implementasi peraturan daerah kota …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity...disebutkan...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG
NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
(Studi Pada Pemungutan Pajak Hiburan di Kota Tanjungpinang Tahun 2014)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
TONI CANDRA M
NIM : 090565201063
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG
NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
(Studi Pada Pemungutan Pajak Hiburan di Kota Tanjungpinang Tahun 2014)
TONI CANDRA M
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Pajak Hiburan sebagai salah satu Penerimaan Asli Daerah (PAD) merupakan
penerimaan daerah yang potensial, sehingga sangat relevan sekali untuk selalu
meningkatkan penerimaan Pajak Hiburan. Untuk kondisi saat ini mengenai Pajak
Kota Tanjungpinang khususnya pajak hiburan masih belum memuaskan. Di Kota
Tanjungpinang hiburan yang saat ini sedang berkembang adalah hiburan karoke.
Namun masih terdapat beberapa wajib yang tidak mematuhi pembayaran pajak
tersebut. Menghadapi kendala yang dihadapi saat ini mengenai pemungutan pajak
pemerintah dituntut untuk meningkatkan keprofesionalan dalam proses pemungutan
maupun pembayaran pajak hiburan.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Implementasi
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak (Studi
Pada Pemungutan Pajak Hiburan di Kota Tanjungpinang). Pada penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian ini informan
terdiri dari 8 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dalam penelitian ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak belum berjalan dengan baik karena sumber daya
diketahui bahwa sumberdaya manusia yang tidak memadahi berakibat tidak dapat
dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan
pelayanan dengan baik.
Kata Kunci : Implementasi, Pajak, Penerimaan Asli Daerah
2
A B S T R A C T
Entertainment tax as one of the Original Reception area (PAD) is a potential
area of acceptance, so it is very relevant to always increase tax revenue. For current
conditions regarding city tax Tanjungpinang especially entertainment tax is still not
satisfactory. In the town of Tanjung Pinang entertainment is developing the
entertainment is karoke. But still there are some mandatory disobey those tax
payments. Facing the current obstacles faced about the poll tax the Government is
required to increase the keprofesionalan in the process of voting as well as the
payment of taxes.
The purpose of this research is to know basically the implementation of local
regulations of the city of Tanjung Pinang number 2 in 2011 About taxes (Studies On
the poll tax on Entertainment in the town of Tanjung Pinang). In this study the author
uses Descriptive types of Qualitative research. In this study informants consisting of
8 people. Data analysis techniques used in this research is descriptive qualitative
data analysis techniques.
Based on the results of research on the previous chapters in this research can be
drawn the conclusion that the implementation of local regulations of the city of
Tanjung Pinang number 2 in 2011 about the Tax has not gone well since it is well
known that resources human resources that are not memadahi not be unsettled
program perfectly because they could not perform services properly.
Keywords: Implementation, Taxes, Admission Of Native Areas
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah menjelaskan dimana setiap
daerah mengatur tentang pajaknya
sendiri sesuai dengan ketentuan yang
sudah ditetapkan. Pajak daerah
sendiri dapat memberikan nilai
tambah tersendiri bagi pembangunan
disuatu daerah. Pajak daerah yaitu
Pajak Kabupaten dan Kota khusunya
pajak hiburan, yang merupakan pajak
yang cukup besar dalam penentuan
tarifnya.
Perbedaan mendasar antara
pajak dan retribusi adalah terletak
pada timbal balik langsung. Untuk
pajak tidak ada timbal balik langsung
kepada para pembayar pajak,
sedangkan untuk retribusi ada timbal
balik langsung dari penerima
retribusi kepada penerima retribusi.
Jadi pajak dapat diartikan biaya yang
harus dikeluarkan seseorang atau
suatu badan untuk menghasilkan
pendapatan disuatu negara, karena
ketersediaan berbagai sarana dan
prasarana publik yang dinikmati
semua orang tidak mungkin ada
tanpa adanya biaya yang dikeluarkan
dalam bentuk pajak tersebut. Pajak
merupakan pungutan yang bersifat
memaksa berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku sedangkan
retribusi lebih spesifik kepada orang-
orang tertentu yang mendapatkan
pelayanan tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang
tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau
umum. Meskipun pajak dan retribusi
berbeda namun keduanya
mempunyai fungsi yang sama, yaitu
sebagai sumber pendapatan.
Salah satu penopang
pendapatan nasional yaitu berasal
dari penerimaan pajak yang
menyumbang sekitar 70 % dari
seluruh penerimaan negara. Pajak
memiliki peran yang sangat vital
dalam sebuah negara, tanpa pajak
kehidupan negara tidak akan bisa
berjalan dengan baik. Pembangunan
infrastruktur, biaya pendidikan, biaya
kesehatan, subsidi bahan bakar
minyak (BBM), pembayaran para
pegawai negara dan pembangunan
fasilitas publik semua dibiayai dari
pajak. Semakin banyak pajak yang
dipungut maka semakin banyak
fasilitas dan infrastruktur yang
dibangun. Karena itu, pajak
merupakan ujung tombak
pembangunan sebuah negara.
Pembayaran pajak merupakan
perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta Wajib
Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Pajak merupakan sektor
pemasukan tersebesar kas Negara,
Penerimaan Negara dari sektor pajak
memegang peranan yang sangat
penting untuk kelangsungan system
Pemerintahan suatu Negara. Pajak
adalah kontribusi wajib pajak kepada
Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-
undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan
4
digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pembayaran pajak merupakan
perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta bagi
masyarakat khususnya wajib pajak
untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban
perpajakan untuk pembiayaan
Negara dan pembangunan nasional.
Sebesar 70 % lebih
penerimaan Negara Republik
Indonesia bersumber dari Pajak, baik
pajak Pusat maupun Pajak Daerah.
Oleh karena itu Pemerintah terus
berusaha menggenjot dan menaikkan
target penerimaan Pajak dari tahun
ke tahun, hal ini dimaksudkan agar
program-program Pemerintah dalam
menjalankan roda Pemerintahan
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dapat ditingkatkan juga.
Sebagaimana kita ketahui bersama
kesadaran dan kepedulian
masyarakat Indonesia terhadap Pajak
masih sangat kurang meskipun
tahun-tahun terakhir ini terdapat
peningkatan yang sangat baik, tetapi
tetap saja sebagian besar masyarakat
masih awam tentang pajak, baik cara
melaksanakan kewajiban perpajakan
dan yang tidak kalah pentingnya
adalah kurangnya pengetahuan
tentang manfaat dan kegunaan pajak
bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dari sekian banyak fungsi
dari pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara, Salah satu
dari tujuan negara melakukan
pemungutan terhadap pajak ialah
meningkatkan kemajuan pada sektor
pembangunan, pembangunan
infrastruktur yang dilakukan di
dalam Negara membutuhkan dana
yang tidak sedikit, itu sebabnya
pengeluran terbesar negara kita
adalah pada sektor pembangunan
infrastruktur bagi masyarakat.
Pajak Hiburan sebagai salah
satu Penerimaan Asli Daerah (PAD)
merupakan penerimaan daerah yang
potensial, sehingga sangat relevan
sekali untuk selalu meningkatkan
penerimaan Pajak Hiburan.
Berhasilnya pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan
daerahnya merupakan suatu tanda
pemerintah daerah dapat
melaksanakan roda pemerintahannya
dengan baik. Disamping untuk
membiayai pembangunan,
penerimaan daerah tersebut juga
digunakan untuk membiayai belanja
rutin daerah. Dengan demikian
sangat dipandang perlu adanya
usaha-usaha untuk meningkatkan
sumber-sumber penerimaan daerah.
