isi

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organ-organ yang berperan penting pada fungsi pencernaan di tubuh manusia tidak hanya yang termasuk saluran pencernaan. Terdapat organ-organ lain yang berfungsi untuk produksi enzim yang berperan dalam mekanisme metabolisme kimiawi bahan- bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh, seperti hepar, vesica felea, dan pancreas. Kelainan-kelainan yang mengganggu faal normal organ-organ ini akan menyebabkan metabolisme tubuh terhadap bahan-bahan makanan pun terganggu. Oleh karena itu, bahasan mengenai systema accesoria pada sistem pencernaan, baik anatomi, fungsi normal, hingga keadaan patologisnya dan penanganannya, menjadi penting untuk dipelajari. Untuk membantu proses pembelajaran pada systema accesoria ini, dibahas suatu kasus mengenai seorang laki-laki, usia 38 tahun, datang berobat ke rumah sakit (Poliklinik Penyakit Dalam) dengan keluhan badan dan matanya berwarna kekuningan, dikeluhkan sejak 3 bulan yang lalu, disertai nyeri di perut kanan atas yang dirasakan hilang timbul, nyeri terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam sebelum badan dan matanya menjadi kuning. Kadang-kadang warna 1

Upload: ardian-pratiaksa

Post on 28-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organ-organ yang berperan penting pada fungsi pencernaan di tubuh

manusia tidak hanya yang termasuk saluran pencernaan. Terdapat organ-organ

lain yang berfungsi untuk produksi enzim yang berperan dalam mekanisme

metabolisme kimiawi bahan-bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh,

seperti hepar, vesica felea, dan pancreas. Kelainan-kelainan yang mengganggu

faal normal organ-organ ini akan menyebabkan metabolisme tubuh terhadap

bahan-bahan makanan pun terganggu. Oleh karena itu, bahasan mengenai

systema accesoria pada sistem pencernaan, baik anatomi, fungsi normal,

hingga keadaan patologisnya dan penanganannya, menjadi penting untuk

dipelajari.

Untuk membantu proses pembelajaran pada systema accesoria ini,

dibahas suatu kasus mengenai seorang laki-laki, usia 38 tahun, datang berobat

ke rumah sakit (Poliklinik Penyakit Dalam) dengan keluhan badan dan

matanya berwarna kekuningan, dikeluhkan sejak 3 bulan yang lalu, disertai

nyeri di perut kanan atas yang dirasakan hilang timbul, nyeri terutama

dirasakan setelah makan makanan berlemak. Pasien tidak mengeluhkan

adanya demam sebelum badan dan matanya menjadi kuning. Kadang-kadang

warna kekuningan di badan dan matanya dirasakan sedikit berkurang. Buang

air kecil kecoklatan seperti air teh (+).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+), nyeri di

hypochondrium dextra (-), teraba massa kistik di hypochondrium dextrum.

Hasil pemeriksaan laboratorium; SGOT 38 U/L; SGPT 42 U/L; bilirubin total

12,5 mg/dL, bilirubin direct 11,4 mg/dL, bilirubin indirek 1,1 mg/dL.

Dilakukan pula pemeriksaan penunjang ultrasonografi abdomen; didapatkan

hidrops vesica felea dengan sludge (+), pelebaran ductus choledocus dengan

batu di distal ductus choledocus tersebut yang berukuran 8 mm.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur anatomis dan fisiologi dari organ-organ

pencernaan yang ada di regio hypocondriaca dextra?

1

Page 2: Isi

2. Bagaimana patofisiologi ikterik?

3. Bagaimana mekanisme timbul nyeri beserta perjalanannya? Mengapa

hilang timbul?

4. Mengapa nyeri muncul setelah makan makanan yang berlemak?

5. Bagaimana metabolisme lemak?

6. Adakah hubungan demam dengan ikterik? Bagaimana mekanismenya?

7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab?

8. Mengapa warna kuning kadang-kadang menghilang?

9. Mengapa pasien buang air kecil kecoklatan seperti air teh?

10. Apa saja kemungkinan massa kistik pada hypocondriaca dextra?

11. Bagaimana mekanisme pengeluaran SGOT dan SGPT sehingga bisa

dipakai untuk indikator kerusakan jaringan?

12. Bagaimanakah interpretasi hasil pemeriksaan USG?

13. Bagaimana proses terbentuknya batu di saluran empedu?

14. Apa saja faktor predisposisi terbentuknya batu empedu?

15. Bagaimana penatalaksanaan pasien seperti pada skenario?

16. Apa sajakah diagnosis banding pada pasien seperti pada skenario?

17. Mengapa pasien harus dirawat inap?

18. Bagaimana metabolisme bilirubin?

C. Tujuan

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi organ hepatobilier

2. Mengetahui proses metabolisme lemak.

3. Mengetahui pembentukan, siklus, dan metabolisme bilirubin.

4. Mengetahui patofisiologi dari kelainan-kelainan yang dikeluhkan

pasien dalam skenario.

5. Mengetahui penyebab warna kekuningan yang dirasakan pasien

kadang-kadang berkurang.

