iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum wilayah...

21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Genteng berada di wilayah Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Desa Genteng terdiri dari 19 Rukun Warga (RW) dan 76 Rukun Tetangga (RT). Topografi Desa Genteng termasuk dataran tinggi/pegunungan dan perbukitan dengan luas lahan 1300 ha dengan ketinggian 1200-1300 meter diatas permukaan laut, memiliki temperature lingkungan 18-22 o C, dan kelembaban 60- 70% (Data Monografi Desa Genteng, 2016). Secara administratif Desa Genteng memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Tanah Kehutanan Manglayang Timur Sebelah Selatan : Desa Banyuresmi Sebelah Barat : Desa Sukasar Sebelah Timur : Kecamatan Tanjungsari 4.1.2 Keadaan Penduduk Wilayah Penelitian Penduduk di Kecamatan Sukasari berjumlah 6.424 jiwa yang terdiri dari 3.290 laki-laki dan 3.134 perempuan. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Genteng adalah sebagai petani, pekebun, dan peternak (Data Monografi Desa Genteng, 2016). Sebagian besar penduduk Desa Genteng yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, pekebun dan peternak karena merupakan usaha keluarga. Usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan berkembang

Upload: hoangkhuong

Post on 28-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian

4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian

Desa Genteng berada di wilayah Kecamatan Sukasari, Kabupaten

Sumedang. Desa Genteng terdiri dari 19 Rukun Warga (RW) dan 76 Rukun

Tetangga (RT). Topografi Desa Genteng termasuk dataran tinggi/pegunungan dan

perbukitan dengan luas lahan 1300 ha dengan ketinggian 1200-1300 meter diatas

permukaan laut, memiliki temperature lingkungan 18-22oC, dan kelembaban 60-

70% (Data Monografi Desa Genteng, 2016).

Secara administratif Desa Genteng memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Tanah Kehutanan Manglayang Timur

Sebelah Selatan : Desa Banyuresmi

Sebelah Barat : Desa Sukasar

Sebelah Timur : Kecamatan Tanjungsari

4.1.2 Keadaan Penduduk Wilayah Penelitian

Penduduk di Kecamatan Sukasari berjumlah 6.424 jiwa yang terdiri dari

3.290 laki-laki dan 3.134 perempuan. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa

Genteng adalah sebagai petani, pekebun, dan peternak (Data Monografi Desa

Genteng, 2016). Sebagian besar penduduk Desa Genteng yang memiliki mata

pencaharian sebagai petani, pekebun dan peternak karena merupakan usaha

keluarga. Usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan berkembang

32

secara turun temurun dari generasi ke generasi yang kemudian membentuk tradisi

bertani, berkebun dan beternak di masyarakat.

Faktor lain yang mendukung masyarakat di Desa Genteng mayoritas

menjalankan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan adalah

keadaan wilayah dan kondisi tanah yang mendukung untuk dijadikan area

pertanian dan perkebunan.

4.1.3 Keadaan Peternakan Wilayah Penelitian

Pemeliharaan ternak di Desa Genteng pada umumnya banyak dijadikan

penduduk sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Jenis ternak yang

paling banyak dipelihara di Desa Genteng adalah ternak domba, mayoritas peternak

memelihara jenis ternak domba garut. Kebanyakan peternak didaerah Desa

Genteng hanya memelihara ternak 2-7 ekor domba, hal ini disebabkan oleh

keterbatasan peternak dari segi modal. Sistem jual beli ternak di Desa Genteng

dapat dilakukan peternak dengan cara konsumen yang langsung datang kepada

peternak, ataupun dengan cara peternak menjual ternaknya ke broker/pedagang

pengumpul kemudian baru kekonsumen akhir. Selain dijual sebagai ternak

pedaging, dalam meningkatkan harga jual hasil produksi peternakan, yakni melalui

kegiatan tradisional seperti kontes domba garut, ataupun seni ketangkasan domba

garut, kegiatan tersebut dapat meningkatkan harga hingga puluhan juta per satu

ekor domba (Data Monografi Desa Genteng, 2016).

4.2 Profil Kelompok

Kelompok Saung Domba berdiri sejak tahun 2013. Kelompok ini

mempunyai anggota dengan jumlah 25 orang, termasuk ketua kelompok serta

33

pengurus lainnya. Kelompok Saung Domba diketua oleh bapak Yayat Rohayat.

