implementasi kebijakan tentang bantuan langsung...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG BANTUAN LANGSUNG
TUNAI (BLT) SEBAGAI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)
DI DESA PENAGA KABUPATEN BINTAN PADA TAHUN 2017
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
R.FINAHARI
NIM. 10563201255
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2018
1
Implementasi Kebijakan Tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) Sebagai
Program Keluarga Harapan (PKH) Di Desa Penaga Kabupaten Bintan
Pada Tahun 2017
R.FINAHARI
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Publik, FISIP UMRAH
RUMZI SAMIN
Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik, FISIP UMRAH
AGUS HENDRAYADY
Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik, FISIP UMRAH
ABSTRAK
Pemerintah memiliki produk kebijakan untuk menangani masalah
kemiskinan. Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai bagian dari Program
Keluarga Harapan merupakan salah satu program percepatan penanggulangan
kemiskinan melalui pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat
Miskin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan analisis
implementasi kebijakan tentang BLT sebagai Program Keluarga Harapan (PKH)
di Desa Penaga. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara
purposive sampling. Dalam menganalisa penelitian ini peneliti menggunakan
model implementasi yang dikembangkan oleh Mazmanian dan Sabatier. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis secara
deskriptif kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian berdasarkan 3 variabel, yaitu pada variabel mudah
tidaknya masalah dikendalikan, masalah utama dari program BLT setiap tahunnya
2
adalah data penerima yang tidak berubah, lokasi penyaluran dana BLT yang
berubah, ketidak tepatan waktu dalam penyampaian informasi pencairan dana
BLT oleh pihak desa. Pada dimensi kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan
proses implementasi, pemerintah desa menyalahi aturan SOP yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan membagi uang penerima BLT dengan
warga yang bukan penerima BLT. Pada dimensi lingkungan, jarak antara kantor
Pos Tanjung Uban untuk penyaluran dana BLT dengan Desa Penaga terbilang
jauh.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah dalam pelaksanaan BLT sebagai
Program Keluarga Harapan belum berjalan secara maksimal. Proses pengawasan
yang seharusnya diterapkan sesuai pedoman umum belum dilakukan secara
optimal. Saran dari penulis yaitu Pendataan jumlah penerima BLT harus segera
ada pembaharuan secara cepat dan tepat apabila terjadi perubahan. Perlunya
adanya koordinasi yang lebih tinggi antara penyalur dana BLT yakni PT. POS.
Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Program Keluarga Harapan, Bantuan
Langsung Tunai
PENDAHULUAN
Permasalahan penting yang dihadapi oleh seluruh negara termasuk
Indonesia adalah kemiskinan. Dalam menanggulangi kemiskinan ada
berbagaimacam produk kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah salah satunya
adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program BLT tahun 2005 dilakukan
selama duabelas bulan yang kemudian pembagiannya dikucurkan dalam 4
periode. Sehingga besar dana BLT yang diterima Rumah Tanggal Sangat Miskin
3
(RTSM) sebesar Rp.300.000/periode. Sedangkan jumlah penerimanya adalah
sebanyak 19,1 juta RTM. Data penerima BLT tersebut berdasarkan data dari BPS.
Hingga tahun 2013 BLT berubah nama menjadi Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM). Namun perubahan nama tersebut tidak
memberikan perbedaan yang signifikan baik dari proses penyaluran dana,
penerima manfaat bahkan jumlah uang yang dibagikan. Hingga tahun 2017 BLT
dimasukkan kedalam bagian dari Program Keluarga Harapan bersama produk
kebijakan lainnya seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Rastra, dan Kartu
Indonesia Sehat. Pada April 2018, BLT dihapus pemerintah dengan diganti
kebijakan bantuan non tunai e-warung.
Di Desa Penaga khususnya, jumlah penerima BLT Sebagai Perogram
Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 117 KK dari total 440 KK. Jumlah penduduk
miskin di Desa Penaga berjumlah 170 KK. Sedangkan 21% penerima manfaat
BLT saat ini sudah berada dalam kondisi ekonomi yang membaik.