Pajak hiburan sebagaimana
disebutkan dalam Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 34 tahun 2000 termasuk
sebagai pajak daerah. Dari sini maka
pajak hiburan merupakan pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah
untuk membiayai rumah tangga
daerah. Pajak Hiburan adalah pajak
atas penyelengga raan hiburan.
Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula
diartikan sebagai pungutan daerah
atas penyelenggaraan hiburan.
Pajak hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh
lima persen) dan khusus untuk
hiburan berupa permainan
ketangkasan, diskotik, klab malam,
karaoke, mandi uap, panti pijat,
pagelaran busana, dan kontes
kecantikan, tarif pajak hiburan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen). (Sumber :
5
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
pasal 45 ayat 1 dan 2)
Otonomi Daerah seluas-
luasnya, yang titik beratnya berada
pada Kabupaten/Kota, memberikan
kewenangan kepada daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri,
maka perlu ditunjang oleh sumber
pembiayaan yang sah, salah satunya
berasal dari pendapatan asli daerah
berupa pajak daerah. Kota
Tanjungpinang juga memiliki
peraturan daerah untuk
melaksanakan pemungutan pajak di
daerahnya. Pada Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun
2011 Tentang pajak daerah diketahui
bahwa penetapan kebijakan pajak
daerah, dalam pelaksanaannya
haruslah berdasarkan prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan,
peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas dengan memperhatikan
potensi daerah.
Berdasarkan perda tersebut
dijelaskan bahwa Pajak Daerah, yang
selanjutnya disebut Pajak, adalah
kontribusi wajib kepada Daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Perda
yang dipungut di Kota
Tanjungpinang berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pajak daerah adalah
pajak hotel, pajak restoran, pajak
reklame, pajak hiburan, Pajak
penerangan jalan pajak mineral
bukan logam dan batuan, pajak
perparkiran, pajak air dan tanah,
pajak sarang burung wallet, dan
pajak bumi dan bangunan. Perda ini
juga menjelaskan tentang
pemungutan pajak, dimana ada
beberapa sistem pemungutan pajak,
Sistem pemungutan pajak daerah
adalah sistem yang akan dikenakan
kepada Wajib Pajak dalam
memungut, memperhitungkan dan
melaporkan serta menyetorkan pajak
terhutang. Sistem Self Assesement
adalah suatu sistem dimana wajib
pajak diberi kepercayaan untuk
melaporkan sekaligus menghitung,
memperhitungkan dan menetapkan
besarnya pajak yang terutang dan
dibayar dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Sistem Surat
Ketetapan Pajak yang selanjutnya
disebut sistem SKP adalah suatu
sistem dimana petugas Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah akan menetapkan
jumlah pajak terhutang pada awal
suatu masa pajak dan pada akhir
masa pajak yang bersangkutan, akan
dikeluarkan surat ketetapan pajak
rampung.
Salah satu jenis pajak yang
diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak
daerah salah satu jenis pajak adalah
pajak hiburan. Dengan nama Pajak
Hiburan dipungut pajak atas setiap
penyelenggaraan Hiburan. Objek
Pajak. Berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak
daerah
pada pasal 18, menjelaskan tentang
pemungutan pajak untuk usaha
hiburan. Pajak Hiburan adalah pajak
atas penyelenggaraan hiburan. Pajak
hiburan meliputi Hiburan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. tontonan film;
6
b. pagelaran kesenian, musik, tari,
dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan
sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotek, karaoke, kelab malam,
dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor,
dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa,
dan pusat kebugaran (fitness center);
dan
j. pertandingan olahraga.
Pengaruh pajak daerah dalam
hal ini pendapatan asli daerah (PAD)
dengan pajak hiburan merupakan
hubungan secara fungsional, karena
PAD merupakan fungsi dari pajak
hiburan. Dengan meningkatnya pajak
hiburan akan menambah penerimaan
pemerintah untuk pembangunan
program-program pembangunan,
selanjutnya akan mendorong
peningkatan pelayanan pemerintah
kepada masyarakat yang diharapkan
akan dapat meningkatkan
produktivitas masyarakat yang
akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kembali.
Untuk kondisi saat ini
mengenai Pajak Kota Tanjungpinang
khususnya pajak hiburan masih
belum memuaskan. Di Kota
Tanjungpinang hiburan yang saat ini
sedang berkembang adalah hiburan
karoke. Namun masih terdapat
beberapa wajib yang tidak mematuhi
pembayaran pajak tersebut.
Menghadapi kendala yang dihadapi
saat ini mengenai pemungutan pajak
pemerintah dituntut untuk
meningkatkan keprofesionalan dalam
proses pemungutan maupun
pembayaran pajak hiburan
khususnya karoke ini. Karoke di
Kota Tanjungpinang saat ini semakin
berkembang. Konsep yang diusung
adalah konsep karoke keluarga.
Karaoke Keluarga adalah tempat
hiburan yang tidak menjual minuman
yang beralkohol. Berdasarkan data
yang didapatkan menurunnya
pendapatan yang diperoleh dari pajak
hiburan, padahal diketahui di Kota
Tanjungpinang tempat hiburan
terbilang cukup banyak, namun
dalam kenyataan dilapangan
pemungutan pajak tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
Sepanjang tahun 2014,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
tanjungpinang mencapai Rp 60,3
miliar, atau 122,74 persen dari target
PAD perubahan Rp 49,2 miliar. PAD
tersebut berasal dari pajak-pajak
daerah dan retribusi. Realisasi pajak
daerah sebesar Rp53,7 miliar atau
125,00 persen dari target Rp43,0
miliar. Sementara, realisasi retribusi
mencapai Rp6,6 miliar, atau 106,97
persen dari target Rp6,1 miliar.
Namun jika dilihat secara rinci
tempat hiburan turun hingga 25
persen dari targer realisisasi
pemungutan pajak.
Berdasarkan uraian di atas
penulis tertarik untuk untuk mencoba
penelitian dengan judul :
“Implementasi Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 2
Tahun 2011 Tentang Pajak (Studi
Pada Pemungutan Pajak Hiburan
di Kota Tanjungpinang)”.
Perumusan masalah
Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah telah mengupayakan
optimalisasi dalam pemungutan
pajak. Namun kenyataannya masih
7
terdapat beberapa masalah dalam
pemungutan pajak daerah khususnya
pajak hiburan ini, dan belum
terlaksana dengan baik serta belum
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas penulis
membuat rumusan masalah :
“Bagaimana Implementasi
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pajak (Studi Pada
Pemungutan Pajak Hiburan di
Kota Tanjungpinang)?”.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan pnelitian ini
adalah :
Tujuan penelitian untuk
mengetahui Implementasi
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 2
Tahun 2011 Tentang Pajak
(Studi Pada Pemungutan
Pajak Hiburan di Kota
Tanjungpinang)
2. Kegunaan penelitian
a. Sebagai bahan
masukan dan
pertimbangan kepada
pemerintah dalam
permasalahan
pemungutan pajak
daerah khususnya
pajak hiburan di dinas
pendapatan
pengelolaan keuangan
dan aset daerah Kota
Tanjungpinang.
b. Sebagai bahan
rujukan bagi
penelitian lebih lanjut
dan pengembangan
ilmu pengetahuan
khususnya Ilmu
Pemerintahan dimasa
yang akan datang.
Konsep Operasional
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan
proses penyampaian informasi dari
komunikator kepada komunikan.
Sementara itu, komunikasi kebijakan
berarti merupakan proses
penyampaian informasi kebijakan
dari pembuat kebijakan kepada
pelaksana kebijakan. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
a. Transformasi
informasi seperti
sosialisasi yang
dilakukan berkaitan
dengan Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah kepada
implementor
b. Kejelasan informasi
berkaitan dengan
pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
c. Konsistensi dalam
menjalankan
Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Pajak
Daerah.
