isi makalah hpp
DESCRIPTION
Ini bentuk WordnyaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih umumnya dikenal adalah Illegal Fishing
sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Mengapa dikatakan klasik? karena telah
ada dari zaman dulu masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang
pun IUU fishing masih sulit untuk di berantas. Berita penangkapan kapal asing oleh
patroli kita, akhir-akhir ini sering terdengar. Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-
kapal asing yang masuk wilayah RI. Atau berita pengeboman ikan atau berita nelayan
kita yang menggunakan API terlarang.
Berarti apa yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum kita selama
beberapa periode waktu ini belum bisa membuat jera bagi langganan pelaku IUU
Fishing atau membuat takut mereka para calon pelaku IUU Fishing
Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah.
Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber
daya yang sangat potensial ini (sebagai sumber protein yang sehat dan murah) bisa
terancam kelestariannya. Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO)
memperkenalkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995.
Konsep yang diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung
Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh
hampir seluruh anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan
perikanan. Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF
merupakan dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya,
FAO telah mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk
mengembangkan kegiatan perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan
budidaya.
Kecenderungan ini tidak bisa dibiarkan karena pada akhirnya manusia hanya
akan bisa menyantap sup ubur-ubur dan plankton. Sekarang tindakan nyata yang
dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan illegal fishing pada ikan-ikan karang
khususnya untuk memperbaiki daerah karang yang rusak adalah dengan melakukan
transpalasi karang ataupun pembuatan terumbu karang buatan. Terumbu karang
buatan adalah suatu struktur yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat,
sumber makanan, tempat pemijahan dan asuhan, serta perlindungan pantai
sebagaimana halnya terumbu karang alam.
Karena pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam
mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan
1
khususnya terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Tapi
kita tidak bisa terus menunggu hal ini berubah kita semua harus turun tangan terutama
yang peduli. Kita dapat turut mengawasi penegakan hukum, mengawasi jika terjadi
pengerusakan terumbu karang, dan terus menyuarakan dan bertukar pikiran dengan
nelayan akan betapa pentingnya terumbu karang terhadap hasil tangkapan ikan
mereka nanti. Dengan Terlaksananya semua hal di atas pasti akan memberikan
dampak nyata pada nelayan dan kelestarian terumbu karang walau mungkin tidak
dalam waktu singkat untuk menyelesaikan masalah ini sepenuhnya.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah illegal fishing adalah masalah kita bersama. Masalah tersebut tidak
akan dapat teratasi ataupun terminimalisir jika kita tidak berbenah diri. Salah satu cara
untuk mengatasinya yaitu mungkin dengan menambah armada kapal patroli kita,
supaya kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan kita yang melakukan illegal
fishing bisa ditangkap ataupun bisa dihancurkan kapal mereka.
Mengapa harus demikian? Karena masalah illegal fishing menimbulkan kerugian
yang amat sangat besar bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Berapa Triliunkah uang
kita dicuri oleh Negara lain? Berapa banyak sumberdaya alam kita dihancurkan dan
dicuri oleh Negara lain?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan Makalah ini adalah supaya masyarakat lebih mengetahui
tentang masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam hal ini masalah Illegal
Fishing. Dan agar kita dapat pula memaknai kekayaan alam yang telah Alloh ciptakan
kepada kita, janganlah kita mensia-siakan ataupun merusak alam kita (dalam hal ini
merusak laut) baik dengan menangkap ikan dengan bom ikan ataupun dengan cara
lain yang dapat merusak lingkungan. Maksud kedua yaitu dapat memenuhi tugas
perkuliahan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Adapun tujuannya adalah supaya pembaca dapat mengerti apa yang dimaksud
illegal fishing dan kenapa masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Pembaca pula
akan mengetahui daerah-daerah yang sering menjadi sasaran empuk para kapal asing
untuk mencuri ikan di wilayah perairan nusantara.
