ii. tinjauan pustaka, kerangka pikir dan hipotesis a ...digilib.unila.ac.id/2355/14/bab ii.pdfb....

39
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Hasil Belajar Menurut Morgan dalam Suprijono (2013:3) menyatakan bahwa,” Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Menurut Gagne dalam Suprijono (2013:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Proses perubahan disposisi tersebut bukanlah diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Djamarah (2006:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Cronbach dalam Suprijono (2013:2) belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, sesesoramg belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan lingkungan.

Upload: dangphuc

Post on 27-Jun-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Hasil Belajar

Menurut Morgan dalam Suprijono (2013:3) menyatakan bahwa,” Belajar adalah

setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai

suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Menurut Gagne dalam Suprijono

(2013:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai

seseorang melalui aktivitas. Proses perubahan disposisi tersebut bukanlah

diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Djamarah (2006:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa

raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan menurut Cronbach dalam Suprijono (2013:2) belajar merupakan

perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, sesesoramg belajar

tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh

stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi

timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan

lingkungan.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

13

Menurut Bloom dalam Suprijono (2013: 6) hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan

psikomotorik. Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu

pengetahuan dan keterampilan.

Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu :

a. Pengetahuan tentang fakta

b. Pengetahuan tentang prosedural

c. Pengetahuan tentang konsep

d. Pengetahuan tentang prinsip

Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu :

a. Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif

b. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik

c. Keterampilan bereaksi atau sikap

d. Keterampilan berinteraksi

Menurut Oemar Hamalik (2004:30) hasil belajar akan tampak pada setiap

perubahan-perubahan di setiap aspek :

1. Pengetahuan

2. Pengertian

3. Kebiasaan

4. Keterampilan

5. Apresiasi

6. Emosional

7. Hubungan sosial

8. Jasmani

9. Etis atau budi pekerti

10. Sikap

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya, (Sudjana 2005:22). Sedangkan menurut

Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar.

(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan

cita-cita, Sudjana (2005:22).

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

14

Baik buruknya hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak

dalam perubahan tingkah laku secara menyeluruh yaitu ranah kognitif, afektif dan

psikomotor.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar

mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari

pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang

ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang

dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di

kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif.

Menurut Lie dalam Huda (2013:56) menyatakan bahwa “model pembelajaran

kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada

siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

terstruktur”.

Adapun prinsip-prinsip dasar menurut Huda (2013:78), meliputi.

a. Tujuan perumusan pelajaran siswa harus jelas

Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan

merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan rinci. Tujuan tersebut

menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan siswa dalam kegiatan

belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan

tujuan pembelajaran.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

15

b. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar

Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar siswa menerima tujuan

pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas dengan cara siswa

dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang

dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari

seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.

c. Ketergantungan yang bersifat positif

Upaya untuk mengkondisikan terjadinya hubungan saling ketergantungan diantara

siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan

tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan

hal itu dalam kelompoknya( Johnson, et al., 1998).

d. Interaksi yang bersifat terbuka

Interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi

dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan

membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan

dikalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan

saling memberi dan menerima masukan, saran, ide, dan kritik dari temannya

secara positif dan terbuka.

e. Tanggung jawab individu

Salah satu dasar penggunaan cooperative learning dalam pembelajaran adalah

keberhasilan belajar akan dicapai secara lebih baik apabila dilakukan bersama-

sama. Keberhasilan belajar dalam model strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

16

individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya

diantara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua

tanggung jawab yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi

keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

f. Kelompok bersifat heterogen

Mula-mula dilakukan pembentukan kelompok belajar yang keanggotaan

kelompok harus bersifat heterogen sehingga terjadi interaksi kerja sama yang

merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Suasana

belajar yang seperti itu akan menumbuhkan nilai, sikap, moral, dan perilaku

siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk

mengembangkan kamampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana

belajar yang terbuka dan demokrasi.

g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif

Interaksi antara siswa dengan siswa yang lainnya tidak bisa begitu saja

menerapkan atau memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok

lainnya. Setiap siswa harus meningkatkan kemampuan interaksinya dalam

memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok.

h. Tindak lanjut ( Follow Up)

Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya,

selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

17

kelompok belajarnya, termasuk jyga (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan,

(b) bagaimana mereka membantu angggota kelompoknya dalam mengerti dan

memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) bagaimana sikap dan perilaku

mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompokya, dan (d)

apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok

belajarnya kemudian hari.

i. Kepuasan dalam belajar

Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar

dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila

siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan

akademis dari penggunaan cooperatif learning akan sangat terbatas. Perolehan

belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang

dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam

pembelajarannya.

Sadker dan Sadker dalam Huda (2013: 66) menjabarkan beberapa manfaat

pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan

kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat

sebagi berikut.

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan

mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki

sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk

belajar.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

18

3. Siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya dan diantara mereka

akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap

teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang

berbeda-beda.

Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu pembelajaran yang efektif dengan cara membentuk

kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar

pikiran dalam proses belajar. Pembelajaran kooperatif ini dikatakan belum selesai

jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran

gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan

bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat

berbeda dengan pengajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dan juga efektif untuk

mengembangkan keterampilan sosial siswa.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

19

28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-nht.html)

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor)

dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa

untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat.

Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama

mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor

tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk

menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi. (Suprijono, 2013:

92).

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak hanya menuntut

siswa untuk sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki

kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan

pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu

kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu

dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak

terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua

siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun

langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together

antara lain:

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat

nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

20

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota

kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerjasama mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

( Suprijono, 2013: 92).

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, dan

diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya

kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar

terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Dalam hal ini,

sebagian besar pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi

pelajaran dan mendiskusikannya untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran yang

menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:28) dengan melibatkan

para siswa dalam menelaah bahan, yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Ibrahim ( 2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu.

1. Hasil belajara akademik struktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas

akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

latarbelakang berbeda.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

21

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan

yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat

orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan

sebagainya. Penerapan pembelajaran NHT merujuk pada konsep Kagen dalam

Ibrahim (2000:29), dengan tiga langkah yaitu.

a) Pembentukan kelompok;

b) Diskusi masalah;

c) Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29)

menjadi enam langkah sebagai berikut.

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat

Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan

model pembelajaran NHT.

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-5

orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan

nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran

yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan

belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre

test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket.

Setiap kelompok harus memiliki buku panduan atau buku paket untuk

memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

22

Langkah 4. Diskusi kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.

Kerja kelompok ini mengharuskan setiap siswa berpikir bersama untuk

menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari

pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh

guru.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban

Guru menyebut satu nomor para siswa dari setiap kelompok untuk menyiapkan

jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan yag

berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap

siswa yang hasil belajarnya rendahyang dikemukakan oleh Lundgren dalam

Ibrahim (2000:18) antara lain adalah:

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

b. Memperbaiki kehadiran

c. Penerimaan terhadap individu semakin besar

d. Perilaku mengganggu lebih kecil

e. Konflik antar pribadi berkurang

f. Pemahaman yang lebih mendalam

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

h. Hasil belajar lebih tinggi.

Menurut Kagan dalam Suprijono (2013: 65) model pembelajaran NHT ini secara tidak

langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

23

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,sehingga siswa lebih produktif

dalam pembelajaran.

Tabel 2. Sintaks NHT menurut Kagan (2007) dijelaskan sebagai berikut:

Fase-fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1. Penomoran

(Numbering)

Guru membagi siswa

menjadi

beberapa kelompok

atau tim yang

beranggotakan 3-5

orang dan memberi

siswa nomor

Setiap siswa dalam tim

mempunyai nomor

berbeda-beda,sesuai

dengan jumlah siswa di

dalam kelompok.

Fase 2. Pengajuan

Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan

pertanyaan kepada

siswa sesuai dengan

materi yang sedang

dipelajari

yang bervariasi dari

yang spesifik hingga

bersifat umum dan

dengan tingkat

kesulitan yang

bervariasi.

Siswa menyimak dan

menjawab pertanyaan

Fase3. Berpikir Bersama

(Heads Together)

Guru memberikan

bimbingan bagi

kelompok siswa yang

membutuhkan.

Siswa berpikir bersama

untuk menemukan

jawaban dan

menjelaskan jawaban

kepada anggota dalam

timnya sehingga semua

anggota mengetahui

jawaban dari masing-

masing pertanyaan.

Fase 4. Pemberian

Jawaban (Answering)

-Guru menyebut salah

satu nomor

-Guru secara random

memilih kelompok

yang harus menjawab

pertanyan tersebut

-Setiap siswa dari tiap

kelompok yang

bernomor sama

mengangkat tangan

dan menyiapkan

jawaban untuk seluruh

kelas

Siswa yang nomornya

disebut guru dari

kelompok tersebut

mengangkat tangan

dan berdiri untuk

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

24

menjawab pertanyaan

(http://mi1kelayu.blogspot.com/2012/06/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-

n.html)

Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang

untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan

melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Langkah-langkah pembelajaran (Numbered Head Together) NHT

mengemukakan langkah-langkah pembelajaran (Numbered Head Together) NHT

yaitu :

1. Mengarahkan

2. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu.

3. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi, tiap

siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja

kelompok.

4. Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai

tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas.

5. Mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa.

6. Mengumumkan hasil kuis dan memberikan reward.

(http://www.sriudin.com/2011/06/model-pembelajaran-nht-numbered-head.html )

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif

tipe NHT merupakan pembelajaran berkelompok yang setiap kelompok terdiri

atas 4-6 orang yang bersama-sama memecahkam masalah yang diberikan oleh

guru. Kemudian guru menunjuk nomor siswa pada kelompok untuk menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru tentang materi yang sedang dibahas. Terakhir,

guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah diberikan.

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

25

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) yang

diperkenalkan oleh Curran dalam Huda (2013:134-135) menyatakan bahwa Make

a Match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan

jawaban soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya

akan diberi point dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi

hukuman sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan

sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga

menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas

harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.

Adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match)

siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir . Model mencari

pasangan (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang

menjadikan aktif dalam kelas. Model Pembelajaran Make a Match artinya model

pembelajaran Mencari Pasangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika

pembelajaran dikembangkan dengan Make-A Match adalah kartu-kartu. Kartu-

kartu tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari

pertanyaan tersebut.

Menurut Huda (2013: 42), ada berbagai manfaat pembelajaran kooperatif adalah:

1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu

sama lain.

