implikasi yuridis batalnya undang-undang nomor 9...

78
i IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TERHADAP YAYASAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : SITI ANISAH 1110048000023 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M

Upload: vodat

Post on 13-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

i

IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TERHADAP

YAYASAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

SITI ANISAH

1110048000023

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 2: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih
Page 3: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih
Page 4: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih
Page 5: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

v

ABSTRAK

SITI ANISAH, NIM : 1110048000023, Implikasi Yuridis Batalnya Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2009 terhadap Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta di

Indonesia, Strata Satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1435H/ 2013M. x +

64 Halaman + 4 Lampiran.

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 11-14-21-126-136/PUU-

VII/2009 pada tanggal 31 Maret 2010, telah menutup eksistensi segala hal mengenai

Badan Hukum Pendidikan yang dirancang sebagai lembaga penyelenggara

pendidikan formal termasuk disini penyelenggara pendidikan tinggi. Dasar Hukum

mengenai Badan Hukum Pendidikan sebagaimana yang tersebut dalam Penjelasan

Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu hal ini akan menimbulkan permasalahan

seperti status badan hukum yayasan yang menyelenggarakan perguruan tinggi swasta

di Indonesia serta peraturan apa yang digunakan sebagai pengganti Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan

fakta serta menganalisa permasalan yang ada. Penelitian ini menggunakan

pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan

analisa terhadap yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta pasca putusan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor

11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 penyelenggaraan perguruan tinggi swasta kembali

kepada payung hukum Undang-Undang Yayasan dan juga memperhatikan pada

peraturan perundang-undangan tentang Perguruan Tinggi, yang dipertegas kembali di

dalam Pasal 220E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010

tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Kata Kunci : Penyelenggara Pendidikan, Badan Hukum Pendidikan, Yayasan

Perguruan Tinggi Swasta

Pembimbing Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. dan Feni Arifiani, S.Ag., M.H.

Sumber Rujukan dari tahun 1993 sampai 2014.

Page 6: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

vi

KATA PENGANTAR

Dengan iringan doa dan puji syukur kepada Allah SWT karena atas izin-

Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang

harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa penulis

hanturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan

sahabatnya, karna berkat perjuangannya kita dapat memeluk agama Islam sampai saat

ini. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril

maupun materil, juga masukan serta saran. Oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Yth. Dr. H. JM. Muslimin, M.A. selaku dekan beserta seluruh jajaran dekanat

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Prodi Ilmu Hukum Bapak Dr. Djawahir Hejjaziey, S.H., M.A., M.H. dan

Sekertaris Prodi Ilmu Hukum Bapak Drs. Abu Thamrin S.H., M.Hum.

3. Dosen Pembimbing Penulis, Bapak Feni Arifiani, S.Ag., M.H. dan Bapak Drs.

Abu Thamrin S.H., M.Hum yang dengan sabar telah membimbing penulis sampai

dengan selesainya penulisan skripsi ini.

4. Segenap dosen pengajar tetap maupun tidak tetap Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh staf Perpustakaan Utama dan

Perpustaan Fakultas Syariah dan Hukum yang merupakan bagian yang membantu

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih telah membuat

ananda mengerti arti kata “Ikhlas”, semoga kita akan dipertemukan di Akhirat

nanti dan untuk wanita terkasih Umminda Hj. Sa’adah Dasuki. Terimakasih atas

segala do’a tulus serta dukungan tanpa pamrih yang ummi berikan. Ananda

Page 7: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

vii

mohon maaf untuk semua rasa sakit yang pernah ananda buat. Mata’anallah

bithulli hayaatiha..

6. Untuk keluarga yang senantiasa meramaikan suasana dan selalu memberikan

dukungan moril serta materil pada penulis, yaitu kakanda Siti Rohimah, Nurlaila,

Achmad Husein (Alm.), Nurhikmah Ramadhana, Muhammad Hasan, Nur Ali,

Nurhasanah dan adikku Siti Sarah. Juga untuk keponakan-keponakanku terutama

Edgar Emir Hidhayat dan Elmira Husna Raharjo. Antenis love y’all.

7. Untuk mesin penyemangatku Dhery Faizy Pramana terimakasih untuk waktu,

tenaga, bimbingan dan support tiada henti yang kamu berikan. Serta untuk Mama,

Papa, Pepi, Abib, Aa, Kak Sahla dan Si kecil Khalisa terimakasih telah membuat

penulis merasakan kasih sayang tulus, semoga Allah SWT mentakdirkan kita

menjadi keluarga selamanya, Amin.

8. Untuk pengisi hidup paling heboh, my Dergamor Ajeng, Defi, Ocha, Bibil, Nazia

dan Kiki terimakasih telah meramaikan dikala sepi, menghibur dikala sedih,

mengingatkan dikala lupa dan menertawakan dikala terpuruk.

9. Seluruh mahasiswa Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama

angkatan 2010 konsentrasi Hukum Bisnis dan Kelembagaan Negara khususnya

untuk Apri, Liza, Atik, Nourma, Mona, Fika, Endah, Cantika, Kendri, Ainul,

Nadia dan seluruhnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga kita

semua menjadi Sarjana Hukum yang amanah, Amin.

Jazakumullah Khairan katsiir, semoga Allah SWT membalas kebaikan

mereka semua dan semoga jalan yang telah ditapaki bersama kini akan membawa

kebersamaan pula nanti.

Jakarta, 22 April 2014

Siti Anisah

Page 8: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................... 9

F. Kerangka Konseptual ....................................................................... 10

G. Metode Penelitian............................................................................ 12

H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 17

BAB II TINJAUAN UMUM YAYASAN PERGURUAN TINGGI SWASTA 19

A. Dasar Hukum Yayasan ..................................................................... 19

B. Yayasan Sebagai Badan Hukum ...................................................... 22

C. Yayasan Sebagai Badan Hukum Penyelenggara Perguruan

Tinggi Swasta ................................................................................... 26

D. Asas Nirlaba Pada Yayasan ............................................................. 27

Page 9: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

ix

BAB III JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG BADAN HUKUM

PENDIDIKAN OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI RI ................ 31

A. Permohonan Judicial Review Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan oleh ABPPTSI ke Mahkamah Konstitusi RI ................ 31

B. Pokok Permohonan dan Putusan Judicial Review Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan oleh ABPPTSI ...................................... 40

BAB IV PERUBAHAN STATUS BADAN HUKUM YAYASAN

PERGURUAN TINGGI SWASTA PASCA BATALNYA UNDANG-

UNDANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN ..................................... 46

A. Status Badan Hukum Yayasan Perguruan Tinggi Swasta Ditinjau Dari

Sebelum Berlakunya Undang-Undang Yayasan ................................ 46

B. Pengaturan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia ............ 48

C. Penerapan Konsep Badan Hukum Pendidikan Pada Yayasan

Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta ........................................... 52

D. Status Badan Hukum Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi

Swasta Ditinjau Dari Dikabulkannya Hak Uji Materil Atas Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan Oleh Mahkamah Konstitusi ....... 56

BAB V PENUTUP ................................................................................................... 60

A. Kesimpulan ............................................................................................. 60

B. Saran ...................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 62

LAMPIRAN ............................................................................................................. 65

Page 10: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

x

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Permohonan Data Wawancara

Surat Keterangan Wawancara

Daftar Pertanyaan Wawancara

Page 11: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

kebiasaan sekelompok orang yang di transfer dari satu generasi ke generasi

berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan biasanya

berawal saat seorang bayi dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.1

Pendidikan merupakan bagian esensial dari hak asasi manusia, yang

diselenggarakan oleh setiap negara demi tercapainya cita-cita nasional

Negara. Pengaturan pendidikan dalam konstitusi negara menimbulkan hak

konstitusional bagi setiap rakyat Indonesia dan kewajiban konstitusional bagi

negara, yaitu setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan

sedangkan negara berkewajiban untuk mengusahakan, menyelenggarakan,

dan membiayai pendidikan serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setiap orang memiliki kebebasan untuk membentuk dan mengelola

institusi-institusi pendidikan. Kebebasan ini mencakup pula hak untuk

membentuk dan mengelola segala bentuk institusi pendidikan,2 karena

peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas

merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan

1 Wikipedia, “Filosofi Pendidikan”, diakses pada Kamis, 8 Mei 2014 dari id.wikipedia.org

2 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan,

(Jakarta : Komnas HAM, 2005), h. 31.

Page 12: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

2

tujuan Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945, yaitu :

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.”

Sejalan dengan itu, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai

berikut :

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia.”

Amanat dalam pasal 28C ayat (1) UUD 1945 tersebut dipertegas oleh

Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak

mendapat pendidikan.” 3

Pesan di dalam UUD 1945 bidang pendidikan kemudian

ditindaklanjuti dengan pembentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950

tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, yang selanjutnya

diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dan diganti lagi menjadi Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3 Dodi Nandika, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Cet. I, (Jakarta : Pustaka

LP3ES Indonesia, 2007) , h. 3.

Page 13: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

3

Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

menyebutkan bahwa “Penyelenggara dan/ atau satuan pendidikan formal yang

didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum

pendidikan.” itu artinya penyelenggara pendidikan formal baik yang didirikan

oleh pemerintah maupun oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan.

Ketentuan mengenai badan hukum pendidikan selanjutnya diatur

dalam undang-undang tersendiri, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 53

ayat (4) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang menyabutkan

bahwa “Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-

undang tersendiri.” Dasar itulah yang menjadi pijakan bagi terbentuknya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

Badan Hukum Pendidikan merupakan suatu bentuk badan hukum

lembaga pendidikan formal di Indonesia yang berbasis pada otonomi dan

nirlaba. Badan Hukum Pendidikan dibentuk berdasarkan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang disahkan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 17 Desember 2008.

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dinilai bersifat

kontroversial dan menimbulkan pro-kontra dari berbagai elemen masyarakat.

Kontroversi timbul sebagai akibat adanya ketentuan unifikasi bagi

penyelenggaraan pendidikan termasuk mengenai tata kelola, komersialisasi

Page 14: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

4

pendidikan terkait adanya otonomi pengelolaan pendidikan dengan berprinsip

nirlaba dan pengelolaan dananya secara mandiri yang berujung pada

mahalnya biaya pendidikan.

Ketentuan unifikasi dan otonomi pendidikan menimbulkan

kekhawatiran terjadi pengalihan kewajiban negara kepada pihak swasta

sehingga pada tahun 2010, bentuk Badan Hukum Pendidikan telah dihapuskan

sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 11-

14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010.

Putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut menyebabkan kekosongan

hukum (rechtvacum) dalan dunia pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan

di Indonesia, sehigga telah menutup eksistensi segala hal mengenai Badan

Hukum Pendidikan yang dimaksudkan sebagai lembaga penyelenggara

pendidikan formal.