6. Mengetahui pembentukan batu pada ductus choledocus.

7. Mengetahui patofisiologi dari ikterik.

8. Mengetahui differential diagnosis pada kasus di atas.

9. Mengetahui tata laksana untuk kasus di atas.

2

Page 3: Isi

D. Manfaat

1. Memahami kelainan-kelainan pada hepatobilier pada sistem

pencernaan.

2. Dapat memahami dasar-dasar ilmu gastroenterohepatologi dan bentuk

kelainan-kelainannya.

3. Dapat menentukan differential diagnosis penyakit

gastroenterohepatologi berdasarkan gejala klinis dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada.

4. Dapat menentukan diagnosis kerja dari differential diagnosis penyakit

gastroenterohepatologi yang telah ditentukan.

5. Dapat menentukan tatalaksana yang tepat bagi penderita.

3

Page 4: Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI ORGAN HEPATOBILIER

1. HEPAR

Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak

fungsi. Tiga fungsi dasar hepar :

a. Membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam tractus intestinalis

b. Berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan

karbohidrat,lemak,dan protein

c. Filter darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke

dalam darah dari lumen intestinum

Hepar terletak di sebagian besar pada arcus costalis dextra, terbentang

dari regio hipochondriaca dextra, sebagian regio epigasrtrica ,dan kadang-

kadang sampai regio hipochondriaca sinistra. Hemidiaphragma dextra

memisahkan dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor.

2. VESICA FELLEA

Adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada facies

visceralis hepar di antara lobus dexter hepatis dan lobus quadratus

hepatis.vesica fellea mempunyai kemampuan menampung empedu dan

menyimpannya,serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorpsi

air.Untuk mempermudah deskripsinya,vesica fellea dibagi menjadi :

Fundus : Berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margo

inferior hepar,penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan

dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilago costalis IX dextra.

Corpus : Terletak dan berhubungan dengan facies visceralis hepar dan

arahnya ke atas, belakang, dan kiri.

4

Page 5: Isi

Infundibulum

Collum : melanjutkan diri sebagai ductus cysticus yang berbelok ke

dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus

communis untuk membentuk ductus choledochus.

FISIOLOGI HEPATOBILLIER

Hepar adalah organ metabolic terbesar yang memiliki fungsi utama

pembentukan dan ekskresi empedu. Hepar juga memiliki berbagai fungsi lain

seperti :

Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidrat,

protein dan lemak)

Menguraikan dan mendetoksifikasi zat sisa tubuh dan hormone serta obat

dan senyawa asing lain

Membentuk protein plasma, contohnya albumin

Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin

Mengaktifkan vitamin D, dilakukan bersama dengan ginjal

Memproses sel darah merah yang sudah tua

Mengekskresikan koesterol dan bilirubin

Hepar tersusun atas hepatosit yang terus-menerus mengeluarkan empedu

ke dalam saluran yang nantinya akan ditampung di vesica fellea (kantung

empedu). Di vesica fellea empedu akan di pekatkan. Empedu berfungsi didalam

membantu pencernaan, absorpsi lemak, ekskresi metabolis hati dan produk sisa,

logam berat. Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam hepatosit yang

berguna seperti detergen dalam mengemulsi lemak, membantuk enzim lipase yang

disekresikan pancreas dan penyerapan lemak intraluminal. Empedu akan

dikeluarkan ke dalam lumen duodenum melalui papilla duodeni mayor apabila

terdapat produk lemak dan protein di lumen duodenum. Pengeluran empedu

5

Page 6: Isi

dipengaruhi oleh efek kombinasi pengosongan kantung empedu dan peningkatan

sekresi empedu oleh hati.

Melalui bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pengosongan kantung

empedu terjadi ketika ada lemak, protein di lumen duodenum, sehingga

menyebabkan peningkatan hormone cholesitokinin yang akan menyebabkan

kontraksi pada dinding kantung empedu bersamaan dengan itu terjadi relaksasi

dari muskulus sfingter oddi sehingga empedu dapat keluar ke lumen duodenum.

METABOLISME LEMAK

Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah secara fisik memecahkan

gumpalan lemak menjadi ukuran yang sangat kecil, sehingga enzim pencernaan

yang larut air dapat bekerja pada permukaan gumpalan lemak. Proses ini disebut

sebagai emulsifikasi lemak, dan dimulai melalui pergolakan di dalam lambung

untuk mencampur lemak dengan produk pencernaan lambung.

Lalu, kebanyakan proses emulsifikasi tersebut terjadi di dalam duodenum

di bawah pengaruh empedu, sekresi dari hati yang tidak mengandung enzim

pencernaan apapun. Akan tetapi, empedu mengandung sejumlah besar garam

empedu juga fosfolipid lesitin. Keduanya, tetapi terutama lesitin, sangat penting

untuk emulsifikasi lemak. Gugus-gugus polar (titik terjadinya ionisasi di dalam

air) dari garam empedu dan molekul-molekul lesitin sangat larut-air, sedangkan

sebagian sisa gugus-gugus molekul keduanya sangat laruk-lemak. Oleh karena itu,

gugus yang larut lemak dari sekret hati ini terlarut dalam lapisan permukaan

gumpalan lemak, sedangkan gugus polarnya menonjol. Penonjolan gugus polar,

selanjutnya terlarut dalam cairan berair di sekitarnya, sehingga sangat

menurunkan tegangan antar permukaan lemak dan membuat lemak tersebut ikut

terlarut.