Kelompok yang bergerak pada komoditas domba ini dibentuk atas dasar keinginan

dan kesepakatan anggota kelompok, yang memiliki tujuan yaitu menjadikan

kelompok sebagai wadah untuk bersilaturahmi dan berbagi ilmu serta pengalaman

dibidang peternakan, mewujudkan kelompok yang sejahtera dan mandiri,

meningkatkan taraf hidup anggota kelompok pada khususnya dan masyarakat

sekitar pada umumnya.

Kelompok Saung Domba telah mengikuti beberapa kegiatan penyuluhan

dan pelatihan yang diadakan oleh Tim Dosen Laboratorium Mikrobiologi dan

Penanganan Limbah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pertanian Perikanan dan Peternakan Sukasari

Kabupaten Sumedang. Kegiatan yang dilakukan yaitu penyuluhan dan pelatihan

pembuatan pupuk organik cair (POC) dan pembuatan pupuk organik padat (POP),

serta penyuluan dan pelatihan pembuatan silase.

4.3 Identitas Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 25 orang, yaitu peternak yang

termasuk anggota kelompok Saung Domba di Desa Genteng Kecamatan Sukasari

Kabupaten Sumedang. Responden tersebut merupakan peternak yang telah

mengikuti kegiatan penyuluhan pembuatan silase yang diadakan oleh Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pertanian Perikanan dan Peternakan Sukasari

Kabupaten Sumedang. Adapun karakteristik responden dibagi dalam tiga

karakteristik, yaitu umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman beternak.

34

4.3.1 Umur Responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, umur responden bervariasi mulai

dari 27 tahun sampai 61 tahun. Keadaan umur responden sebagai berikut:

Tabel 2. Umur Responden

No Usia (Tahun) Jumlah …Orang… …%...

1 15 – 35 6 24,00 2 36 – 40 3 12,00 3 41 – 55 10 40,00 4 > 55 6 24,00 Jumlah 25 100,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peternak

dalam mengelola suatu usaha ternaknya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik

dan kemampuan berpikir. Komposisi umur bervariasi, 19 orang masih dalam usia

produktif. Tabel menunjukkan bahwa umur peternak mayoritas termasuk dalam

umur produktif yaitu 15 – 55 tahun, sesuai dengan pendapat Sujanto (1986) bahwa

individu sampai usia 55 tahun masih dapat dikatakan produktif, bahkan pada umur

tersebut produktivitas dan kreativitas dalam kondisi memuncak. Hal ini

menunjukkan bahwa umumnya peternak masih relatif cukup kuat untuk

melaksanakan kegiatan beternak.

Semakin muda umur peternak, cenderung memiliki fisik yang kuat dan

dinamis dalam mengelola usaha ternaknya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari

peternak yang umurnya tua, selain itu peternak yang lebih muda mempunyai

keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan

usaha ternaknya. Murwanto (2008) menjelaskan bahwa umur peternak sangat erat

kaiatannya dengan proses adopsi inovasi dan teknologi. Peternak yang mempunyai

35

usia produktif akan memiliki pola pikir yang dinamis dan memiliki kemampuan

fisik yang prima dalam mengelola usaha ternaknya.

Responden yang umurnya 15 – 35 tahun (24%) dan umur 36 – 40 tahun

(12%) termasuk kedalam golongan pengetrap dini yang merupakan golongan muda

yang mudah menerima inovasi sehingga dapat lebih cepat dalam menerima setiap

perubahan dan lebih terbuka dalam berkomunikasi. Sesuai dengan pendapat

Wiriaatmadja (1985), bahwa golongan umur < 40 tahun termasuk kedalam

golongan pengetrap dini yang prakarsanya lebih besar dan terbuka untuk hal-hal

baru. Golongan umur 41 – 55 tahun (40%) merupakan golongan pengetrap awal,

golongan ini lebih lambat dari golongan pengetrap dini dalam penyerapan teknologi

maupun inovasi yang baru. Golongan umur lebih dari 55 tahun (24%) merupakan

golongan pengetrap akhir, golongan ini termasuk golongan yang kurang giat dalam

penerapan inovasi dan baru melaksanakan ketika lingkungannya telah melakukan

sehingga peternak pada umur ini agak lemah dalam menerima dan menerapkan

inovasi baru.

