interpretasi geologi cekungan berau - papua dan …

14
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020 125 INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN SEKITARNYA, BERDASARKAN ANALISIS DATA GAYABERAT GEOLOGICAL INTERPRETATION OF BERAU BASIN - PAPUA AND SURROUNDING AREA, BASED ON GRAVITY DATA ANALYSIS Imam Setiadi 1 *, Tumpal Bernhard Nainggolan, Ali Albab Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung *[email protected] Diterima : 24-06-2020, Disetujui : 21-09-2020 ABSTRAK Cekungan Berau merupakan cekungan yang mempunyai potensi menghasilkan hidrokarbon seperti halnya cekungan Bintuni dan Salawati. Penelitian yang telah dilakukan pada cekungan ini umumnya membahas studi tektonik dan stratigrafi regional serta geokimia. Analisis mengenai pola sub-cekungan dan konfigurasi batuan dasar belum pernah dilakukan pada daerah ini. Pada eksplorasi hidrokarbon, informasi mengenai tebal sedimen pola struktur dan pola tinggian diperlukan sebagai informasi awal dalam memetakan keberadaan deposenter yang ditindaklanjuti dengan survei lebih detail menggunakan metode seismik sehingga penelitian ini penting dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi keberadaan sub-cekungan sedimen, mengidentifikasi pola struktur geologi, dan konfigurasi batuan dasar pada cekungan Berau berdasarkan analisis data gayaberat. Metode yang dilakukan yaitu dengan menganalisis data gayaberat menggunakan analisis spektral, filter polinomial, dan pemodelan 2D. Hasil analisis spektral menunjukkan bahwa ketebalan batuan sedimen rata-rata diperkirakan 3.38 Km, orde yang dipilih dari hasil filter polinomial yaitu orde 6 yang digunakan untuk menentukan anomali regional dan residual. Sub-cekungan yang didelineasai berdasarkan hasil anomali residual gayaberat yaitu sebanyak 6 sub-cekungan sedimen, sedangkan pola struktur yang teridentifikasi yaitu berupa pola tinggian, graben, dan patahan/sesar. Hasil pemodelan 2D menunjukkan bahwa batuan dasar pada cekungan Berau yaitu batuan metamorfik dengan nilai rapat massa sebesar 2.8 gr/cc, lapisan di atasnya di interpretasikan sebagai batuan sedimen berumur PraTersier dengan nilai rapat massa 2.5 gr/cc, di atas batuan PraTersier di interpretasikan sebagai batuan sedimen berumur Paleogen dengan nilai densitas sebesar 2.3 gr/cc, lapisan yang paling atas diinterpretasikan sebagai batuan sedimen berumur Neogen dengan nilai rapat massa sebesar 2.4 gr/cc. Berdasarkan hasil analisis gayaberat menunjukkan bahwa Cekungan Berau mempunyai lapisan batuan sedimen yang cukup tebal dan beberapa struktur tinggian yang diduga sebagai tempat migrasi hidrokarbon yang menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon. Kata Kunci : Gayaberat, Analisis Spektral, Polinomial, Pemodelan 2D, Cekungan Berau, Papua Barat ABSTRACT Berau Basin is one of basin that potential to produce hydrocarbons like Bintuni and Salawati Basin. Research that has been carried out in these basins is generally tectonic and stratigraphic regional and geochemical studies. Analysis of sub-basin patterns and basement configurations haven’t been done in these area. In hydrocarbon exploration, information about sediment thickness, structure lineament and basement hight patterns is needed as initial information to mapping the depocenter existence which is followed by a more detailed survey such as seismic methods, so that this study is important to do. The research was conducted to delineate sediment sub-basin, to identify geological structure patterns, and basement configuration in the Berau basin based on gravity data analysis. The method used by analyzing gravity data by using spectral analysis, polynomial filtering and 2D forward modeling. The spectral analysis result showed that the average thickness of sedimentary rocks estimated 3.38 Km. The polynomial order chosen from 1. Imam Setiadi adalah sebagai kontributor utama pada tulisan ini, sedangkan yang lainnya adalah sebagai kontributor anggota.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

125

INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN SEKITARNYA, BERDASARKAN ANALISIS DATA GAYABERAT

GEOLOGICAL INTERPRETATION OF BERAU BASIN - PAPUA AND SURROUNDING AREA, BASED ON GRAVITY DATA ANALYSIS

Imam Setiadi1*, Tumpal Bernhard Nainggolan, Ali Albab

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung*[email protected]

