (Persero) Surabaya dibentuk
pada tanggal 28 Februari 1974 dengan tugas utama merencanakan,
mengembangkan dan mengelola kawasan industri dengan modal awal
Rp. 15.000.000.000,00. Kepemilikan saham :
• 50 % Negara Rl, cq. Departemen Keuangan RI
• 25 % Pemda Tingkat I Jatim
23
• 25 % Pemda Tingkat II Surabaya
Pada tahun 1974 di Kecamatan Rungkut telah disiapkan daerah
kawasan industri pertama oleh Pemda Surabaya diatas tanah seluas 246
Ha dengan rincian 60 % merupakan tanah bangunan pabrik dan 40 %
saran jalan, jalur hijau, danau, dan sebagainya. Sampai saat ini di
kawasan Rungkut ini telah menampung 300 pabrik, dengan jumlah
pekerja ± 50.000 orang.
Semua proyek ini ditangani oleh PEES (Proyek Industrial Estate
Surabaya), tetapi pada tahun 1975 pengelolaannya diserahkan pada PT.
SIER (Persero). Kemudian dibuka kawasan industri perluasan kedua,
pada tahun 1985 di kawasan Berbek Sidoarjo seluas 7 2 + 1 5 Ha, tinggal
± 8 Ha. Dengan jumlah investor ± 50 pabrik.
Untuk pengembangan kawasan industri, maka dilakukan perluasan
ketiga di kawasan Rembang Pasuruan, dimulai pada tahun 1989.
Direncanakan seluas 500 Ha, telah dikembangkan 300 Ha. Jumlah
investor saat ini 50 pabrik, operasional 30 pabrik. Penyerapan tenaga
kerja ± 75.000 orang.
1.2. Proses Pengolahan Limbah PT. SIER (Persero)
Pengolahan air limbah yang dipergunakan oleh PT. SIER dengan
menggunakan sistem pengolahan secara biologis, tanpa menggunakan
atau menambahkan bahan kimia. Berikut ini akan diuraikan secara
singkat proses pengolahan limbah di PT. SIER disertai dengan gambar
24
proses perjalanan air limbah dan gambar situasi umum pusat pengolahan
limbah PT. SIER pada halaman berikutnya.
Air limbah dari pabrik-pabrik (1) dan perkantoran (2) dialirkan ke
dalam saluran air limbah (4), yang terpasang sepanjang jalan di dalam
kawasan, melalui bak kontrol (3) yang berada di halaman setiap pabrik
atau perkantoran. Selanjutnya seluruh air limbah tersebut mengalir secara
gravitasi menuju ke pusat pengolahan air limbah.
Seluruh air limbah masuk ke dalam bak kolektor (5), kemudian
dipompa ke bak pengendap pertama (6), yang operasi pompanya
menggunakan automatic level control switch. Dalam bak pengendap
pertama ini waktu tinggal air limbah 2-5 jam, yang berguna untuk
memberi kesempatan zat-zat yang dapat mengendap dengan sendirinya
untuk mengendap, dan selanjutnya zat-zat mengendap yang berupa
lumpur setiap hari dibuang dan dikeringkan di bak pengendap lumpur
(10).
Di dalam bak pengendap pertama ini air limbah dapat diturunkan
kadar BOD-nya sebesar 30 % dan zat padatnya (solids) sebesar 60 %.
Setelah melalui bak pengendap pertama, secara overflow, air limbah
dialirkan ke bak aerasi / Oxidation Ditch (7) untuk memulai proses aerasi
selama 20-24 jam secara kontinyu. Proses aerasi dilakukan dengan
menggunakan alat mammoth rotor atau cage rotor dengan oxygenation
capacity 30 kg 02/j am/rotor. Dalam bak aerasi ini berlangsung proses
biologis, dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang, dan
terbentuk biological floes.
25
Air limbah yang sudah terproses dan terbentuk biological floes
akan mengalir ke bak pengendap akhir (8) untuk proses pengendapan,
dan dipisahkan antara air dan biological flocs-nya, dimana air hasil
proses yang telah memenuhi baku mutu air limbah menurut SK. Menteri
Negara KLH No. 3/1991 dan SK. Gubernur Jawa Timur No. 414/1987
dibuang ke badan air (Kali Tambak Oso), sedangkan biological flocs-nya
(dalam bentuk lumpur) dikembalikan ke Oxydation Ditch sebagai lumpur
aktif yang diperlukan untuk proses biologis, agar proses tetap
berlangsung dengan baik.
