implementasi “maqashid syari’ah” pada kebijakan
TRANSCRIPT
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
298 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Implementasi “Maqashid Syari’ah” Pada Kebijakan Strukturisasi
Keuangan di Instansi Keuangan Syariah
Adang Sonjaya Pascasarjana UIN SGD Bandung
Irfan Goffary STAI Al-Falah Cicalengka Bandung
Abstract
In general, economic studies are divided into macroeconomics and microeconomics.
Macroeconomics discusses more about policies made by the government in order to regulate
monetary and fiscal matters, while microeconomics discusses more about corporate economic
actors. Company management itself consists of operational management, marketing
management, human resource management and financial management. Financial
management is in charge of how companies seek and manage sources of funds, both own
capital and foreign capital (loans) to meet the company's needs in producing products and
services to be effective and efficient. Islam exists as a value and order in business with the
term Maqashid syari'ah which was first coined by Al-Syatibi. It turns out that these values
can be implemented in company financial policies so that they can improve financial
performance. And it can be concluded that an Islamic company is a company that
implements or tries to apply the values that exist in the Maqashid syari'ah. By implementing
a murabahah financing scheme in Islamic banking, the rate of return is more profitable for
both companies that receive financing and for banks that distribute financing. This is due to
differences in financial structuring patterns between Islamic banking and conventional
banking.
Keyoword: Maqashid Syari'ah, financial structuring, Islamic financial institutions
Abstrak Pada umumnya kajian ekonomi itu terbagi dalam ekonomi makro dan ekonomi mikro. Ekonomi makro lebih banyak membahas tentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatur moneter dan fiskal, sedangkan ekonomi mikro lebih banyak membahas tentang pelaku ekonomi perusahaan. Manajemen perusahaan sendiri terdiri dari manajemen operasional, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, dan manajemen keuangan. Manajemen keuangan bertugas bagaimana perusahaan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
299 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
mencari dan mengelola sumber dana baik modal sendiri maupun modal asing (pinjaman) untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa agar efektif dan efisien. Islam hadir sebagai sebuah nilai dan tatanan dalam bisnis dengan istilah maqashid syari’ah yang pertama kali dicetuskan oleh Al-Syatibi. Ternyata nilai-nilai tersebut bisa diimplementasikan dalam kebijakan keuangan perusahaan sehingga bisa meningkatkan kinerja keuangan. Dan bisa disimpulkan bahwa perusahaan Islam itu adalah perusahaan yang menerapkan atau berusaha mengaplikasikan nilai-nilai yang ada pada maqashid syari’ah. Dengan menerapkan skem pembiayaan murabahah di perbankan Islam, maka tingkat pengembalian hasil lebih menguntungkan, baik bagi perusahaan yang menerima pembiayaan maupun pihak bank yang menyalurkan pembiayaan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pola strukturisasi keuangan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Kata Kuci: Maqashid Syari’ah, strukturisasi keuangan, instansi keuangan syariah,
Pendahuluan
Definisi ilmu ekonomi yang disampaikan para ilmuwan Barat dengan
ekonom Muslim sangat berbeda. Ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda
tentang hakikat manusia. Ekonom Barat seperti Alfred Marshall’s
mendefiniskan ilmu ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari tentang umat
manusia dalam urusan hidup yang biasa (Sholahudin 2007: 3). Padahal dalam
ekonomi Islam, bukan hanya sekedar mempelajari urusan hidup yang biasa,
akan tetapi ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat
dalam perspektif nilai-nilai Islam.
Melihat dari definisi ekonomi Islam, ada dua hal penting yang perlu
digarisbawahi, yaitu pertama, kalimat “mempelajari masalah-masalah ekonomi
bagi suatu masyarakat”. Kalimat ini memberikan gambaran bahwa ilmu
ekonomi baik yang konvensional maupun islami sama-sama mempelajari
tentang masalah-masalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya, hanya
ekonomi Islam membedakannya dengan kalimat kedua yaitu, “diilhami oleh
nilai-nilai Islam”. Artinya ekonomi Islam sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
ketauhidan dalam Islam.
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
300 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Hal yang penting juga bahwa ekonomi Islam itu berhubungan dengan
produksi, distribusi dan konsumsi yang di dalamnya jalan hidup Islami
ditegakan sepenuhnya. Sehingga dalam penerapan nilai-nilai Islam ke dalam
aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi sangat diperlukan adanya pilar-pilar
ekonomi Islam (Ushul al-Iqtishodiyah) dan kaidah-kaidah ekonomi Islam (Qowaid
al-Iqtishodiyah).