Diterima : 24-06-2020, Disetujui : 21-09-2020

ABSTRAK

Cekungan Berau merupakan cekungan yang mempunyai potensi menghasilkan hidrokarbon seperti halnyacekungan Bintuni dan Salawati. Penelitian yang telah dilakukan pada cekungan ini umumnya membahas studi tektonikdan stratigrafi regional serta geokimia. Analisis mengenai pola sub-cekungan dan konfigurasi batuan dasar belumpernah dilakukan pada daerah ini. Pada eksplorasi hidrokarbon, informasi mengenai tebal sedimen pola struktur danpola tinggian diperlukan sebagai informasi awal dalam memetakan keberadaan deposenter yang ditindaklanjuti dengansurvei lebih detail menggunakan metode seismik sehingga penelitian ini penting dilakukan. Penelitian ini dilakukanuntuk mengestimasi keberadaan sub-cekungan sedimen, mengidentifikasi pola struktur geologi, dan konfigurasi batuandasar pada cekungan Berau berdasarkan analisis data gayaberat. Metode yang dilakukan yaitu dengan menganalisisdata gayaberat menggunakan analisis spektral, filter polinomial, dan pemodelan 2D. Hasil analisis spektralmenunjukkan bahwa ketebalan batuan sedimen rata-rata diperkirakan 3.38 Km, orde yang dipilih dari hasil filterpolinomial yaitu orde 6 yang digunakan untuk menentukan anomali regional dan residual. Sub-cekungan yangdidelineasai berdasarkan hasil anomali residual gayaberat yaitu sebanyak 6 sub-cekungan sedimen, sedangkan polastruktur yang teridentifikasi yaitu berupa pola tinggian, graben, dan patahan/sesar. Hasil pemodelan 2D menunjukkanbahwa batuan dasar pada cekungan Berau yaitu batuan metamorfik dengan nilai rapat massa sebesar 2.8 gr/cc, lapisandi atasnya di interpretasikan sebagai batuan sedimen berumur PraTersier dengan nilai rapat massa 2.5 gr/cc, di atasbatuan PraTersier di interpretasikan sebagai batuan sedimen berumur Paleogen dengan nilai densitas sebesar 2.3 gr/cc,lapisan yang paling atas diinterpretasikan sebagai batuan sedimen berumur Neogen dengan nilai rapat massa sebesar2.4 gr/cc. Berdasarkan hasil analisis gayaberat menunjukkan bahwa Cekungan Berau mempunyai lapisan batuansedimen yang cukup tebal dan beberapa struktur tinggian yang diduga sebagai tempat migrasi hidrokarbon yangmenarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon.

Kata Kunci : Gayaberat, Analisis Spektral, Polinomial, Pemodelan 2D, Cekungan Berau, Papua Barat

ABSTRACT

Berau Basin is one of basin that potential to produce hydrocarbons like Bintuni and Salawati Basin. Researchthat has been carried out in these basins is generally tectonic and stratigraphic regional and geochemical studies.Analysis of sub-basin patterns and basement configurations haven’t been done in these area. In hydrocarbonexploration, information about sediment thickness, structure lineament and basement hight patterns is needed as initialinformation to mapping the depocenter existence which is followed by a more detailed survey such as seismic methods,so that this study is important to do. The research was conducted to delineate sediment sub-basin, to identify geologicalstructure patterns, and basement configuration in the Berau basin based on gravity data analysis. The method used byanalyzing gravity data by using spectral analysis, polynomial filtering and 2D forward modeling. The spectral analysisresult showed that the average thickness of sedimentary rocks estimated 3.38 Km. The polynomial order chosen from

1. Imam Setiadi adalah sebagai kontributor utama pada tulisan ini, sedangkan yang lainnya adalah sebagai kontributor anggota.

Page 2: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

126

the results of the polynomial filter is order 6 which is used to determine regional and residual anomalies. The sub-basins were delineated based on the results of gravity residual anomalies were 6 sediment sub-basins, while thestructural patterns identified are basement height, graben, and fault. The 2D modeling results show that the basementof the basin is metamorphic rock with a mass density value of 2.8 gr/cc, the upper layer of the basement is interpretedas PraTersier sedimentary rock with a mass density value of 2.5 gr/cc, on PraTersier rocks is interpreted as Paleogenesedimentary rocks with a density value of 2.3 gr/cc, the top layer is interpreted as a Neogene sedimentary rock with amass density value of 2.4 gr/cc. Based on the results of gravity analysis shows that the Berau Basin has a thick layer ofsedimentary rocks and some basement height structures that are suspected as places of migration of hydrocarbonswhich are interesting to be explored further to determine the presence of hydrocarbons.

Keywords : Gravity, Spektral Analysis, Polynomial, 2D Modeling, Berau Basin, West Papua

PENDAHULUAN

Cekungan Berau merupakan salah satucekungan yang berada di wilayah kawasanIndonesia Bagian Timur tepatnya di bawah kepalaBurung, Papua. Cekungan ini berbatasan dengancekungan Salawati pada bagian Baratlaut, TinggianAyamaru pada sebelah Timur, Tinggian Sekak padabagian Tenggara dan Tinggian Misool-Onin padabagian Baratdaya (Gambar 1) Hingga saat ini masihjarang penelitian yang dilakukan di cekunganBerau, penelitian pada umumnya membahastektonik dan stratigrafi regional Papua sepertiyang dilakukan oleh (Decker, dkk., 2009)mengenai evolusi tektonik kepala Burung Papua

yang bergerak relatif ke arah Baratdaya karenadorongan dari lempeng samudera Pasifik. (Dowdan Sukamto, 1984) menjelaskan bahwa kompresidiakibatkan oleh konvergensi miring antaralempeng Australia yang bergerak relatif ke utaradan lempeng Pasifik yang bergerak relatifBaratdaya. Menurut Situmorang (2018) yang telahmelakukan studi geokimia pada cekungan Beraudan menerangkan bahwa cekungan Beraumemiliki sistem petroleum yang lengkap, FormasiKemblengan bawah pada sumur gunung-1 beradapada kematangan akhir. Informasi mengenaikeberadaan cekungan/sub-cekungan, konfigurasibatuan dasar dan pola tinggian (basement high)

Gambar 1. Lokasi penelitian di cekungan Berau, Papua Barat

Page 3: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

127

diperlukan dalam eksplorasi hidrokarbon,khususnya mengenai ketebalan sedimen yangdapat berfungsi sebagai batuan sumber (sourcerock), batuan reservoir, cebakan dan batuanpenutup (seal).