Pada keadaan tertentu apabila kadar biological floes dalam air
sudah melebihi kadar optimal, maka biological floes tersebut harus
dibuang dan dikeringkan pada bak pengering lumpur (10). Proses
perjalanan air limbah industri dapat dilihat pada Gambar 4.1.
PROSES PERJALAHAN AIR LIK^AH IHDDSTRI
£> r^~^l
\ . . i i
.
, ~T
AAA/
\=—1—r"-r < — x < r
Q
UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI
z
1 .
2 .
3 .
C.
5 .
6 .
7 .
8 .
9 .
10.
11
: T . E R A N G A N :
PABRTK
PERKAKTORAN
BAK KONTROL-
SISTEM SALURAN AIR LIMBAJ
RUMAH POMPA
BAK PENGENDAP PERTAMA
OXYDATION DITCK
BAK PENGENDAP AKHIR
BAK PEMBAGI LUMPUR
BAK PENGERTNG LUMPUR
BAK EFFLUENT
r^C -^r-j—j) BADAH AIR
w
I, LUMPUR KERING (SEBAGAI PUPUK)
L-^ ._-- : -«-
r-<- 1 ' iff ' + . &10 ± •
-----OB I
i
tO 0>
27
1.3. Instalasi Pengolahan Air Limbah
Instalasi pengolahan limbah PT. SIER terdiri dari beberapa unit
pengolahan antara lain:
a. Sumur pengumpul dan rumah pompa
Semua limbah pabrik di kawasan PT. SEER pertama kali mengalami
pengolahan fisis di sumur pengumpul yaitu berupa :
• Homogenisasi air limbah yaitu proses pemerataan beban
• Pengumpulan air limbah sehingga dapat dialirkan ke bak
pengendap pertama dengan debit konstan dengan kerja pompa
secara otomatis berdasarkan level kontrol.
Sumur pengumpul dan rumah pompa mampu melayani debit air
limbah sebesar 12.000 m3 per hari, dengan 4 pompa yang bekerja.
Tetapi debit yang ada sekarang maksimal 8.000 m3 per hari, sehingga
hanya 2 pompa saja yang dioperasikan. Peralatan yang ada di rumah
pompa adalah:
- Crane untuk mengangkat kotoran
- Dua pompa (Vertical Centrifugal Pump) merk RITZ, type 36/37S
3712, digerakkan motor listrik 11 Hp, voltase 380 volt, debit
masing-masing pompa 60 liter/detik.
b. Bak pengendap pertama
Bak pengendap pertama berfungsi sebagai berikut:
• Pengendap partikel-partikel diskrit atau zat padat tersuspensi syarat
gravitasi
• Penyaringan kotoran terapung
2S
• Pemerataan beban hidrolis dan organis sehingga tidak terjadi shock
loading pada proses selanjutnya akibat fluktuasi beban.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain :
- Waktu detensi
- Kecepatan pengendapan
- Eflsiensi pemisahan suspended solid
Waktu detensi pada bak pengendap optimal kurang lebih 2 jam, jika
terlalu lama akan terjadi pembusukan yang menimbulkan gas berbau
busuk. Hal ini tidak diharapkan karena lokasi pengolahan limbah PT.
SDER sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Spesifikasi bak pengendap pertama:
- Panjang : 40 meter
- Lebar : 10 meter
- Tinggi : 1,6-2,0 meter
- Desingflow : 8.000 m3 / hari
c. Oxydation Ditch
Fungsi parit oksidasi adalah :
• Sebagai tempat pencerna bahan organis oleh bakteri
• Sebagai tempat mencampur bahan organis dan oksigen
• Sebagai tempat terjadinya proses flokulasi yang menghasilkan
lumpur aktif{activated sludge)
• Sebagai tempat terjadinya pertukaran gas dari air ke udara atau
sebaliknya
29
Keuntungan penggunaan Oxydation Ditch adalah :
- Sederhana, yaitu tidak diperlukan keahlian khusus untuk
mengoperasikannya
- Murah, ditinjau dari segi operasional, peralatan dan biaya
konstruksi relatif lebih rendah dibandingkan dengan unit
pengolahan lainnya
- Mudah, ditinjau dari segi operasi, perawatan dan konstruksi
Spesifikasi kolam oksidasi adalah:
- Panjang lintasan : 200 m
- Lebar dasar : 3 m
- Lebar permukaan : 6 m
- Kedalaman : 2,45 m
Bentuk kolam oksidasi adalah trapesium, sampai saat ini terdapat 3
buah kolam oksidasi. Pada tahap awal dibangun kolam oksidasi
dengan kapasitas 5.000 m3 / hari, pada tahap kedua dibangun dengan
kapasitas 8.000 m3 / hari dan tahap ketiga dibangun dengan kapasitas
12.000 m3 / hari. Pada masing-masing kolam oksidasi dilengkapi
dengan mammotch rotor yang penggunaannya ditentukan oleh tingkat
pencemaran yang terjadi dan debit air yang masuk. Tingkat
pencemaran ini dapat diketahui dari analisa laboraturium maupun dari
pengamatan langsung (visual) oleh petugas yang berpengalaman.
