inovasi kurikulum pesantren: upaya mewujudkan tujuan...
TRANSCRIPT
Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan Tujuan
Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia-Cirebon)
TESIS
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan (M.Pd.)
Oleh: Asep Machsus
NIM: 21170181000028
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
v
197103191998032001
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Pada naskah tesis ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang
berasal dari Bahasa Arab ditulis dengan huruf latin. Pedoman transliterasi yang
digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
ARAB LATIN
Konsonan Nama Konsonan Nama
Alif Tidak dilambangkan ا
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Tsa ṡ Es (dengan titik di atas) خ
Jim J Je ج
Cha ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha Kh Ka dan ha ر
Dal D De د
Dzal Dh De dan ha ر
Ra R Er س
Za Z Zet ص
Sin S Es س
Syin sh Es dan ha ش
Shad ṣ Es (dengan titik di bawah) ص
Dlat ḍ De (dengan titik di bawah) ض
Tha ṭ Te (dengan titik di bawah) ط
Dha ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ
Ain „ Koma terbalik di atas„ ع
vi
Ghain gh Ge dan ha غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ن
Lam Ḹ El ي
Mim M Em
Nun N En
Wawu W We و
Ha Ṭ Ha ھ
Hamzah ՚ ء Apostrof
Ya Y Ye ي
2. Vokal rangkap atau diftong Bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan latin dilambangkan dengan
gabungan huruf sebagai berikut:
a. Vokal rangkap (أو) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya: al-yawm.
b. Vokal rangkap (أي) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya: al-bayt.
3. Vokal panjang atau maddah Bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya dalam tulisan latin dilambangkan dengan huruf dan tanda macron
(coretan horizontal) di atasnya, misalnya: ( ذة جافا = al-ˉfatihah ), ( اعى = al-‘uḹum ) dan
.( qimahˉ =لية )
4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,
transliterasinya dalam tulisan dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang bertanda syaddah itu, misalnya: ( خذ = khaddun ), ( سذ = saddun ) dan ( طية =
ṭayyibun ).
5. Kata sandang dalam Bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,
transliterasinya dalam tulisan latin dilambangkan dengan huruf “al” terpisah dari kata
yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya: ( اثيث = al-bayt ), ( ءاسا = al-
saˉma`).
6. ˉTa marbuṭah mati atau yang dibaca seperti berḥarakat sukun, transliterasinya dalam
tulisan latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan ˉta marbuṭah yang hidup
dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya: ( سؤية اهلاي = ru’yah al-hiḹal atau ru’yatul
hiḹal ).
vii
7. Tanda apostrof ( ՚ ) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk yang terletak
di tengah atau di akhir kata, misalnya: ( سؤية = ru’yah ), ( ءفمها = fuqaˉha’ ).
viii
ABSTRAK
Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional
(Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina Insan Mulia-Cirebon)
Pesantren mengalami perkembangan pesat, luar biasa, dan menakjubkan baik di
wilayah pedesaan, pinggiran kota, maupun perkotaan. Perkembangan ini disadari atau
tidak, diakui atau tidak, langsung atau tidak langsung memunculkan aroma kompetisi
dalam menjaring atensi publik sehingga hal ini mendorong tiap-tiap pesantren untuk
menunjukkan pertambahan nilai kompetitif nya dari pada pesantren-pesantren lainnya.
Memunculkan pertambahan nilai kompetitif membutuhkan kepekaan untuk menarik ke
permukaan sesuatu yang baru, dan melahirkan sesuatu yang baru meniscayakan inovasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana inovasi kurikulum
pesantren di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon? Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi kurikulum pesantren di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia meliputi tiga (3) hal: 1) inovasi kurikulum tinjauan
pengembangan kurikulum; 2) inovasi kurikulum tinjauan kurikulum terintegrasi; dan 3)
inovasi kurikulum tinjauan program unggulan. Kesemuanya memberi dampak positif bagi
para santri dengan kendala persinggungan kurikulum dengan regulasi yang diatasi dengan
penyesuaian metode yang digunakan dengan kurikulum.
Upaya inovasi kurikulum di Pondok pesantren Bina Insan Mulia sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional melalui logika berpikir bahwa inovasi kurikulum di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia sejalan dengan visi global Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
visi global Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sejalan dengan panca jiwa pesantren, dan
panca jiwa pesantren sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
Kata Kunci: Pesantren, Inovasi Kurikulum, Tujuan Pendidikan Nasional
ix
ABSTRACT
Islamic Boarding School Curriculum Innovation: The Effort to Realize the
Objectives of National Education
(Case Study in Bina Insan Mulia Islamic Boarding School-Cirebon)
Islamic boarding school has grown faster, fantastic, and amazing, whether it in
rural area, suburban, or urban area. Consciously or not, make sense or not, directly or not,
this development take the scent of competition out on grab public attention, so encourage
each Islamic boarding school showing it competitive advantage than others. Need some
sensitivity to carry out something new, and to carry out something new necessitate
innovation.
This study aim to analyze how is curriculum innovation in Bina Insan Mulia
Islamic Boarding School, Cirebon? This study use descriptive research, with qualitative
approach, case study approach.
The result of this study show that curriculum innovation in Bina Insan Mulia
Islamic boarding school cover three (3) things: 1) curriculum innovation through
curriculum development review; 2) curriculum innovation through integrated curriculum
review; and 3) curriculum innovation through excellent program review.
All of which have a positive impact for students in Bina Insan Mulia Islamic
Boarding School with intersection of curriculum and regulation and can be solved by
adjusting the method to the curriculum. The effort of curriculum innovaton in Bina Insan
Mulia in accordance with the objectives of national education through logical thinking that
curriculum innovation in Bina Insan Mulia Islamic Boarding School in line with the global
vision of Bina Insan Mulia Islamic Boarding School, the global vision of Bina Insan Mulia
Islamic Boarding School in line with five spirits of Islamic boarding school, and five
spirits of Islamic boarding school in line with the objectives of national education.
Keywords: Islamic Boarding School, Curriculum Innovation, the Objectives of National
Education
x
خض
ھذاف احعي اىطىأتحىاس ااھج: جهىد حذميك إ عهذ
ششتى(-سا ىياإدساسة داة فى عهذ تا )
يجشب اعهذ احطىس اسشيع, سائعة, وذھشة, سىاء وا فى ااطك اشيفية او
و غيشثاشش, طشح أ لا, تشى ثاشش أ لا, عحشف تها أ. ذممة اضىادى او اذ
حثا اجحع. زه ھزا يشجع و عهذ عى سفع إھزااحطىس سائذة اافسة فى جزب
خش.أامية احا فسية عهذ
دضاس شئ جذيذ جحطة دضاس شئ جذيذ. ولإحافسية يحطة دساسية لإجطشيخ امية ا
تحىاس.الإ
سا ىيا, إعهذ فى عهذ تا تحىاس اھج إيهذف ھزااثذد اى احذي ويف يح
يسحخذ ھزااثذد اثذد اىطفى ع هج ىعى, هج دساسة اذاة. ششتى؟
(١شياء: أسا ىيا جض ذلاذة إتحىاس ااھج فى عهذ تا إ أظهشت احائج أ
( ٣( اهج احىا شاجعة ااھج. و ٢ تحىاس وجطىيش ااھج.شاجعة هج الإ
يجاتى عى اطلاب ع إذيش أتحىاس. وا ى ها جسحعشاض اھج الإتشاج حاص لإ
ساية ع عمثة تي ااھج واىائخ اعهذ. ويى احغية عيها ع طشيك جىييف الأ
اهج.
ھذاف احعي اىطية خلاي اطك, أتحىاس ااھج اذساسية ع إيحاشى جهذ
سا ىيا يحاشى ع اشؤية اعاية عهذ. إتحىاس ااھج فى عهذ تا إ أاحفىيش فى
افىس عهذ خسة اشؤية اعاية عهذ جاشى ع خسة افىس عهذ. وأو
ھذاف احعي اىطى.أجاشى ع
ھذاف احعي اىطى.أتحىاس ااھج, إاىات اشئيسية: عهذ,
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mengabulkan doa hamba-Nya
yang tiada jera meminta. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini, melalui berbagai
rintangan yang cukup berarti. Shalawat serta salam semoga tetap berlimpah atas junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, Uswah Hasanah yang senantiasa penulis jadikan pedoman
dan panutan untuk bangkit kala jatuh dan mengalami kemunduran.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, juga ditujukan sebagai
pembuka wawasan, sekaligus tambahan pengetahuan, baik bagi penulis maupun para
pembaca.
Penulis menyadari sepenuh hati bahwa penelitian sekaligus penulisan tesis ini
tidak akan terwujud dengan baik tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tesis ini, antara lain:
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Bapak Dr. Jejen Musfah, M.A., selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen
Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
4. Bapak Dr. Fauzan, M.A., selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
masukan, tegur sapa membangun, kritik, diskusi-diskusi yang berbobot, serta tak
bosan menanyakan perkembangan penulisan tesis ini dari waktu ke waktu.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
6. Abiku tercinta, Alm. Ahmad Atiq Hady, semoga keberhasilan ini semakin
menyempurnakan kebanggaanmu dan senantiasa menyuburkan rasa banggaku
padamu.
7. Umiku tersayang, Almh. Ebah Thoebah, atas segala doa dan harapan baiknya,
selalu memotivasi penulis untuk maju.
8. Istriku terkasih, Nurhilaliyyah, S.Pd.I., puteriku sayang,
„AthiyyatunNafisatutThoyyibah, atas doanya, semangatnya, dan teguran-
tegurannya dalam rangka akselerasi penyelesaian penulisan tesis ini.
9. Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, KH. Imam Jazuli, Lc,
M.A. beserta seluruh staff dan asatidz yang sepenuh hati membantu penulis dalam
penyelesaian penulisan tesis ini.
10. Teman-teman MPI-B kelas beasiswa Kemenag 2017/2018, atas sapaannya, doa-
doa terbaiknya, terimakasih.
xii
Serta seluruh pihak yang telah membantu, mendoakan, dan mendukung
penulis dalam penyelesaian penuisan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, penulis sampaikan maaf dan terimakasih.
Cirebon, Desember 2019
Penulis
Asep Machsus
xiii
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI
COVER
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….... ii
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS……………………………………………… iv
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………… v
ABSTRAK BAHASA INDONESIA…………………………………………….viii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS………………………………………………... ix
ABSTRAK BAHASA ARAB…………………………………………………… x
KATA PENGANTAR……………………………………………………………xi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xvi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Kajian Terdahulu....................................................................................... 10
C. Batasan dan Rumusan Masalah................................................................. 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 13
BAB II. KAJIAN TEORITIS
A. Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan Tujuan Pendidikan
Nasional .................................................................................................... 15
1. Teori Inovasi ....................................................................................... 15
2. Teori Kurikulum Pesantren ................................................................. 25
3. Tujuan Pendidikan Nasional ............................................................... 49
B. Kerangka Konseptual ............................................................................... 50
xiv
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................... 52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 53
C. Data dan Sumber Data .............................................................................. 53
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 54
E. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian .................................................. 55
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 59
G. Pengecekan Keabsahan Data .................................................................... 60
BAB IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian .............................................................................. 62
1. Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ................................................... 62
2. Sekolah Menengah Kejuruan Bina Insan Mulia ................................. 66
3. Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia
............................................................................................................. 72
4. SMP Islam Terpadu Bina Insan Mulia ................................................ 76
5. Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ............ 80
6. Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ...... 80
7. Kegiatan-kegiatan Lain ....................................................................... 81
B. Inovasi Kurikulum Pesantren .................................................................... 82
1. Inovasi ................................................................................................. 82
2. Inovasi Kurikulum Tinjauan Pengembangan Kurikulum ................... 88
3. Kurikulum Pesantren........................................................................... 95
4. Inovasi Kurikulum Pesantren Tinjauan Kurikulum Terintegrasi ........ 97
5. Inovasi Kurikulum Pesantren Tinjauan Program Unggulan ............... 103
C. Kerangka Hasil…………………………………………………………...113
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 116
B. Saran-saran ................................................................................................ 117
REFERENSI
LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 (Transkrip Wawancara)………………………………………………125
Lampiran 2 (Dokumentasi Wawancara)…………………………………………...142
Lampiran 3 (Sarana Prasarana Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)…………...143
Lampiran 4 (Ekstrakurikuler Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)………………148
Lampiran 5 (Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)……..149
Lampiran 6 (Kompetisi dan Juara)………………………………………………...150
Lampiran 7 (Meraih Beasiswa)…………………………………………………….151
Lampiran 8 (Seminar dan Workshop)……………………………………………...152
Lampiran 9 (Kegiatan Lain dan Unik)……………………………………………..153
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. (Rasio Santri dan Pesantren dari Tahun ke Tahun)……………………….3
Tabel 1.2. (Kajian Terdahulu)…………………………………………………………10
Tabel 2.1. (Definisi Inovasi Menurut Beberapa Pakar)……………………………….16
Tabel 2.2. (Perbedaan Kurikulum Pondok Pesantren Salaf)………………………….41
Tabel 3.1. (Instrumen Pengumpulan Data Penelitian)………………………………...55
Tabel 3.2. (Pedoman Wawancara)……………………………………………………..56
Tabel 3.3. (Pedoman Observasi)……………………………………………………….57
Tabel 3.4. (Daftar Ceklis (Dokumentasi))……………………………………………...58
Tabel 4.1. (Identitas Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)……………………………63
Tabel 4.2. (Jadual Aktivitas Santri Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)…………….64
Tabel 4.3. (Kitab Kuning di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)……………………65
Tabel 4.4. (Data Siswa/siswi SMK Bina Insan Mulia)…………………………………70
Tabel 4.5. (Data Siswa/siswi SMK Bina Insan Mulia dari Tahun ke Tahun)…………..70
Tabel 4.6. (Data Output SMK Bina Insan Mulia)………………………………………71
Tabel 4.7. (Data Pengajar di MAUBI Bina Insan Mulia)………………………………73
Tabel 4.8. (Data Siswa/siswi MAUBI Bina Insan Mulia)……………………………….76
Tabel 4.9. (Data Siswa/siswi SMP IT Bina Insan Mulia)………………………………..79
Tabel 4.10. (Inovasi Menurut Pakar dan Perundangan yang Terjadi di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia)…………………………………………………………..84
Tabel 4.11. (Kebaruan Pondok Pesantren dan SMK Bina Insan Mulia)………………..85
Tabel 4.12. (Cara-cara Integrasi Kurikulum Keagamaan di Lingkup Pendidikan Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia)……………………………………………….102
Tabel 4.13. (Jadual Kegiatan Program Tahfizh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)…105
Tabel 4.14. (Jadual Belajar Program Bahasa Arab Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia)……………………………………………………………………….107
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. (Interaksi Kurikulum dengan Lingkungan Pendidikan)…………………27
Gambar 2.2. (Kerangka Konseptual Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan
Tujuan Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia-Cirebon))………………………………………………….51
Gambar 3.1. (Langkah-langkah Analisis Data)………………………………………...59
Gambar 4.1. (Struktur Organisasi SMK Bina Insan Mulia)…………………………….69
Gambar 4.2. (Struktur Organisasi MAUBI Bina Insan Mulia)………………………….75
Gambar 4.3. (Struktur Organisasi SMP IT Bina Insan Mulia)………………………….78
Gambar 4.4. (Inovasi Kurikulum Tinjauan Pengembangan Kurikulum di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia)………………………………………………………...95
Gambar 4.5. (Dinamika Referensi Kitab Kuning di Pondok Pesantren di Indonesia)…..96
Gambar 4.6. (Kaitan Erat Visi-misi Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Panca Jiwa
Pesantren, dan Tujuan Pendidikan Nasional)……………………………99
Gambar 4.7. (Kurikulum Terintegrasi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia)……….102
Gambar 4.8. (Kerangka Hasil Tesis Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan
Tujuan Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia-Cirebon))……………………………………………………115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan pengalaman belajar murid dalam arahan gurunya
termasuk segala hal yang turut memberi pengaruh dalam mencapai tujuan
pendidikan sebagai respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan
bangsanya dalam membangun generasi muda bangsanya (Ornstein dan Hunkins,
2009: 10, Arifin, 2013: 5, Dokumen kurikulum 2013 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012: 2, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 13).
Kurikulum merupakan bentuk perencanaan, dan yang perlu diperhatikan
dari perencanaan adalah apa yang dituangkan dalam rencana dipengaruhi oleh
asumsi si perencana tentang pendidikan. Sedangkan pandangan tentang
keberadaan pendidikan dipengaruhi oleh filosofi pendidikan yang diyakini oleh si
perencana (Ali, 2008: 2). Hal ini tentu berkaitan pula dengan politik pendidikan di
mana keputusan-keputusan penting terkait pendidikan baik secara lokal maupun
nasional dibuat (Tilaar, 2005: 66).
Kurikulum pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dunia politik. Adagium
politik pendidikan sebagai bagian dari “nation and character building” telah
disadari sejak awal kemerdekaan, bahkan jauh sebelumnya (Abdullah, 2007: 5).
Politik dan pendidikan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan memberi
pengaruh dalam sisi baik dan buruknya, termasuk dalam perubahan kurikulum
dalam suatu negara karena pengaruh kondisi politik (Riana Afifah, Kompas.com,
22 Januari 2013).
Kurikulum dapat dikatakan sebagai jantung pendidikan suatu negara,
dalam kualitas pendidikannya, ataupun sebaliknya. Menuju pendidikan yang
berkualitas, kurikulum pendidikan Indonesia mengalami beberapa kali perubahan
dengan kekhasan pendekatan dan tujuannya masing-masing, yang sudah barang
tentu dipengaruhi faktor masyarakat, sistem nilai, filosofi, sosial budaya, politik,
pembangunan negara dan perkembangan dunia, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi sejak kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984 (CBSA), 1994,
2004 (KBK), 2006 (KTSP), 2013 (Kurtilas).
Merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dalam pasal 14,15, dan 16, Sistem Pendidikan Nasional mengenal istilah jalur
pendidikan, jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan terdiri
atas: jalur formal, non formal, dan informal yang saling memperkaya. Jenjang
pendidikan terdiri dari: pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.
Sedangkan jenis pendidikan mencakup: pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, vokasi, keagamaan, dan pendidikan khusus yang kesemuanya dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan baik diselenggarakan oleh
pemerintah pusat maupun daerah, dan/atau masyarakat.
2
Pendidikan keagamaan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 30 pada UU
yang sama, berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya, dan/atau menjadi
ahli ilmu agama sesuai peraturan perundang-undangan, diselenggarakan oleh
pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat dari agama terkait pada jalur
pendidikan formal, non formal, dan informal dalam bentuk pendidikan diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam khas
(indigeneous) Indonesia dengan penekanan pada akhlak di samping kajian
keislaman lainnya juga kehidupan pada umumnya yang memberi andil dalam
pembentukan pribadi yang religius (Tafsir, 2013: 290, Djauhari, 2008: ix, Madjid,
1997:107).
Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
Kementerian Agama menyatakan bahwa dalam beberapa dekade terakhir,
pesantren mengalami perkembangan luar biasa dan menakjubkan, baik di wilayah
pedesaan, pinggiran kota, maupun perkotaan (Muhyiddin, Republika.co.id, 30
November 2017). Data Kementerian Agama menyebutkan pada 1977 jumlah
pesantren hanya sekitar 4.195 dengan jumlah santri sekitar 677.394 orang. Jumlah
ini mengalami peningkatan berarti pada tahun 1985 dengan jumlah pesantren
sekitar 6.239 dan jumlah santri mencapai 1.084.801 orang.
Dua dasa warsa kemudian, 1997, Kementerian Agama mencatat jumlah
pesantren sudah mengalami kenaikan mencapai 224 persen atau 9.388 dengan
kenaikan jumlah santri mencapai 261 persen atau 1.770.768 orang. Berdasarkan
data statistik Ditjen Kelembagaan Islam, Departemen Agama Republik Indonesia
pada tahun 2001 ada 11.312 pesantren dengan 2.737.805 santri. Kemudian pada
tahun 2005, jumlah pesantren kembali meningkat menjadi 14.798 pesantren
dengan santri berjumlah 3.464.334 orang.
Sementara, berdasarkan data dari Pangkalan Data Pondok Pesantren
(PDPP), pada tahun 2016 terdapat 25.938 pesantren yang tersebar baik di wilayah
kota maupun pedesaan dengan 3.962.700 santri, pada 2017 menurut data dari
Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 27.218 pesantren dengan 3.642.738
santri, dan pada 2018 mencapai 28.194 pesantren dengan 4.290.626 santri
berdasarkan data dari Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dan
semuanya berstatus swasta.
Selain menunjukkan tingkat keragaman, orientasi pimpinan pesantren dan
independensi kiai, jumlah ini memperkuat argumentasi bahwa pesantren
merupakan lembaga pendidikan swasta yang sangat mandiri dan sejatinya
merupakan praktek pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1 ayat (4) ): “Pesantren atau pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis
pendidikan lainnya.”
3
Tabel 1.1. Rasio Santri dan Pesantren dari tahun ke tahun
Tahun Jumlah Pesantren Jumlah Santri
1977 4.195 677.394
1985 6.239 1.084.801
1997 9.388 1.770.768
2001 11.312 2.737.805
2005 14.798 3.464.334
2016 25.938 3.962.700
2017 27.218 3.642.738
2018 28.194 4.290.626
Sumber: Ditjen Kelembagaan Islam Departemen Agama Republik Indonesia,
Pangkalan Data Pondok Pesantren (PDPP), Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi
Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, dan Direktorat
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 26 ayat (1), tujuan pesantren
menyelenggarakan pendidikan adalah untuk menanamkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk
mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk
menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan /atau menjadi muslim yang
memiliki keterampilan atau keahlian untuk membangun kehidupan yang islami di
masyarakat.
Seandainya saja diperhatikan, ada kesamaan antara tujuan pesantren
menyelenggarakan pendidikan, dengan fungsi pendidikan keagamaan dalam hal
menjadi ahli ilmu agama. Ini yang mungkin menurut Wahid (2000: 114) ada
kecenderungan akhir-akhir ini menciptakan pesantren sebagai lembaga pencetak
ulama. Penyempitan kriteria semacam ini justeru menciutkan klasifikasi orang
yang dikirimkan ke pesantren dan melemahkan nilai kompetitif pesantren.
Perkembangan pesantren yang demikian pesat diantara lembaga-lembaga
pendidikan lainnya tentu juga turut menimbulkan pertambahan nilai kompetitif.
Nilai kompetitif yang bertambah, bisa meningkatkan dan memacu semangat
lembaga pendidikan untuk membenahi diri agar dapat turut berkompetisi atau
justeru sebaliknya, menjadi lemah dalam kompetisi dan pada akhirnya menutup
lembaga pendidikan yang semula susah payah didirikan.
Menyikapi dan merespon perkembangan lembaga pendidikan yang ada,
serta laju pertumbuhannya yang semakin kompetitif, maka pesantren perlu
memberikan ruang bagi pembaharuan sistem pendidikan pesantren, antara lain
pada: (1) metode pembelajaran, inovasi terhadap metode pembelajaran mulai
terjadi sekitar abad ke-20 (sekitar tahun 1970-an) dari pola sorogan menjadi
4
klasikal, bahkan keterampilan (vokasi) masuk ke dunia pesantren agar kehidupan
ukhrawi dan dunia berimbang (Maunah, 2009: 1); (2) kurikulum, memasukkan
pengetahuan non agama dalam kurikulum pesantren; (3) evaluasi, dievaluasi
dengan ujian resmi berijazah (Nahrawi, 2008: 28); (4) manajemen, kiai bukan
penentu kebijakan tunggal.
Nurcholish Madjid menilai bahwa kiai amat menentukan tujuan
pendidikan pesantren. Meskipun materi pendidikan diajarkan di pesantren, namun
karena istilah kurikulum tidak dikenal di pesantren, maka mayoritas pesantren
tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk
kurikulum. Sesuai dengan perkembangan pesantren, kiai akan menentukan
kebijakan pembelajaran. Padahal, kurikulum sangat dibutuhkan oleh semua
lembaga pendidikan termasuk pesantren. Sudah merupakan keharusan pesantren
sebagai lembaga pendidikan memiliki kurikulum agar pelaksanaan pembelajaran
terarah.
Oleh karena itu, kurikulum pesantren seringkali dianggap tertinggal dari
laju perkembangan masyarakat. Terkait dengan ketertinggalan kurikulum
pesantren dari laju perkembangan masyarakat, ada sebagian kalangan yang menilai
bahwa tujuan pendidikan pesantren semestinya juga berorientasi pada hakikat
pendidikan dalam tiga aspek; pertama, tujuan hidup manusia yang berlandaskan
kepada misi keseimbangan hidup yang mengapresiasi kehidupan di dunia dan
akhirat. Manusia sepatutnya hidup dengan tujuan dan arah yang jelas, menyandang
amanah, tugas, dan tujuan hidup tertentu.
Kedua, memperhatikan tuntutan dan tatanan sosial masyarakat, baik
berupa pelestarian nilai budaya maupun pemenuhan tuntutan dan pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dan tuntutan perubahan
jaman, seperti terciptanya masyarakat etik (etical society) yang berkarakter pada
sifat-sifat sosial yang tinggi, dengan ciri; (a) nilai religiusitas, artinya
mendambakan model dan karakter masyarakat yang beretika religi, tidak sekuler;
(b) nilai egalitarian, watak yang mendambakan keadilan, memberikan kesempatan
yang luas kepada masyarakat untuk tumbuh maju dan berkembang bersama-sama;
(c) mengindahkan nilai demokrasi dan penegakan hukum; dan (d) memberikan
penghargaan terhadap manusia (human dignity), menerima dengan segenap
kesadaran terhadap pluralisme dan multikulturalisme dalam berbangsa. Ketiga,
memperhatikan watak alami (nature) manusia, seperti kecenderungan beragama
(fitrah) yang mendambakan kebenaran, kebutuhan individual dan keluarga sesuai
batas dan tingkat kesanggupan (Fathurrahman, 2000: 155-157).
Penilaian semacam ini semestinya sudah dipraktikkan pesantren karena
pesantren didirikan setidaknya karena dua alasan; pertama, melalui transformasi
nilai yang ditawarkan (amar ma’ruf nahi munkar), pesantren hadir sebagai respon
terhadap situasi sosial masyarakat yang tengah berada pada runtuhnya sendi-sendi
moral. Kedua, menyebar luaskan informasi tentang universalitas Islam ke seluruh
penjuru nusantara yang berkarakter plural, baik pada dimensi kepercayaan, budaya
maupun kondisi sosial masyarakat (Nahrawi, 2008: 23).
Bukan hanya persoalan nilai kompetitif yang bertambah, pesantren juga
menghadapi problema modernisasi pendidikan Islam itu sendiri, sebagai imbas
5
dari modernisasi Sistem Pendidikan Nasional. Terkait modernisasi pendidikan
Islam, yang ditandai dengan sistem dan kelembagaan pesantren yang telah
dimodernisasi dan disesuaikan dengan tuntutan pembangunan terutama aspek
kelembagaan yang otomatis akan mempengaruhi penetapan kurikulum
berdasarkan acuan tujuan institusional lembaga, pertanyaan besar yang muncul
justeru adalah: apakah pesantren dalam menentukan kurikulum harus mengikuti
begitu saja tuntutan jaman, ataukah mempertahankan ciri khas pesantren sebagai
bentuk aktualisasi eksistensinya? Format kurikulum pesantren yang bagaimanakah
yang bisa menjadi alternatif tawaran untuk masa mendatang?
Menurut Damanhuri, Mujahidin, dan Hafidhuddin (2013: 21) dalam jurnal
Ta’dibuna, gejala semacam ini menunjukkan pesantren ada dalam taraf dilematis
antara tradisi dan modernitas, sedangkan untuk menemukan format pesantren yang
dalam pendidikannya termasuk kurikulum disepakati bersama untuk diterapkan
oleh seluruh pesantren di Indonesia merupakan hal yang amat sulit diwujudkan,
karena tiap pesantren memiliki konsep dan filosofi tersendiri, yang berbeda satu
sama lain dan memunculkan keragaman.
Menurut Abdurrahman Wahid (2001: 136-137), pesantren harus pandai
mengadaptasi pengetahuan non agama dalam kurikulumnya. Karena
bagaimanapun juga, tuntutan untuk mengembangkan pengetahuan non agama
adalah kebutuhan nyata yang harus dihadapi para lulusan pesantren di masa depan.
Keengganan pesantren untuk memasukkan pengetahuan non agama dalam
kurikulumnya, justeru dapat membahayakan kelangsungan hidup pesantren di
masa depan, karena di masa depan, di samping rohani yang kuat, juga ditentukan
penguasaan atas perkembangan pengetahuan dan teknologi. Lembaga pendidikan
yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat ini adalah lembaga pendidikan yang
mampu menyediakan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dalam
menggunakan teknologi canggih, serta memiliki kemampuan berbahasa asing
dalam rangka merebut peluang yang tersedia di dunia kerja (Nata, 2012: 297).
Azyumardi Azra (2012: 65) menyatakan di samping berorientasi kepada
pembinaan dan pengembangan nilai agama dalam diri peserta didik, kurikulum
pendidikan Islam juga harus memberikan penekanan khusus pada penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan demikian pendidikan Islam fungsional dalam
menyiapkan dan membina sumber daya manusia seutuhnya yang cakap dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kuat dalam keimanan dan
pengamalan agama.
Oleh karena itu, inovasi kurikulum yang perlu dilakukan oleh lembaga
pendidikan termasuk pesantren dalam meraih minat masyarakat di samping
tentunya mewujudkan tujuan pendidikan nasional adalah tidak hanya membekali
santrinya dengan ilmu agama, akan tetapi sekaligus ilmu dunia seperti pendalaman
bahasa asing dan pemanfaatan teknologi modern atau dapat dikatakan bahwa
orientasi pendidikan pesantren di samping orientasi ukhrawi yaitu membentuk
seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah, juga berorientasi
duniawi, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk
kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang (Athiyah, 1969: 284).
6
Berdasarkan paparan sebelumnya, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
inovasi yang dilakukan pesantren ialah berkenaan dengan persoalan kebutuhan
kekinian (community based curriculum) yang terbatas pada aspek teknis
operasional bukan pada substansi pendidikannya. Hal ini untuk mempertahankan
tradisi intelektual indigineous pesantren agar tidak tercerabut dari akarnya dan
kehilangan peran vitalnya. Pada prinsipnya, pesantren tetap mempertahankan
tradisi dan tata nilai yang masih relevan (al- muhafazah ‘ala al- Qadim al- Shalih),
di sisi lain secara selektif beradaptasi dengan pola baru yang mampu mendukung
kelanggengan sistem pendidikan pesantren (al- Akhdzu bi al- jadid al- Ashlah).
Tidak sepatutnya apabila kiai atau pengelola pesantren, mengabaikan arus
modernitas yang pada dasarnya memungkinkan ada hal baik di samping hal buruk,
dalam rangka mengimbangi perubahan zaman, jika memperhatikan betul kaidah
ini.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 3, di sana dijelaskan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam
yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, oleh karena itu, sudah
sepatutnya apabila pesantren turut andil dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Pesantren telah terbukti secara historis turut serta aktif dalam menciptakan
generasi beradab, berkarakter, dan berakhlak mulia. Bahkan, sejak
kemunculannya, pesantren telah banyak berkontribusi positif baik untuk
masyarakat maupun untuk pemerintah dengan menghasilkan ulama, mubaligh,
guru dan tokoh-tokoh bangsa, sehingga makin mendapat pengakuan masyarakat
dalam eksistensinya, dan berperan penting dalam pembangunan bangsa (Depag
RI, 2003; Basri, 2001: 101; dan Djauhari, 2008: 82). Lebih dari itu, eksistensi
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki kekhasan jika disandingkan
dengan lembaga pendidikan lain, dengan pendidikan 24 jamnya, totalitas
bimbingan, pengawasan, pengasuhan, dan keteladanan. Pada realitasnya, nilai-nilai
luhur yang dikembangkan oleh pesantren bersumber pada nilai-nilai ilahi dan
nilai-nilai insani (Mansur, 2004: 55).
Jika masyarakat diberikan pilihan antara lembaga pendidikan lain dengan
pesantren, dengan melihat jejak historis pesantren yang telah berdiri sejak abad ke-
15, seperti: Pesantren Gelagah Arum yang didirikan oleh Raden Fatah pada tahun
1476 sampai pada abad ke-19 dengan beberapa pondok-pondok pesantren yang
dipimpin oleh para wali, seperti Pesantren Sunan Malik Ibrahim di Gresik,
Pesantren Sunan Bonang di Tuban, Pesantren Sunan Ampel di Surabaya, dan
pesantren Tegal Sari yang terkemuka di Jawa (Nahrawi, 2008: 1), maka pesantren
akan dipilih oleh masyarakat dengan catatan pesantren tetap mempertahankan
tradisi dan tata nilai yang masih relevan (al- muhafazah ‘ala al- Qadim al- Shalih),
7
di sisi lain secara selektif beradaptasi dengan pola baru yang mampu mendukung
kelanggengan sistem pendidikan pesantren (al- Akhdzu bi al- jadid al- Ashlah).
Menurut Fauzan dan Sayuti (2012: 21), kepercayaan masyarakat terhadap
pesantren kuat kemungkinan didorong oleh konsistensi dan komitmen lembaga
pendidikan ini pada model pendidikan yang menekankan pola pengasuhan dan
pembelajaran secara berimbang.
Nashir (2005: 87-88), menyatakan bahwa ada beberapa pembagian pondok
pesantren dan tipologinya, yaitu: pondok pesantren salaf, didalamnya terdapat
sistem pendidikan salaf, seperti wetonan, sorogan, bandongan, dan sistem klasikal;
pondok pesantren semi berkembang, di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf
dan sistem klasikal madrasah swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10%
umum; pondok pesantren berkembang, seperti pondok pesantren semi
berkembang, sudah lebih bervariasi dalam kurikulumnya, 70% agama dan 30%
umum, diselenggarakan pula madrasah SKB tiga menteri dengan penambahan
madrasah diniyah; pondok pesantren khalaf, pendidikan di dalamnya sudah lebih
lengkap, diselenggarakan sekolah umum dengan penambahan madrasah diniyah
(praktik membaca kitab salaf), perguruan tinggi, koperasi, dan takhasus (bahasa
arab dan bahasa inggris); pondok pesantren ideal, dilengkapi dengan berbagai
bidang keterampilan disertai perhatian terhadap kualitas.
Lahirnya Pondok Pesantren Bina Insan Mulia tak bisa lepas dari Pondok
Pesantren al-Ikhlas Tegal Koneng yang didirikan oleh alm. KH. Sirojuddin pada
tahun 1942. Abah Siroj hijrah dari Bobos ke suatu perkampungan yang disebut
Tegal Koneng, mendirikan tempat ibadah, rumah, dan tempat pengajian. Singkat
cerita, santri banyak berdatangan dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan
Kuningan dan bukan hanya anak-anak bahkan para lanjut usia. Pada dua hari
khusus, yaitu Rabu dan Jumat, diselenggarakan pengajian rutin yang langsung
dipimpin Abah Siroj.
Tongkat estafet kemudian berpindah ke putera sulung Abah Siroj, seorang
alumni pondok Kempek dan Lasem, KH. Anas Sirojuddin. Di masa kepemimpinan
KH. Anas, sistem dakwah dan pesantren diperluas dengan didirikannya Madrasah
Diniyah, Madrasah Tsanawiyah, PAUD, dan TK yang kesemuanya diberi nama al-
Ikhlas. Sejak 2012, atas restu KH. Anas, pondok pesantren al-Ikhlas yang oleh
masyarakat sekitar lebih dikenal sebagai pesantren Tegal Koneng diubah namanya
menjadi pesantren Bina Insan Mulia.
KH. Imam Jazuli, sebagai generasi ketiga pesantren Tegal Koneng, yang
merupakan putera bungsu KH. Anas adalah tokoh yang berada di belakang
perubahan besar pesantren Tegal Koneng menjadi Pesantren Bina Insan Mulia.
Diawali dengan menyerahkan pengelolaan lembaga pendidikan pesantren kepada
masyarakat sekitar, KH. Imam Jazuli kemudian membeli lahan yang semula
digunakan pesantren al-Ikhlas juga tanah di sekitar dalam rangka perluasan area
pesantren, kecuali masjid dan sedikit pekarangannya karena sudah diwakafkan
sejak masa KH. Sirojuddin.
Fakta perubahan kepemimpinan pondok pesantren dalam tiga generasi
amat memungkinkan terjadinya dua hal. Di satu sisi, perubahan kepemimpinan
8
pondok pesantren tak pelak menggiring pada perubahan sistem pendidikan pondok
pesantren termasuk di dalamnya adalah kurikulum, yang berarti juga menunjukkan
bahwa sistem pendidikan pesantren tidak stabil. Di sisi lain, perubahan pucuk
pimpinan pondok pesantren yang meniscayakan perubahan kebijakan justeru
memungkinkan munculnya inovasi.
Inovasi yang terjadi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia adalah inovasi
kurikulum. Inovasi kurikulum yang dimaksud ialah adanya pergeseran atau
perubahan atau dapat juga disebut pengembangan kurikulum. Secara umum,
pergeseran atau pengembangan kurikulum terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
pertama, adanya perkembangan dan perubahan bangsa yang satu dengan yang lain.
Perubahan dan perkembangan praktek pendidikan di suatu negara apalagi negara
tetangga harus mendapat perhatian serius, sehingga pendidikan negara kita tidak
tertinggal.
Kedua, berkembangnya industri, produksi, dan teknologi. Perubahan dan
perkembangan di bidang teknologi yang pesat harus disikapi dengan sigap oleh tim
pengembangan kurikulum agar output dari lembaga pendidikan tidak terasing
(teralienasi). Ketiga, Orientasi politik dan praktek kenegaraan. Kurikulum
pendidikan tidak terlepas dari pergolakan politik suatu bangsa, sebagai contoh, jika
negara memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk memeluk dan menyiarkan
agama, maka agama berarti turut andil dalam pembinaan bangsa. Peranan ini
tentunya juga terintegrasi dalam segi kehidupan masyarakat melalui sistem
kependidikan dan keagamaan (Arifin, 2003:127).
Keempat, Pandangan intelektual yang berubah (Heri, Noer Aly dan
Munzier, 2002:194). Sutrisno (2005:106) menyatakan bahwa krisis yang terjadi
pada pertengahan 1997 hingga mencapai puncaknya pada 1998, merubah
pandangan intelektual khususnya intelektual muslim, yang sebelumnya
berpandangan bahwa arah kurikulum pendidikan pada pencapaian materi menjadi
pencapaian kompetensi, berkaca pada kualitas output yang rendah jika
dibandingkan dengan negara lain. Faktor kelima dan keenam ialah perubahan
dalam masyarakat dan eksploitasi ilmu pengetahuan.
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991: 39-40), sifat perubahan kurikulum
bisa sebagian-sebagian, dapat juga menyeluruh. Perubahan sebagian adalah
perubahan yang terjadi hanya pada unsur tertentu, misal perubahan dalam metode
mengajar saja, atau penilaian saja. Perubahan menyeluruh merupakan perubahan
yang meliputi keseluruhan sistem kurikulum, contoh untuk ini adalah perubahan
kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan 1976.
Pada umumnya, perubahan kurikulum mencakup komponen kurikulum,
yaitu: a). Tujuan kurikulum; b). Isi dan struktur kurikulum; c). Strategi kurikulum;
d). Sarana kurikulum; dan e). Sistem evaluasi kurikulum. Perubahan kurikulum
dimulai dari perubahan konseptual yang fundamental, berlanjut ke perubahan
struktural. Perubahan ini perlu dilakukan mengingat perlunya kurikulum
menyesuaikan diri dengan laju perkembangan masyarakat.
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia memiliki satu jalur formal pendidikan
jenis umum di tingkat atau jenjang menengah pertama, yakni SMP-IT Bina Insan
Mulia, satu jalur formal jenis umum di jenjang menengah atas, yaitu Madrasah
Aliyah Unggulan Bina Insan Mulia, dan satu jalur formal jenis kejuruan, profesi
dan vokasi di jenjang menengah atas, ialah SMK Bina Insan Mulia, yang di
9
dalamnya menyelenggarakan program studi Teknik Komputer dan Jaringan untuk
kejuruan, Keperawatan untuk profesi, dan Broadcast dan perfilman untuk vokasi.
Pengajian kitab salaf di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia tidak
diselenggarakan secara tersendiri dalam pendidikan diniyah, akan tetapi kajian
kitab salaf diselenggarakan di sekolah yang ada, baik di SMP-IT Bina Insan Mulia,
Madrasah Aliyah Unggulan Bina Insan Mulia, dan SMK Bina Insan Mulia sesuai
dengan jenjang pendidikan. Untuk jenjang menengah pertama dikaji kitab Arbain
Nawawi (hadis), Taisirul Khalaq (akhlak), Khulashah Nurul Yaqien (tarikh atau
sejarah Islam), dan Safinatunnajah (fikih) di samping ASWAJA dan tahfizh al-
Quran.
Untuk jenjang menengah atas, mengaji kitab Tanqihul Qaul (hadis),
Ta’limul Muta’allim (akhlak), Khulashah Nurul Yaqien (tarikh atau sejarah Islam),
dan Ghayatuttaqrib (fikih) di samping ASWAJA dan tahfizh. Jenjang menengah
atas, mengaji kitab Riyadushshalihin (hadis), Ahwalul Ihsan (akhlak), Khulashah
Nurul Yaqien (tarikh atau sejarah Islam), dan Ghayatuttaqrib (fikih) di samping
ASWAJA dan Tahfizh. Raport sebagai evaluasi belajar pelajaran kitab salaf ada
tersendiri, tidak digabung dengan raport sekolah meskipun penyelenggaraan
pengajian di kelas kegiatan sekolah atau madrasah.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah yang berada di bawah
naungan Pondok Pesantren Bina Insan Mulia berlangsung mulai pukul 7.30-11.30
WIB. Oleh karena itu sebagai penguat, Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
merancang program yang dikenal dengan sistem cluster, dengan enam program
unggulan dan satu program khusus.
Keenam program unggulan tersebut yaitu: program Bahasa Inggris,
Bahasa Arab, Qiraatul Kutub dengan metode Tamyiz dan Amtsilati, Tahsin
dengan metode Qiraati dan Kempekan, Tahfizh dalam tiga jenis kelas dengan
metode Ilhamqu, Bilyadain, dan metode Merem Melek, dan Eksakta dengan fokus
pada Matematika, di samping itu diajarkan pula Fisika, Kimia, dan Biologi.
Sedangkan program khusus, ada satu yaitu program Timur Tengah untuk
persiapan santri yang berminat melanjutkan studi ke Timur Tengah seperti: Arab
Saudi, Tunisia, Maroko, Yaman, termasuk Mesir. Terungkap dalam beberapa
kasus, karena tantangan dan hambatan tertentu, baik dari santri, orang tua, atau
kondisi lainnya target pencapaian program tidak tercapai, atau dapat dicapai dalam
prosentase yang relatif kecil, tidak sesuai harapan.
Inovasi dalam kurikulum dan program yang diselenggarakan Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia merupakan upaya dalam rangka menarik minat
masyarakat di tengah banyaknya pesantren di Jawa Barat umumnya, dan Cirebon
khususnya sekaligus peran serta aktif dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Upaya ini juga merupakan upaya peningkatan mutu yang terbukti dengan
berbagai prestasi yang diraih dan lulusan yang tersebar baik di perguruan tinggi
dalam negeri maupun beberapa perguruan tinggi luar negeri.
Namun demikian, terdapat pergeseran dalam kurikulumnya. Hal ini dapat
diketahui dari: pertama, tujuan, tujuan pendidikan Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia adalah mencetak santri yang mampu berkiprah, baik di kancah nasional
maupun internasional yang berarti ada penyatuan antara pemahaman akademik dan
religius, bergeser dari tujuan pendidikan pesantren dalam Peraturan Pemerintah
No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal
26 ayat (1), tujuan pesantren menyelenggarakan pendidikan adalah untuk
10
menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta
tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih
fiddin) dan /atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan atau keahlian untuk
membangun kehidupan yang islami di masyarakat.
Kedua, isi atau struktur, isi kurikulum pesantren di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia dirancang berkesinambungan antara sekolah dengan pesantren dengan
tujuan penguasaan yang utuh antara pemahaman religius dan sains, bergeser dari
kurikulum pesantren berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014
tentang Pendidikan Keagamaan Islam pada Bab II Pasal 14 yang menyatakan
bahwa muatan kurikulum pesantren sebagai satuan pendidikan meliputi Al-Quran,
Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ulum al-Hadits, Tauhid, Fiqh, Ushul Fiqh, Akhlak,
Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah, Ilmu Kalam, Ilmu ‘Arudl,
Ilmu Mantiq, Ilmu Falak, dan disiplin ilmu lainnya.
Ketiga, strategi, metode penyampaian isi kurikulum di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia kebanyakan menggunakan metode bandongan, baik di kelas
maupun pengajian wetonan dengan kiai, tidak lagi menggunakan makna pegon
sebagai ciri khas pesantren, bergeser dari metode pembelajaran kitab kuning
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014
tentang Pendidikan Keagamaan Islam pada Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan
bahwa pembelajaran kitab kuning dapat dilakukan dengan menggunakan metode
sorogan, metode bandongan, metode bahtsul masail, dan metode lainnya.
Keempat, sistem evaluasi, evaluasi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
tertuang dalam raport yang terpisah sistemnya antara sekolah dan pesantren
dengan kualifikasi yang berbeda antara guru pelajaran umum dan ustadz
pengampu pelajaran kitab. Pergeseran pada evaluasi terletak pada penyelenggaran
pembelajaran yang bersamaan namun dengan evaluasi yang terpisah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
penulis tertarik untuk mengangkat judul “Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya
Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia-Cirebon)” sebagai tesis.
B. Kajian Terdahulu
Penelitian tentang inovasi atau pembaharuan pendidikan cukup banyak
dilakukan, namun penelitian ini berbeda dengan kajian-kajian terdahulu yang
telah dilakukan, sebagaimana tersaji dalam table berikut:
Tabel 1.2. Kajian Terdahulu
Judul Penulis Isi Perbedaan
Jurnal berjudul
Reformulasi
Pendidikan Pesantren
dalam Dialektika
Konteks Masyarakat
Global
Moh. Afiful Hair
(2007: 92)
Pesantren harus
melakukan perubahan
format, orientasi, dan metode pendidikan
dengan tidak merubah
visi, misi pesantren untuk mengimbangi
arus globalisasi dan
modernisasi
Penelitian Afiful Hair
pada pendidikan
pesantren lebih umum, fokus kajian penelitian
ini pada kurikulum
pesantren lebih khusus
11
Disertasi berjudul
Pembaharuan
Pendidikan di
Pesantren: Studi Kasus Pesantren Lirboyo
Kediri
Ali Anwar, 2008 Pembaharuan
pendidikan di
Pesantren Lirboyo
ditandai dengan lahirnya pendidikan di
bawah Kemenag
melalui yayasan HM. Tribhakti al-
Mahrusiyah dan
pendidikan di bawah Kemendiknas di bawah
naungan Pesantren
Salafi terpadu ar-Risalah di samping
pendidikan tradisional
salaf pesantren
Penelitian Ali Anwar
pada pendidikan
pesantren lebih umum,
fokus kajian penelitian ini pada kurikulum
pesantren lebih khusus
Tesis berjudul
Pembaharuan Kurikulum Pendidikan
Tinggi Islam di
Indonesia (Telaah Kritis Pemikiran Harun
Nasution)
Deddy Yusuf
Yudhyarta, 2013
Menurut Harun
Nasution, tujuan pendidikan tinggi Islam
harus diarahkan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri,
yakni melahirkan
manusia yang bertakwa dan berakhlakul
karimah, oleh karena
itu, sistem pendidikan yang dilaksanakan
ialah pendidikan agama
bukan pengajaran agama.
