istana kerajaan di pulau andalas
TRANSCRIPT
Istana – Istana Kerajaan di Indonesia yang Masih Ada di Pulau AndalasPosted on Maret 28, 2014 by springocean83
1. Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara
Istana Maimun adalah salah satu dari ikon kota Medan, Sumatera Utara, yang terletak di kelurahan Sukaraja,
kecamatan Medan Maimun.
Istana ini didesain oleh arsitek Italia dan dibangun pada tahun 1888 atas prakarsa Sultan Deli, Makmun Al
Rasyid Perkasa Alamsyah yang merupakan putra sulung pendiri kota Medan yakni Sultan Mahmud Perkasa
Alam. Namun ada versi lain yang menyebutkan bahwa arsitek istana ini adalah seorang Kapitan Belanda yang
bernama T.H. van Erp.
Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan serta memiliki desain interior yang unik, yang
memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Belanda.
Pengaruh arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi. Tapi, terdapat
beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol. Pengaruh Islam tampak pada keberadaaan lengkungan
(arcade) pada atap. Tinggi lengkungan tersebut berkisar antara 5 sampai 8 meter. Bentuk lengkungan ini amat
populer di kawasan Timur Tengah, India dan Turki.
Di dalam kompleks istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan
menyebut meriam ini dengan sebutan meriam puntung. Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri
Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia
disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki, yaitu
Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun,
pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya.
Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau,
mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta
tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua.
Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian
belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.
2. Istana Darul Arif, Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Pada tanggal 29 Juli 1889, Sultan Sulaiman Shariful Alamshah yang merupakan raja kelima dari silsilah
kesultanan Serdang, mendirikan istana Darul Arif dalam kraton kota Galuh. Pada masa sebelumnya Istana Darul
Arif, berada dalam wilayah Rantau Panjang. Sejak tahun 1894 yaitu dengan selesainya istana Darul Arif di kota
Galuh, maka ibu kota Kesultanan Serdang dipindahkan dari Rantau Panjang Ke Perbaungan.
Adapun penyebab perpindahan ini adalah karena Sultan Alamshah menolak memindahkan ibukotanya ke Lubuk
Pakam sesuai permintaan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1891. Sebagai bentuk penolakan, Sultan
Alamshah malah membangun istana baru yakni Istana Perbaungan ini dan pada tahun 1896, beliau juga
mendirikan Mesjid Raya Sulaimaniyah. Selain itu, beliau juga membangun kedai, pasar ikan dan kompleks
pertokoan sehingga berdirilah sebuah kota kecil yang diberi nama Simpang Tiga Perbaungan. Kota inilah yang
dijadikannya sebagai tandingan ibukota Serdang versi pemerintah colonial Hindia Belanda.
3. Istana Indra Sakti, Tanjung Balai, Sumatera Utara
Asahan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Pusat pentadbiran Kabupaten Asahan adalah
Tanjungbalai yang berjarak ± 180 km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Sampai tahun 1946,
Asahan merupakan salah satu Kesultanan Melayu yang struktur kerajaannya tidak jauh berbeda dari struktur
negeri-negeri Melayu di Semenanjung Malaka pada masa itu. Namun pada tahun 1946, sistem kerajaan di
Asahan telah digulingkan oleh sebuah pergerakan anti kaum bangsawan dalam sebuah revolusi berdarah yang
dikenal sebagai Revolusi Sosial.
Sejarah pemerintahan kerajaan ini dimulai dengan penabalan Sultan Abdul Jalil sebagai raja pertama Kerajaan
Asahan di Kampung Tanjung pada tahun 1630. Dalam catatan sejarah, Kerajaan Asahan pernah diperintah oleh
sebelas orang raja, sejak raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1630 sampai dengan Sultan Syaiboen
Abdul Jalil Rahmadsyah tahun 1933, yang kemudian mangkat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan
dimakamkan di kompleks Mesjid Raya Tanjungbalai.
4. Istana Niat, Batubara, Sumatera Utara
Istana Kerajaan Lima Laras ini terletak di Desa Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara,
Sumatera Utara. Istana ini dibangun oleh Datuk Muhammad Yuda, Raja ke-11 dari Kerajaan Lima Laras pada
tahun 1907 dan selesai 1912. Artinya usia istana ini telah lebih dari 1 abad. Kekuasaan kerajaan ini berakhir
sekitar tahun 1923 di masa pemerintahan raja ke-12 yakni Datuk Muda Abdul Roni.
