implikasi yuridis penerbitan surat keputusan kepala …/implikasi... · jawa tengah no:...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA
KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI
JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN
DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
RIZHA PUTRI RIADHINI
NIM : E 0008095
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA
KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI
JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN
DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
Oleh :
Rizha Putri Riadhini
NIM : E. 0008095
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juni 2012
Dosen Pembimbing Skripsi
Lego Karjoko, S.H. , M.H.
NIP. 19630519 198803 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA
KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI
JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN
DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH
KOTA SURAKARTA
Oleh :
Rizha Putri Riadhini
NIM : E 0008095
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Kamis
Tanggal : 28 Juni 2012
DEWAN PENGUJI
1. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. : …………………………….
Ketua
2. Rahayu Subekti, S.H., M.Hum. : …………………………….
Sekretaris
3. Lego Karjoko, S.H., M.H. : …………………………….
Anggota Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.
NIP. 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rizha Putri Riadhini
NIM : E 0008095
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
“IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA
KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI
JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN
DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-
hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juni 2012
yang membuat pernyataan
Rizha Putri Riadhini
NIM. E. 0008095
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Rizha Putri Riadhini, E0008095. 2012. IMPLIKASI YURIDIS
PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH
BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN
SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS
TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui proses penghapusan Tanah
Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta dan legalitas perbuatan hukum
Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
Nomor 11 dan 15.
Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif
dan teknis atau terapan dengan menggunakan sumber bahan hukum, baik berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik
pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dengan cara studi kepustakaan
melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku, dan dokumen lain yang
mendukung, diantaranya UUPA dan peraturan perundang-undangan lain terkait
penghapusan aset tanah dan/atau bangunan dari daftar inventaris Pemerintah Kota
serta melalui cyber media. Penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis
dengan metode silogisme deduksi dan interprestasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dihasilkan simpulan bahwa setelah
penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 menyatakan tanah Sriwedari
statusnya menjadi tanah negara, sehingga tanah Sriwedari masih tercatat dalam
neraca aset daerah Kota Surakarta. Alasannya karena tanah Sriwedari sudah lama
dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta. Jika dilakukan penghapusan dari neraca
aset daerah maka diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Perbuatan Pemerintah Kota Surakarta tidak menghapus tanah Sriwedari dari neraca
aset daerah merupakan perbuatan melawan hukum karena Surat Keputusan Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 merupakan pelaksanaan dari putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Semarang Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg jo. Putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY jo. Putusan
Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 jo. Putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/
2007 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga,bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007. Disamping itu, Pemerintah Kota Surakarta melakukan
penyalahgunaan keuangan daerah terkait dengan pengelolaan Tanah Sriwedari yang
melanggar asas kepastian hukum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999.
Kata Kunci : Tanah Sriwedari sebagai Aset, Perbuatan Hukum Pemerintah
Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Rizha Putri Riadhini, E0008095. 2012. LEGAL IMPLICATIONS FOR ISSUANCE
OF THE DECREE OF THE HEAD OFFICE PROVINCIAL NATIONAL LAND
AGENCY REGION CENTRAL JAVA NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 ABOUT
REVOCATION AND CANCELLATION OF CERTIFICATES OF USE NUMBER
11 AND 15 ON THE STATUS OF SRIWEDARI LAND AS SURAKARTA
GOVERNMENT’S ASSET. Faculty of Law Sebelas Maret University.
This study aims to determine the removal process of Sriwedari land as
Surakarta Goverment’s assets and the legality of the Surakarta Government’s
action by issuing the Decree of the Head Office of the National Land Agency of
Central Java Province No.: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 About Revocation and
Cancellation of Certificate of Right to Use No. 11 and 15.
This study uses normative research methods which is prescriptive and
adaptive using legal source materials, including primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials. The legal materials
collected by library research through collecting the legislation, books, and other
supporting documents, including the principal agrarian legislation (UUPA) and
other legislation related to the removal of land assets and / or the building of the
City Government’s inventory list and cyber media. This paper analyzed by
syllogistic deduction and interpretation method.
Based on this study obtained results that after issuance of the Decree of
the Head Office of the National Land Agency of Central Java Province No.:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 state that the status of Sriwedari land become the ground
state, so the Sriwedari land still listed on the balance sheet of regional assets of
the city of Surakarta. It’s because the Sriwedari land had long been controlled by
the Surakarta City Government. If removed from the balance sheets of regional
assets, it needs the approval of the Regional Representatives Council. Surakarta
City Government abused the law by not removing Sriwedari land from the
balance sheets of regional asset because the Decree of the Head Office of the
National Land Agency of Central Java Province No.: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 is
an the implementation of Justice Arrange the Effort State of Semarang decision
No. 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg juncto High Court Arrange the Effort State of
Surabaya decision No. 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY juncto. Kasasi of Appellate
Court of Republic Of Indonesia decision No. 125 K/TUN/2004 juncto court
rulings legally binding the judicial review decision No. 29 PK/ TUN/ 2007 had
inkracht. Thus, it opposed to Government Regulation No. 6 of 2006 and the
Regulation of the Minister of Home Affairs No. 17 of 2007. Beside that, Surakarta
City Government do the related area finance abuse with the management of
Sriwedari land which opposed rule of law in Law No. 26 Year 1999.
Keywords: Sriwedari Land as Assets, Surakarta City Government Legal Actions
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Don’t put off until tomorrow what you can do today
(John F. Kennedy)
Kegagalan merupakan awal keberhasilan dan kesuksesan. Kesuksesan mampu
menghapus kegagalan yang bertahun-tahun
(Rizha Putri Riadhini)
Satu-satunya ukuran keberhasilan anda yang jujur adalah apa yang sedang
anda lakukan dibandingkan dengan potensi anda yang sebenarnya
(Paul J.Meyer)
Masalah bukan merupakan beban hidup melainkan pengalaman hidup.
Pengalaman hidup diperoleh darimana kita mampu memecahkan suatu
masalah dalam hidup
(Rizha Putri Riadhini)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian
Hukum ini .
2. Ayahanda Riyadhi, Ibunda Misni Khaerani dan kakak tercinta Muh.
Afrizal Firmansyah serta adik tercinta Muh.Ardian Ferdiansyah yang
selama ini telah memberi kasih sayang dan doa serta dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan
hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala
kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan
kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
4. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) yang berjudul “IMPLIKASI
YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR
WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA
TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN
PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA”.
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang legalitas perbuatan hukum
Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
Nomor 11 dan 15 terhadap status Tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota
Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan menerima segala
masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di kemudian hari.
Penulisan hukum ini dapat selesai maka dengan segala kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
dalam penyusunan penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas segala bantuan, bimbingan, dan
pengarahannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
4. Bapak Dr. M. Hudi Asrori S, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, atas segala dorongan dan bimbingannya kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah memberikan bekal ilmu kepada
penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata
Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan
Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
Rizha Putri Riadhini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI iii
HALAMAN PERNYATAAN iv
ABSTRAK
HALAMAN MOTTO
v
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI
DAFTAR SKEMA
xi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1
10
10
11
12
17
A. Kerangka Teori 19
1. Tinjauan Umum tentang Kedudukan, Kewenangan,
dan Tindakan Hukum Pemerintah 19
2. Tinjauan Umum tentang Barang Milik Daerah
3. Tinjauan Umum tentang Konversi Hak Barat
28
36
4. Tinjauan Umum tentang Cagar Budaya 43
B. Kerangka Pemikiran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Riwayat Penguasaan Taman Sriwedari
2. Proses Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset
45
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Pemerintah Kota Surakarta
3. Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta
dalam Memelihara Tanah Sriwedari Setelah Penerbitan
Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah
No.: SK/17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan
Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15
62
72
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
90
90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1. Skema Kerangka Pemikiran ....................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum sebagai kumpulan
peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum
karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang
seharusnya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.
Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu
diterapkan terhadap peristiwa konkrit (Soedikno Mertokusumo, 2005: 41).
Konsep negara hukum, setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka merealisir tujuan
negara harus memiliki dasar hukum atau dasar kewenangan. Setiap aktifitas
pemerintah harus berdasarkan hukum dengan istilah asas legalitas
(legaliteitsbeginsel atau wetmatigheid van bestuur), artinya setiap aktifitas
pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan
perundang-undangan yang berlaku tersebut maka aparat pemerintah tidak
memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau
posisi hukum warga masyarakatnya (Indriharto, 1993: 83). Berdasarkan teori
kedaulatan hukum, bahwa pemerintah memperoleh kekuasaannya bukanlah dari
Tuhan, raja, negara, maupun rakyat, akan tetapi berasal dari hukum yang berlaku.
Dengan demikian yang berdaulat di dalam negara adalah hukum. Pemerintah
maupun rakyat memperoleh kekuasaannya dari hukum serta harus tunduk
kepadanya (SF Marbun dkk, 2001:27-28).
Negara hukum bukan hanya sebagai negara yang mempunyai seperangkat
hukum formal. Dasar negara dalam setiap tindakan baik pemerintah dan rakyat
yaitu berdasarkan hukum. Hukum ada karena tiga alasan sebagaimana dinyatakan
oleh Radbruch yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Dalam kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
negara hukum cita-cita atau tujuan utamanya adalah mendatangkan kesejahteraan
bagi masyarakatnya. Hal ini tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang terdapat empat tujuan nasional yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial (http://fatahilla.blogspot.com/2010/08/negara-hukum-indonesia.html).
Karakteristik negara hukum Pancasila sebagaimana dalam unsur-unsur
yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut
(http://sukatulis.wordpress.com/2011/09/22/negara-hukum-indonesia/):
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas
kerukunan;
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
negara;
3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir;
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Negara hukum merupakan salah satu tekad pemerintah sebagai
konsekuensi logis untuk melaksanakan pembangunan nasional dan sebagai salah
satu sarana penegakan keadilan bagi anggota masyarakat. Sebagaimana tertuang
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut
UUPA) telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi.
Timbulnya sengketa hukum bermula dari pengaduan oleh para pihak baik
orang maupun badan yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah
baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya. Pada hakikatnya,
kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan di bidang pertanahan antara
siapa dengan siapa, antara lain antara perorangan dengan perorangan, perorangan
dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya.
Salah satunya adalah sengketa Tanah Sriwedari, sengketa pertanahan antara
kelompok ahli waris RMT.Wirjodiningrat dengan instansi pemerintah yaitu
Pemerintah Kota Surakarta dan Badan Pertanahan Nasional maupun dengan pihak
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tanah Sriwedari yang berada di jalan utama merupakan etalase Kota
Surakarta dan aset bagi masyarakat Kota Surakarta. Tanah Sriwedari adalah
surganya Kota Solo sehingga tidak untuk diubah menjadi bangunan komersial.
Tanah Sriwedari sebagai taman, pustaka, pujangga dan pusat budaya di kota
Surakarta(http://nasional.kompas.com/read/2008/08/06/16443954/taman.sriwedari
.dikembalikan.seperti.aslinya).
Dahulu Tanah Sriwedari bernama Taman Rojo Koyo. Tanah Sriwedari
pada mulanya dibangun dengan tujuan untuk kawasan rekreasi, hiburan dan
tempat peristirahatan bagi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pencetus dibangunnya taman tersebut adalah Sri Susuhunan Pakubuwono X yang
bertahta pada periode tahun 1893 sampai tahun 1939. Dahulu kawasan Tanah
Sriwedari yang dibangun pada tahun 1899 ini juga dikenal dengan sebutan Bon
Rojo (berasal dari istilah Kebon Rojo yang berarti Taman Raja)
(http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/taman).Keberadaan
Tanah Sriwedari saat ini masih terjadi polemik yang beragam, baik dari sudut
pandang ahli waris, budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, Badan Pertanahan
Nasional maupun Pemerintah Surakarta.
Tahun 1874, seorang Belanda Johannes Busselar membeli tanah Sriwedari
dengan status Recht van Eigendom dari seorang Belanda lainnya. Tanah itu lantas
dibeli RMT. Wiryodiningrat tahun 1877. Setelah keluar Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September tahun 1960, status
kepemilikan tanah didaftarkan kembali namun hanya mendapat status Hak Guna
Bangunan Nomor 22 karena baru didaftarkan tahun 1965. Hal itu merupakan
sengketa berawal
(http://regional.infogue.com/jawa_dialog_sengketa_taman_sriwedari_buntu_).
Pada tahun 1970 ahli waris mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan
Negeri Surakarta yang dilakukan pada tanggal 27 Oktober 1970 dengan perkara
nomor 147/1970 dan pada tanggal 29 Agustus 1975 perkara perdata tersebut telah
diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta dengan amar putusannya :
1. Penggugat adalah ahli waris RMT.Wirjodiningrat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Tanah persil RVE. Nomor 295 dan bangunan adalah milik syah Alm.
RMT.Wirjodiningrat yang belum dibagi waris.
Berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta, pihak tergugat
atau Pemerintah Kota Surakarta melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi
Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg dan pada tanggal 6 April
1979 Pengadilan Tinggi Semarang telah memutuskan perkara tersebut dengan
amar putusan tidak menghukum siapapun dan putusan Pengadilan Tinggi
Semarang tersebut berarti para ahli waris RMT.Wirjodiningrat kalah. Selanjutnya
para ahli waris melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Upaya kasasi yang diajukan oleh para ahli waris membuahkan hasil
dengan dikeluarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 17
Maret 1983 dengan No. 3000 K/Sip/ 1981 bahwa para tergugat (Pemerintah Kota
Surakarta) untuk membayar ganti rugi dan menyerahkan persil tanah Sriwedari
kepada penggugat (ahli waris RMT.Wirjodiningrat). Pemerintah Kota Surakarta
hanya membayar ganti rugi kepada ahli waris RMT.Wirjodiningrat dan Badan
Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas
nama Pemerintah Kota Surakarta.
Berkaitan dengan terbitnya sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas
nama Pemerintah Kota Surakarta tersebut, pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat
mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dan
menghasilkan putusan dengan perkara nomor 75 G/TUN/2002/PTUN.Smg
dengan amar putusan bahwa menyatakan batal sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan
15 serta memerintahkan tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta )
untuk mencabut sertifikat Hak Pakai 11 dan 15.
Putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan
pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pihak Kepala Kantor
Pertanahan Kota Surakarta melakukan upaya hukum banding ke tingkat
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara Nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby. Putusan upaya hukum banding yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta adalah menghukum tergugat (para
ahli waris RMT.Wirjodiningrat) untuk membayar biaya perkara.
Para ahli waris RMT.Wirjodiningrat juga melakukan kasasi di tingkat
Mahkamah Agung. Salinan keputusan Mahkamah Agung yang diterima pada
tanggal 13 November 2006. Keputusan Mahkamah Agung yang tertuang dalam
keputusan perkara No.125 K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, antara
Suharni dan sejumlah ahli waris lainnya melawan Kantor Pertanahan Kota
Surakarta, mengabulkan permohonan kasasi serta memerintahkan tergugat
(Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta) untuk mencabut sertifikat Hak Pakai
No.11 dan 15 (Anonim. Soloraya: MA:Tanah Sriwedari milik ahli waris
Wiryodiningrat.13 Desember 2006).
Pada tanggal 22 Maret 2007 Pengadilan Negeri Surakarta memberikan
peringatan (aanmaning) kepada Pemerintah Kota Surakarta, Yayasan
Radyopustoko, Penguasa Keraton dengan berita acara aanmaning Nomor
08/Eks/2007/PN.Surakarta. Terkait dengan putusan kasasi yang menyatakan
Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk mencabut sertifikat Hak Pakai
No. 11 dan 15 tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta juga melakukan
upaya hukum peninjauan kembali. Putusan peninjauan kembali dengan perkara
nomor 29 PK/TUN/2007 yang diputuskan pada tanggal 17 April 2009
menyatakan menolak peninjauan kembali dari Kepala Kantor Pertanahan Kota
Surakarta dan memerintahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta
untuk membayar biaya perkara.