4.3.2 Tingkat Pendidikan Responden

Karakteristik tingkat pendidikan responden berdasarkan hasil penelitian

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3. Pendidikan Formal Terakhir Responden

No Pendidikan Jumlah …Orang… …%... 1 SD 18 72,00 2 SMP 3 12,00 3 SMA 4 16,00 Jumlah 25 100,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

36

Pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku

berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui oleh masyarakat, tingkat

pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu

yang dipelajarinya (Wiriaatmadja, 1985). Tingkat pendidikan merupakan salah

satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena

melalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dapat

dilakukan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penyerapan informasi dan

pengetahuan serta cara berpikir peternak.

Tingkat pendidikan responden 72% hanya menempuh sampai tingkat

sekolah dasar (SD), hal ini menunjukkan mayoritas pendidikan responden masih

rendah. Hal ini berpengaruh terhadap kecepatan penerimaan suatu inovasi. Tingkat

pendidikan peternak yang masih rendah kemungkinan akan mengalami kesulitan

dalam mengadopsi inovasi, sedangkan sisanya terdiri dari responden yang

menempuh pendidikan sampai tingkat sekolah menegah pertama (SMP) (12%) dan

sekolah menengah atas (SMA) (16%), pada tingkat pendidikan ini responden lebih

mudah dalam menerima suatu inovasi. Walaupun tingkat pendidikan formal

responden masih rendah, namun dengan mengikuti kegiatan pendidikan non formal

seperti pelatihan ataupun penyuluhan, dapat meningkatkan pengetahuan serta

mempengaruhi cara berpikir peternak.

4.3.3 Pengalaman Beternak Responden

Pengalaman beternak responden merupakan lamanya responden dalam

memelihara ternak. Pengalaman beternak merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi peternak dalam menerima suatu inovasi. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan diketahui pengalaman beternak responden sebagai berikut:

37

Tabel 4. Pengalaman Beternak Responden No Usia (Tahun) Jumlah

…Orang… …%... 1 < 5 1 4,00 2 6 – 10 0 0,00 3 11 – 15 3 12,00 4 > 16 21 84,00 Jumlah 25 100,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Pada tabel diatas menunjukan bahwa pengalaman beternak responden

memiliki tingkat persentase yang sangat tinggi yaitu 84% pada peternak yang telah

beternak lebih dari 16 tahun, hanya 12% yang memiliki pengalaman beternak 11

sampai 15 tahun, dan 4% yang memiliki pengalaman beternak kurang dari 5 tahun

lamanya.

Lamanya beternak akan memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang

cara pemeliharaan ternak. Peternak yang memiliki pengalaman beternak yang lebih

lama pada umumnya memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan

peternak yang baru. Peternak yang memiliki pengalaman lama dan responsif

terhadap inovasi akan lebih memiliki kemampuan dalam mengelola usaha

ternaknya.

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pengalaman beternak

merupakan lamanya seseorang peternak berkecimpung dalam dunia usaha

peternakan. Pengalaman akan meningkatkan pengetahuan beternak terhadap segala

sesuatu perubahan yang belum diketahui peternak dari sifat yang menguntungkan

dan kurang menguntungkan dalam menjalankan usaha ternaknya.

4.4 Karakteristik Inovasi

Persepsi peternak terhadap suatu inovasi dapat menggambarkan

karakteristik pada inovasi tersebut, dalam penelitian ini terdapat lima karakteristik

38

menurut Rogers dan Shoemaker (1971) yaitu: relative adventage (keuntungan

relatif), compability (kesesuaian), complexity (kerumitan), trialability (dapat

dicoba), dan observability (dapat diamati). Persepsi peternak terhadap karakteristik

inovasi silase dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penilaian Tingkat Karakterisitik Inovasi Silase pada Peternak Domba di Kelompok Saung Domba

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Relative adventage 72,00 28,00 0,00 2 Compability 56,00 36,00 8,00 3 Complexity 0,00 32,00 68,00 4 Trialability 60,00 40,00 0,00 5 Observability 60,00 40,00 0,00 Karakteristik Inovasi 80,00 20,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Berdasarkan Tabel 5 nilai karakteristik inovasi silase di peternakan domba

kelompok ternak Saung Domba adalah 80,00% dikategorikan tinggi, 20,00%

dikatergori sedang.

