ipi268331.pdf

16
187 Pengembangan Tes Diagnostik Suwarto Program Studi Pendidikan Biologi FKIP. Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo Jawa Tengah Kode Pos: 57521 Email: [email protected] Abstrak,tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan yang sama untuk semua tujuan. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Secara umum tes diagnostik dikembangkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sedang tes prestasi dikembangkan untuk mengetahui kemampuan-kemampuan siswa setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran. Tes diagnostik dikembangkan melalui tahapan: (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4) melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes. Kata-kata Kunci: Tes Diagnostik Developing Diagnostic Test Suwarto Biology Education program. Teacher Training and Education Faculty Veteran Bangun Nusantara University of Sukoharjo Jl. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo Jawa Tengah. Email: [email protected] Abstract, The test is used for several objectives, but it would not find t he same effectiveness for all objectives. Diagnostic test is used to find out the learning difficulties faced by learners, including the misconception. Generally, diagnostic test is developed to find out the weaknesses of the learners, while the achievement test is developed to find out the students capability after following learning process series. Diagnostic test is developed through the following steps: (1) arranging test specification, (2) writing test items, (3) understanding test items, (4) doing tryout, (5) analizing test item, (6) correcting test, (7) assembling test, 98) implementing test, (9) interpreting test result. Keywords: Diagnostic Test

Upload: princess-saba

Post on 15-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ipi268331.pdf

187

Pengembangan Tes Diagnostik

Suwarto

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP. Universitas Veteran Bangun Nusantara SukoharjoJl. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo Jawa Tengah Kode Pos: 57521

Email: [email protected]

Abstrak, tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan yangsama untuk semua tujuan. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yangdihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Secara umum tes diagnostikdikembangkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sedang tes prestasidikembangkan untuk mengetahui kemampuan-kemampuan siswa setelah mengikuti serangkaianproses pembelajaran. Tes diagnostik dikembangkan melalui tahapan: (1) menyusun spesifikasites, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4) melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butirsoal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.

Kata-kata Kunci: Tes Diagnostik

Developing Diagnostic Test

Suwarto

Biology Education program. Teacher Training and Education FacultyVeteran Bangun Nusantara University of Sukoharjo

Jl. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo Jawa Tengah.Email: [email protected]

Abstract, The test is used for several objectives, but it would not find the same effectiveness forall objectives. Diagnostic test is used to find out the learning difficulties faced by learners,including the misconception. Generally, diagnostic test is developed to find out the weaknessesof the learners, while the achievement test is developed to find out the students capability afterfollowing learning process series. Diagnostic test is developed through the following steps: (1)arranging test specification, (2) writing test items, (3) understanding test items, (4) doingtryout, (5) analizing test item, (6) correcting test, (7) assembling test, 98) implementing test, (9)interpreting test result.

Keywords: Diagnostic Test

Page 2: ipi268331.pdf

188 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

Pendahuluan

Tujuan tes yang penting adalah untuk: (a) mengetahui tingkat kemampuan siswa,(b) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (c) mendiagnosis kesulitan belajarsiswa, (d) mengetahui hasil pengajaran, (e) mengetahui hasil belajar, (f) mengetahuipencapaian kurikulum, (g) mendorong siswa belajar, dan (h) mendorong guru agarmengajar yang lebih baik. (Djemari Mardapi, 2004: 72).

Seringkali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memilikikeefektifan yang sama untuk semua tujuan. Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tesyang banyak digunakan di lembaga pendidikan, yaitu: (a) tes penempatan, (b) tesdiagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif. Pengujian berbasis kemampuan dasar padaumumnya menggunakan tes diagnostik, formatif, dan sumatif.

Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahuitingkat kemampuan yang telah dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajarandibutuhkan pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui denganmenelaah hasil tes penempatan. Apakah seseorang siswa perlu matrikulasi, tambahanpelajaran atau tidak, ditentukan dari hasil tes ini.

Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa,termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik dilakukan apabila diperolehinformasi bahwa sebagian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran padamata pelajaran tertentu. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangkamembantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabilaguru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut. Hasil tes diagnostik memberikaninformasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Olehkarena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes inicenderung rendah.

Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilanpelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategimengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilihberdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau sub pokok materi. Jadi tes inisebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahuikeberhasilan proses pembelajaran.

Tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya untukmenentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skoratau nilai, pemberian sertifikat, dan sejenisnya. Tingkat kesukaran soal pada tes sumatifbervariasi, sedang materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan. (DjemariMardapi, 2004: 72).

Secara umum tes diagnostik dikembangkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sedang tes prestasi dikembangkan untuk mengetahui kemampuan-kemampuan siswa setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran. Perbedaan tesdiagnostik dan tes prestasi dapat dirangkum dalam suatu tabel sehingga memudahkandalam mendalami perbedaan tes diagnostik dan tes prestasi.