Komponen-komponen rotor terdiri dari lempengan logam dengan
ukuran 30x7 cm2 dan dipasang pada as rotor yang panjangnya 4,5 m.
Jumlah lempengan pada arah memanjang rotor sebanyak 30 buah dan
no
pada satu putaran ada 12 buah, sehingga total lempengan sebanyak
360 buah.
Fungsi mammotch rotor adalah sebagai benkut:
• Mendispersikan oksigen ke kolam oksidasi dengan mekanisme
kerja, mendispersikan oksigen dari atmosfir sewaktu ruji-ruji rotor
masuk ke limbah cair putaran ruji-ruji motor yang keluar dari
limbah dengan memercikkan air ke atmosfir, sehingga terjadi
absorbsi oksigen ke dalam limbah cair
• Sebagai pengaduk dan menstabilkan aliran limbah cair, sehingga
tidak menimbulkan endapan lumpur di dalam kolam.
d. Distribution Box (bak pendistribusi)
Fungsi bak pendistribusi adalah :
• Sebagai penampung limbah dari kolam oksidasi
• Sebagai penampung lumpur dari bak pengendapan terakhir
Air limpahan dari kolam oksidasi selanjutnya dialirkan ke bak
pengendapan akhir, sedangkan lumpur yang ditampung sebagian
dikembalikan ke kolam oksidasi atau sebagian dibuang ke bak
pengering lumpur {drying bed). Bak pendistribusi dilengkapi dengan
pompa sentrifugal yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur yang
akan dibuang ke bak pengering dan screw pump yang berfungsi untuk
mengembalikan lumpur ke kolam oksidasi sebagai return sledge.
Pompa yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut, yaitu
screw pump 16 KW merk RITZ, tipe 36/37 UN, daya 4 KW, frekuensi
50 Hz dan Ebara 80 DL 53,7; 3,7 KW; 50 Hz dengan memakai pipa
31
yang berdiameter 3 inci dari bak pendistribusi diteruskan pada bak
pengendap akhir.
e. Bak pengendap kedua / akhir
Bak pengendap ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur
yang masih terdapat dalam air melalui proses oksidasi. Bak pengendap
akhir adalah bangunan yang berbentuk lingkaran terbuat dari beton
semen dan tepinya dikelilingi parit pembuangan air bersih hasil
pengendapan. Bangunan ini mempunyai diameter 25 m, kecepatan
pelimpahan air rata-rata 0,7 m2 / jam dan kecepatan limpahan air ke
bak antara 8-10 m /jam. Bak pengendap akhir dilengkapi dengan alat
pengumpul lumpur (srubber bridge) yang berputar mengelilingi bak
pengendap dengan kecepatan konstan 45 menit / putaran. Pengumpul
ini digerakkan dengan motor listrik yang mempunyai spesifikasi daya
0,25 KW dan frekuensi 50 Hz. Gerakan pengumpul yang lambat
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gelombang dalam bak yang
mengganggu proses pengendapan.
Pada bagian dasar terdapat lekukan yang berfungsi sebagai tempat
penampungan lumpur dan sekaligus peninggi tekanan air sehingga
lumpur tersebut dapat dialirkan secara alarm ke bak distribusi. Prinsip
pengaliran tersebut merupakan kerja hukum bejana berhubungan yang
didasarkan pada perbedaan tekanan.
