ikat celup

16
Teknik ikat celup dalam bahasa Afrika adalah adire, dalam bahasa India bandhana, dan dalam bahasa Jepang shibiro. Istilah tersebut sudah digunakan selama berabad-abad untuk menggambarkan cara membuat desain pada kain, yang disebut seni ubar ikat/ikat celup/jumputan/tie dye. Pada proses pembuatan motif ini, kain dijumput pada beberapa bagian tertentu, kemudian diikat dengan karet atau tali lalu di celup. Kain akan menyerap warna kecuali bagian-bagian yang diikat. Dengan demikian terbentuklah pola-pola pada kain. Seni ikat celup/jumputan merupakan salah satu cara untuk mencegah terserapnya zat warna oleh bagian- bagian yang diikat. Benua Asia merupakan sumber sejarah dari kebudayaan kain dan tenun di dunia. Salah satunya ialah kain ikat- celup. Dibeberapa negara Asia Timur, seperti; India, Cina, dan Jepang, kain tradisional dengan motif ikat- celup sudah dikenal beberapa abad yang lampau, sebagai kain yang mempunyai makna dan symbol tradisi. Kain dengan teknik ikat-celup diperkirakan berkembang di Cina dan Persia yang dibuktikan oleh adanya jalur sutera dan penggalian kuburan Kerajaan. Pada jaman dinasti Tang, tahun 618-906 M, telah dikenal teknik ikat-celup sebagai bagian dari cara-cara menciptakan ragam hias dan motif di atas permukaan kain. Dari daratan Cina, budaya ikat-celup atau jumputan menyebar ke Jepang sebagai bahan busana. Busana kaftan dan sari yang menjadi pakaian adat di India memerlukan kain-kain

Upload: yurin-bangun

Post on 26-Dec-2015

263 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

art

TRANSCRIPT

Page 1: ikat celup

Teknik ikat celup dalam bahasa Afrika adalah adire, dalam bahasa India bandhana, dan dalam bahasa Jepang shibiro. Istilah tersebut sudah digunakan selama berabad-abad untuk menggambarkan cara membuat desain pada kain, yang disebut seni ubar ikat/ikat celup/jumputan/tie dye. Pada proses pembuatan motif ini, kain dijumput pada beberapa bagian tertentu, kemudian diikat dengan karet atau tali lalu di celup. Kain akan menyerap warna kecuali bagian-bagian yang diikat. Dengan demikian terbentuklah pola-pola pada kain. Seni ikat celup/jumputan merupakan salah satu cara untuk mencegah terserapnya zat warna oleh bagian-bagian yang diikat.

Benua Asia merupakan sumber sejarah dari kebudayaan kain dan tenun di dunia. Salah satunya ialah kain ikat-celup. Dibeberapa negara Asia Timur, seperti; India, Cina, dan Jepang, kain tradisional dengan motif ikat-celup sudah dikenal beberapa abad yang lampau, sebagai kain yang mempunyai makna dan symbol tradisi. Kain dengan teknik ikat-celup diperkirakan berkembang di Cina dan Persia yang dibuktikan oleh adanya jalur sutera dan penggalian kuburan Kerajaan. Pada jaman dinasti Tang, tahun 618-906 M, telah dikenal teknik ikat-celup sebagai bagian dari cara-cara menciptakan ragam hias dan motif di atas permukaan kain. Dari daratan Cina, budaya ikat-celup atau jumputan menyebar ke Jepang sebagai bahan busana. Busana kaftan dan sari yang menjadi pakaian adat di India memerlukan kain-kain berukuran panjang serta warna-warna untuk meningkatkan keindahannya.

Dari beberapa sumber yang diyakini, proses teknik jumputan ternyata merupakan tradisi tertua yang berasal dari Peru yang kemudian menyebar ke Mexico hingga bagian barat daya Amerika Serikat. Hasil penernuan dari bebrapa ilmuwan ternyata teknik ikat-selup asal Peru lebih banyak ragamnya dibanding Asia Timur terutama dari segi material, simbol, serta kualitas kain dan teknik pewarnaannya.Seni ikat celup berasal dari timur Jauh, diperkirakan sejak 3000 tahun sebelum Masehi, terdapat orang Roma yaitu salah satu bangsa pertama yang mengimpor kain dari daerah Timur. Karena terpesona oleh cara mewarnai kain katun India dan kain sutera halus China. Meskipun teknik ikat celup itu tampaknya rumit,

Page 2: ikat celup

namun lambat laun kemudian teknik ikat celup ini digunakan dan menyebar di negara China dan Peru.