Pembangunan istana dengan empat anjungan dan menghadap ke selatan ini mengadopsi arsitektur campuran
Eropa, Cina, Melayu. Unsur Melayu pada bangunan ini sangat dominan pada bentuk hiasan di atap dan jalusi
pintu serta jendela. Lantai pertama istana ini digunakan sebagai tempat bermusyawarah, sedangkan lantai
kedua digunakan sebagai tempat tinggal.
Tepat di depan Istana Lima Laras terdapat dua buah meriam. Namun uniknya, meriam ini bukan digunakan
untuk menembak musuh, melainkan untuk mengumpulkan rakyat apabila ada pengumuman dari raja.
5. Istana Tunggang Bosar, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Istana Tunggang Bosar yang merupakan simbol utama Kesultanan Dhasa Nawalu berdiri megah di Desa Janji
Maulu Muara Tais, Kec. Batang Angkola, Kab. Tapanuli Selatan. Kesultanan Dhasa Nawalu yang mengandung
arti delapan arah mata angin ini menobatkan Sultan Haji Baharuddin Harahap, S.Ag, keturunan Ompu Toga
Langit yang merupakan moyangnya marga Harahap sebagai sultan pertama dengan gelar Ompu Toga Langit
Raja Tuan Tua Patuan Nagaga Najungal Yang Dipertuan Dhasa Nawalu Tapanuli Bagian Selatan.
Adapun sang permaisurinya merupakan gadis keturunan pewaris kesultanan Yogyakarta, Permaisuri Naduma
Sari Gusti Raden Ayu Boru Siagian yang tidak lain cucu Sultan Hameng Kubuwono ke-IX.
Pembangunan istana yang didanai secara pribadi oleh keturunan raja luat ini adalah untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai luhur adat budaya Dalihan Natolu masyarakat suku Batak Angkola yang selama ini telah mati
suri. Bukan itu saja, pembangunan adat ini juga disandingkannya dengan agama. Kini istana Tunggang Bosar
Janji Mauli telah memiliki sebuah pondok pesantren modern yang dinaungi Yayasan bagas Godang dan telah
menjadi patron pendidikan agama bagi masyarakat Sumatera dan khususnya Pantai Barat Sumatera Utara.
Istana ini telah diresmikan Wakil Bupati Tapsel, Aldinz Rapolo Siregar dan prasastinya ditandatangani Sultan
Hameng Kubuwono X diwakili adiknya Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadi Winoto.
6. Istano Basa, Tanah Datar, Sumatera Barat
Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di
kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika dari yang asli. Istano Basa asli terletak di atas
bukit Batu Patah dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Istana tersebut
kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966 akibat petir yang menyambar puncak istana.
Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27
Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak
istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.
7. Istano Silinduang Bulan,Tanah Datar, Sumatera Barat
Istanao Silinduang Bulan merupakan istana yang terletak di nagari Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Kini istana tesebut sedang direnovasi, setelah mengalami kebakaran pada tanggal 21 Maret 2010. Padahal
istana yang terletak 2 km dari Istano Basa ini merupakan tempat penyimpanan Harta pusaka Kerajaan
Pagaruyung.
Sepanjang sejarah berdirinya, istana ini sudah tercatat tiga kali mengalami musibah kebakaran, yakni :
Pada tahun 1821 akibat kecamuk Perang Paderi
Pada tanggal 03 Agustus 1961
Pada tanggal 21 Maret 2010
8. Istana Asseraya Al Hasyimiyah, Siak, Riau
Istana Siak Sri Inderapura ini merupakan kediaman resmi Sultan Siak yang mulai dibangun pada tahun 1889,
yaitu pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim. Istana ini selesai dibangun pada tahun 1893. Istana ini
merupakan peninggalan Kesultanan Siak Sri Inderapura yang merupakan sebuah Kerajaan Melayu Islam yang
pernah berdiri di bumi Indonesia yang pada masanya muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat serta
menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan
imperialism Eropa.
Kini istana yang juga dijuluki Istana Matahari Timur ini, masuk wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten
Siak karena setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim
II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
9. Istana Sayap, Pelalawan, Riau
Istana ini adalah istana kebanggaan Kesultanan Pelalawan yang terletak di Kab. Pelalawan, Riau. Istana yang
memiliki luas 4.327 m2 ini dibangun dalam dua periode pemerintahan di Kesultanan Pelalawan, yakni masa
pemerintahan Tengku Sontol Said Ali (1886-1892) dan selesai dibangun pada masa pemerintahan Sultan Syarif
Hasyim II pada tahun 1896.