Dengan demikian hal ini akan menimbulkan permasalahan seperti

status badan hukum yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta di

Indonesia, kedudukan hukum akta/ pengesahan Badan Hukum Pendidikan

Masyarakat, serta ketentuan hukum mengenai pendirian dan penyesuaian

yayasan yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.

Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi RI mengenai pembatalan

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan jelas berpengaruh pada yayasan

Page 15: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

5

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia yang juga merupakan

sebuah yayasan penyelenggara pendidikan.

Melihat pada kedudukan antara Yayasan Pendidikan dan status Badan

Hukum Pendidikan, juga mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI

yang menganggap bahwa Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak

memiliki kekuatan hukum tetap, membuat penulis tertarik untuk membahas

penyesuaian keduanya yang disertai dengan studi kasus pada Yayasan

Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah.

Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah merupakan satu dari empat

belas yayasan pendidikan yang tergabung dalam Asosiasi Badan

Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) yang

melakukan pengajuan judicial review Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009

tentang Badan Hukum Pendidikan, sehingga penulis menjadikan penelitian ini

dengan judul “IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG

NOMOR 9 TAHUN 2009 TERHADAP YAYASAN PERGURUAN

TINGGI SWASTA DI INDONESIA”

B. Identifikasi Masalah

1. Mengapa Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dinyatakan tidak

berkekuatan hukum tetap

2. Perubahan apa yang dilakukan yayasan perguruan tinggi swasta selama

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan berlaku

Page 16: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

6

3. Apa alasan Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Indonesia (ABPPTSI) mengajukan judicial review Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan

4. Penyesuaian apa yang dilakukan yayasan perguruan tinggi swasta di

Indonesia pasca batalnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan mengenai implikasi batalnya

Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan,

maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini hanya mengenai

implikasinya pada yayasan pendidikan yang menyelenggarakan perguruan

tinggi swasta saja, dalam hal ini sampai pada bagaimana pengaturan

pelaksanaan pendidikan oleh yayasan perguruan tinggi swasta secara

umum dan penyesuaian apa yang harus dilakukan oleh yayasan perguruan

tinggi swasta di Indonesia.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan dan tata kelola yayasan penyelenggara

perguruan tinggi swasta di Indonesia sebelum adanya Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan ?

Page 17: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

7

b. Penyesuaian apa yang harus dilakukan oleh yayasan perguruan tinggi

swasta di Indonesia pasca batalnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2009 tentang Badan Hukum Pendidikan ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaturan serta tata kelola yayasan penyelenggara

perguruan tinggi swasta di Indonesia sebelum adanya Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

b. Untuk mengetahui penyesuaian apa saja yang dilakukan yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia pasca batalnya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum

Pendidikan.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan mengenai status beserta pengaturan tata kelola yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia setelah batalnya

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

Page 18: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

8

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1) Bagi Akademis

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak

dapat diterapkan dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi

dalam pembangunan Negara dan masyarakat Indonesia

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta dalam kehidupan

bangsa sebagai bagian dari masyarakat internasional.

2) Bagi Masyarakat Umum

Dapat menjadi masukan bagi pengurus masyarakat umum

dan pengurus yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta pada

khususnya agar dapat mengetahui pengaturan mengenai

pelaksanaan yayasan perguruan tinggi swasta di Indonesia pasca

batalnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

3) Bagi Pemerintah

Dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk bisa

membuat peraturan tentang yayasan penyelenggara perguruan

tinggi swasta yang tidak menghilangkan eksistensi yayasan

sebagai salah satu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Page 19: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

9

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Adapun yang menjadi tinjauan atau review kajian terdahulu penelitian

ini adalah berupa skripsi dengan judul “Implikasi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 Mengenai Pengujian

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan Terhadap Status Universitas

Indonesia” oleh Rizka Khaira Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Skripsi tersebut menjelaskan mengenai status badan hukum

Universitas Indonesia yang telah menjadi Badan Hukum Milik Negara sesuai

dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Pasca dihapusnya

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi RI

maka Universitas Indonesia perlu melakukan penyesuaian terhadap peraturan

pengganti yang mengatur mengenai Badan Hukum Milik Negara.

Berbeda dengan Rizka Khaira, penulis disini membahas mengenai

penyesuaian yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia

setelah batalnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan melalui putusan

Mahkamah Konstitusi RI yang menganggap bahwa Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan tidak berkekuatan hukum tetap.

Penulis juga akan mencari jawaban mengenai pengaturan yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia dan melakukan penelitian

langsung pada Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah serta Asosiasi Badan

Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) untuk dapat

Page 20: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

10

mengetahui peraturan apa yang menjadi payung hukum yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia saat ini.

Sejauh penelusuran penulis, belum ada yang melakukan penelitian

mengenai kedudukan yayasan pendidikan setelah batalnya Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan dan setelah melakukan inventarisasi judul skripsi

di Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, skripsi berjudul

“Implikasi Yuridis Batalnya Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 terhadap

Yayasan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia” belum pernah diangkat

sebelumnya sebagai judul skripsi. Jadi, penelitian yang penulis tulis (sejauh

yang diketahui penulis) belum pernah dibahas sebelumnya.

F. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konseptual, merupakan kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mencakup

definisi-definisi operasional.4 Adapun kerangka konseptual dalam penelitian

ini meliputi :

1. Penyelenggara Pendidikan

Yang dimaksud penyelenggara pendidikan adalah para pihak yang

berkontribusi untuk memberikan fasilitas atau kebutuhan secara umum

dalam pelaksanaan pendidikan.

4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

Cet. IX, (Jakarta:Rajawali Press, 2006), h. 132-133.

Page 21: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

11

Secara umum penyelenggara pendidikan di Indonesia adalah

Pemerintah yang secara jelas mendirikan sekolah Negeri dan pihak swasta

yang dalam hal ini organisasi formal yaitu organisasi yang secara formal

menetapkan tujuan yang akan dicapainya itu dengan tertulis berdasarkan

peraturan atau hukum yang berlaku, menetapkan pola kegiatan, dan

menekan pada koordinasi dan hierarki kewenangan.5 Termasuk dalam hal

ini Yayasan sebagai penyelenggara pendidikan.

2. Badan Hukum Pendidikan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Badan Hukum Pendidikan, yang dimaksud Badan Hukum Pendidikan

adalah Badan Hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. Namun

setelah batalnya Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan

tersebut, terdapat pengertian khusus mengenai Badan Hukum Pendidikan

yang disampaikan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-

126-136/PUU-VII/2009, bahwa Badan Hukum Pendidikan dimaknai

sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai

bentuk badan hukum tertentu.

3. Yayasan Perguruan Tinggi Swasta

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang

Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta yang

5 H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan,Cet. VII, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), h. 3.

Page 22: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

12

selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/

atau diselenggarakan oleh masyarakat.

Kemudian dalam Undang-Undang yang sama pasal 8 ayat (2)

menyatakan bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) didirikan oleh

masyarakat dengan membentuk Badan Penyelenggara berbdan hukum

yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin dari Menteri. Atas

ketentuan tersebut maka yayasan sebagai badan hukum yang berprinsip

nirlaba juga dapat dikatakan sebagai penyelenggara pendidikan termasuk

penyeenggara perguruan tinggi swasta.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian bersifat

normatif empiris yeng terdiri dari penelitian terhadap identifikasi masalah

hukum dan penelitian terhadap efektivitas hukum.6

Identifikasi masalah dilakukan dengan cara melihat sebab serta

akibat yang timbul dari batalnya Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan tertutama dampak yang dirasakan oleh yayasan penyelenggara

perguruan tinggi swasta di Indonesia. Sedangkan penelitian terhadap

efektivitas hukum dimaksudkan untuk melihat efektiv tidaknya suatu

6 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. III, (Jakarta : Rajagrafindo, 2001),

h. 42.

Page 23: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

13

bentuk peraturan yang mengatur mengenai yayasan penyelenggara

perguruan tinggi swasta di Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Case Aprroach atau

pendekatan kasus. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan

telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan yang tetap.

Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio

decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai

kepada suatu putusan.7 Dalam hal ini adalah alasan mengapa Undang-

Undang tentang Badan Hukum Pendidikan dinyatakan tidak berkekuatan

hukum tetap oleh Mahkamah Konstitusi RI.

3. Sumber Data

Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa data

primer dan data sekunder.

a. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan

melalui penelitian. Salah satu sumber data primer adalah wawancara.

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya

langsung pada orang yang diwawancarai.8 Dalam penelitian ini penulis

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. V, (Jakarta : Kencana, 2009), h. 94.

8 Ronny Hanintijio Soemitro, Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. V, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1994), h. 57.

Page 24: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

14

akan melakukan wawancara untuk mencari sumber data ke Yayasan

Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah yang merupakan satu dari empat belas

yayasan penyelenggara perguruan tinggi yang ikut serta dalam

pengajuan judicial review Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

b. Data sekunder adalah data yang sebelumnya telah diolah oleh orang

lain. Data sekunder antara lain dokumen-dokumen resmi, buku-buku,

hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku harian, dan lain-lain.9

Adapun yang yang menjadi data sekunder dalam penulisan skripsi ini

adalah :

1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari norma (dasar) yaitu pembukaan

UUD 1945, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan,

yurisprudensi, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum

adat, traktat, dan peraturan lain yang mengikat.

Bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis antara lain :

a) UUD 1945

b) Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 11-14-21-126-

136/PUU-VII/2009

c) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum

Pendidikan

d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

9 Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, h. 12.

Page 25: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

15

e) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan

atas PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang tentang Yayasan

f) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

g) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi

h) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan

Perguruan Tinggi

2) Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari rancangan undang-undang,

hasil-hasil karya dari kalangan hukum yang dapat memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer.

3) Bahan Hukum Tersier, terdiri dari ensiklopedia dan kamus yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder.10

Bahan hukum tersier tersebut terdiri dari

Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan bahan hukum penelitian ini adalah studi

dokumen. Studi dokumen ini dilakukan dengan cara analisa isi (content

10

Sri Mamuji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. I, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 4.

Page 26: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

16

analysis), yaitu teknik untuk menganalisa tulisan/ dokumen dengan

mengidentifikasi secara sistematik ciri/ karakter dan pesan/ maksud yang

terkandung dalam tulisan suatu dokumen.11

Prosedur pengumpulan data melalui observasi dan wawancara juga

digunakan penulis dalam penelitian ini. Diantaranya wawancara mengenai

dampak batalnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan terhadap

yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia.