Beberapa ahli berpendapat bahwa seni ikat celup ditemukan secara terpisah di berbagai bagian dunia. Di India, china, Jepang, Amerika Selatan, dan Afrika banyak orang desa yang masih mempunyai tempat lingi bak-bak untuk pencelupan, yang besarnya mencapai dua meter persegi yang berisi zat pewarna berwarnawarni. Beberapa kain yang sudah diikat dan dicelup kemudian di bilas di dalam air sungai, kemudian dibentangkan sampai kering. Ada kain yang diikat dan dicelup sampai delapan kali, hal ini tergantung pada rumitnya pola yang ingin dibuat.

PENGERTIAN IKAT CELUP

Celup ikat merupakan ragam hias kain yang dibentuk melalui proses celup rintang. Teknik ini membentuk corak dengan menutupi bagian kain yang tak ingin terwarnai karena pencelupan. Celup ikat menggunakan tali, benang dan karet sebagai bahan penghambat atau perintang warna.

JENIS JENIS IKAT CELUP DI BEBERAPA NEGARA

Di Nusantara terdapat sejumlah daerah penghasil kain celup ikat yang cukup menonjol. Masing-masing daerah memiliki nama tersendiri untuk teknik ini. Di Palembang, kain ragam hias celup ikat disebut kain pelangi atau cinde. Sementara itu, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kain dengan teknik ini dikenal dengan nama sasirangan. Di pulau Jawa, pembuatan kain celup ikat dikenal dengan nama jumputan atau tritik. Meski letak masing masing daerah penghasil kain celup ikat tersebut saling berjauhan, pemasarannya tidak terbatas. Seringkali ditemukan kain pelangi buatan Palembang dipasarkan di daerah Yogyakarta, begitu pula sebaliknya. Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat celup ikat terdiri dari kain, zat pewarna, tali untuk mengikat, serta alat bantu untuk proses pencelupan. Alat pengikat yang digunakan telah berubah. Dahulu menggunakan daun lontar, dan saat ini menggunakan tali rafia. Pada dasarnya keseluruhan tali pengikat haruslah menggunakan bahan yang kedap air. Hanya penggunaan zat pewarna yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Dulu teknik ini

Page 3: ikat celup

menggunakan zat pewarna alami. Kini celup ikat memanfaatkan zat pewarna sintetis seperti naphtol, indigosol, dan zat warna reaktif lainnya. Akhir-akhir ini kesadaran manusia telah kembali ke alam, maka zat pewarna alami mulai digunakan lagi.

BEBERAPA IKAT CELUP DI INDONESIA

IKAT CELUP DARI PALEMBANG

Ragam hias yang terdapat pada kain celup ikat Pelangi terbentuk melalui proses jelujur sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Umumnya ragam hias pelangi berupa aneka corak bunga bungaan, sulur atau paisley(corak dari Persia), wajit, serta titik-titik kecil sebagai pelengkap. Tidak jarang corak celup ikat Palembang ini diperkaya lagi dengan aneka sulaman dengan tambahan arguci (payet), manik-manik atau juga dengan prada(warna emas). Nuansa pelangi memiliki deretan warna kemerah-merahan, seperti merah ros, merah jingga, merah cabai, atau merah coklat. Di samping itu, terdapat pula nada-nada warna ke arah ungu, seperti violet ,ungu kemerahan, ungu kebiruan, dan ungu muda yang dipadukan dengan merah ros. Warna kehijauan dan kecoklatan menjadi pilihan ketiga dan keempat bagi para pembuat kain celup ikat dari daerah sungai Musi ini.