Tingginya karakteristik inovasi (80%) dilihat dari kriteria-kriteria inovasi

silase di peternakan domba kelompok Saung Domba, ini dikarenakan relative

adventage (keuntungan relatif), compability (kesesuaian), trialability (dapat

dicoba), dan observability (dapat diamati) sebagian besar responden menilai tinggi,

sehingga inovasi ini dapat diberikan kepada peternak karena memiliki karakteristik

inovasi yang tinggi pada peternak tersebut.

Inovasi silase dapat diterima oleh peternak kelompok Saung Domba karena

inovasi silase dapat memberi keuntungan, sesuai dengan kebutuhan peternak,

39

mudah diterapkan, dapat dicoba dalam skala terbatas, dan dapat diamati setiap

tahapan pembuatan serta dapat diamati hasil pembuatannya.

4.4.1 Relative adventage (Keuntungan relatif)

Keuntungan relatif (relative adventage) yaitu derajat yang menunjukkan

apakah suatu inovasi dianggap lebih menguntungkan dibandingkan ide

sebelumnya. Suatu inovasi akan cepat diadopsi apabila inovasi tersebut

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan teknologi yang ada sebelumnya

(Rogers dan Shoemaker, 1971). Penilaian keuntungan relatif pada inovasi silase

diukur dari keuntungan dalam penggunaan biaya, keuntungan dalam penggunaan

waktu, keuntungan dalam penggunaan tenaga.

Tabel 6. Relative adventage (Keuntungan relatif)

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Keuntungan penggunaan biaya 52,00 20,00 28,00 2 Keuntungan penggunaan waktu 100,00 0,00 0,00 3 Keuntungan penggunaan tenaga 100,00 0,00 0,00 Relative adventage 72,00 28,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Tabel 6 menunjukkan bahwa Relative adventage (Keuntungan relatif) dari

inovasi silase pada peternak domba kelompok Saung Domba sebesar 72,00%

dikategorikan tinggi dan 28,00% dikategorikan rendah. Besarnya tingkat kelas

kategori tinggi pada keuntungan relatif di peternak domba kelompok Saung Domba

yaitu mencapai 72,00% dikarenakan sebagian besar responden menyebutkan

dengan penggunaan silase dapat mengguntungkan dalam penggunaan biaya,

penggunaan waktu, dan penggunaan tenaga dalam penyediaan pakan ternaknya

40

dibandingkan dengan pemberian pakan secara langsung (cara tradisional). Bahan

baku untuk pembuatan silase seperti molasses yang cukup terjangkau, pembuatan

yang mudah tidak mengeluarkan banyak tenaga dan hasilnya dapat disimpan dalam

waktu yang lama dinyatakan oleh sebagian besar responden. Nilai tersebut

mempunyai arti bahwa peternak menyatakan bahwa melalui penggunaan silase

dapat memberi keuntungan, hal ini sesuai menurut pernyataan Rogers dan

Shoemaker.

Terdapat responden yang menyebutkan penggunaan biaya dalam

pembuatan silase akan sama saja dengan pemberian pakan secara langsung (cara

tradisional) dan adapula beberapa responden yang menyebutkan penggunaan biaya

dalam pembuatan silase tidak menguntungkan dibandingkan dengan pemberian

pakan secara langsung (cara tradisional), mengakibatkan nilai Relative adventage

(Keuntungan relatif) pada inovasi silase sebasar 28,00% dikategorikan sedang.

4.4.2 Compability (Kesesuaian)

Kesesuaian (compability) yaitu derajat yang menunjukkan apakah suatu

inovasi dianggap sesuai dengan sistem tata nilai yang berlaku, pengalaman masa

lalu, dan kebutuhan klien. Ide yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial yang

menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang sesuai (Rogers dan Shoemaker,

1971). Penilaian kesesuaian pada inovasi silase diukur dari kesesuaian dengan

kebiasaan peternak dalam penyediaan pakan, dan kesesuaian dengan kebutuhan

peternak dalam penyediaan pakan.