2
BAB II
KELAUTAN INDONESIA
2.1 Potensi Kelautan
Sebagai negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya
kelautan yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian
belum diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat
sehingga laut sebagai sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada masa
mendatang akan semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia yang
diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di dalamnya yang
meliputi :
1. Kehidupan sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies
mikroba,
2. 600 spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut
Merah yang hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7 genera,
3. Sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), termasuk ikan, udang,
moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan
karang dan biota laut lainnya,
4. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources), seperti
minyak bumi, gas alam, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral
lainnya,
5. Energi kelautan seperti : Energi gelombang, pasang surut, angin, dan Ocean
Thermal Energy Conversion,
6. Jasa lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat yang cocok
untuk lokasi pariwisata dan rekreasi seperti pantai yang indah, perairan berterumbu
karang yang kaya ragam biota karang, media transportasi dan komunikasi, pengatur
iklim dan penampung limbah,
7. Sudah terbangunnya titik-titik dasar di sepanjang pantai pada posisi terluar dari
pulau-pulau terdepan sebagai titik-titik untuk menarik garis pangkal darimana
pengukuran batas laut berpangkal.
8. Sudah terwujudnya beberapa kesepakatan/pejanjian batas laut yaitu : dengan India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia dan PNG.
3
2.2 Kendala Kelautan
Disadari bahwa penanganan bidang kelautan di Indonesia hingga saat ini masih
memprihatinkan, antara lain.
1. Kehancuran sebagian terumbu karang yang memilili fungsi ekologi dan ekonomi yang
hanya menyisakan sekitar 28%, rawa pantai dan hutan mangrove (bakau) yang
merupakan habitat ikan dan penyekat abrasi laut, dari 4 (empat) jutaan hektar telah
menyusut menjadi 2 (dua) jutaan hektar,
2. Pencurian ikan oleh orang asing menunjukkan kerugian sekitar 1/2 (setengah) milyar
dollar sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun,
3. Sumberdaya manusia (SDM) di bidang kelautan yang sangat minim baik di bidang
perencanaan, pengelolaan, maupun hukum dan pengamanan kelautan,
4. Sebagian besar (85%) kapal-kapal yang beroperasi di perairan Indonesia
menggunakan modal asing dan selebihnya adalah modal nasional. Hal ini juga
berdampak pada sekitar 50% pelayaran antar pulau dikuasai oleh pihak asing,
5. Minimnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana (kapal, peralatan) menyebabkan
seringkali aparat keamanan laut (Kamla) kita tidak berdaya menghadapi kapal-kapal
pencuri ikan, sehingga hanya sebagian kecil yang dapat ditangkap,
6. Pemanfaatan teknologi maju melalui pengamatan satelit dalam rangka pengawasan
dan pengamanan laut (Waspam) masih sangat terbatas dan belum terintegrasi
secara permanen,
7. Eksplorasi, eksploitasi dan pembangunan di sepanjang pantai dan perairan telah
menyebabkan pencemaran laut akibat pembuangan limbah dari proses kegiatan
tersebut di atas, sehingga telah mendegradasi habitat pesisir dan laut,
8. Maraknya kasus pembajakan laut khususnya di Selat Malaka dan alur lintas
kepulauan Indonesia (ALKI) telah menimbulkan konflik yang mengundang intervensi
negara maju (USA dan Jepang).
2.3 Permasalahan Batas Laut
Beberapa Jenis Batas Laut dan Pengaruhnya terhadap Pertahanan Keamanan
Negara menurut ketentuan Hukum Laut Internasional (Hukla 1982), ada enam jenis
batas laut, yaitu :
1. Batas Perairan Pedalaman (BPP). Perairan pedalaman di dalam garis batas yang
ditentukan oleh hukum yang berlaku di situ praktis sama dengan di wilayah darat,
dimana NKRI mempunyai kedaulatan penuh, kapal-kapal asing tidak berhak lewat.
Perairan pedalaman tersebut dibatasi oleh garis penutup (closing lines) sesuai
4
ketentuan Hukla 1982. Namun sayang Indonesia hingga saat ini belum
memanfaatkan haknya untuk menarik closing lines tersebut.