Bisa dikatakan juga bahwa pilar-pilar ini sebagai asas atau dasar dalam
penerapan sistem ekonomi Islam di masyarakat (Sholahudin 2007: 32). Sehingga
masyarakat mempunyai pijakan dalam menjalankan segala aktivitasnya baik
bidang produksi, konsuksi maupun distribusi. Yang tentu pilar dan kaidah
ekonomi Islam sangat berbeda dengan pilar-pilar ekonomi kapitalis dan sosialis
yang hanya memperhitungkan keinginan mansia tanpa menyertakan Allah Swt.
Istilah Maqashid Syari’ah pertama kali dicetuskan oleh Al-Syatibi yang
memiliki nama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Al-
Gharnati Al-Syatibi. Beliau lahir di Granada Andalusia (Spanyol) dan wafat di
tempat yang sama pada tahun 1388 M (790 H). Isi dari Maqashid syari’ah
tersebut sangat relevan kalau diterapkan pada bidang ekonomi mikro atau
ekonomi perusahan.
Bidang perusahaan sendiri ada empat bagian, yaitu: operasional,
pemasaran, sumber daya manusia dan keuangan. Khususnya keuangan ada
bidang yang namanya strukturisasi keuangan yang menangani tentang
bagaimana perusahaan mengatur komposisi modal dan kewajiban dalam
pemenuhan kebutuhan dana oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu
produk atau jasa agar mendapatkan laba. Dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana pinsip-prinsip Maqashid Syari’ah bisa diimplementasikan pada
kebijakan strukturisasi keuangan perusahaan sebagai model alternatif dalam
peningkatan kinerja keuangan.
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
301 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Pembahasan
A. Kerangka Pemikiran
Dalam pembahasan makalah ini akan diawali dengan sebuah kerangka
pemikiran agar lebih memudahkan dalam penganalisisan dan pendeskripsian
dari permasalahan yang ada. Melihat judul “implementasi “Maqashid syari’ah”
pada kebijakan strukturisasi keuangan di perusahaan Islami sebagai model
alternatif dalam peningkatan kinerja keuangan” mengandung lima variabel
yakni Maqashid syari’ah, kebijakan struktur keuangan, perusahaan islami, model
alternatif, dan kinerja keuangan. Berikut ini skema kerangka pemikirannya.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Skema ini diinspirasi dari jurnal Masudul Alam Choudhury tentang
“islamic critique and alternative to financial engineering issues” yang dikomentari oleh
Zubair Hasan. Pada jurnal tersebut Choudhuri mengatakan bahwa perbankan
Maqosid Syariah
Pengharaman Riba
Larangan Ghoror
Larangan Maisir
Keadilan dan
transaksi yg jujur
Menepati janji
Kerjasama
Pemasaran danharga
wajar
Larangan Dhoror
Kebijakan Strukturisasi Keuangan
Kebijakan Pativa
Modal
Hutang jangka Pendek
Hutang Jangka
Panjang
Kebijakn Aktiva
Modal Kerja
Investasi
Perusahaan Islami
Manajemen Oeperasion
al
Manajemen SDM
Manajemen Keuangan
Manajemen Pemasaran
Model Optimalisasi
Pasiva
Modal Sendiri
Mudharabah
Murabahah
Musyarakah
Peningkatan Kinerja
Keuangan
Rentabilitas
Likuiditas
Solvabilitas
Manajemen Resiko
Keuangan
Rentabilitas
Likuiditas
Solvabilitas
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
302 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
syari’ah bisa memberikan alternatif pembiayaan yang bisa memberikan
keamanan bagi perusahaan yang mengajukan skem pembiayaan baik untuk
modal kerja maupun investasi karena bila sebuah perusahaan mengajukan
skem pembiayaan mudharabah, struktur keuangan (pasiva) bukan berupa hutang
tetapi bisa bentuknya modal dan tidak ada kewajiban bunga seperti perbankan
konvensional. Di samping itu akan memberikan keamanan bagi perusahaan
apabila terjadi kebangkrutan, karena sifatnya bagi hasil dan bagi rugi
(Choudhury & Hasan 2009).