Page 3: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 189

Tabel 1. Perbedaan Tes Diagnostik dan Tes PrestasiAspek Tes Diagnostik Tes Prestasi

Fokus pengukuran Kesulitan belajar Tujuan pembelajaranSampel Terbatas LuasWaktupelaksanaan

Selama pengajaran Secara periodik atau akhirpembelajaran

Kegunaan hasil Memperbaiki kelemahan atau kesulitansiswa

Sebagai umpan balik, menentukankelas, dan menandai penguasaan

Kesulitan butir Tingkat kesulitan relatif mudah Tingkat kesulitan meliputi mudah,sedang, dan sulit

Daya beda butir Daya beda butir rendah dapat digunakan,karena penggunaan tes diagnostik bukanuntuk membedakan kemampuan antarsiswa tetapi untuk mengetahui materipelajaran sudah dikuasai atau belum olehsiswa

Daya beda butir 0,4 keatas.Semakin tinggi semakin baikkarena semakin dapatmembedakan kemampuan siswa

Tes Diagnostik

Menurut Brueckner & Melby (1981: 73), tes diagnostik digunakan untuk menentukanelemen-elemen dalam suatu mata pelajaran yang mempunyai kelemahan-kelemahan khususdan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Ada beberapa tipetes diagnostik: (1) The Compass Arithmetics Tests, tes yang berguna untuk mencarikelemahan siswa berkenaan dengan berbagai unsur yang mendasari keseluruhan proses. (2)The Brueckner Diagnostics Tests, tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswaberkenaan dengan pecahan dan sistem desimal.

Hughes (2003: 15) menyatakan bahwa, tes diagnostik dapat digunakan untukmengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Tujuan penggunaan tes iniadalah untuk menentukan pengajaran yang perlu dilakukan dimasa selanjutnya. Tesdiagnostik adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi kesulitanbelajar. Setiap tes disusun untuk menentukan satu atau lebih ketidakmampuan siswa. Guruharus mengetahui dimana seharusnya memulai pengajaran dan ketrampilan apa yang harusditekankan. Jika tidak, kelemahan siswa tidak akan diketahui dan program pengajaranpendahuluan tidak dapat dibuat. Oleh karena itu diagnosis yang teliti merupakan halpenting untuk menyesuaikan semua aspek pengajaran seperti tujuan, materi pelajaran danteknik mengajar dengan kebutuhan siswa (Hopkins dan Antes, 1979: 56).

Menurut Thorndike dan Hagen (2005: 172) tes diagnostik pada intinya mencarikembali kebelakang tentang kesulitan yang muncul dan berkembang. Untukmenemukannya tidak bisa dilakukan dengan segera, diperlukan sebuah analisis kemampuanyang lengkap dan seksama. Biasanya menggunakan tes diagnostik yang soal-soalnyadisusun dari yang mudah hingga ke yang sukar. Menurut Mehrens & Lehmann (1984: 410)tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat tentang miskonsepsiyang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Menurut Gorin(Leighton & Gierl, 2007: 174) tes diagnostik yang baik adalah tes yang dapat menunjukkanapakah seseorang telah menguasai ketrampilan atau belum. Menurut Zeilik (1998: 1) tesdiagnostik digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep

Page 4: ipi268331.pdf

190 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

kunci (key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yangcenderung dipahami secara salah. Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tesdiagnostik, yaitu topik terbatas dan spesifik, serta ditujukan untuk mengungkapmiskonsepsi, menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangannya.

Sion & Jingan (2008: 4) menyatakan bahwa tes diagnostik sebagai tes yangmemberikan kepada guru informasi tentang kemampuan awal dan miskonsepsi siswanyasebelum memulai aktivitas belajar. Tes diagnostik juga memberikan informasi tentangbatas terendah untuk memulai aktivitas belajar.

Mehrens & Lehmann (1984: 462) menyatakan bahwa tes diagnostik bisa dianggapvalid jika: (1) bagian-bagian tes kemampuan komponen harus menekankan hanya pada satujenis kesalahan; dan (2) perbedaan-perbedaan bagian tes harus dapat dipercaya. MenurutGronlund (1985: 120) tes diagnostik harus disusun secara khusus pada wilayah pengajaranyang terbatas. Butir-butir tes diagnostik cenderung mempunyai tingkat kesulitan yangrelatif rendah. Menurut penulis pengertian tes diagnostik adalah tes yang digunakan untukmengetahui kelemahan (miskonsepsi) pada topik tertentu dan mendapatkan masukantentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya.

Diagnostik dalam pendidikan dan diagnostik dalam medis mempunyai banyakpersamaan, tetapi diagnostik dalam pendidikan adalah lebih luas. Diagnostik dalam medisutamanya terkait dengan kondisi-kondisi penyakit atau dengan beberapa macam cacatstruktural. Terlebih lagi, kondisi penyakit sering dikarenakan beberapa sebab spesifik,seperti jenis kuman tertentu atau suatu kondisi beracun, yang dapat diisolasi dan diobatisecara langsung. Dalam kasus lainnya masalah tersebut dapat berupa malfungsi beberapaorgan atau kelenjar tubuh, yang dapat diatasi dengan perawatan medis atau operasi yangtepat. Cacat penglihatan dan pendengaran yang serius, atau cacat tubuh karena kecelakandan penyakit, ini merupakan ruang lingkup dalam medis. Bagaimanapun, diagnosis dalampendidikan tidak terbatas dalam kasus-kasus semacam itu, tapi dalam bidang yang lebihluas. Banyak kesulitan-kesulitan pembelajaran serius tidak dikarenakan oleh cacatstruktural tapi oleh pembentukan perilaku yang buruk, yaitu gerakan-gerakan mata yangsalah dalam membaca dan beragam kesalahan dalam bahasa lisan maupun tertulismerupakan contoh yang tepat. Lebih lanjut, kesulitan biasanya muncul bukan dari satusebab tapi dari banyak faktor yang berlangsung bersamaan.

