integrasi pai dan sains serta teknologi di pt
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SAINS DAN TEKNOLOGI DI PERGURUAN TINGGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGB. POKOK KAJIANC. TUJUAN KAJIAND. MANFAAT KAJIANE. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pengertian Integrasi2. Pengertian Pendidikan Agama Islam3. Pengertian Sains dan Teknologi4. Penguruan Tinggi5. Pengertian Integrasi PAI sains dan teknologi
Dalam Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, kata integrasi
memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi kesatuan yg utuh atau bulat. [1] Pengertian pendidikan Islam menurut Hasbullah merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran Islam sebagai yang termaktub dalam AL-Qur’an dan Sunnah Rasul, yang dimaksudkan adalah dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan demikian ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dengan yang lain adalah pada penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia tersebut.[2] Sedangkan Haidar Putra Daulay menyatakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah pembentukan manusia yang dicita-citakan, sehingga dengan demikian pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia ke arah yang dicita-citakan Islam.[3]
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud Pendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama.
Pengertian Sains (science) menurut Agus S. diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint”.[4]
Sedangkan teknologi adalah aktivitas atau kajian yang menggunakan pengetahuan sains untuk tujuan praktis dalam industri, pertanian, perobatan, perdagangan dan lain-lain. Teknologi juga dapat didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik termaju seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain.[5] Teknologi merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi pendidikan agama dengan sains dan teknologi berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.[6]
BAB II
INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SAINS DAN TEKNOLOGI
A. Integrasi Pendidikan Agama Islam dengan Sains dan Teknologi
Merujuk kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing. Teknologi akan terus berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk memudahkan urusan kehidupan. Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan mengharamkan teknologi terutama dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum sesuatu itu haram kecuali terdapat nas dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.
Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan sebagaimana yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata pendidikan sebagai bentuk kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup yang utuh.
Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama Islam dan sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta didik.
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan teknologi.[7]
Agama, dalam hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi atau pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan yang menyeluruh (holistik). Orientasi dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan secara fleksibel, dan link and match.
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan antara Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan Agama yang kolot yang tidak menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka dan wahyu (al-qur’an) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam dalam kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah “kalau bangsa-bangsa lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk untuk menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan seperti halnya kunut, bid’ah, do’a jama’ah, zikir ba’da shalat, dan lain sebagainya“.[8]
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu, baik ilmu Agama maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/ tersirat) sebut saja misalnya Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-1111) Ibn Rusd, Ibn Thufail dan lain sebagainya. Mereka adalah para figur intelektual muslim yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini. Jika pada awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah kemenangan Islam di berbagai wilayah, kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa munculnya para ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual muslim yang direbut pada masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan menurut beliau inilah yang mesti direbut kembali dengan dalih ilmu itu merupakan daur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke Bangsa Arab (Islam) dan sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insyaAlloh akan dapat kita raih kembali.
B. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Sains dan Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan Teknologi
Inilah peran pertama pendidikan islam yang dimainkan dalam iptek, yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
a) Syariah Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan sains dan teknologi, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan sains dan teknologi. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaAlloh akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
C. Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak negatif Sains dan Teknologi
Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT..ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan sains dan teknologi ke posisi semula, yaitu:
1. Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya. Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT.
2. Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih kebenaran. Seandainya ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya kembali.
3. Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang hadir. Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.[9]
D. Problematika Integrasi Pendidikan islam dengan Sains dan teknologi
Idealnya integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sebagai upaya dalam memantapkan materi pendidikan agama Islam. Juga sebagai sarana memperjelas permasalahan yang timbul dalam penyampaian materi pendidikan agama Islam yang awalnya hanya bersifat dogmatis saja. Juga sebagai peningkatan rasa keimanan akan kebenaran segala yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadis.
Namun kenyataan di lapangan tentu akan berbeda pelaksanaannya dengan adanya beberapa hambatan atau problematika yang dihadapi dalam proses integrasi tersebut. Di antara problematika tersebut adalah:
1. Sumber Daya Manusia
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru pendidikan agama Islam berangkat dari disiplin ilmu yang hanya membekalinya untuk dapat mengajar pendidikan agama Islam sesuai dengan bidang keahliannya saja. Sehingga dalam aplikasinya ketika integrasi dengan sains dan teknologi dilaksanakan akan menimbulkan permasalahan kurangnya pemahaman dari guru pendidikan agama Islam tersebut tentang sains dan teknologi.
Hal ini dapat dicarikan solusi dengan beberapa langkah, di antaranya: dengan mengikuti pendidikan dan latihan terkait dengan sains dan teknologi, menambah
referensi bacaan tentang sains dan teknologi, dan pembahasan dalam forum musyawarah guru mata pelajaran. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.Dalam hal ini pemerintah telah memberikan perhatiannya dengan program sertifikasi guru.Dengan adanya program sertifikasi guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan yang berupa tunjangan profesi bagi guru. Undang-undang guru dan dosen antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu guru sekaligus kesejahteraannya sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.[10]
Selain itu dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pendidikan, para pengambil kebijakan di bidang pendidikan sering memperkenalkan inovasi pendidikan.Inovasi di bidang pembelajaran misalnya, sering ditatarkan atau di-diklat-kan kepada para guru.[11]
2. Laboratorium Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama sebagaimana pendidikan lainnya juga membutuhkan sarana dan fasilitas. Bila di sekolah ada laboratorium IPA, Biologi, Bahasa, maka sebetulnya sekolah juga membutuhkan laboratorium agama di samping masjid. Laboratorium itu dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian keagamaan, syair, puisi keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, foto-foto yang bernapaskan keagamaan, dan lain sebagainya yang merangsang emosional keberagaman peserta didik.
3. Buku Referensi
Buku merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penambahan referensi buku-buku agama maupun buku-buku tentang sains dan teknologi akan membantu menyelesaikan problem integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi. Pengadaan buku ini sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan lembaga pendidikan yang ada.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi ilmu berarti adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Sehingga tujuan pendidikan agama Islam dalam mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
Selain memberi panduan hidup kepada manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat selamat dan menyelamatkan, Al-Qur’an banyak terkandung informasi-informasi ilmiah. Walaupun Al-Qur’an bukan merupakan kitab sains dan teknologi, ia banyak memuat informasi sains dan teknologi, tapi ia hanya menyatakan bagian-bagian asas yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu dan teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk belajar, mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita. Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan. 2007.Jakarta: Giliran Timur.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. 1999.Jakarta: RajaGrafindo.
Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. 2004. Jakarta: Kencana.
Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. 2011.Jakarta: Rajawali Pers.
http://www.blogger.com/home?hl=en&fvi=8gNVUAFLLPws7uhIEb0dTMT0skekczIcrnlMEc3ZJQRDAAA
[1] Menuk Hardaniwati dkk, Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm. 251-252
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: RajaGrafindo, 1999, cetakan ke-3), hlm. 9.
[3] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 3.
[4] Agus S. dalam, Ilmu Alam dalam http :// id . wikipedia . org / wiki / Ilmu _ alam , diakses 25 November 2011
[5] Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita, Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, (Jakarta: Giliran Timur, 2007), hlm. 2.
[6] U Maman Kh, Urgensi Memadukan Kembali Sains dan Teknologi dengan Islam, http://www.pusbangsitek.com
[7][16] Turmudi, dkk, Islam, Sains dan Teknologi Menggagas Bangunan Keilmuan Fakultas Sains dan Teknologi Islami Masa Depan, (Malang: UIN Maliki Press, 2006), hlm, xv
[8][19] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. ix-x
[9] Syaifur Al-Muntasyiri, Dampak Perkembangan Iptek dan Pendidikan Islam, dalam massyaifur.blogspot.com/…/dampak-perkembangan-iptek-dan.html
[10] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 99.
[11]Ibid, hlm. 102.
Buku A. Rifqi Amin (pendiri Banjir Embun) berjudul: "Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan
Tinggi umum"
Rincian buku:Contoh Kata Pengantar BukuContoh Daftar Isi Buku Contoh Daftar Gambar dan Daftar Tabel Isi Lengkap Buku Contoh Glosarium BukuContoh Indeks BukuContoh Sinopsi Buku (Sampul Belakang)
INTEGRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN SAINS DAN TEKNOLOGI
Oleh: Ainul Mahbubah
I. PENDAHULUAN
Pada era kemajuan IPTEK ini, perubahan global semakin cepat terjadi dengan adanya
kemajuan dari Negara maju di bidang Sains serta teknologi informasi dan komunikasi. Menurut
Soetjipto Wirosardjono temuan IPTEK telah menyebarkan hasil yang membawa kemajuan, dan
dampaknya terasa bagi kehidupan seluruh umat manusia. Semua hasil temuan IPTEK di satu sisi
harus diakui telah secara nyata mempengaruhi bahkan memperbaiki taraf dan mutu hidup
manusia.1[1] Berbagai sarana modern industry, komunikasi dan transportasi misalnya, telah
terbukti amat bermanfaat. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat manusia
dapat pergi ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang singkat. Dahulu orang pergi haji dengan
naik kapal laut dapat menempuh perjalanan selama 17-20 hari untuk dapat sampai ke Jeddah,
sekarang dengan naik pesawat terbang hanya membutuhkan waktu 8 jam saja. Kemajuan di
bidang televisi satelit telah memungkinkan kita untuk melihat sebuah peristiwa penting dan
hebat di tempat yang jauh tanpa harus keluar rumah. Penemuan telepon genggam telah
memungkinkan kita untuk menghubungi siapa saja dan di mana saja kita berada. Kemajuan di
bidang komputer telah menciptakan jaringan internet yang memungkinkan kita untuk mengakses
segala informasi dengan mudah, cepat dan akurat.
Akan tetapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu
manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Bayi tabung di Barat bisa berlangsung
walaupun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri. Kloning hewan rintisan Ian
Willmut yang sukses menghasilkan domba cloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan
pada manusia (humancloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak
sedikit yang mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Tak
sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia
maya (cybercrime) dan mengakses pornografi, kekerasan dan perjudian.2[2]
1[1]Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Di Sekolah , (Bandung ; Rosdakarya., 2001), 85
2[2] http:/www.scribd.com/doc/36601185/Iptek-Dalam-Islam, diakses 11 Nopember 2011
Kenyataan yang demikian akan mempengaruhi nilai, sikap atau tingkah laku kehidupan individu
dan masyarakat. Ada beberapa nilai, sikap dan tingkah individu dan masyarakat modern yang
kongruen (sejalan) dengan ajaran Islam dan mendukung keberhasilan pembangunan bangsa. Ada
pula nilai dan sikap modernitas yang tidak kongruen (berlawanan) dengan ajaran Islam sekaligus
tidak mendukung keberhasilan pembangunan. Misalnya, lemahnya keyakinan keagamaan, sikap
individualistis, materialistis, hedonistis, dan sebagainya. Nilai-nilai dan sikap yang negative akan
muncul bersamaan dengan nilai dan sikap positif lainnya, yang sudah barang tentu merupakan
ancaman bagi terwujudnya cita-cita pembangunan bangsa.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Jumlah yang
begitu besar menjadikan sebuah keunggulan sekaligus masalah. Keunggulan dapat diraih ketika
umat Islam mampu menjadi frontier atau ujung tombak pembangunan negara dan perwujudan
kemakmuran seluruh rakyat yang berlandaskan nilai-nilai keislaman. Sedangkan jumlah yang
begitu besar juga bisa menjadi masalah, ketika umat Islam tidak mampu mempraktekkan nilai-
nilai keislaman, dan tidak mampu menunjukkan kualitasnya sebagai seorang muslim untuk
mewujudkan kemakmuran yang sesuai dengan tujuan penciptaan agar menjadi khalifah utusan
Allah di bumi ini dan umat Islam belum banyak berperan dalam menyelesaikan problem umat
maupun bangsa dalam menghadapi perkembangan sains dan teknologi.
Saat ini bangsa kita sedang menghadapi krisis nasional dalam berbagai dimensi
kehidupan seperti ekonomi, politik, hokum dan sebagainya.. Akibatnya timbul kerusuhan social
di mana-mana, semakin menjamurnya tindakan criminal, unjuk rasa yang disertai dengan
tindakan brutalisme dan sebagainya. Menurut Muhaimin dalam kondisi semacam ini masyarakat
berharap banyak terhadap jasa dan peran agama yang di dalamnya sarat akan dimensi moralitas
dan spiritualitas, baik secara konseptual maupun aktualitasnya, dan/atau normativitas maupun
historisitasnya.3[3] Maka dari itu, pendidikan Agama harus dapat memberikan kontribusi dalam
upaya mengatasi persoalan yang sedang melanda bangsa ini, terutama dalam rangka
mengantisipasi dampak negative yang ditimbulkan perkembangan IPTEK.
Agar kemajuan dalam bidang teknologi dan sains dapat memberikan banyak manfaat dan
meminimalis mudharat (dampak negatifnya), maka diperlukan integrasi antara sains dan
teknologi dengan agama. Integrasi yang dimaksud adalah integrasi pendidikan agama dengan
sains dan teknologi yang diartikan sebagai upaya untuk menghubungkan dan memadukan
3[3] Muhaimin, . Paradigma Pendidikan Islam, 86.
antara pendidikan agama dengan sains dan teknologi, bukan berarti menyatukan atau bahkan
mencampuradukkan ketiga-tiganya, karena ketiga entitas itu tak mesti hilang atau harus tetap
dipertahankan. Integrasi yang diinginkan adalah integrasi yang konstruktif, hal ini dapat
dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan konstribusi baru (untuk sains
dan/atau agama) yang dapat diperoleh jika keduanya terpisahkan
Bertolak dari uraian di atas, maka pembahasan tentang integrasi Pendidikan Agama Islam
dengan sains dan teknologi penulis fokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan definisi
Pendidikan Agama Islam, sains dan teknologi, permasalahan-permasalahan yang muncul dan
upaya-upaya yang dilakukan dalam mengintegrasikan Pendidikan Agama Islam dengan sains
dan teknologi.
II. PEMBAHASAN
A. Definisi Pendidikan Agama Islam, Sains dan Teknologi
Apabila kita berbicara pendidikan agama dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia,
pengertiannya mencakup dua hal : pertama, lembaga pendidikan Agama atau Perguruan Agama
dan kedua, isi atau program pendidikan.
Perguruan / lembaga pendidikan Agama (yang Islam) yang lazim dikenal masyarakat dan
menjadi binaan Departemen Agama meliputi Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal, Madrasah,
(terdiri dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah Negeri dan swasta), Pendidikan Guru
Agama Negeri (PGAN)4[4], Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah/Sekolah Agama terdiri
dari tingkat Awaliyah, Wustha dan Ulya. Di tingkat Perguruan Tinggi terdapat IAIN dan
Fakultas-fakultas atau Akademi Agama yang dikelola masyarakat/pihak swasta. 5[5]
Adapun pendidikan agama dalam arti isi atau program adalah merupakan bagian dari
Pendidikan Islam, di mana tujuan utamanya ialah membina dan mendasari kehidupan anak didik
dengan nilai-nilai agama dan sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu
mengamalkan syari’at Islam secara benar sesuai pengetahuan agama.6[6] Dalam sistem
4[4] Dewasa ini PGA difungsikan menjadi Madrasah Aliyah dan untuk menyiapkan Guru Agama Islam dilakukan Fakultas Tarbiyah STAIN / IAIN
5[5] Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Amissco, 1996), 37
6[6] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 5.
pendidikan di negeri kita istilah pendidikan agama Islam dibakukan menjadi nama mata
pelajaran yang berisikan tentang pengajaran Al-Qur'an, Hadits, Fiqh, Akhlak, dan Sejarah Islam.
Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI) yang dimaksud dalam judul makalah ini
adalah pendidikan agama yang diberikan pada lembaga-lembaga formal baik yang yang
menyelenggarakan “pengajaran” agama Islam maupun yang menyelenggarakan “pendidikan”
Islam. Pengajaran agama Islam diselenggarakan di sekolah-sekolah umum dengan “pendidikan
agama Islam” sebagai sebuah bidang studi. Sedangkan pendidikan Islam diselenggarakan pada
sekolah-sekolah atau perguruan agama seperti madrasah mulai tingkat dasar sampai dengan
tingkat PerguruanTinggi.
Istilah sains adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni science 7[7] dan sering
dikaitkan dengan teknologi serta dikhususkan penggunaannya untuk ilmu-ilmu alam. Kata sains
berasal dari kata science (bahasa Inggris). Sains sepenuhnya adalah hasil usaha manusia dengan
perangkatnya yaitu panca indra dan akal, maka sains tidak membicarakan sesuatu yang tidak
dapat dijangkau oleh panca indra dan akal. Sains tergolong ke dalam pengetahuan, tapi bukan
sembarang pengetahuan. Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metoda sains
(scientific methode). Metoda sains adalah proses sebagai berikut : kumpulan fakta - hipotesa -
pengujian hipotesa – teori sains. Jika ditemukan fakta baru maka perlu dibuat hipotesa baru lalu
dilakukan lagi pengujian hipotesa (baru) lalu diperoleh teori sains baru begitu seterusnya sebagai
proses yang tidak akan pernah berakhir. Maka sains akan terus berubah berbanding lurus dengan
ditemukannya fakta-fakta baru.8[8] Jadi yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan (sains) di sini
adalah ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan sains terapan yang dikaitkan dengan teori dan
dasar untuk menciptakan sesuatu hasil atau sesuatu yang dapat memberi manfaat kepada
manusia. Jelasnya sains merupakan pemahaman ilmu tentang fenomena fisik yang digunakan di
dalam teknologi dan proses penciptaan teknologi tersebut dengan menggunakan kaidah yang
paling efisien.
Istilah teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu, karena dorongan untuk
hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Pengertian teknologi dari segi
7[7] Jujun S. Suriasumantri, Filasafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009), 295
8[8]http://kusmardiyanto-islamadalahkebenaran.blogspot.com/2009/01/memahami-perbedaan-makna-antara-ilmu.html, diakses 15 Nop 2011.
istilah secara umum ialah penggunaan sains. Perkataan “tekno” itu sendiri membawa maksud
kemahiran teknik atau hasil kerja sementara, “logi” bermaksud doktrin, teori atau ilmu. Menurut
pengertian bahasa , teknologi merujuk kepada penggunaan barang ataupun perusahaan yang
dihasilkan melalui ciptaan sains untuk meningkatkan kualiti kehidupan manusia sehari-hari.9[9]
Teknologi dapat didefinisikan pula sebagai, “Cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang,
memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia”. Dengan
demikian secara sederhana teknologi dapat diartikan ilmu tentang cara menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Berkaitan dengan sains dan teknologi, Al-Qur’an memerintahkan manusia supaya terus
berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya untuk terus mengembangkan teknologi dengan
memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Menurut sebagian ulama, terdapat
sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan yang
memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini.10[10]
Para ahli peneliti kandungan Al-Qur’an dari aspek ilmu dan teknologi; antara lain Prof.