Arsitektur istana ini sarat dengan muatan filosofi Melayu Riau yang diwujudkan dengan tiga bangunan utama,
yakni Bangunan Induk, Bangunan Sayap Kanan dan Bangunan Sayap Kiri.
Pada tahun 2009, istana ini mengalami pemugaran yang dilakukan oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper dan
menghabiskan anggaran sebesar Rp 10.3 milyar. Usai dipugar, secara resmi pengelolaan istana ini diserahkan
kepada Pemkab Pelalawan pada tanggal 3 Maret 2009.
Akan tetapi, pada tanggal 19 Feb 2012, istana ini mengalami musibah kebakaran sehingga beberapa ruangan
mengalami kerusakan parah, bahkan ratusan benda pusaka peninggalan Kesultanan Pelalawan ikut musnah
dilalap si jago merah, termasuk singgasana Sultan Pelalawan.
10. Istana Indragiri, Indragiri Hulu, Riau
Kesultanan Indragiri adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di Tanah Riau. Masyarakat Riau
menyebut Kesultanan Indragiri dengan sebutan Kerajaan Negeri Maghligai.
Berdasarkan sumber sejarah, Kesultanan Indragiri pada mulanya diperintah secara langsung oleh Kesultanan
Malaka yang mana pada saat itu Kesultanan Malaka sedang diperintah oleh seorang raja yang bernama Raja
Iskandar atau Narasinga I. Kemudian pada generasi keempat Kesultanan Malaka, Kesultanan Indragini
mempunyai Sultan baru yang tak lain adalah Narasinga II yang kemudian mendapat gelar Zirullah Fil Alam
dimana pada masa pemerintahannya Istana Kesultanan ini dibangun.
Sangat disayangkan bahwa Istana Kesultanan Indragiri yang asli telah roboh pada tahun 1964 akibat adanya
abrasi Sungai Indragiri. Untuk menjaga kelestarian budaya khususnya budaya Riau, pemerintah daerah
setempat membuat replika bangunan Istana Kesultanan Indragiri di lokasi sekitar 100 meter dari lokasi Istana
Kesultanan Indragiri yang sesungguhnya.
11. Istana Kantor, Pulau Penyengat, Riau
Istana Raja Ali yang terletak di Pulau Penyengat ini pertama kali digunakan sebagai Kantor Pemerintahan
Kerajaan Riau oleh Yang Dipertuan Muda Raja Ali (1844-1855). Karena fungsi bangunan ini selain sebagai
rumah juga sebagai kantor, maka dikenal juga dengan Istana Kantor.
Komplek istana ini sangat besar dan dikelilingi oleh tembok tebal lengkap dengan pintu gerbang di bagian
belakangnya. Setelah wafat, Raja Ali dikenal dengan Marhum Kantor. Sekarang istana ini dinamakan Komplek
Istana Kantor.
12. Istana Kuto Lamo, Palembang, Sumatera Selatan
Istana ini dibangun oleh Sri Paduka Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo bin Sultan Muhammad Mansyur
Jayo Ing Lago. Istana ini digunakan oleh Sultan-Sultan Palembang Darussalam sebelum dibangunnya Istana
Kuto Anyar di dalam Benteng Besak / Kuto Anyar. Selanjutnya, Kuto Kecik ini dibongkar oleh Belanda dan
dibangun menjadi Rumah Residen Belanda. Sekarang lokasi Istana Lamo dipergunakan sebagai Museum Sultan
Mahmud Badruddin II dan Monumen Perjuangan Rakyat (MONPERA) Sumatera Selatan pada masa Revolusi
Fisik Pertempuran Lima Hari Lima Malam (1 Januari sampai 5 Januari 1947).
Peletakkan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1975 pada masa pemerintahan H. Asnawi
Mangku Alam dan pembukaannya diresmikan oleh Menko Kesra yang waktu itu dijabat oleh H. Alamsyah Ratu
Perwira Negara pada tanggal 23 November 1988. Lokasi Istana Kuto Kecik / Lamo ini terletak di antara
Jembatan Ampera dan Benteng Besak Kuto Anyar, Palembang.