Salah satu metode geofisika yang dapatdigunakan untuk mengetahui keberadaan sub-cekungan sedimen, konfigurasi dasar danketebalan batuan sedimen adalah metodegayaberat (gravity). Beberapa penelitian aplikasimetode gayaberat untuk mengetahui cekungansedimen dan pola kelurusan struktur geologidiantaranya telah dilakukan oleh (Ekinci andYigitbas, 2015; Zahra and Oweis, 2016; Zang, dkk.,2019; Setiadi, dkk., 2010). Gayaberat adalahsalahsatu metoda geofisika yang dapat digunakanuntuk mengetahui kondisi bawah permukaanberdasarkan parameter fisis rapat massa, anomaliyang terdapat pada metoda gayaberat ini dikenaldengan nama anomali Bouguer. Anomali Bouguermerupakan gabungan dari anomali regional dananomali residual dengan panjang gelombang yangbervariasi dari panjang gelombang panjang danpanjang gelombang pendek yang merupakanpengaruh dari komposisi batuan yang berada padaposisi dengan lokasi pada tempat yang dalamhingga dangkal. Ada beberapa metoda yang dapatdigunakan untuk memisahkan anomali regionaldan residual yang telah dilakukan oleh penelitisebelumnya diantaranya adalah penggunaan filterUpward kontinuasi dan trend surface analysis(Kebede, dkk.,2020), penggunaan filter polinomialpada data gayaberat (Muhajir, dkk., 2020; Okiwelu,dkk., 2010; dan Abokhodair, 2010). Pada penelitianini pemisahan anomali regional dan residual datagayaberat akan dilakukan menggunakan filterPolinomial, estimasi ketebalan batuan sedimendilakukan menggunakan analisis spektral, danpemodelan geologi bawah permukaan dilakukanmenggunakan pemodelan maju 2 dimensi.Informasi geologi digunakan sebagai konstrainuntuk melakukan interpretasi geologi bawahpermukaan. Penelitian ini nantinya akanmembahas delineasi sub-cekungan sedimen, polastruktur dan tinggian, konfigurasi batuan dasarserta interpretasi model geologi bawah permukaanberdasarkan parameter fisis rapat massa(densitas). Lokasi daerah penelitian berada padasebelah selatan kepala burung Papua Barat padakoordinat (130.5˚ - 131.5˚) BT dan (1.5˚- 2.3˚) LSseperti terlihat pada Gambar 1.

GEOLOGI DAERAH PENELITIANGeologi Papua sangat komplek sebagai akibat

dari interaksi dua lempeng tektonik yang besaryaitu lempeng kerak benua Australia dan lempengkerak Samudera Pasifik. Evolusi tektonik wilayahPapua diawali dengan pergerakan mantel dankerak benua Australia ke utara dan menunjamdengan kemiringan ke utara, kemudian diikutidengan tumbukan dan mulai terjadi tunjaman keselatan oleh lempeng Samudera Pasifik (Deweydan Bird, 1970; Hamilton, 1979). Peristiwatumbukan lempeng tektonik ini menimbulkanmunculnya cekungan-cekungan sedimen diWilayah Papua. Berdasarkan sejarah tektonikPapua diketahui bahwa pada bagian selatan Papuasecara umum di alasi oleh kerak benua Australia,termasuk sedimen di atasnya yang berasal daripaparan Baratlaut Australia. Keberadaan batuansedimen yang umumnya berumur Mesozoiksangat penting artinya karena sebagian merupakanbatuan sumber hidrokarbon dan juga batuan waduk(Bachri, 2014), hal ini berdasarkan korelasistratigrafi batuan Mesozoik di utara Australiakhususnya di cekungan Bonarte yang telahterbukti mengandung hidrokarbon. Berdasarkantatanan stratigrafi sebagaimana dikutip olehDarman dan Sidi (2000), cekungan Salawati dancekungan Bintuni saat ini merupakan cekunganhidrokarbon yang produktif. Diharapkan bahwacekungan-cekungan lain seperti cekungan Berauyang lokasinya bersebelahan dengan cekunganSalawati dan Bintuni yang mengandung faciesAustralia terdapat batuan sumber maupun batuanwaduk hidrokarbon.

Gambar 2. Stratigrafi regional Cekungan Berau, PapuaBarat (modifikasi dari Pieters, dkk., 1983)

Page 4: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

128

Stratigrafi Cekungan Berau

Stratigrafi Cekungan Berau dimulai dari umurPermian hingga umur pliosen (seperti terlihat pada(Gambar 2).

Batuan dasar yang mengalasi cekungan iniyaitu batuan metamorfik dan batuan granitik kerakbenua Australia. Stratigrafi cekungan ini diawalidengan pengendapan Kelompok Aifam, yangterdiri dari Formasi Aimau/Formasi Aifat, danFormasi Ainim. Formasi Aimau/Formasi Aifatdiendapkan pada kisaran umur Permian,endapannya berupa batupasir sisipan serpih,serpih dan napal. Formasi Ainim terdiri dariperlapisan serpih hitam dan batupasir, terdapatpula lapisan batubara. Pada umur Trias diendapkansecara tidak selaras endapan Batugamping,diperkirakan batugamping ini adalah bagian dariendapan Formasi Bogal. Formasi Yefbiediendapkan secara tidak selaras pada kisaran umurJura Awal-Jura Tengah. Formasi ini memilikilitologi batulempung tufaan, batupasir, dan sedikitfragmen volkanik. Formasi Woniwogi diendapkandiatas Formasi Yefbie pada umur Jura Tengahhingga awal Jura Akhir.Formasi ini didominasi olehendapan batupasir. Padaumur Jura Akhir diendapkanendapan Formasi Lelinta,Formasi ini terdiri dariendapan sedimenbatugamping dan serpih.Pada kisaran umur KapurAtas diendapkan FormasiBatugamping Gamta danFormasi Jass. Formasi Jassterdiri perlapisan antarabatulempung dan serpihlanauan. Formasi Daramdiendapkan pada umurPaleosen, batuannya terdiridari serpih tufaan dan sedikitendapan batupasir. Masihpada kisaran umur yangsama, diatas Formasi Daramdiendapkan endapan FormasiWaripi. Pada umur Eosensampai Oligosen diendapkanFormasi BatugampingFaumai. Formasi inididominasi oleh endapanbatugamping. Formasi Kaisdiendapakan secara tidakselaras diatas endapanFormasi Batugamping

Faumai. Formasi ini memiliki umur Oligosensampai Miosen dan terdiri dari batugampingpaparan dangkal. Pada umur Pliosen terjadipengendapan Formasi Steenkool. Formasi initerdiri dari perlapisan antara serpih dan batupasir.

METODOLOGI PENELITIAN

Pada studi ini akan dilakukan analisis datagayaberat dengan menggunakan konstraininformasi geologi yang terdapat pada daerahpenelitian. Analisis data gayaberat yang digunakanyaitu analisis spektral untuk mencari lebar jendelaoptimal dan juga untuk mengestimasi kedalamanbatuan dasar, selain itu juga akan dilakukan filterpolinomial untuk memisahkan anomali regionaldan residual. Pemilihan orde polinomial dilakukandengan cara mencari nilai korelasi terbaik antaraanomali regional hasil spektral analisis dengananomali regional hasil polinomial. Pembuatanmodel geologi bawah permukaan dilakukan dengancara pemodelan maju 2D (2D forward modeling).Diagram alir penelitian selengkapanya dapatdilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Cekungan Berau, Papua Barat menggunakanmetode gayaberat

Page 5: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

129

Data yang digunakan pada penelitian ini yaitudata anomali udara bebas (free air) gayaberat dankedalaman laut (Topex, 2019) yang selanjutnyadiproses menggunakan persamaaan (Telford., dkk.,1990) sehingga menghasilkan Anomali Bouguersebagai berikut :

AB = AUB - {- 2πG (2,67-1,03)} h (1)

Analisis SpektralPotensial gravitasi dari sebuah titik massa m

diberikan oleh . Transformasi fourierdari potensial gayaberat yang teramati pada bidanghorizontal (Blakely, 1996) secara sederhanadituliskan sebagai :

Gerak vertikal gravitasi yang disebabkan suatutitik massa adalah vertikal derivative dari potensialgayaberatnya. Jika diamati pada suatu medanhorizontal, medan ini mempunyai transformasifourier sebagai berikut:

Dalam kepentingan mencari lebar window yangoptimal spectrum amplitudo yang dihasilkantransformasi fourier tadi dilogaritmakan sehingga :

Persamaan diatas dapat dianalogikan denganpersamaan garis lurus :

y=mx + c

Dengan: = Sumbu y; = Sumbu x;

= kemiringan garis (m)

Dengan demikian sebagai sumbu xdidefinisikan sebagai bilangan gelombang samplingyang besarnya , dengan adalah panjang

gelombang. Hubungan dengan diperoleh

dari persamaan . Seharusnyadari persamaan tersebut nilai sama dengan ,tentunya ada factor lain pada yang disebut

konstanta pengali, sehingga . KonstantaN didefinisikan sebagai lebar window dan nilainyaharus ganjil.

Metode PolinomialData 2-D, persamaan polinomial orde 2 (Okiwelu,2010) menggunakan persamaan :

dimana : i : 1,2,3,......,n = nomor stasiun∆g : anomali gayaberatxi , yi : koordinat stasiunc1, c2, c3,.............,c6 : konstanta polinomial

Pertama harus dicari dulu konstantapolinomial kemudian dengan menggunakanpersamaan diatas dapat dihitung anomaliregionalnya. Proses ini dapat dilihat dalam bentukmatrik sbb:

atau

Untuk menghitung konstanta c dimana jumlahstasiun lebih besar dari jumlah konstantanyadigunakan metoda ‘least square’ yang diberikanoleh :

kemudian regionalnya dihitung denganmenggunakan persamaan:

atau

Sedangkan residualnya adalah :

rmU /γ=

( )( )

0;';2

1

0

'0

≠>=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

kzzk

em

rmFUF

zzk

πγ

γ(2)

( )

( ) ( )0

' ';2

11

0 zzmegF

rFz

mrz

mFgF

zzkz

z

>=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=

−πγ

δδγ

δδγ (3)

( ) ( )

( ) ( ) mzzkgF

megF

z

zzkz

πγ

πγ

2ln'ln

2lnln

0

'0

+−=

= −

(4)

( )zgFln k

( )'0 zz −

k

λπ /2 λ

λ xΔxk Δ== /2/2 πλπ

λ xΔxΔ

xN Δ= .λ

265

24321 iiiiiii ycyxcxcycxccg +++++=Δ (5)

⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜

⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜

=

⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜

Δ

ΔΔ

6

2

1

2

222

211

2

1

.

.

..1

.....

.......1

..1

.

.

c

cc

yx

yx

yx

g

gg

iii

(6)

.G DC=ur ur (7)

( ) 1T TC D D D G−

=ur ur

(8)

⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜

⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜

=

⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜

Δ

ΔΔ

6

2

1

2

222

211

2

'1

.

.

..1

.....

.......1

..1

'..'

c

cc

yx

yx

yx

g

gg

iii

(9)

' .G DC=uur ur (10)

'resG G G= −

uuruuur ur (11)

Page 6: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

130

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anomali Bouguer dan Kedalaman Air Laut Hasil anomali Bouguer dan kedalaman air laut

yang diperoleh di daerah penelitian dapat dilihatpada Gambar 4.

Gambar 4a menunjukkan peta anomaliBouguer dan lintasan analisis spektral cekunganBerau, Papua. Dari Gambar terlihat bahwa nilaianomali berkisar antara (35 – 70) mGal, anomali inidapat dikelompokkan kedalam dua lajur anomaliyang berbeda. Yang pertama yaitu anomali tinggi,anomali ini mempunyai rentang nilai antara (50 -70) mGal, anomali ini menempati daerah padabagian sebelah Baratdaya dan Timurlaut yangdicirikan dengan warna merah. Yang kedua yaituanomali rendah, anomali ini berada pada padabagian tengah dengan kisaran nilai anomali antara(35 – 49) mGal yang dicirikan dengan warna hijauhingga biru. Anomali tinggi pada bagian Baratdayadan Timurlaut diduga karena pengaruh dari batuandengan nilai rapat massa yang tinggi yangmenempati daerah tersebut, sedangkan anomalirendah yang berada pada bagian sebelah tengahkemungkinan karena pengaruh dari batuan dengandensitas rendah yang mengisi daerah tersebut.Batuan dengan nilai densitas rendah kemungkinanadalah batuan sedimen yang terendapkan padabagian tengah sehingga membentuk cekunganBerau. Anomali Bouguer ini merupakan gabunganantara anomali regional yang bersumber darianomali dengan panjang gelombang panjang (posisi

batuan lebih dalam) dan anomali residual yangbersumber dari anomali dengan panjanggelombang pendek (lokasi batuan lebih dangkal).Hasil anomali Bouguer ini karena masih gabungandari anomali dangkal dan dalam sehingga perlu

dipisahkan anomali regional dan residual dengancara penapisan (filtering). Gambar 4b adalah petakedalaman air laut daerah penelitian, kedalamanair laut berkisar antara (3 hingga 90) meter,kedalaman air laut tergolong dangkal. Kedalamanair laut yang paling dalam yaitu pada bagian selatanyang ditunjukkan warna biru yaitu sekitar 90meter yang lokasinya sebelah utara palung seram,secara umum kedalaman pada bagian tengahhingga utara yaitu sekitar (3 – 50) meter.

Analisis SpektralSebelum dilakukan penapisan (filtering),

terlebih dahulu dilakukan analisis spektral dengancara membuat penampang lintasan pada anomaliBouguer (Gambar 4a) untuk mengetahuikandungan sinyal gelombang yang ada padamasing-masing lintasan.

Jumlah lintasan yang dibuat sebanyak 17 yangmewakili seluruh daerah penelitian yangselanjutnya dilakukan Transformasi Fourier (FFT)sehingga dapat dihitung bilangan gelombang (k)dan Amplitudo (A), sehingga dapat dibuat grafikhubungan bilangan gelombang (k) dan Amplitudo(LnA) seperti terlihat pada Gambar 5. PadaGambar tersebut terlihat ada dua kemiringan

Gambar 4. (a) Pola anomali Bouguer dan Penampang Analisi spektral, (b) peta kedalaman air laut wilayah CekunganBerau, Papua.

Page 7: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

131

(slope) yang menunjukkan bidang diskontinuitasdalam dan dangkal.

Hasil selengkapnya proses analisis spektraldapat dilihat pada Tabel 1, dari tabel terlihat bahwakedalaman rata-rata bidang diskoninuitas dalamdaerah penelitian adalah 33.36 Km yang didugasebagai kedalaman bidang diskontinuitas kerak

bawah, sedangkan kedalaman rata-rata bidangdiskontinuitas dangkal adalah 3.38 Kmdiinterpretasikan sebagai kedalaman rata-ratabatuan dasar (basement) daerah penelitian.Berdasarkan informasi peta ketebalan sedimen(Hamilton, 1974), ketebalan sedimen di daerahpenelitian ini berkisar antara (3 hingga 4) Km.

Hasil perhitungan lebar windowberdasarkan analisis spektrtalini dapat digunakan untukmenentukan pola anomaliregional daerah penelitian,seperti terlihat pada Gambar 6.

Dari Gambar terlihatbahwa anomali tinggi padabagian sebelah Baratdaya danTimurlaut ditandai denganwarna merah. Anomali tinggikemungkinan disebabkankarena adanya batuan rapatmassa tinggi yang cenderungnaik ke atas ke dekatpermukaan, selain itu padabagian Selatan-Baratdayaterdapat tinggian Misool-Onin-Kumawa sehingga memberikan

Gambar 5. Grafik hasil analisis spektral contoh penampang P1-P4

Tabel 1. Kedalaman bidang diskontinuitas dalam (regional), dangkal (residual),bilangan gelombang cutoff (Kc), dan lebar jendela (N)

Page 8: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

132

respon nilai densitas yang lebih tinggi. Anomalirendah terdapat pada bagian sebelah tengah yangdicirikan dengan warna biru, anomali rendah inikemungkinan disebabkan karena struktur kerakyang relatif ke bawah atau adanya akumulasi

sedimen dengan nilai rapat massa rendah yangmengisi daerah tersebut yang diduga sebagai areacekungan Berau.

PolinomialFiltering menggunakan metoda polinomial ini

dilakukan pada orde 2 hingga 10, untuk analisadiambil hasil dari orde 3 hingga 8 seperti terlihatpada Gambar 7. Dari Gambar tersebut terlihatbahwa, Gambar 7a merupakan hasil polinomialorde 3, Gambar 7b merupakan hasil polinomialorde 4 dan seterusnya hingga Gambar 7f yangmerupakan hasil polinomial orde 8.

