identifikasi pergerakan transportasi di …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan...

6
Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 – 7 Mei 2009 IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KEDUNGSAPUR Djoko Setijowarno 1 dan Prioutomo Puguh Putranto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Semarang, E-mail: [email protected] 2 Laboratorium transportasi, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Semarang, E-mail: [email protected] ABSTRAK Wilayah perkotaan seperti Kedungsepur sudah saatnya tergarap dengan baik. Salah satu upaya meningkatkan kawasan tersebut dengan menfasilitasi sistem transportasinya. Kondisi saat ini diakui bahwa sistem transportasi pada kawasan tersebut belum saling terkait dan terpadu terutama pada pelayanan angkutan umum yang ada. Penggunaan angkutan umum yang ada masih terlalu terkonsentrasi pada angkutan berbasis jalan dan belum bersifat massal serta terintegrasi dengan baik. Untuk memberikan pelayanan yang terpadu dicoba untuk mengembangkan angkutan kereta api dengan mengintergasikan moda kereta api dengan moda lainnya. Metoda yang dilakukan dengan penggunan metode transportasi berupa metode empat tahap, yang terdiri dari bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pembebanan perjalan, pemilihan rute. Penggunaan metode empat tahap sebagai basis permodelan yang akan disimulasikan. Untuk permodelan tersebut diperlukan program bantu berupa program SATURN sebagai alat bantu untuk mensimulasikan permodelan transportasi. Hasil dari kajian ini nilai bangkitan dan tarikan perjalanan yang ada di wilayah Kedungsapur ini sebesar 8.859.002 orang/tahun. Waktu tempuh dari wilayah Kota Semarang mencapai antara 25 menit sampai dengan 60 menit perjalanan.Hasil survai karakteristik perjalanan yang ada memberikan informasi bahwa pergerakan wilayah Kedungsapur di dominasi perjalan pulang atau mudik sebsar 144 responden (36 persen), frekuensi perjalanan satu bulan sekali dengan sebesar 300 responden (75 persen). Moda perjalanan yang digunakan sebagian besar sepeda motor dan angkutan busa sebesar 166 responden (29 persen). Tingkat pendapatan responden per bulan rata-rata sebagian besar berkisar antara kurang dar 184 responden (46 persen). Biaya yang sering dikeluarkan dalam perjalana natar wilayah internal Kedungsapur sebagian besar Rp 20.000 per perjalanan. Kondisi kierja ruas jalan pada thun 2023 hampir seluruh jaringan jalan mengalami kejenuhan erutama pad ajaringan utama yang menuju ke Kota Semarang. Analisis kinerja perjalanan rata-rata memiliki nilai pelayanan berkisar sebesar 49,75 persen. Analisis terkait dengan tarif perjalanan pada kondisi 50 persentil sebesar Rp 7.500,- Kata kunci: intergrasi, bangkutan dan tarikan perjalanan, transportasi, angkutan umum 1. PENDAHULUAN Pergeseran paradigma sebuah kota, banyak masyarakat yang memilih berdomisili di wilayah pinggiran kota. Hal ini seperti yang terjadi diwilayah Jabotabek, Surabaya, Bandung dan sebagainya yang menjadi konsep Megapolitan. Kondisi ini juga mengarah pada Kota Semarang menjadi konsep tersebut, dengan wilayah Kedungsepur sebagai penyangga wilayah. Pengembangan kota ini terkait dengan perubahan dimensi struktur kota akibat bergesernya ruang kegiatan dan semakin tinggi nilai lahan (mahal) di wilayah perkotaan untuk pemukiman, sehingga kebanyakan tidak mampu membayarnya. Akibatnya tumbuh permukiman pada wilayah pinggiran dan sebagian wilayah penyangganya. Untuk mengurangi beban jaringan jalan yang memiliki resiko relatif tinggi ada diupayakan untuk menggunakan kereta api sebagai angkutan massal dengan mengoptimalkan jaringan rel yang ada dan merevalitasi jalan rel non aktif pada kawasan Kedungsepur. Salah satu upaya intervensi untuk mengurangi beban jalan dan permasalahan kemacetan yang ada dengan penggunaan angkutan umum massal yang terintegrasi dalam hal ini dengan penggunaan angkutan kereta api sebagai angkutan komuter utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karaktersitik angkutan untuk wilayah pinggiran kota sebagai transportasi komuter dan dilajutkan dengan pengintegrasian angkutan yang melayani wilayah tersebut (kereta api) untuk mencapai hubungan sistem antar moda sebagai perwujudan tujuan transportasi kedepannya. 2. TINJAUAN PUSTAKA Meskipun isu mengenai jaringan transportasi intermoda belakangan sudah menjadiperhatian utama para penentu kebijakan di Pemerintahan dan Industri, namun pada dasarnya konsensus mengenai definisi transportasi intermoda Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I – 41

Upload: vuongdien

Post on 27-May-2018

261 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 – 7 Mei 2009

IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KEDUNGSAPUR

Djoko Setijowarno1 dan Prioutomo Puguh Putranto2

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Semarang,

E-mail: [email protected] 2Laboratorium transportasi, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Semarang,

E-mail: [email protected]

ABSTRAK Wilayah perkotaan seperti Kedungsepur sudah saatnya tergarap dengan baik. Salah satu upaya meningkatkan kawasan tersebut dengan menfasilitasi sistem transportasinya. Kondisi saat ini diakui bahwa sistem transportasi pada kawasan tersebut belum saling terkait dan terpadu terutama pada pelayanan angkutan umum yang ada. Penggunaan angkutan umum yang ada masih terlalu terkonsentrasi pada angkutan berbasis jalan dan belum bersifat massal serta terintegrasi dengan baik. Untuk memberikan pelayanan yang terpadu dicoba untuk mengembangkan angkutan kereta api dengan mengintergasikan moda kereta api dengan moda lainnya. Metoda yang dilakukan dengan penggunan metode transportasi berupa metode empat tahap, yang terdiri dari bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pembebanan perjalan, pemilihan rute. Penggunaan metode empat tahap sebagai basis permodelan yang akan disimulasikan. Untuk permodelan tersebut diperlukan program bantu berupa program SATURN sebagai alat bantu untuk mensimulasikan permodelan transportasi. Hasil dari kajian ini nilai bangkitan dan tarikan perjalanan yang ada di wilayah Kedungsapur ini sebesar 8.859.002 orang/tahun. Waktu tempuh dari wilayah Kota Semarang mencapai antara 25 menit sampai dengan 60 menit perjalanan.Hasil survai karakteristik perjalanan yang ada memberikan informasi bahwa pergerakan wilayah Kedungsapur di dominasi perjalan pulang atau mudik sebsar 144 responden (36 persen), frekuensi perjalanan satu bulan sekali dengan sebesar 300 responden (75 persen). Moda perjalanan yang digunakan sebagian besar sepeda motor dan angkutan busa sebesar 166 responden (29 persen). Tingkat pendapatan responden per bulan rata-rata sebagian besar berkisar antara kurang dar 184 responden (46 persen). Biaya yang sering dikeluarkan dalam perjalana natar wilayah internal Kedungsapur sebagian besar Rp 20.000 per perjalanan. Kondisi kierja ruas jalan pada thun 2023 hampir seluruh jaringan jalan mengalami kejenuhan erutama pad ajaringan utama yang menuju ke Kota Semarang. Analisis kinerja perjalanan rata-rata memiliki nilai pelayanan berkisar sebesar 49,75 persen. Analisis terkait dengan tarif perjalanan pada kondisi 50 persentil sebesar Rp 7.500,-

Kata kunci: intergrasi, bangkutan dan tarikan perjalanan, transportasi, angkutan umum

1. PENDAHULUAN Pergeseran paradigma sebuah kota, banyak masyarakat yang memilih berdomisili di wilayah pinggiran kota. Hal ini seperti yang terjadi diwilayah Jabotabek, Surabaya, Bandung dan sebagainya yang menjadi konsep Megapolitan. Kondisi ini juga mengarah pada Kota Semarang menjadi konsep tersebut, dengan wilayah Kedungsepur sebagai penyangga wilayah. Pengembangan kota ini terkait dengan perubahan dimensi struktur kota akibat bergesernya ruang kegiatan dan semakin tinggi nilai lahan (mahal) di wilayah perkotaan untuk pemukiman, sehingga kebanyakan tidak mampu membayarnya. Akibatnya tumbuh permukiman pada wilayah pinggiran dan sebagian wilayah penyangganya. Untuk mengurangi beban jaringan jalan yang memiliki resiko relatif tinggi ada diupayakan untuk menggunakan kereta api sebagai angkutan massal dengan mengoptimalkan jaringan rel yang ada dan merevalitasi jalan rel non aktif pada kawasan Kedungsepur. Salah satu upaya intervensi untuk mengurangi beban jalan dan permasalahan kemacetan yang ada dengan penggunaan angkutan umum massal yang terintegrasi dalam hal ini dengan penggunaan angkutan kereta api sebagai angkutan komuter utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karaktersitik angkutan untuk wilayah pinggiran kota sebagai transportasi komuter dan dilajutkan dengan pengintegrasian angkutan yang melayani wilayah tersebut (kereta api) untuk mencapai hubungan sistem antar moda sebagai perwujudan tujuan transportasi kedepannya.

2. TINJAUAN PUSTAKA Meskipun isu mengenai jaringan transportasi intermoda belakangan sudah menjadiperhatian utama para penentu kebijakan di Pemerintahan dan Industri, namun pada dasarnya konsensus mengenai definisi transportasi intermoda

Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I – 41

Page 2: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Djoko Setijowarno dan Prioutomo Puguh Putranto

belumlah ada (Jones et all, 2003 dan Jenings and Holcomb,1996). Meriam -Webster Dictionary mendefinisikan transportasi intermoda sebagai “Dengan atau melibatkan transportasi dengan menggunakan lebih dari satu alat angkut dalam satu perjalanan”. Definisi ini mengandung karakteristik dasar dari intermodalisme yakni: banyak alat angkut dalam satu kali perjalanan.

Lebih lanjut, McKenzie, North and Smith pengarang buku Intermodal Transportation – The Whole Story mendeklarasikan: “pengiriman suatu barang dalam kontainer menggunakan lebih dari satu moda” sebagai definisi yang paling populer dan paling diterima dalam transportasi intermoda modern.

Dalam usaha merancang suatu jaringan jalan yang dapat melayani perkembangan sektor/subsektor pembangunan, diperlukan suata analisis mengenai kebutuhan pergerakan lalu lintas jalan raya di masa datang dengan mengacu kepada perkenbangansektor/subsektor yang berkaitan. Terdapat beberapa konsep perencanaaan transportasi yang berkembang sampai saat ini yang paling populer adalah ‘Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap’. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah (Tamin, 2000):

a. aksesibilitas;

b. bangkitan dan tarikan pergerakan;

c. sebaran pergerakan;

d. pemilihan moda;

e. pemilihan rute;

f. arus lalu lintas dinamis.

Sub-sub model itu dapat dilakukan secara terpisah dengan hasil keluaran dari sub model yang merupakan masukan bagi sub model berikutnya, atau pengembanganya adalah dilakukan secara bersamaan, sehingga terdapat kelompok jenis model (Setijowarno dan Frazila, 2001).

a. Model bertahap (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil 4 stages model; 1) Bangkitan dan tarikan pergerakan (trip generation); 2) Distribusi Perjalanan (trip distribution); 3) Pemilihan moda (moda split); 4) Pembebanan perjalanan (trip assigment), dan

b. Model simultan (simultanuous model).

Dalam prosesnya, keempat tahap perencanaan ini disesuaikan dengan kondisi yang ada, terutama dalam hal ketersediaan data. Seperti dalam tahap penentuan bangkitan/tarikan perjalanan, dibutuhkan data O-D (Asal-Tujuan), yang sebenarnya dapat diperoleh dari survei lapangan. Namun, mengingat dana serta waktu yang sangat terbatas, maka akan dipergunakan data O-D dari survey O-D Nasional yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan pada tahun 2001 (dipublikasikan tahun 2002) dan data IRMS pada tahun survey 2001 yang dipublikasikan Dinas Bina Marga Prov. Jateng tahun 2003.

Tahapan perencanaan itu akan dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Model yang dipilih adalah yang dianggap paling cocok untuk pergerakan dalam kota dan juga pergerakan wilayah pinggiran kota yang menuju ke pusat kota atau sebaliknya, juga mempertimbangkan ketersediaan data, serta tingkat akurasi yang diinginkan.

3. TINJAUAN PUSTAKA Untuk memperjelas jalannya penelitian maka diagram alir penelitian adalah sebagai berikut di bawah ini :

I - 42 Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Page 3: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Identifikasi Pergerakan Transportasi di Wilayah Kedungsapur

Gambar 1. Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik perjalanan pelayanan sarana angkutan antar kota secara regional wilayah Kedungsepur lebih bertumpu pada angkutan jalan. Pelayanan untuk wilayah regional ini secara umum juga dilayani transportasi kereta api, meskipun memiliki porposi hanya sebagain kecil saja. Pada pergerakan transportasi yang ada dapat diketahui bahwa karakterisktik perjalanan wilayah Kedungsapur berdasarkan Origin-destination (O-D Survai) tahun 2006 oleh Departemen Perhubungan yang telah diolah untuk pergerakan penumpang tahun 2005 adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Karakteristik perjalanan pada wilayah studi

Kabupaten Grobogan

Kabupaten Demak

Kabupaten Semarang+Salatiga

Kabupaten Kendal

Kota Semarang

Kabupaten Grobogan - 297.887 217.355 212.203 540.454 Kabupaten Demak 292.279 - 125.253 212.360 707.544 Kabupaten Semarang+Salatiga 217.355 125.253 - 303.263 707.544 Kabupaten Kendal 212.360 212.360 302.263 - 587.590 Kota Semarang 540.454 707.544 751.699 587.590 -

Sumber: Departemen Perhubungan (2006)

Secara umum nilai dari total bangkitan dan tarikan pergerakan yang ada di wilayah regional Kedungsepur diberikan antara lain sebagai berikut.