Bila tegangan antar permukaan gumpalan cairan yang tidak bercampur ini

rendah, cairan yang tidak bercampur ini, melalui pengadukan, dapat dipecah

menjadi banyak partikel yang sangat halus secara jauh lebih mudah daripada bila

tegangan antar permukaannya tinggi. Akibatnya, fungsi utama garam empedu dan

lesitin, dalam empedu adalah untuk membuat gelembung lemak siap untuk

dipecah oleh pengadukan dengan air di dalam usus halus.

6

Page 7: Isi

Enzim lipase merupakan senyawa yang larut air dan dapat menyerang

gumpalan lemak hanya pada permukaannya. Enzim ini terdapat dalam jumlah

sangat banyak di dalam getah pankreas. Akhirnya sebagian besar trigleserida

dalam makanan dipecah oleh getah pankreas (enzim lipase) menjadi asam lemak

bebas dan 2-monogliserida (Guyton & Hall, 2008).

METABOLISME BILIRUBIN

Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi sel darah merah tua dan

merupakan hasil katabolisme Hemoglobin yang terjadi di limpa. Tetapi

sebenarnya sedikitnya 15% bilirubin berasal dari destruksi eritrosit matur di

sumsum tulang belakang dan hemoprotein lain di hepar, berarti sebagian eritrosit

merupakan hasil dari eritropoiesis yang tidak efektif.

Secara skematis, perjalanan metabolisme bilirubin adalah seperti berikut :

Destruksi sel darah merah

Hemoglobin

Globin Heme

Biliverdin

Bilirubin Tak Terkonjugasi / UCB / Bilirubin Indirek dengan ciri-ciri larut lemak,

tidak larut air, tidak bisa diekskresikan melalui urin

Berikatan dengan albumin,membentuk kompleks larut air, diangkut oleh darah ke

sel-sel hati

Metabolisme bilirubi indirek di hati, ada 3 langkah :

1. Ambilan, UCB berikatan dengan protein Y dan protein Z

sebagai protein penerima UCB di hepar

2. Konjugasi, UCB dikonjugasikan menjadi CB / Bilirubin Direk

/ Bilirubin terkonjugasi dengan sifat larut air, dapat

diekskresikan melalui urin dengan bantuan enzim glukoronil

transferase

7

Page 8: Isi

3. Ekskresi, CB diekskresikan dari hepar melalui membran sel

dalam proses aktif

CB melalui ductus hepatikus dextra dan sinistra

Ductus hepatika communis

Ductus cysticus

Vesica fellea

Pembuluh limfe dan pembuluh darah pada vesica fellea mengasorbsi air dan

garam-garam anorganik

Empedu 5-20 kali lebih pekat dari pada yang di hepar

Diekskresikan melalui ductus cysticus

Ductus choledocus

Ampulla vateri

Pengeluaran empedu ke duodenum melalui papila duodeni major yang merupakan

efek dari kontraksi vesica fellea dan relaksasi musculus spincter oddi yang

melapisi ampulla vateri, kegiatan ini dipengaruhi oleh kolesistokinin

Bilirubin di usus

Bakteri usus mereduksi bilirubin

Urobilinogen

Sterkobilinogen Direabsorbsi mukosa usus

Dioksidase Masuk siklus entero hepatik Siklus peredaran darah

Sterkobilin dioksidase diekskresikan ginjal

Mewarnai feses Bilirubin mewarnai urin

Dimetabolisme hepar lagi terpapar/teroksidase

8

Page 9: Isi

diekskresikan lagi ke usus urobilin

IKTERIK

Ikterik adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan warna kulit, sklera

mata atau jaringan lain menjadi kuning karena adanya peningkatan kadar bilirubin

dalam darah. Hal ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya:

1. Produksi berlebihan

Jumlah hemoglobin yang dilepas dari eritrosit yang sudah tua atau yang

mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Konjugasi dan

transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai biirubin tak terkonjugasi

melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi

meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air

maka tidak dapat diekskresikan lewat urin dan tidak terjadi bilirubinuria.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik adalah: hemoglobin yang abnormal

(sickle cell anemia hemoglobin), kelainan eritrosit (sferositosis herediter),

antibodi serum (Rh, inkompatibilitas transfusi).

2. Penurunan ambilan hepatik

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan

memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima.

Beberapa obat- obatan dapat memepengaruhi, seperti: novobiosin, asam

flavaspidat.