41

Tabel 7. Compability (Kesesuaian)

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Kesesuaian dengan kebiasaan 28,00 64,00 8,00 2 Kesesuaian dengan kebutuhan 52,00 48,00 0,00 Compability 56,00 36,00 8,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Tabel 7 menunjukkan Compability (Kesesuaian) dari inovasi silase pada

peternak domba kelompok Saung Domba sebesar 56,00% dikategorikan tinggi,

36,00% dikategorikan sedang, dan 8,00% dikategorikan rendah. Besarnya tingkat

kelas kategori tinggi pada kesesuaian di peternak domba kelompok Saung Domba,

disebabkan responden menilai inovasi silase sesuai dengan kebutuhan peternak

dalam penyediaan pakan, serta menurut pengalaman peternak bahwa ketersediaan

pakan hijauan yang tidak tersedia sesuai kebutuhan dimusim kemarau dapat

diantisipasi dengan inovasi ini.

Tingginya nilai pada indikator kesesuaian dengan kebutuhan peternak pada

kategori tinggi diberikan oleh sebagian besar responden, kurang sejalan dengan

nilai kesesuaian dengn kebiasaan peternak yang berada pada kategori sedang. Hal

ini dikarenakan peternak berpendapat bahwa inovasi ini belum sesuai dengan

kebiasaan peternak dalam penyediaan pakan, namun dengan peternak melihat

adanya keuntungan yang didapat dengan menggunakan inovasi silase membuat

peternak menyatakan inovasi ini dapat digunakan dan peternak dapat menyesuaikan

dengan kebiasaan sebelumnya dalam penyediaan pakan. Inovasi yang sesuai akan

mudah diadopsi dengan cepat oleh penerimanya, hal ini sesuai dengan pernyataan

Rogers dan Shoemaker.

42

4.4.3 Complexity (Kerumitan)

Kerumitan (complexity) yaitu derajat yang menunjukkan bahwa suatu

inovasi dipandang relatif sukar untuk dimengerti dan digunakan. Kerumitan

berkorelasi negatif dengan laju adopsi (Rogers dan Shoemaker, 1971). Terdapat

tiga indikator dalam melihat kerumitan sebuah inovasi silase yaitu

Tabel 8. Complexity (Kerumitan)

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Kerumitan dalam persiapaan alat

untuk pembuatan silase 0,00 40,00 60,00

2 Kerumitan dalam persiapaan bahan baku untuk pembuatan silase 0,00 36,00 64,00

3 Kerumitan dalam proses pembuatan silase 0,00 0,00 100,00

Complexity 0,00 32,00 68,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kerumitan (complexity) dalam pembuatan

silase menurut peternak domba kelompok Saung Domba sebesar 68,00% responden

menilai rendah, dan 32,00% responden menilai sedang. Kerumitan (complexity)

dalam pembuatan silase menurut peternak domba kelompok Saung Domba

termasuk dalam kategori rendah. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar

responden merasakan bahwa dalam pembuatan silase tidak terdapat kerumitan

dalam hal persiapan alat, persiapan bahan baku, serta dalam proses pembuatan

silase, hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa pada

umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab

selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban

43

yang baru. Peternak akan mudah mengerti terhadap suatu inovasi jika inovasi

tersebut relatif mudah digunakan atau tidak rumit.

Terdapat responden yang menyebutkan terdapat sedikit kerumitan dalam

persiapan alat dan persiapan bahan baku untuk pembuatan silase. Beberapa

responden menyatakan kesulitan dalam penyediaan alat untuk menampung hijauan

untuk dijadikan silase (silo) seperti drum karena biaya yang kurang terjangkau,

namun dengan alat penampungan lain seperti plastik yang tertutup rapat dan kedap

udara dapat menjadi solusi untuk digunakan dalam pembuatan silase. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Mugiawati (2013) bahwa silase merupakan awetan basah segar

yang disimpan dalam silo, sebuah tempat yang tertutup rapat dan kedap udara, pada

kondisi anaerob.

4.4.4 Trialability (Dapat dicobakan)

Dapat dicobakan (trialability) yaitu derajat yang menunjukkan apakah suatu

inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil atau terbatas (Rogers dan Shoemaker,

1971).