5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan penelitian ini dilakukan dengan menganalisis Putusan

Mahkamah Konstitusi RI mengenai pembatalan Undang-undang Badan

Hukum Pendidikan terhadap status yayasan penyelenggara perguruan

tinggi swasta di Indonesia yang disertai dengan studi terhadap Undang-

Undang pengelolaan Perguruan Tinggi di Indonesia saat ini dan studi

kasus pada Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah sebagai yayasan

yang menyelanggarakan perguruan tinggi swasta.

Metode analisis data yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan

data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian

yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan prilaku nyata.12

11

Sri Mamuji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h. 29-30. 12

Sri Mamuji, Metode Penelitian dan Penelitian Hukum, h. 67.

Page 27: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

17

Bentuk hasil penelitian bila dikaitkan dengan tipologi penelitian ini

adalah deskriptif-analitis. Bentuk deskriptif-analitis adalah bentuk hasil

penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan,

gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu

gejala.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun

perinciannya sebagai berikut :

BAB I : Bab pertama skripsi ini merupakan bab pendahuluan yang

memuat mengenai latar belakang masalah yang berisi alasan

mengapa penulis mengambil judul skripsi ini. Selain latar

belakang, dalam bab ini juga dijabarkan mengenai tata cara

penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini.

BAB II : Bab ini merupakan bab pengantar untuk menjelaskan secara

umum mengenai gambaran umum skripsi ini. Berjudul tinjauan

umum yayasan perguruan tinggi swasta, menjelaskan apa yang

dimaksud dengan yayasan disertai dengan tinjauan yayasan

sebagai badan hukum. Poin berikutnya menjelaskan mengenai

Page 28: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

18

yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta yang

hubungan antara yayasan dengan perguruan tinggi swasta.

BAB III : Pada bab ini penulis memasukkan profil yayasan yang

mengajukan judicial riview terhadap Undang-Undang No 9

tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan ke Mahkamah

Konstitusi disertai dengan alasan hukum pengajuan judicial

review tersebut.

BAB IV : Bab ini merupakan bab khusus yang menjawab mengenai

rumusan masalah skripsi ini yaitu mengenai pengaturan

yayasan perguruan tinggi swasta di Indonesia yang disertai

dengan penjelasan dampak dari batalnya Undang-Undang No 9

tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap

yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta.

BAB V : Bab ini merupakan bab penuutup. Juga merupakan bab terakhir

dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa

kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis juga

memberikan saran untuk pembahasan skripsi ini.

Page 29: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

19

BAB II

TUNJAUAN UMUM YAYASAN PERGURUAN TINGGI SWASTA

A. Dasar Hukum Yayasan

Eksistensi yayasan di Indonesia sudah tidak diragukan lagi, bahkan

sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,

kedudukan Yayasan sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) sudah diakui, namun

status yayasan saat itu dipandang masih lemah, karena masih tunduk pada aturan-

aturan yang bersumber dari kebiasaan dalam masyarakat.

Demi menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi

sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan

akuntabilitas kepada masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus 2001 disahkan

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mulai berlaku 1

(satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6

Agustus 2002.

Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 kembali disahkan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan.1

1 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Cet. I, (Bandung :

PT.Eresco, 1993), h. 165.

Page 30: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

20

Peraturan mengenai yayasan juga terdapat pada Peraturan Pemerintah

Nomor 63 Tahun 2008 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan

dan yang paling baru terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.

Peraturan Pemerintah terbaru tersebut secara umum bertujuan untuk

memberikan kemudahan kepada masyarakat yang mendaftarkan pendirian

dan/atau melakukan perubahan Anggaran Dasar Yayasan dalam rangka

penyesuaian dengan Undang-Undang Yayasan.

Undang-Undang tentang Yayasan ini dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan juga untuk

menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi yayasan

sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaaan dan akuntabilitas.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan “Yayasan adalah badan hukum yang

terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai

anggota.”

Page 31: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

21

Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang

bersifat sosial dan mempunyai tujuan idiil.2 Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, yayasan diartikan sebagai badan hukum yang tidak mempunyai

anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial

(mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah dan rumah sakit).3 Jadi suatu

yayasan itu tidak mempunyai anggota, tetapi harus mempunyai pengurus sebagai

pengelola.

Sedangkan menurut I.P.M Ranu Handoko, BA dalam bukunya,

Terminologi Hukum, yang dimaksud dengan yayasan adalah “Organisasi yang

biasanya bertujuan sosial/ pendidikan, badan hukum yang abstrak.”4

Menurut Black’s Law Dictionary :

“Foundation.1. The basis on which something is supported esp,

evidence or testimony that establishes the admissibility of other

evidence (laying the foundation) .2. A fund established for charitable,

educational, religious, research, or other benevolent purposes ; an

endowment (the foundation for the arts)”

“Artinya : Foundation 1. Dasar pada sesuatu yang didukung,

khususnya bukti atau pengujian yang membangun/ menetapkan

penerimaan akan bukti lain. 2. Suatu dana yang ditetapkan untuk riset/

percobaan yang bersifat social, pendidikan, agama/ religius atau untuk

kepentingan lain yang menguntungkan ; sokongan, sumbangan

(terjemah bebas).” 5

2 Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Cet. IV, (Bekasi : Kesaint Blanc, 2005) h. 3.

3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Cet. III, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) h. 1015.

4 I.P.M. Ranu Handoko, Terminologi Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000) h. 297.

5 Black’s Law Dictionary, 7

th ed. Bryan A. Garner editor-in chief, (St. Paul, Minnesota: West

Group, 1999) h. 666.

Page 32: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

22

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hanya memuat 1

pasal, yaitu Pasal 365 yang menyinggung tentang yayasan. Dalam pasal tersebut,

disebutkan bahwa yayasan itu merupakan suatu perhimpunan yang berbadan

hukum, walaupun tidak dijelaskan unsur-unsur dari yayasan itu sendiri. Isi pasal

itu hanya menekankan masalah perwalian yang dapat dilakukan oleh suatu

yayasan atau lembaga amal yang dalam anggaran dasarnya mencantumkan

kegiatan usaha untuk memelihara anak-anak yang belum dewasa, atas perintah

hakim.6

B. Yayasan Sebagai Badan Hukum

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

mengakhiri perdebatan para ahli hukum mengenai apakah yayasan merupakan

suatu badan hukum atau bukan. Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 tentang Yayasan disebutkan bahwa “Yayasan adalah badan hukum

yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di

bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”

Dengan ketentuan Pasal 1 tersebut, maka jelaslah bahwa yayasan

merupakan suatu badan hukum yang ketentuannya sudah diatur di dalam Undang-

Undang sendiri, bukan seperti sebelum adanya Undang-Undang, yakni status

yayasan yang hanya berdasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi.

6 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti

dan R. Tjitrosudibio. Cet. 40 (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), ps. 365.

Page 33: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

23

Mengenai pengaturan kekayaan yang terdapat pada badan hukum yayasan,

ada teori yang disampaikan oleh Chatamarrasid Ais dalam bukunya Badan

Hukum Yayasan bahwa suatu badan hukum dapat merupakan atau terdiri dari

kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu adalah berdasarkan

Teori Kekayaan Bertujuan, yang pada mulanya diajukan oleh A.Brinz.

Menurut teori tersebut hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum.

Akan tetapi, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya hak-

hak atas suatu kekayaan. Sedangkan tidak ada satu manusia pun mejadi

pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum,

sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya, dan sebagai

gantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau

kekayaan yang dimiliki oleh tujuan tertentu. Pada teori ini secara selintas

mendukung pula pandangan bahwa yayasan adalah milik masyarakat.7

Istilah yayasan merupakan terjemahan dari istilah bahasa belanda yaitu

Stichting. Istilah ini sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari,

karena istilah Yayasan merupakan istilah baku dalam bahasa Indonesia dan telah

diterima masyarakat.

Peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia yang berlaku

saat ini, meskipun cukup banyak yang menyebutkan atau mempergunakan istilah

badan hukum tidak ada satupun yang memberikan pengertian atau definisi dari

7 Chatamarrasid Ais, Badan Hukum Yayasan, Cet. II, (Jakarta : PT Citra Aditya Bakti, 2003),

h. 40.

Page 34: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

24

badan hukum. Badan hukum merupakan istilah terjemahan istilah hukum Belanda

yaitu rechtspersoon. Selain Undang-Undang tentang Yayasan, penggunaan istilah

badan hukum dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan

yang berlaku, antara lain dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas misalnya.8

Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau oleh

kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas nama

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kehadiran badan hukum dalam pergaulan hukum masyarakat sejak

permulaan abad ke-19 sampai sekarang telah menarik perhatian kalangan hukum.

Berbagai tokoh dan pendukung aliran/ mahzab ilmu hukum dan filsafat hukum

telah mengemukakan pendapat mengenai eksistensi badan hukum sebagai subjek

hukum disamping manusia.9

Badan hukum di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa bagian

yaitu :

8 Gunawan Widjaja, Suatu Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia, Cet. I, (Jakarta :

PT. Elex Media Koraputindo, 2002), h. 7-9.

9 Chidir Ali, Badan Hukum, Cet. II, (Bandung : Alumni, 1999), h. 29.

Page 35: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

25

1. Badan hukum menurut macamnya :

a. Badan Hukum orisinil (murni/ asli), yaitu Negara, contohnya

Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus

1945;

b. Badan Hukum yang tidak orisinil (tidak murni/asli), yaitu badan-

badan hukum yang berwujud sebagai perkumpulan berdasarkan

ketentuan Pasal 1653 KUHPerdata.

2. Badan hukum menurut jenisnya :

a. Badan Hukum Publik, yaitu badan hukum yang diadakan oleh

kekuasaan umum misalnya Negara Republik Indonesia mendirikan

Badan Usaha milik Negara, bahkan daerah-daerah otonom dapat

mendirikan bank-bank daerah;

b. Badan Hukum Perdata ialah badan hukum yang terjadi atau

didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan

misalnya antara lain, perkumpulan koperasi, Yayasan dan lain

sebagainya.

3. Badan hukum menurut sifatnya ada dua macam yaitu Korporasi dan

Yayasan, mengenai kedua badan hukum tersebut E. Utrecht menjelaskan ;

a. Korporasi ialah suatu gabungan orang dalam pergaulan hukum

bertindak bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri,

suatu personifikasi, korporasi adalah badan hukum yang

Page 36: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

26

beranggota tetapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang

terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya masing-masing.

b. Yayasan ialah tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan

orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu. Dalam

pergaulan hukum Yayasan itu bertindak sebagai pendukung hak

kewajiban tersendiri, seperti yayasan yang menjadi dasar keuangan

bagi kelompok swasta. 10

C. Yayasan Sebagai Badan Hukum Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah

mengatur banyak mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi. Baik yang

diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh pihak

swasta. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Pendidikan Tinggi bahwa “1) PTN didirikan oleh Pemerintah. 2) PTS didirikan

oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara berbadan hukum yang

berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.”