2. Sumber Daya
Sumber daya memiliki
peranan penting dalam implementasi
kebijakan. Sumber daya di sini
berkaitan dengan segala sumber yang
dapat digunakan untuk mendukung
8
keberhasilan implementasi
kebijakan. Sumber daya ini
mencakup sumber daya manusia,
anggaran, fasilitas, informasi dan
kewenangan yang dijelaskan. Hal ini
dapat dilihat dari indikator :
a. Sumber daya manusia
yang memahami
tentang Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
b. Anggaran dalam
pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
c. Informasi berkaitan
dengan Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen,
kejujuran, sifat demokratis.
Kecenderungan perilaku atau
karakteristik dari pelaksana
kebijakan berperan penting untuk
mewujudkan implementasi kebijakan
yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran. Hal ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Komitmen
implemetor dalam
Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah
b. Kejujuran
implementor dalam
Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah
satu badan yang paling sering
bahkan secara keseluruhan
menjadi pelaksana kebijakan.
Kerja sama yang baik dalam
birokrasi dan struktur yang
kondusif akan membuat
pelaksanaan kebijakan
efektif. Struktur organisasi
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
implementasi kebijakan.
Aspek struktur organisasi ini
melingkupi dua hal yaitu
mekanisme dan struktur
birokrasi itu sendiri. Aspek
pertama adalah mekanisme,
dalam implementasi
kebijakan biasanya sudah
dibuat standart operation
procedur (SOP). Hal ini dapat
dilihat dari indkator :
a. Adanya standar
operasional prosedur
dalam Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
b. Adanya kerjasama
antar birokrasi dalam
pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah.
Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan
9
pendekatan deskriptif. Menurut Jane
Richie dalam Moleong (2011:6)
“penelitian kualitatif adalah upaya
untuk menyajikan dunia sosial, dan
perspektifnya didalam dunia, dari
segi konsep, perilaku, persepsi, dan
persoalan tentang manusia yang
diteliti.
Denzin dan Lincoln (1987)
dalam Moleong (2012:5) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang
ada. Dalam penelitian deskriptif
kualitatif ini merupakan data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-
kata, gambar, dan tidak atau bukan
berupa angka-angka. Hal ini
merupakan oleh adanya penerapan
metode kualitatif.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kota
Tanjungpinang. Mengingat dinas ini
merupakan dinas yang memiliki
kewenangan dalam pemungutan
pajak daerah khususnya pajak
hiburan. Namun fenomena yang
terjadi adalah menurunnya
pendapatan yang diperoleh dari pajak
hiburan, padahal diketahui di Kota
Tanjungpinang tempat hiburan
terbilang cukup banyak, namun
dalam kenyataan dilapangan
pemungutan pajak tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang
diperoleh langsung dalam
penelitian kualitatif ini ialah :
a. Jenis data primer
Data primer yaitu data
yang diperoleh langsung
dari responden atau
informan tanpa perantara.
Data ini adalah hasil
wawancara penulis
dengan informan.
b. Jenis data sekunder
Data sekunder yaitu
berfungsi sebagai
pelengkap, yang bisa
diperoleh dari berbagai
sumber, seperti data dari
dinas pendapatan
pengelolaan keuangan
dan aset daerah kota
Tanjungpinang. Seperti
laporan kegiatan yang
dilakukan oleh dinas
pendapatan pengelolaan
keuangan dan aset daerah
yang terkait pada
masalah penelitian yang
diambil.
4. Informan
Sebagaimana penetapan
informan pada penelitian kualitatif
yang tidak representative secara
kuantitatif, tetapi representative
secara kualitatif (berdasarkan
sumber) dengan kata lain, tidak ada
kaitannya dengan jumlah. Dalam
penelitian ini akan diambil informan
dengan jumlah dan kriteria sebagai
berikut :
a. 3 orang pemilik tempat
hiburan yang ada di Kota
Tanjungpinang, dipilihnya 3
orang pengusaha ini adalah
pengusaha karoke keluarga
yang pengunjungnya paling
ramai.
b. 1 orang pegawai dengan
pertimbangan mengambil
10
informan tersebut adalah
orang ini adalah pegawai
yang sesuai dengan
keputusan kepala kantor
Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kota
Tanjungpinang ditempatkan
di bagian pajak hiburan,
mulai dari pemungutan
hingga pengawasan.
c. 1 orang kepala dinas adalah
yang bertanggungjawab
terhadap pemungutan pajak,
d. 1 orang dari Satpol PP
khususnya bidang perundang-
undangan yang bertugas
menegakkan perda.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi langsung
dilakukan terhadap objek
ditempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa,
sehingga observer berada
bersama objek yang
diselidiki. Observer
dalam penelitian ini
dilakukan guna
mendapatkan data atau
informan mengenai
profesionalisme kerja
pegawai dalam
pemungutan pajak daerah
khususnya pajak hiburan
di dinas pendapatan
pengelolaan keuangan
dan aset daerah Kota
Tanjungpinang. Adapun
alat yang digunakan
untuk melakukan
observasi adalah daftar
checklist dan catatan
harian.
b. Wawancara.
Wawancara dilakukan
dengan responden
Wawancara dilakukan
secara tidak terstruktur.
Dimana menurut
Sugiyono (2012:160)
wawancara tidak
terstruktur adalah
wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak
menggunakan pedoma
wawancara yang telah
tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk
pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara
digunakan hanya berupa
garis-garis besar
permasalahan yang
terjadi.
6. Analisa Data
Teknik analisa yang
digunakan dalam penelitian ini yakni
teknik analisa kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. yakni tidak
dengan menggunakan perhitungan
statistik tetapi lebih kepada analisa
mendalam berkaitan dengan masalah
penelitian yang hendak diteliti oleh
Penulis. Miles dan Hubermen (dalam
Sugiyono: 2012) mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga
datanya jenuh. Ukuran kejenuhan
data ditandai dengan tidak
diperolehnya lagi data atau informasi
baru. Aktivitas dalam analisis
meliputi reduksi data (data
reduction), penyajian data (data
display) serta Penarikan kesimpulan
dan verifikasi (conclusion drawing/
11
verification). Sejumlah peneliti
kualitatif berupaya mengumpulkan
data selama mungkin dan bermaksud
akan menganalisis setelah
meninggalkan lapangan. Pekerjaan
pengumpulan data bagi peneliti
kualitatif.
LANDASAN TEORITIS
1. Impelementasi Kebijakan
Salah satu unsur penting dalam
siklus kebijakan publik adalah
menyangkut implementasi kebijakan
yang memegang peran penting bagi
keberhasilan kebijakan publik. Tugas
pokok pemerintah adalah
menciptakan kebijakan melalui
berbagai kebijakan publik.
Kebijakan akan tercapai jika
kebijakan yang dibuat dapat
terimplementasikan atau dapat
dilaksanakan secara baik.
Keberhasilan implementasi suatu
kebijakan ditentukan oleh banyak
variable atau faktor, baik
menyangkut isi kebijakan yang
diimplementasikan, pelaksanaan
kebijakan, maupun lingkungan di
mana kebijakan tersebut
diimplementasikan (kelompok
sasaran).
Abidin (2002:186) menyatakan
bahwa: “Implementasi atau
pelaksanaan kebijakan terkait dengan
identifikasi permasalahan dan tujuan
serta formulasi kebijakan sebagai
langkah awal dan monitoring serta
evaluasi sebagai langkah akhir”. Dari
penjelasan tersebut dapat diketahui
bahwa dalam langkah awal
pelaksanaan kebijakan adalah
pengidentifikasian masalah serta
formulasi terhadap kebijakan yang
akan dirumuskan sehingga kebijakan
itu dapat dijalankan sesuai
sasarannya. Tidak hanya itu
pengawasan dan evaluasi adalah
langkah akhir yang dapat
menentukan berhasil atau tidaknya
sebuah kebijakan untuk dijalankan.