Pada bagian tengah atas bak pengendap akhir terdapat pipa
dengan ukuran diameter 5 m dan panjang 2,5 m, fungsinya seperti
battle, yang dipasang dengan arah vertikal. Alat ini berfungsi untuk
32
mencegah aliran putaran air olahan, berasal dari bak pendistribusi
yang masuk ke bak pengendapan, menuju tepi. Disamping itu adanya
aliran berputar maka akan mempercepat pengendapan lumpur di
bagian tengah. Dari outlet I effluent bak pengendapan akhir dibuang
ke Kali Tambak Oso, sedangkan lumpurnya masuk ke bak
pendistribusi untuk digunakan lagi.
f. Bak pengering lumpur
Bak pengering lumpur merupakan bangunan yang berbentuk
persegi panjang dengan kemiringan dua arah. Bak pengering lumpur
di unit pengolahan limbah PT. SIER ada dua, yaitu bak pengering
primer yang berjumlah 17 buah dan pengering lumpur sekunder yang
berjumlah 19 buah. Bak pengring lumpur primer digunakan untuk
mengeringkan lumpur dari bak pengendap pertama, sedangkan bak
pengering lumpur sekunder digunakan untuk pengeringan lumpur dari
bak pendistribusi {activated sludge). Masing-masing bak pengering
lumpur mempunyai panjang 20 meter, lebar 10 meter, kedalaman 1,5
meter, kemiringan pipa orifice 5 % dan kemiringan dasar bak 1 %.
Pada bak pengering lumpur juga dilengkapi dengan penyaring
yang terdiri dari lapisan pasir kasar setebal 20 cm dan lapisan batu
kerikil dengan diameter 1-1,5 cm setebal 6 cm, diameter 1,5-2 cm
setebal 8 cm dan diameter 4-6 cm setebal 8 cm. Lapisan penyaring ini
berfungsi untuk memisahkan lumpur dengan airnya. Setiap waktu
pasir penyaring harus ditambahkan karena mengalami pengurangan
33
sewaktu dilakukan pengerukan lumpur yang telah kering. Proses
pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.
2. PROSES PERAWATAN MESIN MAMMOTCH ROTOR
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, diketahui bahwa
mesin Mammotch Rotor yang ada di Oxydation Ditch yang mengalami
breakdown paling banyak. Fungsi dari mesin Mammotch Rotor ini sangat
berpengaruh untuk menurunkan tingkat pencemaran dari air limbah industri,
oleh sebab itu proses perawatan yang diamati adalah pada mesin Mammotch
Rotor.
2.1. Diagram Pareto
Diagram Pareto digunakan untuk menentukan jenis kerusakan atau jenis
pergantian komponen karena terjadi kerusakan yang mempengaruhi
aktifitas maintenance pada proses pengolahan limbah PT. SIER. Diagram
Pareto ini dibuat dengan menggunakan Software Minitab dan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
2.2. Pengolahan Data Waktu Downtime
Data waktu downtime pada mesin Mammotch Rotor didapat melalui
check sheet atau Kartu Maintenance dan buku laporan kerusakan mesin
PT. SIER. Contoh Kartu Maintenance dapat dilihat pada Lampiran 3.
34
Tabel4.1. Data Waktu Lama Perbaikan Mesin Mammotch Rotor 1
(dalam menit)
KARET KOPEL KOPLING 35 70 45 50 40 35 40 65 35 55 60 70 35 45 45
BEARING 40 65 75 40 40 45 60 55 40 45 70 50 45 50 60
OLIE 25 30 25 35 30 45
Tabel 4.2. Data Waktu Lama Perbaikan Mesin Mammotch Rotor 2
(dalam menit)
KARET KOPEL KOPLING 35 65 35 30 30 40 55 35 50 55 35 50 60 40 55
BEARING 55 40 40 50 75 65 50 70 45 45 40 55 55 70 50
OLIE 50 35 30 30 45 25
35
Tabel 4.3. Data Waktu Lama Perbaikan Mesin Mammotch Rotor 3
(dalam menit)
KARET KOPEL KOPLING 60 30 35 35 50 50 45 30 65 55 60 50 50 45 55
BEARING 70 50 45 45 75 80 40 55 60 60 55 70 45 45 65
OLIE 35 40 20 50 35 35
2.3. Diagram Sebab-Akibat {Fishbone)
Diagram Sebab-Akibat digunakan untuk mengetahui penyebab
terjadinya kerusakan mesin Mammotch Rotor, dibuat dengan
menggunakan software minitab dan dapat dilihat pada Lampiran 5.