Implementasi Kebijakan Tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Sebagai Program Keluarga Harapan (PKH) Di Desa Penaga Kabupaten Bintan
Pada Tahun 2017 banyak mengalami masalah dan kendala diantaranya:
1. Adanya ketidak sesuaian data penerima BLT dengan realitas kondisi
ekonomi masyarakat penerima BLT tersebut. Yang dikategorikan
mampu menerima manfaat BLT sedangkan yang tidak mampu tidak
menerima manfaat.
2. Jarak lokasi pencairan dana BLT yang terbilang jauh di Tanjung
Uban.
4
3. Adanya pembagian uang BLT kepada masyarakat tidak penerima
manfaat BLT.
4. Tidak tepat waktu dalam jadwal pencairan manfaat BLT. Masyarakat
selalu menerima uang BLT tidak tepat waktu.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang “Implementasi Kebijakan Tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Sebagai Program Keluarga Harapan (PKH) Di Desa Penaga Kabupaten
Bintan Pada Tahun 2017”
BAHAN DAN METODE
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (Wahab, 2008:81), menjelaskan
makna implementasi dengan mengatakan bahwa :
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-
kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijaksanaan negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.
Dalam upaya menjawab rumusan masalah penelitian, penulis mengambil
teori dari model implementasi Mazmanian dan Sabatier yang terdiri dari tiga
variabel sebagai berikut:
1. Mudah tidaknya masalah dikendalikan.
Dalam konteks ini menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan
permasalahan dalam implementasi kebijakan yang akan digarap meliputi:
5
Kesukaran-kesukaran teknis, Karakteristik Kelompok Sasaran, Persentase
kelompok sasaran dibandingkan jumlah penduduk.
2. Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi.
Variabel ini menjelaskan mengenai: Kejelasan isi, Besaran alokasi
dana, Struktur organisasi birokrasi dalam implementasi BLT, SOP
penyaluran BLT dan Kesungguhan Aparat dalam melaksanakan program
BLT.
3. Lingkungan
Variabel ini menjelaskan mengenai: Kondisi sosial ekonomi dan
demografi, Dukungan publik, Dampak program BLT terhadap masyarakat.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan
A. Tingkat Kesukaran/Kesulitan Teknis Dari Permasalahan Implementasi
Program BLT;
Menurut Grinle (Wahab, 2005: 59) menjelaskan:
“Implementasi kebijakan sesunguhnya bukan sekedar hanya
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan
politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi,
melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah-masalah konflik,
keputusan dan siapa yang memperoleh dari hasil suatu kebijakan”.
Permasalahan utama dalam pembagian BLT di Desa Penaga adalah
terdapat kesalahan data penerima BLT. Sehingga masyarakat yang tidak
seharusnya menerima, tetapi menerima dana BLT. Dan yang seharusnya
menerima, tetapi tidak menerima dana BLT.
6
Permasalahan kedua adalah lokasi penyaluran dana BLT yang berubah.
Pada tahun 2013-2014 dana BLT dibagikan di aula kantor desa. Tetapi pada tahun
2015-2017 dana BLT tersebut dibagikan dikantor pos yang beralamat di Tanjung
Uban. Tentunya perubahan itu menjadi kendala sebagian masyarakat yang tidak
memiliki kendaraan terutama pada lansia dan janda.
Permasalahan ketiga adalah waktu pembagian dana BLT yang tidak
sesuai dengan jadwal. Masyarakat Desa Penaga terkadang sering terlambat
mendapatkan informasi mengenai pembagian dan pencairan dana BLT tersebut.
Sedangkan upaya yang dilakukan oleh aparatur desa terkait
permasalsahan kesalahan data penerima manfaaat adalah mengajukan data baru
kepada pemerintah kabupaten. Untuk permasalahan kedua dan ketiga, pihak desa
tidak melakukan koordinasi kepada pihak PT.POS selaku penyelenggara BLT.
Dan untuk jadwal pencairan dana BLT masyarakat Desa Penaga yang termsuk
penerima manfaat selalu ketinggalan informasi.
B. Karakteristik Kelompok Sasaran
Karakteristik penerima BLT, yakni RTSM yang terdata oleh BPS dalam
PPLS2011. Terdiri dari kalangan keluarga yang tidak mampu berdasarkan
ekonomi, memiliki banyak anak, dan Janda. Dari penelitian dilapangan, data
penerima BLT tahun 2017 tidak ada perubahan dari tahun-tahun sebelumnya.
Bahkan tidak ada penambahan jumplah penerima manfaat. Data PPLS2011 yang
dikeluarkan oleh TNP2K tersebut berdasarkan kondisi masyarakat pada tahun
2005. Tanpa ada update terbaru yang dilakukan kembali ditahun-tahun berikutnya.
7
C. Persentase Kelompok Sasaran Dibandingkan Jumlah Penduduk
Penerima BLT ada sebanya 117 KK (25%) dari jumlah masyarakat
sebanyak 440 KK (75%). Dari 117 KK penerima BLT ada sekitar 25 KK (21%)
yang saat ini kondisi ekonominya sudah membaik. Sehingga seharusnya 25 KK
penerima BLT tersebut bisa dialihkan kepada RTSM lainnya yang tidak terdata.
2. Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi.
A. Kejelasan Isi Kebijakan
Adapun yang menjadi dasar hukum program BLT di Desa Penaga adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin;
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang APBN tahun 2013;
4. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang percepatan
Penanggulangan Kemiskinan;
5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 Tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2013;
6. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang sosialisasi Kebijakan
Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM);
7. Instruksi Meterri Dalam Negeri Nomor 541/3150/SJ Tahun 2013
tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan
Penanganan Pengaduan Masyarakat.
B. Besaran alokasi dana
Besaran BLT diberikan sebesar Rp.150.000/Bulan/RTSM. Besaran
bantuan tersebut diharapkan dapat membantu Rumah Tangga Sasaran untuk
mempertahankan daya beli pada saat kenaikan harga akibat kenaikan harga BBM.
8
Sehingga masyarakat Desa Penaga menerima manfaat sebesar
Rp.300.000/periode/RTSM.
C. Struktur Organisasi Birokrasi Dalam Implementasi BLT
Struktur birokrasi implementasi program BLT terdiri dari;
1. Tim Koordinasi Program BLT Pusat yang tterdiri dari Kementrian Sosial
RI, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K),
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat
Statistik (BPS), Kementrian keuangan RI, Kementrian Dalam Negeri,
Kementrian Komunikasi dan Informasi, Kementrian Negara BUMN, TNI,
POLRI, Kejaksaan Agung, BPKP, BPK, serta PT Pos Indonesia selaku
operator.
2. Tim Koordinasi Program BLT Tingkat Provinsi yang terdiri dari SKPD
Dinas Sosial Provinsi selaku koordinator sosial, SKPD terkait, BPS,
KODAM, POLDA, Kejaksaan Tinggi, BPKP dan Kanwil PT Pos
Indonesia wilayah provinsi.
3. Tim Koordinasi Program BLT Tingkat Kabupaten yang terdiri dari SKPD
Dinas Sosial Kabupaten selaku koordinator, SKPD terkait, BPS, KOREM,
POLRES, BPKP dan PT Pos wilayah Kabupaten.
Dalam pelaksanaan BLT di lapangan, Tim koordinasi Program BLT
ditingkat Kabupaten dibantu Kecamatan, perangkat desa dan tenaga sosial dari
masyarakat.
9
D. SOP Penyaluran Dana BLT
Adapun SOP penyaluran dana BLT di Desa Penaga dimulai dari
Kemensos – TNP2K – BAPPENAS – BPS – Kementrian Keuangan RI-
Gubernur – Bupati – Kecamatan – PT POS selaku operator - Masyarakat.
Untuk mencairkan dana BLT, RTS harus memiliki kartu PKH.
Pembagian kartu Program Keluarga Harapan kepada Rumah tangga sasaran oleh
ketua RT. RTS yang terdata sebagai PKH sudah terdata oleh TNP2K. Kartu PKH
dan KTP ditunjukkan saat pengambilan manfaat BLT. Petugas PT. Pos akan
mencocokkan data pembayaran dengan PKH dan identitas pendukungnya.
Setelahnya RTS akan memperoleh manfaat program BLT sesuai dengan jumlah
yang telah ditentukan yaitu Rp.300.000/RTSM.
Namun demi meredam emosi warga yang tidak terdata sebagai penerima
BLT, Aparatur Desa menyalahi SOP yang ditetapkan. Pemerintah desa membagi
jumlah uang yang diterima RTSM kepada maysarakat miskin yang tidak terdata
sebagai penerima. Sehingga uang Rp.300.000 dibagi dua menjadi
Rp.150.000/RTSM. Namun pembagian itu tidak dilakukan terhadap seluruh
penerima BLT. Hanya 25 RTSM yang dianggap sudah memiliki kondisi ekonomi
yang layak menurut aparatur desa.
E. Kesungguhan Aparatur Dalam Melaksanakan Program BLT
Aparatur desa dinilai belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Data
penerima yang tidak ada perubahan, sering terjadi keterlambatan informasi,
jauhnya lokasi pencairan BLT dari desa adalah indikator dari penilaian
kesungguhan aparat dalam melaksanakan program BLT. Selain itu tidak ada
10
monitoring dari perintah pusat saat pencairan dana sehingga permasalahan yang
terjadi dilapangan tidak ada penyelesaiannya.
3. Lingkungan
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dan Demografi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat berkaitan akan hal keadaan suatu
masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi
sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah
terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat
yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaharuan
daripada masyarakat yang masih tertutup dan tradisional.
Di Desa penaga kondisi ekonomi masyarakatnya cukup rendah karena
mayoritas masyarakat yang bekerja adalah sebagai nelayan 50%, buruh lepas
20%, petani 20%, pedagang dan pegawai 10%. Berdasarkan ragam pekerjaan
masyarakat Desa Penaga tentunya dapat disimpulkan bahwa budaya masyarakat
Desa Penaga berbeda dengan budaya masyarakat dari desa atau daerah lainnya.
Selain kondisi ekonomi yang rendah, kondisi demografi desa juga minim
dari akses fasilitas umum seperti tidak adanya transportasi umum yang melintasi
jalan-jalan desa. Sehingga jika pengambilan dana BLT di Tanjung Uban, hal itu
menyulitkan para penerima manfaat terutama yang berusia lebih dari 50 tahun.
B. Dukungan Publik Terhadap Kebijakan Program BLT
Salah satu dukungan publik terhadap kebijakan BLT di desa Penaga adalah
keikut sertaan media dalam menyiarkan berita atau informasi mengenai
pembagian BLT di Desa Penaga ke publik. Media merupakan alat atau sarana
11
komunikasi. Media sangat berperan dalam memberikan informasi, hanya saja
untuk pembagian dana BLT di Desa Penaga tidak ada media yang berperan dalam
memuat pemberitaan. Sehingga tidak ada tanggapan dan aksi pemerintah yang
lebih tinggi dalam menyikapi permasalah BLT yang terjadi di Desa Penaga
tersebut.
C. Dampak Program BLT Terhadap Masyarakat Desa Penaga
Setiap program yang ditetapkan pemerintah tentunya mempunyai
manfaat sehingga dapat dilihat dampak yang ditimbulkan saat kebijakan tersebut
telah diimplementasikan. Menurut David dan Hawthorn (2006:15), mengartikan
”program sebagai sejumlah sarana hubungan yang didesain dan
diimplementasikan sesuai dengan tujuan”. Hal ini diperkuat oleh teori lainnya dari
Herman dan Tayibnapis (2008:9) ”program adalah segala sesuatu yang dilakukan
oleh seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh”.
Menurut Evgane Bardach (Agustino 2012:138) melukiskan kerumitan
dalam proses implementasi yaitu:
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum
yang kelihatannya bagus diatas kertas, lebih sulit lagi merumuskan dalam
kata-kata dan selogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga
para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Lebih sulit lagi
untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua
orang termasuk mereka anggap klien”
Penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi klien yang dimaksud oleh
Evgane Bardach adalah oranga-orang yang menjadi target dari sasaran suatu
kebijakan. Dalam program BLT sendiri sasarannya adalah RTSM yang berada
pada data penerima manfaat. Dari kegiatan implementasi BLT di Desa Penaga,
menurut penulis produk kebijakan tersebut tidak memberikan kepuasan bagi
12
mereka penerima manfaat. Karena kondisi ekonomi masyarakat sebelum adanya
kebijakan BLT dan saat program BLT tidak ada perubahan. Jika ada perubahan
kondisi ekonomi penerima manfaat, hal tersebut bukan disebabkan karena
program BLT tetapi disebabkan oleh indikator lainnya seperti menjual aset
kemudian menjadikannya sebagai modal usaha. Kemudian usaha tersebut
berkembang sehingga kondisi ekonomi masyarakat berubah menjadi lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dilapangan maka
pada bab ini peneliti membuat kesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan
Tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai Program Keluarga Harapan
(PKH) di Kabupaten Bintan secara umum dapat dikategorikan cukup baik. Hal
ini dapat dilihat dari:
1. Kinerja aparatur Desa Penaga dalam mendistribusikan kartu PKH
untuk program BLT dinilai cukup baik karena telah menjalankan
tugas sesuai dengan perintah dari Pemerintah. Jika dilihat dari
musyawarah, sosialisasi yang dilakukan di Desa Penaga pada
pelaksanaan program BLT ini dinilai tidak efektif, karena
musyawarah, sosialisasi tidak pernah dilakukan, dan jika dilihat dari
tanggapan atau respon yang diberikan pihak aparatur Desa Penaga
dalam pelaksanaan program BLT dapat dikatakan bahwa keluhan atau
pengaduan dari masyarakat ini sebaiknya ditanggapi dengan serius.
13
Baik pihak desa, kecamatan, maupun pemerintah kabupaten agar
program ini berjalan sesuai dengan indikator keberhasilan program
BLT.
2. Karakteristik penerima program dilihat dari keadaan sosial ekonomi
masyarakat penerima BLT di Desa Penaga dapat dikatakan sebagian
besar berasal dari kondisi ekonomi yang lemah. Namun ada bebefrapa
rumah tangga yang kondisi ekonominya sudah membaik saat ini.
Sehingga sudah tidak layak menerima program BLT. Pihak aparatur
desa selalu mengupayakan agar kedepannya penerima BLT ini adalah
masyarakat yang keadaan sosial ekonominya benar-benar tergolong
rendah agar program BLT ini tepat sasaran. Pendataan dalam
pelaksaan Program BLT di Desa Penaga dapat dikatakan bahwa
pendataan yang dilakukan oleh pihak terkait belum tepat sasaran dan
pendataan masih menggunakan data-data yang lama.
3. Pencairan dana BLT Desa Penaga terbilang jauh jaraknya yaitu di
Tanjung Uban. Sehingga masyarakat membutuhkan transportasi untuk
menuju kantor POS. Berdasarkan data, banyak lansia yang terdata
sebagai penerima manfaat BLT tersebut.
4. Ketepatan waktu cairan dana BLT di Desa Penaga dapat dikatakan
belum tepat waktu. Karena sering terjadi keterlambatan pencairan.
5. Dari tingkat keberhasilan dan kepuasan masyarakat penerima manfaat
program Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Desa Penaga, dapat
dikatakan dampak atau pengaruh program BLT ini belum baik dan
belum dapat membantu meringankan beban masyarakat penerima
14
manfaat karena tidak mencukupi kebutuhan masyarakat sepenuhnya.
Secara keseluruhan, dengan adanya program ini BLT ini tingkat
kesejahteraan masyarakat belum dapat dikatakan berhasil, karena
masih ada kekurangan yang terjadi pada program subsidi pemerintah
dalam bentuk uang (BLT) ini. Jumlah uang sebesar Rp. 300.000/
periode yang dibagikan kepada setiap RTS dinilai tidak memberikan
dampak yang besar bagi masyarakat desa Penaga. Terutama bagi
penerima manfaat yang uangnya di bagi dua dengan Rumah Tangga
Miskin lainnya yang tidak terdata sebagai penerima manfaat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya,
maka peneliti perlu mengemukakan beberapa saran untuk pihak-pihak terkait
dalam Implementasi Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Desa Penaga
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan yaitu sebagai berikut :
1. Pendataan jumlah penerima BLT harus segera ada pembaharuan secara
cepat dan tepat apabila terjadi perubahan, baik pertambahan maupun
kematian atau perpindahan penduduk. Pendataan yang dilakukan pihak
desa seharusnya secara objektif dan lebih teliti dalam menetapkan
penduduk berkategori miskin/kurang mampu, sehingga semua masyarakat
miskin/kurang mampu terdaftar sebagai rumah tangga sasaran program
BLT, sehingga tidak ada kecemburuan sosial maupun konflik di antara
masyarakat. Dari keterangan Kepala Desa, pihak desa sudah mengajukan
data baru ke Kabupaten, tetapi data tersebut belum ada perubahan dari
tahun 2013-2017. Seharusnya pengajuan data baru tersebut tidak hanya
15
sampai di pihak kabupaten, tetapi juga disampaikan kepada tim PPLS dan
TNP2K karena yang menentukan penerima BLT adalah kedua tim
tersebut.
2. Perlunya adanya koordinasi yang lebih tinggi antara penyalur dana BLT
yakni pihak PT. POS dengan pemerintah desa agar informasi yang
diterima mengenai pencairan dana BLT tepat waktu. Karena selama ini
penerima sasaran BLT selalu mendapatkan informasi yang terlambat
sehingga pencairan dana BLT terkadang diterima tiga bulan sekali. Selain
itu koordinasi dilakukan juga untuk meminta agar pihak penyelenggara
PT. POS kembali menyalurkan dana BLT di aula desa. Karena jarak antara
Desa Penaga dan Tanjung Uban cukup jauh. Sebagian besar penerima
BLT di Desa Penaga adalah Ibu-ibu yang sudah berusia 50 tahun keatas.
3. Pihak desa harus lebih aktif dalam mengemukakan pendapat mengenai
manfaat BLT yang diterima masyarakat. Karena melalui penelitiannya,
penulis menilai bahwasanya jumlah besaran dana sebesar Rp.300.000
tersebut belum bisa membantu mencukupi kebutuhan RTS. Jumlah
tersebut disamaratakan oleh pemerintah pusat, tanpa melihat kondisi
ekonomi tiap-tiap daerah. Mungkin uang Rp.300.000 tersebut bernilai
cukup besar bagi RTS di pulau Jawa. Tetapi tidak di daerah lainnya,
khususnya di Desa Penaga Kabupaten Bintan.
4. Keberlanjutan program dalam rangka mensejahterakan masyarakat ini
perlu dilakukan dan dievaluasi secara terus-menerus agar tujuan dari
program dapat tercapai tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan yang
sering terjadi.
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Wahab, Solichin, 2005, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi
Keimplementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta, Penerbit PT Bumi Aksara
Agustino, Leo, 2012. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Arikunto, Suharsimi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis
Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dunn, William, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.
(Diterjemahkan oleh: Samodra Wibawa.dkk.) Yogyakarta: Gaja Mada
University Pres.
Hasibuan, SP. Malayu. 2001. Manejemen Dasar, Pengertian dan Masalah.
Jakarta : Bumi Aksara.
Lendriyono Fauzik, Su’adah, dkk. 2007. Beberapa Pemikiran Tentang
Pembangunanan Kesejahteraan Sosial. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Naihasya, Syahrir. 2006. Kebijakan Publik Menggapai Masyarakat Madani.
Jogyakarta: Mida Pustaka.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi.
Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiono, 2012, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2011.Metodelogi Penelitian Sosial, Berbagai
Alternatif Pendekatan Edisi Refisi. Jakarta: Kemcana Prendana Media
Group
Suyanto. 1998. Penelitian Evaluasi Program. Jakarta: Departemen Sosial RI.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk
Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi
Kasus).Yogyakarta:Caps.
17
Zuriah, Nurul.2009.Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:Bumi
Aksara.
B. Jurnal
Lembaga penelitian SUMERU.2011.Kajian Cepat Pelaksanaan Program
Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerimaan Program
BLT 2005 di Inonesia.Jakarta: Sekretariat TNP2K.
C. Dokumen
Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan Sosial.2015. Pedoman Operasional
Program Keluarga Harapan (PKH). Jakarta. Indonesia.
Kementerian Sosial Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pelaksanaan Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat. Jakarta Indonesia.
Pemerintah Desa Penaga. 2017. Profil Desa Penaga Kabupaten Bintan.
Bintan.Indonesia
D. Skripsi
Iqbal, Hasbi.2008.Implementasi Kebijakan Bantuan Langsung Tunai 2008 di
Kabupaten Kudus.Semarang: Universitas Diponegoro.
Nurmiza.2014.Implementasi Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM) di Kelurahan Kampung Baru.Tanjungpinang: Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
Naipospos, Tunggun M.2012.Evaluasi Dampak Program Bantuan langsung
Tunai (BLT) Bagi Penentasan Kemiskinan di Kabupaten Toba
Samosir.Medan: Universitas Sumatera Utara.