Afzalurrahman dan Prof Dr. Maurice Bucaille mendapatkan kesimpulan-kesimpulan bahwa kitab
suci Al-qur’an memberi dorongan daya cipta umat manusia dalam berpikir dan menganalisa serta
mengembangkan fenomena semesta alam ciptaan Allah yang bergerak secara sistematis dan
bertujuan itu, menjadi benda-benda atau alat-alat teknologi yang tepat guna bagi kesejahteraan
hidup manusia, sejak dari ilmu dan teknologi pertanian, irigasi, botani, perkebunan, bio-kimia,
arsitektur, archeology, astronomi, fisika, matematika sampai kepada ilmu dan teknologi ruang
angkasa dan kedokteran. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut di atas dapat kita
telaah dalam surat-surat Al-An’am; 99, dan Qaaf ; 9, Abasa : 26-27, Al-baqarah : 266, An-Nahl ;
15 dan sebagainya. [11].
Dalam kasus paradigma epistemologi Islam, integrasi antara agama dengan sains dan
teknologi dalam artian sebagai upaya untuk menghubungkan dan memadukan antara pendidikan
agama dengan sains dan teknologi adalah sesuatu yang mungkin adanya, karena didasarkan pada
9[9] Sulaiman Nordin, Sains Menurut Perspektif Islam, terj. Munfa’ati, (Kuala Lumpur, Dwi rama,2000), 150.
10[10] Samsul NIzar dan Muhammad Syarifudin, Isu-Isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 121.
gagasan Keesaan (tauhid). Dalam hal ini, ilmu pengetahuan, studi tentang alam, dianggap terkait
dengan konsep Tauhid (Keesaan Tuhan), seperti juga semua cabang pengetahuan lainnya. Dalam
Islam, alam tidak dilihat sebagai entitas yang terpisah, melainkan sebagai bagian integral dari
pandangan holistik Islam pada Tuhan, kemanusiaan, dan dunia.
Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan dan alam adalah berkesinambungan dengan
agama dan Tuhan. Hubungan ini menyiratkan aspek yang suci untuk mengejar pengetahuan
ilmiah oleh umat Islam, karena alam itu sendiri dilihat dalam Al Qur'an sebagai kumpulan tanda-
tanda menunjuk kepada Tuhan. Secara normatif, sejak awal diwahyukannya, al-Qur’an melalui
surah al-Alaq 1-5, sudah tergambar bahwa konstruksi pengetahuan dalam Islam dibangun di atas
nilai-nilai tauhid. Dari ayat-ayat yang pertama turun tersebut terlihat bahwa ada perintah untuk
“membaca” yang merupakan proses pencapaian ilmu pengetahuan dengan rambu-rambu “atas
nama Tuhan” sehingga proses pencapaian ilmu pengetahuan semestinya ekuivalen dengan proses
makrifat kepada Tuhan. Disini teknologi dapat dijadikan sebagai media pembuktian atas
keesaan dan kekuasaan Allah.
B. Permasalahan yang muncul dalam mengintegrasikan pendidikan agama Islam dengan
sains dan teknologi
Pada dasarnya integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi adalah
upaya untuk memadukan antara Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi dalam
rangka peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan hasil yang dicapai oleh
peserta didik. Dengan cara ini diharapkan pendidikan agama Islam tidak sekedar sebagai wahana
transfer pengetahuan keagamaan semata, tetapi juga penanaman nilai-nilai keislamaan yang
nantinya mampu diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat sebagai seorang
muslim yang mampu berperan dalam menyelesaikan problem umat maupun bangsa menghadapi
perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat dengan segala dampak yang ditimbulkan.
Dalam pelaksanaannya integrasi Pendidikan Agama Islam dengan sains dan teknologi
menemui beberapa permasalahan antara lain;
1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Umat Islam
Berbicara tentang sumber daya manusia, umat Islam seharusnya dapat memberikan
konstribusi yang besar linier sebanding dengan jumlahnya. Akan tetapi, dengan kuantitas yang
besar, ternyata belum sebanding dengan kualitasnya. Masih banyak di antara umat Islam yang
“Gaptek alias Gagap Teknologi”. Demikian halnya di kalangan dunia pendidikan kita, terutama
di tingkat sekolah menengah ke bawah masih banyak guru yang hanya kaya dalam hal
pengetahuan agama, tetapi miskin dalam pengetahuan umum. Selain itu masih banyak juga
siswa dan guru yang belum menguasai teknologi terutama dalam penggunaan komputer dan
internet.
2. Keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber bacaan materi keagamaan terutama yang
berkaitan dengan sains, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama
yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kurang diberi prioritas dalam urusan
fasilitas.
Tidak semua sekolah atau madrasah mempunyai dana yang cukup untuk pengadaan
sarana dan prasarana yang memadai. Banyak materi pendidikan agama yang membutuhkan
pengkajian dan pembuktian secara ilmiah, namun karena tidak tersedianya tenaga ahli dan
peralatan yang memadai sampai sejauh ini materi-materi itu hanya disampaikan secara dogmatis.
Sebagai contoh tentang diharamkannya daging anjing dan babi, perbedaan status najis untuk air
kencing bayi laki-laki yang dihukumi najis mukhaffafah, se dangkan air kencing bayi
perempuan dihukumi najis mutawasitah, juga terhadap air liur anjing yang dikatagorikan najis
mughalladzah yang cara pensuciannya harus dibasuh sampai tujuh kali dan salah satunya harus
diserta pasir atau debu, tentunya ada rahasia atau hikmah yang dapat diungkap di balik semua
itu.
Selain itu buku sumber rujukan yang digunakan oleh guru dan siswa masih membahas hal-hal
yang berkaitan dengan materi agama semata belum banyak yang menghubungkan kebenaran
ajaran agama dengan kebenaran sains.
3. Sistem dan metode pendidikan yang diterapkan dalam proses kependidikan Islam masih belum
seluruhnya mengintegrasikan sains dan teknologi.
. Bila dianalisis lebih jeli, selama ini khususnya sistem pendidikan Islam seakan-akan
masih terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi. Ada pemisahan antara
keduanya sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan umat Islam belum mau ikut
andil dan berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan
agama. Sebagai permisalan, tentang sains sering kali umat Islam fobia dan merasa sains bukan
urusan agama. Jadi ada pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains
yang dianggap hanya berorientasi dunia saja.
Pada sistem pendidikan kita yang telah berjalan terdapat dikotomi antara sains dan ilmu
agama yang telah melahirkan dua jenis manusia yang ekstrim ; sistem pendidikan agama yang
melahirkan manusia yang hanya berfikir kepada fikih, halal haram dan kurang memperdulikan
kemajuan pembangunan material, sementara sistem lainnya hanya melahirkan manusia yang
pandai membuat kemajuan dan pembangunan material tetapi makin jauh dari Allah.
Nilai urgensi pengembangan studi sains dan agama khususnya Islam di banyak Perguruan
Tinggi sampai sekarang masih terasa parsial dan terpotong-potong. Agama dan Islam sebagai
paradigma keilmuan masih ditempatkan sebagai “pelengkap” bahasan-bahasan sains yang
artifisial. Keberadaannya hanya tak lebih dari sekedar penjustifikasi konsep-konsep sains dan
belum menjadi sebuah paradigma keilmuan yang holistic yang di dalamnya mensyaratkan
elaborasi-elaborasi saintifik sesuai konsep ilmu yang ada. 11[12]
4. Sejauh ini Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada peserta didik dianggap belum
mampu mengantisipasi dampak-dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi seperti
terjadinya krisis moral dan krisis social yang kini makin menggejala dalam kehidupan
masyarakat..
Kemajuan dalam bidang sains dan teknologi telah menimbulkan perubahan yang
sangat cepat dalam kehidupan manusia. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak
tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai-
nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral dan
kemanusiaan. Seharusnya Pendidikan Agama Islam mampu berperan sebagai perisai dan filter
bagi peserta didik dalam menangkal dampak-dampak negatif perkembangan sains dan teknologi
pada masa sekarang ini. Namun kenyataannya pendidikan Agama masih jauh dari yang
diharapkan. Menurut Rasdianah seperti dikutip oleh Muhaimin ada beberapa kelemahan dari
Pendidikan Agama Islam di sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan agama Islam
maupun dalam pelaksanaannya, yaitu (1) dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah
pada fatalistic; (2) bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan belum
11[12]http://blog.uin-malang.ac.id/ahmadbarizi/2010/06/26/panduan-riset-integrasi-sains-dan-islam/, diakses 5 Nopember 2011.
dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama; (3) bidang ibadah diajarkan sebagai
kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan pribadi; (4) dalam
bidang hukum ( fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah
sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan jiwa hokum Islam; (5) agama Islam
cenderung diajarkan sebagai norma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan
pada kemajuan ilmu pengetahuan; (6) orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada
kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.12[13]
5. Belum seluruhnya Guru Agama Islam memiliki kompetensi menjadi guru agama sebagai hasil
(produk) lembaga pendidikan profesional keguruan.
Guru sebagai komponen utama dalam pendidikan dituntut untuk mampu
mengimbangi bahkan melampaui perkembangan sains dan teknologi, menghasilkan peserta didik
yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral serta
spiritual. Oleh karena itu, diperlukan seorang guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi
personal-religius dan kompetensi professional religious serta dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya . Keberadaan guru, apalagi guru Pendidikan Agama Islam
tidak bisa digantikan oleh sumber-sumber belajar yang lain. Hal ini karena guru Pendidikan
Agama Islam tidak semata-mata berperan dalam kegiatan transfer of knowledge saja, tetapi juga
berperan dalam kegiatan transfer of value. Namun kenyataannya, masih banyak guru Pendidikan
Agama Islam yang belum bisa menulis ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar, belum bisa
membaca Al-Qur’an yang benar dan baik sesuai dengan ilmu tajwid, tidak mampu menjawab
masalah fiqih sederhana yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, kurang menguasai sejarah
Islam dan seterusnya,13[14] apalagi penguasaan materi lintas ilmu sains.
C. Upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan dalam mengintegrasikan Pendidikan
Agama Islam dengan sains dan teknologi.
12[13] Muhaimin, . Paradigma Pendidikan Islam
13[14] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2011), 194
Untuk menjawab beberapa permasalahan di atas sebagai upaya untuk merealisasikan integrasi
pendidikan Agama Islam dengan Sains dan teknologi sebagaimana yang diharapkan, penulis
mencoba memberikan solusi sebagai berikut :
1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.
Bangsa yang maju pastilah bangsa yang unggul dalam hal penguasaan ilmu. Fakta sejarah
ini bersesuaian dengan pandangan Islam yang mengatakan bahwa Allah mengangkat derajat
orang-orang yang berilmu pengetahuan (Al-Mujadalah [58]:11. Keunggulan orang yang
berpengetahuan dibanding dengan yang tidak berpengetahuan adalah kemampuannya dalam
mengungkap misteri atau problem-problem yang dihadapi manusia serta kemampuannya
memberdayakan alam lingkungan dan manusia itu sendiri.14[15] Tiga kemampuan manusia yang
unggul dan berkualitas adalah (1) manusia yang sadar iptek, (2) manusia kreatif, dan manusia
beretika solidaritas sangat berperan dalam menghadapi era globalisasi.15[16] Salah satu indikasi
manusia yang sadar iptek adalah menguasai sains dan teknologi. Untuk itu dalam dunia
pendidikan hendaknya para guru dan juga para murid menyiapkan diri mereka dalam
ketrampilan penggunaan teknologi khususnya komputer dan kemampuan pencarian informasi
sebanyak-banyaknya tentang keterkaitan antara sains dan ilmu pengetahuan agama melalui
internet yang sudah menjadi kebutuhan tidak terpisahkan di dalam dunia informasi seperti saat
ini. Selain itu SDM yang berkualitas harus cerdas komprehensif dan cerdas kompetitif. Menurut
Muhaimin SDM Indonesia yang cerdas komprehensif adalah yang memiliki kecerdasan spitual,
kecerdasan emosional, kecerdasan social, kecerdasan intelektual dan kecerdasan kinestetis16[17].
Sedangkan SDM yang cerdas kompetitif adalah SDM yang berkepribadian unggul dan gandrung
akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantng menyerah, pembangun dan
Pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif,
sadar mutu, berorientasi global dan pembelajar sepanjang hayat.17[18]
2. Salah satu komponen pendidikan adalah sarana dan prasarana yang memadai.
14[15] Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar. 1994), 103
15[16] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, 89
16[17] Ibid., 92
17[18] Ibid., 93
Salah satu komponen terpenting dalam pencapaian tujuan pendidikan dipengaruhi oleh
tersedianya sarana dan prasarana.yang memadai. Maka dari itu Pemerintah dalam hal ini bagian
Kemenag yang menangani pendidikan agama di sekolah-sekolah umum maupun madrasah
(MAPENDAIS) hendaknya sudah mulai memperhatikan permasalahan tentang keterbatasan
peralatan teknologi dan laboratorium keagamaan sebagai media pembelajaran ini, terutama untuk
madrasah-madrasah swasta yang mengalami keterbatasan dana sehingga mengalami kesulitan
untuk pengadaan media terutama yang berbasis TI (Teknologi Informasi) dan sumber
pembelajaran yang memadai.
Tak terbantahkan bahwa fungsi informasi teknologi saat ini dalam pembelajaran PAI
sangat besar, namun yang perlu disadari oleh penggunanya, baik dosen atau mahasiswa, bahwa
teknologi hanya sekedar alat bantu saja, bukan segala-galanya. Artinya, tanpa teknologi pun
proses pembelajaran dapat berhasil, namun memerlukan waktu yang lebih lama. Penggunaan
teknologi bukan tanpa resiko, karena disamping ada sisi positifnya terdapat juga sisi negatif yang
perlu dihindari. Di antaranya, belajar mandiri dengan menggunakan IT berarti meniadakan
interaksi dengan guru yang memiliki pengaruh besar terhadap kejiwaan siswa, karena guru dapat
membimbing, mengevaluasi, dan meluruskan moral siswa. Oleh karena itu menurut Bakar,
masih ada di kalangan ummat Islam yang masih menolak kehadiran IT dalam proses
pembelajaran PAI. 18[19]
Dengan demikian IT ibarat dua sisi mata uang, sisi pertama penuh dengan nilai positif,
sisi kedua penuh dengan nilai negatif. Sisi positifnya, dengan IT proses pembelajaran
berkembang lebih cepat, lebih efektif, hasil penelitian lebih cepat dalam realisasi dan
sosialisasinya. Sedangkan sisi negatifnya bahwa, kebenaran dapat bercampur baur dengan
kepalsuan dan kekeliruan. Oleh karena itu, guru dan murid harus memiliki pemikiran kritis untuk
dapat menilai antara yang asli dengan yang palsu dan antara yang baik dengan dengan yang
buruk. Karena informasi bukan ilmu dan ilmu bukan hikmah.
18[19] Sapiudin Shidiq,Pembelajaran Pai Membutuhkan Informasi Teknologi , http://didaktika.fitk-uinjkt.ac.id/2010/02/pembelajaran-pai-membutuhkan-informasi_19.html, diakses 8 Nopember 2011
3. Sistem dan metodologi pendidikan yang tepat guna dalam proses kependidikan Islam yang
kontekstual dengan sains dan teknologi.
Orientasi dan sistem pendidikan Islam di perguruan tinggi maupun di madrasah atau di
sekolah-sekolah umum tidak perlu lagi terjadi dikotomis antara sains dengan Islam. Pendidikan
Agama Islam di semua jenjang pendidikan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang
bersifat holistic, integralistik dan fungsional.19[20] Dengan pendekatan holistic, Islam harus
dipahami secara utuh, tidak parsial dan partikularistik dengan mengikuti pola iman, ibadah dan
akhlaqul karimah tanpa terpisah satu dengan yang lain sehingga dapat memperkaya pemikiran
dan wacana keislaman dan melahirkan kualitas moral (akhlaq al-karimah) sebagai tujuan dari
pendidikan agama itu sendiri. Dengan pendekatan integralistik, pendidikan agama tidak boleh
terpisah dan dipisahkan dari pendidikan sains dan teknologi. Sedangkan dengan pendekatan
secara fungsional, pendidikan agama harus menjadi way of life seseorang dan berguna bagi
kemaslahatan umat serta mampu menjawab tantangan dan perkembangan zaman.
Selanjutnya di sini penulis contohkan tentang UIN Malang dengan Fakultas Sains dan
Teknologi hadir sebagai jawaban atas problematika keilmuan di atas dalam konteks relasi sains
dan Islam. UIN Malang dicita-citakan sebagai center of excellent bagi pengembangan keilmuan
dan keislaman, sehingga terbentuk komunitas ilmiah-religius yang bersendikan Islam. Bukan
sekedar pengawal, penjaga dan pelestari tradisi yang ada. Tidak saja piawai sebagai pemroduk
“Guru Agama” dan “Kyai Tradisional”, melainkan mampu melahirkan “Kyai-kyai professional”
di dalam mengurus pesantren perikanan, pesantren peternakan, pesantren perindustrian dan
sebagainya.20[21]
Dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran agama di semua jenjang pendidikan dalam
penggunaan metode pembelajaran harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan agama Islam. Menurut Bakar, ada dua macam metodologi pengajaran. Pertama
metodologi konseptual. Pendekatan ini terkait dengan pendekatan (approaches) dalam rangka
memahami ajaran Islam. Di dalamnya terdapat pendekatan filosofis, pendekatan sejarah atau
historis, pendekatan sosiologis, dan sebagainya. Kedua pendekatan teknikal yang terkait dengan
19[20] http://www.al-shia.org/html/id/books/001/02.html, diakses 5 Nopember 2011
20[21]http://blog.uin-malang.ac.id/ahmadbarizi/2010/06/26/panduan-riset-integrasi-sains-dan-islam/, diakses 5 Nopember 2011.
isu-isu peralatan pengajaran (technical teaching tools), seperti penggunaan video, presentasi
power point, internet, dan lain sebagainya.21[22]
Pada saat ini, dengan adanya inovasi pembelajaran metode pembelajaran pun makin beragam dan
bervariasi. Namun apapun metode yang digunakan, essensi dari pendidikan Agama ini
dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek afektif melalui praktik dan pembiasaan,
pengalaman langsung dan keteladanan perilaku dan amal shalih.