Hasil filtering polinomial ini yaitu berupaanomali regional dan anomali residual untukmasing masing orde polinomial. Pada Gambar 7aanomali regional Gambar sebelah kiri dan anomaliresidual Gambar sebelah kanan, begitu pula untukorde yang lain. Hasil polinomial Gambar 7memperlihatkan bahwa derajat polinomial semakintinggi mencerminkan pola dengan panjanggelombang anomali lebih pendek, hal ini terlihatbaik dari anomali regional maupun residualnya.Untuk itu perlu pemilihan orde polinomial yangakan digunakan untuk interpretasi kulitatifnantinya. Pemilihan orde polinomial dilakukandengan cara melakukan korelasi anomali regional

Gambar 6. Pola anomali regional hasil spektral analisisdaerah cekungan Berau, Papua

Gambar 7. Hasil peta anomali regional dan residual hasil filter polinomial orde 3 sampai 8

Page 9: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

133

hasil polinomial dengan anomali regional yangdiperoleh dari hasil analisis spektral. Tabel korelasianomali regional hasil spektral analisis danpolinomial selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.Dari tabel terlihat bahwa nilai korelasi yang terbaikyaitu pada anomali regional orde 6, sehingga untukanalisis selanjutnya akan digunakan hasil anomaliresidual dan regional berdasarkan nilai korelasiyang terbaik.

Interpretasi KualitatifInterpretasi kualitatif sifatnya tidak terukur

bertujuan untuk mengetahui pola ataukecenderungan struktur secara lateralberdasarkan anomali residual terbaik yang terpilihberdasarkan filtering menggunakan metodapolinomial orde 6. Dari anomali residual (Gambar7) terlihat bahwa nilai anomali berkisar antara (-10hingga 7) mGal. Anomali tinggi dicirikan denganwarna merah dengan nilai rentang anomali antara(1 hingga 7) mGal, anomali ini diduga karenaadanya batuan dengan nilai rapat massa lebih tinggiyang menempati area tersebut, atau kemungkinanlain adanya batuan dasar yang relatif naik ke atassehingga memberikan respon anomali lebih tinggidari sekitarnya. Anomali rendah dengan kisarannilai anomali antara (-10 hingga 1 ) mGalditunjukkan dengan warna biru kemungkinandiakibatkan karena pada area tersebut terisi olehbatuan dengan rapat massa rendah (batuansedimen yang cukup tebal). Hasil anomali residualpolinomial orde 6 digunakan untuk interpretasisecara kualitatif daerah penelitian. Dari Gambarterlihat bahwa anomali residual digunakan untukmengetahui pola struktur baik tinggian, kelurusansesar, pola bukaan serta delineasi sub cekungansedimen. Gambar 8a merupakan Gambar polatinggian (basement high) yang ditarik berdasarkanhasil anomali residual polinomial orde 6. DariGambar tersebut terlihat bahwa pola tinggiansecara umum berarah relatif Bartlaut-Tenggara,

sebagian ada yang mempunyai arah relatif Utara-Selatan hal ini kemungkinan karena secaratektonik regional gaya utama pembentukancekungan yaitu dari arah Timutlaut (SamuderaPasifik) dan dorongan dari arah Selatan (lempengAustralia) sehingga terbentuklah struktur denganarah relatif Baratlaut- Tenggara dan Utara-Selatan,termasuk disini adalah terbentuknya tinggianMisool-Onin Kumawa dengan arah relatifBaratlaut-Tenggara. Gambar 8b memperlihatkanpola struktur sesar dengan arah relatif Timurlaut-Baratdaya, ada 3 sesar utama yang dapat ditarikdari anomali residual gayaberat yaitu bagian utara,tengah dan selatan.

Sesar ini terlihat dari ketidakmenerusananomali residual yang kemungkinan karena adanyapergesaran batuan akibat gayatektonik dari arahlempeng pasifik yang mendesak ke arahBarat lautsehingga terbentuklah pola sesar dengan arahrelatif Timurlaut-Baratdaya. Selain stukturtinggian dan kelurusan sesar dari anomali residualgayaberat ini juga dapat terlihat pola bukaandengan arah relatif baratlaut-Tenggara, pola bukaanini kemungkinan disebabkan karena pergerakanlempeng Benua Australia ke arah Timurlautselanjutnya menabrak lempeng samudera Pasifikyang bergerak relatif ke arah Baratdaya sehinggaelemen-elemen kerak benua mengalami reganganmembentuk pola bukaan yang selanjutnya terisioleh sedimen sehingga terbentuklah cekungansedimen seperti terlihat pada Gambar 8d. Polasub-cekungan mempunyai arah relatif Baratlaut-Tenggara sesuai dengan arah dari pola bukaan yangterlihat dari anomali residual gayaberat. Pola sub-cekungan yang dapat di delineasi berdasarkananomali residual gayaberat adalah sebanyak 6 sub-cekungan sedimen. Pola deposenter sub-cekunganinilah yang kemungkinan mempunyai ketebalansedimen yang cukup tebal yang nantinya berperansebagai pengontrol petroleum system yang ada dicekungan Berau. Sedangkan pola tinggian/antiklinberperan sebagai tempat untuk terakumulasinyahidrokarbon pada cekungan ini.

Interpretasi KuantitatifInterpretasi kuantitatif dilakukan dengan

tujuan untuk memperkirakan model gelogi bawahpermukaan dengan melakukan pembuatan model 2dimensi, sebelum pembuatan model terlebihdahulu dibuat penampang lintasan pemodelanbawah permukaan pada anomali residual sepertiterlihat pada Gambar 9a. Interpretasi kuantitatifdibuat tiga lintasan penampang pemodelan, yangpertama adalah penampang lintasan AB yang

Tabel 2. Korelasi anomali regional hasil spekral

Page 10: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

134

mempunyai arah relatif Timurlaut-Baratdaya, yangkedua adalah penampang CD yang mempunyaiarah sejajar penampang lintasan AB, danpenampang terakhir yaitu penampang EF yangposisinya tegaklurus dari penampang AB dan CD.Penampang AB dan CD dengan arah relatifTimurlaut-Baratdaya diambil tegak lurus arahstruktur yaitu memotong tinggian Misool-Onin-Kumawa dan memotong Sub-cekungan sedimen

pada daerah ini. Hasil pemodelan pada penampangAB dapat dilihat pada Gambar 9b, dari Gambarterlihat bahwa penampang ini memotong sub-cekungan A, B dan E.

