instrumen hisab rukyat...
TRANSCRIPT
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 1
MIZWALLA DAN ISTIWA’AINI,
INSTRUMEN HISAB RUKYAT KLASIK
Oleh:
Lutfi Nur Fadhilah
Universitas Islam Negeri Walisongo [email protected]
Abstrak
Perkembangan ilmu falak dari masa ke masa banyak memunculkan karya yang lahir dari para ahli ilmunya. Jika kita
melihat ke belakang, telah ada jam matahari atau sundial sekitar
1500 tahun SM yang digunakan oleh masyarakat Yunani dan Mesir kuno untuk mengetahui waktu dengan memanfaatkan bayangan
matahari dari tongkat yang berdiri. Kini sundial bukan hanya bisa
dimanfaatkan untuk mengetahui waktu. Melalui modifikasi Hendro Setyanto, sundial atau tongkat istiwak kini bisa dimanfaatkan untuk
mengukur kiblat dengan konsep kiblat setiap saat. Hasil modifikasi
tersebut menghasilkan alat baru yang dinamakan Mizwala Qibla
Finder. Mizwala Qibla Finder selain fungsi utamanya sebagai pengukur kiblat, juga mempunyai fungsi-fungsi yang lain, seperti
mengetahui arah utara sejati. Adapun Istiwaaini merupakan
sebuah alat yang dikonsep oleh Slamet Hambali dengan prinsip kerja sebagaimana theodolit yaitu menggunakan beda azimuth.
Sebagaimana mizwala qibla finder, istiwaaini juga dapat
digunakan untuk menentukan arah kiblat, utara sejati, waktu zuhur
dan asar, koordinat tempat, panjang bayangan dari tongkat, dan sebaliknya. Alat ini memiliki tingkat keakuratan yang tidak terlalu
signifikan dengan theodolit.
Kata Kunci: Mizwala, Istiwaaini, Hisab, Rukyat.
Pendahuluan
Ilmu falak merupakan ilmu yang turut berkembang dan
digunakan sebagai penentu waktu-waktu ibadah termasuk juga
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 2
penentu arah kiblat dan awal waktu salat. Dalam menentukan arah
kiblat, dewasa ini cenderung menggunakan alat-alat praktis. Alat–
alat yang digunakan sebagai instrumen dalam kajian ilmu falak ada
yang berupa alat–alat optik yang dalam penggunaannya memakai
bantuan lensa, dan alat-alat non optik yang dipandang masih
mampu mewakili kekuratan alat falak, mizwalla dan istiwaaini.
Mizwalla dan Istiwaaini bisa digunakan untuk menentukan
arah kiblat, awal waktu salat zuhur dan asar, utara sejati, dll dengan
memanfaatkan bayangan dari gnomon yang ada di atas bidang
dialnya. Untuk memperdalam pengetahuan terkait mizwalla dan
istiwaaini dalam kajian terhadap arah kiblat, waktu zuhur dan asar,
utara sejati, dan koordinat tempat lintang dan bujur, maka
pemakalah akan membahas mengenai mizwalla dan istiwaaini
dalam kajiannya sebagai instrumen hisab rukyat klasik.
A. Latar Belakang Mizwalla
Mizwala Qibla Finder merupakan suatu instrumen ilmu
falak yang cukup populer saat ini. Alat ini diciptakan oleh
Hendro Setyanto, yaitu seorang akademisi dan praktisi ilmu
falak yang aktif memasyarakatkan ilmu falak. Istilah Mizwala
berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata zāla-yazūlu-
zaulan yang berarti pergi atau berlalu.1 Dalam ilmu falak, istilah
zāla biasanya digunakan untuk menyandingkannya dengan kata
1 Adib Bisri & Munawwir AF., Kamus Indonesia – Arab al Bisri,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, t.th), 305.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 3
al-Syamsu menjadi zāla al-Syamsu atau zawāl al-Syamsu yang
berarti bergesernya Matahari.2 “Mizwala” merupakan isim alat
dari kata zāla yang mengikuti wazan mifʻalun yaitu instrumen
kuno yang digunakan sebagai penunjuk waktu melalui bayang-
bayang Matahari. Alat ini disebut juga dengan sāʻah al-
Syamsiyyah atau jam Matahari dan dalam bahasa Inggris disebut
dengan Sundial.3 Adapun Qibla Finder merupakan istilah dari
bahasa Inggris yang berarti pencari kiblat. Dengan demikian
Mizwala Qibla Finder merupakan jam Matahari yang berfungsi
untuk mengetahui arah kiblat.