Pencabutan dan pembatalan sertifikat hak pakai nomor 11 dan 15 tersebut,
pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat mengajukan permohonan eksekusi
pembatalan dan pencabutan sertifikat hak pakai Nomor 11 dan 15 ke Pengadilan
Tata Usaha Negera Semarang dan dikabulkan dengan penetapan resmi pada
tanggal 19 Desember 2007 nomor 75/Laks.Pts/2002/PTUN.Smg bahwa
memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk melaksanakan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 75
G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 yang telah dibatalkan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan Putusan Nomor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12 November 2003 dan kasasi dikabulkan
oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusan Nomor 125K/
TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003, jo Putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12
November 2003, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125
K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006, jo Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April
2009 telah memiliki kekuatan hukum tetap, namun pihak Pemerintah Kota
Surakarta melakukan pembangunan pagar dan gapura di atas lahan Tanah
Sriwedari dengan menggunakan anggaran dana APBD pada tahun 2008. Upaya
pembuatan pagar itu sebagai bagian dari program penataan kota, bukan sebagai
upaya menguasai tanah Tanah Sriwedari yang masih dalam sengketa
(http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=180479&actmenu=38).
Kondisi Tanah Sriwedari Solo, Jawa Tengah, yang tidak tertata,
Pemerintah Kota Surakarta merencanakan Tanah Sriwedari dikembalikan seperti
aslinya dan pembangunannya dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang
dilakukan adalah pembangunan pagar dan pintu gerbang dengan dana total Rp1,2
miliar. Dana sebesar Rp1,2 miliar yang disediakan untuk pembangunan pagar dan
pintu gerbang taman tersebut dari APBD tahun 2008 Pemerintah Kota Surakarta,
dan akan dikerjakan awal September 2008 (Anonim. Kompas: Taman Sriwedari
Dikembalikan Seperti Aslinya. 06 Agustus 2008).
Penetapan resmi Nomor 75/Laks.Pts/2002/PT TUN Smg, Badan
Pertanahan Nasional Kota Surakarta melakukan Risalah Pengolahan Data nomor
01/RPD/VI/2008 tanggal 9 Juli 2008. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 2008
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Surakarta menyetujui pembatalan
sertifikat hak pakai 11 dan 15 Nomor 570/2759/33/2008. Selanjutnya Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan
Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011 tanggal 11 Juli 2011.
Berdasarkan Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011, pada tanggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
20 Juli 2011 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa
Tengah mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang
Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai
No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan
yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap yang menyatakan status tanah
Sriwedari menjadi tanah negara.
Sengketa berkepanjangan Tanah Sriwedari Solo antara Pemerintah Kota
Surakarta dengan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris usai. Menurut Joko
Widodo, selaku Walikota Surakarta, dengan dikembalikan Tanah Sriwedari
menjadi tanah negara, maka mudah untuk mengajukan hak pengelolaan atas
Tanah Sriwedari. Tanah Sriwedari saat ini menjadi status tanah negara berarti
siapapun berhak atas tanah Sriwedari baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun
ahli waris RMT.Wirjodiningrat
(http://www.detiknews.com/read/2011/07/30/161221/1692933/10/ma-putuskan-
lahan-taman-sriwedari-solo-dikembalikan-ke-negara).
Kebijakan dalam pengelolaan barang, baik barang milik negara maupun
barang milik daerah mengalami perubahan sejak dikeuarkannya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini sejalan dengan
perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah kemudian diamandemen melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Local Government has devolved central government authorities and
responsibilities to local governments for all the administrative sectors
except security and defense, foreign policy, monetary and fiscal matters,
justice and religious affairs. The authorities of Kabupaten (regencies) and
Kota (municipalities) cover all the other sectors of administrative
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
authority including agriculture (Tomohide Sugino, 2010. Vol. 2(10), pp.
359-367). Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah maka dalam penyelenggaran tugas pemerintah itu diberikan kepada
Pemerintah daerah dengan desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sehingga, dengan adanya desentralisasi diharapkan dalam
penyelenggaran pemerintahan di daerah mampu meningkatkan kesejahteraan.
Local government is defined as government, by popularly elected bodies,
charged with the administration and executive duties in matters
concerning the inhabitants of a particular district or place (Appadorai,
1975). Agagu (1997) conceives the local government as a government at
the grassroots level of administration meant for meeting peculiar needs of
the people. In his analysis, he viewed local government as a level of
government which is supposed to have its greatest impact on the people of
the grassroots (Tolu Lawal and Abegunde Oladunjoye, 2010 : 228-229). Pengelolaan Barang Milik Daerah mengacu pada Undang-Undang Nomor
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan perubahannya oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah. Pengelolaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan
keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik
negara(http://manajemenasetpolban.web.id/berita/berita-pemerintahan/30-
inventarisasi-dan-penilaian-barang-milik-daerah-why-not.html).
Tanah Sriwedari merupakan aset Pemerintah Kota Surakarta. Tanah
Sriwedari terdapat beberapa aset yakni Stadion Sriwedari, Museum Radya
Pustaka, dan Gedung Wayang Orang yang dikelola oleh Pemerintah Kota
Surakarta. Pengelolaan aset daerah dilakukan oleh Pemerintah daerah, yaitu
Gubernur, Bupati, atau Walikota. Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian
dari pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah Daerah selaku pengelola dan
pengguna Barang Milik Daerah (BMD) memiliki peran yang strategis dalam
pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah agar memiliki nilai operasional dan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
ekonomis yang tinggi bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, aset di daerah juga
di tata sedemikian rupa sehingga menjadi lebih baik.
Beberapa aset tersebut menjadikan posisi Tanah Sriwedari adalah milik
publik, ikon kota Solo serta sebagai situs budaya yang dilindungi undang-undang
sehingga menjadi aset negara sekaligus kekayaan budaya bangsa Kota Surakarta.
Aset Tanah Sriwedari menurut Pemerintah Kota Surakarta merupakan ikon
budaya sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya. Hal ini dikarenakan pengelolaan dari Tanah Sriwedari itu
memberikan sumber pendapatan daerah Kota Surakarta dan Tanah Sriwedari yang
berfungsi sebagai tempat kebudayaan Surakarta seperti museum Radyopustoko
dan Gedung Wayang Orang.
Berkaitan dengan penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 yang menyatakan
tanah Sriwedari kembali menjadi status tanah negara berarti pihak Pemerintah
Kota Surakarta maupun pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat berhak atas tanah
Sriwedari, namun Pemerintah Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan
Sriwedari dari daftar aset Pemerintah Kota Surakarta. Alasan pihak Pemerintah
Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari aset daerah
Pemerintah Kota Surakarta karena lahan Sriwedari menjadi ikon budaya Kota
Surakarta dan menjadi ruang publik serta Tanah Sriwedari sebagai jati diri dan
identitas Kota Solo sehingga sebagai pihak yang menguasainya berusaha untuk
mempertahankan Tanah Sriwedari sebagai ikon publik di tengah Kota Surakarta
(Arif M Iqbal. Suara Merdeka: Upaya Penghapusan Aset Pemkot Belum Berjalan
12 Juli 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis telah meneliti guna penulisan
hukum tentang masalah penghapusan Tanah Sriwedari sebagai aset pemerintah
Kota Surakarta, dalam skripsi yang berjudul:
“IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA
KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI
JAWA TENGAH NO:SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN
DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu tulisan
ilmiah untuk menentukan hasil dan kualitas penelitian. Berdasarkan deskripsi
latar belakang permasalahan, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
adalah
1. Bagaimana proses penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota
Surakarta?
2. Apakah perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan tanah
Sriwedari dapat dibenarkan oleh hukum setelah penerbitan Surat Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak
Pakai Nomor 11 dan 15?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, dari
penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti sehingga mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada, berdasarkan hal tersebut maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan objektif penelitian guna penulisan hukum adalah :
a. Untuk memberikan preskripsi mengenai penghapusan tanah Sriwedari
sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta.
b. Untuk memberikan preskripsi mengenai perbuatan hukum Pemerintah Kota
Surakarta terkait dengan tanah Sriwedari setelah penerbitan Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan
Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Tujuan Subyektif
Tujuan subjektif penelitian guna penulisan hukum adalah :
a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai hukum
nasional dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai
sengketa pertanahan lahan sriwedari dan penghapusan tanah Sriwedari
sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah Penerbitan Surat Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah
No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat
Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
b. Untuk melatih kemampuan penulis dalam menerapkan konsep-konsep atau
teori-teori hukum yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan guna
menganalisis mengenai penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset
Pemerintah Kota Surakarta dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan tanah Sriwedari.
D. Manfaat Penelitian
Tiap penelitian harus dapat memberikan manfaat bagi pemecahan masalah
yang diselidiki. Sehingga, perlu dirumuskan secara jelas tujuan penelitian yang
bertitik tolak dari permasalahan yang diungkap. Suatu penelitian setidaknya harus
mampu memberikan manfaat praktis bagi kehidupan masyarakat. Manfaat
penelitian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum administrasi pada umumnya dan Hukum
Agraria pada khususnya serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Memberikan penjelasan tentang penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset
Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat
Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan masukan bagi Pemerintah
Kota Surakarta dan Badan Pertanahan Nasional tentang Implikasi Yuridis
Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Jawa Tengah No:Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang
Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 Terhadap
Status Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota Surakarta.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :35). Penelitian hukum dilakukan
untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Penelitian hukum
merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil
yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya
atas isu yang diajukan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :41).
Masalah pemilihan metode penelitian menjadi masalah yang sangat
penting dan menentukan dalam suatu penelitian, karena nilai, mutu, dan hasil
penelitian sangat bergantung dan ditentukan oleh metode penelitian yang
digunakan. Peneliti harus cermat dalam memilih dan menggunakan metode
penelitian, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai.
Berdasar uraian diatas maka untuk memperoleh hasil yang diharapkan
dalam penulisan hukum ini, metode penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian
doktrinal dan penelitian non doktrinal. Penelitian ini, penulis menggunakan
penelitian hukum doktrinal atau disebut juga penelitian hukum yuridis normatif
atau penelitian hukum kepustakaan. Metode penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini difokuskan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif
(Jhony Ibrahim ,2006:295).
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan teknis atau terapan. Sebagai
ilmu yang bersifat perskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-
nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-
norma hukum. Sifat perskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak
mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum.
Sedangkan sifat teknis atau terapan menggambarkan bahwa penelitian ini
menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam
melaksanakan suatu aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan
tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai
isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang
digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang
(statute approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif (comparative approach), pendekatan kasus (case approach) dan
pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :
93).
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statue approach). Pendekatan perundang-undangan (statue approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan tersebut
melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan tema sentral penelitian.
4. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang
antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan, surat kabar harian, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
5. Sumber Data
Penelitian normatif sumber data yang digunakan adalah sumber data
sekunder. Sumber data sekunder diperoleh dari bahan-bahan primer, sekunder
dan tersier. Sumber data sekunder dalam penelitian ini, yaitu :
a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah :
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104).
2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851).
3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daera Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
6) Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130).
7) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 59).
8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4609).
9) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok
Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal
Konversi Hak-Hak Barat.
10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menggantikan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Daerah.
12) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
13) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
14) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta
Tahun 2008 Nomor 8).
b. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum agraria, karya
ilmiah mengenai penghapusan aset pemerintah, khususnya Pemerintah Kota
Surakarta, dan artikel-artikel.
c. Bahan hukum tersier ialah bahan hukum yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer bahan hukum sekunder, misalnya :
kamus English Dictionary for Advanced Learners maupun Ensiklopedia.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan sangat penting sebagai dasar teori maupun sebagai data
pendukung. Studi kepustakaan ini peneliti mengkaji dan mempelajari buku-
buku, arsip-arsip, dan dokumen maupun peraturan-peraturan yang ada
hubungannya dengan masalah penelitian.
b. Cyber media
Pengumpulan data melalui internet dengan cara melalui e-mail dan
download berbagai artikel yang berkaitan dengan penghapusan tanah
Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan
Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
7. Teknik Analisis Data
Suatu penelitian analisis data menjadi suatu bagian yang essensial, analisis
data ini akan menentukan kualitas daripada suatu penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan logika
deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat Bernard Arief
Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual. Penalaran
deduktif adalah penalaran yang bertolak dari aturan hukum yang berlaku umum
pada kasus individual dan konkret yang dihadapi (Jhony Ibrahim, 2006 : 249-
250). Sedangkan Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M.
Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan
oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan
premis major (pernyataan bersifat umum). Premis major kemudian diajukan
premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion. Berdasar pada argumentasi hukum, silogisme
hukum tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :
47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan bahan
hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum
kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara
menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan
perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu
menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir
yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber hukum yang diolah, sehingga
pada akhirnya dapat menjawab tentang perbuatan hukum Pemerintah Kota
Surakarta terkait dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah
Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak
Pakai Nomor 11 dan 15.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika dalam penulisan hukum ini merupakan uraian mengenai
susunan dari penulisan hukum itu sendiri yang secara teratur dan terperinci
disusun dalam suatu sistematika sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai apa yang ditulis. Setiap bab memiliki hubungan (keterkaitan) satu sama
lain yang tidak dapat dipisahkan.
Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, dengan
rincian sebagai berikut.
Bab I tentang Pendahuluan terdiri dari Sub Bab A tentang Latar
Belakang Masalah; Sub Bab B tentang Rumusan Masalah; Sub Bab C tentang
Tujuan Penelitian; Sub Bab D tentang Manfaat Penelitian; Sub Bab E tentang
Metode Penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan
penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis
data; Sub Bab F tentang Sistematika Penulisan Hukum.
Bab II tentang Tinjauan Pustaka terdiri dari Sub Bab A tentang Kerangka
Teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang kedudukan, kewenangan dan
tindakan hukum pemerintah; tinjauan umum tentang barang milik daerah; tinjauan
umum tentang konversi hak barat; tinjauan umum tentang cagar budaya. Sub Bab
B tentang Kerangka Pemikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Bab III tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari Sub Bab A
tentang Riwayat Penguasaan Tanah Sriwedari, Sub Bab B tentang Proses
Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota Surakarta, dan Sub
Bab C tentang Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta Terkait
dengan Tanah Sriwedari dapat dibenarkan oleh Hukum dtau Tidak setelah
Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan
Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 Dan 15.
Bab IV tentang Penutup yang terdiri dari 2 Sub Bab yaitu Sub Bab A
tentang Kesimpulan atas isu hukum yang diteliti, dan Sub Bab B tentang
Saran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Hukum
Pemerintah
a. Kedudukan Hukum (Rechtpositie) Pemerintah
Pemerintah dalam arti sempit adalah alat perlengkapan negara yang
diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan Undang-Undang yang
hanya berfungsi sebagai badan eksekutif. Pemerintah dalam arti luas adalah
semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam negara
baik kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.
Secara etimologis, pemerintahan diartikan sebagai tindakan yang terus
menerus (kontinyu) atau kebijaksanaan, dengan menggunakan suatu rencana
maupun akal (rasio) dan tata cara tertentu, untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang dikehendaki. Pemerintahan juga berarti proses untuk mencapai
beraneka ragam tujuan (negara) (SF Marbun dkk, 2001:82).
Berdasarkan pengertian pemerintahan secara etimologis, pemerintahan
dibagi menjadi dua yaitu (SF Marbun dkk, 2001:82-84):
1) Pemerintahan dalam arti luas
Teori terkait dengan pemerintahan dalam arti luas adalah trias
politica. Menurut Montesquieu memisahkan kekuasaan atau fungsi
pemerintahan negara atas tiga bagian, antara lain: kekuasaan legislatif
(perundang-undangan); kekuasaan eksekutif (pemerintah), kekuasaan
judikatif (peradilan).
Menurut Van Vollenhoven, pemerintah dalam arti luas
(bewindvoering) mencakup empat jenis kekuasaan (fungsi), antara lain:
a) Membuat peraturan (regel-geven);
b) Pemerintah / pelaksana (bestuur);
c) Peradilan (rechtspraak);
d) Polisi (politie).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut Lemaire, pemerintahan dalam arti luas mencakup lima
fungsi, antara lain :
a) Penyelenggara kesejahteraan umum (bestuurszorg);
b) Pemerintahan dalam arti sempit (bestuur);
c) Peradilan (rechtspraak);
d) Polisi (politie); serta
e) Membuat peraturan (regel-geven).
2) Pemerintahan dalam arti sempit
Menurut Van Poelje, pemerintah dalam arti sempit merupakan
organ/ badan/ alat perlengkapan negara yang diserahi pemerintahan
ataupun tugas-tugas memerintah (bestuursfunctie). Menurut
A.M.Donner, pemerintah dalam arti sempit merupakan suatu instansi
yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan (kepentingan)
umum.
