isoniazid mh
DESCRIPTION
tugas farmasiTRANSCRIPT
Tugas Mandiri
ISONIAZID (INH)
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran
Oleh:
Maulida HayatiNIM. I1A007030
Pembimbing :
Joharman. M.Si. Apt
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
LABORATORIUM FARMASI
BANJARBARU
Januari 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang
akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya
pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif
baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
1) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Piraz-
inamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih da-
pat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-
obat ini.
2) Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu
menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama
selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. 1
Gambar 1.1. Target obat antituberkulosis
Isoniazid, yang diperkenalkan pada tahun 1953, merupakan obat paling
aktif dalam pengobatan pada penderita yang dapat mentoleransi obat tersebut atau
pada mikobakterianya yang rentan. 2 Isoniazid merupakan obat tuberkulosis lini-
pertama bersama dengan rifampisin, etambutol, streptomisin dan pirazinamid.
Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati
semua tipe tuberkulosis.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui struktur kimia,
aktivitas antimikobakterium, farmakokinetik, penggunaan klinik, efek samping,
resistensi, interaksi obat, preparat, toksisitas isoniazid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kimiawi
Isoniazid adalah asam isonikotinat hidrazid, yang sering disebut INH.
Obat ini merupakan molekul sederhana yang kecil (BM 137) dan bebas larut
dalam air. 2
Gambar 2.1. Struktur senyawa isoniazid
B. Aktivitas Antimikobakterium
In vitro, INH menghambat kebanyakan basil tuberkel pada konsentrasi 0,2
g/ml atau kurang dan bersifat bakterisidal untuk basil tuberkel yang tumbuh
secara aktif. INH kurang efektif terhadap banyak mikobakterium atipikal,
meskipun terhadap Mycobacterium kansasii mungkin rentan. INH mencapai
konsentrasi yang sama baik di dalam dan di luar sel binatang, sehingga obat ini
dapat bekerja baik di intraseluler atau ekstraseluler mikobakterium. 2
Mekanisme kerja INH terlibat dalam penghambatan enzim esensial untuk
sintesis asam mikolat dan dinding sel mikobakterium. INH dan piridoksin
strukturnya analog, dan INH bersifat antagonis kompetitif pada reaksi yang
dikatalisis pridoksin pada Escherichia coli. Namun demikian, mekanisme ini tidak
terlibat pada kerja antituberkulosis. Pemberian piridoksin dalam dosis besar pada
penderita yang mendapat INH tidak mempengaruhi kerja tuberkulostatik INH,
tetapi obat ini mencegah neuritis. 3
Resistensi tampaknya berkaitan, setidaknya secara eksperimen, dengan
penghapusan suatu gen (katG) yang memberi kode untuk enzim katalase dan
peroksidase mikobakterium. Transformasi strain resisten dengan plasmid yang
mengandung katG biasanya sensitif terhadap INH. Namun demikian, penelitian
lain menunjukkan bahwa masalah gen tersebut masih tanda tanya, yang diambil
dari sejumlah besar proporsi isolat yang resisten terhadap INH dari penderita di
kota New York, sehingga faktor-faktor tambahan lain mungkin terlibat. Mutan
resisten timbul pada populasi mikobakterium yang rentan dengan frekuensi 1 :
107. Karena lesi tuberkulosis sering mengandung basil tuberkel lebih dari 108,
mutan resisten akan segera terseleksi bia INH diberikan sebagai obat tunggal. Hal
ini sudah timbul di beberapa negara. Tidak dijumpai adanya resisten-silang antara
INH, rifampin, dan etambutol. Penggunaan bersamaan setiap 2 macam obat-obat
ini secara nyata memperlambat munculnya resistensi terhadapa salah satu obat-
obat tersebut. 4,5,6
C. Farmakokinetik
INH segera diabsorpsi dari saluran pencernaan. Pemberian dosis biasa
(5mg/kgBB/hari) menghasilkan konsentrasi puncak plasma 3-5 g/ml dalam 1-2
jam. INH berdifusi segera ke dalam seluruh cairan tubuh dan jaringan.
Konsentrasi di susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal lebih kurang 1/5 dari
kadar plasma. Kadar obat di intraselular dan ekstraselular sama.
Metabolisme (terutama asetilasi) dari INH aktif dalam plasma dari
inaktivator cepat lebih kurang 1/3-1/2 dari konsentrasi rata-rata inaktivator
lambat. Waktu paruh rata-rata INH pada inaktivator cepat kurang dari 1-1/2 jam,
sedangkan pada inaktivator lambat yaitu 3 jam. Telah ditunjukkan bahwa pada
asetilator cepat lebih cenderung mendapat toksisitas hepatik dari INH, tetapi hal
tersebut belum dikonfirmasikan. Kecepatan asetilasi sedikit pengaruhnya dalam
regimen dosis harian tetapi mungkin mengganggu aktivitas antimikobakteri pada
INH intermiten (1-2 kali seminggu).
INH diekskresikan terutama dalam urin, sebagian besar dalam obat utuh,
sebagian dengan bentuk asetilasi dan, sebagian sebagai konjugat lain. Jumlah
bentuk utuh, yaitu INH bebas dalam urin lebih tinggi daripada inaktivator lambat.
Pada gagal ginjal, dosis normal INH biasanya dapat diberikan, tetapi pada
insufiensi hepatik berat, dosis obat ini harus diturunkan. 2
Gambar 2.2. Aksi obat isoniazid
D. Penggunaan Klinik
Isoniazid mungkin merupakan obat yang paling banyak digunakan untuk
mengobati tuberkulosis. Pada tuberkulosis aktif, secara klinik memanivestasi
penyakit, obat ini digunakan bersamaan dengan etambutol, rifampisin, atau
streptomisin. Dosis biasa yaitu 5 mg/kgBB/hari (maksimal untuk dewasa 300
mg/hari). Dua kali dosis tersebut sering digunakan pada penyakit berat dan
meningitis, tetapi terdapat sedikit bukti bahwa dosis yang lebih tinggi lebih efektif
pada orang dewasa (10 mg/kgBB/hari). Anak-anak harus mendapat 10
mg/kgBB/hari, dan untuk terapi rumatan setelah perbaikan awal, sering diberikan
2 x 15 mg/kg/minggu. Piridoksin harus diberikan 10 mg/100 mg isoniazid untuk
mencegah neuritis.
Penderita yang mengalami perubahan uji kulit tuberkulin negatif menjadi
positif, diberikan INH 5-10 mg/kgBB/hari (maksimum 300 mg/hari), selama 1
tahun untuk profilaksis terhadap 5-15% risiko terkena meningitis atau penyebaran
milier. Untuk profilaksis, INH profilaksis juga diberikan untuk anggota keluarga
dan kerabat yang dekat (terutama anak-anak tetapi juga orang – orang di rumah
jompo) dari kasus – kasus aktif yang baru; dan untuk penderita dengan uji kulit
positif dengan infeksi HIV atau penderita yang mendapat pengobatan
imunosupresif atau kemoterapi antineoplastik serta penderita yang tidak cukup
mendapat pengobatan antimikobakterial pada masa lalu.
INH biasanya diberikan peroral tetapi dapat disuntikkan secaraparenteral
dengan dosis sama.
Di beberapa tempat di dunia, INH telah digunakan sebagai obat tunggal
dalam pengobatan tuberkulosis akut secara klinis, dengan populasi mikobakterium
besar. Dapat diduga, mutan yang resisten terhadap INH diseleksi. Adanya mutan
yang resisten pada imigran dari Asia Tenggara menimbulkan problem utama
dalam pengobatan. Tuberkulosis pada imigran tersebut harus dimulai dengan
INH, rifampin, pirazinamid, dan etambutol sampai uji kerentanan obat dilakukan.2
E. Efek Samping
Insiden dan beratnya efek samping dari INH berkaitan dengan dosis dan
lamanya pemberian. 2
A. Reaksi Alergi : Demam, kulit kemerahan dan hepatitis sering terjadi.
B.Toksisitas langsung : Efek Toksik yang paling sering (10-20%) terjadi
pada sistem saraf perifer dan pusat. Hal tersebut disokong dengan adanya
defisiensi piridoksin, mungkin merupakan hasil kompetisi INH dengan piridoksal
fosfat terhadap enzim apotriptofanase. Reaksi-reaksi toksik ini termasuk neuritis
perifer, insomnia, lesu, sentak otot, retensi urine, dan bahkan konvulsi serta
episode psikotik. Kebanyakan dari komplikasi ini dapat dicegah dengan
pemberian piridoksin dalam jumlah yang setara dengan INH yang dimakan.
INH berkaitan dengan hepatotoksisitas. Uji fungsi hati abnormal, penyakit
kuning, dan nekrosis multilobular telah diketahui. Pada kelompok besar, lebih
kurang 1% individu menderita hepatits secara klinis dan lebih dari 10%
mengalami gangguan abnormal subklinik. Beberapa keadaan fatal telah terjadi.
Hepatitis dengan kerusakan hati progresif bergantung pada usia. Hal ini jarang
terjadi pada umur di bawah 20 tahun, 1,5% pada umur antara 30 tahun dan 50
tahun, dan 2,5% pada orang tua. Risiko hepatitis lebih tinggi pada alkoholik.
Pada defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, INH dapat menyebabkan
hemolisis. INH dapat menurunkan metabolisme fenitoin, sehingga meningkatkan
kadar fenitoin dalam darah dan toksisitasnya. 2
F. Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC
dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan
cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat
kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup
lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obat
selama menjalani terapi. 1
G. Interaksi Obat
Isoniazid bereaksi dengan karbamazepin yang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan metabolisme karbamazepin. Isoniazid juga bereaksi dengan
fenitoin yang akan meningkatkan fenitoin serum. 2
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Konsentrasi dalam ASI sama dengan konsentrasi dalam plasma Ibu.
Mungkin dapat menyebabkan defisiensi piridoksin pada bayi. Efeknya pada bayi
minimal. 2
Bentuk Preparat
Isoniazid di pasar tersedia dalam bentuk oral dan parenteral. Untuk oral
tersedia dalam bentuk tablet 50 mg, 100 mg, 300 mg dan sirup 50mg/ml.
Sementara untuk parenteral tersedia dalam 100 mg/ml untuk suntikan. 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Obat TBC. TBCindonesia.or.id. http://www.medicastore.com/tbc/obat_tbc.htm. Diakses tanggal 2 Desember 2011.
2. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika, 2004.
3. Quemard A, Lacave C, Laneelle G. Isoniazid inhibition of mycolic acid synthesis by cell extracts of sensitive and resistant strains of Mycobacterium aurum. Antimicrob Agents Chemother, 1991.
4. Zhang Y et al. The catalase-peroxidase gene and izoniasid resistance of Mycobacterium tuberculosis. Nature, 1992.
5. Zhang Y, Garbe T, Young D. Transformation with katG restores isoniazid sensitivity in Mycobacterium tuberculosis isolates resistant to a range of drug concentrations. Molec Microbiology, 1993.
6. Stoeckle MY et al. Catalase-peroxidase gene sequences in isoniazid sensitive and resistant strains of Mycobacterium tuberculosis from New York City. J Infect Dis, 1993.