isolasi, pemurnian, dan karakterisasi kolagen dari tendon
TRANSCRIPT
Isolasi, Pemurnian, dan Karakterisasi Kolagen dari Tendon Sapi serta Analisis Kandungan Glisin, Prolin, dan Hidroksiprolin secara Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi - Fluoresensi
Dwi Yulianti, Harmita, dan Taufiq Indra Rukmana
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kolagen merupakan jenis protein fungsional yang tersusun dalam bentuk triple helix, kandungan asam amino yang paling banyak dalam kolagen yaitu glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, memurnikan, dan mengetahui karakteristik kolagen hasil isolasi dari tendon sapi serta pencarian kondisi analisis optimum untuk memperoleh kadar glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Metode isolasi kolagen yang dilakukan adalah menggunakan NaOH 0,1 N sebagai langkah pre-treatment, asam asetat 0,5 M untuk proses ekstraksi, salting out dengan NaCl 0,9 M, kemudian dilakukan sentrifugasi dan proses dialisis sebagai proses pemurnian, lalu freeze drying untuk mendapatkan hasil kolagen padat. Karakterisasi kolagen yang dilakukan yaitu uji organoleptis, pH, kadar air, kadar abu, viskositas, gugus fungsi, dan pewarnaan Casson’s trichrome. Selanjutnya kolagen dihidrolisis dengan HCl 6 N selama 24 jam, serta dilakukan proses derivatisasi menggunakan pereaksi 9-Fluorenimetoksikarbonil klorida (FMOC-Cl). Kemudian kolagen dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C18 dan detektor fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 265 nm, dan emisi 320 nm. Fase gerak yang digunakan adalah dapar asetat (pH 4,2) – Asetonitril (55:45) dengan laju alir 0,8 mL/menit. Berdasarkan hasil yang didapat menunjukkan kadar rata-rata glisin 33,247% ± 0,20%, prolin 11,867% ± 0,20%, dan hidroksiprolin 10,51% ± 0,23%.
Isolation, Purification, and Characterization of Bovine Tendon Collagen and Analysis of Glycine, Proline, and Hydroxyproline by High Performance Liquid Chromatography -
Fluorescence
Abstract
Collagen is a type of functional protein that is composed of the triple helix form, the most abundant amino acids in collagen are glycine, proline, and hydroxyproline. In this study, collagen was isolated, purified, and characterized from bovine tendon, then determined of the optimum condition analysis to obtain glycine, proline, and hydroxyproline. Collagen isolation process used NaOH 0.1 N as a pretreatment, acetic acid 0.5 M as extraction process, salting out process with NaCl 0.9 M, centrifugation and dialysis process to purification , and then freeze drying as the final stage. The characterization test of collagen include organoleptic, pH, moisture content, viscosity, ash content, FTIR analysis, and staining Casson's trichrome. Then, collagen was hydrolyzed using HCL 6 N for 24 hours, and derivatized using 9-Fluorenymethoxycarbonil chloride (FMOC-Cl). After that, collagen was analyzed using high performance liquid chromatography (HPLC) with C-18®column and fluorescence detector at excitation wavelength of 265 nm, emission wavelength of 320 nm. Mobile phase used acetic buffer (pH 4.2) – Acetonitrile (55:45) with flow rate 0.8 mL/minute. The results showed average contents of glycine 11.867% ± 0.20%, proline 33.247% ± 0.20%, and hydroxyproline 10.51% ± 0.23%
Keywords: amino acid, bovine tendon collagen, content, derivatization, fluorescence, glycine, hydroxyproline, HPLC, optimization, proline.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Pendahuluan
Kolagen merupakan protein berserat yang terdapat dalam ruang ekstraseluler dan
berbagai jaringan ikat dalam tubuh yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan
organ tubuh vertebrata maupun invertebrata (Silvipriya et al., 2015). Sumber utama kolagen
yaitu didapat dari jaringan kulit, tendon, kartilago, dan tulang. Kolagen sangat diperlukan
sebagai bahan baku dalam industri makanan, kosmetik, biomaterial, terutama dalam bidang
kesehatan. (Schmidt et al., 2016).
Dengan berkembangnya teknologi, bidang kesehatan juga mengalami perkembangan
yang pesat. Kesehatan manusia bergantung pada kesehatan organ dan jaringan. Bila organ telah
mengalami kerusakan, maka perlu dilakukan tindakan untuk mengganti organ atau jaringan yang
rusak. Salah satunya dapat digunakan kolagen untuk memperbaiki jaringan tulang, karena
protein tersebut mampu merangsang pertumbuhan sel-sel tulang baru (Lee, Singla, dan Lee,
2001).
Dilihat dari manfaat dan penggunaanya, kolagen memiliki peranan penting untuk
manusia terutama di bidang kesehatan. Sehingga dapat dipastikan permintaan dan peminatan
terhadap kolagen akan meningkat. Sementara itu, produksi kolagen di Indonesia masih belum
optimal. Pada tahun 2003, Indonesia masih mengimpor lebih dari 6200 ton kolagen dengan harga
per gram mencapai kurang lebih US $ 1 (Tridhar, 2016).
Pembuatan kolagen dapat dilakukan dengan proses isolasi dari tendon sapi, karena tendon
sapi merupakan salah satu sumber utama didapatnya kolagen (Schmidt et al., 2016). Sapi
merupakan salah satu hewan vertebrata yang hampir sepertiga massa proteinnya disusun oleh
kolagen, terutama pada tendon sapi yang memiliki kandungan kolagen cukup tinggi yaitu 85%.