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana

kepada diri mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik.

3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara

efektif.

4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan

ketrampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.

5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

ketrampilan berdiskusi.

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

26

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun

kelebihan dari model Make-A Match adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan

kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreativitas belajar siswa.

3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar.

4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran

yang dibuat oleh guru.

Sedangkan kekurangan model ini adalah:

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai

dengan materi palajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran

3. Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan

karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja.

4. Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.

Langkah penerpan model ini adalah guru membagi siswa menjadi 3 kelompok

siswa. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi

pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu

yang berisi jawaban. Sedangkan kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok

penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut sedemikian sehingga

berbentuk huruf U. Upayakan kelompok pertama berhadapan dengan kelompok

kedua.

Jika masing-masing kelompok telah berada di posisi yang telah ditentukan, maka

guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama dan kelompok

kedua bergerak mencari pasangannya masing-masing sesuai dengan pertanyaan

atau jawaban yang terdapat dikartunya. Berikan kesempatan kepada mereka untuk

berdiskusi. Ketika mereka berdiskusi alangkah baiknya jika ada musik

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

27

instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Diskusi

dilakukan oleh siswa yang membawa kartu yang berisi pertanyaan dan siswa yang

membawa kartu yang berisi jawaban.

Pasangan yang telah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan dan jawaban

kepada kelompok penilai.Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan

pertanyaan dan jawaban itu cocok. Setelah penialai selesai dilakukan, aturlah

sedemikain rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian

memposisikan dirinya menjadi kelompok penialai. Sementara kelompok penilai

pada sesi pertama dibagi menjadi dua kelompok. Sebagian anggota memegang

kartu yang berisi pertanyaan dan sebagian lagi memegang kartu yang berisi

jawaban. Kemudian posisikan mereka sperti huruf U. Guru kembali

membunyikan peluitnya menandai pemegang kartu pertanyaan dan kartu jawaban

bergerak untuk mencari pasanganya. Apabila masing-masing siswa telah

menemukan pasangannya, maka setiap pasangan menunjukkan hasil kerjanya

kepada penilai.

Langkah-langkah Model Pembelajarn Make-A Match (Huda, 2013: 135)

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan

kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi sebagai

penilai.

3. Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau

jawaban.

4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (Pasangan

pertanyaan-jawaban)

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

28

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin oleh penilai.

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya

7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang

berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan

dan sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1

dan 2 sebelumnya berganti peran sebagai penilai.

8. Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5.

9. Kesimpulan dan penutup

Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai

pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban maupun penilai mengetahui

dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan dan jawaban yang

mereka pasangkan telah cocok atau tidak. Demikian halnya dengan penilai,

mereka juga belum mengetahui secara pasti apakah penilaian mereka benar atas

pasangan pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Berdasarkan situasi inilah guru

memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang telah mereka lakukan

yaitu memasangkan pertanyaan dan jawaban dan melaksanakan penilaian.

(http://coretanpenacianda.wordpress.com/2013/02/10/model-pembelajaran-make-

a-match/)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam

kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan

rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku

yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

29

kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk

menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan

metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari

pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa.

Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan

kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat

mencocokkan kartunya diberi poin.

Menurut Huda (2013: 135) pembelajaran kooperatif metode make a match

memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:

1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan

2. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa

3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa

Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode

make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan

yaitu:

1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak

bermain-main dalam proses pembelajaran.

3. guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

30

(http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-

match/)

Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan,

dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik

ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode ini

adalah sebagai berikut.

1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang

heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.

2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.

3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya

adalah kartu jawaban.

4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A

dan kelompok B.

5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada

kelompok B.

6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan

jawaban.

7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu

yang dipegangnya.

8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya.

9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan

diberi poin.

10. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian

peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi

pembawa kartu jawaban di babak berikutnya.

11. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang

kartu yang cocok.

12. Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap

materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.

Kelebihan model pembelajaran Make a Match

Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode

pembelajaran dengan cara Make a Match diantaranya :

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

31

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan

kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa.

3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan

mengajar.

4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran

yang dibuat oleh guru.

Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga

kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan-

kekurangan tersebut :

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai

dengan materi pelajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.

3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas

yang lebih.

(http://wacanawebsite.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-kooperatif-

make-match.html)

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran make a match

merupakan pembelajaran kooperatif yang memacu siswa secara individual dengan

mencari pasangan soal dan jawaban. Penerapan model ini dimulai dengan teknik

mengajar guru, kemudian membagi kertas kepada peserta didik dimana mereka

diminta untuk mencari pasangan kartu dalam batas waktu yang ditentukan dan

diakhiri dengan klarifikasi dan kesimpulan.

5. Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz (2004: 8), suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan

oleh Adversity Quotient (AQ). Dikatakan juga bahwa AQ berakar pada

bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Orang

yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak lain atas kemunduran

yang terjadi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah.Stoltz

membagi tiga kelompok manusia yang diibaratkan sedang dalam perjalanan

mendaki gunung yaitu pertama, high-AQ dinamakan Climbers, kelompok yang

suka mencari tantangan. Kedua, low-AQ dinamakan Quitters, kelompok yang

melarikan diri dari tantangan. Ketiga, moderat-AQ dinamakan campers.