Yayasan sebagai penyelenggara pendidikan tinggi mempunyai dasar

hukum yang kuat untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan pasal 1 ayat (8)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa

“Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan

Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.” Masyarakat

10

Chidir Ali, Badan Hukum, h. 55-63.

Page 37: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

27

disini diartikan sebagai badan penyelenggara berbadan hukum yang kemudian

dijelaskan dalam pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang

berbunyi “Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

berbentuk yayasan, perkumpulan, dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.”

Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan merupakan

kategori kegiatan sosial karena tujuan untuk memajukan pendidikan sudah pasti

termasuk di dalam tujuan sosial kemanusiaan, tanpa mempersoalkan asal

penerimaan sumbangan pendidikan, atau dengan kata lain sumber

penghasilannya, tetapi yang penting adalah tujuannya. Bidang pendidikan

merupakan bidang yang paling banyak menggunakan bentuk badan hukum

yayasan. Tujuannya adalah untuk mencerdaskan bangsa, memajukan pendidikan,

dan/ atau meningkatkan mutu pendidikan.11

D. Asas Nirlaba Pada Yayasan

Arti nirlaba sebenarnya adalah tidak mencari laba atau keuntungan. Suatu

keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah diusahakan ternyata

memperoleh hasil yang melebihi modal tersebut. Untuk nirlaba, modal yang ada

tidak diolah untuk mendapatkan keuntungan, melainkan untuk melakukan suatu

kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.

11

Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia, (Eksistensi, Tujuan dan Tanggung

Jawab Yayasan), Cet. I, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 90.

Page 38: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

28

Pada dasarnya Undang-Undang Yayasan menganut asas nirlaba. Undang-

Undang dengan tegas mengatur mendirikan yayasan bukan untuk bertujuan

mencari keuntungan, akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1

tentang pengertian yayasan, bahwa tujuan yayasan di bidang sosial, keagamaan,

dan kemanusiaan.

Asas tersebut juga terlihat pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang tentang

Yayasan yang menyebutkan bahwa yayasan tidak boleh membagikan hasil

kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Ini artinya, ketiga

organ yayasan tersebut tidak boleh mencari keuntungan dengan menggunakan

lembaga yayasan.12

Berbeda dengan pandangan diatas, Soemitro mengatakan bahwa yayasan

lebih tepat disebut sebagai Organisasi Tanpa Tujuan Laba (OTTL) sebagai

terjemahan dari Non-Profit Organization. Istilah OTTL lebih tepat daripada

nirlaba, karena kata “Nir” yang berasal dari bahasa jawa berarti tanpa, sehingga

nirlaba berarti tanpa laba, sedangkan yayasan adakalanya memperoleh laba atau

keuntungan, tetapi hal ini tidak menjadi tujuan yang utama.13

Lebih jauh dijelaskan bahwa istilah OTTL ini lebih luas daripada istilah

yayasan. Yayasan ada lah OTTL, tetapi sebaliknya OTTL tidak selalu merupakan

12

Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Cet. I, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008),

h.110.

13 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, h.161.

Page 39: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

29

yayasan. Jadi yayasan merupakan salah satu organisasi tanpa tujuan laba. Oleh

karena itu kata “tujuan” harus dicantumkan dalam istilah.

Undang-Undang Yayasan sangat menekankan keterbukaan dan

akuntabilitas yayasan. Keterbukaan disini menyangkut kelangsungan usaha

yayasan yang perlu diketahui oleh public, sehingga apapun yang terjadi dengan

yayasan, wajib bagi pengurus untuk melaporkannya kepada masyarakat. Dalam

UU Yayasan ditegaskan juga mengenai bagaimana sikap pengurus dan pegawas

dalam menjalankan tugas.

Pengurus dan pengawas yayasan dituntut untuk menjalankan tugas dengan

itikad baik. Itikad baik maksudnya pengurus dan pengawas harus mengelola

dengan jujur. Jujur berarti terbuka untuk memberitahukan apa saja yang telah

terjadi pada yayasan kepada pihak-pihak yang berhak mengetahui kelangsungan

yayasan sehingga, tidak ada yang harus disembunyikan dan dirahasiakan dari

yayasan.

Keterbukaan ini harus disertai dengan ciri akuntabilitas.14

Maksudnya,

kondisi keuangan yayasan harus selalu bisa dimonitor oleh masyarakat dan

pemerintah. Hal ini nyata dalam laporan keuangan yayasan yang harus

diumumkan dalam ikhtisar laporan tahunan. Terkait kedua ciri ini, Undang-

Undang Yayasan mengatur juga mengenai keharusan yayasan untuk

mengumumkan ikhtisar laporan tahunan.

14

Rita M. Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas & Pengurus Yayasan, Cet. I, (Jakarta :

Forum Sahabat, 2009), h. 45.

Page 40: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

30

Jadi pada dasarnya yayasan merupakan sebuah badan hukum yang

terbuka. Dimana masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui segala sesuatu

berkenaan dengan berjalannya hidup suatu yayasan terutama disini yayasan

penyelenggara pendidikan.

Page 41: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

31

BAB III

JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN

OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI RI

A. Permohonan Judicial Review Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

oleh ABPPTSI (Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Indonesia) ke Mahkamah Konstitusi RI

1. Profil ABPPTSI

ABPPTSI (Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Indonesia) didirikan dengan Anggaran Dasar berdasarkan Akta Nomor 24,

tanggal 26 Maret 2004 oleh Alfi Sutan Notaris di Jakarta, yang telah

diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005,

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 27 tanggal 5 April 2005.

Pada saat pengajuan judicial review Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan, ABPPTSI diketuai oleh Prof. Thomas Suyatno dan Prof. Dr.

Jurnalis Uddin, dalam kedudukannya sebagai Wakil Ketua Umum ABPPTSI

serta Dr. Chairuman Armia, M.A., dalam kedudukannya sebagai Sekretaris

Jenderal ABPPTSI.

Dalam pasal 4 dan 5 Anggaran Dasar ABPPTSI disebutkan mengenai

Visi dan Misi ABPPTSI sebagai berikut :

Page 42: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

32

a. Visi ABPPTSI :

“Menjadi organisasi yang profesional, kuat, dan berwibawa dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa”.

b. Misi ABPPTSI :

1) Menumbuhkembangkan pengelolaan yang baik dan benar (good

governance) penyelenggaraan dan upaya peningkatan pelayanan

pendidikan tinggi;

2) Membantu dan memfasilitasi badan penyelenggara perguruan tinggi

swasta dalam penyelenggaraan dan upaya peningkatan pelayanan

pendidikan tinggi;

3) Memberdayakan masyarakat untuk berperan serta dalam

penyelenggaraan dan upaya peningkatan pelayanan pendidikan tinggi.1

Adapun yayasan yang tergabung dalam Asosiasi Badan Penyelenggara

Perguruan Tinggi Swasta Indonesia yang ikut serta dalam pengajuan Judicial

Review Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum

Pendidikan adalah :

a. Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (Yayasan Yarsi)

b. Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar

c. Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah

d. Yayasan Trisakti, pada saat ini Yayasan Trisakti telah membina dan

mengelola 6 (enam) satuan pendidikan tinggi, yaitu:

1) Universitas Trisakti (USAKTI);

2) Sekolah Tinggi Manajemen Transpor Trisakti (STMTT);

3) Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti (STPT);

4) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti (STIE);

5) Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti (AKASTRI);

6) Akademi Teknologi Grafik Trisakti (ATGT);

e. Yayasan Pendidikan Dan Pembina Universitas Pancasila

1 Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, (Jakarta : Mahkamah

Konstitusi, 2010)

Page 43: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

33

f. Yayasan Universitas Surabaya

g. Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK), Yayasan

memajukan ilmu dan kebudayaan menjalankan kegiatan pendidikan tinggi

melalui Universitas Nasional.

h. Yayasan Universitas Prof. Dr. Moestopo2

Kesemua yayasan tersebut diatas mempunyai kepentingannya masing-

masing dalam mempertahankan badan hukum yayasan nya. Salah satunya

yayasan perguruan tinggi As-syafi’iyah yang mempunyai ciri khas model

penyelenggaraan pendidikan berbasis keislaman yang ingin dipertahankan.3

Oleh sebab alasan masing-masing, mereka semua tergabung dalam yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia yang melakukan

pengajuan judicial review Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

2. Alasan-alasan Hukum Pengajuan Permohonan Judicial Review Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan ke Mahkamah Konstitusi RI

Yayasan merupakan suatu badan hukum yang diakui oleh peraturan

perundang-undangan di Indonesia sejak 1847 dan berdasarkan Pasal 365

KUH Perdata, yayasan telah diatur sebagai lembaga sosial yang memiliki hak

dan kewajiban sebagai seorang manusia, itulah yang menjadi alasan mengapa

ABPPTSI mengajukan permohonan Judicial Review Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan.4

2 Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, h. 145-154.

3 Wawancara pribadi dengan Moh. Yasin Ardhy, Jakarta, 16 Maret 2014.

4 Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, h. 161.