Prakteknya pemerintah selain melakukan aktivitas dalam bidang
hukum publik juga terlibat dalam hubungan keperdataan. Pemerintah
sebagai wakil dari jabatan yang tunduk pada hukum publik dan wakil
dari badan hukum yang tunduk pada hukum privat. Keterlibatan
administrasi negara dalam pergaulan hukum keperdataan maupun publik
maka melihat lembaga yang diwakili pemerintah dalam hal ini negara,
provinsi atau kabupaten. Keterlibatan tersebut harus melihat pembagian
dua jenis hukum yaitu kedudukan pemerintah dalam hukum publik dan
kedudukan pemerintah dalam hukum privat.
Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap
yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan
tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau
lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan
negara. Ajaran hukum keperdataan dengan istilah subjek hukum yaitu
pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan
hukum. Badan hukum publik melakukan itu melakukan perbuatan-
perbuatan publik seperti membuat peraturan (regeling), mengeluarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kebijakan (beleid), keputusan (besluit) dan ketetapan (beschikking),
kedudukannya adalah sebagai jabatan atau organisasi jabatan yang
tunduk dan diatur hukum publik dan diserahi kewenangan hukum publik.
a) Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Publik.
Perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan.
Dalam konteks hukum administrasi adalah mengetahui organ atau
jabatan pemerintahan dalam melakukan perbuatan hukum yang
bersifat publik. Karakteristik atau ciri-ciri yang terdapat pada jabatan
atau organ pemerintahan sebagai berikut (Ridwan HR, 2006 : 77) :
(1) Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan
tanggung jawab sendiri. Organ pemerintah sebagai pemikul
kewajiban tanggung jawab.
(2) Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan
memepertahankan norma hukum administrasi, organ
pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam
proses peradilan, yaitu dalam hal keberatan, banding atau
perlawanan.
(3) Organ pemerintahan sebagai penggugat apabila tidak puas akan
keputusan hukum.
(4) Organ pemerintahan tidak memliki harta kekayaan sendiri.
Apabila ada putusan hakim berupa denda atau uang paksa yang
dibebankan kepada organ pemerintah atau hukuman ganti
kerugian dari kerusakan, kewajiban membayar dang anti kerugian
itu dibebankan kepada badan hukum (sebagai pemegang harta
kekayaan).
Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap sementara pejabat
dapat berganti-ganti. Pergantian pejabat tidak mempengaruhi
kewenangan yang melekat pada jabatan. Kewenangan pemerintahan
berupa hak dan kewajiban melekat pada jabatan. Misal adanya
keputusan walikota/ bupati maka berdasarkan hukum keputusan itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
diberikan oleh jabatan walikota/bupati dan bukan oleh orang yang
pada saat itu diberi jabatan, yaitu walikota/bupati.
b) Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Privat.
Berdasarkan hukum publik negara, provinsi dan kabupaten
adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan
dan pemerintahan. Sedangkan hukum perdata, negara, provinsi dan
kabupaten adalah kumpulan dari badan-badan hukum yang tindakan
hukumnya dijalankan oleh pemerintah. Kedudukan pemerintah
bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada hukum
perdata maka pemerintah sebagai wakil dari jabatan.
b. Kewenangan Pemerintah
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan di setiap
negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental
salah satu prinsip yang dijadikan dasar adalah asas legalitas. Asas legalitas
dalam gagasan negara hukum liberal memiliki kedudukan sentral, atau
sebagai suatu fundamen dari negara hukum.
Asas legalitas berkaitan erat dengan demokrasi dan gagasan negara
hukum. Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk undang-undang dan
berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan
sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara
hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan
jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar
legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan perlindungan dari hak-hak
rakyat (Ridwan HR, 2006 : 94). Secara normatif, bahwa setiap tindakan
pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, namun
prakteknya penerapan prinsip ini berbeda-beda antara satu negara dengan
negara lainnya.
R. Wraith (1984) also defines local government as “the act of
decentralizing power, which may take the form of deconcentration or
devolution. Deconcentration involves delegation of authority to field
units of the same department and devolution on the other hand refers
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
to a transfer of authority to local government units or special
statutory bodies such as school boards for instance. From this
perceptive, one can see local government as a lesser power in the
national polity. It is an administrative agency through which control
and authority relates to the people at the grassroots or periphery
(D.O. Adeyemo, 2005. 10(2): 77-87).
Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki
legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.
Substansi atas asas legalitas adalah wewenang yaitu kemampuan untuk
melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Kewenangan memiliki
kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum
administrasi.
Seiring dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas,
berdasarkan prinsip asas legalitas tersirat bahwa wewenang pemerintahan
berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya bahwa sumber
wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara
teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan
tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, mandat, dan delegasi.
Atribusi ialah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan, yaitu undang-undang
menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu. Delegasi berarti
pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi
wewenang kepada organ lainnya, yang akan melaksanakan wewenang yang
telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. Mandat adalah
pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk
mengambil keputusan atas namanya.
Wewenang yang diperoleh dengan cara atribusi bersifat asli yang
berasal dari peraturan perundang-undangan. Organ pemerintahan
memperoleh kewenangan secara langsung dari peraturan perundang-
undangan. Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau
memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan
ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada
penerima wewenang (atributaris).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Attribution is an authority to make a decision (besluit) that is based
directly from the constitution in the material sense. Other definition
stated that attribution is a process of forming a certain authority and
distributing it to certain organ. The one that could form an authority
are competent organs based on the constitutional regulation. The
formation and distribution of the main authority is usually defined in
the constitution (UUD). The formation of administrative authority is
based in the authority defined by constitutional regulation (Gatot Dwi
Hendro Wibowo, 2006: 2).
Wewenang yang diperoleh dengan cara delegasi, yaitu tidak adanya
penciptaan wewenang, namun hanya pelimpahan wewenang dari pejabat
yang satu kepada pejabat lainnya. Pertanggungjawabannya tidak berada
pada pemberi delegasi (delegans) tetapi beralih pada penerimaa delegasi
(delegataris).
Delegation is a transfer of authority (to create “besluit”) by the
government’s official to other parties and such authority becomes the
responsibility of the particular parties. The one that gives or forward
the authority is called delegans meanwhile the acceptor is called
delegataris (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3).
Delegasi kewenangan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (S.F. Marbun
dkk, 2001:80) :
1) Delegasi bersyarat (voorwaardelijke delegatie).
Ketentuan undang-undang memberikan kewenangan kepada pihak
pemerintah untuk mengadakan atau membentuk suatu peraturan undang-
undang pada saat negara dalam keadaan terdesak (darurat).
2) Delegasi dalam bentuk Undang-Undang Penugasan (machtigingswet).
Undang-Undang Penugasan hanya dicantumkan satu atau dua pasal yang
mengatur mengenai asa-asas pokok, sedangkan pengaturan dan
pengurusan sepenuhnya diserahkan kepada pihak pemerintah.
3) Delegasi dalam bentuk Undang-Undang yang memberikan kerangka dan
batas-batas tertentu (Kaderwet/Raamwetten).
Lembaga legislatif memberikan kerangka dan sendi-sendi secara politis
di dalam undang-undang, sedangkan secara teknis sepernuhnya
diserahkan kepada pihak pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Forwarding an authority in the form of delegation must fulfill the
following requirements (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3):
a) Delegation must be definitive, which means that delegans cannot
use the authority that is already being forwarded.
b) Delegation must base on constitutional regulation, which means
delegation is only possible if the provision to conduct such action is
stated in the constitutional regulation.
c) Delegation should not be given to subordinates, which means that
delegation is not allowed in the relation of personnel hierarchy.
d) The obligation to give detail explanation, which means that
delegans could request an explanation concerning the exercise of
such authority.
e) The policy regulation (beleids-regel), which means that delegans
should give instruction concerning the exercise of the authority.
Mandat itu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun
pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang
lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada
pemberi mandat (mandans), tidak beralih kepada penerima mandat
(mandataris). Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris
tetap berada pada mandans
(http://dinulislami.blogspot.com/2009/11/tindakan-pemerintah-dalam-
hukum.html).
Mandate is a forwarding of authority or power to the subordinate.
Mandataris or the one that accept the mandate conducts the authority
not on its own behalf but on the behalf of the mandate giver
(“mandant”), therefore the mandate acceptor does not have an
independent responsibility. The responsibility relies on the hands of
the mandants (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3-4).
c. Tindakan Pemerintah
Menurut Romeijn, tindak pemerintahan adalah tiap-tiap tindakan atau
perbuatan dari satu alat administrasi negara (bestuurs organ) yang
mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum
tata pemerintahan, seperti keamanan, peradilan dan lain-lain dengan maksud
menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi (S.F. Marbun
dan Moh Mahfud, 2006: 71).
Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum adalah akibat-akibat
yang memiliki relevansi dengan hukum. Akibat hukum tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
1) Menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan
yang ada;
2) Menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau objek
yang ada;
3) Terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status tertentu yang
ditetapkan.
Tindakan hukum pemerintahan adalah pernyataan kehendak sepihak
dari organ pemerintahan yang membawa akibat pada hubungan hukum atau
keadaan hukum yang ada, kehendak organ tersebut tidak mengandung cacat
berupa kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang), dan
tidak menyimpang atau bertentangan dengan peraturan yang bersangkutan
yang dapat menyebabkan akibat-akibat hukum yang muncul itu batal
(nietig) atau dapat dibatalkan (nietigbaar).
Menurut Muchsan, unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan sebagai
berikut (Ridwan HR, 2010:116-117):
a) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya
sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan
(bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
b) Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan.
c) Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan
akibat hukum di bidang hukum administrasi.
d) Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan
kepentingan negara dan rakyat.
e) Perbuatan hukum administrasi hanya dapat dilakukan dalam hal dan
dengan cara yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku (asas legalitas atau wetmagtiheid).
Pemerintah merupakan subjek hukum. Sebagai subjek hukum
pemerintah sebagaimana subjek hukum lainnya melakukan berbagai
tindakan baik tindakan nyata (Feitelijkhandelingen) maupun tindakan
hukum (Rechtshandelingen). Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang
tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak
menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan hukum adalah
tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
hukum tertentu. Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh organ pemerintahan atau administrasi negara yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum dalam bidang
pemerintahan atau administrasi negara
(http://widyawatiboediningsih.dosen.narotama.ac.id/files/2011/04/BAB-IV-
Kedudukan-Kewenangan-Tindakan-Hukum-Pemerintah.pdf ).
Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan
fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan
tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum
yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik. Tindakana hukum
privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum
keperdataan (Ridwan HR, 2006: 117-118).
Tindakan hukum publik itu yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menjalankan fungsi pemerintahannya dibedakan antara tindakan hukum
publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak. Tindakan hukum
publik yang bersifat banyak pihak itu berupa peraturan bersama
antarkabupaten atau antara kabupaten dengan provinsi. Sedangkan tindakan
hukum yang bersifat sepihak berupa tindakan yang dilakukan sendiri oleh
organ pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum publik seperti
pemberian izin bangunan dari walikota, pemebrian bantuan (subsidi),
perintah pengosongan bangunan/ rumah dan sebagainya.
Wewenang pemerintahan itu sudah ditentukan masih dijadikan sendi
utama penyelenggaraan pemerintahan maka prinsip tindakan hukum
pemerintahan yang bersifat sepihak tidak dapat dikesampingkan meskipun
tugas-tugas dan pekerjaan pemerintahan dapat dijalankan dengan cara kerja
sama, perjanjian, perizinan, konsesi dan sebagainya.
Urusan pemerintahan dalam prakteknya tidak selalu dijalankan sendiri
oleh pemerintah namun juga dijalankan pula oleh pihak-pihak lain maupun
pihak swasta yang diberikan wewenang untuk menjalankan urusan
pemerintahan. Menurut E.Utrecht cara pelaksanaan urusan pemerintahan,
antara lain (Ridwan HR, 2010:116-125):
(1) Pihak yang bertindak adalah administrasi negara sendiri;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(2) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum / badan hukum lain yang
tidak termasuk administrasi negara dan mempunyai hubungan istimewa
atau hubungan biasa dengan pemerintah;
(3) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang yidak termasuk
administrasi negara dan yang melakukan pekerjaannya berdasarkan
konsesi atau izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah;
(4) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk
administrasi negara dan diberikan subsidi pemerintah;
(5) Pihak yang bertindak adalah pemerintah bersama dengan subjek hukum
lain yang bukan administrasi negara dan kedua belah pihak itu
tergabung dalam bentuk kerja sama yang diatur oleh hukum privat;
(6) Pihak yang bertindak adalah yayasan, koperasi yang didirikan oleh
pemerintah atau diawasi pemerintah;
(7) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang bukan
administrasi negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi
perundang-undangan).
2. Tinjauan Umum tentang Barang Milik Daerah
a. Pengertian tentang Barang Milik Daerah
Pemerintah daerah memiliki barang dan kekayaan (aset). Pasal 1
angka 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa ”barang milik
daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”.
Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengelola
barang milik daerah adalah Kepala Daerah yang dibantu oleh Sekretaris
Daerah selaku pengelola; Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit
pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola; Kepala SKPD
selaku pengguna; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa
pengguna; Penyimpan barang milik daerah; dan Pengurus barang milik
daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Penggolongan Barang Milik Daerah
Penggolongan barang milik daerah, antara lain (Philipus M.Hadjon
dkk, 2005:187-188):
(1) Barang-barang bergerak terdiri dari:
a) Alat-alat besar seperti : bulldozer, traktor, mesin pengebor tanah,
hijskraan dan alat besar lainnya yang sejenis.
b) Peralatan-peralatan yang berada dalam pabrik, bengkel, studio,
laboratorium, stasiun pembangkit tenaga listrik dan sebagainya
seperti mesin-mesin, dinamo, generator, mikroskoop, alat-alat
pemancar radio, alat-alat pemotretan, lemari pendingin, alat-alat
proyeksi dan lain-lain sebagainya.
c) Peralatan kantor, seperti mesin tik, mesin stensil, mesin pembukuan,
komputer, mesin jumlah, brankas, radio, jam, kipas angin, almari,
meja, kursi, dan lain-lainnya.
d) Semua inventaris perpustakaan dan lain-lain inventaris barang-
barang bercorak kebudayaan.
e) Alat-alat perlengkapan seperti : kapal terbang, kapal laut, bus, truk,
mobil, sepeda motor, scooter, sepeda kumbang, sepeda dan lain-lain.
f) Inventaris perlengkapan rumah sakit, sanatorium, asrama, rumah
yatim, dan atau piatu, koloni penderita penyakit kusta, lembaga
pemasyarakatan dan lain-lain, seperti alat rontgen, mikroskop, alat
kardiologi dan lain-lain.
(2) Barang-barang tidak bergerak, terdiri atas:
a) Tanah-tanah pertanian, perkebunan, lapangan olahraga, dan tanah-
tanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan (tidak termasuk jalan
Negara), jembatan ,terowongan, waduk, bangunan irigasi, tanah
pelabuhan, perikanan dan tanah lainnya yang sejenis.
b) Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, gudang, pabrik,
bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, terminal, laboratorium, dan
gedung lainnya yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c) Gedung-gedung temapt tinggal tetap atau sementara, seperti : rumah-
rumah tempat tinggal, temapt, peristirahatan, asrama, dan gedung
lainnya yang sejenis.
d) Monument seperti monument alam, monument peringatan sejarah
dan monument lainnya.
(3) Barang persediaan, yakni barang yang disimpan dalam gudang, veem,
atau di tempat penyimpanan lainnya.
c. Perolehan Barang Milik Daerah
Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah,
perolehan barang milik daerah meliputi:
1) barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD;
2) barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi:
a) barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b) barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c) barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
d) barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
d. Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Asas-asas
dalam pengelolaan barang milik daerah, antara lain: asas fungsional; asas
kepastian hukum; asas transparansi; asas efisiensi; asas akuntabilitas; asas
kepastian nilai.
(1) Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh
kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala
Daerah sesuai fungsi, wewenangdan tanggungjawab masing-masing;
(2) Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
(3) Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh
informasi yang benar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(4) Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar
barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar
kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
(5) Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik
daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
(6) Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah
serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah. Sebagaimana dikutip oleh Philippa Venning terkait dengan prinsip
akuntabilitas,
“Accountability” can be defined in a host of different ways but will be
used for the purposes of this article to refer to how people can hold
their political representatives responsible for the way in which their
decisions and activities impact upon them (Blair, 2000, p. 24).