2.4. Pengolahan Data Penggantian Komponen
2.4.1. Pengolahan Data Waktu Antar Kerusakan
Di bawah ini akan ditampilkan data waktu antar kerusakan dari
komponen-komponen karet kopel kopling, bearing dan oli pada
mesin mammotch rotor.
36
Tabel 4.4. Data Waktu Antar Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 1
(dalamjam)
KARET KOPEL KOPLING 859 972 1008 780 703 766 944 810 798 915 869 721 984 925 963 787 922 867 791 938 784 849 923
BEARING 1217
861 1258
1218
1066
894 921 930 1305
1232
955 893 1244
911 1127
OLBE 2692
2735
2710
3014
2827
2863
Tabel 4.5. Data Waktu Antar Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 2
(dalamjam)
KARET KOPEL KOPLING 743 808 917 906 726 833 712 950 735 811 810 883 701 920 659 627 893 730 881
BEARING 1081 869 1026
1158
794 870 983 842 966 941 1055
865 933 842 1041 1129
OLIE
2718
2935
2879
2634 2988
2861
802 897 724 844 709 833
Tabel 4.6. Data Waktu Antar Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 3
(dalamjam)
KARET KOPEL KOPLING 971 1003 845 732 878 811 976 743 864 779 944 866 930 872 840 853 784 957 971 783 879 993
BEARING 1013 847 1107 801 828 881 1169 1074 1035 962 1063 758 915 1164 1104
OLBE 2871 2634 2890 2958 2973 2847
2.4.2. Pengujian Distribusi Data Waktu Downtime
Pengujian ini dilakukan dengan metode Kolmogorov - Smirnov
dengan menggunakan software Statgraph, dengan cara
membandingkan V-value dengan P tabel.
Ho : Data berdistribusi Normal
Hi : Data tidak berdistribusi Normal
38
Mesin Mammotch Rotor 1
• Komponen Karet Kopel Kopling
P-value =0.122501
• Komponen Bearing
P-value = 0.283869
• Komponen Oli
P-value =0.350311
Mesin Mammotch Rotor 2
• Komponen Karet Kopel Kopling
P-value =0.100911
• Komponen Bearing
P-value =0.247261
• Komponen Oli
P-value = 0.457898
Mesin Mammotch Rotor 3
• Komponen Karet Kopel Kopling
P-value =0.132398
• Komponen Bearing
P-value =0.114473
• Komponen Oli
P-value =0.111914
39
Berdasarkan hasil pengujian yang ada, maka semua data waktu
antar kerusakan komponen adalah berdistribusi Normal, karena P-
value yang ada lebih besar atau sama dengan 0.1 dengan selang
kepercayaan 90 %.
2.4.3. Penentuan Parameter Distribusi Kerusakan Mesin
Di bawah ini akan ditunjukkan parameter distribusi kerusakan dari
tiap komponen.