2. Batas Perairan Nusantara/Kepulauan (BPN/BPK). Di perairan ini Indonesia
mempunyai hak kedaulatan wilayah penuh tetapi kapal/pelayaran asing masih
mempunyai “hak melintas” (innocent passage) melalui prinsip alur laut kepulauan.
Perairan nusantara ini dikelilingi oleh garis-garis dasar yang lurus (base lines) yang
menghubungkan titik-titik pangkal (base points) dan bagian terdepan pulau-pulau
terdepan di seluruh Indonesia. Base lines yang menghubungkan base points dibuat
berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1960 dan telah didepositkan di PBB. Undang-
undang tersebut telah diperbaharui dengan UU Nomor 6 Tahun 1996 namun isinya
justru mencabut base points dan base lines yang telah ada.
3. Batas Laut Wilayah (BLW). Batas laut ini ditarik dari base lines sejauh 12 mil, tetapi
BLW yang pasti/tegas juga belum ada, karena BLW tidak dapat ditentukan sepihak.
Pada laut wilayah, Indonesia masih mempunyai hak mengelola dan yurisdiksi
kedaulatan wilayah penuh.
5
BAB III
ILLEGAL FISHING
3.1. Pengertian Perikanan Ilegal
llegal fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan
tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung
jawab Illegal fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam pemanfaatan sumberdaya
perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing
umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini
semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik baik ekosistem
perairan akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam
kegiatan panangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang
bersifat merusak yang dilakukan oleh nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk
menangkap sebanyak-banyaknya ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam
kegiatan illegal fishing karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata
memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan
untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam
melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan
penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang karang.
Pengertian illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan
perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya tidak dilaporkan
kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia/berwenang. Dapat terjadi
di semua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target species,
alat tangkap yang digunakan dan exploitasi serta dapat muncul di semua tipe
perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona jurisdiksi nasional maupun
internasional.
Ilegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang
atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi jurisdiksi suatu negara tanpa izin
dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. yang bertentangan dengan peraturan nasinal yang berlaku atau kewajiban
internasional.Yang dilakukan oleh kapal mengibarkan bendera suatu negara yang
menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak
6
sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi
tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Perikanan ilegal saat ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk FAO (Food
and Agriculture Organization). Lembaga ini menggunakan beberapa terminologi
seperti perikanan illegal (ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated (tidak
diatur) atau biasa disingkat dengan IUU fishing. Penjelasan mengenai ketiga
terminologi ini adalah sebagai berikut:
1. Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan
wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan
penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari
Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam IUU fishing, pada dasarnya
adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain
tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian
ikan oleh pihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing
dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh
pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau
bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai illegal fishing
karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya,
pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil
tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.
b. Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing
menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara
lain.
2. Unregulated fishing, adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau
ZEE suatu Negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut.
Tercakup dalam hal ini antara lain:
a. Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom, dan bius.
b. Pelanggaran wilayah tangkap.
3. Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau
ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data
kapal dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup:
a. Kesalahan dalam pelaporannya (misreported).
b. Pelaporan yang tidak semestinya (under reported).
7
3.2. Situasi Perikanan Nasional
Publikasi FAO tahun 2007 menggambarkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di
sekitar perairan Indonesia, terutama di sekitar perairan Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik sudah menujukan kondisi full exploited. Bahkan di perairan
Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya
bahwa di kedua perairan tersebut, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan
ekspansi penangkapan ikan secara besar-besaran saat ini.
1. Produksi Perikanan Nasional
Pertumbuhan produksi rata-rata perikanan tangkap dalam periode tahun
1994-2004 mencapai 3,84 persen per tahun. Sedangkan produksi perikanan
tangkap pada tahun 2004 mencapai 4.311.564 ton. Apabila pemerintah
menargetkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap tetap sebesar 3,84 persen
per tahun, maka produksi perikanan tangkap nasional tahun 2009 akan mengalami
full exploitation diseluruh perairan Indonesia.
2. Konsumsi Ikan Nasional
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahunnya terlihat
mengalami peningkatan. Secara nasional tingkat konsumsi ikan nasional pada
tahun 2002 baru mencapai sekitar 21 kg/kapita/tahun. Namun demikian tingkat
konsumsi ikan nasional tersebut terlihat masih di atas rata-rata tingkat konsumsi
ikan dunia yang baru mencapai sekitar 16 kg/kapita/tahun. Sementara itu jika
dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi ikan nasional berdasarkan jenis ikan
yang dikonsumsi masyarakat, terlihat bahwa sekitar 65,98 persen dari total
konsumsi ikan nasional tahun 2002 didominasi oleh 18 jenis ikan. Yaitu ekor
kuning, tuna, tenggiri, selar, kembung, teri, banding, gabus, kakap, mujair, mas,
lele, baronang, udang segar, cumi-cumi segar, kepiting, kalong dan udang olahan.
3.3. Praktek Perikanan Ilegal
Sampai saat ini, belum ada perhitungan pasti jumlah ikan yang terangkut dari
perairan Indonesia secara illegal setiap tahunnya. FAO (2001) memperkirakan
kerugian Indonesia dari perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Freddy Numbery, mengakui bahwa akibat aktivitas
perikanan ilegal, negara dirugikan Rp 30 triliyun setiap tahunnya. Perkembangan
harga ikan rata-rata setiap tahunnya berkisar antara US$ 1.000 sampai US$ 2.000 per
8
ton ikan. Dengan asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$1.000 per ton, diperkirakan
jumlah ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu apabila
harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$2.000 per ton maka jumlah ikan yang
dicuri tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per tahun.
Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan
perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang
berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk
memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di WPP-RI, namun
dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat disimpulkan
bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone)
dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Pada
umumnya, Jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA atau kapal eks Asing illegal di
perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan
trawl.Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (KII).
Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)),
memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah
penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan),
pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan
kapal), transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal
yang diwajibkan memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak
(destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan
peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan
sumberdaya ikan.
9
3.4. Modus Operandi
Perikanan ilegal dilakukan dengan modus operandi tertentu. Biasanya terkait
dengan upaya untuk mengelabui petugas, waktu operasi dan lokasi penangkapan
ilegal, serta keterlibatan dengan oknum aparat. Tentunya, modus ini akan terus
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan respon negara terhadap
kegiatan perikanan ilegal.
1. Modus Untuk Mengelabui
Kapal ilegal, terutama kapal asing, menggunakan berbagai modus untuk
mengelabui aparat keamanan atau aparat pemerintah Indonesia. Modus yang sering
dilakukan adalah penggandaan izin, penggunaan bendera Indonesia,
mempekerjakan nelayan Indonesia, atau penggunaan nama kapal berbahasa
Indonesia.
2. Waktu Tertentu
Kegiatan penangkapan oleh kapal ilegal dilakukan pada waktu tertentu,
terutama pada saat musim barat. Kapal ilegal biasanya menggunakan kapal
berbobot 30 GT yang mampu memecah gelombang setinggi 2 meter. Sedangkan
kapal patroli biasa akan mengalami kesulitan mengejar kapal pencuri ikan di saat
musim barat.
3 Penyebaran Lokasi
Seperti telah disebutkan di atas, kapal asing yang illegal selalu beroperasi di
wilayah perbatasan dan perairan internasional, sehingga menyulitkan bagi aparat
untuk menangkap kapal tersebut. Namun ketika tertangkap oleh aparat, kapal ilegal
tersebut berdalih bahwa tidak sengaja melanggar batas teritori Indonesia untuk
mengejar ikan karena tidak memiliki radar dan hanya menggunakan kompas. Hal ini
biasanya menjadi dalih kapal negara-negara tetangga Indonesia, seperti Thailand
yang tertangkap oleh patrol.
4 Kerjasama dengan Aparat
Kejahatan dalam pencurian ikan sudah merupakan sindikat yang sangat kuat.
Keterlibatan sejumlah oknum aparat sangatlah kuat karena jutaan ton ikan setiap
tahunnya dicuri dari perairan Indonesia, yang dilakukan oleh sekitar 3.000-5.000
kapal nelayan asing dengan memakai bendera Indonesia.
3.5. Dampak Perikanan Ilegal
10
Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan
nasional dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan
meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia.
Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang
telah memberi dampak serius bagi Indonesia. Pertama, perikanan ilegal di perairan
Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Praktek
perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported), atau laporannya
di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan yang tidak diatur
(unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang
tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan
tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global. Hal
ini dapat dikategorikan melakukan praktek IUU fishing. Dengan kata lain, jika
pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi dan mereduksi kegiatan IUU
diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia “terkesan” memfasilitasi
kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk mendapat sanksi internasional.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar
bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya
ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan
dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing.
Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan
harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena
dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing
perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan
eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari
kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO,
2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan
lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang dicuri dan dibuang sekitar
1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian
per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
11
3.6 Pencegahan
Berdasarkan permasalah yang ada maka dalam perumusan kebijakan
mengenai Ilegal Fishing hendaklah memasukkan empat langkah yang bisa digunakan
untuk menanggulangi pencurian ikan oleh kapal asing (illegal fishing) yaitu dengan
mengatur masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan
ekonomi nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara
komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan,
ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar.
Ada beberapa solusi yang dapat diajukan sebagai alternatif dalam pemuatan
perumusan kebijakan model Normatif yaitu perlunya penguatan sistem penegak
hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang merupakan
gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi dan
satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer,
sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL. Perlu juga
mengadakan pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-
kapal yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua
kegiatannya akan termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan
sebenarnya.
Pemerintah juga memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan
pengaturan musim penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-
daerah “sanctuary” untuk menjamin kelestarian. Dan yang tidak kalah pentingnya
adalah perbaikan regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya “input
restriction” atau pembatasan input menjadi “output restriction” atau pendekatan output,
terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut mekanisme
perijinan lebih sederhana dan mudah pengawasannya.
3.7 Langkah – langkah dalam mengatasi Illegal Fishing
Langkah-langkah untuk mengatasi illegal fishing di antaranya :
a. Perbaikan regulasi atau pengaturan terhadap kapal-kapal asing. Diupayakan ada
penegakan hukum yang lebih baik sehingga dapat menimbulkan efek jera
terhadap kapal illegal fishing.
b. Patroli oleh penegak hukum di Indonesia dengan serius dan secara terus
menerus. Apabila hal ini dilakukan maka kesejateraan nelayan kecil akan
meningkat. Menurut pengalaman, kata sekjen DKP : dengan adanya operasi di
laut Natuna , pendapatan nelayan kita mejadi dua sampai tiga kali lipat
12
dibandingkan sebelum adanya operasi. Ikan –ikan besar yang ditangkap nelayan
asing sebelum adanya operasi, sekarang bisa ditangkap oleh nelayan kita.
c. Harus ada penguatan terhadap armada penangkapan ikan nasional. Terutama di
bidang pengadaan kapal yang lebih besar dan teknologi yang lebih maju.
Lemahnya nelayan di bidang permodalan menyebabkan nelayan tidak bisa
berkembang. Diharapkan ada bank yang mau membantu nelayan dalam bidang
permodalan. Tentunya dalam hal ini pemerintah bisa membantu dengan
mengeluarkan peraturan kepada bank untuk mau terjun ke sector nelayan.
d. Mencukupi kebutuhan dasar nelayan di antaranya BBM. Sarana dan prasarana :
adanya tempat pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, cold storage. Apabila
kebutuhan nelayan dapat dipenuhi dengan mudah secara otomatis kesejahteraan
nelayan akan meningkat, sehingga bisa mengadakan ekspansi usahanya.
e. Diadakan upaya penyadaran terhadap nelayan kita agar tidak menggunakan alat-
alat tangkap ikan yang bisa merusak ekologi dan bisa merusak siklus kehidupan
ikan, sehingga sumber penghidupan nelayan bisa tetap terjaga.
13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Permasalahan terkait dengan IUU baik itu illegal fishing, ataupun yang
sejenisnya merupakan masalah kita bersama. Masalah tersebut bisa saja teratasi
manakala kita bangsa Indonesia khususnya pemerintah melakukan perbaikan
diberbagai bidang kelautan. Misalnya dalam keamanan kelautan, pengadaan kapal-
kapal patroli yang modern ataupun tindakan hukum yang tegas dan jelas. Supaya
kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing tersebut jera. Akan tetapi hal-hal
tersebut tidak akan bisa tercapai jika tidak ada kerjasama antara kita selaku
masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai (nelayan).
4.2 Saran
Melihat dari letak geografis Negara Indonesia yang di hubungkan oleh laut
demi laut. Maka keamanan dalam memantau daerah perbatasan baik itu ZEE maupun
BPN merupakan faktor terpenting dalam menangkal aksi illegal fishing yang banyak
dilakukan oleh nelayan asing. Selain itu pengadaan armada patroli baik berupa kapal
patroli atupun satelit pengintai laut juga tidak kalah penting dan seharusnya Indonesia
sudah mempunyai keamanan ataupun pertahanan laut yang mumpuni, jika melihat
letak Negara yang sangat strategis.
Kerjasama antara pemerintah dengan para nelayan mutlak diperlukan guna
semakin meningkatkan mutu, sarana dan prasarana dalam pemanfaatan hasil
perikanan tangkap secara maksimal.Adanya sumber data lengkap dari hasil-hasil
perikanan tangkap yang dikelola oleh pemerintah yang nantinya digunakan untuk
menunjang pengelolaan dan pemanfaatan hasil perikanan tangkap.Pengelolaan hasil
perikanan tangkap juga tidak kalah penting, hal tersebut juga harus mendapat
dukungan dari pemerintah guna pengembangan jaringan pemasaran hasil produksi
para nelayan local untuk menembus pasar nasional maupun internasional.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ali yahya, muhamad. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. [cited 2009 Mei 27]. Available
at : http://tumoutou.net/3 sem1 012/ali yahya.htm
Barani, Husni Mangga. 2004. Pemikiran Percepatan Pembangunan Perikanan Tagkap
Melalui Gerakan Nasional. [cited 2009 Mei 27]. Available at :
http://tumoutou.net/702 07134/husni mb.pdf
Baharudin. 2012 Solusi alat tangkap. http://desasejahtera.org/artikel/131-legalisasi-trawl-di-perbatasan-kalimantan-timur-bagian-utara-merugikan-nelayan-dan-lingkungan.html
BBPN, 2008. Database Pembangunan Kelauatan dan Perikanan. [cited 2009 Mei 27].
Available at : http://ditkp.com/? prov=0& sub=1
Bhairawa Putra, Prakoso. 2009. Teknologi Informasi untuk kelautan Indonesia. [cited 2009
Mei 27]. Available at: http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog
Dahuri, Rokhmin. 2005. Potensi Ekonomi Kelautan. [cited 2009 Mei 27]. Available at
:http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Masalah-Klasik-Perikanan
Dahuri, Rokhmin. 2009. Kelautan, Potensi memakmurkan Rakyat. [cited 2009 Mei 27].
Available at : http://www.unisosdem.org/article detail.php?aid=5195&coid=2&caid=19&gid=2
Dendasurono, 2002, Pendidikan Lingkungan Kelautan. Rineka Cipta, Jakarta.
Mukhtar. 2012. Pengertian Ilegan fishing. http://mukhtarapi.blogspot.com/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.htmlFauzi, Akhmad, 2005, Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia, Jakarta.
Subri, Mulyadi, 2004, Ekonomi Kelautan. Rajagrafindo Persada, Yogyakarta.
Adhitya, Achmad. 2009. Indonesia bangkit Lewat Laut. [cited 2009 Mei 27]. Available at :
http://elroem.com/2009/04/05/indonesia-bangkit-lewat-laut.html
Zaim, 2009. Kemiskinan Nelayan : Permasalahan dan Upaya Penanggulangan. [cited 2009
Mei 27]. Available at : http://zaim1979.blogspot.com/2007/10/kemiskinan-nelayan-
permasalahan- dan.html
15