Mizwala atau sundial sebenarnya merupakan sebuah
instrumen klasik yang dulu berfungsi sebagai penunjuk waktu.
Dalam sejarahnya, Mizwala diduga telah ada sejak 3500 tahun
sebelum masehi. Peninggalan jam matahari di Negara Mesir
yang masih ada hingga saat ini diperkirakan dibuat abad 8
sebelum masehi. Sedangkan pada abad ke-3 sebelum masehi,
tercatat ada seorang astronom Mesir-Yunani bernama Berossos
telah mengontruksi mizwala dengan bentuk setengah lingkaran.4
Hal ini menunjukan bahwa Mizwala atau jam Matahari sudah
lama digunakan oleh umat manusia.
2 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya:
Pustaka Progressif, 2007), 594. 3 Arwin Juli Rahmadi Butar-Butar, Khazanah Astronomi Islam
Abad Pertengahan, (Purwkerto: UM Purwokerto Press, 2016), 318. 4 Butar-Butar, Khazanah Astronomi...318.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 4
Dalam peradaban Islam, mizwala lebih banyak
berfungsi sebagai penentu waktu salat Ẓuhur dan Asar dengan
melihat bayangan dari gnomonnya. Sekitar tahun 700 M,
khalifah Umar bin Abdul Aziz tercatat pernah menggunakan
mizwala produk Yunani-Romawi sebagai penentu waktu Ẓuhur
dan Asar. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, mizwala
banyak direkonstruksi oleh ulama muslim seperti Ya’qub bin
Thariq, Ibrahim al-Fazari, Ibnu Ṣaffar dan juga al-Khawarizmi.5
Rekontruksi mizwala masih berlangsung hingga abad modern
saat ini, salah satunya adalah mizwala qibla finder yang dibuat
oleh Hendro Setyanto.
Gagasan pembuatan mizwala qibla finder oleh Hendro
Setyanto berawal pada tahun 2010, yaitu ketika ia mengikuti
Muktamar NU ke-XXXII di Makassar. Saat itu Hendro Setyanto
bertugas untuk memberi pengarahan tentang hisab rukyat
kepada peserta muktamar. Pada saat pelatihan penentuan arah
kiblat, para peserta merasa kebingungan dengan teori penentuan
arah kiblat menggunakan sundial yang disampaikan Hendro
Setyanto. Untuk menjawab kebingungan tersebut, Hendro
mencari solusi agar peserta dapat memahami teori yang telah
dipaparkan. Akhirnya ia coba menancapkan kertas pada sundial,
kemudian ia putar dengan memberi tanda nilai sudut pada
5 David A. King, ʻIlmu al-Falak wa al-Mujtamaʻ al-Islāmy,
(Markaz Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah: tt), 203-205.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 5
kertas.6 Dari sinilah ia menemukan ide untuk merekonstruksi
tongkat istiwak menjadi sebuah alat yang bisa digunakan untuk
menentukan arah kiblat secara akurat yang kemudian ia beri
nama mizwala qibla finder. Meskipun telah dimodifikasi
sebagai alat khusus untuk menentuan arah kiblat, namun
mizwala qibla finder tidak mengurangi fungsi dari mizwala
lainnya, bahkan mizwala qibla finder telah dirancang agar lebih
efisien dan mudah untuk digunakan.
B. Biografi Penemu Mizwala Qibla Finder
Hendro Setyanto, penemu gagasan modifikasi
sundial/tongkat istiwak menjadi sebuah alat penentu arah kiblat
yang cepat, praktis dan akurat, lahir di Semarang, 01 Oktober
1973 dari pasangan suami-isteri Slamet dan Rudiyatmi. Masa
Kecilnya dihabiskan di Semarang, di daerah Jl. Satria
Semarang.
Sejak Hendro di bangku Sekolah Menengah Pertama, ia
telah memiliki kecintaan pada ilmu Matematika dan IPA. Atas
permintaan orang tuanya, setamatnya dari SMP Hendro harus
melanjutkan pendidikan di Pesantren. Iapun melakukan
istikharah dan pilihannya jatuh pada sebuah Pesantren di
6 M. Umar Setiawan, Perancangan Aplikasi Perhitungan
Mizwala Qibla Finder dengan Java, (Semarang: IAIN Walisongo, 2013),
54.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 6
Mranggen Demak. Akan tetapi, berdasarkan saran seorang
kiyai, ia disarankan untuk melanjutkan pendidikannya di
Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.7
Hendro bersama orang tuanya menuju Jombang untuk
nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng. Awalnya, ia mendaftar
di Pondok Tahfidz (hafalan al-Qur’an), akan tetapi kecintaannya
terhadap ilmu Matematika menjadikannya tidak jadi nyantri di
Pondok Tahfidz. Alasan sederhana yang ia kemukakan adalah
tidak adanya mata pelajaran matematika di pondok tersebut.
Akhirnya ia memutuskan untuk masuk di Madrasah Aliyah
Salafiyah Syafi’iyah (MASS) Tebuireng dengan lokasi tidak
jauh dari Pondok Tahfidz. Di madrasah inilah ia belajar selama
tiga tahun hingga lulus pada tahun 1989.8 Walaupun ia
mencintai Matematika, ia belum memiliki keinginan untuk
mempelajari astronomi pada saat itu. Hanya saja ia mengenal
ilmu hisab atau yang lebih dikenal sebagai ilmu falak. Pada saat
itu Hendro kurang tertarik mendalami ilmu falak, karena
menurutnya kurang begitu menggoda. Pengetahuannya tentang
astronomi ia dapatkan melalui buku-buku bacaan. Akan tetapi
tetap saja ia tidak berminat mendalaminya. Ketika akan
7 Ade Mukhlas, Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Mizwala
Qibla Finder Karya Hendro Setyanto, Skripsi Sarjama Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang, tp, 2012, 51. 8 Mukhlas, Analisis ..., 51.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 7
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ia melihat brosur
nama-nama jurusan di Perguruan Tinggi. Dari sinilah
perkenalan Hendro dengan astronomi dimulai. Menurutnya
ilmu astronomi unik. Ia merasa penasaran dan tertantang untuk
mendalaminya. Setelah dipelajari lebih dalam ternyata ilmu ini
memiliki korelasi dengan ilmu falak yang dulu ia tertarik pun
tidak.9
Hendro memilih masuk di jurusan Astronomi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Institut
Teknologi Bandung (ITB). Semakin besar rasa ingin tahunya,
semakin keras ia mendalami ilmu ini. Suatu saat ia menyadari
bahwa ilmu falak sangat berhubungan dengan ilmu astronomi.
Akhirnya, Hendro pun mendalami ilmu falak. Selain menjadi
akademisi, Hendro aktif di berbagai kegiatan kampus. Ia
mendirikan forum kajian ilmu Falak “ZENITH”, menjadi
pemandu masyarakat di Observatorium Bosscha, Lembang.
Hendro menyelesaikan jenjang Strata 1 Jurusan Astronomi
tahun 2000, lalu ia melanjutkan pendidikannya di PascaSarjana
dengan Fakultas yang sama dan meraih gelar Magister tahun
2006. Pada awal karirnya, Hendro menjadi pegawai di
Observatorium Bosscha sebagai Koordinator Kunjungan
Publik. Selain itu, Hendro aktif sebagai anggota Lajnah
9 Mukhlas, Analisis ...,
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 8
Falakiyah Nahdlatul Ulama, ia menjadi bagian dari Tim Sistem
Hisab Rukyat (SiHiru), kerja sama Departemen Komunikasi
dan Informatika dengan Observatorium Bosscha-ITB. Kegiatan
lain yang sudah dilakukan Hendro adalah membuat rancangan
wisata khatulistiwa Pontianak (Kalimantan Barat) dan Mandah
(Riau). Ia juga menggagas kegiatan bertajuk Festival Gerhana
di area Candi Prambanan, Jawa Tengah. “Tujuan semua itu tak
sekadar bersenang-senang. Astronomi bisa memberikan
pengetahuan dan pendidikan baru yang berguna bagi
kesejahteraan dan martabat bangsa”. ujar Hendro.10
Kegemaran Hendro terhadap ilmu astronomi membuat
Hendro memikirkan masyarakat di sekitarnya. Ia berpikiran
memfasilitasi masyarakat sekitar agar mereka juga bisa melihat
keindahan alam semesta, khususnya generasi muda. Melalui
rasa resah dan impian tersebut, Hendro memiliki ide membuat
mobil observatory yang ia sebut dengan Indonesia Mobile
Astronomy (IMO). Mobil observatory ini adalah modifikasi dari
mobil Hi-jetnya, sehingga menjadi observatory berjalan. Pada
07 Mei 2009 Indonesia Mobile Observatory ini resmi
diluncurkan di Gedung Bentara Budaya Jakarta. Pada waktu itu
juga, Hendro dinobatkan sebagai Pengelola Observatorium
10 Cornelius Helmy, Hendro Setyanto dan Antusiasme pada
Astronomi, kompas online, Selasa, 28 Juli 2009.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 9
Keliling Pertama di Indonesia oleh Museum Rekor Indonesia
(MURI).11
C. Komponen-komponen Mizwala Qibla Finder
Mizwala atau sundial dalam arti luas adalah suatu
instrumen yang menggunakan gerakan matahari yang
menyebabkan suatu bayangan jatuh pada sebuah benda yang
menunjukkan berlalunya waktu.12 Mizwala qibla finder terdiri
dari tiga komponen penting, yaitu:
a. Bidang level, yaitu bagian paling dasar yang berfungsi
sebagai alas dari semua komponen. Bidang level ini juga
berfungsi sebagai pengatur kedataran dengan 3 kaki yang
terdapat pada bidang level ini, selain itu bidang level
dilengkapi dengan adanya kompas kecil sebagai paduan
arah.
11 Artikel Indonesia Mobile Observatory (IMO): It’s Launching
and Activities, diunduh di astronomy.itb.ac.id. 12 Lawrens E. Jones, Sundial and Geometry, (Glastonbury: North
American Sundial Society, 2005), 1.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 10
b. Bidang dial, yaitu bidang yang digunakan untuk
membentuk bayangan yang digunakan sebagai acuan
pengukuran. Bidang dial ini dilengkapi dengan
lingkaran-lingkaran kosentris sebagaimana tongkat
istiwa’ pada umumnya.
c. Gnomon, yaitu tongkat pembentuk bayangan yang
merupakan komponen utama dalam sundial. Pada
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 11
Mizwala ini terdapat satu gnomon yang terletak pada
pusat bidang dial.
Setelah semua komponen tersebut ada, maka
dirangkailah komponen-komponen tersebut menjadi satu
seperti pada gambar dibawah ini.
D. Menentukan Utara Sejati dengan Mizwala Qibla Finder.
Untuk menentukan arah utara sejati menggunakan
mizwala qibla finder, data-data yang diperlukan antara lain:
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 12
1. Lintang tempat (фx).
2. Bujur tempat (λx).
3. Bujur daerah (λd).
4. Waktu pengukuran (WD).
5. Deklinasi pada waktu pengukuran (δ).
6. Equation of time pada waktu pengukuran (e).
Setelah data-data tersebut diperoleh, yang akan kita
cari adalah azimuth bayangan matahari (mizwah). Untuk
menghitung nilai mizwah ada beberapa langkah sebagai
berikut:
1. Mencari sudut waktu matahari dengan rumus:
Jika waktu pengukuran pagi (sebelum zawāl) maka
hasilnya negatif (-), jika pengukurannya sore sesudah
zawāl maka hasilnya positif (+).
2. Mencari arah matahari dengan rumus sama dengan
mencari arah kiblat, hanya saja lintang Kakbah diganti
dengan deklinasi matahari dan selisih bujurnya diganti
dengan sudut waktu matahari, sudut waktu yang
digunakan dalam mencari arah matahari ini harus
dipositifkan, lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:
t = WD + e – (λd - λx) / 15 – 12 = ... x 15
Cotan A = tan δ x cos фx / sin t – sin фx / tan t
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 13
Jika deklinasi matahari bernilai positif (+) maka nilai
arah matahari juga bernilai positif (+), begitu juga jika
deklinasinya bernilai negatif (-). Oleh karena itu,
positif atau negatifnya nilai dari arah matahari itu
mengikuti positif atau negatifnya deklinasi matahari.
3. Menghitung azimuth matahari dengan kaidah sebagai
berikut:
4. Menghitung nilai mizwah, yaitu azimuth bayangan
matahari. Oleh karena mizwah merupakan azimuth
bayangan, maka nilai mizwah tersebut dapat diketahui
dengan menarik titik kebalikan dari azimuth matahari.
Jadi untuk menghitung nilai mizwah berlaku kaidah
sebagai berikut:
Azimuth Matahari Mizwah
< 180 (kurang dari 180) Azimuth matahari + 180
> 180 (lebih dari 180) Azimuth matahari – 180
Jika telah ditemukan nilai mizwahnya, maka
bidang dial diputar hingga bayangan dari gnomon jatuh
Waktu
pengukuran
Deklinasi
matahari Azimuth matahari
pagi positif Arah matahari
pagi negatif 180 + arah matahari (-)
sore negatif 180 – arah matahari (-)
sore positif 360 – arah matahari
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 14
pada nilai mizwah. Dengan itu, maka otomatis nilai 0 pada
bidang dial tersebut merupakan arah utara sejati.
E. Latar Belakang Istiwaaini
Istiwaaini adalah tasniyah dari kata istiwak yang
artinya keadaan lurus13 yakni sebuah tongkat yang berdiri tegak
lurus. Adapun yang dimaksud dengan istiwaaini adalah sebuah
alat sederhana yang terdiri dari dua tongkat istiwak, satu tongkat
berada di titik pusat lingkaran dan satu tongkat lagi berada di
titik 0o lingkaran. Istiwaaini adalah suatu instrumen falak hasil
karya Slamet Hambali seorang ahli falak. Alat ini sebenarnya
digunakan sebagai alat bantu pengukur kiblat yang akurat.14
Istiwaaini didesain dengan tujuan menyederhanakan theodolit
yang merupakan alat ukur kiblat yang selama ini dianggap
paling akurat.15 Theodolite sebagai alat ukur kiblat optik dinilai
harganya terlalu mahal dan menyulitkan masyarakat dalam
penggunaannya, maka muncullah alat non optik yang bernama
istiwaaini karya Slamet Hambali sebagai solusi bagi masyarakat
13 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab
Indonesia, (Yogyakarta: Edisi Kedua, cetakan keempat belas, 1997), 682. 14 Slamet Hambali, makalah disampaikan dalam seminar
Nasional Uji Kelayakan Istiwaaini sebagai Alat Bantu Menentukan Arah
Kiblat yang Akurat, diselenggarakan oleh Prodi Falak Fakultas Syariah IAIN Walisongo, Kamis, 5 Desember 2013 di Audit 1 lantai 2 kampus 1
IAIN Walisongo Semarang, 7. 15 Rini Listianingsih, Uji Akurasi Istiwaaini Karya Slamet
Hambali dalam Penentuan Titik Koordinat Suatu Tempat, Skripsi:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, 2017, 77.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 15
dalam menentukan arah kiblat dengan mudah dan biaya
murah.16
Istiwaaini dapat digunakan dalam penentuan titik
koordinat lintang dan bujur suatu tempat. Dalam menentukan
lintang dan bujur tempat sebenarnya bisa menggunakan alat apa
saja, namun dalam istiwaaini cara kerja untuk menentukan
lintang dan bujur tempat dengan cara memanfaatkan garis-garis
yang ada dalam bidang dialnya kapan terjadi merpass di tempat
itu lalu dicocokan dengan istiwaaini, yaitu dengan menandai
jam terjadinya bayangan terpendek yang berhimpitan di utara
selatan. Jam itulah yang digunakan untuk menentukan bujur dan
garis dari bayangan terpendek digunakan untuk menentukan
lintang.
Awal mula munculnya istiwaaini merupakan sebuah
alat yang didesain untuk membantu dalam hal menentukan arah
kiblat menggunakan konsep yang sama dengan metode
penentuan arah kiblat yaitu menggunakan dua segitiga siku-siku
dari bayangan Matahari setiap saat. Penentuan arah kiblat
dengan menggunakan istiwaaini lebih mudah dilakukan dan
praktis. Dalam kajian ilmu falak, istiwaaini juga bisa digunakan
untuk hal lainnya, yaitu untuk menentukan azimuth Matahari,
16 Listianingsih, Uji ..., 77.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 16
true north, jam ke bayangan, bayangan ke jam, beda azimuth,
dan menentukan titik koordinat lintang dan bujur tempat.17
F. Biografi Slamet Hambali
Slamet Hambali lahir di Bajangan, Sambirejo, Bringin,
Semarang, 5 Agustus 1954 M. Ia adalah putra dari pasangan
suami isteri KH. Hambali dan Ibu Djuwairiyah. Sejak kecil
sudah terlihat adanya tanda ketertarikannya terhadap ilmu
perbintangan (ilmu falak) padanya, yaitu ditandai dengan
aktifnya pengamatan yang ia lakukan terhadap bintang yang
terlihat pada malam hari. Ayahnya selalu memperkenalkannya
terhadap pengetahuan seputar alam, salah satunya tentang
macam-macam bintang, gerak semu Matahari dan lain-lain. Ia
semakin tertarik dan penasaran terhadap keterangan bahwa
orang yang ahli ilmu falak dapat menghitung kapan daun akan
jatuh. Pengetahuannya tentang ilmu falak semakin mengalami
perkembangan ketika ia pindah ke Kota Salatiga, pasca lusus
Sekolah Dasar. Di sinilah, awal tonggak Slamet Hambali
menemukan jatidiri “ilmu falak”-nya setelah betemu sang guru
KH. Zubair Umar al-Jaelany (ahli falak) sekaligus pimpinan PP.
Joko Tingkir di daerah Kauman Salatiga.
Slamet mengikuti pengajian ilmu falak setiap hari Ahad
yang dimulai pada jam 09.00-12.00 WIB dan langsung
17 Listianingsih, Uji..., 84.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 17
disampaikan oleh Kyai Zubair dengan kitabnya al-Khulashah
al-Wafiyah. Dalam pengajian, Slamet termasuk salah satu santri
yang paling muda di antara santri yang lain. Dalam proses
perjalanan pengajian, dirinya sudah memperlihatkan adanya
benih-benih akan menjadi ahli dalam ilmu falak, di antaranya
adalah kepandaiannya di bidang ilmu matematika, sehingga
pada saat belajar, ia dengan mudah dapat menerima pelajaran
ilmu falak. Selain itu ia juga termasuk santri yang rajin, tekun,
dan semangat. Ia selalu dapat menyelesaikan dan memecahkan
persoalan atau permasalahan tentang perhitungan “algoritma”.
Perjalanan pendidikan Slamet selama 6 tahun yaitu
tahun 1966-1972 dihabiskan di Kota Salatiga, yaitu ketika
belajar di tingkat Madrasah Tsanawiyah sampai Madrasah
Aliyah. Selama itu ia juga nyantri di KH. Isom. Setelah
menyelesaikan pendidikan Aliyah, Slamet mendapatkan
nasehat dan arahan seorang guru supaya melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi “IAIN Walisongo Semarang”.
Atas saran tersebut, Slamet pergi ke Semarang untuk mendaftar
sebagai mahasiswa di IAIN Walisongo pada Jurusan Syari’ah.
Di IAIN Walisongo, ia kembali berjumpa dengan sang guru
Kyai Zubair sebagai rektor pertama IAIN Walisongo.
Pertemuannya dengan sang guru membuat Slamet semakin
semangat untuk mengembangkan keilmuan falaknya yang
pernah ia dapatkan. Masuknya pada jurusan Syari’ah, adalah
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 18
pilihan yang tepat dengan kecintaannya akan ilmu falak, karena
terdapat maka kuliah ilmu falak yang diampu langsung oleh
Kyai Zubair. Selama perkuliahan ilmu falak ia tidak mengalami
persoalan, sebab sebelumnya ia sudah pernah belajar. Tahun
1976 ia lulus sebagai Sarjana Muda Fakultas Syari’ah. Satu
tahun kemudian pada tahun 1977 dipercaya sang guru (KH.
Zubair Umar al-Jaelany) menjadi asisten dosen pada mata
kuliah ilmu falak dan ilmu waris. Pasca menyelesaikan S1
(sarjana lengkap), pada tahun 1979 ia mulai mengabdikan diri
di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo. Tahun 2009 ia
melanjutkan pendidikan jenjang S2-nya hingga 27 Januari 2011
ia telah menyelesaikan program Magister Islamic Studies (Studi
Islam) selama dua tahun di perguruan tinggi yang sama. Ia
menjadi wisudawan dengan tesis terbaik. Dalam tesisnya, ia
mengemukakan penemuannya akan formula (rumus) baru
tentang perhitungan arah kiblat, yang terkenal dengan nama
“Perhitungan Segitiga Kiblat Setiap Saat”.18
G. Komponen-Komponen Istiwaaini
Pada istiwaaini terdapat komponen-komponen yang berupa:19
18 Hambali, Laporan Penelitian..., 178. 19 Ahmad Syifaul Anam, Perangkat Rukyat non Optik,
(Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), 144-145.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 19
1. Dua tongkat istiwak
Fungsi tongkat istiwak yang ada di titik pusat lingkaran
adalah:
a. Acuan sudut dalam lingkaran;
b. Acuan benang sebagai petunjuk arah kiblat, utara sejati
dsb.
Adapun tongkat istiwak di titik 0o memiliki fungsi sebagai:
a. Pembidik posisi matahari;
b. Start pengukuran arah kiblat, arah utara sejati dari
posisi matahari.
2. Bidang dial
Bidang dial istiwaaini memiliki skala yang telah didesain
sebesar 360 derajat. Bidang dial berfungsi sebagai
penangkap bayangan matahari yang dihasilkan dari
gnomon.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 20
3. Tripod
Tripod digunakan untuk mengatur kedataran bidal dial
sehingga tongkat istiwak bisa berdiri tegak lurus di
atasnya. Tripod yang ada pada istiwaaini memiliki ukuran
sekitar 2,6 cm.
4. Benang
Penarikan benang ke arah kiblat harus benar-benar tepat
pada skala yang dimaksud, yaitu sebesar selisih azimuth
kiblat dan azimuth matahari.
Prinsip Kerja dan Penggunaan Istiwaaini
Syarat penggunaan Istiwaaini:
a. Tongkat istiwak yang di titik pusat lingkaran harus benar-
benar berada di titik pusat dalam posisi tegak lurus.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 21
b. Lingkaran yang dijadikan landasan kedua tongkat istiwak
harus benar-benar dalam posisi datar.
c. Tongkat istiwak yang di titik 0̊ harus benar-benar di titik 0̊
dalam posisi tegak lurus.
Menentukan Arah Kiblat Menggunakan Istiwaaini
Data-data yang diperlukan dalam penggunaan istiwaaini untuk
menentukan arah kiblat adalah:
a. Waktu yang tepat
b. Azimuth kiblat
B adalah arah kiblat yang dihitung dari titik Utara
atau Selatan, jika hasil perhitungan positif, maka dihitung
dari Utara sedangkan jika hasilnya negatif maka
sebaliknya. Sedangkan azimuth kiblat maka busur yang
dihitung dari titik Utara ke Timur melalui ufuk sampai
dengan proyeksi Kakbah.
1.) Jika B = UT, maka azimuth kiblatnya tetap.
2.) Jika B = ST, maka azimuth kiblatnya adalah 180 + B.
3.) Jika B = SB, maka azimuth kiblatnya dalah 180 – B.
4.) Jika B = UB, maka azimuth kiblatnya adalah 360 – B.
Cotan B = tan LM x cos LT : sin SBMD – sin LT : tan SBMD
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 22
c. Azimuth matahari
Sebelum menghitung azimuth matahari, perlu menghitung
arah matahari terlebih dahulu dari titik Utara atau Selatan.
Jika hasil perhitungan adalah positif, maka arah matahari
dihitung dari titik Utara, dan jika hasilnya adalah negatif,
maka dihitung dari Selatan.
t = (WD + e – (BD – BT) : 15 – 12) x 15
A = arah matahari
t = sudut waktu
Sedangkan Az Matahari adalah:
1.) Jika A adalah UT (+), maka azimuthnya = A (tetap)
2.) Jika A adalah ST ( - ), maka azimuthnya =180 ̊+ A
3.) Jika A adalah SB ( - ), maka azimuthnya = 180̊ – A
4.) Jika A adalah UB ( + ), maka azimuthnya = 360̊ – A
d. Beda azimuth kiblat dan matahari
Beda azimuth adalah selisih antara azimuth kiblat dan
azimuth matahari. Apabila hasilnya adalah negatif, maka
ditambah 360.
Penentuan arah kiblat dengan istiwaaini bisa diketahui
dengan cara:
1.) Bayangan tongkat istiwak di titik 0 harus disejajarkan
dengan bayangan tongkat istiwak di titik pusat.
Cotan A = tan d x cos LT : sin t – sin LT : tan t
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 23
2.) Tarik benang dari tongkat istiwak di titik pusat sebesar
beda azimuth. Arah benang dari tongkat istiwak
menunjukkan arah kiblat suatu tempat.20
Aplikasi Menentukan Lintang Tempat
Penggunaan istiwaaini untuk menentukan koordinat suatu tempat.
Adalah sebagai berikut:
a. Tentukan arah utara dan selatan;
b. Cocokan jam yang akan dipakai dalam pengukuran dengan
waktu standar di wilayah yang bersangkutan (WIB, WITA,
atau WIT);
c. Perhatikan bayangan tongkat tersebut saat berhimpit dengan
garis arah utara-selatan (waktu kulminasi/menjelang zuhur);
d. Catat jam saat itu dengan teliti;
e. Ukur panjang bayang-bayang tersebut;
f. Perhatikan arah bayang-bayang tersebut, apakah berada di
sebelah utara atau selatan tongkat. Apabila bayang-bayang
kulminasi tersebut berada di sebelah selatan tongkat, maka
tempat pengukuran berada di sebelah selatan Matahari dan
demikian pula sebaliknya.
20 Ahmad Syifaul Anam, Perangkat Rukyat Non Optik,
(Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), 212 – 220.
Tan Zenith Matahari (ZM) = Panjang Bayangan ÷ P. Tongkat
Lintang Tempat = ZM – Deklinasi Matahari
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 24
Aplikasi Menentukan Bujur Tempat21
a. Lihat data equation of time (perata waktu);
b. Meridian pass terjadi pada jam 12 + e. Data ini menunjukan
“saat Matahari berkulminasi atas” pada setiap tempat di Bumi
menurut waktu setempat (Local Mean Time = LMT). Apabila
antara saat Matahari berkulminasi di tempat pengukuran dan
saat Matahari berkulminasi di bujur WIB (105o) terdapat
selisih yaitu lebih dahulu di tempat pengukuran, berarti lokasi
pengukuran ada di sebelah timur bujur WIB (105o);
c. Bujur tempat adalah lingkaran besar yang ditarik dari kutub
utara sampai kutub selatan melewati tempat kita berada
kemudian kembali ke kutub utara lagi.22
H. Kelebihan dan kekurangan Mizwalla dan Istiwaaini
Mizwalla dan Istiwaaini sebagai perangkat rukyat
klasik memiliki beberapa kelebihan, di antaranya yaitu:
a. Praktis dan mudah dalam penggunaannya, dapat digunakan
dengan mudah dan praktis untuk dibawa kemana saja
dibandingkan dengan thedolit yang relatif lebih berat.
21 Listianingsih, Uji..., 90. 22 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik,
(Yogyakarta: Buana Pustaka), 41.
BT = ((12 + e - WD) x 15 + BD)
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 25
b. Bisa digunakan di mana dan kapanpun asalkan terdapat
sinar Matahari.
c. Dapat dimiliki dengan harga yang terjangkau, berbeda
dengan GPS dan theodolit sebagai alat yang harganya
cukup mahal.
d. Tripod yang pendek pada kedua alat tersebut memudahkan
penarikan benang untuk memberikan tanda garis azimuth
kiblat maupun azimuth matahari untuk menentukan utara
sejati.
Selain mempunyai beberapa kelebihan, keduanya juga
memiliki beberapa kekurangan di antaranya adalah:
a. Mizwalla dan Istiwaaini tidak bisa digunakan pada saat
cuaca sedang mendung atau Matahari sedang terhalang
sesuatu dan saat malam hari.
b. Tidak dapat digunakan pada tanah yang miring atau tidak
rata.
c. Pada istiwaaini rawan human error dalam penitikan tanda
pada garis bidang dial, karena adanya baut pada gnomon
sehingga menyulitkan dalam memberikan tanda panjang
bayangan terpendek pada garis-garis yang ada dalam
bidang dialnya.
d. Tidak adanya skala cm atau bahkan mm pada bidang dial
mizwalla dan istiwaaini yang digunakan untuk menentukan
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 26
panjang bayangan terpendek, maupun panjang bayangan
waktu zuhur dan asar.
e. Skala derajat yang ada ketelitiannya hanya sampai pada
satuan menit busur.
Penutup
Mizwalla dan Istiwaaini merupakan perangkat rukyat
klasik yang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Fungsi
utamanya untuk menunjukkan waktu dan arah kiblat di samping
sebagai alat menentukan koordinat tempat, panjang bayangan dari
jam dan sebaliknya jam dari panjang bayangan. Dengan adanya
karya alat rukyat klasik berupa mizwalla dan istiwaaini tentu akan
menambah kekayaan khazanah ilmu falak.
Daftar Pustaka
Anam, Ahmad Syifaul, Perangkat Rukyat Non Optik, Semarang:
CV. Karya Abadi Jaya, 2015.
Bisri, Adib dan Munawwir AF., Kamus Indonesia – Arab al Bisri,
Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, t.th.
Butar-Butar, Arwin Juli Rahmadi, Khazanah Astronomi Islam
Abad Pertengahan, Purwkerto: UM Purwokerto Press,
2016.
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 27
Hambali, Slamet, Menguji Tingkat Keakuratan Hasil Pengukuran
Arah Kiblat Menggunakan Istiwaaini, Semarang: UIN
Walisongo, 2014.
Helmy, Cornelius, Hendro Setyanto dan Antusiasme pada
Astronomi, kompas online, Selasa, 28 Juli 2009
Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis, Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2012.
Jones, Lawrens E., Sundial and Geometry, Glastonbury: North
American Sundial Society, 2005.
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik,
Yogyakarta: Buana Pustaka.
Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana
Pustaka, 2005.
King, David A., ʻIlmu al-Falak wa al-Mujtamaʻ al-Islāmy, Markaz
Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah: tt.
Listianingsih, Rini, Uji Akurasi Istiwaaini Karya Slamet Hambali
dalam Penentuan Titik Koordinat Suatu Tempat, Skripsi:
UIN Walisongo Semarang, 2017.
Mukhlas, Ade, Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Mizwala
Qibla Finder Karya Hendro Setyanto, Skripsi Sarjama
Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, tp, 2012
Mizwalla dan Istiwa’aini, Instrumen Hisab Rukyat Klasik | 28
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya:
Pustaka Progressif, 2007.
Setiawan, M. Umar, Perancangan Aplikasi Perhitungan Mizwala
Qibla Finder dengan Java, Semarang: IAIN Walisongo,
2013.