Khasnya, situasi pembelajaran adalah hal yang rumit dan tidak sederhana. Prosespembelajaran kapanpun disesuaikan dengan banyak faktor, sebagian di dalam dan sebagiandi luar pelajar. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan secara kasar sebagai berikut: (1)Faktor-faktor internal: (a) Fisik: peralatan panca indra, status kesehatan, tingkatkedewasaan, dan sebagainya; (b) Intelektual: kecerdasan umum, bakat-bakat dankekurangan-kekurangan khusus, dan sebagainya; (c) Emosi: sikap, minat, dorongan,prasangka, dan sebagainya; (d) Pendidikan: latar belakang, kebiasaan kerja, dansebagainya. (2) Faktor-faktor eksternal: (a) Lingkungan sekolah: program pendidikan, guru,kurikulum, peralatan, dan sebagainya; (b) Lingkungan luar sekolah: rumah, masyarakat,gereja, dan sebagainya.

Diagnosis dalam pendidikan merupakan konsep yang luas, meliputi identifikasikekuatan dan kelemahan siswa. Thorndike dan Hagen (2005: 173) menyatakan bahwadiagnosis adalah usaha untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa. Diagnosisdilakukan untuk membantu guru dalam menentukan dimana proses belajar mengajar yang

Page 5: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 191

telah atau belum dikuasai. Diagnosis kesulitan belajar dilakukan untuk memahami jenis,karakteristik dan latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun,mempergunakan berbagai data, informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehinggamemungkinkan untuk mengambil keputusan dan kesimpulan serta mencari alternatifkemungkinan pemecahannya.

Penaksiran Diagnostik

Menurut Nitko & Brookhart (2007: 296) ada enam pendekatan penaksirandiagnostik terkait dengan masalah pembelajaran, yaitu: (a) pendekatan profil kekuatan dankelemahan kemampuan pada suatu bidang; (b) pendekatan mengidentifikasi kekuranganpengetahuan prasyarat; (c) pendekatan mengidentifikasi target-target pembelajaran yangtidak dikuasai; (d) pendekatan pengidentifikasian kesalahan siswa; (e) pendekatanmengidentifikasi struktur pengetahuan siswa; dan (f) pendekatan mengidentifikasikompetensi untuk menyelesaikan soal cerita. Masing-masing pendekatan diagnosis dapatdijelaskan sebagai berikut.

a. Pendekatan Profil Kekuatan dan Kelemahan Kemampuan pada Suatu BidangPada pendekatan ini, suatu mata pelajaran sekolah dibagi ke dalam bagian-bagian,

dimana masing-masing bagian dianggap sebagai ciri atau kemampuan yang terpisah. Hasildiagnosis dilaporkan sebagai suatu profil kekuatan dan kelemahan siswa. Langkah-langkahberikut menggambarkan cara melakukan penaksiran diagnostik jenis ini. (1) Kenali duaatau lebih bidang kemampuan yang diinginkan untuk membuat profil setiap siswa. Masing-masing bidang kemampuan seharusnya berhubungan dengan target pembelajaran atasmateri yang akan diajarkan. (2) Buatlah butir-butir untuk mengukur konsep-konsep dasarpada masing-masing bidang. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: (a) Untuk penggunaandi ruang kelas, paling baik menggunakan soal-soal dengan jawaban tersusun atau jawabanpendek. (b) Jika memungkinkan, gunakan 12 sampai 25 butir untuk setiap bidangkemampuan. (c) Soal-soal tersebut harus mencakup konsep-konsep dan prosedur-proseduryang paling mendasar pada masing-masing bidang kemampuan. Soal-soal untuk masing-masing bidang seharusnya mudah bagi siswa. (3) Himpunlah soal-soal ke dalam sub-subtesyang terpisah. Urutkan butir-butir soal dalam masing-masing subtes dari yang palingmudah ke yang paling sulit. (4) Kelola masing-masing subtes secara terpisah, dan gunakanpetunjuk dan pemilihan waktu secara terpisah. Semua siswa harus mengerjakan subtes yangsama, memulai dan berhenti mengerjakan subtes secara bersama-sama. Nilai-nilai subtesadalah nilai-nilai yang diinterpretasikan secara diagnostik. Nilai total tidak memiliki nilaidiagnostik.

Tabel 2 menunjukkan hasil penyelenggaraan tes diagnostik tipe ini pada siswa. Testtersebut mencakup pelajaran Bahasa Inggris. Profil tersebut dapat dipahami oleh gurutentang kekuatan dan kelemahan siswa di kelas tersebut. Untuk masing-masing subtes,setiap siswa mendapatkan dua nilai: (a) nilai yang sesungguhnya, dinyatakan sebagai suatupecahan dari nilai maksimal yang diperoleh, dan (b) peringkat siswa. Pada Tabel 2 tersebutmenyertakan peringkat siswa agar supaya dapat diketahui kelemahan siswa dengan cepat.Semakin kecil angka peringkatnya berarti semakin baik siswa tersebut (siswa yangmemiliki skor benar tertinggi menduduki peringkat 1). Pada contoh Tabel 2, peringkat yangpaling buruk dilingkari. Guru menginterpretasikan kekuatan dan kelemahan siswa dengan