Winarno (2007:144)
Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang dimana berbagai
aktor, organisasi, prosedur dan teknik
bekerja bersama-sama menjalankan
kebijakan dalam upaya untuk meraih
tujuan-tujuan kebijakan.
Implementasi pada sisi yang lain
merupakan fenomena yang kompleks
yang mungkin dapat dipahami
sebagai suatu proses, suatu keluaran
(output) maupun sebagai suatu
dampak (outcome). Pendapat lain
dikemukakan oleh Dunn (2000:109)
menjabarkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan rangkaian
pilihan yang kurang lebih hubungan
(termasuk keputusan untuk tidak
bertindak) yang dibuat oleh badan
dan pejabat pemerintah yang
diformulasikan ke dalam bidang-
bidang kesehatan, kesejahteraan
sosial, ekonomi, dll.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut di atas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik
adalah suatu tindakan pejabat
pemerintah atau lembaga pemerintah
dalam menyediakan sarana untuk
melaksanakan progam yang telah
ditetapkan sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak
terhadap tercapainya tujuan.
Implementasi kebijakan merupakan
tahap kedua setelah pembuatan atau
pengembangan kebijakan. Nugroho
(2003:158) mengemukakan bahwa
“implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya”
12
Dari pendapat ahli ini yang perlu
ditekankan adalah bahwa tahap
implementasi kebijakan tidak akan
dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran ditetapkan atau
diidentifikasikan oleh keputusan-
keputusan kebijaksanaan.
Implementasi berkaitan dengan
berbagai kegiatan yang diarahkan
untuk merealisasikan program,
dimana pada posisi ini eksekutif
mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan
kebijakan yang telah diseleksi.
Sehingga dengan mengorganisir,
seorang eksekutif mampu mengatur
secara efektif dan efisien sumber
daya, Unit-unit dan teknik yang
dapat mendukung pelaksanaan
program, serta melakukan
interpretasi terhadap perencanaan
yang telah dibuat, dan petunjuk yang
dapat diikuti dengan mudah bagi
realisasi program yang dilaksanakan.
Untuk dapat mengkaji dengan
baik suatu implementasi kebijakan
publik perlu diketahui variabel atau
faktor-faktor penentunya. Untuk
menggambarkan secara jelas variabel
atau faktor-faktor yang berpengaruh
penting terhadap implementasi
kebijakan publik serta guna
penyederhanaan pemahaman, maka
akan digunakan model-model
implementasi kebijakan. Edwards III
berpendapat dalam model
implementasi kebijakannya bahwa
keberhasilan implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh faktor, oleh karena
itu ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi
kebijakan, seperti yang dijelaskan
oleh Edwards III (Subarsono 2008 :
90 ) yaitu :
1. Komunikasi. Komunikasi
merupakan proses
penyampaian informasi dari
komunikator kepada
komunikan. Sementara itu,
komunikasi kebijakan berarti
merupakan proses
penyampaian informasi
kebijakan dari pembuat
kebijakan (policy makers)
kepada pelaksana kebijakan
(policy implementors)
(Widodo, 2011:97) informasi
perlu disampaikan kepada
pelaku kebijakan agar pelaku
kebijakan dapat memahami
apa yang menjadi isi, tujuan,
arah, kelompok sasaran
(target group) kebijakan,
sehingga pelaku kebijakan
dapat mempersiapkan hal-hal
apa saja yang berhubungan
dengan pelaksanaan
kebijakan, agar proses
implementasi kebijakan bisa
berjalan dengan efektif serta
sesuai dengan tujuan
kebijakan itu sendiri.
Komunikasi dalam
implementasi kebijakan
mencakup beberapa dimensi
penting yaitu tranformasi
informasi (transimisi),
kejelasan informasi (clarity)
dan konsistensi informasi
(consistency). Dimensi
tranformasi menghendaki
agar informasi tidak hanya
disampaikan kepada
pelaksana kebijakan tetapi
juga kepada kelompok
sasaran dan pihak yang
13
terkait. Dimensi kejelasan
menghendaki agar informasi
yang jelas dan mudah
dipahami, selain itu untuk
menghindari kesalahan
interpretasi dari pelaksana
kebijakan, kelompok sasaran
maupun pihak yang terkait
dalam implementasi
kebijakan. Sedangkan
dimensi konsistensi
menghendaki agar informasi
yang disampaikan harus
konsisten sehingga tidak
menimbulkan kebingungan
pelaksana kebijakan,
kelompok sasaran maupun
pihak terkait.
2. Sumber Daya. Sumber daya
memiliki peranan penting
dalam implementasi
kebijakan. Edward III dalam
Widodo (2011:98)
mengemukakan bahwa:
bagaimanapun jelas dan
konsistensinya ketentuan-
ketentuan dan aturan-aturan
serta bagaimanapun
akuratnya penyampaian
ketentuan-ketentuan atau
aturan-aturan tersebut, jika
para pelaksana kebijakan
yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan
kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber daya untuk
melaksanakan kebijakan
secara efektif maka
implementasi kebijakan
tersebut tidak akan efektif.
Sumber daya di sini berkaitan
dengan segala sumber yang
dapat digunakan untuk
mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan.
Sumber daya ini mencakup
sumber daya manusia,
anggaran, fasilitas, informasi
dan kewenangan yang
dijelaskan
3. Disposisi. Disposisi adalah
watak dan karakteristik yang
dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis.
Kecenderungan perilaku atau
karakteristik dari pelaksana
kebijakan berperan penting
untuk mewujudkan
implementasi kebijakan yang
sesuai dengan tujuan atau
sasaran. Karakter penting
yang harus dimiliki oleh
pelaksana kebijakan misalnya
kejujuran dan komitmen yang
tinggi. Kejujuran
mengarahkan implementor
untuk tetap berada dalam asa
program yang telah
digariskan, sedangkan
komitmen yang tinggi dari
pelaksana kebijakn akan
membuat mereka selalu
antusias dalam melaksanakan
tugas, wewenang, fungsi, dan
tanggung jawab sesuai
dengan peraturan yang telah
ditetapkan. Sikap dari
pelaksana kebijakan akan
sangat berpengaruh dalam
14
implementasi kebijakan.
Apabila implementator
memiliki sikap yang baik
maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat
kebijakan, sebaliknya apabila
sikapnya tidak mendukung
maka implementasi tidak
akan terlaksana dengan baik.
4. Struktur Birokrasi. Birokrasi
merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja
sama yang baik dalam
birokrasi dan struktur yang
kondusif akan membuat
pelaksanaan kebijakan
efektif. Struktur organisasi
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
implementasi kebijakan.
Aspek struktur organisasi ini
melingkupi dua hal yaitu
mekanisme dan struktur
birokrasi itu sendiri. Aspek
pertama adalah mekanisme,
dalam implementasi
kebijakan biasanya sudah
dibuat standart operation
procedur (SOP). SOP
menjadi pedoman bagi setiap
implementator dalam
bertindak agar dalam
pelaksanaan kebijakan tidak
melenceng dari tujuan dan
sasaran kebijakan. Aspek
kedua adalah struktur
birokrasi, struktur birokrasi
yang terlalu panjang dan
terfragmentasi akan
cenderung melemahkan
pengawasan dan
menyebabkan prosedur
birokrasi yang rumit dan
kompleks yang selanjutnya
akan menyebabkan aktivitas
organisasi menjadi tidak
fleksibel.
Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat diketahui bahwa dalam
suatu kebijakan apapun itu
bidangnya, faktor utama yang harus
diperhatikan adalah bagaimana
pengimplementasikan atau penerapan
dari kebijakan yang dibuat atau
diputuskan tersebut. Hubungan
kajian ini dengan ilmu pemerintahan
yang mana diketahui bahwa
kebijakan ini merupakan kebijakan
pemerintah yang berfungsi untuk
mengatur tentang kesejahteraan
masyarakat.