Hakikat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimasukkan ke dalam kurikulum adalah agar
generasi muda Indonesia bukan hanya cerdas dan pandai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
tetapi juga menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Sehubungan dengan itu, maka : (1Pendidikan Agama diharapkan mampu membentengi peserta
didik dalam mengantisipasi dampak- dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi
terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam dan nilai-nilai moral. Pendidikan agama hendaknya
tidak sekedar transfer of knowledge semata dengan menyentuh aspek kognitif dan kecerdasan
intelektual (IQ) semata, tapi juga menyentuh kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ) peserta didik. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam memiliki karakter sebagai
berikut : (1) PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh dalam situasi
dan kondisi apa pun; (2) PAI berusaha menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai yang
tertuang dan terkandung di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah serta ontensitas keduanya sebagai
sumber utama ajaran Islam; (3)PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu, dan amal dalam
kehidupan keseharian; (4) PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu
dan sekaligus kesalehan sosial; (5) PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan
ipteks…22[23]
4. Guru agama sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan harus memiliki
kompetensi yang mencerminkan guru yang professional pula.
21[22] Sapiudin Shidiq,Pembelajaran Pai Membutuhkan Informasi Teknologi , http://didaktika.fitk-uinjkt.ac.id/2010/02/pembelajaran-pai-membutuhkan-informasi_19.html, diakses 8 Nopember 2011
22[23] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan, 183
Pembelajaran PAI merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai
komponen yang saling terkait dan memiliki fungsi masing-masing. Salah satu komponen
terpenting yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran PAI adalah komponen sumber
daya manusia, yaitu guru/dosen.
Menurut Muhammad Surya seperti yang dikutip Ramayulis kompetensi guru agama
sekurang-kurangnya ada empat, yaitu: menguasai substansi materi pelajaran, menguasai
metodologi mengajar, menguasai teknik evaluasi dengan baik, memahamai, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.23[24] Pemerintah dalam kebijakan
pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru ada empat, hal tersebut tercantum dalam
Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.24[25]
Dengan demikian seorang guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk dapat
melaksanakan peranan bukan hanya sekedar melaksanakan proses transformasi ilmu, tetapi juga
harus dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, artinya guru juga harus dapat membentuk
sikap dan perilaku peserta didiknya sebagai cerminan dari sikap dan perilaku yang sesuai dengan
ajaran agama Islam. Selain itu untuk memperoleh hasil yang optimal guru dituntut tidak hanya
mengandalkan terhadap apa yang ada di dalam kelas (apalagi hanya membaca buku ajar), tetapi
harus mampu dan mau menelusuri serta mendayagunakan berbagai sumber pembelajaran yang
diperlukan seperti majalah, surat kabar, dan internet. Hal ini penting agar apa yang dipelajari
sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam
pola pikir peserta didik .
Penguasaan bahan ajar yang berkaitan dengan materi pokoknya dari ilmu-ilmu lain
seringkali sangat dibutuhkan dalam memberikan penjelasannya. Hal ini menjadi sebuah
kebutuhan di masa sekarang, di mana arus informasi begitu cepat untuk diketahui siswa. Dengan
mengintegrasikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan ilmu lain akan menjadikan
proses pembelajaran lebih bermakna dan semakin mudah dipahami siswa, tidak sekedar mata
pelajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi kalau ditinjau lebih ke dalam, pemahaman tentang
23[24] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2005 ), 60
24[25] Kementerian Pendidikan Nasional, h ttp://www.kemdiknas.go.id/media/103777/ permen _27_2008.pdf, diakses 6 Nop 2011.
Islam sendiri juga beragam, sehingga tidak heran jika dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis
sebagai sumber pokok dalam Islam banyak sekali pendapat yang berbeda, bahkan tidak sedikit
yang bertolak belakang. Terhadap bahan dari ilmu lain yang ada hubungannya dengan materi
pelajaran PAI, guru tidak harus tahu secara mendetail. Cukuplah gambaran umum sebagai
penunjang untuk memahami materi pokoknya. Berikut beberapa contohnya :25[26]
Dalam materi kelas 9 tentang Iman Kepada Hari Kiamat. Dalam praktiknya agar pembelajaran lebih
bermakna dan mudah dipahami, guru sedikit banyak tahu tetang ilmu astronomi, fisika, biologi,
kimia, matematika, vulkanologi, demografi dan lain-lain. Guru seharusnya juga tahu tentang
gejala atau fenomena-fenomena alam yang menjadi pemberitaan media massa, baik tingkat
lokal, regional maupun global.
Materi tentang Iman Qadha dan Qadar. Agar pembelajaran bermakna maka dalam menyampaikan
contoh konkrit tidak cukup sebatas mati, rizki, jodoh. Setidaknya guru juga tahu banyak contoh
lain, yang jika ditinjau dari ilmu lain akan lebih memudahkan dalam pemahaman dan
penerapannya, serta dapat meningkatkan keimanan siswa. Mulai dari ilmu bumi, kedokteran,
sosial dan budaya, geografi, dan lain-lain.
Pemahaman tentang mati suri. Pada acara Kick Andy yang disiarkan salah satu stasiun televisi,
pernah menayangkan orang yang mati suri secara langsung. Orang yang mati suri melibatkan
warga Muslim, dan agama yang lain. Akibat dari tayangan itu, muncul kegundahan dalam diri
siswa dalam memahami konsep kematian. Karena dari empat orang yang “diuji coba” mati suri
dengan latar belakang agama yang berbeda, ternyata pengalamannya berbeda-beda. Untuk
menjelaskan hal tersebut, setidaknya guru perlu tahu sedikit ilmu kedokteran, anatomi, dan
psikologi. Pada akhirnya muara dari penjelasan mati suri masuk ke dalam materi Qadha Qadar
dan Kiamat Sughra. Tentunya dengan penjelasan yang mengglobal tersebut lebih memudahkan
pemahaman siswa tentang ajaran Islam dari hasil tayangan di televisi.
Selain itu dengan pemanfaatan teknologi materi pendidikan agama dapat juga disampaikan
dengan cara berikut ini :
materi syariah, maka dapat divisualkan perkembangan institusi-isntitusi berdasarkan syariah
sepanjang sejarah.
materi ibadah dapat divisualkan cara-cara wudlu dan shalat yang benar, tuntunan palaksanaan
rangkaian ibadah haji, dan sebagainya.
25[26] http://fahrurrozi.com/kompetensi-guru-pendidikan-agama-islam/, diakses 14 Nop 2011
materi muamalah dapat divisualkan proses transaksi bank-bank Islam, transaksi jual beli dan
sebagainya.
materi aqidah dapat dapat divisualisasikan contoh-contoh-contoh ciptaan Allah atau peristiwa-
peristiwa yang menakjubkan sebagai bukti kekuasaan Allah dan sifat-sifatnya yang terkandung
dalam Asma al-Husna.
sejarah peradaban Islam dapat ditayangkan film tentang perjuangan nabi (selain nabi boleh
divisualkan) seperti perang badar dan perang uhud. Film tentang penyebaran Islam di Nusantara
(wali songo) yang menyebarkan Islam melalui bisnis dan perdagangan, film tentang tokoh saintis
muslim seperti Ibnu Sina, al-Ghazali, dan sebagainya.
bidang seni dapat divisualkan tentang keindahan seni kaligrafi, seni nasyid, seni sastra, dan
sebagainya.
Oleh karena itu perlunya guru PAI membekali dirinya dengan ketrampilan pemanfaatan
teknologi dan senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang berhubungan langsung
dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang berkaitan agar dapat membantu pemahaman
siswa. Selain itu Guru Agama juga harus memiliki kompetensi profesional dalam hal
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam terkait dengan mata pelajaran lainnya
(sains) dan mengerti tujuan proses pembelajaran terhadap materi yang diajarkan dan hasil yang
akan didapat, serta melengkapi dengan kompetensi-kompetensi lainnya sebagaimana telah
diuraikan di muka.
III PENUTUP
Penggunaan informasi dan teknologi (IT) sangat dibutuhkan dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam, baik dilihat secara filosofis maupun praktis. Informasi dan teknologi
adalah alat bantu yang berfungsi mempermudah kebehasilan tujuan pembelajaran PAI. IT
memiliki nilai positif dan negatif. Oleh karena itu, guru dan siswa harus memiliki daya kritis
dalam menggunakan kecanggihan IT untuk hal-hal yang positif dan menghindari penggunaan IT
untuk hal-hal yang berdampak negative. Teknologi miliki peran yang sangat besar, yaitu mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran PAI, memudahkan riset, membantu guru dan dosen dalam
menjelaskan konsep dan ide dengan cara yang lebih mudah. IT juga mampu menyajikan
pembelajaran lebih menarik.
IT merupakan fasilitas yang wajib disediakan oleh pihak sekolah atau universitas, karena guru
dan dosen berhak mendapatkan fasilitas IT, baik dari segi pelatihan dan penyediaan sarananya.
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang cerdas komprehensif dan cerdas
kompetitif serta menguasai sains dan teknologi merupakan salah satu kunci sukses dalam
menghadapi globalisasi. Guru dan murid yang trampil dalam menggunakan komputer dan
mengakses informasi dari internet memudahkan dalam integrasi Pendidikan Agama Islam
dengan sains dan teknologi.
Dalam kaitannya dengan integrasi pendidikan Agama Islam dengan sains dan
teknologi, dibutuhkan sistem pendidikan yang kurikulumnya memadukan antara sains dengan
pendidikan agama. Karena dalam Islam tidak pernah mendikotomikan (memisahkan dengan
tanpa saling terkait) antara ilmu-ilmu agama dan umum. Pendidikan Agama Islam yang terdiri
atas Al-Qur’an-Hadis, Akidah Akhlaq, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam menjadi
motivator, pembimbing dan dinamisator bagi pengembangan kualitas IQ (Intelligent Quotient),
EQ (Emotional Quotient), CQ (Creativity Quotient), dan EQ Spiritual Quotient). PAI merupakan
inti, sehingga bahan-bahan kajian yang termuat dalam sains dan pelajaran umum lainnya di
samping harus mengembangkan kualitas IQ, EQ, CQ, dan SQ, juga harus dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai Islam (PAI).
Pengembangan semua bahan kajian atau mata pelajaran tersebut harus didukung oleh
guru dan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi pedagogis religious, personal religious,
social religious dan professional religious, yang juga mengembangkan kualitas IQ, EQ, CQ dan
SQ serta didukung oleh media dan sumber belajar dan/fasilitas serta dana yang memadai.
Sebagai konsekuensinya, guru PAI dan guru-guru mata pelajaran lainnya harus saling
berinteraksi secara kompak dan melakukan interkoneksi mulai dari pengembangan perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran.
Selain itu guru PAI membekali dirinya dengan ketrampilan pemanfaatan teknologi
dan senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang berhubungan langsung dengan materi
pelajaran, dan hal-hal lainnya yang berkaitan agar dapat membantu pemahaman siswa. Selain itu
Guru Agama juga harus memiliki kompetensi guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut
guru untuk memiliki kompetensi pedagogis, personal, profesional, dan sosial.
Sistem belajar mengajar inovatif dan kreatif perlu digalakkan di lembaga-lembaga
pendidikan Islam pada khususnya dan dalam kegiatan belajar mengajar agama di sekolah-
sekolah umum pada semua jenjang. Sistem belajar mengajar yang taklidi (dogmatis) dalam
Pendidikan Agama Islam harus segera ditinggalkan. Guru Agama atau Dosen perlu menjalin
hubungan akrab dengan para ilmuan muslim dalam sains dan teknologi khususnya, untuk
bertukar pikiran masalah-masalah keagamaan terkait kedua bidang tersebut atau studi banding ke
tempat-tempat perindustrian besar seperti pembuatan alat-alat transportasi dan komunikasi,
tempat peternakan, pengawetan makanan dan minuman dan lain sebagainya. Dengan melihat
fakta langsung di lapangan, para guru dan dosen agama mampu menjelaskan tentang sains dan
teknologi juga bidang-bidang lainnya yang terkait dengan materi agama yang diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar. 1994)
http://blog.uin-malang.ac.id/ahmadbarizi/2010/06/26/panduan-riset-integrasi-sains-dan-islam/, diakses 5 Nopember 2011.
http://fahrurrozi.com/kompetensi-guru-pendidikan-agama-islam/, diakses 14 Nop 2011
http://kusmardiyanto-islamadalahkebenaran.blogspot.com/2009/01/memahami-perbedaan-makna-antara-ilmu.html, diakses 15 Nop 2011.
http://www.al-shia.org/html/id/books/001/02.html, diakses 5 Nopember 2011
http:/www.scribd.com/doc/36601185/Iptek-Dalam-Islam, diakses 11 Nopember 2011
Jujun S. Suriasumantri, Filasafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009)
Kementerian Pendidikan Nasional, http://www.kemdiknas.go.id/media/103777/permen _27_2008.pdf, diakses 6 Nop 2011.
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta : Bumi Aksara, 1995)
Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Amissco, 1996)
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2011)
---------------------,. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Di Sekolah , (Bandung ; Rosdakarya., 2001)
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2005 )
Sapiudin Shidiq,Pembelajaran Pai Membutuhkan Informasi Teknologi , http://didaktika.fitk-uinjkt.ac.id/2010/02/pembelajaran-pai-membutuhkan-informasi_19.html, diakses 8 Nopember 2011
Samsul Nizar dan Muhammad Syarifudin, Isu-Isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010)
Sulaiman Nordin, Sains Menurut Perspektif Islam, terj. Munfa’ati, (Kuala Lumpur, Dwi rama,2000)
STUDI INTEGRASI SAINS DAN ISLAM
Oleh: Hamdan Husien Batubara
A. Pendahuluan
Hingga saat ini, anggapan Agama dan ilmu adalah dua hal yang sulit dipertemukan
karena memiliki wilayah masing-masing, baik dari segi objek formal dan material, metodologi,
kriteria kebenaran, maupun teori-teorinya. Bukti sejarah di Barat mengenai hubungan ilmu dan
Agama seperti gereja menolak teori Heliosentris Galileo, sedangkan Isaac Newton dan tokoh
ilmu-ilmu sekular menempatkankan Tuhan sebagai penutup sementara untuk hal yang tak bisa
dipecahkan oleh ilmu mereka. Begitu hal itu terpecahkan campur tangan Tuhan tidak lagi
diperlukan.Sebaliknya di dunia Timur, dalam dunia keIslaman, pengajaran ilmu Agama Islam
semakin terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berakibat pada
kehidupan dan kesejahteraan umat manusia.
Banyak orang pandai dan cerdik namun miskin nilai-nilai spiritual dan moralitas,
kemajuan teknologi membuat orang berpikiran materialis dan individualis, dengan hasrat yang
meluap-luap dan hanya mencari kenikmatan semu. Tampaknya hal ini pun sudah mewabah di
Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sebuah sistem pendidikan yang mampu menyatukan
nilai-nilai Agama dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat menghasilkan individu yang tidak
hanya memiliki skill di bidang keilmuan dan teknologi tetapi juga memiliki kesadaran religius
agar tidak terjerumus dalam arus perkembangan global saat ini. Tulisan ini mencoba
memberikan satu contoh formulasi ataupun konsep integrasi ilmu dengan Agama Islam.
B. Urgensi Integrasi Sains dan Islam
1. Konsepsi Islam Tentang Sains
Agama dalam arti luas adalah wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan timbal balik
antara manusia dan tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik,
sosial maupun budaya. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika, moral,
akhlak, kebijaksanaan dan dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.26[1] Allah
SWT berfirman dalam surat al-Kahfi ayat 109:
26[1] Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11
@è% öq©9 tb%x. ã�óst7ø9$# #YŠ#y‰ÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 ’În1u‘ y‰ÏÿuZs9 ã�óst6ø9$# Ÿ@ö7s% br& y‰xÿZs? àM»yJÎ=x. ’În1u‘ öqs9ur
$uZ÷¥Å_ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YŠy‰tB ÇÊÉÒÈ “Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
Agama menyediakan tolak ukur kebenaran ilmu (dharuriyyah; benar, salah),
bagaimana ilmu diproduksi (hajiyah; baik,buruk), dan tujuan-tujuan ilmu (tahsiniyah; manfaat,
merugikan). Ilmu yang lahir dari induk Agama akan menjadi ilmu yang bersifat objektif. Maka,
ilmu yang dihasilkan oleh orang beriman, adalah ilmu untuk seluruh umat, bukan untuk salah
satu pengikut Agama.27[2]
Sebelum kita membahas tentang integrasi ilmu dan Agama, perlu diketahui konsep
ilmu dalam pandangan Islam. Berikut beberapa pengertian ilmu yang penulis himpun dari
pendapat umum maupun dari ilmuan muslim:
a. Dalam Ensiklopedia Indonesia yang dikutip oleh Budi Handrianto, ilmu pengetahuan adalah
suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode
tertentu.28[3]
b. Ashley Montagu menyebutkan, “Science is a sistematized knowledge derived from observation,
study, and experimentation carried on order to determine the nature of principles of what being
studied.”29[4] (Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sistematis yang diperoleh dari
observasi, pembelajaran, dan percobaan untuk menentukan sifat alami dan prinpsip-prinsip dari
apa yang dipelajari).
c. Ibnu Taimiyah menyebutkan ilmu adalah sebuah pengetahuan yang berdasar pada dalil (bukti)
baik yang berupa wahyu (al-naql al-mushaddaq) atau dari hasil penelitian ilmiah (al-bahts al-
muhaqqaq).30[5]
27[2] Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 12
28[3] Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2010), hlm, 45
29[4] Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2010), hlm, 44
Imam al-Ghazali membedakan ilmu menjadi dua; Pertama, ilmu Agama yakni ilmu yang
diperoleh dari ajaran Nabi SAW dan wahyu, Kedua, ilmu nonAgama yang dikelompokkan
kepada ilmu yang terpuji (mahmud), dibolehkan (mubah), dan tercela (mudzmum).31[6] Ilmu
Agama masuk dalam kategori fardu‘ain, sedangkan ilmu nonAgama yang berguna untuk
kehidupan sehari-hari termasuk fardu kifayah.
d. Al-Ghazali Dalam konteks pengembangan ilmu ia membagi ilmu itu kepada dua bagian,
pertama, ilmu fardhu'ain, yang wajib di tuntut oleh setiap muslim seperti ilmu tauhid, dan hal-
hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah mahdhah (syari'ah). Kedua, ilmu yang wajib
dicari dan menjadi tanggung jawab sekelompok umat Islam yang diistilahkan dengan fardhu
kifayah, seperti ilmu kesehatan, fisika, kimia, matematika dan lain-lain. Hanya sayang sekali
pengggolongan ilmu yang dibuat imam al-Ghazali ditangkap secara tidak tepat oleh generasi
penerusnya, sehingga perhatian mereka terhadap ilu fardhu kifayah tersebut sangat kurang,
bahkan diabaikan. Padahal Al-Ghazali sendiri seorang figur ilmuan besar yang menguasai
disiplin ilmu Agama, filsafat, maupum yang selama ini dianggap ilmu "umum".32[7]
Di dalam Islam tidak ada yang namanya batasan dalam menuntut ilmu, selama ilmu tersebut
memberikan manfaat bahkan ilmu hitam juga boleh untuk menuntutnya untuk sekadar
mengetahui. Pentingnya mempelajari ilmu-ilmu selain ilmu Agama menurut al-Qur’an dan
sunnah bisa didasari beberapa alasan, yaitu:
a. Jika pengetahuan merupakan persyaratan untuk pencapaian tujuan-tujuan Islam dalam hal
syariah, maka mencari ilmu tersebut merupakan kewajiban untuk memenuhi kewajiban syariah.