CONTOH IKAT CELUP PELANGI

Page 4: ikat celup

IKAT CELUP DARI KALIMANTAN

Sasirangan adalah kain adat khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan sudah dikenal sejak abad 16. Sasirangan berasal dari kata sirang, artinya jahit jelulur. Corak-corak tertentu pada kain dibentuk dengan cara menjelujurnya terlebih dahulu. Secara tradisional bahan pewarna untuk kain sasirangan dihasilkan dari beberapa bagian tanaman, seperti daun, bunga dan akar. Warna kuning berasal dari kunir (kunyit), warna hitam dari buah labu, warna coklat dari kulit kayu damar, warna merah dari buah kesumba, dan banyak lagi warna-warna dari tetumbuhan lainnya. Ragam hias khas sasirangan berbentuk jalur dan garis berkelok-kelok dengan berbagai warna seperti pelangi. Proses pembuatannya memerlukan ketekunan dan kesabaran yang tinggi. Karena itu, di masa lampau para pembuat kain sasirangan selalu menyelenggarakan selamatan sebelum mulai bekerja. Selain menampakkan citra artistik, ragam hias sasirangan juga mencuatkan kesan misteri. Kesan ini muncul karena bentuk coraknya yang seolah tidak jelas dan penuh nuansa. Bahkan kadang-kadang muncul efek tak terduga akibat ikatan atau jahitan

yang tercelup warna berbeda. Warna dasar kain sasirangan biasanya lebih dominan daripada warna-

warna coraknya. Corak kain sasirangan pada dasarnya merupakan gambaran alam, tetumbuhan dan binatang. Ciri khas corak ini adalah garisgaris berliku-liku memanjang yang kaya warna dan nuansa. Corak ini berbeda dengan ragam hias lainnya yang umumnya lebih besar dalam bentuk wajit dan belah ketupat. Nama-nama ragam hiasnya adalah, antara lain naga balimbur, bintang bertabur, kembang cengkeh, daun kangkung, kembang tapuk manggis, awan beriring dan masih banyak lagi. Hal ini mengisyaratkan bahwa gagasan mencipta ragam hias pada kain sasirangan ditimba dari alam seperti juga proses kreatif karya-karya tradisional, khususnya di Nusantara.

Page 5: ikat celup

IKAT CELUP JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA

Jumputan adalah nama yang diberikan pada kain celup ikat yang dihasilkan di daerah-daerah yang tersebar di pedalaman Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bahkan tidak jarang daerah-daerah di luar kedua propinsi ini mulai mengerjakan jenis kain-kain ini dengan keunikannya masing-masing. Perkembangan ini lahir atas dasar kebutuhan pasar terhadap produk tersebut, sehingga membangkitkan semangat berwirausaha. Jumputan sudah sejak lama menjadi salah satu produk kerajinan masyarakat secara turun temurun. Jenis kain celup ikat ini juga dibuat dengan memanfaatkan berbagai alat bantu, sehingga menghasilkan kain dengan ragam hias khas dalam anekwarna yang menarik. Bahan dasar yang digunakan adalah kain katun, blacu, mori, sutera dan akhir-akhir ini juga beberapa jenis kain dari benang serat sintetis. Pengikatan bagian-bagian kain disebut nali dan proses pembuatan selanjutnya sama seperti yang dilakukan pada pelangi dan sasirangan. Bagian-bagian yang memerlukan jumlah pewarnaan yang sedikit, dilakukan dengan cara colet. Colet adalah membubuhkan warna pada sebagian bidang saja tanpa mencelup seluruh kain. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu dalam menghasilkan aneka warna tambahan. Bagian yang sudah dicolet kemudian diikat hingga kedap zat air dan barulah seluruh kain dicelup. Pencoletan adakalanya dilakukan setelah seluruh proses pencelupan selesai, yaitu setelah ikatan dibuka. Bagian-bagian yang masih berwarna putih karena pada awalnya terikat, kemudian dicoleti warna-warna sesuai selera. Taburan warna-warni tersebut memberikan penampilan khas jumputan.