Gambaran Umum tentang Maqashid syari’ah
Istilah Maqashid syari’ah pertama kali dicetuskan oleh Al-Syatibi yang
memiliki nama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Al-
Gharnati Al-Syatibi. Beliau lahir di Granada Andalusia (Spanyol) dan wafat di
tempat yang sama pada tahun 1388 M (790 H). Kitab karya beliau yang sangat
mashur dalam bidang fiqih dan ushul fiqih adalah kitab al-Muwafaqot fi Ushul al-
Syari’ah dan al-I’tishom (Karim 2010: 378).
Ada dua cara yang bisa digunakan untuk mengetahui makna maqashid
syari’ah. Yang pertama dari sisi unsur bangunannya (ma’na idlafiy), yang kedua
dari sisi kedudukannya yang telah menjadi sebuah disiplin ilmu (ma’na maqashid
syari’ah ‘alaman wa laqaban) (Amalia 2010: 255).
Al-Syatibi menyimpulkan bahwa tujuan dari adanya Maqashid Syari’ah
adalah kemaslahatan manusia yang dapat terealisasikan dengan lima unsur
pokok kehidupan yaitu Ad-Diin (agama), Al-Anfus (jiwa), Al-Aqlu (akal), An-
Nashl (Keturunan), dan Al-Anfal (harta). Menurutnya bahwa tujuan dari
Syari’ah yang mengedepankan kemaslahatan bagi manusia akan tercipta bila
kelima unsur pokok manusia tersebut dapat dikelola dan dipelihara dengan
baik (Ibid., 253-254.).
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
303 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Pada Kitabnya Al-Muwafaqot, Al-Syatibi membagi tiga tingkatan
Maqashid, yaitu pertama, Dharuriyat (kebutuhan dasar) untuk memelihara
kelima unsur pokok tersebut. Kedua, Hajiyat (kebutuhan sekunder) untuk
menghilangkan kesulitan dan menjadikannya pemeliharaan terhadap kelima
unsur tersebut. Dan ketiga, Tahsiniyat (tersier) agar manusia dapat melakukan
yang terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan kelima unsur tersebut
(Ibid., 254-255).
Atas dasar Maqashid Syari’ah yang ditawarkan oleh Al-Syatibi, maka
para ilmuwan ekonomi moderen merumuskan pilar-pilar atau bisa dikatakan
juga dengan asas-asas ekonomi Islam yang digunakan untuk membangun
sistem ekonomi berdiri di atas tiga asas (fundamental) yaitu pertama, bagaimana
harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk). Kedua, pengelolaan
(tasharruf) hak milik. Ketiga, distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Kalau
digambarkan dalam sebuah skema, bisa seperti ini (Sholahudin 2007: 34):
Gambar 2 Skema ekonomi Islam
Maqashid Syari’ah dan Penerapannya Pada Aktivitas Ekonomi di
Masyarakat
Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan yang harus ditaati atau diikuti
oleh para pelaku ekonomi dalam rangka mengelola hak miliknya. Beukun
menyebutnya sebagai konsep filsafat etika Islam (Beukun 2004: 4), yaitu
kesatuan (tauhid), keseimbangan/kesejajaran (equilibrium), kehendak bebas (free
Asas sitem ekonomi Islam
Pemilikan (milkiyyah)Hak milik merangkap
antara hak milik umum dan khusus
Pengelolaan dan pemanfaatan hak milik
Kebebasan berekonomi yang terbatas (terikat
aturan)
DistribusiBersifat solidaritas
sosial
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
304 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
will), serta tanggung jawab (responsibility) dan kebajikan yang bersama-sama
membentuk perangkat yang tidak dapat dikurangi. Meskipun masing-masing
aksioma ini dijabarkan secara beragam dalam sejarah manusia, tapi suatu
konsensus yang luas telah berkembang pada masa kita sendiri tentang makna
komulatifnya bagi perspektif sosial ekonomi (Naqvi 2003: 37).
Distribusi Berkeadilan Sosial (Bersifat Solidaritas Sosial)
Setelah membahas konsep hak milik dan pengelolaannya, maka
sekarang akan membahas tentang bagaimana pilar ekonomi Islam dalam
bidang distribusi. Menurut Umer Chapra bahwa salah satu masalah yang terjadi
di masyarakat adalah bagaimana pendisitribusian hak milik dan hasil
pengelolaan hak milik tersebut. Terjadinya ketimpangan dan jurang antara yang
kaya dan yang miskin adalah karena tidak adanya keadilan dalam sistem
distribusi ekonomi. Maka islam lahir untuk menjadi solusi dalam ketimpangan
eknomi ini dnegan mengususng semangat berkeadilan sosial (Chapra 2000:
1-5).