Penelitian Yudhyarta
fokus pada kurikulum pendidikan tinggi
Islam, penelitian ini
tertuju pada kurikulum pesantren
Jurnal berjudul Reformulasi Kurikulum
Pesantren dalam
rangka Meningkatkan Kualitas Pendidikan di
Pondok Pesantren
Moh. Fudholi
(2015: 9)
Terdapat dua faktor penting dalam rangka
meningkatkan
kurikulum pesantren, pertama internal,
meliputi inisiasi
pengasuh terhadap kualitas santri,
efektivitas dan
efisiensi, serta kesiapan alumni untuk terjun di
masyarakat; kedua
eksternal mencakup perkembangan IPTEK,
dorongan agar maju,
dan penawaran alumni
terhadap masyarakat
Penelitian Fudholi pada reformulasi kurikulum
pesantren ditujukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
pondok pesantren,
penelitian ini bukan hanya ditujukan untuk
pendidikan pondok
pesantren, tetapi sekaligus tujuan
pendidikan nasional
Jurnal berjudul
Kurikulum Pesantren dalam Perspektif Gus
Dur (Suatu Kajian Epistemologis)
Abdullah (2016:
227)
Pesantren harus
menjadikan ilmu agama sebagai dasar
tanpa meninggalkan pengetahuan yang lain
agar santri lebih dapat
mengembangkan potensi dirinya
Penelitian Abdullah
merupakan kajian epistemologis
sedangkan penelitian ini adalah kajian studi
kasus
Tesis berjudul
Manajemen Kurikulum Pesantren Mahasiswa
dalam Membentuk
Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan
Intelektual Mahasiswa
Ahmad Tamami,
2017
Terdapat perbedaan
yang mendasar di kedua pesantren dalam
rangka membentuk
kecerdasan spiritual
dan intelektual
santrinya dalam
Penelitian Tamami
khusus pada manajemen kurikulum
pesantren mahasiswa
dengan multi situs,
penelitian ini fokus
pada inovasi kurikulum
12
(Studi Multi Situs di Pesantren Mahasiswa
al-Hikam dan
Pesantren Mahasiswa Firdaus, Malang-Jawa
Timur)
perencanaan,
implementasi, dan
evaluasi
pesantren dengan studi
kasus
Tesis berjudul Strategi
Pengembangan
Kurikulum Pondok Pesantren (Studi Kasus
di pondok Pesantren
an-Nur II al-Murtadho, Bululawang, Malang)
M. Zulmiadi,
2018
Pengembangan
kurikulum di pondok
ini mengacu pada visi misi dituangkan dalam
kurikulum diniyah
berisi lima materi pokok: Nahwu, Sharaf,
Fiqh, Tauhid, dan
Akhlak. Kesemuanya diakselerasi untuk
kemampuan baca kitab
kuningnya dengan kurikulum al-badar
menggunakan metode
al-Miftah
Penelitian Zulmiadi
yang tertuju pada
strategi pngembangan kurikulum pondok
pesantren merupakan
bagian dari penelitian ini. Penelitian ini lebih
luas.
Sumber: Afiful Hair (2007: 92); Anwar, 2008; Yudhyarta, 2013; Fudholi
(2015:9); Abdullah (2016: 227); Tamami, 2017; dan Zulmiadi, 2018.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diketengahkan,
maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
a. Kurikulum pesantren tidak mengikuti laju perkembangan masyarakat.
Kiai amat menentukan tujuan pendidikan pesantren. Meskipun materi
pendidikan diajarkan di pesantren, namun karena istilah kurikulum
tidak dikenal di pesantren, maka mayoritas pesantren tidak
merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk
kurikulum. Sesuai dengan perkembangan pesantren, kiai akan
menentukan kebijakan pembelajaran. Padahal, kurikulum sangat
dibutuhkan oleh semua lembaga pendidikan termasuk pesantren. Oleh
karena itu, kurikulum pesantren seringkali dianggap tertinggal dari
laju perkembangan masyarakat.
b. Pesantren tidak memiliki pijakan yang kokoh dalam menentukan
kurikulum. Pesantren menghadapi dilema antara tradisi dan
modernitas. Bukan hanya persoalan nilai kompetitif yang bertambah,
pesantren juga menghadapi problema modernisasi pendidikan Islam
itu sendiri, sebagai imbas dari modernisasi Sistem Pendidikan
Nasional. Terkait modernisasi pendidikan Islam, yang ditandai
dengan sistem dan kelembagaan pesantren yang telah dimodernisasi
dan disesuaikan dengan tuntutan pembangunan terutama aspek
kelembagaan yang otomatis akan mempengaruhi penetapan kurikulum
berdasarkan acuan tujuan institusional lembaga, pertanyaan besar yang
muncul justeru adalah: apakah pesantren dalam menentukan
kurikulum harus mengikuti begitu saja tuntutan jaman, ataukah
mempertahankan ciri khas pesantren sebagai bentuk aktualisasi
13
eksistensinya? Format kurikulum pesantren yang bagaimanakah yang
bisa menjadi alternatif tawaran untuk masa mendatang?
c. Sistem pendidikan pesantren tidak stabil. Fakta perubahan
kepemimpinan pondok pesantren dalam tiga generasi amat
memungkinkan terjadinya dua hal. Di satu sisi, perubahan
kepemimpinan pondok pesantren tak pelak menggiring pada
perubahan sistem pendidikan pondok pesantren termasuk di dalamnya
adalah kurikulum, yang berarti juga menunjukkan bahwa sistem
pendidikan pesantren tidak stabil. Di sisi lain, perubahan pucuk
pimpinan pondok pesantren yang meniscayakan perubahan kebijakan
justeru memungkinkan munculnya inovasi.
d. Nilai kompetitif pesantren melemah. Adanya kecenderungan akhir-
akhir ini menciptakan pesantren sebagai lembaga pencetak ulama.
Penyempitan kriteria semacam ini justeru menciutkan klasifikasi orang
yang dikirimkan ke pesantren dan melemahkan nilai kompetitif
pesantren.
e. Adanya pergeseran dalam kurikulum pesantren. Ada indikasi
menerapkan kurikulum terintegrasi tapi tidak utuh.
2. Batasan Masalah
Merujuk pada latar belakang masalah dan masalah yang sudah
diidentifikasi, agar penelitian ini terfokus pada inti permasalahan yang
dikaji, penulis perlu membatasi masalah-masalah ini pada kajian tentang:
a. Inovasi kurikulum pesantren di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, Dukuh Puntang, Cirebon,
b. Analisis konsep kurikulum yang diimplementasikan
c. Kaitan inovasi kurikulum pesantren Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia dengan tujuan pendidikan nasional.
3. Rumusan Masalah
Mengakomodir tiga masalah yang hendak dikaji dalam batasan
masalah, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana inovasi kurikulum Pesantren Bina Insan Mulia?
b. Konsep kurikulum seperti apa yang diimplementasikan di inovasi
kurikulum Pesantren Bina Insan Mulia?
c. Bagaimana keterkaitan inovasi kurikulum Pesantren Bina Insan
Mulia dengan tujuan pendidikan nasional?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara akademik dan terapan, penelitian ini ditujukan untuk:
a. Mengkaji inovasi kurikulum pesantren di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia, Dukuh Puntang, Cirebon
b. Menganalisis konsep kurikulum yang diimplementasikan
dalam inovasi kurikulum pesantrennya
c. Menganalisis kaitan inovasi kurikulum Pesantren Bina
Insan Mulia dengan tujuan pendidikan nasional.
14
2. Manfaat Penelitian
Secara akademis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai sumbangsih keilmuan dalam kajian tentang inovasi kurikulum
pesantren dalam hubungannya dengan konsep kurikulum yang
diimplementasikan, dan kaitan inovasi kurikulum dengan tujuan
pendidikan nasional.
Secara terapan, bagi pondok pesantren yang lain, penelitian ini
bisa menjadi input positif dalam inovasi kurikulum dan pemahaman
terhadap konsep kurikulum yang diimplementasikan, bagi pengasuh
pondok pesantren, penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam
mengaplikasikan inovasi kurikulum pesantren, bagi kementerian agama,
penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mendorong pesantren
berinovasi dalam aspek-aspek pendidikan. Bagi masyarakat umum,
penelitian ini diharapkan dapat mengubah pola pandang masyarakat
kebanyakan terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”.
15
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan Tujuan Pendidikan
Nasional
1. Teori Inovasi
Inovasi mengandung arti pembaharuan yang berdekatan dengan
perubahan. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan, atau keadaan
yang memungkinkan membawa ke arah kebaikan. Inovasi kurikulum
pesantren menjadi ciri dalam usaha perombakan terhadap stagnasi
pengembangan pesantren. Usaha ini menjadi indikator peran pondok
pesantren dalam membina santri berkualitas, baik dalam pengetahuan
keagamaan maupun perkembangan sains dan teknologi.
Inovasi ialah suatu alat, hal, atau gagasan yang baru, dan belum
pernah ada sebelumnya. Keberadaan sesuatu yang baru ini diharapkan
menarik dan berguna. Sifat dari pelaku inovasi dikatakan sebagai inovatif,
sedangkan pelaku inovasi disebut inovator.
Inovasi sangat perlu dilakukan oleh penyedia barang atau jasa dalam
rangka mempertahankan minat pengguna atau konsumen, di samping
tentunya juga sebagai upaya untuk menjaga eksistensinya secara
kompetitif terutama dalam hal kualitas.
Inovasi harus menarik maksudnya ialah inovasi dapat menarik
minat orang lain untuk mempergunakannya. Inovasi mesti berguna yang
dikehendaki adalah inovasi ini berguna, baik bagi inovatornya maupun
orang lain dengan ciri lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan
hal, alat, atau gagasan sebelumnya. Sebagai contoh, dengan inovasi suatu
hal yang semula lama, bisa lebih cepat, yang asalnya berat dapat lebih
ringan.
Everett M. Rogers (1983) mendefinisikan inovasi sebagai ide,
gagasan, praktik atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai
suatu yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.
Inovasi adalah ciptaan-ciptaan baru (dalam bentuk materi maupun
intangible) yang memiliki nilai ekonomi yang berarti (signifikan),
biasanya dilakukan oleh perusahaan atau kadang-kadang juga individu
(Edquist: 2001).
Stephen Robbins (1994) menyatakan bahwa inovasi merupakan
suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau
memperbaiki suatu produk atau proses jasa.
Inovasi merupakan sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi
dalam lingkungan yang dinamis. Perusahaan dituntut untuk mampu
menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan yang lebih
segar, dan menawarkan produk yang inovatif serta meningkatkan
pelayanan yang memuaskan pelanggan (Hurley dan Hult, 1998: 45).
Menurut Suryani (2008: 304), inovasi dalam konsep yang luas,
tidak hanya terbatas pada produk. Inovasi bisa berupa ide, cara-cara, atau
objek yang dipersepsikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru, atau
dapat juga berupa perubahan yang dirasakan sebagai hal yang baru oleh
16
masyarakat yang mengalaminya. Sedangkan dalam konteks pemasaran dan
perilaku konsumen, inovasi berkaitan dengan produk atau jasa yang
sifatnya baru, baik baru karena merujuk pada produk yang benar-benar
belum pernah ada sebelumnya, ataupun baru sebab adanya hal yang
berbeda yang merupakan penyempurnaan atau perbaikan produk
sebelumnya yang pernah ditemui konsumen.
Menurut UU No. 18 Tahun 2002, inovasi adalah kegiatan
penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan untuk
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan
yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
Merujuk kepada pendapat beberapa pakar dan UU No. 18 Tahun
2002, inovasi dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang baru, baik karena
memang belum pernah ada sebelumnya, ataupun baru karena adanya
perbedaan yang menyempurnakan yang sebelumnya sudah ada, bisa
berupa alat, ide, cara, ataupun gagasan yang menarik dan bermanfaat yang
telah teruji melalui kajian, penelitian, dan percobaan.
Tabel 2.1. Definisi Inovasi menurut Beberapa Pakar
Suryani Stephen P
Robbins
Everett M
Rogers
Charles
Edquist
UU No. 18 Tahun
2002
Hurley dan
Hult
Inovasi bisa
berupa ide,
cara-cara, atau
objek yang
dipersepsikan
oleh seseorang
sebagai
sesuatu yang
baru, atau
dapat juga
berupa
perubahan
yang dirasakan
sebagai hal
yang baru oleh
masyarakat
yang
mengalaminya
suatu gagasan
baru yang
diterapkan untuk
memprakarsai
atau
memperbaiki
suatu produk
atau proses jasa
ide, gagasan,
praktik atau
objek/benda yang
disadari dan
diterima sebagai
suatu yang baru
oleh seseorang
atau kelompok
untuk diadopsi.
ciptaan-
ciptaan baru
(dalam
bentuk materi
maupun
intangible)
yang
memiliki
nilai ekonomi
yang berarti
(signifikan),
biasanya
dilakukan
oleh
perusahaan
atau kadang-
kadangjuga
individu
kegiatan
penelitian,
pengembangan,
dan/atau
perekayasaan yang
bertujuan untuk
mengembangkan
penerapan praktis
nilai dan konteks
ilmu pengetahuan
yang baru, atau
cara baru untuk
menerapkan ilmu
pengetahuan dan
teknologi yang
telah ada ke dalam
produk atau proses
produksi
sebuah
mekanisme
perusahaan
untuk
beradaptasi
dalam
lingkungan
yang
dinamis.
Sumber: Suryani (2008), Edquist (2001), Rogers (1987), Robbins (1994),
Hurley dan Hult (1998), serta UU No. 18 Tahun 2002.
Bagi Robbins, inovasi semestinya fokus pada tiga hal. Pertama,
gagasan baru, yaitu suatu olah pemikiran dalam mengamati suatu
fenomena yang sedang terjadi. Gagasan baru ini bisa berbentuk penemuan
dari suatu pemikiran, ide, sistem, hingga pada kemungkinan adanya
gagasan yang tak terungkap. Kedua, produk dan jasa, ialah langkah
berkesinambungan atau tindak lanjut dari gagasan melalui kajian,
17
penelitian, dan percobaan, sampai melahirkan konsep yang lebih konkret
dalam bentuk produk dan jasa yang siap untuk diimplementasikan. Ketiga,
perbaikan, yakni upaya berkesinambungan untuk melakukan
penyempurnaan dan perbaikan secara sistematis agar inovasi tersebut
dapat dirasakan manfaatnya.
Terdapat setidaknya empat ciri dalam suatu inovasi, yaitu:
a. Inovasi memiliki kekhasan dalam ide, program, tatanan,
sistem, termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan
b. Inovasi memiliki unsur kebaruan, suatu inovasi harus
memiliki karakteristik sebagai sebuah karya dan buah
pemikiran yang mempunyai kadar orisinalitas
c. Inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana,
dipersiapkan secara matang dan tidak tergesa-gesa
d. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi
harus memiliki arah yang ingin dicapai sekaligus strategi
untuk mencapai tujuan tersebut
Sedangkan sifat perubahan dalam inovasi ada 6, yakni:
a. Penggantian (substitution), yaitu inovasi dengan pergantian
yang jelas. Sebagai contoh, pergantian aliran musik, bentuk
barang atau alat, sistem pembayaran, dan lain-lain
b. Perubahan (alternation), ialah inovasi yang melahirkan suatu
perubahan, baik dalam bentuk, rasa, dan hal lainnya. Bisa
dicontohkan dalam dunia pendidikan perubahan metode
belajar bersama guru melalui media digital
c. Penambahan (addition), adalah inovasi pada suatu produk atau
jasa hanya berupa penambahan, tidak merubah produk.
Misalnya penambahan bonus atau hadiah atas pembelian
produk
d. Penyusunan kembali (restructuring), yakni inovasi yang
diupayakan untuk menyusun kembali suatu hal menjadi lebih
efisien, efektif, dan lebih baik lagi. Contoh dalam dunia
pendidikan seperti penyusunan kembali urutan mata pelajaran
e. Penghapusan (elimination), merupakan inovasi dengan
menghilangkan unsur tertentu dari produk maupun jasa
f. Penguatan (reinforcement), inovasi yang berupaya
menguatkan produk atau jasa. Dalam dunia pendidikan
misalnya penguatan dan pemantapan tenaga pendidik dalam
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien
(repository.unisba.ac.id)
Memperhatikan fokus inovasi menurut Robbins, ciri, dan sifat
perubahannya, suatu gagasan baru akan disebut sebagai sebuah inovasi
jika dijaga kekhasannya, kebaruannya, direncanakan dengan tujuan yang
jelas, ditindak lanjuti melalui penelitian dan kajian hingga menjadi produk
atau jasa, serta dilakukan perbaikan yang diperlukan dalam rangka
kebermanfaatan.
Inovasi harus dikelola dalam manajemen inovasi yang baik.
Manajemen inovasi ialah proses mengelola inovasi di suatu perusahaan
agar dapat berdaya guna bagi penciptaan keunggulan bersaing yang
18
berkelanjutan bagi perusahaan. Manajemen inovasi amat diperlukan untuk
menjaga agar inovasi berjalan sistematis, efisien, dan berkelanjutan, juga
agar ide-ide inovatif tidak menumpuk dan lambat diperkenalkan kepada
konsumen.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat dipahami bahwa jika
ide-ide inovatif ini menumpuk dan lambat diperkenalkan kepada publik
sebagai akibat dari manajemen inovasi yang tidak baik, maka akan terjadi
stagnasi yang pada gilirannya menyebabkan perusahaan atau jika ini
diterapkan di lembaga pendidikan, lembaga pendidikan tersebut kalah
dalam berkompetisi, bahkan mengancam keberlanjutan dari lembaga
pendidikan tersebut.
Perubahan dan pengembangan merupakan bagian dari inovasi,
dan termasuk di dalamnya adalah perubahan dan pengembangan
kurikulum. Perubahan dan pengembangan kurikulum harus didukung oleh
seluruh komponen pendukung kurikulum, terutama oleh pengajar dan
pendidik sebagai figur sentral proses pembelajaran.
Dalam sudut pandang global, konteks yang menyeluruh,
kompetensi seorang guru sebagai figur sentral proses pembelajaran sangat
diperlukan, terlebih pada fungsinya sebagai figur yang memberikan
wawasan keilmuan serta informasi-informasi terbaru tentang pendidikan
(Fauzan, 2017: 197).
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991: 39-40), sifat perubahan
kurikulum bisa sebagian-sebagian, dapat juga menyeluruh. Perubahan
sebagian adalah perubahan yang terjadi hanya pada unsur tertentu, misal
perubahan dalam metode mengajar saja, atau penilaian saja. Perubahan
menyeluruh merupakan perubahan yang meliputi keseluruhan sistem
kurikulum, contoh untuk ini adalah perubahan kurikulum 1968 menjadi
kurikulum 1975 dan 1976.
Untuk memahami inovasi kurikulum dengan baik, perlu
diperhatikan hal-hal terkait inovasi kurikulum sebagai berikut:
a. Faktor Penyebab dilakukannya Inovasi Kurikulum
Faktor-faktor penyebab inovasi atau perubahan kurikulum
antara lain:
1) Adanya perkembangan dan perubahan bangsa yang satu dengan
yang lain. Perubahan dan perkembangan praktek pendidikan di
suatu negara apalagi negara tetangga harus mendapat perhatian
serius, sehingga pendidikan negara kita tidak tertinggal
2) Berkembangnya industri, produksi, dan teknologi. Perubahan dan
perkembangan di bidang teknologi yang pesat harus disikapi
dengan sigap oleh tim pengembangan kurikulum agar output dari
lembaga pendidikan tidak terasing (teralienasi)
3) Orientasi politik dan praktek kenegaraan. Kurikulum pendidikan
tidak terlepas dari pergolakan politik suatu bangsa, sebagai
contoh, jika negara memberikan kebebasan kepada rakyatnya
untuk memeluk dan menyiarkan agama, maka agama berarti turut
andil dalam pembinaan bangsa. Peranan ini tentunya juga
terintegrasi dalam segi kehidupan masyarakat melalui sistem
kependidikan dan keagamaan (Arifin, 2003:127)
19
4) Pandangan intelektual yang berubah (Heri, Noer Aly dan Munzier,
2002:194). Sutrisno (2005:106) menyatakan bahwa krisis yang
terjadi pada pertengahan 1997 hingga mencapai puncaknya pada
1998, merubah pandangan intelektual khususnya intelektual
muslim, yang sebelumnya berpandangan bahwa arah kurikulum
pendidikan pada pencapaian materi menjadi pencapaian
kompetensi, berkaca pada kualitas output yang rendah jika
dibandingkan dengan negara lain
5) Perubahan dalam masyarakat
6) Eksploitasi ilmu pengetahuan (Nasution, 2001: 251). Lahirnya
disiplin ilmu baru sejalan dengan pesatnya kemajuan di berbagai
bidang kehidupan
Merujuk kepada beberapa faktor penyebab dilakukannya
inovasi kurikulum, maka inovasi kurikulum yang terjadi di
pesantren di Indonesia, terjadi karena kesadaran mereka untuk
tidak tertinggal dari perubahan dan perkembangan lembaga
pendidikan lain yang sekaligus dipengaruhi oleh perkembangan
sains dan teknologi, orientasi politik, perubahan pandangan
intelektual, dan perubahan dalam masyarakat.
b. Langkah-langkah Inovasi Kurikulum
Pada umumnya, perubahan kurikulum mencakup komponen
kurikulum, yaitu: 1) Tujuan kurikulum; 2) Isi dan struktur kurikulum;
3) Strategi kurikulum; 4) Sarana kurikulum; dan 5) Sistem evaluasi
kurikulum. Perubahan kurikulum dimulai dari perubahan konseptual
yang fundamental, berlanjut ke perubahan struktural. Perubahan ini
perlu dilakukan mengingat perlunya kurikulum menyesuaikan diri
dengan laju perkembangan masyarakat. Adapun langkah-langkah
pembaharuan kurikulum ialah:
a) Studi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat
b) Studi tentang karakteristik dan kebutuhan anak didik
c) Mobilitas suatu perubahan kurikulum
d) Formulasi tujuan pendidikan atau kompetensi
e) Menetapkan aktifitas belajar dan mata pelajaran
f) Mengorganisasikan pengalaman belajar dan perencanaan unit-unit
pelajaran
g) Uji coba kurikulum yang diperbaharui
h) Implementasi kurikulum baru
i) Evaluasi dan revisi kurikulum (Sudjana, 1996: 145-152)
c. Kesulitan yang dihadapi dalam Inovasi Kurikulum
Kesulitan-kesulitan dalam perubahan kurikulum disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain:
1) Sukarnya menerima perubahan kurikulum dikarenakan proses
rumit yang lama dan terbatas serta rendahnya sumber daya
manusia yang dimiliki
2) Adanya pihak-pihak tertentu yang bersifat konservatif
3) Kecenderungan terhadap tokoh yang mencetuskan perubahan
kurikulum
4) Memerlukan dana yang besar (Nasution, 2001: 252- 256)
20
5) Seringkali implementasi di lapangan lebih sulit dari ide yang
dicetuskan
d. Kelambanan Inovasi Kurikulum
Kelambanan perubahan dalam bidang pendidikan memiliki
beberapa alasan (Nasution, 2001: 127), antara lain:
1) Metode tertentu atau kurikulum tertentu dianggap belum pasti
memberikan pengaruh keberhasilan praktek pendidikan
2) Tidak adanya petugas khusus pemerintah untuk kurikulum yang
siaga membantu guru terhadap permasalahan yang dihadapi
3) Guru yang berinovasi tidak mendapat perhatian
4) Rendahnya tingkat kesejahteraan guru sehingga guru cenderung
bertahan dengan cara-cara lama (Supriadi, 2004: 75)
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kesulitan dan
kelambanan inovasi kurikulum tidak terjadi atau minimal bisa
dikurangi jika langkah-langkah inovasi kurikulum dilakukan tahap
demi tahap dengan baik. Dengan memperhatikan poin nomor 3
(tiga) pada kelambanan inovasi kurikulum, maka poin nomor 2
(dua) pada langkah inovasi kurikulum bisa ditambahkan dengan
studi terhadap karakteristik dan kebutuhan pendidik, mengingat
begitu kuatnya jalinan antara anak didik dengan pendidik.
e. Prinsip-prinsip Inovasi (Pengembangan) Kurikulum
Terdapat prinsip-prinsip yang perlu dijadikan acuan agar
kurikulum sesuai dengan keinginan seluruh stake holder (pemangku
kepentingan), baik dari kalangan pesantren, santri, orang tua,
masyarakat, dan pemerintah (Nurhayati, 2010: 18), yaitu:
1) Prinsip Relevansi
Pendidikan dianggap sangat relevan jika hasil
pendidikan memiliki nilai fungsional bagi kehidupan (Idi, 2010:
179). Maksudnya, ada kesesuaian antara hasil pendidikan dengan
tuntutan kehidupan di masyarakat. Dalam sebuah kurikulum
terdapat dua relevansi, yakni relevansi ke dalam dan relevansi ke
luar (Sukmadinata, 2012: 150). Relevansi ke dalam berarti adanya
kesesuaian atau konsistensi antara komponen kurikulum.
Sedangkan relevansi ke luar mengandung arti tujuan dan isi
kurikulum sesuai dengan hal-hal berikut:
a) Relevansi pendidikan dengan kurikulum anak didik.
Pengembangan kurikulum dan ketentuan bahan pengajaran
hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik
b) Relevansi pendidikan dengan kehidupan masa kini dan masa
depan. Kurikulum bersifat antisipatif dan prediktif karena
materi yang diajarkan bermanfaat untuk persiapan masa depan
anak didik
c) Relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Lulusan dapat
mengakses bursa kerja sesuai dengan spesifikasi pendidikan
d) Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Subandijah, 1993: 50)
21
Prinsip relevansi menjadi penting dalam sebuah
pengembangan kurikulum karena ketika pendidikan sudah
dianggap tidak relevan, maka lembaga pendidikan tersebut
ditinggalkan oleh masyarakat sebagai imbas dari
ketidaksesuaian dengan tuntutan hidupnya.
2) Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas dapat diartikan sebagai pencapaian
perencanaan dengan keinginan. Dalam proses pendidikan,
efektivitas dapat dilihat dari dua sisi (Hidayat, 2013: 75), yaitu:
a) Efektivitas mengajar pendidik, yakni sejauhmana kegiatan
belajar mengajar yang telah direncanakan dapat terlaksana
dengan baik
b) Efektivitas belajar anak didik berkaitan dengan sejauhmana
tujuan-tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai melalui
kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Dalam prinsip efektivitas, efektivitas mengajar pendidik
dan efektivitas belajar anak didik tercapai dengan baik jika
perangkat pembelajaran tersedia, seperti: silabus, RPP, agenda
harian, daftar hadir, daftar nilai dan sebagainya.
3) Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi bertolak dari prinsip ekonomi dengan
tenaga, biaya, dan waktu sekecil mungkin mendapatkan hasil
maksimal. Pada dasarnya merupakan perbandingan antara
pengeluaran dan hasil yang dicapai, dengan harapan setidaknya
ada keseimbangan antara pengeluaran dengan hasil yang dicapai
(Sukiman, 2015: 37).
4) Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas ialah saling keterkaitan antara tingkat
pendidikan, program pendidikan, dan bidang studi (Nurhayati,
2010: 115). Hal ini berkaitan dengan perkembangan dan proses
belajar anak didik yang senantiasa berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus, dan tidak berhenti-henti
(Sukmadinata, 2012: 151).
Menurut Idi (2010: 182), minimal terdapat dua
kesinambungan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a) Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah, bahan
pelajaran yang dibutuhkan untuk belajar lebih lanjut pada
tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah
diajarkan pada tingkat sebelumnya; bahan pelajaran yang telah
diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak
harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
b) Kesinambungan di antara berbagai bidang studi, menunjukkan
pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan
antara bidang studi yang satu dengan yang lain.
Prinsip kontinuitas dalam pandangan Nurhayati sekarang
ini dikenal dengan prinsip linieritas yang acapkali menjadi
ganjalan pada karir guru dan dosen. Sebagai contoh, seorang
22
guru yang sudah diangkat sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil)
dan bertugas mengajar di MI (Madrasah Ibtidaiyah) dengan
bekal ijazah SI Tarbiyah, harus kuliah kembali di PGMI
(Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah). Meskipun di sisi lain,
penerapan peraturan ini sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 16 Tahun 2019
tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 16 Tahun
2019 merupakan perubahan atas Peraturan menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 46 Tahun 2016. Isi pokok dari Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 16 Tahun 2019
adalah menyatakan bahwa merubah seluruh lampiran
Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan No. 46 Tahun
2016 berbunyi sebagaimana tercantum dalam lampiran I,
lampiran II, lampiran III, lampiran IV, dan lampiran V
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 16 Tahun
2019.
Lampiran I, berisi ketentuan tentang kesesuaian bidang atau
mata pelajaran yang diampu dengan sertifikat pendidik
jenjang Taman Kanak-Kanak (TK).
Lampiran II, berisi ketentuan tentang kesesuaian bidang atau
mata pelajaran yang diampu dengan sertifikat pendidik
jenjang Sekolah Dasar (SD).
Lampiran III, berisi ketentuan tentang kesesuaian bidang atau
mata pelajaran yang diampu dengan sertifikat pendidik
jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Lampiran IV, berisi ketentuan tentang kesesuaian bidang atau
mata pelajaran yang diampu dengan sertifikat pendidik
jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Lampiran V, berisi ketentuan tentang kesesuaian bidang atau
mata pelajaran yang diampu dengan sertifikat pendidik
jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
5) Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas dalam kurikulum dapat diklasifikasi dalam
dua macam, yaitu fleksibilitas dalam memilih program pendidikan
dan fleksibilitas dalam pengembangan program pengajaran
(Hidayat, 2013: 77). Fleksibilitas dapat diartikan lentur atau
luwes, maksudnya tidak kaku, ada ruang untuk kebebasan
bertindak (Drajat, 2006: 127).
Kebebasan bertindak perlu, karena dalam diri anak didik
terdapat banyak perbedaan dalam segala hal, bakat, kemampuan
membaca, menulis, keterampilan, dan sebagainya. Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi
dalam pelaksanaannya masih memungkinkan adanya penyesuaian-
penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun
kemampuan dan latar belakang anak (Sukmadinata, 2009: 151).
Sebagai benang merah dari beberapa teori yang
berkaitan dengan prinsip fleksibilitas, dapat dinyatakan bahwa
23
prinsip ini dikembangkan untuk mengakomodir bakat dan potensi
anak yang beragam, sehingga anak tidak terbebani dalam proses
pendidikannya. Ketidakmampuan anak pada satu bidang studi,
sepatutnya mendorong pendidik untuk menggali bakat dan potensi
anak dalam bidang studi yang lain.
6) Prinsip Orientasi pada Tujuan
Tujuan penting untuk menentukan metode mengajar, alat
pembelajaran, dan evaluasi (Subandijah, 1993: 54). Tercapainya
tujuan pendidikan menjadi terarah karena semua jam dan aktifitas
pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik dan peserta didik
telah ditentukan jauh sebelum bahan pelajaran ditentukan.
Perumusan tujuan pendidikan menurut Sukmadinata
(2012: 153) bersumber pada:
a) Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah yang dapat ditemukan
dalam dokumen lembaga negara mengenai tujuan dan strategi
pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan
b) Survei mengenai persepsi orang tua siswa atau masyarakat
tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau
wawancara dengan mereka
c) Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang
tertentu dihimpun melalui angket atau wawancara, observasi,
dan dari berbagai media masa
d) Survei tentang man power
e) Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama
f) Penelitian
7) Prinsip Sinkronisasi
Prinsip sinkronisasi berarti sifat terarah dan satu tujuan
semua kegiatan dalam kurikulum (Nurgiantoro, 1988: 158).
Keterpaduan kegiatan-kegiatan dalam kurikulum sehingga satu
sama lain saling mendukung, bukan saling menghambat.
Komponen-komponen kurikulum harmonis, bahkan membentuk
satu kesatuan yang utuh.
Secara keseluruhan, prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum ini saling berkait berkelindan satu dengan yang lain,
oleh karena itu perlu adanya sinkronisasi. Sinkronisasi terwujud
jika tujuan atau orientasi jelas dengan memperhatikan segi
fleksibilitasnya, dengan demikian, lahir efektivitas dan efisiensi.
Untuk menjaga kontinuitasnya, maka relevansi pendidikan harus
diperhatikan.
f. Landasan Pengembangan Kurikulum
Sukiman (2015:5) menyatakan bahwa pada esensinya
pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari
menyusun kurikulum, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan
memperbaiki sehingga didapatkan suatu bentuk kurikulum yang
dianggap ideal. Pengembangan kurikulum merupakan bagian dari
inovasi kurikulum karena menunjukkan perubahan-perubahan dan
kemajuan-kemajuan.
24
Jika diperhatikan, ada kesesuaian antara esensi
pengembangan kurikulum dalam pandangan Sukiman dengan fokus
inovasi menurut Robbins pada adanya gagasan atau ide baru, tindak
lanjut dalam bentuk produk atau jasa dan perbaikan dalam rangka
memperoleh bentuk yang ideal.
Pengembangan kurikulum dilakukan sebagai upaya untuk
lebih baik dari kurikulum sebelumnya. Itulah mengapa pengembangan
kurikulum merupakan bagian dari inovasi, karena inovasi pada
dasarnya dicirikan dengan efektivitas dan efisiensi yang bermuara
pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan oleh siapa saja, di
tingkat manapun, baik guru, kelompok guru, pusat guru, tingkat
daerah, maupun proyek tingkat nasional (Hamalik, 2012: 104). Dalam
rangka pengembangan kurikulum terdapat beberapa landasan yang
masing-masing landasan berperan dalam pengembangan kurikulum.
Berikut ini, landasan-landasan pengembangan kurikulum:
1) Landasan filosofis, yakni pandangan hidup masyarakat.
Pendidikan berdasarkan pancasila merupakan pandangan hidup
masyarakat Indonesia (Dakir, 2010: 79). Sedangkan menurut
Hamalik (2014: 19), untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip
pembelajaran, serta seperangkat pengalaman belajar yang bersifat
mendidik, bisa menggunakan filsafat pendidikan sebagai landasan.
Filsafat pendidikan dimaksud seperti: Empirisme atau aliran
optimistis yang digaungkan Jhon Locke (1632-1674), Nativisme
atau aliran pesimistis yang diperkenalkan Arthur Schopenhauer
(1788-1860), dan Konvergensi atau aliran realistis yang dibawa
oleh Louis William Stern.
2) Landasan psikologis, yaitu landasan dalam memilih pengalaman
belajar ideal berdasarkan psikologi. Setidaknya, psikologi
perkembangan dan psikologi belajar diperlukan dalam landasan
pengembangan kurikulum, entah itu dalam merumuskan tujuan,
memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan
metode pembelajaran, serta teknik-teknik penilaian (Sukmadinata,
2012: 46). Psikologi perkembangan ialah cabang dari ilmu
psikologi yang mempelajari perkembangan dan perubahan aspek
kejiwaan manusia sejak dilahirkan sampai meninggal. Sedangkan
psikologi belajar adalah ilmu tentang perilaku manusia dalam
aktifitas belajar.
Hal berbeda diungkapkan oleh Idi (2010: 80), hal-hal yang sangat
relevan dalam merencanakan pengalaman-pengalaman pendidikan
ialah teori-teori belajar, teori-teori kognitif, perkembangan
emosional, dinamika grup, perbedaan kemampuan individu,
kepribadian, model formasi sikap dan perubahan, serta
mengetahui motivasi.
3) Landasan sosiologis, yakni pertimbangan sosio-kultural. Hamalik
(2013: 80) menilai masyarakat sebagai sistem sosial yang meliputi
berbagai komponen, sub sistem kepercayaan, nilai-nilai,
kebutuhan dan permintaan, yang satu sama lain berpengaruh
25
dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum agar relevan
dengan kondisi sosiologis masyarakat. Pengembangan kurikulum
juga mesti memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal,
mempertimbangkan kepentingan peserta didik di masa mendatang,
dan membekali kemampuan yang cukup bagi peserta didik
(Arifin, 2013: 75).
4) Landasan perkembangan ilmu dan teknologi, yakni kurikulum
dapat mengimbangi perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan
mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka akan diperoleh kurikulum yang sesuai, sehingga
tidak tertinggal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin maju (Widyastono, 2014: 33).
2. Teori Kurikulum Pesantren
a. Kurikulum
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Dokumen kurikulum 2013 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2012: 2) dalam pembahasan mengenai pengertian dan
substansi kurikulum secara konseptual menyebutkan bahwa:
“kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya.
Secara paedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang
memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi
dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai
dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan
masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu
kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan
keputusan yuridis di bidang pendidikan”
Menurut Sukmadinata (2012: 4), kurikulum adalah semua
aspek yang terkait dengan pendidikan seperti metode belajar dan
sasaran-sasaran pembelajaran. Kurikulum mengandung beberapa arti,
yaitu (1) rencana pembelajaran, (2) rencana belajar murid, (3)
pengalaman belajar murid yang diperoleh dari sekolah atau madrasah
(Hidayat, 2013: 20). Lebih jauh, Arifin (2013: 5) menyatakan bahwa
kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman belajar serta
“segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi
peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
“Segala sesuatu” yang dimaksud di sini merupakan hidden
curriculum (kurikulum tersembunyi) seperti fasilitas sekolah,
lingkungan yang aman, suasana akrab, kerja sama yang harmonis dan
26
sebagainya yang dinilai turut mendukung keberhasilan pendidikan.
Sedangkan Deweys sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins
(2009: 10) menyebutkan bahwa: “curriculum is all the experiences
children have under guidance of teachers”.
Berdasarkan beberapa definisi tentang kurikulum, bisa ditarik
konklusi bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar murid
dalam arahan gurunya termasuk segala hal yang turut memberi
pengaruh dalam mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan
bentuk perencanaan, dan yang perlu diperhatikan dari perencanaan
adalah apa yang dituangkan dalam rencana dipengaruhi oleh asumsi si
perencana tentang pendidikan. Sedangkan pandangan tentang
keberadaan pendidikan dipengaruhi oleh filosofi pendidikan yang
diyakini oleh si perencana (Ali, 2008: 2).
Mengacu pada kurikulum menurut John D. Neil dalam (Nur
Ahid, 2006: 22-24), terdapat empat konsep kurikulum. Pertama,
Kurikulum akademik, yakni kurikulum yang mengutamakan isi
pendidikan atau pengetahuan. Pendidikannya lebih bersifat intelektual,
di samping materi, proses belajar siswa juga sangat diperhatikan.
Kedua, kurikulum humanistik, yaitu kurikulum yang
menekankan pada pendidikan integratif aspek afektif meliputi emosi,
sikap, dan nilai, serta aspek kognitif yang mencakup pengetahuan dan
kecakapan intelektual berdasarkan asumsi bahwa anak atau siswa
adalah sentral aktifitas pendidikan yang mempunyai sejumlah potensi,
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.
Ketiga, kurikulum rekonstruksi sosial, ialah kurikulum yang
menitikberatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi, bekerjasama,
baik dengan sesama siswa, guru, dan lingkungan dalam rangka
menghadapi problem-problem kehidupan masyarakat. Menurut konsep
ini, terdapat keterkaitan interaksi dengan hasil pendidikan.
Interaksi siswa dalam pendidikannya melalui kurikulum yang
diterapkan, baik dalam tujuan, isi, proses, dan evaluasi, tidak hanya
dengan lingkungan pendidikannya bersama guru atau pendidik dan
sesama siswa, melainkan juga bersamaan dengan interaksinya dengan
lingkup agama, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan alam sekitarnya,
yang kesemuanya mempengaruhi hasil pendidikan itu sendiri.
Keempat, kurikulum teknologi, adalah kurikulum yang
menekankan kepada penguasaan teknologi, baik piranti lunak maupun
piranti keras dalam rangka menunjang efisiensi dan efektivitas
pendidikan.
27
Gambar 2.1. Interaksi Kurikulum dengan Lingkungan
Pendidikan
Sumber: Nur Ahid, 2006: 24
Pembahasan tentang kurikulum pesantren tidak bisa lepas dari
kurikulum pendidikan nasional, karena pesantren merupakan bagian
dari pendidikan nasional, dan pembicaraan tentang kurikulum
pendidikan nasional didahulukan karena istilah kurikulum lebih
dahulu dikenal dalam ranah pendidikan nasional.
b. Kurikulum Pendidikan Nasional
Mengacu kepada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Bab 1 Pasal 1 ayat (2), pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan jaman.
Kurikulum dapat dikatakan sebagai jantung pendidikan suatu
negara, dalam kualitas pendidikannya, ataupun sebaliknya karena tiga
alasan. Pertama, kurikulum merupakan bidang yang paling
Tujuan
Isi
Proses
Evaluasi
Hasil Pendidikan Lingkungan
Pendidikan
Religi
Ekonomi Sosial
Politik Budaya
Alam
28
berpengaruh langsung terhadap hasil pendidikan (Sukmadinata, 2012:
158). Kedua, kurikulum sangat menentukan proses dan hasil suatu
sistem pendidikan. Ketiga, kurikulum bisa berfungsi sebagai media
untuk mencapai tujuan sekaligus sebagai pedoman untuk pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan semua tingkat pendidikan (Arifin,
2011: 25).
Menuju pendidikan yang berkualitas dan sebagai bentuk
kepekaan terhadap tuntutan perubahan jaman, kurikulum pendidikan
Indonesia mengalami beberapa kali perubahan dengan kekhasan
pendekatan dan tujuannya masing-masing, yang sudah barang tentu
dipengaruhi faktor masyarakat, sistem nilai, filosofi, sosial budaya,
politik, pembangunan negara dan perkembangan dunia, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi sejak kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968,
1973, 1975, 1984 (CBSA), 1994, 2004 (KBK), 2006 (KTSP), 2013
(Kurtilas).
1) Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan
memakai istilah leer plan. Istilah ini berasal dari bahasa Belanda
yang berarti rencana pelajaran. Perubahan kisi-kisi pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Pancasila ditetapkan sebagai asas
pendidikan. Rencana pelajaran 1947 bisa disebut sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Pendidikan sebagai
development conformism pada masa itu lebih menitik beratkan
pada pembentukan watak manusia Indonesia yang merdeka dan
berdaulat, serta sejajar dengan bangsa-bangsa lain (Uhbiyati,
2008: 57).
2) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini merupakan upaya penyempurnaan, sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Adapun ciri dari
kurikulum ini ialah setiap isi pelajaran harus bisa dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari dan silabus pelajaran menunjukkan
secara jelas seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
3) Rencana Pendidikan 1964
Rencana Pendidikan 1964 merupakan alat untuk
membentuk manusia pancasilais yang sosialis Indonesia dengan
sifat-sifat sesuai dengan Ketetapan MPRS No. II Tahun 1960.
Metode belajar disebut gotong royong terpimpin, dan pemerintah
menerapkan hari sabtu sebagai hari krida, merupakan hari siswa
bebas berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga,
dan permainan sesuai dengan minat siswa. Rencana pendidikan
1964 bersifat separate subject curriculum, memisahkan mata
pelajaran berdasarkan pada lima kelompok bidang studi yang
dikenal sebagai pancawardhana. Menurut Hamalik (2008: 17-18)
kelima kelompok bidang studi tersebut tersusun sebagai berikut:
29
a) Pengembangan Moral:
Pendidikan Kemasyarakatan
Pendidikan Agama/budi pekerti
b) Perkembangan Kecerdasan:
Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia
Berhitung
Pengetahuan Alamiah
c) Pengembangan Emosional atau artistik:
Pendidikan Kesenian
Pengembangan Keprigelan
d) Pendidikan Keprigelan
e) Pengembangan Jasmani
4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum
1964. Terjadi perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Dapat dikatakan bahwa kurikulum
1968 merupakan wujud dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara murni dan konsekuen.
Menurut Hamalik (2008: 45), metode pembelajaran pada
kurikulum ini sangat terpengaruh oleh perkembangan ilmu
pendidikan dan psikologi di akhir tahun 1960, salah satunya ialah
teori psikologi unsur. Oleh karena itu, mengeja merupakan salah
satu contoh penerapan metode ini. Struktur kurikulum 1968
terlihat seperti berikut:
a) Pembinaan Jiwa Pancasila, mata pelajarannya adalah:
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Pendidikan
Olahraga
b) Pengembangan Pengetahuan Dasar, mata pelajarannya
ialah: berhitung, IPA, Pendidikan Kesenian,
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Pembinaan
kecakapan Khusus, dan Pendidikan Kejuruan
5) Kurikulum 1973
Sebagai pengganti kurikulum 1968, prinsip-prinsip yang
digunakan kurikulum 1973 adalah sebagai berikut:
a) Berorientasi tujuan, pemerintah merumuskan apa
yang dikenal dengan hirarki tujuan pendidikan,
meliputi: tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional
umum dan tujuan instruksional khusus.
b) Menganut pendekatan integratif, maksudnya setiap
pelajaran mempunyai arti dan peranan yang
menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih
integratif.
30
6) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1973,
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas daya dan
waktu
b) Menganut pendekatan sistem instruksional yang
dikenal sebagai prosedur pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa
mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik.
Dapat dirumuskan dan diukur dalam bentuk tingkah
laku siswa. Pembelajaran lebih banyak menggunakan
teori behaviorisme, yakni memandang bahwa
keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh lingkungan
dengan stimulus dari luar, seperti sekolah dan guru
(Hamalik, 2008: 56).
7) Kurikulum 1984 (CBSA)
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Tujuan yang harus dicapai siswa merupakan hal yang
mesti dirumuskan pertama kali, jauh sebelum memilih
dan menentukan bahan ajar. Hal ini karena kurikulum
ini berorientasi kepada tujuan instruksional,
berdasarkan pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar siswa dalam waktu yang terbatas mesti
diupayakan sungguh-sungguh fungsional dan efektif.
b) Pendekatan pengajaran terpusat pada peserta didik
(Student Centered Learning) dipilih melalui metode
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). CBSA merupakan
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa atau peserta didik untuk aktif terlibat
secara fisik, mental, intelektual, dan emosional
dengan harapan siswa memperoleh pengalaman
belajar secara maksimal, baik dalam kemampuan
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
c) Pendekatan spiral digunakan untuk mengemas bahan
ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran. Semakin tinggi kelas, semakin dalam dan
luas materi pelajaran yang diberikan.
d) Pengertian ditanamkan terlebih dahulu sebelum
latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa
didasarkan atas pengertian, baru kemudian setelah
mengerti dilanjutkan dengan latihan. Peraga juga
disiapkan untuk membantu siswa memahami konsep.
e) Tingkat kesiapan dan kematangan siswa menjadi
perhatian dalam pemberian materi pelajaran.
Penyajian materi pelajaran bertahap dari yang mudah
menuju yang sukar, dari sederhana menuju yang
kompleks, induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan,
31
pendekatan konkret, semi konkret, semi abstrak dan
abstrak.
f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
8) Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol pada pemberlakuan
kurikulum 1994, sebagai berikut:
a) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan
sistem catur wulan.
b) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi
pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada isi
atau materi pelajaran).
c) Kurikulum bersifat populis, artinya kurikulum
tersebut memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia.
d) Guru mempergunakan strategi yang melibatkan siswa
aktif secara mental, fisik, dan sosial. Bentuk soal yang
diberikan mengarah pada jawaban yang bersifat
konvergen divergen (menyelidik, memungkinkan
lebih dari satu jawaban).
e) Mengedepankan keserasian antara pangajaran dengan
penekanan pada pemahaman konsep dan pengajaran
dengan penekanan pada keterampilan menyelesaikan
soal dan pemecahan masalah, upaya ini dilakukan
dengan menyesuaikan pengajaran mata pelajaran
dengan kekhasan konsep atau pokok bahasan dan
perkembangan pola pikir siswa.
f) Pengajaran bertahap dimulai dari yang mudah ke yang
sulit, dari yang konkret ke yang abstrak, dari
sederhana menuju yang kompleks.
g) Untuk memperoleh pemahaman siswa terhadap materi
yang lebih baik, materi-materi yang tergolong sulit
diulang.
Para pembuat kebijakan kemudian menyempurnakan
kurikulum 1994 ini dengan suplemen kurikulum 1997,
berdasarkan pada tiga hal, yaitu: pertama, beban belajar siswa
terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan substansi setiap
mata pelajaran; kedua, materi pelajaran dianggap terlalu sukar,
kurang relevan dengan perkembangan berpikir siswa, dan kurang
bermakna karena kurang terkait dengan keseharian. Oleh karena
itu, penyempurnaan kurikulum merupakan upaya penyesuaian
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kebutuhan masyarakat, memperoleh proporsi yang tepat
mempertimbangkan tujuan yang dicapai, beban belajar, potensi
siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukung.
9) Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum Berbasis Kompetensi diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai,
sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu
32
dalam bentuk keahlian, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh
tanggung jawab (Mulyasa, 2006: 39). Menurut Departemen
Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah
seperangkat rencana pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah dengan setiap pelajaran
memiliki detil kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
Dengan demikian, menurut Fauzan (2017: 121),
Kurikulum Berbasis Kompetensi ditujukan untuk menciptakan
lulusan sebagai output yang kompeten dan cerdas dalam
membangun identitas budaya dan bangsanya.
Beberapa keunggulan Kurikulum Berbasis Kompetensi
jika dibandingkan dengan kurikulum 1994 adalah:
a) Kurikulum Berbasis Kompetensi mengedepankan
learning to know, learning to do, learning to live
together, dan learning to be sebagaimana digagas
UNESCO.
b) Silabus menjadi kewenangan guru, di dalamnya
melibatkan peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran.
c) Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu.
d) Metode pembelajaran keterampilan proses dengan
metode PAKEM dan CTL.
e) Penilaian berbasis kelas, menitik beratkan kepada
kemampuan kognitif dari tiga kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
f) Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki empat
komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar,
penilaian berbasis kelas, kegiatan belajar mengajar,
dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Kurikulum dan hasil belajar menguraikan tentang
perencanaan pengembangan kompetensi siswa yang
perlu dicapai secara menyeluruh sejak lahir hingga
usia 18 tahun. Penilaian berbasis kelas adalah
melakukan penilaian secara seimbang dalam tiga
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui
instrumen tes dan non tes berupa portofolio, produk,
kinerja, dan pencil test. Sedangkan kegiatan belajar
mengajar ditujukan pada kegiatan siswa dalam
membangun makna, guru bertindak sebagai motivator,
mendorong siswa belajar secara optimal (Ahmadi,
2013: 79).
10) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Menurut Sanjaya (2008: 127-128), Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan ini lahir dari semangat otonomi daerah, dalam
arti urusan pendidikan tidak semuanya tanggung jawab pusat,
sebagian menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu, dilihat
33
dari pola atau model pengembangannya, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan merupakan salah satu model kurikulum yang
bersifat desentralistik.
Implementasi KTSP 2006 dalam sistem pendidikan
Indonesia tidak sekedar pergantian kurikulum, tetapi menyangkut
perubahan mendasar dalam sistem pendidikan, menuntut
perubahan paradigma dalam pembelajaran karena penerapan
KTSP juga terkait pola pikir, filosofi, komitmen guru, sekolah,
dan seluruh stake holder pendidikan (Fauzan, 2017: 123).
Prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 adalah:
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, serta
kebutuhan peserta didik atau siswa dan
lingkungannya. Pengembangan kurikulum didasarkan
atas prinsip bahwa siswa adalah sentral proses
pendidikan agar menjadi manusia bertakwa, berakhlak
mulia, berilmu, serta warga Negara yang demokratis
sehingga perlu disesuaikan dengan potensi,
perkembangan kebutuhan, dan lingkungan siswa.
b) Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan keragaman siswa, kondisi
daerah dengan tidak membedakan agama, suku,
budaya, adat, serta status sosial ekonomi dan gender.
Kurikulum meliputi substansi komponen muatan
wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan
diri secara terpadu.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni berkembanga secara dinamis.
d) Relevan dengan kebutuhan. Kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut
dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
e) Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi
kurikulum direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f) Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada
proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang
hayat.
g) Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan
lokal untuk membangun kehidupan masyarakat.
11) Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dititik beratkan kepada upaya mendorong
siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang mereka
peroleh atau pahami setelah menerima pelajaran. Inti dari
34
kurikulum 2013 ini adalah pada upaya penyederhanaan tematik-
integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi
yang siap menghadapi masa depan.
Kebijakan penerapan kurikulum 2013 menurut Fauzan
(2017: 130), merupakan transformasi konstruktif upaya
pemantapan target pencapaian pembelajaran dari yang semula
hanya berbasis konten (content based learning) menuju
pembelajaran berbasis pencapaian kompetensi (competency based
learning).
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 merupakan
bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu
sebagaimana amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35 ayat (1):
“Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan ke dalam persyaratan tentang
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengan standar nasional yang telah disepakati. Standar tenaga
kependidikan mencakup persyaratan pendidikan prajabatan dan
kelayakan, baik fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan. Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi. Peningkatan secara berencana dan
berkala dimaksudkan untuk meningkatkan keunggulan lokal,
kepentingan nasional, keadilan, dan kompetisi antarbangsa dalam
peradaban dunia.”
c. Kurikulum Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam
khas Indonesia dengan penekanan pada akhlak di samping kajian
keislaman lainnya juga kehidupan pada umumnya yang memberi andil
dalam pembentukan pribadi yang religius. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tafsir (2013: 290), Djauhari (2008: ix) , dan Madjid (1997:
107). Secara definitif, Imam Zarkasyi mengartikan pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dengan
kiai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang
menjiwai, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kiai yang
diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Secara singkat, pesantren bisa dikatakan sebagai laboratorium
kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam
berbagai segi dan aspeknya (Umiarso dan Zazin, 2011: 14-15).
35
Pemahaman terhadap seluk-beluk pesantren akan lebih baik jika kita
memahami beberapa hal, yaitu: sejarah pondok pesantren, unsur-unsur
pondok pesantren, tipologi pondok pesantren, dan sistem pendidikan
pesantren.
Menurut Karel A. Steenbrink, asal-usul sistem pendidikan
pondok pesantren berasal dari dua pendapat yang berkembang; pertama,
dari tradisi Hindu dengan argumen bahwa dalam dunia Islam, tidak
dikenal sistem pendidikan pondok di mana para pelajar menginap di
suatu tempat tertentu di sekitar lokasi guru. Pernyataan ini diperkuat
dengan pendapat CC. Berg dalam (Dhofier, 2011: 41) bahwa istilah
santri sebagai murid di pesantren juga berasal dari shastri yang dalam
Bahasa India berarti orang yang mengetahui buku-buku suci Agama
Hindu. Sedangkan shastri berasal dari shastra yang mengandung
pengertian buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang
ilmu pengetahuan. Meskipun menurut pendapat yang berbeda diungkap
teori yang menyatakan bahwa santri berasal dari Bahasa Tamil yang
berarti guru mengaji. Kedua, merupakan tradisi dunia Islam dengan
bukti adanya model pendidikan pondokan di masa Abasiyah. Istilah
Pondok sendiri mungkin berasal dari Bahasa Arab, funduq yang berarti
hotel atau asrama.
Secara historis, pesantren telah berdiri sejak abad ke-15,
seperti: Pesantren Gelagah Arum yang didirikan oleh Raden Fatah pada
tahun 1476 sampai pada abad ke-19 dengan beberapa pondok-pondok
pesantren yang dipimpin oleh para wali, seperti Pesantren Sunan Malik
Ibrahim di Gresik, Pesantren Sunan Bonang di Tuban, Pesantren Sunan
Ampel di Surabaya, dan pesantren Tegal Sari yang terkemuka di Jawa
(Nahrawi, 2008: 1).
Bahkan menurut Anthony Johns dalam artikelnya “From
Coastal Settlements to The Establishment of Islamic School and City”
dalam (Dhofier, 2011: 35-36) menegaskan bahwa pesantren menjadi
motor perkembangan Islam di Sumatera, Malaka, Jawa, dan peradaban
Islam melayu nusantara serta terbangunnya kesultanan-kesultanan di
nusantara sejak 1200-an. Lebih jauh, bersama Soebardi, Jhons juga
menegaskan pesantren sebagai ujung tombak pembangunan peradaban
melayu nusantara di masa itu.
Fungsi pesantren pada awal kemunculannya hanyalah sebagai
media islamisasi yang memadukan tiga unsur, yaitu ibadah untuk
menanamkan iman, tabligh guna menyebarkan islam, dan ilmu serta
amal dalam rangka mewujudkan kegiatan sehari-hari dalam kehidupan
bermasyarakat (Soebahar, 2013: 33-34). Pada tataran praktis, fungsi
pesantren adalah: pertama, sebagai lembaga pendidikan yang melakukan
transfer dan transformasi ilmu-ilmu agama dan nilai-nilai Islam; kedua,
sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial; ketiga,
sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial.
Sedangkan menurut Mastuhu, ketiga fungsi itu ialah fungsi sebagai
lembaga pendidikan, fungsi sebagai lembaga sosial, dan fungsi sebagai
lembaga penyiaran agama (Hasan dan Barizi, 2004: 66).
36
Berkaitan dengan fungsi pesantren sebagai lembaga
keagamaan yang melakukan kontrol sosial, pada prinsipnya ada dua hal
yang mungkin terjadi di tengah-tengah masyarakat: conformity
(kenyamanan hidup masyarakat), dan deviation (penyimpangan terhadap
pola kemasyarakatan yang didamba) baik terhadap aturan tertulis
maupun aturan tak tertulis. Semua kalangan semestinya terlibat dalam
kontrol sosial ini, baik secara individu, masyarakat, pemerintah, lembaga
pendidikan maupun lembaga keagamaan termasuk pesantren dengan
unsur-unsurnya.
Menurut Zamakhsyari Dhofier (2011: 79), terdapat lima unsur
yang membentuk pesantren, yaitu: kiai, merupakan gelar yang diberikan
oleh masyarakat kepada seseorang yang mempunyai ilmu dalam bidang
agama Islam. Kiai merupakan sosok yang menjadi penggerak dan
pengemban amanah dalam mengembangkan pesantren. Kiai bukan
hanya pemimpin, bahkan sekaligus pemilik pondok pesantren.
Secara umum, istilah kiai digunakan untuk ketiga jenis gelar
yang berbeda. Pertama, sebagai penghormatan barang yang dianggap
keramat semisal Kiai Garuda Kencana (sebutan untuk kereta emas
Keraton Yogyakarta); kedua, gelar kehormatan untuk orang tua pada
umumnya; ketiga, gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli
agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dalam
mengajarkan kitab kuning kepada para santrinya (Dhofier, 2011: 93).
Menurut Sukamto (1999: 85-86), ada dua sebutan untuk kiai
dengan melihat perannya di masyarakat. Ada yang mendapat julukan
kiai kendi, artinya kiai ini laksana kendi memberikan air pada setiap
yang memerlukan. Dia tidak memiliki pondok pesantren, mengajarkan
ilmunya pada masyarakat dengan mengaji berkeliling. Ada pula yang
memperoleh julukan kiai sumur, ini merupakan istilah untuk kiai yang
memiliki pondok pesantren, diam di situ, dan masyarakat yang
membutuhkan datang kepadanya untuk menimba ilmu.
Masih menurut Sukamto, istilah ulama lebih global dengan
melihat bahwa istilah ulama lahir dari teks kitab suci, sedangkan istilah
kiai lahir dari konsensus untuk menunjukkan seseorang yang
berpengetahuan agama Islam luas. Ini tentu berkebalikan dengan
pendapat Horikoshi yang menyatakan jangkauan kiai lebih luas karena
fungsi sosialnya lebih besar dan didukung daya kharismatiknya,
sedangkan ulama hanya di sekup kecil pedesaan (Horikoshi, 1976: 211).
Menurut Abu Bakar Atceh, faktor penyebab kiai menjadi besar
adalah pengetahuannya, keshalihannya, keturunannya, dan jumlah
muridnya. Sedangkan Steenbrink dalam bukunya Pesantren, Madrasah,
Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern mengemukakan
kriteria: prinsip keluarga, ortopraksi atau keshalihan kiai,
pengabdiannya pada masyarakat, prinsip interpretasi yang berwibawa,
pengetahuannya, dan prinsip wahyu atau kiai dalam posisinya sebagai
perantara wahyu (Asep Saeful Muhtadi, 2004: 51); asrama, atau disebut
juga pondok ialah bangunan tempat tinggal bagi sekelompok orang
untuk waktu tertentu, terdiri atas sejumlah kamar atau bilik dan dipimpin
seorang kepala atau lurah pondok.
37
Pondok merupakan pembeda dengan sistem pendidikan surau
Minangkabau, meunasah di Aceh, dan sistem pendidikan masjid di
banyak negara-negara Islam lain (Dhofier, 2011: 81); masjid, merupakan
tempat terpenting dan menjadi soko guru eksistensi pesantren, terutama
dalam mendidik santri shalat lima waktu, khutbah dan jama’ah, serta
pengajian kitab klasik (Dhofier, 2011: 85); santri, merujuk kepada
seorang anggota bagian penduduk Jawa yang menganut Islam dengan
penuh kesungguhan untuk belajar agama. Santri terdiri dari santri
mukim, yaitu mereka yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap
dalam kelompok pesantren.
Santri yang paling lama biasanya bertanggungjawab
mengurusi keperluan pesantren di samping mengajarkan kitab-kitab
dasar dan menengah. Adapula santri kalong, yakni murid yang berasal
dari desa-desa di sekitar pesantren yang tidak menetap di pesantren.
Sedangkan alasan santri menetap biasanya karena pertama, ingin
mempelajari kitab-kitab secara bebas di bawah bimbingan kiai; kedua,
ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, mengajar,
keorganisasian, maupun relasi dengan pesantren-pesantren yang
terkenal; ketiga, ingin memfokuskan studi tanpa disibukkan kewajiban
di rumah (Dhofier, 2011: 89-90); dan pengajian kitab klasik atau kitab
kuning, menempati posisi istimewa dalam kurikulum pesantren, karena
merupakan ciri khas dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan
Islam lainnya.
Menurut Sahal Mahfuzh, kata “santri” berasal dari Bahasa
Arab “santaro” dengan jamaknya “sanatir”. Adapun huruf-huruf
pembentuknya, yakni sin, nun, ta, dan ra menyandang makna simbolik
tertentu. Pertama, sin, satrul ‘aurah, santri mesti pandai menutup aurat,
baik zahir maupun batin.
Kedua, nun, diartikan sebagai naibul ‘ulama, karena kelak
menjadi pengganti ulama, santri diharapkan meneladani dan
mencerminkan sikap para ulama dalam tindak-tanduknya. Ketiga, ta,
berarti tarkul ma’ashi, santri dituntut konsisten untuk mengamalkan
agama dan menjauhi maksiat, dan yang keempat, ra, raisul ummah,
santri harus siap kelak menjadi pemimpin umat.
Hasani Nawawie, pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan,
menyatakan bahwa santri dalam tindak langkahnya adalah orang yang
berpegang teguh kepada al-quran dan mengikuti sunah Rasulullah SAW
serta teguh pendirian. Lain halnya dengan Nurcholis Madjid,
menurutnya, santri berasal dari Bahasa Sansakerta, sastri yang berarti
orang yang bisa membaca atau berasal dari Bahasa Jawa, cantrik yakni
seseorang yang mengikuti kiai di manapun pergi dan menetap untuk
menguasai suatu keahlian tersendiri (Ala’I Najib, 2018: 454).
Berdasarkan definisi-definisi sebelumnya, maka bisa disatukan
dalam pernyataan bahwa seorang santri yang berkeinginan menguasai
suatu keahlian tertentu harus siap berkorban mengikuti kemanapun kiai
menetap, berpegang teguh pada al-quran dan sunah Rasulullah SAW,
ditandai dengan upaya menutup aurat, meninggalkan maksiat, dalam
38
rangka menjadi penerus kiai atau ulama bahkan pemimpin umat di masa
depan.
Pendapat Dhofier tentang unsur-unsur pesantren sejalan
dengan apa yang termaktub dalam Peraturan Menteri Agama No. 13
Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam Bab II tentang
Pesantren Pasal 5 yang berbunyi:
“Pesantren wajib memiliki unsur-unsur pesantren yang terdiri
atas: 1) kiai atau sebutan lain yang sejenis; 2) santri; 3) pondok atau
asrama pesantren; 4) masjid atau musholla; dan 5) pengajian dan kajian
kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan
mu’allimin”
Masjid menjadi sarana pertama kiai untuk mengembangkan
pesantren. Kiai menggunakan masjid sebagai tempat untuk mengajar
santri-santrinya (Yasmadi, 2002: 65). Tiga komponen pokok ajaran
Islam, yakni Islam, Iman, dan Ihsan menjadi materi pelajaran mendasar
yang disampaikan oleh kiai disesuaikan dengan tingkat intelektual
masyarakat dan santri, serta kualitas keberagamaannya pada saat itu
(Qomar, 2009:109).
Perkembangan menjadi pondok pesantren dari yang semula
merupakan pengajaran di masjid, tentu membawa perubahan pula pada
materi pelajaran. Mahmud Yunus dalam (Qomar, 2009: 109-110),
menyatakan bahwa ilmu yang mula-mula diajarkan di pesantren adalah
ilmu Sharaf dan ilmu Nahwu, kemudian ilmu Fiqh, Tafsir, ilmu Kalam
(Tauhid), ilmu Tasawuf dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan
materi pelajaran ini menjadi bukti adanya kemajuan dalam pemenuhan
kebutuhan santri dalam pembentukan intelektual di samping
pengembangan kepribadian.
Pada abad 19, berdasarkan petunjuk secara implisit dari
penelitian yang dilakukan oleh LWC Van Den Berg seperti dikutip oleh
Steenbrink, materi pelajaran di pesantren meliputi: Fiqh, Tata Bahasa
Arab, Ushul al-Din, Tasawuf, dan Tafsir. Sedangkan menurut Dhofier
(2011: 87), pada rentang tahun 1977-1978 kitab-kitab klasik yang
diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam nahwu dan sharaf,
fiqh, ushul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf, dan cabang-cabang lain
seperti tarikh dan balaghah. Berdasarkan paparan sebelumnya, di masa-
masa awal pesantren, ilmu Bahasa mendominasi, di perkembangan
berikutnya Tasawuf menjadi ilmu yang digemari, dan akhir-akhir Fiqh
mendominasi.
Fiqh memiliki implikasi yang konkret pada hubungan
keseharian dan kemasyarakatan tentang hal-hal yang dilarang dan
dianjurkan, itulah sebabnya mengapa Fiqh mendominasi. Muhammad
Tholchah Hasan dalam (Qomar: 2009), menganjurkan agar kajian
tentang Tafsir khususnya pada ayat ahkam dan hadis ditambah porsinya,
dalam rangka melengkapi perangkat keilmuan memahami Fiqh sebagai
hasil ijtihad.
Dominasi Fiqh perlu diimbangi dengan penguasaan secara
kontekstual terhadap sumber hukum Islam dengan menambah kajian
hadis, metode tafsir, dan wawasan keagamaan yang lain seperti sejarah,
39
filsafat, juga perbandingan madzhab agar pemikiran santri berkembang
(Qomar, 2009: 116).
Pengajian dan kajian kitab kuning merupakan karakteristik
yang khas (indigenous) pesantren dalam proses belajar dan mengajarnya
(Yasmadi, 2002: 67). Kitab kuning yang dijadikan referensi mengalami
perkembangan dari masa ke masa. Yunus menginformasikan bahwa
pada paruh awal abad ke-16, pesantren di Demak menggunakan kitab
Ushul 6 Bis, yakni satu jilid kitab tulisan tangan berisi enam kitab
dengan enam bismillahirrahmanirrahim karya ulama Samarkand, di
samping Tafsir Jalalain, kitab Primbon, Suluk Sunan Bonang, Suluk
Sunan Kalijaga, Wasiat Jati Sunan Geseng dalam Tasawuf yang
kesemuanya tulisan tangan. Pada abad ke-18, pesantren di Mataram di
samping menggunakan kitab Ushul 6 Bis juga menggunakan Taqrib dan
Bidayah al-Hidayah karya Imam al-Ghazali dalam ilmu Akhlak (Qomar,
2009: 123).
Sebagaimana dikutip oleh Steenbrink dari LWC Van Den Berg
dalam (Qomar, 2009: 124), kitab referensi yang digunakan berkembang
pada abad ke-19 meliputi bidang Fiqh: Safinah al-Najah, Sullam al-
Taufiq, Masail al-Sittin, Mukhtashar, Minhaj al-Qawim, al-Hawasyi al-
Madaniyah, al-Risalah, Fath al-Qarib, al-Iqna, Tuhfah al-Habib, al-
Muharrar, Minhaj al-Thalibin, Fath al-Wahab, Tuhfah al-Muhtaj, dan
Fath al-Mu’in; bidang Tata Bahasa Arab: Muqaddimah al-Ajurumiyyah,
al-Fawaqih al-Janiyyah, al-Durrah al-Bahiyyah, al-‘Awamil al-Mi’at,
Inna Awla, Alfiyah, Minhaj al-Masalik, Tamrin al-Thullab, al-Rafiyyah,
Qathr al-Nada, Mujib al-Nida, dan al-Misbah; bidang Ushul al-Din:
Bahjah al-‘Ulum, Umm al-Barahin, Fath al-Mubin, Kifayat al-‘Awwam,
al-Miftah fi Syarh Ma’rifah al-Islam, dan Jauhar al-Tauhid; bidang
Tasawuf: Ihya al-‘Ulum al-Din, Bidayah al-Hidayah, Minhaj al-‘Abidin,
al-Hikam, Syu’ab al-Iman, dan Hidayah al-Azkiya ila Thariq al-Awliya;
serta Tafsir al-Jalalain dalam bidang Tafsir.
Qomar (2009: 124), menyatakan bahwa kitab referensi yang
digunakan pesantren di Indonesia dipengaruhi tradisi al-Azhar. Ini juga
menjadi kesimpulan dari hasil pengamatan Martin Van Bruinessen
terhadap kitab-kitab yang dipelajari di al-Azhar abad ke-18 dan abad ke-
19 dengan kurikulum pesantren abad ke-19.
Kitab referensi ini dikenal dengan istilah kitab kuning,
meskipun sekarang banyak pula yang kertasnya berwarna putih. Istilah
kitab kuning ini asalnya dari Timur Tengah (kutub al-Shafra) yang
terklasifikasi dalam kutub al-qadimah dan kutub al-‘Ashriyyah. Kitab
kuning memiliki ciri sistematika penyusunan dari yang besar terinci
menuju ke yang lebih kecil, dari kitabun terinci menuju babun, fashlun,
far’un, tanbihun, muhimmatun dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi jenis
kitabnya terbagi dalam kitab matan, kitab syarh, dan kitab hasyiyah
(Qomar, 2009: 124-127).
Berdasarkan sejarahnya, maka dalam perkembangannya
kurikulum pesantren satu dengan lainnya berbeda dengan melihat kiai,
filosofi pesantren, tujuan didirikannya pesantren, dan sebagainya. Bisa
dinyatakan bahwa semula kurikulum pesantren berupa rencana mata
40
pelajaran yang ditentukan kiai berupa kitab-kitab kuning ansich, yang
evaluasi dan keberhasilannya dinyatakan dengan standar pemahaman
dan kemampuan mengajarkan kitab pada santri yang lain (Amir Hamzah
Wirjo Sukanto dalam (Sukarno, 2012: 49-50)).
41
Tabel 2.2. Perbedaan Kurikulum Pondok Pesantren Salaf
Pondo
k
Pesantr
en
4
ibtid
a
5
ibtida/
2 MP
6
ibtida/
3 MP
1 TS 2 TS 3 TS 1 ALY 2
ALY
3
ALY
Takha
shush
1
Takh
ashu
sh 2
Al-
Fadllu
- -
awamil
jawi
-alala
-
bahasa
arab
-
mabadi
al-
Fiqhiy
yah 1-
2
-‘aqaid
al-
diniyy
ah
-al-
hadits
juz 1
-
fashala
tan
-khat
& imla
-
jurumi
yyah
jawi
-
akhlaq
li al-
banin
-al-
durus
al-
arabiy
yah
-
mabadi
al-
fiqhiyy
ah 3-4
-
‘aqida
h al-
‘awwa
m
-al-
hadits
juz 2
-
hidaya
h al-
shibya
n
-khat
&imla
-awamil
al-
jurjani
-
amtsilah
al-
tashrifiy
yah
-qawaid
al-I’lal
-safinah
al-
shalah
-
kharida
h al-
bahiyya
h
-akhlak
l al-
banin
-tuhfah
al-athfal
-
khulash
ah nur
al-yaqin
-al-
quran
-
washiya
h al-
mushth
ofa
-al-
ajurumi
yyah
-
amtsilah
al-
tashrifiy
yah
-qawaid
al-
sharfiyy
ah
-safinah
al-najah
-tijan al-
darari
-
washay
a
-
hidayah
al-
mustafi
d
-
khulash
ah nur
al-yaqin
-arba’in
al-
nawawi
yyah
-al-
‘imrithi
-al-
maqshud
-bafadlal
-kifayah
al-
‘awwam
-
jazariyya
h
-ta’lim
al-
muta’alli
m
-abi
jamrah
-
khulasha
h nur al-
yaqin
-
alfiyah
-
qawaid
al-
I’rab
-
qawaid
al-
asasiyy
ah
-fath
al-
qarib
-
bulugh
al-
maram
-
rahbiy
yah
-al-
hushun
al-
hamidi
yyah
-tafsir
al-
jalalain
-al-
waraqa
t
-
alfiya
h
-al-
baiqu
niyya
h
-‘ilm
al-
tafsir
-fath
al-
mu’in
-
bulug
h al-
mara
m
-
‘idda
h al-
faridl
-al-
hushu
n al-
hamid
iyyah
-
lathai
f al-
isyara
t
-
jauh
ar
al-
mak
nun
-
sulla
m
al-
mun
awra
q
-al-
duru
s al-
falak
iyya
h
-fath
al-
mu’i
n
-
man
hal
al-
lathi
f
-
umm
u al-
bara
hin
-al-
luma
’
-‘ilm
al-
‘aru
dl
-
al-
ma
hal
li
1-2
-
ja
m’
u
al-
ja
wa
mi
’ 1
-
‘uq
ud
al-
ju
ma
n
-al-
mah
alli
1-2
-
jam’
u al-
jawa
mi’
1
-
‘uqu
d al-
juma
n
42
Hidaya
h al-
Thulla
b
-
Aqid
ah
al-
‘aw
wam
-khat
-
Hida
yah
al-
Shib
yan-
al-
Qura
n
-Al-
Tam
rin
wa
al-
Mus
yafa
hah-
Fash
alata
n
-
Mab
adi-
khat
-
ra`su
n
sirah
-
tarik
h
-
nazh
m
al-
Mat
hlab-
tarik
h
NU
-
sullam
al-
taufiq-
taisir
al-
khalaq
-
awamil
-al-
quran
-al-
tamrin
wa al-
musyaf
ahah-
khat&i
mla
-tijan
al-
darari-
nur al-
yaqin
-
Tuhfah
al-
athfal-
NU
-
lughah
al-
arabiy
yah-
arba’in
/sharaf
-fath
al-
qarib-
I’lal
-
qa’ida
h
sharfiy
yah-
tashrif
-al-
tamrin
wa al-
musyaf
ahah-
jawahi
r al-
bukhar
i
-al-
ajurum
iyyah-
jawahi
r al-
kalami
yyah
-
qa’ida
h
sharfiy
yah-al-
quran
-Al-
tashrif-
al-
tahliyy
ah
-al-
‘imrithi/
alfiyah-
fath al-
qarib
-fath al-
qarib-
fath al-
qarib
-al-
tamrin
wa al-
musyafa
hah-
kifayah
al-
‘awwa
m
-al-
‘imrithi/
alfiyah-
ibanah
al-
ahkam
-qawaid
al-I’rab-
I’rab
-Al-
‘imrithi/
alfiyah-
ta’lim
al-
muta’all
im
-
alfiyah-
fath al-
mu’in
-fath al-
mu’in-
fath al-
mu’in
-al-
tamrin
wa al-
musyafa
hah-
ibanah
al-
ahkam
-
alfiyah-
bidayah
al-
hidayah
-
baiquni
yyah/lu
bbu al-
ushul-
waraqat
-
alfiyah-
‘arudl
-fath al-
mu’in-
ijtihad
wa al-
taqlid
-jauhar
al-
maknun-
fath al-
mu’in
-al-
tamrin
wa al-
musyafa
hah-
masyahir
al-fuqaha
-lubbu
al-ushul-
ummu al-
barahin
-jauhar
al-
maknun-
kifayah
al-atqiya
-sullam
al-
munawra
q-ibanah
al-ahkam
-‘iddah
al-
faridl
-
ahadits
al-
ahkam
(1)
-fath
al-
wahab
(1)-
tafsir
ayat
al-
ahkam
(1)
Al-
tamrin
wa al-
musyaf
ahah-
al-
hikam
-fath
al-
wahab
(1)-
fath al-
wahab
(1)
-jam’u
al-
jawami
’ (1)-
hikma
h al-
tasyri’
(1)
-faraid
al-
bahiyy
ah-
tarikh
al-
tasyri’
(1)
-fath
al-
waha
b (2)-
tarikh
al-
tasyri'
’(2)
-
faraid
al-
bahiy
yah-
hikma
h al-
tasyri
’
-al-
tamri
n wa
al-
musy
afaha
h-
ahadit
s al-
ahka
m (2)
Fath
al-
waha
b (2)-
fath
al-
waha
b (2)
-
jam’u
al-
jawa
mi’-
syarh
hikam
(2)
-tafsir
ayat
al-
ahka
m
(2)-
fath
al-
waha
-fath
al-
wah
ab
(3)-
tarik
h al-
tasyr
i'’(3)
-
farai
d al-
bahi
yyah
-
hikm
ah
al-
tasyr
i’
-al-
tamr
in
wa
al-
mus
yafa
hah-
ahad
its
al-
ahka
m
(3)
-
muq
aran
ah
al-
mad
zhab
-
thab
aqah
al-
fuqa
ha
-
jam’
u al-
jawa
mi’-
syar
- -
43
Sumber: Dokumen kurikulum madrasah pondok pesantren al- Fadllu
dan dokumen kurikulum madrasah pondok pesantren Hidayah al-thullab.
b (2) h al-
hika
m
(3)
-al-
duru
s al-
falak
iyya
h-
tafsir
ayat
ahka
m
44
Baru pada 1970 an, buku-buku selain kitab kuning seperti
tulisan Harun Nasution, Abdurrahman Wahid, Ali Syari’ati masuk ke
lingkungan pesantren dan cukup menarik perhatian santri-santri tertentu
dalam kelompok diskusi yang tertentu pula. Gejolak ini juga kelak
mendorong munculnya tipologi-tipologi tertentu pesantren.
Masuknya pengetahuan umum di pesantren salaf pada awal
abad ke-20 dipelopori oleh pondok pesantren Tebu Ireng meskipun
hanya sebagai pelengkap. Penelitian Steenbrink melaporkan bahwa pada
tahun 1980 cukup banyak pesantren tradisional yang memasukkan
sistem madrasah dan mengikuti kurikulum pemerintah dengan sekurang-
kurangnya menambahkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa
Inggris, Bahasa Indonesia, dan Ilmu Pengetahuan Sosial (Qomar, 2009:
132).
Masih dalam Qomar (2009: 134), penelitian Manfred Ziemek
mengungkap bahwa di Pabelan, para santri mempelajari Matematika,
Fisika, Kimia, Bahasa Asing (Inggris dan Arab), Teknik Pertanian,
Perkebunan, Perunggasan, Perikanan Kolam, dan lain sebagainya. Dua
contoh ini merupakan contoh pesantren salaf yang bertransformasi dan
pesantren khalaf dalam bentuknya masa itu.
Nashir (2005: 87-88), menyatakan bahwa ada beberapa
pembagian pondok pesantren dan tipologinya, yaitu: pondok pesantren
salaf, didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf, seperti wetonan,
sorogan, bandongan, dan sistem klasikal; pondok pesantren semi
berkembang, di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf dan sistem
klasikal madrasah swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10%
umum; pondok pesantren berkembang, seperti pondok pesantren
semiberkembang, sudah lebih bervariasi dalam kurikulumnya, 70%
agama dan 30% umum, diselenggarakan pula madrasah SKB tiga
menteri dengan penambahan madrasah diniyah; pondok pesantren
khalaf, pendidikan di dalamnya sudah lebih lengkap, diselenggarakan
sekolah umum dengan penambahan madrasah diniyah (praktik membaca
kitab salaf), perguruan tinggi, koperasi, dan takhasus (bahasa arab dan
bahasa inggris); pondok pesantren ideal, dilengkapi dengan berbagai
bidang keterampilan disertai perhatian terhadap kualitas.
Sedangkan menurut Masyhud dkk (2003), ada beberapa tipologi
pondok pesantren, yaitu: pertama, pesantren yang mempertahankan
kemurnian identitas aslinya sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama
bagi para santrinya. Semua materi bersumber dari kitab kuning; kedua,
pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajarannya,
akan tetapi menggunakan kurikulum yang disusun sendiri berdasarkan
kebutuhan, sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapat pengakuan
dari pemerintah sebagai ijazah formal; ketiga, pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan umum di dalamnya, baik di bawah
naungan Kemenag atau Kemendiknas dalam berbagai jenjang
pendidikannya.
45
Berdasarkan pengamatan, dari kedua model klasifikasi
tipologi pesantren ini, tipologi pesantren menurut Masyhud dkk lebih
mudah untuk dipahami perbedaan satu dengan lainnya, sedangkan
tipologi pesantren menurut Nashir memberikan informasi lebih lengkap.
Diketahui pula bahwa kurikulum memegang peranan penting sebagai
pembeda pondok pesantren satu dengan yang lainnya.
Mengacu kepada data historis, dunia pesantren mengenal
istilah kurikulum sekitar tahun 1970-1980 an. Sedangkan dunia
pendidikan Indonesia mulai menggunakan istilah kurikulum pada sekitar
tahun 1968. Pada saat dunia pesantren baru menggunakan istilah
kurikulum, kurikulum pendidikan nasional sudah menggunakan
kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Ketika kurikulum
pesantren baru secara resmi diundangkan oleh pemerintah, kurikulum
pendidikan nasional sudah bertransformasi ke kurikulum revisi
kurikulum 2013.
Pendidikan pondok pesantren merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional. Kegiatan pondok pesantren menurut akademisi dan
praktisi pendidikan di luar pesantren, terangkum dalam Tri Dharma
Pondok Pesantren, meliputi: keimanan kepada Allah SWT,
pengembangan keilmuan yang bermanfaat, serta pengabdian kepada
agama, masyarakat, dan negara. Pesantren dengan sistem pembelajaran
yang khas merupakan mata rantai yang sangat penting, dalam struktur
pendidikan nasional, secara signifikan turut andil dalam ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sistem yang digunakan untuk mendalami kitab-kitab kuning di
pesantren adalah sistem lalaran, sorogan, wetonan, bandongan, dan
bahtsul masail. Lalaran merupakan sistem pembelajaran dengan hafalan.
Sistem sorogan mengkaji kitab sesuai persetujuan santri dengan kiai,
terutama kitab-kitab terkait paham Imam Syafi’I, biasanya merupakan
permintaan satu atau beberapa orang santri kepada kiai untuk diajarkan
kitab tertentu (Yasmadi, 2002: 67-68).
Menurut Dhofier (2011: 54), sorogan merupakan bagian tersulit
dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, menuntut
kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi santri. Sistem
wetonan mengkaji kitab tertentu di waktu-waktu tertentu pula dengan
kitab tertentu sesuai inisiatif kiai, sistem bandongan menyimak kiai
membacakan kitab beserta keterangan dan penjelasannya sambil
ngabsahi (menuliskan makna lafazh kitab dengan jawa pegon),
sedangkan bahtsul masail merupakan sistem pendalaman pemahaman
kitab kuning dengan diskusi. Dalam bahtsul masail ini santri dituntut
untuk memahami sendiri dan mempelajari kitab yang dirujuk
berdasarkan pertanyaan (masail diniyyah) yang dipertanyakan sebagai
dasar berargumentasi (Dhofier, 2011: 57).
Menurut Ala’I Najib dan Mohammad Jamaluddin (2018: 501),
sistem sorogan memiliki plus minus dalam praktiknya. Kekurangan
46
metode ini ialah hanya efektif ketika jumlah santri yang mengikuti
sedikit dan kiai atau ustadz pengampu berkepribadian sabar dan tekun,
hal ini dikarenakan sistem ini relatif membutuhkan waktu lebih lama.
Sedangkan keunggulannya adalah kualitas individu lebih terukur.
Evaluasi dilaksanakan oleh kiai melalui tradisi lomba baca kitab kuning
menjelang Ramadan.
Secara teknis praktis, Ditpekapontren Departemen Agama
Republik Indonesia (2003: 73-86) mengurai teknik pembelajaran dengan
metode sorogan sebagai berikut: pertama, santri yang mendapat giliran
menyorogkan kitabnya menghadap langsung secara tatap muka kepada
kiai atau ustadz pengampu, kitab diletakkan di dampar (meja kecil untuk
mengaji) di antara mereka berdua.
Kedua, kiai atau ustadz pengampu membacakan teks dalam
kitab dengan melihat atau tanpa melihat, kemudian memberi arti per
kata yang mudah dipahami. Ketiga, santri mendengarkan dengan tekun
dan membuat catatan jika diperlukan. Keempat, santri menirukan hal-hal
yang disampaikan kiai atau ustadz pengampu, dilanjutkan dengan
koreksi oleh kiai atau ustadz pengampu. Sorogan tidak hanya
membicarakan form dengan melupakan isi yang tertuang dalam kitab.
Kiai tidak sekedar membaca teks, bahkan memberikan interpretasi
pribadi mengenai isi maupun Bahasa pada teks (Dhofier, 2011: 88).
Menurut Acep Hermawan (2011: 193), pada prinsipnya metode
sorogan ialah aplikasi dari dua metode yang berkait berkelindan, yakni
metode membaca dan metode gramatika dengan sistem mentoring.
Sorogan sendiri berasal dari Bahasa Jawa, sorog yang artinya
menyodorkan (Banawi, 1993: 97). Melalui sorogan terjadi interaksi
saling mengenal antara kiai atau ustadz pengampu dan santri (Mastuhu,
1994: 61). Begitupula terjalin komunikasi saat kiai atau ustadz
pengampu mengoreksi baik dalam konteks makna maupun Bahasa
(Affandi Mochtar, 2008: 35).
Melalui pendapat-pendapat sebelumnya, dapat dipahami bahwa
sorogan sebagai metode pembelajaran lama ternyata kaya nuansa.
Terjalinnya interaksi dan komunikasi menjembatani karakteristik
komunal manusia, diperkaya dengan metode yang saling membangun
menguatkan satu dengan yang lain. Bahkan, mengasah nalar kritis dan
budaya literasi.
Ngabsahi merupakan sarana peralihan pengetahuan kiai kepada
santri. Kiai berupaya menularkan pemahamannya sebagaimana dia
mendapatkannya dari kiainya dulu. Ini juga menunjukkan identitas
pesantren yang begitu cinta ilmu pengetahuan (Hadrawi, 2018: 330).
Tradisi ngabsahi merupakan warisan turun-temurun dari para leluhur di
lingkungan pesantren sejak Sunan Ampel mendirikan pesantren di
Surabaya pada abad ke-16 lalu menyebar ke seluruh penjuru nusantara.
Itulah sebabnya mengapa ngabsahi disebut juga dengan ngesahi,
ngalogat, dan maknani sebagai keragaman nusantara.
47
Pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang
masih setia menggunakan dan mempertahankan aksara pegon sebagai
bagian dari proses pembelajaran. Aksara yang mengalami kemunduran
sejak abad ke-20 karena desakan latinisasi kolonial. Aksara pegon juga
merupakan bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda sebagaimana
terdapat dalam Nazham Tarekat Kiai Ahmad Rifa’I Kalisalak,
Pekalongan (1786-1870 M), seorang yang diketahui sebagai penulis
kitab pegon pertama secara utuh.
Saiful Umam (2015) dalam Idris Masudi (2018: 361),
menyatakan bahwa pegon sudah digunakan paling tidak abad ke-17
dibuktikan dengan adanya Mukhtashar Bafadhal. Pegon berarti aksara
Arab yang digunakan untuk menulis Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda
atau tulisan yang tak dibubuhi tanda baca (diakritik) (KBBI). Pegon
adalah jenis aksara Arab yang dimodifikasi sedemikian rupa dengan
jalan menambah tanda diakritik tertentu untuk menulis teks berbahasa
Jawa atau Sunda.
Tulisan makna dengan aksara pegon diletakkan di bawah tulisan
teks Arab kitab dengan rumus dan kode tertentu sesuai dengan
gramatika Arab. Itulah sebabnya kenapa disebut makna gandul atau
makna jenggot. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesantren senantiasa
setia merawat tradisi lokal (Idris Masudi, 2018: 269).
Metode-metode pembelajaran kitab kuning ini sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014 tentang
Pendidikan Keagamaan Islam pada Pasal 15 ayat (1), yakni:
“Pembelajaran kitab kuning dapat dilakukan dengan menggunakan
metode sorogan (individual), metode bandongan (massal), metode
bahtsul masail, dan metode lainnya.”
Semenjak awal, sudah disadari kemungkinan bahwa untuk
menemukan format pesantren yang dalam pendidikannya termasuk
kurikulum disepakati bersama untuk diterapkan oleh seluruh pesantren di
Indonesia merupakan hal yang amat sulit diwujudkan, karena tiap
pesantren memiliki konsep dan filosofi tersendiri, yang berbeda satu
sama lain dan memunculkan keragaman. Oleh karena itu, tidak demikian
halnya dengan kurikulum pendidikan nasional Indonesia, kurikulum
pesantren secara nasional tidak mengalami perubahan-perubahan.
Namun demikian, pemerintah tetap memberikan contoh acuan
kurikulum pesantren. Hal ini mengingat kedudukan kurikulum yang
begitu penting dalam keberhasilan pendidikan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Agama No.13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam
pada Bab II Pasal 14:
1) Muatan kurikulum pesantren sebagai satuan pendidikan meliputi Al-
Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ulum al-Hadits, Tauhid, Fiqh,
Ushul Fiqh, Akhlak, Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf,
48
Balaghah, Ilmu Kalam, Ilmu ‘Arudl, Ilmu Mantiq, Ilmu Falak, dan
disiplin ilmu lainnya.
2) Selain muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pesantren dapat menyelenggarakan program takhasus sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) yang meliputi Tahfizh Al-Quran,
Ilmu Falak, Faraidl, dan cabang dari ilmu keislaman lainnya.
Mundzir Rosyadi dalam makalah konseptual pendidikannya yang
bertajuk Dinamika Kurikulum Pesantren, menyatakan bahwa mulanya
pesantren lahir dalam karakteristik salaf, pendidikan keagamaan dengan
konsentrasi ilmu-ilmu keagamaan seperti: Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadis, Ilmu
Hadis, Fiqh, Ushul Fiqh, dan lain-lain. Namun, sesuai dengan tuntutan
masyarakat, tantangan jaman, pesantren mengalami inovasi, khususnya
kurikulum.
Kurikulum dalam ranah pendidikan Islam dikenal dengan istilah
manhaj dan muqarrar. Yang pertama mengandung pengertian jalan
terang yang dilalui pendidik bersama peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
Sedangkan yang kedua berarti ketetapan yang diwajibkan pada
pengajaran siswa dan madrasah atau di kelas.
Jadi, kurikulum dalam ranah pendidikan Islam bisa didefinisikan
sebagai jalan pendidik dan peserta didik dalam mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka yang berupa ketetapan
yang diwajibkan pada pengajaran di kelas.
d. Inovasi Kurikulum Pesantren
Damanhuri, Mujahidin, dan Hafidhuddin dalam jurnal Ta’dibuna
sepakat bahwa perkembangan jaman yang disertai dengan kemajuan
pengetahuan dan teknologi mesti diantisipasi oleh pesantren. Antisipasi
tersebut diantaranya dengan menyesuaikan tata kelola pesantren,
termasuk kurikulum. Berbagai hal dapat dilakukan pesantren sebagai
bentuk inovasi kurikulum, seperti: pengembangan penguasaan kitab
kuning dengan berbagai metode yang dapat mempercepat penguasaan
praktik membaca kitab, program pengembangan ilmu-ilmu dasar eksak,
pengembangan kemampuan berbahasa asing, pengembangan pesantren
melalui pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi, bahkan
kesadaran peningkatan kontribusi pesantren terhadap pengembangan
masyarakat.
Zamroni dalam Reformulasi Sistem Pendidikan Pesantren dalam
Mengantisipasi Perkembangan Global berpendapat bahwa inovasi
kurikulum pesantren yang diperlukan ialah mengubah orientasi
kurikulum dari yang semula bercorak hanya keagamaan menjadi
kurikulum terintegrasi antara ilmu agama dan ilmu umum.
Mundzir Rosyadi dalam Dinamika Kurikulum Pesantren,
Makalah Konseptual Pendidikan, mengungkap bahwa kesadaran perlunya
integrasi pendidikan sekolah ke lingkungan pendidikan pesantren
merupakan langkah positif untuk mengatasi kelemahan masing-masing.
Pesantren bisa menjadikan integrasi sebagai peluang strategis untuk
secara aktual dan kontekstual mengembangkan tujuan pendidikannya,
dan inilah sejatinya inovasi kurikulum pesantren.
49
Mengacu pada hasil penelitian Jejen Musfah, Rusydi Zakaria,
Ahmad Sofyan, Wahyu Sayuti, Khalis Ridho, Fauzan, dan Muawam,
inovasi kurikulum yang ditemukan pada sekolah dalam hal ini SMP
berbasis pesantren (pada enam (6) SMP) adalah integrasi kurikulum
agama dan umum yang satu dengan yang lain berbeda atau memiliki
keragaman pada empat (4) aspek, yakni: aspek pembelajaran,
penambahan mata pelajaran, pembiasaan, dan kebijakan.
Hermanto Halil dalam jurnal Ulumuna, membawa ide MTC
(Multi Tripple Curriculum) terbagi atas kemampuan kitab kuning dan
reaktualisasi melalui model pembelajaran baru, seperti: seminar, stadium
general, dan lain-lain. Kemampuan dwibahasa asing dengan pembimbing
pakar sesuai bahasa yang diampu ditempuh dengan dua jalan: pertama,
pelajaran tambahan di luar kelas; kedua, mewajibkan penggunaan
dwibahasa asing dalam aktifitas sehari-hari selama 24 jam. Mengasah
kemampuan sains dan teknologi diampu pengajar lulusan ilmu sains dan
teknologi handal dengan metode pembelajaran berbasis ICT (Internet
Communication and Technology).
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
inovasi kurikulum pesantren dewasa ini ialah kurikulum terintegrasi
antara sekolah dengan pesantren, ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
dalam rangka memadukan keunggulan keduanya yang sekaligus
merupakan upaya mengatasi kelemahan masing-masing dan
pengembangan penguasaan kitab kuning dengan berbagai metode yang
dapat mempercepat penguasaan praktik membaca kitab, program
pengembangan ilmu-ilmu dasar eksak, pengembangan kemampuan
berbahasa asing, pengembangan pesantren melalui pemanfaatan teknologi
informasi dan telekomunikasi, bahkan kesadaran peningkatan kontribusi
pesantren terhadap pengembangan masyarakat.
3. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan adalah proses pengembangan kecakapan seseorang
dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses
sosial ketika seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin
(sekolah) sehingga dapat mencapai kecakapan sosial dan
mengembangkan pribadinya. (Carter V. Good dalam Dictionary of
Education).
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan
tertentu (pengajaran, bimbingan, atau latihan) secara interaksi individu
dengan lingkungannya untuk mencapai insan kamil. Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU RI No. 20 Tahun
2003).
Sedangkan menurut Poerbakawatja, pendidikan adalah usaha
secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
50
meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu
menanggung tanggung jawab moril dari perbuatannya. Mengacu kepada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Bab 1 Pasal 1 ayat (2), pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, di sana dijelaskan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
B. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini memuat ringkasan
berdasarkan deskripsi teoritis tentang inovasi kurikulum pesantren untuk
mengetahui inovasi secara umum, inovasi di Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia dan dampaknya terhadap santri, serta keselarasan tujuan pesantren
dengan tujuan pendidikan nasional, sehingga bisa dinyatakan bahwa inovasi
kurikulum pesantren yang diberlakukan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
merupakan upaya mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.
Maksud dari gambar kerangka konseptual ini, peneliti mengawali
penelitian ini dengan meneliti inovasi secara umum terkait definisi, fokus, ciri,
dan sifat perubahannya dengan menggunakan teori Everett M. Rogers,
Edquist, Stephen P Robbins, Suryani, dan UU No. 18 Tahun 2002.