Page 6: ikat celup

IKAT CELUP DARI JAWA

Ragam hias pada kain tritik dibuat dengan cara menjahit jelujur sehingga dihasilkan garis-garis yang terdiri dari titik-titik kecil atau pun titik-titik menyilang yang menyerupai ragam hias nitik pada batik.Di Jawa tehnik ini banyak di aplikasikan pada kain kembangan,biasa nya digunakan sebagai kemben.Tehnik tritik kadang dikombinasikan dengan tehnik batik yang di jumpai ada dodot/kampuh.

Page 7: ikat celup

A. Ragam Batik ikan celup diluar negeri

IKAT CELUP DARI JEPANG

Page 8: ikat celup

Shibori merupakan teknik tie dye yang sangat tua, telah ditemukan ribuan tahun yang lalu di Jepang. Persebaran shibori membagi periodesasi persebaran asal-usul kebudayaan Jepang. Shibori adalah istilah di Jepang untuk berbagai cara untuk menghiasi bahan tekstil dengan cara membuat pola pada bahannya dan menutup bagian tertentu sebelum dicelup. Kata shibori berasal dari kata kerja shiboru, memeras, menekan. Meskipun shibori termasuk kedalam golongan khusus dalam teknik pencelupan tekstil, tetapi peluasan kata kerjanya lebih menekankan pada pekerjaan yang dilakukan pada bahan, proses untuk memanipulasi bahan. Biasanya teknik lain menghasilkan permukaan dua dimensi, shibori dapat menghasilkan bentuk tiga dimensi dengan cara dilipat, dikisutkan, dijahit, dijalin, atau ditarik dan dipelintir. Bentuk akhir bahan dengan menggunakan metode ini didapat dengan beberapa cara lain, yaitu dengan cara mengikat dan membuat simpul. Shibori seperti juga celup ikat di Indonesia pun mempunyai keistimewaan, dapat menghasilkan unsur warna dan motif yang tidak terduga sekaligus menampilkan unsur-unsur tiga dimensi pada tekstur kainnya. Maka dari itu upaya pemaksimalan potensi teknik shibori dengan hasilnya yang cenderung tidak terduga tersebut harus dikembangkan, dipertahankan dan yang lebih utama direncanakan garis desain dan sejauh mana hasil tidak terduga itu harus diarahkan karena sebuah produk tekstil yang baik biasanya ditunjang oleh keserasian bentuk, warna, teknik dan pemilihan material yang digunakan yang kesemuanya itu memerlukan unsur perencanaan yang matang. Prose asimilasi inilah yang nantinya akan terlihat jelas membedakan antara teknik shibori dari Jepang dan celup ikat di Indonesia.

Page 9: ikat celup

IKAT CELUP DARI INDIA

Jenis tie-dye dipraktekkan terutama di negara dari Rajasthan dan Gujara, India.

The BANDHANI Istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta kata banda("untuk

mengikat").  Bandhani juga dikenal sebagai Bandhej atau Tie Dye atau Bandhni

atau Bandana, dll sesuai pengucapan regional. Seni Bandhani adalah proses yang

sangat terampil. Teknik ini melibatkan pencelupan kain yang diikat erat dengan

benang di beberapa titik, sehingga menghasilkan berbagai pola seperti Leheriya,

Mothra, Ekdali dan Shikari tergantung pada cara di mana kain terikat. Warna-warna

utama yang digunakan dalam Bandhani alami. Bahkan semua warna dalam BANDHANI

gelap, tidak ada warna cahaya yang digunakan, dan latar belakang sebagian besar hitam /

kain merah.

IKAT CELUP DARI AFRIKA

Adire adalah ikat celup dari Afrika yang dibuat dengan teknik resist dyeing yang dibuat oleh masyarakat Yoruba,di bagian barat daya Nigeria. Adire ini identik dari warna birunya yang diperoleh dari pewarna alami indigo. Ada 3 teknik dasar

Page 10: ikat celup

adire, tapi yang menggunakan konsep ikat celup hanya 2 yaitu adire oniko dan adire alabere.

IKAT CELUP DARI THAILAND

Mudmee

Mudmee tie-dye berasal dari Thailand. Metode ini menggunakan bentuk dan warna yang berbeda dari jenis lain tie-dye yang lain. Perbedaan lain adalah kebanyakan warna dasarnya hitam.

Page 11: ikat celup