Misalnya, mempelajari ilmu obat-obatan karena kesehatan merupakan hal penting dalam Islam.33
[8]
30[5] Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2010), hlm, 49-50
31[6] Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 3
32[7] Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. xi
33[8] Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 14
b. Al-Qur’an menghendaki umat Islam menjadi umat yang agung dan mulia sehingga tidak
bergantung kepada orang kafir. Oleh karena itu umat Islam harus memiliki keahlian di berbagai
bidang, sehingga memiliki spesialis hebat dan teknisi handal.34[9]
c. Manusia telah diperintahkan dalam al-Qur’an (QS.Qaf [50]: 6-8) untuk mempelajari sistem dan
skema penciptaan, keajaiban-keajaiban alam dan sebagainya.35[10]
óOn=sùr& (#ÿrã�ÝàZtƒ ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# ôMßgs%öqsù y#ø‹x. $y »g oYø‹t^t/ $y »g ¨Yƒy—ur $tBur $olm; `ÏB 8lrã�èù ÇÏÈ uÚö‘F{$#ur $y »g tR÷Šy‰tB
$uZøŠs)ø9r&ur $p Žk Ïù zÓÅ›ºuru‘ $uZ÷Fu;/Rr&ur $p Žk Ïù `ÏB Èe@ä. £l÷ry— 8kŠÎgt/ ÇÐÈ ZouŽÅÇö7s? 3“t�ø.ÏŒur Èe@ä3Ï9
7‰ö6tã 5=ŠÏY•B ÇÑÈ “Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? dan
Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami
tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi
pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah)”.
d. Ilmu tentang hukum-hukum alam, karakteristik benda-benda dan organisme dapat berguna untuk
memperbaiki kondisi hidup manusia.36[11]
2. Urgensi Integrasi Sains Dan Islam Dalam
pelaksanaan pendidikan memiliki dua misi utama yaitu pembinaan daya intelektual dan
pembinaan daya moral, Mensinergikan sains dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat
penting, bahkan keharusan, karena dengan mengabaikan nilai-nilai Agama dalam perkembangan
sains dan tekhnologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya pada orde
sosial-kemanusiaan, tetapi juga pada orde kosmos atau alam semesta ini. Dampak negatif dari
kecendurungan mengabaikan nilai-nilai (moral Agama) bisa kita lihat secara emperik pada
perilaku korup dan lain sebagaianya yang dilakukan oleh manusi dimuka bumi ini dengan
munggunakan kekuatan sains dan tekhnologi.37[12] Namun tampaknya dalam realitas kehidupan
terjadi ketimpangan, dimana misi pertama lebih diutamakan Ilmu tanpa Agama sehingga
34[9] Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Men urut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 15
35[10] Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 16
36[11] Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 20
37[12]Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. xi-xii
mengakibatkan timbulnya krisis moral,kapitalis, materialistis hingga menjatuhkan harkat derajat
atau kualitas "khairi ummah" yang kemudian menjadi penyebab krisis alam dan sumber daya.
Sebenarnya pembinaan intelektual dan moral dapat dikembalikan pada hakikat ilmu
pengetahuan yaitu; (1) ontologi ilmu pengetahuan yang menekankan pada kemampuan spiritual,
(2) epistemologi ilmu pengetahuan yang menjamin pembinaan kemampuan intelektual, dan (3)
etika ilmu pengetahuan yang lebih menjamin pada pembinaan kemampuan moral.38[13]
Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan
sebagaimana yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang mewajibkan
penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata pendidikan sebagai bentuk kesadaran
bersama untuk mencapai kualitas hidup yang utuh.39[14]
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern
bisa dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat
duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan.
Kesadaran ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu
Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling
menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan
sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi ilmu berarti adanya penguasaan sains dan
teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.40[15]
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan
menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimilki dengan
diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi dianggap
sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri di
berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan teknologi.41[16]
38[13] Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm, 138
39[14] Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm, 256
40[15] U Maman Kh, Urgensi Memadukan Kembali Sains dan Teknologi dengan Islam, http://www.pusbangsitek.com diakses tanggal 24 Nopember 2011
41[16] Turmudi, dkk, Islam, Sains dan Teknologi Menggagas Bangunan Keilmuan Fakultas Sains dan Teknologi Islami Masa Depan, (Malang: UIN Maliki Press, 2006), hlm, xv
Agama, dalam hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi atau
pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan yang
menyeluruh (holistik). Orientasi dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan ilmu
umum haruslah diintegrasikan secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara
Agama dan sains dapat disinergikan secara fleksibel, dan link and match.42[17]
Konsep integralisme monistik dalam perspektif Islam adalah sebuah paradigma
unifikasi bagi ilmu-ilmu kealaman dan keagamaan, tidak hanya menyatukan ilmu-ilmu tersebut
tetapi juga menjadi paradigma ilmu-ilmu kemasyarakatan dan kemanusiaan. Islam tidak hanya
menjadi sudut pandang atau pelengkap tetapi menjadi pengawal dari setiap perbuatan/kerja
sains.43[18]
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan
antara Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk membuktikan
bahwa Agama (Islam) bukan Agama yang kolot yang tidak menerima kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka dan wahyu (al-qur’an) merupakan
sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim satu hal menurut penulis yang mesti kita pikirkan bahwa Penyebab
Islam dalam kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah "kalau bangsa-bangsa
lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana
mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk untuk
menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan seperti halnya
kunut, bismillah, bid'ah, do'a jama'ah, zikir ba'da shalat, dan lain sebagainya".44[19]
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal
sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu, baik ilmu Agama maupun
ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu umum itu juga merupakan
ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/ tersirat) sebut saja misalnya Ibn
Miskawaih (320-412/ 932-1032), Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-
42[17] Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm, 260
43[18] Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm, 260 & 261
44[19] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. ix-x
1111) Ibn Rusd, Ibn Thufail dan seterusya. Mereka adalah para figur intelektual muslim yang
memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini. Jika
pada awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan
Bahasa, maka pada periode berikutnya , setelah kemenangan Islam di berbagai wilayah, kajian
tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan
ilmu-ilmu sosial lainnya. Kenyataan ini bisa dibuktikan pada masa kegemilangan/keemasan
antara abad 8-15 M, dari Dinasti Abbasiyyah (750-1258 M) hingga jatunya Granada tahun
1492M.45[20]
Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa munculnya
para ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual muslim yang direbut pada
masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan menurut beliau inilah yang mesti
direbut kembali dengan dalih ilmu itu merupakan daur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke
Bangsa Arab (Islam) dan sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insya Allah akan
dapat kita raih kembali46[21]
C. Metode Formulasi Integrasi Sains Dan Islam
Untuk terwujudnya model Integrasi sains dan Islam dalam lembaga pendidikan Islam,
perlu diadakan tahapan-tahapan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan Kitab Suci Sebagai Basis atau Sumber Utama Ilmu
Memposisikan kitab suci (Al-Qur'an, Injil, Weda, Taurat dan Zabur) sebagai basis atau
sumber utama Ilmu masing-masing yang bersangkutan, maka kedepan dapat diharapkan akan
lahir pribadi-pribadi dalam masyarakat yang memiliki kekokohan dalam pemahaman,
penghayatan dan pengamalan Agamanya sekaligus juga professional dalam bidang ilmu modern
yang ditekuninya.47[22]
Alquran da hadis dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber ayat-ayat
qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran-penalaran yang logis diletakkan
sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah. Dengan memposisikan Alquran dan hadis sebagai sumber
45[20] Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. x-xi
46[21] Neneng Dara Affiah, Pidato ilmiah dalam diskusi & peluncuran buku Pembaruan Pemikiran Islam, Malang, 28 November 2011
47[22] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 66
ilmu, maka dapat ditelusuri semua cabang ilmu mempunyai dasar yang bersifat konsep di
dalamnya. Ilmu hukum mislanya, sebagai rumpun ilmu sosial maka dikembangkan dengan
mencari penjelasan-penjelasan pada Alquran dan hadis sebagai ayat qauliyyah sedangkan hasil-
hasil dengan melalui observasi, eksperiment, dan penalaran logis sebagai ayat-ayat yang
kauniyyah.48[23] Berbagai ilmu yang dikembangkan dengan memposisikan ayat yang qauliyyah
dan ayat yang kauniyyah sebagai sumber utama maka dikotomi ilmu (memisah-misahkan ilmu
umum dan Agama) yang begitu marak dipersoalkan selama ini dapat terselesaikan.
Sebagaimana wataknya yang universal itu, Alquran dan hadis dapat dijadikan sebagai
sumber sagala ilmu pengetahuan dan tidak sebatas ilmu pendidkan yang sejenis dengan ilmu
tarbiyyah, ilmu hukum dengan ilmu syari'ah, ilmu filsafat dengan ilmu ushuluddin, ilmu bahasa
dan sastra dengan ilmu adab, dan komunikasi dengan ilmu dakwah. Namun ilmu fisika, ilmu
biologi, ilmu kimia, ilmu psikologi, ilmu pertanian dan semua ilmu lainnya dapat dicarikan
informasinya di dalam Alquran, sekalipun tidak langsung bersifat teknis melainkan bersifat
umum yang dapat ditelusuri dengan ayat-ayat-Nya yang bersifat kauniyyah.49[24]
Sementara tingkat pemahan kaum muslimin saat ini hanya dipandang sebatas menyangkut
tentang tata cara beribadah, merawat anak yang baru lahir, persoalah pernikahan, zakat, haji dan
lain sebagainya yang selalu bersifat normatif. Padahal Alquran juga berbicara tentang konsep
tentang ketuhanan, penciptaan, persoalan manusia dan prilakunya, alam dan seisinya serta
petunjuk tentang keselamatan manusia dan alam. Jika ilmu pengetahuan juga menyangkut itu
semua, maka tidak ada salahnya semua hal tersebut dapat ditelusuri dari kitab suci Alquran dan
hadis.50[25]
2. Memperluas Batas Materi Kajian Islam & Menghindari Dikotomi Ilmu
Sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa kita pungkiri bahwa semua lembaga pendidikan
Islam, baik di tingkat ibtidaiyah hingga sampai ke pergurtuan tinggi, juga yang terjadi di podok
48[23] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 30
49[24] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 31
50[25] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 31
pesantren, ketika orang menyebut pelajaran Agama, maka yang muncul adalah pelajaran tauhid,
pelajaran fiqih, pelajaran akhlak, dan tasawuf, pelajaran Alquran dan hadis, pelajaran tarikh dan
bahasa arab. Demikian pula jika kita meninjau ke perguruan tinggi Agama Islam, maka yang
datang dalam pikiran kita adalah adanya Fakultas Syari'ah, Fakultas Tarbiyyah, Fakultas
Ushuluddin, Fakultas Dakwah dan Fakultas Adab. Penyebutan hal yang demikian
sesunggunhnya bukanlah dikatakan keliru.51[26] Namun, persoalnnya dalah bahwa selama ini
telah dipahami bahwa ajaran Islam itu bersifat Universal. Oleh karenanya jika sebatas yang
disebut diatas sebagai lingkup ajaran Islam, maka akan timbul pertanyaan dimana
sesunggunhnya letak ke Universalan ajaran Islam itu?
Rumusan tentang lingkup ajaran Islam seperti itu ternyata berlaku sejak lama dan terjadi
disemua belahan dunia ini. Sebagai misal kita lihat Universitatas Islam Al-Azhar di Kairo telah
berdiri sejak 1000 tahun lalu, pembidangan ilmu masih seperti itu juga terjadi, cara memandang
ilmu secara dikotomi seperti diatas juga terjadi. Disana ada fakultas-fakultas ilmu Agama, seperti
Fakultas Syari'ah, Fakultas Tarbiyyah, Fakultas Ushuluddin Fakultas Dakwah dan lain, persis
seperti yang terjadi di Indonesia. Disana juga ada Fakultas Tekhnik, Fakultas Kedokteran,
Fakultas Ekonomi dan lain-lain masih tetap terpisah dari Fakultas Agama sebagaimana
disebutkan diatas. Bahkan informasi yang terakhir didapat khusus bagi mahasisiwa yang
mengambil fakultas Agama dibebaskan dari biaya pendidikan dengan maksud biar tetap ada
mahasiswa yang memasuki fakultas-fakultas tersebut.52[27]
Lebih parah lagi dikotomi ilmu dalam studi Islam terkait erat dengan pembagian kelompok
ilmu Islam dalam pengertian ilmu Agama sebagaimana dikemukakan dimuka. Dlam hal ini
sangat berimbas pada kemunculan dikotomi kelembagaan dalam pendidikan Islam. Dampak
negatif yang paling mendasar adalah bahwa muncul pula istilah sekolah-sekolah Agama dan
sekolah-sekolah umum. Sekolah Agama berbasis pada ilmu-ilmu "Agama" sedangkan sekolah
umum berbasis kepada ilmu-ilmu "Umum".53[28] Kehadiran dikotomi sekolah umum pada satu
51[26] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 37
52[27] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 38
53[28] Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 215
sisi dan sekolah madrasah yang merupakan perwakilan sekolah Agama penulis memahami
adalah merupaka wujud konkret timbulnya dikotomi dalam pendidikan Islam.
Dari kenyataan ini, dapat dipahami bahwa dikotominya ilmu yang selama ini selalu
dipersoalkan mungkin merupakan kemauan umat Islam itu sendiri atau memang perguruan tinggi
Agama Islam yang ada di dunia ini masih belum bisa mengintegrasikan ilmu Agama dengan
ilmu umum. Masalah ini memang tidak mudah untuk jawab melainkan butuh perumusan-
perumusan yang matang dan gagasan-gagasan yang lebih tajam. sebagai seorang sarjana Muslim
kita dituntut untuk turut andil atas keterpurukan Islam dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi
sebagaimana yang kita rasakan saat ini.
Dari keterpurukan umat Islam sebagaimana yang dikemukakan di muka, Alhamdulillah
(segala puji bagi Tuhan sang pencipta) belakangan ini sudah ada gagasan-gagasan untuk
meninggalkan keterpurukan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pikiran-pikiran, pembaharuan-
pembaharuan yang berkembang saat ini, yang mengatakan bahwa tidak selayaknya ilmu dilihat
secara terpisah antara ilmu Agama dan ilmu umum. Munculnya beberapa Universitas Islam
Negeri di Indonesia seperti UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Syarif Qosim Pekanbaru Riau, salah satu
misinya adalah untuk mengembangkan ilmu ilmu yang bersifat integratif antara ilmu Agama dan
ilmu umum.54[29]
3. Menumbuhkan Pribadi Yang Berkarakter Ulul Albab
Apa? Siapa? Dimana? Dan bagaimana yang dikatakan Ulul Albab itu? Itulah yang
selalu datang dalam benak penulis untuk merumuskan tentang karakter Ulul Albab tersebut
dengan tujuan untuk terwujudnya manusia-manusia yang memiliki kedalaman spritual,
keagungan akhlaq, keluasan intelektual dan kematangan profesional.
Istilah Ulul Albab adalah merupakan bahasa Alquran, maka untuk memahaminya
kita membutuhkan kajian-kajian yang mendalam terhadap nash-nash yang berbicara tentang Ulul
Albab tersebut, baik dari segi makna lughawi maupun kandungan kesan dan pesan makna yang
terdapat didalamnnya.
Secara lughawi kata Albab adalah bentuk jamak dari lubb yang berarti "saripati
sesuatu" misalnya, kacang tanah memiliki kulit yang menutupi isinya dan isi kulit (kacang tanah)
54[29] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. 39
tersebut dinamakan lubb (saripati). Dengan demikian Ulul Albab adalah orang orang yang
memiliki akal yang murni, yang tidak diselimuti oleh kulit, yakni kabut (kemaksiatan) yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir.55[30] Dalam kaitan dengan hal yang dikemukkan di
muka tersebut dalam Q.S. Ali Imran ayat 189-191 Allah menjelaskana tentang tanda-tanda
kemurnian berpikir orang yang dikategorikan Ulul Albab tersebut.
¬!ur "Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka".