Tabel 4.7. Parameter Distribusi Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 1
Komponen N
Mean (u) St. Dev. (a)
Karet Kopel Kopling 23
864,261 87,875
Bearing 15
1068,8 164,78
OH 6
2806,83 121,822
Tabel 4.8. Parameter Distribusi Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 2
Komponen N
Mean (n) St. Dev. (a)
Karet Kopel Kopling 25
801,36 90,573
Bearing 16
962,188 110,976
OH 6
2835,83 134,244
Tabel 4.9. Parameter Distribusi Kerusakan Mesin Mammotch Rotor 3
Komponen N
Mean (n) St. Dev. (o)
Karet Kopel Kopling 22
871,545 82,863
Bearing 15
984,067 135,583
OH 6
2862,17 122,156
2.4.4. Penghitungan biaya maintenance sebagai berikut:
1. Rata-rata produksi dalam 1 hari = 8.000 m3
2. Harga jasa pelayanan pengolahan limbah
343 perusahaan x Rp. 450.000,- = Rp. 154.350.000,- / bulan
= Rp. 5.145.000,-/hari
40
3. Biaya-biaya untuk kegiatan proses pengolahan limbah :
• Biaya Tenaga Kerja (per bulan)
Bagian Pengendalian Lingkungan
1 orang Kasi TP/PL @ Rp. 1.000.000,- - Rp. 1.000.000,-
1 orang Supervisor @ Rp. 850.000,- = Rp. 850.000,-
4 orang bagian Monitor @ Rp. 600.000,- = Rp. 2.400.000,-
4 orang bagian Lab. @ Rp. 400.000,- =Rp. 1.600.000,-
16 orang Operator @ Rp. 450.000,- =Rp. 7.200.000,-
3 orang bagian pemeliharaan fasilitas
@Rp. 350.000 =Rp. 1.050.000,-
4 orang Satpam @ Rp. 350.000,- = Rp. 1.400.000.-
Rp. 15.500.000,-
Bagian Listrik dan Mekanik
1 orang Kasi Listrik & Mekanik =Rp. 1.000.000,-
1 orang Supervisor Listrik = Rp. 600.000,-
1 orang Supervisor Mekanik = Rp 700.000,-
7 orang bagian Listrik @ Rp. 500.000,- = Rp. 3.500.000,-
4 orang bagian Mekanik @ Rp. 450.000,- = Rp. 1.800.000,-
Rp. 7.600.000,-
T O T A L Rp. 23.100.000,-
• Biaya FOH
Listrik + PDAM + Telepon = Rp. 43.959.740,-
Administrasi = Rp. 450.000,-
41
Pemeliharaan fasilitas = Rp. 500.000.-
TOTAL = Rp. 44.909.740,-
• Biaya Laboraturium / Bahan Kimia
Bahan Kimia untuk menguj i = Rp. 10.000.000.-
TOTAL biaya proses pengolahan limbah Rp. 78.009.740,-
4. Harga Pokok Produksi (per hari)
Biaya Tenaga Kerja Rp. 22.850.000/30 hari = Rp. 761.666,67
Biaya FOH Rp. 45.159.740,-/30 hari =Rp. 1.505.324,67
Biaya Bahan Kimia Rp. 10.000.000/30 hari = Rp. 333.333.33
TOTAL Harga Pokok Produksi (HPP) =Rp. 2.600.324,67
5. Laba yang diperoleh (per m3)
• Harga Jasa Rp. 5.145.000,- / 8.000 m3 = Rp. 643,125 / m3
• HPP Rp. 2.600.324,67 / 8.000 m3 = Rp. 325,05 / m3
Laba yang diperoleh = Harga Jasa - Harga Pokok Produksi
= Rp. 643,125-Rp. 325,05
= Rp. 318,075/m3
6. Analisa biaya tenaga kerja maintenance
Dalam analisa biaya tenaga kerja maintenance, biaya-biaya
yang diperhitungkan hanyalah biaya tenaga kerja yang
berhubungan langsung dengan sistem maintenance. Jumlah jam
kerja mereka dihitung selama satu bulan sebanyak 30 hari dalam
satu shift (8 jam). Perhitungannya adalah sebagai berikut:
42
1 orang supervisor mekanik @ Rp. 700.000,- = Rp. 700.000,-
4 orang mekanik @ Rp. 450.000,- = Rp. 1.800.000.-
Rp. 2.500.000,-
Sehingga biaya tenaga kerja bagian maintenance dalam 1 jam
adalah :
= Rp. 2.500.000,- / (30 hari x 8 jam)
= Rp. 10.416,67
7. Analisa biaya penggantian komponen
Biaya komponen yang diperhitungkan adalah biaya yang
dikeluarkan sebagai akibat kegiatan pembelian komponen
tersebut. Biaya tersebut dihitung untuk setiap komponen (per
unit), perhitungannya adalah sebagai berikut:
• Karet kopel kopling
= Biaya komponen + Biaya pembelian (pulsa telp. + bensin)
= Rp. 50.000,- + Rp. 10.000,-
