irigasi lahan kering.doc

39
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI LAHAN KERING Pada saat ini kita melihat cuaca alam yang sering tidak menentu, dan seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia pada umumnya terdiri dari pulau-pulau yang terbagi menjadi beberapa bagian musim. Seperti di daerah bagian tengah dan timur Indonesia, kita ketahui bahwa cuaca yang terjadi sangat panas, dan curah hujannya juga sangat kecil. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali lahan-lahan kosong yang tidak di manfaatkan karena dalam keadaan kering, atau lahan seperti ini disebut lahan kering. Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air dalam kurun waktu tertentu, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Menurut hasil rumusan Seminar Nasional Pengembangan Wilayah Lahan Kering di Mataram bulan Mei 2002, wilayah lahan kering mencakup : sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan,semak, padang rumput, dan padang penggembalaan. Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang 1 PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI LAHAN KERING

Upload: kadekarya

Post on 29-Sep-2015

85 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI LAHAN KERING Pada saat ini kita melihat cuaca alam yang sering tidak menentu, dan seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia pada umumnya terdiri dari pulau-pulau yang terbagi menjadi beberapa bagian musim. Seperti di daerah bagian tengah dan timur Indonesia, kita ketahui bahwa cuaca yang terjadi sangat panas, dan curah hujannya juga sangat kecil. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali lahan-lahan kosong yang tidak di manfaatkan karena dalam keadaan kering, atau lahan seperti ini disebut lahan kering.Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air dalam kurun waktu tertentu, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Menurut hasil rumusan Seminar Nasional Pengembangan Wilayah Lahan Kering di Mataram bulan Mei 2002, wilayah lahan kering mencakup : sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan,semak, padang rumput, dan padang penggembalaan.Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa. Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan kering, yakni :

1. Iklim Mediterania : hujan terjadi di musim gugur dan dingin

2. Iklim Tropisme : hujan terjadi di musim panas

3. Iklim Kontinental : hujan tersebar merata sepanjang tahun

Kondisi lahan kering tersebut mengakibatkan sulitnya membudidayakan berbagai produk pertanian. Faktor primer yang diperlukan tanaman untuk tumbuh adalah media tanam, air, cahaya, angin, dan nutrisi tanaman. Semua faktor yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik tersebut terhambat oleh kondisi daerah lahan kering yang memiliki iklim dan cuaca ekstrim. Seperti pada khususnya di daerah NTB banyak sekali daerah yang terdapat lahan kering yang tidak termanfaatkan oleh petani. Hal ini terjadi karena seperti penjelasan awal tadi, yaitu curah hujan yang kecil sehingga menyebabkan ada daerah yang hanya mendapatkan hujan hanya beberapa kali saja dalam setahun. Walaupun pada dasarnya banyak juga daerah yang subur.Seperti yang tercatat di dalam data statistic, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB) yang luas wilayahnya mencapai 2,01 juta hektare, sekitar 84 persen atau sekitar 1,8 juta hektare merupakan lahan kering yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Angka ini cukup besar yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Kondisi iklim yang ada di Propinsi NTB sangat beragam dari iklim tropika basah (C3) yang ada di sekitar daerah pegunungan Rinjani Pulau Lombok dan Puncak Ngengas, hutan Pulau Sumbawa dengan ciri vegetasi hutan tropika basah, sampai ke kondisi iklim semi ringkai tropika (tropical semi arid) tipe iklim D3, D4, E3 dan E4 (Oldeman dkk., 1977) dengan vegetasi hutan iklim kering sampai stepa dan savana serta padang rumput yang merupakan penciri khas untuk iklim kering semiringkai tropika. Kondisi geologi wialayah NTB merupakan formasi tersier terdiri atas formasi batuan volkan tua, batuan intrusi (granodiorit), dan batuan sedimen (napal, batualiat dan batukapur). Volkan tua terdiri atas augit andesit, porfirit dan augit-hornblende-andesit. Formasi ini umumnya dijumpai di bagian selatan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa memanjang dari barat ke timur.

Kondisi fisiografi dan bentuk wilayah NTB dibedakan dalam:

(a) daerah dataran, (b) volkan, (c) lipatan dan patahan, dan(d) angkatan. Daerah dataran terdiri atas dataran aluvial, aluvial-koluvial, aluvial-marin dan marin. Bentuk wilayah umumnya datar. Daerah volkan terdiri atas kerucut volkan yang masih utuh dan volkan yang sebagian telah tererosi. Daerah lipatan dan patahan penyebarannya paling luas di bagian selatan dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Daerah ini dibedakan dalam perbukitan lipatan dan pegunungan lipatan. Daerah angkatan berupa batukapur/karang yang terangkat membentuk perbukitan, dijumpai di sebelah utara Pulau Sumbawa bagian barat (Dessaunetes, 1977). Jika dirinci lebih mendalam sebagian besar wilayah NTB mempunyai topografi berbukit-bukit hingga bergunung. Berdasarkan bentuk wilayah dan lereng, daerah ini dapat dibedakan dalam 6 satuan yaitu:

(1) datar (7,2%), (2) datar-berombak (10,8%), (3) berombak-bergelombang ((17,6%), dan(4) bergelombang sampai berbukit dan gunung (63,4%) (Bappeda, 2002). Kondisi geologi, fisiografi dan iklim menghasilkan tanah-tanah di propinsi NTB dapat diklasifikasikan menjadi 6 ordo dan diturunkan menjadi sekitar 10 sub-ordo dan 17 gret-group yaitu: Entisols (Ustifluvents. Ustipsamments, Tropopsamments, Ustorhents, Troporthents), Inceptisols (Ustropepts, Tropaquepts, Halaquepts), Mollisols (Haplustolls), Vertisols (Haplusterts), Andisols (Hapludands dan Haplustands), dan Alfisols (Haplustalfs, dan Rhodustlafs) (Suwardji dan Priyono, 2004). Dengan melihat ciri khas dan keragaman iklim,fisiografi, tanah dan vegetasi yang ada, serta kondisi sosial ekonomi masyrakakat yang cukup beragam di Propinsi NTB tidaklah berlebihan jika daerah ini merupakan pewakil yang reprensentatif untuk lokasi pengkajian dan pengembangan budidaya pertanian lahan kering semiringkai di Indonesia. Propinsi NTB mempunyai keunggulan komparatif berupa potensi wilayah lahan kering yang cukup luas (sekitar 1, 6 juta hektar) dan berpeluang besar dikembangkan untuk sektor kehutanan dan pertanian dalam arti luas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi pengembangan pertanian lahan kering di propinsi NTB yang cukup besar tersebut dibandingkan dengan pengembangan lahan sawah karena: (1) sangat dimungkinkan pengembangan berbagai macam komoditas pertanian untuk keperluan eksport dengan luas dan kondisi agroekosistem yang cukup beragam, (2) dimungkinkan pengembangan pertanian terpadu antara ternak dan taman perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan, (3) membuka peluang kerja yang lebih besar dengan investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan membangun fasilitas irigasi untuk lahan sawah, dan(4) mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan sebagian besar penduduk yang saat ini tinggal di lahan kering (Suwardji dkk, 2002).Namun di balik potensi tersebut, terdapat permasalahan yang masih belum terpecahkan yaitu di antaranya walaupun potensi lahan kering NTB yang cukup besar, lahan kering yang ada memiliki ekosistem yang rapuh (fragile) dan mudah terdegradasi apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang tepat, topografi umumnya berbukit dan bergunung, ketersediaan air tanah yang terbatas, lapisan olah tanah dangkal, mudah tererosi, teknologi diadopsi dari teknologi lahan basah yang tidak sesuai untuk lahan kering, infrastruktur tidak memadai, sumberdaya manusia rendah, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah sangat kurang dan partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan lahan kering terutama pihak swasta sangat kurang (Suwardji dan Tejowulan, 2003).Pertanian Lahan Kering merupakan aktifitas pertanian (budidaya tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan) yang dilakukan di lahan kering. Lahan kering dibagi ke dalam empat kategori, yakni :

1. Hyper Arid : indek kekeringan(rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial) 0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa rumpun rumput di daerah lembah, penggembalaan ternak berpindah-pindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun), serta hujan terjadi tidak menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang tahun. Daerah ini terdapat di pe-gurun-an Saudi Arabia Rubul Kholi atau yang dikenal dengan empty quarter.

2. Arid : indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan pertanian dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat tanaman musiman dan tahunan yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 300 mm.Terdapat di Jeddah, Saudi Arabia dan Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.

3. Semi Arid : indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian denga mengandalkan air hujan meski produktifitasnya masih rendah, terdapat kegiatan peternakan komunal, dan curah hujan tahunan 300-800 mm.Biasanya terdapat di perbatasan daerah tropis dan sub-tropis.

4. Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat dengan daerah lahan basah. Di Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat beberapa kendala untuk budidadaya pertanian di daerah tersebut.

Wilayah lahan kering Propinsi NTB merupakan wilayah beriklim semi-arid tropik yang dipengaruhi oleh musim penghujan dan musim kemarau . Curah hujan tahunan biasanya relatif tinggi dari 1000 2500 mm/tahun , namun hujannya berlangsung pada beberapa bulan saja yaitu bulan Desember Maret (4 bulan), sedang musim kemarau dari bulan April Nopember (8 bulan) . Curah hujan tahunan biasanya relatif tinggi dari 1000 2500 mm/tahun , sehingga upaya konservasi air untuk menjamin keberhasilan pertanian di lahan kering merupakan suatu keharusan. Teknologi dalam pengolahan lahan kering, pada dasarnya sangat perperan penting dan dapat memberikan dampak perubahan yang baik, namun para petani pada umumnya lebih banyak menggunakan cara bertani yang tradisional dan masih primitif, yaitu bagaimana tata cara yang di ajarkan oleh nenek moyang mereka. Hal inilah yang bisa membuat pertanian di daerah NTB masih jauh dari keberhasilan, walaupun apabila kita melihat ada beberapa petani yang sudah memanfaatkan teknologi yang canggih, akan tetapi itu hanya sebagian kecilnya saja. Teknologi dalam hal ini adalah mesin traktor yang di gunakan untuk membajak lahan subur maupun lahan kering. Dalam hal ini, hanya sebagian kecil saja petani yang sudah menggunakan mesin traktor ini, dan yang sebagian besar yang lainnya tidak mau menggunakan mesin traktor karena mereka beranggapan bahwa manggunakan traktor lebih banyak menghabisakan biaya, selain itu petani juga sebenarnya berfikir logis, yaitu petani ada yang berfikir bahwa karena mesin traktor ini bisa menyebabkan lahan menjadi tidak terlalu subur, hal ini di karenakan bahwa pada saat pembajakan ada bahan kimia seperti bensin atau solar yang di gunakan dalam traktor terjatuh ke dalam lahan, sehingga bisa membuat lahan menjadi kurang subur. Sehingga dengan hal ini para petani beranggapan bahwa mereka akan merugi, padahal menurut hasil yang di dapatkan, mereka akan mendapatkan hasil yang lebih besar, namun karena para petani sudah terdoktrin untuk tidak menggunakan teknologi ini. Akan tetapi ada sebuah teknologi yang sangat berguna bagi para petani dalam pengolahan lahan kering, yaitu mesin penyedot air dari suangai yang akan di alirkan ke sawah-sawah dan ini sudah banyak petani yang mengunakannya. Mesin ini dinamakan mesin desel. Dengan teknologi seperti ini, maka petani sudah bisa lebih ringan dalam mengolah lahan pertanian mereka.Pembangunan sektor pertanian ini diarahkan untuk menuju pertanian yang efisien dan tangguh, mengingat kebutuhan hasil-hasil pertanian yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pertanian lahan kering merupakan kegiatan budidaya yang banyak menglami hambatan. Salah satu faktor penghambatnya adalah terbatasnya air. Kepas (1988) menyatakan bahwa, lahan kering merupakan sebidang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lebih lanjut Suarna (1990) mengemukakan bahwa lahan kering dengan hanya 4-5 bulan basah dikategorikan cukup riskan untuk pengembangan palawija maupun untuk hortikultura. Usaha meningkatkan produksi pertanian terutama tanaman padi tidak terlepas dari penggunaan pupuk anorganik sebagai salah satu faktor produksi yang sangat penting (Reijntjes et al., 1992). Pemerintah sejak periode 1969-1997 telah banyak menerapkan serangkaian kebijakan untuk mendorong penggunaan pupuk pada usahatani padi. Usaha tersebut menghantarkan Indonesia mampu mencapai swasembada pangan (beras) pada tahun 1984 (Sri Rochayati dan Sri Adiningsih, 2002). Namun demikian, penggunaan pupuk anorganik masih banyak dilakukan secara kurang tepat, baik dalam penentuan jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian pupuk. Hal ini jelas memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keadaan fisik, kimia dan biologi tanah serta lingkungan secara keseluruhan. Peningkatan produksi dengan hanya mengandalkan pemberian pupuk anorganik dengan pola tanam padi-padi-palawija yang terus menerus dan mengabaikan unsur-unsur hara yang terangkut oleh hasil panen dapat mengakibatkan menurunnya keseimbangan hara dalam tanah dan mempercepat pemerosotan kesuburan tanah. Jika keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama, maka akan terbentuk tanah kritis. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pengelolaan tanah yang tepat menjadi sangat penting agar kesuburan tanah dapat dilestarikan. Namun pemupukan ini hanya bisa di lakukan pada tanah yang subur dan lahan basah, sedangkan di pulau Lombok sendiri sangat banyak lahan yang kering dan sangat membutuhkan pengolahan.

Keberhasilan peningkatan produksi tanaman hortikultura di Indonesia tidak terlepas dari peran irigasi yang merupakan salah satu faktor produksi penting. Usaha untuk mencapai target produksi di satu sisi, dan teknologi tepat dan murah di sisi lain telah mendorong penggunaan air secara berlebihan tanpa mempertimbangkan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia. Sumber daya air merupakan faktor pembatas utama dalam pengelolahan wilayah lahan kering. Jumlah sungai di wilayah lahan kering Propinsi NTB tahun 2001 sebanyak 155 buah. Kapasitas sungai tersebut dalam menyediakan air dari tahun ke tahun semakin menurun, terutama pada musim kemarau yang disebabkan oleh semakin berkurangnya hutan diwilayah tangkapan hujan di daerah hulu. (Anonim, 2003). Untuk Pulau Lombok Ketersediaan debit andalan hampir di semua daerah irigasi menurun, sumber mata air dari 711 titik menjadi 217 (tahun 2000) , Sudah meningkat sekarang 278 titik.

Telah cukup banyak bukti bahwa sumber air untuk pengairan pertanian di beberapa kabupaten/ kota yang tercakup dalam wilayah lahan kering Propinsi NTB semakin berkurang . Prasarana irigasi, baik diam, embung maupun sumur pompa yang telah ada, masih diorientasikan penggunaannya untuk tanaman padi pada lahan sawah yang secara ekonomi kurang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedang pengairan untuk lahan kering sangat terbatas . Beberapa fasilitas sumur pompa yang jumlahnya mencapai 400 unit yang secara nyata mempunyai kemampuan cukup besar untuk menyediakan air bagi pengembangan pertanian lahan kering, belum dapat dikelola dan dimanfaatkan secara baik . Persoalan lain berkaitan dengan lahan kering adalah topografi tanah yang tidak datar, lapisan olah tanah yang dangkal dan kurang subur, infrastruktur ekonomi yang terbatas, kondisi kelembagaan pertanian yang lemah, partisipasi pengusaha swasta yang masih rendah dan belum memadainya penerapan teknologi. Dengan melihat keadaan seperti yang diterangkan di atas, bagaimana solusi agar lahan kering di daerah NTB dapat di manfaatkan dengan optimal, lahan kering di NTB masih bisa di kembangkan dengan maksimal, karena melihat teknologi yang semakin canggih.. Solusi Untuk Mengatasi Lahan Kering . Salah satu metode yang paling utama adalah dengan melakukan pertanian sistem Gogo Rancah.Gogo rancah merupakan suatu sistem pertanian yang di lakukan pada lahan kering dan hanya membutuhkan sedikit air dan tanaman yang di kembangkan adalah padi dan jagung. Adapun sistem gogo rancah yang di singkat GORA ini di kelola melalui beberapa tahap yaitu :

Pembajakan lahan kering tanpa air yang di lakukan oleh petani untuk mempermudah penyebaran benih padi pada saat penanaman.

Benih padi langsung di tanam tanpa adanya penyiapan benih di daerah lain. Benih padi ini di masukkan ke dalam lubang-lubang yang sudah di siapkan sesuai jumlah biji ynag sudah di tentukan.

Pemberian sejumlah air untuk penyiraman dan biasanya menunggu air hujan yang datang, sehingga penanaman ini hanya akan berlangsung pada musim hujan saja.

Setelah padi tumbuh di beri pupuk yang dilakukan dengan cara penyiraman dengan air maupun langsung di taburi pada tanaman.

Melakukan pembersihan tanaman pengganggu seperti rumput-rumput. Setelah itu petani menunggu padi untuk di panen.

Petani memanen hasil padi, meskipun hasil yang di dapat tidak lebih banyak hasil penanaman pada lahan subur.

Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan masyarakat tani pada lahan kering ditentukan oleh tingkat pengelolaan faktor biofisik, sosio-ekonomi, teknologi dan komoditi yang dipilih. Pengendalian dan pengelolaan yang baik terhadap faktor-faktor tersebut di atas akan membawa kita pada suatu kesempatan unntuk memperbaiki usaha tani yang ada pada saat ini (Squires dan Tow, 1991). Selain dari sistem di atas, ada juga paradigma yang lebih kongkrit untuk pertanian lahan kering yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut:1. Diperlukan pendekatan terpadu dalam pengembangan pertanian lahan kering

2. Diperlukan sekenario model pengembangan pertanian lahan kering yang spesifik lokasi terintegrasi dengan berbagai sektor

3. Diperlukan pendekatan agribisnis

4. Perlunya perubahan kebijakan subsisten menjadi komersial

5. Orientasi produk primer menjadi sekunder

6. Peran masyarakat menjadi lebih besar

7. Meningkatkan daya saing produk pertanian lahan kering

8. Meningkatkan kesempatan kerja

9. Peningkatan peluang usaha di desa

10. Peningkatan pendapatan petani

11. Peningkatan PAD dan devisa negaraTabel 1. Hubungan faktor pertumbuhan dan kendala-kendala serta solusi pertanian di lahan kering

Media TanamTanah pasiran yang terdapat di sebagian besar daerah kering di Negara Timur Tengah menjadi kendala besar bagi usaha pertumbuhan tanaman. Kendala-kendala tersebuat adalah terlalu besarnya pori-pori tanah yang mengakibatkan infiltrasi tinggi sehingga tidak dapat menahan air serta memiliki kadar garam yang tinggi sebagai dampak dari kombinasi tingginya evapotranspirasi akibat suhu yang tinggi dan tingginya infiltrasi akibat tanah yang terlalu porous.

Sedangkan tanah lempung yang terdapat pada lahan kering juga terkendala dengan sifatnya yang labil. Sifat tanah lempung yang kekurangan air akan merekah (nelo:jawa), sehingga tidak dapat ditumbuhi tanaman dengan optimal. Tanah sebagai media tanam seharusnya memiliki kemampuan menahan air dari infiltrasi dan evapotranspirasi, mampu memberikan nutrisi bagi tanaman, serta memiliki pori-pori proporsional untuk sirkulasi udara (O2 dan CO2). Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan soil amendment atau pengatur tanah, pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan kapur untuk meningkatkan pH tanah atau gypsum untuk menurunkan pH tanah.AirRendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan kering mengakibatkan ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan soil amendment untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity), mulsa untuk mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat guna seperti irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi lahan. Bila lahan datar, maka dapat digunakan irigasi tetes, dan apabila lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi sprinkler lebih tepat. Kolaborasi penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.

CahayaTingginya radiasi cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O2), dan salinasi / penggaraman di tanah. Cara mengatasi kendala tersebut dengan melakukan penghijauan, atau secara terintegrasi melakukan kegiatan pertanian dan perkebunan di lahan kering dapat mengurangi dampak tingginya radiasi cahaya matahari.

AnginMinimnya vegetasi di daerah lahan kering mengakibatkan termodinamika pindah panas terjadi secara monoton/ single direction, hal tersebut mengakibatkan angin melaju dengan kencang, karena angin merupakan dampak dari udara yang digerakkan oleh perbedaan suhu. Salah satu dampak dari hal tersebut adalah terjadinya badai gurun (sand storm atau orang arab menyebutnya haboob) yang membawa banyak material pasir di daerah pemukiman maupun areal pertanian. Tentu saja hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan kegiatan pertanian. Adapun alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan tanaman pohon sebagai pemecah laju kecepatan angina (wind breaker). Aplikasi penanaman pohon sebagai wind breaker di areal pertanian lahan kering biasanya ditanam mengelilingi areal pertanian. Adapun berikut ini merupakan contoh desain lahan pertanian lahan kering yang terdapat di Negara Timur Tengah.

NutrisiDengan mengambil analogi manusia, nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin bagi manusia. Namun bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn dan Cl). Tingginya kadar garam di tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, karena garam sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-unsur mikro bersifat toksit atau beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan pemupukan organik terpadu yang menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk mereduksi kandungan unsur logam dari pupuk-pupuk kimia serta memberikan unsur mikro tanaman dalam bentuk organik (chillate) yang tidak beracun bagi tanaman di daerah dengan kadar garam yang tinggi.

Teknologi di bidang irigasi merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, khususnya pada pertanian lahan kering. Oleh karena itu, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang irigasi, maka teknologi irigasi yang umum dilakukan oleh petani perlu disempurnakan berdasarkan penelitian dan pengkajian yang terbaru.Berikut ini adalah pengelolaan dan pengembangan lahan kering melalui teknologi irigasi :1. Pengairan dengan sistem Irigasi Tetes Irigasi tetes merupakan salah satu teknologi yang bertujuan memanfaatkan ketersedian air yang sangat terbatas secara efisiensi dan meningkatkan pendayagunaan air. Teknologi ini sangat cocok di terapkan pada lahan kering yang beriklim kering dengan topografi relatif landai.Prinsip pendistribusian air pada sistem irigasi tetes adalah dengan menyalurkan air dari tanki penampungan melalui selang irigasi yang didesain secara khusus sehingga air dapat diberikan dengan debit yang sama dan konstan pada setiap titik keluaran selang irigasi menggunakan sistem tetes pada daerah perakaran tanaman. Teknik ini sangat efisien dalam penggunaan air tetapi hanya cocok untuk usaha budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi.

Gambar 1 Irigasi Tetes Irigasi tetes (Drip Irrigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir dalam bidang irigasi yang telah berkembang hampir di seluruh dunia. Teknologi ini mula pertama diperkenalkan di Israel, dan kemudian menyebar hampir ke seluruh pelosok penjuru dunia. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan kering berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Bucks et al., 1982). Namun tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya diperlukan investasi yang cukup besar pada tahap awal, pemeliharaan jaringan irigasi yang sangat intensif serta hambatan-hambatan lain seperti penyumbatan (clogging) pada lubang-lubang tetes (emitter).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa irigasi tetes telah mampu meningkatkan hasil-hasil pertanian secara nyata dan menghemat pemakaian air antara 50 70 % (Menzel, 1988 :Partasarathy, 1988). Pada tanaman sayuran seperti selada (lettuce) dengan irigasi tetes ternyata mampu meningkatkan kualitas hasil dan dapat menghemat air irigasi sampai 50 % dibandingkan dengan irigasi secara konvensional (Merit, 1987; Sutton & Merit, 1993). Selanjutnya hasil penelitian pada tanaman sayuran yang lain diperoleh kecenderungan yang sama.Misalnya Sanders et al., 1988 melaporkan bahwa produksi melon, lombok dan tomat meningkat dengan nyata bila dibandingkan dengan irigasi penggenangan (flooded) yang sangat boros air. Merit (1990) melaporkan bahwa irigasi tetes pada tanaman tomat memberikan keuntungan yang sangat nyata dimana disamping efisiensi penggunaan air dapat ditingkatkan, kualitas hasil tomat ternyata juga meningkat. Pada tanaman hortikultura jeruk, Grieve (1988) melaporkan bahwa dengan irigasi tetes produksi jeruk meningkat antara 30 40 % dan air irigasi dapat dihemat sampai lebih dari 50 %. Kecenderungan yang sama juga dilaporkan oleh Chalmers (1988) bahwa kesinambungan produksi buah peach dan pear dapat dipertahankan dengan mengatur defisit air di dalam tanah melalui irigasi tetes. Di samping memperbaiki teknologi irigasi maka untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air, perlu pula dilakukan perbaikan budidaya berupa pemberian pupuk Mineral Plus yang merupakan campuran antara kapur pertanian (Ca) dengan garam Inggris (Mg). Pemberian pupuk Mineral Plus bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Lanya (2001) mengemukakan bahwa daratan pulau Lombok umumnya mempunyai kadar Ca tergolong sedang, dan Mg rendah sampai sedang, kecuali lahan yang tanahnya berasal dari batu gamping atau sisipan batu gamping. Unsur hara Ca sangat esensial dalam pengangkutan asam amino dan protein, sedangkan Mg sangat berperanan dalam pembentukan khlorofil dan juga terlibat dalan reaksi enzimatis. Pemberian pupuk Mineral Plus dapat meningkatkan hasil dan kualitas buah melon (warna kulit buah, kerenyahan dan kadar gula). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan pada tanaman menunjukkan bahwa penambahan pupuk Mineral Plus (4 ton kapur/ha + 50 kg garam inggris/ha) dapat meningkatkan kadar gula pada buah jeruk. Rukmana (1999) menjelaskan bahwa, faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi anggur meliputi ketinggian tempat yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara, curah hujan serta sinar matahari. Pada umumnya tanaman anggur dibudidayakan di dataran rendah yang beriklim kering. Selanjutnya ditegaskan lagi bahwa iklim yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi anggur adalah pada ketinggian 0 300 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara antara 25 o 31 o C, kelembaban udara (RH) 40 % - 80 %, intensitas penyinaran matahari 50 % - 80 %, mempunyai 4 7 bulan kering setahun dan curah hujan 800 mm/tahun Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang. Menurut Purwowidodo (1983) untuk mengendalikan penguapan air maka penggunaan mulsa merupakan bahan yang potensial untuk mempertahankan suhu, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan gulma. Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya Erosi ini bila curah hujan tinggi dan penyiraman yang banyak pada musim kemarau.

Tetapi teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihannya meliputi: Meningkatkan nilai guna air

Meningkatkan pertumbuhan tanamandan hasil

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian

Menekan resiko penumpikan garam

Menekan pertumbuhan gulma

Menghemat tenaga kerja

Adapun kekurangan dari teknik ini yaitu:

Memerlukan perawatan yang intensif

Membatasi pertumbuhan tanaman

Keterbatasan biaya dan teknik

2. Teknologi irigasi curah bergerak (Big Gun Sprinkler). Metode ini merupakan irigasi tipe curah yang tidak permanen sehingga dapat dipindahkan secara cepat. Irigasi tipe ini dapat mendistribusikan air irigasi dengan debit irigasi cukup tinggi dan dengan jangkauan cukup jauh. Teknik irigasi ini cocok untuk tanaman palawija seperti jagung maupun tanaman perkebunan seperti tebu. Sistem irigasi curah bergerak terdiri dari beberapa komponen utama yaitu: Pompa irigasi dan motor diesel berukuran 11 pk

Selang irigasi berukuran 2 inchi

Tripod

Big gun sprinkler berukuran 2 inchi.

Gambar 2 Big Gun SprinklerNamun adapun keuntungan dan kekurangan dari sistem irigasi ini yaitu: Keuntungan:a. Dapat mengontrol pemberian air pada tanaman

b. Desain dapat dirancang secara fleksibel sesuai dengan jenis tanaman, tenaga kerja yang tersedia dan penghematan energi

c. Dapat dilakukan fertigation/pemberian nutrisi tanaman melalui sistem irigasi

d. Dapat digunakan untuk mengontrol iklim bagi pertumbuhan tanaman

e. Dapat menjaga tanah tetap lembut agar cocok bagi pertumbuhan seedling (persemaian)

Kekurangan: a. memerlukan biaya investasi yang tinggi

b. keseragaman distribusi air dapat terus menurun seiring dengan waktuc. angin sangat berpengaruh atas keseragaman distribusi air

d. dapat mengakibatkan kanopi tanaman lembab dan mendatangkan penyakit tanaman

e. dapat merusak tanaman muda pada saat air disiramkan

3. Teknologi panen hujan dan aliran permukaan. Metode ini merupakan salah satu alternatif teknologi pengelolaan air berdasarkan pada prinsip menampung kelebihan air di musim hujan dan memanfaatkan nya dimusim kemarau untuk keperluan irigasi tanaman. Beberapa teknologi panen hujan yang sudah banyak diaplikasikan adalah embung dan dam parit.a. Teknologi embungEmbung berfungsi sebagai tempat resapan yang dapat meningkatkan kapasitas simpanan air tanah, serta menyediakan air di musim kemarau. Pemilihan lokasi embung senantiasa mempertimbangkan jarak dengan saluran air pada lahan dengan kemiringan antara 5-30%. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan laju pengisian embung dan pendistribusinya ke lahan-lahan usaha tani. Untuk menekan kehilangan air melalui perkolasi, pembuatan embung diutamakan dilakukan pada tanah-tanah yang memiliki tekstur liat dan atau lempung.

Gambar 3 EmbungKeuntungan dalam penerapan embung adalah: .menyimpan air yang berlimpah dimusim hujan, sehingga aliran permukaan, erosi dan bahaya banjir didaerah hilir dapat dikurang serta memanfaatkan air dimusim kemarau,

Dapat menunjang pengembangan usaha tani di lahan kering khususnya sub sektor tanaman pangan, perikanan, dan peternakan

Menampung tanah tererosi sehingga memperkecil sedimentasi ke sungai.

Adapun kelemahannya adalah:

Penerapan embung akan mengurangi luas areal lahan yang dapat dikelola petani

Perlu tambahan biaya dan tenaga untuk pemeliharaan, karena daya tampung embung berkurang akibat adanya sedimen yang ikut tertampung,

Jika dilapisi plastik tentunya membutuhkan tambahan biaya.b. Teknologi Dam ParitTeknologi dam parit adalah suatu cara untuk mengumpulkan/membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung volume aliran permukaan, sehingga selain dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya juga dapat menurunkan kecepatan aliran permukaan (run off), erosi, dan sedimentasi.

Keuntungan dari pembangunan dam parit diantaranya adalah sebagai berikut: Dengan menurunnya debit puncak dan bertambah panjang waktu brespon DAS, dapat mengurangi resiko erosi tanah dan banjir didaerah hilir.

Tersedianya air menurut ruang dan waktu akan menekan risiko kekeringan dan meningkatkan luas lahan yang dapat dibudidayakan

Dengan semakin luasnya lahan yang dapat diairi, maka akan terjadi peubahan jenis dan pola tanam (menjadi 2 kali tanam setahun), pola penggunaan lahan (padi, sawah, palawija) dan jenis komoditas (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, sayuran, dan buah-buahan), yang berarti meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani.

Pada prinsipnya teknologi ini bertujuan untuk: Menurunkan debit puncak, yaitu debit yang paling tinggi yang terjadi pada aliran tersebut. Biasanya pada musim penghujan debit air pada suatu parit/saluran sangat tinggi sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor serta erosi dengan membawa serta lapisan tanah atas yang subur. Dengan dibangunnya dam parit yang memotong aliran akan mengurangi kecepatan aliran parit.

Memperpanjang waktu respon, yaitu memperpanjang selang waktu antara saatcurah hujan maksimum dengan debit maksimumnya. Dengan lamanya air tertahan dalam DAS, maka sebagian air dapat dialirkan ke lahan yang membutuhkan air/lahan yang tidak pernah mendapat air irigasi melalui parit-parit. Pada parit-parit itupun selanjutnya juga dibuat dam/bendung.

Gambar 4 Dam Parit

Embung dan dam parit merupakan teknik panen air yang telah berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Namun, Agus et al.(2005) menyatakan perlu analisis ekonomi yang komprehensif tentang manfaat dan keuntungan pembuatan bangunan permanen air seperti embung.4. Teknologi Irigasi ParitIrigasi parit merupakan salah satu teknik irigasi lahan kering untuk tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang tanah) atau sayuran. Dibandingkan dengan irigasi konvensional (sistem submersi/genangan), teknik ini membutruhkan air lebih efisien karena irigasi hanya disalurkan pada parit yang berada persis disamping baris tanaman. Parit berukuran lebar 35-40 cm pada bagian atas 15-20 cm dan pada bagian bawah dengan kedalaman 10-15 cm. Jarak antar parit antara 80-100 cm tergantung jarak tanam.

Sumber air irigasi parit dapat berasal dari saluran irigasi atau dari tanah yang dinaikkan menggunakan pompa. Agar efisien, kebutuhan dosis irigasi dan interval pemberian irigasi harus mempertimbangkan karakteristik tekstur tanah, jenis dan tahap pertumbuhan tanaman, kedalaman perakaran, serta evapotranspirasi.

Gambar 5 Irigasi Parit untuk Tanaman Jagung5. Pengairan berselang (intermittent irrigation)Pengairan berselang (intermittent irrigation) yaitu pengaturan keadaan lahan dalam keadaan kering serta tergenang secara gantian. Keadaan mirip itu ditujukan antara lain untuk : Menghemat air irigasi sehingga areal yg akan diairi menjadi lebih luas Turut memberikan kesempatan pada akar tanaman untk mendapatkan udara sehingga akan berkembang lebih dalam Mengurangi timbulnya keracunan besi Mengurangi penimbunan asam organik serta gas H2S yg menghalangi perkembangan akar Mengaktifkan jasad renik mikroba yg menghambat Mengurangi kerebahan Mengurangi jumlah anakan yg tidak produktif (tidak menghasilkan malai serta gabah) Menyeragamkan pemasakan gabah serta mempercepat saat panen Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah) Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat serta penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus

Gambar 6 Pengairan berselangCara pengelolaan air :Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam pada keadaan tanah jenuh air serta petakan sawah dialiri lagi setelah 3-4 hari Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut : Lakukan pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari kesatu lahan diairi sekitar 3 cm serta selama 2 hari berikutnya tidak adanya penambahan air. Lahan sawah diairi lagi pada hari ke 4. Cara pengairan ini terjadi hingga fase anakan maksimal Mulai dari fase pembentukan malai hingga pengisian biji, petakan sawah digenangi terus sekitar 10-15 hari pra tanaman dipanen, petakan sawah dikeringkan. Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu musim, maka lakukan pengairan bergilir dgn periode lebih lama hingga selang 5 hari Lakukan pengairan dgn mempertimbangkan sifat jasmani tanah. Pada tanah berpasir serta cepat menyerap air, saat pergiliran pengairan musti diperpendek. Kesimpulan dan SaranKesimpulan

Dari beberapa solusi diatas, maka sebuah wacana yang mengatakan bahwa Lahan Kering Di NTB Harta Karun Yang Belum Digali akan dapat terwujud dan akan memberikan sebuah mimpi menjadi kenyataan.

Walaupun lahan kering mempunyai berbagai permasalahan baik biofisik maupun sosial ekonomi, namun atas dasar potensi wilayah dan kesiapan teknologinya, dan dalam rangka menyongsong pelaksanaan otonomi daerah, wilayah ini tampaknya dapat menjadi unggulan pembangunan propinsi NTB untuk dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk memberdayakan lahan kering secara berkelanjutan, diperlukan perubahan paradigma kebijakan pemerintah dari tingkat nasional sampai ke daerah, teknologi berkelnjutan berbasis agribisnis, pemberdayaan masyarakat lokal, dan kemauan serta kebersamaan setiap stakeholder untuk menjadikan lahan kering lebih kompetitif. Disini diperlukan komitmen dari berbagai stakeholder baik pemerintah maupun dunia usaha secara luas untuk dapat mengembangkan pertanian lahan kering yang berbasis agribisnis dan berkelanjutan.

SaranPara petani agar selalu berusaha menjadi yang terbaik dan dapat mengembangkan hasil pertanian yang lebih baik.

Pemerintah, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan dorongan motivasi kepada para petani dengan cara melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada para petani.

Pembaca, penulis menyarankan kepada para pembaca agar memperhatikan daerah kita masing-masing agar lingkungan kita tetap terjaga sehingga tidak terjadinya lahan kering.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik NTB. 1999. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik NTB.http//www.google.com diakses tanggal 1 maret 2015 pukul 21.03Rahardjo, Sudarmadji ., 2007. Aquasorb / Hydrogel . MataramSuwardji dan Tejowulan. 2003. Lahan Kritis dan Permasalahan Linkungan Hidup. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Kritis Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Mataram. 17 Desember 2003http//www.google.com diakses tanggal 1 maret 2015 pukul 21.033PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI LAHAN KERING