Di Indonesia kebutuhan daging sapi semakin meningkat, sehingga produksi daging sapi dari
tahun 2015 ke 2016 meningkat yaitu dari 506.661 menjadi 524.109 (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2016). Oleh karena itu, dengan meningkatnya produksi sapi, beberapa penelitian
mengenai isolasi kolagen menggunakan bagian tubuh sapi seperti tendon sebagai sumber
kolagen.
Pada penelitian ini, isolasi dan pemurnian kolagen pada tendon sapi mengacu pada
metode yang dilakukan Lestari (2007) yang telah dimodifikasi. Proses isolasi dimulai dengan
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
langkah pre-treatment menggunakan NaOH 0,1 N, selanjutnya proses ekstraksi dengan asam
asetat 0,5 N, dilanjutkan dengan proses presipitasi menggunakan NaCl 0,9 N, kemudian
dilakukan sentrifugasi dan proses dialisis untuk pemurnian, lalu liofilisasi dengan freeze dry
untuk mendapatkan hasil kolagen padat. Kolagen hasil isolasi tersebut dikarakterisasi dengan
parameter-parameter seperti organoleptis, uji pH, kadar air, kadar abu, viskositas, serta analisis
gugus fungsi menggunakan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), dan pewarnaan
Casson’s trichrome untuk mengkonfirmasi adanya kolagen pada sampel hasil isolasi.
Setelah didapatnya kolagen dari hasil isolasi pada tendon sapi, kemudian dilakukan
analisis kuantitatif terhadap kolagen hasil isolasi. Analisis asam amino dalam kolagen pada
penelitian ini digunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor
fluoresensi. KCKT dinilai sebagai alat yang lebih ekonomis, sensitif, selektif, serta mudah
digunakan.
Kolagen perlu diderivatisasi dengan pereaksi fluorogenik sebagai agen penderivatisasi
agar dapat membentuk senyawa berfluoresensi karena kolagen tidak memiliki gugus kromofor
pada daerah sinar ultraviolet/tampak (UV/Vis). Pada penelitian ini dipilih pereaksi 9-
Fluorenilmetoksikarbonil Klorida (FMOC-Cl) yang dapat bereaksi dengan asam amino primer
maupun sekunder untuk membentuk produk senyawa yang berfluoresensi, karena pada penelitian
ini akan dilakukan optimasi dan penetapan kadar asam amino glisin sebagai asam amino primer,
serta prolin dan hidroksiprolin sebagai asam amino sekunder pada kolagen hasil isolasi dari
tendon sapi secara kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan detektor fluoresensi,
serta memperoleh metode isolasi dan analisis yang lebih selektif dan sensitif.
Tinjauan Teoritis
Kolagen Kolagen adalah protein yang paling berlimpah dalam tubuh manusia, yang mewakili 30%
dari berat kering dan memiliki peran penting pada kulit, jaringan ikat, tendon, dan tulang.
Meskipun terdapat lebih dari 20 tipe kolagen, tipe I, II, III, V dan XI merupakan yang paling
banyak karena mewakili 80-90% dari total kolagen (Miksik, 2008). Kolagen mendukung
sebagian besar jaringan dalam bentuk matriks ekstraselular dan memberikan struktur pada sel.
Kolagen dapat memberikan sifat elastisitas dan kekuatan untuk kulit serta membantu dalam
pengembangan jaringan dan organ (Silvipriya et al., 2015).
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Unit struktural dasar kolagen adalah tiga rantai polipeptida yang tersusun dalam bentuk
triple helix. Setiap rantai kira-kira terdapat 330 asam amino dan molekul lainnya, yang disebut
tropocollagen dengan panjang 300 nm dan memiliki diameter sekitar 1,5 nm. Asam amino yang
paling berlimpah yaitu glisin (Gly), prolin (Pro), dan hidroksiprolin (Hyp) yang akan membentuk
pola Gly-X-Y (Habermehl et al., 2005).
Kolagen pada Tendon Sapi
Sapi merupakan salah satu sumber utama didapatnya kolagen. Bagian dari sapi yang
biasanya digunakan untuk sumber kolagen adalah kulit, tendon, dan tulang sapi. Kandungan
kolagen yang cukup tinggi dimiliki tendon sapi. Tendon memiliki kandungan kolagen sebesar
85%. Kolagen tipe I ialah kolagen utama yang terkandung didalamnya. Kadar kolagen sapi
berdasarkan Schrieber & Gareis (2007) yaitu glisin 33%, prolin 11%, dan hidroksiprolin 10%.
Asam Amino Glisin, Prolin, dan Hidroksiprolin
Komposisi asam amino dari kolagen didominasi oleh glisin, prolin, hidroksiprolin dan
alanin. Kittiphattanabawon et al (2005) menyatakan bahwa glisin merupakan asam amino utama
pembentuk kolagen yang meliputi 30% dari total asam amino.
Glisin merupakan asam amino yang paling sederhana dan satu-satunya asam amino non
kiral. Glisin terdiri dari dua atom karbon kovalen yang terikat satu sama lain. Untuk satu atom
karbon, terikat dengan dua atom oksigen, pada atom karbon lainnya terdapat sebuah gugus
amino dan 2 atom hidrogen yang terikat (Harris, 2001).
Prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino sekunder. Kandungan prolin dan
hidroksiprolin merupakan asam amino yang berfungsi dalam meningkatkan stabilitas kolagen.
Kolagen dengan kandungan asam amino tinggi sangat baik digunakan sebagai bahan baku dalam
industri karena memiliki kestabilan suhu yang tinggi (Jamilah, Hartina, Hashim, dan Sazili,
2013).