Page 44: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

34

Berkenaan dengan yayasan sebagai subjek hukum, disampaikan oleh

Munir Fuadi dalam bukunya Teori Negara Hukum Modern bahwa

perlindungan terhadap hak-hak rakyat merupakan unsur utama dari suatu

negara hukum, disamping unsur-unsur lainnya. Secara lebih terperinci, unsur-

unsur minimal yang penting dari suatu negara hukum adalah sebagai berikut :

a. Kekuasaan lembaga negara tidak absolut.

b. Berlakunya prinsip trias politica.

c. Pemberlakuan sistem checks and balances.

d. Mekanisme pelaksanaan kelembagaan Negara yang demokratis.

e. Kekuasaan lembaga kehakiman yang bebas.

f. Sistem pemerintahan yang transparan.

g. Adanya kebebasan pers

h. Adanya keadilan dan kepastian hukum.

i. Akuntabilitas publik dari pemerintah dan pelaksanaan prinsp good

governance.

j. Sistem hukum yang tertib berdasarkan konstitusi

k. Keikutsertaan rakyat untuk memilih para pemimpin di bidang eksekutif,

legislatif bahkan judikatif sampai batas-batas tertentu.

l. Adanya sistem yang jelas terhadap pengujian suatu produk legislatif ,

eksekutif maupun judikatif untuk disesuaikan dengan konstitusi. Pengujian

tersebut dilakukan oleh pengadilan tanpa menyebabkan pengadilan

menjadi super body.

m. Dalam negara hukum, segala kekuasaan negara harus dijalankan sesuai

dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.

n. Negara hukum haus melindungi hak asasi manusia.

o. Negara hukum harus memberlakukan prinsip due process yang

substansial.

p. Prosedur penangkapan, pengeledahan, pemeriksaan, penyidikan,

penuntutan, penahanan, penghukuman, dan pembatasan-pembatasan hak-

hak si tersangka pelaku kejahatan haruslah dilakukan secara sesuai dengan

prinsip due proses yang prosedural.

q. Perlakuan yang sama di antara warga negara di depan hukum.

r. Pemberlakuan prinsip majority rule minority protection.

s. Proses impeachment yang fair dan objektif.

t. Prosedur pengadilan yang fair, efisien, reasonable, dan transparan.

u. Mekanisme yang fair, efisien, reasonable dan transparan tentang pengujian

terhadap tindakan aparat pemerintah yang melanggar hak-hak warga

negara, seperti melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Penafsirannya yang kontemporer terhadap konsep Negara hukum mencakup

juga persyaratan penafsiran hak rakyat yang luas (termasuk hak untuk

mendapat pendidikan dan tingkat hidup berkesejahteraan), pertumbuhan

ekonomi yang bagus, pemerataan pendapatan, dan sistem politik dan

Page 45: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

35

pemerintahan yang modern. Selanjutnya ada dua unsur dalam hukum yang

terpenting sehingga hukum tidak menabrak prinsip-prinsip Negara hukum

adalah “kepastian” (certainly) dan prediktif. 5

Yayasan telah banyak bergerak dalam bidang penyelenggaraan

pendidikan mulai dari yang terendah sampai perguruan tinggi sejak zaman

penjajahan. Secara khusus dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi,

pemerintah mengharuskan berbentuk yayasan atau badan hukum yang

bersifat sosial dengan menganut system nirlaba.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014

tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan

Tinggi yang menyebutkan bahwa “Badan Penyelenggara adalah yayasan,

perkumpulan, atau badan hukum nirlaba lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan”.

Satuan pendidikan yang berbentuk badan hukum dapat diperuntukkan

bagi pendidikan formal dan pendidikan non formal, yang bertujuan

mencerdaskan spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan psikomotorik.

Selanjutnya, yayasan pendidikan tersebut bergerak berdasarkan prinsip-

prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan

prima, non diskriminasi, keberagamaan, keberlanjutan dan partisipatif.6

5 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Cet. I, (Jakarta : Refika Aditama,

2010), h. 10-11.

6 Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, Cet. I, ( Jakarta : PT. Sofmedia, 2009), h.65.

Page 46: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

36

Selaras dengan itu terdapat ketentuan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu

di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan (Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Yayasan).

Jika penyelenggara pendidikan hanya yang berbentuk badan hukum

pendidikan seperti yang diatur dalam Pasal 1 butir 5 sepanjang anak kalimat

“...dan diakui sebagai badan hukum pendidikan”, Pasal 8 ayat (3) dan Pasal

10 serta Pasal 67 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 62 ayat (1) menyangkut Pasal 67

ayat (2) tentang sanksi administratif serta Bab IV tentang Tata Kelola (Pasal

14 sampai dengan Pasal 36) dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan,

maka yayasan tidak diperbolehkan lagi menjadi penyelenggara pendidikan,

dan hak hidupnya telah dicabut secara paksa, padahal hak hidup yayasan

telah diatur dalam Undang-Undang Yayasan dan dijamin oleh UUD 1945.

Apabila yayasan tidak diperkenankan lagi menyelenggarakan

pendidikan formal, maka akan terjadi kekosongan dalam penyelenggaraan

pendidikan yang selama ini dilakukan yayasan, sebab aset dan kemampuan

yayasan tidak dapat dipindah alih tangankan kepada pihak lain, kecuali ke

yayasan yang memiliki kegiatan yang sama, dengan kata lain bahwa aset dan

kemampuan yayasan tidak dapat dialihkan ke badan hukum lain termasuk

badan hukum pendidikan.

Page 47: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

37

Jika yayasan yang bergerak di bidang penyelenggaraan pendidikan

tidak diperkenankan lagi menyelenggarakan pendidikan, berarti yayasan

tersebut harus bubar atau membubarkan diri, sementara Pasal 62 Undang-

Undang Yayasan mengatur secara tegas dan terbatas syarat bubarnya

yayasan.

Dilain sisi dalam suatu negara hukum, mengharuskan adanya

pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu

bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman

tertinggi. Pengakuan normatif mengenai supremasi hukum terwujud dalam

pembentukan norma hukum secara hierarkis yang berpuncak kepada

supremasi konstitusi. Sedangkan secara empiris terwujud dalam perilaku

pemerintahan dan masyarakat yang mendasarkan diri pada aturan hukum.7

Telah diketahui bahwa yayasan yang menyelenggarakan perguruan

tinggi swasta dan badan hukum lainnya yang berhimpun dalam Asosiasi

Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) telah

banyak berbuat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kegiatan

penyelenggaraan pendidikan, sehingga adalah bertentangan dengan UUD

1945 apabila tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan pendidikan.

Mahkamah Konstitusi RI berdasarkan kewenangan yang dimilikinya

harus mengoreksi dan menguji Pasal 1 angka 5 sepanjang anak kalimat

7 Sri Rahayu Oktoberina et al., Butir-butir pemikiran dalam hukum-Memperingati 70 Tahun

Prof.Dr.B.Arief Sidharta, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2008), h. 205.

Page 48: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

38

“...dan diakui sebagai badan hukum pendidikan”, Pasal 8 ayat (3) dan Pasal

10 serta Pasal 67 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 62 ayat (1) menyangkut Pasal 67

ayat (2) tentang sanksi administratif serta Bab IV tentang Tata Kelola (Pasal

14 sampai dengan Pasal 36) dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

3. Permasalahan Pada Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Dengan diundangkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

menimbulkan banyak permasalahan pada yayasan, seperti pernyataan dari

Bpk. Yasin Ardhy selaku staff Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah,

beliau mengatakan dengan adanya Badan Hukum Pendidikan akan

memperpanjang birokrasi antara yayasan dengan perguruan tinggi. Adapun

poin-poin lain dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang

menjadi masalah pada yayasan penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

adalah :

a. Berdasarkan Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan, ditegaskan bahwa “Badan hukum pendidikan

penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain

sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui

sebagai baan hukum pendidikan.” Permasalahan yang kemudian

timbul yaitu dengan adanya anak kalimat “…diakui sebagai badan

hukum pendidikan” telah membuat pemberian hak kepada yayasan

sebagai Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara menjadi cara untuk

menghilangkan eksistensi yayasan. Yayasan yang formil diakui

sebagai badan hukum dalam menyelenggarakan pendidikan termasuk

disini perguruan tinggi swasta, tetapi harus menyamakan dirinya

dengan/ sebagai badan hukum pendidikan yaitu dengan cara

menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur oleh Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan. Untuk menjadi badan hukum pendidikan

maka yayasan harus mengubah Anggaran Dasar, yang untuk itu harus

mendapat persetujuan/ pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Page 49: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

39

Manusia dan Menteri Pendidikan Nasional. Selain itu akan

berimplikasi pula terhadap hubungan kerja karyawan dan seterusnya.

b. Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

menyatakan “Yayasan, perkumpulan, atau badan hukum sejenis yang

telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP

Penyelenggara.” Akibatnya, yayasan yang telah diakui sebagai Badan

Hukum Penyelenggara harus menjadi Badan Hukum Pendidikan

dengan memenuhi kriteria sebagai badan hukum pendidikan, yang

artinya secara hukum harus sebagai badan hukum pendidikan bukan

sebagai yayasan.

c. Pasal 10 mengatur bahwa “Satuan pendidikan yang didirikan setelah

Undang-Undang ini berlaku, wajib berbentuk badan hukum

pendidikan”. Dengan ketentuan ini maka tertutup kemungkinan bagi

yayasan yang sudah ada untuk menyelenggarakan satuan pendidikan

dan yayasan yang baru tidak akan dapat ikut serta sebagai

penyelenggara pendidikan lagi. Akibatnya, dengan ketentuan ini jelas

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan hendak mengesampingkan

keberadaan yayasan sebagai penyelenggara pendidikan. Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan telah menghilangkan eksistensi

dari yayasan yang selama ini sebagai penyelenggara pendidikan dan

sekaligus menutup kemungkinan dari yayasan baru sebagai

penyelenggara pendidikan. Dengan demikian “hak hidup” dari

yayasan telah ditiadakan.

d. Selain untuk mendukung maksud dari pasal-pasal tersebut dan untuk

menghilangkan eksistensi dari yayasan termasuk perkumpulan dan

badan hukum sejenis lainnya dalam menyelenggarakan pendidikan,

diatur ketentuan peralihan. Khususnya dalam hal ini Pasal 67 ayat (2)

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang mengatur bahwa

“Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan kelolanya sebagaimana

diatur dalam Undang-undang ini, paling lambat 6 (enam) tahun sejak

diundangkan”. Akibatnya, dengan ketentuan ini jelas bahwa Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan memaksa yayasan harus menjadi

Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara yang memenuhi kriteria

(diakui) sebagai badan hukum pendidikan dengan menyesuaikan tata

kelolanya.

e. Untuk menyesuaikan tata kelola, Pasal 67 ayat (4) yang berbunyi,

“Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya”. Perubahan

Anggaran Dasar tidak hanya menimbulkan persoalan “intern” bagi

yayasan, tetapi juga menimbulkan persoalan “ekstern” dimana untuk

Page 50: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

40

perubahan tersebut memerlukan pengesahan dari Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia dan persetujuan dari Menteri Pendidikan Nasional.