Islam mewajibkan kepada para pelaku ekonomi untuk menjaga
keseimbangan dan pemerataan pendapatan atau dengan kata lain distribusi
yang berkeadialn sosial, sebagaimana Firman Allah Swt berikut ini: (Sholahudin
2007: 201)
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.(QS.
Al-Hasyr: 7)
Berikut ini adalah pon-poin penting pendapat Mannan tentang konsep
ekonomi Islam dalam bidang distribusi, yaitu: (Haneef 2010: 26-27)
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
305 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
1. Distribusi kekayaan tergantung pada kepemilikan orang yang tidak
seragam, sehingga upah pun wajar bila berbeda satu sama lain disesuaikan
dengan tugas, tanggungjawab dan kinerjanya, yang penting ada unsur
keadilan.
2. Masalah pada perekonomian Islam bukan terletak pada harga yang
ditawarkan oleh pasar, melainkan pada ketidakmerataan distribusi
pendapatan. Sekaligus kritik terhadap ekonom neoklasik yang gagal dalam
menyikapi isu-isu berhubungan dengan kepemilikan sumber daya.
3. Tanah dapat dimiliki melalui kerja seseorang, akan tetapi tanah juga boleh
dikuasai oleh non penggarap, sehingga bisa menyewa atau bagi hasil.
4. Pola penyewaan tanah oleh kaum kapitalis adalah ancaman pada etika
bisnis Islam, walaupun kenyataannya hal itu selalu jadi bahan olok-olokan
di negara Muslim.
5. Ekonomi Islam tidak menghawatirkan tentang adanya ketimpangan
pendapatan antara pemilik modal dan penggarap atau buruh, karena
ekonomi Islam sangat menekankan adanya “Islamic man”. Dimana dengan
demikian sekaya apapun orang, tapi kalau sudah punya norma/akhlak
Islami dia akan mendistribusikannya dengan pintu zakat dan shodaqoh.
Kebijakan Strukturisasi Keuangan
Rruang lingkup keuangan di atas, maka bisa dimaknai bahwa
strukturisasi itu adalah proses pengambilan keputusan yang diambil oleh
manajemen dalam rangka stabilisasi keuangan perusahaan sehingga setiap
potensi asset atau harta perusahaan bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin
dan mendatangkan kemanfaatan berupa laba bersih bagi pemilik perusahaan
(share holder).
Perusahaan pada umumnya atau teori manajemen keuangan
konvensional dalam penerapan stukturisasi keuangannya tidak memperhatikan
“Maqashid syari’ah” seperti pada perusahaan yang berbasis Islam. Kalau
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
306 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
digambarkan dalam sebuah skema tentang kebijakan strukturisasi keuangan
pada perusahaan konvensional bisa dilihat sebagai berikut.
Tabel 1 Ilustrasi Neraca Perusahaan
Gambar tersebut memberikan gambaran bahwa kebijakan strukturisasi
keuangan perusahaan sebenarnya bisa dari sisi Pasiva dan Aktiva. Sisi Pasiva
artinya bagaimana manajemen perusahaan mengatur agara komposisi/ struktur
modal dan kewajiban bisa memenuhi kebutuhan perusahaan dalam
memproduksi produk atau jasa agar memberikan keuntungan yang maksimal.
Sisi Aktiva artinya bagaimana manajemen perusahaan mengatur agar dana yang
bersumber dari sisi pasiva bisa teralokasikan pada sisi Aktiva baik untuk modal
kerja maupun investasi.
Kebijakan Akuntansi dan Keuangan Berbasis Maqashid syari’ah
Setelah dibahas bagaimana gambaran tentang “Maqashid syari’ah” dan
pengertian dasar tentang strukturisasi keuangan perusahaan, maka dapat dibuat
pemodelan stukturisasi keuangan berbasis Maqashid syari’ah. Dalam penentuan
AKTIVA
•Kas
•Bank
•Piutang
•Persediaan
•Perlengkapan
•Peralatan
•Kendaraan
•Gedung
•Pabrik
•Investasi
PASIVA
•Modal
•Kewajiban (Hutang)Jangka pendek
•Kewajiban (Hutang) Jangka Panjang
•Laba Bersih yang Ditahan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
307 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
‘Maqashid syari’ah” ini dipilih pendapat dari Muhammad Ayub karena dinilai
lebih aktual dan bisa diaplikasikan pada perusahan moderen saat ini dan
mewakili seluruh pendapat dari para tokoh atau ulama baik klasik maupun
kontemporer. Kita lihat skema berikut ini.