Kata Ulul Albab disebut sebanyak enam belas kali dalam Al-Qur’an. Ulul Albab
yang melukisakan sebagai orang yang diberi hikmah (QSAl-Baqarah [2]: 269); yang mampu
menagkap pelajaran dari sejarah umat terdahulu (QSYusuf [12]: 111); kritis dalam mendengar
pembicaraan dan ungkapan pemikiran dan pendapat orang (QSAl-Zumar [39]: 18); tidak
mengenal lelah dalam menuntut Ilmu (QSAli Imran [3]:7) dengan merenungkan ciptaan Allah di
langit dan yang dibumi serta meperhatikan semua ciptaannaya yang dijadikan dari air sebagai
sumber kehidupan tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya (QSAli Imran [3]: 190 dan QS Al-
Zumar [39]: 21) dan mengambil pelajaran dari kitab yang diwahyukan Allah SWT (QSShad
[38]: 29,43 QS al-Mu'min [40]: 54, dan QS Ali Imran [3]: 7); sanggup mempertahankan
keyakinan dalam diri dan tidak terpesona dengan banyaknya kemaksiatan yang pernah dilakukan
(QS Al-Maidah [5]: 100); berupaya menyampaikan peringatan Allah kepada dan mengajari
mereka prinsip mengesakan Allah (QSIbrahim [14]: 52); melaksanakan janji kepada Allah,
bersabar, member infaq, da menolak kejelekan dengan kebaikan (QSAl-Ra'd [13]: 19-22);
bangun tengah malam dan melaksanakan dengan ruku dan sujud kehadapan Allah (QSAl-Zumar
[39]: 9) serta banyak berzikir (QSAli Imran [3]: 190); dan terakhir tidak ada yang ditakuti di
dunia ini melainkan hanya Allah SWT semata (QSAl-Baqarah [2]: 197; QSAl-Maidah [5]: 100;
QS Al-Ra'd [13]: 21; QS Al-Thalaq [65]; 10).56[31]
55[30] Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. xxiii
Dari beberapa ayat yang disebutkan dimuka, ada dua hal yang paling mendasar yang
dapat dikategorikan sebaga Ulul Albab, yaitu zikir dan fikir. Zikir itu mencakup pikir atau pikir
itu terkandung dalam pengertian zikir sebeb dalam zikir terkandung unsur pikir. Sebaliknya juga,
di dalam pikir terkandung pula zikir. Kata fakkara sering dimaknai dengan "to reflect" atau
"refleksi", dalam bahasa Indonesia ungkapan ini mengandung unsur makna "merenung". Dapat
dipahami bahwa orang yang merenungkan atau memikirkan semua ciptaan Allah adalah
termasuk juga zikir.57[32]
Untuk lebih rinci tentang karakteristik Ulul Albab sebagaimana yang enam belas kali
di ungkapkan dalam Alquran, dapat diformulasikan sebagai berikut:
"Ulul Albab adalah orang yang : (1) memiliki akal pikiran yang murni dan jernih serta mata hati yang tajam dalam menagkap fenomena yang dihadapi, memamfaatkan kalbu untuk zikir kepada Allah dan memamfaatkan akal (pikiran) untuk mengungkap rahasia alam semesta, giat melakukan kajian dan penelitian untuk kemaslahatan hidup, suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan dan kebenaran)-Nya dan berusaha menangkap pelajaran darinya, serta berusaha mencari petunjuk dan pelajaran dari fenomena historik atau kisah-kisah terdahulu; (2) selalu sadar diri akan kehadiran Tuhan dalam segala situasi dan kondisi; (3) lebih mementingkan kualitas hidup (jasmani dan rohani); (4) mampu menyelesaikan masalah dengan adil; (5) siap dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat; (6) mampu memilih dan menerapkan jalan yang benar dan baik yang diridhoi oleh-Nya serta mampu membedakan mana yang lebih bermanfaat dan menguntungkan dan mana pula yang kurang bermanfaat dan menguntungkan bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat; (7) menghargai khazanah intelektual dari para pemikir, cendikiawan atau ilmuan sebelumnya; (8) bersikap terbuka dan kritis terhadap pendapat, ide atau teori dari manapun datangnya, untuk selanjutnya berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti pendapat, idea tau teori yang terbaik; (9) mampu dan bersedia mengajar, mendidik orang lain berdasar ajaran dan nilai-nilai Ilahi dengan cara baik dan benar; (10) sabar dan tahan uji walaupun ditimpa musibah dan diganggu oleh syetan (jin dan manusia); (11) sadar dan peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup; dan (12) tidak mau membuat onar, keresahan dan kerusakan, serta berbuat maker di masyarakat".58[33]
Untuk menumbuhkan dari beberapa karakteristik Ulul Albab sebagaimana yang
dikemukakan di muka, ada beberapa hal yang bisa kita dilakukan untuk mewujudkannya yakni:
Perama, umat Islam harus mampu memanfaatkan sarana tekhnologi yang kian
terjangkau hingga ke pedesaan sebagai alat perjuangan (jihad)-nya. Artinya, sarana tekhnologi
56[31] Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, (Jogjakarta: Arruz Media, 2009), hlm. 62
57[32] Ahmad Barizi, Menjadi Guru Unggul, (Jogjakarta: Arruz Media, 2009), hlm. 63
58[33] Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. xxv
perlu dijadikan sebagai alat perjuangan umat Islam dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dan
bukan sebaliknya sebagai penghalang bagi kreativitas berfikir dan berbuat bagi perubahan untuk
kemajuan. Dengan demikian umat Islam tidak hanya dapat mengucapkan masya Allah ketika
terkagum dengan temuan IPTEK, atau mengucapkan astaghfirullah ketika temuan IPTEK
membuat malapetaka. Kedua, umat Islam harus secara terus menerus meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas IPTEK dan IMTAK secara bersamaan, atau peningkatan diri
kearah kekokohan spiritual, moral dan intelektual. Ketiga, proses modernisasi adalah sesuatu
yang meniscayakan bagi perombakan sistem pendidikan Islam, mulai dari paradigma, konsep,
kerangka kerja, dan evaluasi.59[34] Dari beberapa hal yang dikemukakan dimuka semoga (insya
Allah) sistem pendidikan Islam yang berwawasan Ulul al-Albab dapat diwujudkan.
Untuk mengetahui dimana keberadaan Ulul Albab berada, jawabnya sangat erat
kaitannya dengan pribadi-piribadi seorang muslim. Maksu dari erta kaitannya dengan pribadi-
pribadi muslim adalah bahwa seorang muslima lah yang membaca diri, sadar diri dan evaluasi
diri bahwa uda bagaimana dan seperti apa wujud dari Ulul Albab tersebut sudah dapat dicapai,
yang pasti tanda-tanda sudah begitu jelas digambarkan Oleh Allah SWT di dalam Alquran dan
Hadis Nabi Muhammad SAW.
Untuk itu Islam sangat berharap dari generasi ke generasi, lahir individu-individu
berkarakter Ulul Albab yang mampu menciptakan lompatan-lompatan besar, yang pada
gilirannya, menjadi batu loncatan bagi timbulnya peradaban, kebudayaan dan manusia-manusia
yang dinamis dan kreatif yang bernuansakan Islam. Kehadiran Ulul Albab sangat kita harapkan
mampu menjadi pelopor dalam peciptaan ukhuwah Islamiah dalam arti yang sangat luas, yang
memiliki kesalehan individual dan sekaligus kesalehan sosial.
4. Menelusuri Ayat-ayat Dalam Alquran yang Berbicara Tentang Sains
Menelusuri ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang sains adalah merupakan bentuk
langkah yang sangat vital untuk terintegrasinya sains dan Islam. Seterusnya bahwa kebenaran
Alquran itu merupakan relevan dengan ilmu pengetahuan (sains) yang saat ini sangat pesat
berkembang. Sebagai contoh beberapa ayat Alquran yang berbicara tentang Sains dapat disimak
sebagai berikut:
a. Air Susu dan Urgensinya Bagi Bayi Yang Baru Lahir.
59[34] Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif akar tradisi & keilmuan pendidikan ilsam (Malang: UIN Press, 2011), hlm. 6-7
Dalam Alquran surah an-Nahl ayat 66 disebutkan:
¨bÎ)urj9 "Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu.
Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih
antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya".
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama bagi bayi dan yang sangta baik dan tidak
ada tandingannya, meskipun susu formula termahal yang ada di pasaran dunia. Dari hasil
penelitian para pakar dibidangnya, pemberian ASI terhadap bayi dapat bermanfaat antara lain:
menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernafasan, dan infeksi
telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi seperti:
penyakit alegi, obesitas, kurang gizi, asama, dan eksim. Selain itu, ASI dapat pula meningkatkan
IQ dan EQ anak.60[35]
Air susu ibu (ASI) adalah minuman/ makanan bergizi sempurna. Pada zaman modern ini
satu-satunya makanan/ minuman yang dapat dipercaya untuk kestabilan gizi anak dimasa bayi
adalah air susu ibu (ASI), sampai sekarang ini seberapa canggih dan seberapa hebatpun ilmu
pengetahuan tekhnologi belum ada tandingan dan ke hebatan gizi air susu ibu (ASI). Air susu
Ibu adalah terdiri dari susunan esensiil, yang dapat diandalkan membangun tubug bayi agar
hidup segar dan bugar. Air susu ibu mengandung protein, yang berfungsi untuk membangun sel-
sel tubuh dan pertumbuhan secara sempurna. Juga mengandung vitamin dan unsur-unsur panas
dan energy pada gulanya dan zat-zat lemaknya.61[36]
Ilmu kedokteran telah membuktikan hal sebagaimana dikemukakan dimuka , bahwa zat
lemak yang terdapat pada susu ibu adalah berupa butiran-butiran kecil dalam bentuk larutan dan
gula. Adapun setelah diadakan penelitian terhadap air susu ibu (ASI) sebagaimana dimaksud,
sekarang terbukti bahwa susu mangandung semua zat-zat terpenting untuk perkembangan dan
pertumbuhan sel tubuh manusia62[37]
60[35] Nur Chomaria, Panduan Terlengkap Pasca Melahirkan, (Surakarta: Cinta, 2011), hlm. 158
61[36] Lalu Ibrahim M. Thayyib, Keajaiban Sains Islam: Mengungkap Kebenaran Isi Alquran dan Hadis dengan Logika dan Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2010), hlm, 125
62[37] Lalu Ibrahim M. Thayyib, Keajaiban Sains Islam: Mengungkap Kebenaran Isi Alquran dan Hadis dengan Logika dan Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2010), hlm, 125
Untuk menuai hasil yang lebih optimal dalam menyusia anak/ bayi maka, menyusukannya
adalah selama dua tahun tanpa putus-putus hal ini sesuai dengan ayat Alquran surah Al-Baqarah
ayat 233 dengan anjuran supaya menyusui anak/ bayinya selama dua tahun penuh dengan
sempurna.
Menggantikan susu anak/ bayi dengan susu pasaran (susu kaleng) adalah merupakan
perbuatan penganiayaan dan penipuan terhadap anak. Yang bagus dan benar adalah bagaimana
memberikan makanan dan minuman yang baik, bergizi serta halal kepada ibunya supaya
menghasilkan air susu yang sempurna bagi bayi. Memberi makanan yang baik dan halal kepada
istiri dapat sekaligus memberi dua gizi terhadap anak, yakni gizi tubuh dan gizi rohani.
b. Anatomi Tubuh dan Bedah
Secara khusus memang tidak ada di dalam Alquran yang membicarakan tentang anatomi
tubuh dan bedah. Namun oleh para kalangan ulama tafsir melakukan intrpretasi dan ta'wil
terhadap ayat yang terdapat dalam surah Alam Nasyrah ayat 1-3 yang mengisyaratkan untuk
melaksanakan praktek pembedahan terhadap anggota tubuh untuk menghilangkan penyakit yang
dal didalamnya.63[38] Ayat tersebut adalah sebagaimana dibawah ini: óOs9r&!$# sß
"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu dan Kami telah menghilangkan
daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu"
Ayat diatas diperkuat juga dengan kisah yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dan
tarikh bahwa orang tua asuh Nabi SAW. Mengisahkan suatu ketika Nabi dan saudara laki-laki
angkatnya berada di belakang kemah bersama dengan kambing-kambing orang tua asuh Nabi.
Saat itu saudara laki-laki angkatnya berlari-lari dan meberitahukan kepada orang tua angkat Nabi
bahwa ada dua orang yang berpakain putih memegangi Nabi Muhammad SAW, lalu
membaringkannya kemudian mebelah perutnya dan mengaduk-ngaduk isinya. Orang tua asuh
Nabi bergegas untuk menemuinya dan mendapatinya dia dalam keadaan wajah yang pasi
(kelihatan pucat). Kemudian orang tua asuh Nabi menanyainya tentang hal apa yang telah
terjadi. Lalu Nabi berkata "ada dua orang yang berjubah putih datang dan membaringkan aku
serta mebedah perutku, memcari-cari sesuatu di dalamnya yang tidak aku ketahui".64[39]
63[38] Afzalul Rahman, Ensiklopediana Ilum dalam Al-Quran, (Bandung: PT. Mizan, 2007) hlm, 381
64[39] Afzalul Rahman, Ensiklopediana Ilum dalam Al-Quran, (Bandung: PT. Mizan, 2007) hlm, 381
Sebagaimana ayat yang dikutip di atas sangat relevan dengan peristiwa pembelahan perut
Nabi. Mungkin inilah yang telah mendorong pengobatan dengan tekhnik bedah serta merangsang
kajian tentang anatomi tubuh manusia pada masa-masa awal peradaban Islam. Kemungkinan
besar, kisah ini pun telah mendorong para dokter untuk mencoba mempraktekkan pengobatan
jenis tersebut. Satu hal yang unik, baju yang dikenakan/ dilambangkan sebagai dokter saat ini
adalah dengan seragam putih, hal ini sangat relevan dengan pakaian putih dua malaikat waktu
membedah perut Nabi Muhammad SAW.65[40] Hal ini juga tidaklah mengherankan jika kita
mendapati sejumlah catatan sejarah bahwa dokter terkenal seperti Ibnu Sina dan intelektual
muslim lainnya yang melakukan dan mengembangkan tekhnik bedah tersebut.
c. Tentang Hak Asasi Manusia
Semua warga Negara yanga ada Bumi ini memiliki dan menikmati hak-hak asasi terhadap
dirinya diantaranya adalah sebagai berikut: Hak untuk menetukan Agama (QS Al-Baqarah [2]:
256, QS Yunus [10]: 99), Hak untuk memiliki harta kekayaan (QSAl-Baqarah [2]: 188), hak
untuk berbeda pendapat (QS Al-Nisa' [4]: 59), hak Privasi (QS Al-Nur [24]: 27), hak berserikat
(QS Ali Imran [3]:104), hak untuk memperoleh penghidupan (QS Al-Dzariyat [51]: 19),
menghormati tanggung jawab personal (QS Al-An'am [6]: 164, QS Fathir [35]: 18)..66[41] Dan
lain sebagainya masih banyak di dalam Al-Quran yang membicarakan tentang tata cara
kehidupan, sesua dengan namanya petunjuk (huda) bagi orang-orang yang bertaqwa.
5. Mengembangkan Kurikulum Pendidikan di Lembaga Pendidikan
Dari hasil kajian berbagai disiplin ilmu dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan
pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral, krisis
spiritual. Anehnya, krisis ini menurut sebahagian pihak disebabkan karena keterpurukan dan
kegagalan pendidikan Agama.67[42] Agaknya penulis (dan umat Islam pada umumnya) kurang/
sama sekali tidak setuju dengan tuduhan tersebut, itu tidak lain hanyalah bentuk mengkambing
hitamkan Agama, bukankah permasalahan semestinya ditangani secara bersama. Mengutip apa
yang ditawarkan oleh Ahmad Barizi, untuk mengintegrasikan sains dan Islam dalam kurikulum
65[40] Afzalul Rahman, Ensiklopediana Ilum dalam Al-Quran, (Bandung: PT. Mizan, 2007) hlm, 382
66[41] Afzalul Rahman, Ensiklopediana Ilum dalam Al-Quran, (Bandung: PT. Mizan, 2007) hlm, 299-300.
67[42] Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm, xix
pendidikan di sekolah (SD, SMP, SMA/SMK) yakni, sebuah tawaran kurikulum, Kurikulum
Berbasis Integrasi Sains dan Islam (KBISI).
Untuk terwujudnya insan yang mempunyai Kedalaman Spritual, keagungan Akhlaq,
keluasan Intelektual dan kematangan Profesional, akan dapat di capai secara utuh jika berpadu/
tersinerginya ilmu Sains dan Islam (Agama) dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran
terpadu dan integratif tersebut, suatu masalah yang menggejala tidak bisa disalahkan kepada
guru tertentu. Misalnya, mengutif apa yang dijelsakan oleh Ahmad Barizi bahwa jika ada siswa
yang terjerat minuman-minuman keras guru bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung
jawab. Sebaliknya, jika ada siswa yang kurang peduli terhadap lingkungan hidup disekitarnya,
bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru IPA? Jika ada siswa yang kurang sopan dalam
berbicara dengan orang yang lebih tua, bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru
bahasa? Jika ada siswa yang kurang menghargai jasa-jasa para pendahulunya, bukankah itu juga
merupakan kegagalan dari guru sejarah/ IPS? Jika ada siswa suka hidup mewah dan boros di
sekolah, bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru matematika atau ekonomi?68[43]
Marilah kita jawab secara profesional tentang fenomena-fenomena sebagaimana yang
dikemukakan di muka, tanpa mengkambing hitamkan Agama. Tugas dan tanggung jawab atas
pendidikan Agama terhadap anak didik adalah tidak hanya diemban oleh guru Agama saja, tetapi
merupakan tanggung jawab sekolah secara komprehensif.69[44] Tumbuhnya kesadaran semua
pihak dalam memperbaiki akhlak moral peserta didik yang bigitu mengimbas terhadap akhlak
dan moral bangsa di mata dunia adalah satu-satunya yang kita rindukan.
D. Model Formulasi Integrasi Sains Dan Islam
1. Model Integrasi Sains dan Islam di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Formulasai dalam mengintegrasikian sains dengan Isalam (Agama) adalah bertujuan untuk
mengajak segenap umat manusia dan umat Islam pada khususnya bangkit dan kepala tegak untuk
"menyalakan kembali lentera peradaban Islam yang sempat padam" inilah kata-kata yang
mungkin dapat menggugah kesadaran umat Islam yang ditimpa keterpurukan Ilmu pengetahuan
dan tekhnologi dibanding dengan saudara-saudara kita dibelahan Negara Barat.
68[43] Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif akar tradisi & keilmuan pendidikan ilsam, (Malang: UIN Press, 2011), hlm, 31
69[44] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: PT. IMTIMA, 2007), hlm, 2
Problem yang pertama muncul dalam integrasi ilmu adalah adanya pemilahan ilmu. Orang
barat tidak menerima kebenaran ilmu Agama, atau tidak mengakui ilmu Agama sebagai suatu
disiplin ilmu (ilmu palsu), karena ilmu Agama berhubungan dengan objek-objek non fisik,
padahal menurut orang barat, sesuatu bisa dinamakan sebagai ilmu (science) jika objek-objeknya
empiris. Sedangakan dalam dunia Islam (ulama-ulama kolot) menganggap ilmu-ilmu yang
berasal dari Barat sebagai ilmu kafir, maka mempelajarinya dianggap bida'ah dan bahkan
dilarang. 70[45]
Pada mulanya, ilmu pengetahuan hanya mempunyai tiga varian saja, yaitu: ilmu alam , ilmu
sosial, ilmu humaniora. Umat Islam kemudian menambahkan satu varian lagi, yakni ilmu Agama
Islam, dalam lembaga pendidikan dikenal dengan istilah ushuluddin, dakwah, syariah, adab dan
tarbiyah. Dari sinilah sebenarnya yang memunculkan dikotomi dalam ilmu. Ada ilmu umum ada
pula ilmu Agama. Ilmu umum masuk dalam wilayah Kementrian Pendidikan Nasional dan
kebudayaan, sedangkan ilmu Agama masuk dalam garapan Kementrian Agama.71[46]
Melihat fenomena ini Imam Suprayogo mengatakan pandangan semacam ini perlu ada
kajian yang mendalam, apakah betul dikotomi itu bentuknya seperti ini. Bagaimana kalau
formatnya diganti. Ilmu Agama dipossisikan sebagai sumber ilmu. Dengan demikian cluster ilmu
tetap tiga yakni, ilmu sosial, ilmu alam dan ilmu humaniora. Adapun Agama dijadikan basis dari
semua ilmu tersebut.