= Rp. 60.000,-
• Bearing
= Biaya komponen + Biaya pembelian (pulsa telp. + bensin)
= Rp. 250.000,- + Rp. 10.000,-
= Rp. 260.000,-
• Olie (17 liter)
= Biaya komponen + Biaya pesan (pulsa telp. + pengiriman)
= (Rp 12.000 x 17) + Rp. 10.000,-
= Rp. 214.000,-
43
8. Analisa biaya kehilangan produksi
Biaya kehilangan produksi dihitung berdasarkan
keuntungan yang hilang sebagai akibat perbaikan yang
dilakukan terhadap mesin yang rusak, yaitu Rp. 318,075 / m3,
sedangkan produksi dalam 1 jam = 8.000 m3 / 24 jam = 333,33
m . Jadi dalam 1 jam kerja, biaya kehilangan produksi yang
timbul adalah :
= Rp. 318,075 x333,33 m3
= Rp. 105.970,607
9. Analisa Biaya Preventive (Cp) dan Biaya Failure (Cf)
Biaya Preventive dihitung berdasarkan :
= ((Biaya tenaga kerja per jam + laba yang hilang) x waktu rata -
rata perbaikan preventif) + biaya pergantian komponen
Biaya Failure dihitung berdasarkan:
= ((Biaya tenaga kerja per jam + laba yang hilang) x waktu rata -
rata perbaikan failure) + biaya pergantian komponen
Waktu rata-rata perbaikan failure dihitung berdasarkan rata-rata
dari data waktu lama perbaikan mesin, sedangkan waktu rata-
rata perbaikan preventive dihitung berdasarkan rata-rata data
waktu lama perbaikan mesin dikurangi rata-rata waktu
persiapan untuk melakukan perbaikan. Contoh dari waktu
persiapan untuk melakukan perbaikan, misalnya waktu lama
perjalanan seorang mekanik menuju mesin yang rusak, waktu
44
pengambilan komponen yang akan diganti dan waktu mekanik
melakukan analisa terhadap komponen mana yang rusak.
Untuk mesin Mammotch Rotor 1 komponen karet kopel kopling:
Biaya Preventive
- ((Rp. 10.416,667 + Rp. 105.970,607) x 0,5167) + Rp. 60.000,-
= Rp. 120.133,813
Biaya Failure
= ((Rp. 10.416,667 + Rp. 105.970,607) x 0,8055) + Rp. 60.000,-
= Rp. 153.755,769
Perhitungan selengkapnya dari analisa biaya preventive dan
failure untuk mesin Mammotch Rotor dapat dilihat pada
Lampiran 6.
10. Analisa Biaya Total Perawatan (TC)
Jadwal Preventive Maintenance didapatkan dengan
menganalisa Biaya Total Perawatan (TC) yang paling optimal /
minimal, berdasarkan ramus (2.9), (2.10), (2.11), (2.12) dan
(2.13). Perhitungan f(t) dan tf(t) menggunakan bantuan software
Mathcad. Cara penyusunan jadwal perawatan preventive dimulai
pada saat tp - u, kemudian turun / berkurang satu per satu
sampai didapatkan TC yang paling minimal. Pada saat TC
minimal inilah, tp yang dipakai sebagai jadwal Preventive
Maintenance yang optimal pula.
45
Untuk komponen karet kopel kopling Mesin Mammotch Rotor
1, dimana jadwal Preventive Maintenance yang dipakai saat tp =
807 pada saat TC minimal = Rp. 107,5009
Hasil penghitungan TC minimal selengkapnya dari masing -
masing komponen untuk tiap-tiap mesin dapat dilihat pada
Lampiran 7.
3. ANALISA DATA-DATA DOWNTIME
3.1. Analisa Peta Kendali Individual Downtime
Berdasarkan data waktu lama perbaikan yang ada, dapat diketahui
bahwa sistem perawatan mesin Mammotch Rotor yang ada selama ini
telah stabil, yang dapat dilihat dari Peta Kendali Individual yang
menunjukkan tidak terdapat satupun data yang yang keluar dari batas
kendali. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi penyebab khusus,
hanya merupakan penyebab umum yang tidak dapat dihilangkan, antara
lain kelelahan operator dan lingkungan kerja yang panas. Peta Kendali
Individual lama waktu perbaikan masing-masing komponen dapat dilihat
pada Lampiran 1.