2. Pemungutan Pajak
Pajak menurut kamus besar
Bahasa Indonesia adalah pungutan
wajib, biasanya berupa uang yang
harus dibayar oleh penduduk sebagai
sumbangan wajib kepada negara atau
pemerintah sehubungan dengan
pendapatan, pemilikan, harga beli
barang dan sebagainya. “Pajak
adalah iuran kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapatkan jasa timbal-balik yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang
dipergunakan untuk membayar
pengeluaran umum”, menurut
Soemitro dalam Mardiasmo
(2011:1).
15
Menurut S.I.Djajadiningrat
dalam Resmi (2009:1) “Pajak adalah
sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan
ke kas Negara yang disebabkan suatu
keadaan, kejadian, dan perbuatan
yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai
hukumam, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksanakn, tetapi tidak ada jasa
timbal balik negara secara langsung,
untuk memelihara kesejahteraan
umum”. Sedangkan menurut Dr. N.
J. Feldmann dalam Resmi (2009:2)
“pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-
norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi,
dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran
umum”. Menurut Diana (2010:1)
“Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Mardiasmo (2011), pajak
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Penerimaan
(Budgetair) Pajak berfungsi
sebagai sumber dana bagi
pemerintah yang
diperuntukkan membiayai
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
b. Fungsi mengatur (Regulator)
Pajak berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah di bidang sosial
dan ekonomi.
Berdasarkan fungsi di atas dapat
disimpulkan bahwa pajak sebagai
fungsi penerimaan merupakan
sumber dana utama bagi penerimaan
dalam negeri jadi kontribusi terhadap
pembangunan juga cukup besar,
maka tidaklah heran pemungutan
atas pajak bisa dipaksakan kepada
orang-orang yang memang wajib
dikenakan pajak, tentunya semua
sudah diatur dalam undang-undang.
Dalam fungsi mengatur pajak yaitu
pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial
ekonomi, misalnya dengan
rendahnya tarif pemungutan pajak
maka bisa mendorong investasi.
Dalam memungut pajak dikenal
ada tiga sistem pemungutan
(Mardiasmo, 2011 : 6-7), yaitu :
1. Official Assessment System adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus
untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang.
2. Self Assessment System adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus diabayar.
3. With Holding System adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak
ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang
terutang terhadap wajib pajak.
Sedangkan Tjahjono dan Husein
(2000), mangutarakan bahwa
16
pemungutan pajak dilakukan
berdasarkan tiga stelsel, yaitu :
a. Stelsel Nyata (riil stelsel)
adalah pengenaan pajak
didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya
baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang
sesungguhnya telah dapat
diketahui sehingga cenderung
lebih realistis tapi pengenaan
pajak tidak bisa pada saat
langsung, jadi pengenaannya
baru bisa dilakukan pada
akhir periode.
b. Stelsel Anggapan (fictive
stelsel) adalah pengenaan
pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Pada sistem
ini pajak dapat di bayar
selama tahun berjalan tanpa
menunggu akhir tahun jadi
terkesan agak ringan
sehingga sehingga lebih
meringankan wajib pajak. Di
lain sisi bila pajak dapat
dibayarkan pada akhir tahun
adanya kecendrungan bahwa
pajak tidak dibayar
berdasarkan keadaan yang
sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran (accrual
stelsel) adalah kombinasi
antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang
sebenarnya. Apabila dalam
suatu tahun didapat bahwa
pajak lebih besar dari
anggapan maka wajib pajak
harus menambah, bila pada
kenyataannya yang dibayar
terlampau besar maka wajib
pajak bisa meminta
pengembalian kelebihan.
Dari penjelasan di atas, di
Indonesia pada umumnya
menggunakan metode stelsel
campuran dengan sistem self
assessment, yaitu wajib pajak
memeperhitungkan sendiri besarnya
kewajiban perpajakan, dimana pada
akhir tahun apabila terdapat
kekurangan, wajib pajak harus
membayar kekurangan tersebut
dengan media yang dapat digunakan,
sedangkan apabila pajak yang telah
disetor wajib pajak melebihi dari
yang seharusnya, maka wajib pajak
dapat mengajukan pengembalian
dengan sarana restitu
2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah
berdasarkan Undang-undang 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah
pasal 1 angka 18 yang menyebutkan
bahwa,”Ppendapatan Asli Daerah
adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan
17
potensi Daerah sebagai perwujudan
Desentralisasi.
PAD bersumber dari :
1. Pajak Daerah
2. Retrebusi Daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan
Daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah yang
merupakan hasil penjualan
kekayaan Daerah yang tidak
dipisahkan ,jasa Giro, pendapatan
Bunga, keuntungan selisih nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang
asing ,komisi ,potongan ,ataupun
bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/jasa oleh Daerah.
4. Pengertian Pajak
Secara umum pengertian pajak
merupakan pengalihan sumber-
sumber yang wajib dilaksanakan oleh
wajib pajak kepada negara tanpa
imbalan langsung dari pembayar
pajak. Definisi pajak itu sendiri
menurut Smeets dalam Waluyo
(2006:2), pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan
yang dapat dipaksakan tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang
individual, maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Definisi pajak itu sendiri
bisa bermacam-macam antara lain
yaitu : Menurut Undang-undang
No.6 tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan
Indonesia ,yang telah disempurnakan
menjadi Undang-undang No.16
tahun 2000 ,pajak adalah iuran wajib
yang dibayar oleh wajib pajak
berdasarkan norma-norma hukum
untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran kolektif guna
meningkatkan kesejahteraan umum
yang balas jasanya tidak diterima
secara langsung.
Dari berbagai definisi di atas
dapat disimpulkan mengenai unsur
dan ciri pada pengertian pajak yaitu
antara lain:
1. Pajak dipungut oleh negara
,baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
2. Pajak dipungut berdasarkan
Undang-Undang serta
peraturan pelaksanaanya.
3. Pemungutan pajak dapat
dipaksakan apabila wajib
pajak tidak memenuhi
kewajiban perpajakan.
4. Dalam pembayarannya pajak
tidak dapat ditunjukkan
Secara langsung adanya
imbalan individual oleh
pemerintah terhadap
pembayaran pajak yang
dilakukan oleh para wajib
pajak.
Terdapat dua fungsi pajak yang
dikemukakan oleh Prof. Dr.
Mardiasmo (2006:1) yaitu sebagai
berikut:
1. Fungsi Budgetair (Sumber
Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi
Budgetair, artinya pajak
merupakan salah satu sumber
penerimaan untuk membiayai
pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan
dengan berupaya
memasukkan uang sebanyak-
banyaknya untuk kas negara.
2. Fungsi Regularend
(Mengatur)
18
Pajak mempunyai fungsi
mengatur ,yang artinya pajak
sebagai alat pengatur dan
melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan
tertentu diluar bidang
keuangan.
Uang pajak juga digunakan
untuk pembiayaan dalam rangka
memberikan jasa aman bagi seluruh
lapisan masyarakat. Setiap warga
negara mulai saat dilahirkansampai
dengan meninggal dunia, menikmati
fasilitas atau pelayanan dari
pemerintah yang semuanya dibiayai
dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa
peranan penerimaan pajak bagi suatu
negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan. Di samping fungsi
penerimaan ,pajak juga
melaksanakan fungsi redistribusi
pendapatan dari masyarakat yang
mempunyai kemampuan ekonomi
yang lebih tinggi kepada masyarakat
yang kemampuannya lebih rendah.