Tabel 9. Trialability (Dapat dicobakan)

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Dapat dicoba dalam skala kecil 60,00 40,00 0,00 Trialability 60,00 40,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Berdasarkan pada Tabel 9 skor untuk dapat dicobakan (trialability) pada

inovasi silase termasuk kategori tinggi (60,00%). Responden berasumsi bahwa

inovasi ini dapat dicoba dalam skala kecil karena alat untuk menampung pakan

44

(silo) dapat terbuat dari pelastik ataupun wadah kecil yang terpenting rapat agar

dapat kedap udara, sesuai dengan pernyataan Mugiawati (2013) silase merupakan

awetan basah segar yang disimpan dalam silo, sebuah tempat yang tertutup rapat

dan kedap udara, pada kondisi anaerob.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) inovasi bila dapat dicoba dalam

skala kecil terlebih dahulu sebelum terlanjur menerimanya secara menyeluruh, akan

lebih mudah diterima oleh adaptor (penerima) karena ini adalah cerminan prinsip

manusia yang selalu ingin menghindari suatu risiko yang besar dari perbuatannya.

Peternak dapat mencoba inovasi silase karena inovasi tersebut dapat dicoba dalam

skala kecil dan terbatas dahulu untuk dapat melihat hasilnya dan kemudian dapat

diaplikasikan terhadap ternaknya.

4.4.5 Observability (Dapat diamati)

Dapat diamati (observability) yaitu derajat dimana suatu hasil inovasi

mudah untuk diamati atau diukur serta dikomunikasikan kepada orang lain (Rogers

dan Shoemaker, 1971).

Tabel 10. Observability (Dapat diamati)

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Dapat diamati dan dipelajari setiap

tahapan pembuatannya 100,00 0,00 0,00

2 Dapat diamati hasil panennya 68,00 32,00 0,00 3 Dapat diamati peningkatan palatabilitas

ternak dengen pemberian pakan silase 36,00 44,00 20,00

Observability 60,00 40,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

45

Tabel 10 menunjukkan skor observability (dapat diamati) inovasi silase

pada peternak domba kelompok Saung Domba sebesar 60,00% responden menilai

tinggi dan 40,00% responden menilai sedang. Responden dapat mengamati dan

mempelajari cara pembuatan silase, dan dapat mengamati hasil dari pembuatan

silase dengan membedakan hasil yang baik ataupun hasil yang mengalami

kerusakan, menurut Ratnakomala (2006) pada umumnya kerusakan terjadi pada

permukaan dekat penutup silo. Silase yang mengalami kerusakan dapat dilihat oleh

responden secara kasat mata jika terdapat jamur pada silase tersebut. Menurut

Rogers dan Shoemaker (1971) Jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata,

dapat dilihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah mempertimbangkan

untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa suatu yang abstrak, yang

hanya dapat diwujudkan dalam pikiran, atau hanya dapat dibayangkan.

4.5 Tingkat Pengetahuan dan Sikap Peternak

Aspek pengetahuan dan aspek sikap merupakan beberapa unsur dalam

menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek. Aspek pengetahuan dalam

penelitian ini berupa pengetahuan tentang pemahaman, tujuan, serta prosedur

pembuatan silase. Aspek sikap dalam penelitian ini adalah sikap responden

terhadap stimulus berupa tanggapan. Aspek sikap merupakan suatu bentuk evaluasi

atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau

tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut (Azwar, 2012). Tingkat

Pengetahuan dan Sikap Peternak pada Peternak Domba di Kelompok Saung Domba

dapat dilihat pada Tabel 11.

46

Tabel 11. Penilaian Tingkat Pengetahuan dan Sikap Peternak pada Peternak Domba di Kelompok Saung Domba

No Uraian Kelas Kategori

Tinggi Sedang Rendah ……………%…………… 1 Pengetahuan Peternak 32,00 68,00 0,00 2 Sikap Peternak 80,00 20,00 0,00 Tingkat Pengetahuan dan Sikap

Peternak 68,00 32,00 0,00

Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap

peternak domba kelompok Saung Domba sebesar 68,00% responden termasuk

kategori tinggi, dan sebesar 32,00% responden termasuk kategori sedang. Secara

garis besar tingkat pengetahuan dan sikap peternak domba kelompok Saung Domba

berada di tingkat yang tinggi, hal ini dikarenakan Sikap dari peternak yang

memberikan tanggapan yang mendukung atau memihak (favourable) terhadap

inovasi silase.

Tingkat pengetahuan dan sikap peternak kelompok Saung Domba

mempunyai pengetahuan yang cukup memadai dalam pemahaman, tujuan, dan

prosedur pembuatan silase sehingga peternak dapat merepakan inovasi ini, serta

peternak mempunyai sikap yang positif/mendukung/setuju terhadap inovasi silase

mengenai tujuan, hasil, dan pentingnya pembuatan silase.