• Mesin Mammotch Rotor 1
Komponen Karet Kopel, rata-rata perbaikan sebesar 48.33 menit
Komponen Bearing, rata-rata perbaikan sebesar 52 menit
Komponen Olie, rata-rata perbaikan sebesar 31.67 menit
46
• Mesin Mammotch Rotor 2
Komponen Karet Kopel, rata-rata perbaikan sebesar 44.67 menit
Komponen Bearing, rata-rata perbaikan sebesar 53.67 menit
Komponen Olie, rata-rata perbaikan sebesar 35.83 menit
• Mesin Mammotch Rotor 3
Komponen Karet Kopel, rata-rata perbaikan sebesar 47.67 menit
Komponen Bearing, rata-rata perbaikan sebesar 57.33 menit
Komponen Olie, rata-rata perbaikan sebesar 35.83 menit
Probabilitas lama waktu perbaikan komponen dihitung
berdasarkan perbandingan antara rata-rata jumlah waktu terjadinya
perbaikan komponen dalam satu bulan dengan jumlah waktu operasi
mesin Mammotch Rotor dalam satu bulan. Selama satu bulan, mesin
Mammotch Rotor seharusnya beroperasi selama 24 jam x 30 hari = 720
jam.
• Mesin Mammotch Rotor 1 :
h6Ujam =0.00224 120 jam
• Mesin Mammotch Rotor 2 :
L6945jam = 0.00235 120jam
• Mesin Mammotch Rotor 3 :
1-5 9- / f l W= 0.00221 120jam
47
3.2. Analisa Data Kerusakan Komponen
Pada mesin Mammotch Rotor, terdapat 3 komponen yang paling
sering terjadi kerusakan atau pergantian, yaitu komponen karet kopel
kopling, bearing dan oli atau minyak pelumas. Fungsi dari masing-
masing komponen adalah:
• Karet kopel kopling, berfungsi sebagai bantalan / penahan antara
lubang besi dengan besi batang kopling, agar keduanya tidak
bergesekan secara langsung. Apabila karet kopel kopling ini tidak ada
atau telah aus, akan terjadi gesekan langsung yang akan
menyebabkan kerusakan pada kopel kopling.
• Bearing, berfungsi untuk meringankan daya kekuatan putar dari
motor untuk menggerakkan Mammotch Rotor. Bila bearing ini
mengalami kerusakan dan mesin tetap beroperasi, maka pada saat as /
sumbunya berputar, maka as / sumbunya akan patah.
• Oli, berfungsi untuk melumasi bagian-bagian dari gigi transmisi
Mammotch Rotor. Apabila oli ini tidak diganti pada waktunya, akan
menyebabkan keausan pada roda gigi.
Penyebab kerusakan yang terjadi pada masing-masing komponen :
> Karet kopel kopling :
- masuknya air limbah pada lubang besi batang kopling mesin
Mammotch Rotor menyebabkan karet kopel kopling robek
- kotoran dan debu yang menempel pada karet kopel kopling
cuaca yang panas mempengaruhi usia komponen
4X
> Bearing:
kotoran dan debu yang menempel pada bearing
- masuknya air limbah menyebabkan bearing rusak
- cuaca yang panas mempengaruhi usia komponen
> Oli / Minyak Pelumas :
- kotoran dan debu yang masuk ke mesin pada saat penggantian
komponen
- panas yang timbul akibat pengoperasian mesin Mammotch Rotor
- Viskositas / kekentalan minyak pelumas yang semakin berkurang
akibat penggunaan
Diagram sebab-akibat kerusakan mesin Mammotch Rotor dapat dilihat
pada Lampiran 5.
3.3. Analisa Data Waktu Antar Kerusakan Komponen
Hasil pengujian distribusi data waktu antar kerusakan komponen,
diketahui berdistribusi normal. Selain itu, data kerusakan komponen juga
berdistribusi mengikuti laju bertambahnya usia dari komponen, dimana
semakin besar usia komponen, maka kemungkinan terjadinya kerusakan
juga semakin besar.
3.4. Checksheet I Kartu Maintenance
Kartu Maintenance yang ada saat ini kurang dapat
mendokumentasikan penyebab dari kerusakan yang terjadi. Untuk
operator mekanik yang ahli / sudah berpengalaman, mungkin hal ini tidak
49
menjadi masalah apabila terjadi kemsakan yang sama, tetapi untuk
mekanik yang bam hams menganalisa terlebih dahulu penyebabnya agar
dapat melakukan perbaikan secara tepat. Seiain itu, Kartu Maintenance
ini juga tidak menyebutkan atau mencantumkan nama operator / mekanik
yang melakukan perbaikan dan terbatas untuk mesin-mesin atau
kendaraan saja, sedangkan instalasi pengolahan limbah cukup banyak;
antara lain pipa saluran, bak pengendap, kolam oksidasi dan sebagainya.