3. Penurunan konjugasi hepatik

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan

bilirubin tak terkonjugasi. hal ni terjadi karena adanya defisiensi enzim

glukoronil transferase. Hal- hal yang dapat menyebabkan diantaranya:

sindroma Gilberth, sindroma Crigler Najjar.

4. Penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu

Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik

dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit

akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin kedalam sirkulasi sistemik

sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan

dengan reaksi obat, hepatitis alkoholik. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik

9

Page 10: Isi

akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai

bilirubinemiapenyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah sumbatan

batu pada ujung bawah ductus choledocus, karsinoma ampula vateri, dan

karsinoma caput pankreas.

MEKANISME NYERI

Nyeri ada yang bersifat visceral dan somatic. Nyeri pada organ dalam

disebut nyeri visceral. Nyeri visceral dapat terjadi karena peregangan kapsul organ

akibat pembesaran dan inflamasi atau karena onstruksi pada saluran. perjalanan

jaras nyeri melalui serabut afferent visceral yang berinti pada ganglion spinale lalu

masuk ke medulla spinalis dan bersinaps lagi pada nucleus intermedio cornu

lateralis medulla spinalis (NILCLMS) sesuai dengan segmen organnya, lalu ikut

traktus ascenden ke thalamus melalui traktus spinotalamikus.

Nyeri visceral ada yang bersifat progresif /continue dan interminten. Nyeri

interminten adalah nyeri yang terjadinya hilang timbul, biasanya karena ada

obstruksi parsial. Misalnya ada batu pada bagian distal dari saluran empedu,

ketika batu tidak menyumbat saluran maka nyeri akan hilang tetapi ketika batu

menyumbat saluran akan terasa nyeri karena adanya kontraksi yang kuat dari otot

10

Page 11: Isi

saluran untuk mengeluarkan empedu. Karena itu ketika makan makanan yang

berlemak nyeri akan terasa. Sedangkan nyeri yang progresif adalah nyeri yang

terus menerus, biasanya karena ada pereagangan pada kapsul organ atau obstruksi

yang persisten.

SGOT DAN SGPT

Sel hepar (hepatosit) memproduksi protein dan enzim intraselular

termasuk transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine

Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT),

dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat

Transaminase (SGOT). SGOT dan SGPT adalah enzim yang berkaitan dengan

fungsi hati dan konversi glukosa, biasanya ditemukan di mitokondria sel hati.

Hepar menggunakan enzim-enzim ini untuk metabolisme asam amino dan untuk

membuat protein. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika terdapat

peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat

karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang

salah satu penyebabnya adalah proses infeksi.

Berbagai hasil penelitian telah dilaporkan mengenai mekanisme terjadinya

kerusakan hati pada keadaan ikterus obstruktif. Wang et al. (2005) pada penelitiannya

mengenai ikterus obstruktif dengan hewan model tikus melaporkan bahwa kerusakan

hati yang terjadi pada keadaan ini, disebabkan akumulasi garam empedu di dalam sel-

sel hati. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui, namun diduga hal

ini disebabkan oleh karena terganggunya proses apoptosis selular oleh protein kinase

C pada keadaan ikterus obstruktif. Mekanisme patogenesis lain tentang terjadinya

kerusakan hati pada keadaan ikterus obstruktif dilaporkan juga oleh penelitian Hong

et al. (2007) dengan hewan model tikus, yang melaporkan adanya peranan bakteri

intestinal, efek dari endotoksin plasma akibat translokasi bakteri melalui mukosa usus

halus, meningkatnya kadar sitokin dan kadar imunoglobulin A (IgA) serta

meningkatnya oxidative stress di dalam plasma. Mekanisme patogenesis lainnya

disampaikan oleh Cindoruk et al. (2007) yang melaporkan peranan peroxisome

proliferators-activated receptor alpha (PPARα) dalam mengurangi derajat kerusakan

hati pada tikus percobaan dengan ikterus obstruktif. Hal ini dihubungkan dengan

pemberian 16 fenofibrat yang merupakan PPARα agonist yang ternyata dapat

meningkatkan metabolisme kolesterol, serta menekan sintesis asam empedu yang

11

Page 12: Isi

pada akhirnya akan mempengaruhi sitokin proinflamasi, apoptosis, serta kerusakan

hepatoselular lebih lanjut. Bila sudah terjadi kerusakan sel hati, SGOT dan SGPT

dapat bocor ke dalam aliran darah dan menyebabkan kadarnya meningkata dalam

aliran darah.

BATU KOLESTEROL (CHOLELITHIASIS)

Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu

yaitu supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung

empedu.

a. Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu,

22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3%

bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar

garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau

semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam

kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol

disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan

meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu

juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati

mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi

(menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol.

b. Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran

lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi.

Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air.

Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk

misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama

lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih

tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah

lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya

kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan

12

Page 13: Isi

lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles

multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut

kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis.

Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol.

Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan)

oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.

c. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung

empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung

empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan

membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring

dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin

tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin

menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung

empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal,

maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa

kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu

hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat),

kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes melitus.

Faktor Predisposisi Batu Empedu

4 F :

Forty, usia di atas 40 tahun beresiko lebih besar, selain itu semakin

bertambahnya usia juga meningkatkan resiko. Hal ini dikarenakan adanya

peningkatan sekresi kolesterol ke dalam empedu dengan bertambahnya usia

serta empedu yang makin litogenik.

Female, wanita beresiko 2x lipat lebih besar daripada pria. Hal ini karena

wanita memiliki hormone estrogen yang berpengaruh terhadap peningkatan

ekskresi kolesterol oleh kandung empedu.

Fat, terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan

resiko batu empedu.

13

Page 14: Isi

Family, jika ada anggota keluarga inti yang memiliki batu empedu resiko

meningkat 1 ½ kali lipat.

BMI yang melebihi normal memiliki resiko lebih besar

Aktivitas yang kurang juga meningkatkan resiko batu empedu karena

kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Intake rendah Chlorida dan kehilangan berat badang dengan cepat juga

meningkatkan resiko batu empedu karena gangguan unsur kimia tersebut

menurunkan kontraksi kandung empedu.

DIAGNOSIS BANDING

1. CHOLEDOCHOLITHIASIS

Choledocholithiasis mengacu pada adanya satu atau lebih batu empedu pada

saluran empedu yaitu di ductus choledocus. Biasanya, hal ini terjadi ketika batu

empedu bermigrasi dari vesica fellea ke dalam saluran empedu khususnya ductus

choledocus. Batu empedu ini sering disebut dengan batu empedu sekunder.

Adanya batu empedu pada ductus choledocus dapat berpengaruh pada distal

ampula vaterri. Obstruksi aliran empedu oleh batu pada titik ini dapat menyebabkan

nyeri pada perut (nyeri kolik bilier) dan ikterus. Cairan empedu stagnan di atas batu

empedu sehingga menghalangi saluran dan sering menimbulkan infeksi. Bakteri dapat

menyebar dengan cepat ke sistem duktal di hepar menyebabkan infeksi yang

mengancam jiwa yang disebut ascending cholangitis. Obstruksi ductus pancreaticus

oleh batu empedu dalam ampula Vaterri juga dapat memicu aktivasi enzim

pencernaan pankreas dalam pankreas itu sendiri yang mengarah ke acute pancreatitis.

2. PERIAMPULLARY TUMOUR

Tumor periampular dapat secara luas dianggap sebagai tumor yang timbul

di ampula Vaterri, distal ductus choledocus, pankreas, dan duodenum. Namun,

tanpa analisis histologis dengan hati-hati, sulit untuk membedakan jenis tumor.

Keakuratan diagnosis pre-operatif tumor periampular meningkat 27-73%

setelah pengenalan endoskopi serat optik.

Macam-macam jenis tumor:

Pseudotumors

Benign tumors

14

Page 15: Isi

Neuroendocrine tumors

a. Tumor Ductus Choledocus

b. Carcinoma Of Ampulla Vaterri

Karsinoma ampula vaterri adalah tumor ganas langka yang timbul

2 cm dari ujung distal saluran empedu, di mana ia melewati dinding

duodenum dan ampullary papilla. Karsinoma ampula dari Vater cenderung

terdeteksi awal karena aliran obstruksi bilier, berbeda dengn neoplasma

pankreas yang sering terdeteksi pada saat diagnosis.

c. Pancreatic Cancer

Dari semua kanker pankreas, 80% adalah adenocarcinoma dari

epitel duktal. Kanker pankreas ini sangat sulit untuk didiagnosis pada

tahap awal.

Gejala awal kanker pankreas seringkali tidak spesifik. Pasien

biasanya melaporkan onset bertahap dengan gejala seperti anoreksia,

malaise, mual, kelelahan, dan nyeri midepigastric atau punggung. Pasien

dengan kanker pankreas mungkin hadir dengan tanda-tanda dan gejala

berikut:

penurunan berat badan secara signifikan

Nyeri Midepigastric

nyeri Malam Hari

Painless ikterus obstruktif

Pruritus

Kandung empedu teraba

Kemungkinan adanya massa metastasis teraba di kantong rektal

d. Tumor Duodenum

Tumor karsinoid duodenum jarang sekali terjadi. Akibatnya, tidak

ada konsensus pada tingkat optimal dalam perawatan bedah. Tumor

karsinoid adalah tumor neuro-endokrin yang relatif jarang. Mereka berasal

dari sel-enterochro maffin dan ditemukan paling sering di saluran

pencernaan.

PEMERIKSAAN USG

15

Page 16: Isi

Prosedur USG dilakukan untuk mendeteksi kelainan kandung empedu,

terutama pada batu empedu, yang sering diderita oleh orang dewasa berusia 20

sampai 74 tahun. Keakuratan dari prosedur diagnostik USG dilaporkan mencapai

95% ketika kriteria dasar untuk diagnosis batu empedu telah didapatkan.

Temuan abnormal pada kandung empedu meliputi penyimpangan

anatomi serta kondisi patologisnya. Kelainan khas dari anatomi kantong empedu

mungkin termasuk perubahan ukuran menjadi sangat besar atau mengecilnya

organ, kelainan posisi pembuluh atau saluran, tidak adanya kantong empedu

(bukan karena operasi) atau dalam beberapa kasus yang jarang, kehadiran dua

kantong empedu.

Batu empedu dapat terlihat di kolesistitis akut dan kronis, tetapi juga

dapat dilihat dalam pasien tanpa gejala. Ada enam penampilan yang berbeda pada

Batu empedu :

1. Shadowing- Sebuah batu yang dikelilingi oleh cairan empedu muncul sebagai

struktur eksoogenik dalam cairan. Jika batu lebih besar dari 2mm, maka akan

menyerap dan memantulkan suara, dan memantulkan melemparkan bayangan

akustik posterior batu

Gb 1. Batu dengan shadowing

16

Page 17: Isi

2. Batu tanpa shadowing - batu kecil mungkin tidak menyebabkan bayangan

akustik. Jika fokus eksoogenik dapat berpindah ketika pasien tersebut pindah

posisinya, kemungkinan itu batu.

Gb.2 Batu tanpa shadowing

3. Gravel (kerikil) - Jika ada banyak batu-batu kecil, mereka akan menetap di

bagian paling menggantung dari kantong empedu. Hal ini tidak akan mungkin

untuk digunakan menentukan batu individu, dan pola gema yang tidak teratur

akan ditampilkan sepanjang aspek posterior kandung empedu. Mungkin

terdapat shadowing mungkin tidak.

4. Kandung empedu Dipenuhi dengan Batu - Ketika kandung empedu diisi

dengan batu, maka tidak ada echo-bebas empedu yang dapat dicatat dan batu

muncul sebagai sekelompok gema padat dengan shadowing akustik terletak

dekat tepi hati

5. Batu sebagai Fluids Level - Batu kadang mengambang dan dapat dilihat

sebagai Fluids Level dalam kantong empedu. Batu-batu ini muncul sebagai

garis Eksogenik.

6. Adherent Stones - Adherent Stones dapat dilihat sebagai gema di kantong

empedu tanpa bayangan. Jika gema tidak bergerak ketika pasien melakukan

perubahan posisi, mereka mungkin batu adherent atau polip.

17

Page 18: Isi

BAB III

PEMBAHASAN

Keluhan pasien berupa warna kekuningan pada badan dan mata

menunjukkan adanya ikterus. Terjadinya ikterus tersebut berkaitan dengan

metabolisme bilirubin. Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa USG abdomen

pada pasien dalam skenario menunjukkan adanya sumbatan berupa batu pada

ductus choledochus bagian distal sehingga bilirubin terkonjugasi tersebut tidak

dapat dikeluarkan ke intestinum (saluran cerna) sehingga bilirubin masuk ke

dalam pembuluh darah (aliran sistemik). Inilah yang menyebabkan badan dan

matanya menjadi kuning. Sedangkan adanya warna kuning yang dirasakan

sebelumnya kadang-kadang berkurang disebut juga ikterus intermitten. Terjadinya

ikterus intermitten karena batu tersebut terletak pada saluran yang berisi cairan,

sehingga kadang-kadang dapat berpindah tidak menyumbat bagian distal ductus

choledochus, sehingga ada bilirubin direct yang tetap bisa mencapai intestinum

(saluran cerna) dan hanya beberapa yang masuk ke dalam pembuluh darah (aliran

sistemik). Sehingga tampak ikterus kadang-kadang berkurang.

Rasa nyeri setelah makan makanan berlemak terjadi karena hiperkontraksi

dan peregangan yang berlebihan dari ductus choledochus karena ada sumbatan

berupa batu pada bagian distal dari saluran tersebut. Mekanismenya dapat

dijelaskan sebagai berikut. Pada waktu makanan yang berlemak sampai di

duodenum, maka akan merangsang hormon kolesistokinin (CCK). Hormon

tersebut akan masuk ke dalam darah, kemudian vesica felea akan mengosongkan

simpanan empedu pekatnya dengan cara berkontraksi dan ini juga akan diikuti

dengan merelaksasinya sphincter oddi sebagai respon terhadap perangsangan

kolesistokinin yang terutama dicetuskan oleh makanan berlemak. Namun, karena

ada obstruksi berupa batu pada distal ductus choledochus, maka untuk

mengkompensasinya adalah dengan cara hiperkontraksi dari vesica felea untuk

memompa empedu. Inilah yang menyebabkan nyeri pada pasien, terutama pada

perut kanan atas karena secara anatomis pada bagian tersebut, bagian

hipocondrium dextrum, terdapat organ vesica felea yang mengalami

hiperkontraksi ketika ada rangsangan.

18

Page 19: Isi

Namun, dari hasil anamnesis juga didapatkan informasi bahwa rasa nyeri

makanan berlemak. Ketika tidak ada makanan berlemak yang masuk, maka hal

tersebut tidak akan merangsang sekresi empedu dari vesica felea. Akan tetapi,

ketika ada makanan berlemak yang masuk, maka akan merangsang hormon

kolesistokinin yang kemudian akan merangsang relaksasinya sphincter oddi dan

kontraksinya vesica felea seperti yang telah dijelaskan tersebut.

Pasien tidak merasa demam sebelum badan dan matanya menjadi kuning

ini menunjukkan bahwa pasien tidak mungkin terkena hepatitis. Selain itu juga

menunjukkan bahwa ikterus yang terjadi bukan merupakan ikterus non-obstruktif.

Karena demam bisa terjadi pada pasien yang mengalami ikterus obstruktif misal

karena adanya batu, akan menyebabkan penumpukan cairan. Penumpukan cairan

ini menyebabkan terjadinya translokasi kuman, sehingga terjadi proses inflamasi

yang ditandai dengan adanya demam. Pada kondisi tersebut berarti pasien sudah

mengalami komplikasi yaitu kolangitis akut. Hal ini ditandai dengan Trias

Charcot yaitu : nyeri, demam dan ikterik.

Warna urin yang gelap atau seperti air teh dapat terjadi ketika ada

obstruksi aliran empedu atau ikterus obstruktif. Dalam hal ini disebabkan adanya

direct bilirubinemia yang larut air dalam darah dan disaring melewati membran

glomerulus. Tidak ada urobilin pada kasus obstruksi aliran empedu karena

urobilin terbentuk hanya ketika aliran empedu lancar dan bilirubin direct, dibantu

oleh bakteri usus, diubah menjadi stercobilinogen atau urobilinogen. Oleh karena

itu, selain urin berwarna gelap, tinja menjadi berwarna seperti tanah liat karena

tidak ada stercobilinogen.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+), nyeri di

hypocondrium dextrum (-), dan teraba massa kistik di hypocondrium dextrum

yang berasal dari kantung empedu yang membesar. Pembesaran ini bisa di

sebabkan adanya obstruksi maupun malignasi. Obstruksi pada saluran empedu

(dustus cysticus) bisa menyebabkan penyumbatan kantung empedu, adanya

penyumbatan tersebut menyebabkan kantung empedu membesar dan

menimbulkan massa kistik ketika dilakukan palpasi. Selain dari massa empedu itu

sendiri, massa kistik pada regio hipocondria juga bisa di sebabkan karena tumor,

19

Page 20: Isi

yaitu: cholangiocarsinoma, tumor ductus empedu, tumor pankreas, tumor sekitar

ampula ductus, ataupun tumor duodenum.

Interpretasi hasil pemeriksaan lab pada kasus ini :

Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Lab pada Kasus

SGOT 5 – 40 u/ml 38 u/ml

SGPT 5- 35 u/ml 42 u/ml

Bilirubin total 0,3 -1,0 mg/dl 12,5 mg/dl

Bilirubin direk 0,1 – 0,3 mg/dl 11,4 mg/dl

Bilirubin Indirek 0,2 – 0,7 mg/dl 1,1 mg/ dl

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, SGOT dan SGPT yang digunakan

sebagai indikator kelainan pada hepar tidak menunjukan peningkatan. Hal ini

menunjukan tidak terdapat kelainan pada hepar pasien.

Sedangkan pada kasus ini terjadi peningkatan jumlah bilirubin, baik itu

pada bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek. Hal ini terjadi karena

adanya kelainan pada hepatoseluler. Selain itu terjadinya obstruksi pada saluran

vesika fellea menjadi salah satu penyebab peningkatan kadar bilirubin. Pada orang

dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya

batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin.

Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan hidrops vesica velea ini

menunjukkan adanya pembesaran dari kantung empedu yang dapat disebakan

karena adanya sumbatan yang dapat berupa batu atau carsinoma pada duktus

bagian distal. Juga tampak adanya batu sebesar 8 mm hal ini semakin menguatkan

kemungkinan pasien menderita choledocolitthiasis.

Untuk tatalaksana, jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan

menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Jika terjadi keluhan seperti

pada skenario, pasien disarankan untuk rawat inap untuk penatalaksanaan lebih

lanjut serta untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien. Penatalaksanaan

pada penderita kolelitiasis dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

20

Page 21: Isi

a. Konservatif (non bedah)

Diet rendah lemak

Obat-obat antikolinergik-antispasmodik

Analgesic

Antibiotic, bila disertai kolesistitis.

Asam empedu (asam kenodeoksikolat) 6,75-4,5 g/hr, diberikan dalam

waktu yang lama

Lisis batu : pelarutan batu dengan menggunakan metal-butil-eter

Litotripsi : pemecahan batu empedu dengan gelombang kejut dari

perangkat elektomagnetik yaitu ESWL (Extracorporal Shock-Wave

Lithotripsy).

b. Bedah (Kolesistektomi)

Sebelum dilakukan pengangkatan kandung empedu, maka pada

choledocolithiasis, ductus choledocus dibuka terlebih dahulu dan batu pada

saluran itu dibersihkan terlebih dahulu. Jika serangan nyeri berulang meskipun

telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu. Dengan kolesistektomi, pasien tetap dapat

hidup normal, makan seperti biasa. Umumnya dilakukan pada pasien dengan

kolik bilier atau diabetes. Kolesistektomi dapat dilakukan secara operatif

maupun laparoskopik.

Kolesistektomi terbuka (operatif)

       Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien

dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat

terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka

mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi

yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti

oleh kolesistitis akut.

Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa

adanya kolesistitis akut. Dengan kolesistektomi laparoskopi, kandung empedu

diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding

perut. Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan, mengurangi rasa tidak

21

Page 22: Isi

nyaman pasca pembedahan dan memperpendek masa perawatan di rumah

sakit.

c. Tindakan invasif (ECRP)

ERCP adalah singkatan Endoscopic Retrograde Cholangio

Pancreatography yang merupakan satu cara untuk melihat, mengevaluasi, dan

melakukan upaya-upaya pengobatan bagi penyakit atau kelainan di saluran

empedu dan saluran pankreas. Tindakan ini menggunakan alat endoskopi

(tepatnya duodenoskopi) yang fleksibel dan dilengkapi dengan kamera serta

sinar lampu. Pada tindakan ini, alat duodenoskopi dimasukkan melalui mulut,

menyusuri kerongkongan, lambung, dan masuk ke duodenum di mana terdapat

mulut saluran empedu. melalui mulut saluran empedu itu, dimasukkan alat-alat

kecil yang harus dilihat dengan sinar-X sehingga diperlukan pula alat sinar-X

yang mampu bertahan lama sepanjang tindakan ini dilakukan. Kemudian, batu

ditarik keluar ke usus, dan akan dicerna lalu keluar melalui feses. Tindakan ini

biasanya dikombinasikan dengan kolesistektomi untuk mempersedikit tahapan

bedah.

22

Page 23: Isi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Ikterik pada pasien disebabkan karena adanya sumbatan berupa batu pada

ductus choledochus bagian distal.

b. Rasa nyeri setelah makan makanan berlemak terjadi karena hiperkontraksi

dan peregangan yang berlebihan dari ductus choledochus karena ada

sumbatan berupa batu.

c. Warna kecoklatan seperti air teh (+) pada urin pasien terjadi karena adanya

gangguan pengeluaran bilirubin pada ductus choledochus.

d. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang USG,

ikterik pada pasien terjadi akibat adanya batu pada ductus choledocus.

B. Saran

a. Pasien hendaknya menghindari makan makanan berlemak.

b. Pasien disarankan untuk rawat inap di rumah sakit untuk penatalaksanaan

lebih lanjut serta memantau kondisi pasien agar tidak terjadi komplikasi.

23

Page 24: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit, Vol. 1, Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC

University of Maryland Medical Center. 2011. Gallstones and Gallbladder

Disease - Symptoms.

http://www.umm.edu/patiented/articles/what_symptoms_of_gallstones_gall

bladder_disease_000010_2.htm/ (16 Mei 2013)

Marrelli D, Caruso S, Pedrazzani C, et al. 2009. CA19-9 Serum Levels In

Obstructive Jaundice: Clinical Value In Benign And Malignant Conditions.

Am J Surg.

Douglass HO, Tepper J, Leichman L. 1993. Neoplasms of the extrahepatic bile

ducts. In: Holland JF, et al, eds. Cancer Medicine. Vol 2. Philadelphia, Pa:

Lea & Febiger.:1455-62.

http://emedicine.medscape.com/article/282920-overview (16 Mei 2013)

http://repositor . usu.ac.id/bitstream/123456789/35612/4/ pdf. (15 Mei 2013)

Heuman, Douglas M. 2013. Overview: Cholelithiasis.

http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview (16 Mei 2013)

Mukherjee, Sandeep. 2011. Overview: Papillary Tumors.

http://emedicine.medscape.com/article/187464-overview#aw2aab6b4 (16

Mei 2013)

Kuwajerwala, Nafisa K. 2011. Overview: Carcinoma of the Ampulla of Vater.

http://emedicine.medscape.com/article/282920-overview#a0104 (16 Mei

2013)

24

Page 25: Isi

Dragovich, Tomislav. 2013. Overview: Pancreatic Cancer.

http://emedicine.medscape.com/article/280605-overview#aw2aab6b2b2 (16

Mei 2013)

Mullen, John T; Wang, Huamin et al. 2005. Carcinoid Tumor of the Duodenum. J

Surgery: No 6, Volume 138. Pp: 971-978.

Girsang, Jojorita Herlianna. 2013. Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang

Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-

2011. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34994 (16 Mei 2013)

Makmun, Dadang. 2011. Efek Pemberian Poly-Unsaturated Fatty Acids (PUFA)

Intavena Terhadap Integritas Mukosa Lambung pada Beruk (Macaca

nemestrina) Dengan Ikterus Obstruktif. Institut Pertanian Bogor.

Third National Healthe And Nutrition Examination Survey. 1998. Gallbladder Ultrasonography Procedure. Westat, Inc.

25