Kedalaman rata-rata batuan dasar hasilpemodelan yaitu sekitar 3.4 Km, hal ini sesuaidengan hasil perhitungan spektral analisis danketebalan batuan sedimen (Hamilton, 1979).Gambar 9b memperlihatkan bahwa batuan dasar

Gambar 8. Interpretasi kualitiatif dari hasil anomali residual, (a) pola tinggian (basement high), (b) pola keluruasnsesar uatam, (c) pola bukaan (rifting) cekungan sedimen dan (d) pola delineasi sub-cekungan Berau,Papua.

Page 11: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

135

yang mengalasi cekungan ini adalah batuanmetamorfik dengan nilai rapat massa sebesar 2.8gr/cc, di atas batuan dasar ini diendapkan batuansedimen tua yang berumur PraTersier mulai dariPermian hingga Kapur dengan nilai rapat massa2.5 gr/cc, di atas sedimen PraTersier diendapkanbatuan sedimen Teriser berumur Paleogen dengannilai rapat massa 2.3 gr/cc, dan model yang palingatas yaitu batuan sedimen dengan umur Neogendengan nilai rapat massa 2.4 gr/cc. Model yangkedua yaitu penampang lintasan CD yang sejajardengan penampang AB (Gambar 9c), sepertihalnya pada penampang AB, model padapenampang CD diawali dari model batuan dasaryaitu berupa batuan metamorfik dengan nilairapatmassa 2.8 gr/cc, lapisan di atasnyadimodelkan batuan PraTersier yang terdiri darigabungan Formasi Aifat, Ainim, Bogal, Yefbi,Woniwogi, Lelinta, Gamta dan Jass dengan nilairapat massa sebesar 2.5 gr/cc, di atasnya yaitu

model batuan sedimen Tersier berumur Paleogenyang terdiri dari Formasi Daram, Waripi danFaumai dengan nilai densitas sebesar 2.3 gr/cc, danyang paling atas adalah model batuan sedimenTersier dengan umur Neogen yang terdiri dariFormasi Kais dan Steenkool dengan nilai rapatmassa 2.4 gr/cc. Penampang lintasan pemodelanterakhir yaitu penampang EF yang mempunyaiarah tegak lurus dari penampang AB dan CDseperti terlihat pada Gambar 9d. Seperti halnyapenampang AB dan CD, dari Gambar terlihatbahwa batuan dasar yang mengalasi penampangEF adalah batuan metamorfik dengan nilairapatmassa sebesar 2.8 gr/cc, diatasnya adalahbatuan sedimen PraTersier berumur Permianhingga Jura yang terdiri dari batupasir sisipanserpih, napal, batugamping, lapisan batubara,batulempung, dan fragmen volkanik dengan nilairapat massa 2.5 gr/cc, di atasnya dimodelkanbatuan sedimen Tersier Paleogen yang terdiri dari

Gambar 9. Interpretasi kuantitatif model geologi bawah permukaan, (a) arah penampang pemodelan, (b) model bawahpermukaan penampang AB, (c) model bawah permukaan penampang CD dan (d) ) model bawah permukaanpenampang EF cekungan Berau, Papua

Page 12: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

136

serpih tufaan, batupasir, batulanau danbatugamping dengan nilai densitas sebesar 2.3 gr/cc, model paling atas yaitu batuan sedimenberumur Tersier Neogen yang terdiri daribatugamping, serpih dan batupasir dengan nilaidensitas sebesar 2.4 gr/cc. Hasil pemodelan bawahpermukaan menunjukkan bahwa terdapatbeberapa struktur seperti tinggian, antiklinal, dangraben yang cukup tebal terisi batuan sedimenyang secara sistem petroleum cukup menarikuntuk proses terbentuknya hidrokarbon.

KESIMPULAN

Hasil anomali residual dan regional gayaberatmenunjukkan bahwa pola kelurusan mempunyaiarah relatif Baratdaya-Tenggara, pola inikemungkinan diakibatkan karena aktifitas tektoniklempeng benua Australia yang bergerak relatifkearah Timurlaut, yang selanjutnya bertumbukandengan lempeng kerak smudera Pasifik yangbergerak relatif kearah Baratdaya, sehinggamenimbulkan struktur pola tinggian dan sub-cekungan dengan arah relatif Baratlaut-Tenggara.Hasil filter polinomial setelah dikorelasikandengan anomali regional menunjukkan bahwa ordeyang paling sesuai yaitu orde 6. Hasil analisisspektral memperlihatkan bahwa kedalaman batuandasar (basement) daerah penelitian diperkirakansekitar 3.38 Km. Jumlah sub-cekungan sedimenyang dapat didelineasi berdasarkan analisis datagayaberat ini adalah sebanyak 6 sub-cekungansedimen. Batuan dasar yang mengalasi daerahpenelitian yaitu berupa batuan kerak benuaAustralia yang telah mengalami metamorfismedengan nilai rapat massa sekitar 2.8 gr/cc. Hasilpemodelan menunjukkan bahwa pada daerahpenelitian terdapat beberapa deposenter cekungansedimen yang cukup tebal dan juga strukturpatahan serta antiklinal yang menarik dari sisipetroleum sistem untuk dieksplorasi lebih lanjut.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut disekitar sub-cekungan yang telah didelineasidengan melakukan penelitian metode geofisikayang lebih detail seperti metoda Seismik 3D,selain itu perlu adanya survei geokimiamikroseepage dan bathimetri detail untukmengetahui indikasi keberadaan hidrokarbon.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepadaKepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi Kelautan, Koordinator Kelompok KerjaMigas Bapak Riza Rahardiawan terima kasih atasfasilitas komputer dan software pengolah data,rekan rekan geologi dan geofisika di PuslitbangGeologi Kelautan Bapak Dida Kusnida, BapakLukman Arifin dan lainnya yang tidak dapatdisebutkan satu persatu terima kasih atas diskusidan masukannya.