Technically, accountability denotes a relationship between a bearer of
a right or a legitimate claim and the agents or agencies responsible
for fulfilling or respecting that right… [it] is a two-way relationship of
power. It denotes the duty to be accountable in return for the
delegation of a task, a power or a resource. (Lawson and Rakner,
2005, p. 9) (Philippa Venning, 2009. Vol.1. Hal:4).
Pengelolaan dari barang milik daerah itu dilakukan oleh Kepala
Daerah yang terdiri dari Gubernur/Bupati/ Walikota. Kepala Daerah sebagai
pengelola yang dibantu oleh perangkat-perangkat dalam pengelolaan barang
milik daerah yang terdiri dari :
a) Sekretaris Daerah selaku pengelola;
b) Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik
daerah selaku pembantu pengelola;
c) Kepala SKPD selaku pengguna;
d) Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna;
e) Penyimpan barang milik daerah; dan
f) Pengurus barang milik daerah.
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 Tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan Barang Milik Daerah,
pengelolaan barang milik daerah meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(1) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dalam
rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah setelah
memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah berpedoman pada standar
barang, standar kebutuhan, dan standar harga.
(2) Pengadaan;
Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil
atau tidak diskriminatif dan akuntabel.
(3) Penggunaan;
Status penggunaan barang daerah ditetapkan oleh bupati/
walikota. Barang milik daerag dapat ditetapkan status penggunaannya
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah untuk dikelola oleh pihak lain dalam rangka menjalankan
pelayanan umum sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja
perangkat daerah yang bersangkutan.
(4) Pemanfaatan;
Pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik daerah
yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan
kerja perangkat daerah dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfataan dan bangun serah guna atau bangun serah guna dengan
tidak mengubah status kepemilikan.
(5) Pengamanan dan pemeliharaan;
Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa Pengamanan
barang milik daerah meliputi pengamanan administrasi, pengamanan
fisik, dan pengamanan hukum. Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
bahwa pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(6) Penilaian;
Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah pusat/daerah dilakukan dengan berpedoman pada
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
(7) Penghapusan;
Penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:
(a) Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa
pengguna. Penghapusan dilakukan dalam hal barang milik daerah
dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau
kuasa pengguna. Penghapusan tersebut sesuai dengan Pasal 54 ayat
(3) bahwa penghapusan berdasar Keputusan pengelola atas nama
Kepala Daerah.
(b) Penghapusan dari daftar barang milik daerah. Penghapusan
dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah beralih
kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
Penghapusan tersebut sesuai dengan Pasal 54 ayat (4) bahwa
penghapusan berdasar Keputusan Kepala Daerah. Penghapusan
dengan alasan pemusnahan itu dilakukan karena :
1. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan tidak dapat
dipindahtangankan; atau
2. alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Pemindahtanganan;
Bentuk-bentuk dari pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas
penghapusan barang milik daerah meliputi : penjualan, tukar-menukar,
hibah dan penyertaan modal pemerintah daerah.
(9) Penatausahaan;
Penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran
dan pencatatan barang milik negara/daerah ke dalam Daftar Barang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut
penggolongan dan kodifikasi barang.Pengguna barang melakukan
inventarisasi barang milik negara/daerah sekurang-kurangnya sekali
dalam lima tahun. Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D)
digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah
pusat/daerah.
(10) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan
barang milik negara/daerah. Menteri Dalam Negeri menetapkan
kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik
daerah sesuai dengan kebijakan.Pengguna barang melakukan
pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan
barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya.
e. Penghapusan Barang Milik Daerah Karena Putusan Pengadilan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penghapusan adalah tindakan
menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan
surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna
dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Penghapusan barang milik Negara/ Daerah dapat dilakukan sewaktu-
waktu sehingga hapusnya barang milik Negara/Daerah tersebut akan
menimbulkan akibat hukum bagi status barang. Perubahan status hukum
terhadap barang Negara/Daerah adalah setiap tindakan hukum dari
Pemerintah/Daerah sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan status
kepemilikan atas barang. Perubahan status hukum dapat terjadi dengan (S.F.
Marbun dan Moh.Mahfud, 2006: 128-129):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(1) Penghapusan barang;
(2) Penjualan barang.
Penghapusan barang milik daerah sesuai dengan Pasal 53 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, penghapusan barang daerah itu meliputi
penghapusan dari daftar barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna yang
dilaksanakan dengan Keputusan Pengelola atas nama Kepala Daerah.
Penghapusan juga dilakukan dari Daftar Barang Milik Daerah yang
dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah
karena sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan. Terjadinya
pemusnahan itu disebabkan tidak dapat digunakan, tidak dapat
dimanfaatkan dan tidak dapat dipindahtangankan. Pemusnahan itu
dilaksanakan oleh pengguna dengan keputusan dari pengelola setelah
mendapat persetujuan Kepala Daerah, dan pelaksanaan pemusnahan
tersebut dituangkan ke dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilaporkan
kepada Kepala Daerah.
Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, terdapat
pengecualian terhadap tanah atau bangunan yang tidak memerlukan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah
disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; dan
e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak
secara ekonomis. Alasan penghapusan barang milik daerah disebabkan karena :
a) adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan
sudah tidak ada upaya hukum lainnya (inkracht) dilakukan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
langsung oleh pengguna barang berdasarkan dokumen putusan
pengadilan.
b) Adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Daerah dengan pengecualian
sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah.
c) Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang tersebut
sudah tidak berada pada Daftar Barang Daerah.
d) Adanya pemusnahan. Hal ini dikarenakan barang milik daerah sudah
tidak dapat digunakan, dimanfaatkan maupun dipindahtangankan karena
pertimbangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Tinjauan Umum Tentang Konversi Hak Barat
Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah
sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas yang yang ada sebelum
berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam
UUPA (Effendi Perangin, 1994:145).
Politik hukum pemerintah Hindia Belanda mengakibatkan hukum tanah
menganut sistem dualistik. Sebelum berlaku UUPA, dalam hukum tanah
dikenal dua kelompok hak atas tanah, meliputi (S.F. Marbun dan Moh.Mahfud,
2006: 151):
a. Hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Hukum Barat, yang disebut dengan
Hak Barat. Hukum tanah barat yang bersumber pada pokok-pokok
ketentuannya terdapat dalam buku II KUHPerdata yang merupakan hukum
yang tertulis dan bersifat individualitik. Individualistik itu berpangkal dan
berpusat pada hak individu atas tanah yang semata-mata bersifat pribadi.
Hak tanah barat meliputi: RvE (Rechts van Eigendom/Hak Eigendom), RvO
(Rechts van Opstal/Hak Guna Bangunan), Erfpacht (Hak Guna Usaha),
Servitut (Hak Numpang Karang).
b. Hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Hukum Adat, yang disebut dengan
Hak Indonesia. Hukum tanah adat yang bersumber pada hukum adat yang
tidak tertulis, meliputi hak handarbeni (hak milik), hak hanggaduh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(mengurusi tanah orang lain), hak magersari (ngindung), tanah titisara
(tanah Kas Desa), tanah pakuncen (tanah yang dikuasakan kepada pengurus
kuburan di tanah milik raja), tanah perdikan (tanah bebas pajak), tanah
kuburan dan lainnya.
Setiap hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, baik hak barat
dan hak Indonesia, oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi
salah satu hak-hak atas tanah yang disebut dalam Hukum Tanah yang baru.
Pada prinsipnya bahwa hak yang lama diubah menjadi hak yang baru yang
sama atau wewenang pemegang hak sama. Pada garis besarnya, hak-hak yang
memberi wewenang yang sama atau hampir sama dengan hak milik menurut
UUPA, dikonversi menjadi hak milik.
Hak-hak lama yang dikonversi menjadi (Effendi Perangin, 1994:146-
147):
1) Hak milik: hak eigendom, agrarisch eigendom, hak milik (adat), jasan,
andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan,
landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah
partikelir, hak gogolan yang bersifat tetap, wewenang nganggo run
temurun.
2) Hak Guna Usaha : hak erfpacht untuk perkebunan besar.
3) Hak Guna Bangunan Hak postal dan hak erfpacht untuk perumahan.
4) Hak Pakai : vruichtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam,
bantuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pitungwas, gogolan yang bersifat
tidak tetap, Hak eigendom kepunyaan negara-negara asing, jika tanahnya
dipergunakan untuk gedung kedutaan atau rumah kepala perwakilannya.
Berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun
1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok
Agraria,
Orang-orang Indonesia yang pada tanggal 24 September 1960
berkewarganegaraan tunggal dan mempunyai tanah dengan hak
eigendom dalam waktu 6 bulan sejak tanggal tersebut wajib datang
kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) yang bersangkutan
untuk memberikan ketegasan mengenai kewarganegaraanya tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Apabila pemilik hak eigendom terbukti kewarganegaraan Indonesia
tunggal dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah, baik pada asli maupun
salinan aktanya sebagai telah dikonversi menjadi hak milik. Pemilik dalam
jangka waktu setelah enam bulan tidak membuktikan kewarganegaraan
Indonesia tunggal maka hak eigendom tersebut oleh Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah dikonversi menjadi hak guna bangunan dengan jangka
waktu 20 tahun.
Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960
tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, jika
sebelum tanggal 24 September 1960 pihak yang tidak memenuhi syarat secara
sah telah melepaskan hak bersamanya itu kepada pihak lain, apabila belum
didaftarkan sebagaimana mestinya maka hak eigendom tersebut dikonversi
menjadi hak milik.
Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960
tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria,
Ketentuan tersebut juga berlaku jika hak eigendom tersebut merupakan
warisan yang belum terbagi dan belum diadakan baliknama sebagai
pemiliknya adalah seorang yang tidak memenuhi syarat untuk
mempunyai hak milik. Maka untuk dapat dikonversi menjadi hak milik,
pihak yang besangkutan dalam waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 24
September 1960 harus minta kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah
agar dilakukan pencatatan dan/atau baliknama. Jika sesudah jangka
waktu 6 bulan tersebut lampau belum diajukan permintaan maka hak
eigendom dikonversi menjadi hak guna bangunan.
Pasal 12 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria,
Hak opstal dan erfpacht atas tanah-tanah eigendom sebagai yang
dimaksud dalam Pelita 1 ayat 4 Ketentuan-Ketentuan Konversi Undnag-
Undnag Pokok Agraria dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah
sebagai dikonversi menjadi hak guna bangunan, setelah ada ketegasan
bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik.
Hak erfpacht yang sudah habis janka waktunya tidak dikonversi dan
hapusnya hak tersebut dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah
pada asli aktanya. Apabila berupa tanah perumahan hak erfpacht
dikonversi menjadi hak guna bangunan, apabila berupa tanah pertanian
hak erfpacht dikonversi menjadi hak guna usaha. Hak guna bangunan dan
hak guna usaha jangka waktunya 20 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Hak gebruik dan vruchtgebruik dikonversi menjadi hak pakai yang
dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan dengan
mencatatnya pada akta aslinya (Pasal 17 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2
Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok
Agraria).
Pasal 19 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, konversi
hak-hak agrarisch eigendom menjadi hak milik, hak guna bangunan dan hak
guna usaha. Konversi tersebut dilaksanakan dengan membuat buku tanah hak
milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal dari konversi hak
agrarisch eigendom tersebut menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959.
Pasal 20 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang
Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, hak
gogolan, hak sanggan, dan hak pekulen yang bersifat tetap menjadi hak milik.
Bersifat tetap apabila para gogol terus menerus mempunyai tanah gogolan yang
sama dan jika meninggal dunia gogolannya jatuh kepada ahli warisnya yang
tertentu.
Hak guna bangunan dan hak guna usaha yang berasal dari konversi
menurut ketentuan-ketentuan konversi Undang-Undang Pokok Agraria yang
dipunyai oleh orang asing, dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal 24
September 1960 harus dipindahkan kepada warganegara Indonesia atau badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia ataupun jika yang mempunyainya itu berkedudukan di Indonesia
dapat pula dilepaskan untuk diganti dengan hak pakai atau hak sewa.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat,
Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi
hak Barat, yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada
tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Undang Nomor 5 tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang
bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah
Asal Konversi Hak-Hak Barat, penggunaan, penguasaan dan pemilikannya
ditata kembali dengan memperhatikan :
a) masalah tata guna tanahnya;
b) sumber daya alam dan lingkungan hidup;
c) keadaan kebun dan penduduknya;
d) rencana pembangunan di daerah;
e) kepentingan-kepentingan bekas pemegang hak dan penggarap tanah/penghuni
bangunan.
Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah
Asal Konversi Hak-Hak Barat,
Kepada bekas pemegang hak yang memenuhi syarat dan mengusahakan
atau menggunakan sendiri tanah/bangunan, akan diberikan hak baru atas
tanahnya, kecuali apabila tanah tersebut diperlukan untuk proyek-proyek
pembangunan bagi penyelenggaraan kepentingan umum.
Apabila tanah yang diberikan atas hak atas tanah tersebut digunakan
untuk kepentingan-kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2)
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok
Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi
Hak-Hak Barat, yaitu digunakan untuk kegiatan pembangunan maka pemegang
hak diberikan ganti rugi yang besarnya akan ditetapkan oleh suatu Panitia
Penaksir sebagaimana diatur dalam Pasal 3.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979
tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, ditetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai
Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak
Barat bahwa dalam Pasal 2 menjelaskan dalam penentuan kembali peruntukkan
dan penggunaan tanah perlu memperhatikan kesesuaian fisik tanahnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
usaha-usaha yang akan dilakukan di atasnya dan rencana-rencana
pembangunan di daerah demi kelestarian sumber daya alam dan keselamatan
lingkungan hidup. Penentuan kembali tersebut dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri.
Apabila setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah asal konversi hak barat masih
memerlukan tanah maka yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan
hak baru dan disertai dengan syarat-syaratnya terpenuhi. Permohonan hak atas
tanah baru wajib diajukan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya pada
tanggal 24 September 1980. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-
Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal
Konversi Hak-Hak Barat.
Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun
1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak
Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, jika tidak ada pihak yang
memenuhi syarat maka peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan memperhatikan Undang-
Undang Nomor 51/Prp/1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang
berhak atau kuasanya, menurut pertimbangan-pertimbangan teknis tata guna
tanah serta rencana pembangunan di daerah yang bersangkutan, diperlukan
untuk proyek-proyek bagi penyelenggaraan kepentingan umum, dapat
diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak yang secara nyata menguasai dan
menggunakan secara sah.
Tanah-tanah bekas hak guna bangunan atau hak pakai asal konversi hak
barat sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan
Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat dapat
diberikan dengan sesuatu hak baru kepada bekas pemegang haknya apabila:
(1) dipenuhinya syarat yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan 3;
(2) tanah yang bersangkutan dikuasai dan digunakan sendiri oleh bekas
pemegang haknya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(3) tidak seluruhnya diperlukan untuk proyek-proyek bagi penyelenggaraan
kepentingan umum;
(4) diatasnya berdiri suatu bangunan milik bekas pemegang hak yang didiami
atau digunakan sendiri;
(5) diatasnya berdiri suatu bangunan milik bagi pemegang hak, yang didiami
atau digunakan oleh pihak lain dengan persetujuan pemilik bangunan atau
bekas pemegang hak.
Terkait dengan pemberian hak atas tanah baru maka diselesaikan
menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, maka
untuk melengkapi keterangan dengan keterbatasan bahan-bahan yang
diperlukan guna mengambil keputusan sehingga Kepala Kantor Agraria
Kabupaten/Kotamadya atau pejabat yang ditunjuknya melakukan pemeriksaan
setempat, dengan membuat risalah pemeriksaan tanah.
Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas
Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, tanah-tanah bekas hak guna bangunan
dan hak pakai asal konversi hak barat tersebut tidak dapat diberikan dengan
hak baru kepada pemegang haknya, selama tidak diperlukan untuk proyek bagi
penyelenggaraan kepentingan umum, dapat diberikan dengan suatu hak kepada
pihak yang secara nyata menguasai dan menggunakan secara sah pada saat
diberlakukannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979
tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. Jika diatas tanah-tanah tersebut
terdapat bangunan milik bekas pemegang hak, maka pemohon hak baru wajib
menyelesaikan soal bangunan itu dengan pemegang hak yang bersangkutan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan
Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat,
Pihak-pihak yang secara nyata menguasai tanah bekas konversi hak barat
yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun
1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan
Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, selama
belum diselesaikan menurut ketentuan pasal-pasal di atas, wajib
memelihara tanah/bangunan dan lain-lain yang ada diatasnya secara baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
4. Tinjauan Umum Tentang Cagar Budaya
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, bahwa :
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar
budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya, bahwa benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda
buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan
erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa
bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding
dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki
dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
Kriteria benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya antara
lain:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Berkaitan dengan pemilikan dan penguasaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar
budaya:
(1) dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Cagar Budaya.