Akibatnya dengan merubah akta pendiriannya sesungguhnya

keberadaan dan eksistensi yayasan telah berakhir. Padahal dalam akta

pendirian yayasan itu termaktub cita-cita dan ciri-ciri khasnya masing-

masing yang keberadaannya dijamin dalam konstitusi. Untuk

mempertegas, penyesuaian akta pendirian itu harus dengan persetujuan

menteri.

f. Untuk terjaminnya pelaksanaan penyesuaian tata kelola dan atau untuk

tidak adanya yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain yang

bukan badan hukum pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan

selain badan hukum pendidikan yang diakui sebagaimana dimaksud

oleh Pasal 1 angka (5) sepanjang anak kalimat “… dan diakui sebagai

badan hukum pendidikan” dan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan diatur sanksi administratif yang menjadi

bagian yang tidak terpisah dengan pasal-pasal yang sudah diuraikan di

atas, yang merupakan kesatuan pengingkaran terhadap hak

konstitusional dari para Pemohon, yaitu Pasal 62 ayat (1) yang

berbunyi, “Pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (3), Pasal 41 ayat

(7), ayat (8), dan ayat (9), Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 47

ayat (3), Pasal 65 ayat (2), Pasal 66 ayat (2), dan Pasal 67 ayat (2)

dikenakan sanksi administratif”. Akibatnya ada unsur keterpaksaan

dalam penyeragaman. Sanksi akan dijatuhkan apabila yayasan tidak

melakukan penyesuaian tata kelola dalam jangka 6 (enam) tahun sejak

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan diundangkan. 8

B. Pokok Permohonan dan Putusan Judicial Review Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan oleh ABPPTSI

1. Pokok Permohonan Judicial Review

Yayasan yang tergabung dalam Asosiasi Badan Penyelenggara

Perguruan Tinggi Swasta Indonesia memohonkan kepada Mahkamah

Konstitusi RI atas pengujian Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

Adapun pokok permohonan tersebut dapat diperinci sebagai berikut :

8 Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009. h. 133.

Page 51: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

41

a. Para pemohon yang telah lama menyelenggarakan pendidikan formal,

tidak secara tegas diakui dan dijamin haknya sebagai penyelenggara

satuan pendidikan formal;

b. Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan tidak dimungkinkannya lagi yayasan sebagai pelaksana

pendidikan;

c. Pemaksaan terhadap yayasan, perkumpulan dan badan hukum lain

sejenis diharuskan untuk menyesuaikan tata kelola sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan paling lambat 6

(enam) tahun setelah diundangkan, mengakibatkan kerugian besar bagi

para Pemohon, karena para Pemohon yang kegiatannya khusus untuk

menyelenggarakan pendidikan diharuskan menyesuaikan diri dengan

mengubah akta pendiriannya sehingga dibatasi haknya untuk ikut

menyelenggarakan pendidikan pada hal selama ini para Pemohon

sampai sekarang masih menyelenggarakan satuan pendidikan dan

merupakan kegiatan utama;

d. Para Pemohon kehilangan hak penyelenggaraan pendidikan formal

secara langsung yang telah digelutinya berpuluh-puluh tahun sebagai

tujuan keberadaannya dan merupakan hak asasinya;

e. Para Pemohon kehilangan kemampuan, pengalaman, sistem

penyelenggaraan, tata kelola, tata kerja dan sejenisnya yang telah

Page 52: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

42

diperoleh, dipupuk dan dikembangkan selama puluhan tahun atau

bahkan ratusan tahun, yang membutuhkan perjuangan lama,

kehilangan modal, asset dan lain sebagainya;

f. Para Pemohon akan kehilangan waktu, pikiran, tenaga dan dana yang

harus dikeluarkan untuk menghadapi tata kerja badan hukum

pendidikan;

g. Potensi kerugian dari penyelenggara pendidikan dimana harus

merubah akta pendirian untuk dapat ikut serta sebagai penyelenggara

pendidikan;

h. Perubahan Anggaran Dasar Yayasan selain menimbulkan masalah

internal yayasan, perkumpulan dan badan hukum lainnya, juga

menimbulkan masalah ekternal yaitu harus mengajukan perubahan dan

harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan

mendapat persetujuan dari Menteri Pendidikan Nasional. 9

C. Pokok Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Peradilan Konstitusional dimaksudkan untuk memastikan bahwa UUD

1945 sungguh-sungguh dijalankan atau ditegakkan dalam kegiatan

penyelenggaraan Negara sehari-hari.10

Juga diperlukan mekanisme pengujian

9 Wawancara pribadi dengan Moh. Yasin Ardhy. Jakarta, 16 Maret 2014.

10 Sophia Hadyanto, ed. Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi” Dalam Rangka

Ulang Tahun ke-80 Prof.Solly Lubis, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010), h.310.

Page 53: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

43

judisial agar undang-undang selalu konsisten dengan UUD 1945.11

Berkaitan

dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang isinya bertentangan

dengan UUD 1945, maka disini Mahkamah Konstitusi RI dengan

kewenangannya dapat melakukan pengujian undang-undang dan Peraturan

Perundang-undangan.

Pemeriksaan pengujian undang-undang dapat dilakukan secara

material (materiile toetsing) atau secara formil (formele toetsing), Jika

pengujian tersebut dilakukan atas materi undang-undang, maka pengujian

tersebut disebut pengujian formal. Misalnya pengujian atas proses prosedural

terbentuknya undang-undang itu ataupun atas proses administratif

pengundangan dan pemberlakuannya untuk umum yang ternyata bertentangan

dengan UUD 1945 ataupun prosedur menurut undang-undang yang

didasarkan atas UUD 1945, dapat disebut pengujian yang bersifat formil,12

sehingga bentuk pengujian atas Undang-Undang tergantung dari apa yang

diajukan ke depan muka sidang Mahkamah Konstitusi RI.

Berikut adalah pokok putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah

Konstitusi RI berkenaan dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan :

1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk

seluruhnya;

11

Moh. Mahfud M.D, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Cet. I, (Jakarta :

PT.Rajagrafindo Persada, 2009), h. 260.

12

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. I, ( Jakarta :

PT.Bhuana Ilmu Populer, 2007), h .589.

Page 54: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

44

2. Menyatakan bahwa Pasal 41 ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (9), Pasal

46 ayat (1), ayat (2), Pasal 57 huruf a, huruf b, huruf c Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2), Pasal

31 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) UUD 1945;

3. Menyatakan bahwa Pasal 41 ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (9), Pasal

46 ayat (1), ayat (2), Pasal 57 huruf a, huruf b, huruf c Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

Dengan dikabulkannya permohonan para pemohon untuk seluruhnya

oleh Mahkamah Konstitusi RI dan juga menyatakan bahwa Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan tidak berkekuatan hukum tetap, maka yayasan

penyelenggara perguruan tinggi swasta kini mempunyai sedikit titik terang

mengenai aturan pelaksanaan pendidikan terutama pendidikan tinggi yang

dilaksanakan oleh yayasan. Selanjutnya dengan kewenangan untuk

membatalkan ketentuan undang-undang ini maka akan berkaitan dengan

fungsi pembuatan hukum.

Seperti yang dinyatakan oleh Hans Kelsen bahwa ketika membatalkan

suatu undang-undang pada hakikatnya Mahkamah Konstitusi juga

menciptakan suatu norma baru dengan dihapuskannya norma yang lama itu,13

13

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. h. 592.

Page 55: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

45

sehingga secara otomatis timbulah suatu aturan atau hukum baru yang bersifat

mengikat dalam masyarakat.

Kemudian dalam pembuatan aturan yang baru atas penggantian aturan

yang lama dengan tetap mempertimbangkan hierarki perundangan yang ada,

dimana UUD 1945 menjadi norma dasar dalam setiap pembuatan peraturan

hukum, sehingga perubahan atas aturan tersebut tidak memiliki atau

mengandung hal-hal yang dianggap salah ataupun bertentangan seperti apa

yang terkandung pada peraturan sebelumnya.

Page 56: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

46

BAB IV

PERUBAHAN STATUS BADAN HUKUM YAYASAN PERGURUAN TINGGI

SWASTA PASCA BATALNYA UNDANG-UNDANG

BADAN HUKUM PENDIDIKAN

A. Status Badan Hukum Yayasan Perguruan Tinggi Swasta Ditinjau Dari

Sebelum Berlakunya Undang-Undang Yayasan.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, belum ada suatu

keseragaman dalam mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya

berdasarkan adanya suatu kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.1

Pengakuan yayasan sebagai badan hukum karena secara fungsional

(doelmatigheid) mengingat keberadaannya sebagai organ yang hidup di dalam

masyarakat.2 Walaupun sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan,

peraturan perundang-undangan di Indonesia juga di Belanda belum mengatur

secara khusus pada waktu itu, tetapi hukum kebiasaan dan yurisprudensi telah

memperkukuh eksistensi yayasan dalam pergaulan hukum sebagai suatu

badan hukum. Mengenai yayasan sebagai badan hukum telah dijelaskan

dalam bab sebelumnya.

1Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi,Tujuan dan Tanggung Jawab

Yayasan, h. 22.

2Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,Cet. II

(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010), h. 298.

Page 57: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

47

Dalam praktek selalu ada kekayaan yang dipisahkan sebagaimana

dicantumkan di dalam akta pendirian. Besarnya kekayaan yang dipisahkan

tidak ada batas minimum atau maksimum, tetapi semuanya tergantung kepada

pengurus. Apabila hendak mendirikan perguruan tinggi, maka selain telah

ditentukan syarat minimal kekayaan yang harus dimiliki oleh yayasan, juga

ada persyaratan lainnya yang harus dipenuhi meliputi :

1. Rencana induk pengembangan

2. Kurikulum

3. Tenaga kependidikan

4. Calon mahasiswa

5. Statuta

6. Kode etik sivitas akademika

7. Sumber pembiayaan

8. Sarana dan prasarana

9. Penyelenggara perguruan tinggi3

Dari sudut doktrin, para ahli sepakat bahwa yayasan adalah badan

hukum, sebab telah memenuhi syarat-syarat untuk dikatakan sebagai suatu

badan hukum, walaupun tidak semua pendapat ahli menyebutkan di dalam

definisinya bahwa yayasan adalah suatu badan hukum.

Dalam prakteknya sebelum adanya Undang-Undang tentang Yayasan,

sebuah yayasan didirikan dengan akta notaris dengan memisahkan suatu harta

kekayaan oleh pendiri, yang kemudian tidak boleh dikuasai lagi oleh

pendirinya. Akta notaris memuat anggaran dasar yayasan, sehingga ketentuan

yang terdapat di dalam anggaran dasar itu merupakan ketentuan yang

3 Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Putusan No. 234/U/2000 tentng Pedoman

Pendirian Perguruan Tinggi (Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2010)

Page 58: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

48

mengikat yayasan serta pengurusnya, dan bila ada juga memuat ketentuan

tentang orang-orang yang mendapat manfaat dari harta yayasan.

Dalam beberapa ketentuan perundang-undangan telah

mengelompokkan yayasan sebagai badan hukum, demikian pula putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 27 Juni 1973 Nomor 124

K/Sip/1973, telah berpendapat bahwa yayasan adalah badan hukum, hanya

saja tidak diketahui dengan pasti saat yayasan memperoleh status sebagai

badan hukum.

B. Pengaturan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengharuskan adanya

otonomi bagi perguruan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah

maupun yang diselenggarakan oleh swasta. Otonomi ini diberkaitkan dengan

kerelaan dari penyelenggara (pemerintah atau yayasan, perkumpulan) untuk

melimpahkan kekuasaan yang dimilikinya, serta pencarian dan pengelolaan

dana, kesejahteraan pendidik dan pemenuhan sarana dan prasarana.