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

32

AQ mempunyai tiga bentuk yaitu.

1. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan

meningkatkan semua segi kesuksesan

2. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan

3. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk

memperbaiki respon terhadap kesulitan.

Agar kesuksesan menjadi nyata maka Stoltz (2004) berpendapat bahwa gabungan

dari ketiga unsur di atas yaitu pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang

praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan

memperbaiki komponen dasar meraih sukses.

Secara umum ada indikator yang merupakan gejala dari kesulitan menurut

Stoltz yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan:

Di saat yang krisis, apakah Anda bangkit untuk menghadapi tantangan secara

mendalam dan menunjukkan kebesaran? Apakah Anda tidak merasa takut

terhadap gangguan, tantangan dan ketidakpastian harian? Atau, ketika

kesulitan menggunung, apakah Anda terperosok dalam keadaan yang kacau,

semangat menurun, serta menyesuaikan nilai inti dan tujuan yang sebelumnya

demikian disanjung-sanjung? Menyalahkan orang lain, mengeluh, mengelak

tanggung jawab, menghindari risiko dan menolak untuk berubah?

Tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan hanya dengan IQ tinggi, atau EQ

tinggi. Sementara itu EQ sendiri tidak mempunyai standar pengukuran yang sah

dan metode yang jelas untuk mempelajarinya. Maka, kecerdasan emosional tetap

sulit untuk dipahami. Pertanyaan yang mengusik Stoltz adalah, mengapa ada

orang yang kecerdasan intelektualnya (IQ-nya) tinggi serta kemampuan bergaul

dan komunikasi yang mengesankan (EQ-nya juga tinggi), namun ternyata gagal

untuk meraih sukses? Jawabannya, menurut Stoltz lagi, ada dalam kerangka

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

33

berpikir yang disebutnya dengan Adversity Quotient (kecerdasan menghadapi

tantangan). Baginya, AQ mendasari semua segi kesuksesan. Oleh Stoltz AQ

diartikan sebagai, "..mampu bertahan menghadapi serta kemampuan untuk

mengatasi kesulitan...".

Saat melakukan suatu kegiatan tidak selamanya semuanya berjalan lancar,

adakalanya dihadapkan pada kegagalan, hambatan, dan kesulitan. Mortel dalam

Stoltz (2004: 17) mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu

dihargai. Selain itu juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu

pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan

pendekatan yang berbeda.

Oulletle dalam Stoltz (2004: 86), mengemukakan bahwa orang yang tahan

banting tidak terlalu menderita terhadap akibat negatif yang berasal dari kesulitan.

Sifat tahan banting dalam diri manusia merujuk pada kemampuan menghadapi

kondisi-kondisi kehidupan yang keras, suatu perasaan tentang komitmen,

tantangan dan pengendalian. Senada dengan itu Werner dalam Stoltz (2004:89),

mengatakan bahwa orang yang ulet adalah orang yang mampu menyelesaikan

masalahnya dan orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang

mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan

atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan

kemudian maju terus. Sementara itu Seligmen dalam Stoltz (2004: 84),

menyatakan seseorang yang punya gaya penjelasan atau atribusi lebih optimis

dalam meramal kesuksesannya. Bandura dalam Winatapura (2008:17), juga

mengungkapkan bahwa orang yang memiliki rasa efektivitas diri bangkit kembali

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

34

dari kegagalan. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat bagaimana

menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru.

Menurut Maxwell dalam Stoltz (2004:73), ada tujuh kemampuan yang dibutuhkan

untuk mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu:

1. Para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak jemu-jemunya mencoba

karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi

2. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sementara sifatnya

3. Para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai insiden-insiden

tersendiri

4. Para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistic

5. Para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan-kekuatannya

6. Para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam meraih

prestasinya

7. Para peraih prestasi mudah bangkit kembali.

http://www.e-jurnal.com/2013/09/pengertian-kecerdasan-adversitas.html

Menurut kamus adversity berarti kemalangan, kesulitan, dan penderitaan. AQ

disini adalah kecerdasan kita pada saat menghadapi segala kesulitan tersebut.

Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan menghadapinya, sebagian lagi

mudah takluk dan menyerah. Dengan demikian kecerdasan adversitas adalah

sebuah daya kecerdasan budi-akhlak-iman manusia menundukkan tantangan-

tantangannya, menekuk kesulitan-kesulitannya, dan meringkus masalah-

masalahnya sekaligus mengambil keuntungan dari kemenangan-kemenangan itu.

http://tharita66.wordpress.com/2011/05/18/pengertian-iq-eq-sq-aq-cq/

Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence (AI) dibangun

berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan oleh banyak ilmuwan serta lebih

dari lima ratus kajian di seluruh dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu

pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi.

Kecerdasan adversity memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep

praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan

adversity pertama kali digagas oleh Paul G. Stoltz (2004: 5).

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

35

Menurut Stoltz (2004: 88), pengertian kecerdasan adversity tertuang ke dalam tiga

bentuk, yaitu: pertama, kecerdasan adversity sebagai suatu kerangka kerja

konseptual yang baru yang digunakan untuk memahami dan meningkatkan semua

segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk

mengetahui reaksi seseorang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga,

kecerdasan adversity sebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan

ilmiah untuk merekonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan

menjadi nyata, maka Stoltz (2004: 49) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga

unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang praktis

merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki

komponen dasar dalam meraih sukses.