Tabel 2 Pemodelan kebijakan keuangan dengan basisi Maqashid syari’ah
Prinsip-prinsip “Maqashid syari’ah”
Stuktur Keuangan Perusahaan Islami
Implementasi kebijakan Keuangan
Pengharaman Riba
Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang.
Aktiva: Kas, Bank, Piutang, Persediaan, Investasi.
Penanaman modal berupa saham bisa memakai akad Musyarokah.
Pinjaman jangka pendek dan panjang bisa memakai akad Mudhorobah, murobahah, ijaroh.
Kas/Bank: Menyimpan Uang di Bank Syari’ah
Piutang tidak menerapkan sistem jahiliyah, tapi bisa menerapkan akad syari’ah.
Persediaan: sistem FIFO, tidak ada unsur menimbunan
Investasi: Lebih baik berinvestasi dengan prinsip bagi hasil (mudhorobah) atau jual beli (murobahah)
Larangan Ghoror
Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang..
Aktiva: Kas, Bank, Piutang, Persediaan, Investasi.
Laba Rugi: Strategi penjualan
Penggunaan modal saham digunakan untuk bidang yang jelas bisnis dan akadnya.
Meminimalkan ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam proyek pinjaman
Aktiva: Menrapkan sistem akuntasi standara dan akuntabilitas.
Lap laba rugi: Tidak menjual produk yang tidak jelas kualitasnya
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
308 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Larangan Maisir Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang.
Aktiva: Kas, Bank, Piutang, Persediaan, Investasi.
Modal: Larangan mendapatkan dana pihak ketiga dari perusahaan judi baik langsung maupun tidak langsung.
Kas/bank: Tidak menyimpan dana baik kas maupun bank pada bank yang konvensiobnal dan terafiliasi dengan perusahaan judi.
Keadilan dan Transaksi jujur
Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang.
Laba Rugi
Modal: Kebijakan pembagian Deviden sesuai peratruan yang ada dan kesepakatan.
Pinjaman: Bila bersistem bagi hasil (Mudhorobah) maka dituntut untuk trasnfaran dan tidak curang.
Laba rugi: Penentuan kebiajakan bonus untuk karyawan harus adil dan porposional.
Memenuhi perjanjian
Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang.
Modal: pelaporan perubahan penggunaan modal dilakukan dengan mekanisme RUPS.
Pinjaman: Berusaha semaksimalmungkin untuk memenuhi perjanjian.
Kerjasamas saling menguntungkan
Pasiva: Modal, pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang..
Aktiva: Kas, Bank, Piutang, Persediaan, Investasi.
Laba Rugi: Strategi penjualan
Pasiva: kerjamas baik modal dan pinjaman harus berazas saling menguntungkan dengan sistem pembagian keuntungan sebesar pembagian pengorbanan dan resiko.
Aktiva: Investasi bisa dilakukan di pasar uang, pasar modal, pasar real yang saling menguntungkan.
Pemasaran dan Strategi harga yang wajar
Laba Rugi: Strategi penjualan
Penentuan harga jual tidak ada unsur meangambil untung besar dengan pengorbanan seminimal mungkin.
Harga sesuai dengan harga pasar.
Memsukan komponen zakat dan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
309 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
sedekah pada komponen biaya.
Kebebasan dari Dhoror (rusak)
Aktiva: Persediaan, Investasi.
Laba Rugi: Strategi penjualan
Persediaan: menghindari kerusakan dan penipuan Investasi: jangan menginvestasikan pada bidang atau indutri yang merusak lingkungan Penjualan: Tidak ada unsur menutupi
Pengaruh Model Strukturisasi Keuangan berbasis Maqashid Syari’ah
Terhadap Peningkatan Kinerja Keuangan
Pemodelan strukturisasi keuangan pada perusahan Islami dengan
berbasis Maqashid syari’ah akan lebih bermanfaat kalau bisa mempengaruhi
kinerja keuangan perusahaan tersebut. Berikut ini gambar yang menjelaskan
tentang bagaimana model tersebut mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan.
Gambar 3 Pengaruh Model strukturisasi Keuangan berbasis Maqashid syari’ah terhadap Peningkatan Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan pada umumnya diukur dengan tiga
komponen yaitu rentabilitas, likuditas, dan solvabilitas. Rentabilitas adalah
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan modal tertentu yang
dimiliki perusahaan. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan dirasiokan pada aktiva lancar.