Menurut Wirawan B. Ilyas dan
Richard Burton (2007 : 10), fungsi
pajak dapat dibedakan atas beberapa
jenis. Adapun fungsi pajak tersebut
adalah:
a. Fungsi budgetair, disebut
juga fungsi fiskal, yaitu
fungsi untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-
banyaknya sesuai dengan
Undang-undang berlaku yang
pada waktunya akan
digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran
negara, yaitu pengeluaran
rutin dan pengeluaran
pembangunan dan bila ada
sisa (surplus) akan digunakan
sebagai tabungan Pemerintah
untuk investasi Pemerintah;
b. Fungsi regulerend, adalah
suatu fungsi bahwa pajak-
pajak tersebut akan
digunakan sebagai suatu alat
untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang letaknya diluar
bidang keuangan;
c. Fungsi demokrasi, yaitu suatu
fungsi yang merupakan salah
satu penjelmaan atau wujud
sistem gotong royong,
termasuk kegiatan
pemerintahan dan
pembangunan demi
kemaslahatan manusia.
Fungsi demokrasi pada masa
sekarang ini sering dikaitkan
dengan hak seseorang apabila
akan memperoleh pelayanan
dari Pemerintah. Apabila
seseorang telah melakukan
kewajibannya membayar
pajak kepada negara sesuai
ketentuan yang berlaku, maka
ia mempunyai hak pula untuk
mendapatkan pelayanan yang
baik dari Pemerintah;
d. Fungsi distribusi, yaitu fungsi
yang lebih menekankan pada
unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat.
Teori dasar pemungutan pajak
yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepada
19
negara untuk memungut pajak.
menurut Mardiasmo (2011;3-4),
menyatakan bahwa teori pemungutan
pajak adalah:
1. Teori Asuransi, yaitu negara
melindungi keselamatan jiwa,
harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat
harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi
asuransi karena memperoleh
jaminan tersebut.
2. Teori Kepentingan, yaitu
pembagian beban pajak kepada
rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing
orang. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang
harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul, yaitu Beban
Pajak Untuk semua orang harus
sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya
pikul masing-masing orang.
Untuk mengukur daya pikul
digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur Objektif, dengan
melihat besarnya penghasilan
atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
b. Unsur Subjektif, dengan
memperhatikan kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti, yaitu dasar keadilan
pemungutan pajak terletak pada
hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara
yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli, yaitu dasar
keadilan terletak pada akibat
pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik
daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga
negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke
masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat
lebih diutamakan.
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2009 jenis pajak daerah dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Jenis pajak Provinsi terdiri
atas : Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Air
Permukaan, dan Pajak
Rokok.
2. Jenis pajak Kabupaten /Kota
terdiri atas : Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerapan Jalan, Pajak
Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak
Air Tanah, Pajak Sarang
Burung Walet, Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan, dan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
20
Penerimaan Daerah kota
Tanjung pinang Secara umum
banyak ,yang terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan dan lain-lain yang sah.
Pendapatan Asli Daerah kota
Tanjung Pinang terdiri dari : Pajak
Daerah ,Hasil Retrebusi Daerah
,Hasil perusahaan Milik Daerah dan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik
Daerah. Pemerintah sebagai pihak
yang berwenang memungut pajak
pada warga negara tidak boleh
sewenang-wenangnya memungut
pajak tersebut. Ada beberapa syarat
pemungutan pajak di Indonesia
(Widyaningsih, 2011: 17), antara
lain:
1. Pemungutan pajak harus adil.
Seperti halnya produk hukum,
pajak juga mempunyai tujuan
untuk menciptakan keadilan
dalam hal pemungutan pajak.
Adil dalam perundang-undangan
maupun adil dalam
pelaksanaannya. Contohnya,
dengan mengatur hak dan
kewajiban para wajib pajak,
pajak diberlakukan bagi setiap
warga negara yang telah
memenuhi syarat sebagai wajib
pajak, dan sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan
secara umum sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran.
2. Pengaturan pajak harus
berdasarkan UU. Sesuai dengan
Pasal 23 UUD 1945 yang
berbunyi: “Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan
negara diatur dengan Undang-
Undang”, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam
penyusunan UU tentang pajak,
seperti pemungutan pajak yang
dilakukan oelh negara yang
berdasarkan UU tersebut harus
dijamin kelancarannya, jaminan
hukum bagi para wajib pajak
untuk diperlakukan secara
umum, dan jaminan hukum akan
terjaga kerahasiaannya bagi para
wajib pajak.
3. Pemungutan pajak tidak
mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus
diusahakan sedemikian rupa
agar tidak mengganggu kondisi
perekonomian, baik kegiatan
produksi, perdagangan, maupun
jasa. Pemungutan pajak jangan
sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat
lajunya usaha masyarakat
pemasok paja, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
4. Pemungutan pajak harus efisien.
Biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rangka pemungutan pajak
harus diperhitungkan. Jangan
sampai pajak yang diterima lebih
rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan
pajak harus sederhana dan
mudah dilaksanakan. Dengan
demikian, wajib pajak tidak akan
mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi
perhitungan maupun dari segi
waktu.
21
5. Sistem pemungutan pajak harus
sederhana. Bagaimana sistem
pemungutan pajak akan sangat
menentukan keberhasilan dalam
pengutan pajak tersebut. Sistem
yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang
harus mereka bayar sehingga
akan memberikan dampak yang
positif bagi wajib pajak untuk
meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Salah satu
perwujudan atas syarat ini yang
dilakukan pemerintah Indonesia
adalah tarif bea materai
disederhanakan dari 167 macam
menjadi 2 macam tarif saja, tarif
PPN yang beragam
disederhanakan menjadi hanya
satu tarif yaitu 10%, atau pajak
perseroan untuk badan dan pajak
pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak
penghasilan (PPh) yang berlaku
bagi badan maupun
perseorangan (pribadi).
Ilyas (2003: 30) menyebutkan
bahwa sistem pemungutan pajak
yang diberlakukan di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem
pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah untuk
menentukan besarnya pajak yang
terutang. Sistem ini diberlakukan di
Indonesia sampai dengan Tahun
1967. Adapun ciri-ciri official
assessment system adalah 1)
wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang berada pada
pemerintah, 2) wajib pajak bersifat
pasif, 3) utang pajak timbul setelah
dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh pemerintah.
b. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem
pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Sistem ini diberlakukan di Indonesia
pada Tahun 1968 sampai dengan
1983, dimana saat itu sistem
pemungutannya sudah tidak
keseluruhan menggunakan
withholding system tapi telah
mengadaptasi semi Self Assessmet
System. Dalam artian bahwa sistem
pemungutan pajak di masa itu sudah
mulai mengadaptasi Self Assessment
System walaupun belum keseluruhan.
c. Self Assessment System
Self Assessment System
adalah sistem pemungutan pajak
yang memberikan kepercayaan dan
tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak
terutangnya. Sistem ini mulai
diberlakukan secara keseluruhan
sejak Tahun 1983 sampai sekarang.
Sistem ini memberikan peluang
kepada wajib pajak untuk jujur dan
bertanggung jawab akan kewajiban
pajaknya. Petugas perpajakan, dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pajak,
hanya berfungsi sebagai pembina dan
pengawas pelaksanaan kewajiban
perpajakan wajib pajak.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Pengelolaan Keuangan Daerah
Kota Tanjungpinang merupakan
22
bagian dari sistem Pengelolaan
Keuangan Negara, dari tahun ke
tahun telah menunjukkan
peningkatan. Hal ini dapat dilihat
pada siklus pengesahan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah dan
Penetapan Perhitungan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah Kota
Tanjungpinang telah diusahakan
tepat waktu. Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah sebagai salah satu
sisi dari Keuangan Daerah Kota
Tanjungpinang pada hakekatnya
adalah merupakan : penjabaran
kebijakan Pemerintah Daerah yang
menjadi landasan Kerja Tahunan
Daerah, indikator kemampuan daerah
dan sekaligus merupakan sarana
yang aktif dan dinamis untuk
mendorong kehidupan berekonomi
dan kesejahteraan masyarakat di
daerah, dan pemberian saham bagi
pertumbuhan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat di daerah.