Secara garis besar konsep kecerdasan adversity menawarkan beberapa manfaat

yang dapat diperoleh, yaitu:

1. kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa

tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan

2. kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas

seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan

ketidakmampuannya dalam menghadapi kesulitan

3. kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui

harapan, kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak

4. kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa dalam

menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2004).

Stoltz (2004: 19) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk

bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu

problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat,

serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan

adversity yang tinggi, sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

36

saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa

bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki tingkat

kecerdasan adversity yang rendah. Werner dalam Stoltz (2004: 89), dengan

didasarkan pada hasil penelitiannya mengemukakan bahwa anak yang ulet adalah

seorang perencana, orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang

yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya

menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman

negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju

terus.

Stoltz (2004: 46) mengajukan beberapa faktor yang diperlukan untuk mengubah

kegagalan menjadi suatu peluang yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas,

motivasi, mengambil risiko, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan

keuletan. Ditambahkan juga bahwa dalam menghadapi setiap kesulitan, kesedihan

serta kegagalan hidup maka yang diperlukan adalah sikap tahan banting dan

keuletan .

Pannyavaro dalam Stoltz (2004: 52) menyatakan bahwa kesulitan hidup jika

dihadapi, disadari, akan menjadi sesuatu yang biasa saja. Karena sejatinya

kesulitan merupakan sebuah perubahan, perubahan dari sesuatu yang

menyenangkan, membahagiakan, menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, itu

pulalah yang dinamakan sebagai penderitaan. Padahal jika dilihat, sebenarnya hal

tersebut hanyalah sebuah proses perubahan semata.

Mortel dalam Stoltz (2004: 59) mengemukakan bahwa kegagalan adalah suatu

proses yang perlu dihargai. Mortel juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

37

suatu pengalaman yang akan menghantar seseorang untuk mencoba berusaha lagi

dengan pendekatan yang berbeda. Menurut Lasmono (Jaffar, 2004: 51), untuk

menciptakan perubahan dalam hidup seseorang harus bertekad untuk terus

mendaki melawan rintangan. Untuk itu individu harus mampu mengembangkan

kecerdasan adversity yang tinggi dan mengenali tiga tahap adversity yang disusun

dengan model piramid mulai dari dasar sebagai berikut:

Societal Adversity: Ketidakjelasan tentang masa depan, kecemasan tentang

keamanan ekonomi, meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan, bencana

alam, serta krisis moral.

Workplace Adversity: Peningkatan ketajaman terhadap pekerjaan, pengangguran

dan ketidakjelasan mengenai apa yang akan dihadapi.

Individual Adversity: Individu dapat memulai perubahan dan pengendalian.

http://yenny-maegoda.blogspot.com/2012/01/adversity-quotient-aq.html

Menurut Stolzt (2004: 140-162) AQ terdiri atas empat dimensi yaitu Control,

Origin dan Ownership, Reach, dan Endurance (CO2RE).

1. C= Control ( kendali)

Dimensi AQ ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan

tambahan untuk teori optimisme Seligman. Kendali berhubungan langsung

dengan pemberdayaan dan pengaruh dan mempengaruhi semua dimensi

CO2RE. Perbedaan antara respon AQ yang lebih tinggi merasakan kendali

yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada yang AQ-

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

38

nya rendah. Mereka yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung melakukan

pendakian, sedangkan yang AQ-nya rendah akan berkemah atau berhenti.

2. O2= Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan)

Orang yang AQ-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang

tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Mereka yang

AQ-nya lebih tinggi akan mengelak peristiwa-peristiwa buruk, selalu

menyalahkan orang lain, dan tidak belajar apa-apa.

3. R= Reach (jangkauan)

Respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan merembes ke

segi-segi lain dalam kehidupan seseorang. Semakain rendah jangkauan

maka semakin besar kemungkinan menganggap peristiwa buruk sebagai

bencana. Sebaliknya, semakin tinggi jangkauan maka semakin besar

membatasi jangkauan masalah.

4. E= Endurance (daya tahan)

Daya tahan merupakan dimensi terakhir pada AQ. Pada dimensi ini,

semakin rendah daya tahan maka semakin besar kemungkinan

menganggap kesulitan dan penyebabnya akan berlangsung lama bahkan

selamanya.

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

39

B. Penelitian yang Relevan

Tabel 3. Penelitian yang relevan

N

o

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

1

2

3

4

Sigit

Sukendro

Ayu

Rachma

Fajar

Subekti

Mahfud

Studi Perbandingan Hasil

Belajar Ekonomi Dengan

Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw Dan make a

match Pada Siswa Kelas

X Semester Ganjil SMAN

1 Pagar Dewa Tahun

Pelajaran 2011/2012”.