Model strukturisasi
Keuangan berbasis Maqosid Syariah
Kinerja Keuangan
Rentabilitas
Likuiditas
Solvabilitas
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
310 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan dirasiokan pada aktiva lancar dan aktiva tetap.
Berikut ini salahsatu contoh bagaimana perusahaan yang menerapkan
Maqashid syari’ah bisa memiliki kinerja keuangan yang sangat baik, sebagai
bukti bahwa dengan menerapkan model strukturisasi keuangan berbasis
Maqashid syari’ah bisa meningkatkan kinerja keuangannya.
Tabel 3 Kinerja Keuangan PT. Bank syari’ah Mandiri
(dalam Triliyun)
Tahun Asset Pembiayan DPK Laba
2009 22,04 16,6 19,34 290,94
2010 32,48 23,97 29,00 418,52
2011 48,67 36,73 42,62 551,07
2012 54,23 44,73 47,41 805,69
Sumber: Laporan tahunan PT. Bank syari’ah Mandiri diolah
Melihat dari tabel di atas maka jelas bahwa salah satu perusahaan yang
berbasis syari’ah bisa memberikan kinerja keuangan yang sangat baik setiap
tahunnya bisa meningkat.
Analisis Perbandingan Struktur Keuangan (Financial Structure) antara
Bank Konvensional dan Bank Islam (Syari’ah)
Ada prinsip yang berbeda dalam struktur keuangan antara sistem
perbankan konvensiaonal dan perbankan islam terutama dalam komposisi sisi
pasiva yakni modal dan hutang. Hal ini dikarenakan adanya prinsip dasar yang
berbeda yaitu perbankan konvensional memakai basis bunga sedangkan
perbankan islam memakai sistem pola margin/bagi hasil/ ujroh. Untuk
membandingkan kedua sistem perbankan ini perlu adanya kajian analisis
tentang bagaimana pola pembiayaan antara kedua sistem perbankan tersebut
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
311 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
dengan nasabahnya baik bank, maupun perusahaan sektor real. Analisis
perbandingan struktur keungan perbankan konvensional dan perbankan islam
pernah dianalisis bahkan dimodelkan ke dalam sebuah formula/persamaan
matematika oleh Choudhury & Hussain (2005) dengan hasil sebagai berikut.
Table 4 Perbandingan Struktur Keuangan (Neraca) antara Bank Islam dan
Bank Konvensional
Balance Sheet for Islamic
Bank
Balance Sheet for Coventional
Bank
B1 B2 B1 B2
Initial
deposit
ID 1.00 0 $1.00 $0
New
deposit
0 1X g2 0.90Xg2
Reserve
Ratio (r’)
0 0 10 per cent 0
Retention 1 X g2 1Xg2Xg3 0.90Xg1 0.90Xg2Xg3
Loan Investment
(1Xg2)
1Xg22 Investmen(0.90Xg2) 0.90Xg22
Choudhury (2005) pada analisanya memakai contoh skem pembiayaan
murabahah dengan contoh dua pihak antar bank yaitu bank islam 1 (B1) dan
bank islam 2 (B2). Dengan contoh seperti ini sebenarnya bisa juga
diaplikasikan ke dalam perusahaan sektor real yang mengajukan langsung
pembiayaan sebuah proyek.
Melihat dari tabel tersebut maka kita bisa membandingkan bagaimana
keunggulan struktur keuangan dengan sistem syari’ah dan sistem konvensional
khususnya dengan skem pembiayaan murabahah (bagi hasil) dengan ulasan
sebagai berikut.
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
312 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
1) Deposit awal (initial deposit) dengan sistem perbankan islam dari Bank 1
(B1) sebesar ID 1.00 ( satu islamic dinar) sedangkan di bank 2 (B2) tidak
ada deposit awal karena sistem murabahah itu bukan memasukan dana ke
perusahaan B2 melainkan ke sebuah proyek yang diajukan oleh B2.
Sehingga B2 tidak memiliki kewajiban bunga seperti yang dijalankan dalam
konsep perbankan konvensional. Hal ini bisa dilihat di tabel bahwa
perbankan konvensional dengan deposit awal (initial deposit) untuk B1
sebesar $1.00 (1 dollar) dan tentunya alur arus uang ini akan masuk ke
neraca sebagai pinjaman (Hutang) sehingga B2 memiliki kewajiban
mengembalikan hutang tersebut beserta bunganya tanpa melihat dari
keberhasilan proyek bisnisnya.