Imam Suprayogo, sekarang menjabat sebagai Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
dalam mengintegrasikan ilmu dan Islam (Agama) mengatakan jika muncul pertanyaan-
perntanyaa akademik, yang pertama dilakukan adalah meninjau kepada Alquran dan hadis
tentang persoalan tersebut, Alquran dan hadis bicara apa. Karena Alquran itu universal, yang
isisnya adalah hal-hal yang pokok (qauliyyah) tidak langsung bicara teknis, disisi lain
bagaimana hasil eksperimen dan observasi penalaran logis (kauniyyah). Dalam dunia pendidikan
Islam Alquran dan hadis adalah ayat qauliyyah, sementara ilmu alam, ilmu sosial, humaniora
adalah ayat-ayat kauniyyah. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan atas dasar sumber ayat
70[45] Saefuddin dkk, On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm, 242
71[46] Saefuddin dkk, On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm, 319-320
qauliyyah dan ayat kauniyyah adalah gambaran sesungguhnya cara berpikir dunia pendidikan
Islam. Hal ini sesungguhnya merupakan model integrasi ilmu dan Islam (Agama).72[47]
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang salah satunya lembaga pendidikan tinggi Islam yang
menerapkan proses akademinknya memadu sains dan Agama. Struktur ilmu pengetahuan
diumpamakan sebuah pohon dimana pada sebuah pohon, terdapat akar, batang, dahan ranting,
daun dan buah-buahan yang segar. Agar dahannya kuat maka pohon harus memiliki akar yang
kokoh da kuat, begitu pula seterusnya dengan batang, ranting dan daun semua saling terkait satu
sama lain supaya menghasilkan buah yang segar.
Buah yang segar menggambarkan iman dan amal shalaih. Buah yang segar hanya akah
muncul dari pohon yang memiliki akar yang kuat mecakar ke bumi, batang, dahan, dan dau yang
lebat secara utuh. Buah yang segar tidak akan muncul dari akar dan pohon yang tidak memiliki
dahan, ranting dan daun yang lebat. Demikiasn juga buah yang segar tidak akan muncul dari
pohon yang hanya memiliki dahan, ranting, dan daun tanpa batang dan akar yang kokoh. Sebagai
sebuah pohon yang diharapkan melahirkan buah yang segar, haruslah secara sempurna terdiri
atas akar, batang, dahan, ranting, dan daun yang sehat dan segar pula. Tanpa itu semua mustahil
pohon tersebut melahirkan buah. Demikian pula ilmu yang tidak utuh, yang hanya sepotong-
sepotong akan seperti sebuah pohon yang tidak sempurna, ia tidak akan melahirkan buah yang
diharapkan, yakni keshalihan individual dan keshalihan sosial.73[48]
Adapun gambaran pohon yang dimaksud adalah sebagai berikut:74[49]
72[47] Saefuddin dkk, On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm, 320
73[48] Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Quran Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam (Malang: UIN Press, 2004), hlm, 51
74[49] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm, 57
Akar dari pohon ilmu tersebut adalah ilmu-ilmu alat, yakni bahasa arab bahasa Inggiris,
filsafat, ilmu alam, ilmu sosial. Akar pohon tersebut diharapkan kuat, artinya bahasa kuat, filsafat
kuat, lalu dipakai untuk mengkaji Alquran dan hadis, sirah nabawi, pemikiran Islam dan
sebagainya sedangkan dahan-dahannya itu untuk menggambarkan ilmu modren ilmu ekonomi,
ilmu polotik, hukum, peternakan, pertanian, tekhnologi dan seterusnya.
Seperti sebuah pohon, sari pati makanan itu mesti dari akar ke batang kemudian dari batang
ke dahan, ranting daun diasimilasi kemudian ke bawah dan itu harus dilihat sebagai sebuah
kesatuan. Maka begitulah ilmu pengetahuan. Semua terkait dan tidak bisa bisa dipisah-pisah
seenaknya saja tanpa dasar yang jelas. Mengikuti prinsip ilmu dalam pandangan Al-ghazali,
Batang kebawah mempelajarinya hukumnya fardhu 'ain, sedangkan dahan ke atas itu adalah
fardhu kifayah. Jadi tidak benar seperti yang selama ini di persepsikan orang seolah-olah batang
ke bawah tugasnya STAIN, IAIN, UIN dan Pesantren. Sedangkan dahan-dahannya tugas
tetangga kita Undip, Gajah Mada, Airlangga dan sebagainya. Tidak benar ada pembagian tugas
(dikotomi), batang kebawah miliknya PTAI, batang ke atas miliknya PTU. 75[50]
Ilustrasi dari Bapak Imam Suprayogo tentang konsep pohon ilmu "semua orang tua, hukum
shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Dan yang melaksanakan shalat jenazah adalah orang
yang sehari-hari sahalat lima waktu. Karena itu, jika kebetulan ada orang meniggal, lalu orang-
orang melaksanakan shalat jenazah. Hal ini bukan berarti mereka yang iku sahalat jenazah
75[50] Saefuddin dkk, On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm, 323
terbebas dari shalat wajib lima waktu".76[51] Demikianlah yang dimaksud dengan pohon ilmu
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk mewujudkan pohon ilmu di dunia nyata bukan pekerjaan yang sepele, untuk
mengimplementasikan gagasan tersebut bukanlah persoalan yang mudah.
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam mengimplementasikan pohon ilmu (integrasi
sain dan Islam) merumuskan sembilan aspek yang mesti di kembangkan dan direalisasilakan.
Sembilan aspek tersebut UIN malang menyebutnya sebagai Rukun Universitas. Pertama, harus
memiliki guru besar. Harus ada dosennya. Kedua,harus memiliki masjid yang betul-betul
berfungsi bukan semata sebagai simbol. Ketiga, harus ada Ma'had, harus ada pesantren.
Pesantren berfungsi sebagai sarana untuk membangun spritualitas dan akhlak yang agung.
Keempat. Perpustakaan. Kelima, memiliki Laboratorium. Keenam, ruang kuliah. Ketujuh,
perkantoran sebagai sarana pelayanan administrasi. Kedelapan, pusat-pusat pengembangan seni
dan olahraga. Dan Kesembiulan, sumber-sumber pendanaan yang luas dan kuat.77[52]
Dari Sembilan rukun Universitas tersebut, rukun ketiga yang menggabungkan antara
pesantern dan Universitas merupakan sarana yang dapat mendasari akan lahirnya ulama yang
intelek professional dan intelek professional yang ulama. Pesantrennya untuk menumbuhkan
keagungan akhlaq dan kedalaman spiritual adapun Universitas untuk mengembangkan keluasan
ilmu dan kematangan Profesional. Dengan demikian diharapkan nanti akan lahir Al-ghazali baru,
Ibnu Shina baru, al-Farabi baru dan lain sebagainya yang berhasil menguasai ilmu-ilmu Agama
dan juga ilmu-ilmu umum. Sungguh sebuah pekerjaan yang mulia.
Bagi pimpinan, dosen, tenaga administrasi, satpam, tukang sampah dan semua yang terkait
di dalam mengelola suatu lembaga pendidikan dianjurkan dan harus menampakkan sikap religius
dalam menjalankan tugasnya. Yakni, kejujuran, keadilan, ingin dirinya bermanfaat, rendah hati,
bekerja efisien, visi jauh ke depan, disiplin diri yang tinggi dan keseimbangan. Penanaman nilai-
nilai (uswatun hasanah) tersebut merupakan hal yang paling vital dalam menjalankan pekerjaan.
Dan ketika nilai-nilai tersebut mampu diterapkan secara kontiniu dan konsisten, maka akan
menjadi suatu budaya religius di lembaga pendidikan, dan budaya ini akan membentuk karakter
masyarakat lembaga pendidikan untuk bertindak dan berperilaku sesua dengan nilai-nilai religius
76[51] Saefuddin dkk, On Islamaic Civilization Menyalakan Kembali Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm, 323-324
77[52] Imam Suprayogo, Universitas Islam Unggul Refleksi Pemikiran Pengembangan Kelembagaan dan Reformulasi Paradigma Keilmuan Islam, (Malang: UIN Press, 2009), hlm,194
dimaksud.78[53] Terpuruknya sebuah Negara bukan satu-satunya karena rendahnya penguasaan
IPTEK, tetapi sangat syarat dengan kerusakan Akhlak dan moral manusia yang mengimbas
kepada rusaknya moral bangsa dan Negara di hadapan Tuhan dan di mata Dunia.
2. Model Integrasi Sains dan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sejak diresmikan sebagai UIN pada tahun 2002 UIN Jakarta memiliki agenda integrasi sains
dan Islam yang tercantum dalam visi dan misinya. Visi yang ingin mewujudkan “sebuah
lembaga yang terkemuka dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek keislaman,
keilmuan, kemanusiaan, dan keindonesiaan” didukung dengan misi yang jelas, disebutkan
agenda integrasi:
a. Melakukan reintegrasi keilmuan pada tingkat epistemologi, ontologi, dan aksiologi, sehingga
tidak ada lagi dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama.
b. Memberikan landasan moral terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
melakukan pencerahan dalam pembinaan iman dan takwa sehingga hal tersebut dapat sejalan.
c. Mengartikulasikan ajaran Islam secara ilmiah akademis ke dalam konteks kehidupan
masyarakat, sehingga tidak ada lagi jarak antara nilai dan perspektif agama dan sofistikasi
masyarakat.
Spirit integrasi ilmu pada visi dan misi tersebut dituangkan secara operasional dalam
kebijakan kurikulum, mulai dari penyusunan silabus, perumusan pokok bahasan, sampai cara
penyajian materi kuliah. Sebagai contoh kandungan isi seluruh mata kuliah dipandu dengan pola:
a. Mata kuliah keagamaan harus memuat: historical content, theoritical content, practical content,
case content, dan science and technology content.
b. Mata kuliah umum harus memuat: historical content, theoritical content, practical content, case
content, dan Islamic content.
Historical content adalah penjelasan sejarah lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan
sampai saat ini. Theoritical content adalah sajian serangkaian teori yang dikemukakan para ahli
dari setiap periode. Practical content adalah penjelasan manfaat ilmu untuk kehidupan. Case
content adalah penjelasan kasus nyata yang relevan dengan materi kuliah. Science and
technology content adalah upaya untuk menjelaskan makna ayat al-Qur’an dan hadis dari segi
sains dan teknologi untuk memperkuat keyakinan Islam dan mendorong pengembangan ilmu.
78[53] Agus Maimun & Agus Zaenul Fitri, Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif, (Malang: UIN Press, 2010), hlm, 117-119
Sedangkan Islamic content adalah prinsip dasar tauhid yang ditanamkan bahwa semua ilmu
bersumber dari Allah. Sehingga ilmu umum dan agama tersebut merupakan sesuatu yang
integral.79[54]
Dilihat dari penjelasan di atas terlihat integrasi sains dan Islam di UIN Jakarta terlihat masih
belum sepenuhnya dan sama dengan pola integrasi agama dan ilmu yang disampaikan oleh Ian
Ian G. Barbour yakni paradigma dialogis. Menurut Ian G. barbour paradigma dialogis adalah
konsep integrasi yang muncul dengan mempertimbangkan pra-anggapan dalam upaya ilmiah;
atau mengeksplorasi kesejajaran metode antara sains dan agama; atau menganalisis konsep
dalam satu bidang dengan konsep dalam bidang lain. Dalam bidang sains dan agama, dialog
menekankan kemiripan dalam pra-anggapan, metode, dan konsep.80[55]
Perubahan konsep pada UIN baik itu UIN Malang maupun UIN Jakarta sesungguhnya
memiliki satu keinginan yang sama yaitu mewujudkan atau merealisasikan gagasan tentang
integrasi ilmu agama dan umum dalam rangka mengakhiri perdebatan wacana tentang dikotomi
ilmu. UIN Jakarta dengan menggunakan paradigma integrasi ilmu dialogis dari Ian G. Barbour.
Sementara UIN Malang lebih memilih pendekatan Imam Al-Ghazali yang mengklasifikasikan
ilmu menjadi Fardlu ’ain dan fardlu Kifayah dengan metode ”takwil” yang diambil dari ilmu-
ilmu sosial. Budaya pendidikan yang dikembangkan disesuaikan dengan budaya universitas.
Artinya semangat perubahan universitas diikuti juga dengan semangat pengembangan budaya
yang berwawasan universitas juga baik yang ditunjukkan melalui riset-riset, publikasi hasil
penelitian dan lain-lain.
Kesimpulan
Berbagai penjelsan yang penulis kemukakan di atas dapat kita petik pemahanan bahwa Al-
Qur'an adalah bersifat Universal. Kalam Allah (Al-Qur'an) dalam pandangan Islam dibagi
menjadi dua. Pertama, yang menjelaslakan langsung dengan kitab-Nya disebut kalam Qauliyyah
dan kedua tanda-tanda yang ditemukan dengan cara penalaran logis (aka), empiris dan lain
sebagainya dinamakan dengan kalam kauniyyah.
79[54]Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri Wajah Baru Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 2009 ) h. 309-310
80[55]M. Cholid Zamzami, Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, http://dc300.4shared.com/doc/GG-ih58j/preview.html diakses tanggal 29 Desember 2011
Dikotomi ilmu yang selama ini selalu diperdebatkan dikalangan yang berbeda pandangan
tentang ilmu, ilmu Islam dan ilmu umum sebenarnya dapat kita selesaikan dengan menempatkan
dan memposisikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber ilmu bukan sebagai ilmu.
Adapun bentuk formulasi integrasi sains dan islam dapat kita wujudkan dengan cara:
menjadikan kitab suci sebagai basis atau sumber utama ilmu, memperluas batas materi kajian
islam & menghindari dikotomi ilmu, menumbuhkan pribadi yang berkarakter ulul albab,
menelusuri ayat-ayat dalam alquran yang berbicara tentang sains, mengembangkan kurikulum
pendidikan di lembaga pendidikan.
Dalam mengintegrasikan Sains dan Islam (Agama) dibutuhkan perumusan-perumusan yang
mendalam dan terprogram secara matang. Hadirnya (misi) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Syarif Qosim
Pekanbaru Riau, merupakan bentuk nyata dalam mengembangkan ilmu yang bersifat integratif
yakni memadu sains dan Islam (Agama) dalam proses pendidikan.
AINS DAN ISLAM
INTEGRASI SAINS DAN ISLAM
By Imam Munandar 06:48 No comments
A. Pengertian Integrasi
Kata “integrasi” berasal dari bahasa latin integer, yang berarti utuh atau menyeluruh.
Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi
kesatuan yang utuh atau bulat. Yang dimaksud dengan integrasi bangsa adalah proses penyatuan
berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam kesatuan wilayah dalam rangka pembentukan suatu
identitas nasional. Arti lainnya dari integer adalah tidak bercampur murni.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasisosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di
antara unsur-unsur yang saling berbeda dalamkehidupan masyarakat sehingga menghasilkan
pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasianfungsi.Definisi lain mengenai integrasi adalah
suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasidan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetapmempertahankan kebudayaan mereka masing-
masing.
Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu[1] :
a. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
b. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Sedangkan yang disebut integrasi
sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satusama lain itu adalah unsur-unsur sosial
atau kemasyarakatan.Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun
menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial
budaya.
B. Urgensi Integrasi Sains dan Islam
1. Konsepsi Islam Tentang Sains
Agama dalam arti luas adalah wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan timbal balik antara
manusia dan tuhan, manusia dengan sesama dan lingkungan hidup yang bersifat fisik, sosial maupun
budaya. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan
dapat pula menjadi teologi ilmu serta grand theory ilmu.[2] Allah SWT berfirman dalam surat al-Kahfi
ayat 109:
@è% öq©9 tb%x. ã�óst7ø9$# #YŠ#y‰ÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 ’În1u‘ y‰ÏÿuZs9 ã�óst6ø9$# Ÿ@ö7s% br& y‰xÿZs? àM»yJÎ=x. ’În1u‘ öqs9ur $uZ÷¥Å_
¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YŠy‰tB ÇÊÉÒÈ
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)".
Agama menyediakan tolak ukur kebenaran ilmu (dharuriyyah; benar, salah), bagaimana ilmu
diproduksi (hajiyah; baik,buruk), dan tujuan-tujuan ilmu (tahsiniyah; manfaat, merugikan). Ilmu yang
lahir dari induk Agama akan menjadi ilmu yang bersifat objektif. Maka, ilmu yang dihasilkan oleh orang
beriman, adalah ilmu untuk seluruh umat, bukan untuk salah satu pengikut Agama.
Dikotomi yang begitu ketat antara ilmu-ilmu agama dan sekuler, tentunya sangat disayangkan ,
karena telah mengarah pada pemisahan yang tidak bisa dipertemukan lagi antara kebudayaan dan
bahkan cenderung pada penolakan keabsahan masing-masing dengan menggunakan metode yang juga
sangat berbeda dari sudut jenis, dan prosedurnya. Demikian tegas pemisahan diantara mereka; sehingga
kedua kelompok ilmu tersebut seakan takkan pernah bisa dipersatukan, dan harus dikaji secara terpisah
dengan cara dan prosedur yang berlainan. Meskipun begitu bahwa dalam sistem ilmu yang integral-
holistik pemisahan tersebut masih bisa dibatasi dengan cara menemukan basis yang sama bagi
keduanya.