Jika penyelenggara rela memberikan hal tersebut kepada perguruan

tinggi, maka perguruan tinggi tidak hanya memperoleh otonomi keilmuan,

tetapi juga memiliki otonomi pengelolaan pendidikan (akademik) dan

otonomi pengelolaan lembaga, seperti pengangkatan pejabat dan personalia

Page 59: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

49

serta pencairan dan penggunaan dana dengan prinsip nirlaba dan adil,

transparan dan akuntabel.4

Pengaturan penyelenggaraan perguruan tinggi swasta di Indonesia

selain diatur melalui Undang-Undang Yayasan juga diatur dalam produk

hukum lain yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi dan peraturan terbaru ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun

2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan

Tinggi.

Pengaturan Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 meliputi :

1. Tanggung jawab, tugas, dan wewenang Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan (Mendikbut) dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

2. Pendirian Perguruan Tinggi, Program Studi, dan program Pendidikan

Tinggi

3. Gelar, Ijazah, dan sertifikat profesi.

Adapun pengaturan pengelolaan Perguruan Tinggi berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 meliputi otonomi perguruan

tinggi, pola pengelolaan Perguruan Tinggi, tata kelola Perguruan Tinggi dan

akuntabilitas publik.

4 Anwar Arifin, Format Baru Pengelolaan Pendidikan, Cet. II, (Jakarta : Pustaka Indonesia,

2006), h. 59.

Page 60: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

50

Selain mengatur tentang penyelenggaraan dan pengaturan pengelolaan

Perguruan Tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 juga

menegaskan tentang tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, yang mencakup pengaturan,

perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan

koordinasi.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi menjelaskan bahwa :

“Dalam melaksanakan tanggung jawab di bidang pengaturan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, Menteri memiliki

tugas dan wewenang mengatur mengenai:

a. sistem Pendidikan Tinggi;

b. anggaran Pendidikan Tinggi;

c. hak mahasiswa;

d. akses yang berkeadilan;

e. mutu Pendidikan Tinggi;

f. relevansi hasil Pendidikan Tinggi; dan

g. ketersediaan Perguruan Tinggi.“

Terkait dengan tugas dan tanggung jawab di bidang perencanaan itu,

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 juga menugaskan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengembangkan Pendidikan Tinggi

melalui kebijakan umum yang terdiri atas :

1. Rencana pengembangan jangka panjang 25 tahun;

2. Rencana pengembangan jangka menengah atau rencana strategis 5 (lima)

tahunan;

3. Rencana kerja tahunan.

Page 61: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

51

Selain itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga memiliki tugas

dan wewenang antara lain :

1. Pemberian dan pencabutan izin pendirian Perguruan Tinggi dan izin

pembukaan Program Studi, selain Pendidikan Tinggi Keagamaan

(meliputi izin pendirian dan perubahan Perguruan Tinggi Swasta (PTS)

serta pencabutan izin PTS, dan izin pembukaan Program Studi dan

pencabutan izin Program Studi pada PTN)

2. Penetapan biaya operasional Pendidikan Tinggi dan subsidi kepada

Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

3. Pemberian kesempatan yang lebih luas kepada calon mahasiswa yang

kurang mampu secara ekonomi, dan calon mahasiswa dari daerah

terdepan, terluar, dan tertinggal.

Mengenai Pengelolaan Perguruan Tinggi Peraturan Pemerintah

Nomor 4 Tahun 2014 menegaskan, Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk

mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma

Perguruan Tinggi. Otonomi dimaksud terdiri atas :

1. Otonomi dibidang akademik (meliputi penetapan norma dan kebijakan

operasional serta pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian

masyarakat);

Page 62: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

52

2. Otonomi di bidang nonakademik (meliputi penetapan norma dan

kebijakan operasional serta pelaksanaan organisasi, keuangan,

kemahasiswaan, ketenagakerjaan, dan sarana prasarana).5

Yayasan Perguruan Tinggi Swasta hendaknya terdaftar pada

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Status legalitas berdampak pada

hukum, sehingga pihak Yayasan Perguruan Tinggi Swasta harus

mendaftarkan diri di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk

memperoleh pengakuan dalam bentuk Surat Keputusan (SK).

Mengenai Statuta Perguruan Tinggi Swasta ditetapkan oleh badan

penyelanggara perguruan tinggi (Yayasan) atas usul Senat Perguruan Tinggi

yang bersangkutan dengan berpedoman pada lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 85 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan

Statuta Perguruan Tinggi 6

C. Penerapan Konsep Badan Hukum Pendidikan Pada Yayasan

Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Pada masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (16

Januari 2009 – 31 Maret 2010) jika ternyata telah ada masyarakat yang

mendirikan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat sebagai produk hukum

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, maka pemerintah harus mengatur

5 Desik Informasi, “Pemerintah Terbitkan Aturan Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi”,

diakses pada Minggu 27 April 2014 dari www.setkab.go.id

6 Kemendikbud Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, “Kewajiban Yayasan PTS”, diakses

pada Minggu 27 April 2014 dari www.kopertis12.or.id

Page 63: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

53

hal tersebut agar kepastian hukum bagi penyelenggara pendidikan yang telah

Mendirikan Badan Hukum Pendidikan mendapatkan perlindungan dan

kepastian hukum.

Hal ini didasarkan bahwa wajah sistem hukum dalam suatu negara

hukum menurut Lon L. Fuller dalam Bukunya The Morality of Law,

menyebutkan bahwa :

1. Hukum harus dituruti oleh semua orang, termasuk oleh penguasa negara.

2. Hukum harus dipublikasikan

3. Hukum harus berlaku ke depan, bukan untuk berlaku surut.

4. Kaidah hukum harus tertulis secara jelas, sehingga dapat diketahui dan

diterapkan secara benar.

5. Hukum harus menghindari diri dari kontradiksi-kontradiksi.

6. Hukum jangan mewajibkan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi.

7. Hukum harus bersifat konstan sehingga ada kepastian hukum.Tetapi

hukum harus juga diubah jika situasi politik dan sosial telah berubah.

8. Tindakan para aparat pemerintah dan penegak hukum haruslah konsisten

dengan hukum yang berlaku.7

Salah satu hal yang ditekankan dalam sistem hukum adalah hukum

harus berlaku kedepan dan bukan untuk berlaku surut, tentu saja pengertian

ini memiliki arti yang tegas bila kita kaitkan terhadap pembatalan Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi antara lain :

7 Lon L. Fuller, The Morality of Law, (Amerika : Yale University Press, 1969) h. 67.

Page 64: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

54

1) Pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 11-14-21-126-136/PUUVII/

2009 maka produk hukum yang telah lahir pada masa berlakunya Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan misalnya Badan Hukum Pendidikan

Masyarakat harus tetap diakui dan ”hidup” dalam lalu lintas hukum.

2) Terhadap akta badan hukum pendidikan yang telah didirikan pada masa

berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak boleh

dibatalkan karena hal tersebut melanggar sistem suatu negara hukum.

Guna Tercapainya kepastian hukum, maka terhadap kedudukan Badan

Hukum Pendidikan Masyarakat (akta dan badan hukum maupun

pengesahannya) maka diterapkan kaidah ex nunc yaitu bahwa suatu perbuatan

dan akibat dari akta/ surat tersebut dianggap ada sampai dilakukan

pembatalan.8

Yayasan Nusa Jaya yang diketuai oleh Nurdin Rivai, telah

menerapkan tata kelola sebagaimana yang dikenalkan oleh Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan, dan dengan tata kelola tersebut yayasan memang

telah berhasil menurunkan biaya pendidikan karena yayasan menerapkan

comercial ventures dalam tata kelola tersebut.

Yayasan Nusa Jaya yang mengadopsi tata kelola dalam Badan Hukum

Pendidikan banyak memberikan konstribusi terutama berkurangnya beban

dari masyarakat dan mahasiswa. Namun yayasan tersebut perlu melakukan

perubahan anggaran dasar yang membutuhkan proses yang cukup panjang.

8 Wikipedia, “Ex nunc” diakses pada Senin, 28 April 2014 dari id.wikipedia.org

Page 65: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

55

Disampaikan pula oleh seorang praktisi notaris yang berulang-ulang

memproses pengesahan yayasan, perubahan anggaran dasarnya melalui

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengalami banyak sekali

kendala yang akan dihadapi dan sudah mulai dihadapi untuk penyelenggaraan

pendidikan di Indonesia.

Sejak tanggal 16 Januari 2009, hak hidup yayasan untuk menjalankan

kegiatan pendidikan sudah tercabut karena apabila notaris membuat akta

yayasan maka tidak dapat lagi memasukkan kegiatan pendidikan formal di

dalamnya. Kalaupun memasukkan, maka akan dicoret oleh Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia. Begitu pula kalau mengubah anggaran dasar

yayasan di bidang kegiatan, tidak boleh lagi dicantumkan pendidikan formal.

Dalam badan hukum pendidikan tidak ada lagi pengurus yayasan

menjalankan haknya mengelola pendidikan, bahkan eksistensinya tidak ada

lagi. Hal ini karena hak mengelola yayasan yang juga merupakan hak asasi

tercabut dengan adanya kewajiban harus berbentuk tata kelola seperti badan

hukum pendidikan.

Pada ketentuan tersebut diatas tidak ada peran pengurus yayasan,

akibatnya peran pengurus diserahkan kepada Organisasi Penyelenggara

Pendidikan (OPP). Hal ini adalah sesuatu yang kontradiktif, karena OPP di

satu sisi akan memimpin satu sekolah, satu unit, tetapi OPP juga bertindak ke

luar mewakili unit pendidikannya. Dengan dasar ini, maka pengurus yang

Page 66: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

56

semula menjadi pengelola dan berhak mewakili yayasan ke luar, dengan

adanya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak lagi berwenang

mewakili ke luar.

D. Status Badan Hukum Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Ditinjau Dari Dikabulkannya Hak Uji Materil atas Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi RI

Pada hakikatnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan

Hukum Pendidikan mengandung prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan

formal yang baik, hanya saja yang termuat di dalam Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan tersebut tidak cocok untuk diterapkan pada Perguruan

Tinggi Swasta di Indonesia yang berada dalam naungan badan hukum

yayasan.

Hal tersebut dikarenakan dengan lahirnya Undang-Undang Badan

Hukum Pendidikan dianggap telah melanggar konstitusi Republik Indonesia

mengenai kebebasan berserikat yang merupakan hak dari setiap warga negara.

Hingga pada tanggal 31 maret 2010 Mahkamah Konstitusi RI membatalkan

semua pasal dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tersebut.

Kemudian dengan dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan, Mahkamah Konsitusi RI memberikan penafsiran mengenai Badan

Hukum Pendidikan, yaitu diputuskan bahwa istilah ”Badan Hukum

Pendidikan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang

Page 67: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

57

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah nama

atas badan hukum tertentu, melainkan sebutan fungsional bagi

penyelenggaraan pendidikan dan bukan lagi sebagai badan hukum tertentu.

Apapun bentuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diharapkan

dapat memberikan pendidikan yang baik bagi peserta didik. Dikarenakan

setiap Warna Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan.

Sejalan dengan hak pendidikan yang terdapat dalam UUD 1945 di dalam Al-

Qur’an juga dijelaskan mengenai kedudukan orang yang memiliki ilmu.

Sebagaimana diamanatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah (58) : 11

Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan

memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",

maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah

(58) : 11)

Mengenai istilah Badan Hukum Pendidikan jika dikaitkan dengan

salah satu Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang

menyatakan bahwa suatu lembaga pendidikan harus dikelola oleh sebuah

badan hukum yayasan.

Page 68: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

58

Adapun bentuk dari badan hukum yang dikenal dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu

seperti yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf, dan sebagainya,

sehingga dengan dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

dan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 12-14-126-

136/PUU/2009, maka bentuk badan hukum bagi penyelenggara pendidikan

kembali dalam bentuk Badan Hukum Yayasan.

Hal tersebut diperkuat dengan diterimanya permohonan pengesahan

akta pendirian badan hukum penyelenggara pendidikan yang didirikan pasca

pembatalan Undang-Undang mengenai Badan Hukum Pendidikan, sehingga

pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut penyelenggaraan

pendidikan kembali kepada payung hukum Undang-Undang Yayasan maupun

badan hukum lain yang sejenis.9

kemudian pernyataan tersebut dipertegas kembali dengan adanya Pasal

220E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan bahwa

Yayasan, perkumpulan, dan badan lain yang sejenis dan telah berstatus badan

hukum tetap menyelenggarakan satuan pendidikan sepanjang tidak

9 Kementerian Pendidikan Nasional, “Amar, Implikasi, dan Solusi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009”.

Page 69: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

59

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai badan hukum nirlaba.10

Dengan adanya pembatalan Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan, maka pendaftaran bagi yayasan penyelenggara pendidikan akan

dikembalikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai

dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagi

yayasan yang sudah ada masih dapat beroperasi selama izin-izin yang dimiliki

masih berlaku.

Menurut pandangan penulis mengenai batalnya Undang-Undang

Badan Hukum Pendidikan menjadikan yayasan yang menyelenggarakan

pendidikan seharusnya membuat yayasan pendidikan yang terpisah dari

kegiatan badan usaha lainnya. Dengan demikian kegiatan penyelenggaraan

pendidikan akan terfokus demi terlaksananya amanat mencerdaskan

kehidupan bangsa yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

10

Wawancara pribadi dengan Moh. Yasin Ardhy, Jakarta, 16 Maret 2014.

Page 70: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan dan analisis yang ada pada beberapa bab

sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

1. Sebelum adanya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, pengaturan

dan tata kelola yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta di

Indonesia adalah berdasarkan pada Undang-Undang Yayasan dan

peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perguruan

tinggi.

2. Pasca putusan Mahkamah Kostitusi RI Nomor 11-14-21-126-136/PUU-

VII/2009 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dinyatakan tidak

berkekuatan hukum tetap. Mahkamah Konstitusi RI telah memberikan

penafsiran tersendiri mengenai Badan Hukum Pendidikan, bahwa istilah

“Badan Hukum Pendidikan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat

(1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah nama dan

badan hukum tertentu, melainkan sebutan fungsi penyelenggara

pendidikan dan bukan sebagai badan hukum tertentu. Disebutkan dalam

Pasal 220E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun

2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, menyatakan

Page 71: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

61

bahwa Yayasan, perkumpulan, dan badan lain yang sejenis yang telah

berstatus badan hukum, tetap menyelenggarakan satuan pendidikan

sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai badan hukum nirlaba.

B. Saran

Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis memberikan saran atau

masukan terkait pengaturan yayasan yang menyelenggarakan perguruan tinggi

swasta di Indonesia, yaitu :

1. Diharapkan kedepannya otonomi pendidikan dapat berlangsung dengan

baik tanpa mengesampingkan kewajiban Negara dalam pemenuhan hak

atas pendidikan tinggi.

2. Pemerintah dapat merancang undang-undang dalam hal mengatur badan

hukum yang menyelenggarakan pendidikan sebagai penganti Badan

Hukum Pendidikan, terutama peraturan yang mengatur penyelenggaraan

Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia.

3. Peraturan perundang-undangan yang dibuat harus bebas dari kata atau

kalimat yang berpeluang menimbulkan multitafsir/ penyelewengan

tanggung jawab, guna memberikan kepastian besaran kontribusi dalam

pembebanan tanggung jawab pemenuhan hak atas pendidikan tinggi

sehingga pemerintah tidak melepas tanggung jawabnya.

Page 72: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

62

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ais, Chatamarrasid. Badan Hukum Yayasan. Jakarta : PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Ali, Chidir. Badan Hukum, Cet. II. Bandung : Alumni, 1999.

Arifin, Amwar. Format Baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta : Pustaka Indonesia,

2002.

Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT.

Bhuana Ilmu Populer, 2007.

Borahima, Anwar. Kedudukan Yayasan di Indonesia (Eksistensi, Tujuan dan

Tanggung Jawab Yayasan). Jakarta : Kencana, 2010.

Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2010.

Daryanto, H.M. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.

Fuady, Munir. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat). Bandung : PT. Refika

Aditama, 2009.

Fuller, Lon. The Morality of Law. ( Connecticut : Yale University Press, 1969) h. 67.

Hadyanto, Sophia, Ed. “Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi” Dalam

Rangka Ulang Tahun ke-80 Prof.Solly Lubis. Jakarta : PT. Sofmedia, Jakarta,

2010.

Handoko, I.P.M. Ranu. Terminologi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2000.

Kementrian Pendidikan Nasional, Amar, Implikasi dan Solusi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009. Jakarta : Kemendiknas,

2010.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas

Pendidikan. Jakarta : Komnas HAM, 2005.

M, Rita. Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas & Pengurus Yayasan. Cet. I.

Jakarta : Forum Sahabat, 2009.

Page 73: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

63

Mamuji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2008

Nandika, Dodi. Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan. Jakarta : Pustaka

LP3ES Indonesia, 2007.

Oktoberina, Sri Rahayu. et al., Butir-butir pemikiran dalam hukum-Memperingati 70

Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta. Bandung : PT. Refika Aditama, 2008.

Renvoi 12.84. VII. Jakarta : PT. Jurnal Renvoi Mediatama, Mei 2010.

Soedijarto. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta : Kompas, 2008.

Soekanto, Soerjono dan Sri, Mamuji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat. Cet. IX. Jakarta : Rajawali Press, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Pres, 2010.

Soemitro, Rochmat. Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf. Bandung : PT.

Eresco, 1993.

Soemitro, Ronny Hanintijio. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta :

Ghalia Indonesia, 1990.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajagrafindo, 2006.

Supramono, Gatot. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta : Balai Pustaka, 1990.

Widjaja, Gunawan. Suatu Panduan Komprehensif Yayasan di Indonesia. Jakarta : PT.

Elex Media Koraputindo, 2002.

Widjaya, Rai. Hukum Perusahaan, Cet. IV. Bekasi : Kesaint Blanc, 2005.

Page 74: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

64

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

Peraturan Pemerintan Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 63 Tahnu 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Yayasan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009.

Jakarta : April, 2010.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Penerjemah R. Subekti

dan R. Tjitrosudibio. Cet. 40. Jakarta : Pradnya Paramita, 2009.

Internet

Desik Informasi. “Pemerintah Terbitkan Aturan Penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi”. Artikel diakses pada Minggu 27 April 2014 dari www.setkab.go.id

Kemendikbud Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. “Kewajiban Yayasan PTS”.

Artikel diakses pada Minggu 27 April 2014 dari www.kopertis12.or.id

Wikipedia. “Ex nunc”. Diakses pada Senin 28 April 2014 dari id.wikipedia.org

Page 75: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih
Page 76: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih
Page 77: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

1. Apa yang menjadi pokok permasalahan pengajuan judicial review Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Yayasan Perguruan Tinggi As-

syafi’iyah ?

Jawab :

“Intinya bahwa dengan adanya yayasan sudah menjadi badan harian pengurus

yayasan mengapa harus ada BHP lagi. Itu permasalahan inti yang kemudian

akan memperpanjang birokrasi antara yayasan dengan perguruan tinggi.

Yayasan sudah badan hukum mengapa harus berubah, sudah terdaftar di

Kemenkumham. Ada kemungkinan ada perguruan tinggi yang yayasan nya

jadi satu dengan TK, SD, SMP, SMA. Kalau Yayasan Perguruan Tinggi As-

syafi’iyah berbeda. Yang selama ini berlaku sudah yayasan mengapa harus

berubah, itu akan merepotkan harus merubah anggaran dasar, satuta, tata

kelola dan lain-lain. Seakan-akan mau ada penyeragaman antara swasta dan

negeri.”

2. Konsep penyelenggara pendidikan seperti apa yang diinginkan oleh Yayasan

Perguruan Tinggi Asyafi’iyah?

Jawab :

“Model penyelenggaraan kan berbeda-beda. Perguruan Tinggi As-syafi’iyah

lebih keislaman. Ada unsur mengenai ideology keagamaan berkaitan dengan

Page 78: IMPLIKASI YURIDIS BATALNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25037/1/Siti... · 5. Yang tercinta ayahanda Bpk. Sa’ari Suhaimi, Alm. terimakasih

soal ciri khas. Berhubungan langsung dengan kurikulum. Bisa jadi kurikulum

nya berubah.”

3. Menurut bapak, apakah Undang-Undang Perguruan Tinggi sudah cukup

mengakomodir Perguruan Tinggi Swasta.?

Jawab :

“Undang-Undang Perguruan Tinggi pengganti peraturan setuju, sepanjang

pasal-pasal nya tidak melegalkan apa yang sudah dianulir oleh Mahkamah

Konstitusi berkaitan dengan batal nya Undang-Undang Badan Hukum

Pendidikan. Undang-Undang Perguruan Tinggi cukup mengatur dengan baik.

Tidak perlu ada perbedaan peraturan untuk Perguruan Tinggi Swasta, karna

akan terjadi parsialisasi antara pendidikan dengan pendidikan lainnya.”