2) B2 pada sistem perbankan islam menerima deposti baru (new deposite)
sebesar ID1.00 sama dengan besarnya deposi awal di B1, hal ini sebagai
bukti bahwa perbankan islam tidak menerapkan sistem potong setoran
awal dan administrasi dari dana yang diterima oleh B2 dari B1. Berbeda
dengan sistem perbankan konvensional dimana B1 menyerahkan dana
sebsar $1.00 diterima oleh B2 sebesar $0.90 karena diawal sudah dikurangi
oleh provisi atau administrasi bahkan ada yang mengambil setoran awal
walaupun bahasanya sebagai cadangan. Hal ini terjadi karena pola
pinjaman dengan bunga hanya mencari aman tanpa melihat
perkembangan dari proyek yang dibiayainya.
3) Pada perbankan islam tidak mengenal adanya bunga (retention) seperti di
perbankan konvensioanl sehingga dikala B1 mengadakan pembiayaan
kepada B2 dengan sistem murabahah maka tidak ada pendapatan tetap
seperti bunga namun didapatkan hasilanya dari hasil proyek yang dibiayai,
sedangkan dalam perbankan konvensional diawal B1 sudah
memproyeksikan pendapatan sebagai pendapatan perusahaan. Inilah letak
perbedaan tanggungjawab dari perbankan islam dan perbankan
konvensional, dimana karena perbankan konvensional sudah menetapkan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
313 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
pendapatan bunga di awal biasanya kurang merasa memiliki terhadap
proyek tersebut, beda dengan perbankan islam karena konsepnya bagi
hasil maka pihak manajemen bank islam sangat merasa memiliki karena
baik dan buruknya kinerja manajemen tergantung keberhasilan proyek
yang dibiayainya.
4) Kenapa di perbankan konvensional yang diterima oleh B2 hanya 90%
($0.90)? Karena uang yang $0.10 menjadi reserve ratio. Kalau di perbankan
islam 100% diberikan kepada B2 sehingga dengan sebesar itu bisa leluasa
dan bisa memberikan yang terbaik berupa bagi hasil bagi B1.
5) Bila dibandingkan pendapatan antara sistem perbankan konvensional
dengan sistem perbankan islami tentu sepertinya akan merugikan bagi B2,
karena biasanya pola bagi hasil itu bisa memberikan pendapatan lebih
besar bagi perbankan islam tapi sebenarnya sangat menguntungkan B1
dan B2. Bagi B1 tentu pendapatan dari bagi hasil akan lebih besar tapi
tetap ada resiko yang besar, karena kalau B2 rugi maka harus rugi. Bagi B2
dengan memberikan bagi hasil yang lebih besar ke B1 lebih
menguntungkan karena resiko kecil dan apabila terjadi kebangkrutan bisa
bersama-sama B1 untuk menyelesaikan masalahnya atau menambah
pembiayaan lagi tanpa skem pinjaman seperti di perbankan konvensional
maka ketika bicara tentang retention Choudhori (2005) membuat formulasi
dengan B1= 1 X g2 dan B2= 1Xg2Xg3 sedangkan pada perbankan
konvensioanl forumulasinya adalah B1= 0.90Xg2 dan B2=0.90Xg2Xg3.
Dengan formulasi ini Choudhury memberikan gambaran bahwa return
(tingkat pengembalian) bagi B1 dan B2 antara sistem perbankan
konvensional dan perbakan islam berbeda. Perbedaannya terletak pada
rasio pengkali yaitu bagi perbankan konvensioanal sebesar 0.90 sedangkan
di perbankan islam sebesar 1.00.
Dengan lima poin analisis ini, bisa disimpulkan bahwa dengan sistem
perbankan islam, sebuah perusahaan bisa lebih aman dalam pengelolaan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
314 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
sebuah proyek bisnis sedangkan bagi perbankan islam bisa mendapatkan hasil
yang lebih besar dengan konsekuensi lebih teliti dan bekerja sama yang lebih
baik dengan pihak atau perusahaan yang diberikan pembiayaan.