Ekstraksi dan Isolasi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan cara menarik senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani
menggunakan pelarut yang sesuai. Isolasi merupakan proses pemisahan dan pemurnian suatu
senyawa yang bercampur sehingga mendapatkan senyawa tunggal yang murni (Harbone, 1987).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Kromatografi merupakan teknik analisis dengan cara pemisahan molekul-molekul
berdasarakan perbedaan struktur dan komposisi antar molekul tersebut. Molekul akan dialurkan
melalui suatu fase diam dimana setiap molekul akan memiliki afinitas dan interaksi yang berbeda
dengan fase diam. Molekul yang berinteraksi kuat dengan fase diam akan melalui fase diam
dengan waktu yang lebih lambat daripada molekul yang berinteraksi lemah dengan fase diam
sehingga akan terjadi pemisahan. Fase diam dapat berupa cairan atau padatan yang terfiksasi
dalam sistem (berupa kolom), sedangkan fase gerak merupakan cairan yang mengalir melewati
sistem kromatografi (Kupiec, 2004).
Metode Penelitian
Alat
Kromatografi cair kinerja tinggi LC 20AT (Shimadzu, Japan) yang dilengkapi dengan
pompa, kolom YMC-Triart® C18, detektor fluoresensi RF 20A (Shimadzu, Japan), injektor
manual, dan pemroses data (LC Solution), syringe KCKT (SGE, Australia), Spektrofotometer
UV-Vis (Shimadzu UV-1601), FTIR- 8400S (Shimadzu yang dilengkapi dengan DRS-8000),
Ultrasonic (LC 20 H), pH meter (Eutech Instruments Ph 510), Freeze Dryer (Eyela FDU 1200),
sentrifugator (NF 400R), vortex (Wisemix VM-10), oven (Heraeus), Tanur (Cole Parmer,
Chemoscience), Dialysis Tubing Cellulose Membrane 12 kDa diameter 49 mm (Sigma-Aldrich),
Viscometer Ostwald (schott gerate), pipet mikro (Propette), milipore 0,45 µm, Kertas Saring
no.40 (Whatman), timbangan analitik, dan alat-alat gelas kimia.
Bahan
Tendon sapi jenis brahman cross (BX) yang didapat dari Rumah Pemotongan Hewan
Tapos, Depok, Undenaturated Collagen-II (Inter Health, Nutraceuticals Incorporated), Trans-4-
Hydroxy-L-Proline (Sigma-Aldrich), Standar asam amino L-Prolin (Sigma-Aldrich), Standar
asam amino glisin (Sigma-Aldrich), Masson’s Trichrome stain (Laboratorium Patologi, PSSP
IPB), 9-Fluorenilmetoksikarbonil klorida (FMOC-Cl) (Hangzhou Dingyan Chem Co), asam
borat (Merck), asetonitril pro HPLC (Merck), methanol pro HPLC (Merck), natrium hidroksida
(Merck), natrium klorida (Merck), asam klorida (Merck), aquadest (Brataco), natrium asetat
(Merck), asam asetat glasial (Merck), KBr (Merck).
Penyiapan larutan
40
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Pembuatan Larutan Standar Kolagen
Larutan standar kolagen disiapkan dengan menimbang 50 mg standar kolagen, larutkan
dengan 5ml HCl 6N yang akan dihidrolisis dalam oven 110°C dalam 4 waktu (22, 23, 24, dan 25
jam), kemudian dilarutkan dalam dapar asetat (pH 4,20), encerkan hingga diperoleh konsentrasi
10 µg/mL.
Pembuatan larutan stok asam amino
Larutan stok hidroksiprolin 3,8 mM disiapkan dengan melarutkan 50 mg hidroksiprolin
ke dalam 100 ml HCl 0,1 N dilabu ukur. Larutan stok prolin 4,34 mM disiapkan melarutkan 50
mg prolin ke dalam 100 ml HCl 0,1 N di labu ukur. Larutan stok glisin 6,66 mM disiapkan
dengan melarutkan 50 mg glisin ke dalam 100 ml HCl 0,1 N di labu ukur. Selanjutnya masing-
masing diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 10 µg/mL.
Pembuatan larutan larutan 9-Fluorenilmetoksikarbonil klorida (FMOC-Cl)
Larutan 15 mM FMOC-Cl dibuat dengan menimbang 39 mg FMOC-Cl (BM 258,7
g/mol), kemudian dilarutkan dengan 10 ml asetonitril, encerkan hingga diperoleh konsentrasi 1,5
mM.
Pembuatan larutan dapar asetat
Larutan 15 mM dapar asetat dibuat dengan menimbang 1,6 gram natrium asetat anhidrat
dalam 400 ml aquadest, atur pH hingga pH 4,2 dengan asam asetat glasial P. kemudian saring
dapar asetat pH 4,2 dengan kertas saring Whatman No. 45.
Pembuatan larutan dapar borat
Dapar borat 100 mM disiapkan dengan menimbang 0,0618 gram asam borat (BM 61,85
g/mol), tambahkan 100 ml aquabidest. Encerkan hingga diperoleh konsentrasi 10 mM.
Kemudian cek pH hingga mencapai pH 9 dengan menambahkan tetes demi tetes NaOH 6 N.
Langkah Kerja
Isolasi kolagen dari tendon sapi
Persiapan bahan baku (pre-treatment) dan perendaman dengan larutan NaOH 0,1 N
Tendon sapi dicuci sampai bersih kemudian dipotong-potong sehingga ukurannya
mencapai sekitar 1 cm. Selanjutnya ditimbang kira-kira 1000 gram. Potongan tendon sapi
(sampel) direndam dalam NaOH 0,1 N dengan perbandingan 1:5 selama tiga hari yang tiap
harinya pelarut NaOH 0,1 N diganti dengan yang baru.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Ekstraksi tendon sapi dengan asam asetat 0,5 M
Proses ekstraksi dalam asam asetat 0,5 M dilakukan selama tiga hari. Setelah proses
ekstraksi selesai, filtrat hasil ekstraksi diambil (filtrat 1). Residu dari sampel kemudian
diekstraksi kembali menggunakan asam asetat 0,5 M yang baru selama tiga hari dan kembali
diambil filtratnya (filtrat 2). Filtrat 1 dan filtrat 2 dicampur untuk selanjutnya dipurifikasi dengan
cara salting-out menggunakan garam NaCl hingga konsentrasi akhir mencapai sebesar 0,9 N dari
volume ekstrak. Kemudian akan terbentuk awan-awan putih kolagen yang melayang dalam
ekstrak asam, ekstrak asam tersebut disentrifugasi pada suhu 4°C dan kecepatan 4000 rpm
selama 20 menit untuk mengendapkan kolagen.
Pemurnian kolagen pascaekstraksi
Dialisis dilakukan dengan merendam kantung yang berisi kolagen dengan asam asetat 0,1
M dengan perbandingan 1:10 dari volume larutan kolagen, didiamkan selama satu hari.
Kemudian ganti asam asetat 0,1 M dengan aquadest dan ganti aquadest baru sampai pH aquadest
yang dipakai untuk dialisis menjadi 5 atau lebih. Proses dialisis dilakukan pada suhu dibawah
20°C, atau letakkan dalam lemari pendingin. Kolagen hasil dialisis dimasukkan dalam wadah
untuk proses liofilisasi (freeze dry) untuk mendapatkan kolagen dalam bentuk padatan. Seluruh
proses dilakukan pada suhu rendah (4°C).
Karakterisasi Kolagen Tendon Sapi
Organoleptis
Uji organoleptis yang dilakukan adalah mengamati penampilan fisik, warna, aroma atau
bau pada kolagen yang di isolasi dari tendon sapi brahman cross (BX).
Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
Mula-mula timbang 200 mg KBr, serta timbang 2 mg kolagen standar. Kemudian campur
KBr dan kolagen dan digerus hingga homogen, dimasukkan kedalam disk DRS-8000, kemudian
diukur pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1, selanjutnya spektrum IR akan muncul. Sampel
kolagen diperlakukan sama untuk mendapatkan spektrum IR (Nurhayati et al, 2013).
Pewarnaan Casson’s trichrome / Masson’s trichrome
Kolagen hasil isolasi tendon sapi diambil sebanyak 0.1 µL, kemudian diletakkan di gelas
obyek dan difiksasi kering udara. Setelah itu, sampel di rendam dalam larutan Casson’s
trichrome selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir selama 3-5 detik, dan dikeringkan dengan
cara air diserap dengan kertas saring hingga kering. Selanjutnya dilakukan dehidrasi cepat dalam
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
alkohol 100% sebanyak 3 kali, dijernihkan dalam silol, kemudian dilekatkan dengan kaca
penutup. Pengamatan jaringan kolagen dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran
obyektif 10x. Hasil positif terdapatnya kolagen ditandai dengan perubahan warna biru pada
sampel (Hardyanti, 2014)
Nilai pH (AOAC, 2005)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 70 ml aquadest sampai homogen. Nyalakan
alat pH meter lalu dikalibrasi dan dibiarkan hingga stabil. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan
sampel sampai diperoleh nilai pH yang stabil.
Pengukuran Kadar Air (AOAC, 2005)
Botol timbang kaca dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama satu jam.
Kemudian botol timbang kaca yang sudah dikeringkan dalam oven dimasukkan dalam desikator
selama 15 menit dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan dalam botol timbang kaca
kering lalu ditimbang. Botol timbang kaca yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven
bersuhu 105°C selama 5-6 atau sampai beratnya konstan. Botol timbang kaca dimasukkan dalam
desikator selama 30 menit kemudian timbang.
Pengukuran Kadar Abu(AOAC, 2005)
Cawan porselen dibersihkan kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C
selama 30 menit. Cawan porselen yang telah dikeringkan dalam oven dimasukkan dalam
desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. sampel sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan
ke dalam cawan porselen. Cawan porselen berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan
suhu 600°C selama 7 jam. Cawan porselen berisi sampel hasil pengabuan dimasukkan dalam
desikator selama 30 menit kemudian ditimbang.
Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara membuat larutan sampel kolagen dengan
konsentrasi 0,5% dalam aquadest, kemudian ukur viskositas dengan menggunakan Viscometer
Ostwald, yaitu dengan mengalirkan larutan sampel kolagen melalui kapiler dari batas atas ke
bawah yang telah ditentukan pada kapiler dan catat waktu alir larutan sampel kolagen dengan
stopwatch. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan sentipoises (cP).
Proses Derivatisasi Asam Amino
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Sejumlah 300 µl larutan uji diambil untuk dilakukan proses derivatisasi dengan
menambahkan 300 µl dapar borat 10 mM (pH 9). Kemudian, tambahkan 300 µl FMOC-Cl 1,5
mM (dalam asetonitril), lalu sampel disuntikkan sebanyak 20 µL ke alat di KCKT.
Pencarian Kondisi Analisis Optimum Untuk Metode Analisis Asam Amino Prolin dan
Hidroksiprolin
Penetapan panjang gelombang optimum analisis
Dilakukan percobaan untuk menentukan panjang gelombang emisi 320, 325, dan 330 nm.
Sedangkan penentuan panjang gelombang eksitasi dilakukan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada larutan standar asam amino hidroksiprolin, glisin, dan prolin.
Pemilihan komposisi fase gerak
Variasi komposisi fase gerak yang digunakan adalah komposisi dapar asetat (pH 4,2)-
asetonitril dengan perbandingan (55:45); (60:40); dan (65:35).
Pemilihan laju alir fase gerak untuk analisis
Variasi laju alir fase gerak (pada komposisi fase gerak terpilih) yang digunakan 0,8
mL/menit, 1,0 mL/menit dan 1,2 mL/menit.
Uji kesesuaian sistem
Larutan standar kolagen sebanyak 300 µl ditambahkan dengan 300 µl dapar borat 10
mM pH 9, kemudian 300 µl FMOC-Cl 1,5 mM (dalam asetonitril). Setelah diderivatisasi sampel
disuntikkan sebanyak 20 µL ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan aliran terpilih,
penyuntikan dilakukan sebanyak 6 kali.
Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas
Larutan standar asam amino prolin, dan hidroksiprolin masing-masing dibuat rentang
konsentrasi 1, 2, 4, 5, 10, dan 20 µg/ml. Selanjutnya dilakukan derivatisasi sesuai dengan
penyiapan standar. Kemudian campuran larutan asam amino dengan konsentrasi masing-masing
disuntiikan sebanyak 20 µl ke alat KCKT pada kondisi terpilih.
Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)
Dari kurva kalibrasi yang didapatkan, hitung konsentrasi terkecil yang masih dapat
dideteksi (LOD) dan masih dapat terdeteksi secara kuantitatif (LOQ) menggunakan perhitungan
statistik dari garis regresi liner kurva kalibrasi.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Penetapan kadar glisin, prolin dan hidroksiprolin pada sampel kolagen hasil isolasi dari
tendon sapi
Kolagen yang telah di isolasi dari tendon sapi ditimbang 50 mg dengan wadah yang
sesuai dan dicampurkan dengan 5 ml HCl 6 N. Campuran diinkubasi dalam oven pada suhu
110°C selama 22, 23, 24, dan 25 jam. Selanjutnya didinginkan dan dilarutkan dengan dapar
asetat hingga memperoleh konsentrasi 10 µg/mL.
Selanjutnya dilakukan derivatisasi sesuai dengan penyiapan standar. Selanjutnya,
disuntikkan sebanyak 20 µL dari masing-masing larutan sampel ke alat KCKT pada kondisi
analisis terpilih. Ulangi percobaan sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel.
Hasil dan Pembahasan
Perendaman tendon sapi dengan NaOH 0,1 N
Setelah perendaman, larutan NaOH 0,1 N berubah warna yang awalnya jernih menjadi
agak keruh pada hari pertama, tetapi pada hari kedua dan ketiga larutan NaOH 0,1 N menjadi
lebih jernih dari hari pertama, hal tersebut menandakan kotoran pada potongan tendon sapi di
hari ke 2 dan 3 sudah berkurang.
Ekstraksi tendon sapi dengan asam asetat 0,5 M
Setelah proses ekstraksi, berat tendon sapi meningkat karena menyerap larutan asam
asetat, dan bentuknya berubah menjadi lebih berkembang dan kenyal seperti jeli. Kemudian,
filtrat asam yang telah dipisahkan dilakukan proses salting-out atau dengan penambahan NaCl
hingga konsentrasi 0,9 M dari jumlah volume filtrat asam. NaCl akan mengikat asam asetat
sehingga kolagen yang terkandung dalam filtrat akan mengendap. Kolagen hasil salting-out
dipisahkan dengan sentrifugasi pada suhu 4°C dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit,
sehingga kolagen yang berukuran besar dapat mengendap didasar tabung sentrifugasi.
Pemurnian Kolagen Pascaekstraksi
Mula-mula endapan kolagen dilarutkan dengan asam asetat 0,5 M sampai terendam lalu
dimasukkan ke dalam kantung dialisis yang salah satu ujunnya sudah dimampatkan, setelah
kolagen dimasukkan, ujung kantung lainnya juga dimampatkan. Proses dialisis diawali dengan
melewatkannya pada asam asetat 0,1 M agar konsentrasi asam asetat 0,5 M yang dilarutkan pada
kolagen menurun. Perbandingan volume kolagen cair dan asam asetat 0,1 M adalah 1:5.
Kemudian, proses dialisis dilanjutkan dengan melewatkannya pada aquadest yang berfungsi
untuk melarutkan NaCl dan menaikkan pH kolagen agar tidak asam.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Setelah proses dialisis selesai, kolagen basah diliofisilasi menggunakan freeze dryer
sehingga bentuk kolagen yang didapat adalah padatan berupa serabut-serabut halus. Total berat
kolagen kering yang didapatkan adalah 7,273 gram, sehingga nilai rendemen sampel kolagen
sapi yang diperoleh adalah 0,690%.
Karakterisasi Kolagen Tendon Sapi
Organoleptis
Kolagen hasil isolasi yang didapat memiliki bentuk padatan kering yang berserabut dan
berwarna putih bersih. Bau amis yang dihasilkan dikarenakan kolagen ini merupakan hasil
isolasi protein yang berasal dari hewan yaitu tendon sapi. Sedangkan bau asam yang dihasilkan
disebabkan oleh proses isolasi kolagen menggunakan asam asetat yang berbau khas.
Gambar 1. Organoleptis kolagen sapi hasil isolasi
Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
Hasil spektroskopi FTIR pada kolagen standar maupun sampel memperlihatkan adanya
serapan khas pada kolagen yaitu adanya puncak-puncak serapan pada wilayah serapan amida
yaitu amida A, amida B, amida I, amida II, dan amida III. Keberadaan amida A pada kolagen
yang menunjukkan vibrasi NH ulur asimetris dengan ikatan hidrogen yang terdeteksi sekitar
pada rentang bilangan gelombang 3200-3440 cm-1 (Sai dan Babu 2001). Sedangkan, serapan
amida B yang menunjukkan CH2 asimetris ulur pada kolagen berada pada rentang 2935-2915 cm-
1.
Amida I ditemukan pada bilangan gelombang 1681,02 cm-1 yang menunjukkan vibrasi
C=O ulur dan memiliki wilayah serapan pada rentang 1600-1690 cm-1 (Kong dan Yu ,2007).
Amida II akan berikatan dengan CN ulur dan NH tekuk. Spektra amida II pada sampel kolagen
sapi ditemukan pada bilangan gelombang 1553,71 cm-1 berada pada wilayah serapan 1480-1575
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
cm-1 (Kong dan Yu 2007), sedangkan amida II yang ditemukan pada bilangan gelombang
1450,52 cm-1 memiliki daerah gugus fungsi CH2 tekuk. Spektra amida III yang menunjukkan NH
tekuk yang berikatan dengan CN ulur berada pada wilayah bilangan gelombang 1229 – 1301 cm-
1. Amida III pada sampel kolagen berada pada bilangan gelombang 12347,48 cm-1.
Keterangan: A: Amida A; B: Amida B; C: Amida I; D: Amida II; E: Amida III
Gambar 2. Spektrum serapan standar kolagen
A B
C
D E
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Keterangan: A: Amida A; B: Amida B; C: Amida I; D: Amida II; E: Amida III
Gambar 3. Spektrum serapan sampel kolagen hasil isolasi dari tendon sapi
Pewarnaan dengan Casson’s Trichrome
Isolasi kolagen dari tendon sapi menunjukkan positif adanya jaringan kolagen yang
dibuktikan dengan warna biru yang dihasilkan. Warna biru yang menunjukkan adanya jaringan
kolagen berasal dari pewarna aniline blue.
Gambar 4. Pewarnaan sampel kolagen sapi dengan Casson’s Trichrome
Nilai pH
Hasil pengukuran pH sampel kolagen memiliki pH 6,64. Nilai pH kolagen pada
penelitian ini sesuai dengan standar kolagen yang ditetapkan oleh BSN (2014), bahwa standar
A B C D
E
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
nilai pH kolagen berkisar antara 6,5-8. pH mendekati netral dari sampel kolagen yang didapat
disebabkan pengaruhnya netralisasi dengan aquadest setelah proses dialisis yang menggunakan
asam asetat.
Kadar air
Kadar air yang didapat dari dua kali pengukuran adalah 1,80% dan 1,70%, dengan rata-
rata kadar air sebesar 1,75%, sehingga kadar air yang didapat telah memenuhi syarat mutu
kolagen berdasarkan BSN (2014) yaitu ≤12%. Sampel yang memiliki banyak kandungan air
akan menimbulkan kerusakan jika dibiarkan di udara terbuka karena akan menimbulkan aktivitas
mikroba.
Kadar abu
Kadar abu yang didapat dari dua kali pengukuran adalah 0,20% dan 0,30%, dengan rata-
rata kadar abu sebesar 0,25%, sehingga nilai kadar abu yang didapat telah sesuai dengan syarat
mutu kolagen berdasarkan BSN (2014) yaitu ≤1,0.
Uji viskositas
Hasil yang didapat yaitu 0,702 cP, 0,731 cP, dan 0,726 cP, dengan rata-rata sebesar 0,720
cP. Nilai viskositas yang rendah disebabkan karena sampel kolagen dilarutkan dalam air yang
dipanaskan, hal ini berkaitan dengan hubungan temperatur dengan viskositas, apabila suhu
semakin tinggi maka dapat menghasilkan nilai viskositas yang rendah. Faktor pemanasan juga
dapat merusak ikatan hidrogen pada kolagen, sehingga larutan kolagen menjadi encer.
Pembentukan Senyawa Derivat
Pereaksi yang digunakan adalah FMOC-Cl (9-Fluorenilmetoksikarbonil klorida) karena
pereaksi tersebut dapat bereaksi baik dengan asam amino primer dan sekunder untuk membentuk
produk senyawa yang berfluoresensi. Reaksi derivatisasi yang terjadi antara asam amino dengan
FMOC-Cl adalah reaksi substitusi yaitu gugus klorida (Cl) pada FMOC-Cl akan digantikan oleh
gugus amin primer dan sekunder. Proses derivatisasi dengan FMOC-Cl juga membutuhkan dapar
dengan pH alkali basa yaitu ≥8,0. Standar kolagen sendiri memiliki pH berkisar 6,5-8, dan
larutan uji kolagen dilarutkan dalam dapar asetat (pH 4,2) sehingga sebelum di analisis dengan
metode KCKCT, larutan standar kolagen tersebut ditambah dengan dapar borat pH 9.
Pemilihan volume pereaksi FMOC-Cl yang dipakai, terlebih dahulu dilakukan
perhitungan stokiometri agar dapat mengetahui berapa jumlah volume pereaksi yang dibutuhkan
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
untuk dapat menghasilkan senyawa derivat yang optimum. Penelitian ini digunakan 300 µL
larutan uji kolagen, 300 µL dapar borat, dan 300 µL penderivat FMOC-Cl.
Optimasi Waktu Hidrolisis
Hidrolisis pada kolagen dilakukan dengan deaminasi untuk melepaskan gugus amin dari
senyawa asam amino untuk memutus ikatan peptida dengan menggunakan HCl 6N pada
pemanasan 110°C dalam oven, dan dilakukan pada waktu hidrolisis yang berbeda yaitu selama
22, 23, 24, dan 25 jam. Hidrolisis selama waktu 24 jam memberikan luas puncak glisin lebih
besar dari prolin dan hidroksiprolin sesuai dengan pustaka yang diacu yaitu Schrieber & Gareis
(2007). Luas puncak pada waktu hidrolisis selama 22, 23, dan 25 jam tidak lebih besar dari luas
puncak pada waktu hidrolisis selama 24 jam. Sehingga, waktu hidrolisis yang optimal yaitu
selama 24 jam.
Tabel 1. Data variasi waktu hidrolisis terhadap luas puncak senyawa derivat yang terbentuk
Waktu Hidrolisis
(jam)
Luas Puncak (mV/s)
Hidroksiprolin Glisin Prolin
22 94073 203781 365141
23 57014 156464 201178
24 63202 238078 141636
25 24087 155995 80549
Penetapan Panjang Gelombang Analisis
Hasil percobaan menunjukkan panjang gelombang analisis optimum untuk senyawa
kolagen adalah 265 nm sebagai panjang gelombang eksitasi dan 320 nm sebagai panjang
gelombang emisi.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Keterangan: Serapan 0,2018 A; Panjang gelombang maksimum 265 nm
Gambar 5. Pengukuran panjang gelombang eksitasi dengan spektrofotometer uv-vis
Tabel 2. Data variasi panjang gelombang emisi terhadap luas puncak senyawa derivat yang
terbentuk
Panjang Gelombang Luas Puncak (mV/s)
Eksitasi (nm) Emisi (nm) Hidroksiprolin Glisin Prolin
265
320 63202 238078 141636
325 16392 16196 9343
330 - 14817 3902
Pencarian Kondisi Analisis Optimum
Fase gerak untuk analisis asam amino pada kolagen ini dipilih dapar asetat dan asetonitril
dengan perbandingan 55:45. Fase gerak dengan perbandingan 60:40, asam amino glisin muncul
pada waktu retensi 6,464 menit, sedangkan asam amino hidroksiprolin dan prolin tidak
mengeluarkan hasil. Apabila fase gerak dengan perbandingan 65:35, semua asam amino baik
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
glisin, hidroksiprolin, maupun prolin tidak mengeluarkan hasil. Hal tersebut disebabkan karena
pada fase gerak dengan perbandingan 60:40 dan 65:35 tidak lebih polar karena memiliki
komposisi dapar asetat yang lebih banyak dibandingkan fase gerak dengan perbandingan 55:45,
sehingga senyawa memiliki afinitas kecil terhadap fase gerak, maka dari itu komponen glisin,
prolin, dan hidroksiprolin tidak terpisah dengan baik pada fase gerak dengan perbandingan 60:40
dan 65:35.
Setelah didapatkan keadaan optimum pada fase gerak dilakukan juga optimasi laju alir
dengan tiga variasi yaitu 0,8 mL/menit, 1,0 mL/menit, dan 1,2 mL/menit. Dipilih laju alir 0,8
mL/menit sebagai laju alir optimum karena pada laju alir 0,8 mL/menit memiliki efisiensi kolom
yang baik dengan memberikan nilai HETP kecil, jumlah lempeng teoritis (N) yang besar, serta
memiliki pemisahan yang baik karena nilai resolusi lebih besar dari 1,5. Dengan nilai HETP
kecil dan nilai N yang besar berarti kolom semakin efisien, sedangkan nilai resolusi yang lebih
besar dari 1,5 maka didapatkan pemisahan yang baik.
Uji Kesesuaian Sistem
Hasil uji berdasarkan data yang diperoleh dari rata-rata 6 kali penyuntikan larutan standar
kolagen diperoleh rata-rata faktor ikutan 0,918; HETP 2,27 x 10-2; Resolusi 3,475; jumlah
lempeng teoritis 11025,67; koefisien variasi 0,88% untuk asam amino hidroksiprolin, sedangkan
glisin diperoleh rata-rata faktor ikutan 1,741; HETP 7,91 x 10-3; Resolusi 5,213; jumlah lempeng
teoritis 31660,617; koefisien variasi 0,49%, dan untuk prolin diperoleh rata-rata faktor ikutan
0,888; HETP 2,29 x 10-2; Resolusi 4,962; jumlah lempeng teoritis 10951,5; koefisien variasi
1,40%. Hasil yang diperoleh dari data uji keseuaian sistem memenuhi persyaratan karena nilai
koefisien variasi yaitu ≤ 2%, serta memiliki efisiensi kolom yang baik dengan memiliki nilai
HETP kecil, jumlah lempeng teoritis (N) yang besar, dan nilai resolusi lebih besar dari 1,5.
Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas
Dari hasil perhitungan statistik regresi linier diperoleh persamaan garis kurva kalibrasi
untuk glisin adalah y=9351,2x+30431, sedangkan prolin y=5824,4x+38859, dan hidroksiprolin
y=1655,4x+26980. Hasil uji linearitas glisin dalam standar menghasilkan koefisien korelasi (r)
sebesar 0,9979, sedangkan uji linearitas prolin dengan standar menghasilkan koefisien korelasi
(r) sebesar 0,9985, dan koefisien korelasi (r) hidroksiprolin sebesar 0,9981. Nilai koefisien
korelasi (r) yang didapat oleh ketiganya tidak lebih besar atau sama dengan 0,999 (≥ 0,999), hal
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
ini disebabkan pada pembuatan larutan kurva kalibrasi, ketiga standar asam amino glisin, prolin,
dan hidroksiprolin dicampur menjadi satu larutan, serta pengaruh dilakukannya proses
derivatisasi juga dapat menjadi alasan nilai koefisien korelasi (r) yang tidak lebih besar atau
sama dengan 0,999 (≥ 0,999).
Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)
Batas deteksi untuk larutan glisin diperoleh pada konsentrasi 0,990 µg/mL dan batas
kuantitasi diperoleh pada konsentrasi 3,301 µg/mL, sedangkan batas deteksi untuk larutan prolin
diperoleh pada konsentrasi 0,998 µg/mL dan batas kuantitasi diperoleh pada konsentrasi 3,327
µg/mL, dan batas deteksi untuk larutan hidroksiprolin diperoleh pada konsentrasi 0,900 µg/mL
dan batas kuantitasi diperoleh pada konsentrasi 3,001 µg/mL. Nilai batas kuantitasi (LOQ) pada
ketiga asam amino tidak memasuki rentang konsentrasi yang digunakan pada kurva kalibrasi,
karena pada saat pembuatan larutan kurva kalibrasi merupakan campuran dari ketiga asam amino
tersebut, sehingga hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) akan
dipengaruhi oleh uji linearitas dan kurva kalibrasi.
Penetapan Kadar Glisin, Prolin, dan Hidroksiprolin pada Sampel Kolagen Hasil Isolasi
dari Tendon Sapi
Kadar dihitung berdasarkan persamaan regresi linier masing-masing asam amino. Didapat
kadar rata-rata glisin, prolin, dan hidroksiprolin berturut-turut adalah 33,247% ± 0,20; 11,867%
± 0,20; dan 10,51% ± 0,23. Rata-rata kadar asam amino glisin, prolin, dan hidroksiprolin yang
diperoleh mendekati dengan kadar kolagen sapi berdasarkan Schrieber & Gareis (2007) yaitu
kadar glisin 33%, prolin 11%, dan hidroksiprolin 10%.
Kesimpulan
Didapatkan ekstrak dan isolat kolagen yang di isolasi dari tendon sapi dengan nilai
rendemen 0,690%, dikonfirmasi dengan analisis gugus fungsi menggunakan FTIR dan
pewarnaan Casson’s Trichrome.
Kondisi optimum analisis penetapan kadar glisin, prolin, dan hidroksiprolin dari kolagen
yang di isolasi dari tendon sapi menggunakan KCKT detektor fluoresensi pada λex = 265 nm dan
λem = 320 nm, Kolom YMC-Triart® C18 (panjang kolom 250 nm, ukuran diameter dalam 4,6 mm,
ukuran partikel 5 µm) yaitu dengan komposisi fase gerak Dapar Asetat (pH 4,2) - asetonitril
(55:45) dan laju alir 0,8 mL/menit. Kondisi hidrolisis kolagen yang optimum yaitu menggunakan
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
HCl 6N yang disertai pemanasan pada suhu 110°C selama 24 jam. Larutan kolagen diderivatisasi
dengan pereaksi FMOC-Cl sebanyak 300 µL kemudian ditambahkan dapar borat pH 9,
selanjutnya di injek dengan volume penyuntikkan 20,0 µL.
Dari hasil analisis yang didapat, asam amino pada kolagen hasil isolasi dari tendon sapi
memiliki kadar rata-rata asam amino glisin 33,247% ± 0,20%; prolin 11,867% ± 0,20%; dan
hidroksiprolin 10,51% ± 0,23%.
Saran
Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan analisis asam amino alanin pada kolagen
hasil isolasi dari sapi, menganalisis asam amino dengan KCKT menggunakan penderivat lain,
serta dilakukan validasi terhadap kondisi optimum yang telah didapatkan.
Daftar Referensi
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. (2005). Official Methods of Analysis (18
Edn). Mayland (US): Published by The Association of Official Analytical Chemist Inc.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. (2014). Kolagen kasar dari sisik ikan – Syarat mutu dan
pengolahan: SNI 8076-2014 (id): Badan Standardisasi Nasional.
Habermehl, J, et al. (2005). Preparation of Ready-to-use, Stockable and Reconstituted Collagen. Macromolecullar Bioscience, 5(9), 821-828
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB Press. Harris. (2001). Exploring Chemical Analysis (2nd ed). New York: W.H. Freeman & Co.
Jamilah, B., Hartina, M., Hashim, M., Sazili, AQ. (2013). Properties of collagen from
barramundi (Lates calcarifer) skin. International Food Research Journal 20(2):835-842.
Kittiphattanabawon, P., et al. (2005). Characterization of acid-soluble collagen from skin and
bone of bigeye snapper (Priacanthus tayenus). Food Chemistry. (221): 363–372.
Kong J dan Yu S. (2007). Fourier transform infrared spectroscopic analysis of protein
secondary structures. Acta Biochimica et Biophysica Sinica 39(8):549-559.
doi:10.1111/j.1745-7270.2007.003020.x.
Kupiec, T. (2004). Quality control analytical methods: High-performance liquid
chromatography. International Journal of Pharmaceutical Compounding, 223-227.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017
Lestari, Tiska. (2007). Isolasi dan Karakterisasi Kolagen dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus
albacares) sebagai Bahan Baku Industri Farmasi. Depok: Skripsi Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia.
Sai, KP., & Babu, M. (2001). Studies on Rana tigerina skin collagen. Comparative Biochemistry
and Physiology Part B: Biochemistry and Molecular Biology 128(1):81-
90.doi:10.1016/S1096-4959(00)00301-8.
Schmidt, et al. (2016). Collagen extraction process. International Food Research Journal, 23(3),
913-922).
Schrieber, R. & Gareis, H. (2007). Gelatine Handbook: Theory and Industrial Practice.
Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. Chapter 2 & 3.
Silvipriya, K., Kumar, K., Bhat, A., Kumar, B., John, A., & Lakshmanan, P. (2015). Collagen:
Animal Sources and Biomedical Application. Journal of Applied Pharmaceutical Science,
123-127.
Tridhar, NA. (2016). Perbandingan Produksi Kolagen dari Sisik dan Tulang Ikan Gurami
(Osphronemus ggourami secara Kimia dan Enzimatis. Bandung: Universitas Pasundan.
Isolasi, pemurnian ..., Dwi Yulianti, FFAR UI, 2017