Studi perbandingan hasil

belajar ekonomi dengan

menggunakan model

pembelajaran kooperatif

tipe numbered head

together (NHT) dan

model

pembelajaran make a

match kelas X SMA Al-

Azhar 3 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran

2011/2012

studi perbandingan hasil

belajar ekonomi melalui

model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan

tipe student teams

achievementdivisions

(STAD)

(studi pada siswa kelas x

sma negeri 1 kalirejo

tahun pelajaran

2009/2010)

Studi Perbandingan

Hasil Belajar Ekonomi

Antara Penggunaan

Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe

Group Investigation

Ada perbedaan hasil belajara

antara model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw dan

penggunaan model kooperatif

tipe make a match Pada Siswa

Kelas X Semester Ganjil

SMAN 1 Pagar Dewa Tahun

Pelajaran 2011/2012

Tidak ada perbedaan hasil

belajar ekonomi siswa yang

diberi model pembelajaran

kooperatif NHT dan make

match

Hasil belajar ekonomi yang

pembelajarannyamenggunaka

n model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw lebih

tinggi dibandingkan dengan

yang pembelajarannya

menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement

Divisions(STAD).

Ada perbedaan yang

signifikan rata-rata hasil

belajar ekonomi siswa yang

pembelajarannya

menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation (GI) dan

lebih baik jika dibandingkan

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

40

N

o

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

(GI) Dan Tipe

Numbered Head

Together (NHT)

Ditinjau Dari Jumlah

Indikator Yang Belum

Tuntas” (Studi Pada

Siswa Kelas X

Semester Genap SMA

Negeri I Gunung

Agung Kabupaten

Tulang Bawang

Semester Genap

Tahun Pelajaran

2009/2010).

dengan yang menggunakan

tipe Numbered Head Together

(NHT).

Ada perbedaan yang

signifikan rata-rata hasil

belajar ekonomi siswa dengan

jumlah indikator yang belum

tuntas ≤ 2 dan lebih baik jika

dibandingkan dengan siswa

dengan jumlah indikator yang

belum tuntas >2.

C. Kerangka Pikir

Penerapan model pembelajaran yang tepat pada materi pelajaran membantu siswa

dalam menunjang keberhasilan. Guru-guru di sekolah masih banyak yang

menggunakan metode langsung sehingga guru dituntut untuk menguasai materi

pelajaran (teacher centered) sehingga siswa menjadi pasif dan kreativitasnya

terbatas. Namun, adanya model-model pembelajaran kooperatif yang mulai

digunakan, membuat kreativitas dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran

menjadi motivasi siswa dalam mencapai keberhasilan. Guru hanya sebagai

fasilitator bagi siswa. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif, tetapi

penelitian ini hanya membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

dan Make A Match.

Variabel bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make

A Match. Variable terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah hasil belajar

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

41

akuntansi siswa melalui penerapan model pembelajaran tersebut. Variabel

moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas. Untuk merumuskan

hipotesis, maka perlu dilakukan argumentasi sebagai berikut.

1. Terdapat Perbedaan Antara Hasil Belajar Akuntansi Siswa yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Model pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil

belajar siswa, pemilihan model belajar yang tepat dapat memaksimalkan

hasil belajar peserta didik meskipun ada faktor lain yang ikut menentukan.

Belajar yang terbaik adalah dengan mengalami sendiri, dalam mengalami

sendiri itu si pelajar menggunakan panca indera. Hal-hal yang pokok

dalam belajar adalah bahwa belajar membawa perubahan (dalam arti

behavioral changes, actual, maupun potensial, bahwa perubahan itu pada

pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, bahwa perubahan itu

terjadi karena usaha atau dengan sengaja). Bagi siswa agar benar-benar

memahami dan dapaet menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha

dengan susah payah menemukan ide-ide, serta mampu berpikir kritis.

Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, sedangkan

guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi

kesempatan siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka

sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka

sendiri untuk belajar. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky,

teori-teori pemrosesan informasi, teori berpikir kritis, dan teori psikologi

kognigtif lain. Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah kooperatif ,

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

42

salah satunya model ini menekankan adanya kerjasama kelompok atau

interaksi kelompok. Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai

tipe, dua diantaranya adalah tipe NHT dan Make A Match. Kedua model

pembelajaran ini memiliki langkah-langkah yang sedikit berbeda.

Model kooperatif tipe NHT guru membentuk kelompok yang anggotanya

heterogen, kemudian guru mengajukan pertanyaan dalam bentuk lembaran

soal yang dibagikan pada tiap kelompok. Guru juga memberikasn nomor

urut kepala masing-masing siswa dalam kelompok dan berinteraksi dengan

teman satu kelompoknya untuk menyelesaikan tugas, lalu guru memanggil

salah satu nomor untuk mempresentasikan jawaban di depan kelas.

Langkah terakhir adalah guru bersama siswa menyimpulkan jawaban yang

tepat dan menyimpulkan materi yang sedang dibahas. Pembelajaran model

ini mendapat penomoran sehingga siswa tidak tergantung pada

anggotanyadan akan menimbulkan rasa tanggung jawab belajar pada diri

siswa. Tipe ini juga melibatkan siswa untuk kerjasama karena melibatkan

seluruh siswa dalam memecahkan masalah. Setiap siswa dalam kelompok

tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk saling berbagi ide atau

pendapat sehingga dapat menghindari dominasi oleh beberapa siswa saja.

Sedangkan, model pembelajaran Make A Match, guru menjelaskan materi

sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa ke dalam kelompok

beranggotakan 4-6 orang untuk mendiskusikan materi yang diberikan.