Sebelum kita membahas tentang integrasi ilmu dan Agama, perlu diketahui konsep ilmu dalam
pandangan Islam. Berikut beberapa pengertian ilmu dari pendapat umum maupun dari ilmuan muslim:
a. Dalam Ensiklopedia Indonesia yang dikutip oleh Budi Handrianto, ilmu pengetahuan adalah suatu sistem
dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang
dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu.[3]
b. Ashley Montagu menyebutkan, “Science is a sistematized knowledge derived from observation, study,
and experimentation carried on order to determine the nature of principles of what being
studied.”[4] (Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang sistematis yang diperoleh dari observasi,
pembelajaran, dan percobaan untuk menentukan sifat alami dan prinpsip-prinsip dari apa yang dipelajari).
c. Ibnu Taimiyah menyebutkan ilmu adalah sebuah pengetahuan yang berdasar pada dalil (bukti) baik yang
berupa wahyu (al-naql al-mushaddaq) atau dari hasil penelitian ilmiah (al-bahts al-muhaqqaq).
d. Imam al-Ghazali membedakan ilmu menjadi dua; Pertama, ilmu Agama yakni ilmu yang diperoleh dari
ajaran Nabi SAW dan wahyu, Kedua, ilmu nonAgama yang dikelompokkan kepada ilmu yang terpuji
(mahmud), dibolehkan (mubah), dan tercela (mudzmum).[5] Ilmu Agama masuk dalam kategori fardu‘ain,
sedangkan ilmu nonAgama yang berguna untuk kehidupan sehari-hari termasuk fardu kifayah.
e. Al-Ghazali Dalam konteks pengembangan ilmu ia membagi ilmu itu kepada dua
bagian, pertama, ilmu fardhu'ain, yang wajib di tuntut oleh setiap muslim seperti ilmu tauhid, dan hal-hal
yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah mahdhah (syari'ah).Kedua, ilmu yang wajib dicari dan
menjadi tanggung jawab sekelompok umat Islam yang diistilahkan dengan fardhu kifayah,seperti ilmu
kesehatan, fisika, kimia, matematika dan lain-lain. Hanya sayang sekali pengggolongan ilmu yang
dibuat imam al-Ghazali ditangkap secara tidak tepat oleh generasi penerusnya, sehingga perhatian
mereka terhadap ilu fardhu kifayah tersebut sangat kurang, bahkan diabaikan. Padahal Al-Ghazali sendiri
seorang figur ilmuan besar yang menguasai disiplin ilmu Agama, filsafat, maupum yang selama ini
dianggap ilmu "umum".[6]
Di dalam Islam tidak ada yang namanya batasan dalam menuntut ilmu, selama ilmu tersebut
memberikan manfaat bahkan ilmu hitam juga boleh untuk menuntutnya untuk sekadar mengetahui.
Pentingnya mempelajari ilmu-ilmu selain ilmu Agama menurut al-Qur’an dan sunnah bisa didasari
beberapa alasan, yaitu:
a. Jika pengetahuan merupakan persyaratan untuk pencapaian tujuan-tujuan Islam dalam hal syariah, maka
mencari ilmu tersebut merupakan kewajiban untuk memenuhi kewajiban syariah. Misalnya, mempelajari
ilmu obat-obatan karena kesehatan merupakan hal penting dalam Islam.[7]
b. Al-Qur’an menghendaki umat Islam menjadi umat yang agung dan mulia sehingga tidak bergantung
kepada orang kafir. Oleh karena itu umat Islam harus memiliki keahlian di berbagai bidang, sehingga
memiliki spesialis hebat dan teknisi handal.
c. Manusia telah diperintahkan dalam al-Qur’an (QS.Qaf: 6-8)untuk mempelajari sistem dan skema
penciptaan, keajaiban-keajaiban alam dan sebagainya .
óOn=sùr& (#ÿrã�ÝàZtƒ ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# ôMßgs%öqsù y#ø‹x. $y »g oYø‹t^t/ $y »g ¨Yƒy—ur $tBur $olm; `ÏB 8lrã�èù ÇÏÈ uÚö‘F{$#ur $y »g tR÷Šy‰tB $uZøŠs)ø9r&ur $p Žk Ïù zÓÅ›ºuru‘ $uZ÷Fu;/Rr&ur $p Žk Ïù `ÏB Èe@ä. £l÷ry— 8kŠÎgt/ ÇÐÈ ZouŽÅÇö7s? 3“t�ø.ÏŒur
Èe@ä3Ï9 7‰ö6tã 5=ŠÏY•B ÇÑÈ
“Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? dan Kami
hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan
padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan
bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah)”.
d. Ilmu tentang hukum-hukum alam, karakteristik benda-benda dan organisme dapat berguna untuk
memperbaiki kondisi hidup manusia.
2. Urgensi Integrasi Sains Dan Islam.
Dalampelaksanaan pendidikan memiliki dua misi utama yaitu pembinaan daya intelektual dan
pembinaan daya moral, Mensinergikan sains dan Islam (Agama) merupakan sesuatu yang sangat penting,
bahkan keharusan, karena dengan mengabaikan nilai-nilai Agama dalam perkembangan sains dan
tekhnologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya pada orde sosial-kemanusiaan,
tetapi juga pada orde kosmos atau alam semesta ini. Dampak negatif dari kecendurungan mengabaikan
nilai-nilai (moral Agama) bisa kita lihat secara emperik pada perilaku korup dan lain sebagaianya yang
dilakukan oleh manusi dimuka bumi ini dengan munggunakan kekuatan sains dan tekhnologi.[12] Namun
tampaknya dalam realitas kehidupan terjadi ketimpangan, dimana misi pertama lebih diutamakan Ilmu
tanpa Agama sehingga mengakibatkan timbulnya krisis moral,kapitalis, materialistis hingga menjatuhkan
harkat derajat atau kualitas "khairi ummah" yang kemudian menjadi penyebab krisis alam dan sumber
daya.
Sebenarnya pembinaan intelektual dan moral dapat dikembalikan pada hakikat ilmu pengetahuan
yaitu;
(1) ontologi ilmu pengetahuan yang menekankan pada kemampuan spiritual,
(2) epistemologi ilmu pengetahuan yang menjamin pembinaan kemampuan intelektual, dan (3) etika ilmu
pengetahuan yang lebih menjamin pada pembinaan kemampuan moral.
Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan sebagaimana yang
tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan
Agama pada semua strata pendidikan sebagai bentuk kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup
yang utuh.
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa dikatakan
sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu
dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan tersebut akan
muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan
kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama
menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi ilmu berarti
adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan sumber
daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimilki dengan diperkuat oleh spiritualitas yang
kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan
sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas
untuk perkembangan ilmu dan teknologi.[8]
Agama, dalam hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi atau pembenaran
terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan yang menyeluruh (holistik).
Orientasi dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan
secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan
secara fleksibel, dan link and match.
Konsep integralisme monistik dalam perspektif Islam adalah sebuah paradigma unifikasi bagi ilmu-
ilmu kealaman dan keagamaan, tidak hanya menyatukan ilmu-ilmu tersebut tetapi juga menjadi
paradigma ilmu-ilmu kemasyarakatan dan kemanusiaan. Islam tidak hanya menjadi sudut pandang atau
pelengkap tetapi menjadi pengawal dari setiap perbuatan/kerja sains.
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan antara Agama dan
sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan
Agama yang kolot yang tidak menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama
yang terbuka dan wahyu (al-qur’an) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim satu hal menurut penulis yang mesti kita pikirkan bahwa Penyebab Islam
dalam kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah "kalau bangsa-bangsa lain sudah
berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana mengirimkan pesawat
rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk untuk menyelesaikan problem-problem
yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan seperti halnya kunut, bismillah, bid'ah, do'a jama'ah,
zikir ba'da shalat, dan lain sebagainya".[9]
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal sejumlah figur
intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu, baik ilmu Agama maupun ilmu umum (sekalipun
pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam
tuhan yang kauniyah/ tersirat) sebut saja misalnya Ibn Miskawaih (320-412/ 932-1032),Ibn Sina (370-
428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-1111)Ibn Rusd, Ibn Thufail dan seterusya. Mereka adalah para
figur intelektual muslim yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat
modern sekarang ini. Jika pada awalnya kajian-kajian ke lslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis,
Kalam, Fiqih dan Bahasa, maka pada periode berikutnya , setelah kemenangan Islam di berbagai wilayah,
kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan ilmu-
ilmu sosial lainnya. Kenyataan ini bisa dibuktikan pada masa kegemilangan/keemasan antara abad 8-15
M, dari Dinasti Abbasiyyah (750-1258 M) hingga jatunya Granada tahun 1492M.
Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa munculnya para
ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual muslim yang direbut pada masa
kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan menurut beliau inilah yang mesti direbut kembali
dengan dalih ilmu itu merupakandaur (berputar) mulai dari Yunai berpindah ke Bangsa Arab (Islam) dan
sekarang di kuasai oleh Negara-negara Barat yang insya Allah akan dapat kita raih kembali.
C. Metode Formulasi Integrasi Sains Dan Islam
Untuk terwujudnya model Integrasi sains dan Islam dalam lembaga pendidikan Islam, perlu
diadakan tahapan-tahapan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan Kitab Suci Sebagai Basis atau Sumber Utama Ilmu
Memposisikan kitab suci (Al-Qur'an, Injil, Weda, Taurat dan Zabur) sebagai basis atau sumber
utama Ilmu masing-masing yang bersangkutan, maka kedepan dapat diharapkan akan lahir pribadi-
pribadi dalam masyarakat yang memiliki kekokohan dalam pemahaman, penghayatan dan pengamalan
Agamanya sekaligus juga professional dalam bidang ilmu modern yang ditekuninya.
Alquran dan hadis dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber ayat-
ayat qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran-penalaran yang logis diletakkan
sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah. Dengan memposisikan Alquran dan hadis sebagai sumber ilmu,
maka dapat ditelusuri semua cabang ilmu mempunyai dasar yang bersifat konsep di dalamnya.
Ilmu hukum mislanya, sebagai rumpun ilmu sosial maka dikembangkan dengan mencari penjelasan-
penjelasan pada Alquran dan hadis sebagai ayat qauliyyah sedangkan hasil-hasil dengan melalui
observasi, eksperiment, dan penalaran logis sebagai ayat-ayat yang kauniyyah. Berbagai ilmu yang
dikembangkan dengan memposisikan ayat yang qauliyyah dan ayat yang kauniyyah sebagai sumber
utama maka dikotomi ilmu (memisah-misahkan ilmu umum dan Agama) yang begitu marak dipersoalkan
selama ini dapat terselesaikan.
Sebagaimana wataknya yang universal itu, Alquran dan hadis dapat dijadikan sebagai sumber
sagala ilmu pengetahuan dan tidak sebatas ilmu pendidkan yang sejenis dengan ilmu tarbiyyah, ilmu
hukum dengan ilmu syari'ah, ilmu filsafat dengan ilmu ushuluddin, ilmu bahasa dan sastra dengan ilmu
adab, dan komunikasi dengan ilmu dakwah. Namun ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu kimia, ilmu psikologi,
ilmu pertanian dan semua ilmu lainnya dapat dicarikan informasinya di dalam Alquran, sekalipun tidak
langsung bersifat teknis melainkan bersifat umum yang dapat ditelusuri dengan ayat-ayat-Nya yang
bersifat kauniyyah.
Sementara tingkat pemahan kaum muslimin saat ini hanya dipandang sebatas menyangkut tentang
tata cara beribadah, merawat anak yang baru lahir, persoalah pernikahan, zakat, haji dan lain sebagainya
yang selalu bersifat normatif. Padahal Alquran juga berbicara tentang konsep tentang ketuhanan,
penciptaan, persoalan manusia dan prilakunya, alam dan seisinya serta petunjuk tentang keselamatan
manusia dan alam. Jika ilmu pengetahuan juga menyangkut itu semua, maka tidak ada salahnya semua
hal tersebut dapat ditelusuri dari kitab suci Alquran dan hadis.
2. Memperluas Batas Materi Kajian Islam & Menghindari Dikotomi Ilmu
Sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa kita pungkiri bahwa semua lembaga pendidikan Islam, baik
di tingkat ibtidaiyah hingga sampai ke pergurtuan tinggi, juga yang terjadi di podok pesantren, ketika
orang menyebut pelajaran Agama, maka yang muncul adalah pelajaran tauhid, pelajaran fiqih, pelajaran
akhlak, dan tasawuf, pelajaran Alquran dan hadis, pelajaran tarikh dan bahasa arab. Demikian pula jika
kita meninjau ke perguruan tinggi Agama Islam, maka yang datang dalam pikiran kita adalah adanya
Fakultas Syari'ah, Fakultas Tarbiyyah, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Dakwah dan Fakultas Adab.
Penyebutan hal yang demikian sesunggunhnya bukanlah dikatakan keliru. Namun, persoalnnya dalah
bahwa selama ini telah dipahami bahwa ajaran Islam itu bersifat Universal. Oleh karenanya jika sebatas
yang disebut diatas sebagai lingkup ajaran Islam, maka akan timbul pertanyaan dimana sesunggunhnya
letak ke Universalan ajaran Islam itu?
Rumusan tentang lingkup ajaran Islam seperti itu ternyata berlaku sejak lama dan terjadi disemua
belahan dunia ini. Sebagai misal kita lihat Universitatas Islam Al-Azhar di Kairo telah berdiri sejak 1000
tahun lalu, pembidangan ilmu masih seperti itu juga terjadi, cara memandang ilmu secara dikotomi seperti
diatas juga terjadi. Disana ada fakultas-fakultas ilmu Agama, seperti Fakultas Syari'ah, Fakultas
Tarbiyyah, Fakultas Ushuluddin Fakultas Dakwah dan lain, persis seperti yang terjadi di Indonesia.
Disana juga ada Fakultas Tekhnik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi dan lain-lain masih tetap
terpisah dari Fakultas Agama sebagaimana disebutkan diatas. Bahkan informasi yang terakhir didapat
khusus bagi mahasisiwa yang mengambil fakultas Agama dibebaskan dari biaya pendidikan dengan
maksud biar tetap ada mahasiswa yang memasuki fakultas-fakultas tersebut.
Lebih parah lagi dikotomi ilmu dalam studi Islam terkait erat dengan pembagian kelompok ilmu
Islam dalam pengertian ilmu Agama sebagaimana dikemukakan dimuka. Dlam hal ini sangat berimbas
pada kemunculan dikotomi kelembagaan dalam pendidikan Islam. Dampak negatif yang paling mendasar
adalah bahwa muncul pula istilah sekolah-sekolah Agama dan sekolah-sekolah umum. Sekolah Agama
berbasis pada ilmu-ilmu "Agama" sedangkan sekolah umum berbasis kepada ilmu-ilmu
"Umum". Kehadiran dikotomi sekolah umum pada satu sisi dan sekolah madrasah yang merupakan
perwakilan sekolah Agama penulis memahami adalah merupaka wujud konkret timbulnya dikotomi
dalam pendidikan Islam.
Dari kenyataan ini, dapat dipahami bahwa dikotominya ilmu yang selama ini selalu dipersoalkan
mungkin merupakan kemauan umat Islam itu sendiri atau memang perguruan tinggi Agama Islam yang
ada di dunia ini masih belum bisa mengintegrasikan ilmu Agama dengan ilmu umum. Masalah ini
memang tidak mudah untuk jawab melainkan butuh perumusan-perumusan yang matang dan gagasan-
gagasan yang lebih tajam. sebagai seorang sarjana Muslim kita dituntut untuk turut andil atas
keterpurukan Islam dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagaimana yang kita rasakan saat ini.
Dari keterpurukan umat Islam sebagaimana yang dikemukakan di muka, Alhamdulillah (segala puji
bagi Tuhan sang pencipta) belakangan ini sudah ada gagasan-gagasan untuk meninggalkan keterpurukan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pikiran-pikiran, pembaharuan-pembaharuan yang berkembang saat ini,
yang mengatakan bahwa tidak selayaknya ilmu dilihat secara terpisah antara ilmu Agama dan ilmu
umum. Munculnya beberapa Universitas Islam Negeri di Indonesia seperti UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Syarif Qosim
Pekanbaru Riau, salah satu misinya adalah untuk mengembangkan ilmu ilmu yang bersifat integratif
antara ilmu Agama dan ilmu umum.
3. Menumbuhkan Pribadi Yang Berkarakter Ulul Albab
Apa? Siapa? Dimana? Dan bagaimana yang dikatakan Ulul Albab itu? Itulah yang selalu datang
dalam benak penulis untuk merumuskan tentang karakter Ulul Albab tersebut dengan tujuan untuk
terwujudnya manusia-manusia yang memiliki kedalaman spritual, keagungan akhlaq, keluasan intelektual
dan kematangan profesional.
Istilah Ulul Albab adalah merupakan bahasa Alquran, maka untuk memahaminya kita
membutuhkan kajian-kajian yang mendalam terhadap nash-nash yang berbicara tentang Ulul
Albab tersebut, baik dari segi makna lughawi maupun kandungan kesan dan pesan makna yang terdapat
didalamnnya.
Secara lughawi kata Albab adalah bentuk jamak dari lubbyang berarti "saripati sesuatu" misalnya,
kacang tanah memiliki kulit yang menutupi isinya dan isi kulit (kacang tanah) tersebut
dinamakanlubb (saripati). Dengan demikian Ulul Albab adalah orang orang yang memiliki akal yang
murni, yang tidak diselimuti oleh kulit, yakni kabut (kemaksiatan) yang dapat melahirkan kerancuan
dalam berpikir. Dalam kaitan dengan hal yang dikemukkan di muka tersebut dalam Q.S. Ali Imran ayat
189-191 Allah menjelaskana tentang tanda-tanda kemurnian berpikir orang yang dikategorikanUlul
Albab tersebut.
¬!ur Û�ù=ãB ÏNºu »q yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur 3 ª!$#ur 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« í�ƒÏ‰s% ÇÊÑÒÈ žcÎ) ’Îû È,ù=yz ÏNºu »q yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í‘$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy ’Í<'r [T { É=»t6ø9F{$#
ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $V »J uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã�¤6xÿtGtƒur ’Îû È,ù=yz ÏNºu »q uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $uZ/u‘ $tB |Mø)n=yz #x‹»yd WxÏÜ»t/ y7o »Y ysö6ß™ $oYÉ)sù z>#x‹tã
Í‘$¨ 9Z $# ÇÊÒÊÈ
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka".
Kata Ulul Albab disebut sebanyak enam belas kali dalam Al-Qur’an. Ulul Albab yang melukisakan
sebagai orang yang diberi hikmah (QSAl-Baqarah [2]: 269); yang mampu menagkap pelajaran dari
sejarah umat terdahulu (QSYusuf [12]: 111); kritis dalam mendengar pembicaraan dan ungkapan
pemikiran dan pendapat orang (QSAl-Zumar [39]: 18); tidak mengenal lelah dalam menuntut Ilmu
(QSAli Imran [3]:7) dengan merenungkan ciptaan Allah di langit dan yang dibumi serta meperhatikan
semua ciptaannaya yang dijadikan dari air sebagai sumber kehidupan tumbuh-tumbuhan dan lain
sebagainya (QSAli Imran [3]: 190 dan QS Al-Zumar [39]: 21) dan mengambil pelajaran dari kitab yang
diwahyukan Allah SWT (QS.Shad [38]: 29,43 QS al-Mu'min [40]: 54, dan QS Ali Imran [3]: 7); sanggup
mempertahankan keyakinan dalam diri dan tidak terpesona dengan banyaknya kemaksiatan yang pernah
dilakukan (QS Al-Maidah [5]: 100); berupaya menyampaikan peringatan Allah kepada dan mengajari
mereka prinsip mengesakan Allah (QS. Ibrahim [14]: 52); melaksanakan janji kepada Allah, bersabar,
member infaq, da menolak kejelekan dengan kebaikan (QS. Al-Ra'd [13]: 19-22); bangun tengah malam
dan melaksanakan dengan ruku dan sujud kehadapan Allah (QS. Al-Zumar [39]: 9) serta banyak berzikir
(QS. Ali Imran [3]: 190); dan terakhir tidak ada yang ditakuti di dunia ini melainkan hanya Allah SWT
semata (QS. Al-Baqarah [2]: 197; QS. Al-Maidah [5]: 100; QS Al-Ra'd [13]: 21; QS Al-Thalaq [65]; 10).
Dari beberapa ayat yang disebutkan dimuka, ada dua hal yang paling mendasar yang dapat
dikategorikan sebaga Ulul Albab, yaitu zikir dan fikir. Zikir itu mencakup pikir atau pikir itu terkandung
dalam pengertian zikir sebeb dalam zikir terkandung unsur pikir. Sebaliknya juga, di dalam pikir
terkandung pula zikir. Kata fakkara sering dimaknai dengan "to reflect" atau "refleksi", dalam bahasa
Indonesia ungkapan ini mengandung unsur makna "merenung". Dapat dipahami bahwa orang yang
merenungkan atau memikirkan semua ciptaan Allah adalah termasuk juga zikir.
Untuk lebih rinci tentang karakteristik Ulul Albab sebagaimana yang enam belas kali di ungkapkan
dalam Alquran, dapat diformulasikan sebagai berikut:
"Ulul Albab adalah orang yang : (1) memiliki akal pikiran yang murni dan jernih serta mata hati yang
tajam dalam menagkap fenomena yang dihadapi, memamfaatkan kalbu untuk zikir kepada Allah dan
memamfaatkan akal (pikiran) untuk mengungkap rahasia alam semesta, giat melakukan kajian dan
penelitian untuk kemaslahatan hidup, suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan
dan kebenaran)-Nya dan berusaha menangkap pelajaran darinya, serta berusaha mencari petunjuk dan
pelajaran dari fenomena historik atau kisah-kisah terdahulu; (2) selalu sadar diri akan kehadiran Tuhan
dalam segala situasi dan kondisi; (3) lebih mementingkan kualitas hidup (jasmani dan rohani); (4) mampu
menyelesaikan masalah dengan adil; (5) siap dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dalam
kehidupan keluarga maupun masyarakat; (6) mampu memilih dan menerapkan jalan yang benar dan baik
yang diridhoi oleh-Nya serta mampu membedakan mana yang lebih bermanfaat dan menguntungkan dan
mana pula yang kurang bermanfaat dan menguntungkan bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat; (7)
menghargai khazanah intelektual dari para pemikir, cendikiawan atau ilmuan sebelumnya; (8) bersikap
terbuka dan kritis terhadap pendapat, ide atau teori dari manapun datangnya, untuk selanjutnya berusaha
dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti pendapat, idea tau teori yang terbaik; (9) mampu dan bersedia
mengajar, mendidik orang lain berdasar ajaran dan nilai-nilai Ilahi dengan cara baik dan benar; (10) sabar
dan tahan uji walaupun ditimpa musibah dan diganggu oleh syetan (jin dan manusia); (11) sadar dan
peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup; dan (12) tidak mau membuat onar, keresahan dan
kerusakan, serta berbuat maker di masyarakat".
Untuk menumbuhkan dari beberapa karakteristik Ulul Albabsebagaimana yang dikemukakan di
muka, ada beberapa hal yang bisa kita dilakukan untuk mewujudkannya yakni:
Perama, umat Islam harus mampu memanfaatkan sarana tekhnologi yang kian terjangkau hingga
ke pedesaan sebagai alat perjuangan (jihad)-nya. Artinya, sarana tekhnologi perlu dijadikan sebagai alat
perjuangan umat Islam dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dan bukan sebaliknya sebagai
penghalang bagi kreativitas berfikir dan berbuat bagi perubahan untuk kemajuan. Dengan demikian umat
Islam tidak hanya dapat mengucapkan masya Allahketika terkagum dengan temuan IPTEK, atau
mengucapkan astaghfirullah ketika temuan IPTEK membuat malapetaka.
Kedua,umat Islam harus secara terus menerus meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas IPTEK dan IMTAK secara bersamaan, atau peningkatan diri kearah kekokohan spiritual,
moral dan intelektual.
Ketiga, proses modernisasi adalah sesuatu yang meniscayakan bagi perombakan sistem
pendidikan Islam, mulai dari paradigma, konsep, kerangka kerja, dan evaluasi.[34] Dari
beberapa hal yang dikemukakan dimuka semoga (insya Allah) sistem pendidikan Islam yang
berwawasan Ulul al-Albab dapat diwujudkan.
Untuk mengetahui dimana keberadaan Ulul Albab berada, jawabnya sangat erat kaitannya dengan
pribadi-piribadi seorang muslim. Maksud dari serta kaitannya dengan pribadi-pribadi muslim adalah
bahwa seorang muslima lah yang membaca diri, sadar diri dan evaluasi diri bahwa uda bagaimana dan
seperti apa wujud dari Ulul Albab tersebut sudah dapat dicapai, yang pasti tanda-tanda sudah begitu jelas
digambarkan Oleh Allah SWT di dalam Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Untuk itu Islam sangat berharap dari generasi ke generasi, lahir individu-individu berkarakter Ulul
Albab yang mampu menciptakan lompatan-lompatan besar, yang pada gilirannya, menjadi batu loncatan
bagi timbulnya peradaban, kebudayaan dan manusia-manusia yang dinamis dan
kreatif yang bernuansakan Islam. Kehadiran Ulul Albabsangat kita harapkan mampu menjadi pelopor
dalam peciptaanukhuwah Islamiah dalam arti yang sangat luas, yang memilikikesalehan individual dan
sekaligus kesalehan sosial.
4. Menelusuri Ayat-ayat Dalam Alquran yang Berbicara Tentang Sains
Menelusuri ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang sains adalah merupakan bentuk langkah yang
sangat vital untuk terintegrasinya sains dan Islam. Seterusnya bahwa kebenaran Alquran itu merupakan
relevan dengan ilmu pengetahuan (sains) yang saat ini sangat pesat berkembang. Sebagai
contoh beberapa ayat Alquran yang berbicara tentang Sains dapat disimak sebagai berikut:
a. Air Susu dan Urgensinya Bagi Bayi Yang Baru Lahir.
Dalam Alquran surah an-Nahl ayat 66 disebutkan:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 ’Îû É »O yè÷RF{$# ZouŽö9Ïès9 ( /ä3‹É)ó¡�S $®ÿÊeE ’Îû ¾ÏmÏRqäÜç/ .`ÏB Èû÷üt/ 7^ö�sù 5QyŠur $·Yt7©9 $TÁÏ9%s{ $Zóͬ!$y™
tûüÎ/Ì�»¤±=Ïj9 ÇÏÏÈ
"Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih
antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya".
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama bagi bayi dan yang sangta baik dan tidak ada
tandingannya, meskipun susu formula termahal yang ada di pasaran dunia. Dari hasil penelitian para
pakar dibidangnya, pemberian ASI terhadap bayi dapat bermanfaat antara lain: menurunkan resiko
terjadinya penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernafasan, dan infeksi telinga. ASI juga bisa
menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi seperti: penyakit alegi, obesitas, kurang gizi,
asama, dan eksim. Selain itu, ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak.[35]
Air susu ibu (ASI) adalah minuman/ makanan bergizi sempurna. Pada zaman modern ini satu-
satunya makanan/ minuman yang dapat dipercaya untuk kestabilan gizi anak dimasa bayi adalah air susu
ibu (ASI), sampai sekarang ini seberapa canggih dan seberapa hebatpun ilmu pengetahuan tekhnologi
belum ada tandingan dan ke hebatan gizi air susu ibu (ASI). Air susu Ibu adalah terdiri dari susunan
esensiil, yang dapat diandalkan membangun tubug bayi agar hidup segar dan bugar. Air susu ibu
mengandung protein, yang berfungsi untuk membangun sel-sel tubuh dan pertumbuhan secara sempurna.
Juga mengandung vitamin dan unsur-unsur panas dan energy pada gulanya dan zat-zat lemaknya.
Ilmu kedokteran telah membuktikan hal sebagaimana dikemukakan dimuka , bahwa zat lemak
yang terdapat pada susu ibu adalah berupa butiran-butiran kecil dalam bentuk larutan dan gula. Adapun
setelah diadakan penelitian terhadap air susu ibu (ASI) sebagaimana dimaksud, sekarang terbukti bahwa
susu mangandung semua zat-zat terpenting untuk perkembangan dan pertumbuhan sel tubuh manusia.
Untuk menuai hasil yang lebih optimal dalam menyusia anak/ bayi maka, menyusukannya adalah
selama dua tahun tanpa putus-putus hal ini sesuai dengan ayat Alquran surah Al-Baqarah ayat233 dengan
anjuran supaya menyusui anak/ bayinya selama dua tahun penuh dengan sempurna.
Menggantikan susu anak/ bayi dengan susu pasaran (susu kaleng) adalah merupakan perbuatan
penganiayaan dan penipuan terhadap anak. Yang bagus dan benar adalah bagaimana memberikan
makanan dan minuman yang baik, bergizi serta halal kepada ibunya supaya menghasilkan air susu yang
sempurna bagi bayi. Memberi makanan yang baik dan halal kepada istiri dapat sekaligus memberi dua
gizi terhadap anak, yakni gizi tubuh dan gizi rohani.
b. Anatomi Tubuh dan Bedah
Secara khusus memang tidak ada di dalam Alquran yang membicarakan tentang anatomi tubuh dan
bedah. Namun oleh para kalangan ulama tafsir melakukan intrpretasi dan ta'wil terhadap ayat yang
terdapat dalam surah Alam Nasyrah ayat 1-3 yang mengisyaratkan untuk melaksanakan praktek
pembedahan terhadap anggota tubuh untuk menghilangkan penyakit yang dal didalamnya. Ayat tersebut
adalah sebagaimana dibawah ini:
"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu dan Kami telah menghilangkan daripadamu
bebanmu, yang memberatkan punggungmu"
Ayat diatas diperkuat juga dengan kisah yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dan tarikh
bahwa orang tua asuh Nabi SAW. Mengisahkan suatu ketika Nabi dan saudara laki-laki angkatnya berada
di belakang kemah bersama dengan kambing-kambing orang tua asuh Nabi. Saat itu saudara laki-laki
angkatnya berlari-lari dan meberitahukan kepada orang tua angkat Nabi bahwa ada dua orang yang
berpakain putih memegangi Nabi Muhammad SAW, lalu membaringkannya kemudian mebelah perutnya
dan mengaduk-ngaduk isinya. Orang tua asuh Nabi bergegas untuk menemuinya dan mendapatinya dia
dalam keadaan wajah yang pasi (kelihatan pucat). Kemudian orang tua asuh Nabi menanyainya tentang
hal apa yang telah terjadi. Lalu Nabi berkata "ada dua orang yang berjubah putih datang dan
membaringkan aku serta mebedah perutku, memcari-cari sesuatu di dalamnya yang tidak aku ketahui" .
[10]
Sebagaimana ayat yang dikutip di atas sangat relevan dengan peristiwa pembelahan perut Nabi.
Mungkin inilah yang telah mendorong pengobatan dengan tekhnik bedah serta merangsang kajian tentang
anatomi tubuh manusia pada masa-masa awal peradaban Islam. Kemungkinan besar, kisah ini pun telah
mendorong para dokter untuk mencoba mempraktekkan pengobatan jenis tersebut. Satu hal yang
unik, baju yang dikenakan/ dilambangkan sebagai dokter saat ini adalah dengan seragam putih, hal ini
sangat relevan dengan pakaian putih dua malaikat waktu membedah perut Nabi Muhammad SAW.
[40]Hal ini juga tidaklah mengherankan jika kita mendapati sejumlah catatan sejarah bahwa dokter
terkenal seperti Ibnu Sina dan intelektual muslim lainnya yang melakukan dan mengembangkan tekhnik
bedah tersebut.
c. Tentang Hak Asasi Manusia
Semua warga Negara yanga ada Bumi ini memiliki dan menikmati hak-hak asasi terhadap dirinya
diantaranya adalah sebagai berikut: Hak untuk menetukan Agama (QS Al-Baqarah [2]: 256, QS Yunus
[10]: 99), Hak untuk memiliki harta kekayaan (QSAl-Baqarah [2]: 188), hak untuk berbeda pendapat (QS
Al-Nisa' [4]: 59), hak Privasi (QS Al-Nur [24]: 27), hak berserikat (QS Ali Imran [3]:104), hak untuk
memperoleh penghidupan (QS Al-Dzariyat [51]: 19), menghormati tanggung jawab personal (QS Al-
An'am [6]: 164, QS Fathir [35]: 18). Dan lain sebagainya masih banyak di dalam Al-Quran yang
membicarakan tentang tata cara kehidupan, sesua dengan namanya petunjuk (huda) bagi orang-orang
yang bertaqwa.
5. Mengembangkan Kurikulum Pendidikan di Lembaga Pendidikan
Dari hasil kajian berbagai disiplin ilmu dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan
bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral, krisis spiritual. Anehnya, krisis
ini menurut sebahagian pihak disebabkan karena keterpurukan dan kegagalan pendidikan Agama.
[42] Agaknya penulis (dan umat Islam pada umumnya) kurang/ sama sekali tidak setuju dengan tuduhan
tersebut, itu tidak lain hanyalah bentuk mengkambing hitamkan Agama, bukankah permasalahan
semestinya ditangani secara bersama. Mengutip apa yang ditawarkan oleh Ahmad Barizi, untuk
mengintegrasikan sains dan Islam dalam kurikulum pendidikan di sekolah (SD, SMP, SMA/SMK) yakni,
sebuah tawaran kurikulum,Kurikulum Berbasis Integrasi Sains dan Islam (KBISI).
Untuk terwujudnya insan yang mempunyai Kedalaman Spritual, keagungan Akhlaq, keluasan
Intelektual dan kematangan Profesional, akan dapat di capai secara utuh jika berpadu/ tersinerginya ilmu
Sains dan Islam (Agama) dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu dan integratif
tersebut, suatu masalah yang menggejala tidak bisa disalahkan kepada guru tertentu. Misalnya, mengutif
apa yang dijelsakan oleh Ahmad Barizi bahwa jika ada siswa yang terjerat minuman-minuman keras
guru bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Sebaliknya, jika ada siswa yang kurang
peduli terhadap lingkungan hidup disekitarnya, bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru IPA?
Jika ada siswa yang kurang sopan dalam berbicara dengan orang yang lebih tua, bukankah itu juga
merupakan kegagalan dari guru bahasa? Jika ada siswa yang kurang menghargai jasa-jasa para
pendahulunya, bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru sejarah/ IPS? Jika ada siswa suka hidup
mewah dan boros di sekolah, bukankah itu juga merupakan kegagalan dari guru matematika atau
ekonomi?
Marilah kita jawab secara profesional tentang fenomena-fenomena sebagaimana yang dikemukakan
di muka, tanpa mengkambing hitamkan Agama. Tugas dan tanggung jawab atas pendidikan Agama
terhadap anak didik adalah tidak hanya diemban oleh guru Agamasaja, tetapi merupakan tanggung jawab
sekolah secara komprehensif. Tumbuhnya kesadaran semua pihak dalam memperbaiki akhlak moral
peserta didik yang bigitu mengimbas terhadap akhlak dan moral bangsa di mata dunia adalah satu-
satunya yang kita rindukan.
PENUTUP
Berbagai penjelasan di atas dapat kita petik pemahanan bahwa Al-Qur'an adalah bersifat Universal.
Kalam Allah (Al-Qur'an) dalam pandangan Islam dibagi menjadi dua. Pertama, yang menjelaslakan
langsung dengan kitab-Nya disebut kalam Qauliyyah dankedua tanda-tanda yang ditemukan dengan cara
penalaran logis (akal), empiris dan lain sebagainya dinamakan dengan kalam kauniyyah.
Dikotomi ilmu yang selama ini selalu diperdebatkan dikalangan yang berbeda pandangan tentang
ilmu, ilmu Islam dan ilmu umum sebenarnya dapat kita selesaikan dengan menempatkan dan
memposisikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber ilmu bukan sebagai ilmu.
Adapun bentuk formulasi integrasi sains dan islam dapat kita wujudkan dengan cara: menjadikan
kitab suci sebagai basis atau sumber utama ilmu, memperluas batas materi kajian islam & menghindari
dikotomi ilmu, menumbuhkan pribadi yang berkarakter ulul albab, menelusuri ayat-ayat dalam alquran
yang berbicara tentang sains, mengembangkan kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, Yogyakarta: Pilar
Religia, 2004
, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, Yogyakarta: Pilar
Religia, 2004
Handrianto, Budi , Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern, Jakarta: Pustaka al-
kautsar, 2010
Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003
Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, Malang:
Bayumedia, 2004
Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003
Turmudi, dkk, Islam, Sains dan Teknologi Menggagas Bangunan Keilmuan Fakultas Sains dan
Teknologi Islami Masa Depan, Malang: UIN Maliki Press, 2006
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, Malang: UIN-Malang
Press, 2006
http://www.scribd.com/doc/83019545/pengertian-integrasi
[1] http://www.scribd.com/doc/83019545/pengertian-integrasi
[2]. Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 11
[3] . Amin Abdullah, dkk, Integrasi Sains – Islam Mempertemukan Epistemologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004), hlm, 12
[4] . Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modern, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2010), hlm, 44
[5] . Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 3
[6] . Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama menuju Menuju Universitas Islam Masa Depan, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. xi
[7] . Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 14
[8] . Turmudi, dkk, Islam, Sains dan Teknologi Menggagas Bangunan Keilmuan Fakultas Sains dan Teknologi Islami Masa Depan,(Malang: UIN Maliki Press, 2006), hlm, xv
[9] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang: UIN-Malang Press, 2006), hlm. ix-x
[10] . Afzalul Rahman, Ensiklopediana Ilum dalam Al-Quran,(Bandung: PT. Mizan, 2007) hlm, 381
Desember 13, 2012 By inggitanggara