Page 6: ipi268331.pdf

192 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

Tabel 2. Contoh Profil Kekuatan dan Kelemahan Siswa

BIDANG BAHASA INGGRIS

Idioms Vocab Grammar Reading Listening

Betul Peringkat Betul Peringkat Betul Peringkat Betul Peringkat Betul Peringkat

Ali 10/12 3.5 11/15 3 11/13 3 9/12 4 3/15 5

Budi 11/12 2 10/15 4.5 3/13 6 11/12 2 10/15 3

Cica 12/12 1 15/15 1 12/13 2 11/12 2 14/15 1

Dedi 3/12 6 10/15 4.5 10/13 4.5 2/12 6 1/15 6

Endang 5/12 5 3/15 6 10/13 4.5 6/12 5 4/15 4

Farida 10/12 3.5 14/15 2 13/13 1 11/12 2 12/15 2

menggunakan peringkat tersebut. Ali misalnya, lemah dalam listening dibandingkandengan siswa-siswa lain di kelas tersebut. Budi yang secara umum mendapatkan nilai baik,tetapi ia meiliki kelemahan dalam grammar. Cica dan Farida kuat dalam seluruh bidang.Dedi dan Endang lemah di banyak bidang tetapi sedang-sedang saja dalam grammar.Pendekatan penaksiran diagnostik jenis ini sangat bermanfaat untuk membentuk kelompok-kelompok di kelas. Kelompok heterogen yang terdiri dari siswa-siswa yang kuat dan siswa-siswa yang lemah sehingga dapat bekerja dengan baik.

b. Pendekatan Mengidentifikasi Kekurangan Pengetahuan Prasyarat

Gambar 1. Hierarki Prasyarat Pembelahan Amitosis dan Mitosis

5. Fase Istirahat (Interfase)

4. Organella-organella sel

3. Pembelahan sel secara amitosis

1. Reproduksi sel yang terjadi padaorganisme bersel satu

2. Prosos pembelahan sel secara taklangsung

6. Profase

7. Metafase

8. Anafase

9. Telofase

10. Pembelahan Sel Secara Mitosis

Page 7: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 193

Pendekatan ini mengeksplorasi apakah siswa-siswi tertinggal dikarenakan merekatidak memiliki pengetahuan atau keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memahamipelajaran yang akan datang. Langkah-langkah berikut menggambarkan cara melakukanpenaksiran diagnostik jenis ini. Langkah pertama membuat suatu hierarki dari suatu targetpembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Langkah berikutnya melakukan analisis untukmengidentifikasi prasyarat-prasyarat yang harus dipahami oleh siswa untuk mencapai targetpembelajaran tersebut. Untuk masing-masing prasyarat yang diidentifikasi, kemudiandianalisis lagi sehingga diperoleh suatu hierarki prasyarat.

c. Pendekatan Mengidentifikasi Target-target Pembelajaran yang Tidak DikuasaiPendekatan ini memusatkan penaksiran pada target-target yang penting dan spesifik

dari tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tes-tes pendek dibuat untuk mengukurkeberhasilan dari masing-masing target pembelajaran. Perbedaan antara pendekatan ini danpendekatan mengidentifikasi kekurangan prasyarat adalah guru hanya menaksir taget-targetyang merupakan hasil pembelajaran, guru tidak menaksir target-target prasyarat. Informasidiagnostik yang ingin diperoleh dari pendekatan ini adalah suatu daftar target pembelajaranyang sudah dikuasai atau tidak dikuasai oleh siswa.

Tabel 3. Diagnosis Target Pembelajaran Khusus yang Dikuasai danTidak Dikuasai Oleh Siswa

Nama siswa Ali Budi Cica Dedi Endang Farida

Target-target

1. Menyebut danmenjelaskan fungsi daribagian-bagian sel[8 soal, kepenguasaan =7/8]

7/8 8/8 7/8 2/8 5/8 6/8

2. Mendaftar substansi-substansi yang tersebardan tidak tersebarmelalui membran sel[6 soal, kepenguasaan =5/6]

4/6 6/6 5/6 5/6 3/6 1/6

3. Menulis nama bagian-bagian sel hewan dan seltumbuhan[6 soal, kepenguasaan =5/6]

5/6 5/6 5/6 4/6 2/6 4/6

4. Menerapkan konsep-konsep difusi, oksidasi,peleburan, pembelahan,kromosom, dan DNAuntuk menjelaskanproses reproduksi[8 soal, kepenguasaan =7/8]

5/8 7/8 7/8 7/8 3/8 6/8

Page 8: ipi268331.pdf

194 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

Langkah-langkah pendekatan jenis ini meliputi: (1). Mengenal dan menulispernyataan-pernyataan target pembelajaran yang merupakan hasil pembelajaran. (2). Untuksetiap target pembelajaran, buatlah empat sampai delapan butir soal. (3). Jikamemungkinkan, mintalah guru lain untuk mereview setiap butir soal dan menaksirkecocokan butir soal dengan target pembelajaran. (4). Kelompokkan butir-butir soal kedalam suatu tes tunggal jika target pembelajaran relatif pendek (kurang dari enam). (5).Berikan label lulus untuk setiap target pembelajaran jika nilai siswa telah melebihi daripassing grade yang telah ditentukan. (6). Lakukan penaksiran pada setiap siswa. Setelahmelakukan penaksiran, nilailah target-target pembelajaran secara terpisah. Siapkan daftarnilai dimana guru dapat mencatat nilai setiap siswa pada setiap target pembelajaran.Gambar 6 menunjukkan sebuah contoh pendekatan jenis ini. Lingkaran-lingkaran padagambar tersebut menunjukkan target-target pembelajaran yang tidak dikuasai oleh siswa.