DAFTAR ACUAN

Abokhodair, A.A., 2010. Constrained polynomialfitting for recovery of regional gravity.Geophysical Prospecting, vol. 59, pp.749–759

Bachri, S., 2014. Kontrol Tektonik dan StrukturGeologi Terhadap KeterdapatanHidrokarbon di Daerah Papua, Jurnal Geologidan Sumber Daya Mineral, Vol.15, No.3Agustus Tahun 2014, Hal: 133-141

Blakely, R. J., 1996. Potential Theory in Gravity andMagnetic Applications, CambridgeUniversity Press, Cambridge.

Darman, H., & Sidi, F.H., 2000. An Outline of thegeology of Indonesia, IndonesianAssociation Geology, 192h.

Decker, J., Bergman, S.C., Teas, P.A., Baillie, P.,Orange, D.L., 2009. Constraints on theTectonic Evolution of the Bird’s Head, WestPapua, Indonesia. Proceedings IndonesianPetroleum Assotiation Thirty-Third AnnualConvention and Exhibition.

Dow, D.B., and Sukamto, R., 1984. Western IrianJaya: The end product of oblique plateconvergence in the late tertiary :Tectonophysics, vol. 106 : 109 – 139.

Dewey, J.F. and Bird, J.M., 1970. Mountain belt andthe new global tectonic: Journal ofgeophysical Research, vol. 75 : 2625 – 2647.

Ekinci, Y.L., and Yigitbas, E., 2015. Interpretationof gravity anomalies to delineate somestructural features of Biga and Gelibolupeninsulas, and their surroundings (north-west Turkey), Geodinamica Acta, 27:4, 300-319, DOI: 10.1080/09853111.2015.1046354

Hamilton, W., 1974. Map of Sedimentary Basin ofThe Indonesian Region, Prepared on behalfof the Ministry of Mine, Government ofIndonesia and The Agency for InternationalDevelopment, U.S. Departement of State inCooperation with The Geological Survey ofIndonesia.

Page 13: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 18, No. 2, November 2020

137

Hamilton, W., 1979. Tectonic of the Indonesiaregion. Geol. Survey Professional Paper1078, 345p.

Kebede, H., Alemu, A., and Fisseha, S., 2020.Upward Continuation and Polynomial TrendAnalysis as a Gravity Data Decompostition,case study at Ziway-Shala Basin, CentralMain Ethiopian Rift. Heliyon, vol.6. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.203292.

Muhajirin, Ismail, N., dan Bukhari, 2020.Perhitungan Anomali Residual dan RegionalData Metode Gravitasi Dengan FilterPolinomial Menggunakan Microsoft Excel. J.Aceh Phys. Soc., Vol. 9, No. 2 pp.37-41

Okiwelu, A.A., Osazua, B.I., and Lawal, K.M.,2010. Isolation of Residuals Determinedfrom Polynomial Fitting to Gravity Data ofCalabar Flank, Southeastern Nigeria. ThePacific Journal of Science and Technology,Volume 11. Number 1, pp. 576-585

Pieters, P.E., Pigram, C.J., Trail, D.S., Dow, D.B.,Ratman, N., and Sukamto, R., 1983. TheStratigraphy of Western Irian Jaya,Proceedings Indonesian PetroleumAssotiation Twelfth Annual Convention.

Setiadi, I., Setyanta, B., Widijono, B.S. 2010.Delinasi Cekungan Sedimen SumateraSelatan Berdasarkan Analisa Data

Gayaberat. Jurnal Sumber Daya Geologi Vol.20 No. 2: 93-106.

Situmorang, H., Kesumajana, A.H., dan Subroto,E.A., 2018. Studi Geokimia Batuan Indukdan Pemodelan Cekungan Blok Berau BaratCekungan Berau Papua Barat. Bulletin ofGeology Fakultas Ilmu dan TeknologiKebumian, Institut Teknologi Bandung,Vol.2, No.2.

Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., andKeys. D. A., 1990. Applied Geophysics,Cambridge University Press, Cambridge.

Topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi, 2019.Anomali Freeair dan kedalaman laut wilayahPapua Barat, diakses pada tanggal 28Agustus 2019 pukul 10.07 WIB.

Zahra, H.S. and Oweis, H.T., 2016. Application ofhigh-pass filtering techniques on gravity andmagnetic data of the eastern QattaraDepression area, Western Desert, Egypt.NRIAG Journal of Astronomy andGeophysics, 5 (1), 106 -123. http://doi.org/10.1016/j.nrjag.2016.01.005

Zang, M.H., Qiao, J.H., Zao, G.X., and Lan, X.Y.,2019. Regional Gravity Survey andApplication in Oil and Gas Exploration inChina. China Geology, vol.3, 380 – 390p.

Page 14: INTERPRETASI GEOLOGI CEKUNGAN BERAU - PAPUA DAN …

JURNAL GEOLOGI KELAUTANVolume 18, No. 2, November 2020

138