Kemudian masing-masing kelompok diberikan kartu soal dan kartu

jawaban. Setiap kelompok yang memiliki kartu soal dan kartu jawaban

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

43

harus mencari pasangan dari kartu yang dipegangnya, lalu dibacakan di

depan kelas sesuai dengan pasangannya. Kemudian kembali pada keadaan

semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dipandu

oleh guru. Pembelajaran ini menuntut siswa dalam menggali potensi dan

kemampuan individu secara mendalam.

Jika dikaitkan dengan teori behavioristik dengan model hubungan dan

respon, maka model NHT ataupun Make A Match dapat menciptakan

stimulus yang berbeda pada siswa untuk belajar karena adanya penomoran

dan kelompok kartu berpasangan sehingga akan menciptakan resoon

kegiatan belajar aktif yang berbeda dalam hal pemahaman materi. Menurut

teori behavioristik dalam belajar yang terpenting adalah input berupa

stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang

diberikan guru kepada peserta didik, sedangkan respon berupa interaksi

atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru

tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Djamarah (2006:84) bahwa

metode atau model yang berbeda akan menyebabkan perbedaan motivasi

belajar siswa dan nantinya akan menimbulkan hasil belajar.

Penelitian yang relevan berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran

kooperatif menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar siswa apabila

menggunakan model pembelajaran yang berbeda pula. Sigit (2012) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa yang

pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe jigsaw dan model

kooperatif tipe make a match.

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

44

2. Ada Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kecerdasan

Adversitas Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Akuntansi Siswa

Desain penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh dua model

pembelajaran yaitu model pembelajaran NHT dan Make a match terhadap

hasil belajar. Ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan perlakuan

pada tingkatan kecerdasan adversitas yang berbeda. Peneliti menduga

model pembelajaran NHT dengan tahapan-tahapan pembelajarannya lebih

efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa yang memiliki

kecerdasan adversitas tinggi. Sedangkan, model pembelajaran Make a

match lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa yang

memiliki kecerdasan adversitas rendah. Sehingga ada interaksi antara

model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas terhadap hasil belajar

mata pelajaran akuntansi siswa.

3. Hasil Belajar Mata Pelajaran Akuntansi yang Pembelajarannya

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih

Tinggi DibandingkanModel Make A Match Pada Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Adversitas Tinggi

Pada dasarnya model pembelajaran apapun akan lebih mudah diterapkan

pada siswa yang memiliki intelegensi dan motivasi belajar yang tinggi.

Penerapan model pembelajaran NHT memberikan sebuah permasalahan

yang berkaitan dengan pelajaran kepada siswa untuk dapat dipecahkan

secara bersama di dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif tipe NHT

menekankan kerjasama antar anggota kelompok yang memiliki tanggung

jawab yang sama terhadap individu dan kelompoknya. Penggunaan model

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

45

pembelajaran NHT setiap anggota kelompok harus mengetahui jawaban

dari pertanyaan yang diberikan guru, sehingga tidak ada dominasi

kelompok oleh siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi. Setelah

itu guru akan menunjuk nomor kepala yang digunakan murid sesuai

dengan nama kelompok untuk menyampaikan hasil kerja kelompoknya

kepada teman sekelas. Model pembelajaran NHT melatih siswa agar

percaya diri dan bertanggung jawab terhadap soal yang diberikan oleh

guru kepadanya. Penerapan model pembelajaran ini menimbulkan rasa

keingintahuan siswa dalam memahami materi untuk diketahui oleh semua

anggota kelompok.

Sedangkan, pada model pembelajaran make a match setiap siswa dituntut

secara individu walaupun pada dasarnya model pembelajaran ini adalah

kooperatif. Materi pelajaran yang diberikan oleh guru harus dikuasai oleh

masing-masing siswa sehingga pada saat siswa menerima kartu soal, siswa

tersebut sudah mengetahui jawaban dari kartu soal tersebut. Begitupun

sebaliknya, jika siswa mendapat kartu jawaban maka siswa itu sudah

mengetahui pertanyaan dari kartu jawaban yang dipegangnya tanpa

bertanya kepada teman yang lainnya. Kartu soal dan kartu jawaban ini

harus dicocokkan oleh siswa secara tepat, untuk siswa yang memiliki

kecerdasan adversitas tinggi tidak merasa kesulitan untuk mencocokkan

kartu soal dan kartu jawaban yang diberikan oleh guru.

Kecerdasan adversitas tinggi (climbers) adalah sebutan untuk orang yang

seumur hidup membaktikan dirinya pada pendakian tanpa menghiraukan

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

46

latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk ataupun nasib baik,

dia terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan

kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis

kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi

pendaki. Stoltz (2004: 19) Oleh karena itu, peneliti menduga model

pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik diterapkan dalam

pembelajaran akuntansi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe

make a match pada siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi.

4. Hasil Belajar Mata Pelajaran Akuntansi yang Pembelajarannya

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih

Tinggi Dibandingkan Model Make A Match Pada Siswa yang

Memiliki Kecerdasan Adversitas Sedang

pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa yang memiliki kecerdasan

adversitas sedang, ia tidak dapat hanya mengandalkan temannya yang

lebih cerdas karena jika ia dipanggil maka ia sendirilah yang harus

melakukan presentasi, walaupun dalam belajar kelompok ia dibantu oleh

teman-temannya karena salah satu prinsip pembelajaran kooperatif adalah

setiap siswa harus memastikan bahwa teman satu kelompok harus

menguasai materi dan dapat menjawab pertanyaan.