(2) apabila jumlah dan jenis benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya tersebut
telah memenuhi kebutuhan negara.
(3) kepemilikan dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-
menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan
pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara.
(4) pemilik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, dan/atau situs cagar budaya yang tidak ada ahli warisnya atau
tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah,
atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil
alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan dengan cara diwariskan,
dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan
atau putusan pengadilan.
Penghapusan cagar budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional
hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli
Cagar Budaya di tingkat Pemerintah. Penghapusan Cagar Budaya dilakukan
dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional Cagar Budaya dan
dokumen yang menyertainya.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
penghapusan cagar budaya dari Register Nasional Cagar Budaya
dilakukan apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan,
apabila ditemukan kembali cagar budaya wajib dicatat ulang ke dalam
Register Nasional Cagar Budaya;
c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan
keasliannya; atau
d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
B. Kerangka Pemikiran
Ragaan 1. Skema Kerangka Pemikiran
Premis Mayor
a. UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA)
b. UU No. 28 Tahun 1999
c. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20
tahun 2001
d. UU No. 1 Tahun 2004
e. UU No. 32 Tahun 2004
f. UU No.11 Tahun 2010
g. PP No. 24 Tahun 1997
h. PP No. 6 Tahun 2006
i. KepPres No. 32 Tahun 1979
j. Permendagri No. 3 Tahun 1979
k. Permendagri No. 17 Tahun 2007
l. PerMen. Agraria No. 2 Tahun 1960
m. PerMen.Agraria/
Kepala BPN No. 9 Tahun 1999
n. Perda Kota Surakarta No. 8 Tahun 2008
o. SK.17/Pbt/BPN.33/2011
a. SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang
Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai Nomor 11
dan 15
a. proses penghapusan tanah
Sriwedari sebagai aset
Pemerintah Kota Surakarta
b. perbuatan hukum Pemerintah
Kota Surakarta terkait dengan
penghapusan tanah Sriwedari
sebagai aset Pemerintah Kota
Surakarta setelah penerbitan
SK Kepala Kantor Wilayah
BPN Prov.Jawa Tengah No:
Sk.17/Pbt/BPN.33/2011
c.
Premis Minor
a. proses penghapusan tanah Sriwedari
sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta
b. perbuatan hukum Pemerintah Kota
Surakarta terkait dengan penghapusan
tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah
Kota Surakarta setelah penerbitan Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011
Kesimpulan
Cacat Hukum atau Tidak perbuatan
Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan
penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset
Pemerintah Kota Surakarta setelah
penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor
Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keterangan:
Kerangka pemikiran di atas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam
menelaah dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum
yang terkait dengan implikasi yuridis penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak
Pakai Nomor 11 dan 15 terhadap status tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah
Kota Surakarta.
Salah satu aset daerah Pemerintah Kota Surakarta adalah taman Sriwedari.
Taman Sriwedari yang berada di jalan utama merupakan etalase Kota Surakarta
dan aset bagi masyarakat Kota Surakarta serta ikon budaya Kota Surakarta.
Taman Sriwedari saat ini telah menjadi tanah sengketa antara Pemerintah Kota
Surakarta, Ahli Waris KRMT.Widyoningrat maupun Badan Pertanahan Nasional
Surakarta. Adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 12 Juni 2002, jo Putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12
November 2003, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125
K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006, jo Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 15 April
2009 telah memiliki kekuatan hukum tetap serta dikeluarkannya Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet
Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya
tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai
pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap
yang menyatakan status tanah sriwedari menjadi tanah negara.
Sebagai akibat dari dikeluarkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari maka tanah Sriwedari kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
menjadi status tanah negara, namun Pemerintah Kota Surakarta tidak akan
menghapus lahan Sriwedari dari daftar asetnya. Alasan pihak Pemerintah Kota
Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari aset daerah Pemerintah
Kota Surakarta karena lahan Sriwedari menjadi ikon budaya Kota Surakarta dan
menjadi ruang publik serta Tanah Sriwedari sebagai jati diri dan identitas Kota
Solo sehingga sebagai pihak yang menguasainya berusaha untuk mempertahankan
Tanah Sriwedari sebagai ikon publik di tengah Kota Surakarta.
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa perlunya dilakukan
pengkajian mengenai tata cara dan legalitas perbuatan hukum Pemerintah Kota
Surakarta dalam melakukan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah
Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang
Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Riwayat Penguasaan Tanah Sriwedari
Dahulu Tanah Sriwedari bernama Taman Rojo Koyo. Tanah Sriwedari pada
mulanya dibangun dengan tujuan untuk kawasan rekreasi, hiburan dan tempat
peristirahatan bagi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pencetus
dibangunnya taman tersebut adalah Sri Susuhunan Pakubuwono X yang bertahta pada
periode tahun 1893 sampai tahun 1939. Dahulu kawasan Tanah Sriwedari yang
dibangun pada tahun 1899 ini juga dikenal dengan sebutan Bon Rojo (berasal dari
istilah Kebon Rojo yang berarti Taman Raja)
(http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/taman). Keberadaan
Tanah Sriwedari saat ini masih terjadi polemik yang beragam, baik dari sudut
pandang ahli waris, budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, Badan Pertanahan
Nasional maupun Pemerintah Surakarta.
Tahun 1874, seorang Belanda Johannes Busselar membeli tanah Sriwedari
dengan status Recht van Eigendom (hak milik) dari seorang Belanda lainnya. Tanah
itu kemudian dibeli Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat tahun 1877. Bukti hak
atas tanah atas bidang tanah tersebut dalam persil Recht van Eigendom (RvE)
Verponding No.95 beserta bangunan yang ada di atasnya terletak di Kalurahan
Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta adalah Akte Assisten Resident
Surakarta (Gerechtelijke Authentieke Akte) tertanggal 5 Desember 1877 Nomor 59
atas nama Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat yang diterbitkan atas dasar jual
beli tersebut dilaksanakan di hadapan notaris bernama Pieter Jacobus Serle dengan
akte jual beli tertanggal 13 Juli 1877 Nomor 10 dan dibayar dengan lunas.
Luas dan batas atas bidang tanah tersebut dalam persil Recht van Eigendom
(RvE) Verponding Nomor 295, berdasarkan pta minuut Kelurahan Sriwedari Blad 10
yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran
Tanah Surakarta seluas ± 99.889 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
- Sebelah utara : Jl. Brigjen Slamet Riyadi.
- Sebelah Timur : Jl. Musium.
- Sebelah Selatan : Jl. Teposanan/ Jl. Kebangkitan Nasional.
- Sebelah Barat : Jl. Bhayangkara/Jl. Mangunjayan.
Bidang tanah persil Recht van Eigendom (RvE) Verponding Nomor 295
beserta bangunan di atasnya di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta dikuasai oleh Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat sebagai tempat
pesanggrahan dan tempat beristirahat beliau beserta keluarga. Pada tahun 1905
hingga tanggal 16 Agustus 1945, sebidang tanah tersebut beserta bangunan diatasnya
dipinjam dan dipergunakan sebagai Gedung Museum Yayasan RadyaPustaka dan
Taman Hiburan Sriwedari.
Pada tanggal 30 Juli 1917 Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat meninggal
dunia, meninggalkan beberapa ahli waris dan harta warisan di antaranya persil Recht
van Eigendom (RvE) Verponding Nomor 295 yang dikenal dengan Taman Sriwedari
dan bangunan yang berdiri di atasnya yang belum dibagi waris. Ahli waris RMT.
Wirjodiningrat bahwa pada tahun 1965 ahli waris mengajukan permohonan turun
waris kepada Kantor Agraria Surakarta dari tanah RvE Verponding Nomor 295 atas
nama Almarhun RMT.Wirjodiningrat kepada para ahli warisnya yang sah tetapi terbit
sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 22 atas nama 72 orang ahli waris dengan luas
34.250 m2 namun ahli waris juga tetap tidak bisa menguasai tanah tersebut. Hal itu
merupakan sengketa berawal
(http://regional.infogue.com/jawa_dialog_sengketa_taman_sriwedari_buntu_).
Pada tahun 1965 sebidang tanah tersebut beserta bangunannya tanpa
persetujuan ahli waris RMT. Wirjodiningrat telah dikuasai oleh Pemerintah Kota
Surakarta dan Yayasan Radya Pustaka yang dipergunakan sebagai Museum Radya
Pustaka dan Taman Hiburan Sriwedari. Ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat
dan sebagai pemilik sah atas tanah Sriwedari beserta bangunan maka ahli waris
RMT.Wirjodiningrat pada tanggal 24 September 1970 telah mengajukan gugatan
perdata kepada Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta, Yayasan Radyapustaka dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Penguasa Keraton sebagai Tergugat ke Pengadilan Negeri Surakarta dan gugatan
aquo terdaftar dengan Register Perkara Nomor : 147/1970. Perdata dan perkara
tersebut diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 29 Agustus 1975
dengan amar putusan sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI:
DALAM EKSEPSI:
- Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan sebagian gugat Penggugat.
- Menetapkan hukumnya Penggugat adalah salah seorang ahli waris almarhum
RMT. Wirjodiningrat.
- Menetapkan hukumnya tanah persil Recht Van Eigendom (RvE) Verp. No.
295 dan bangunan rumah gedung yang berdiri diatasnya sebagaimana lebih
jelas diuraikan dalam surat gugat adalah hak milik RMT. Wirjodiningrat dan
merupakan barang peninggalan yang belum dibagi waris.
- Menetapkan hukumnya Tergugat masing-masing tidak berhak menguasai
dan menempati (occuperen) tanah dan rumah tersebut.
- Menghukum Tergugat dan siapa saja yang mengaku memperoleh hak supaya
mengosongkan tanah dan rumah ini kepada Penggugat guna dibagi waris
diantara semua ahli waris RMT.Wirjodiningrat, jika perlu dengan bantuan
alat kekuasaan Negara ataupun supaya tergugat-tergugat secara tanggung
menanggung mengganti dan membayar kepada Penggugat uang harganya
tanah dan rumah tersebut ataupun menyerahkan kepada Penggugat untuk
dimiliki tanah dan rumah lain yang senilai, dengan ketentuan bilamana
antara kedua pihak tidak dapat dicapai persetujuan mengenai harga ataupun
rumah penggantinya termaksud, harga ataupun tanah dan rumah ini supaya
ditentukan oleh sebuah panitia terdiri dari tiga orang yang diangkat oleh
pihak Penggugat ssatu orang oleh Tergugat oleh Pengadilan satu orang.
- Menentukan waktu penyerahan tanah rumah terperkara ataupun jumlah uang
harganya atau tanah dan rumah penggantinya, selama-lamanya empat bulan
terhitung mulai hari ini dan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1975,
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II supaya tiap bulan masing-
masing membayar uang ganti rugi kepada Penggugat, uang sejumlah
Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan Rp. 25.000,00 (dua
puluh lima rupiah) terhitung sejak dimasukkannya gugatan perkara ini
yaitu tanggal 27 Oktober 1970 sampai penyerahan tanah dan rumah
terperkara ataupun harganya/tanah dan rumah penggantinya oleh
Tergugat kepada Penggugat.
- Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada
perlawanan permohonan banding atau kasasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
- Menghukum Tergugat secara tanggung menanggung supaya membayar
biaya-biaya perkara ini hingga hari ini dihitung sejumlah Rp. 7.689 (tujuh
ribu enam ratus delapan puluh Sembilan rupiah).
- Menolak gugatan selebihnya atau selainnya.
Berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta tersebut diatas, pihak
tergugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan
perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg dan pada tanggal 6 April 1979 Pengadilan Tinggi
Semarang telah memutus perkara tersebut dengan amar putusan sebagai berikut :
MENGADILI :
- Menerima permohonan pemeriksaan banding Tergugat I dan II/
Pembanding;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri di Surakarta tertanggal 29 Agustus
1975 No. 147/1970 Pdt. yang dimohonkan banding; MENGADILI SENDIRI:
- Menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan
Tergugat II/ Pembanding;
- Menyatakan bahwa gugatan dari Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima;
- Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara pada kedua
tingkatan yang dalam tingkat banding diperhitungkan sebesar Rp. 7.980,-
(tujuh ribu Sembilan ratus delapan puluh rupiah).
- Memerintahkan mengirim salinan resmi surat putusan beserta berkas perkara
ini kepada Ketua Pengadilan Negeri di Surakarta.
Berdasarkan putusan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang
dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg tersebut selanjutnya para ahli waris
melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Upaya kasasi yang diajukan oleh para ahli waris RMT. Wirjodiningrat
membuahkan hasil dan diputus di tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia
dengan Nomor: 3000 K/Sip/ 1981 tertanggal 17 Maret 1983 yang amar putusannya
berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI SENDIRI:
DALAM EKSEPSI:
- Menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
- Menetapkan bahwa Penggugat adalah salah seorang ahli waris dari
Almarhum RMT.Wirjodiningrat;
- Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil
sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965
bekas Recht Van Eigendom Verponding No. 295 dan rumah gedung yang
berdiri di atasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi
waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada
tanggal 23 September 1980.
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar ganti rugi kepada
Penggugat masing-masing Tergugat I sebesar Rp. 20.550.000 ditambah Rp.
8.925.000 = Rp. 29.475.000 dan Tergugat II sebesar Rp. 6.875.000 ditambah
Rp. 2.975.000 = Rp. 9.850.000 untuk dibagi-bagikan kepada ahli waris
almarhum RMT. Wirjodiningrat.
- Menyatakan bahwa gugatan Penggugat agar Tergugat-Tergugat dan juga
orang-orang dan atau badan-badan yang turut menempati dengan izin
Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan persil dan gedung sengketa
kepada Penggugat tidak dapat diterima.
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.
- Menghukum Penggugat untuk Kasasi dan Tergugat dalam kasasi akan
membayar semua biaya perkara baik yang jatuh dalam tingkat pertama dan
tingkat banding maupun yang jatuh dalam tingkat kasasi masing-masing
secara separo-separo, dan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan
sebanyak Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
Berdasarkan putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap, Para
Penggugat telah dinyatakan sebagai salah seorang ahli waris dari almarhum RMT.
Wirjodiningrat dan almarhum RMT. Wirjodiningrat berhak atas persil obyek
sengketa sebagaimana putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
amarnya berbunyi: “Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas
persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965
bekas Recht van Eigendom No. 295 dan rumah gedung yang berdiri diatasnya yang
merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan saat
berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980”. Atas
dasar putusan kasasi tersebut pihak Pemerintah Kota Surakarta hanya membayar
ganti rugi atas uang sewa kepada ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat.
Sebelumnya, pada tanggal 5 September 1980 pihak ahli waris Almarhum.
RMT. Wirjodiningrat mengajukan perpanjangan Hak Guna Bangunan No. 22 karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
lama berlakunya Hak Guna Bangunan itu 20 tahun, sehingga Hak Guna Bangunan
Nomor 22 itu berakhir pada tanggal 23 September 1980 sebagaimana tertera dalam
sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 22. Upaya ahli waris Almarhum
RMT.Wirjodiningrat mengajukan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan
tidak mendapat respon dari Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Berkaitan dengan itu
Pemerintah Kota Surakarta mengajukan permohonan hak atas tanah Sriwedari kepada
Kantor Pertanahan Kota Surakarta sehingga terbit sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan
sertifikat Hak Pakai Nomor 15 atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta. Penerbitan dua sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 tersebut menurut
ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat melawan hukum karena sebagaimana
tertera dalam putusan kasasi Nomor: 3000 K/Sip/ 1981 tertanggal 17 Maret 1983,
salah satu amar putusannya menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat
berhak atas persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No.
887/1965 bekas Recht van Eigendom Nomor 295 dan rumah gedung yang berdiri
diatasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan
saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980.
Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 tidak mempunyai dasar hukum dan
ahli waris tidak pernah mengalihkan hak atas tanah Sriwedari kepada Pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Berkaitan dengan terbitnya sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, pihak ahli waris
RMT.Wirjodiningrat pada tanggal 11 November 2002 telah mengajukan gugatan
pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan sertifikat Hak Pakai nomor 15 kepada
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Gugatan pembatalan atas kedua sertifikat
hak pakai tersebut terdaftar dalam register perkara No: 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg
dan telah diputus pada tanggal 17 Juni 2003 dengan amar putusan sebagai berikut :
MENGADILI:
DALAM EKSEPSI:
- Menyatakan eksepsi dari Tergugat tidak dapat diterima;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal :
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut :
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Membebankan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
1.524.000 (satu juta lima ratus dua puluh empat).
Putusan 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara
yang mengabulkan gugatan pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pihak
Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta melakukan upaya hukum banding ke
tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara Nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya
telah memutus permohonan banding atas perkara tersebut pada tanggal 12 November
2003 dengan amar putusan sebagai berikut :
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor :
75/G/TUN/2002/PTUN Smg. tanggal 17 Juni 2003 yang dimohonkan
banding. MENGADILI SENDIRI : DALAM EKSEPSI :
- Menerima eksepsi dari Tergugat/ Pembanding; DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan gugatan Penggugat/ Terbanding tidak dapat diterima;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
- Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara ini dalam
kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu rupiah ).
Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan
perkara Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby. yang menyatakan gugatan
Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima maka Penggugat yaitu ahli waris RMT.
Wirjodiningrat telah melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan register perkara nomor: 125-K/TUN/2004. Berdasarkan pengajuan
upaya hukum kasasi tersebut, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutus
perkara nomor: 125-K/TUN/2004 pada tanggal 20 Februari 2006 dengan amar
putusan sebagai berikut :
MENGADILI :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi :
1. SUHARNI, 2. SAYID GITO ADMODJO, 3. Ray. IMRAMINAH
SUGIANTO, 4.ALIEBRAM, 5. ARIANTO, 6. Ir. ISSOESETIYO, 7.
RM.SURYADI, 8. Ray.KUSAMSIATI TJOKRO K tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya
tanggal 12 November 2003 Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby; MENGADILI SENDIRI: DALAM EKSEPSI:
- Menyatakan eksepsi dari Tergugat tidak dapat diterima. DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal :
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut:
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Menghukum Termohon Kasasi/ Tergugat untuk membayar biaya perkara
dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan
sebanyak Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah).
Putusan Mahkamah Agung yang tertuang dalam putusan perkara Nomor 125-
K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, antara Suharni dan sejumlah ahli waris
lainnya melawan Kantor Pertanahan Kota Surakarta, mengabulkan permohonan
kasasi serta memerintahkan tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta)
untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No.11 dan 15 (Anonim. Soloraya: MA:Tanah
Sriwedari milik ahli waris Wiryodiningrat.13 Desember 2006).
Pada tanggal 22 Maret 2007 Pengadilan Negeri Surakarta memberikan
peringatan (aanmaning) kepada Pemerintah Kota Surakarta, Yayasan Radyopustoko,
Penguasa Keraton dengan berita acara aanmaning Nomor 08/Eks/2007/PN.Surakarta.
Terkait dengan putusan kasasi yang menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Kota
Surakarta untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No. 11 dan 15 tersebut, Kepala Kantor
Pertanahan Kota Surakarta juga melakukan upaya hukum peninjauan kembali.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125-
K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, Kantor Pertanahan Surakarta sebagai
pihak yang kalah telah mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan
Kembali dengan register perkara Nomor: 29-PK/TUN/2007. Pada tanggal 17 April
2009 permohonan Peninjauan Kembali dengan register perkara Nomor : 29-
PK/TUN/2007 diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan amar
putusan sebagai berikut:
- Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA
tersebut;
- Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat Peninjauan Kembali ini ditetapkan sebanyak Rp. 2.500.000,00
(dua juta lima ratus ribu rupiah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pencabutan dan pembatalan sertifikat hak pakai nomor 11 dan 15 tersebut,
pihak ahli waris Alm. RMT.Wirjodiningrat mengajukan permohonan eksekusi
pembatalan dan pencabutan sertifikat hak pakai Nomor 11 dan 15 ke Pengadilan Tata
Usaha Negera Semarang dan dikabulkan dengan penetapan resmi nomor
75/Laks.Pts/2002/PTUN Smg tertanggal 19 Desember 2007 yang isinya antara lain:
- Mengabulkan Permohonan Para Penggugat;
- Memerintahkan Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk
melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang No:
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tertanggal 17 Juni 2003 yang telah dibatalkan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan putusan No:
122/B.TUN/2003/PT.TUN.SBY tanggal 12 November 2003 dan Kasasi
yang dikabulkan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125-
K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY tanggal 12
November 2003 jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125
K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009 telah
memiliki kekuatan hukum tetap, namun pihak Pemerintah Kota Surakarta melakukan
pembangunan pagar dan gapura di atas lahan Tanah Sriwedari dengan menggunakan
anggaran dana APBD pada tahun 2008. Upaya pembuatan pagar itu sebagai bagian
dari program penataan kota, bukan sebagai upaya menguasai tanah Tanah Sriwedari
yang masih dalam sengketa
(http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=180479&actmenu=38).
Kondisi Tanah Sriwedari Solo, Jawa Tengah, yang tidak tertata, Pemerintah
Kota Surakarta merencanakan Tanah Sriwedari dikembalikan seperti aslinya dan
pembangunannya dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan adalah
pembangunan pagar dan pintu gerbang dengan dana total Rp1,2 miliar. Dana sebesar
Rp1,2 miliar yang disediakan untuk pembangunan pagar dan pintu gerbang taman
tersebut dari APBD tahun 2008 Pemerintah Kota Surakarta, dan akan dikerjakan awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
September 2008 (Anonim. Kompas: Taman Sriwedari Dikembalikan Seperti Aslinya.
06 Agustus 2008).
Penetapan resmi Nomor 75/Laks.Pts/2002/PT TUN Smg, Badan Pertanahan
Nasional Kota Surakarta melakukan Risalah Pengolahan Data nomor
01/RPD/VI/2008 tanggal 9 Juli 2008. Berdasarkan pada putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Semarang Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY tanggal 12 November 2003 jo Putusan Kasasi
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 tanggal 20 Februari
2006 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009 yang berkekuatan hukum tetap bahwa
menyatakan batal dan mencabutnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan Sertifikat
Hak Pakai Nomor 15. Pada dasarnya pembatalan hak atas tanah itu meliputi
pembatalan keputusan pemberian hak, sertifikat hak atas tanah. Keputusan pemberian
hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 104
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan.
Pembatalan hak atas tanah karena terdapat cacat hukum secara administratif
dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana diatur dalam Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 125 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, permohonan pembatalan
hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hukum tetap dapat diajukan langsung kepada Menteri atau Kepala Kantor Wilayah
atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 2008 Kepala Kantor Badan Pertanahan
Nasional Surakarta menyetujui pembatalan sertifikat hak pakai 11 dan 15 Nomor
570/2759/33/2008. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Risalah Pengolahan
Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011 tanggal 11 Juli 2011. Berdasarkan Risalah
Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011, pada tanggal 20 Juli 2011 Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor SK.17/Pbt/BPN.33/2011
tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak
Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan
yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap memutuskan:
KESATU: Mencabut dan membatalkan:
a. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
b. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta terletak di Jl. Brigjend Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah dan
menyatakan sertifikatnya tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak
atas tanah yang sah.
KEDUA: Mengembalikan statusnya menjadi:
- Tanah negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/Sriwedari seluas ±
34.250 m2
dan tanah negara seluas ± 3.900 m2
untuk tanah bekas Hak
Pakai No. 15/Sriwedari.
- Tanah negara seluas ± 61.379 m2
untuk tanah bekas Hak Pakai No.
11/Sriwedari;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
KETIGA: Memerintahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk:
a. Mencatat batalnya:
1) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Surakarta sebagaiman dimaksud pada diktum
PERTAMA dalam daftar umum dan daftar isian lainnya yang ada
pada administrasi pendaftaran serta mematikan buku tanahnya.
b. Menarik dari peredaran:
1) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Surakarta sebagaimana dimaksud dalam diktum
PERTAMA dan apabila penarikan sertifikat tidak dapat
dilaksanakan agar dapat diumumkan dalam Surat Kabar Harian
yang beredar di wilayah Kota Surakarta dan sekitarnya atas biaya
pemohon.
Berdasar pada Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi Jawa Tengah Nomor: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 maka status tanah Sriwedari
saat ini menjadi tanah negara. Sengketa berkepanjangan Tanah Sriwedari Solo antara
Pemerintah Kota Surakarta dengan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris usai.
Menurut Joko Widodo, selaku Walikota Surakarta, dengan dikembalikan Tanah
Sriwedari menjadi tanah negara, maka mudah untuk mengajukan hak pengelolaan
atas Tanah Sriwedari. Tanah Sriwedari saat ini menjadi status tanah negara berarti
siapapun berhak atas tanah Sriwedari baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun
ahli waris
RMT.Wirjodiningrat(http://www.detiknews.com/read/2011/07/30/161221/1692933/1
0/ma-putuskan-lahan-taman-sriwedari-solo-dikembalikan-ke-negara).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tanah Sriwedari yang saat ini berstatus tanah negara, pihak ahli waris terus
melakukan upaya hukum untuk mendapatkan haknya kembali atas tanah Sriwedari
tersebut dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kota Surakarta
terkait dengan pengosongan Sriwedari. Gugatan perdata dengan register perkara
nomor 31/Pdt.G/ 2011 /PN. Ska tertanggal 17 November 2011 dengan amar putusan
sebagai berikut :
MENGADILI:
DALAM KONPENSI : DALAM EKSEPSI :
- Mengabulkan eksepsi Tergugat I; DALAM POKOK PERKARA ;
- Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima; DALAM REKONPENSI :
- Menyatakan gugatan Penggugat dalam rekonpensi tidak dapat diterima; DALAM KONPENSI dan DALAM REKONPENSI :
- Menghukum para Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi
secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara yang hingga kini
ditetapkan sebesar Rp. 756.000, - (tujuh ratus lima puluh enam ribu rupiah).
Terkait dengan putusan 31/Pdt.G/ 2011/PN. SKA tertanggal 17 November
2011, ahli waris alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan upaya hukum banding.
Hingga saat ini kuasa hukum penggugat belum mengajukan memori banding yang
memuat alasan diajukannya banding. Tanah Sriwedari merupakan ikon budaya kota
Surakarta. Tanah Sriwedari juga merupakan aset Pemerintah Kota Surakarta dan
masih masuk dalam daftar inventaris barang milik daerah Kota Surakarta. Tanah
Sriwedari terdiri dari bangunan Museum Radya Pustaka, gedung wayang orang, dan
berbagai sarana rekreasi dan hiburan rakyat. Tanah Sriwedari yang diatasnya berdiri
bangunan-bangunan tersebut telah mempunyai nilai ekonomis yang mampu
memberikan pendapatan daerah kota Surakarta. Tanah Sriwedari masih terdaftar
sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta, meski sudah ada putusan Pengadilan Tata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan hak pakai (HP) Pemerintah Kota
Surakarta.
B. Proses Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota
Surakarta
Aset merupakan sumber pendukung dalam pembangunan dan sebagai daya
dukung dalam setiap organisasi pemerintah. Sebagai daya dukung dalam setiap
pemerintah baik itu pusat maupun daerah serta adanya desentralisasi urusan
pemerintahan/ kewenangan antar tingkatan pemerintah sehingga diperlukannya
pengaturan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana terkait dengan
desentralisasi maka ditetapkan peraturan pengelolaan barang milik negara/daerah
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah. Adapun kebijakan teknis secara khusus dalam
pengelolaan barang milik daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Penjelasan Umum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa Barang
Milik Daerah itu terdiri dari :
1. barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/
pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah
lainnya yang status barangnya dipisahkan. Barang milik daerah yang dipisahkan
adalah barang daerah yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau
Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran
Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya.
Adapun kegiatan pengelolaan barang milik daerah itu antara lain: perencanaan
kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
penggunaan; penatausahaan; pemanfataan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. Kegiataan pengelolaan itu harus dilaksanakan
secara maksimal agar mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagai pemegang kekuasaan
barang milik daerah. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan barang milik
daerah dalam pelaksanaan dan pengelolaannya dibantu oleh:
a. Sekretaris Daerah selaku pengelola, sebagai koordinator dibantu oleh asisten yang
membidangi melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah, bertugas dan
bertanggungjawab atas terselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi antara
pembina, pengelola dan pengguna barang/kuasa pengguna barang;
b. Asisten yang membidangi dibantu oleh Pembantu Pengelola bertanggungjawab
atas terlaksananya tertib pemenuhan standarisasi sarana dan prasarana kerja
Pemerintahan Daerah, standarisasi harga dan bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah; dan
c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna bertugas dan
bertanggungjawab atas perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
penggunaan, penatausahaan, pemeliharaan/perbaikan, pengamanan dan
pengawasan barang dalam lingkungan wewenangnya.
Tiap daerah memiliki barang milik daerah baik itu bergerak maupun tidak
bergerak. Barang daerah tersebut mempunyai nilai ekonomis sehingga diperlukannya
suatu kebijakan dalam pengelolaannya salah satunya Kota Surakarta. Kebijakan
dalam pengelolaan barang milik daerah itu diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Barang milik daerah Kota Surakarta salah satunya Tanah Sriwedari yang
terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kota Surakarta. Tanah Sriwedari dikenal sebagai ikon budaya dan sarana kepentingan
publik Kota Surakarta. Akan tetapi Tanah Sriwedari merupakan barang milik daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
yang telah menuai sengketa pertanahan antara ahli waris alm. RMT. Wirjodiningrat,
Pemerintah Kota Surakarta, Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan pihak lainnya.
Tanah Sriwedari yang dikenal dengan Kebon Raja merupakan suatu kawasan
wisata yang berada ditengah-tengah Kota Surakarta yang dilengkapi dengan hiburan
kesenian klasik, film dan jenis hiburan dalam pementasan wayang orang Sriwedari.
Tanah Sriwedari juga dilengkapi sebuah bangunan museum dengan berbagai koleksi
benda-benda peninggalan sejarah yang dikenal dengan Museum Radya Pustaka.
Tanah Sriwedari tersebut tidak hanya sebatas pada seni budaya tetapi juga di bidang
olahraga dengan dibangunnya Stadion Sriwedari yang dibangun pada tahun 1933.
Pengembangan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata dan menyediakan ruang
publik bagi masyarakat Kota Surakarta khususnya, oleh Pemerintah Kota Surakarta
melengkapi dengan membangun Pujasari, Restoran Boga, Taman Hiburan Rakyat
(THR), bioskop dan gedung Graha Wisata Niaga. Pengelolaan Tanah Sriwedari itu
dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta (Sugiarti, 2009. Vol
2. No 3 : 204-207).
Tanah Sriwedari sebagai ikon kepentingan publik tersebut telah terjadi
sengketa sejak tahun 1965 berawal sejak terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan
Nomor 22 atas nama ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dan Tanah Sriwedari
dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pada tanggal 24 September 1970 ahli waris
Alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan perdata kepada Pemerintah Daerah
Kotamadya Surakarta, Yayasan RadyaPustaka dan Penguasa Keraton selaku Tergugat
dengan register perkara nomor 147/1970 dan pada tanggal 29 Agustus 1975 diputus
dengan amar putusan bahwa:
- Menetapkan hukumnya tanah persil Recht Van Eigendom (RVE) Verp. No.
295 dan bangunan rumah gedung yang berdiri diatasnya sebagaimana lebih
jelas diuraikan dalam surat gugat adalah hak milik RMT. Wirjodiningrat dan
merupakan barang peninggalan yang belum dibagi waris.
- Menetapkan hukumnya Tergugat masing-masing tidak berhak menguasai
dan menempati (occuperen) tanah dan rumah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
- Menghukum Tergugat dan siapa saja yang mengaku memperoleh hak supaya
mengosongkan tanah dan rumah ini kepada Penggugat guna dibagi waris
diantara semua ahli waris RMT.Wirjodiningrat.