4.5.1 Pengetahuan Peternak

Pengetahuan merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

47

(Notoatmodjo, 2003). Terdapat tiga indikator dalam melihat pengetahuan peternak

dalam pembuatan silase yaitu pemahaman pembuatan silase, tujuan pembuatan

silase, prosedur pembuatan silase. Pengetahuan peternak domba kelompok Saung

Domba dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengetahuan Peternak

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Pemahaman pembuatan silase 44,00 48,00 8,00 2 Tujuan pembuatan silase 32,00 68,00 0,00 3 Prosedur pembuatan silase 52,00 48,00 0,00 Pengetahuan Peternak 32,00 68,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan

peternak domba kelompok Saung Domba dalam pembuatan silase masih tergolong

sedang yaitu sebesar 68,00%, dan tergolong tinggi sebesar 32,00%. Hal ini

disebabkan pengetahuan mengenai pemahaman pembuatan silase dan tujuan

pembuatan silase berada dalam kategori sedang. Mayoritas responden kurang

mengerti akan pemahaman pembuatan silase dan tujuan pembuatan silase, mereka

banyaknya hanya menyebutkan pemahaman pembuatan silase yaitu pengawetan

bahan pakan, fermentasi, serta pengolahan bahan pakan dengan kondisi kedap

udara (anaerob), dan menjawab tujuan pembuatan silase yaitu memperpanjang daya

tahan penyimpanan hijauan, Menjaga kontinuitas ketersediaan pakan, serta

meningkatkan efisiensi pakan.

Pengetahuan mengenai proses pembuatan silase, termasuk dalam katergori

tinggi beselisih sedikit dengan yang termasuk kategori sedang, ini disebabkan

semua responden mengetahui dengan lengkap proses pembuatan dari persiapan alat

48

dan bahan, proses pemotongan hijauan, proses memasukan hijauan kedalam silo,

proses pemberian zat aditif, proses pemadatan agar tidak terdapat udara didalam

silo, proses penutupan silo, proses penyimpanan, dan sampai dengan proses

pengeluaran, namun banyak juga responden yang tidak mengetahui fase-fase dalam

proses pembuatan silase, sehingga pengetahuan mengenai proses pembuatan silase

yang berada dikategori tinggi berbanding tipis dengan yang berada dikategori

sedang.

Dilihat dari tingkat pendidikan formal responden yang mayoritas masih

rendah dapat menyebabkan tingkat pengetahuan dalam pembuatan silase masih

berada dalam kategori sedang, hal ini sesuai dengan pernyataan Wiriaatmadja

(1985) bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya

terhadap sesuatu yang dipelajarinya, serta didukung pernyataan Notoatmodjo

(2007) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

salah satunya yaitu pendidikan.

4.5.2 Sikap Peternak

Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavourable) pada objek tersebut (Azwar, 2012). Terdapat tiga indikator dalam

melihat sikap peternak dalam pembuatan silase yaitu tanggapan peternak mengenai

tujuan pembuatan silase, tanggapan peternak mengenai hasil dari pembuatan silase,

dan tanggapan peternak mengenai pentingnya pembuatan silase untuk ternak

domba. Sikap peternak domba kelompok Saung Domba dapat dilihat pada Tabel

13.

49

Tabel 13. Sikap Petenak

No Uraian Kelas Kategori Tinggi Sedang Rendah

……………%…………… 1 Tanggapan peternak mengenai

tujuan pembuatan silase 92,00 8,00 0,00

2 Tanggapan peternak mengenai hasil dari pembuatan silase 64,00 24,00 12,00

3 Tanggapan peternak mengenai pentingnya pembuatan silase untuk ternak domba

72,00 28,00 0,00

Sikap Peternak 80,00 20,00 0,00 Sumber : Data Hasil Olahan Wawancara Penelitian

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar sikap peternak domba

kelompok Saung Domba dalam pembuatan silase tergolong tinggi yaitu sebesar

80,00%, dan tergolong sedang sebesar 20,00%. Hal ini disebabkan oleh tanggapan

peternak mengenai tujuan pembuatan silase menunjukkan perhatian/antusiasme

yang tinggi, ditunjukkan oleh mayoritas responden (92,00%) setuju bahwa silase

dapat menjaga ketersediaan pakan serta dapat memperpanjang daya tahan

penyimpanan hijauan. Tanggapan peternak mengenai hasil dari pembuatan silase

lebih dari setengah responden setuju (64,00%), namun kurang dari setengah lainnya