Tahap penomoran yang terdapat pada model pembelajaran NHT memicu

siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang terhadap mata pelajaran

akuntansi untuk mempersiapkan diri secara optimal agar jika ia dipanggil

maka ia dapat melakukan presentasi dengan baik. Ia termotivasi untuk

mengikuti diskusi kelompok intern dengan sungguh-sungguh,

mengerjakan soal kelompok, dan bertanya kepada teman sekelompok jika

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

47

ada hal yang belum ia pahami. Peran guru dari teman sebaya sangat

bermanfaat selain siswa ingin tampak baik dalam menguasai materi, juga

memicu siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang untuk terus

belajar menuju puncak pendakian.

Aktivitas belajar siswa yang pembelajarannya menngunakan model

pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa yang memiliki

kecerdasan adversitas sedang lebih rendah karena siswa tidak bisa

berdiskusi dengan teman sebayanya dikelas. Model pembelajaran make a

match menuntut individu untuk memecahkan masalah sendiri. Sehingga

pengetahuan yang dapat dikuasai oleh siswa sebatas pada pengetahuan

yang ia miliki. Ketika siswa memperoleh kartu soal yang tidak dikuasai

oleh peserta didik tersebut, maka ia akan bersikap pasrah tanpa mencari

kartu jawaban yang tepat untuk kartu soal yang diperolehnya tersebut.

Kecerdasan adversitas sedang (campers) adalah kelompok orang-orang

yang berkemah. Mereka pergi tidak seberapa jauh lalu berkata,” sejauh ini

sajalah saya mampu mendaki”. Karena bosan, mereka mngakhiri

pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai

tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka memilih

untuk menghabiskan sisa-sisa hidup mereka dengan duduk disitu.

Campers telah menanggapi tantangan pendakian dan mencapai tingkat

tertentu. Campers telah berhasil mencapai tempat perkemahan, mereka

tidak mungkin mempertahankan keberhasilan itu tanpa melanjutkan

Page 37: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

48

pendakian. Pendakian yang dimaksud adalah perbaikan dan pertumbuhan

seumur hidup pada diri seseorang. Stoltz (2004: 19)

Oleh karena itu, dapat mengakibatkan perbedaan hasil belajar akuntansi

siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan tipe

make a match.

5. Hasil Belajar Mata Pelajaran Akuntansi yang Pembelajarannya

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih

Tinggi Dibandingkan Make A Match Pada Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Adversitas Rendah

Model pembelajaran make a match memiliki tiga tahapan yang

membedakan dengan model pembelajaran lain yaitu berpikir, mencari

pasangan, dan berbagi. Langkah pembelajaran make a match dimulai

dengann guru menyiapkan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

setelah itusiswa diberi kartu soal ataupun kartu jawaban. Siswa diminta

untuk berpikir dan menemukan pasangan kartu yang ia pegang tepat pada

temannya, kemudian bersama kartu pasangannya siswa tersebut akan

membacakan kartu tersebut di depan kelas. Tahap akhir guru mengoreksi

dan membuat kesimpulan materi pelajaran.

Berbeda dengan NHT yang memanggil siswa sesuai dengan nomor kepala

yang diinginkan guru saja yang menjawab pertanyaan. Model

pembelajaran kooperatif make a match lebih menekankan kepada setiap

individu untuk lebih aktif dalam pembelajaran, karena setiap siswa tidak

diperkenankan membentu temannya untuk menemukan pasangan

kartunya. Sehingga, setiap siswa harus belajar giat dalam kegiatan belajar

Page 38: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

49

mengajar. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran make a match

lebih efektif meningkatkan hasil belajar akuntansi siswa yang memiliki

kecerdasan adversitas rendah dibandingkan model pembelajaran NHT.

Siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah dituntut untuk mandiri

dan bertanggung jawab secara pribadi terhadap tugasnya. Menurut Stoltz

(2004: 18) kecerdasan adversitas rendah disebut sebagai quitters artinya

orang-orang yang berhenti. Mereka menghentikan pendakian dan menolak

kesempatan yang diberikan oleh gunung. Mereka mengabaikan, menutupi,

atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki dan

meinggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Oleh karena itu,

terdapat perbedaan hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran NHT dan Make a match pada siswa

yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan paradigma penelitian

sebagai berikut.

Gambar 1. Bagan kerangka pikir

Model NHT

Model Make

A Match

Hasil belajar

akuntansi

Kecerdasan

adversitas

Kecerdasan

adversitas quitters

climbers

climbers

quitters

Model

pembelajaran

campers

campers

Page 39: II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/2355/14/BAB II.pdfb. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau

50

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran akuntansi siswa

yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model

pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

2. Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan adversitas

siswa pada hasil belajar mata pelajaran akuntansi.

3. Hasil belajar mata pelajaran akuntansi yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi

dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada

siswa yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi.

4. Hasil belajar mata pelajaran akuntansi yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi

dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada

siswa yang memiliki kecerdasan adversitas sedang.

5. Hasil belajar mata pelajaran akuntansi yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi

dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada

siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.