Kebijakan dibidang keuangan
daerah bertujuan untuk peningkatan
peranan potensi Daerah Kota
Tanjungpinang menjadi kekuatan inti
dalam proses Pembangunan Daerah.
Terlaksananya efisiensi pembiayaan
dalam penyelenggaraan Otonomi
Daerah serta mantapnya Manajemen
Keuangan Daerah dalam arti
meningkatkan potensi Daerah Kota
Tanjungpinang menjadi potensi riil
dalam proses Pembangunan daerah,
diharapkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) semakin berkembang dan
hubungan yang serasi antara
Keuangan Pusat dan Daerah tetapi
senantiasa terjamin.
IMPLEMENTASI PERATURAN
DAERAH KOTA
TANJUNGPINANG NOMOR 2
TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
(STUDI PADA PEMUNGUTAN
PAJAK HIBURAN DI KOTA
TANJUNGPINANG)
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses
penyampaian informasi dari
komunikator kepada komunikan.
Sementara itu, komunikasi kebijakan
berarti merupakan proses
penyampaian informasi kebijakan
dari pembuat kebijakan kepada
pelaksana kebijakan. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
a. Transformasi informasi
Setelah dilakukan observasi
dapat ditarik kesimpulan bahwa
untuk sosialisasi yang dilakukan
kepada masyarakat maupun kepada
pegawai maka ditemukan bahwa
sosialisasi sudah menyeluruh.
Sebelum dapat
mengimplementasikan suatu
kebijakan implementor harus
menyadari bahwa suatu keputusan
telah dikeluarkan, seringkali terjadi
kesalahpahaman terhadap keputusan
yang telah dikeluarkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman harus
dilakukan sosialisasi baik kepada
masyarakat terlebih lagi kepada
pegawai selaku implementor serta
sosialisasi yang diberikan kepada
masyarakat dan pihak swasta.
Namun jika dilihat belum semua
masyarakat mengetahui apa manfaat
pajak. Mestinya pemerintah mampu
menjelaskan arti penting pajak
dalam kaitannya dengan interaksi
masyarakat dalam berbisnis dan
mendapatkan pelayanan pada
institusi pemerintah seperti rumah
sakit, kantor pajak, imigrasi,
23
penerbangan, dan institusi lainnya
termasuk institusi swasta yang
berhubungan dengan funsgi pajak,
bukan hanya menginformasikan
tentang prosedur saja.
b. Kejelasan informasi
berkaitan dengan
pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa dalam peraturannya,
tujuan dan prosedur sebenarnya
sudah jelas tertuang dalam peraturan
pajak daerah. Standard dan tujuan
kebijakan harus dikomunikasikan
dengan jelas agar tidak menimbulkan
distorsi implementasi. Jika standart
dan tujuan tidak diketahui dengan
jelas oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam implementasi kebijakan, dapat
menimbulkan salah pengertian yang
dapat menghambat implementasi
kebijakan kepada para pelakana,
target group dan pihak lain yang
berpentingan baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap
kebijakan dapat diterima dengan
jelas, sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang menjadi
maksud, tujuan dan sasaran serta
substansi dari kebijakan tersebut.
Jika mereka tidak jelas, maka mereka
tidak akan tahu apa yang seharusnya
dipersiapkan dan dilaksanakan agar
apa yang menjadi tujuan kebijakan
dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
2. Sumber Daya
Sumber daya memiliki
peranan penting dalam implementasi
kebijakan. Sumber daya di sini
berkaitan dengan segala sumber yang
dapat digunakan untuk mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan. Sumber daya ini
mencakup sumber daya manusia,
anggaran, fasilitas, informasi dan
kewenangan yang dijelaskan. Hal ini
dapat dilihat dari indikator :
a. Sumber daya manusia yang
memahami tentang
Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa pegawai yang ada
saat ini sudah cukup memahami apa
yang menjadi tugasnya dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah namun yang perlu di
pertimbangkan adalah penambahan
pegawai agar lebih efisien dari segi
waktu. Sumber daya merupakan
variable yang sangat penting dalam
implementasi kebijakan. Meskipun
kebijakan sudah dikomunikasikan
dengan jelas kepada aparat
pelaksana, tetapi jika tidak didukung
oleh tersedianya sumber daya secara
memadai untuk pelaksanaan
kebijakan,maka efektivitas kebijakan
akan sulit dicapai. Sumber daya
dalam hal ini meliputi: dana, sumber
daya manusia (staf) dan fasilitas
lainnya. Oleh karena itu agar sumber
daya yang ada dapat menunjang
keberhasilan implentasi kebijakan,
maka sumberdaya harus dipersiapkan
sedini mungkin sehingga pada saat
dibutuhkan sudah tersedia sesuai
kebutuhan.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen,
kejujuran, sifat demokratis.
Kecenderungan perilaku atau
24
karakteristik dari pelaksana
kebijakan berperan penting untuk
mewujudkan implementasi kebijakan
yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran. Hal ini dapat dilihat dari
indikator :
a. Dukungan implemetor dalam
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah
Pelaksanaan kebijakan
pemerintah merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menuju
pemerintahan yang lebih baik.
Kebijakan perlindungan dan
pengelolaan hidup ini juga
merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk memperbaiki serta
melesatarikan lingkungan yang ada
di daerah-daerah di seluruh indonesia
agar menjadi lebih baik dan tertata
dengan baik. Untuk menjalankan
kebijakan tersebut para pelaku
kebijakan haruslah memberikan
dukungan sepenuhnya dengan
menjalankan serta mengatasi segala
masalah yang timbul, dalam hal ini
kebijakan tentang pajak daerah yang
mana memerlukan dukungan dari
para pegawai dalam menjalankan
kebijakan ini. Hal ini tentu saja akan
memberikan dampak yang baik
terhadap kebijakan jika para
pelaksana kebijakan memberikan
dukungan terhadap kebijakan ini.
Dari pendapat yang diberikan
informan dan pegawai diatas dapat
diketahui bahwa implementor dalam
memberikan dukungannya terhadap
kebijakan telah menjalankan
kebijakan serta menampung segala
masalah yang berkaitan dengan pajak
daerah.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah
satu badan yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja sama
yang baik dalam birokrasi dan
struktur yang kondusif akan
membuat pelaksanaan kebijakan
efektif. Struktur organisasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Aspek
struktur organisasi ini melingkupi
dua hal yaitu mekanisme dan struktur
birokrasi itu sendiri. Aspek pertama
adalah mekanisme, dalam
implementasi kebijakan biasanya
sudah dibuat standart operation
procedur (SOP). Hal ini dapat dilihat
dari indkator :
a. Adanya standar operasional
prosedur dalam Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Pajak Daerah
Dari jawaban informan
dapat diambil kesimpulan bahwa
telah adanya standar operasional
dalam melaksanakan peraturan
daerah tentang pajak daerah, tetapi
masalah yang terkadang timbul
membuat para pegawai tidak dapat
bekerja sesuai dengan prosedur yang
ada. Kekurangan pegawai juga
menjadi hal utama yang membuat
pegawai belum dapat bekerja sesuai
dengan standar operasional yang
telah ada. Standar Operasional
Prosedur adalah pedoman atau acuan
untuk melaksanakan tugas pekerjaan
sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instansi pemerintah
berdasarkan indikator indikator
teknis, administratif dan prosedural
sesuai dengan tata kerja, prosedur
kerja dan sistem kerja pada unit kerja
yang bersangkutan. Tujuan SOP
adalah menciptakan komitmen
mengenai apa yang dikerjakan oleh
satuan unit kerja instansi
pemerintahan untuk mewujudkan
25
good governance. Standar
operasional prosedur tidak saja
bersifat internal tetapi juga eksternal,
karena SOP selain digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi publik
yang berkaitan dengan ketepatan
program dan waktu, juga digunakan
untuk menilai kinerja organisasi
publik di mata masyarakat.