merasa ragu-ragu (24,00%) dan tidak setuju (12,00%), ini disebabkan karena

responden banyak yang belum menggunakan silase sebagai pakan ternaknya, serta

tipe peternak rakyat jarang melakukan recording bobot dan ukuran badan pada

ternak sehingga tidak dapat membandingkan hasil dari perbedaan pakan yang

diberikan melalui pembuatan silase. Tanggapan peternak mengenai pentingnya

pembuatan silase untuk ternak domba, mayoritas responden setuju (72,00%),

peternak merasa pengolahan pakan hijauan berupa silase penting dan dibutuhkan

oleh peternak, karena dengan mengolah hijauan segar menjadi silase dapat

50

menguntungkan dari segi waktu, tenaga, dan biaya, serta dapat menjaga

ketersediaan pakan karena silase dapat disimpan dan tahan lama.

Dilihat dari umur responden yang mayoritas masih berada dalam usia

produktif serta pengalaman beternak yang tinggi, akan mempunyai pola pikir yang

dinamis serta dapat lebih terbuka akan inovasi, menurut Murwanto (2008)

menjelaskan bahwa umur peternak sangat erat kaiatannya dengan proses adopsi

inovasi dan teknologi. Responden yang memiliki pola pikir yang dinamis

mempunyai sikap yang dapat mempertimbangkan sebuah pemikiran bahwa inovasi

tersebut dapat diterima ataupun tidak dan dapat memeberi sebuah tanggapan bahwa

inovasi tersebut lebih baik ataupun tidak lebih baik dari cara sebelumnya, hal ini

berkaitan dengan pernyataan Williams (1977) sikap adalah kesiapan seseorang atau

individu merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap

obyek atau situasi.

4.6 Hubungan Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Pengetahuan dan

Sikap Peternak

Berdasarkan hasil analisis data dan perhitungan statistik korelasi Rank

Spearman (rs), hubungan karakteristik inovasi dengan tingkat pengetahuan dan

sikap peternak domba kelompok Saung Domba di Desa Genteng Kecamatan

Sukasari Kabupaten Sumedang menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,8

(lampiran 8). Berdasarkan aturan Guilford dalam Rakhmat (2001), maka hubungan

antara kedua variabel dengan rs = 0,8 berada pada kisaran 0,70 ≤ rs(0,8) < 0,90.

Hasil tersebut dikategorikan hubungan dua variabel tersebut termasuk kedalam

hubungan kuat/erat. Hubungan ini menandakan bahwa terdapat hubungan positif

antara karakteristik inovasi dengan tingkat pengetahuan dan sikap peternak pada

penyuluhan pembuatan silase. Kedua variabel yaitu karakteristik inovasi dan

51

tingkat pengetahuan dan sikap peternak saling berhubungan dan berbanding lurus,

artinya jika variabel karakteristik inovasi meningkat, maka variabel tingkat

pengetahuan dan sikap peternak pun akan meningkat, sebaliknya jika variabel

karakteristik inovasi rendah, maka variabel tingkat pengetahuan dan sikap peternak

pun akan rendah.

Karakterisitik inovasi merupakan gambaran secara umum sebuah inovasi

silase yang ada di peternak yang akan menerima inovasi silase tersebut. Apabila

inovasi tersebut mempunyai karakteristik yang rendah akan berdampak terhadap

laju adopsi inovasi peternak. Peternak akan cenderung kurang berminat yang

mengakibatkan tidak dapat menerima inovasi tersebut sehingga segala hal

mengenai inovasi tersebut dihiraukan, serta peternak akan memberikan tanggapan

yang kurang baik apabila peternak tersebut kurang berminat.

Karakteristik inovasi sangat perlu untuk diperhatikan sebelum inovasi

tersebut disampaikan kepada penerima inovasi, karena akan berdampak terhadap

laju adopsi inovasi itu sendiri. Karakateristik inovasi yang tinggi dapat

menyebabkan peternak lebih terbuka akan inovasi tersebut dan dapat juga membuat

pengetahuan dan sikap peternak menjadi tinggi.