d. Pendekatan Pengidentifikasian Kesalahan Siswa

Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan siswa.Ketika guru mengidentifikasi dan mengklasifikasi kekeliruan siswa, selanjutnya guru dapatmemberikan pelajaran remidi. Tidak mudah menerapkan pendekatan ini karenamemerlukan pengalaman dan keahlian yang memadai untuk mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan siswa. Kekeliruan siswa dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab. Guruyang tidak berpengalaman dan tidak memiliki keahlian kemungkinan tidak mengetahuipenyebab-penyebab kesalahan tersebut. Seringkali guru semacam itu akan berkata bahwasiswa “tidak berhati-hati” atau “membuat kekeliruaan yang ceroboh”. Bagaimanapun juga,kekeliruan-kekeliruan siswa jarang bersifat ceroboh atau acak. Justru kekeliruan-kekeliruansiswa sering kali bersifat sistematik. Guru dapat mencoba mengidentifikasi apa yangmenjadi menyebabkan kekeliruan, atau aturan apa yang digunakan, sebelum menganggapsebagai kesalahan yang ceroboh atau acak. Mewawancarai siswa adalah cara terbaik untukmenemukan banyak kekeliruan pada siswa. Guru dapat meminta mereka untuk menjelaskanbagaimana mereka menyelesaikan sebuah soal, menjelaskan mengapa mereka menjawabseperti itu, memberitahukan aturan untuk menyelesaikkan suatu soal.

e. Pendekatan Mengidentifikasi Struktur Pengetahuan Siswa

Mengidentifikasi struktur pengetahuan siswa dapat dilakukan dengan menggunakanpeta konsep. Peta konsep adalah cara grafis untuk merepresentasikan bagaimana seorangsiswa memahami hubungan konsep-konsep yang utama dalam materi pelajaran. Petakonsep ini menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki pengetahuan yang benar-benarterorganisir dengan baik mengenai konsep-konsep pada unit pelajaran. Beberapa hubunganantar konsep atau konsep-konsep yang penting dapat terjadi hilang. Hal ini dikarenakansiswa tidak menguasai konsep-konsep tersebut. Guru dapat mengidentifikasi dimanaseorang siswa memiliki mata rantai yang hilang.

Page 9: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 195

Bagaimana seorang siswa berpikir mengenai konsep-konsep dan keterkaitanhubungan konsep-konsep tersebut. Bagaimana siswa melihat konsep tersebut diatur, danbagaimana kemungkinan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan konsep-konsep danprosedur-prosedur lain yang telah dipelajari siswa. Hal ini bisa membantu gurumenjelaskan mengapa siswa membuat kekeliruan, atau mengapa mereka memiliki kesulitandalam menyelesaikan soal. Untuk mengetahui pengertian-pengertian peta konsep daribeberapa ahli dapat dipelajari pada teknik mendeteksi miskonsepsi. Contoh berikut adalahpeta konsep mengenai batuan.

Gambar 2. Peta Konsep Batuan

f. Pendekatan Mengidentifikasi Kompetensi untuk Menyelesaikan Soal Cerita

Pendekatan ini berpusat pada pendiagnosisan apakah siswa memahami komponen-komponen soal cerita. Penyelesaian soal cerita terdiri atas sejumlah target pembelajaranpada kajian-kajian sosial, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Diagnosis di dalampendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi siswa yang tidak dapat menyelesaikan soalcerita dan apakah kekurangan mereka terletak pada pengetahuan linguistik dan faktual,pengetahuan skematis, pengetahuan strategis, atau pengetahuan algoritmis. Seorang siswamungkin tidak dapat menyelesaikan suatu soal karena siswa tersebut memiliki kekurangansalah satu atau lebih dari empat jenis pengetahuan ini. Pembelajaran remidi diperuntukkanbagi siswa yang kurang menguasai materi/konsep pembelajaran. Guru dapat

Page 10: ipi268331.pdf

196 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

mengidentifikasi jenis-jenis pengetahuan yang kritis dari pengetahuan linguistik,pengetahuan skematis, pengetahuan strategis, dan pengetahuan algoritmis pada masing-masing soal cerita.

Langkah-langkah Pengembangan Tes Diagnostik

Mehrens & Lehmann (1973: 461-464) menyatakan bahwa tes diagnostik terutamaterkait dengan kemampuan atau keterampilan (sebagai contoh: membaca, perhitungan,ejaan). Tes diagnostik berisikan butir-butir yang dirasa sulit bagi siswa. Diagnostikdilakukan untuk mengamati dan merekam kesalahan yang terjadi pada siswa dan melihatapakah ada pola kesalahan yang terjadi. Diagnostik tidak hanya menemukan macam-macam kesalahan yang dibuat siswa tetapi juga memperoleh pengertian yang mendalamtentang bagaimana siswa menjawab. Tes diagnostik tidak hanya menginformasikan kepadaguru mengenai kelemahan siswa tetapi juga menunjukkan domain apa yang lemah.Mengapa masalah ada di domain tersebut dan guru harus mempertimbangkan solusi yanglayak untuk masalah tersebut. Tes diagnostik yang distandarisasi merupakan instrumenyang diatur dibawah kondisi yang sama dan membuat skor secara objektif. Tes diagnostiktidak diberikan kepada semua siswa tetapi diberikan kepada siswa yang mempunyaikesulitan. Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan sebagai prosedur pengetesandiagnostik secara umum: (a). Harus ada analisis tertentu untuk kaidah, prinsip, pengetahuanatau keterampilan yang hendak diukur; (b). Tes diagnostik yang baik direncanakan dandisusun mencakup setiap kaidah dan prinsip dan diujikan dengan cara yang sama; (c).Umumnya butir soal disusun secara kelompok, hal ini dimaksudkan untuk memudahkananalisis dan diagnosis.

Oleh karena itu, jika ada empat butir soal pada suatu kaidah yang sama maka keempat butir soal tersebut disusun dalam satu kelompok dan tidak disebarluaskan ke dalamseluruh tes. Hal ini dimaksudkan agar lebih sederhana dalam menganalisis hasil untukmenentukan materi yang kuat dan yang lemah. Gersten, Jordan, & Flojo (2005) secarakhusus untuk pemecahan masalah pada aritmatika menyatakan bahwa: “a standardizeddiagnostic test that provides more precise information on counting knowledge, countingprocedures used to solve arithmetic problems, the ability to remember facts, and so forth isneeded for elementary school children with dyscalculia, as is a corresponding measure foridentifying preschool children who might be at risk.” David, C. G (2006) menambahkanpernyataan: “unfortunately, there is little research on effective instructional techniques thatremediate this learning difficulty.”

Allen dan Yen (1979: 227) mengemukakan bahwa dalam pengembangan tes acuankriteria, masalah utama adalah menyangkut pembuatan spesifikasi tes secara cermatmengenai tujuan yang ingin diukur. Penulisan butir soal bertujuan untuk mengukur tujuanpembelajaran. Oleh karena itu setiap tujuan perlu diukur seefisien mungkin karenabanyaknya tujuan khusus yang harus diukur. Butir soal yang diinginkan adalah butir soalyang dapat membedakan antara pengikut tes yang telah menguasai konsep dan yang belummenguasai konsep.

Penilaian tes acuan kriteria (absolut) adalah pemberian nilai yang didasarkan atastercapainya suatu standar atau kriteria penguasaan (competence) tertentu yang telah

Page 11: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 197

ditetapkan terlebih dahulu. Penilaian absolut akan melihat apakah subjek mampumelakukan tugas spesifik yang ada dalam tes. Penilaian kriteria biasanya digunakan dalammastery testing dimana setiap tujuan tes dinyatakan dalam tujuan-tujuan spesifik yang jelas(Azwar, 2010: 168).

Lima langkah pengembangan tes diagnostik yang bertujuan untuk penilaian kognitifmenurut Nichols (1994: 587) adalah (1) berdasarkan konstruksi teori yang substantif. Teoriyang substantif merupakan dasar dalam pengembangan tes berdasarkan penelitian ataureview penelitian; (2) seleksi design. Design pengukuran digunakan untuk membuatkonstruk butir yang dapat direspon dengan baik oleh peserta tes berdasarkan pengetahuan,ketrampilan yang spesifik atau karakteristik lain sesuai teori; (3) administrasi tes.Administrasi tes meliputi beberapa aspek yaitu format butir, teknologi yang digunakanuntuk membuat alat tes, situasi lingkungan pada waktu pengetesan dan sebagainya; (4)skoring hasil tes yaitu penentuan nilai tes yang telah dilakukan; (5) Revisi, prosespenyesuaian antara teori dan model, apakah tes yang dikembangkan mendukung teori atautidak jika tidak maka harus direvisi. Ippel dan Lohman (Nichols, 1994: 597) menyatakanbahwa teori tes yang terbaru dalam pengembangan conitive diagnostic assessment adalahobservasion design yang digunakan untuk menentukan konstruk dan menyusun butir sertameasurement design yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengkombinasikan respon.

Djemari Mardapi (2004: 88) menyatakan bahwa untuk menyusun tes, langkah-langkah yang perlu ditempuh: (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3)menelaah soal tes, (4) melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaikites, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.

1. Menyusun Spesifikasi Tes

Menetapkan spesifikasi tes, yaitu berisi tentang uraian yang menunjukkankeseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi yang jelas akanmempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis soal akan menghasilkantingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut:(1) menentukan tujuan tes, (2) menyusun kisi-kisi tes, (3) memilih bentuk tes, dan (4)menentukan panjang tes.

Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan di lembagapendidikan, yaitu: (a) tes penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif, (d) tes sumatif(Thorndike & Hagen, 1977).

Kisi-kisi berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi soal terdiri darikolom dan baris. Kolom menyatakan standar kompetensi, kompetensi dasar, uraian materi,dan indikator. Baris menyatakan tujuan yang akan diukur atau diujikan. Untuk melengkapiisi kisi-kisi tersebut diperlukan silabus mata pelajaran atau kurikulum yang berlaku, danbuku teks sebagai pengendali supaya tidak keluar dari materi pelajaran.

Bentuk tes objektif: pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif.Tes uraian dapat dikategorikan uraian objektif dan uraian non objektif. Pemilihan bentuktes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia, untukmemeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yangdiujikan.

Page 12: ipi268331.pdf

198 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi yang diujikan dankelelahan peserta tes. Penentuan panjang tes berdasarkan pengalaman saat melakukan tes.Khusus untuk tes baku penentuan waktu berdasarkan hasil ujicoba. Waktu yang diperlukanuntuk menyeluraiankan soal berdasarkan pada kompleksitas jawaban yang dituntut. Untukmengatasi agar jawaban soal tidak terlalu panjang, sebaiknya jawaban dibatasi denganbeberapa kata atau beberapa halaman. Untuk keperluan tes diagnostik panjang tes akanterkait dengan seberapa banyak miskonsepsi yang ada, seberapa banyak cakupan materiyang akan diujikan, dan akan dipertimbangkan kelelahan peserta tes.

2. Menulis Soal Tes

Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian standar kompetensi dankompetensi dasar pada kisi-kisi yang telah dibuat. Langkah ini perlu dilakukan secara hati-hati agar keseluruhan tes dapat berkualitas baik. Kualita tes secara keseluruhan sangatterpengaruh dengan tingkat kebaikan dari masing-masing butir soal yang menyusunnya.Pertanyaan perlu dikembangkan dan dibuat dengan jelas dan simpel. Langkah-langkahuntuk membuat tes uraian yang mencakup uraian objektif dan non-objektif telah diuraikandi depan, yaitu dalam menyusun butir tes uraian.

3. Menelaah Soal Tes

Setelah butir-butir soal dibuat, kemudian dilakukan telaah pada butir-butir soaltersebut. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki soal jika ternyata dalam pembuatan masihditemukan kekurangan atau kesalahan. Validasi ahli yang professional diperlukan untukkesempurnaan tes yang dibuat. Validasi bisa dari guru senior dan pakar dibidangnya.

4. Melakukan Ujicoba Tes

Untuk keperluan standarisasi tes diagnostik yang disusun, diadakan pengumpulandata secara empiris melalui ujicoba dalam lingkungan terbatas. Maksud ujicoba adalahuntuk meneiliti apakah tes diagnostik itu sudah dapat berfungsi dengan baik seperti yangdiharapkan. Ujicoba juga untuk memperbaiki atau memilih butir soal yang terbaik untukdijadikan bentuk akhir sesuai dengan tujuan pengembangan tes diagnostik yang dilakukan.Tujuan ujicoba adalah mengidentifikasi taraf kesukaran butir tes, daya pembeda butir tes,menentukan alokasi waktu yang layak, reliabilitas tes. Jika memang soal yang disusunbelum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan hasil ujicoba tersebut makakemudian dilakukan pembenahan atau perbaikan.

Page 13: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 199

5. Menganalisis Butir Soal

Analisis butir soal dilakukan untuk masing-masing butir, sehingga dapat diketahui:tingkat kesulitan butir soal, daya pembeda butir soal. Selain itu dapat diketahui reliabilitas,dan validitas tes yang tersusun. Pemilihan butir-butir tes yang baik perlu diperhatikan,dalam teori tes klasik dua parameter yang paling banyak digunakan, yaitu tingkat kesukaranbutir tes dan daya pembeda butir tes. Suryabrata (1987: 96).

Djemari Mardapi (2002) menyatakan bahwa besarnya tingkat kesukaran butir yangdapat diterima adalah dari 0,3 sampai 0,8. Tingkat kesukaran butir diartikan sebagai tingkatpencapaian hasil belajar. Karakteristik utama butir tes acuan kriteria tercermin daribesarnya indeks sensitivitas atau efek pembelajaran yang menunjukkan keefektifan prosespembelajaran. Hal ini diketahui saat dilakukan ujian awal (pre test) yang dilakukansebelum pembelajaran dan ujian akhir (post test) yang dilakukan setelah pembelajaran. Jikatidak ada ujian awal, maka dapat dilihat dari besarnya tingkat capaian butir tes berdasarkanujian akhir. Jika tingkat capaian suatu butir kecil (banyak siswa yang gagal) maka prosespembelajaran tidak efektif atau butir tes tidak efektif mengukur suatu tujuan pembelajaran.

Menurut Djemari Mardapi (1999: 7), daya pembeda butir tes adalah besarnyakemampuan butir tes membedakan peserta ujian yang pandai dengan yang kurang pandai.Kemampuan butir tes membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswayang berkemampuan rendah bukan merupakan hal yang penting untuk menilai mutu butirtes pada penilaian acuan kriteria. Surapranata (2004: 23) menyatakan bahwa angka yangmenunjukkan besarnya daya pembeda berkisar antara -1 dan +1. Tanda negatifmenunjukkan bahwa peserta tes yang kemampuannya rendah dapat menjawab benarsedangkan peserta tes yang kemampuannya tinggi menjawab salah. Dengan demikian soalyang indeks daya pembedanya negatif menunjukkan soal yang jelek kualitasnya.

Berdasarkan uraian di atas daya pembeda pada tes diagnostik ini digunakan untukmenjamin tidak terdapat butir tes dengan daya pembeda negatif. Butir tes yang dapatmembedakan siswa yang menguasai dan siswa yang belum menguasai memiliki indeksdaya pembeda minimal 0,30 jika kurang maka butir tes tersebut perlu direvisi (Naga, 1992:69). Untuk pengelompokan siswa dalam kemampuan tertentu sesuai hasil diagnosisdiperlukan acuan penilaian. Sejalan dengan tujuan penilaian acuan kriteria, penskorandilakukan dengan membandingkan skor hasil jawaban siswa dengan kriteria (standar)kemampuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa perlu ditentukan terlebihdahulu skor sebagai acuan penilaian. Peserta ujian dianggap telah berhasil dalam belajarapabila dia sedikitnya telah menguasai 80% dari kemampuan-kemampuan yang seharusnyadia capai. Dalam hal ini acuan ketuntasan belajar siswa diberikan kriteria sebagai berikut:(a). Siswa dikatakan tuntas belajar secara individu bila ia telah mencapai 65% penguasaandari bahan pelajaran. (b). Siswa secara klasikal dikatakan tuntas dalam belajar bila di kelastersebut telah terdapat 85% yang telah mencapai 65% penguasaan dari bahan pelajaran.

Page 14: ipi268331.pdf

200 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

6. Memperbaiki Tes

Setelah ujicoba dilakukan dan kemudian dianalisis, maka langkah berikutnya adalahmelakukan perbaikan-perbaikan tentang bagian soal yang masih belum sesuai dengan yangdiharapkan. Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu memperbaiki masing-masing butir soal yang ternyata masih belum baik. Ada kemungkinan beberapa soal sudahbaik sehingga tidak perlu direvisi, beberapa butir mungkin perlu direvisi, dan beberapayang lain mungkin harus dibuang karena tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

7. Merakit Tes

Setelah semua butir soal dianalisis dan diperbaiki, langkah berikutnya adalahmerakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, diperlukanpengelompokan-pengelompokan butir soal yang mengungkap konsep-konsep yang sama.Untuk tes diagnostik urutan butir-butir perlu diurutkan pada materi atau konsep yang sama.

8. Melaksanakan Tes

Tes yang telah disusun diberikan kepada testee untuk diseluraiankan. Pelaksanaantes dilakukan sesuai dengan waktu yang tepat, karena bila waktu tidak tepat makamiskonsepsi yang ada pada siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tetap adadikarenakan proses perbaikan pembelajaran berikutnya tidak dapat berlangsung.

9. Menafsirkan Hasil Tes

Hasil tes menghasilkan data kuantitatif yang berupa skor. Skor ini kemudianditafsirkan sehingga dapat memberikan keputusan pada seserta tes tentang kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Untuk keperluan penafsiran tersebut diperlukan acuanpenilaian kriteria, karena tujuan diadakan tes diagnostik adalah untuk mengetahui konsep-konsep mana yang lemah dan apa penyebabnya.

Simpulan dan Saran

Tes diagnostik untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasukkesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahuikelemahan (miskonsepsi) pada topik tertentu dan mendapatkan masukan tentang responsiswa untuk memperbaiki kelemahannya. Untuk menyusun tes, langkah-langkah yang perluditempuh: (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4)melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8)melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.

Page 15: ipi268331.pdf

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik 201

Sebaiknya para pendidik dapat berinovasi dalam mengembangkan tes diagnostiksendiri, karena tes diagnostik yang siap digunakan masih terbatas jumlah dan variasinya.Tes diagnostik yang digunakan dengan benar oleh seorang pendidik, maka akan dapatmenyempurnakan pembelajaran berikutnya.

Daftar Rujukan

Allen, M.J. & Yen, W.M. (1979). Introduction to measurement theory. Monterey:Brooks/Cole Publishing Company.

Azwar, S. (2010). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar.Edisi II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brueckner, L.J., & Melby, E.O. (1981). Diagnostic and remedial teaching. Boston:Houghton Mifflin Company.

David, C. G. (2006). Dyscalculia at an early age: Characteristics and potential influence onsocio-emotional development. Centre of Excellence for Early ChildhoodDevelopment. Encyclopedia on Early Childhood Development. [Versi elektronik].Diambil pada tanggal 14 Agustus 2006, dari: http://www.excellence-earlychildhood.ca/documents/GearyANGxp.pdf

Djemari Mardapi. (1999). Estimasi kesalahan pengukuran dalam bidang pendidikandan implementasinya pada ujian nasional. Yogyakarta: Universitas NegeriYogyakrta.

______________. (2002). Bukti kesahihan dan keandalan alat ukur: tanggapan atas artikel“Tes keterampilan olah raga judo bagi mahasiswa“. Jurnal Kependidikan. No.1tahun XXXII. Lembaga Penelitian UNY.

______________. (2004). Penyusunan tes hasil belajar. Yogyakarta: Program PascasarjanaUniversitas Negeri Yogyakarta.

Gronlund, N.E. (1985). Measurement and evaluation in teaching. (Ed 5). New York:Macmillan Publishing co.,Inc.

Hopkins, C. D., Antes, R. L. (1979). Classroom testing. Itasca: F. E. Peacock Publishers,Inc.

Hughes, A. (2003). Testing for language teacher. New York: Cambridge UniversityPress.

Leighton, J.P & Gierl, M.J. (2007). Cognitive diagnostic assessment for education: theoryand applications. New York: Cambridge University Press.

Mehrens, W.A., & Lehmann, I.J. (1973). Measurement and evaluation in education andpsychology. New York: Holt, Rinehart and Winston. Inc.

Naga, D.S. (1992). Pengantar teori tes pada pengukuran pendidikan. Jakarta: Besbats.Nichols. 1994. A framework for developing cognitively diagnostic assessments. Review

of Educational Research. 64 (4), 575-603.Nitko, A.J., & Brookhart, S.M. (2007). Educational assessment of students. New Jersey:

Pearson Merrill Prentice Hall.Sion, H. H. & Janidi Jingan. (2008). Diagnostic assessment in three (3) core subjects for

primary and secondary education (mathematics, english language and science):Hands-on workshop for government primary and secondary I and II (year 7 & year

Page 16: ipi268331.pdf

202 JURNAL PENDIDIKAN, VOLUME 22, NOMOR 2, JULI 2013

8) teachers Negara Brunei Darussalam. A Concept Paper. Department of HumanResource Development Department of Planning, Development and ResearchMinistry of Education. Diambil pada tanggal 3 Pebruari 2011, darischolar.google.com.

Surapranata, S. (2004). Analisis, validitas, reliabilitas dan interpretasi hasil tesimplementasi kurikulum 2004. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, S.. (1987). Pengembangan tes hasil belajar. Jakarta: Rajawali.Thorndike, R.L., & Hagen, E.P. (2005). Measurement and evaluation in psychology and

education. New York: John Wiley & Sons, Inc.Zeilik, M. (1998). Classroom assessment techniques conceptual diagnostic test. Diambil

pada tanggal 26 juli 2006, dari: http://www.flaguide.org/cat/diagnostic/diagnostic7.php