Berdasarkan penelitian awal ini, peneliti kemudian menentukan apakah
fenomena yang terjadi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia dalam
kurikulumnya termasuk inovasi atau tidak.
Berdasarkan penelitian awal pula diketahui bahwa pengembangan
termasuk bagian dari inovasi. Oleh karena itu, peneliti kemudian meneliti
pengembangan kurikulum yang terjadi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
dari segi faktor penyebab, langkah-langkah, prinsip dan landasannya menurut
teori Nurhayati, Dakir, Sukmadinata, idi, Hamalik, dan Widyastono.
Inovasi kurikulum ini kemudian diteliti dampaknya terhadap santri.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada asatidz dan para santri
diketahui bahwa inovasi kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Ini
berdampak positif terbukti dengan percepatan kemampuan santri dalam
berbagai bidang program inovasi kurikulum yang kesemuanya bertarget satu
semester atau enam bulan. Diketahui pula bahwa tujuan pesantren selaras
dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal
3 yang berarti inovasi kurikulum yang dilakukan Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia juga merupakan upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
51
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya
Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia- Cirebon)
Inovasi secara umum
Definisi, fokus, ciri, dan Sifat Perubahan
Teori: Everett M. Rogers, Edquist, Stephen Robbins, Hurley dan Hult, Suryani, serta UU
No. 18 Tahun 2002
Inovasi Kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon
Faktor Penyebab, Langkah-langkah Persiapan, Prinsip, dan Landasan
Teori: Nurhayati, Dakir, Sukmadinata, Idi, Hamalik, Widyastono
Dampak Inovasi Kurikulum Terhadap Santri
Percepatan Kemampuan dalam TOEFL, Tahfizh 30 Juz, Baca Kitab Kuning, Pelajaran
Eksakta, dan Penerimaan di Perguruan Tinggi di dalam negeri dan di Timur Tengah
Sumber: Transkrip Wawancara
Tujuan Pesantren dan Tujuan Pendidikan NasionalVisi misi pesantren dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Menurut Lincoln dan Guba (1985:39), pendekatan kualitatif
disebut sebagai “Naturalistic Inquiry” karena cara pengamatan dan
pengumpulan data dilakukan dalam latar alamiah, tanpa memanipulasi
subjek yang diteliti. Di samping berusaha mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan subjek penelitian, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang program tertentu, peneliti
juga berusaha melihat fenomena di lingkungan penelitian, dan berusaha
memahami dan memberi makna terhadap rangkaian peristiwa yang dilihat
dan didengarnya (Musfah, 2016: 54).
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang tepat untuk
mengungkap fenomena di suatu lingkungan, baik sekolah, perguruan
tinggi, masyarakat, atau kantor karena bertolak dari asumsi realitas sosial
yang unik, kompleks, dan ganda. Berkenaan dengan studi kasus yang
penulis pilih, merupakan salah satu dari lima pendekatan menurut
Creswell (1989: 9), yaitu: Narrative Approach (pendekatan naratif),
Phenomenological Approach (pendekatan fenomenologi), Grounded
theory Approach (pendekatan Grounded Theory), Case Study Approach
(pendekatan studi kasus), dan Ethnographic Approach (pendekatan
etnograpi).
Pendekatan studi kasus lebih disukai dalam penelitian kualitatif
karena kedalaman dan detail suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah
kecil studi kasus (Patton, 1991: 23). Pendekatan studi kasus adalah suatu
pendekatan yang merupakan eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat”
atau “suatu kasus atau beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui
pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber
informasi yang “kaya” dalam suatu konteks, sistem terikat ini diikat oleh
waktu dan tempat, sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program,
peristiwa, aktivitas, atau suatu individu (Cresswell, 1998: 61).
Definisi studi kasus ini disimpulkan dari beberapa karakteristik
pendekatan studi kasus menurut Cresswell, yakni: 1. Mengidentifikasi
suatu “kasus” untuk suatu studi; 2. Kasus tersebut merupakan “sebuah
sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; 3. Studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasinya dalam pengumpulan datanya untuk
memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respon dari
suatu peristiwa; dan 4. Menggunakan studi kasus, peneliti akan
“menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau suatu setting
untuk suatu kasus (Cresswell, 1998: 36-37).
Sedangkan metode deskriptif adalah metode penelitian yang
bertujuan menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, berbagai situasi,
atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang
menjadi objek penilaian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan
sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang
53
kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bugin, 2007: 68).
Kemampuan dan pengalaman peneliti sangat berpengaruh terhadap hasil
penelitian yang menggunakan metode deskriptif, karena tidak hanya
menggambarkan kondisi objek penelitian, peneliti dituntut pula untuk
pandai menganalisisnya sesuai metode dan teori (Musfah, 2016: 55).
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dengan menggunakan
metode deskriptif melalui pendekatan studi kasus, peneliti berusaha
dengan berbagai sumber informasi mengidentifikasi inovasi kurikulum
pesantren di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sekaligus
menganalisisnya sesuai metode dan teori.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia.
Lokasi pondok pesantren Bina Insan Mulia terletak di Jl. KH. Anas
Sirojuddin Blok Tegal Koneng desa Cisaat, Dukupuntang, Sumber,
Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa barat 45652. Nomor telepon
085659840217. Alamat situs http://pesantrenbima.com, alamat fanpage
www.facebook.com/pesantrenbima. Penelitian akan dilaksanakan selama 4
bulan di tahun 2019.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Menurut Asmussen dan Cresswell, data dalam studi kasus
ditampilkan melalui matriks sumber informasi. Matriks ini
mengandung empat tipe data, yaitu: wawancara, observasi, dokumen,
dan materi audio-visual. Penyampaian data melalui matriks ini
ditujukan untuk melihat kedalaman dan banyaknya bentuk dari
pengumpulan data. Cresswell menggaris bawahi wawancara dan
observasi sebagai instrumen penting dalam studi kasus sehingga patut
menjadi perhatian lebih peneliti.
Sedangkan menurut Robert K. Yin, pengumpulan data dalam
studi kasus terdapat dalam enam bentuk, yaitu: a. Dokumentasi yang
terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu
peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, dan
artikel; b. Rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data
survei, daftar nama, rekaman pribadi seperti buku harian, kalender,
dan sebagainya; c. Wawancara (biasanya bertipe open-ended); d.
Observasi langsung; e. Observasi partisipan; dan f. Perangkat fisik
atau kultural, yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen pekerja
seni dan lain-lain.
Data yang digali dalam penelitian ini adalah data primer
(utama) dan data sekunder (pendukung). Data primer yaitu data yang
memberikan data langsung kepada pengumpul data. Sedangkan data
sekunder ialah data yang secara tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2005: 62). Data primer dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi, dokumen, dan materi
audio-visual terkait inovasi kurikulum pesantren di pondok pesantren
Bina Insan Mulia, Cirebon. Sedangkan data sekunder berupa buku-
buku, literatur, artikel, dan jurnal terkait tema penelitian.
54
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber primer
dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah
subjek penelitian yakni pengurus pondok pesantren Bina Insan Mulia
Cirebon yang notabene para ustadz dan ustadzah (pengampu program
cluster), tokoh masyarakat, orang tua santri, dan para santri.
Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah di tiga sekolah
yang terdapat di lokasi penelitian juga merupakan subjek dalam
penelitian ini. Subjek penelitian dianggap paling representatif untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan fokus penelitian,
yakni inovasi kurikulum pesantren.
Dalam proses penelitian, subjek penelitian yang dilakukan
secara purposive tidak diberlakukan pembatasan yang bersifat
mengikat. Akan tetapi, kunci pembatasan jumlah subjek penelitian
adalah manakala subjek penelitian telah dianggap mampu menjawab
segala permasalahan penelitian. Sedangkan sumber data sekunder
dalam penelitian ini berasal dari buku-buku, literatur, artikel, dan
jurnal terkait tema penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi dan data yang tepat dan sesuai
dengan fokus penelitian, maka dalam penelitian ini digunakan observasi,
wawancara, dan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data.
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung dan
mencatat peristiwa, kejadian, serta kegiatan di pondok pesantren Bina
Insan Mulia Cirebon untuk mendapatkan data terkait inovasi
kurikulum pesantren di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.
2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yakni
pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dan lisan
kepada pengurus pondok pesantren Bina Insan Mulia Cirebon yang
notabene para ustadz dan ustadzah (pengampu program cluster), tokoh
masyarakat, orang tua santri, dan para santri. Wawancara juga
dilakukan kepada wakil kepala bagian kurikulum di tiga sekolah yang
terdapat di lokasi penelitian. Bentuk wawancara dalam penelitian ini
adalah semi terstruktur, dengan tetap berpegang pada pedoman
wawancara tetapi dilaksanakan secara tidak berurutan atau
kondisional.
3. Studi dokumen, yaitu dengan mengumpukan dokumen-dokumen
terkait penelitian, seperti: profil pondok pesantren, profil kegiatan,
jadual kegiatan, dan data-data lainnya yang sesuai dalam rangka
melengkapi data terkait inovasi kurikulum pesantren di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon. Arikunto (2006: 206)
menyebutkan bahwa dokumentasi adalah metode pengumpulan data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.
55
E. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian
Peneliti memegang peranan penting sebagai instrumen kunci
dalam sebuah penelitian. Sebagai usaha penggalian informasi dari sumber
data, sekaligus untuk memudahkan tugas dan perannya sebagai instrumen
kunci, maka peneliti menggunakan acuan berupa pedoman observasi,
pedoman wawancara, dan daftar dokumen yang dibutuhkan dalam
penelitian atau disebut juga daftar check list.
Tabel 3.1. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian Variabel Indikator Sumber Data Dokumen
Pendukung
Teknik
Analisis Data
Instrumen
Profil pondok
pesantren dan
sekolah
Profil Sekolah
dan Sejarah
Sekolah, visi-
misi dan
kurikulum
sekolah, profil
dan sejarah
pondok
pesantren, visi-
misi dan
kurikulum
pondok
pesantren
Direktur
pondok
pesantren,
waka
kurikulum dari
tiga sekolah
(SMPIT, SMK,
MAUBI),
pengampu
program
Catatan
Dokumen
profil pondok
pesantren,
dokumen profil
sekolah,
dokumen
struktur
organisasi,
dokumen data
pendidik dan
tenaga
kependidikan,
dokumen data
siswa dan
alumni
Observasi
Wawancara
Studi dokumen
Pedoman
Observasi
Pedoman
Wawancara
Daftar ceklis
Inovasi
kurikulum
pesantren
Tujuan (SKL),
isi dan
struktur,
strategi,
sarana, dan
evaluasi
Direktur, waka
kurikulum,
pengampu
program,
peserta, orang
tua
Pedoman
kurikulum,
Panduan
program,
Majalah
Pondok
Pesantren,
silabus, RPP,
dokumen data
prestasi
Observasi
Wawancara
Studi dokumen
Pedoman
Observasi
Pedoman
wawancara
Daftar ceklis
56
Berdasarkan instrumen pengumpulan data penelitian, pedoman
wawancara disusun, tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 3.2. Pedoman Wawancara variabel Butir Pertanyaan Informan
Profil pondok pesantren
dan sekolah
Sejak kapan pondok
pesantren Bina Insan Mulia
didirikan?
Apa yang melatar belakangi
berdirinya pondok
pesantren?
Bagaimana sejarah pondok
pesantren?
Apa visi dan misi pondok
pesantren?
Sejak kapan SMPIT, SMK,
MAUBI didirikan?
Apa yang melatarbelakangi
berdirinya SMPIT, SMK,
dan MAUBI?
Bagaimana sejarah SMPIT,
SMK, dan MAUBI?
Apa visi-misi SMPIT,
SMK, dan MAUBI?
Direktur Pondok Pesantren
Waka Kurikulum SMPIT,
SMK, dan MAUBI
Pengampu Program
Inovasi kurikulum
pesantren
Kurikulum apa yang
diterapkan di pondok
pesantren Bina Insan
Mulia/SMPIT, SMK, dan
MAUBI?
Apa tujuan dari penerapan
kurikulum ini?
Apa sasaran dari penerapan
kurikulum ini?
Apakah ada kaitan Antara
visi-misi dan kurikulum
yang diterapkan?
Apakah ada kaitan Antara
visi-misi, kurikulum yang
diterapkan, dan tujuan
pendidikan nasional?
Apa nilai kebaruan dari
kurikulum ini?
Apa kekhasan dari
kurikulum ini?
Apa strategi yang digunakan
dalam rangka menerapkan
kurikulum ini?
Apa sarana yang dibutuhkan
dalam rangka menunjang
penerapan kurikulum ini?
Bagaimana evaluasi dari
kurikulum ini?
Apa kendala yang dihadapi
dalam penerapan kurikulum
ini?
Apa solusi yang
ditawarkan?
Direktur Pondok Pesantren
Waka Kurikulum
Pengampu Program
Santri
Orang tua santri
Tokoh masyarakat
57
Instrumen pengumpulan data penelitian menjadi acuan
penyusunan pedoman observasi. Pedoman observasi tersebut tersaji
sebagai berikut:
Tabel 3.3. Pedoman Observasi Nomor Kegiatan Keterangan
1. Mengamati kegiatan harian
siswa/santri di sekolah
2. Mengamati kegiatan santri
di pondok pesantren
3. Mengamati penerapan
kurikulum di sekolah
4. Mengamati penerapan
kurikulum di pondok
pesantren
5. Mengamati kaitan Antara
penerapan kurikulum
dengan visi-misi sekolah
6. Mengamati kaitan Antara
penerapan kurikulum
dengan visi-misi pondok
pesantren
7. Mengamati kaitan Antara
penerapan kurikulum
sekolah, kurikulum pondok
pesantren, dan tujuan
pendidikan nasional
8. Mengamati respon dan
tanggapan siswa/santri
terhadap penerapan
kurikulum sekolah dan
kurikulum pondok
pesantren
9. Mengamati sarana dan
prasarana penunjang
kurikulum
10. Mengamati respon orang
tua terhadap penerapan
kurikulum
11. Mengamati respon tokoh
masyarakat terhadap
penerapan kurikulum
12. Mengamati strategi
pengampu dalam mengatasi
kendala dalam penerapan
kurikulum
58
Berdasarkan instrumen pengumpulan data penelitian, maka
dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagaimana dalam
tabel daftar ceklis berikut:
Tabel 3.4. Daftar Ceklis
Nomor Dokumen Keterangan
1. Dokumen profil sekolah SMPIT, SMK,
dan MAUBI
2. Dokumen profil Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia
3. Jadual kegiatan harian siswa di sekolah
SMPIT, SMK, dan MAUBI
4. Jadual kegiatan santri di pondok
pesantren
5. Data jumlah siswa di sekolah SMPIT,
SMK, dan MAUBI
6. Dokumen struktur organisasi sekolah
SMPIT, SMK, dan MAUBI
7. Dokumen struktur organisasi pondok
pesantren
8. Data jumlah pendidik dan tenaga
kependidikan di SMPIT, SMK, dan
MAUBI
9. Data jumlah pengajar di pondok
pesantren
10. Data prestasi dan nilai UN
11. Dokumen kegiatan pembelajaran di
kelas
a. silabus
b. RPP
4.
12. Dokumen kegiatan ekstrakurikuler
13. Data alumni SMPIT, SMK, dan
MAUBI
14. Data alumni pondok pesantren
15. Data sarana dan prasarana pendidikan
a. Ruang kelas
b. Proyektor
c. Buku pelajaran
d. Kitab
e. Masjid
f. Perpustakaan
g. Aula
h. Laboratorium
i. Fasilitas olah raga
j. Pondok putera
k. Pondok puteri
l. Pondok asatidz
f.
59
Data
Display
Data
Collection
Conclusion
&
Verification
Data
Reduction
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengunakan metode analisis data non statistik,
yakni analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan dengan mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sejak awal kegiatan
penelitian sampai akhir penelitian secara sistematis, ringkas, dan
sederhana. Beberapa langkah yang digunakan dalam menganalisis data
menggunakan Interactive Model dari Miles dan Huberman.
Terdapat beberapa komponen dalam analisis model ini, yaitu:
pengumpulan data (data collection), reduksi data (data condensation),
penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan
(drawing and verifying conclusions) (Miles, 2014: 12-14). Langkah-
langkah tersebut tersaji dalam gambar berikut ini:
Gambar 3.1. Langkah-langkah Analisis Data
Berdasarkan gambar, fase analisis data dapat dijabarkan melalui
penjelasan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection), merupakan langkah awal menyusun
penelitian berkenaan dengan permasalahan yang diteliti, yakni inovasi
kurikulum pesantren. Dilaksanakan dengan teknik observasi, wawancara, dan
studi dokumen.
2. Reduksi Data (Data Condensation), merupakan analisis data yang melibatkan
langkah-langkah pengelompokan dan penyederhanaan data sesuai dengan
fokus penelitian. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan
studi dokumen akan dipilah dan diidentifikasi. Jika terdapat data yang kurang
relevan, maka data tersebut akan dibuang, kemudian data yang relevan akan
difokuskan pada hal-hal yang berkenaan dengan fokus penelitian.
3. Penyajian Data (Data Display), data hasil reduksi yang terkumpul akan
disusun secara naratif dan sistematis. Hal ini dilakukan untuk memahami
fenomena apa yang terjadi berkaitan dengan inovasi kurikulum pesantren,
setelah itu dilakukan analisis secara mendalam.
4. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusions),
tahapan ini merupakan penarikan kesimpulan dari hasil analisis penyajian data
60
yang merupakan jawaban dari fokus penelitian berkaitan dengan inovasi
kurikulum pesantren.
G. Pengecekan Keabsahan Data
1. Validitas Internal (Credibility)
a. Memperpanjang Masa Observasi
Pada tahap ini, peneliti berupaya memperpanjang
keikutsertaan dan melibatkan diri dalam lingkungan pondok
pesantren dan menambah waktu keterlibatan dalam kegiatan
pondok pesantren sampai data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Ketekunan Pengamatan
Pada tahap ini, peneliti mencermati data di lapangan
secara terperinci dan mendalam. Tahapan ini membantu peneliti
mencermati data mana yang harus diamati dan data mana yang
tidak perlu diamati.
c. Triangulasi
Pada tahap ini, peneliti membandingkan hasil
pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya, melakukan
pengujian temuan dengan menggunakan berbagai sumber
informasi.
d. Pemeriksaan Sejawat
Pada tahap ini, peneliti mendiskusikan hasil data dengan
orang lain yang memiliki pemahaman terhadap penelitian yang
sedang dilakukan, sehingga peneliti memperoleh saran dan
masukan.
e. Kecukupan Referensial
Pada tahap ini, peneliti mengajukan kritik internal
terhadap temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan sebagai
pembanding dan mempertajam analisis data untuk mendukung
penelitian.
f. Kajian Kasus Negatif
Pada tahap ini, peneliti menelaah lebih cermat terhadap
kasus-kasus yang saling bertentangan dengan maksud
memperhalus simpulan.
g. Member Check
Pada tahap ini, peneliti mengupayakan agar informasi
yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan sesuai
dengan apa yang dimaksud oleh informan. Peneliti melakukan
member check dengan cara mengulangi jawaban atau pandangan
responden secara garis besar pada akhir wawancara.
2. Validitas Eksternal (Transferability)
Pada tahap ini, peneliti melaporkan hasil penelitian secara
rinci, cermat, dan selengkap mungkin tentang konteks dan pokok
permasalahan yang diperlukan pembaca, sehingga pembaca dapat
memahami temuan yang diperoleh.
61
3. Depentability
Pada tahap ini, peneliti berupaya melakukan penelusuran
hasil penelitian dan proses penelitian untuk menentukan apakah
temuan-temuan sesuai dengan hasil di lapangan.
4. Confirmability
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengauditan
konfirmabilitas untuk meneliti hasil (produk) penelitian. Tahapan ini
dilakukan bersamaan dengan depentability.
62
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Lahirnya Pondok Pesantren Bina Insan Mulia tak bisa lepas dari
keberadaan Pondok Pesantren al-Ikhlash Tegal Koneng yang didirikan oleh
almarhum KH. Sirojuddin tahun 1942. Abah Siroj, begitu panggilan akrab beliau,
berhijrah dari Pondok Pesantren Bobos ke sebuah perkampungan yang pada saat
itu dikenal oleh masyarakat dengan nama Tegal Koneng. Di kampung itulah beliau
membeli tanah lalu mendirikan tempat ibadah, rumah, dan tempat pengajian.
Seiring dengan waktu dan kiprah beliau di masyarakat, terutama di bidang
keagamaan, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, Tegal Koneng telah
menjadi pusat pendidikan keislaman dan dakwah. Masyarakat kala itu
mengenalnya dengan Pondok Pesantren Tegal Koneng. Di masa itu, santri datang
dari berbagai daerah sekitar, Antara lain dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan
Kuningan. Uniknya, pada saat itu yang mau menjadi santri bukan hanya anak-anak
usia pelajar, tapi juga para lanjut usia.
Bahkan, pada dua hari khusus, yaitu hari rabu dan jumat, diadakan
pengajian rutin yang langsung dipimpin oleh Abah Siroj. Ratusan orang dari
berbagai daerah sekitar berduyun-duyun mengunjungi pengajian ini. Sepeninggal
KH. Siroj, pesantren diteruskan oleh putera sulung beliau, yakni KH. Anas
Sirojuddin, alumnus Pondok Pesantren Kempek dan Pondok Pesantren Lasem. Di
masa kepemimpinan KH. Anas Sirojuddin, sistem dakwah dan pendidikan
pesantren diperluas dengan mendirikan lembaga formal, antara lain: Madrasah
Diniyah dan Madrasah Tsanawiyah, PAUD, dan TK. Semua lembaga tersebut
diberi nama al-Ikhlas.
Atas restu KH. Anas Sirojuddin, pada tahun 2012, Pondok Pesantren al-
Ikhlas diubah nama dan sistemnya secara total oleh putera bungsunya, yaitu KH.
Imam Jazuli, Lc. MA., yang menjadi generasi ketiga KH. Sirojuddin. Nama
pesantren diganti menjadi Pesantren Bina Insan Mulia, seluruh santri diwajibkan
tinggal di asrama agar dapat mengikuti seluru proses dan aktivitas pendidikan
pesantren.
Dengan berlangsungnya sistem pendidikan di bawah manajemen
Pesantren Bina Insan Mulia, perubahan besar terjadi. Lembaga pendidikan yang
dulunya ada di Pondok Pesantren al-Ikhlas seperti: Madrasah Diniyah, Madrasah
Tsanawiyah, TK, dan PAUD diserahkan dan dipindahkan pengelolaannya kepada
pihak masyarakat sekitar.
Sementara tanah yang sebelumnya digunakan oleh Pondok pesantren al-
Ikhlas dibeli oleh KH. Imam Jazuli, sekaligus membeli tanah di sekitar untuk
perluasan area pesantren, kecuali Masjid dan sedikit pekarangannya karena telah
diwakafkan sejak KH. Sirojuddin. Sistem pendidikan diubah dengan tetap
berpegang teguh pada asas untuk melestarikan warisan lama yang masih bagus dan
menciptakan inovasi baru yang lebih bagus (Nuansa magazine, 21 November
2018).
63
Memahami budaya adalah aspek yang sangat penting bagi pendidikan dan
ini tidak bisa dihadirkan hanya melalui pengajaran. Inilah alasan yang paling
mendasar mengapa Pesantren Bina Insan Mulia sejak tahun 2016 telah merintis
pembangunan pesantren berwajah etnik dan menjadi yang pertama di Indonesia.
Pesantren berwajah etnik ini dipusatkan pada asrama puteri, masjid puteri dan
milieunya. Seluruh bangunan di dalamnya menggunakan material kayu jati dan
nangka yang didatangkan dari seluruh kawasan nusantara yang rata-rata berusia di
atas 150 tahun. “Selain untuk mendidik santri mengenai pentingnya budaya dan menawarkan
suasana belajar yang unik bagi santriwati, pesantren ini juga dimaksudkan untuk
memberikan kenyamanan kepada wali santri yang berkunjung agar mereka terangsang
memahami kekayaan budaya sekaligus berwisata” demikian disampaikan KH. Imam
Jazuli, Lc, MA (Kumparan.com, 1 November 2018).
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia mempunyai visi untuk menjadi pusat
pengembangan pendidikan terpadu antara ilmu, skill, dan nilai-nilai untuk
menghasilkan kader yang cerdas, kompetitif, dan berakhlak mulia serta misi
memfasilitasi proses aktualisasi potensi peserta didik dengan membekali ilmu,
skill, dan nilai-nilai dari ajaran agama serta kearifan lokal nasional;
mengembangkan pembelajaran yang berbasis pesantren dan pendidikan yang
adaptif dengan perkembangan jaman; mengembangkan proses dan metode
pembelajaran yang modern berbasis ICT (Information and Communication
Technology); dan menghasilkan lulusan yang mampu berprestasi, berkontribusi
dan bernilai bagi agama, bangsa, dan negara. Dalam rangka merealisasikan visi-
misi ini, pesantren menerapkan integrasi ilmu umum dan agama dalam sistem
yang dikenal sebagai sistem cluster dengan tujuh program unggulan.
Identitas Pondok Pesantren Bina Insan Mulia terangkum dalam identitas
pondok pesantren sebagai berikut:
Tabel 4.1. Identitas Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
1. Nama Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
2. Jumlah Kamar 26 Kamar
3. Kapasitas Kamar 36 Orang Santri
4. Alamat Pondok Pesantren Jl. KH. Anas Sirojuddin RT.
029/RW. 010 Komplek Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia
Desa Cisaat, Kec.
Dukupuntang, Kab. Cirebon
5. Nomor Telepon/Faximile 081288881647
6. E-mail [email protected]
7. Jumlah santri 920 orang
8. Kegiatan Pesantren 1. Ceramah pendalaman
Agama Islam
2. Shalat wajib
3. Shalat dluha
4. Shalat sunnah malam
64
5. Membaca al-Quran
6. Dzikir
7. Hapalan dan doa-doa
9. Identitas Kepala Pondok
Nama
Pendidikan
SK yang mengangkat
-
-
KH. Imam Jazuli, Lc, MA
Magister
Ketua Yayasan
10. Nama Yayasan Bina Insan Mulia
11. Nama Ketua Yayasan KH. Imam Jazuli, Lc, MA
12. Alamat Yayasan Jl. KH. Anas Sirojuddin RT.
029/RW. 010 Komplek
Pesantren Bina Insan Mulia
Desa Cisaat, Kec.
Dukupuntang Kab. Cirebon
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia menerapkan sistem pendidikan yang
integral antara pesantren dan sekolah dengan jadual aktivitas santri sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Jadual Aktivitas Santri Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Pukul 4.00-4.30 WIB Shalat Shubuh berjamaah
Pukul 4.30-6.00 WIB Dzikir jamaah
Pukul 6.00-7.00 WIB Program cluster sesuai kelas
Pukul 7.00-7.30 WIB Sarapan dan persiapan sekolah
Pukul 8.00-11.30 WIB Sekolah sesuai jenjang
Pukul 12.00-12.30 WIB Shalat Zhuhr berjamaah
Pukul 12.30-15.00 WIB Makan dan tidur siang
Pukul 15.00-15.30 WIB Shalat Ashar berjamaah
Pukul 15.30-17.00 WIB Program cluster sesuai kelas
Pukul 17.00-17.30 WIB Makan sore dan persiapan shalat
maghrib
Pukul 17.40-18.10 WIB Shalat Maghrib berjamaah
Pukul 18.10-19.00 WIB Ngaji wetonan dengan Ayahanda KH.
Imam Jazuli, Lc, MA
Pukul 19.00-19.30 WIB Shalat Isya berjamaah
65
Pukul 19.30-21.00 WIB Program cluster sesuai kelas
Pukul 21.00-22.00 WIB Program belajar dengan OSIP
Pukul 22.00-4.00 WIB Waktu tidur
Kajian kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren selain kitab yang
dibaca wetonan oleh kiai, diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah, namun khazanah kitab yang diajarkan sedikit, banyak kesamaan antara
kitab yang diajarkan di SMPIT maupun SMK dan MAUBI, hanya ditemukan dua
kitab yang berbeda yang diajarkan di SMPIT, yakni Ahwal al-Ihsan dan
Khulashah, sebagaimana tampak dalam tabel berikut:
Tabel 4.3. Kitab Kuning di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia No. Jenjang Pendidikan Kelas Nama Kitab Kategori
1. SMK X
XI
Aqidah al-‘Awam
Ta’lim al-Muta’allim
Arba’in Nawawi
Safinah al-Najah
Riyadl al-Shalihin
Jawahir al-Kalamiyyah
Taisir al-Khalaq
Tanqih al-Qaul
Taqrib
Tauhid
Akhlak
Hadits
Fiqih
Hadits
Tauhid
Akhlak
Hadits
Fiqih
2. MAUBI X
XI
Aqidah al-‘Awam
Ta’lim al-Muta’allim
Arba’in Nawawi
Safinah al-Najah
Riyadl al-Shalihin
Jawahir al-Kalamiyyah
Taisir al-Khalaq
Tanqih al-Qaul
Taqrib
Tauhid
Akhlak
Hadits
Fiqih
Hadits
Tauhid
Akhlak
Hadits
Fiqih
3. SMPIT VII
VIII
IX
Khulashah
Ta’lim al-Muta’allim
Arba’in Nawawi
Safinah al-Najah
Riyadl al-Shalihin
Khulashah
Ahwal al-Ihsan
Taqrib
Taisir al-Khalaq
Tanqih al-Qaul
Khulashah
Taisir al-Khalaq
Taqrib
Tarikh
Akhlak
Hadits
Fiqih
Hadits
Tarikh
Tauhid
Fiqih
Akhlak
Hadits
Tarikh
Akhlak
Fiqih
66
2. Sekolah Menengah Kejuruan Bina Insan Mulia
SMK Broadcast dan Pertelevisian Bina Insan Mulia lahir sebagai respon
nyata pondok pesantren terhadap pesatnya kemajuan teknologi dan perubahan era
kini. Hal tersebut sebagaimana diungkap Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia, KH. Imam Jazuli, Lc, MA: “Sebagai lembaga yang menerima amanat untuk menyediakan layanan pendidikan
agama (tafaqquh fiddin), mengembangkan dakwah dan mengembangkan masyarakat, maka
pesantren perlu menciptakan respon yang kreatif terhadap perubahan” (Tribun News.com,
18 Januari 2018).
SMK ini juga menjadi SMK berbasis pesantren pertama di Indonesia
dengan tujuan utama membekali cara berdakwah sesuai skill di bidang broadcast
dan pertelevisian, jadi kesadaran terhadap identitas kesantrian adalah utama, selain
itu, sebagai komunikasi harian dipilih Bahasa Inggris dengan alasan bahwa Bahasa
Inggris merupakan bahasa yang dibutuhkan dalam menyongsong kebutuhan akan
dai-dai internasional yang menguasai materi keislaman dan teknologi, bisa
dikatakan inilah yang dimaksud dengan mempesantrenkan pendidikan vokasi,
bukan sebaliknya, memvokasikan pesantren.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SMK Bina Insan Mulia,
berdirinya SMK dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menghadirkan SMK yang
tidak sama dengan SMK lain yang sudah ada. Jika SMK yang lain orientasi utama
setelah lulus adalah bekerja, maka SMK Bina Insan Mulia justeru menghendaki
lulusannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam
rangka mendukung itikad besar mencetak pemimpin bukan pekerja, bermental
mempekerjakan bukan mental buruh.
SMK broadcast dan pertelevisian dipilih karena diawali kesadaran
terhadap kelemahan para santri di bidang media, apalagi saat itu baru ada 2-3 SMK
sejenis di Jawa Barat. Baru kemudian disusul lahirnya jurusan Teknik Komputer
dan Jaringan, serta berikutnya jurusan keperawatan. Secara khusus, visi-misi SMK
mengarah pada output yang kuat dalam skill, sedangkan visi-misi global, seperti
halnya pesantren, institusi pendidikan di bawah naungan pondok pesantren
mempunyai visi-misi global yang sama.
Kurikulum SMK merujuk kepada Kurikulum Sekolah Berbasis Pesantren
dengan sistem akselerasi, bertarget, dengan kurikulum terintegrasi, maksudnya
proses belajar mengajar hanya berlangsung selama dua tahun. Tahun ke-tiga diisi
dengan persiapan santri, baik untuk yang menginginkan melanjutkan pendidikan di
dalam negeri maupun di perguruan tinggi luar negeri. Di sekolah, santri belajar
pelajaran yang di UN kan berdasarkan KTSP 2006 dan Kurikulum 2013, pelajaran
terkait kejuruan, dan kitab-kitab pesantren tertentu. Sedangkan di luar waktu
sekolah, program pembelajaran pesantren dilanjutkan dengan program-program
tertentu dalam sistem cluster.
Berikut ini profil SMK Broadcasting Pertelevisian Bina Insan Mulia:
a. Identitas Sekolah
Nama Lembaga : SMK Broadcasting Pertelevisian Bina Insan Mulia
Alamat Lembaga : Komplek Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Jl. KH. Anas Sirojuddin RT. 029/RW. 010 Blok V
Kode Sekolah : 06120180
Status Sekolah : Swasta
NPSN : 69752446
NSS : 322021726006
67
Akreditasi : B
Alamat Sekolah : Jalan : KH. Anas Sirojuddin
Desa/Kelurahan : Cisaat
Kecamatan : Dukupuntang
Kabupaten : Cirebon
Provinsi : Jawa Barat
Kode Pos : 45652
E-mail : [email protected]
Website : www.pesantrenbima.com
Kurikulum : KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
Nara Hubung : 081288881647/082240376739
Kepala Sekolah : Siti Zahro, S.Pd.I
b. SK Operasional
Nama Yayasan : Bina Insan Mulia
Izin Pendirian : 421.1/kpts.1193/Disdik
Tahun Didirikan : 2012
Tahun Beroperasi : 2012-2013
c. Tanah
Kepemilikan Tanah : Yayasan Bina Insan Mulia (wakaf)
Luas Tanah SMK : 30.000 M2
d. Bangunan
Luas Bangunan : 2000 M2
Kepemilikan Tanah : Yayasan Bina Insan Mulia
e. Identitas Yayasan
Nama Yayasan : Bina Insan Mulia
Alamat : Jalan : KH. Anas Sirojuddin RT. 029/RW. 010
Dusun/Blok : V
Desa : Cisaat
Kecamatan : Dukupuntang
Kabupaten : Cirebon
Provinsi : Jawa Barat
Kode Pos : 45652
f. Program Keahlian
1. Teknik Penyiaran dan Program Pertelevisian
2. Teknik Komputer dan Informatika
3. Kesehatan
g. Paket Keahlian
1. Broadcasting Pertelevisian
2. Teknik Komputer dan Jaringan
3. Keperawatan
Secara struktural, SMK Broadcasting Pertelevisian dipimpin oleh seorang
Kepala Sekolah dengan dibantu staf-staf sebagai berikut:
68
STRUKTUR ORGANISASI
SMK BINA INSAN MULIA
KEPALA SEKOLAH : SITI ZAHRO, S.Pd.I
KOMITE SEKOLAH : TARNO JALALUDIN
WAKA KURIKULUM : MA’MUN AZIZ, S.Pd.I
WAKA KESISWAAN : SAEFUL MUSTAJAB, S.Pd.
WAKA SARPRAS : M. ABD.HAKIM, M.Pd.
WAKA HUMAS : WIDIA PARAMITA
KEPALA TATA USAHA : YUDHI PERMANA, S.Pd.I
BENDAHARA : LAELY RIZKI YUSVIE
STAFF TU : WIDIA PARAMITA
OPERATOR : JAMALUDDIN YUSUF
PROKTOR & TEKNISI : JAMALUDDIN YUSUF
WALIKELAS
KELAS X BP : METI ARYANTI, S.I.Kom.
KELAS X TKJ : IWAN SETIAWAN, S.Pd.
KELAS X KEPERAWATAN : SAMSUL ARIFIN, S.Kep.
KELAS XI BP : ISMA KHAERATUNNISA, S.Pd.
KELAS XI TKJ : APIP ZAENUDDIN, S.Kom.
KELAS XI KEPERAWATAN : MOH ABDUL HAKIM, M.Pd.
KELAS XII BP : ENDAH FUZIAH, S.Pd.
KELAS XII TKJ : MA’MUN AZIZ, S.Pd.I.
KELAS XII KEPERAWATAN : AAN ANISAH, S.Pd.
KEPALA PROGRAM
BP : METI ARYANTI, S.I.Kom.
TKJ : TOHIRIN, S.Kom.
KPR : SAMSUL ARIFIN, S.Kep.
69
Gambar 4.1. Struktur Organisasi SMK Bina Insan Mulia
-----
Pengasuh Pesantren
KH. Imam Jazuli, Lc, M.A.
Kepala Sekolah
Siti Zahro, S.Pd.I
Komite Sekolah
Tarno
Kepala Tata Usaha
Yudhi Permana, S.Pd.I.
Bendahara : Laely R. Yusvie
Staff TU : Widia Paramita
Operator : Jamaluddin Yusuf
Proktor & : Jamaluddin Yusuf
Teknisi
Waka kurikulum
Ma’mun Aziz, S.Pd.I
Waka Kesiswaan
Saeful Mustajab, S.Pd.
Waka Sarpras
M. Abd. Hakim, M.Pd.I.
Waka Humas
Widia Permata
Kepala Program
1. Meti Aryanti, S.I.Kom. (Broadcasting
Pertelevisian)
2. Tohirin, S.Kom. (Teknik Komputer &
Jaringan)
3. Samsul Arifin, S.Kep. (Keperawatan)
Wali Kelas
X BP : Meti Aryanti, S.I.Kom.
X TKJ: Iwan Setiawan, S.Pd.
X KPR: Samsul Arifin, S.Kep.
XI BP : Isma Khaeratunnisa, S.Pd.
XI TKJ: Apip Zaenuddin, S.Kom.
XI KPR: M. Abd.Hakim, M.Pd.
XII BP : Endah Fuziah, S.Pd.
XII TKJ: Ma’mun Aziz, S.Pd.I.
XII KPR: Aan Anisah, S.Pd.
Guru Matapelajaran
Peserta Didik
70
Santri atau peserta didik merupakan elemen penting dalam komponen
pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Berikut ini data peserta didik di SMK Bina Insan Mulia:
Tabel 4.4. Data Siswa/Siswi SMK Bina Insan Mulia
Tabel 4.5. Data siswa/siswi SMK Bina Insan Mulia dari Tahun ke Tahun
Tahun Sekolah Jumlah Siswa Persentase
2015 SMK Bina Insan Mulia 55 Orang Siswa/siswi
2016 SMK Bina Insan Mulia 81 Orang Siswa/siswi 47,27 %
2017 SMK Bina Insan Mulia 121 Orang Siswa/siswi 49,38 %
2018 SMK Bina Insan Mulia 133 Orang siswa/siswi 9,91 %
2019 SMK Bina Insan Mulia 363 Orang Siswa/siswi 172,93 %
Sumber: Data Emis Pesantren Bina Insan Mulia
No JURUSAN KELAS PUTRA PUTRI TOTAL
1 Broadcasting pertelevisian ( 1 ) X10 13 23
2 Broadcasting pertelevisian( 2 ) X14 11 25
3 Teknik Komputer Dan Jaringan ( 1 ) X20 19 39
4 Teknik Komputer Dan Jaringan ( 2 ) X28 14 42
5 Keperawatan X10 30 40 40
6 Broadcasting pertelevisian XI24 11 35 35
7 Teknik Komputer Dan Jaringan XI27 10 37 37
8 Keperawatan XI0 30 30 30
9 Broadcasting pertelevisian XII22 13 35 35
10 Teknik Komputer Dan Jaringan XII22 10 32 32
11 Keperawatan XII 0 25 25 25
12 TOTAL 176 187 363363
169
102
92
JUMLAH
DATA SISWA/SISWI
SMK BINA INSAN MULIA2019/2020
48
81
71
Hal yang dituju dari suatu evaluasi selain impact dan effect adalah product,
dan produk dari pendidikan adalah output, yakni santri atau peserta didik dalam
keberhasilan pendidikannya. Berikut ini output dari SMK Bina Insan Mulia:
Tabel 4.6. Data Output SMK Bina Insan Mulia
Data Output SMK Bina Insan Mulia
Tahun Pelajaran 2018/2019 No. NAMA KAMPUS PROGRAM
STUDI
JALUR LAINNYA
1. Wili Kurniawan Istanbul University of
Turkey
Electrical Engineering
Government Subsidies
-
2. Egi Budiyasa Istanbul University of
Turkey
Political Science and Public
Administration
Government Subsidies
-
3. R.Hasila Iklila Istanbul
University of Turkey
Faculty of
Medicine/Basic Medical Science
Government
Subsidies
-
4. Khofia Fitriyanti
Azizah
Istanbul
University of Turkey
Public Law
Department
Government
Subsidies
-
5. Angga Wahyu
Permana
Bandirma
University of
Turkey
Media and
Communication
Government
Subsidies
-
6. Anggun Ismaya Bandirma
University of
Turkey
Political Science
and Public
Administration
Government
Subsidies
-
7. Nasrul Hidayat Bandirma
University of
Turkey
Maritime Lines
Management
Government
Subsidies
-
8. Muhammad Haikal
Musyaffa
Ankara University
of Turkey
Astronomy and
Space
Government
Subsidies
-
9. Fahri Robiul
Muzzaky
Ankara University
of Turkey
Public Law
Department
Government
Subsidies
-
10. Naufal Muthie Ramadhan
Ankara University of Turkey
International Relation
Government Subsidies
-
11. Arum Trimala Sakarya
University of Turkey
Social science
and Humanities
Government
Subaidies
-
12. Wildan Dikri
Amrulloh
Sakarya
University of
turkey
Communication
and Bussiness
Government
Subsidies
-
13. Dede Imron Suyuti Sakarya
University of
Turkey
Economics and
Industry
Government
Subsidies
-
14. Muhammad Hanif Firdaus
Shoufu University Taiwan
Hotel Management
Mandiri -
15. Salma Hilyatul
Aulia
UIN Bandung Hukum Ekonomi
Syariah
UMPTKIN -
16. Wafa Siti Muplihah UIN Bandung Hukum Ekonomi Syariah
Mandiri -
17. Muhammad Rohid Poltek Negeri
Bengkalis Riau
D4 Teknik
Perkapalan
SNMPTN -
18. Izzati Adhitya IAIN Salatiga Komunikasi UMPTKIN -
19. Silvana Dwi
Rahayu
IAIN Purwokerto Hukum Ekonomi
Syariah
Prestasi
Akademik Nasional
-
20. Farah Diba
Sholikhatul Maula
IAIN Cirebon Hukum Ekonomi
Syariah
Beasiswa
LPTNU
-
21. Uswatun Hasanah IAIN Cirebon Hukum Ekonomi Syariah
Beasiswa LPTNU
-
22. Novi Puteri Snowati IAIN Cirebon Hukum
Tatanegara
UMPTKIN -
72
23. Nurhayani IAIN Cirebon KPI Prestasi
Akademik
Nasional
-
24. Ramdan Aliman IAIN Cirebon Hukum Ekonomi Syariah
UMPTKIN -
25. Syifa Salsabilla IAIN Cirebon Hukum
Tatanegara
Mandiri -
26. Indah Renjani IAIN Cirebon Hukum Keluarga UMPTKIN -
27. Muhammad Abdul
Rahman
IAIN Cirebon Ahwal al-
Sakhshiyyah
UMPTKIN -
28. Lia Anita IAIN Cirebon Manajemen Pendidikan Islam
Mandiri -
29. Nita Febrianti IAIN Cirebon Hukum Ekonomi
Syariah
Mandiri -
30. Sri Astuti Ningrum IAIN Cirebon Hukum Keluarga UMPTKIN -
31. Siti Uswatun
Hasanah
AKPER Negeri
Kab. Indramayu
Keperawatan Beasiswa -
32. Widi Fuzi Widayanti Ikrima
Universitas Negeri Garut
PAI Mandiri -
33. Muhammad Haiqal
Fikri
Unswagati
Cirebon
Ilmu Hukum Beasiswa
LPTNU
-
34. Ida Robayati Unswagati Cirebon
Akuntansi Beasiswa LPTNU
-
Output angkatan 2019 yang baru-baru ini terdata ialah keberhasilan
Faishal Abdul Aziz, santri terbaik Pondok Pesantren Bina Insan Mulia angkatan
2019 yang bersekolah di SMK Bina Insan Mulia, dengan TOEFL ITP score 500,
kemampuan akademik di atas rata-rata, meraih beasiswa prestisius S1 pada
program Hubungan Internasional dari Kesultanan Oman untuk kuliah di University
of Sultan Qobus, Oman.
3. Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia
MAUBI berdiri, dilatarbelakangi oleh adanya keinginan kiai, pengasuh
pesantren untuk menciptakan generasi unggulan dengan menghimpun anak-anak
cerdas, dididik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri atau perguruan
tinggi bonafide di dalam negeri, sesuai dengan visi-misi global seluruh institusi
pendidikan di bawah yayasan Bina Insan Mulia, baik pesantren maupun sekolah.
MAUBI yang baru dibuka pada tahun ajaran 2017/2018 ini dirancang
tidak seperti madrasah Aliyah pada umumnya. Madrasah yang menjadi bagian dari
unit pendidikan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon ini memiliki target
agar alumni atau lulusannya bisa berkompetisi di tingkat global. Hal ini
sebagaimana disampaikan KH. Imam Jazuli selaku pengasuh. “Target jangka pendek kami adalah menghantarkan mereka lulus di berbagai
perguruan tinggi bonafid di luar dan dalam negeri melalui jalur beasiswa atau mandiri.
Tentu itu semua untuk menunjang target jangka panjang kami, yaitu melahirkan para
pejuang yang siap dengan segala kompetensinya untuk berdakwah dan berkiprah di kancah
global” (tribunnews.com, 12 Agustus 2019)
Untuk mewujudkan target ini, menurut Kepala Sekolah yang sekaligus
menjabat Kepala Program Timur Tengah, MAUBI menetapkan standar yang
tinggi. Santri yang ingin masuk program ini harus berada di peringkat 1-5 selama
di SMP atau MTs nya, atau santri dengan IQ di atas 110. Para pengajar MAUBI
juga didatangkan dari berbagai perguruan tinggi ternama luar dan dalam negeri.
Terutama guru-guru pengajar bidang studi prioritas, bahkan untuk
pelajaran Bahasa Inggris, MAUBI merekrut native speaker lulusan Sorbonne
University, Perancis, dalam bidang English Literature. MAUBI menerapkan sistem
73
pembelajaran berstandar internasional mengadopsi kurikulum Ma’had al-Azhar,
Kairo, dan Senior High School Finlandia, serta kurikulum yang disesuaikan
dengan kurikulum Kemenag. Bahasa pengantar harian mempergunakan Bahasa
Inggris dan Bahasa Arab.
Proses pembelajaran fokus pada empat sasaran utama, yaitu: pertama,
tahfizh, alumni MAUBI hafal al-Quran minimal 10 juz; kedua, bahasa, alumni
MAUBI ditarget meraih skor TOEFL dan TOAFL minimal 500; ketiga, qiroatul
Kutub, alumni MAUBI harus dapat membaca kitab-kitab kuning terseleksi; dan
keempat, sains, siswa siswi MAUBI bisa berkompetisi di tingkat lokal dan
nasional dalam bidang sains, kesemuanya difokuskan pada dua tahun pertama,
sedangkan sisa satu tahun digunakan untuk persiapan meraih beasiswa pendidikan.
Metode pembelajaran yang diadopsi dari sekolah Finlandia yang dimaksud
ialah kebebasan yang tetap bertanggung jawab untuk siswa memilih program
sesuai dengan yang mereka inginkan. Di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
program-program inilah yang kemudian dikenal dengan sistem cluster, dan semua
jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia menerapkan sistem ini,
baik SMK, MAUBI, maupun SMPIT, meskipun pada kenyataannya tidak
sepenuhnya bebas, karena Tahsin Quran adalah program pertama karena
dipandang pokok dan mendasar untuk santri sebelum berpindah ke program
lainnya.
Berikut ini, data pengajar MAUBI Bina Insan Mulia:
Tabel 4.7. Data Pengajar di MAUBI Bina Insan Mulia
N
o.
NAMA
PENGAJA
R
TANG
GAL
MASU
K
TUGAS
TEMPAT/TAN
GGAL LAHIR
ALAMAT PENDIDI
KAN
TERAKH
IR
BIDAN
G
YANG
DIAMP
U
1. Dr. Ferry
Muhamma
dsyah
Siregar,
L.c., MA.
- Indramayu,
1977
- Doctoral Kepala
Sekolah
2. Saptono,
L.c., MA.
Wednes
day,
April 5,
2017
Cirebon, 25
Februari 1984
Blk.
Cicebak,
RT/RW
02/10,
Cipanas,
Dukupuntan
g, Cirebon
S2
Universita
s az-
Zaitunah,
Tunisia
Fiqih
dan
Bahasa
Arab
3. Nur Afifah,
S.Mat.
Sunday,
oct 1,
2017
Cirebon, 27
Oktober 1995
Blk. Pilang,
RT/RW
02/04,
Pilang sari,
Kedawung,
S1
UNPAD
-
74
Cirebon
4. Meti
Aryanti,
S.I.Kom.
Wednes
day,
July 11,
2018
Cirebon, 28
Februari 1995
Jl. Raya
Gegesik
Wetan No.
15, RT/RW
001/001,
Gegesik,
Cirebon
S2
UNPAD
Ilmu
Komuni
kasi
5. Zainab,
S.Si.
- Cirebon, 17
Juni 1994
- S1 IPB Kimia
6. Maulan
Karim
Amrullah,
M.Pd.
Wednes
day,
April 5,
2017
Indramayu, 20
Mei 1987
- PPs USM
Surakarta
B.
Inggris
7. Moh.
Abd.Haki
m, M.Pd.I.
Wednes
day,
April 5,
2017
Cirebon, 21
Oktober 1989
Ds.
Sindangjaw
a, RT/RW
02/05,
Dukupuntan
g, Cirebon
PPs IAIN
Syekh
Nurjati
Cirebon
Sejarah
Kebuday
aan
Islam
8. Mohamad
Idfi
Monday
, Dec
24,
2018
Indramayu, 27
Desember 2000
Ds.
Temiyang,
Kroya,
Indramayu
SMK
BIMA
Broadca
st
Pertelevi
sian
9. Dedah
Mardiana
Ulfah
Monday
, Dec
24,
2018
Majalengka, 24
Mei 1999
Blk.
Pahing,
RT/RW,
03/02, Jayi,
Sukahaji,
Majalengka
SMK
BIMA
Broadca
st
Pertelevi
sian
10
.
Putri Aulia
Kausar,
S.Pd.
- Cirebon, 6
November
1996
Griya
Cempaka
Arum
D.466,
Wanasaba
Lor, Talun,
Cirebon
- -
11
.
Wawan
Ridwan,
L.c.
- Majalengka, 7
April 1995
- - -
75
Kepala Sekolah bersinergi bersama seluruh staff dalam rangka
mewujudkan organisasi sekolah yang terbaik, sebagaimana tampak dalam bagan
struktur organisasi sekolah MAUBI Bina Insan Mulia berikut ini:
Gambar 4.2. Struktur Organisasi MAUBI Bina Insan Mulia
-----
Pengasuh Pesantren
KH. Imam Jazuli, Lc, M.A.
Kepala Sekolah
Dr. Ferry Muhammadsyah Siregar,
L.c., MA.
Komite Sekolah
Sodikin
Kepala Tata Usaha
Yudhi Permana, S.Pd.I.
Bendahara : Mardiana
Staff TU : Dedah Mardiana Ulfah
Operator : Mohamad Idfi
Proktor & : Mohamad Idfi
Teknisi
Waka Kurikulum
M. Abd..Hakim, M.Pd.I
Waka Kesiswaan
Saptono, L.c.,MA.
Waka Sarpras
Maulana Karim A, M.Pd.
Waka Humas
Yeni Yuliawati
Wali Kelas
X A : Maulana Karim A, M.Pd.
X B : Saptono, L.c. MA.
XI : Nur Affah, S.Mat.
Guru Matapelajaran
Peserta Didik
76
Berdasarkan seleksi yang ketat, maka santri yang diterima sebagai peserta
didik di MAUBI tidak banyak, satu kelas terisi paling banyak 33 orang peserta
didik putera dan puteri, dan paling sedikit di tahun ajaran 2019/2020 adalah kelas
X (A), dengan jumlah peserta didik putera dan puteri 26 orang sebagaimana dapat
dilihat dalam tabel data siswa berikut:
Tabel 4.8. Data Siswa/Siswi MAUBI Bina Insan Mulia NO. KELAS X (A) MIPA KELAS X (B) MIPA KELAS XI KELAS XII
1. PUTERA PUTERI PUTERA PUTERI PUTERA PUTERI PUTERA PUTERI
2. 8 18 8 19 12 21 5 22
TOTAL 26 TOTAL 27 TOTAL 33 TOTAL 27
PUTERA PUTERI
33 80
113
MAUBI belum bisa terdata sejauh mana pencapaian outputnya. Tahun
2020 nanti adalah angkatan pertama kelulusan peserta didik MAUBI Bina Insan
Mulia.
4. SMP Islam Terpadu Bina Insan Mulia
SMP IT Bina Insan Mulia begitu menekankan pendidikan akhlak mental
dan pendidikan akhlak moral. Pendidikan akhlak mental maksudnya ialah SMP
IT Bina Insan Mulia amat mendorong peserta didik untuk kreatif, mandiri,
komunikatif, dan berprestasi. Pendidikan akhlak moral adalah bimbingan dan
arahan terhadap peserta didik agar memiliki ketaatan kepada Allah SWT, hormat
dan berbuat baik kepada orang tua, serta santun terhadap guru (pesantren
bima.com, 21 November 2018).
Berdasarkan observasi, SMP IT Bina Insan Mulia memiliki jam belajar
yang singkat, 4 jam dalam 1 hari. Sebenarnya ketentuan ini berlaku di semua
sekolah di bawah naungan Yayasan Bina Insan Mulia, dari jam 7.30-11.30
mencakup pelajaran sekolah khusus yang di UN kan dan pelajaran khas
pesantren, berupa kajian kitab kuning.
SMP IT Bina Insan Mulia merupakan institusi pendidikan di bawah
naungan Yayasan Bina Insan Mulia yang berbasis pesantren terbesar di kabupaten
Cirebon. Pembelajaran pelajaran-pelajaran yang di UN kan mengikuti kurikulum
nasional berdasarkan ketentuan dari Kementerian Pendidikan, sedangkan
kurikulum pesantren mengikuti kurikulum Tsanawiyah al-Azhar, Mesir
(ltnujabar.or.id, 22 Desember 2019).
Di setiap kelas tersedia layar LED, sehingga memungkinkan
berlangsungnya pembelajaran dengan menggunakan metode yang lebih variatif,
tidak hanya ceramah, tetapi juga metode audio-visual yang lebih menarik dan
menghindarkan kejenuhan peserta didik. Selain sebagai penunjang proses
pembelajaran, LED di tiap kelas ini diperbolehkan untuk dipergunakan sebagai
sarana hiburan di luar kegiatan jam sekolah dan pondok pesantren.
77
Berikut ini, profil SMP IT Bina Insan Mulia:
a. Identitas Sekolah
Nama Lembaga : SMP-IT Bina Insan Mulia
Alamat Lembaga : Komplek Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Jl. KH. Anas Sirojuddin RT. 029/RW. 010 Blok V
Status Sekolah : Swasta
NPSN : 69862443
Alamat Sekolah : Jalan : KH. Anas Sirojuddin
Desa/Kelurahan : Cisaat
Kecamatan : Dukupuntang
Kabupaten : Cirebon
Provinsi : Jawa Barat
Kode Pos : 45652
E-mail : [email protected]
Website : www.pesantrenbima.com
Nara Hubung : 081288881647/081222264295
Kepala Sekolah : Rifa’i, S.Pd.I
b. SK Operasional
Nama Yayasan : Bina Insan Mulia
SK Pendirian Sekolah : 421.1/099/Diksar
Tanggal SK Pendirian : 2014-05-12
SK Izin Operasional : 421.1/099/Diksar
Tanggal SK Izin Operasional : 2014-05-12
c. Tanah
Kepemilikan Tanah : Yayasan Bina Insan Mulia (wakaf)
Luas Tanah SMP-IT : 20.000 M2
d. Identitas Yayasan
Nama Yayasan : Bina Insan Mulia
Alamat : Jalan : KH. Anas Sirojuddin RT. 029/RW. 010
Dusun/Blok : V
Desa : Cisaat
Kecamatan : Dukupuntang
Kabupaten : Cirebon
Provinsi : Jawa Barat
Kode Pos : 45652
e. Rekening Bank
Nama Bank : BJB
Cabang KCP/Unit : Sumber
Rekening Atas Nama : SMP IT Bina Insan Mulia
78
STRUKTUR ORGANISASI
SMP IT BINA INSAN MULIA
KEPALA SEKOLAH : RIFA’I, S.Pd.I
KOMITE SEKOLAH : SAKIM SAEFUDDIN
SIE. KURIKULUM : SAEFUL MUSTAJAB, S.Pd.
SIE. KESISWAAN : ENDAH FUZIAH, S.Pd.
SIE. SARPRAS : SODIKIN, S.Pd.I
SIE. HUMAS : MASHURI
TATA USAHA : YUDHI PERMANA, S.Pd.I
Gambar 4.3. Bagan Struktur Organisasi SMP IT Bina Insan Mulia
Kepala Sekolah
Rifai’I, S.Pd.I
Komite Sekolah
Sakim Saefuddin
Tata Usaha
Yudhi Permana, S.Pd.I
Sie. Kurikulum
Saeful Mustajab, S.Pd.
Sie. Kesiswaan
Endah Fuziah, S.Pd.
Sie. Humas
Mashuri
Sie. Sarpras
Sodikin, S.Pd.I
Guru Kelas Siswa
79
Tabel 4.9. Data Siswa SMP IT Bina Insan Mulia Tahun Ajaran 2019/2020
No. Kelas Jumlah Jumlah Total
Laki-Laki Perempuan
1. VII A 15 18 33
2. VII B 15 16 31
3. VII C 15 23 38
4. VII D 14 17 31
5. VII E 18 14 32
6. VII F 13 17 30
7. VII G 18 14 32
8. VII Ṭ 12 21 33
9. VII I 14 15 29
10. VII J 17 17 34
Jumlah 151 172 323
11. VIII A 20 27 47
12. VIII B 22 27 49
13. VIII C 23 26 49
14. VIII D 20 23 43
Jumlah 85 103 188
15. IX A 21 15 36
16. IX B 14 18 32
17. IX C 21 16 37
18. IX D 12 15 27
Jumlah 68 64 132
Jumlah Total 304 339 643
Alumni SMP IT Bina Insan Mulia diharuskan melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi di bawah naungan Yayasan Bina Insan Mulia, baik
melanjutkan ke SMK Bina Insan Mulia maupun melanjutkan ke Madrasah Aliyah
Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia, ini dilakukan sebagai upaya
menjaga keberlanjutan pendidikan santri.
80
5. Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
a. Isra Mi’raj
Santri Pondok Pesantren Bina Insan Mulia memperingati Isra Mi’raj
Baginda Nabi Muhammad SAW dengan bermain bola api, pertandingan futsal,
fashion show, lomba memasak, dan tentu saja shalawat. Seluruh santri
mengikuti acara yang diselenggarakan OSIP ini. Acara juga diisi dengan
banyak macam lomba, seperti pertandingan bola api dan futsal antar kamar
untuk santri putera, dan lomba fashion show dan memasak untuk santri puteri.
Shalawat ditampilkan dalam berbagai bentuk, ada hadrah, nasyid, acapella, dan
lain-lain (pesantren bima.com, 21 November 2018)
b. Jam’iyyah Hizb Hirzul Jausyan
Jam’iyyah Hizb Hirzul Jausyan merupakan kegiatan rutin alumni
Pesantren Lirboyo, Kediri untuk menguatkan benteng spiritual. Oleh kiai,
pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, kegiatan ini dilaksanakan setiap
Kamis bada Isya, dihadiri alumni Pesantren Lirboyo se-wilayah tiga Cirebon,
dan Hizb Hirzul Jausyan tahunan diadakan di Ballroom, Luxton Hotel and
Convention, Cirebon.
c. Haul KH. Anas Sirojuddin
Haul diselenggarakan setiap tanggal 15-21 Desember untuk
memperingati sesepuh, KH. Anas Sirojuddin. Haul juga ditujukan untuk
mendekatkan seluruh lapisan masyarakat ke pesantren. Haul diisi dengan
berbagai acara, baik hiburan maupun tuntunan. Untuk hiburan, diselenggarakan
berbagai lomba dan panggung musik, sedangkan tuntunan diisi dengan
istighosah, semaan al-Quran, dan lain-lain dihadiri oleh banyak tokoh, seperti
Syekh Mohammed Ahmed al-Basyouni el-Dieb, Syekh Prof. Dr. Moh. Ali al-
Maghribi dari Maroko, dan KH. Dr. Fahr Rozi, M.Ag.
d. Dalail al-Khairat
Dalail al-Khairat merupakan karya Syekh Imam Abu Abdullah
Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli yang begitu tenar di kalangan santri,
diijazahkan pengamalannya secara bersanad hingga ke penyusunnya.
Pengamalan Dalail al-Khairat di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia memang
dianjurkan oleh pengasuh, Ayahanda, KH. Imam Jazuli, Lc., MA, dan
khataman Dalail al-Khairat secara berjamaah biasanya dilaksanakan oleh santri
kelas XII yang tengah laku Dalail 1 tahun penuh, kecuali hari yang diharamkan
puasa.
e. Istighosah
Istighosah merupakan acara rutin bulanan Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia. Istighosah intinya mengajak santri dan masyarakat untuk
senantiasa mengingat dan memohon pertolongan Allah SWT melalui dzikir dan
awrad tertentu. Acara ini juga biasanya dihadiri oleh banyak habaib, kiai yang
turut khusyu beristighosah.
6. Kegiatan Ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Berdasarkan hasil wawancara bersama Direktur Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, semua bentuk kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, berada di bawah tanggung jawab Direktur, di bawah naungan
pesantren, bukan sekolah. Baik ekstrakurikuler berbentuk kegiatan berorganisasi
seperti Pramuka, Paskibra, maupun berbentuk keahlian seperti kewanitaan,
jurnalistik, khat, serta olahraga.
81
Beragam prestasi diraih, seperti: juara 1 pangkalan terbaik Pramuka se-
wilayah tiga Cirebon, lomba ketangkasan regu penggalang ini diselenggarakan di
SMKN 1 Cirebon; juara umum pencak silat tingkat SMP; juara ke-3 kejuaraan
pencak silat Kuningan Open II; juara ke-2 nasional kompetisi keaswajaan di
Pergamanas (Perkemahan Penggalang Maarif NU Nasional) dan lain-lain.
7. Kegiatan-kegiatan Lain
a. Sekolah Pendidikan Politik
Sekolah Pendidikan Politik merupakan bagian dari kontribusi santri
untuk negeri. Kegiatan ini difokuskan pada pembekalan untuk alumni pesantren
yang berminat melaju sebagai legislator. Sekolah Pendidikan Politik diisi oleh
sejumlah narasumber terbaik dari berbagai instansi, seperti Jayadi Hanan, Ph.D
(Direktur Riset Saeful Mujani Research Consulting), Dr. Dewi Haroen, pakar
personal branding nasional, Gus Reza M. Syarief (Motivator Nasional), Dr.
Imam Ratrioso, Psikolog Safaro Consulting dan lain-lain.
b. Seminar Studi Internasional
Seminar studi internasional diselenggarakan oleh Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia sebagai upaya untuk memperluas jaringan output santri yang
melanjutkan kuliah ke luar negeri, dan ini sejalan dengan visi global Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia. Diantara seminar studi internasional yang telah
terselenggara ialah: pertama, seminar bertajuk “Study in India”. Hadir sebagai
pembicara adalah Prof. Dr. Sudakar Singh dan Prof. Dr. Uma Sekar, M.D.
Dalam kesempatan ini juga terjalin kerjasama dengan Sri Ramachandra
Institute of Higher Education and Research India.
Kedua, seminar bertajuk “Study in China” terselenggara berkat
kerjasama dengan Indonesian Tiongkok Cultural Centre (ITCC). Seminar ini
menjadi upaya untuk membuka wawasan santri agar berstudi ke luar negeri,
termasuk China. Hadir dalam seminar ini sebagai pembicara adalah Bapak
Muhammad Tajudin, MA dan Bapak Achmad Syafii. Seminar ini diperkuat
dengan seminar berikutnya bertajuk sama dengan pembicara Mr. Ding Chong
pada pembahasan seputar universitas dengan beasiswa dan tanpa beasiswa.
c. Homestay
Homestay merupakan program tahunan Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia. Kegiatan ini bertujuan untuk membuka wawasan santri, refreshing,
ziarah, mengasah kemampuan Bahasa, silaturahim, dan mengenal lebih baik
sekolah-sekolah dan kampus-kampus unggulan di luar negeri. Dalam beberapa
kali penyelenggaraan, kegiatan homestay telah diadakan di Singapura,
Malaysia, dan Thailand.
Penyelenggaraan kegiatan ini terjadi dua kali dalam satu tahun,
diberangkatkan pada bulan Februari dan bulan Oktober. Diantara kampus yang
dikunjungi ialah IIUM, Malaysia, UPM, dan Rajamanggala University
Bangkok. Sedangkan sekolah terbaik Malaysia yang dikunjungi adalah SMA
SMIW, Kuala Lumpur, Malaysia, sebuah sekolah berasrama di Malaysia.
d. Rekreasi Bulanan
Rekreasi bulanan adalah program pesantren dalam rangka memberikan
ruang refreshing, melepaskan sejenak kepenatan belajar. Pada program ini
santri dipandu asatidz diperkenankan untuk bermain, belanja, menonton, dan
lain-lain. Dengan kegiatan ini diharapkan semangat dan gairah santri untuk
belajar kembali berkobar.
82
e. Free Expression Day (Hari Bebas Berekspresi)
Selain keberadaan kupon khusus untuk berbelanja di lingkungan
pesantren, ada keunikan lain di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia. Sudah
berjalan sekitar 2 tahun, setiap hari sabtu, Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
menerapkan Free Expression Day (Hari Bebas Berekspresi), santri dan seluruh
civitas bebas berekspresi dalam fashion selagi dalam batas kewajaran etika dan
akhlak. Program ini bertujuan agar santri mampu beradaptasi dengan berbagai
kalangan di masyarakat, namun tetap dengan ciri kesantriannya yang menjaga
kemuliaan akhlak dan etika.
B. Inovasi Kurikulum Pesantren
1. Inovasi
Menurut Suryani (2008: 304), inovasi dalam konsep yang luas bisa
berupa ide, cara-cara, atau objek yang dipersepsikan oleh seseorang sebagai
sesuatu yang baru, atau dapat juga berupa perubahan yang dirasakan sebagai hal
yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya.
Berdasarkan pendapat Suryani, kurikulum pesantren Bina Insan
Mulia merupakan inovasi karena ide, cara yang diterapkan pengasuh terhadap
pondok pesantren dipersepsikan sebagai sesuatu yang baru, di samping itu,
dirasakan sebagai suatu perubahan yang baru oleh masyarakat yang
mengalaminya, dalam hal ini masyarakat pesantren Bina Insan Mulia.
“Kurikulum di sini, boleh dibilang baru kita aja yang punya sistem seperti ini,
seperti program cluster dan akselerasi, ditarget. Kalau di tempat lain kan berjalan sekian
tahun tanpa target yang jelas” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
“Yang barunya jelas, kitab pelajaran pesantren masuk ke sekolah, pelajaran yang
tak di UN kan direduksi, merubah mindset SMK untuk bekerja menjadi SMK melanjutkan
kuliah. Bahkan Kiai menyatakan kalau ada orangtua menghendaki santri setelah selesai
SMK di sini untuk bekerja, tidak usah sekolah SMK di Bina Insan Mulia” (wawancara
dengan Kepala SMK Bina Insan Mulia, Ruang Guru, 9 September 2019).
“Kalau saya melihat ya, menurut saya sebagai saya yang masih junior di dunia
pendidikan, masih baru ya, saya di Banten ngajar di beberapa lah. Kalau saya melihat ya,
ada banyak sekali nilai-nilai baru yang saya amati di pondok pesantren Bina Insan Mulia.
Ini sekolah berbasis pesantren yang lebih berorientasi kepada mata pelajaran-mata
pelajaran yang prioritas. Punya skala masa depan, lebih pada penguatan skill ya. Sehingga
jam belajar di kelas tidak banyak. Setengah dua belas wajib sudah selesai. Setelah zhuhr
semua beristirahat, karena nanti bada Ashar kita punya program. Jadi di sini itu jam belajar
di kelasnya disingkat, tapi tetap ya delapan jam pelajaran hanya waktunya aja ya
dipangkas, biasanya kan kalau di sekolah lain satu jam itu 45 menit, di sini satu jam 30
menit. Terus kemudian pembelajaran di kelasnya dikurangi supaya anak tidak jenuh, tidak
bosan, kita lebih fokus pada praktik mungkin yang sifatnya professional development ya
pengembangan professional, penguatan skill dan kebutuhan-kebutuhan di masa depan
melalui program ya. Jadi pelajaran itu tidak dihilangkan, tapi diganti dengan modul, dan
kita hanya fokus dengan pelajaran yang UN. Ya, lebih fokus pada kurikulum penguatan
skill” (wawancara dengan Guru Biologi SMK Bina Insan Mulia, Ruang Guru, 10
September 2019).
Mengacu kepada pendapat Stephen P. Robins (1994), inovasi
merupakan gagasan baru untuk memprakarsai atau memperbaiki produk atau jasa,
maka dapat dinyatakan bahwa terdapat inovasi dalam kurikulum Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia dengan melihat kepada ide atau gagasan pengasuh atau kiai
83
dengan menerapkan kurikulum khas Pondok Pesantren Bina Insan Mulia pada
hakikatnya ditujukan untuk memperbaiki produk atau output berupa santri
sekaligus perbaikan terhadap jasa dalam hal ini transfer pengetahuan dan upaya
membangun moralitas. “Yang unik di sini Kiai memikirkan betul ketika anak mau lulus. Kebanyakan kan
terserah, kalau Kiai di sini benar-benar mengarahkan, bahkan memberikan beasiswa untuk
yang berminat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi tapi mengalami kesulitan biaya”
(wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Makbarah Pondok
Pesantren, 10 September 2019).
“Yang barunya jelas, kitab pelajaran pesantren masuk ke sekolah, pelajaran yang
tak di UN kan direduksi, merubah mindset SMK untuk bekerja menjadi SMK melanjutkan
kuliah. Bahkan Kiai menyatakan kalau ada orangtua menghendaki santri setelah selesai
SMK di sini untuk bekerja, tidak usah sekolah SMK di Bina Insan Mulia” (wawancara
dengan Kepala SMK Bina Insan Mulia, Ruang Guru, 9 September 2019).
Menurut Everett M. Rogers (1983), inovasi merupakan suatu ide atau
gagasan yang diterima sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang atau kelompok
untuk diadopsi. Program-program dalam program Cluster merupakan program
unggulan pesantren sekaligus kurikulum Pesantren Bina Insan Mulia itu sendiri,
dan diantara sekian program itu ialah program Timur Tengah. Program Timur
Tengah berangkat dari hasil pemikiran, perenungan, dan cita-cita untuk
mengenalkan santri pada lingkup pendidikan dunia internasional seorang praktisi
pendidikan lulusan luar negeri yang kemudian diadopsi pesantren. “Saya masuk itukan baru 2018. Saya mulai melihat, dan yang paling utama itu ya
pak Kiai ya. Saya masuk itu pulang dari Amerika. Saya dulu post doctoral di Florida,
pulang dari sana saya ada keinginan untuk membekali anak Indonesia, khususnya kalangan
santri untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Saya keliling untuk promosi, bagaimana
cara meraih beasiswa dan macam-macam. Saya ketemu pak Kiai. Kiai bilang biar saya di
pondok nanti anak-anak Bina Insan Mulia yang bisa melanjutkan ke luar negeri. Mulai
pembicaraan itu, ya, mulai kita untuk ya beliau sudah mempersiapkan segala-galanya,
formatnya” (wawancara dengan Kepala Sekolah MAUBI sekaligus Kepala Program Timur
Tengah, masjid pesantren, 12 September 2019).
Menilik UU No 18 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa inovasi
merupakan cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan atau teknologi kedalam
produksi atau proses produksi, maka jika pembelajaran merupakan proses produksi
dalam rangka menghasilkan produk berupa output atau siswa, ini berarti yang
diberlakukan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia adalah suatu bentuk inovasi. “Kita , kalau saya ya, terus terang sangat terbantu dengan teknologi, lebih banyak
berbasis kemajuan teknologi. Kalau menjelaskan mekanisme pencernaan kita gunakan
video, dilanjutkan tanya jawab, gitu-gitu ya yang tidak membuat anak bosan ya kalau
saya butuh ceramah untuk menerangkan konsep ya saya minta anak-anak dengerin 15
menit atau 20 menit” (wawancara dengan Guru Biologi SMK, Ruang Guru, 10 September
2019).
“Kita juga pakai metode mendengarkan rekaman ngaji yang kita dapat dari qari di
Kempek. Berkali-kali anak diminta untuk mendengarkan sampai paham. Lalu binnazhar itu
ada target sebelum pindah ke al-Quran, jadi dimulai dari juz 27 sampai selesai, baru al-
Fatihah” (wawancara dengan Pengampu Program Tahsin, Ruang Guru, 10 September
2019).
Merujuk kepada Hurley dan Hult (1998: 45), inovasi pada dasarnya
merupakan mekanisme sebuah perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan
yang dinamis. Lingkungan pendidikan, baik sekolah maupun pesantren di era kini
merupakan lingkungan yang dinamis. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan
84
beradaptasi yang baik, terwujud dalam bentuk inovasi, baik itu berupa adaptasi
pengetahuan non agama dalam kurikulumnya (Wahid, 2001: 136-137), maupun
penyediaan berbagai macam ilmu pengetahuan, pemanfaatan teknologi canggih
dan kemampuan Bahasa (Nata, 2012: 297) dan (Azra, 2012: 65). “Dulunya di sini salaf ya, santri kalong, hanya beberapa. Awalnya putera bungsu
KH. Anas Sirojuddin, yakni KH. Imam Jazuli diminta pulang oleh bapaknya untuk
mengurus pondok. Tapi, KH. Imam Jazuli tidak mau, kemudian mau pulang dengan
catatan semua kebijakan terkait pondok pesantren ada pada kendalinya. Sebelum menjadi
seperti sekarang, dulu dikenal sebagai pesantren al-Ikhlash dan beberapa santri al-Ikhlash
sekarang menjadi tokoh masyarakat” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
“Untuk foundernya sendiri ya tentu KH. Imam Jazuli, Lc., M.A. awalnya itu kok
kita lemah ya, para santri di bidang media. Nah, akhirnya bagaimana kalau kita mendirikan
sekolah di bidang media untuk meluaskan media santri. Broadcasting saat itu baru 2-3
SMK di Jawa Barat. Ketika sudah bagus media, oh teknologi juga perlu ditingkatkan,
muncul Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Adanya jurusan Keperawatan itu sebetulnya
kita multifungsi kan saja sih. Karena UKS dan Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren)
tidak ada yang menangani. Jadi sekarang anak-anak pesantren, melalui UKS dan
Puskestren yang mengurusi ya itu, keperawatan” (wawancara dengan Kepala SMK Bina
Insan Mulia, Ruang Guru, 9 September 2019).
Secara umum, dalam kegiatan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
baik di lingkup pondok pesantren, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah
Menengah Pertama Islam Terpadu, Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf
Internasional Bina Insan Mulia berdasarkan pendapat beberapa pakar kecuali
Charles Edquist, dan menurut UU menerapkan inovasi. Hal ini sebagaimana
tergambar dalam tabel berikut:
Tabel 4.10. Inovasi Menurut Pakar dan Perundangan yang Terjadi di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia
No. Lingkup Suryani Stephen
P.
Robins
Everett
M.
Rogers
UU
No. 18
Tahun
2002
Hurley
dan
Hult
Charles
Edquist
1. Pondok
Pesantren
√ √ √ √ √ -
2. SMK
Bina
Insan
Mulia
√ √ √ √ √ -
3. SMPIT
Bina
Insan
Mulia
√ √ √ √ √ -
4. MA
Unggulan
Bina
Insan
Mulia
√ √ √ √ √ -
Sumber: Wawancara di Pondok pesantren Bina Insan Mulia
85
Secara global juga dapat dinyatakan bahwa inovasi senantiasa identik
dengan kebaruan. Baik bentuk inovasi itu sendiri memang baru, atau oleh
lingkungan tertentu diterima sebagai sesuatu yang baru, baik kebaruan itu terletak
pada ide atau gagasan, cara menerapkan suatu pengetahuan, atau pada dasarnya
merupakan sebuah mekanisme dalam rangka beradaptasi terhadap suatu
lingkungan yang dinamis.
Berikut ini, diperlihatkan dalam tabel unsur kebaruan Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia di bawah pengasuhan KH. Imam Jazuli dibandingkan
dengan Pesantren al-Ikhlas di bawah pengasuhan KH. Anas Sirojuddin, dan SMK
Bina Insan Mulia dihadapkan dengan SMK lain yang berjalan sesuai Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan:
Tabel 4.11. Kebaruan Pondok Pesantren dan SMK Bina Insan Mulia
No. Lembaga Pendidikan Bina Insan Mulia Al-Ikhlas
1. Pondok Pesantren Tujuan
menciptakan
output yang
mampu
berkiprah di
kancah global
direalisasikan
dalam program
khusus bernama
sistem cluster
dengan 7
program
unggulan
Kitab diajarkan
di kelas
terintegrasi
dengan kegiatan
sekolah di kelas
Mempelajari
nahwu dengan
metode tamyiz
dan amtsilati
Metode mengaji
kitab dengan
bandongan,
audio visual dan
diskusi
Sarana Pondok
Pesantren
lengkap dengan
tambahan SMK,
Tujuan lillah,
lii’lai
kalimatillah,
tidak memiliki
program
unggulan
Kitab diajarkan
khusus di
Madrasah
Diniyyah
Mempelajari
nahwu dengan
kitab
jurumiyyah
Metode mengaji
kitab dengan
bandongan dan
sorogan
Sarana Pondok
Pesantren belum
memadai, ada
tambahan
Madrasah
Diniyah,
Madrasah
Tsanawiyah,
TK, dan PAUD
Tidak ada
evaluasi khusus
Proses
pembelajaran
86
MAUBI dan
SMP IT di
bawah naungan
Pondok
Pesantren
Evaluasi
berjenjang
bahkan
disaksikan wali
santri
Proses
pembelajaran
sudah
menggunakan
perangkat
teknologi tinggi
Santri wajib
mondok
Tertata dengan
manajemen
yang baik
Mengaji quran
dengan
kempekan dan
Qiroati
Pengantar
pembelajaran
dengan
dwibahasa
Inggris dan
Arab
Program
terakselerasi dan
bertarget
belum mengenal
penggunaan
teknologi tinggi
Masih santri
kalong
Belum tertata
dengan
manajemen
yang baik
Mengaji quran
dengan
kempekan
Pengantar
pembelajaran
dengan Bahasa
Indonesia dan
Bahasa Sunda
Program tidak
menerapkan
akselerasi dan
target
2. Sekolah Menengah
Kejuruan
Bina Insan Mulia SMK Lain
SMK berbasis
pesantren
Ada kajian kitab
kuning di
kegiatan sekolah
di kelas
Menerapkan
reduksi
pelajaran, di
kelas hanya
Bukan SMK
berbasis
pesantren
Tidak ada kajian
kitab kuning
Mempelajari
semua mata
pelajaran sesuai
Permendikbud
No 60, yaitu:
87
mempelajari
pelajaran yang
di UN kan,
yaitu: Bahasa
Indonesia,
Matematika
(mencakup
fisika dan
biologi) Bahasa
Inggris dan
materi kejuruan
Menerapkan
akselerasi,
pembelajaran
hanya
berlangsung 2
tahun
Tahun ke-3
SMK diisi
dengan kelas
persiapan
beasiswa
pendidikan ke
luar negeri dan
PTN dalam
negeri
Menerapkan
kurikulum
terintegrasi dan
bertarget
Mindset
melanjutkan
pendidikan ke
jenjang yang
lebih tinggi
Waktu belajar di
sekolah dari
pukul 7.30-
12.00
Pendidikan
Agama dan
Budi Pekerti,
PPKN, Bahasa
Indonesia,
Matematika,
Sejarah
Indonesia, Seni
Budaya, Penjas
Orkes, Bahasa
Inggris, IPA
mencakup
Fisika dan
Biologi, serta
Materi kejuruan
Tidak
menerapkan
akselerasi
Tahun ke-3
masih belajar
sesuai
Permendikbud
No. 60
Tidak
menerapkan
kurikulum
terintegrasi dan
tidak memiliki
target yang jelas
Mindset bekerja
Waktu belajar
dari pukul 7.30-
14.00
Fokus inovasi yang diungkap Robins pada tiga hal, yakni gagasan
baru, produk atau jasa, dan perbaikan tergambar jelas dalam beberapa program
pondok pesantren Bina Insan Mulia yang lahir melalui ide atau gagasan baru yang
kemudian dikaji sampai menjadi konsep konkret yang kemudian diperbaiki secara
berkesinambungan melalui rapat evaluasi mingguan.
“Evaluasi saya paling ya, karena saya manusia biasa, ya pak ya, tidak lepas dari
kendala, kita di sini kan ada tiap malam jumat rapat evaluasi. Nanti apa yang tidak bisa
88
saya selesaikan, saya limpahkan ke direktur, bagaimana anak ini supaya bisa
menyelesaikan program Tahsin. Untuk evaluasi harian kita ada buku seperti buku prestasi.
Misalkan kurang bagus bacaan shad atau sin mereka buat buku sendiri, tapi ada paraf
pengajar, belum ada yang dicetak khusus, karena terbatas jumlah dan waktu” (wawancara
dengan Pengampu Program Tahsin, Ruang Guru, 10 September 2019).
“Untuk evaluasi terhadap program tiap minggu ada rapat evaluasi yang dihadiri
oleh pengampu dan tim Bahasa OSIP. OSIP bertugas mengawal pelaksanaan program baik
di pondok putera maupun puteri, dengan anggota tim 12 orang. Sedangkan evaluasi peserta
program secara general tidak ada ujian, akan tetapi di akhir pertemuan buku peserta
dikumpulkan untuk dikoreksi. Sejauh ini hasil yang telah dicapai 80% peserta meraih Toefl
450, dan 20% mendapat raihan di atas 450, lokal di BEC 517, LIA 487, dan Toefl ITP
467” (wawancara dengan Kepala Program Bahasa Inggris (Sistem Cluster), Ruang
Broadcast, 9 April 2019)
2. Inovasi Kurikulum Tinjauan Pengembangan Kurikulum
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991: 39-40), perubahan atau
pengembangan pada kurikulum dapat terjadi sebagian atau menyeluruh. Perubahan
dan pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ialah
perubahan dan pengembangan yang menyeluruh mencakup semua aspek atau
komponen kurikulum, baik dari tujuan, isi, struktur, strategi, sarana prasarana dan
evaluasi. “Untuk kurikulum berarti semi modern, menggunakan program, tidak
menggunakan kelas. Karena pelajaran kitabnya sudah di kelas. Selain itu di sini
menggunakan program, ya seperti takhasus lah, ada Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Qiraatul
Kutub dan lain-lain” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
“Untuk kurikulum, sebetulnya kita merujuk kepada kurikulum berbasis pesantren,
Cuma memang kurikulum kita tidak sama dengan dinas. Bukan berarti pelajaran dinas
tidak ada di sini. Kita lebih ke reduksi. Pelajaran yang tidak terlalu dipentingkan dalam arti
siswa bisa mempelajarinya sendiri diberikan modul, tidak diajarkan di kelas. Semua
pelajaran pesantren masuk di sekolah. Jadi, di luar sekolah itu program bentuknya. Kalau
di sekolah itu 1. Pelajaran yang di UN kan; 2. Pelajaran kejuruan; 3. Pelajaran pesantren.
Selain itu tidak ada pelajaran di kelas. Artinya pelajaran mandiri. Program clusternya,
untuk anak SMK dipisahkan. Untuk kelas X, fokus ke hafal juz’amma dan hafal tahlil, itu
program di luar kelas ya. Terus kayak misalnya khutbah, itu dilakukan mingguan. Kalau
kelas XI, kita middle lah. Itu sudah mulai pengerucutan ya. Ada Qiraatul kutub, Bahasa
Inggris atau Bahasa Arab, Eksakta (namun eksakta tidak wajib untuk SMK). Kemudian
program Timur Tengah di kelas XII. Pokoknya pengennya ke mana nanti dipersiapkan.
Misal mau ke Mesir, maka di kelas XII dibekali kemampuan Bahasa Arab, Qiraatul kutub,
Tahfizh dan pembahasan soal-soal tes ke Mesir. Dalam artian kelas persiapan itu adalah
pemantapan materi. Untuk sekarang ini ada kelas persiapan Timur Tengah dan PTN,
sedangkan TOEFL itu ya bentuknya option saja. Untuk sistem akselerasi, SMK juga
menerapkan. Untuk kurikulum yang harusnya tiga tahun, kita selesaikan dua tahun di kelas
X dan XI. Caranya pelajaran yang penting dari kelas XII kita ambil lalu kita ajarkan di
kelas XI. Jadi pas kelas XII tidak belajar lagi. Mereka fokus untuk yang mau ke Timur
Tengah ya Program Timur Tengah, yang mau ke PTN ya program PTN” (wawancara
dengan Kepala SMK Bina Insan Mulia, Ruang Guru, 9 September 2019).
“Kurikulum kita itu tetap mengacu ke pemerintah, khususnya kita pakai yang kita
ajarkan kurikulum yang di UN kan seperti: Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika,
Fisika, Biologi karena kita jurusan IPA ya. Kemudian yang di agamanya ya seperti Bahasa
Arab, Fiqih, SKI, Quran Hadis ya, jadi kurikulum itu masih tetap diajarkan. Kemudian ada
tambahan juga, khususnya Bahasa Inggris, Tahfizh, Bahasa Arab. Jadi sebenarnya
89
kurikulum departemen agama, plus sebagian adopsi dari kurikulum Mesir, dari luar juga
ada, kombinasi kurikulum yang dibutuhkan. Kalau akselerasi, dua tahun yang pelajaran
dari pemerintah harus selesai, di tahun ke tiga mereka fokus yang ke Mesir, ke Turki, kalau
di dalam negeri ya dipersiapkan jalur SMPTN, UM dan lain-lain” (wawancara dengan
Kepala Sekolah MAUBI sekaligus Kepala Program Timur Tengah, masjid pesantren, 12
September 2019).
Meskipun narasmber yang diwawancara dalam hal ini Direktur
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia menyatakan bahwa tipologi pondok pesantren
yang dipimpinnya tergolong semi modern, namun mendasarkan pendapat pada
Nashir (2005: 87-88) sebagaimana hipotesis awal, peneliti cenderung menyatakan
bahwa tipologi pondok pesantren ini adalah modern atau khalaf, terutama pada
unsur tidak adanya madrasah diniyyah di pondok pesantren ini, sedangkan jika
mendasarkan pada pendapat Masyhud (2003) pondok pesantren ini termasuk
tipologi ketiga, yakni pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum baik,
di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun di bawah lindungan
Kementerian Agama, hal ini juga didukung observasi yang peneliti lakukan.
Berdasarkan wawancara terhadap beberapa pihak di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia, maka inovasi kurikulum dalam tinjauan pengembangan
kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, menyeluruh pada tiap
komponen kurikulum. Pertama, tujuan, secara umum yang dituju dalam
keseluruhan program baik sekolah maupun pesantren adalah output yang bagus
yang siap berkiprah di kancah internasional. Kedua, isi. Isi kurikulum berupa
pelajaran kitab tertentu meliputi bidang Akhlak, Fiqih, Tauhid, Hadis, dan
Keaswajaan yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah, yang berkesinambungan
dengan program unggulan pesantren yang dikenal sebagai sistem cluster plus ngaji
wetonan dengan kiai setiap bada maghrib.
Ketiga, struktur. Struktur kurikulum sekolah dengan prosentase lebih
besar pada pelajaran umum tampak pada hadirnya kurikulum sekolah dari hari
selasa sampai dengan Sabtu, dan pelajaran kitab pada senin sampai rabu. Program
unggulan pesantren sebagai kurikulum khas pesantren berlangsung setiap hari dari
bada Ashar hingga pukul 21.00 berlanjut ke bada shubuh sampai menjelang
sekolah yakni berakhir pada pukul 6.30 WIB. Kegiatan sekolah sendiri dimulai
pada pukul 7.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Bada Zhuhr sampai dengan
menjelang Ashar seluruh santri dan ustadz beristirahat, dengan demikian
berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, estimasi waktu kegiatan
sekolah dan pesantren terhitung berimbang.
“Kita, kurikulum pakai kurikulum 2013. Kita juga sekolah itu belajar yang di UN
kan saja, berarti hanya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, serta IPA. Jadi kita
sekolah dari jam 7.00 WIB sampai sebelum zhuhr sudah selesai. Jadi kita tidak harus
membebankan santri dengan belajar, belajar dan belajar. Yang penting itu dia menguasai
buat UN nanti. Pelajaran pesantren paling kita di program-program sih, ada Tamyiz,
Amtsilati, Bahasa Arab, Bahasa Inggris. Kitab kita di kelas. Biasanya kitab full semua di
hari senin. Hari berikutnya ada satu di hari selasa, dan dua di hari rabu. Kita kelas X tuh
ada Aqidatul ‘awwam, Arba’in Nawawi, Ta’limul Muta’allim, dan apalagi tuh saya lupa.
Di kelas XI ada Jawahirul Kalamiyyah, Taqrib, Taisirul Khalaq, trus untuk hadis ada
Tanqihul Qaul. Kelas XII kita kurang tau, kelas XII sekarang kitab Kuning dan Dalail al-
Khairat” (wawancara dengan Ketua OSIP Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Pos Piket,
12 September 2019).
90
Keempat, strategi. Strategi yang diterapkan untuk kurikulum sekolah
ialah reduksi pelajaran dan akselerasi, serta integrasi dengan pelajaran kitab
pesantren tertentu. Sedangkan program cluster menerapkan strategi akselerasi
melalui target. Kelima, sarana prasarana. Lengkap memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan kurikulum sebagaimana dalam daftar ceklis dokumentasi.
Keenam, evaluasi. Evaluasi sekolah meliputi evaluasi harian, tengah semester,
akhir semester, Ujian Sekolah atau Madrasah dan Ujian Nasional. Evaluasi
program unggulan yang dikenal sebagai sistem cluster dilakukan harian dan
mingguan. Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar perbaikan sebagaimana tiga
fokus inovasi menurut Robbins pada ide atau gagasan, penerapan ide atau gagasan
dalam bentuk konkret, dan perbaikan.
Perubahan atau pengembangan kurikulum terjadi karena sebab-sebab
tertentu, diantaranya seperti pendapat Heri, Noer Aly dan Munzier (2002: 194)
adanya pandangan intelektual yang berubah, yang hal ini tentunya disertai dengan
perubahan dalam masyarakat. Sedangkan menurut Nasution (2001: 251),
penyebabnya ialah eksploitasi ilmu pengetahuan yang mendorong lahirnya disiplin
ilmu baru.
Lahirnya Pondok Pesantren Bina Insan Mulia berawal dari kembalinya
putera bungsu KH. Anas Sirojuddin untuk berkenan melanjutkan pengelolaan
pondok pesantren yang saat itu bernama al-Ikhlas dengan mengajukan beberapa
syarat pengelolaan yang berseberangan dengan ayahandanya dan tidak
memperkenankan mencampuri segala keputusan sang putera. Hal ini berkaitan
dengan pandangan intelektual yang berubah dari sang putera yang jeli melihat dan
mengamati bahwa perubahan dalam masyarakat menghendaki bentuk pendidikan
pesantren yang tidak melulu mengaji untuk diapresisasi. “Dulunya di sini salaf ya, santri kalong, hanya beberapa. Awalnya putera bungsu
KH. Anas Sirojuddin, yakni KH. Imam Jazuli diminta pulang oleh bapaknya untuk
mengurus pondok. Tapi, KH. Imam Jazuli tidak mau, kemudian mau pulang dengan
catatan semua kebijakan terkait pondok pesantren ada pada kendalinya. Sebelum menjadi
seperti sekarang, dulu dikenal sebagai pesantren al-Ikhlash dan beberapa santri al-Ikhlash
sekarang menjadi tokoh masyarakat” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
Apresiasi terhadap perubahan dalam masyarakat yang diprakarsai oleh
pengelola atau kiai yang baru yang kemudian merubah nama pesantren bahkan tata
kelola pesantren sangat boleh jadi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai
kompetitif pesantren pada penilaian konsumen dalam hal ini masyarakat atau
orang tua calon santri, sehingga upaya inovasi sejalan dengan usaha untuk
meningkatkan nilai kompetitif pesantren.
Sedangkan dari segi inovasi melalui eksploitasi ilmu pengetahuan
yang mendorong lahirnya disiplin ilmu baru bisa diamati dari adopsi terhadap
program Timur tengah, Qiroati, Tamyiz, dan Amtsilati dalam kurikulum Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia sebagai metode yang sesuai dengan strategi mereka
yang bergerak cepat (terakselerasi) dan bertarget dengan tujuan akhir keberhasilan
output. “Kurikulum di sini, boleh dibilang baru kita aja yang punya sistem seperti ini,
seperti program cluster dan akselerasi, ditarget. Kalau di tempat lain kan berjalan sekian
tahun tanpa target yang jelas” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
91
Kesulitan dan kelambanan inovasi lazim terjadi, demikian menurut
Nasution dan Supriadi. Supriadi (2004: 75) mengungkap bahwa inovasi menjadi
lamban diantaranya disebabkan oleh rendahnya kesejahteraan guru. Berbicara
tentang kesejahteraan guru, di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sangat terjamin.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan faktor-faktor lain, yaitu: kurangnya
sumber daya manusia, dana yang besar, pandangan yang konservatif, anggapan
ketidakpastian keberhasilan metode baru, kurangnya perhatian atau apresiasi
terhadap inovasi guru, tidak mudahnya implementasi di lapangan, kecenderungan
terhadap satu tokoh pencetus perubahan, sejatinya, berdasarkan pengamatan,
diantara sekian banyak faktor kesulitan dan kelambanan inovasi, hanya faktor
kecenderungan terhadap satu tokoh pencetus perubahan agaknya yang tidak mudah
untuk ditanggulangi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, sehingga
mengakibatkan ide atau inovasi baru yang tak mendapat restu tokoh pencetus
perubahan dalam hal ini kiai, tidak dapat diwujudkan.
Hal ini tentu saja kontra produktif jika kita menengok pendapat yang
mencita-citakan bahwa inovasi yang mesti dilakukan pesantren yang diantaranya
menyoal kebijakan manajemen pesantren adalah agar kiai tidak berkapasitas
sebagai penentu kebijakan tunggal. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa
tidak mudah mewujudkan cita-cita ini, terlebih memperhatikan genealogi
kebanyakan pesantren di Jawa. “Dulunya di sini salaf ya, santri kalong, hanya beberapa. Awalnya putera bungsu
KH. Anas Sirojuddin, yakni KH. Imam Jazuli diminta pulang oleh bapaknya untuk
mengurus pondok. Tapi, KH. Imam Jazuli tidak mau, kemudian mau pulang dengan
catatan semua kebijakan terkait pondok pesantren ada pada kendalinya. Sebelum menjadi
seperti sekarang, dulu dikenal sebagai pesantren al-Ikhlash dan beberapa santri al-Ikhlash
sekarang menjadi tokoh masyarakat” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
“saya masuk itukan baru 2018. Saya mulai melihat, dan yang paling utama
itu ya pak Kiai ya” (wawancara dengan Kepala Sekolah MAUBI sekaligus Kepala
Program Timur Tengah, masjid pesantren, 12 September 2019).
Inovasi kurikulum dalam tinjauan pengembangan kurikulum pada
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, tentu memperhatikan prinsip-prinsip inovasi
dalam tinjauan pengembangan kurikulum, baik prinsip relevansi, efektivitas,
efisiensi, kontinuitas, fleksibilitas, orientasi pada tujuan, dan sinkronisasi.
Pertama, prinsip relevansi. Terdapat dua bentuk relevansi dalam
kurikulum (Sukmadinata, 2015: 150), baik ke luar maupun ke dalam. Inovasi
dalam tinjauan pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
pada prinsip relevansi ke dalam memenuhi kesesuaian dengan konsistensi antara
komponen kurikulum. Akan tetapi pada relevansi ke luar, yakni pada relevansi
pendidikan dengan dunia kerja, justeru Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
bergerak merubah mindset untuk melanjutkan kuliah atau tingkat pendidikan yang
lebih tinggi bukan bekerja sebagaimana mindset umum sehingga bagi Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia, relevansi pendidikan dengan dunia kerja tidak relevan
lagi. Relevansi ke luar di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ditujukan untuk
memenuhi relevansi pendidikan dengan kurikulum, relevansi pendidikan dengan
kehidupan masa kini dan masa depan, serta relevansi yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kedua, menurut Hidayat (2013: 75), dalam proses pendidikan,
efektivitas dilihat dari dua sisi, yakni efektivitas mengajar pendidik dan efektivitas
92
belajar anak didik. Sedangkan menurut Sukiman (2015: 37), efisiensi bertolak
pada prinsip ekonomi dengan tenaga, biaya, dan waktu sehemat mungkin
mendapatkan hasil yang maksimal. Berlandaskan pada kedua teori ini, juga
didukung observasi, proses pendidikan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
berlangsung secara efektiv dan efisien.
Ketiga, kontinuitas. Saling keterkaitan antara tingkat pendidikan,
program pendidikan dan bidang studi (Nurhayati, 2010: 115). Proses belajar
berkesinambungan, tidak terputus, dan tidak terhenti-henti (Sukmadinata, 2012:
151), dan kesinambungan ini terklasifikasi dalam kesinambungan diantara
berbagai tingkat sekolah dan kesinambungan diantara berbagai bidang studi (Idi,
2010: 182). Saling keterkaitan antara tingkat pendidikan, program pendidikan, dan
bidang studi di kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia berjalan dengan
baik. Ini tampak dari tingkat, program pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
lahir berdasar latar belakang, kebutuhan yang saling terkait berkelindan dan saling
menunjang. Berdasarkan observasi diperkuat dengan wawancara, hal ini
dimungkinkan karena antara sekolah-sekolah dan pesantren memiliki satu visi-
misi global yang sama. Di sini sama, pondok pesantren dan sekolah memiliki visi global yang sama
(wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Makbarah Pondok
Pesantren, 10 September 2019).
Proses belajar yang berkesinambungan, tak terputus dan tak terhenti-
henti merupakan konsekuensi logis dari kurikulum Pondok Pesantren dan sekolah
yang terintegrasi dan saling menunjang sebagai satu mata rantai yang saling
menguatkan dan tak terpisahkan, sehingga di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
selain santri Tahfizh Khusus, tidak bisa memilih sesuka hati untuk mengikuti
kegiatan kurikulum sekolah saja atau hanya kurikulum pesantren. Ganjalan pada
kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia terdapat pada tidak adanya
perbedaan tingkat kitab pesantren yang diajarkan pada tiga tingkat pendidikan
yang berbeda, yakni SMPIT, SMK, dan MAUBI yang justeru bertentangan dengan
teori kesinambungan diantara berbagai tingkat sekolah yang menghendaki agar
bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat yang lebih rendah tidak
diajarkan kembali pada tingkat yang lebih tinggi. “Kita pembelajaran selama enam bulan semua, dari Amtsilati, Tamyiz, dan lain-
lain. Kita setoran dengan ustadz, bila dianggap lulus, lalu kita dengan orang tua, kalau
lulus, kita bisa dapat sertifikat. Bila dapat sertifikat, kita bisa mengajar jika pengajar
programnya berhalangan. Kelas VII wajib Qiroati, kelas VIII Tahsin, kelas IX kita Inggris
semua. Kelas X Tahsin setelah Tahsin naik Kempekan. Kelas X Inggris tiga bulan,
setelahnya bisa pilih Tamyiz atau Bahasa Arab, kemarin sih kita pilih Tamyiz. Untuk kelas
XI kita semua Amtsilati. Kita belajar Tamyiz dan Amtsilati ini untuk lancer membaca
Kitab Kuning. Eksakta untuk kelas XII, tapi di SMK tidak wajib. Timur tengah siapa saja
boleh kelas XII yang mau ke Timur Tengah belajar di Program Timur Tengah. Kelas XII
ada lima orang yang ambil Tahfizh, sudah rata-rata tiga juz. Kalau Tahfizh khusus tidak
sekolah, mereka menghafal pagi, siang, sore sampai malam mereka menghafal”
(wawancara dengan Ketua OSIP Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Pos Piket, 12
September 2019).
Keempat, fleksibilitas. Menurut Hidayat (2013: 77), terdapat
fleksibilitas dalam memilih program pendidikan dan fleksibilitas dalam
pengembangan program pengajaran, dalam hal ini tentunya diupayakan kurikulum
yang solid yang masih mempertimbangkan penyesuaian-penyesuaian berdasar
93
waktu, kondisi daerah maupun latar belakang dan kemampuan anak (Sukmadinata:
2019: 151).
Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia dengan program-
programnya yang terakselerasi dan bertarget unggul dalam satu sisi, yakni
pengembangan program pengajaran, akan tetapi kurang memperhatikan
fleksibilitas dalam memilih program studi. Fleksibilitas dalam memilih program
studi pada program pondok pesantren hanya dapat dicapai saat siswa sudah
melewati program Qiroati dan Tahsin. “Kita pembelajaran selama enam bulan semua, dari Amtsilati, Tamyiz, dan lain-
lain. Kita setoran dengan ustadz, bila dianggap lulus, lalu kita dengan orang tua, kalau
lulus, kita bisa dapat sertifikat. Bila dapat sertifikat, kita bisa mengajar jika pengajar
programnya berhalangan. Kelas VII wajib Qiroati, kelas VIII Tahsin, kelas IX kita Inggris
semua. Kelas X Tahsin setelah Tahsin naik Kempekan. Kelas X Inggris tiga bulan,
setelahnya bisa pilih Tamyiz atau Bahasa Arab, kemarin sih kita pilih Tamyiz. Untuk kelas
XI kita semua Amtsilati. Kita belajar Tamyiz dan Amtsilati ini untuk lancer membaca
Kitab Kuning. Eksakta untuk kelas XII, tapi di SMK tidak wajib. Timur tengah siapa saja
boleh kelas XII yang mau ke Timur Tengah belajar di Program Timur Tengah. Kelas XII
ada lima orang yang ambil Tahfizh, sudah rata-rata tiga juz. Kalau Tahfizh khusus tidak
sekolah, mereka menghafal pagi, siang, sore sampai malam mereka menghafal”
(wawancara dengan Ketua OSIP Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Pos Piket, 12
September 2019).
Kelima, prinsip berorientasi pada tujuan dan sinkronisasi. Visi-misi
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia merupakan visi-misi bersama, sehingga dari
visi-misi bersama ini bisa melahirkan program-program yang saling mendukung,
harmonis, dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Ini terwujud karena kurikulum
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia pada prinsipnya sudah terarah dan satu tujuan
sebagaimana dinyatakan Nurgiantoro (1988: 158). “Di sini sama, pondok pesantren dan sekolah memiliki visi global yang sama”
(wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Makbarah Pondok
Pesantren, 10 September 2019).
Di samping menjaga prinsip-prinsip inovasi yang benar, inovasi
kurikulum dalam tinjauan pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia juga tentu mempunyai landasan yang kuat berdasarkan landasan
pengembangan kurikulum meliputi: landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosiologis, serta landasan perkembangan ilmu dan teknologi.
Pertama, landasan filosofis. Mengikuti pendapat Hamalik (2014: 19)
yang mengisyaratkan filsafat pendidikan sebagai acuan, maka dengan melihat
perbedaan kemampuan individu, kepribadian, dan motivasi, filsafat konvergensi
yang mengakomodasi pendapat bahwa manusia sudah membawa bekal kepandaian
semenjak lahir, dan bahwa manusia dipengaruhi oleh lingkungan, karena pada
dasarnya manusia ketika lahir adalah sebagaimana teori tabula rasa kosong, tidak
membawa bekal kepandaian apapun, lebih sesuai untuk diterapkan.
Kedua, landasan psikologis. Landasan psikologis mencita-citakan
memperoleh pengalaman belajar yang ideal berdasarkan psikologi. Meskipun
memang penting perumusan tujuan, pemilihan bahan ajar, metode, dan teknik
penilaian sebagaimana diungkap Sukmadinata (2012: 46). Akan tetapi dengan
memperhatikan sistem akselerasi dan bertarget yang diusung Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia, justeru yang mesti memperoleh banyak perhatian adalah
perkembangan emosional, dinamika grup, perbedaan kemampuan individu,
94
kepribadian, serta pengetahuan terhadap motivasi peserta didik seperti dinyatakan
oleh Idi (2010: 80).
Ketiga, landasan sosiologis. Pengembangan kurikulum hendaknya
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik di masa mendatang, serta membekali
kemampuan yang cukup bagi peserta didik (Arifin, 2013: 75). Pendapat Arifin ini
berbanding lurus dengan prinsip relevansi, khususnya relevansi keluar. Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia amat memperhatikan kepentingan peserta didik di
masa mendatang. Hal ini dibuktikan dengan program-program yang mengawal
peserta didik hingga berhasil, seperti program persiapan UN-SNMPTN, program
Timur Tengah, dan beasiswa kiai. Namun demikian, tidak termasuk relevansi
dengan dunia kerja, karena Pondok Pesantren Bina Insan Mulia beri’tikad untuk
merubah mindset bekerja menjadi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi, dari mindset pekerja menjadi yang mempekerjakan, dari mindset buruh
menjadi mental pemimpin.
Keempat, landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maksudnya, laju perkembangan kurikulum diukur tingkat kesesuaiannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Widyastono, 2014: 33).
Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia yang identik dengan sistem atau
program Cluster, lahir sebagai bentuk adaptasi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ini juga sesuai dengan pendapat bahwa adaptasi
pesantren terhadap kebutuhan pendidikan di masa mendatang dengan memasukkan
pengetahuan non-agama dalam kurikulum, keterampilan berbahasa asing, dan
kecakapan menggunakan teknologi menjadi suatu hal yang urgen (Wahid, 2001:
136-137), (Nata, 2012: 97), dan (Azra, 2012: 65).
Kelima, landasan berkah. Landasan berkah ini merupakan sebagian
hasil observasi peneliti. Landasan berkah ini lahir dengan melihat fenomena santri
yang mencari keberkahan. Berkah sendiri berarti bertambahnya kebaikan.
Sehingga, bagaimanapun perkembangan kurikulum yang terjadi, penting untuk
diprioritaskan bahwa perkembangan kurikulum tersebut menghasilkan keberkahan,
sedangkan keberkahan untuk santri sendiri lahir dari ridla orang tua, guru, ustadz,
dan kiai.
95
Gambar 4.4. Inovasi Kurikulum Tinjauan Pengembangan Kurikulum di Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia
3. Kurikulum Pesantren
Di dalam ranah pendidikan Islam, kurikulum lebih dikenal dengan
istilah manhaj atau muqarrar yang berarti jalan terang pendidik dan peserta didik
dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka yang berupa
ketetapan yang diwajibkan pada pengajaran di kelas.
Pada masa-masa permulaan pesantren, referensi yang dipergunakan
ialah kitab kuning. Berkembang secara bertahap sejak awal abad ke-16 pesantren
di Demak menggunakan Ushul 6 Bis, Tafsir Jalalain, Suluk Sunan Bonang, Suluk
Sunan Kalijaga, dan Wasiat Jati Sunan Geseng. Abad ke-18 pesantren di Mataram
menggunakan Ushul 6 Bis, Taqrib, dan Bidayah al-Hidayah (Qomar, 2009: 123).
Awal abad ke-19 berkembang menjadi Safinah, Sullam al-Taufiq,
Masail Sittin, Mukhtashar, Minhaj al-Qawim, al-Hawasyi al-Madaniyyah, al-
Risalah, Fath al-Qarib, al-Iqna, Tuhfah al-Habib, al-Muharrar, Minhaj al-
Thalibin, Fath al-Wahab, Tuhfah al-Muhtaj, dan Fath al-Mu’in; bidang Tata
Bahasa Arab: Muqaddimah al-Ajurumiyyah, al-Fawaqih al-Janiyyah, al-Durrah
al-Bahiyyah, al-‘Awamil al-Mi’at, Inna Awla, Alfiyah, Minhaj al-Masalik, Tamrin
al-Thullab, al-Rafiyyah, Qathr al-Nada, Mujib al-Nida, dan al-Misbah; bidang
Ushul al-Din: Bahjah al-‘Ulum, Umm al-Barahin, Fath al-Mubin, Kifayat al-
‘Awwam, al-Miftah fi Syarh Ma’rifah al-Islam, dan Jauhar al-Tauhid; bidang
Tasawuf: Ihya al-‘Ulum al-Din, Bidayah al-Hidayah, Minhaj al-‘Abidin, al-
Hikam, Syu’ab al-Iman, dan Hidayah al-Azkiya ila Thariq al-Awliya; serta Tafsir
al-Jalalain dalam bidang Tafsir. Pada abad 19 ini pula tepatnya sejak 1970,
pesantren mulai mengenal istilah kurikulum, bersamaan dengan masuknya sumber
bacaan bukan kitab ke lingkungan pesantren yang semula diterima oleh kelompok-
kelompok tertentu.
Secara historis antropologis, ditemukan bahwa ada tahapan
perkembangan referensi kitab kuning di pesantren di Indonesia. Dibutuhkan waktu
berabad-abad lamanya sampai kemudian bergerak seperti sekarang ini.
5 Landasan Inovasi Kurikulum
Tinjauan Pengembangan Kurikulum
Inovasi Kurikulum Tinjauan
Pengembangan Kurikulum
berdasarkan 7 prinsip
Tujuan Isi Struktur Sarana Evaluasi
96
Gambar 4.5. Dinamika Referensi Kitab Kuning di Pesantren di
Indonesia
Sumber: Qomar: 2009
Sebagaimana pada contoh referensi kitab kuning di kurikulum Pondok
Pesantren al-Fadllu dan Hidayah al-Thullab Pethuk. Kenyataan semacam ini tidak
ditemukan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia. Mengingat fakta bahwa tidak
semua santri Bina Insan Mulia memiliki dasar mondok sebelumnya, maka untuk
mempermudah, Pondok Pesantren Bina Insan Mulia mengadopsi sekaligus
mengadaptasi beberapa metode inovatif seperti tamyiz dan Amtsilati untuk Nahwu
dan Sharaf yang dalam program Cluster masuk dalam program Qiroatul Kutub.
Dari sekian banyak kitab, hanya sedikit yang diajarkan di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia, dengan kitab-kitab yang sama untuk tiap tingkatan
sekolah, yang justeru berlawanan dengan prinsip kontinuitas. Selebihnya ditempuh
melalui program Cluster. Berbagai metode khas pesantren seperti sorogan, juga
tidak ditemukan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, padahal dengan sorogan
terjalin komunikasi yang menjembatani karakteristik komunal, mengasah nalar
kritis dan budaya literasi, Serta merawat tradisi lokal, bahkan hal ini sesuai dengan
Peraturan Mentri Agama No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam
pada Pasal 15 ayat (1), yakni:
“Pembelajaran kitab kuning dapat dilakukan dengan menggunakan metode
sorogan (individual), metode bandongan (massal), metode bahtsul masail, dan
metode lainnya.”
Program Cluster merupakan program unggulan kurikulum Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia, meliputi: Tahsin, Bahasa Inggris, Bahasa Arab,
Eksakta dan Sains, Tamyiz dan Amtsilati (Qiroatul Kutub), Program Timur
Tengah, serta Tahfizh. Beberapa program justeru tidak sesuai dengan acuan dari
Peraturan Mentri Agama No. 13 Tahun 2014 pada Bab 4 Pasal 14:
1) Muatan kurikulum pesantren sebagai satuan pendidikan meliputi Al-
Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ulum al-Hadits, Tauhid, Fiqh, Ushul Fiqh,
Abad 16 Abad 18 Abad 19 Tahun
1970
Ushul 6 Bis
Tafsir Jalalain
Suluk Sunan Bonang
Suluk Sunan
Kalijaga
Wasiat Jati Sunan
Geseng
Ushul 6 Bis
Taqrib
Bidayah al-
Hidayah
Safinah
Sullam al-
Taufiq
Al-Iqna
Tuhfah al-
Habib
Dan lain-lain
Mulai
mengenal
kurikulum
sebagaim
ana
contoh
kurikulum
di al-
Fadllu dan
Pethuk
97
Akhlak, Tasawuf, Tarikh, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah, Ilmu Kalam,
Ilmu ‘Arudl, Ilmu Mantiq, Ilmu Falak, dan disiplin ilmu lainnya.
2) Selain muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pesantren
dapat menyelenggarakan program takhasus sebagaimana dimaksud dalam pasal 13
ayat (2) yang meliputi Tahfizh Al-Quran, Ilmu Falak, Faraidl, dan cabang dari
ilmu keislaman lainnya.
Program ini juga tidak bisa dinyatakan sebagai takhasus, karena
beberapa program justeru bukan merupakan cabang dari ilmu keislaman. Terlepas
dari fakta-fakta ini, menarik untuk dikedepankan ialah semua yang tersaji dalam
kurikulum terintegrasi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia memang sesuai
dengan kebutuhan santri, hal ini ditunjang sebagian hasil observasi dan wawancara
terhadap santri, terbukti dengan kecilnya prosentase pelanggaran dan dalam contoh
kecil kehadiran dalam keseluruhan kegiatan, bahkan jamaah shalat maktubat yang
senantiasa penuh. “Kita peraturan tuh, dari kedisiplinan, seperti berangkat ke sekolah, berangkat ke
masjid itu wajib on time. Tentang masalah pacaran, kabur, itu selalu kita tegur tegas”
(wawancara dengan Ketua OSIP Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Pos Piket, 12
September 2019).
Hal ini tentu dimungkinkan dengan penerapan hukum berjenjang,
sehingga amat mencegah penerapan hukum yang tajam ke bawah, namun tumpul
ke atas. Pandangan ini bukan hanya diperoleh melalui observasi, akan tetapi juga
didapat melalui wawancara. “Kita, terutama OSIP, kita buat peraturan untuk adik kelas atau santri, kita buat
SOP nya, kita, OSIP itu peraturannya dibuat oleh ustadz. Jadi ustadz membuat peraturan
untuk kita, kita membuat peraturan untuk santri, ya..struktural lah. Menurut kita, selagi kita
bisa ngikuti alurnya nggak terasa berat. Karena memang, setiap peraturan, akan bertambah
setiap dilanggar. Karena itu, insyaallah kita menahan diri untuk melanggar agar peraturan
tidak bertambah” (wawancara dengan Ketua OSIP Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
Pos Piket, 12 September 2019).
4. Inovasi Kurikulum Pesantren Tinjauan Kurikulum Terintegrasi
Menurut Ritzer (2004: 15), dengan tujuan untuk menciptakan Sumber
Daya Manusia yang cakap dalam ilmu keagamaan dan terampil dalam
pengetahuan dan teknologi, maka diintegrasikan kurikulum sekolah dengan
kurikulum pesantren yang kemudian muncul dalam bentuk Sekolah Berbasis
Pesantren (SBP). SBP sendiri merupakan salah satu fakta sosial yang muncul
karena adanya kesadaran manusia, hasil olah pikir manusia, dan diskusi antara
Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional, dan Center for
Educational Development (CERDEV) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
pesantren, dan sekolah.
Dengan demikian, SBP merupakan model pendidikan unggulan yang
merupakan adaptasi pesantren atas perubahan kebutuhan masyarakat dan arus
globalisasi, mengintegrasikan kurikulum sekolah yang menitik beratkan pada
kecakapan sains, dan kurikulum pesantren yang bertolak dari pengembangan sikap
dan praktik keagamaan, moralitas, dan kemandirian dalam hidup, dalam rangka
memadukan keunggulan keduanya yang sekaligus merupakan upaya mengatasi
kelemahan masing-masing.
SBP dengan integrasi kurikulumnya juga merupakan wujud modernisasi
pesantren terutama dalam pendidikan. Modernisasi pendidikan pesantren ini
meliputi aspek-aspek kurikulum, metode, isi materi, evaluasi, dan manajemen
98
(Sholihin, 2011: 44; Hasan, 2015: 304). Karakter yang menjadi cita-cita pesantren
terangkum dalam Panca Jiwa Pesantren, sebagaimana pendapat Tolkhah dan Barizi
(2004: 54-57), yakni: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, jiwa bebas, dan
ukhuwah islamiyyah. Keberhasilan cita-cita ini tampak dalam ciri khas pesantren
sebagaimana diungkap Masyhud dan Khusnuridlo (2005: 93-94), yaitu: hubungan
akrab santri dengan kiai, kepatuhan santri kepada kiai, disiplin, dan keprihatinan
guna menuju tujuan mulia.
Pondok Pesantren bina Insan Mulia menerapkan visi-misi bersama untuk
seluruh institusi di bawah naungannya dengan visi menjadi pusat pengembangan
pendidikan terpadu antara ilmu, skill, dan nilai-nilai untuk menghasilkan kader
yang cerdas, kompetitif, dan berakhlak mulia serta misi memfasilitasi proses
aktualisasi potensi peserta didik dengan membekali ilmu, skill, dan nilai-nilai dari
ajaran agama serta kearifan lokal nasional; mengembangkan pembelajaran yang
berbasis pesantren dan pendidikan yang adaptif dengan perkembangan jaman;
mengembangkan proses dan metode pembelajaran yang modern berbasis ICT
(Information and Communication Technology); dan menghasilkan lulusan yang
mampu berprestasi, berkontribusi dan bernilai bagi agama, bangsa, dan negara.
Secara internal visi-misi Pondok pesantren Bina Insan Mulia mempunyai
kaitan erat, kuat saling menunjang. Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
disesuaikan dengan visi-misi Pondok Pesantren Bina Insan Mulia. Panca jiwa
pesantren juga menemukan titik kesesuaiannya dengan visi-misi global pondok
pesantren. Keikhlasan, kesederhanaan, dan ukhuwah islamiyyah merupakan
contoh nyata akhlak mulia yang menjadi cita-cita global Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, sedangkan jiwa bebas dan kemandirian merupakan potret
keberhasilan kader pendidikan dalam hal ini santri yang matang dalam bekal
keilmuan, skill dan nilai-nilai ajaran agama.
Generasi Indonesia yang dituju sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah generasi yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; berakhlak mulia; sehat; berilmu; cakap;
kreatif; mandiri; demokratis; dan bertanggungjawab. Santri merupakan bagian dari
generasi yang dituju ini. Generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa lahir karena akhlak yang mulia. Kemandirian, kreatif, dan
bertanggungjawab merupakan refleksi dari kemandirian dan jiwa bebas yang
dikendalikan dengan kesadaran terhadap tanggungjawab. Sehat, berilmu, dan
cakap menjadi gambaran generasi yang disertai keilmuan dan skill dengan jasmani
dan rohani yang sehat. Kesemuanya menjadi bekal dalam rangka berprestasi,
bernilai, dan berkontribusi bagi agama, bangsa, dan negara.
99
Gambar 4.6. Kaitan Erat Visi-misi Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
Panca Jiwa Pesantren, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Berdasarkan logika berpikir ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada kaitan
erat antara visi-misi Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, panca jiwa pesantren
secara umum, dan tujuan pendidikan nasional. Kesimpulan ini juga didukung hasil
observasi dan wawancara. “Sebenarnya kaitan itu semuanya terkait. Diawali dengan kegelisahan potret
madrasah di Indonesia, perubahan mindset untuk SMK, mereka harus SI dibantu dengan
berbagai peluang beasiswa, dan perlu dicatat, pesantren ini salah satu dari tak banyak yang
membantu outputnya untuk melanjutkan ke universitas. Makanya wisuda lulusan di sini
menunggu mereka di kampus mana diterima” (wawancara dengan Kepala Sekolah MAUBI
sekaligus Kepala Program Timur Tengah, masjid pesantren, 12 September 2019).
Menurut Zarkasyi (2005: 84), pesantren dapat menetapkan sendiri
kurikulumnya, oleh karena kurikulum tersebut ditentukan kiai, maka kurikulum
pesantren menjadi variatif bergantung kepada siapa dan apa latar belakang kiai
yang itu tampak dalam ciri khas pesantrennya. Pesantren salaf yang semula hanya
mempelajari kitab-kitab kuning klasik bertransformasi menjadi pesantren khalaf
bisa dikenali dari kurikulumnya yang juga mengajarkan pengetahuan umum.
SBP dinilai lebih unggul dari model sekolah lain karena memberikan
pelajaran agama lebih banyak daripada model sekolah lain melalui penambahan
waktu, penambahan mata pelajaran agama, maupun ekstra kurikuler keagamaan.
Penerapan kurikulum terintegrasi merupakan pola belajar yang berpusat pada diri
anak, bersifat life concerned yakni langsung berhubungan dengan aspek
kehidupan, situasi yang mengandung masalah, memajukan perkembangan sosial,
direncanakan bersama guru dengan murid (Dawam dan Ta’arifin, 2005: 60).
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia adalah salah satu pesantren salaf yang
bertransformasi, dan menerapkan SBP di sekolah-sekolah di bawah naungannya,
baik SMPIT Bina Insan Mulia, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bina Insan
Mulia, maupun Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional (MAUBI). Ada
yang berbeda dengan SBP di Bina Insan Mulia. SBP di Bina Insan Mulia justeru
menerapkan kebijakan mengurangi waktu belajar, serta kajian kitab kuning sesuai
kelas. “Dulunya di sini salaf ya, santri kalong, hanya beberapa. Awalnya putera bungsu
KH. Anas Sirojuddin, yakni KH. Imam Jazuli diminta pulang oleh bapaknya untuk
mengurus pondok. Tapi, KH. Imam Jazuli tidak mau, kemudian mau pulang dengan
Visi-Misi Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia
Panca Jiwa
Pesantren
Tujuan
Pendidikan
Nasional
100
catatan semua kebijakan terkait pondok pesantren ada pada kendalinya. Sebelum menjadi
seperti sekarang, dulu dikenal sebagai pesantren al-Ikhlash dan beberapa santri al-Ikhlash
sekarang menjadi tokoh masyarakat” (wawancara dengan Direktur Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia, Makbarah Pondok Pesantren, 10 September 2019).
“Untuk kurikulum, sebetulnya kita merujuk kepada kurikulum berbasis pesantren,
Cuma memang kurikulum kita tidak sama dengan dinas. Bukan berarti pelajaran dinas
tidak ada di sini. Kita lebih ke reduksi. Pelajaran yang tidak terlalu dipentingkan dalam arti
siswa bisa mempelajarinya sendiri diberikan modul, tidak diajarkan di kelas. Semua
pelajaran pesantren masuk di sekolah. Jadi, di luar sekolah itu program bentuknya. Kalau
di sekolah itu 1. Pelajaran yang di UN kan; 2. Pelajaran kejuruan; 3. Pelajaran pesantren.
Selain itu tidak ada pelajaran di kelas. Artinya pelajaran mandiri. Program clusternya,
untuk anak SMK dipisahkan. Untuk kelas X, fokus ke hafal juz’amma dan hafal tahlil, itu
program di luar kelas ya. Terus kayak misalnya khutbah, itu dilakukan mingguan. Kalau
kelas XI, kita middle lah. Itu sudah mulai pengerucutan ya. Ada Qiraatul kutub, Bahasa
Inggris atau Bahasa Arab, Eksakta (namun eksakta tidak wajib untuk SMK). Kemudian
program Timur Tengah di kelas XII. Pokoknya pengennya ke mana nanti dipersiapkan.
Misal mau ke Mesir, maka di kelas XII dibekali kemampuan Bahasa Arab, Qiraatul kutub,
Tahfizh dan pembahasan soal-soal tes ke Mesir. Dalam artian kelas persiapan itu adalah
pemantapan materi. Untuk sekarang ini ada kelas persiapan Timur Tengah dan PTN,
sedangkan TOEFL itu ya bentuknya option saja. Untuk sistem akselerasi, SMK juga
menerapkan. Untuk kurikulum yang harusnya tiga tahun, kita selesaikan dua tahun di kelas
X dan XI. Caranya pelajaran yang penting dari kelas XII kita ambil lalu kita ajarkan di
kelas XI. Jadi pas kelas XII tidak belajar lagi. Mereka fokus untuk yang mau ke Timur
Tengah ya Program Timur Tengah, yang mau ke PTN ya program PTN” (wawancara
dengan Kepala SMK Bina Insan Mulia, Ruang Guru, 9 September 2019).
Menurut Triantoro (2007: 39), kurikulum terintegrasi memiliki beberapa
keunggulan, seperti: segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat
berkaitan erat, sangat sesuai dengan perkembangan modern tentang belajar yang
memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat sesuai dengan ide
demokrasi, siswa berpikir, menyandang tanggung jawab dan bekerjasama, serta
kesanggupan individu, minat dan kematangan siswa, baik secara individu maupun
kelompok amat dipertimbangkan kesesuaiannya dengan penyajian bahan.
Berdasarkan pendapat Oliva (1982: 34), pada dasarnya desain kurikulum
merupakan organisasi tujuan, isi, dan proses pembelajaran yang akan diikuti
peserta didik dalam berbagai tahap perkembangan pendidikan. Kurikulum
terintegrasi berupaya menjembatani sains dan agama. Perbedaan mendasar terletak
pada agama yang mempercayai sesuatu berdasarkan keyakinan, sedangkan sains
mendasarkan pada fakta dan penalaran, dengan sifat kebenaran agama yang kekal
(permanent) dan sains yang tentative (sementara) (Lawson, 1995: 27).
Terdapat tiga bentuk pendekatan integrasi kurikulum. Pertama, bentuk
organisasi kurikulum yang meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran,
mata pelajaran digabungkan dan disajikan menjadi satu kesatuan unit
(Nurgiantoro, 1998: 119; Suryosubroto, 2005: 15). Kedua, integrasi holistik, saling
bergantung satu sama lain eksistensi ilmu umum dan ilmu agama (Kertanegara,
2005: 19-31).
Ketiga, integratif interkonektif, seperti pendapat Abdullah (2008: 242),
yakni pendekatan yang berupaya saling menghargai; keilmuan umum dan agama
sadar akan keterbatasan masing-masing dalam memecahkan persoalan manusia,
sehingga melahirkan kerjasama, setidaknya saling memahami pendekatan dan
metode berpikir antara dua keilmuan.
101
Adapun cara integrasi kedua keilmuan ini bisa dilakukan dengan
mengikuti langkah-langkah menurut Adawiyah (2016: 121), yakni: pertama,
melalui pencarian dasar dan padanan konsep, teori pelajaran umum yang digali
dari al-Quran, hadis nabi, dan pendapat para ulama; kedua, mengambil atau
mempelajari konsep dan teori mata pelajaran umum kemudian dipadukan dengan
mata pelajaran agama. Atau dapat juga mengamini pendapat Mustafa dan Aly
(1998: 143), yaitu: pertama, okasional (korelasi) ialah dengan cara
menghubungkan bagian dari satu pelajaran dengan bagian pelajaran yang lain;
kedua, sistematis adalah menghubungkan bahan-bahan pelajaran lebih dahulu
menurut rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu seakan merupakan satu
kesatuan yang terpadu.
Menurut Nasution (2008: 207-208), Djazuli (2002: 14), dan Ikhwan (2014:
187-188), model yang cocok untuk diterapkan dalam integrasi agama dan sains
meliputi: pertama, connected, merupakan model pelajaran terpadu yang
menghubungkan antara topik atau konsep atau skill yang satu dengan yang
lainnya; kedua, sequenced, merupakan model pembelajaran yang melakukan
pemanduan melalui urutan topik dan konsep pada masing-masing materi pelajaran
yang dihubungkan berdasarkan kesamaan ide, kemudian disajikan secara paralel
atau berbarengan dalam waktu bersamaan; ketiga, model pembelajaran integrasi,
yakni meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan
bahan pelajaran dalam bentuk unit dan keseluruhan yang saling tumpang tindih
sebagai titik tolak kajiannya.
Integrasi kurikulum keagamaan dilakukan melalui berbagai cara, sebagai
berikut: 1) integrasi nilai kedalam semua mata pelajaran; 2) penambahan mata
pelajaran agama di sekolah; 3) mengaji kitab kuning; 4) wajib pesantren; 5) ekstra
kurikuler keagamaan; 6) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI); dan 7) perlombaan
keagamaan.
Wajib pesantren atau mondok merupakan salah satu dari kultur pesantren
yang diintegrasikan ke dalam SBP, lebih khusus lagi ke dalam mata pelajaran, baik
pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, maupun kegiatan penutup. Sedangkan
keseluruhan kultur pesantren yang diintegrasikan ada 17, yaitu: 1) pendalaman
ilmu-ilmu agama; 2) mondok (wajib pesantren); 3) kepatuhan; 4) keteladanan; 5)
keshalihan; 6) kemandirian; 7) kedisiplinan; 8) kesederhanaan; 9) toleransi; 10)
qanaah; 11) rendah hati; 12) ketabahan; 13) kesetiakawanan/tolong-menolong; 14)
ketulusan; 15) istiqamah; 16) kemasyarakatan; dan 17) kebersihan (Fauzan dan
Sayuti, 2012: 22-26).
Model pembelajaran integrasi yang dipraktikkan di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia menerapkan semua cara integrasi kurikulum keagamaan di SBP nya,
kecuali penambahan pelajaran agama. Model pembelajaran integrasi ini sesuai
dengan pendekatan integratif yang meniadakan batas-batas antara berbagai mata
pelajaran, mata pelajaran digabungkan dan disajikan menjadi satu kesatuan unit
dengan cara mengambil atau mempelajari konsep dan teori mata pelajaran umum
kemudian dipadukan dengan mata pelajaran agama.
102
Tabel 4.12. Cara-cara Integrasi Kurikulum Keagamaan di Lingkup
Pendidikan Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
No. Lingkup Integras
i Nilai
Penambaha
n Pelajaran
Agama di
Sekolah
Mengaj
i Kitab
Kuning
Wajib
Pesantr
en
Ekskul
Keagamaa
n
Peringata
n Hari
Besar
Islam
Perlombaan
Keagamaan
Kegiatan
Keagamaan Lainnya
1. Pondok
Pesantren
√ - √ √ √ √ √ √
2. SMK Bina
Insan
Mulia
√ - √ √ √ √ √ √
3. SMPIT
Bina Insan
Mulia
√ - √ √ √ √ √ √
4. MA
Unggulan
Bina Insan
Mulia
√ - √ √ √ √ √ √
Sumber: hasil Observasi dan Wawancara
Gambar 4.7. Kurikulum Terintegrasi di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Sumber: Nurgiantoro, 1998: 119; Suryosubroto, 2005: 15; Nasution (2008: 207-208), Djazuli (2002:
14), dan Ikhwan (2014: 187-188); serta Adawiyah (2016: 121).
Kurikulum Terintegrasi di
Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia
Pendekatan
Integratif
Mengambil Konsep
Matapelajaran Umum
kemudian Dipadukan
dengan Matapelajaran
Agama
Model
Pembelajaran
Integrasi
Cara-cara
Integrasi
yang Lain
103
5. Inovasi Kurikulum Pesantren Tinjauan Program Unggulan (Sistem
Cluster)
Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon menjadi salah satu dari 10
pesantren percontohan Nusantara menurut Kementerian Pendidikan Malaysia
bekerjasama dengan production house Serangkai Filem SDN BHD, Kuala
Lumpur. Pesantren ini dinilai unggul berkat sistem cluster dan akselerasi yang
diberlakukan. Melalui sistem ini, para pelajar atau santri langsung difokuskan
untuk mengejar target sesuai minat dan bakat masing-masing dengan masa
studi lebih pendek, namun dengan mutu yang tetap terjaga (Nuansa
Magazine).
Sistem cluster diberlakukan sesuai minat dan bakat santri setelah santri
melalui tahap cluster pertama dalam bidang Quran yakni Tahsin, baik
menggunakan kempekan atau dengan media Qiroati. Jadi, selama santri belum
dinyatakan lulus oleh pengampu dan orang tua yang dinyatakan dalam
sertifikat kelulusan, maka santri tidak diperkenankan mengikuti program lain
dalam sistem cluster. Adapun program-program dalam sistem cluster ialah: a)
tahsin (membaguskan bacaan al-Quran); b) Bahasa Inggris; c) Bahasa Arab; d)
Qiroatul Kutub; e) Eksakta dan Sains; f) Tahfizh; dan g) program Timur
Tengah.
a. Program Tahsin
Berdasarkan wawancara dengan pengampu program tahsin, sistem
cluster pada program tahsin merupakan program yang paling awal muncul,
sejak Pondok Pesantren Bina Insan Mulia masih bernama al-Ikhlash tahsin
sudah ada dengan cara kempekan. Tahsin sekarang dipermudah dengan
memasukkan metode Qiroati yang disusun KH. Dachlan Salim Zarkasyi.
Program tahsin tidak menentukan kurikulum yang khusus, hanya
saja program ini menerapkan sistem target. Terdapat target-target tertentu
yang ditetapkan pengampu atau ustadz yang mesti dicapai oleh siswa atau
santri. Program dinyatakan selesai dan santri dinyatakan lulus setelah
mengikuti program tahlil untuk santri putera, dan program fiqih nisa untuk
santri puteri sebagai bagian pelengkap dalam program tahsin.
Dalam program tahsin, mendaras merupakan strategi yang tetap
dipertahankan. Maksud dari mendaras ialah untuk memperbaiki dan
melancarkan bacaan, untuk mengetahui kekurangan atau kekeliruan yang
dibuat, baik dari makhraj, shifat, panjang pendek yang kesemuanya
tercakup dalam tajwid. Dengan demikian, sebelum setoran kepada ustadz,
santri yang diketahui memiliki kekurangan dalam darasnya, bisa belajar
untuk memperbaiki kekurangannya kepada teman yang lebih baik atau
sudah bisa. Selain cara ini, digunakan pula strategi lain, yakni dengan
metode mendengarkan rekaman bacaan al-Quran ala kempekan secara
berulang-ulang.
Tahsin sendiri dimulai dari menyetorkan bacaan juz 27, 28, 29, 30,
dan baru kemudian al-Fatihah. Tahsin terjadual pada ba’da ashar, ba’da
isya, dan ba’da shubuh. Evaluasi terhadap program tahsin dilakukan tiap
minggu pada rapat evaluasi mingguan di malam jumat, sedangkan evaluasi
terhadap santri ditempuh melalui buku prestasi yang menunjukkan peta
perkembangan kemampuan santri berdasarkan masukan ustadz dan paraf
104
ustadz. Berdasarkan observasi, ada beberapa yang sudah menggunakan
buku prestasi yang tercetak rapih, beberapa masih menggunakan buku
tulis. Pengadaan buku prestasi ini terkendala jumlah minimal dalam
pencetakan. Secara umum, santri dinyatakan lulus program ini melalui
pernyataan ustadz dalam sertifikat kelulusan dan persaksian orang tua atau
wali santri dalam ujian umum oleh orang tua atau wali santri.
b. Program Tahfizh
Program tahfizh dalam sistem cluster merupakan program lanjutan
dari program tahsin, demikian menurut hasil wawancara dengan
pengampu program tahfizh. Hal ini dikarenakan tahsin merupakan salah
satu prasyarat standar program tahfizh selain kesungguhan santri,
kecepatan hafalan, dan kekuatan hafalan santri.
Program tahfizh diselenggarakan sebagai salah satu program
dalam sistem cluster dengan tujuan membiasakan agar anak atau santri
dekat dengan al-Quran. Di samping itu, program ini juga bertujuan
mempersiapkan jenjang yang baik bagi santri dalam rangka target meraih
beasiswa.
Dengan semboyan “Khairukum man Ta’allamal Qurana wa
‘allamah” saat ini, program tahfizh diikuti oleh 67 orang peserta dengan
rincian peserta putera 14 orang dan 53 orang peserta puteri. Peserta puteri
lebih banyak dari peserta putera karena di samping faktor minat untuk
menghafal, juga karena pada faktanya memang peserta yang lulus seleksi
kebanyakan dari santri puteri.
Kurikulum diaplikasikan berdasarkan kebutuhan dan
pertimbangan dan dengan memperhatikan metode yang digunakan. Saat
ini metode yang kerap digunakan adalah metode ilhamqu (600 jam),
karantina tahfizh quran metode bil yadain, metode merem melek, dan
metode lain. Kurikulum dalam program tahfizh terklasifikasi menjadi tiga
kelompok.
Pertama, tahfizh karantina, yakni santri program tahfizh yang
tidak mengikuti sekolah formal, khusus menghafal. Tiap-tiap halaqah
terdiri atas 6-8 santri dengan target sesuai SOP selama satu bulan adalah 5
juz. Kedua, tahfizh regular, yaitu santri program tahfizh biasa, masih
mengikuti sekolah formal. Setiap halaqah diikuti 6-8 santri dengan target
sesuai SOP selama satu bulan ialah 3 juz. Ketiga, tahfizh daurah Timur
Tengah, merupakan kelas tahfizh yang diikuti oleh santri yang sudah
bebas dari sekolah formal, sebagai persiapan studi lanjutan ke Timur
Tengah. Masing-masing halaqah diikuti 6-8 santri dengan target satu bulan
sesuai SOP adalah 3 juz. Lama belajar semua kelompok adalah enam
bulan atau satu semester secara keseluruhan.
Penjadualan merupakan hal yang penting karena ada tiga
kelompok tahfizh dengan SOP yang berbeda. Kelas tahfizh karantina
terjadual pada shubuh, mulai bada shubuh sampai pukul 7.00 WIB; dluha,
mulai pukul 9.00-11.30 WIB; ashar, mulai bada ashar sampai pukul 17.00
WIB; isya, mulai bada isya sampai pukul 21.00 WIB.
Kelas regular terjadual pada shubuh, mulai bada shubuh sampai
pukul 6.15 WIB; ashar, bada ashar sampai pukul 17.00 WIB; isya, mulai
bada isya sampai pukul 21.00 WIB. Sedangkan daurah timur tengah
105
terjadual bersama kegiatan daurah timur tengah. Kelas yang besar dan
jumlah santri peserta yang banyak tentu harus didukung dengan tenaga
pengampu, baik ustadz maupun ustadzah yang memadai. Berikut ini,
jadual kegiatan program tahfizh pada sistem cluster bersama tim
pengampu program tahfizh:
Tabel 4.13. Jadual Kegiatan Program Tahfizh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
No. Kelas Tahfizh Waktu
Shubuh
Waktu
Dluha
Waktu
Ashar
Waktu
Isya
Tim Pengampu
Program Tahfizh
1. Karantina Bada
Shubuh-
pukul
7.00
Pukul
9.00-
pukul
11.30
Bada
Ashar-
pukul
17.00
Bada
Isya-
pukul
21.00
Ust. Hasyim
Asy’ari
Ust. Solikhin
Ust. Syamsul
Arif
Ust. Fahmi
Ust. Masyhari
Ust.
Abdurrahman
Ustzh. Neti
Ariyanti
Ustzh.
Maratussalikhah
Ustzh. Neng Rai
Ustzh. Dedeh
2. Regular Bada
Shubuh-
6.15
-
Bada
Ashar-
17.00
Bada
Isya-
21.00
3. Daurah Timur
Tengah
Sesuai kegiatan daurah timur tengah
Program yang menerapkan evaluasi harian santri melalui buku
prestasi yang melaporkan perkembangan kemajuan hafalan santri dan
evaluasi mingguan dalam rapat malam jumat bukan tanpa kendala.
Kendala ditemukan manakala santri mengalami kesulitan menghafal,
kecapekan, dan mengantuk saat duduk lama.
Kendala seperti ini menurut pengampu Program Tahfizh, biasanya
diatasi dengan santri diberi jeda 10 menit untuk wudlu. Selain itu, santri
dianjurkan untuk membawa bekal minum sendiri untuk mengurangi
kantuk dan mengantisipasi santri keluar dari halaqah tahfizh yang biasanya
diselenggarakan di masjid puteri dengan alasan untuk minum. Sampai
sejauh ini program tahfizh dinilai berhasil dengan tingkat keberhasilan 80-
90 %.
c. Program Bahasa Inggris
Bagi ketua OSIP, selain etika kesantrian yang lebih menonjol,
yang khas dari Pondok Pesantren Bina Insan Mulia yang berlokasi di
kampung adalah kemampuan berbahasa Inggris, bahkan bisa mengajar
bukan hanya ngomong, ya, meskipun yang diajar adik kelas sendiri
106
meliputi listening, writing, dan practice demikian dituturkan saat sesi
wawancara.
Urgensi kebutuhan terhadap Bahasa Inggris secara universal
mendorong lahirnya Program Bahasa Inggris dalam sistem cluster Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia. Menurut kepala program Bahasa Inggris,
tujuan diselenggarakannya program Bahasa Inggris adalah untuk
menunjang global communication, komunikasi yang meluas tak berbatas.
Program Bahasa Inggris terklasifikasi dalam tiga kelas dengan
kurikulum yang berbeda tentu saja. Pertama, conversation class, di
kalangan santri dikenal sebagai kelas umum karena diperuntukkan semua
terutama santri baru. Untuk menarik minat santri peserta, kelas ini lebih
banyak menggunakan media audio-visual sebagai metode penyampaian
dengan panduan “A Big Step to Master English” yang disusun oleh Mr.
Maulana, Kepala Program Bahasa Inggris sistem cluster Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia. Melalui kelas ini, santri dipandu untuk menguasai part
of speech yang meliputi: basic Grammar, kemudian reading, dilanjutkan
dengan memahami konsep baru, conversation, dan diakhiri dengan proses
belajar dengan seorang native speaker.
Kedua, grammar class, kelas tatabahasa ini merupakan kelas
khusus bagi santri yang berminat serius mendalami tatabahasa dalam
Bahasa Inggris. Kekhususan kelas ini ditunjukkan dengan empat
pengampu yang khusus didatangkan dari Basic English Course, Kampung
Inggris, Pare, Kediri dengan jumlah peserta dibatasi maksimal 200 peserta
dan dengan peraturan yang khusus pula, yakni santri peserta kelas ini tidak
diperkenankan pindah ke program lain selama satu semester (6 bulan).
Ketiga, toefl class, merupakan kelas khusus untuk persiapan
mengikuti tes Bahasa Inggris bagi penutur selain pengguna Bahasa
Inggris. Biasanya diikuti santri yang berkeinginan mengikuti seleksi
meraih beasiswa pendidikan lanjutan di perguruan tinggi. Kelas ini
menetapkan prasyarat ketat bagi pendaftar, yakni memperoleh nilai A di
grammar class yang dibuktikan dengan sertifikat, dan meraih skor pretest
toefl minimal 400.
Di bawah bimbingan enam orang pengampu, dalam implementasi
harian, program ini dikawal 12 orang dari tim Bahasa OSIP. Bersama
OSIP juga, pengampu melakukan evaluasi mingguan dalam rapat evaluasi.
Sedangkan evaluasi terhadap proses belajar peserta secara khusus tidak
diberlakukan, hanya saja di akhir pertemuan, ada koreksi komprehensif
oleh pengampu terhadap catatan belajar peserta. Program ini terbukti
berhasil dengan tingkat keberhasilan 80% peserta meraih toefl 450, 20%
masih belum mencapai target, dan beberapa meraih toefl di atas 450,
tersebar di BEC 517, LIA 487, dan toefl ITP 467. Program ini
membutuhkan waktu yang tidak sedikit, akan tetapi regulasi menetapkan
program hanya satu semester, yang kemudian disikapi dengan penyesuaian
metode dan kurikulum.
d. Program Bahasa Arab
Menurut dua orang pengampu program Bahasa Arab dalam sistem
cluster di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, seperti disampaikan mereka
dalam kesempatan wawancara, tujuan program ini untuk mencetak alumni
107
yang mampu berkiprah di kancah internasional di samping pengenalan
Bahasa Arab dalam rangka persiapan menuju program Timur Tengah,
sangat sejalan dengan niat kiai pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia untuk membawa Bahasa Arab menjadi masyhur, amat dikenali, dan
tidak dianggap asing oleh para santri, baik dalam Bahasa lisan maupun
tulisan.