Penutup
Prinsip dasar dari Maqashid syari’ah adalah bagaimana ekonomi ini bisa
bermanfaat bagi masyarakat. Ternyata prinsip-pinsip tersebut baik yang
disampaikan oleh Al-Syatibi maupun para ekonom muslim kontemporere
seperti Umar Chapra, Muhammad Ayub dan Mannan bisa diterapkan pada
skala ekonomi mikro khususnya pada bidang ekonomi perusahaan bidang
keuangan. Pada makalah ini, ternyata nilai-nilai Maqashid syari’ah bisa
dimplementasikan pada kebijakan strukturisasi keuangan perusahaan, bahkan
bisa mempengaruhi terhadap kinerja keungan perusahaan islam (yang
menerapkan prinsip syari’ah.). Dengan analasis perbandingan antara perbankan
konvensional dan perbankan islam maka jelas sistem murabahah pada
perbankan islam lebih memberikan hasil (rate of return) yang lebih baik
dengan tingkat keamanan lebih baik dengan pola minimalis resiko
kebangkrutan dan pola kerjasama dan control dalam pelaksanaan proyek yang
dibiayai. Hal ini juga disebabkan oleh pola murabahah itu bukan pola dimana
perusahaan pemilik proyek menerima pinjaman uang langsung ke neraca tapi
uang pembiayaan itu masuk ke keuangan proyek bersama, sehingga tidak ada
beban bunga di awal yang dicatat di neraca, sehingga struktur keuangan
perusahaan tersebut sangat sehat karena rasio modal sendiri dengan modal
asing cukup kecil atau bahkan tidak ada.
Dengan temuan dan pembahasan pada makalah ini, maka
direkomendasikan kepada para pelaku bisnis atau pengelola perusahaan untuk
menerapkan prinsip-prinsip Maqashid syari’ah dalam manajemen
perusahaannya khususnya bidang keuangan, karena ternyata bisa meningkatkan
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
315 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
kinerja keuangan dan jangan ragu untuk membuat skem pembiayaan
murobahah (bagi hasil) karena terbukti memberikan kontribusi dan keamanan
resiko lebih baik daripada perbanka konvensional. Dan kepada para peneliti,
makalah ini bisa menjadi stimulus dalam penelitian yang lebih mendalam
khsususnya dalam meriset perusahaan lainnya dengan metodologi penelitian
yang lebih menyeluruh baik sampel mapun pola pembiayaanya seperti
musyarakah, murabahah, maupun model pembiayaan syari’ah lainnya.
Daftar Pustaka
Ayub, Muhammad. Understanding Islamic Finance. Penerj Aditya Wisnu Pribadi, cet 1. Jakarta: PT. Gramedia, 2009.
Beukun, Rafik Issa. Etika Bisnis Islami, alih bahasa Muhammad, cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Boone dan Kurtz. Contemporary Business: Pengantar Bisnis Kontemporer., cet. 11. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2007.
Chapra, M. Umar. The Future of Economics: an Islamic Perspestive., Penterj. A. Diar Amir. Jakarta: Syari’ah Economics and Banking Institute, 2001.
______. Sistem ekonomi Islam, Penerj. Ikhwan abidi Basrie., cet 1. Jakarta: Gema Insani Press dan tazkia Cendikia, 2000.
Choudhury, Masudul Alam dan Mostaque Hussain. “A Paradigm of Islam money and banking”. Dalam International journal of Social Economics, Vol 32, No.3 . Bingley UK: Emerald insight, 2005.
______dan Zubair Hasan, “Islamic critique and alternative to financial engineering issues”, J.kau: islamic econ. Vol.22 No.2, Jeddah: King Abdul Aziz Univesity, 2009A.D./1430A.H.
El-Hakim, Arman. 2009. Etika Bisnis Dalam Perspektif Pemikiran Al-Ghazali (Studi Analisis Perilaku Bisnis Syari’ah di Indonesia), http://arman-elhakim.blogspot.com/2009/09/etika-bisnis-dalam-perspektif-pemikiran.html, akses 2014.
Euis Amalia. Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., cet. 1. Depok: Gramata Publishing, 2010.
Haneef, Mohammed Aslam. Pemikiran EkonomI Islam Kontemporer., Penterj. Suherman Rosyadi., cet 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010
Hasby as Siddiqy, Pengantar Muamalah, et. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Implementasi “Maqashid Syari’ah”
316 AJIQS Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan teoritis dan Praktis., cet ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010.
Karim, Adiwarman A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. edisi 3. Jakarta: Rajawali press, 2010.
______. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan., cet. 1. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.
Mardiyanto. Hardono, Intisari Manajemen Keuangan.,cet.1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Naqvi, Syed Nawab Haide. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam alih bahasa M. Saiful Anam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Rafik Issa Beukun, Etika Bisnis Islami, Terjemah oleh Muhammad, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 4.
Sholahudin, M. Asas-asas Ekonomi Islam., cet. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Soemarso. S.R. Akuntansi suatu pengantar., cet.4. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah.