iman kepada para rasul
TRANSCRIPT
Disusun oleh Epi 4A :
Adhi Himawan Eli Sobari Muhamad Budiman Susilo M. Tulus Riyadi Sumaryono
Dibimbing oleh :
H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA
Sekolah Tinggi Agama Islam
ASY-SYUKRIYYAHJl. KH. Hasyim Ashari Km. 3 Cipondoh Tangerang – Banten
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb,
� ح�يم ح م�ن� الر� �ه� الر� � الل م �س ب
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang bertemakan “Iman Kepada Para Rasul”.
Tim Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Allah Swt dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini Tim Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, Tim
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, Tim Penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca dan teman-teman. Aamiin…
Sehubungan dengan terselesaikannya makalah ini, Tim Penulis mengucapkan
terima kasih kepada : Ust. H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA, Selaku dosen pembimbing
yang telah membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................... 2
A. Pendahuluan ....................................................... 3
B. Pengertian Nabi dan Rasul ....................................................... 3
C. Jumlah Nabi dan Rasul serta Keluasan Ajaran Risalahnya................. 5
D. Rasulullah Muhammad SAW adalah Penutup Nabi dan Rasul.......... 7
E. Makna Iman kepada Kerasulan Muhammad SAW............................. 9
F. Pengaruh Keimanan Dalam Kehidupan Sehari-hari............................ 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 15
IMAN KEPADA PARA RASUL
A. Pendahuluan
Seorang muslim beriman dan percaya bahwa Allah SWT telah memilih diantara
umat manusia sejumlah nabi dan rasul sebagai utusan-Nya kepada umat manusia.
Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk membawa kabar manusia kepada
umat manusia tentang kenikmatan abadi yang disediakan bagi mereka yang beriman,
dan memperingatkan mereka tentang akibat kekufuran (syirik). Merekapun memberi
taladan tingkah laku yang baik dan mulia bagi manusia, antara lain dalam bentuk
ibadah yang benar, akhlak yang terpuji dan istiqomah (berpegang teguh) terhadap
ajaran Allah SWT.
B. Pengertian Nabi dan Rasul
Walaupun tugas nabi dan rasul adalah sama dari segi tugas penyampaian
wahyu, tetapi kedua istilah ini maknanya berbeda. Sebagian kaum muslimin
berpendapat bahwa nabi atau rasul adalah orang yang menerima wahyu Allah untuk
dilaksanakan terutama untuk dirinya sendiri; lalu jika ia diperintahkan Allah untuk
menyampaikan wahyu itu kepada manusia, maka ia disebut rasul. Tetapi jika tidak
demikian , maka ia disebut nabi.
Pendapat ini terasa ganjil terdengar. Sebab, mungkinkah seorang nabi tidak
diberikan tugas untuk menyampaikan wahyu kepada umat manusia? Apakah nabi
hanya diutus Allah untuk melaksanakan agama Allah untuk dirinya sendiri?
Sesungguhnya arti nabi adalah orang yang diwahyukan kepadanya syari’at
rasul sebelumnya dan diperintahkan untuk menyampaikan suatu syari’at itu kepada
suatu kaum tertentu. Contohnya adalah nabi-nabi bani israil seperti nabi Musa as dan
Isa as. Sedangkan rasul adalah orang yang diwahyukan kepadanya suatu syari’at baru
untuk disampaikan kepada kaumnya sendiri atau semua kaum. Singkatnya rasul
adalah orang yang diperintahkan untuk menyampaikan syari’atnya sendiri, sedangkan
nabi diperintahkan untuk menyampaikan syari’at rasul lain (rasul sebelumnya).
Allah SWT berfirman:
QS. Al-Hajj : 52
�ا و�م�ا ن ل س� ر� ل�ك� م�ن أ س�ول� م�ن ق�ب �ي! و�ال ر� �ب ن
“(Dan) Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak pula
seorang nabi....” (QS. Al-Hajj : 52)
Imam Baidlawi menafsirkan ayat itu sebagai berikut:
“Rasul adalah orang yang diutus Allah dengan syari’at yang baru untuk
menyeru manusia kepada-nya. Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah untuk
menetapkan (menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya.”
Dengan batasan yang jelas ini, dapat dikatakn bahwa Nabi Musa as adalah nabi
sekaligus rasul. Tetapi nabi Harun as hanyalah nabi. Sebagian tidak diberikan syari’at
yang baru. Sayyidina Muhammad SAW adalah nabi dan rasul. Namun yang paling
istimewa pada diri beliau adalah kenabian dan kerasulannya diutus untuk seluruh
umat manusia, bukan hanya untuk satu kaum tertentu.
Seorang muslim wajib meyakini semua nabi dan rasul sebagaimana firman
Allah SWT:
QS. Al-Baqarah : 136
“Katakanlah (kepada orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta
apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-
Baqarah : 136)
C. Jumlah Nabi dan Rasul serta Keluasan Ajaran Risalahnya
Seorang muslim wajib beriman bahwa Allah telah mengutus sejumlah nabi dan
rasul sebelum Nabi Muhammad SAW, meski tidak perlu mengetahui berapa jumlah
mereka seluruhnya, siapa nama-nama mereka dan dimana mereka bertugas.
Memang dalam suatu hadits riwayat Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab
musnadnya, dikatakan bahwa jumlah nabi ada lebih kurang 124.000 orang dan jumlah
rasul ada 315 orang. Tetapi riwayat tersebut bukan hadits muttawatir, karenanya tidak
bisa dijadikan pegangan dalam aqidah. Sebab aqidah tidak boleh berlandaskan dalil-
dalil yang dzonni (yang belum pasti kebenarannya, seperti hadits ahad). Tetapi ia
harus berdasarkan dalil-dalil yang qoth’i.
Allah SWT berfirman;
QS. Al-Mu’min : 78
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula)
yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu’min : 78)
Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa Allah hanya memperkenalkan
sebagian dari para nabi dan rasul-Nya. Al-Qur’an hanya menerangkan (menceritakan)
sebanyak 25 nabi dan rasul saja, yang wajib dipercayai kenabian dan kerasulannya.
Semua nabi dan rasul sebelum nabi Muhammad SAW diutus Allah untuk suatu
bangsa tertentu (baik satu atau beberapa generasi dari suatu bangsa) dan untuk suatu
periode tertentu. Masa berlaku syari’at dan daerah dakwah para nabi terbatas di
daerah dan waktu tertentu sampai datang rasul penggantinya. Kecuali risalah dakwah
Nabi Muhammad SAW yang bersifat universal, sebagaimana firman Allah SWT:
QS. Saba’ : 28
ا �ذ�ير$ �ك�ن� و�ن �ر� و�ل ث ك� �اس� أ �م�ون� ال الن �ع ل �ال ي �اف�ة$ إ �اس� ك �لن ا ل ير$ �ش� ب
�اك� و�م�ا ن ل س� ر� أ
“(Dan) Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tidak (mau) mengetahui.” (QS. Saba’ : 28)
Rasulullah SAW menegaskan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari jabir ra:
“Nabi-nabi terdahulu diutus diperuntukan bagi kaumnya sendiri (khusus).
Sedangkan aku telah diutus untuk seluruh umat manusia.”
Berbeda dengan para nabi dan rasul lainnya, kenabian Muhammad SAW, dapat
dibuktikan secara aqli dengan mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah wahyu Allah sekaligus mukjizat abadi bagi kenabian Muhammad SAW. Al-
Qur’an telah membungkam orang-orang kafir, terdiam tak mampu menandingi atau
mendatangkan satu surat saja semisal dalam Al-Qur’an. Inilah dalil yang meyakinkan
bahwa Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul. Sebab, suatu mukjizat hanya
diberikan Allah kepada para nabi dan rasul.
Allah SWT berfirman:
QS. Al-Baqarah : 23
“(Dan) jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad SAW), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah : 23)
D. Rasulullah Muhammad SAW adalah Penutup Nabi dan Rasul
Selain beriman kepada kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, seorang
muslim wajib pula meyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah khatamun-
nabiyyin (penutup para nabi). Tidak ada lagi nabi dan rasul sesudahnya sampai hari
kiamat. Hal ini berdasarkan:
1) Firman Allah SWT:
QS. Al-Ahzab : 40
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab : 40)
2) Hadits
a) Hadits muttawatir yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin
Malik:
“sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada nabi
dan rasul sesudahku.”
b) Hadits shahih riwayat Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari Abu Hurairah:
“sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku
adalah sama dengan seseorang yang membuat rumah; diperindah dan
diperbagusnya (serta diselesaikan segala sesuatunya) kecuali tempat (yang
disiapkan) untuk sebuah batu bata disudut rumah itu. Orang-orang yang
mengelilingi rumah itu mengaguminya, tetapi bertanya: ‘mengapa engkau
belum memasang batu bata itu?’ nabi pun berkata: ‘akulah batu bata (terakhir)
–sebagai penyempurna itu, dan sayalah penutup para nabi.”
Dengan nash-nash tersebut faham Ahmadiyah Qadiyani yang meyakini bahwa
sesudah Rasulullah SAW masih ada nabi adalah keliru (sesat) dan tidak berdasarkan
pengertian bahasa arab dan syara’. Pemahaman Qadiyani tentang kalimat “Khatamun
mabiyyin” adalah cap (stempel) untuk nabi-nabi sebelumnya, jelas sangat keliru.
Sebab pengertian kalimat itu menurut bahasa Arab adalah “Nabi penghabisan
(terakhir)”.
Jamaludin Muhammad Al Anshari, ahli bahasa arab paling terkenal dengan
kamus “Lisanul Arab” mengatakan bahwa kata “Khatam” mempunyai arti yang sama
dengan kata “Khatim” dan “Khatam”. Ia menulis:
“Khitam dari suatu kaum serta khatim dan khatamnya, artinya adalah
penghabisan dari mereka. Dan Muhammad SAW adalah khatim (penghabisan/akhir)
dari segala nabi. Khatim dan khatam adalah diantara nama (yang diberikan kepada
nabi) Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Qur’an. Disebutkan di dalam Al-Qur’an
bahwa Muhammad SAW adalah khatimannabiyyin, yakni penghabisan nabi
(penutup) segala nabi”.
Selanjutnya Jamaludin Muhammad Al Anshari mengatakan:
“Merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits muttawatir di atas, kalau ada orang
yang mengatakan masih akan ada nabi setelah Muhammad SAW, maka mereka telah
sesat dan kafir. Oleh karena itu, orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai nabi
maka orang itu telah sesat (menyimpang) dari aqidah Islam yang jelas-jelas
menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi dengan nash
yang qath’i dilalah.”
Mengenai hal ini jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah memberitakannya dalam
sebuah hadits dan riwayat oleh Bukhari, Muslim Ahmad dari Abi Hurairah:
“Tidak akan terjadi kiamat kecuali akan keluar (muncul) tukang-tukang bohong
(para penipu) kira-kira 30 orang. Semuanya mengaku dirinya sebagai rasul Allah.”
Termasuk para penipu yang disinyalir Rasulullah SAW itu, adalah Mirza
Ghulam Ahmad. Orang ini mengklaim dirinya sebagai nabi sesudah Muhammad
SAW. Ia mengada-adakan syari’at baru dan menyatakan bahwa ia menerima wahyu
serta mengarang kitab yang disebutnya sebagai wahyu Allah.
E. Makna Iman kepada Kerasulan Muhammad SAW
Ketika seorang muslim mengucapkan “Laa ilaaha illallah; Muhammadur
rasulullah” berarti ia telah meyakini bahwa hanya Allah SWT satu-satunya Dzat yang
berhak diibadahi dan diabdi, dipatuhi dan ditaati serta sebagai satu-satunya pembuat
syari’at. Ia pun meyakini bahwa dari sekian banyak makhluk ciptaan Allah di dunia,
hanya Muhammad SAW satu-satunya hamba Allah yang berhak untuk diikuti dan
diteladani. Tidak boleh mengambil sesuatu teladan perbuatan dan hukum kecuali dari
beliau.
Jadi, tidak boleh mengambil hukum dari Voltaire, Montesque ataupun Karl
Marx (dalam hukum kemasyarakatan dan tata negara). Juga tidak boleh mengambil
hukum dari agama manapun, baik dari agama yang sudah menyimpang dan diubah
seperti Yahudi dan Nasrani, ataupun agama yang sumbernya dari manusia seperti
Hindu, Budha, Qodiyaniyah, dan lain sebagainya (dalam hukum ibadah dan
keakhiratan).
Begitu pula tidak diperbolehkan untuk mengambil hukum yang bersumber dari
ideologi apapun di dunia ini, seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan lain-
lain. Selaku orang muslim, kita dituntut untuk merujuk hanya kepada islam semata,
dan hanya mengikuti Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman:
QS. Al-Hasyr : 7
�م� و�م�ا �اك س�ول� آت �م و�م�ا ف�خ�ذ�وه� ر� �ه�اك ه� ن �ه�وا ع�ن ت ف�ان“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr : 7)
QS. Al-Ahzab : 36
“(Dan) orang-orang mu’min serta mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu keputusan tidaklah patut bagi mereka untuk memiliki pilihan
(yang lain) tentang hukum urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab : 36)
QS. An-Nisaa’ : 65
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’ : 65)
QS. Ali-Imran : 31
�ن ق�ل �م إ ت �ن :ون� ك ب �ح� �ه� ت �ي الل �ع�ون �ب �م� ف�ات ك �ب ب �ح �ه� ي الل“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah akan mencintai kamu.” (QS. Ali-Imran : 31)
Ayat-ayat ini jelas memerintahkan kepada kaum muslimin agar mengambil
aturan dari Rasulullah SAW, meneladani dan mematuhi baik dalam perkataan
maupun perbuatan. Ayat kedua menerangkan tentang tidak boleh (patut)nya seorang
mukmin mempunyai aturan selain dari Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ketiga menegaskan bahwa seseorang hanya bisa menjadi mukmin sejati,
kecuali ia mengangkat Rasulullah sebagai hakim ( pemutus permasalahan) bila terjadi
perselisihan antar mereka. Mereka belum beriman sampai mereka menerima
keputusan hukum dari Rasulullah SAW tanpa ada rasa keberatan serta kesempitan
dalam diri mereka terhadap hukum tersebut. Disamping itu mereka benar-benar
pasrah serta berserah diri lahir batin terhadap apa yang datang dari Rasulillah.
Sedangkan ayat terakhir mengaitkan cinta kepada Allah dengan ketaatan
mengikuti Rasulullah dalam segala peraturan yang dilakukan beliau. Sebab bila tidak
demikian, tidak ada artinya orang berpura-pura mencintai Allah tapi tak mau
mengikuti ketetapan utusan-Nya.
Oleh karena itu, Rasulullah mewajibkan segenap muslimin untuk menerapkan
secara sempurna segala apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, tanpa
membeda-bedakan antara hukum ibadah dan muamalah, dll. Semua hukum Allah itu
sama rata ditinjau dari kewajibannya untuk diterapkan.
Allah SWT berfirman:
QS. Al-Baqarah : 85
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah : 85)
F. Pengaruh Keimanan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Iman memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan seorang mukmin jika
iman itu benar maka akan memberikan pengaruh positif yang akan mendatangkan
keberuntungan dan kebahagiaan ,namun sebaliknya jika iman itu salah karena
bercampur dengan syirik maka akn memberikan pengaruh negative yang
menyengsarakan kehidupan dunia dan akhirat untuk lebih jelasnya dapat kita kaji dari
pendapat AL-MAUDUDI yang mengemukakan pengaruh iman dalam kehidupan
manusia antara lain:
1) Manusia yang beriman tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan
berakal pendek ia percaya kepada Allah SWT sebagai penguasa dan pemelihara
alam semesta dia tidak akan pernah merasa asing dengan apapun yang ada
didunia pandangannya menjadi luas wawasan intelektualnya menjadi terbuka
pendiriannya bebas seperti kekuasaan Allah SWT.
2) Keimanan ini mengangkat manusia kederjat yang paling tinggi dalam harkatnya
sebagai manusia ,orang yang beriman percaya hanya kepada Allah SWT yang
maha kuasa dan tidak ada selainnya yang dapat menguntungkan atau merugikan
seseorang.
3) Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi keimanan juga mengalir ke dalam
diri manusia dengan rasa kesederhanaan dan kesahajaan ,ia menjadi orang yang
tidak menyukai sifat pamir atau kepura puraan , orang yang beriman tidak pernah
angkuh ,kelebihan harta atau kekuasaan tidak membuatnya sombong karena ia
tahu semua itu berasal dari Allah ,setiap saat Allah dapat mengambil apa yang
penah di berikan-Nya kepada manusia.
4) Keimanan membuat manusia menjadi suci daan benar, ia yakin tidak ada jalan
lain untuk mencapai kesuksesan dan keselamatan kecuali dengan kesucian jiwa
dan tingkah laku yang baik ,ia yakin tuhan berada di atas segalanya yang ada, ia
mempuyai keyakinan kuat Allah SWT adalah penguasa seluruh kekayaan yang
ada di bumi dan di langit.
5) Orang yang beriman mempunyai kemauan kuat, kesabaran yang tinggi dan
kepercayaan yang teguh kepada Allah dalam segala hal tidak mempunyai
hubungan khusus dengan siapapun atau apapun yang menyebabkan rusaknya
iman ,orang beriman meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang dapat ikut
campur tangan terhadap kekuasaan Allah dalam kehidupan , keyakinan ini
membuat orang beriman sadar bahwa jika ia berbuat dan bersikap benar serta adil
maka akan meraih kesuksesan.
6) Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hati dengan keadaan yang di
hadapi ketika orang beriman memutuskan untuk menjalankan perintah perintah-
Nya maka ia yakin akan mendapat dukungan dan pertolongan Allah, keyakinan
ini membuat orang beriman tetap kukuh dan mantap dalam menjalani kehidupan.
7) Keimanan menumbuhkan keberanian dalam diri manusia dalam hubungan ini ada
dua hal yang membuat manusia menjadi pengecut, (a) takut mati dan (b)
pemikiran yang menyatakan bahwa ada orang lain selain allah yang dapat
mencabut nyawanya “keimanan kepada kalimat ”Laa ilaaha illallah” menghapus
kedua pemikiran di atas.
8) Orang-orang beriman selalu menghindari cara-cara yang rendah dalam mencapai
tujuannya mereka percaya bahwa kesejahteraan manusia berada di tangan Allah
SWT.
9) Allah memberikannya kepada manusia dengan kehendaknya ,tugas manusia
hanya berusaha keras untuk mendapatkannya dengan cara yang benar ,mereka
mengetahui tercapai tidaknya tujuan manusia dalam hidup ini tergantung kepada
kehendak Allah SWT semata.
10) Pengaruh keimanan membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-
hukum Allah, seseorang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segalanya
baik yang nyata maupun yang tersembunyi dari pandangan manusia- ,manusia
dapat menyenbunyikan sesuatu kepada orang lain, tetapi tidak dapat
menyembunyikannya di hadapan Allah SWT.
Demikian beberapa dampak keimanan dalam kehidupan manusia sehari hari
karena alasan inilah, keimanan ini menjadi aspek yang pertama dan terpenting untuk
menjadi seorang muslim sejati , Kepatuhan kepada Allah SWT tidak mungkin
tumbuh dalam diri seseorang jika ia tidak mempunyai keyakinan dan keimanan
terhadap kalimat tauhid tersebut, atau dengan kata lain , tidak ada yang berhak di
sembah kecuali Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed, S. dan Karim, A. 1997. Akar Nasionalisme Di Dunia Islam. Penerbit
Al Izzah. Bangil.
2. Al-Asqalani, A.I.H. Fathu al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari. Dar Al-Ma’rifat,
Beirut. Libanon.
3. Al-Buthi, Dr.M.A. 1998. Sirah Nabawiyah. Rabbani Pers. Jakarta.
4. An Nabhani, T. 1953. Nidzamul Islam. Terjemahan. Pustaka Thariqul ‘Izzah.
Indonesia.