- Menentukan waktu penyerahan tanah rumah terperkara ataupun jumlah uang
harganya atau tanah dan rumah penggantinya, selama-lamanya empat bulan
terhitung mulai hari ini dan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1975,
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II supaya tiap bulan masing-masing
membayar uang ganti rugi kepada Penggugat, uang sejumlah Rp. 75.000,00
(tujuh puluh lima ribu rupiah) dan Rp. 25.000,00 (dua puluh lima rupiah)
terhitung sejak dimasukkannya gugatan perkara ini yaitu tanggal 27 Oktober
1970 sampai penyerahan tanah dan rumah terperkara atauapun
harganya/tanah dan rumah penggantinya oleh Tergugat kepada Penggugat.
Atas dasar putusan Pengadilan Negeri Kota Surakarta dengan register perkara
nomor 147/1970 tersebut, pihak Tergugat mengajukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg yang
diputus pada tanggal 6 April 1979 dengan amar putusan sebagai berikut :
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri di Surakarta tertanggal 29 Agustus
1975 No. 147/1970 Pdt. yang dimohonkan banding.
Upaya kasasi dilakukan oleh ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dan
diputus di tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Nomor 3000
K/Sip/1981 pada tanggal 17 Maret 1983 dengan amar putusan sebagai berikut :
- Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil
sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965
bekas Recht Van Eigendom Verponding No. 295 dan rumah gedung yang
berdiri diatasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi
waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada
tanggal 23 September 1980.
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar ganti rugi kepada
Penggugat masing-masing Tergugat I sebesar Rp. 20.550.000 ditambah Rp.
8.925.000 = Rp. 29.475.000 dan Tergugat II sebesar Rp. 6.875.000 ditambah
Rp. 2.975.000 = Rp. 9.850.000 untuk dibagi-bagikan kepada ahli waris
almarhum RMT. Wirjodiningrat.
- Menyatakan bahwa gugatan Penggugat agar Tergugat-Tergugat dan juga
orang-orang dan atau badan-badan yang turut menempati dengan izin
Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan persil dan gedung sengketa
kepada Penggugat tidak dapat diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasar pada putusan kasasi dengan Nomor 3000 K/Sip/1981 pada tanggal
17 Maret 1983 , Pemerintah Kota Surakarta hanya membayar ganti rugi atas uang
sewa kepada ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat. Pada tanggal 5 September 1980
ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan perpanjangan akan tetapi
menimbulkan permasalahan kembali dengan dikeluarkannya sertifikat Hak Pakai
Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta merupakan
perbuatan melawan hukum maka ahli waris RMT. Wirjodiningrat mengajukan
gugatan PTUN pada tanggal 11 November 2002 dengan register perkara Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg dengan amar putusan sebagai berikut :
- Menyatakan batal :
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut :
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Kantor Pertanahan Kota Surakarta menanggapi atas putusan dengan register
perkara Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby yang diputus pada tanggal 12 November 2003 dengan
amar putusan,
- Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor :
75/G/TUN/2002/PTUN Smg. tanggal 17 Juni 2003 yang dimohonkan
banding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tindak lanjut dari putusan banding tersebut ahli waris Alm. RMT.
Wirjodiningrat mengajukan kasasi dengan perkara nomor 125-K/TUN/2004 yang
diputus pada tanggal 20 Februari 2006 bahwa:
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya
tanggal 12 November 2003 Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby.
Berdasarkan pada putusan nomor 125-K/TUN/2004, Kepala Kantor
Pertanahan mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali nomor 29-
PK/TUN/2007 yang diputus pada tanggal 17 April 2009 dengan amar putusan,
- Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA
tersebut.
Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pada tahun 2002 diajukan
gugatan oleh ahli waris RMT. Wirjodiningrat telah memperoleh putusan yang
berkekuatan hukum tetap dalam Putusan PTUN Semarang tanggal 17 Juni 2003 No.
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg jo. Putusan PT TUN Surabaya tanggal 12 November
2003 No. 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby jo. Putusan MARI tanggal 20 Februari 2006
No. 125 K/TUN/2004 jo Putusan MARI tanggal 17 April 2009 No. 29
PK/TUN/2007, dengan amar putusan:
- Menyatakan batal:
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
- Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut:
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut menjadikan dasar untuk
diterbitkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan
Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari
terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat
II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap.
Penerbitan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan
Pembatalann sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari
terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat
II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap tersebut terdapat salah satu klausul yaitu:
- Mengembalikan statusnya menjadi:
a. Tanah Negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/ Sriwedari seluas ±
34.250 m2
dan tanah negara seluas ± 3.900 m2
untuk tanah bekas Hak
Pakai No. 15/Sriwedari.
b. Tanah Negara seluas ± 61.379 m2
untuk tanah bekas Hak Pakai No.
11/Sriwedari.
Berdasarkan SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di
Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memutuskan dikembalikannya Hak Pakai No. 11 dan Hak Pakai No. 15
menjadi status tanah negara tersebut berarti siapapun berhak atas Tanah Sriwedari
baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli waris RMT. Wirjodiningrat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tanah Sriwedari sebagai salah satu aset tidak bergerak Pemerintah Kota
Surakarta yang tercatat dalam neraca aset daerah Kota Surakarta. Status Tanah
Sriwedari adalah sebagai tanah negara sebagaimana sesuai dengan penerbitan SK.
17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan sertifikat Hak Pakai No.
11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjend Slamet
Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Keduanya tercatat
atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan
putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tindak lanjut Pemerintah
Kota Surakarta terhadap Tanah Sriwedari sebagai aset tidak bergerak dan berstatus
tanah negara tetap mencatat sebagai aset pemerintah Kota Surakarta dalam neraca
aset daerah. Tanah Sriwedari setelah penerbitan SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tersebut
tetap dikuasai oleh Pemerintah kota Surakarta karena telah bertahun-tahun tanah
Sriwedari dalam penguasaannya. Pengelolaan dari tanah Sriwedari dilakukan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagaimana fungsi dari tanah Sriwedari sebagai
ikon publik di Kota Surakarta. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
(1) Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti
kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang
bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maka Pemerintah Kota Surakarta
melakukan pendaftaran hak atas tanah terhadap Tanah Sriwedari yang berstatus
sebagai Tanah Negara tersebut.
Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran tanah, Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara
yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Maksud dari tidak dipunyai
dengan sesuatu hak atas tanah berarti tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara,
hak pengelolaan serta tanah ulayat dan tanah wakaf.
Tanah bekas Hak Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 kembali menjadi
status tanah negara, apabila dihubungkan dengan pengertian Pasal 1 angka 3
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka Tanah
Sriwedari saat ini tanah tanpa hak atas tanah sehingga siapa pun berhak mengajukan
hak atas tanah atas tanah Sriwedari dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah
nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pengelolaan Tanah Sriwedari sebagai salah satu barang milik daerah
Pemerintah Kota Surakarta yaitu melakukan penghapusan Tanah Sriwedari dari daftar
barang pengguna. Penghapusan merupakan salah satu kegiatan pengelolaan barang
milik daerah. Pasal 1 angka 24 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah,
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar
barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang
untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya.
Penghapusan barang milik daerah adalah suatu tindakan penghapusan barang
Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik
Daerah. Penghapusan barang milik Daerah berupa barang tidak bergerak seperti tanah
dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat
persetujuan DPRD. Akan tetapi, terdapat pengecualian yaitu tidak memerlukan
persetujuan dari DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah. Alasan penghapusan barang milik daerah adalah adanya putusan
pengadilan yang berkekuataan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya
(inkracht), adanya persetujuan dari dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan adanya dokumen baru yang diberikan kepada orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Alasan penghapusan barang milik daerah dari daftar barang pengguna atau
daftar kuasa pengguna karena,
1) adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak
ada upaya hukum lainnya (inkracht) dilakukan secara langsung oleh pengguna
Barang berdasarkan dokumen putusan penggadilan;
2) adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengecualian:
a) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b) harus dihapuskan karena anggaraan untuk bangunan pengganti sudah
disediakan dalam dokumen penganggaran;
c) diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d) diperuntukkan bagi kepentingan umum;
e) dikuasai oleh daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki
kekuataan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan,
yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
3) Adanya dokumen baru yang diberikan kepada pihak lain.
Berdasarkan alasan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, maka Tanah Sriwedari perlu diadakan penghapusan dari daftar inventaris
barang milik daerah sebagaimana pelaksanaan dari Penerbitan
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet
Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat
atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan
putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap yaitu putusan
peninjauan kembali dengan register perkara nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17
April 2009. Sehingga, penghapusan terhadap Tanah Sriwedari yang tercatat dalam
neraca aset daerah tidak diperlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta,
keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta tidak
membuat Pemerintah Kota Surakarta melakukan tindakan penghapusan sebagai salah
satu kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Pelaksanaan penghapusan tidak semata-
mata dihapus dari neraca aset daerah melainkan juga diperlukannya persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada saat ini pemeliharaan Tanah Sriwedari dengan
melakukan beberapa revitalisasi berupa pemagaran, pembenahan sarana Stadion
Sriwedari untuk kepentingan olahraga masyarakat, misal penarikan uang sewa dari
bangunan Graha Wisata dan lainnya. Akibat dari dikeluarkannya
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang pencabutan dan pembatalan sertifikat Hak Pakai
nomor 11 dan 15 dengan klausul Tanah Sriwedari dikembalikan menjadi status tanah
negara, saat ini Pemerintah Kota Surakarta mengajukan permohonan hak atas tanah
baru kepada Kantor Pertanahan Kota Surakarta berdasarkan pada Pasal 33 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
C. Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam Memelihara
Tanah Sriwedari Setelah Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak
Pakai Nomor 11 dan 15.
Tanah Sriwedari merupakan salah satu ikon publik yang berada di tengah-
tengah Kota Surakarta. Tanah Sriwedari yang pada awalnya merupakan tempat
peristirahatan kerajaan Surakarta yang kemudian oleh Pakubuwono X berubah
menjadi taman Kota Surakarta yang dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta.
Penguasaan oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut menimbulkan sengketa yang
berkepanjangan antara ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dengan Pemerintah Kota
Surakarta.
Tanah Sriwedari selama penguasaan oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut
telah dibangunnya beberapa bangunan yaitu Museum Radya Pustaka yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dipergunakan untuk menyimpan benda-benda peninggalan sejarah, Stadion Sriwedari
yang dibangun pada tahun 1933 dan dipergunakan oleh publik untuk melakukan
aktivitas olahraga, Gedung Wayang Orang Sriwedari adalah sebuah gedung
menyajikan seni pertunjukan wayang orang. Selain itu, untuk menunjang
pemanfaatan Tanah Sriwedari untuk kepentingan umum maka oleh Pemerintah Kota
Surakarta membangun Pujasari, restoran Boga, Taman Hiburan Rakyat, bioskop dan
gedung Graha Wisata Niaga (Sugiarti, 2009. Vol 2 No.3 : 204-207).
Barang merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta faktor penunjang dalam pembangunan
khususnya bagi daerah yang mampu memberikan kontribusi berupa pendapatan asli
daerah. Barang tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih kepada daerah maka
perlu dilakukan pengelolaan barang milik negara daerah secara baik dan benar.
Kebijakan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah mengalami perubahan
sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Hal ini sejalan dengan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di
daerah yang dimulai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara dengan adanya desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom (daerah) untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Peraturan secara khusus kebijakan teknis dalam pengelolaan barang
milik daerah ditetapkan pengelolaan barang milik daerah ditetapkan Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
Penjelasan Umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah,
Barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau
diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang
berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu
yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan
tumbuhtumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Barang milik
daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari:
1. barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/
pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik
Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan. Pengelolaan dan
anggaran dibebankan pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik
Daerah.
Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Kepala Daerah sebagai
pemegang kekuasaan dalam pengelolaan barang milik daerah yang dibantu oleh
Sekretaris Daerah selaku pengelola; Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit
pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola; Kepala SKPD selaku
pengguna; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; Penyimpan
barang milik daerah; dan Pengurus barang milik daerah.
Tanah Sriwedari merupakan salah satu barang milik daerah yang masuk
dalam daftar barang pengguna dan daftar inventaris barang milik daerah. Tanah
Sriwedari dari daftar barang pengguna tersebut Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD)
sebagai pengguna serta Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pengguna terkait dengan penggunaan Tanah
Sriwedari sebagai kawasan wisata. Pengelolaan dari Tanah Sriwedari dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Hal ini sesuai dengan pemanfaatan Tanah
Sriwedari sebagai kawasan wisata di tengah serta sebagai ikon publik Kota Surakarta.
Pengelolaan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata tersebut oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata menarik retribusi dari obyek-obyek yang potensial
mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah di kawasan tersebut.
Tanah Sriwedari hingga bertahun-tahun menjadi tanah sengketa antara
penguasa yaitu Pemerintah Kota Surakarta dengan ahli waris RMT. Wirjodiningrat.
Penguasaan Tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta menurut ahli waris
RMT. Wirjodiningrat merupakan perbuatan melawan hukum sehingga oleh ahli waris
RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan baik gugatan secara perdata maupun
secara tata usaha negara. Gugatan perdata atas sengketa Tanah Sriwedari tersebut
terkait dengan pengosongan lahan Tanah Sriwedari yang kemudian berdasarkan
putusan Pengadilan Negeri Kota Surakarta dengan Nomor Register Perkara No.
31/Pdt.G/ 2011 /PN. SKA tertanggal 17 November 2011 dengan amar putusan bahwa
menolak gugatan penggugat (ahli waris RMT. Wirjodiningrat). Alasan dari penolakan
gugatan penggugat oleh Majelis Hakim, Asra, S.H. menilai jika gugatan ahli waris
Wirjodiningrat yang dilayangkan pada Februari lalu sama dengan gugatan yang
dilakukan ahli waris pada 1970 (nebis in idem). Menurut hakim, obyek yang
disengketakan pada dua persidangan itu sama yaitu tanah Recht van Eigendom (RVE)
yang telah dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 22. Obyek gugatan
kedua persidangan juga sama, yaitu ahli waris Wirjodiningrat melawan Pemkot
Surakarta (http://news.detik.com/read/2011/11/17/191832/1769745/10/pengadilan-
taman-sriwedari-solo-tetap-dikelola-pemerintah?n991102605).
Satu sisi ahli waris RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan Tata Usaha
Negara yang kemudian mempunyai putusan yang berkekuatan hukum berdasar
putusan peninjauan kembali dengan register perkara nomor 125-K/TUN/2004 pada
tanggal 20 Februari 2006 bahwa menyatakan batal dan memerintahkan kepada
Tergugat (Kantor Pertanahan Kota Surakarta) untuk mencabut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta;
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan dari putusan peninjauan kembali yang
berkekuatan hukum tetap tersebut diterbitkannya SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang
Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai
No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan
yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap. Berdasarkan surat keputusan
tersebut terdapat salah satu klausul yang menyebutkan,
Mengembalikan statusnya menjadi:
- Tanah negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/Sriwedari seluas ±
34.250 m2
dan tanah negara seluas ± 3.900 m2
untuk tanah bekas Hak Pakai
No. 15/Sriwedari.
- Tanah negara seluas ± 61.379 m2
untuk tanah bekas Hak Pakai No.
11/Sriwedari;
Pengertian tanah negara menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara atau tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak
atas tanah. Tanah negara itu berarti bahwa tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak
atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah
negara, hak pengelolaan serta tanah ulayat dan tanah wakaf.
Tanah negara itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (B.F. Sihombing, 2005: 79-
80 ) :
a. tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara, dalam pengertian hak
menguasai dari negara untuk mengatur bumi, air dan ruang angkasa serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada suatu tingkatan tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang
mempunyai kewenangan sebagaimana diatura dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria:
1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
b. tanah negara yang dimiliki oleh pemerintah yaitu tanah-tanah yang diperoleh
pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan nasionalisasi, pemberian,
penyerahan sukarela maupun melalui pembebasan tanah dan berdasarkan akta-
akta peralihan hak.
c. tanah negara yang tidak dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat, badan hukum
swasta dan badan keagamaan atau badan sosial serta tanah-tanah yang dimiliki
oleh perwakilan negara asing.
Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di
Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh
kekuataan hukum tetap dengan klausul dikembalikannya tanah bekas Hak Pakai
Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 menjadi status tanah negara maka siapapun baik
Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli waris RMT. Wirjodiningrat berhak
mengajukan hak atas tanah atas Tanah Sriwedari tersebut. Saat ini Pemerintah Kota
Surakarta telah mengajukan hak atas tanah baru atas Tanah Sriwedari (Bambang Aris
Sasongko. 2011. Solopos: Pemkot Ajukan HP Baru Atas Tanah Sriwedari). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk melakukan penataan Tanah
Sriwedari yang terhambat karena sengketa hukum. Penataan Tanah Sriwedari tersebut
dilakukan karena Tanah Sriwedari masuk dalam daftar invetaris barang milik daerah
Pemerintah Kota Surakarta dan daftar barang pengguna. Adanya penerbitan
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tersebut, Pemerintah Kota Surakarta melakukan pendaftaran
hak atas tanah terhadap Tanah Sriwedari berdasarkan pada Pasal 33 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik negara/Daerah.
Tanah negara dalam arti sempit harus dibedakan dengan tanah-tanah yang
dikuasai oleh Departemen-Departemen dan Lembaga-Lembaga Pemerintah Non-
Departemen lainnya dengan hak pakai, serta merupakan aset atau bagian dari
kekayaan negara yang penguasaannya ada pada Menteri Keuangan. Penguasaan tanah
negara dalam arti publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ada pada
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pengelolaan barang milik daerah di Kota Surakarta diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah. Barang milik daerah berupa Tanah Sriwedari tersebut masih masuk dalam
daftar inventaris sehingga mendapatkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Hal ini sebagai konsekuensi dari penguasaan Tanah
Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai salah satu barang milik daerah
Kota Surakarta yang mampu memberikan kontribusi pada pendapatan daerah melalui
retribusi dari obyek-obyek yang potensial di kawasan Tanah Sriwedari.
Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di
Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta tidak membuat Pemerintah Kota Surakarta melakukan tindakan
penghapusan sebagai salah satu kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Pasal 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
angka 34 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah,
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar
barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang
untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya.
Alasan tidak dilakukan penghapusan dari daftar inventaris barang milik
daerah karena Tanah Sriwedari masih dalam penguasaan Pemerintah Kota Surakarta
karena sebagai ikon publik di Kota Surakarta. Barang milik daerah apabila akan
dilakukannya penghapusan diperlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah
Asal Konversi Hak-Hak Barat, Pihak-pihak yang secara nyata menguasai tanah-tanah
bekas konversi hak Barat yang dimaksud dalam peraturan ini, selama belum
diselesaikan menurut ketentuan pasal-pasal diatas, wajib memelihara tanah,
bangunan, dan lain-lain yang ada diatasnya secara baik. Berdasarkan pada Pasal 15
tersebut pihak yang secara nyata menguasai tanah bekas konversi hak barat maka
wajib memelihara. Terkait dengan tanah Sriwedari, bahwa Pemerintah Kota Surakarta
masih menguasai tanah Sriwedari meskipun diterbitkannya SK.17/Pbt/BPN.33/2011
tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak
Pakai No.15/Sriwedari dengan alasan tanah Sriwedari menjadi aset daerah Kota
Surakarta sehingga dipelihara oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pemeliharaan tanah
Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta dengan melakukannya revitalisasi
sejumlah bangunan di tanah Sriwedari.
Penguasaan atas Tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta merupakan
perbuatan melawan hukum dikarenakan status hukum tanah Sriwedari itu menjadi
tanah negara, dimana tanah yang tidak dilekati oleh hak atas tanah sebagaimana
tertera dalam SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen
Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Sehingga
penguasaan atas Tanah Sriwedari tanpa dilandasi hak maka melawan hukum,
perbuatan melawan hukum tersebut juga terkait dengan perbuatan hukum Pemerintah
Kota Surakarta yang melakukan revitalisasi di kawasan Taman Sriwedari, sebagai
contoh pembangunan gazebo untuk menyediakan ruang publik dalam pementasan.
Perbaikan Stadion Sriwedari sebagai sarana olahraga masyarakat khususnya
masyarakat Kota Surakarta. Perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam
melakukan revitalisasi tersebut tidak mempunyai dasar hukum.
Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di
Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta tersebut merupakan pelaksanaan dari putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dan sebagai salah satu alasan perlu diadakannya
penghapusan barang milik daerah yaitu adanya putusan pengadilan hukum yang tetap
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Akan tetapi, Pemerintah
Kota Surakarta tidak menghapus Tanah Sriwedari dari neraca aset daerah sehingga
perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta yang tidak menghapus dari neraca aset
negara merupakan perbuatan melawan hukum karena tanah Sriwedari merupakan
tanah negara bukan tanah aset pemerintah Kota Surakarta. Alasan penghapusan
barang milik daerah atas dasar pelaksanaan dari putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, sehingga tidak diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
Perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan namun perbuatan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan keadilan atau norma kehidupan sosial
dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Terkait dengan Tanah
Sriwedari tersebut, pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena
bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan SK.17/Pbt/BPN.33/2011
tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak
Pakai No.15 dimana terdapat klausul dikembalikannya status Tanah Srwiedari
menjadi tanah negara.
Satu sisi Pemerintah kota Surakarta merupakan salah satu aparatur negara
yang perlu menjunjung tinggi penyelenggaran negara yang bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Pemerintah sebagai salah satu aparatur negara harus menaati dan tunduk
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta asas-asas. Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,
1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan Penyelenggara Negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan
negara.
3. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
4. Asas Keterbukaan adalah asas yan membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban Penyelenggara Negara.
6. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Status Tanah Sriwedari menjadi tanah negara sebagaimana tertuang dalam
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai
No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15. Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara merupakan tanah yang
langsung dikuasai oleh negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.
Akan tetapi, tanah Sriwedari saat ini menjadi aset Pemerintah Kota Surakarta. Terkait
dengan asas-asas pemerintah yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme Pemerintah
Kota Surakarta melanggar asas kepastian hukum karena Pemerintah Kota Surakarta
melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Taknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun
1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
Pemerintah Kota Surakarta menjadikan tanah Sriwedari menjadi aset
Pemerintah Kota Surakarta dan masih mendapatkan anggaran dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah Kota Surakarta. Terkait dengan pengertian Tanah Negara
dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati suatu hak atas
tanah. Pemerintah Kota Surakarta menguasai tanpa alas hak dan melakukan
penyalahgunaan keuangan daerah terkait dengan pengelolaan tanah Sriwedari tanpa
alas hak dengan melakukan revitalisasi bangunan di tanah Sriwedari dengan
menggunakan keuangan daerah sebagaimana anggaran yang dianggarkan oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Penyalahgunaan keuangan daerah tersebut, Pemerintah
Kota Surakarta melakukan tindak pidana korupsi. Adapun unsur-unsur tindak pidana
korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
a. Perbuatan melawan hukum oleh seseorang maupun badan hukum;
b. Merupakan penyalahgunaan wewenang;
c. Merugikan negara atau perekonomian negara;
d. Memperkaya diri sendiri, maupun korporasi;
e. Perbuatan curang atau sengaja curang.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan
pembangunan beberapa bangunan di tanah Sriwedari salah satu upaya dari
pengelolaan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta. Akan tetapi,
perbuatan Pemerintah Kota Surakarta melakukan pembangunan bangunan seperti
gazebo tidak mempunyai alas hak karena tanah Sriwedari menjadi tanah Negara,
tanah tanpa dilekati suatu hak atas tanah.
Hak bangsa dan hak menguasai dari negara, tidak ada tanah yang merupakan
res nullius, yang setiap orang dengan leluasa dapat menguasai dan menggunakannya.
Menguasai tanah tanpa ada landasan haknya yang diberikan oleh Negara atau tanpa
izin pihak yang mempunyainya tidak dibenarkan sehingga dapat diancam dengan
sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya (Boedi Harsono, 2003 :
275-276).
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam, saat itu luasnya lahan pertanahan
yang tidak terukur maka tanah hanya dapat dikuasai secara ipso facto. Artinya, tanah
dipandang dikuasai apabila secara nyata tanah dimaksud ditempati, dimanfaatkan,
diusahakan, dan dirawat oleh pemukim dan penggarapnya untuk kesejahteraan
manusia. Semakin lahan pertanahan dimaksud ditempati, diolah, dan dimanfaatkan
secara nyata, maka hak penguasaan atas tanah akan semakin menguat. Sebaliknya
semakin ditelantarkan, maka penguasaan dimaksud akan semakin mengabur. Jika
demikian, hak individual itu kembali tertransformasi menjadi tanah bebas (Ade
Saptomo, September 2004. Vol. 1, No. 2: 207-218).
Penguasaan secara yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dihaki. Tetapi penguasaan dapat pula diartikan memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang dihaki secara fisik, tetapi pada kenyataannya penguasaan fisik
dilakukan oleh pihak lain. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain
tanpa hak (Boedi Harsono, 2003: 23).
Ruang lingkup hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah sebagai
lembaga hukum dan hubungan hukum konkret. Hak penguasaan atas tanah
merupakan suatu lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang
atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan hukum
tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum, antara
lain:
a) Mengatur nama atau penyebutan pada hak penguasaan tersebut;
b) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk
diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya;
c) Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang
haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya;
d) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya;
Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu hubungan hukum konkret, jika
telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan
hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang hak. Ketentuan-ketentuan hukum tanah
yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkret,
antara lain:
(1) Penciptaanya menjadi suatu hubungan hukum yang kongkrit, dengan nama atau
sebutan yang dimaksudkan diatas;
(2) Pembebanannya dengan hak-hak lain;
(3) Pemindahan kepada pihak lain;
(4) Hal-hal mengenai hapusnya;
(5) Hal-hal mengenai pembuktian (Boedi Harsono, 2003 : 25-27).
Perspektif secara yuridis, perbuatan hukum penguasaan berbeda dengan
pemilikan. Konsep yuridis penguasaan memilik dimensi tertinggi tidak sekedar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
sebatas pada wujud milik, tetapi penguasaan itu melahirkan wewenang mengatur dan
menentukan. Perbuatan hukum penguasaan dalam segi hukum administrasi negara
adalah perbuatan bersegi satu dari negara, bahwa perbuataan ini tidak membutuhkan
persetujuan lembaga manapun karena tercipta atribusi dalam peraturan perundang-
undangan. Sedangkan pemilikan memiliki dimensi hubungan keperdataan yang tidak
mempunyai makna perbuataan hukum publik. Sebagai bagian dari aturan hukum
perdata, hak milik tidak melahirkan wewenang publik karena sifatnya yang lahir
karena status hukum seseorang yang otonom.
Demi tertib administrasi, barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan
perlu dilakukan pengurusan secara administratif guna memberikan kepastian dan
perlindungan hukum atas pengelolaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan. Apabila pihak Pemerintah Kota Surakarta yang berhak atas Tanah
Sriwedari tentu diikuti oleh bukti-bukti yang mendukung hak-hak penggunaan
maupun pemanfataan atas tanah. Perlindungan dan kepastian hukum kepada
pemegang hak atas tanah dapat diberikan melalui pendaftaran tanah sebagaimana
diatur dalam Pasal 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. sehingga pemegang
hak atas tanah diberikan sertifikat sebagai tanda bukti hak kepemilikan dan/atau
penguasaan.
Upaya tertib administrasi dengan dilakukannya pendaftaran tanah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah diperlukannya bukti-bukti pemilikan yang diatur dalam Pasal 24
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama
pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut
kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan
pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak. Alat-alat bukti tertulis
yang dimaksudkan dapat berupa:
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa
hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan; atau
d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau
e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua
kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan; atau
h. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
i. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan; atau
j. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
k. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;
atau
l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan; atau
m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-
ketentuan Konversi UUPA.
Apabila ketentuan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berkaitan dengan bukti
kepemilikan tidak ada maka dapat digantikan dengan Pasal 24 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat
menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang
berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal
demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti
kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah
dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya. Pembukuan hak menurut ayat ini
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan
secara nyata dan dengan itikat baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih
secara berturut-turut;
b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu
tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh
masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat
dipercaya;
d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan
keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;
e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang
disebutkan di atas;
f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya
dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan
oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Terkait dengan status hukum hak atas tanah Sriwedari yang dikembalikan
menjadi status tanah negara, maka demi tertib administrasi maka harus dilakukan
pendaftaran tanah dengan disertai bukti-bukti penguasaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah apabila bukti-bukti kepemilikan tidak ada. Akan tetapi bukti kepemilikan oleh
pihak Pemerintah Kota Surakarta tidak mempunyai hal ini dikarenakan sertifikat Hak
Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 atas nama Pemerintah Kota Surakarta
sudah dicabut dan dibatalkan dengan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan
dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai
No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan
yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap.
Tanah Sriwedari sebagai ikon budaya di Kota Surakarta. Tanah Sriwedari dan
aspek pendukungnya masuk dalam kategori benda cagar budaya, sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan. Aspek pendukung tersebut meliputi : patung-patung yang
tersimpan dalam Museum Radya Pustaka, stadion, gedung wayang orang (Anisaul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Karimah. Joglosemar. Budayawan: Kembalikan Sriwedari ke Rakyat !. 18 Maret
2011).
Terkait dengan Tanah Sriwedari sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, maka harus
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya,
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Tanah Sriwedari disebut sebagai ikon budaya karena Tanah Sriwedari itu
dahulu merupakan tanah peristirahatan Keraton Surakarta, yang diatas Tanah
sriwedari tersebut berdiri bangunan-bangunan berupa Museum Radya Pustaka yang
berguna untuk menyimpan benda-benda bersejarah, Stadion Sriwedari sebagai sarana
untuk olahraga, Gedung wayang orang merupakan bangunan yang digunakan oleh
masyarakat khususnya masyarakat Kota Surakarta untuk mengapresiasikan kesenian
wayang orang. Pada saat ini pengelolaan dari Tanah Sriwedari itu berada dalam
Pemerintah Daerah Kota Surakarta beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Pengelolaan dari tersebut karena
tujuan dari Tanah Srwiedari tersebut digunakan sebagai tempat Pariwisata yang
dilengkapi wahana Taman Hiburan Rakyat, Graha Wisata, serta sebagai temapat
kebudayaan dengan didirikan bangunan berupa Museum Radya Pustaka yang
menyimpan koleksi-koleksi benda-benda bersejarah, Gedung Wayang Orang sebagai
tempat mengapresiasikan kesenian wayang orang di Kota Surakarta.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya,
Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang
berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda,
bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau
yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Museum sebagai tempat menyimpan benda bersejarah koleksi benda-benda
kuno. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya,
koleksi adalah benda-benda bukti material hasil budaya, termasuk naskah
kuno, serta material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi,
dan/atau pariwisata.
Konsekuensi dari Tanah Sriwedari sebagai Cagar Budaya maka perlu
dilakukannya pendaftaran sehingga tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya.
Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya
berhak memperoleh jaminan hukum berupa (Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya):
(1) surat keterangan status Cagar Budaya; dan
(2) surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah. Bukti yang sah,
antara lain, adalah sertifikat hak milik atas tanah, kuitansi pembelian, dan
surat wasiat yang disahkan oleh notaris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Penerbitan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011, Pemerintah Kota
Surakarta sebagai pengelola dari Tanah Sriwedari tidak menghapus tanah
Sriwedari dari neraca aset daerah Kota Surakarta dengan alasan tanah
Sriwedari telah dikuasai selama bertahun-tahun. Jika akan menghapus Tanah
Sriwedari dari neraca aset daerah Kota Surakarta diperlukannya persetujuan
dari Dewan Perwakilan Daerah.
2. Tindakan Pemerintah kota Surakarta yang tidak melakukan penghapusan atas
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa
Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 merupakan perbuatan melawan
hukum karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 dan penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.
Pemerintah Kota Surakarta juga melakukan penyalahgunaan keuangan daerah
terkait dengan pengelolaan Tanah Sriwedari yang melanggar asas kepastian
hukum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999.
B. Saran
Berdasarkan simpulan, penulis memberikan saran sebagai berikut.
1. Pemerintah Kota Surakarta merupakan aparatur negara yang harus tunduk dan
taat pada hukum sehingga Tanah Sriwedari dihapus dari daftar neraca aset
daerah Kota Surakarta dan menghentikan pengelolaan terhadap Tanah
Sriwedari. Demi terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme
2. Penguasaan atas Tanah Sriwedari tersebut oleh Pemerintah Kota Surakarta
harus berdasarkan pada alas hak yang sah sehingga mempunyai kekuatan
hukum dan kepastian hukum sebagaimana sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.