Standard operational
procedure (SOP) merupakan
perkembangan dari tuntutan internal
akan kepastian waktu, sumber daya
serta kebutuhan penyeragaman
dalam organisasi kerja yang
kompleks dan luas”. (Winarno,
2005:150). Ukuran dasar SOP atau
prosedur kerja ini biasa digunakan
untuk menanggulangi keadaan-
keadaan umum diberbagai sektor
publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana
dapat mengoptimalkan waktu yang
tersedia dan dapat berfungsi untuk
menyeragamkan tindakan-tindakan
pejabat dalam organisasi yang
kompleks dan tersebar luas, sehingga
dapat menimbulkan fleksibilitas yang
besar dan kesamaan yang besar
dalam penerapan peraturan.
Implementasi kebijakan
memerlukan suatu organisasi
pelaksana yang dapat menjalankan
dan mengontrol pelaksana kebijakan
tersebut. Para pelaksana kebijakan
mungkin tahu apa yang harus
dikerjakan dan memiliki keinginan
dan sumber daya yang cukup untuk
melaksanakannya, namun aparatur
masih dirintangi oleh struktur
birokrasi, yang mungkin
menghalangi implementasi
kebijakan. Struktur birokrasi sering
merintangi berbagai perubahan
dalam kebijakan, memboroskan
sumber daya, memunculkan
tindakan-tindakan yang tidak
dikehendaki, merintangi koordinasi
dan sebagainya. Struktur birokrasi
merupakan faktor keempat yang
harus dipenuhi agar pelaksanaan
suatu kebijakan berjalan dengan
lancar, dua karakter yang menonjol
dari struktur birokrasi ini adalah
prosedur pelaksanaan yang baku dan
fragmentasi/pembagian wewenang.
Standard Operating Prosedures
(SOP) menunjukan adanya
pengaturan jabatan dan wewenang
(hierarki authority) bagi setiap
aparatur sumber daya demi
kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi masing-masing bagian yang
diatur berdasarkan garis koordinasi
dan alur instruksi organisasi sebagai
landasan formal maupun landasan
operasional. Pembatasan
kewenangan ini dimaksudkan untuk
mendorong munculnya tanggung
jawab personil dan kolektif secara
organisasi, dan sebagai upaya
antisipasi terjadinya penumpukan
wewenang dan tanggung jawab pada
suatu posisi atau bidang tertentu. Hal
ini memungkinkan terciptanya iklim
kerja yang kondusif, kerjasama yang
sehat dan pelayanan publik yang
optimal sesuai dengan tujuan
implementasi pajak daerah di Kota
Tanjungpinang.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
pada bab sebelumnya maka dalam
penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa Implementasi
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Pajak belum berjalan
dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari dimensi sebagai berikut:
26
1. Dalam dimensi komunikasi
diketahui bahwa sosialisasi
sudah sering dilakukan baik
untuk pegawai maupun untuk
masyarakat. Berdasarkan
temuan lapangan sosialisasi
dilakukan melalui iklan,
brosur, dan pamflet kemudian
sosialisasi secara langsung
dengan memberikan
penyuluhan kepada pihak
swasta, dan datang secara
langsung ke tempat-tempat
hiburan untuk
menginformasikan pajak
yang harus dibayarkan.
Namun masyarakat belum
benar-benar memahami
tentang tujuan serta manfaat
pajak tersebut walaupun
secara keseluruhan isi dan
tujuan dari pelaksanaan
kebijakan sudah jelas.
Keberhasilan suatu
implementasi kebijakan,
membutuhkan adanya
pemahaman standart dan
tujuan kebijakan dari masing-
masing individu yang
bertanggung jawab
melaksanakannya.
2. Dalam dimensi sumber daya
diketahui bahwa sumberdaya
manusia yang tidak memadai,
hal ini dapat dilihat bahwa
pegawai yang bertugas
khusus menangani pajak
hiburan masih kurang
jumlahnya sehingga saat
dalam pelaksanaan di
lapangan berakibat tidak
dapat dilaksanakannya
program secara sempurna
karena mereka tidak bisa
melakukan pelayanan dengan
baik.
3. Dalam dimensi disposisi
diketahui bahwa dukungan
dari pegawai sudah baik.
Pegawai dalam menjalankan
kebijakan pajak daerah
tersebut sebelum
menjalankan perintah harus
memahami isi dari kebijakan
tersebut. Untuk menjalankan
kebijakan tersebut para
pelaku kebijakan haruslah
memberikan dukungan
sepenuhnya dengan
menjalankan serta mengatasi
segala masalah yang timbul.
4. Dalam dimensi Struktur
birokrasi diketahui bahwa
standar operasional sudah
ada, dan sudah dilakukan.
Tetapi dalam waktu-waktu
tertentu hal ini tidak bisa
dilakukan tepat dengan
standar operasional yang ada.
Walaupun telah adanya
standar operasional yang
mengatur tentang kebijakan
tersebut, tetapi masalah yang
terkadang timbul membuat
para pegawai tidak dapat
bekerja sesuai dengan
prosedur yang ada.
Kekurangan pegawai juga
menjadi hal utama yang
membuat pegawai belum
27
dapat bekerja sesuai dengan
standar operasional yang
telah ada.
Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Adanya penambahan dan
pembagian yang merata
kepada pegawai dalam
menjalankan kebijakan ini,
agar masyarakat dapat
dilayani dengan baik
2. Sebaiknya adanya insentif
bagi pegawai yang
melaksanakan kebijakan
3. Seharusnya ada standar
operasional prosedur yang
jelas dalam kebijakan ini,
agar dalam menjalankan
dapat sesuai dengan aturan
yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung :
CV Alfabetha
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Basuki. 2007. Pengelolaan
Keuangan Daerah.Jogjakarta:
Penerbit Kreasi Wacana
Jogjakarta.
Dunn, W William. 2000. Analisa
kebijakan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Erlina. 2008. Akuntansi Sektor
Publik: Akuntansi Untuk
Satuan Kerja Perangkat
Daerah. USU Press Medan.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan.
Yogyakarta : Andi
Moleong, Lexy. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
Ndraha, Taliziduhu. 2003.
Kybernologi Ilmu
Pemerintahan Baru, Jilid I.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi
Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo
Rasyid, Ryaas. 2000. Makna
Pemerintahan. Jakarta : PT.
Mutiara Sumber Widya.
Resmi. 2009. Perpajakan: Teori dan
Kasus. Jakarta : Salemba
Empat.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Tjahyono, dan Muhammad Fakhri
Husein. (2000). Perpajakan.
Yogyakarta: Akademi
Perusahaan YKPN.
Widodo, Joko, 2011. Analisis
Kebijakan Publik. Malang:
Bayumedia Publishing
28
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Dokumen :
Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 2
Tahun 2011 Tentang pajak
daerah
Jurnal :
Yulia Priskila Lumentah. 2013.
Analisis Penerapan Sistem
Pemungutan Pajak Hiburan
Di Kota Manado. Jurnal
EMBA 1049 Vol.1 No.3
September 2013, Hal. 1049-
1059
Doni Winata, Abdul Wachid, Alfi
Haris Wanto. Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Hiburan
Secara Online Sebagai Upaya
Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (Studi di Dinas
Pendapatan Daerah Kota
Malang). Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol. 3, No. 1,
Hal. 102-106