Tabel 2. Bangkitan-tarikan pergerakan dan faktor pengaruhnya

Kabupaten OI DD Pddk PRDB Pekerja Pelajar Wisatawan Kabupaten Grobogan 1062291 1266448 1.318.286 2.682.467,18 665.852 422.375 122.487

Kabupaten Demak 1337436 1337436 1.017.884 2.570.573,50 489.552 369.528 369.528 Kabupaten Semarang+Salatiga 1157415 1396570 890.898 4.652.041,80

472.533 282.462 282.462

Kabupaten Kendal 1314573 1315416 925.620 4.883.060,95 465.682 310.240 310.240

Kota Semarang 2587287 2543132 1.468.292 17,055.212,25 633.308 471.257 871.257 Sumber: hasil analisis (2008)

Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 43

Page 4: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Djoko Setijowarno dan Prioutomo Puguh Putranto

Hasil dari pergerakan di wilayah Kedungsapur berdasarkan O-D survey untuk proyeksi tahun 2008 diperoleh dengan memodelkan pergerakan dengan data sosio ekonomi. Cara ini menggunakan acuan jumlah penduduk dan PDRB dengan menggunakan tool berupa program SPSS versi 10.5. Hasil dari regresi multilinier yang diperoleh sebagai berikut.

Regresi multilinier origin (OI)

OI = -8,13 x 10-3XPDRB + 1,54 Xpekerja + 4,405 Xpelajar + 2,309 Xwisatawan – 1.088.287

Regresi multilinier destinantion (DD)

DD = -181x 10-3XPDRB + 7,45 Xpekerja - 4,868 Xpelajar + 5,291 Xwisatawan – 1.400.828

Kemudian hasil itu diolah dengan menggunakan Metode Furness dengan menggunakan progarm komputer untuk penyebaran pergerakan tahun 2008 dalam wilayah Kedungsapur. Hasil pergerakan yang ada diberikan sebagai berikut.

Tabel 3. Jumlah pergerakan pada wilayah Kedungsapur tahun 2008

Kabupaten Grobogan

Kabupaten Demak

Kabupaten Semarang+Salatiga

Kabupaten Kendal

Kota Semarang

Kabupaten Grobogan 0 247.657 228.222 222.813 567.476 Kabupaten Demak 236.892 0 131.515 222.978 742.921 Kabupaten Semarang+Salatiga 22.422 131.515 0 318.426 742.921 Kabupaten Kendal 222.978 222.978 317.376 0 616.969 Kota Semarang 567.476 742.921 789.283 616.969 0

Sumber: Hasil analisis (2005)

Karakteristik perjalanan pada wilayah Kedung sapur pada tahun 2008 ini pada bab hasil memberikan kondisi karakteristi perjalanan sebagai berikut.

Gambar 2. Disire line pergerakan wilayah Kedungsapur tahun 2008

Sumber: hasil analisis (2008)

Pada pergerakan yang ada berdasarkan disire line terlihat bahwa pergerakan tersebut bangkitan maupun tarikan perjalanan lebih banyak mengarah ke Kota Semarang. Perjalanan yang relatif banyak pada perjalanan antara Kota Semarang dengan Kabuapten Demak dan Kota Semarang dengan Kabupaten Semarang.

Dari hasil pembebanan jaringan pada tahun 2008 ini, kondisi wilayah Kedungsapur ini memiliki hasil pergerakan antara lain diberikan pada gambar sebagai berikut.

I - 44 Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Page 5: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Identifikasi Pergerakan Transportasi di Wilayah Kedungsapur

Gambar 3. Pembebanan Pergerakan kendaraan tahun 2008

Sumber: hasil analisis (2008)

Dari Gambar diatas terlihat bahwa pergerakan transportasi yang ada yang relatif besar pada perjalanan yang mengarah pada Jalur utama wilayah Kedung sapur yang menuju atau mengarah pada Kota Semarang, Hal ini sesuai dengan kondisi disire line bangkatan dan tarikan yang terbesar berada di Kota Semarang. Dari hasil pembebanan jaringan antar kota tersebut dapat dirangkum kondisi pergerakan transportasi sebagai berikut.

Tabel 4. Kondisi kinerja jaringan jalan antar kota wilayah Kedungsapur tahun 2008

Lebar Kapasitas Volume

kapasitas Nama jalan

Volume Lalu Lintas

(smp/jam) (m) efektif Ratio Semarang - Kendal 2.802 12,8 5.152 0,54 Semarang – Bawen 5.387 13,5 5.496 0,98 Bawen – Salatiga 2.643 10,4 3.971 0,67 Semarang – Demak 3.146 11 4.266 0,74 Semarang – Godong 1.078 7,7 2.642 0,41 Demak – Godong 478 7,4 2.495 0,19

Sumber: hasil analisis (2008)

Pada analisis tahun 2008 terlihat bahwa Koridor ruas jalan Semarang-Bawen yang memberikan kondisi relatif jenuh dengan nilai derajat kejenuhan sebesar 0,98. Untuk koridor ruas jalan Semarang-Demak relatif mendekati jenuh dengan nilai sebesar 0,74.

Hasil proyeksi selama 20 tahun kedepan dari hasil pembenan ruas jaringan jalan ini dapat diperkirakan antara lain diberikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 5. Perkiraan derajat kejenuhan 20 tahun mendatang

2013 2018 2023 2028

Nama jalan Vol lalin DS

Vol lalin DS

Vol lalin DS

Vol lalin DS

Semarang - Kendal 3.576 0,69 4.564 0,89 5.825 1,13 7.435 1,44 Semarang – Bawen 6.875 1,25 8.775 1,6 11.199 2,04 14.293 2,6 Bawen – Salatiga 3.373 0,85 4.305 1,08 5.495 1,38 7.013 1,77 Semarang – Demak 4.015 0,94 5.125 1,2 6.540 1,53 8.347 1,96 Semarang – Godong 1.376 0,52 1.756 0,66 2.241 0,85 2.860 1,08 Demak – Godong 610 0,24 779 0,31 994 0,4 1.268 0,51

Sumber: Hasil analisis (2008)

Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 45

Page 6: IDENTIFIKASI PERGERAKAN TRANSPORTASI DI …konteks.id/p/03-016.pdf · bangkitan dan tarikan pergerakan; c. sebaran pergerakan; d ... (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil

Djoko Setijowarno dan Prioutomo Puguh Putranto

Pada kondisi yang ada terlihat pada tahun 2023 hampir seluruh jaringan jalan mengalami kejenuhan terutama pada jaringan utama yang menuju ke Kota Semarang. Hal ini perlu dilakukan antisipasi terkait pergerakan angkutan komuter ini.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kesimpulan dari hasil penelitian integrasi moda kereta api untuk operasi angkuta massal komuter di wilayah Kedungsepur ini antara lain disajikan sebagai berikut.

1. Nilai bangkitan dan tarikan perjalanan yang ada di wilayah Kedungsapur ini sebesar 8.859.002 orang/tahun

2. Waktu tempuh dari wilayah Kota Semarang mencapai antara 25 menit sampai dengan 60 menit perjalanan

3. Hasil survai karakteristik perjalanan yang ada memberikan informasi bahwa pergerakan wilayah Kedungsapur di dominasi perjalan pulang atau mudik sebsar 144 responden (36 persen), frekuensi perjalanan satu bulan sekali dengan sebesar 300 responden (75 persen). Moda perjalanan yang digunakan sebagian besar sepeda motor dan angkutan busa sebesar 166 responden (29 persen). Tingkat pendapatan responden per bulan rata-rata sebagian besar berkisar antara kurang dar 184 responden (46 persen)

4. Biaya yang sering dikeluarkan dalam perjalana natar wilayah internal Kedungsapur sebagian besar Rp 20.000 per perjalanan

5. Kondisi kierja ruas jalan pada thun 2023 hampir seluruh jaringan jalan mengalami kejenuhan erutama pad ajaringan utama yang menuju ke Kota Semarang.

6. Analisis kinerja perjalanan rata-rata memiliki nilai pelayanan berkisar sebesar 49,75 persen.

7. Analisis terkait dengan tarif perjalanan pada kondisi 50 persentil sebesar Rp 7.500,-

DAFTAR PUSTAKA Setijowarno dan Frazila (2001), Perencanaan Transportasi, Biro Penerbit Univesitas Katolik Soegijpranata,

Semarang Tamin (2000), Perencanaan dan Permodelan dan Rekayasa Transportasi, Penernit Institut Teknologi Bandung,

Bandung

I - 46 Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta