islamisme dan imigran turki studi kasus : mili gorus...
TRANSCRIPT
ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI
STUDI KASUS : MILI GORUS HAREKETI DI JERMAN TAHUN 1976-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Listinawati
(1113022000073)
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI
STUDI KASUS: MILI GORUS HAREKETI DI JERMAN TAHUN 1976-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk
Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum.)
Oleh
Listinawati
1113022000073
Pembimbing
Drs. Jajang Jahroni, MA, Ph.D.
NIP. 196706121994031006
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/ 1440 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian,
pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun
saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain
2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap
gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan
kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi
tanggung jawab saya.
Jakarta, 10 April 2019
Listinawati
i
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji preferensi politik imigran Turki di Jerman melalui metode
historis dengan pendekatan politik. Pasca perang dunia pertama (1914-1918), pasca perang
dunia kedua, Jerman yang mengalami deficit tenaga kerja, mendatangkan banyak pekerja
tamu (Gastarbeiter) dari Turki untuk bekerja disana.
Pada tahun 1969, Necmettin Erbakan mendirikan organisasi Mili Gorus (Visi
Nasional) yang menganut ideologi politik Islamisme. Gerakan Mili Gorus, berakar pada
prinsip-prinsip Islam, yang memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Karena
itu, sepanjang kehidupan Erbakan, yang terlibat aktif dalam gerakan Mili Gorus, terjalin
hubungan yang sangat erat, antara Mili Gorus dengan Ikhwanul Muslimin di mana kedua
organisasi memiliki persamaan, yaitu penguatan pada nilai-nilai Islam dalam kehidupan
politik dan kemasyarakatan serta memandang negatif elemen sosial politik dari Barat seperti
Demokrasi dan Sekularisme. Organisasi yang juga membuka cabang di Jerman ini, segera
menjadi organisasi terbesar orang-orang keturunan Turki di perantauan.
Menurut penelahaan penulis, faktor utama mengapa Mili Gorus sukses menuai
dukungan dari para imigran Turki di Jerman adalah karena imigran Turki di Jerman
membutuhkan identitas penguat untuk melawan marjinalisasi sosial dan kesulitan berintegrasi
yang mereka hadapi di perantauan.
Kata Kunci: Imigran, Turki, Jerman, Mili Gorus Hareketi, Islamisme.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkah, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Islamisme dan Imigran Turki
Studi Kasus: Mili Gorus Hareketi di Jerman (1976-2011). Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada baginda Nabi Muhammad Shallallah ‘Alayhi Wasallam, yang telah menghantarkan
manusia ke jaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dibalik selesainya skripsi ini, terdapat orang-orang yang selalu mendukung penulis baik dari
segi materil maupun moril. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang terkait demi selesainya skripsi ini. Penulis
mempersembahkan ucapan terima kasih tersebut kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Saipul Umam Ph.d,. Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H Nurhasan M.A., selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Ibu
Solikhatus Sa’diyah, M.Pd., selaku Sekertaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
3. Bapak Jajang Jahroni Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah sepenuh hati
membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih atas masukan,
arahan dan perhatiannya selama penulis menyusun skripsi ini.
4. Kepada seluruh Dekanat dan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama
menjadi mahasiswa aktif di Fakultas Adab dan Humaniora.
5. Ibu dan (Alm) Ayah tercinta, kakak, adik, mertua dan suami tercinta yang telah
memberikan semangat, motivasi, cinta serta do’anya kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam angkatan 2013 konsentrasi Timur
Tengah terkhusus Ayu, Ummy, Yulia, Patimah. Terima kasih telah menghiasi kehidupan
penulis semasa kuliah dan membantu perjuangan penulis hingga akhir. Kepada teman
seperbimbingan, Khairunnisa Maulida yang berjuang dan berdiskusi bersama dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ii
7. Terakhir kepada seluruh pihak baik individu maupun kelompok yang tak bisa penulis
sebutkan satu persatu, rasa hormat dan terima kasih selalu tercurah kepada kalian yang
telah memberikan semangat, bantuan dan doa kepada penulis.
Jakarta, 10 April 2019
Listinawati
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................................7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................8
E. Kerangka teori ............................................................................................................9
F. Metode penelitian.......................................................................................................10
G. Sistematika Penulisan ................................................................................................11
BAB II AWAL MULA MASUKNYA IMIGRAN TURKI KE JERMAN .....................13
A. Sejarah masuknya imigran Turki ke Jerman ..............................................................13
B. Perkembangan imigran Turki di Jerman ....................................................................18
C. Profesi dan komunitas imigran Turki ........................................................................24
BAB III HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA DI JERMAN ........................................30
A. Organisasi Islam di Jerman ........................................................................................30
B. Peran negara Turki terhadap muslim di Jerman ........................................................33
C. Pendidikan Islam di Jerman .......................................................................................34
BAB IV STUDI KASUS: MILI GORUS DI JERMAN PENGARUH KEBERADAAN
IMIGRAN TURKI (MILLI GORUS HAREKETI) DI JERMAN..................................39
A. Sejarah berdirinya Mili Gorus di Jerman ...................................................................39
B. Ideologi dan struktur organisasi .................................................................................43
C. Mili Gorus dan strategi Islamisme .............................................................................48
D. Kegiatan Mili Gorus Hareketi ....................................................................................50
E. Tokoh Mili Gorus ......................................................................................................51
BAB V PENUTUP................................................................................................................56
A. KESIMPULAN ........................................................................................................56
B. SARAN-SARAN .......................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu faktor yang menekan arus migrasi ialah faktor finansial untuk
melakukan perjalanan, khususnya bagi negara yang kurang maju (miskin) yang
kemudian cenderung untuk menempuh keluar dari negaranya. Selain itu, faktor
permintaan migrasi menguat dikarenakan oleh kondisi demografi negara maju
yang menunjukkan penurunan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang
rendah, juga karena adanya permintaan terhadap pekerja ahli di negara kaya, dan
meningkatnya penerimaan tenaga kerja kontrak di berbagai pelayanan jasa yang
ditampung oleh pihak-pihak asing seperti perusahaan asing yang memiliki cabang
di luar negeri.1
Jerman adalah salah satu negara di Eropa yang menjadi tujuan utama bagi para
imigran. Mereka memandang Jerman sebagai tempat yang layak bagi mereka
untuk tinggal. Selain karena kondisi perekonomian yang cukup stabil di kawasan
Eropa. Mereka memandang, Jerman adalah negara yang cukup ramah dan terbuka
terhadap imigran, karena sejarah panjang Jerman dalam penerimaan imigran
terutama dari wilayah Eropa Timur yaitu Turki. Tidak bisa dipungkiri bahwa
Turki tidak hanya menjadi negara pengirim tetapi menjadi negara transit dan
bahkan menjadi negara penerima saat ini.2
Terjadi migrasi besar-besaran sejak awal 1960-an dari Turki ke Eropa,
khususnya ke negara Jerman. Turki telah banyak mengirimkan masyarakatnya
untuk berimigrasi ke Jerman. Turki secara ekslusif adalah negara pengirim
imigran, imigran Turki datang ke Jerman sebagai gastarbeiter atau pekerja
undangan yang terampil sederhana dan dengan upah rendah. Gelombang pekerja
1 Bhagwati, International Flow of Humanity (in defense of globalization) cet III, (London: Oxford
University Press, 2004), h. 212. 2Prakash Shah and Werner Menski, Migration, Diaspora and Legal Systems In Europe, Routledge
Canada: 2006, h. 265.
2
undangan ini terus didatangkan hingga pada akhir 1970-an akan tetapi harus
dipulangkan kembali ke negara asal mereka mengingat kondisi perekonomian
Jerman yang terus turun, namun tidak sedikit yang menetap di Jerman. Banyak
imigran Turki yang menetap di Jerman. Oleh karena itu, Jerman merupakan salah
satu negara di kawasan Eropa Barat yang menerima banyak imigran untuk
membantu perkembangan perubahaan sosial ekonomi yang merubah pencaharian
masyarakat Jerman pasca perang.3
Di antara banyak imigran Turki di Jerman, ada yang sukses namun ada juga
yang tidak. Ismail Tipi adalah salah satu imigran Turki yang berbeda. Ketika
banyak di antara mereka hidup miskin di Jerman karena tidak mampu membaur
dengan masyarakat dan akhirnya menutup kesempatan untuk mengembangkan
diri, Ismail Tipi justru dipercaya untuk menempati satu kursi di Parlemen Negara
di wilayah Hessian. Pada tahun 2010 Ismail bekerja sebagai komite utama bagian
sosial dan juru bicara kebijakan integrasi, beliau juga sebagai kontak yang
berkaitan dengan migrasi bahkan terkait ekstrimisme agama.4
Sepak bola sebagai penyelamat orang Turki di Jerman. Hal ini berbarengan
dengan revolusi sepak bola Jerman dengan menitikberatkan pada pembinaan
pemain muda. Pasca kekalahan 1-5 dari Inggris pada 2001 dan kegagalan di piala
dunia 1998, Jerman melakukan perubahan struktural pada pembinaan pemain
muda. Tak berhenti sampai masalah sepak bola. Akademi juga akan memberikan
materi untuk memastikan pemain-pemain imigran untuk bisa mengidentifikasikan
diri dengan budaya Jerman. Termasuk memastikan mereka mampu mengatasi
keterbatasan komunikasi. Hal ini yang membuat para imigran Turki yang bermain
bola lebih mudah berbaur dan menyatu dengan masyarakat Jerman.5
3Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 131 4http://www.ismail-tipi.de/, diakses pada 16/04/2019, pukul: 09.52. 5https://sport.detik.com/aboutthegame/pandit/d-2761080/sepakbola-sebagai-penyelamat-orang-
turki-di-jerman. Diakses pada 20-03-2017. Pukul 12:55.
3
Hampir semua negara-negara Eropa Barat menjadi negara penerima imigran.
Beberapa negara, seperti, Perancis, Inggris dan Belanda menjadi negara penerima
imigran sejak tahun 1960-an. Penempatan imigran secara berkelompok dalam
satulokasi dengan karakteristik yang sama merupakan kebijakan yang telah
disepakati oleh negara penerima dan pengirim. Misalnya, imigran dari wilayah
Mediterania seperti orang Turki dan Maroko tinggal bersama atau berdekatan
dalam satu lokasi.6 Lokasi tempat tinggal pekerja tamu ini berada di kawasan
pedesaan dan tidak jauh dari lokasi tempat kerja mereka.
Para migran termasuk imigran Turki dipekerjakan dengan sistem kerja kontrak
di sektor-sektor industri. Mereka tinggal di asrama-asrama khusus yang sudah
disediakan oleh pemerintah dantidak diperkenankan untuk membawa serta istri
atau keluarganya. Namun sistem ini dianggap tidak efektif karena jumlah imigran
atau pengunjung ilegal (tanpa izin) menjadi besar. Masuknya para pekerja ilegal
ke negara Eropa Barat melalui daerah perbatasan menjadi sebuah isu yang cukup
kuat pada awal tahun 1970-an terutama ketika resesi ekonomi dunia tahun 1973.7
Bagaimanapun, imigran membutuhkan tempat untuk membangun sebuah
komunitas yang baru. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk penyesuaian
dan mengintegrasikan diri dengan budaya setempat. Menurut Penninx, integrasi
adalah sebuah proses untuk menjadi anggota yang diakui, diterima dan menjadi
satu bagian dalam sebuah masyarakat.8 Dengan kata lain integrasi menekankan
bahwa pendatang harus mampu beradaptasi dengan budaya setempat dan
membuat keberadaan mereka diterima oleh masyarakat setempat.
Apabila didefinisikan secara lengkap maka integrasi adalah sebuah proses
adaptasi yang dilakukan oleh pendatang yang meliputi dua hal yaitu individu dan
6Kastoryano, Riva. 2003. “Transnational Participation and Citizenship: Immigrants in the
European Union”, National Europe Centre Paper No. 64, h. 5 7Jurnal Migrasi, Kewarganegaraan, dan Partisipasi Imigran: Studi Kasus Imigran Turki di Belanda,
by Gusnelly, 2010, h. 63. 8Penninx, Rinus. 2004. Integration of Migrants: Economic, Social, Cultural and Political
Dimension. European Commision Report.
4
kelompok masyarakat di mana para pendatang harus membuat dirinya berada
pada posisi yang dapat diterima oleh komunitas dimana dia berada. Dalam hal ini
pendatang harus menerima ketentuan yang berlaku dalam komunitas yang
dimasukinya. Proses integrasi harus berjalan perlahan-lahan dan setiap individu
harus memahami dimana dan seperti apa budaya di tempat mereka berada.
Yasemin Karakasoglu seorang peneliti dari Bremen University mengungkapkan
menurutnya, lebih banyak masyarakat Turki yang menganggap Jerman sebagai
tanah airnya ketimbang Turki. Sebanyak dua per tiga orang Turki tidak pernah
berpikir untuk meninggalkan Jerman.9
Dari 10% penduduk Jerman yang terdiri atas imigran, Jerman masih tidak
mendefinisikan dirinya sebagai ‘negara imigrasi’. Organisasi imigran memiliki
pengaruh yang genting terhadap politik Jerman. Sehingga lembaga negara Jerman
semakin bekerjasama dengan melegitimasi kebijakan imigran mereka sendiri.
Kebijakan kewarganegaraan dan migrasi dalam konteks perubahan demografi
masyarakat Jerman pasca perang yakni ‘pencarian normalitas’ dan modernisasi
pemahaman diri negara dalam pergeseran definisi bahasa Jerman, identitas dan
dalam pendekatan yang terkait dengan migran, Islam, budaya Jerman. Isu migrasi
merupakan faktor utama yang membentuk dan mengubah masyarakat Jerman
dalam menyoroti meningkatnya minat mengubah kehidupan sosial. Sementara
pemerintah sebelumnya berulang kali menolak gagasan Jerman sebagai ‘negara
imigrasi’.
Pada tahun 1980-an, jaringan organisasi Turki memiliki kelompok yang paling
luas dari semua kelompok imigran di Jerman.10 Salah satu organisasi yang populer
9http://www.spiegel.de/international/germany/immigration-survey-shows-alarming-lack-of-
integration-in-germany-a-603588.html, diakses pada 09/03/2017, pukul 22:20.
10Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 144
5
diantara imigran Turki di Jerman adalah Mili Gorus, yang didirikan oleh Mantan
Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan pada tahun 1969 11.
Dibentuknya Mili Gorus, menjadi awal mula lahirnya Islamisme di Turki.
Lembaga yang dibentuk oleh Necmettin Erbakan inilah yang menghasilkan
beberapa partai politik Islamis di Turki. Seperti gerakan Islamisme pada
umumnya, Mili Gorus memiliki karakteristik yang serupa, meskipun silsilah
ideologisnya ke bapak pendiri Islamisme kurang tampak dan pemilihan istilahnya
yang berbeda yaitu Mili Gorus (Visi Nasional). Mili Gorus juga mengaitkan
kemunduran dunia Muslim dengan kurangnya komitmen untuk menjalankan
ajaran Islam secara ketat. Ia memandang ‘penyakit’ yang menjangkiti masyarakat
Turki sebagai pengingkaran terhadap sebuah tradisi yang diketahui sebagai sikap,
institusi, dan nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, ia juga memandang Islam sebagai
ideologi dan basis untuk melakukan reformasi masyarakat secara menyeluruh.
Nilai-nilai yang berasal dari Barat harus ditolak, tetapi sains dan teknologi Barat
boleh diterima.12
Partai Islamis pertama yang dibentuk oleh Mili Gorus adalah Partai Ketertiban
Nasional (Mili Nizam Partisi atau MNP). Lebihjauh lagi, MNP bercita-cita
mengembalikan kejayaan kekhalifahan Utsmani. Tidak hanya itu, MNP juga
berhasil mendapat kekuasaan meskipun mendapat tekanan dari militer. Partai
Kesejahteraan (Refah Partisi atau RP), bahkan menjadi salah satu kekuatan politik
terbesar di Turki dengan memenangkan pemilu nasional tahun 1995. Keberhasilan
RP dalam pemilu tersebut mengantarkan partai tersebut menjadi mitra senior
dalam koalisi di parlemen sekaligus mengantarkan Erbakan menjadi Perdana
Mentri Turki. Tidak hanya mencoba menguasai panggung politik di Republik
11Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 146 12Kerstin Rosenow-Williams. Organizing Muslims and Integrating Islam in Germany: New
Developments in the 21st Century. (Leiden : EJ Brill, 2012), h. 225
6
Turki, Mili Gorus sebagai pengusung Islamisme Turki yang mencoba melebarkan
misinya ke Jerman.13
The Bundesverfassungsschutz, badan intelijen domestik Jerman, berulang kali
memperingatkan kegiatan Mili Gorus, yang menggambarkan kelompok ini dalam
laporan tahunan mereka sebagai "organisasi ekstrimis asing." Badan ini juga
melaporkan bahwa "meskipun Mili Gorus, dalam pernyataan publik, seolah-olah
mematuhi prinsip-prinsip dasar demokrasi Barat, namun mereka sesungguhnya
bertujuan menghapus sistem pemerintahan sekuler di Turki dan membentuk
sebuah negara dan sistem sosial Islam di antara tujuan-tujuannya ."14
Namun meski dipandang secara negative oleh pemerintah Jerman,
kenyataannya Mili Gorus sukses menjaring anggota. Mili Gorus, telah memiliki
30.000 anggota di seluruh Jerman dan diperkirakan memiliki 100.000 simpatisan
lainnya. Dari segi angka, pengaruh terhadap komunitas Muslim, dan relevansi
sosial politik, Mili Gorus termasuk berhasil mendominasi komunitas imigran turki
di Jerman15.
Dengan latar belakang pemikiran di atas, penulis menganggap masalah ini
menarik untuk dikaji, masalah antara Islam dan negara, serta hubungan antara
imigran dan negara penerima merupakan sesuatu yang masih relevan sampai saat
ini.
13Arda Can Kumbaracibasi. Turkish Politics and the Rise of the AKP: Dilemmas of
Institutionalization and Leadership Strategy, (New York : Routledge, 2009), h. 201
14Eva Ostergaard-Nielsen. Transnational Politics: The Case of Turks and Kurds in Germany.(New
York : Routledge,2003), h. 73 15http://www.dw.com/en/turkey-offers-support-for-controversial-islamic-group/a-837905
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, agar terfokus pembahasannya,
yang menarik untuk dikaji atas persoalan yang timbul ketika imigran Turki
berada di Jerman. Penulis membatasi penelitian ini hanya fokus kepada
keberadaan komunitas imigran Turki dalam kehidupan sosial politik di
Jerman yang tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan imigran Turki di
Jerman dan Eropa pada umumnya mengalami dinamika sosial yang cukup
tegang. Ketegangan sosial ini tidak hanya disebabkan oleh perbedaan
identititas keagamaansertakelompok social politik dari imigran Turki sendiri
akan tetapi juga didorong oleh perspektif negarapenerima dengan keberadaan
imigran
.
2. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah, penulis telah merumuskan
beberapa masalah yang akan dianalisis dan dijelaskan dalam skripsi ini.
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, Mengapa Mili Gorus Hareketi
yang menganut faham Islamisme menjadi gerakan yang populer diantara
komunitas imigran Turki di Jerman ?
Adapun sub masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana awal mula kedatangan Imigran Turki di Jerman?
2. Bagaimana kehidupan imigran Turki di Jerman ?
3. Bagaimana proses berdiri dan sepak terjang Mili Gorus Hareketi di
Jerman ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan sejumlah permasalahan di atas, tujuan studi ini ingin menjelaskan
kenapa Mili Gorus Hareketi memperoleh pengaruh kuat diantara komunitas
imigran Turki di Jerman.
8
Karena pada dasarnya, informasi mengenai masa lampau akan menyajikan
manfaat atau akan memberikan pencerahan yang positif bagi khalayak luas,
maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Edukatif, dapat memberikan pelajaran bagi para imigran
muslim di Barat untuk dapat lebih berbaur dan berintegrasi dengan
masyarakat negara penerima.
2. Sebagai cermin bagi negara-negara penerima imigran, bahwa untuk
mengintegrasikan imigran kedalam masyarakat negara yang
bersangkutan, bukanlah perkara mudah, perlu ada pendekatan yang
lebih komprehensif..
D. Tinjauan Pustaka
Sumber-sumber yang penulis jadikan sebagai kajian pustaka dalam skripsi
ini, antara lain adalah:
Riva Kastoryano, paper no. 64 tahun 2003 berjudul “Transnational
Participation and Citizenship: Immigrants in the European Union” yang
membahas tentang mengapa negara-negara Eropa merasa sangat sulit untuk
memasukkan imigran sepenuhnya ke dalam komunitas politik mereka.
Pelajaran dari buku ini yaitu dua kelompok imigran muslim terbesar di Eropa,
Afrika Utara di Perancis dan penduduk Turki di Jerman, bagaimana cara
kelompok-kelompok tersebut berasimilasi dengan peradaban Barat yang jelas
sangat mendesak.16
Jurnal Cognitive and language skills of Turkish children in Germany yang
berisikan tentang beberapa kelompok rasional, generasi Turki asal Jerman
yang berbeda-beda di dalam jurnal ini dijelaskan mulai dari orang tua dari
berbagai macam sumber. Selain itu juga membahas anak-anak sampai
pendidikannya.
16 Kastoryano Riva, “Transnational Participation and Citizenship: Immigrants in the European
Union” , National Europe Centre Paper No. 64
9
Selanjutnya, buku karya Oki Setiana Dewi yang berjudul Islam dalam
perjalanan antara, Australia, Jerman dan Spanyol, Penerbit: Mizan Media
Utama, Bandung, tahun 2018. Berdasarkan pengalaman beliau selama di
Jerman. Bertemu langsung dengan para imigran dari Turki dan relawan yang
membantu para imigran.17
Selanjutnya, artikel Amara Mahfoud “Sport, Islam, and Muslims in
Europe: in between or on the Margin?”, Open Access Religions, no. 4, (2013).
Dalam artikelnya ini, Amara menyatakan bahwa telah terjadi miskonsepsi
tentang peran dan posisi Islam di Eropa sehingga berdampak pada wacana-
wacana seperti olahraga, Islam, dan imigrasi. Menurut Amara, perdebatan
mengenai agama dan khususnya Islam sangat sering diperselisihkan, terutama
yang berkaitan dengan masalah integrasi komunitas Muslim kepada nilai-nilai
sekuler.18
E. Kerangka Teori
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan teori fungsionalis
sebagai alat untuk menganalisis integrasi sosial imigran Turki di Jerman.
Perspektif fungsionalis ini memiliki suatu gagasan bahwa peristiwa-peristiwa
sosial dapat dijelaskan dengan cara melihat bagaimana peristiwa tersebut
menunjukan fungsinya.19 Teori fungsionalis di dalam sosiologi dan
antropologi juga turut membantu untuk menjelaskan institusi sosial, utamanya
untuk menjelaskan fungsi dari institusi-institusi sosial tersebut. Dengan
demikian, jika migrasi dipahami sebagai sebuah proses sosial, maka isu-isu
sentral yang patut diberikan perhatian khusus adalah perlakuan terhadap
tatanan sosial, kekuasaan, konflik sosial, dan perubahan sosial. Gagasan
tentang studi terhadap kehidupan sosial khususnya fungsi-fungsi sosial
17 Setiana Dewi Oki, Islam Dalam Perjalanan Antara Australia, Jerman dan Spanyol, Penerbit:
Mizan Media Utama, Bandung: 2018. 18 Mahfoud Amara, “Sport, Islam and Muslims in Europe: In Between Or The Margin?”, Open
Access Religions, no. 4, 2003. 19Grant Jarvie, Sport, Culture and Society, an Introduction,(London: Routledge, 2006), h. 24.
10
diadopsi pada awal abad keduapuluh oleh ilmu antropologi sosial. Masyarakat
dipandang sebagai bagian-bagian yang interdependen yang bekerja sama
untuk mencapai suatu kebutuhan sosial. Fungsionalisme di dalam antropologi
cenderung beraksentuasi kepada isu-isu metodologis. Sementara
fungsionalisme dalam sosiologi cenderung kritis terhadap hal-hal
epistemologis yang menginformasikan body of knowledge dalam teori ini.
Dengan demikian, dengan berdasarkan pada teori fungsionalis, peran Mili
Gorus sebagai sebuah komunitas sosial memiliki fungsi integratif. Tujuan dan
kegiatan yang dirancang oleh Mili Gorus sendiri berperan sebagai wadah
rekonsiliasi bagi berbagai individu atau pun kelompok yang memiliki latar
belakang berbeda. Melalui Mili Gorus yang ingin ikut andil dalam politik,
imigran Turki di Jerman dapat terintegrasi dengan masyarakat asli Jerman
serta saling berkooperasi untuk mencapai tujuan bersama.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode historis yang
bersifat deskriptif analitis, yaitu sebuah metode yang bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis suatu peristiwa yang terjadi di masa
lampau.20 Adapun langkah-langkah dalam menggunakan metode historis
tersebut diantaranya adalah Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi (kritik
sumber), Interpretasi (analisis sejarah) dan Historiografi (penulisan sejarah).21
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Kegiatan yang dilakukan penulis pertama kali adalah mengumpulkan
berbagai sumber atau data dengan melakukan penelitian kepustakaan
(Library Research) yang merujuk kepada sumber-sumber yang berkaitan
dengan tema skripsi ini, diantaranya buku-buku, jurnal, artikel. Dalam
20 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj: Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1983), h. 32. 21 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet II, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 54.
11
upaya mendapat sumber tersebut penulis melakukan penelitian ke berbagai
perpustakaan seperti, perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Universitas
Indonesia. Selain itu penulis juga melakukan online search dengan
mengunjungi beberapa situs di internet diantaranya: JSTOR, media surat
kabar online baik media lokal maupun internasional.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah data terkumpul penulis melakukan kritik sumber, dengan cara
mengidentifikasi keabsahannya tentang keaslian sumber melalui kritik
ekstern dan menilai kelayakan sumber melalui kritik intern. Hal ini penulis
lakukan agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan.
3. Interpretasi (Analisis Sejarah)
Penulis melakukan interpretasi pada setiap sumber yang telah
ditemukan yang terkait dengan imigran Turki di Jerman.
4. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Penulisan sejarah merupakan tahap akhir yang dilakukan penulis. Penulis
akan mendeskripsikan data yang telah diverifikasi dan diinterpretasi,
selanjutnya penulisan skripsi ini adalah hasil dari penelitian sejarah yang
sudah dilakukan dalam berbagai tahapan diatas dan dituangkan dalam bentuk
tulisan yang sesuai dengan kaidah ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab penulisan, termasuk di dalamnya bab
pendahuluan dan penutup. Penulis menyusun sistematika penyusunan ini ke
dalam 6 bab, terdiri dari:
12
Bab I: terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: terdapat pembahasan mengenai sejarah masuknya imigran Turki di
Jerman.
Bab III: merupakan bahasan tentang hubungan Jerman dan Islam
Bab IV: merupakan bahasan inti mengenai Mili Gorus Hareketi dan Sepak
Terjangnya di Jerman, berisi tentang kegiatan, tokoh maupun pengaruhnya di
Jerman.
Bab V: penutup yang meliputi sub-sub mengenai kesimpulan dan saran.
13
BAB II
AWAL MULA MASUKNYA IMIGRAN TURKI KE JERMAN
A. Sejarah Masuknya Imigran Turki Ke Jerman
Awalnya Jerman ditimpa kekurangan sumber manusia selepas Perang Dunia II
kemudian diadakan perjanjian bilateral pemerintah dengan pemerintah antara
Jerman dan Turki pada 30 Oktober 1961. Perjanjian tersebut menciptakan
program yang disebut Guestworker (dalam bahasa Jerman disebut Gastarbeiter)
yang artinya pekerja tamu. Sebuah kesepakatan antara Kementerian Tenaga Kerja
Schleswig Holstein dan Kementerian Luar Negeri Turki menyebabkan banyaknya
kedatangan orang Turki di Kiel pada bulan April 1957. Program tersebut
disponsori oleh Dewan Pengrajin di Harnburg. Di Bavaria, sebuah institut riset
swasta bagian Hubungan Ekonomi Jerman Turki sebenarnya adalah agen
perekrutan, sementara itu sejumlah biro terjemahan bermunculan untuk tujuan
yang sama.Yang terbaik dari program ini yaitu menyediakan beberapa pelatihan
namun, kebanyakan hanya mencari tenaga kerja yang dibayar murah.Pengalaman
pertama para pekerja tamu sangat mengecewakan, karena mereka mengetahui
bahwa kualifikasi keahlian pekerja Turki tidak diakui, mereka melakukan
pekerjaan dengan tidak terampil atau semi terampil di bawah kualifikasi mereka,
maka hanya sedikit dari mereka yang diberi kesempatan untuk dilatih lebih jauh.22
Migrasi besar-besaran atau puncaknya migrasi sejak awal 1960-an dari Turki
ke Eropa pada umumnya dan ke Jerman pada khususnya telah mempengaruhi
pandangan umum perhubungan migrasi Turki dan telah menjadi kewajaran bahwa
Turki secara khusus adalah negara pengirim imigran. Ada beberapa contoh yang
memperjelas bahwa migrasi Turki ke Jerman bukanlah fenomena baru. Bertahun-
tahun sebelum perjanjian rekrutmen rakyat Ottoman dan warga Turki berimigrasi
untuk waktu yang lama atau singkat ke Jerman. Di samping utusan, pengunjung,
penulis dan pengusaha yang pergi ke Jerman baik secara diplomatik maupun
22 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh University press, 1995), h. 23
14
swasta, ada juga orang-orang Turki muda seperti Mehmet Talat Pasha yang
melarikan diri dari kekasisaran Ottoman pada tahun 1918. Namun, orang biasa
juga seperti pekerja, mahasiswa dan pengrajin menetap di Jerman untuk waktu
tertentu, terutama untuk pendidikan.23
Turki sebagai negara pengirim migran mempromosikan pekerja migrasi ke
Eropa pada tahun 1960 dengan harapan memberi dampak positif pada ekonomi
Turki sebagai bagian dari perencanaan pembangunan nasionalnya, untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan organisasi perencanaan
negara dibentuk setelah penemuan Turki militeer pada tahun 1960 dan sebagai
tanggapan atas defisit perdagangan yang tinggi di Turki yang dikembangkan
disebut rencana pembangunan lima tahun dari tahun 1960. Rencana ini juga
menargetkan ekspor tenaga kerja dengan harapan agar pekerja migran akan
membawa mata uang asing mengurangi tngkat pengngguran dan kembali dengan
keterampilan baru sehingga berkontribusi terhadap industrialisasi di Turki.24
Terlepas dari itu, tidak ada keraguan bahwa migrasi dari Turki menjadi
dinamika baru dengan perjanjian rekrutmen pada tahun 1961. Jumlah warga
Turki, yang pergi terutama yang disebut “pekerja tamu” ke Jerman meningkat
dengan cepat dari 10.000 orang pada tahun 1962 menjadi 1.607.161 pada tahun
2011.
Pada tahun 1955 Pemerintah Jerman menandatangani perjanjian rekrutmen
pertama dengan Italia, kemudian kesepakatan serupa dengan Spanyol (1960),
Yunani (1960), Turki (1961), Maroko (1963), Portugal (1964), Tunisia (1965),
dan tiga tahun kemudian, Yugoslavia. Dalam program tersebut para pekerja dari
Turki dan dari beberapa negara lain seperti Yugoslavia diharapkan dapat
mendorong proses industrialisasi Jerman yang tengah berkembang. Pemerintah
23 Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 131 24Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 134
15
Jerman meminta pekerja asing untuk datang bekerja karena kekurangan stok
buruh murah, terutama di sektor industri.25
Efek dari kesepakatan tersebut adalah bahwa perusahaan Jerman yang mencari
pekerja Turki harus beroperasi melalui kantor perekrutan resmi yang didirikan
oleh pihak berwenang Jerman dan Turki di Turki.Orang yang ingin mencari
pekerjaan di Jerman harus melalui pemeriksaan medis dan wawancara kerja di
Turki sampai dikeluarkannya surat ijin kerja setelah itu di berangkatkan ke
Jerman. Meskipun ada oposisi dari beberapa bagian masyarakat namun para
pekerja tamu tersebut diakui secara luas. Pekerjaan yang bersifat sementara ini
melalui sistem rotasi dan masa kerja hanya untuk beberapa tahun, setelah itu
pekerja tersebut kembali ke rumah, maka orang tua tersebut membawa istri dan
anak mereka kembali ke tempat asal mereka di Turki.26
Pada tanggal 30 Oktober 1961 perjanjian tentang tenaga kerja asing ditanda
tangani oleh pemerintah Jerman dan pemerintah Turki. Imigran Turki pindah ke
Jerman dimulai sebagai pekerjaan sementara program pelatihan yang ditemukan
oleh World Economic Institute (Weltwirtschaftsinstitut) di Kiel pada tahun 1957,
melalui nama peserta dari Turki dikirim ke Jerman dengan tujuan memfasilitasi
modal investasi Jerman dan cabang di Turki di mana peserta harus bekerja sebagai
mandor. Bahkan awal dari perekrutan tenaga kerja yang tidak resmi bertahan lama
walaupun tanpa perjanjian atau peraturan bilateral yang diselenggarakan oleh
orang pribadi dan institusi.27
Pekerja tamu hanya dikontrak selama dua tahun, setelah mendapatkan uang
kemudian kembali ke rumah ke tanah air mereka yaitu Turki, selepas kontrak
kerja habis. Maka diberlakukan kebijakan rotasi atau digantikan dengan
mengambil pekerja tamu dari negara lainnya yang juga dikontrak selama dua
tahun. Namun kebijakan ini tidak berjalan, lantaran banyak pengusaha enggan
25 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3 26 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 24. 27Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 132
16
memberikan pelatihan lagi untuk para pekerja baru. Mereka lebih memilih tetap
mempekerjakan pekerja lama untuk menghemat biaya.
Pemukim awal seperti imigran Turki terkonsentrasi di kota-kota industri di
Jerman bagian Utara, terutama Hamburg, Bremen dan Kiel.Aturan yang mengatur
imigrasi pada saat itu adalah liberal sampai tahap selanjutnya dan dengan cepat
para imigran dapat membawa keluarga mereka untuk tinggal bersama
mereka.Akibatnya, terlepas dari awal kekecewaan mereka, mereka kemudian
merasa sangat puas karena diberikan tempat tinggal.
Dilihat dari latar belakangnya, kebanyakan imigran Turki di Jerman berasal
dari wilayah-wilayah yang miskin, sehingga mereka di sana hanya bekerja sebagai
buruh rendahan atau bahkan hanya menganggur saja. Situasi itulah yang membuat
mereka pergi ke Jerman untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Sebagian besar dari mereka hanya bekerja maksimal dua tahun di Jerman, dengan
harapan mereka akan tercukupi secara finansial, lalu pulang ke negara asalnya
dan bisa membangun rumah sendiri.28
Setelah melakukan rekrutmen untuk menghidupkan kembali ekonomi Jerman,
pemerintah sebagai pihak berwenang mulai mengatur sebagian besar aspek
pekerja Turki. Kesejahteraan sosial pekerja asing sebelumnya telah ditempatkan
di tangan pegiat sosial di dua gereja utama. Orang-orang Protestan telah dituntut
untuk merawat pekerja-pekerja Yunani, dan orang-orang Katolik diberi tanggung
jawab atas pekerja Italia dan Spanyol.Perhatian pekerja Turki diberikan kepada
Arbeiterwohlfahrt (kesejahteraan pekerja) atau kelompok kesejahteraan sosial,
Partai Sosial Demokratik dan perserikatan buruh. Penghasilan pekerja diubah
menjadi mata uang Turki pada tingkat khusus untuk menghindari pasar gelap.
Dana pemerintah tersedia untuk mendukung pembentukan asosiasi budaya, dan
penyiaran reguler dimulai di Turki. Pemerintah Jerman juga mendorong
pembukaan konsulat Turki di kota-kota utama di mana imigran baru menetap.
28Hamm, Horst: fremdgegangen-freigeschrieben. Eine einfuhrung in die deutschsprachige
gastarbeiterliteratur, 1988, h. 62
17
Mudah dipahami kalau orang yang tidak mampu akan pergi ke tempat di mana
mereka memperoleh pekerjaan, kebahagiaan atau uang. Dahulu di negara Jerman
Timur, hidup atau tinggal di wilayah lain, seperti misalnya bersekolah atau
menjalani latihan kerja di luar negeri, merupakan impian yang tidak mungkin
terpenuhi.
Selama keadaan ini tidak berubah, maka kecenderungan yang ada sekarang ini
juga akan terus berlanjut. Dan selama itu pula negara-negara bagian timur Jerman
akan menjadi tempat pengungsinya Jerman. Keadaannya akan bertambah dramatis
bila dilihat diskusi faktanya mengenai perbedaan tarif upah untuk menanam
modal dan mengenai politik pasar kerja.29Upah yang didapat para pekerja dengan
jumlah yang sedikit dan tidak sesuai dengan kerasnya pekerjaan para imigran.
Dari dalam negeri Turki sendiri, selama tahun 1960-an mengalami perubahan
politik yang bervariasi; rezim Menderes digulingkan oleh tentara, konstitusi yang
baru memberikan warga Turki hak untuk bepergian ke luar negeri. Perubahan
politik 1960 memfasilitasi gerakan migrasi lebih lanjut sebagai bagian dari
kebijakan "perencanaan populasi" dan "pertumbuhan ekonomi".
Pada gelombang pertama, sekitar 7.000 pekerja Turki pergi menuju Jerman.
Kebanyakan dari mereka adalah single dan laki-laki berusia antara 20 sampai 35
yang datang sendiri tanpa keluarga, yang mampu mengikuti perubahan kebutuhan
produksi lokal.30 Pada periode antara 1963-1966 total sekitar 180.000 pekerja
Turki kemudian menyusul ke Jerman Barat, sebagian kecil lainnya ke Belgia,
Belanda dan Austria.
Dari sekitar 82 juta penduduk Jerman, sepertiganya adalah penganut protestan,
sepertiga beragama katolik dan sekitar 3-5 juta lainnya beragama Islam.
29Natalis Pigay, Migrasi Tenaga Kerja Internasiona (Sejarah, Fenomena, Masalah dan
Solusinya),(Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 2005), h. 64-65 30 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3
18
Kebanyakan penganut Islam ini adalah imigran Turki sisanya dari negara-negara
Arab seperti Afganistan, Pakistan, Iran dll.31
Perekrutan berhenti pada tahun 1973, yang dipicu oleh krisis minyak,
sementara jumlah total orang asing terus tumbuh dari 2,98 juta di tahun 1970,
4.670.000 pada tahun 1982 (dari 4,9% menjadi 7,6% dari populasi), jumlah
pekerja dan imigran sejauh ini menurun. Kemudian para pekerja dan imigran
dihadapkan dengan pilihan meninggalkan Jerman tanpa prospek kembali atau
tinggal dan memilih untuk program penyatuan keluarga. Banyak imigran yang
kemudian untuk pertama kalinya mulai mempertimbangkan jangka panjang
tinggal di Jerman, dan dengan demikian harus menetap di Jerman.32
Pemberhentian perekrutan tenaga kerja ini tidak menyebabkan migrasi
berhenti keluar dari Jerman. Migrasi dari Turki ke Jerman terus berkurang namun
ada reuni keluarga dalam periode ini. Sejumlah besar pengungsi datang ke Jerman
karena kekerasan perjuangan dalam negeri dan politik pasca kudeta militer pada
tahun 1980. Namun, periode ini juga ditandai dengan kembalinya migrasi. Dari
tahun 1985 migrasi dari Turki ke Jerman tiba-tiba meningkat lagi, dari konflik
Kurdi di Anatolia Timur terlihat dalam literatur sebagai alasan utama
meningkatnya migrasi dari Turki ke Jerman tetap lebih tinggi dari Jerman ke
Turki pada tahun 2005.33
B. Perkembangan Imigran Turki di Jerman
Imigran generasi pertama banyak di antaranya yang menjadikan agama
sebagai pengganti kampung halaman dan memainkan peran sosial yang penting,
seperti sesama imigran bisa saling bertemu, bertukar pengalaman mengenai
permasalahan sehari-hari, mengatur acara pernikahan, dan saling tolong-
menolong. Karena biaya menjadi kendala sehingga tidak memiliki tempat tinggal,
31 Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah (Jakarta: Penerbit Republika, 2005), h. 7 32 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3 33 Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 133
19
mereka berkumpul di pekarangan belakang, di lantai pabrik yang tidak dikunci, di
pasar swalayan yang kosong, maupun ruang bawah tanah. Semangat beragama
semakin meningkat dikalangan anak-cucu para pendatang setelah beberapa tahun
akhirnya komunitas membangun masjid yang representatif dan menunjukkan
keyakinan dengan percaya diri dihadapan publik.
Sebagai hasil dari pertumbuhan ekonorni Jerman, mempekerjakan pekerja
asing lebih dari tiga kali lipat antara tahun 1960 dan 1963, dan perbandingan yang
meningkat yaitu orang-orang Turki.Jumlah orang Turki yang memasuki Jerman
pada periode yang sama meningkat sepuluh kali lipat. Imigran Turki menjadi
populasi terbesar di Jerman melebihi kebangsaan lainnya. Turki 2,5 juta diikuti
oleh Polandia 1,29 juta, Federasi Rusia 1,06, sementara negara-negara besar
lainnya termasuk Italia 0,77 juta, Kazakhtan 0,65 juta dan Rumania 0,43 juta.
Keragaman latar belakang etnis dari populasi imigran tercermin dalam perbedaan
yang cukup berkaitan dengan tempat tinggal dan status kewarganegaraan, selain
itu juga dari segi usia, gender, status sosial dan agama.34
Pada gelombang pertama, sekitar 7 ribu pekerja Turki pergi menuju Jerman.
Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki berusia antara 20 sampai 35 yang datang
sendiri tanpa keluarga. Pada periode antara 1963-1966 total sekitar 180.000
pekerja Turki kemudian menyusul ke Jerman Barat, sebagian kecil lainnya ke
Belgia, Belanda dan Austria. Pada tahun 1966-1967 pemerintah Jerman
menghentikan perekrutan pekerja migran menyusul krisis ekonomi. Krisis ini
kemudian mendorong banyak pekerja Turki yang memutuskan kembali ke
negaranya.
Pada tahun 1966-1967, Jerman mengalami krisis ekonomi. Krisis tersebut
mendorong banyak pekerja Turki memilih untuk kembali ke negaranya, namun
tak sedikit pula yang tetap bertahan di Jerman selama krisis ekonomi berlangsung.
34 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 4
20
Namun, setelah tahun 1968, migrasi tenaga kerja dari Turki ke Eropa Barat terus
tumbuh hingga mencapai 525.000 pekerja, 80% di antaranya bermigrasi ke
Jerman. Setelah periode ini, arus migrasi didominasi oleh migrasi dari anggota
keluarga dari guestworker. Pada tahun 1974, reunifikasi keluarga meningkat
menyebabkan satu juta penduduk kebangsaan Turki menetap di Jerman, dengan
hanya 600.000 yang merupakan pekerja. Besarnya arus migrasi dalam proses
reunifikasi tersebut salah satunya juga didorong instabilitas ekonomi dan politik
dalam negeri Turki. Faktor tersebut membuat keluarga dari pekerja migran Turki
memilih menyusul ke Jerman.Dalam proses integrasi antara komunitas Muslim
dengan masyarakat lokal Jerman, muncul masalah baru, yaitu krisis identitas.
Pekerja yang memiliki latar belakang imigran Turki dihadapkan pada sebuah
dilema yang terbentuk dari stigma yang muncul dalam masyarakat Jerman.
Mereka seakan dipaksa harus memilih sebuah identitas, apakah Islam sebagai
agama, negara asal leluhur mereka sebagai identitas budaya, atau Jerman sebagai
warga negara.35
Pada tahun 1972 jumlah imigran Turki menduduki peringkat teratas, pada
tahun 1970 jumlah imigran Turki mencapai 469.000. kedatangan mereka semakin
terlihat di kota-kota seperti Cologne, Berlin, Hamburg.
Pada tahun 1974, reuni keluarga meningkat menyebabkan satu juta penduduk
kebangsaan Turki menetap di Jerman, dengan hanya 600.000 yang merupakan
pekerja. Besarnya arus migrasi dalam proses reunifikasi tersebut salah satunya
juga didorong ketidakstabilan ekonomi dan politik dalam negeri Turki. Faktor
tersebut membuat keluarga dari pekerja migran Turki memilih menyusul ke
Jerman. Bahkan undang-undang kewarganegaraan tahun 2000 menjamin
kewarganegaraan anak-anak pendatang yang bermukim secara legal di negara
Jerman sedikitnya delapan tahun.36
35Mahfoud Amara, “Sport, Islam, and Muslims in Europe: in between or on the Margin?,” Open
Access Religions, no. 4 (Desember 2013): h. 652. 36Maria Hartiningsih,”rumitnya masalah integrasi”, diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/2017/12/05
21
Akhir 1980-an dan awal 1990-an ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan
jumlah pencari kerja dari berbagai latar belakang dan agama. Sementara
pembubaran Blok Timur mendorong jumlah yang lebih besar untuk meninggalkan
negara asal mereka untuk mencari stabilitas politik dan kondisi kehidupan yang
lebih baik.37
Jadi mereka memiliki hak untuk mengajukan naturalisasi jika mereka
memenuhi beberapa syarat tertentu. Reformasi tersebut merupakan kabar baik
bagi para imigran karena undang-undang yang lama menganut sistem ius
sanguinis yang berarti mengakui dari kewarganegaraan orang tua kandungnya.
Kebijakan pemerintah Jerman yang sebenarnya menghendaki pekerja Turki
bekerja secara temporal kemudian berkembang menjadi permanen. Sebenarnya
pemerintah Jerman telah berusaha memulangkan warga Turki ke negara asalnya
melalui program Return and Emigration of Assylum Seekers (READ). Namun
absennya mekanisme insentif ditambah dengan mudahnya peraturan untuk
pengajuan izin tempat tinggal, membuat imigran Turki memilih untuk tetap
tinggal di Jerman. Guestworker Turki kemudian berkembang menjadipribumi atau
pendudukJerman.
Seluruh kebijakan dasar Jerman tetap menguntungkan pasar tenaga kerja
dengan batas penerimaan politik. Jerman selalu bersikeras bahwa ini bukan negara
imigrasi, jadi istilah guestworker tetap digunakan secara umum. Pada berbagai
waktu, langkah-langkah telah diambil untuk mendorong kembalinya pekerja
asing, seperti Turki. Langkah-langkah ini telah positif, seperti membatasi akses
terhadap tunjangan kesejahteraan setara dengan warga Jerman. Dengan prinsip
yang sama, hak-hak sipil dasar sering kali ditahan dari orang asing, dan saran
bahwa mereka boleh ikut serta dalam proses politik melalui misalnya,
pemungutan suara lokal telah ditolak keras oleh pihak berwenang. Sementara
37Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper:2011), h. 4
22
semacam itu terbatas mengubah sifat imigrasi Turki, mereka tidak mengakhirinya.
Jumlah penduduk Turki di Jerman tidak turun sampai awal tahun 1980an.38
Sejumlah orang Turki tidak menyebut diri mereka muslim, agak sekuler atau
bahkan dalam beberapa kasus ada yang Ateis. Sensus nasional yang berlangsung
pada bulan Mei 1987 memasukkan sebuah pertanyaan tentang agama dan tidak
semua muslim. Ada hampir seratus ribu orang Turki yang tidak menyatakan diri
mereka sebagai seorang muslim jadi orang Turki tidak semuanya beragama Islam.
Tokoh yang menarik lainnya untuk dibahas dari sensus tersebut adalah orang
Jerman, hampir 48.000 muslim dengan kewarganegaraan Jerrnan. Sebagian besar
adalah orang-orang yang telah mengubah kewarganegaraan, tetapi lebih dari 5.000
di antaranya adalah orang Jerman yang masuk Islam. Jumlah total muslim yang
terdaftar dalam sensus adalah 1.650.952.Sebaliknya, sensus pada tahun 1987 juga
mengkonfirmasi distribusi daerah muslim yang dapat diperoleh dari data yang
dipublikasikan sebelumnya mengenai lokasi orang asing. Lebih dari sepertiga
terkonsentrasi di negara bagian Rhine Westphalia Utara, terutama di kawasan
industri besar yang membentang dari Cologne melalui Dusseldorf dan Duisburg
sampai Essen. Negara kota Hamburg memiliki lebih dari 50.000 muslim,
sementara kota-kota seperti Stuttgart dan Karlsruhe ada hampir seperempat juta di
Bavaria, jumlah terbesar di sekitar Munich, sementara Hessen memiliki 170.000,
terutama di Frankfurt.39
Sementara itu, sebagai akibat dari reunifikasi keluarga pekerja yang terus
berkelanjutan dan tingkat kelahiran yang tinggi di kalangan imigran Turki, total
penduduk Turki di Eropa meningkat menjadi 3 juta orang di awal 2000-an, dan di
Jerman menjadi tuan rumah terbanyak yaitu sekitar 2 juta orang imigran Turki.
Dari jumlah tersebut, hanya 732.000 yang menjadi pekerja. Dengan jumlah
38Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 25 39 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 26.
23
sebesar itu, ekspatriat Turki di Eropa menyumbang 5% dari keseluruhan populasi
nasional.40
Penduduk muslim Jerman, baik yang dengan dan tanpa kewarganegaraan
Jerman diperkirakan berkisar antara 3,78 dan 4,34 juta orang, setara dari 4,6
menjadi 5,2 % dari populasi. Sementara imigran Turki kembali mewakili bagian
terbesar dari populasi muslim. Muslim yang tinggal di Jerman juga berasal dari
Eropa Tenggara dan Timur Tengah. Mayoritas muslim memiliki latar belakang
imigran sekitar 45%. Imigrasi dan Islam dengan demikian telah membentuk
perkembangan demografi masyarakat Jerman. Meningkatnya jumlah pendidikan
yang berkaitan dengan imigrasi dan Islam di Jerman bukan hanya cerminan dari
minat akademis yang berkembang dalam mengubah keadaan sosial, tapi juga
kontroversi politik yang terus berlanjut terkait isu identitas nasional dan kebijakan
imigrasi dan integrasi demografi yang berubah dan berdampak pada masyarakat
Jerman Barat.41
Imigran dan organisasi muslim telah berusaha secara aktif mempengaruhi
kebijakan dan memperluas pilihan yang tersedia agar imigran terlibat sebagai
warga dan diakui. Banyak imigran yang memilih aktif dalam organisasi keislaman
seperti Milli Gorus. Karena itu organisasi muslim menjadi tempat kembali agama
dalam kehidupan publik. Organisasi muslim juga memainkan peran penting dalam
memberikan pelayanan agama dan budaya. Dengan lebih dari 2.400 masjid yang
ada di perkotaan jelas terlihat bahwa Islam telah hadir di Jerman.42
40Federal Office for Migration and Refugees (BAMF). 2005. The Impact of Immigration on
Germany’s Society. Migration and Integration Research Department, Nürnberg, Germany
41Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper, 2011), h. 6 42Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper, 2011), h. 7
24
C. Profesi dan Komunitas Imigran Turki
Profesi imigran Turki yang berada di Jerman yakni bermacam-macam, mulai
dari pekerja kasar, wirausaha, pemain sepak bola dan juga ada yang menjadi
pejabat. Kaum muslimin asal Turki pada umumnya bekerja pada sektor pekerjaan
kasar yang semakin cenderung dijauhi orang-orang Jerman berkulit putih, mereka
yang bekerja pada sektor ini dianggap rendah yang tidak mempunyai
keterampilan. Kaum muslim Jerman asal Turki umumnya tinggal di kota besar
yang terdapat banyak lapangan kerja. Konsentrasi terbesar mereka terdapat di
Berlin ibu kota Jerman, sehingga kota ini kini disebut kalangan sebagai “second
largest turkish city after ankara”. Konsentrasi terbesar kedua orang-orang Islam
asal Turki terdapat di frankfurt.43
Sampai saat ini banyak orang Turki yang dapat hidup mandiri sebagai
wirausahawan di Jerman. Menurut data yang diambil dari situs Departemen
Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Turki, ada 70.000 orang Turki yang mencari
penghidupan dengan berwirausaha. Mereka yang memilih untuk hidup
berwirausaha berhasil membuka lapangan pekerjaan untuk ratusan ribu orang dari
berbagai ras dan latar belakang.44
Kewirausahaan merupakan elemen yang sangat penting untuk mengurangi
pengangguran dan penurunan tingkat kesejahteraan melalui penciptaan lapangan
pekerjaan atau mempekerjakan diri sendiri. Dalam hal kewirausahaan itu sendiri
Jerman memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan US maupun
negara imigrasi lainnya di Eropa. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini.
Ada hal yang menarik yakni perempuan Jerman Barat mempunyai tradisi sejarah
yang sangat panjang untuk memilih tidak bekerja dan hanya mengurus anak serta
kebutuhan rumah tangga. Sedangkan untuk kebutuhan finansial keluarga akan
43Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah, (Jakarta: Penerbit Republika, 2005, h. 7 44http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/ diakses 02/02/ ,2017
11:04:05
25
menjadi tanggung jawab suami. Hal ini menjadikan wirausaha sebagai sumber
pendapatan yang sangat riskan untuk dipilih menjadi sumber utama keuangan
keluarga.45
Kondisi ini berbeda apabila melihat dinamika imigran Turki sendiri dimana
aktivitas kewirausahaan dalam etnis ini sangat tinggi. Arastimalar dan Vakfi
menyebutkan bahwa pada tahun 2002 saja kewirausahaan etnis Turki di Jerman
merepresentasikan 69 persen dari seluruh aktivitas kewirausahaan di EU.
Tingginya tendensi imigran Turki untuk beriwirausaha di Eropa tidak hanya
disebabkan oleh adanya tradisi kewirausahaan tetapi juga strategi imigran ini
untuk menghindari bentuk-bentuk diskriminasi di negara tujuan migrasi. Sejak
masuk dalam struktur sosial masyarakat Jerman sebagai pengisi struktur pasar
tenaga tenaga kerja sebagai pekerja low-skilled, tenaga kerja tamu ini telah
memulai bentuk-bentuk kewirausahaan kecil. Diawali dengan membuka toko
kelontong untuk memenuhi kebutuhan etnis Turki yang tidak tersedia di negara
tujuan imigrasi, kewirausahaan ini bertransformasi menjadi usaha makanan yang
memenuhi selera orang Eropa secara umum seperti catering dan restouran kebab,
pizza serta ice cream. Salah satu restouran cepat saji yang sangat terkenal adalah
Doner Kebab. Sehingga tidak mengherankan apabila imigran Turki di Eropa
sangat identik dengan usaha kebab. Doner kebab salah satu makanan tradisional
Turki yang menjadi makanan favorit orang-orang Jerman. Bahkan Doner kebab
menggeser makanan Bratwurst sebagai makanan tradisonal sekaligus makanan
favorit masyarakat Jerman. Terbukti bahwa orang Turki tidak bisa dianggap
remeh dengan usaha tersebut Doner kebab sudah tersebar ke berbagai negara dan
mendunia.46
Mehmet Aygun, pekerja tamu yang datang ke Jerman sekitar tahun 1970-an,
yang pada awalnya bekerja di sebuah restoran cepat saji, sekarang memiliki 7
restoran (1 Italian Restoran dan 6 Hasir Restoran) serta Titanic Resort and Hotel
45http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/ diakses 02/02/ ,2017
11:04:05 46http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/ diakses 02/02/ ,2017
11:04:05
26
yang beroperasi baik di Jerman dan Turki. Hotel dan resort ini memiliki 600
kamar dengan tingkat okupansi 94 persen. Bahkan pada saat musim dingin Hotel
ini menjadi langganan tim-tim sepakbola ternama Eropa seperti Werder Bremen.
Selain itu ada juga Crytek sebuah perusahaan permainan yang juga didirikan oleh
generasi kedua imigran Turki yaitu Avni, Cevat dan Faruk Yerli. Perusahaan ini
bermarkas di Frankfurt namun memiliki studio di Ukraina, Hungaria, Bulgaria,
Korea Selatan dan UK. Contoh sukses kewirausahaan Turki yang lain adalah
Solitem sebuah perusahaan yang memproduksi sistem pendingin ruangan dengan
memanfaatkan tenaga matahari yang dapat mengurangi biaya pasokan energi.
Perusahaan ini didirikan oleh Hero of the Environment, Ahmet Lokurlu.
Dengan aktivitas kewirausahaan dan kontribusi yang signifikan ini, imigran Turki
memiliki peran yang sangat penting dalam iklim perekonomian di Jerman. Dalam
kondisi krisis ekonomi Eropa saat ini, Jerman menjadi satu-satunya negara di
Eropa yang tergabung dalam Eurozone yang masih mempunyai peringkat A
menurut Standard & Poor’s. Peringkat ini membuktikan bahwa kepercayaan pasar
terhadap kemampuan Jerman untuk membayar utang baik public maupun swasta
yang masih sangat kuat. Hal ini tidak terlepas dari kapabilitas tekhnologi dan
industry serta kapasitas pasar di Jerman yang sehat. Tentu saja sebagai imigran
terbesar dengan tingkat kewirausahaan yang tinggi, imigran Turki mempunyai
kontribusi dalam membangun rumah tangga ekonomi Jerman Lebih lanjut
menurut Independent Industrialis and Businessman Association, Musiad, yang
mempunyai cakupan operasi di Turki dan Jerman dengan 15 persen perwakilan
dari Turki sendiri, menyebutkan bahwa sejumlah 100.000 wirausaha imigran
Turki di Jerman berhasil memperkerjakan 400.000 ribu orang dengan total
investasi 10 billion Euro.47
Asosiasi Jerman memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap imigran.
Asosiasi untuk sosial, budaya dan agama telah ada sejak tahun 1970an, asosiasi
tersebut cenderung memiliki keanggotaan yang berasal dari negara asli yang
bertujuan untuk melestarikan bahasa dan tradisi budaya dari negara asal tersebut.
47http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/ diakses 02/02/ ,2017
11:04:05
27
Di awal 1980-an, CDU (Christlich Demokratische Union Deutschlands)
menjalankan peringatan kampanye pemilihan nasional yang menyerukan
pengurangan orang asing non UE. Hal ini menyebabkan keterasingan orang-orang
Turki.48
Sebagian besar partai politik Jerman menerima keikutsertaannya Turki dalam
lingkungan politik di Jerman. Politisi Turki seperti Cem Ozdemir yang telah
berpartisipasi dalam berbahasa Jerman lokal dan politik federal, mengungkapkan
pendapat mereka tentang hak imigran, integrasi dan kebijakan luar negeri,
sementara partai politik mengembangkan inisiatif untuk meningkatkan
komunikasi dengan pemilih dari berbagai negara. Kelompok minoritas misalnya
forum Jerman-Turki didirikan oleh SPD yang memimpin DTF (Deutsch Forum
Turkische) untuk membuat partai lebih menarik bagi para pemilih dengan latar
belakang seorang Turki. Forum Jerman Turki mencoba membawa imigran Turki
dan CDU (Christlich Demokratische Union Deutschlands) lebih dekat untuk
mendukung Turki dalam keanggotaan EU, forum ini berpendapat bahwa jika
budaya Jerman dan Turki tidak sesuai satu sama lain, tidak ada gunanya mencoba
mengintegrasikan orang-orang keturunan Turki ke dalam masyarakat Jerman.
Karena rendahnya kesempatan politik untuk orang Turki. Mereka harus
mengembangkan cara alternatif untuk berpartisipasi seperti melalui masyarakat.
Pertama, peran masyarakat sipil di Jerman memiliki tradisi yang panjang,
tumbuh dengan cepat selama abad 18 dan 19. Menteri Keuangan Federal Jerman
menyatakan bahwa negara membutuhkan masyarakat sipil, bahwa pemerintah
mengakui semua bergantung pada OMS (Organisasi Mayarakat Sipil) untuk
memenuhi kewajibannya terhadap warganya. Dalam sistem Jerman
mengutamakan kebersamaan sebagai satu kesatuan sehingga bagiaannya harus
patuh pada peraturan yang telah ditetapkan, seperti Serikat Pekerja, Gereja,
Organisasi Kesejahteraan dan Organisasi Bisnis memberikan kesempatan untuk
kepentingan agama dalam berpartisipasi di depan umum.
48Selcen Oner, Turkish Community In Germany And TheRole Of Turkish
CommunityOrganisationsvol. 10 No. 29 (2014), h. 3
28
Organisasi imigran memiliki tiga fungsi utama:
Pertama, mereka bisa bertindak sebagai hubungan antar negara pengirim dan
penerima, memberikan layanan nasehat untuk imigran masa depan dan
memberikan mereka peran perantara birokrasi yang kompleks, mereka juga dapat
membantu melunakkan transisi, menawarkan sebuah peraturan di mana para
imigran dapat bertemu sesama warga negara dan dapat berbicara bahasa asli
mereka juga dapat mempertahankan interaksi antar imigran, terutama bagi mereka
yang tidak memiliki hubungan informal dan mungkin mencoba untuk membentuk
ikatan formal untuk mengembangkan beberapa bentuk ikatan.
Kedua, mereka bisa melengkapi negara bagian Jerman mengintegrasikan
pendatang baru ke dalam masyarakat tuan rumah. Jika organisasi bisa mendirikan
hubungan yang berfungsi dengan baik dengan pihak berwenang yang bertanggung
jawab untuk kebijakan integrasi, maka mereka bisa memfasilitasi integrasi. Bisa
termasuk penyediaan informasi bahasa asli tentang negara tuan rumah atau
bertindak sebagai penghubung antara imigran dan berbagai sektor sosio ekonomi
masyarakat tuan rumah dan dunia politiknya. Mereka juga bisa dijadikan ‘sekolah
pelatihan’ dalam partisipasi politik lebih lanjut.
Ketiga, jika mereka bagian dari jaringan elit, organisasi imigran Jerman dapat
bertindak sebagai kekuatan untuk mendukung kelompok etnis tertentu. Sejauh ini
kelompok imigran dalam organisasi merupakan indikator penting dari kekuatan
identitas karakter mereka, jumlah dan ukuran organisasi menunjukkan bahwa
imigran lebih memilih untuk melihat diri mereka berbeda. Artinya, organisasi ini
bisa dipandang sebagai ekspresi identitas kolektif dari anggota mereka. Jadi,
adanya perbedaan antara organisasi yang lebih memilih untuk memperkuat
identitas etnis kelompok dan yang mendorong integrasi mempunyai peran penting
untuk membangun suatu hubungan antara kelompok etnis dan kelompok negara
asalnya, dan berfungsi sebagai titik kontak antara masyarakat seperti di antara
masyarakat Turki di Indonesia atau negara-negara Eropa yang berbeda.
29
Organisasi imigran sering kali dilihat sebagai pemisahan kelompok ras atau etnis
secara paksa yang merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi yang diterapkan
dalam struktur sosial. Efek integratif sangat bergantung pada aktifitas dasar yang
mereka tawarkan kepada anggota mereka dan terhadap masyarakat lainnya.
Mereka dapat mengarahkan usaha organisasinya menuju pelestarian tradisi dan
pembelaan budaya asal mereka dari pengaruh masyarakat tuan rumah.49
49Selcen Oner, Turkish Community In Germany And TheRole Of Turkish
CommunityOrganisationsvol. 10 No. 29, (2014), h. 10
30
BAB III
HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA DI JERMAN
A. Organisasi Islam di Jerman
Organisasi masyarakat Turki di Jerman tampil lebih luas dengan berbagai
latar belakang politik dan afiliasinya, mulai dari yang radikal sampai
nasionalis dan ada juga organisasi keagamaan seperti Alevi. Turki sunni juga
telah membentuk beberapa organisasi yang berbentuk Islam sekuler yang
menyebabkan munculnya organisasi Islam yang bersaing.50Organisasi-
organisasi besar yang ada di Jerman tergolong konservatif secara teologi,
namun masyarakat Islam semakin beragam.
Orang Turki di Jerman, seperti di Negara asal mereka sendiri, yang
mempunyai keragaman kepercayaan Islam. Selama tahun 1960 dan 1970-an
sebagian dari kelompok Muslim Turki yang paling aktif di Jerman adalah
bagian dari oposisi Islam radikal, seperti gerakan Suleymanci. Selama 1980-an
sekutu-sekutu Necmettin Erbakan bergerak aktif terutama di Berlin. Tetapi
mereka dianggap terlalu liberal bagi para pengikut Cemaleddin Kaplan, yang
melepaskan diri untuk membentuk gerakan pro-Irannya sendiri.51
Bonn dan Ankara bersepakat hanya mendatangi para Imam dan guru-guru
agama yang akan diizinkan untuk bekerja di Jerman. Kemudian setelah lima
tahun mereka harus dipulangkan, (perjanjian ini adalah dorongan dari
kelompok Muslim radikal di Turki untuk ikut andil dalam struktur yang baru
dan memasukkan orang-orang mereka ke dalamnya dengan persetujuan resmi
dari Jerman). Langkah berikutnya dari kedua pemerintah melawan radikal
Islam yaitu dengan mengambil kontrol atas jaringan Masjid Jerman yang
sedang bertumbuh, kontrol terhadap komunitas imigran sangatlah penting,
melalui pengaturan Uni Turki-Islam untuk Urusan Agama atau Diyanet Isleri
50Article of Turkish Community In Germany And TheRole Of Turkish CommunityOrganisations,
by Selcen Oner, h. 13 51 Adam Lebor, Pergulatan Muslim di Barat, Penerbit: Mizan, 1997, h. 255
31
Turk Islam Birlig (DITIB), cabang dari Departemen Agama Turki yang
menjadi organisasi masjid terbesar di Jerman.52
Pada tahun 1972, DITIB telah mendirikan cabang untuk urusan luar
negeri. Pada tahun 1981 hanya ada delapan puluh pejabat agama yang di
tempatkan di seluruh Eropa, termasuk di Jerman. Jerman adalah Negara yang
termudah untuk mencapai pengaturan kebijakan yang mengharuskan hanya
imam dan guru agama yang disetujui oleh DITIB yang boleh diizinkan untuk
melayani masyarakat Turki di luar negeri. DITIB Jerman yang berkantor pusat
di Cologne, mulai memperluas pengaruhnya di antara masjid-masjid Turki di
Jerman. Ada sedikit keraguan dari masyarakat Turki biasa, peninjauan telah
menunjukkan hampir dua pertiga orang Turki di Berlin tidak tertarik
berhubungan dengan organisasi Suleymanci atau Milli Gorus. Perbandingan
orang Turki yaitu dengan menghadiri sholat di masjid dengan peraturan
tertentu, mereka menganggap sama pentingnya dengan pendidikan agama
anak-anak mereka. Kemungkinan yang berhubungan dengan masjid dan
sekolah Quran yang tidak begitu dekat diidentifikasi dengan gerakan yang
melibatkan aktivitas anti pemerintah jelas lebih menarik.
Sebenarnya organisasi keagamaan komunitas Turki di Jerman sangat sulit
untuk berpartisipasi sisttem politik, karena Islam tidak diakui sebagai agama
resmi di Jerman. Organisasi agama Islam tidak memiliki status hukum
perusahaan berdasarkan hukum publik, tidak seperti gereja Kristen dan
komunitas Yahudi. Sebaliknya, dianggap organisasi swasta tanpa legal yang
berdiri.
Uni Islam-Turki Direktorat Urusan Agama (Diyanet Isleri Turk Islam
Birligi-DITIB). DITIB didirikan pada tahun 1983 sebagai hasil parlemen
Turki, keputusan untuk mendirikan pusat-pusat keagamaan bagi imigran Turki
di Eropa ini umumnya diyakini sebagai perwakilan resmi negara Turki,
Institusi, Direktorat Agama. Namun, anggotanya menekankan bahwa mereka
52https://www.goethe.de
32
hanya memiliki kesepakatan informal. Imam didanai oleh Turki dikirim ke
Jerman, sementara kegiatan lainnya termasuk kelompok pemuda, Masjid atau
kelompok perempuan yang didanai oleh sumber daya asosiasional. Mereka
berhati-hati untuk tidak membuat pernyataan yang akan menyinggung
hubungan resmi antara Turki dan Jerman, namun bertujuan untuk menjaga
loyalitas Jerman-Turki tanpa kehilangan identitas nasional Turki. Jerman
bekerja sama dengan DITIB karena memiliki jaringan masjid terbesar, tapi
lebih menyukai pengembangan organisasi Islam rumahan.
DITIB adalah payung muslim terbesar organisasi di Jerman, dengan
menggabungkan 870 asosiasi masjid, dan satu di antaranya Organisasi Turki
yang paling penting di Jerman. pemerintah Turki mengkoordinsikan kegiatan
DITIB melali atase religius Kedutaan Turki Negara Turki juga melatih semua
administrator DITIB dan Sarjana agama.53
Kerjasama antara DITIB dan organisasi Islam lainnya di Jerman sejak
tahun 2001 telah berpartisipasi dalam Konferensi Islam yang diselenggarakan
oleh Kantor Rumah Federal Jerman sejak tahun 2006. Konferensi Islam
pertama menggabungkan berbagai organisasi Muslim ke dalam satu kontak
organisasi yang disebut ‘Komit Koordinasi Muslim’. DITIB juga
berpartisipasi dalam ‘Integration Summit’ yang diprakarsai oleh Federal
Home Office pada tahun 2006. Tujuannya dari pertemuan ini, termasuk
perwakilan Otoritas Jerman dan organisasi imigran adalah pengembangan
sebuah Renaca Integrasi Nasional, karena Jerman berfokus pada pembentukan
sebuah Islam Jerman untuk menjinakkan Islam dan Muslim. Salah satu aspek
kunci dari strategi ini adalah mempromosikan DITIB sebagai wakil Islam
moderat di Jerman. penunjukkan resmi dari DITIB sebagai satu-satunya wakil
Muslim di Jerman pada puncak integrasi tahun 2006 tidak termasuk kelompok
oposisi Turki dan Muslim.
53Article of Turkish Community In Germany And The Role Of Turkish Community Organisations,
by Selcen Oner, h. 17
33
B. Peran Negara Turki Terhadap Muslim di Jerman
Turki Diyanet Isleri Baskanligi atau Direktorat Agama, merupakan bagian
dari kantor perdana menteri dan bertanggung jawab atas pendelegasian para
imam dan pegawai negara dari DITIB. Imam-imam dari Turki yang dikirim ke
Jerman ini memiliki status pegawai negeri sipil dari pemerintah Turki. Mereka
bekerja di Jerman untuk sementara waktu dan diganti setiap empat tahun
sekali.54
Turki memproduksi dan melaksanakan program pengajaran agama Islam,
memberikan dukungan organisasi dan dana dalam membuat ziarah haji dan
pengeluaran beasiswa pendidikan dan doktor untuk mereka yang
membutuhkan dukungan finansial.
Pada dasarnya DITIB adalah badan negara Turki untuk urusan keagamaan
di luar negeri. Peran Turki sebagai administrator Islam di Jerman adalah
karena kurangnya pengakuan Islam sebagai komunitas religius oleh
pemerintah Jerman. Pernyataan salah satu teolog yang datang ke Jerman 20
tahun yang lalu dan telah bekerja di DITIB di Cologne sejak saat itu
menggambarkan pendekatan resmi negara Turki terhadap perannya di Jerman.
Dengan tidak memberikan pengakuan kepada organisasi Islam, Jerman
menunjukkan keengganannya untuk mengatur persaingan antara berbagai
organisasi Islam, yang mengakibatkan keterlibatan Turki. Peran Turki dalam
kehidupan organisasi keagamaan para imigran Turki sebagai administrator
Islam mengasingkan segmen penting komunitas imigran Turki. Seperti Hasan,
banyak orang lain yang mengungkapkan pandangan serupa, menyatakan
bahwa dia melepaskan diri dari DITIB dan bergabung dengan gerakan Milli
Gorus karena hubungan dekat antara DITIB dan negara Turki.
54Ahmet Yukleyen, Localizing Islam in Europe: Turkish Islamic Communities in Germany & the
Netherlands (Syracuse University Press, 2012).
34
Ada dua masalah utama yang menyangkut imigran yaitu dalam pekerjaan dan
pendidikan. Untuk mengatasi masalah ini, federal dan lembaga negara Jerman
menyediakan dana untuk proyek yang dilakukan oleh Organisasi imigran,
seperti proyek pelatihan kerja, pusat lingkungan, proyek untuk fasilitas
pendidikan, dan kantor konsultasi yang membantu imigran dengan masalah
birokrasi, seperti status imigrasi atau perbankan dan masalah kredit.
Komunitas Turki di Jerman menggabungkan imigran ke dalam masyarakat
tuan rumah (Jerman) melalui organisasinya, dengan membentuk pola integrasi
masyarakat, sementara juga mengubah mayoritas masyarakat. Tujuan
organisasi ini adalah untuk memberikan keadilan sosial yang lebih besar bagi
imigran di Jerman. Mereka menekankan hak suara imigran, menuntut
minoritas dan bukan hak imigran, sambil berdiri melawan asimilasi. Imigran
Turki memobilisasi secara politis melalui organisasi etno-nasional mereka
untuk menantang peraturan kewarganegaraan Jerman dan menegosiasikan
keanggotaan mereka. Partai politik Jerman, khususnya Partai Sosial Demokrat
(SPD) mendukung organisasi imigran dan perwakilan imigran yang membantu
menyediakan lingkungan bagi imigran untuk mengatur, memobilisasi negara
tuntutan mereka kepada negara Jerman. Dengan demikian, mereka telah
terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik. Namun, sementara
organisasi ini mungkin bertindak sebagai badan perwakilan masyarakat.
Organisasi masyarakat Turki tidak homogen, dengan keragaman di antara
kelompok imigran yang berkembang dan mengintensifkan melalui interaksi
dengan organisasi politik menerima organisasi-organisasi masyarakat ini
berbeda dalam hal latar belakang, strategi dan tujuan, saat berpartisipasi dalam
politik dan menegosiasikan posisi mereka.55
C. Pendidikan Islam di Jerman
Pendidikan Islam mulai diperkenalkan di sekolah-sekolah dan juga pada
tingkat akdemik dengan membuka Jurusan Teologi Islam di perguruan tinggi
55Article of Turkish Community In Germany And The Role Of Turkish Community Organisations, by Selcen
Oner, h. 16
35
di Jerman. pendidikan pada tingkat akademik ini dianggap dapat memberi
solusi terhadap masalah kehidupan muslim dalam keragaman dan juga dapat
mengangkat isu partisipasi mereka dalam diskursus politik negara tersebut.56
Erbakan berhasil mengeksploitasi sekolah agama Imam Hatip Turki dalam
upaya untuk memajukan Islam. Erbakan membolehkan sekolah Imam Hatip
menawarkan pendidikan menengah dan mengizinkan lulusannya untuk
memasuki semua jurusan di Universitas. Erbakan sangat berkomitmen untuk
sekolah-sekolah, dan ia memandang, pendidikan Islam sebagai jalan paling
efektif untuk redefinisi identitas nasional. Banu Eligur telah menulis, “Islam
menganggap sekolah Imam Hatip sebagai jaringan sosial yang
mempertahankan dan meningkatkan kekuatan politik mereka dengan mendidik
pemuda sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.” Dijiwai dengan doktrin Islam,
lulusan membentuk inti dari ekonomi baru, birokrasi , dan akhirnya politis
kontra-elit.
Jerman mulai memperbolehkan pelajaran agama Islam bagi para pelajar
muslim di sekolah-sekolah umum. Biasanya pelajaran agama dilakukan orang-
orang Islam secara non-formal atau kelompok-kelompok masyarakat.
Kebijakan baru yang merupakan hasil dari penggodokan bersama antara
pemerintah Jerman dan komunitas Muslim di jerman ini adalah salah satu
upaya mendukung proses integrasi Muslim di Jerman. menurut Wolfgang
Schrauber, Menteri Dalam Negeri Jerman, kebijakan tersebut dapat
menjembatani perbedaan yang terjadi.
Tata kelola sekolah negeri, dan dengan demikian isu pendidikan Islam,
berada di bawah yurisdiksi masing-masing negara bagian di Jerman. Negara
bagian federal berbeda dalam pendekatan mereka terhadap pendidikan Islam.
Sejak tahun 1980an, negara bagian yang memiliki populasi besar anak-anak
migran telah menawarkan pendidikan bahasa asli. Program-program tambahan
menawarkan Islamkunde, pengajaran dalam budaya Islam dari perspektif yang
56Syukur Abdul al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Penerbit Noktah: Yogyakarta,
2017, h. 558
36
tidak ramah. Persoalan ini semakin diperumit oleh fakta bahwa konstitusi
Jerman memberikan hak untuk memberikan pengajaran agama di sekolah
umum kepada masyarakat religius. Karena Islam belum mendapatkan status
komunitas religius, organisasi Islam tidak memiliki akses ke sekolah umum.
Jumlah anak-anak Muslim, terutama anak-anak Turki, menghadiri sekolah
pembibitan di semua kota besar di Jerman meningkat dari hari ke hari.
Delapan puluh persen sekolah pembibitan dijalankan oleh gereja-gereja
Protestan dan Katolik dan didanai oleh otoritas negara.
Orang tua anak-anak Turki yang menghadiri sekolah-sekolah ini telah
menempatkan tuntutan pada staf dan sistem. Namun, masalahnya adalah
bahwa sementara sekolah-sekolah ini didanai oleh negara, staf direkrut dan
dipekerjakan oleh gereja yang bertanggung jawab. Tujuan utama dari agensi
ini adalah untuk memberikan asuhan orang Kristen bagi anak-anak yang
menghadiri sekolah-sekolah ini. Karena perubahan dalam kurikulum atau
komposisi staf akan bertentangan dengan tujuan utama sekolah-sekolah ini,
pihak sekolah menolak pengangkatan guru pembibitan Turki. Beberapa
pembibitan Muslim telah didirikan namun sebagai bagian dari sebuah asosiasi
Muslim. Sebagai inisiatif pribadi, mereka dikecualikan dari pendanaan publik.
Semua negara memberikan pengajaran ibu-bahasa komplementer yang
disediakan oleh guru-guru Turki. Pendidikan agama Islam telah menjadi
bagian dari pengajaran komplementer ini. Pada awal tahun 1980an, hanya di
Bavaria ada periode reguler dua jam yang dikhususkan untuk pengajaran
agama Islam. Ini diajarkan oleh para guru Turki sesuai dengan silabus yang
dirancang untuk sekolah-sekolah Turki. Namun, standar pendidikan para guru
dan isi silabus harus disetujui oleh otoritas gereja yang diakui.
Mengenalkan ajaran agama Islam sebagai subjek tersendiri bagi anak-anak
Muslim telah menjadi topik yang paling diperdebatkan di Jerman sejak
pertengahan 1970an. Otoritas pendidikan telah menolak permintaan Muslim
untuk fasilitas yang serupa dengan gereja-gereja dengan alasan bahwa Islam
tidak memiliki status komunitas religius. Hasil pengucilan ajaran Islam dari
37
sekolah negeri meningkatkan monopoli gerakan Islam yang berbeda dalam
ajaran Islam. Orang tua Turki yang tidak puas dengan pendidikan Islam
sebagai bagian dari pengajaran komplementer di sekolah umum mengirim
anak-anak mereka ke masjid atau Qur "sebuah sekolah” yang dimiliki oleh
Mili Gorus atau Gerakan Suleymanci.
Tidak hanya di tingkat sekolah, pendidikan Islam juga mulai
diperkenalkan pada tingkat akademik dengan membuka jurusan Teologi Islam
di perguruan tinggi di Jerman. pendidikan pada tingkat akademik ini dianggap
dapat memberi solusi terhadap masalah kehidupan Muslim dalam keragaman
dan juga dapat mengangkat isu partisipasi mereka dalam diskursus politik.
Pencarian pengakuan dan identitas dari imigran Muslim, terutama Muslim
Turki, di Jerman dan negra Eropa lainnya terus berproses. Upaya integrasi
yang dilakukan oleh pemerintah dan kaum Muslim terus dilakukan agar
eksistensi kaum Muslim di sana dapat sejajar dengan penduduk Jerman
lainnya. Upaya tersebut sedikit demi sedikit membuahkan hasil, di antaranya
masuknya pendidikan Islam di berbagai lembaga kajian dan pendidikan di
Jerman, bahkan Islam menjadi bagian dari kurikulum pendidikan bagi
kalangan Muslim di Jerman.
Salah satu yang diupayakan oleh Universitas Wolfgang Goethe di
Frankfurt Jerman yaitu membuka program kajian Islam selama tiga tahun pada
semester musim dingin tahun 2010. Program sarjana akan fokus pada kajian
ilmiah agama dan aspek sejarah Islam. Keberhasilan program studi kajian
Islam itu akan ditinjau ulang oleh Universitas tiga tahun sejak peluncuran.
Pemerintah Jerman pun mengumumkan rencana untuk mendirikan Institut
khusus bagi kajian Islam untuk melatih generasi pemuka Muslim dan pengajar
agama untuk lebih mampu beradaptasi dengan masyarakat Barat, Selain itu
juga secara halus mengendalikan bagaimana bentuk pendidikan keyakinan
diajarkan ke populasi Muslim yang kian berkembang. Tujuan pemerintah,
selain agar kaum Muslim lebih adaptif dan berintegrasi secara penuh, kaum
muda Muslim juga tidak mudah mengikuti pemikiran ekstrimisme dan
38
kelompok radikal. Pada sisi lain, umat Muslim Jerman pun berusaha keras
untuk mengikis tentang Islamophobia dari kalangan non-Muslim.
Anette Schavan yang merupakan sosok dibalik perkenalan kurikulum
Islam di Badenwurttemberg, semasa menjadi Menteri Kebudayaan, ia
memperbolehkan seorang guru Muslim untuk mengenakan jilbab. Langkah
Schavan bukan tanpa menuai protes dari warga Jerman. Namun, seiring
perkembangan komunitas Islam di Jerman, negara tersebut memiliki kebijakan
lain tentang penanganan komunitas Muslim seperti tidak mengikuti Perancis
dan Belgia yang melarang Burka. Saat menjadi Menteri Pendidikan di Jerman
Schavan mendukung rencana memasukan kajian Islam sebagai bagian dari
kurikulum baru dalm pendidikan di Jerman. Schavan menilai kurikulum
tentang Islam bisa mengantarkan integrasi masyarakat Muslim Jerman secara
utuh. Selain itu, keberadaan pendidikan tentang Islam akan menjadi jembatan
kesepahaman antara pelajar Muslim dan non-Muslim di Jerman. kebijakan
baru bisa menjauhkan Islam dari citra kekerasan dan radikalisme serta
membuatnya menjadi sangat transparan. Komunitas Muslim di Jerman
sebaiknya memahami diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Jerman.
39
BAB IV
STUDI KASUS : MILI GORUS DI JERMAN
A. Sejarah berdirinya Mili Gorus di Jerman
Dalam berbagai literatur sejarah disebutkan bahwa Islam masuk ke Jerman
akibat adanya migrasi dari negara-negara Islam di Afrika Timur, Timur
Tengah, Asia dan Turki, baik karena alasan politik maupun untuk mencari
pekerjaan. Migrasi ini berlangsung dari 1960-1970-an, sehingga membuat
pertumbuhan penduduk muslim meningkat pesat. Gerakan Mili Gorus
mendirikan cabang pertama di Jerman lebih dulu pada tahun 1976. Disebut
Türkischen Union Deutschland eV atau Turki Uni Eropa, tujuan awal
organisasi ini adalah untuk mengumpulkan uang dari Diaspora Turki, dan
pekerja migran terutama Sunni-Muslim, untuk mendukung dakwah Islam dan
kegiatan politik lainnya di Turki. Sejak berdirinya, gerakan tersebut telah
berulang kali berganti nama. Pada tahun 1995, gerakan ini berganti nama
menjadi Komunitas Islam Mili Gorus dan mempertahankan nama ini sampai
hari ini.57
Dari tahun 1970an sampai 1990an, cabang Jerman Mili Gorus fokus
mempertahankan Islamisasi Turki. Pada era pasca 1980, kelompok-kelompok
islamis mampu mendirikan asrama muslim, asosiasi dan yayasan secara
khusus ditargetkan untuk kaum muda. Mili Gorus tidak hanya menyetujui
serangan terhadap sekularisme tetapi juga menciptakan kondisi untuk andil
dalam kekuasaan politik oleh kelompok Islam. Organisasi tersebut
memberikan kebebasan individu berpikiran religius dengan rasa memiliki
komunitas dan identitas di negara diaspora. Anggota secara terbuka
mendukung agenda Islam yang disebarkan oleh Necmettin Erbakan. Erbakan
mendirikan organisasi Mili Gorus yang menganut ideologi politik Islam. Ia
memberi penguatan pada nilai-nilai Islam dan menekan pengaruh negatif dari
dunia Barat serta mendukung lebih dekat negara-negara Muslim. Namun,
57Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Noktah: Yogyakarta, 2017, h. 552
40
selama tahun 1990an, terutama setelah pemecatan Erbakan sebagai perdana
menteri dan pelarangan Partai Kesejahteraan pada tahun 1997, aktivis Mili
Gorus di Jerman kehilangan kepercayaan akan transformasi Islam Turki yang
akan datang dan mulai menerima mereka tinggal di Diaspora.
Saat ini, IGMG (Islamische Gemeinschaft Mili Gorus) adalah gerakan
Islamis terbesar dan paling berpengaruh yang beroperasi di Jerman. Menurut
Bundesverfassungsschutz (Kantor Federal Jerman untuk Perlindungan
Konstitusi), IGMG di Jerman berjumlah 30.000 anggota. Namun, jumlah
anggota melalui yayasan dan layanannya secara substansial lebih tinggi.
IGMG berafiliasi dengan 323 lembaga kebudayaan dan masjid, yang
terhubung ke gerakan dengan cara yang berbeda.58
Proyeksi publik resmi IGMG, yang disebarluaskan di situsnya dan dalam
bentuk berbagai majalah dan brosur, mencoba untuk menyampaikan citra
organisasi religius moderat dan moderat yang telah meninggalkan masa lalu
politik dan Islamnya. Misalnya, satu publikasi IGMG menguraikan
pandangan dunia dan tujuan organisasi mengklaim bahwa “IGMG nyatakan
sendiri dengan urutan dasar gratis demokrasi dan menganggap itu menjadi
dasar bagi kehidupan sosial yang majemuk, damai, toleran, dan harmonis.”
Lebih jauh lagi, ia menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan antara cara
anggota IGMG berpikir dan cara mereka bertindak.” IGMG juga mengklaim
mendukung hak yang sama untuk pria dan wanita dan seolah-olah menolak
pembentukan alternatif atau “paralel” masyarakat untuk Muslim.
Fungsionaris IGMG kontemporer, apalagi, sering meremehkan afiliasi
gerakan mereka dengan cita-cita Islam yang disebarkan oleh Necmettin
Erbakan. Memang, para pemimpin IGMG terkadang tampaknya
menggambarkan ajaran Erbakan sebagai ketinggalan zaman dan tidak lagi
berhubungan dengan kehidupan Muslim kontemporer di Eropa. Dalam sebuah
wawancara 2010 dengan surat kabar Jerman Die Tageszeitung, misalnya,
seorang pejabat IGMG Mustafa Yoldas menyatakan, “Untuk sebagian besar
58The Mili Gorus Of Germany, Jurnal David Vielheber, 2012, h. 54
41
gerakan Milli Görüs di Eropa, Erbakan adalah sedikit dari patriark, yang Anda
tidak ingin bertentangan, tetapi pada dasarnya kita semua tahu: Dia harus
pergi, waktunya sudah habis.”
IGMG secara nominal mendukung integrasi Muslim ke dalam masyarakat
Jerman, namun ia dengan tegas menolak asimilasi. Organisasi tersebut,
misalnya, menekankan perlunya mempertahankan identitas Muslim religius.
Layanan religius bertujuan untuk "menumbuhkan identitas Islam mandiri,"
sementara organisasi tersebut menyediakan program pendidikan untuk
membantu anggota IGMG dalam memajukan karir profesional mereka. 42
Dalam penjangkauan kepada masyarakat luas, yang IGMG mencoba untuk
menggambarkan dirinya sebagai organisasi kesejahteraan sosial keagamaan
yang hadir untuk kebutuhan klien yang dikucilkan, semuanya digambarkan
sebagai yang permanen mengalami diskriminasi dan penolakan. Salah satu
sumber pertentangan antara IGMG dan Jerman elit hubungannya dengan
masalah seseorang “bahasa pertama.” Elit politik Jerman pada umumnya
menerima pandangan bahwa akuisisi bahasa Jerman sebagai bahasa pertama
seseorang merupakan syarat penting untuk Integrasi imigran ke dalam
masyarakat. Namun, merek IGMG mendukung kebijakan yang didukung
Jerman ini sebagai pembinaan asimilasi, dan dengan demikian sebagai sebuah
kebijakan yang mendorong umat Islam untuk meninggalkan identitas Islam
mereka. Juru bicara organisasi telah demikian membuat klaim tidak logis
bahwa “yang mampu berbicara bahasa mayoritas membutuhkan kenalan
bahasa ibu seseorang.” Sengketa yang sedang berlangsung ini mengungkapkan
sejauh itu menunjukkan bahwa IGMG secara aktif tahan terhadap setiap
integrasi yang berarti Muslim ke dalam masyarakat Jerman dengan mencela
inisiatif kebijakan yang bertujuan memfasilitasi proses integrasi karena upaya
pemerintah Jerman untuk menghapus imigran identitas agama Muslim
mereka. Akibatnya, penciptaan ruang alternatif dan masyarakat paralel dapat
dibenarkan seperlunya untuk kelangsungan hidup budaya.59
59The Mili Gorus Of Germany , Jurnal David Vielhaber, 2012, h. 55
42
Corong informal gerakan Mili Gorus internasional adalah harian Turki
Mili Gazette, atau koran Nasional. Edisi koran Eropa, yang didistribusikan di
seluruh Uni Eropa, berfungsi sebagai link ikat penting antara kelompok yang
berafiliasi dengan gerakan dan membantu untuk mempromosikan kesesuaian
ideologis antara Islam berdasarkan Turki-dan yang berbasis di Eropa.
Perwakilan dari surat kabar secara teratur menghadiri acara yang
diselenggarakan oleh IGMG dan anggotanya secara aktif didorong untuk
berlangganan. Pada tahun 2008, seorang pejabat Partai Saadet berpangkat
tinggi dari Turki menyatakan bahwa siapa pun yang tidak membaca koran
tidak dapat menjadi anggota sejati Mili Görüs. Untuk alasan ini, surat kabar
dapat dilihat sebagai publikasi otoritatif dan wakil dari IGMG. Pertimbangan
pendapat yang secara rutin diungkapkan di surat kabar dan kebijakan yang
didukungnya memberikan bukti bahwa klaim IGMG telah berhenti menganut
Islamisme dan ajaran Erbakan.
Mili Gorus mendirikan gerakan cabang pertama di Jerman pada tahun
1970an. Gerakan milli gorus berusaha secara khusus untuk menyebarkan
pesan mereka di antara sejumlah besar buruh migran Turki yang telah menetap
di Jerman. Sejak kedatangannya di Jerman sekitar empat dekade lalu, IGMG
tetap berkomitmen untuk visi politik Erbakan, baik secara ideologis dan taktis.
Sementara gerakan Milli Gorus yang berbasis di Jerman dan Turki berbagi
keturunan yang sama dalam ajaran Erbakan, gerakan orang tua di Turki dan
cabang-cabangnya di Eropa masing-masing menghadapi lingkungan operasi
yang sangat berbeda selama empat puluh tahun terakhir. Di Turki,
pengkhotbah dan aktivis Milli Görüs telah memainkan peran yang sangat
penting dalam merendahkan secara bertahap institusi dan prinsip Kemalis
sekuler dan dalam bangkitnya Islam politik selama empat dekade terakhir.
Sekarang, dan terutama karena naiknya kekuasaan dari Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP) pada tahun 2002, Milli Görüs bersama dengan gerakan-
43
gerakan Islam ideologis-kerabat lainnya belum pernah menikmati pengaruh
yang terjadi sebelumnya atas kehidupan agama dan politik Turki.60
Di Jerman, sementara itu, IGMG telah berulang kali dipaksa untuk
mengalihkan fokus. Jasa keamanan Jerman ini telah dimonitor dengan IGMG
dari keprihatinan bahwa hal itu memberikan kontribusi untuk radikalisasi
ideologi dan terhubung dengan terorisme. Terkadang, pasukan keamanan
Jerman telah bergerak agresif untuk mengganggu operasi kelompok tersebut.
Misalnya, pada bulan Desember 2009, polisi Jerman mencari beberapa
fasilitas IGMG sebagai bagian dari penyelidikan fungsionaris IGMG
terkemuka atas tuduhan penggelapan dan pembentukan sebuah organisasi
kriminal. Penyelidikan tersebut kemudian jatuh pada bulan September 2009.
Untuk memahami IGMG di Jerman saat ini, hal ini berguna untuk
mempertimbangkan kenaikan Islamisme di Turki modern, dan secara khusus,
untuk memeriksa ide-ide dan metode Erbakan dan gerakan Milli Görüs ia
mendirikan. Memang, ada afinitas penting ideologis antara gerakan Milli
Görüs di Turki dan ICMG, serta keterkaitan operasional yang cukup besar kini
antara dua gerakan. Keterkaitan ini cenderung menjadi lebih menonjol dan
kuat seiring berjalannya waktu. Hal ini terutama terjadi sekarang, pada saat
Turki diperintah oleh AKP, partai dengan simpati Islam yang jelas yang para
pejabat juga telah menunjukkan keinginan untuk mempengaruhi Turki
Diaspora di Eropa.
B. Ideologi dan Struktur Organisasi
1. Ideologi
Ideologi Mili Gorus merupakan gagasan dari Necmettin Erbakan, seorang
intelektual Islamis Turki terkemuka yang juga menjadi salah satu politisi
Turki. Sejak berdirinya Mili Gorus gerakan ini tidak mengubah ideologinya
yang ingin mengislamisasikan masyarakat Turki terutama yang berada di
negara Barat seperti Jerman. ingin memurnikan imigran Turki yang berada di
Jerman dari pengaruh yang tidak Islami. 60 The Mili Gorus Of Germany, Jurnal David Vielhaber, 2012, h. 56-57
44
Organisasi Milli Gorus juga merupakan komunitas agama yang memiliki
tujuan mengajar dan mengembangkan iman Islam, relisasinya dalam semua
hubungan sosial dan pemenuhan perintah-perintah Al-Quran. Selain itu,
IGMG mewakili anggotanya dalam masalah sosial dan politik
yangberkomitmen untuk mengamankan hak-hak fundamental mereka,
berupaya menggambarkan dirinya sebagai kesejahteraan sosial agama yang
memenuhi kebutuhan kliennya yang dikucilkan, mengalami diskriminasi dan
penolakan. Erbakan sebagai pendiri Milli Gorus ingin Islam lebih banyak
punya andil dlam politik dan masyarakat serta memandang negatif demokrasi
dan sekularisme. Organisasi ini menekankan perlunya mempertahankan
identitas muslim yang religius. Sebagai tempat layanan keagamaan
pendekatannya melalui program pendidikan. Salah satunya sekolah-sekolah
yang menerapkan sistem sekuler dimasukan pelajaran-pelajaran berbasis
agama.61
Sumber utama pemahaman Islam tentang IGMG adalah Al-Quran dan
Sunnah. Islam adalah agama yang jauh lebih dari ibadah di masjid. Dengan ini
mengingatkan orang-orang untuk bertanggung jawab untuk nilai-nilai etis
dalam semua lingkup kehidupan sosial dan individu. Untuk hidup yang Islami,
terlepas dari batas—batas geografis dan budaya daerah tradisional berarti
menyelaraskan kehidupan dalam segala hal dengan standar Al-Quran dan
Sunnah Nabi. Berbagai bentuk praktik keagamaan, dengan sumber-sumber
hukum temuan Islam, yaitu Al-Quran, Sunnah, Ijma, Kiyas untuk pengayaan
kehidupan beragama dan sosial.
Para anggota IGMG mempertahankan hubungan mereka dengan negara
asal mereka, tetapi mereka juga melihat diri mereka sebagai bagian yang kuat
dan permanen dari masyarakat setempat. Dalam hal ini, adalah kepentingan
IGMG sendiri untuk bekerja demi keselarasan sosial dan kesejahteraan.
Sebagai bagian dari komunitas Islam global (UMMA), ini juga merupakan
61The Milli Gorus Of Germany, Jurnal David Vielhaber, 2012, h. 9
45
tugas IGMG untuk memantau secara seksama masalah umat Islam di seluruh
dunia dan berkontribusi terhadap solusi mereka.
Perlindungan dan bantuan untuk orang yang membutuhkan hanya dapat
dipenuhi secara bersama-sama dari sudut pandang Islam. Oleh karena itu
IGMG mendukung perjuangan melawan ketidakadilan di seluruh dunia yang
bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara dan organisasi masyarakat
sipil. Hal ini berkomitmen untuk memecahkan masalah ekonomi, politik dan
sosial untuk mempromosikan unsur kebajikan seperti kebaikan dan solidaritas
di antara orang-orang. Sejalan dengan kata-kata Nabi,”bersainglah dengan
baik dan dalam kesalehan” atau “hilangkan, jangan menghalangi,” IGMG
mengadvokasi nilai-nilai universal dan solidaritas bersama. Dalam Islam ada
perintah-perintah individu dan perintah-perintah yang dilakukan bersama
terutama dalam masalah sosial, diperlukan komitmen bersama.62
2. Struktur Asosiasi Sentral
Presidium, diketuai oleh ketua, yang bertugas sebagai pengambil
keputusan tertinggi dan badan pengurus IGMG di samping dewan yang
berwenang untuk mewakilinya. IGMG diatur menurut tiga tingkatan:
organisasi kepala IGMG yang berlokasi di Cologne Jerman, sub-cabang
regional IGMG dan komunitas masjid setempat.Terdiri dari delapan kepala
departemen sekretariat jenderal, pengembangan komunitas, keuangan, Irsyad,
pendidikan, perempuan, pemuda dan pemuda perempuan, serta penasihat
ketua. Masing-masing bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan yang
diambil di Biro. Komite ekskutif pusat, terdiri dari kepala departemen yang
diwakili di presidium, deputi kepala departemen sekretariat jenderal.
Departemen irsyad, departemen pendidikan dan departemen pengembangan
masyarakat. Komite eksekutif pusat juga mencakup kepala departemen
layanan sosial, perjalanan haji dan umrah, kepala komisi pengawasan, kepala
62https://www.igmg.org
46
bagian akuntansi, bagian personalia dan administrasi teknis dan departemen
mahasiswa.
Departemen IGMG memiliki bidang kerja dan kelompok sasaran yang
berbeda, yang menurutnya mengatur layanannya bekerja sama dengan sub-
divisi masing-masing.
3. Struktur organisasi
Kegiatan IGMG dilakukan seperti yang dipersyaratkan oleh cabang,
asosiasi regional atau asosiasi pusat dalam bentuk kerja sama pembagian
kerja. Komunitas masjid mewakili unit fungsional terkecil, diantara hal-hal
lain, yang dilakukan yakni berdoa dan diberikan pengajaran agama. Karena
kedekatan geografis dengan anggota, penawaran yang berorientasi pada
kebutuhan untuk kelompok sasaran organisasi wanita, pemuda dan pemuda di
bidang pendidikan dan pekerjaan sosial.
Masjid IGMG aktif di Jerman serta di Perancis, Swiss, Italia, Austria,
Norwegia, Swedia, Denmark, Belanda, Belgia, Inggris, Kanada dan Australia.
Komunitas masjid dan cabang lainnya bekerja sama dengan departemen
masing-masing dalam 35 asosiasi regional dan negara bagian. Dengan total 15
asosiasi regional, diwakili IGMG di Jerman. sebagai penghubung antara
kantor pusat dan cabang, asosiasi regional mengkoordinasikan kegiatan
cabang-cabang. Asosiasi regional menyertai kegiatan lokal dan regional,
menyusun rencana kerja dan bertindak sesuai dengan strategi implementasi
pusat untuk melaksanakan tujuan utama.
Asosiasi pusat merencanakan dan mengendalikan berbagai kegiatan
IGMG, sehingga mereka dapat ditawarkan secara nasional di semua kantor
cabang dan standar yang seragam dapat dijamin. Tanggung jawab asosiasi
pusat terus menjadi pelatihan dan penyediaan imam, layanan pemakaman, dan
klub buku. Yang terakhir ini terutama menawarkan literatur tentang topik
agama, budaya dan sosial.
47
IGMG mempertahankan 518 masjid, 323 masjid di Jerman. Selain itu klub
perempuan, pemuda, sekolah, pendidikan, budaya dan olahraga adalah bagian
dari jaringan oganisasi. Secara total, IGMG menawarkan layanannya di 2.330
cabang untuk 127.000 anggotanya. Termasuk peserta dalam doa jumat
mingguan, IGMG mencapai sekitar 350.000 orang.63
Unit kedua adalah kantor regional dimana komunitas masjid setempat
digabungkan. Keseluruhan 30 sub cabang regional Eropa dimana ada 15
ditempatkan di Jerman empat di Perancis dan Austria masing-masing dan dua
di Belanda, yaitu NIF dan MGNN.Menurut informasi yang diberikan oleh
IGMG, kantor regional membangun hubungan antara kantor pusat IGMG di
Cologne dan masyarakat setempat. Di sisi lain, mereka bertanggung jawab
atas koordinasi pekerjaan religius dan pendidikan, koordinasi para imam
dengan masyarakat lokal serta penyelenggaraan acara kultivasi. Unit ketiga
diwakili oleh kantor pusat IGMG di Jerman yang membangun struktur
keseluruhan organisasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan strategi untuk
pedoman mendasar dan koordinasi organisasi layanan keagamaan, pendidikan
dan sosial.
Seperti telah disebutkan diatas, kantor pusat IGMG prihatin dengan
penyediaan strategi untuk panduan mendasar bagi cabang-cabang regionalnya.
Untuk mendorong koherensi ideologis internal gerakan diaspora Mili Gorus di
Eropa, ada tiga strategi yang digunakan sebagai alat untuk menyediakan sub
cabang regional dengan pedoman dan orientasi ideologis mendasar. Pertama,
departemen irsyad menganggap tugas utama IGMG adalah bertanggung jawab
atas pendidikan, pelatihan dan pengawasan para imam di dalam masyarakat,
yang kemudian didistribusikan ke berbagai cabang sub wilayah IGMG.
Kedua, departemen sekretaris jenderal bertanggung jawab atas pengangkatan
para pemimpin sub cabang regional. Ketiga, mengatur distribus media
internal, yang mencakup pendirian situs web IGMG www.igmg.de, sebuah
radio internet www.igmg.fm dan perspektif jurnal bulanan IGMG.
63https://www.igmg.org
48
Menganalisis tiga strategi di atas sebagai indikator seberapa kuat IGMG dan
NIF/MGNN terhubung untuk menentukan apakah asumsi bahwa sikap
ideologis serupa terhadap integrasi berlaku benar. Sampai saat ini,
perkembangan historis gerakan Mili Gorus dan struktur organisasi IGMG
telah menunjukkan perkembangan umum dan keterkaitan yang cukup besar
yang dengannya kita dapat mengharapkan bahwa reaksi pemerintah terhadap
gerakan di Jerman dan Belanda akan menjadi serupa. Persepsi gerakan
diaspora Mili Gorus sangat berbeda di kedua negara.64
C. Mili Gorus dan Strategi Islamisme
Merujuk pada Necmettin Erbakan, para pengikutnya tidak melakukan
kekerasan dalam berjihad untuk menggulingkan sistem politik sekuler.
Sebaliknya, ia lebih menyukai islamisasi masyarakat secara bertahap yang
harus dicapai melalui penggantian hukum dan norma sekuler dengan hukum
Islam. Yang paling penting untuk kembali ke Islam yakni dengan kesadaran.
Mili Gorus melalui berbagai jaringan untuk penyebaran kesadaran Islam
sejati misalnya dengan merespon langsung kebutuhan pekerja miskin,
menawarkan makanan, hostel, beasiswa, jaringan lulusan muda, bantuan
dengan pencarian kerja, kredit ke pemilik toko, industrialis dan pedagang serta
proyek swadaya untuk perempuan. Dengan layanan ini dibagikan juga kaset
video rekaman pidato-pidato Erbakan.65
Strategi penting yang dijalankan Mili Gorus adalah dengan memperkuat
aliran Islam dalam sistem pendidikan. Erbakan sangat berkomitmen pada
sekolah karena ia melihat pendidikan Islam sebagai jalan paling efektif untuk
redefinisi identitas nasional. Sebagai contoh sekolah Imam Hatip di Turki
sebagai jejaring sosial yang menopang dan meningkatkan kekuatan politik
mereka dengan mendidik anak muda sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
64State Perceptions Of The Diaspora Movement Mili Gorus In Germany And The Netherlands,
Jurnal Anna Pervanidis, h. 5 65The Mili Gorus Of Germany, Jurnal David Vielhaber, 2012, hal. 5
49
Gerakan Mili Gorus memiliki sekitar 26.500 anggota di Jerman dan
memiliki sekitar 2.200 fasilitas seperti komunitas masjid, klub pemuda dan
olahraga wanita (situs Mili Gorus). Organisasi Islam politik seperti Mili
Gorus, lebih terlibat dalam negosiasi antara umat muslim dan negara dalam
mencari pengakuan dari public untuk melayani kebutuhan sosial dan agama
mereka (Islam).66
Mili Gorus secara bertahap menjauhkan diri dari politik Turki dan mencari
jalan lain sebagai organisasi Islam Eropa. Para pengikut dan pemimpinnya
untuk memahami kehidupan sebagai muslim di Eropa menjadi lebih penting
daripada mengubah politik Turki. Pergeseran ini tercermin dalam nama resmi
mereka yakni Avrupa Mili Gorus Teskilatlari menjadi Islamische
Gemeinschaft Mili Gorus (IGMG), yang diambil dari setengah bahasa Jerman
dan bahasa Turki. Secara harfiah berarti 'Visi Nasional Masyarakat Islam'.
Reorientasi Mili Gorus menuju Eropa telah mendapatkan pengakuan resmi
bagi Islam dan identitas Muslim. Mili Gorus adalah organisasi Islam Turki
yang paling responsive untuk menyatakan kebijakan dalam pendidikan Islam
karena itu hak untuk mengenakan jilbab di sekolah umum diperbolehkan.
Anggota IGMG mempertahankan hubungan dengan negara asal mereka
yaitu Turki, namun mereka juga menganggap diri mereka sebagai bagian
permanen masyarakat setempat. Dalam hal ini, kepentingan IGMG sendiri
adalah untuk mewujudkan harmoni dan kesejahteraan sosial. Sebagai bagian
dari komunitas Islam global (Umma), juga merupakan tugas IGMG untuk
memantau masalah umat Islam di seluruh dunia dan berkontribusi pada solusi
mereka.
Perlindungan dan bantuan untuk orang-orang yang membutuhkan hanya
dapat dipenuhi dari sudut pandang Islam. Oleh karena itu, IGMG mendukung
perjuangan melawan ketidakadilan yang bekerjasama dengan lembaga negara
dan organisasi masyarakat sipil. IGMG berkomitmen untuk memberikan
66 Journal of Ethnic and Migration Studies Vol. 36, No. 3, March 2010, h. 446
50
solusi dari masalah ekonomi, politik dan sosial dalam rangka untuk
mempromosikan kebijakan dasar seperti kebaikan dan solidaritas antar
masyarakat.
Di Jerman, IGMG dianggap sebagai organisasi Jerman, sementara di
Eropa markas IGMG sebagian besar diabaikan dan menjadi perdebatan public
dan akademis.67IGMG menyatakan bahwa ia memelihara 1.833 fasilitas lokal,
termasuk 514 komunitas masjid. Ini sangat berbeda dalam hal ukuran dan
sumber daya terkait, mulai dari 50 hingga 1000 anggota keluarga. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, komunitas IGMG bergantung pada keterlibatan
sukarela dari anggota mereka. Imam umumnya adalah satu-satunya posisi
yang dibayar dalam asosiasi lokal.68
D. Kegiatan Mili Gorus Hareketi
Jerman merupakan negara sekuler. Negara dan agama dipisahkan, dan
negara tidak ikut campur dalam urusan internal tiap-tiap agama. Meskipun
begitu, negara tetap membina komunitas-komunitas keagamaan dan menjalin
kerja sama di banyak bidang, antara lai dalam memelihara kesejahteraan atau
terkait dengan pendidikan agama di sekolah negeri. Beberapa sekolah
menyelenggarakan pendidikan agama Islam di samping pendidikan agama
kristen dan sejumlah universitas telah mendirikan lembaga-lembaga teologi
Islam.
Kegiatan kantor pusat IGMG dibagi menjadi enam bidang studi: irsyad
(rujukan agama), organisasi, sekretaris jenderal, pendidikan, departemen
perempuan dan departemen pemuda. Pembagian bidang informasi ini sebagian
besar berlaku untuk sub cabang regional. Dengan demikian, NIF/ MGNN
melakukan hal serupa dengan IGMG dalam kegiatan pendidikan, wanita dan
pemuda.
67Kerstin Rosenow-Williams, Organizing Muslims and Integrating Islam In Germany: New
Developments In The 21th Century, Leiden-Boston: 2012, h. 269 68Kerstin Rosenow-Williams, Organizing Muslims and Integrating Islam In Germany: New
Developments In The 21th Century, Leiden-Boston: 2012, h. 273
51
Asosiasi pusat merencanakan dan mengendalikan berbagai kegiatan
IGMG, seperti ziarah, zakat, donasi, kurban dan pembuatan kalender doa.
Departemen pendidikan berkonsentrasi pada pelatihan anak-anak, seperti:
1. Pendidikan agama, pembelajaran bahasa negara
tuan rumah serta bimbingan belajar ke rumah.
2. Memperhatikan kegiatan perempuan dalam
masyarakat yang berfokus pada pendidikan agama
dan bahasa, melalui tutorial, pelatihan, dan
konferensi tentang pernikahan, mengasuh anak dan
kesehatan.
3. Departemen pemuda menawarkan kelas-kelas
misalnya, agama Quran, bahasa, kursus aplikasi
kerja, kegiatan olahraga, perjalanan pemuda, kelas
komputer, proyek departemen wanita dan pemuda
akan dilihat untuk mengetahui sejauh mana kegiatan
IGMG.
E. Tokoh Mili Gorus Hareketi
Di tubuh organisasi Mili Gorus terdapat tokoh penting yang menjadi ikon
penggerak organisasi ini, tokoh-tokoh internal merupakan orang-orang yang sejak
awal memiliki komitmen kuat untuk mendirikan Mili Gorus dan berjuang atas
nama keyakinan ideologis mereka dengan didukung oleh kesamaan pandangan
diantara mereka, diantara tokoh-tokoh tersebut ada tiga orang tokoh penting yang
memiliki peran dominan yakni Necmettin Erbakan dan Necip Fazil.69
Necmettin Erbakan lahir di Sinop, di pantai laut hitam di Turki Utara 29
Oktober 1926. Singkat cerita setelah ia lahir keluarganya pindah ke kota Anatolia
tepatnya di Kayseri menetap disana selama enam tahun. Setelah pendidikan
69 Mili Gorus Gerakan Islam, Jurnal Hasip Yokus: 252, 2012
52
perguruan tinggi di Istanbul Lisesi dan ia lulus dari Fakultas Teknik Mesin di
Universitas Teknik Istanbul (ITU) pada tahun 1948 dan menerima gelar Ph.D. dari
Universitas Teknik Aachen di Jerman pada tahun 1953. Pada tahun 1965 ia
menjadi seorang Professor kemudian meninggalkan akademisi untuk berpolitik.70
Erbakan adalah seorang insinyur, akademisi, ilmuwan, dan politisi, yang
kemudian mendirikan dan menjadi pemimpin partai politik. Keterlibatannya
dalam politik, kemudian mengantarkannya menjadi Perdana Menteri Turki dari
tahun 1996-1997. Erbakan tokoh dan pemimpin Islam pertama yang menjadi
perdana menteri Turki. Pada tahun 1997 ia dikudeta oleh militer, dan dipaksa
mundur sebagai perdana menteri, dan kemudian dilarang berpolitik oleh
mahkamah konstitusi, selama lima tahun.
Erbakan yang meninggal dalam usia 85 tahun itu, sekalipun seorang Islamis,
sikapnya tidak mengurangi kemampuannya untuk melakukan kerjasama dengan
berbagai kekuatan politik Turki, dan mampu berinteraksi secara jujur dengan
kekuatan politik lainnya, tanpa menjadi seorang oportunis. Necmettin Erbakan
mengabdikan hidupnya dalam sebuah gerakan Islam yang dikenal dengan “Mili
Gorus”, sebuah gerakan yang memiliki akar dalam politik Islam di Turki yang
kemudian mempunyai cabang di beberapa negara.
Ideologi Necmettin Erbakan ditetapkan dalam sebuah manifesto, yang ada
dalam gerakan Mili Gorus (Nasional View), yang diterbitkan pada tahun 1969.
Gerakan Mili Gorus, berakar pada prinsip-prinsip Islam, dan menjadi sebuah
gerakan besar di Turki, yang memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin di
Mesir. Mili Gorus adalah sebuah gerakan yang berbasis agama, yang memiliki
sayap politik di Turki sejak tahun 1970. Kemudian, Erbakan telah menjadi
pemimpin dari berbagai partai politik Islam yang didirikan atau diilhami oleh
gerakan Mili Gorus, dan mendapatkan dukungan rakyat Turki. Tetapi, partai-
partai Islam di Turki yang didirikan oleh Erbakan berulang kali dibubarkan oleh
penguasa sekuler di Turki. Pada 1970-an, Erbakan menjadi ketua Partai
70 Metin Heper and Sabri Sayari, Political Leaders and Democracy In Turkey, Lexington Books:
Ingrris, 2002, h. 128
53
Keselamatan Nasional, puncaknya, membentuk koalisi dengan Partai Republik
yang dipimpin Perdana Menteri Bulent Ecevit selama krisis Siprus 1974.
Ketika militer melangsungkan kudeta tahun 1980, dan partainya Erbakan
dilarang di pentas politik, kemudian Erbakan muncul kembali setelah referendum
untuk mencabut itu pada tahun 1987, dan selanjautnya Erbakan memimpin Refah
Partisi (Partai Kesejahteraan). Erbakan secara mengejutkan sukses memimpin
Partai Refah, dan menjadi kekuatan politik yang besar, serta memiliki pengaruh
yang luas, ketika pemilu 1995.
Erbakan menjadi Perdana Menteri pada tahun 1996, dan koalisi dengan Dogru
Yol Partisi (Partai Jalan Sejati), yang dipimpin Tansu Ciller. Erbakan adalah
perdana menteri pertama Turki dari kalangan muslim taat di Turki modern.
Sebagai perdana menteri, ia berusaha membangun hubungan dengan negara-
negara Arab. Selain mencoba untuk mengikuti program kesejahteraan ekonomi,
yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan antara warga Turki, pemerintah
mencoba menerapkan pendekatan politik multi-dimensi untuk hubungan dengan
negara-negara tetangga.
Militer Turki secara bertahap meningkatkan kekerasan dan tekanan politik
kepada pemerintah Erbakan, akhirnya mendorong Erbakan untuk mundur 1997
dalam sebuah langkah yang telah dijuluki sebagai “kudeta post modern”.
Partai Kesejahteraan (Partai Refah), kemudian dilarang oleh pengadilan, yang
menilai bahwa partai memiliki agenda untuk mempromosikan fundamentalisme
Islam, dan Erbakan dilarang aktif berpolitik.
Meskipun dilarang melakukan aktivitas politik, Erbakan tetap bertindak
sebagai mentor dan penasehat informal untuk anggota mantan Partai Refah yang
mendirikan Partai Kebajikan pada tahun 1997. Partai Kebajikan dianggap
inkonstitusional pada tahun 2001 kemudian dilarang. Pada saat larangan terhadap
Erbakan dibidang politik telah berakhir, ia mendirikan Partai Felicity, ia adalah
pemimpin tahun 2003-2004 dan sekali lagi dari 2010 dan seterusnya.
Gerakan Islamis yang digerakkan oleh Erbakan yang berusaha ingin
membangun kerjasama yang luas dengan dunia Islam, dan ingin mengembalikan
peran histroris Turki. Erbakan benar-benar seorang pejuang Islam dengan caranya,
54
ingin membangun kembali peran sejarah Turki bagi masa depan Islam. Erbakan
dan Mili Gorus telah menjadi tonggak penting bagi Turki modern.
Erbakan mantan Perdana Menteri Turki dan pemimpin gerakan Islam
meninggal di Ankara. Kematiannya datang sehari sebelum ulang tahunnya dan
saat akan meluncurkan buku karangannya yang ia tulis dengan: “Kudeta Pasca
Turki Modern”.
Necip Fazil, lahir pada 26 Mei 1904 dan dibesarkan di rumah berlantai empat
dengan keluarga besarnya, tidak jauh dari masjid biru Istanbul yang bersejarah. Ia
hidup melalui satu dekade perang, runtuhnya Kekaisaran Ottoman dan pendirian
Republik Turki sebelum usia dua puluh. Pada tahun 1924, ia termasuk diantara
siswa Turki pertama yang dikirim pemerintah baru di Ankara ke Perancis untuk
sekolah lebih lanjut dengan harapan bahwa seorang elit muda yang berpandangan
ke Barat akan kembali dengan ide-ide tercerahkan yang akan membantu
membangun republik sekuler. Tetapi hal itu tidak berjalan sesuai rencana.
Lintasan kehidupan Necip Fazil berubah secara dramatis selama perjalanan
melintasi Bosphorus tahun 1934. Dalam ceritanya, ia duduk di seberang seorang
lelaki yang sangat damai yang mengarahkannya ke seorang pemandu spiritual,
yakni Abdulhakim Arvasi, seorang Syekh Sufi Kurdi Naqshbandi dari Turki
Tenggara. Necip Fazil mulai bertemu dengan Arvasi secara teratur dan mengalami
kebangkitan spiritual.71
Necip Fazil adalah seorang penyair, penulis dan ideolog Islamis Turki. Pada
tahun 1960an sampai akhir tahun 1970an ia terlibat dalam serangkaian konferensi
intensif di negara Turki. Necip Fazil mendukung Necmetin Erbakan mendirikan
sebuah organisasi Mili Gorus Hareketi pada tahun 1970 meskipun akhirnya
selama beberapa tahun menjadi penulis ia masuk koalisi partai di tahun 1973.
Namun semangatnya pudar karena politik sesungguhnya tidak sesuai dengan apa
yang dipikirkannya. Idealismenya melampaui batas-batas politik dan menjelang
akhir tahun ia mengalihkan simpatinya kepada partai the Nationalistic Action
71 Sibel Bozdogan and Resat Kasaba, Rethinking Modernity and National Identity in Turkey,
University of Wasington Press, America: 1997, h. 74-75
55
Party yang dipimpin oleh Alparslan. Necip Fazil meninggal pada tahun 1983. Ia
adalah seorang intelektual dan aktifis dengan kemampuan menyatukan orang-
orang dari kelompok Islam yang berbeda. Ia menguasai semua tentang Islam
tetapi tidak pernah tampil sebagai pemimpin agama, ia menggunakan
kemampuannya untuk menggabungkan pesan Islam dengan ideologi politik yang
sangat nasionalis.72
\
72 Kerslake C. And Oktem K., Turkey’s Engagement with Modernity: Conflict and Change in the
Twentieth Century, h. 76
56
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian dan analisis data dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Diawali sekitar tahun 1960-an imigran Turki datang ke Jerman sebagai
gastarbeiter atau pekerja undangan yang terampil sederhana dan dengan
upah rendah. Gelombang pekerja undangan ini terus didatangkan hingga
pada akhir 1970-an. Jerman salah satu negara yang menerima banyak
imigran untuk membantu perkembangan industrialisasi di Jerman pasca
perang. Para migran termasuk imigran Turki dipekerjakan dengan sistem
kerja kontrak di sektor-sektor industri. Mereka tinggal di asrama-asrama
khusus (barak) yang sudah disediakan oleh pemerintah dantidak
diperkenankan untuk membawa serta istri atau keluarganya. Namun sistem
ini dianggap tidak efektif karena jumlah migran atau pengunjung ilegal
(tanpa izin) menjadi besar. Masuknya para pekerja ilegal ke negara Eropa
Barat melalui daerah perbatasan menjadi sebuah isu yang cukup kuat pada
awal tahun 1970-an terutama ketika resesi ekonomi dunia tahun 1973.
2. Selama empat puluh tahun terakhir imigran Turki menghadapi lingkungan
operasi yang sangat berbeda anatara orang tua dan generasi kedua.
Keberadaan imigran Turki dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
di Jerman pada umumnya mengalami dinamika sosial yang cukup tegang.
Ketegangan sosial ini tidak hanya disebabkan oleh perbedaan identititas
kultural dan keagamaan dari imigran Turki sendiri akan tetapi juga
didorong oleh perubahan perspektif Eropa dengan keberadaan imigran.
Proses-proses komunikasi antara dua kebudayaan yang berbeda terus
dilakukan selain juga tetap mengikuti ketentuan imigrasi yang berlaku.
Imigran Turki mengalami marginalisasi, maka dengan hadirnya Milli
57
Gorus, mereka menemukan ideologi islamisme sebagai alat untuk
memperkuat identitas diri. Keberadaan imigran Turki juga mempengaruhi
negara Jerman, pertama Jerman tidak hanya sebagai negara imigrasi di
Eropa akan tetapi juga mempunyai struktur masyarakat yang multicultural.
Kedua, imigran Turki yang pada awalnya merupakan pekerja tamu, saat
ini telah mempunyai kontribusi dalam perekonomian tidak sebagai pekerja
dengan ketrampilan rendah tapi wirausaha yang berorientasi multinasional.
Sehingga dengan kondisi ini setidaknya pemerintah Jerman,terutama
pemerintahan negara bagian untuk menerima keberadaan imigran Turki
dan menjalin komunikasi intensif dengan imigran Turki untuk
menghindari bentuk-bentuk diskriminasi sosial. Selain itu, dalam 50 tahun
keberadaan imigran Turki di Jerman, tendensi kewirausahaan dalam
imigran Turki harus terus didorong dalam proses integrasi sosial di
Jerman.
3. Milli Gorus mendirikan cabang pertama di Jerman pada tahun 1970-an,
kelompok tersebut berusaha secara khusus untuk menyebarkan pesan
mereka di antara sejumlah besar buruh migran Turki yang telah menetap di
Jerman. sejak tiba di Jerman, Milli Gorus berkomitmen terhadap visi
politik Necmettin Erbakan, baik secara ideologis maupun taktis. Sepak
terjang Milli Gorus di Jerman yakni mampu mengoperasikan lebih dari
514 masjid dan pusat kebudayaan sejumlah 323 institusi. Organisasi
tersebut memperkirakan bahwa sekitar 300.000 orang menghadiri
ibadahnya. Masyarakat Islam Milli Gorus (IGMG) adalah komunitas
religius yang memiliki tujuan untuk menengahi dan menumbuhkan iman
Islam, realisasinya dalam semua hubungan sosial dan pemenuhan perintah-
perintah Alquran. Sebagai tambahan, IGMG mewakili anggotanya dalam
urusan sosial dan politik dan berkomitmen untuk melindungi hak-hak
dasarnya.
58
B. SARAN-SARAN
Dalam tulisan skripsi ini tentang Islamisme dan Imigran Turki Studi
Kasus: Mili Gorus Hareketi di Jerman tahun 1976-2011, tentunya
mempunyai banyak kekurangan, saran bagi pembaca dan yang akan
meneruskan pembahasan mengenai Mili Gorus Hareketi di Jerman,
sebaiknya membahas secara rinci siapa saja tokoh Mili Gorus Hareketi.
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji preferensi politik imigran Turki di Jerman melalui metode
historis dengan pendekatan politik. Pasca perang dunia pertama (1914-1918), pasca perang
dunia kedua, Jerman yang mengalami deficit tenaga kerja, mendatangkan banyak pekerja
tamu (Gastarbeiter) dari Turki untuk bekerja disana.
Pada tahun 1969, Necmettin Erbakan mendirikan organisasi Mili Gorus (Visi
Nasional) yang menganut ideologi politik Islamisme. Gerakan Mili Gorus, berakar pada
prinsip-prinsip Islam, yang memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Karena
itu, sepanjang kehidupan Erbakan, yang terlibat aktif dalam gerakan Mili Gorus, terjalin
hubungan yang sangat erat, antara Mili Gorus dengan Ikhwanul Muslimin di mana kedua
organisasi memiliki persamaan, yaitu penguatan pada nilai-nilai Islam dalam kehidupan
politik dan kemasyarakatan serta memandang negatif elemen sosial politik dari Barat seperti
Demokrasi dan Sekularisme. Organisasi yang juga membuka cabang di Jerman ini, segera
menjadi organisasi terbesar orang-orang keturunan Turki di perantauan.
Menurut penelahaan penulis, faktor utama mengapa Mili Gorus sukses menuai
dukungan dari para imigran Turki di Jerman adalah karena imigran Turki di Jerman
membutuhkan identitas penguat untuk melawan marjinalisasi sosial dan kesulitan berintegrasi
yang mereka hadapi di perantauan.
Kata Kunci: Imigran, Turki, Jerman, Mili Gorus Hareketi, Islamisme.
DAFTAR PUSTAKA
Bhagwati, International Flow of Humanity (in defense of globalization) cet III,
London Oxford University Press: 2004
Prakash Shah and Werner Menski, Migration, dIaspora and Legal Systems In Europe,
Routledge Canada: 2006
Kastoryano, Riva. 2003. “Transnational Participation and Citizenship: Immigrants in
the European Union”, National Europe Centre Paper No. 64
Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey),
Vol. 18 No. 3, Autumn 2013
Kerstin Rosenow-Williams. Organizing Muslims and Integrating Islam in Germany:
New Developments in the 21st Century. (Leiden : EJ Brill, 2012)
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah,
2017)
Helen Kent, AQA A-level German (includs AS), Hodder Education, 2016
Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah, Penerbit Republika, Jakarta 2005
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj: Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press,
1983)
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet II, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999)
Arda Can Kumbaracibasi. Turkish Politics and the Rise of the AKP: Dilemmas of
Institutionalization and Leadership Strategy, (New York : Routledge, 2009)
Eva Ostergaard-Nielsen. Transnational Politics: The Case of Turks and Kurds in
Germany.(New York : Routledge,2003)
Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe, edinburgh university press, 1995
Hamm, Horst: fremdgegangen-freigeschrieben. Eine einfuhrung in die
deutschsprachige gastarbeiterliteratur
Natalis Pigay, Migrasi Tenaga Kerja Internasiona (Sejarah, Fenomena, Masalah dan
Solusinya), Pustaka Sinar Harapan Jakarta: 2005
Federal Office for Migration and Refugees (BAMF). 2005. The Impact of
Immigration on Germany’s Society. Migration and Integration Research Department,
Nürnberg, Germany
Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik
di Indonesia Pasca-Orde Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007),
Grant Jarvie, Sport, Culture and Society, an Introduction
Oki Setiana Dewi, Islam Dalam Perjalanan Antara Australia, Jerman dan Spanyol,
Mizan Media Utama, Bandung: 2018
Mahfoud Amara, “Sport, Islam, and Muslims in Europe: in between or on the
Margin?,” Open Access Religions, no. 4 (Desember 2013)
Penninx, Rinus. 2004. Integration of Migrants: Economic, Social, Cultural and
Political Dimension. European Commision Report
Daniel Pipes. “Islam and Islamism: Faith and Ideology” The National Interest Vol.
59, 2000
Article of Turkish Community In Germany And TheRole Of Turkish
CommunityOrganisations, by Selcen Oner, h. 13
Adam Lebor, Pergulatan Muslim di Barat, Penerbit: Mizan, 1997
Guilain Denoeux. “The Forgotten Swamp: Navigating Political Islam” Middle East
Policy Vol. 9, No. 2, 2002
Anthony Bubalo dkk.. Zealous Democrats: Islamism and Democracy in Egypt,
Indonesia, and Turkey, 2008
The Mili Gorus Of Germany, Jurnal David Vielheber, 2012
"Islamische Gemeinschaft in Deutschland" Innenministerium, Nordrhein-Westfalen land
website, accessed Dec. 22, 2004; "Islamismus," Landesamt fur Verfassungsschutz, Hessen
website, accessed Dec. 22, 2004.
Metin Heper and Sabri Sayari, Political Leaders and Democracy In Turkey, Lexington
Books: Ingrris, 2002
Sibel Bozdogan and Resat Kasaba, Rethinking Modernity and National Identity in Turkey,
University of Wasington Press, America: 1997
Maria Hartiningsih, “Rumitnya masalah Integrasi”, diakses dari
http://internasional.kompas.com
http://www.spiegel.de/international/germany/immigration-survey-shows-alarming-lack-of-
integration-in-germany-a-603588.html
http://www.dw.com/en/turkey-offers-support-for-controversial-islamic-group/a-837905
www.igmg.com
http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/