Dalam proses belajarnya, program Bahasa Arab terbagi dalam dua
jenjang. Pertama, program Bahasa Arab jenjang SMK dan MA. Pada
jenjang ini, kurikulum program Bahasa Arab menggunakan pedoman kitab
al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah. Kedua, program Bahasa Arab jenjang SMP.
Program Bahasa Arab pada jenjang ini menggunakan dua kitab pegangan,
yaitu al-’Arabiyyah li al-Nasyiin dan al-Durus al-‘Arabiyyah fi Ta’allumi
Lughah al-‘Arabiyyah lighairi al-Nathiqin laha.
Dengan jumlah pengampu lima orang, program ini menerapkan
evaluasi melalui tajribat yang diberikan ustadz pengampu yang kemudian
dikoreksi dan didiskusikan. Sedangkan evaluasi terhadap program itu
sendiri dilaksanakan dalam evaluasi mingguan dalam rapat evaluasi di
malam jumat. Di sini tantangan dan kendala program dibahas untuk
ditemukan solusinya. Program Bahasa Arab sendiri terkendala semangat
santri yang menjadi turun karena rutinitas yang dihadapi. Melalui rapat
semacam ini ditemukan dan disepakati solusinya untuk pengampu
menyajikan metode yang mudah dan menyenangkan serta mengajak
refreshing sesekali. Ini juga alasannya mengapa Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia menerapkan kebijakan program menonton film bagi santri,
tentunya dengan selektif.
Program Bahasa Arab dalam sistem cluster Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia membagi jadual belajar peserta program, baik dari
jenjang SMK-MA maupun SMP dalam tiga klasifikasi waktu, yakni:
waktu pagi, berlangsung dari pukul 6.00-7.30 WIB; waktu sore,
berlangsung dari bada Ashar sampai pukul 17.00 WIB; dan waktu malam,
dari bada Isya sampai pukul 21.00 WIB.
Berikut jadual belajar Program Bahasa Arab dalam sistem cluster
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia bersama tim pengampu program:
Tabel 4.14. Jadual Belajar Program Bahasa Arab Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
No. Jenjang Waktu
Pagi
Waktu
Sore
Waktu
Malam
Tim Pengampu
Program Bahasa
Arab
1. SMK-MA Pukul
6.00-
pukul
7.30
Bada
Ashar-
pukul
17.00
Bada
Isya-
pukul
21.00
Ust. Ferry
Muhammadsyah
Siregar
Ust. Saptono
Ust. Mansyur
Ust. Samsul
Ust. Bawazier
2. SMP Pukul
6.00-
7.30
Bada
Ashar-
pukul
17.00
Bada
Isya-
pukul
21.00
108
e. Program Timur Tengah
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sesi wawancara
bersama Kepala Program Timur Tengah sekaligus Kepala MAUBI Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia, program yang terhitung baru karena baru
aktif sejak Februari 2018 ini mempunyai landasan dan tujuan yang begitu
selaras. Betapa tidak, program ini berlandaskan keinginan luhur untuk
mengirim santri ke luar negeri sesuai dengan visi global, dan tujuan
program ini untuk melahirkan santri-santri yang mampu berkiprah
dikancah internasional bermula dari keprihatinan menurunnya jumlah
orang-orang Indonesia yang berkuliah di luar negeri.
Kurikulum program Timur Tengah merupakan kurikulum yang
kompleks untuk sebuah program, tentu hal ini dibandingkan dengan
program lain dalam sistem cluster di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia.
Ini semata dilakukan untuk optimalisasi pembekalan terhadap peserta
program dalam rangka meraih sukses berkuliah di luar negeri. Dipilihnya
Timur Tengah bukan final, semua karena kemudahan untuk mendapatkan
pengampu program karena asatidz di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
mayoritas alumni Timur Tengah, ini dibuktikan dengan belum lama ini
mengirimkan pula peserta ke Eropa, yakni ke Turki.
Kurikulum disusun dalam beberapa penguasaan materi kuliah di
Timur Tengah. Pertama, Bahasa Arab, menjadi pokok karena Bahasa
Arab merupakan bahasa percakapan sehari-hari kelak baik di lingkup
akademik maupun non-akademik. Oleh karena itu, program Timur Tengah
menggunakan kitab pedoman yang biasa digunakan di Mesir, yakni al-
‘Arabiyyah al-Mu’ashirah selain itu digunakan pula al-‘Arabiyyah Baina
Yadaika.
Kedua, hafal al-Quran minimal juz 1-2, di banyak perguruan
tinggi di Timur Tengah persyaratan hafalan ini memang bervariasi, bahkan
ada yang mensyaratkan hafalan minimal 5 juz, meski secara umum
biasanya disyaratkan 3 juz. Itulah kenapa ada daurah Timur Tengah di
program tahfizh pada sistem cluster di Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia. Peserta program ini tidak dinyatakan lulus tanpa mengantongi dua
juz hafalan al-Quran tersebut.
Ketiga, khat, mengenal berbagai jenis cara penulisan huruf arab
menjadi hal yang penting mengingat referensi yang digunakan kelak di
Timur Tengah berbahasa Arab dan memiliki ragam jenis cara penulisan
huruf yang berbeda-beda yang tentu saja akan menimbulkan kesulitan
tersendiri kelak jika tak mengenalnya. Di Indonesia sendiri khat Arab ini
tergolong kaligrafi, sebagaimana halnya kaligrafi cina dan jepang, tulisan
indah yang bernilai seni tinggi.
Keempat, muhadatsah, skill bercakap-cakap dalam Bahasa Arab,
tentu saja penting. Bukan hanya mengenal penggunaan Bahasa Arab
fushha, peserta program juga diajak untuk memahami Bahasa Arab
‘amiyah. Dua jenis penggunaan Bahasa Arab ini memang lazim di Timur
Tengah, sehingga pendatang dituntut untuk memahami keduanya agar
dapat berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan sosialnya. Bahasa
Arab fushha lazim dipergunakan di lingkup akademik, seperti sekolah,
109
perguruan tinggi, dan kantor pemerintah, sedangkan Bahasa Arab ‘amiyah
lebih familiar dipakai di kalangan awam, seperti di pasar-pasar, di jalan
dan lain sebagainya.
Kelima, pembahasan soal ujian seleksi masuk perguruan tinggi di
Timur Tengah, urgen dilakukan demi tercapainya kuliah di kampus
idaman. Saat ini, di program Timur Tengah Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia menyediakan pembahasan soal-soal ujian seleksi ke Mesir, Sudan,
Maroko, Syria, dan Tunisia. Peserta program akan dibimbing, diberikan
kunci dan trik menjawab soal-soal ujian seleksi sesuai dengan perguruan
tinggi tujuan.
Keenam, Islamic studies, ini ditekankan berdasarkan pengalaman
beberapa pengampu alumni Timur Tengah bahwa studi keislaman menjadi
materi dasar, seperti fiqh, ushul fiqh, tauhid, tarikh dan lain-lain. Wajar
memang, karena biasanya pendidikan ke Timur Tengah dituju dalam
rangka pendalaman kajian-kajian itu, meskipun dalam bidang ini
pendidikan di negeri sendiri tidak tertinggal, namun pendidikan di luar
negeri, bertemu dengan akademisi dari luar, bersosialisasi dengan rekan
dari berbagai negara tentu saja memberikan perbedaan tersendiri dan
pengalaman yang berharga.
Ketujuh, insya`, menulis karya ilmiah tentu saja memerlukan
pembiasaan dan latihan rutin. Program Timur Tengah membekali peserta
program dengan kemahiran kemampuan ini dengan melihat bahwa proses
perkuliahan tentu saja melakukan kajian, baik lapangan maupun pustaka,
yang sudah barang tentu untuk menuliskannya dalam bentuk laporan
ilmiah meniscayakan kemahiran dalam insya`.
Kedelapan, qiroatul kutub, kemahiran membaca kitab kuning,
demikian biasa disebut, merupakan modal utama kuliah di Timur Tengah.
Sumber pustaka yang mayoritas berupa kitab, baik dari ulama salaf
maupun khalaf, menuntut peserta program untuk benar-benar menguasai,
bukan sekedar membaca, namun sekaligus menyampaikan isi kitab
tersebut, menyimpulkan baik dalam Bahasa lisan maupun tulisan.
Tingkat keberhasilan program ini yang telah memberangkatkan
pada tahun pertamanya 5 orang ke Mesir, disusul 2 orang lagi (semuanya
melalui jalur mandiri), ada pula yang ke Syria 1 orang, dan Sudan 5 orang
bukan tanpa kendala. Kendala muncul baik dari peserta program maupun
dari regulasi Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sendiri.
Kendala yang muncul dari peserta program terjadi karena peserta
di kemudian hari lebih memilih kampus-kampus di dalam negeri,
keberatan orang tua dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
keberangkatan, atau karena di tahun pertama baru ada kelas XII SMK,
mereka merasakan bahwa materi program baru dan terasa berat untuk
mereka. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala ini ditempuh pengampu
dengan membuka pandangan orang tua dan peserta bahwa memang tidak
mudah untuk studi ke luar negeri, tidak langsung pula dapat berkuliah
karena jika kemampuan mahasiswa tersebut masih belum memadai
terutama dalam Bahasa, maka mahasiswa tersebut harus masuk kelas
persiapan Bahasa. Program Timur Tengah meminimalisasi kondisi ini
terjadi.
110
Kendala dari luar peserta justeru muncul dari regulasi pondok
pesantren sendiri. Pondok Pesantren Bina Insan Mulia amat menjaga bibit
unggul mereka, ini dilakukan untuk memelihara regenerasi yang sehat
dalam tubuh pondok pesantren sehingga Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia menerapkan mekanisme pengkaderan. Kader terseleksi kemudian
diperbantukan di Pondok Pesantren dalam berbagai bidang sekaligus
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi
di sekitar Cirebon dengan biaya kiai, inilah kenapa beasiswa ini dikenal di
kalangan santri sebagai beasiswa kiai. Tentu saja program beasiswa ini
menarik, terlebih bagi siswa berprestasi dengan tingkat kemampuan
ekonomi yang tidak bisa dikatakan mapan, sehingga berpaling dari
program Timur Tengah demi mengikuti pengkaderan ini.
f. Program Qiroatul Kutub
Qiroatul kutub merupakan program jawaban atas pertanyaan dari
luar mengenai komitmen Pondok Pesantren Bina Insan Mulia dalam
menjaga tradisi pesantren, demikian dinyatakan Kepala Program Qiroatul
Kutub sekaligus Direktur Pondok Pesantren Bina Insan Mulia dalam sesi
wawancara. Hal ini penting untuk menanggapi asumsi bahwa setelah
bertransformasi kemudian sama sekali meninggalkan tradisi.
Namun demikian, mengingat mayoritas pendaftar di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia belum memiliki pengalaman mondok, maka
diupayakan metode yang mudah, cepat, dan menyenangkan untuk menarik
minat santri mempelajari qiroatul kutub ini. Oleh karena itu, Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia memasukkan metode Tamyiz dan Amtsilati
dalam program qiroatul kutub, tentu saja dengan kurikulum masing-
masing yang berbeda.
Pertama, tamyiz, merupakan metode tarjamah Quran dan baca
kitab kuning 100 jam yang disusun oleh Abaza, MM. Tamyiz telah
ditashhih penggunaannya oleh Prof.Dr.KH. Akhsin Sakho Muhammad di
Indramayu pada 2010, dan pertama kali dilaunching secara terbuka di
Jakarta pada 2009. Tamyiz diperkenalkan terlebih dahulu dalam
kurikulum qiroatul kutub pada sistem cluster Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia karena dinilai lebih mudah. Terlebih, Kepala program qiroatul
kutub merupakan alumni pengajar di Bayt at-Tamyiz Indramayu.
Terdapat dua prinsip utama dalam metode tamyiz, yaitu: laduni
(ilate kudu muni) maksudnya santri harus belajar dengan mengeraskan
suara sebagai upaya untuk menyeimbangkan potensi otak kiri dan kanan,
ditambah dengan teknik pengulangan yang integratif untuk optimalisasi
bawah sadar; berikutnya sentot (santri TOT) yang dikehendaki adalah
bahwa model belajar santri ialah seperti tutor atau ustadz yang mengajar
santri.
Tamyiz terklasifikasi dalam 4 kelompok, yakni:
1) Tamyiz 1, santri pintar mentarjamah al-Quran dengan bantuan kamus
Kawkaban dengan key success factor:
a) Santri pintar membaca Quran putus-putus
b) Santri pintar tashrif dan dlamir
c) Santri pintar mujarrod (membuka kamus)
111
2) Tamyiz 2, santri pintar membaca kitab kuning (tahsinul qadir) tanpa
tarjamah dengan key success factor:
a) Santri pintar membaca kitab kuning terputus-putus
b) Santri pintar I’rab
c) Santri pintar awamil
d) Santri pintar Syibh jumlah
e) Santri pintar jumlah fi’liyyah
f) Santri pintar jumlah ibtidaiyyah
3) Tamyiz 3, santri pintar tarjamah dan mengajarkan Quran dan kitab
kuning (tahsinul qadir) dengan key success factor: santri pintar teori
nahwu-sharaf yang hanya mudah dipahami dengan memahami artinya.
4) Kitab kuning digital, dengan key success factor: santri pintar
mengoperasikan komputer dan maktabah syamilah.
Kedua, metode yang diadaptasi untuk diterapkan di program
Qiroatul Kutub Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ialah Amtsilati.
Amtsilati merupakan metode baca kitab kuning dan tarjamah Quran yang
disusun oleh Ustadz Taufiqul Hakim, Bangsri, Jepara. Metode ini lahir
melalui mujahadah yang ditempuh Taufiqul Hakim untuk mengupayakan
solusi membaca kitab kuning yang dipandang susah, hingga ditemukan
melalui mujahadah ini bahwa diantara 1002 bait alfiyyah ibnu malik yang
biasanya dihafalkan hanya 100-200 bait saja yang merupakan pokok dan
dasar nahwu-sharaf, sedangkan bait lainnya adalah penyempurna.
Metode Amtsilati yang terdiri dari dua jilid Tatimmah (praktek
penerapan rumus yang biasanya diajarkan setelah semua materi selesai),
satu jilid Khulashah (ringkasan Nazham alfiyyah yang merupakan pokok
dan dasar nahwu-sharaf), satu jilid Qoidati (memuat kaidah nahwu-sharaf
dan bagaimana menterjemah), dan satu jilid Shorfiyyah, mengungkap
penjelasan perubahan kalimat, I’lal dan lain-lain) sepertinya lebih tepat
untuk digunakan oleh peserta didik yang belum mencapai usia dewasa.
Metode ini integral antara metode dan bahan ajar. Contoh-contoh
di dalamnya sekaligus merupakan pesan moral untuk pengguna amtsilati.
Dalam kurun waktu enam bulan, metode ini menentukan target santri
mampu membaca kitab kuning gundul (tanpa harakat) secara bertahap
sejak pengetahuan kata perkata menjadi kalimat per kalimat dengan syarat
telah praktek Tatimmah. Pada prinsipnya metode ini menekankan
pengulangan untuk memanggil kembali informasi yang tersimpan, dan
extending atau pengembangan.
Evaluasi yang diterapkan metode amtsilati adalah model tes lisan
dan tes tulis. Di Darul Falah, Bangsri, tes terklasifikasi dalam: pertama,
tes harian berupa tes rutin baik lisan maupun tulis setiap selesai satu
pembahasan; kedua, setiap kenaikan jilid (mungkin metode ini terinspirasi
metode qiroati) dengan standar nilai kelulusan sembiilan koma. Sistem
pemberian tes, untuk jilid 3 misalnya, maka akan diuji dengan soal-soal
dari jilid 1 dan 2.
Dengan melihat kepada tujuan program untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di pesantren, kedua metode ini dipilih karena sesuai
dengan program di sistem cluster yang menetapkan target enam bulan.
Menurut kepala progam dalam wawancara, di Pondok Pesantren Bina
112
Insan Mulia menambahkan tes bersama orangtua/wali santri sebagai
mekanisme evaluasi pencapaian santri.
Dengan pencapaian target 80 persen, program Qiroatul Kutub
menghadapi kendala serius saat santri peserta mengalami sakit, atau
karena satu dan lain hal sementara waktu harus pulang. Hal ini disebabkan
program ini dilakukan berkelompok dengan pencapaian atau tingkat yang
berbeda-beda. Jika peserta sakit atau pulang, maka dia akan tertinggal dari
anggota kelompoknya dan sebagai solusi dengan berat hati harus
dipindahkan ke kelas kelompok dengan materi di bawahnya.
g. Program Eksakta dan Sains
Program di bawah asuhan Nur Afifah, S.Mat. ini merupakan
program wajib untuk peserta didik MAUBI Bina Insan Mulia. Tidak
diwajibkan untuk peserta didik SMK maupun SMP IT Bina Insan Mulia.
Hal ini disebabkan penjurusan MAUBI memang di bidang MIPA.
Program eksakta dan sains juga termasuk dalam program baru dalam
sistem cluster, belum menentukan kurikulum standar, masih melakukan
trial and error untuk menemukan kurikulum standar yang sesuai.
Sementara ini, program diarahkan pada gemblengan khusus kemampuan
MIPA untuk persiapan UN dan persiapan mengikuti lomba, baik di tingkat
lokal maupun global. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan salah satu
peserta didik bimbingannya meraih juara ke-dua Matematika Terintegrasi
di tingkat kabupaten Cirebon.
113
C. Kerangka Hasil
Secara umum, dalam kegiatan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia,
baik di lingkup pesantren, SMK, SMP IT, maupun MAUBI berdasarkan teori
Suryani (2008), Robins (1994), Rogers (1987), Hurley dan Hult (1998), serta
UU No. 18 Tahun 2002, menerapkan inovasi, inovasi kurikulum di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia ini meliputi tiga (3) hal, yaitu:
Pertama, inovasi kurikulum tinjauan pengembangan kurikulum.
Berdasarkan landasan filosofis (Hamalik, 2014), penulis menyimpulkan bahwa
yang digunakan ialah filsafat konvergensi, landasan psikologis (Idi, 2010)
perhatian terhadap santri atau peserta didik mesti lebih intens terutama pada
perkembangan emosional, dinamika grup, perbedaan kemampuan individu,
kepribadian, dan pengetahuan terhadap motivasi santri karena adanya sistem
akselerasi dan target.
Landasan sosiologis (Arifin, 2013), kebutuhan peserta didik atau santri
di masa mendatang sangat diperhatikan oleh pengasuh Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia. Landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Widyastono, 2014) pengembangan kurikulum di Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia merupakan respon pengasuh atas perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ini sejalan juga dengan pemikiran Wahid (2001),
Nata (2012), dan Azra (2012), serta landasan keberkahan, keberkahan santri
diperoleh dari ridla orang tua, guru, ustadz, dan kiai.
Berlandaskan kelima hal ini, sebelumnya, pengembangan kurikulum
dianalisis cakupannya, pada sebagian komponen atau keseluruhan komponen
kurikulum (Soetopo dan Soemanto, 1991) dan pengembangan kurikulum di
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia merupakan perubahan yang menyeluruh.
Adapun penyebab perubahannya adalah adanya pandangan intelektual yang
berubah (pandangan KH. Imam Jazuli) yang merupakan respon terhadap
perubahan dalam masyarakat (Heri, Noer Aly, dan Munzier, 2002) dan adanya
eksploitasi terhadap ilmu pengetahuan yang menghasilkan disiplin ilmu baru
(Nasution, 2001) yang bisa dilihat dari adaptasi dan adopsi terhadap program
timur tengah, qiroati, tamyiz, dan amtsilati.
Inovasi kurikulum tinjauan pengembangan kurikulum diterapkan
berdasarkan prinsip-prinsip: relevansi (Sukmadinata, 2012); efektivitas dan
efisiensi (Hidayat, 2013) dan (Sukiman, 2015); kontinuitas (Nurhayati, 2010),
Sukmadinata (2012), dan Idi (2010); fleksibilitas (Hidayat, 2013),
Sukmadinata (2019); orientasi pada tujuan (Subandijah, 1993), dan prinsip
sinkronisasi (Nurgiantoro, 1988).
Pada prinsip relevansi, relevansi ke dalam pengembangan kurikulum
di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia menunjukkan konsistensi antara
komponen kurikulum, sedangkan relevansi dengan dunia kerja yang terdapat
pada relevansi ke luar tidak relevan dengan iktikad Pondok Pesantren Bina
Insan Mulia untuk mendorong santrinya melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia dinyatakan
efektif dan efisien. Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, terkesan tidak
mengindahkan prinsip kontinuitas pada kasus seharusnya pelajaran yang sudah
diajarkan pada tingkat yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada kelas yang
lebih tinggi, ini ditemukan pada kitab yang dipergunakan sama penentuan
tingkatannya baik untuk SMP IT, SMK, maupun MAUBI. Prinsip fleksibilitas
114
masih belum terlaksana sepenuhnya, dengan melihat kasus santri harus melalui
program tahsin terlebih dahulu sebelum merambah ke program lainnya
(meskipun dari pihak pesantren sudah ada penjelasan bahwa kebijakan
dilakukan dengan pertimbangan kemampuan baca Quran adalah pokok dan
mendasar untuk santri). Prinsip orientasi pada tujuan berjalan baik karena
semua program baik di sekolah maupun pesantren berdasarkan visi global
yang sama, dengan demikian semua tersinkronisasi dengan baik.
Kedua, inovasi kurikulum tinjauan kurikulum terintegrasi yang
diwujudkan dalam Sekolah Berbasis Pesantren. Kurikulum terintegrasi yang
dimaksud, dengan melihat teori Nurgiantoro (1998) dan Suryosubroto (2008)
merupakan organisasi kurikulum yang meniadakan batas-batas antara berbagai
matapelajaran, digabungkan menjadi satu kesatuan unit. Cara integrasi
mengikuti teori Adawiyah (2016), yakni mengambil atau mempelajari konsep
dan teori matapelajaran umum kemudian dipadukan dengan matapelajaran
agama dengan model integrasi menurut teori Nasution (2008), Djazuli (2002),
dan Ikhwan (2014).
Ketiga, inovasi kurikulum tinjauan program unggulan. Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia memang dikenal karena program unggulannya
yang dikenal dengan sistem cluster yang menerapkan akselerasi dan bertarget,
bahkan merupakan salah satu pondok pesantren percontohan nusantara
menurut Kementerian Pendidikan Malaysia. Melalui evaluasi yang dilakukan,
diperoleh output yang bagus sebagai produk, effect dan impact yang bagus.
Keberhasilan ini bukan tanpa kendala, kendala terberat yakni
persinggungan dengan regulasi diupayakan solusi melalui adaptasi metode
dengan kurikulum. Program unggulan dalam sistem cluster Pondok pesantren
Bina Insan Mulia terdiri dari tujuh (7) program dengan tujuan, isi, struktur,
sarana prasarana, dan evaluasi yang tertentu.
Ketiga inovasi kurikulum di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia ini
sesuai dengan visi global Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, visi global
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sejalan dengan panca jiwa pesantren, dan
panca jiwa pesantren sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, sehingga
sebagai kesimpulan premis-premis sebelumnya, bisa dinyatakan bahwa inovasi
kurikulum pesantren di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia merupakan upaya
untuk turut mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia yang tanggap
terhadap tuntutan perubahan jaman. Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
adalah lembaga pendidikan yang memegang teguh nilai-nilai pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melalui inovasi yang dilakukan
terbukti tanggap terhadap perubahan jaman.
115
Inovasi Kurikulum
Pesantren BIMA
Gambar 4.8. Kerangka Hasil Tesis Inovasi Kurikulum Pesantren: Upaya Mewujudkan
Tujuan Pendidikan Nasional (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina Insan Mulia-
Cirebon)
Tujuan Pendidikan
Nasional
Panca Jiwa
Pesantren
Visi –misi Global
Pesantren BIMA
Tinjauan
Pengembangan
Kurikulum
5 landasan, yaitu
filosofis, psikologis,
sosiologis,
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi, keberkahan
7 Prinsip, yakni
relevansi,
efektivitas, efisiensi,
kontinuitas,
fleksibilitas,
orientasi ke tujuan,
sinkronisasi
Struktur
Tinjauan
Kurikulum
Terintegrasi
Tinjauan
Program
Unggulan
Pendekatan
Integratif
Model
Pembelajaran
integrasi
Memadukan
konsep
matapelajaran umum dengan
agama Cara integrasi
lain
Sarana
Prasarana
Evaluasi
7 program
unggulan, ialah:
tahsin, tahfizh,
B.Inggris, B.Arab,
qiroatul kutub,
timur tengah,
eksakta dan sains
Isi Tujuan
116
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Inovasi kurikulum pesantren dalam tiga tinjauan, yakni tinjauan
pengembangan kurikulum, tinjauan kurikulum terintegrasi, dan tinjauan
program unggulan.
2. Konsep kurikulum yang diimplementasikan di Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia-Cirebon dalam inovasi kurikulum pesantrennya merupakan kurikulum
dengan konsep kurikulum holistis. Dinyatakan sebagai kurikulum dengan
konsep kurikulum holistis karena kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia sangat memperhatikan lingkup akademik, materi dan proses belajar
mengajar dalam rangka mewujudkan pendidikan intelektual.
Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sangat humanis,
begitu memahami kekuatan dan potensi santri sebagai sentral aktivitas
pendidikan dengan menekankan kepada integrasi aspek afektif meliputi emosi,
sikap, dan nilai; aspek kognitif kecakapan pengetahuan dan kecakapan
intelektual, yang tercermin dalam prilaku keseharian penuh sopan santun dan
budi luhur di samping prestasi akademis.
Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan mulia adalah rekonstruksi
sosial atas pesantren dalam pola pikir, membentuk pola pikir baru santri dalam
kemampuan berinteraksi bukan hanya dengan lingkungan pendidikannya
bersama guru, sesama santri, dan tenaga pendidikan lainnya, akan tetapi lebih
jauh dari itu, membentuk pola pikir mereka untuk peduli terhadap lingkungan
sekaligus turut andil memberikan solusi problem-problem kehidupan
masyarakat, ini dibuktikan dengan misalnya: sekolah pendidikan politik,
pesantren advokasi janda, launching game education centre, dan pola pikir
lulusan SMK untuk kembali melanjutkan pendidikan demi mempekerjakan
bukan menjadi pekerja.
Kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan Mulia begitu mendorong
santri dalam tiap tingkatan untuk cakap dalam memanfaatkan teknologi, baik
perangkat keras maupun perangkat lunak dalam rangka menunjang efisiensi
dan efektivitas pendidikan, sekaligus dalam upaya mendukung syiar Islam.
Studio Broadcast dan ruang IT merupakan bukti komitmen kuat untuk
memupuk semangat santri dalam hal ini.
3. Inovasi kurikulum pesantren di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia turut
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan logika berpikir bahwa
kurikulum yang direncanakan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia sesuai
dengan visi-misi global pesantren, visi-misi global pesantren sejalan dengan
panca jiwa pesantren, dan panca jiwa pesantren sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional yang mendambakan lahirnya anak bangsa sebagai
generasi penerus bangsa yang berkarakter kuat.
117
B. Saran-saran
Inovasi dalam sifat dan cirinya, tidak lepas dari kekurangan di samping adanya
kelebihan. Mengingat genealogi kurikulum pesantren yang panjang, bahkan
penggunaan referensi yang lebih komprehensif juga menelan waktu berabad-abad,
maka kepada pihak pesantren sudilah kiranya mempertimbangkan penambahan
referensi kitab yang digunakan oleh para santri untuk memperkaya pengetahuan
terhadap khasanah kitab kuning.
Metode sorogan diakui oleh para pakar sebagai metode lama dengan banyak
keunggulan. Pihak pesantren dapatlah kiranya mempertimbangkan untuk memasukkan
kembali metode sorogan sebagai metode khas pesantren yang membangun terjalinnya
interaksi dan komunikasi menjembatani karakteristik komunal manusia, diperkaya
dengan metode yang saling membangun menguatkan satu dengan yang lain. Bahkan,
mengasah nalar kritis dan budaya literasi.
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia menerapkan program unggulan dalam
kurikulum pesantren yang dikenal dengan sistem cluster. Jika ditilik dari ketentuan
Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014, kurikulum semacam ini tidak terdukung
secara kokoh oleh regulasi. Oleh karena itu, memperhatikan segi positifnya, mohon
kepada pemerintah, dalam hal ini menteri agama untuk mempertimbangkan
pengaturannya dalam regulasi resmi.
Program akselerasi diimplementasikan oleh Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia dengan jalan hanya mengajarkan pelajaran-pelajaran yang di UN kan di sekolah.
Artinya ada beberapa pelajaran yang tidak di UN kan tidak disampaikan di kelas dan
ditempuh dengan pemberian modul pada santri untuk dipelajari. Hal ini menimbulkan
kesan kucing-kucingan dengan dinas pada saat pelaporan, karena dinas menghendaki
pelajaran lengkap. Hal ini tentu mesti diupayakan solusi dengan regulasi yang jelas
sehingga kebijakan institusi dalam hal ini sekolah tidak bersinggungan dengan
regulasi.
Evaluasi menuju pencapaian produk, dengan tercapainya prestasi; effect,
dengan adanya kurikulum yang dapat mempengaruhi prilaku santri dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi; impact, kurikulum yang dapat memberikan pengaruh
bukan hanya pada guru, santri, dan tenaga kependidikan lainnya, tetapi sekaligus pada
masyarakat. Khusus pada kurikulum sistem cluster dapatlah kiranya dipertimbangkan
untuk menyatukan evaluasi terhadap keberhasilan pencapaian santri dalam beberapa
program tersebut dalam satu bentuk buku raport untuk memudahkan.
118
REFERENSI:
Referensi dari Buku
Abdullah, Amin. 2008. Desain Pengembangan Akademik IAIN Menjadi UIN Sunan
Kalijaga dari Pendekatan Dikotomis-Anatomis ke Arah Integratif-Interdisiplinary
dalam Bagir, Zainan Abidin. Integrasi Ilmu dan Agama. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Affandi, Mochtar. 2008. Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren. Bekasi: Pustaka
Isfahan.
Ahmadi. 2013. Manajemen Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup. Yogyakarta: Pustaka
Ifada.
Ali, Muhammad. 2008. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Arifin, M. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Pers.
Arifin, Zainal. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
___________. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Athiyah, Muhammad. 1969. Al-Tarbiyah Wafalasifuhu. Mesir: al-Halaby.
Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam; Tradisi Modernisasi di Tengah Tantangan
Millenium III. Jakarta: Kencana.
Banawi, Imam. 1993. Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya: al-Ikhlas.
Basri, Hasan. 2001. Pesantren: Karakteristik dan Unsur-unsur Kelembagaan, dalam
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Bugin, B. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Prenada Media Grup.
Cresswell, J.W. 1988. Qualitative Inquiry and Design Choosing Among Five Traditions.
California: SAGE Publication.
Dakir. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin. 2005. Manajemen Madrasah Berbasis
Pesantren. Yogyakarta: Lista Farista Putra.
Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.
Jakarta: LP3ES.
Djazuli, Ahmad. 2002. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
119
Dokumen Kurikulum 2013. 2012. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Edquist, Charles. 2001. Knowledge, Complexity, and Innovation System. Springer.
Fathurrohman, Pupuh. 2000. Keunggulan Pendidikan Pesantren: alternatif Sistem
Pendidikan Terpadu Abad XXI. Bandung: Paranatha.
Fauzan. 2017. Kurikulum & Pembelajaran. Jakarta: GP. Press.
Fauzan dan Sayuti, Wahdi. 2012. Panduan Integrasi Kultur Kepesantrenan Kedalam Mata
Pelajaran. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Hadrawi, Ulil. 2018. Ngabsahi. Dalam Ensiklopedi Islam Nusantara. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam.
Hamalik, Oemar. 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Kerjasama SPs
UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya.
______________. 2013. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
______________. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
______________. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan T. dan Barizi, A. 2004. Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Tradisi dan
Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Heri, Noer Aly dan Munzier. 2002. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Priska Agung Insani.
Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT.
Rosdakarya.
Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hiroko, Horikoshi. 1985. Kyai dan perubahan Sosial. Jakarta: P3M.
Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum. Teori dan Praktek. Yogyakarta: ar-Ruzz
Media.
Kertanegara, Mulyadi. 2005. Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung:
Mizan Pustaka.
Lawson, A.E. 1995. Science Teaching and The Development of Thinking. Belmont, CA:
Wadsworth.
Lincoln, Y.S. dan Guba, E.G. 1985. Naturalistic Inquiry. London: SAGE Publication.
M. Rogers, Everett. 1987. Diffusion of Innovations. Free Press. University of Michigan.
Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-bilik Pesantren. Sebuah Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
Mansur. Moralitas Pesantren: Meneguk Kearifan dan Telaga Kehidupan. Yogyakarta:
Safiria Insani Press.
120
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.
Masudi, Idris. 2018. Pegon. Dalam Eksilopedi Islam Nusantara. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam.
Masyhud, Sulthon dan M. Khusnuridlo. 2005. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta:
Diva Pustaka.
Maunah. 2009. Tradisi Intelektual Santri dalam Tantangan dan Hambatan Pendidikan
Pesantren di Masa Depan.
Musfah, Jejen. 2016. Tips Menulis Karya Ilmiah. Makalah, Penelitian, Skripsi, Tesis &
Disertasi. Jakarta: Kencana.
Mustafa A. dan Aly, Abdullah. 1998. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nahrawi, Amirudin. 2008. Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: Gama
Media.
Najib, Ala’i. 2018. Santri. Dalam Ensiklopedi Islam Nusantara. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam.
Nashir, M. Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nasution, S. 2008. Azas-azas Kurikulum. Cet. VIII. Jakarta: Bumi Aksara.
Nata, Abudin. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya. Jakarta:
Rajawali pers.
Nurgiantoro, Burhan. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta:
BPFE IKIP.
Nurhayati, Anin. 2010. Kurikulum Inovasi. Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: Teras.
Olive, Peter F. 1982. Developing The Curriculum. Canada: Boston Little Brown and
Company.
Ornstein, Alan C dan Francis P. Hunkins. 2009. Curriculum: Foundation, Principles, and
Issues. Boston: Allyn & Bacon.
Patton, Michael Quinn. 1991. How to Use Qualitative Methodes in Evaluation. London:
SAGE Publication.
Qomar, Mujamil. 2009. Pesantren, dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi. Jakarta: Erlangga.
Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Desain, dan Aplikasi. Alih Bahasa
Yusuf Udaya. Jakarta: Arcan.
121
Saeful Muhtadi, Asep. 2004. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama: Pergulatan Pemikiran
Radikal dan Akomodatif. Jakarta: LP3ES.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Soebahar, Abdul Halim. 2013. Modernisasi Pesantren. Yogyakarta: LKiS.
Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Subandijah. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah. Bandung: Sinar
Baru Algresindo.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Dilengkapi dengan Contoh Proposal
dan Laporan Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukamto. 1999. Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Sukarno. 2012. Budaya Politik Pesantren: Perspektif Interaksionisme Simbolik.
Yogyakarta: Interpena.
Sukiman. 2015. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Pengembangan Kurikulum: Teori dan praktek.
Bandung: Rosdakarya.
Supriadi, Dedi. 2004. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suryani, Tatik. 2008. Perilaku Konsumen; Implikasi pada Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suryosubroto. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tidjani, Djauhari. 2008. Masa Depan Pesantren, Agenda yang Belum Terselesaikan.
Jakarta: Taj Publishing.
Tilaar, H.A.R. 2005. Standarisasi Pendidikan Nasional dan Tinjauan Kritis. Jakarta:
Rineka Cipta.
Triantoro. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Tolkhah, Imam dan Ahmad Barizi. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Uhbiyati, Nur. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
122
Umiarso dan Zazin Nur H. 2011. Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan. Semarang:
Rasail Media Grup.
Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren. Yogyakarta:
LkiS.
_________________. 2010. Prisma Pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: LkiS.
Widyastono. 2014. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Yasmadi. 2002. Modernisasi Pesantren; Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press.
Zamroni. Reformulasi Sistem Pendidikan Pesantren dalam Mengantisipasi Perkembangan
Global.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Referensi dari Jurnal
Abdullah. 2016. Kurikulum Pesantren dalam Perspektif Gus Dur (Suatu Kajian
Epistemologis). Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 4 N0. 2.
Abdullah, Anzar. 2007. Kurikulum Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah (Suatu
Tinjauan Kritis Filosofis. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 13 (66), h. 340-361.
Adawiyah, Rabiatul. 2016. Integrasi Sains dan Agama dalam Pembelajaran Kurikulum
PAI; Perspektif Islam dan Barat Serta Implementasinya. Jurnal Al-Banjari, Vol.
15, No. 1, Januari-Juni, h. 99-124.
Afiful Hair, Moh. 2017. Reformulasi Pendidikan Pesantren dalam Dialektika Konteks
Masyarakat Global. Jurnal Tadris Vol. 12 No. 1.
Damanhuri, Ahmad; Mujahidin, Endin; dan Hafidhuddin, Didin. 2013. Inovasi
Pengelolaan Pesantren dalam Menghadapi Persaingan di Era Globalisasi.
Ta’dibuna, Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2 No. 1.
Fudholi, Muh. 2015. Reformulasi Kurikulum Pesantren dalam Rangka Meningkatkan
Kualitas Pendidikan di Pondok Pesantren. Jurnal Ulumuna Vol. 1 No. 1.
Halil, Hermanto. 2015. Inovasi Kurikulum Pesantren dalam Memproyeksikan Model
Pendidikan Alternatif Masa Depan. Ulumuna, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1, No.
2, Desember.
Hasan, Muhammad. 2015. Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren. Jurnal
Sosial dan Budaya Keislaman, Vol. 23, Nomor 2, Desember.
Ikhwan, Afiful. 2014. Integrasi Pendidikan Islam; Nilai-Nilai Islami dalam Pembelajaran.
Jurnal Ta’allum, Volume 02, Nomor 2, November, h. 179-194.
Sholihin, Mohammad Muchlis. 2011. Modernisasi Pendidikan Pesantren. Jurnal Tadris,
Volume 6, Nomor 1, Juni.
123
Nur Ahid. 2006. Konsep dan Teori Kurikulum dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1,
No. 1, September.
Referensi dari Tesis dan Disertasi, serta Makalah Ilmiah
Anwar, Ali. 2008. Pembaharuan Pendidikan di Pesantren. Studi Kasus Pesantren Lirboyo
Kediri. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Disertasi.
Rosyadi, Mundzir. Dinamika Kurikulum Pesantren. Makalah Konseptual Pendidikan
STAIN Jember.
Suraedah, Lia. 2017. Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren (Studi Kualitatif
Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok). Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah. Tesis Program Magister PAI FITK.
Tamami, Ahmad. 2017. Manajemen Kurikulum Pesantren Mahasiswa dalam Membentuk
Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Intelektual Mahasiswa (Studi Multi Situs di
Pesantren Mahasiswa al-Hikam dan Pesantren Mahasiswa Firdaus, Malang-
Jawa Timur. Tesis Program Magister Studi Ilmu Agama Islam Pascasarjana UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Yudhyarta, Deddy Yusuf. 2013. Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Tinggi Islam di
Indonesia (Telaah Kritis Pemikiran Harun Nasution). Tesis Program Pascasarjana
UIN Sultan Syarif Kasim RIAU.
Zulmiadi, M. 2018. Strategi Pengembangan Kurikulum Pondok Pesantren (Studi Kasus di
Pondok Pesantren an-Nur II al-Murtadlo Bululawang, Malang. Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang. Tesis Program Magister Studi Islam
Interdisipliner.
Referensi dari Peraturan dan Perundangan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Keagamaan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang Standar nasional
Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 tahun 2019 tentang Penataan
linieritas yang Bersertifikat Pendidik.
Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.
124
Referensi dari Internet
http//www.uinjkt.ac.id/id./Jawi-dan-Pegon/
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/22/16435087/kurikulum.tak.lepas.
dari.aspek.politik.
file://accounts/1000/removable/sdcard/Bina-Insan-Mulia-Pesantren-Berwajah-Etnik-di-
Cirebon diakses pada 1 November 2018 Pukul 11.49 WIB
file://account/1000/removable/sdcard/Pesantren Bina Insan Mulia Komplek Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia Jl. KH. Anas Sirojuddin Sumber 2018. html diakses pada 21
November 2018 Pukul 19.32 WIB
file//accounts/1000/removable/sdcard/Pesantren-Bina-Insan-Mulia-Cirebon-Siapkan-
Santri-Profesional-di-Bidang-Broadcast-Pertelevisian-Tribunnews.com.mobile.html
diakses pada 18 Januari 2018 Pukul 11.53
https://www.tribunnews.com/nasional/2019/08/12/terobosan-global-madrasah-aliyah-
unggulan-bertaraf-internasional-bina-insan-mulia-cirebon diakses pada 17 Desember 2019
ltnujabar.or.id diakses pada 22 Desember 2019 Pukul 8.00 WIB
accounts/1000/shared/documents/SMP IT Bina Insan Mulia-Pesantren Bima.com.html.
diakses pada 22 Desember 2019 Pukul 9.30 WIB
125
Lampiran 1
Transkrip Wawancara
TRANSKRIP WAWANCARA
INOVASI KURIKULUM PESANTREN: UPAYA MEWUJUDKAN TUJUAN
PENDIDIKAN NASIONAL
(Studi Kasus pada Pondok Pesantren Bina Insan Mulia-Cirebon)
Informan : Ustadz Saeful Mustajab, S.Pd.
Jabatan : Direktur Pondok Pesantren merangkap Waka Kurikulum SMPIT
Tempat : Makbarah Pondok Pesantren
Waktu : Pukul 13.30-13.50 WIB, 10 September 2019
1. Siapakah nama Ustadz?
Jawaban: Saeful Mustajab
2. Di mana tempat tinggal Ustadz?
Jawaban: di sini, Cisaat, asli Babakan Ciwaringin, lahir di Majalengka
3. Apakah pendidikan terakhir Ustadz?
Jawaban: SI PAI, Sekolah Tinggi Agama Islam Salahuddin al-Ayyubi (STAISA)
Jakarta
4. Sudah berapa lama Ustadz menjabat sebagai direktur pondok pesantren?
Jawaban: sudah tiga tahun mulai 2015
5. Sejak kapan pondok pesantren Bina Insan Mulia didirikan?
Jawaban: 2012. Bulan dan tanggalnya sesuai dengan piagam SK
6. Apakah yang melatarbelakangi berdirinya pondok pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: dulunya di sini salaf ya, santri kalong, hanya beberapa. Awalnya putera
bungsu KH. Anas Sirojuddin, yakni KH. Imam Jazuli diminta pulang oleh bapaknya
untuk mengurus pondok. Tapi, KH. Imam Jazuli tidak mau, kemudian mau pulang
dengan catatan semua kebijakan terkait pondok pesantren ada pada kendalinya.
Sebelum menjadi seperti sekarang, dulu dikenal sebagai pesantren al-Ikhlash dan
beberapa santri al-Ikhlash sekarang menjadi tokoh masyarakat
7. Apa visi dan misi pondok pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: di sini sama, pondok pesantren dan sekolah memiliki visi global yang sama
8. Kurikulum apa yang diterapkan di pondok pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: untuk kurikulum berarti semi modern, menggunakan program, tidak
menggunakan kelas. Karena pelajaran kitabnya sudah di kelas. Selain itu di sini
menggunakan program, ya seperti takhasus lah, ada Bahasa Inggris, Bahasa Arab,
Qiraatul Kutub dan lain-lain
9. Apa tujuan dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: supaya berhasil. Kelihatan. Karena setiap program di sini kan ditarget. Kalau
di tempat lain kan yang penting jalan saja, terus kalau sudah tamat ya sudah. Kalau di
sini semua ditarget dan berkelanjutan
10. Apa sasaran dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: sasaran ke ustadznya juga, ke santri juga. Karena sistem Kiai, di sini kan
pengkaderan. Ustadz di sini kan nanti bisa jadi kiai punya pesantren sendiri, nah
126
diharapkan menjadi mengerti kurikulum di sini itu seperti apa, jadi ustadznya juga
memahami, terus ke anak-anak juga
11. Apakah ada kaitan Antara visi-misi dan kurikulum yang diterapkan?
Jawaban: ada. Ada kaitannya, diantaranya membangun generasi yang kuat dalam skill
12. Apakah ada kaitan Antara visi-misi, kurikulum yang diterapkan, dan tujuan pendidikan
nasional?
Jawaban: pasti. Kalau pendidikan nasional kan ke outputnya, kebanyakan kan tidak
dijelaskan cara untuk mewujudkan outputnya. Kemudian rencana pengkaderan kan
tercapai juga, untuk menjadikan kiai, muballigh, ada seleksi dengan kriteria minimal
aktif, tidak melanggar peraturan, dan nilai akademis yang bagus
13. Apa nilai kebaruan dari kurikulum ini?
Jawaban: kurikulum di sini, boleh dibilang baru kita aja yang punya sistem seperti ini,
seperti program cluster dan akselerasi, ditarget. Kalau di tempat lain kan berjalan
sekian tahun tanpa target yang jelas
14. Apa kekhasan dari kurikulum ini?
Jawaban: yang khas di sini adalah yang di pondok lain tidak ada di sini ada. Yang di
pondok lain tidak boleh di sini boleh, nonton TV, renang, berkuda, kita juga ada
homestay ke luar negeri, program lanjutan ke luar negeri dari sekolah, nonton bioskop,
pokoknya pondok pesantren Bina Insan Mulia berbeda dengan pondok pesantren lain.
Yang unik di sini Kiai memikirkan betul ketika anak mau lulus. Kebanyakan kan
terserah, kalau Kiai di sini benar-benar mengarahkan, bahkan memberikan beasiswa
untuk yang berminat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi tapi mengalami
kesulitan biaya
15. Apakah ada kegiatan ekstra kurikuler di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: untuk ekskul diantaranya silat, futsal, Voli, basket, berkuda, renang, ada juga
yang non fisik seperti khat, band, hadrah, kewanitaaan terjadual setiap hari minggu.
Ekskul menjadi wilayah kewenangan pondok karena di sini kan ada sekolah dan
pondok sedangkan sekolah di sini itu sebagai pelengkap, yang utama pondok, sehingga
direktur pondok yang ditunjuk Kiai memegang kendali pondok, misal karena santri
dibutuhkan untuk membantu kegiatan pembangunan fasilitas pondok, direktur bisa saja
meliburkan kegiatan sekolah
127
Informan : Ustadzah Siti Zahro, S.Pd.I.
Jabatan : Kepala Sekolah SMK Bina Insan Mulia
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Pukul 10.56 WIB – 11.24 WIB, 9 September 2019
1. Siapakah nama Ustadzah?
Jawaban: Siti Zahro
2. Di mana tempat tinggal Ustadzah?
Jawaban: Tempat tinggal biasanya saya sih di sini, dan domisili sih di blok
Kalimati, Walahar, Gempol
3. Apa pendidikan terakhir Ustadzah?
Jawaban: Pendidikan terakhir SI Tarbiyah PAI
4. Sudah berapa lama Ustadzah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMK Bina Insan
Mulia?
Jawaban: Saya untuk menjabat sekolah dari 2017. Ya, berarti ya tiga tahun, mau
berjalan tiga tahun
5. Sejak kapan SMK Bina Insan Mulia didirikan?
Jawaban: SMK Bina Insan Mulia didirikan tahun 2012, Juli 2012. Itu pertama kali
jurusan Broadcasting, Pertelevisian
6. Apa yang melatarbelakangi berdirinya SMK Bina Insan Mulia?
Jawaban: Untuk SMK itu latar belakang berdirinya itu kita punya visi bahwa SMK
ini tidak boleh sama dengan SMK lainnya. Biasanya SMK itu kan setelah selesai
orientasinya bekerja, justeru kita ingin lulusan kita melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Makanya caution kita kan “your future is my vision”. Jadi kita
memang sampai detail dari mereka lulus, kita mempersiapkan. Jangan sampai kita
hanya mencetak pekerja, kita ingin mencetak ulama dan umara, merubah mindset
wali santri juga bahwa sudah saatnya menjadi pemimpin, bukan hanya sebagai
pekerja. Karena SMK kan programnya sebenarnya bagus.
7. Bagaimana sejarah SMK ?
Jawaban: untuk foundernya sendiri ya tentu KH. Imam Jazuli, Lc., M.A. awalnya
itu kok kita lemah ya, para santri di bidang media. Nah, akhirnya bagaimana kalau
kita mendirikan sekolah di bidang media untuk meluaskan media santri.
Broadcasting saat itu baru 2-3 SMK di Jawa Barat. Ketika sudah bagus media, oh
teknologi juga perlu ditingkatkan, muncul Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ).
Adanya jurusan Keperawatan itu sebetulnya kita multifungsi kan saja sih. Karena
UKS dan Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) tidak ada yang menangani. Jadi
sekarang anak-anak pesantren, melalui UKS dan Puskestren yang mengurusi ya
itu, keperawatan
8. Apa visi-misi SMK ?
Jawaban: Output, lebih ke penguatan skill sih sebenarnya. Visi misi secara global
seluruh lembaga di Pesantren Bina Insan Mulia ya, seperti yang ada di ruang guru
ini
9. Kurikulum apa yang diterapkan di SMK Bina Insan Mulia?
Jawaban: untuk kurikulum, sebetulnya kita merujuk kepada kurikulum berbasis
pesantren, Cuma memang kurikulum kita tidak sama dengan dinas. Bukan berarti
pelajaran dinas tidak ada di sini. Kita lebih ke reduksi. Pelajaran yang tidak terlalu
dipentingkan dalam arti siswa bisa mempelajarinya sendiri diberikan modul, tidak
diajarkan di kelas. Semua pelajaran pesantren masuk di sekolah. Jadi, di luar
sekolah itu program bentuknya. Kalau di sekolah itu 1. Pelajaran yang di UN kan;
128
2. Pelajaran kejuruan; 3. Pelajaran pesantren. Selain itu tidak ada pelajaran di
kelas. Artinya pelajaran mandiri. Program clusternya, untuk anak SMK
dipisahkan. Untuk kelas X, fokus ke hafal juz’amma dan hafal tahlil, itu program
di luar kelas ya. Terus kayak misalnya khutbah, itu dilakukan mingguan. Kalau
kelas XI, kita middle lah. Itu sudah mulai pengerucutan ya. Ada Qiraatul kutub,
Bahasa Inggris atau Bahasa Arab, Eksakta (namun eksakta tidak wajib untuk
SMK). Kemudian program Timur Tengah di kelas XII. Pokoknya pengennya ke
mana nanti dipersiapkan. Misal mau ke Mesir, maka di kelas XII dibekali
kemampuan Bahasa Arab, Qiraatul kutub, Tahfizh dan pembahasan soal-soal tes
ke Mesir. Dalam artian kelas persiapan itu adalah pemantapan materi. Untuk
sekarang ini ada kelas persiapan Timur Tengah dan PTN, sedangkan TOEFL itu ya
bentuknya option saja. Untuk sistem akselerasi, SMK juga menerapkan. Untuk
kurikulum yang harusnya tiga tahun, kita selesaikan dua tahun di kelas X dan XI.
Caranya pelajaran yang penting dari kelas XII kita ambil lalu kita ajarkan di kelas
XI. Jadi pas kelas XII tidak belajar lagi. Mereka fokus untuk yang mau ke Timur
Tengah ya Program Timur Tengah, yang mau ke PTN ya program PTN
10. Apa tujuan dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: tujuannya kita pengen beda dari lainnya. Kayak misalnya kita pengen
cetak kader itu ya jadi pemimpin, untuk kembali ke masyarakat. Jadi, jangan
sampai setelah lulus dari sini, ga bisa gabung ke masyarakat, outputnya diharap
jadi leader. Oleh karena itu oh iya, kelas XII ada keterampilan mengurus jenazah
11. Apa sasaran dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: banyak alumni-alumni menyebar ke seluruh dunia dengan membawa
manhaj ahlussunnah wal jama’ah
12. Apakah ada kaitan Antara visi-misi dan kurikulum yang diterapkan?
Jawaban: ada, keterkaitan Antara kurikulum dengan visi-misi, outputnya. Karena
itu, dibuat kurikulum yang sesuai dengan outputnya. Yang mau ke Turki misalnya,
ada Bahasa Turki
13. Apakah ada kaitan Antara visi-misi, kurikulum yang diterapkan, dan tujuan
pendidikan nasional?
Jawaban: pastinya berkaitan. Contoh untuk karakter di pesantren diajarkan
Akhkak, Fiqih, Tauhid, al-quran dan Hadis. Kelas X belajar Arba’in Nawawi
(hadis), Ta’lim al-Muta’allim (akhlak), Aqidah al-‘Awwam (tauhid), dan Safinah
(fiqih); kelas XI Tanqih al-Qaul dan Riyadl al-Shalihin (hadis), Taisir al-Khallaq
(akhlak), Jawahir al-Kalamiyyah (tauhid), dan Taqrib (fiqih); sedangkan kelas XII
mempelajari praktik ibadah dan keterampilan mengurus jenazah. Kalau
dibandingkan dengan dulu, memang banyak perubahan. Dulu banyak sekarang
dikurangi sesuai kebutuhan. Untuk kitab-kitab lain dibacakan dan dikaji oleh pak
Kiai di ngaji pasaran dan ngaji wetonan bada maghrib untuk santri dan para ustadz
dan ustadzah
14. Apa nilai kebaruan dari kurikulum ini?
Jawaban: yang barunya jelas, kitab pelajaran pesantren masuk ke sekolah,
pelajaran yang tak di UN kan direduksi, merubah mindset SMK untuk bekerja
menjadi SMK melanjutkan kuliah. Bahkan Kiai menyatakan kalau ada orangtua
menghendaki santri setelah selesai SMK di sini untuk bekerja, tidak usah sekolah
SMK di Bina Insan Mulia
15. Apa kekhasan dari kurikulum ini?
129
Jawaban: kekhasannya simple, langsung pada titik sasaran, belajar lebih santai,
tidak terlalu banyak matapelajaran. Digabungkan dalam pendidikan di kelas antara
santri putera dan puteri dengan catatan ada pengawasan ustadz atau ustadzah.
Informan : Dr. Ferry Muhammadsyah Siregar, Lc., M.A.
Jabatan : Kepala Sekolah MAUBI (Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf
Internasional Bina Insan Mulia)
Tempat : Masjid Putera
Waktu : Pukul 12.34-12.55 WIB, 12 September 2019
1. Siapakah nama Ustadz?
Jawaban: Ferry Muhammadsyah Siregar
2. Di mana tempat tinggal Ustadz?
Jawaban: di pondok
3. Apa pendidikan terakhir Ustadz?
Jawaban: SI al-Azhar, S2 UGM dan Temple University, S3 UGM
4. Sejak kapan Ustadz menjabat sebagai Kepala Sekolah MAUBI?
Jawaban: awal januari ya, 2019
5. Sejak kapan MAUBI didirikan?
Jawaban: ini sudah berjalan tahun ke tiga, tahun ke tiga itu ya berarti berdiri tahun
2017
6. Apa yang melatarbelakangi berdirinya MAUBI ?
Jawaban: latar belakangnya itu adalah keinginan Kiai pendiri pesantren
menciptakan semacam generasi-generasi unggulan lah ya, dikumpulkan anak-anak
cerdas, pintar supaya bisa dididik dan diarahkan untuk melanjutkan SI ke luar
negeri, dalam negeri juga ada, jadi fokusnya lebih diarahkan ke visi global
7. Bagaimana sejarah MAUBI ?
Jawaban: saya masuk itukan baru 2018. Saya mulai melihat, dan yang paling
utama itu ya pak Kiai ya. Saya masuk itu pulang dari Amerika. Saya dulu post
doctoral di Florida, pulang dari sana saya ada keinginan untuk membekali anak
Indonesia, khususnya kalangan santri untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Saya keliling untuk promosi, bagaimana cara meraih beasiswa dan macam-macam.
Saya ketemu pak Kiai. Kiai bilang biar saya di pondok nanti anak-anak Bina Insan
Mulia yang bisa melanjutkan ke luar negeri. Mulai pembicaraan itu, ya, mulai kita
untuk ya beliau sudah mempersiapkan segala-galanya, formatnya. Posisi itu yang
saya pegang saat ini. Namanya unggulan ya, unggulan pesantren. Anak unggul
ranking 1-5 di sekolah masing-masing, baik SMP maupun MTs dicetak untuk ke
arah sana. Untuk mereka yang homeschooling bisa daftar dengan syarat mengikuti
tes IQ minimal ber IQ 110 bisa dipertimbangkan. Kejar paket tidak sama dengan
sekolah formal, oleh karena itu kami tidak menerima lulusan dari kejar paket
kecuali lulus tes IQ
8. Apa visi-misi MAUBI ?
Jawaban: kalau dari utamanya kita memang visi-misi kita global ya. Karena
outputnya yang pengin kita bentuk ya. Kalau lingkup lokal, kita mencetak murid
yang bisa berkiprah di kompetisi di tingkat lokal nasional, misal olimpiade sains
madrasah dan turut berperan meningkatkan pendidikan nasional karena MA itu di
bawah Kemenag, saya rasa kita turut berperan mensukseskan itu
130
9. Kurikulum apa yang diterapkan di MAUBI?
Jawaban: kurikulum kita itu tetap mengacu ke pemerintah, khususnya kita pakai
yang kita ajarkan kurikulum yang di UN kan seperti: Bahasa Inggris, Bahasa
Indonesia, Matematika, Fisika, Biologi karena kita jurusan IPA ya. Kemudian
yang di agamanya ya seperti Bahasa Arab, Fiqih, SKI, Quran Hadis ya, jadi
kurikulum itu masih tetap diajarkan. Kemudian ada tambahan juga, khususnya
Bahasa Inggris, Tahfizh, Bahasa Arab. Jadi sebenarnya kurikulum departemen
agama, plus sebagian adopsi dari kurikulum Mesir, dari luar juga ada, kombinasi
kurikulum yang dibutuhkan. Kalau akselerasi, dua tahun yang pelajaran dari
pemerintah harus selesai , di tahun ke tiga mereka fokus yang ke Mesir, ke Turki,
kalau di dalam negeri ya dipersiapkan jalur SMPTN, UM dan lain-lain
10. Apa tujuan dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: sebenarnya kita mengarah ke output sesuai kebutuhan kita.
Kurikulumnya goalnya ke sana. Jadi enggak perlu lagi mereka belajar yang lain-
lain. Kurikulum dari pemerintah itu kalau menurut kita praktisi di dalam itu
kebanyakan ya. Tujuan lain kita pengin output semua melanjutkan ke luar negeri.
Meskipun ada yang SI di dalam negeri, saya harap S2 dan S3 ke luar negeri
11. Apa sasaran dari penerapan kurikulum ini?
Jawaban: sasarannya anak siap go internasional, bertarung di ranah internasional
12. Apakah ada kaitan Antara visi-misi dan kurikulum yang diterapkan?
Jawaban: memang kan harus, idealnya begitu. Di wilayah kurikulum, kurikulum
harus disesuaikan dengan visi-misi
13. Apakah ada kaitan Antara visi-misi, kurikulum yang diterapkan, dan tujuan
pendidikan nasional?
Jawaban: sebenarnya kaitan itu semuanya terkait. Diawali dengan kegelisahan
potret madrasah di Indonesia, perubahan mindset untuk SMK, mereka harus SI
dibantu dengan berbagai peluang beasiswa, dan perlu dicatat, pesantren ini salah
satu dari tak banyak yang membantu outputnya untuk melanjutkan ke universitas.
Makanya wisuda lulusan di sini menunggu mereka di kampus mana diterima
14. Apa kendala yang dihadapi dan solusi apa yang ditawarkan?
Jawaban: kendala itu hampir semua ya saya kira. Orang tua, di sini itu menengah
ke bawah ya. Kesulitan kita itu ya mereka tidak terpikir untuk sekolah tinggi-tinggi
ya. Namun bisa diatasi karena persentasenya mereka sudah ingin. Solusinya ya
mengakses beasiswa dengan beberapa syarat tertentu ya. Untuk yang orang tuanya
ada ya, bisa menempuh pendidikan ke luar negeri dengan biaya relatif murah,
seperti ke Mesir ya.
131
Informan : Ustadz Makmun Aziz, S.Pd.I., kandidat Magister Manajemen Pendidikan
Jabatan : Pengampu Program Cluster + Akselerasi khusus Tahsin
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Pukul 10.15-11.06 WIB, 10 September 2019
1. Siapakah nama Ustadz?
Jawaban: Aziz, Makmun Aziz
2. Di mana tempat tinggal Ustadz?
Jawaban: sama seperti Ibu Siti Zahro, di pondok, tapi asli sih Ciwaringin
3. Apa pendidikan terakhir Ustadz?
Jawaban: SI di Ma’had Aly Babakan Ciwaringin, di Abah Hud
4. Sejak kapan Ustadz menjabat sebagai pengampu program Tahsin?
Jawaban: sebenarnya di awal kan, program Tahsin sejak awal pondok pesantren ini ya
Tahsin dulu, adapun yang baru seperti Qiroati itu sistem yang baru sebenarnya. Karena
mungkin tahsin ini agak terlalu lama sih anak-anak itu kan dari awal. Mereka
bagaimana caranya kan untuk memfasihkan per huruf memperbaiki per kalimat kan
agak terkendala. Tapi semenjak adanya sistem baru seperti Qiroati ini Alhamdulillah
anak SMP membaca Quran ini banyak perubahan dibanding anak SMK juga
5. Kurikulum apa yang diterapkan dalam program Tahsin?
Jawaban: kalau kurikulum sepengetahuan saya kalau di sini kan tidak ada kurikulum,
lebih ke target, sebulan misal anak ini harus hafal dari a- Naas sampai al-Dhuha setelah
selesai lalu yang laki-laki meneruskan tahlil, untuk perempuan ada tambahan fiqih Nisa
ya, semacam praktik ibadah
6. Apa nilai kebaruan dari program Tahsin?
Jawaban: sebenarnya ada beberapa asatidz juga yang ditugaskan oleh pak Kiai untuk
studi banding. Kalau saya sendiri dari modern dan Alhamdulillah saya ngaji langsung
dengan pak Kiainya beliau kan dari Kempek juga untuk teknis-teknis sih ada beberapa
asatidz yang lebih paham, dari asatidz disampaikan ke pak Kiai, kemudian pak Kiai
menjadikan sebagai tupoksi buat ustadz yang lain, tidak ada hal-hal yang baru sih, sama
saja. Cuma pembedanya ada di Qiroati. Kalau Tahsin kelemahannya mungkin ada
beberapa anak yang dulunya ada sebagian mereka jarang ngaji. Tapi anak yang
sebelumnya pesantren, tahsin ini bisa ngejar. Dan sistem pengujian ini yang lebih unik
Kelebihannya nanti setelah selesai, orang tua langsung membuktikan keberhasilan
santri
7. Apa kekhasan dari program Tahsin?
Jawaban: kalau di Kempek kan Cuma diawasi pengajarnya untuk hasil anak. Kalau di
sini kan ada penilaian orang tua juga. Nanti ada penilaian atau pendapat dari beberapa
orang tua tentang anak, bu, silakan ibu nilai sendiri apakah sudah mencapai target atau
belum? kalau fiqih ibadah, fiqih nisa, orang tua juga diberikan soal untuk menguji
langsung anak
8. Apa strategi yang digunakan dalam rangka menerapkan kurikulum ini?
Jawaban: strategi yang sering digunakan oleh saya sendiri sesuai yang didapat dari pak
Kiai itu kan sistemnya nderes. Jadi, misal ada anak yang paham, mahir, dia harus
mengajarkan ke anak yang susah. Jadi misal saya megang 10 orang, saya mendampingi
ada anak ni susah, supaya tidak mengganggu sistem yang lain anak sebelum setor ke
saya nderes dulu ke teman yang sudah bisa. Jadi dia di tekan supaya bisa. Kita juga
pakai metode mendengarkan rekaman ngaji yang kita dapat dari qari di Kempek.
Berkali-kali anak diminta untuk mendengarkan sampai paham. Lalu binnazhar itu ada
132
target sebelum pindah ke al-Quran, jadi dimulai dari juz 27 sampai selesai, baru al-
Fatihah
9. Apa sarana yang dibutuhkan dalam rangka menunjang penerapan kurikulum ini?
Jawaban: sistem itu sebenarnya saya belum ada. Paling sistemnya target. Satu semester
selesai. Misal ternyata anak tidak bisa mencapai target, bisa diserahkan ke ustadz
khusus sampai si anak bisa. Sarananya dengan video
10. Bagaimana evaluasi dari kurikulum ini?
Jawaban: evaluasi saya paling ya, karena saya manusia biasa, ya pak ya, tidak lepas dari
kendala, kita di sini kan ada tiap malam jumat rapat evaluasi. Nanti apa yang tidak bisa
saya selesaikan, saya limpahkan ke direktur, bagaimana anak ini supaya bisa
menyelesaikan program Tahsin. Untuk evaluasi harian kita ada buku seperti buku
prestasi. Misalkan kurang bagus bacaan shad atau sin mereka buat buku sendiri, tapi ada
paraf pengajar, belum ada yang dicetak khusus, karena terbatas jumlah dan waktu
Informan : Ustadz Dr. Fery Muhammadsyah Siregar dan Ustadz Saptono, Lc., M.A.
Jabatan : Kordinator Program Bahasa Arab (program cluster)
Tempat : Masjid Putera
Waktu : Pukul 13.00-14.30 WIB, 9 April 2019
1. Apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya program Bahasa Arab?
Jawaban: yang mendorong lahirnya program Bahasa Arab sebagai salah satu program
Cluster ialah niat kiai untuk merubah Bahasa Arab menjadi Masyhur. Nilai kompetitif
tidak berpengaruh terhadap munculnya program ini sebagai salah satu bentuk inovasi
2. Apa tujuan didirikannya program Bahasa Arab?
Jawaban: tujuan didirikannya program Bahasa Arab adalah disamping sebagai
pengenalan Bahasa Arab, persiapan program Timur tengah, juga sebagai sarana
mencetak alumni yang mampu berkiprah di kancah internasional
3. Berapa jumlah pengampu Program Bahasa Arab?
Jawaban: ada lima orang, saya sendiri, terus Ustadz Saptono, Ustadz Mansyur, Ustadz
Samsul, dan Ustadz Bawazier
4. Bagaimana Kurikulumnya?
Jawaban: kurikulumnya, untuk Madrasah Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan
Mulia dan Sekolah Menengah Kejuruan Bina Insan Mulia menggunakan al-Arabiyyah
al-Mu’ashirah, sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Bina
Insan Mulia disamping menggunakan al-Arabiyyah li al-Nasyi`in, juga memakai al-
Durus al-Awwaliyyah fi Ta’allumi Lughatil ‘Arabiyyah lighairi al-Nathiqin laha yang
ditulis oleh Ustadz Saptono. Jadual program pagi pukul 6.00-7.30 WIB, lalu Bada
Ashar, dan Bada Isya, untuk tingkat SMP tidak ada ujian, sedangkan untuk MA dan
SMK ada ujian setelah menyelesaikan beberapa bab tertentu.
5. Bagaimana Evaluasi Program ini?
Jawaban: untuk evaluasi kita ada tajribat yang dinilai oleh Ustadz pengampu,
kemudian dibahas dan didiskusikan. Ada juga tajribat Syafahi yang disaksikan
langsung oleh orang tua atau wali santri
6. Tantangan atau kendala apa yang ditemui dalam program ini?
Jawaban: karena rutinitas yang dihadapi, terjadi semangat santri peserta program turun
7. Apa solusi yang ditawarkan?
133
Jawaban: solusi yang kami tawarkan ya, membuat metode yang membuat anak enjoy,
juga mengajak refreshing, misal dengan program nonton film di bioskop dengan tema
film yang disesuaikan
Informan : Mr. Maulana
Jabatan : Kepala sekaligus Pengampu Program Bahasa Inggris (Cluster System)
Tempat : Ruang Broadcast
Waktu : Pukul 16.30-17.15 WIB, 9 April 2019
1. Apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya program Bahasa Inggris?
Jawaban: yang mendorong lahirnya program Bahasa Inggris sebagai salah satu
program Cluster ialah urgensi kebutuhan akan Bahasa Inggris secara universal
2. Apa tujuan didirikannya program Bahasa Inggris?
Jawaban: tujuan didirikannya program Bahasa Inggris adalah global communications
3. Berapa jumlah pengampu Program Bahasa Inggris?
Jawaban: ada enam orang, saya sendiri, terus Mr. Vali sebagai native speaker , dan
empat orang tenaga profesional dari BEC Pare, Kediri
4. Bagaimana Kurikulumnya?
Jawaban: kurikulumnya, terbagi menjadi tiga jenjang program, yaitu: 1) umum atau
conversation class, diperuntukkan semua terutama santri baru, menggunakan metode
audio visual. Panduan yang digunakan yaitu A Big Step to Master English by Mr.
Maulana. Part of speech yang dilalui ialah: basic grammar, reading, new concept,
conversation, dan native; 2) grammar class, khusus untuk yang ingin serius, diampu
langsung oleh tenaga profesional dari Pare dengan peserta maksimal 200 orang.
Peraturan yang harus ditaati peserta adalah selama satu semester peserta tidak
diperkenankan pindah ke program lain; 3) toefl class, khusus untuk yang ingin
menguasai dasar-dasar Bahasa Inggris untuk Toefl sebagai prasyarat meraih beasiswa.
Syarat untuk menjadi peserta program ini antara lain memperoleh nilai A di program
grammar class, pretest Toefl skor minimal 400
5. Bagaimana Evaluasi Program ini?
Jawaban: untuk evaluasi terhadap program tiap minggu ada rapat evaluasi yang
dihadiri oleh pengampu dan tim Bahasa OSIP. OSIP bertugas mengawal pelaksanaan
program baik di pondok putera maupun puteri, dengan anggota tim 12 orang.
Sedangkan evaluasi peserta program secara general tidak ada ujian, akan tetapi di akhir
pertemuan buku peserta dikumpulkan untuk dikoreksi. Sejauh ini hasil yang telah
dicapai 80% peserta meraih Toefl 450, dan 20% mendapat raihan di atas 450, lokal di
BEC 517, LIA 487, dan Toefl ITP 467
6. Tantangan atau kendala apa yang ditemui dalam program ini?
Jawaban: tantangannya adalah regulasi
7. Apa solusi yang ditawarkan?
Jawaban: solusinya adalah menyesuaikan metode dengan kurikulum
134
Informan : Ustadz Hasyim Asy’ari
Jabatan : Kepala sekaligus Pengampu Program Tahfizh (Cluster System)
Tempat : Masjid Puteri
Waktu : Pukul 6.00-7.30 WIB, 10 April 2019
1. Apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya program Tahfizh?
Jawaban: yang mendorong lahirnya program Tahfizh sebagai salah satu program
Cluster ialah untuk membiasakan anak agar dekat dengan al-Quran
2. Apa tujuan didirikannya program Tahfizh?
Jawaban: tujuan didirikannya program Tahfizh adalah sebagai persiapan jenjang untuk
target meraih beasiswa
3. Berapa jumlah pengampu Program Tahfizh?
Jawaban: ada sepuluh orang, saya sendiri, lalu Ustadz Solikhin, Ustadz Samsul Arif,
Ustadz Fahmi, Ustadz Masyhari, Ustadz Abdurrahman, dan empat orang tenaga puteri,
yakni Ustadzah Neti Ariyanti, Ustadzah Maratussalikhah, Ustadzah Neng Rai, serta
Ustadzah Dedeh
4. Bagaimana Kurikulumnya?
Jawaban: kurikulumnya, diaplikasikan berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan, ada
Ilhamqu sistem 600 jam, Karantina Tahfizh Quran Metode Bil Yadain, Qiroati, Merem
Melek, dan metode bebas. Secara keseluruhan bertarget satu semester. Target per
bulan dengan SOP berbeda, untuk kelas persiapan Timur Tengah tiga juz, tahfizh
karantina, yakni yang tidak dibarengi sekolah formal per halaqah 6-8 santri dengan
target lima juz, dan tahfizh reguler tiga juz. Standar yang harus dipenuhi ialah Tahsin,
meliputi tajwid dan makharij al-huruf, kecepatan dan kakuatan hafalan, serta
kesungguhan. Kelas karantina terjadual bada shubuh-7.00 WIB, dluha 9.00-11.30,
bada ashar-17.00, dan bada isya-21.00. sedangkan kelas regular shubuh-6.15 WIB,
bada ashar-17.00, dan bada isya-21.00
5. Bagaimana Evaluasi Program ini?
Jawaban: untuk evaluasi untuk peserta ada evaluasi harian melalui buku setoran
hafalan, dan evaluasi oleh orang tua atau wali setelah acara istighatsah
6. Tantangan atau kendala apa yang ditemui dalam program ini?
Jawaban: tantangannya adalah santri mengalami susah menghafal, mengantuk saat
duduk lama, dan merasa capek
7. Apa solusi yang ditawarkan?
Jawaban: solusinya santri diberi jeda 10 menit untuk wudlu, santri dianjurkan untuk
membawa minum untuk mengurangi ngantuk, dan mengantisipasi santri keluar dari
halaqah dengan alasan minum, tingkat keberhasilan 80-90%
135
Informan : Ustadz Dr. Ferry Muhammadsyah Siregar
Jabatan : Kepala Program Timur Tengah (Program Cluster)
Tempat : Masjid Putera
Waktu : Pukul 13.05-14.30 WIB, 9 April 2019
1. Apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya program Timur Tengah?
Jawaban: yang mendorong lahirnya program Timur Tengah sebagai salah satu program
Cluster ialah keprihatinan menurunnya orang-orang dari Indonesia yang belajar atau
berkuliah di luar negeri
2. Apa tujuan didirikannya program Timur Tengah?
Jawaban: tujuan didirikannya program Timur Tengah adalah sebagai persiapan jenjang
untuk target meraih beasiswa dan agar santri bisa berperan dalam kancah global
3. Berapa jumlah pengampu Program Timur Tengah?
Jawaban: ada tiga orang, saya sendiri, lalu Ustadz Saptono, dan Ustadz Ridlwan
4. Bagaimana Kurikulumnya?
Jawaban: kurikulumnya, pertama, penguasaan Bahasa Arab, kita menggunakan al-
Arabiyyah al-Mu’ashirah, al-Arabiyyah baina Yadaik, dan al-Arabiyyah lighairi al-
Nathiqin laha, kedua, hafal Quran minimal juz 1-2, ketiga, khat arab, keempat,
Muhadatsah, kelima, membahas soal ujian tes masuk perguruan tinggi di Timur
Tengah, keenam, penguasaan kajian keislaman, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam, Tafsir dan
lain-lain, ketujuh, kecakapan membuat insya`, dan baca kitab gundul ya
5. Bagaimana Evaluasi Program ini?
Jawaban: untuk evaluasi peserta di akhir ada ujian dengan bahan soal ujian tes masuk
perguruan tinggi Timur Tengah
6. Tantangan atau kendala apa yang ditemui dalam program ini?
Jawaban: tantangannya adalah terkendala program pengkaderan pondok, jadi tidak
sedikit peserta program ini mundur karena memilih menjadi kader pondok, berikutnya
peserta kepincut untuk berkuliah di kampus dalam negeri, orientasi orang tua karena
mahalnya biaya yang mesti disiapkan untuk berkuliah di luar negeri, karena kita baru
ada SMK yang kelas tiga, tentu program kita ini betul-betul baru buat mereka, terasa
lebih berat
7. Apa solusi yang ditawarkan?
Jawaban: solusinya memberikan pandangan bahwa untuk belajar ke luar negeri itu
jarang, dan tidak begitu saja masuk ke proses pendidikan. Dengan biaya mandiri,
program ini telah mengantarkan di tahun pertama lima orang ke Mesir, Syria satu
orang, dan Sudan lima orang
136
Informan : Ustadz Saeful Mustajab
Jabatan : Kepala Program Qiroatul Kutub (Program Cluster)
Tempat : Via Whatsapp
Waktu : 7 Desember 2019
1. Apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya program Qiroatul Kutub?
Jawaban: yang mendorong lahirnya program Qiroatul Kutub sebagai salah satu
program Cluster ialah biar lebih fokus, keberhasilannya jelas, dan meningkatkan
kualitas program. Di samping itu tentu komitmen untuk menjaga tradisi pesantren
2. Apa tujuan didirikannya program Qiroatul Kutub?
Jawaban: tujuan didirikannya program Qiroatul Kutub adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di pesantren
3. Berapa jumlah pengampu Program Qiroatul Kutub?
Jawaban: ada empat orang, saya sendiri, sebagai ketua program
4. Bagaimana Kurikulumnya?
Jawaban: kurikulumnya, menggunakan berbagai metode yang sudah ditentukan
berdasarkan tingkatan, baik itu tamyiz maupun amtsilati
5. Bagaimana Evaluasi Program ini?
Jawaban: untuk evaluasi peserta dievaluasi melalui buku evaluasi dan setor atau tes
langsung bersama orang tua/wali santri, sedangkan evaluasi keberhasilan program
ditempuh melalui cek hafalan dan kemampuan mempraktikkan materi yang telah
dipelajari
6. Tantangan atau kendala apa yang ditemui dalam program ini?
Jawaban: tantangannya adalah terkendala oleh santri pulang atau sakit sehingga
tertinggal dari teman kelompoknya
7. Apa solusi yang ditawarkan?
Jawaban: solusinya dipindahkan ke kelompok yang mempelajari materi di bawahnya
8. Bagaimanakah tingkat keberhasilan program Qiroatul Kutub?
Jawaban: Alhamdulillah 80% santri bisa mengikuti
137
Informan : Ustadzah Endah Fuziah, S.Pd.
Jabatan : Guru Mata Pelajaran Biologi
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Pukul 9.28-10.15 WIB, 10 September 2019
1. Siapakah nama Ustadzah?
Jawaban: Endah Fuziah, S.Pd.
2. Di mana tempat tinggal Ustadzah?
Jawaban: di Cisaat. Saya asli Banten, kuliah juga SI di Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, kemudian menikah dengan orang Cirebon, ikut tinggal di Cisaat, kemudian
mengajar di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia melalui proses melamar, kemudian
interview dengan kepala sekolah, dari enam orang yang diterima dua orang, setelah itu
interview dengan Kiai
3. Apa pendidikan terakhir Ustadzah?
Jawaban: saya ambil SI pendidikan Biologi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Banten
4. Sudah berapa lama Ustadzah menjabat sebagai guru di SMK?
Jawaban: saya pindah ke sini tuh setelah idul fitri 2015, pindah ke sini domisilinya.
Ya, sekitar tahun keempat lah
5. Apa nilai kebaruan dari kurikulum di SMK ini?
Jawaban: kalau saya melihat ya, menurut saya sebagai saya yang masih junior di dunia
pendidikan, masih baru ya, saya di Banten ngajar di beberapa lah. Kalau saya melihat
ya, ada banyak sekali nilai-nilai baru yang saya amati di pondok pesantren Bina Insan
Mulia. Ini sekolah berbasis pesantren yang lebih berorientasi kepada mata pelajaran-
mata pelajaran yang prioritas. Punya skala masa depan, lebih pada penguatan skill ya.
Sehingga jam belajar di kelas tidak banyak. Setengah dua belas wajib sudah selesai.
Setelah zhuhr semua beristirahat, karena nanti bada Ashar kita punya program. Jadi di
sini itu jam belajar di kelasnya disingkat, tapi tetap ya delapan jam pelajaran hanya
waktunya aja ya dipangkas, biasanya kan kalau di sekolah lain satu jam itu 45 menit,
di sini satu jam 30 menit. Terus kemudian pembelajaran di kelasnya dikurangi supaya
anak tidak jenuh, tidak bosan, kita lebih fokus pada praktik mungkin yang sifatnya
professional development ya pengembangan professional, penguatan skill dan
kebutuhan-kebutuhan di masa depan melalui program ya. Jadi pelajaran itu tidak
dihilangkan, tapi diganti dengan modul, dan kita hanya fokus dengan pelajaran yang
UN. Ya, lebih fokus pada kurikulum penguatan skill
6. Apa kekhasan dari kurikulum di SMK ini?
Jawaban: banyak sih yang unik di sini. Banyak banget. Sebetulnya kita secara umum
dulu ya, yang unik, yang menarik di sekolah di Pesantren Bina Insan Mulia ini ya
seperti yang tadi saya katakan kita punya jam belajar yang singkat, itu keunikan yang
pertama. Terus kemudian yang kedua, guru punya kewenangan yang bebas untuk
memodifikasi kurikulum. Jadi kita diberikan kewenangan untuk mengatur kurikulum
kita sendiri sehingga lebih nyaman, dan setiap kelas sudah dilengkapi LED ya. Yang
ketiga mungkin di sini itu anak diberikan kebebasan untuk berekspresi, kita ingin
meski mereka berada di sekolah berbasis pesantren, tapi tetap modern, mengikuti
perkembangan jaman jadi mereka bisa berbaur dengan perkembangan jaman, di hari
sabtu kita bebas berekspresi secara fashion mau korea lah, jepang, dengan catatan
tetap sopan dan menutup aurat. Kalau model boleh apa aja. Keempat, kita tidak
memisahkan kalau sekolah dengan pengawasan. Kita punya beberapa alasan, ya saya
138
mencari tahu dari beberapa literatur dari para ahli memang ketika kita memisahkan,
maka akan mengurangi interaksi, ke depan dikhawatirkan akan terjadi kecanggungan
saat dibutuhkan interaksi. Karena memang nanti di kenyataannya, kan di aktifitas
mereka tidak ada pemisahan Antara aktifitas laki-laki dan perempuan
7. Apa strategi yang digunakan dalam rangka menerapkan kurikulum ini?
Jawaban: kita , kalau saya ya, terus terang sangat terbantu dengan teknologi, lebih
banyak berbasis kemajuan teknologi. Kalau menjelaskan mekanisme pencernaan kita
gunakan video, dilanjutkan tanya jawab, gitu-gitu ya yang tidak membuat anak bosan
ya kalau saya butuh ceramah untuk menerangkan konsep ya saya minta anak-anak
dengerin 15 menit atau 20 menit
8. Apa sarana yang dibutuhkan dalam rangka menunjang penerapan kurikulum ini?
Jawaban: saya biasa pakai LED, presentasi menggunakan infokus. Barangkali tambah
lebih banyak lagi fasilitas laboratoriumnya
9. Bagaimana evaluasi dari kurikulum ini?
Jawaban: kalau begitu evaluasi saya, saya ada vlog ya. Di sana ada testimoni siswa, itu
jadi bahan evaluasi, mereka enjoy, punya waktu istirahat, manusiawi lah belajar
mereka. Evaluasi dari outputnya lah, contoh juara matematika dan sains
10. Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan kurikulum ini?
Jawaban: kalau kendala pasti ada. Kalau saya kekurangan itu kita jadikan kelebihan
Informan : Fahmi Umar Farid
Jabatan : Santri/Ketua Organisasi Siswa Intra Pesantren
Tempat : Pos Piket
Waktu : Pukul 9.29-9.57 WIB, 12 September 2019
1. Siapakah nama Mas santri?
Jawaban: Fahmi Umar Farid
2. Di mana tempat tinggal Mas santri?
Jawaban: Saya asli kota Depok, Jakarta
3. Sebelumnya, Mas santri sekolah di mana?
Jawaban: SMP al-Hasra, Bojong Sari, kota Depok
4. Sebelumnya, Mas santri mondok di mana?
Jawaban: Belum pernah mondok selama ini, baru. Baru di SMK jadi ketua Organisasi
Siswa Intra Pesantren
5. Sudah berapa lama Mas santri di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Berarti satu tahun berjalan, terasa cepat sih, soalnya dibawa asik saja di sini
6. Informasi mengenai Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Mas santri dapat dari mana?
Jawaban: Saya punya saudara di Sumber. Saudara saya ini satu pondok dengan pak
Kiai waktu di Lirboyo. Jadi ya dari saudara saya mendapatkan informasi ada pondok
pesantren Bina Insan Mulia
7. Apa yang khas dari Pondok Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Khas, mungkin etikanya lebih menonjol. Bahasa, kita kan di kampung.
Walaupun di kampung, kita bisa ngomong dengan Bahasa Inggris. Kalau orang kan
menilai awalnya, ah, sekolah di kampung bisa apa. Malah, kita bisa mengajar Bahasa
139
Inggris, jadi bukan hanya ngomong Inggris, kita juga bisa mengajar Bahasa Inggris.
Yang diajar sih adik kelas, kita di kelas XI sudah wajib mengajar, jadi sebelum jam
tidur kita masuk ke kamar-kamar adik kelas untuk mengajar Bahasa Inggris, ya
bahasan kita paling Listening, Writing, dan Practice
8. Apakah ada peraturan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Kita peraturan tuh, dari kedisiplinan, seperti berangkat ke sekolah, berangkat
ke masjid itu wajib on time. Tentang masalah pacaran, kabur, itu selalu kita tegur tegas
9. Sejauh mana wewenang OSIP untuk menegakkan peraturan?
Jawaban: Kita baru naik jabatan ya, jadi kita selalu sosialisasi, belum ada sih sidang
yang serius, masih renggang sedikit tentang peraturan
10. Apa respon Mas santri terhadap peraturan Pondok Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Kita, terutama OSIP, kita buat peraturan untuk adik kelas atau santri, kita
buat SOP nya, kita, OSIP itu peraturannya dibuat oleh ustadz. Jadi ustadz membuat
peraturan untuk kita, kita membuat peraturan untuk santri, ya..struktural lah. Menurut
kita, selagi kita bisa ngikuti alurnya nggak terasa berat. Karena memang, setiap
peraturan, akan bertambah setiap dilanggar. Karena itu, insyaallah kita menahan diri
untuk melanggar agar peraturan tidak bertambah
11. Apakah ada kans atau peluang OSIP atau santri lain menjadi pembimbing atau
diangkat menjadi ustadz, dan bagaimana prosesnya?
Jawaban: Ketua OSIP itu memang diwajibkan untuk mengkader di sini atau menjadi
pembimbing. Insyaallah saya siap untuk mengkader dan membimbing di sini. Untuk
mengatur santri kembali di sini. Untuk santri lain, kita sistemnya yang mau-mau saja,
yang mau mengkader di sini silakan, apa visi-misinya, lalu dilihat apa bakatnya, di
dapur, atau bisa mengajar program, jadi kita seleksi di situ
12. Bagaimana tanggapan Mas santri terhadap kurikulum Pondok Pesantren Bina Insan
Mulia?
Jawaban: Kita, kurikulum pakai kurikulum 2013. Kita juga sekolah itu belajar yang di
UN kan saja, berarti hanya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, serta IPA.
Jadi kita sekolah dari jam 7.00 WIB sampai sebelum zhuhr sudah selesai. Jadi kita
tidak harus membebankan santri dengan belajar, belajar dan belajar. Yang penting itu
dia menguasai buat UN nanti. Pelajaran pesantren paling kita di program-program sih,
ada Tamyiz, Amtsilati, Bahasa Arab, Bahasa Inggris. Kitab kita di kelas. Biasanya
kitab full semua di hari senin. Hari berikutnya ada satu di hari selasa, dan dua di hari
rabu. Kita kelas X tuh ada Aqidatul ‘awwam, Arba’in Nawawi, Ta’limul Muta’allim,
dan apalagi tuh saya lupa. Di kelas XI ada Jawahirul Kalamiyyah, Taqrib, Taisirul
Khalaq, trus untuk hadis ada Tanqihul Qaul. Kelas XII kita kurang tau, kelas XII
sekarang kitab Kuning dan Dalail al-Khairat
13. Apa kemajuan yang diperoleh Mas santri setelah mengikuti pendidikan di Pondok
Pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Alhamdulillah sih, saya bisa menjadi lebih berakhlak. Bisa lebih memahami
apa itu kebersihan, kerapihan diri, kerapihan lingkungan sekitar, bisa berbahasa Inggris
juga, yang tadinya tidak bisa sekarang sudah bisa, meskipun belum mahir, dan bisa
lebih giat lagi beribadah
14. Bagaimana praktik pelaksanaan program dan akselerasi?
Jawaban: kita pembelajaran selama enam bulan semua, dari Amtsilati, Tamyiz, dan
lain-lain. Kita setoran dengan ustadz, bila dianggap lulus, lalu kita dengan orang tua,
kalau lulus, kita bisa dapat sertifikat. Bila dapat sertifikat, kita bisa mengajar jika
pengajar programnya berhalangan. Kelas VII wajib Qiroati, kelas VIII Tahsin, kelas
140
IX kita Inggris semua. Kelas X Tahsin setelah Tahsin naik Kempekan. Kelas X Inggris
tiga bulan, setelahnya bisa pilih Tamyiz atau Bahasa Arab, kemarin sih kita pilih
Tamyiz. Untuk kelas XI kita semua Amtsilati. Kita belajar Tamyiz dan Amtsilati ini
untuk lancar membaca Kitab Kuning. Eksakta untuk kelas XII, tapi di SMK tidak
wajib. Timur tengah siapa saja boleh kelas XII yang mau ke Timur Tengah belajar di
Program Timur Tengah. Kelas XII ada lima orang yang ambil Tahfizh, sudah rata-rata
tiga juz. Kalau Tahfizh khusus tidak sekolah, mereka menghafal pagi, siang, sore
sampai malam mereka menghafal
15. Bagaimana tanggapan Mas santri terhadap Program Timur Tengah?
Jawaban: sangat membantu. Kita yang pengen kuliah di Timur Tengah sama agar kita
dimatengin Bahasa Arab nya, nulis arabnya, jadi sangat membantu. Kita di angkatan
2017 ada 80% dari SMK berangkat ke Timur Tengah, yang ke Eropa, yaitu ke Turki
ada 19 santri
16. Apa kendala yang Mas santri alami dalam mengikuti kurikulum Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia?
Jawaban: paling kita tentang kurangnya tenaga pengajar. Jadi, sayangkan waktu, saat
pengajar tidak ada, jam pelajaran kosong, sementara kalu fasilitas sih cukup sih
Informan : M. Idris Ali
Jabatan : Santri/Siswa SMK Kelas XI
Tempat : Pos Piket
Waktu : Pukul 9.10-9.26 WIB, 12 September 2019
1. Siapakah nama mas?
Jawaban: Muhammad Idris Ali
2. Di mana tempat tinggal mas?
Jawaban: Tempat tinggal Cirebon, Palimanan, Desa Panongan
3. Sebelumnya sekolah di mana mas?
Jawaban: SMPN 2 Palimanan
4. Apakah sebelumnya mas pernah mondok?
Jawaban: Pernah, di al-Ma’rufiyah Kepuh, pimpinan KH. Ma’ruf. Cuma dua tahun.
Hafalan sama kitab ‘Aqidatul ‘Awwam, Safinah, Pasolatan, lalu keburu pindah. Ya
kerasan, santrinya sedikit jadi disuruh pulang
5. Sudah berapa lama mas di Bina Insan Mulia?
Jawaban: Baru satu tahun, iya, langsung di SMK
6. Dari mana mas tahu info mengenai pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Dari orang tua sih, suruh ke sini kata orang tua
7. Apa sesuatu yang baru di pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: tertarik ke luar negeri sih, beasiswa. Beasiswa gitu harus memenuhi syarat-
syarat ya, gitu
8. Apa yang dipelajari mas di SMK kelas XI?
Jawaban: Safinah, ‘Aqidatul ‘Awwam, Taisir al-Khalaq
9. Apa sesuatu yang khas di pondok pesantren Bina Insan Mulia?
Jawaban: Ada TV nya gitu, sering keluar nonton film, kalau berprestasi diajak makan,
refreshing
141
10. Bisa jelaskan tentang program, mas?
Jawaban: Jadi di sini tuh ada Tamyiz, biasanya di kelas X. untuk Bahasa Arab untuk
baca kitab kuning
11. Bagaimana tanggapan mas terhadap kurikulum pesantren?
Jawaban: Ya,begitu sih, suka
12. Bagaimana tanggapan mas terhadap kurikulum sekolah?
Jawaban: ya, metodenya bagus, gurunya juga lulusan bagus, ya tergantung siswanya
juga sih, ya baguslah
13. Apa kemajuan yang mas peroleh setelah mondok di pesantren Bina Insan Mulia?
Jawabn: ya, sedikit bisa memahami Bahasa Inggris, pernah ikut program tahfizh, baru
satu juz, belum selesai
14. Apakah ada kendala dalam mengikuti kurikulum?
Jawaban: ya, enggak ada sih, lancar-lancar saja
142
Lampiran 2
Dokumentasi
Wawancara
Bergambar usai wawancara bersama guru
biologi SMK yang muda dan visioner
Sesi Wawancara bersama Kepala Sekolah
SMK Bina Insan Mulia
Sesi Wawancara bersama Pengampu
Program Tahsin Berfoto usai wawancara bersama Direktur
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Swafoto usai wawancara bersama Kepala
Sekolah MAUBI Bina Insan Mulia
Saat berlangsung sesi wawancara
bersama ketua OSIP Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia
143
Lampiran 3
Sarana Prasarana
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Masjid Nuansa Etnik Pondok Puteri Masjid Nuansa Etnik Pondok Putera yang
masih dalam proses pembangunan
Aula Pondok Puteri Aula Pondok Putera yang masih dalam
proses pembangunan
Gambaran salah satu ruang kelas Ruang guru tempat berkantor sementara 3
sekolah di bawah naungan yayasan Bina
Insan Mulia
144
Studio Broadcast Pondok Pesantren
Bina Insan Mulia
Ruangan dalam Studio Broadcast
Bagian lain Studio Broadcast Ruang IT
Kolam renang Pondok Puteri Kolam renang Pondok Putera
145
Ruang Komputer Arena Futsal Pondok
Refreshing dengan Berenang di Kolam
Renang Pondok Berkarya di studio Broadcast
Dapur Pondok Pesantren yang Memenuhi
Pangan Santri dan Asatidz
Kantor Keuangan
146
Warung Pondok Pesantren Kupon yang Berlaku sebagai alat tukar
yang sah di warung Pondok Pesantren
dan NU Mart
Rak Loundry Santri Puteri Rak Loundry Santri Putera
Nu Mart di dalam Pondok Kuda yang Digunakan Santri Berlatih
Berkuda
147
Pondok Pesantren Bernuansa Etnik, Pondok Pesantren Bina Insan Mulia- Cirebon
Pintu Masuk Pondok Puteri Pintu Masuk Pondok Putera
148
Lampiran 4
Ektrakurikuler Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Perguruan Pencak Silat Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Silat Meraih Juara
Silat Juara Lagi Pangkalan Pramuka Terbaik
149
Lampiran 5
Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia
Kegiatan Isra Mi’raj Pondok Pesantren Bina Ngaji Wetonan Bada Maghrib Pak Kiai
Insan Mulia
Ngaji Pasaran Ramadlan bersama Pak Kiai Khataman Dalail al-Khairat Santri Puteri
Tahlil dan Istighosah
150
Lampiran 6
Kompetisi dan Juara
Juara Story Telling Siswi MAUBI Juara Matematika Terintegrasi
Spelling Competition Juara Lomba PAI
Turnamen Bola Voli
151
Lampiran 7
Meraih Beasiswa
Wajah-wajah Cerah Peraih Beasiswa Beasiswa Bandirma dan Sakarya
Pengkaderan dari Pak Kiai
Go Internasional ke Sudan dengan Beasiswa Kami, Penerima Beasiswa Datang,
Turki
Penerima Beasiswa Sultan Qabus University, Oman
152
Lampiran 8
Seminar dan Workshop
Sekolah Untuk Calon Legislator Seminar Studi Internasional di Cina
Study Abroad in India
Workshop Teaching Factory
153
Lampiran 9
Kegiatan Lain dan Unik
Bebas Berfashion di Free Expression Day Rekreasi Bulanan Pondok Pesantren BIMA
Jalan-jalan Akhir Tahun Sebelum Pulang Homestay di Singapura
Berlibur ke Tempat Kelahiran
Genting Highland