repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/bab i -vi.docx · web viewpenentu faktor ls pada...

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem hidrologi dalam suatu wilayah daratan dimana secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai. Kondisi DAS sangat tergantung dari kondisi air, tanah, dan lingkungan serta interaksi manusia terhadap DAS tersebut. Karakteristik DAS yang baik dapat dilihat dari kemampuannya menahan butiran hujan yang jatuh ke permukaan lahan, agar tidak langsung menjadi limpasan permukaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan resapan DAS adalah kerapatan tutupan vegetasi yang biasanya terkait dengan kondisi kesehatan lingkungan DAS. Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan dan perumahan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kerusakan lingkungan. Perubahan penggunaan lahan tersebut tentunya menimbulkan pula percepatan degradasi tanah melalui erosi tanah. Erosi adalah hasil pengikisan permukaan bumi oleh tenaga yang melibatkan pengangkatan benda- benda, seperti air mengalir, es, angin, dan gelombang 1

Upload: others

Post on 01-May-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem hidrologi dalam suatu

wilayah daratan dimana secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung

gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke laut melalui sungai. Kondisi DAS sangat tergantung dari

kondisi air, tanah, dan lingkungan serta interaksi manusia terhadap DAS tersebut.

Karakteristik DAS yang baik dapat dilihat dari kemampuannya menahan butiran

hujan yang jatuh ke permukaan lahan, agar tidak langsung menjadi limpasan

permukaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan resapan DAS

adalah kerapatan tutupan vegetasi yang biasanya terkait dengan kondisi kesehatan

lingkungan DAS. Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan dan perumahan

merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kerusakan lingkungan.

Perubahan penggunaan lahan tersebut tentunya menimbulkan pula

percepatan degradasi tanah melalui erosi tanah. Erosi adalah hasil pengikisan

permukaan bumi oleh tenaga yang melibatkan pengangkatan benda-benda, seperti

air mengalir, es, angin, dan gelombang atau arus. Secara umum, terjadinya erosi

ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi,

karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan penggunaan lahan.

Pada aktivitas pembersihan vegetasi penutup tanah akan menyebabkan

permukaan lahan menjadi terbuka dan rawan terhadap erosi tanah, hal ini bila

musim hujan tiba maka aliran air permukaan meningkat dan menyebabkan erosi

yang membawa partikel tanah masuk ke dalam badan air. Suripin (2004),

menyatakan bahwa di daerah-daerah tropis yang lembab seperti Indonesia dengan

rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun maka air merupakan penyebab

utama terjadinya erosi. Faktor yang mempercepat proses terjadinya erosi adalah

kegiatan manusia dalam usaha produksi pertanian maupun kegiatan kehidupan

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

lainnya yang memanfaatkan sumberdaya alam secara tidak bertanggung jawab

(Arsyad, 2010).

Secara geografis, DAS Krueng Seunagan terletak antara 04001’16.987” –

04026’0.940”LU dan 96011’45.417” – 96051’4.000” BT, secara administratif

DAS Krueng Seunagan terletak di Kabupaten Nagan Raya, dengan luas DAS

995,86 Km2 Untuk lebih jelasnya peta lokasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran A Gambar A.1.1 Halaman 36.

Perkiraan laju erosi dapat dilakukan dengan pendekatan Universal Soil Loss

Equation (USLE), metode pendekatan USLE ini juga banyak dikombinasiakan

dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Kartasasmita (2001),

menjelaskan SIG merupakan suatu sistem yang mampu mengumpulkan,

menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan

format, dan lain sebagainya). Widjoyo dalam Bagja (2002), juga menjelaskan SIG

sebagai suatu sistem yang mampu mendeskripsikan obyek-obyek di permukaan

bumi dalam tiga hal yaitu: data spasial yang berkaitan dengan koordinat geografi

(lintang, bujur, ketinggian), data atribut yang tidak berkaitan dengan koordinat

geografi (iklim, jenis tanah), serta hubungan data spasial, data atribut dan waktu.

Dari hasil analisis perkiraan laju erosi di DAS Krueng Seunagan dengan

menggunakan persamaan USLE maka di dapat beberapa variasi laju erosi yang

tersebar di 228 polygon, dengan nilai laju erosi terbesar terjadi pada bagian

polygon 180, 181, 182, dan 183 yaitu dengan laju erosi sebesar 2858,469

ton/ha/tahun dengan nilai tingkat bahaya erosi 105,869 dikategorikan sangat

tinggi. Dan laju erosi terkecil terjadi pada polygon 176, 184, 185, dan 186 yaitu

dengan laju erosi sebesar 0 dengan nilai tingkat bahaya bahaya erosi juga 0 yang

dikategorikan sangat rendah. Dari hasil analisis perkiraan laju erosi di DAS

Krueng Seunagan dengan menggunakan persamaan USLE maka di dapat

beberapa variasi laju erosi yang tersebar di 228 polygon, dengan nilai laju erosi

terbesar terjadi pada bagian polygon 180, 181, 182, dan 183 yaitu dengan laju

erosi sebesar 2858,469 ton/ha/tahun. Dan laju erosi terkecil terjadi pada polygon

176, 184, 185, dan 186 yaitu dengan laju erosi sebesar 0. Hasil dari penelitian

2

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

tingkat bahaya erosi di dapat 4 kejadian erosi pada DAS ini, yaitu rendah

53,509%, sedang 2,193%, tinggi 6,579%, dan sangat tinggi 37,719%.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Berapa besar sebaran erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng

Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

2. Berapa besar tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada DAS

Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa besar sebaran erosi lahan yang terjadi pada

DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

2. Untuk mengetahui berapa besar tingkat bahaya erosi (TBE) yang

terjadi pada DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari penelitian terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka

ruang lingkup dalam penelitian akan menitik beratkan pada beberapa hal yaitu:

1. Penelitian ini difokuskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng

Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

2. Hanya menghitung laju erosi serta tingkat bahaya erosi dan tidak

dilakukan usaha konservasi.

3

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

1.5 Hasil Penelitian dan Manfaat penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju erosi yang terjadi di DAS

Krueng Seunagan dengan laju erosi yang terbesar terjadi di bagian polygon 180,

181, 182, dan 183 yaitu sebesar 2858,469 ton/ha/tahun, dan laju erosi terkecil

terjadi di bagian polygon 176, 184, 185, 186 yaitu sebesar 0. Berdasarkan analisis

TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang

ditoleransi (TSL) yang dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria yang

dihasilkan dari analisis TBE tersebut, yaitu TBE sangat tinggi terjadi pada

polygon 19,33, 34, 40, 50, 51, 72, 87, 88 ,89, dst. Untuk TBE kriteria tinggi ada

pada polygon 98, 99, 100, 101, 102, 103, dst. Untuk TBE kriteria sedang terjadi

pada polygon 75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria rendah terjadi pada

polygon 1, 2, 3, 4, 5, 6, dst. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran B

Tabel B.4.4 Halaman 53.

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi seberapa

besar sebaran erosi dan tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Krueng

Seunagan.

4

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Daerah Aliran Sungai

Dunne dan Leopold (1978), menyatakan Daerah aliran sungai (DAS)

sebagai hamparan wilayah yangdibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit)

yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet).

Menurut Asdak (2002), ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah

hulu,tengah,dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah

konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng

lebih besar dari 15%, bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan

oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah

hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil

(kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi

oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan

gambut/bakau.

DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik

biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas. Perubahan tataguna lahan

dibagian

hulu DAS seperti reboisasi, pembalakan hutan, deforestasi, budidaya yang

mengabaikan kaidah-kaidah konservasi akan berdampak pada bagian hilirnya,

sehingga DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan dari segi tata air.

Oleh karena itu yang menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS sering kali

DAS bagian hulu, mengingat adanya keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh

peubah presipitasi (hujan) sebagai masukan ke dalam sistem. Disamping itu DAS

mempunyai karakter yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur-unsur

5

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

utamanyaseperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan

tataguna lahan.

Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat

tersebut dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi,

infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai

(Seyhan, 1977).Dalam hal ini air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami

proses yang dikontrol oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan (surface

runoff), aliran bawah permukaan (interflow) dan aliran air bawah tanah

(groundwater flow). Ketiga jenisaliran tersebut akan mengalir menuju sungai,

yang tentunya membawa sedimen dalam air sungai tersebut. Selanjutnya, karena

daerah aliran sungai dianggap sebagai sistem, maka perubahan yang terjadi

disuatu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain dalam DAS (Grigg, 1996).

Bagian hilir dari DAS pada umumnya berupa kawasan budidaya pertanian,

tempat pemukiman (perkotaan), dan industri, serta waduk untuk pembangkit

tenagalistrik, perikanan dan lain-lain. Daerah bagian hulu DAS biasanya

diperuntukan bagi kawasan resapan air. Dengan demikian keberhasilan

pengelolaan DAS bagian hilir adalah tergantung dari keberhasilan pengelolaan

kawasan DAS pada bagian hulunya. Kerusakan DAS dapat ditandai oleh

perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya frekuensi kejadian banjir (puncak

aliran) dan meningkatnya proses erosi dan sedimentasi. Kondisi ini disebabkan

belum tepatnya sistem penanganan dan pemanfaatan DAS (Brooks et al, 1989).

2.2 Erosi

Di daerah beriklim basah seperti di Indonesia kerusakan lahan oleh erosi

terutama disebabkan oleh hanyutnya tanah terbawa oleh air hujan. Erosi oleh air

sangat membahayakan tanah-tanah pertanian di Indonesia, terutama yang terletak

di daerah dengan kemiringan yang besar. Selain iklim dan kemiringan lahan

(topografi), besarnya erosi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor vegetasi,

pengolahan tanah dan manusia.

6

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Arsyad (1989), mengemukakan bahwa faktor tanah yang diduga

mempengaruhi erosi adalah : (a) luas jenis tanah yang peka erosi, (b) luas tanah

kritis atau daerah erosi, dan (c) luas tanah dengan kedalaman tertentu. Cook

(1936) dalam Renard, et al (1996), menyimpulkan tiga faktor utama yang

mempengaruhi erosi yaitu : 1) kepekaan tanah untuk tererosi, 2) potensi erosivitas

hujan dan aliran permukaan serta 3) perlindungan tanah oleh tutupan tajuk

vegetasi.

2.3 Proses Terjadinya Erosi

Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah

dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses

pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan

keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih

memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan

kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan

disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok

tanam yang tidak mengidahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan

pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain, pembuatan

jalan di daerah dengan kemiringan lereng besar.

Erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel

tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti

aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup

untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu

pengendapan.

2.4 Bentuk-Bentuk Erosi

2.4.1 Erosi percikan (Flash erosion)

Erosi percikan adalah terlepas dan terlemparnya partikel-partikel tanah

dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung. McIntyre

7

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

(1958), menyatakan bahwa proses erosi percikan terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1)

terjadinya penggemburan yang cepat pada permukaan tanah sehingga kohesinya

menurun, akibatnya laju erosi percikan akan meningkat; (2) terjadinya pemadatan

permukaan akibat pukulan butir air hujan sehingga terbentuk lapisan kerak (crust)

tipis yang akan menurunkan jumlah partikel tanah yang terlempar ke udara dan

meningkatkan akumulasi air permukaan; (3) terjadinya turbulensi aliran

permukaan yang mampu mengangkut sebagian lapisan kerak pada permukaan

tanah.

2.4.2 Erosi aliran permukaan (Overland flow erosion)

Erosi aliran permukaan akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau

lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah.

Mengingat bahwa aliran permukaan terjadi tidak merata dan arah alirannya tidak

beraturan, maka kemampuan untuk mengikis tanah juga tidak sama atau tidak

merata untuk semua tempat.

Faktor yang berpengaruh terhadap laju erosi permukaan adalah kecepatan

dan turbulensi aliran. Pada kecepatan rendah dan aliran tenang, aliran permukaan

cenderung tidak menyebabkan terjadinya erosi. Sebaliknya pada batas kecepatan

tertentu aliran permukaan akan mampu mengikis permukaan tanah, hal mana bila

terjadi bila energi aliran permukaan melebihi daya tahan tanah. Kecepatan aliran

permukaan pada saat mulai mampu mengikis permukaan tanah disebut kecepatan

ambang, dimana besarnya sangat tergantung pada ukuran partikel tanah

(Hjulstrom, 1935).

2.4.3 Erosi alur (rill erosion)

Erosi alur terbentuk pada jarak tertentu ke arah bawah lereng sebagai

akibat terkonsentrasinya aliran permukaan sehingga membentuk alur-alur kecil.

Jika alur-alur yang terbentuk merupakan alur baru, maka alur-alur tersebut tidak

selalu saling berkaitan dengan alur yang terbentuk sebelumnya. Kebanyakan

sistem alur tidak menerus, tidak mempunyai hubungan dengan sungai induk.

8

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Hanya kadang-kadang induk alur berkembang menjadi saluran permanen dan

menyambung ke sungai.

Alur-alur biasanya terjadi pada lahan-lahan yang ditanami dengan pola

berbaris menurut arah kemiringan lereng, atau akibat pengolahan tanah menurut

lereng atau bekas tempat menarik balok-balok kayu (Arsyad, 1989).

2.4.4 Erosi parit/selokan (gully erosion)

Proses terjadinya erosi parit, atau yang dikenal juga sebagai ravine, sama

dengan erosi alur, sehingga pada mulanya erosi parit ini dianggap sebagai

perkembangan lanjut dari erosi alur. Dibandingkan dengan sungai-sungai yang

stabil, yang profilnya relatif halus, parit ditandai adanya potongan depan, tangga

atau tintik-titik penyempitan sepanjang alurnya. Parit juga mempunyai kedalaman

yang relatif besar dengan lebar yang sempit, menyangkut beban sedimen yang

tinggi dan sangat tidak teratur, sehingga korelasi antara debit sedimen dan aliran

biasanya jelek (Heede, 1975). Parit hampir selalu berkaitan erat dengan

percepatan erosi disertai dengan ketidakstabilan penampakan muka tanah.

2.4.5 Erosi tebing sungai (Stream bank erosion)

Erosi tebing sungai adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh

air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air sungai yang

kuat terutama pada tikungan-tikungan. Erosi tebing juga akan lebih hebat jika

tumbuhan penutup tebing telah rusak atau pengolahan lahan terlalu dekat dengan

tebing.

2.4.6 Erosi internal (Internal or subsurface erosion)

Erosi internal adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah

masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan.

Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga menurunkan

kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi alur. Pengaruh

erosi sebenarnya tidak menyebabkan kerusakan langsung yang berarti. Roose

dalam Suripin (2002), menyatakan dalam studinya di Senegal menunjukkan

9

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

bahwa erosi aliran bawah permukaan hanya menghasilkan lebih kurang 1 % dari

material yang tererosi dari lereng bukit.

2.4.7 Tanah longsor (land slide)

Tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan

masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Berbeda

dengan jenis erosi yang lain pada tanah longsor pengangkutan tanah terjadi

sekaligus dalam jumlah yang besar. Arsyad (1989), menyatakan bahwa longsor

terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak

kedap air yang jenuh air.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi

2.5.1 Iklim

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung.

Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetik air hujan, terutama intensitas

dan diameter butiran air hujan. Hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu

pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar dari pada hujan dengan intensitas

lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak

langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi, dengan

kondisi iklim yang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya,

pada daerah dengan perubahan iklim besar, misalnya di daerah kering,

pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan, tetapi

sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi (Asdak,

2002).

Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat

tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar  dari

pada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah,

maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di

permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan. Limpasan permukaan mempunyai

energi untuk mengikis dan mengangkut pertikel-partikel tanah yang telah

dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu

10

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

lagi mengangkut bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga

proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan

penghancuran agregat-agregat, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan

(Utomo, 1989).

2.5.2 Tanah

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan

organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Berbagai

tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan

erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi

sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang

mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi,

permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang

mempengaruhi ketahanan struktur, terhadap dispersi, dan penghancuran agregat

tanah oleh tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad S, 2010).

Menurut Asdak (2002), Empat sifat tanah yang penting dalam menentukan

erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah tekstur tanah, unsur

organik, struktur tanah, permeabilitas tanah.

2.5.3 Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan

karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting

untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya

kecepatan dan volume air larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya

ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta

terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk

terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar

kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dari pada lereng bagian

atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih

terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan

11

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya

erosi dan tanah longsor (Asdak, 2002).

2.5.4 Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer

dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau

rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap

erosi. Bagian vegetasi yang ada diatas permukaan tanah, seperti daun dan batang,

menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah.

Sedangkan bagian vegetasi yang ada didalam tanah, yang terdiri atas sistem

perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen and Morgan,

1995 dalam Arsyad S, 2010).

2.6 Perkiraan Laju Erosi Dengan Metode USLE

Dalam penelitian ini, untuk memprediksi laju potensi erosi suatu luasan

permukaan lahan dilakukan dengan metode pendekatan parametrik “The

Universal Soil Loss Equation” (USLE), yang dikembangkan oleh Wischmeier dan

Smith (1978). Parameter-parameter utama yang mempengaruhi laju erosi dalam

metode pendekatan USLE sesuai dengan persamaan berikut:

A = R x K x LS x C x P (2.1) Dimana :

A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/thn)R = Faktor curah hujan (erosivitas hujan)K = Faktor erodibilitas tanahLS = Faktor panjang-kemiringan lerengC = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan

tanamanP = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

12

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

2.6.1 Faktor erosivitas hujan (R)

Faktor erosivitas hujan (R) didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks

erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat

ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan oleh Wischmeier, 1959 dalam

(Renard, et.al.,1996) sebagai berikut:

R =∑ EI 30 (2.2)

Dimana:

R = Erosivitas hujan (KJ/ha/tahun)

EI30 = Erosivitas hujan rata-rata tahunan

Untuk mendapatkan EI30, Bols (1978), dalam penelitiannya di pulau jawa

dan Madura mendapatkan persamaan sebagai berikut:

EI30 = 6,119 Pb1,211 x N-0,474 x Pmax

0,526 (2.3)

Dimana:

EI30 = Erosivitas hujan rata-rata tahunan

Pb = Curah hujan rata-rata tahunan (cm)

N = Jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari)

Pmax = Curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam perbulan untuk

kurun waktu satu tahun (cm)

2.6.2 Faktor erodibilitas tanah (K)

Asdak (2001), menyebutkan erodobilitas tanah merupakan faktor yang

menunjukkan ketahan partikel tanah dalam pengelupasan tanah tersebut oleh

adanya energi kinetik dari hujan yang jatuh. Adapun beberapa jenis tanah yang

tersebar di Indonesia nilai K untuk erodibilitas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1

13

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Tabel 2.1 nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia

Sumber : Dari berbagai sumber penelitian.

2.6.3 Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)

Faktor indeks topografi L dan S yang masing-masing merupakan panjang

dan kemiringan lahan terhadap besarnya erosi. Asdak (2001), menyebutkan

panjang lereng mengacu pada aliran permukaan, yaitu lokasi yang akan terjadi

erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya kemiringan

lereng dianggap sebagai faktor yang seragam.

Dalam perkiraan laju erosi yang menggunakan persamaan USLE faktor

panjang (L) dan kemiringan lahan (S) diintegrasikan sebagai faktor LS.

14

No Jenis Tanah Nilai K

1 Regosol 0,40

2 Alluvial 0,47

3 Grumusol 0,20

4 Komplek mediteran dan litosol 0,46

5 Komplek podsolik merah kuning, latosol dan litosol 0,36

6 Komplek podsolik coklat dan litosol 0,43

7 Kuning kemerahan latosol dan litosol 0,36

8 Mediteran 0,31

9 Renzina 0,21

10 Litosol 0,22

11 Andosol 0,12

12 Latosol 0,17

13 Podsolik merah kuning 0,49

14 Organosol dan glehumus 0,47

15 Komplek rensing dan litosol 0,22

16 Komplek podsolik coklat, podsol dan litosol 0,301

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut

(Schwab et al., 1981):

S = (0,43 +0,30 s + 0,04 s2)/6,61 (2.4)

Dimana:

s = kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam perkiraan erosi menggunakan persamaan USLE

komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) dihitung dengan rumus:

LS = L1/2 (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138) (2.5)

Dimana:

L = Panjang lahan (m)

S = Kemiringan lahan (%)

Untuk menghitung panjang lahan (L) dan kemiringan lahan (S) akan

digunakan alat bantu (tool) yang terdapat pada Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.6.4 Faktor pengelolaan tanah (C)

Asdak (2001), menyebutkan faktor penutup lahan merupakan faktor yang

menunjukkan secara keseluruhan dari pengaruh vegetasi, kondisi permukaan

tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (tererosi). Nilai

faktor C dapat dilihat pada tabel 2.2.

15

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Tabel 2.2. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman

Jenis tanaman/ tata guna lahan Nilai C

Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,0

Savannah dan prairie dalam kondisi baik 0,01

Savannah dan prairie yang rusak untuk gembalaan 0,1

Sawah 0,01

Pemukiman 0,000

Pertanian lahan kering 0,400

Perkebunan karet 0,85

Pertanian lahan kering campur 0,1

Hutan lahan kering primer 0,001

Hutan lahan kering sekunder 0,005

Belukar rawa 0,010

Belukar 0,3

Perkebunan 0,200

Tubuh air 0,00

Perladangan 0,4

Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

Tebu 0,2

Pisang 0,6

Sumber : Dari berbagai penelitian.

2.6.5 Faktor pengelolaan dan konservasi tanah (P)

Asdak (2002), menyebutkan Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi

rata-rata dari lahan yang mendapat tindakan khusus konservasi tertentu terhadap

tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan

catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai

faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di jawa.

16

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Teknik konservasi tanah Nilai P

Tanpa tindakan pengendalian erosi 1

Teras gulud : ketela pohon 0,06

Teras gulud : jagung-kacang+mulsa sisa tanaman 0,01

Teras gulud : kacang kedelai 0,11

Tanaman dalam kontur:

a. kemiringan 0-8%

b. kemiringan 9-20%

c. > 20%

0,50

0,75

0,90

Tanaman dalam jalur-jalur: jagung-kacang tanah +mulsa limbah jerami

a. 6 ton/ha/thn

b. 3 ton/ha/thn

c. 1 ton/ha/thn

0,05

0,30

0,50

0,80

Tanaman perkebunan:

a. Disertai penutup tanah rapat

b. Disertai penutup tanah sedang

0,10

0,50

Padang rumput:

a. Baik

b. Jelek

0,04

0,40

Sumber : Arsyad, S. (1989)

2.7 Tingkat Bahaya Erosi

Asdak (2002), menyatakan tingkat bahaya erosi (TBE) pada dasarnya

dapat diperkirakan dengan nisbah antara laju erosi lahan potensial (A) dengan laju

erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL), dan untuk perhitungannya dapat

dihitung dengan persamaan berikut (Hammer, 1981):

TBE = A

TSL

(2.6)

Dimana:

17

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

A = Besar erosi tanah potensial (ton/ha/tahun)

TSL = Erosi yang masih dapat ditoleransi (ton/ha/tahun)

Surbakti (2009), menyatakan nilai laju erosi yang bisa ditoleransi untuk wilayah

Sumatra adalah berkisar antara 27 – 29 ton/ha/tahun. Untuk kriteria tingkat

bahaya erosi (TBE) dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.4 Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE)

Nilai Kriteria

< 1,0 Rendah

1,10 – 4,00 Sedang

4,01 – 10,0 Tinggi

>10,01 Sangat Tinggi

Sumber: Hammer (1981) dalam Surbakti (2009)

2.8 Penelitian Terdahulu

Hasibuan (2009), menganalisa pendugaan erosi lahan di DAS Deli dengan

metode USLE berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan

untuk mendapatkan peta erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli. Adapun

metode yang digunakan untuk menetapkan besarnya erosi yang terjadi adalah

Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan memanfaatkan Sistem Informasi

Geografis (SIG). Beberapa variable yang digunakan dalam metode ini adalah

erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, dan

penggunaan lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa DAS Deli

mengalami 5 kejadian bahaya erosi, yaitu sangat ringan 26.239,627 ha (54,24 %),

sedang 5.651,4 ha (11,68%), berat 1.552,2 ha (3,21%), dan sangat berat 532,610

ha (1,1%)

Ikhsan (2014), mangalisis tentang sebaran erosi lahan dan upaya

konservasi DAS dengan sistem vetiver pada DAS Krueng Teungku. Metode yang

digunakan pada penelitian ini menggunakan persamaan USLE (Universal Soil

18

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Loss Equation) dan dikombinasikan dengan GIS (Geographycal information

System). Hasil dari penelitian ini didapat beberapa variasi laju erosi yang tersebar

di 7 sub DAS. Laju erosi tertinggi yaitu sebesar 640,995 ton/ha/tahun dengan nilai

tingkat bahaya erosi (TBE) sebesar 23,739 terjadi pada sub DAS 4 dimana dari

hasil tersebut dikategorikan TBE tinggi dan sedang juga terjadi dibeberapa sub

DAS. Sub DAS dengan kategori TBE rendah terjadi pada beberapa sub DAS,

yaitu dengan laju erosi 0 yang terjadi pada tata guna lahan tambak dan

pemukiman.

Tomy et al (2013), meneliti kajian tingkat bahaya erosi di beberapa

penggunaan lahan di kawasan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) padang. Peneliti

ini bertujuan untuk menghitung laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T)

besarnya laju erosi tanah (A) dan tingkat bahaya erosi pada beberapa penggunaan

lahan dikawasan hilir DAS Padang. Penelitian menggunakan metode survey

dengan cara pengambilan sampel secara acak dengan metode eluster di 4

penggunaan lahan. Yaitu lahan kelapa sawit (20 tahun), lahan karet, lahan coklat,

dan lahan ubi kayu. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan

metode USLE. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa erosi aktual tertinggi pada

lahan karet adalah 374,298 ton/ha/thn, terendah pada lahan coklat adalah 17,960

ton/ha/thn, erosi yang ditoleransikan tertinggi pada lahan ubi kayu yaitu 28,250

ton/ha/thn, terendah pada lahan karet yaitu 23,750 ton/ha/thn, tingkat bahaya erosi

tertinggi pada lahan karet yaitu 15,760 ton/ha/thn, terendah pada lahan coklat

yaitu 0,718 ton/ha/thn.

Tabel 2.5 Rekapitulasi penelitian terdahulu.

19

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

No Peneliti Judul Metode Tools Hasil1 Hasibuan

(2009)Pendugaan Erosi Lahan di Daerah Aliran Sungai(DAS) deli dengan metode USLE berbasis Sistem InformasiGeografis (SIG)

Perkiraan laju erosi dengan persamaan USLE

SIG Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa DAS Deli mengalami 5 kejadian bahaya erosi, yaitu sangat ringan 14.404,114 ha, ringan 26.239,627 ha, sedang 5.651,4 ha, berat 1.55,4 ha, dan sangat berat 532,610 ha.

2 Ikhsan (2014)

Analisis Sebaran Erosi Lahan dan Upaya Konservasi DAS Dengan Sistem Vertiver (Studi Kasus DAS Krueng Teungku Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar)

Perkiraan laju erosi dengan pendekatan USLE

SIG Hasil dari penelitian ini didapat beberapa variasi laju erosi yang tersebar di 7 sub DAS. Laju erosi tertinggi 640,995 ton/ha/tahun dengan TBE 23,739, terjadi pada sub DAS 4 dimana dari hasil dikategorikan bahwa TBE pada sub DAS tersebut adalah sangat tinggi. Sub DAS dengan kategori TBE rendah terjadi pada beberapa sub DAS, yaitu dengan laju erosi 0 yang terjadi pada tataguna lahan tambak dan pemukiman.

3 Tomy et al (2013)

Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Beberapa Penggunaan Lahan di Kawasan Hilir DAS Padang

Survey lapangan dengan metode eluster di 4 penggunaan lahan. dan Analisa laju erosi menggunakan metode USLE.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa erosi aktual tertinggi pada lahan karet adalah 374,298 ton/ha/tahun, terendah pada lahan coklat adalah 17,960 ton/ha/tahun, erosi yang ditoleransikan tertinggi pada lahan ubi kayu yaitu 28,250 ton/ha/tahun, terendah pada lahan karet yaitu 23,750 ton/ha/tahun,, tingkat bahaya erosi tertinggi pada lahan karet yaitu 15,760 ton/ha/tahun, terendah pada lahan coklat yaitu 0,718 ton/ha/tahun.

4 Penelitian ini

Analisis Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Lahan Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

Perkiraan laju erosi menggunakan metode USLE

SIG Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 228 polygon dengan laju erosi terbesar terjadi pada bagian polygon 180, 181, 182, dan 183 sebesar 2858,469 ton/ha/tahun, dengan TBE 105,869 dikategorikan sangat tinggi.

BAB III

20

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai metode pengumpulan data,

penyajiannya serta analisa data. Tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alir

penelitian pada Lampiran A Gambar A.3.1 Halaman 37.

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan, peta

topografi, peta jenis tanah, peta tataguna lahan, serta data kemiringan lahan. Data

yang diperoleh tersebut merupakan data sekunder.

3.1.1 Data hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder,

yaitu data curah hujan selama 10 tahun (2000-2009) yang didapatkan dari Stasiun

Cut Nyak Dhien. Rekapitulasi data hujan dapat dilihat pada Lampiran B Tabel

B.3.1 Halaman 41.

3.1.2 Peta jenis tanah

Peta jenis tanah diperoleh dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai), merupakan peta yang menggambarkan jenis tanah yang ada pada wilayah

DAS Krueng Seunagan. Peta jenis tanah dapat dilihat pada Lampiran A Gambar

A.3.2 Halaman 38.

3.1.3 Peta tutupan lahan/tata guna lahan

Peta tutupan lahan diperoleh dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai), merupakan peta yang menggambarkan tata guna lahan yang ada pada

wilayah DAS Krueng Seunagan. Peta ini dapat dilihat pada Lampiran A Gambar

A.3.3 Halaman 39.

3.1.4 Peta kemiringan lahan

21

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Peta kemiringan lereng didapat dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai), merupakan peta yang memberikan informasi kemiringan lereng

pada wilayah DAS Krueng Seunagan. Peta ini dapat dilihat pada Lampiran A

Gambar A.3.4 Halaman 40.

3.2 Metode Analisis Data

3.2.1 Analisis hidrologi

Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data hujan dengan

melakukan tabulasi curah hujan harian rata-rata tahunan. Berdasarkan data

tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan hujan harian maksimum

rata-rata tahunan untuk mendapatkan nilai erosivitas hujan.

3.2.2 Analisis laju erosi

Perkiraan laju erosi akan dihitung dengan pendekatan Universal Soil Loss

Equation (USLE), sebagaimana yang telah dikemukakan pada sub bab 2.6 pada

persamaan 2.1 Halaman 12, yaitu dengan memperhitungkan erosivitas hujan,

erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lahan serta faktor tutupan lahan dengan

mengkombinasikan GIS sebagai alat bantu menganalisa data. Berdasarkan teori

yang telah dikemukakan pada bab II dengan mengacu pada bagan alir A.3.1

halaman 37, untuk menganalisis laju erosi parameter yang harus dianalisis adalah:

a. Perhitungan erosivitas hujan (R).

Perhitungan erosivitas hujan merupakan salah satu faktor penting dalam

perkiraan laju erosi. Adapun data awal untuk menghitung erosivitas hujan

yaitu data curah hujan yang diperoleh selama 10 tahun (2000-2009) dari

stasiun Cut Nyak Dhin. Erosivitas dihitung dengan persamaan 2.2 sampai

2.3 yang dapat dilihat pada Halaman 13.

b. Perhitungan faktor panjang dan kemiringan (LS).

Dalam menentukan panjang (L) dilakukan dengan alat bantu measure pada

software SIG dan kemiringan lereng (S) di dapat dari peta kemiringan lahan.

Selanjutnya perhitungan nilai slope dan nilai faktor panjang dan kemiringan

22

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

lahan (LS) dihitung menggunakan persamaan 2.4 sampai 2.5 yang dapat

dilihat pada Halaman 15,

c. Pengelolahan faktor jenis tanah (K).

Faktor pengelolaan jenis tanah didapat dari peta jenis tanah. Data jenis tanah

yang berupa peta jenis tanah yang dilakukan analisis dengan SIG sehingga

menghasilkan suatu tampilan gambar DAS Krueng Seunagan lengkap

dengan jenis tanah yang digunakan untuk proses penentuan laju erosi.

d. Pengolahan faktor tataguna lahan (C)

Jenis tutupan lahan pada DAS ini di dapat dari peta tutupan lahan dalam

format shp. Setelah di dapat nilai C untuk setiap polygon maka nilai tersebut

dijadikan sebagai salah satu nilai yang akan dianalisis untuk mendapatkan

nilai erosi lahan pada DAS Krueng Seunagan.

e. Pengolahan faktor pengelolaan lahan (P).

Ada atau tidaknya aktivitas konservasi pada pengolaan lahan (P) sangat

berpengaruh terhadap perkiraan laju erosi pada suatu lahan.

f. Perkiraan laju erosi

Perkiraan laju erosi dihitung dengan persamaan USLE seperti ada pada

persamaan 2.1 yang dapat dilihat pada Halaman 12 yang nantinya akan

menghasilkan nilai erosi yang ada pada DAS Krueng Seunagan.

3.3 Analisis Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi (TBE) diperkirakan dengan cara membandingkan

erosi lahan yang terjadi (A) sesuai dengan perhitungan pada 2.1 dengan erosi yang

ditoleransi. Perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dihitung dengan

persamaan 2.6 yang dapat dilihat pada halaman 17. Dari hasil penelitian terdahulu

dimana Surbakti (2009) memperoleh nilai erosi yang ditoleransi yaitu berkisar

antara 27-29 ton/ha/tahun. Dari hasil perhitungan dan perbandingan tersebut

didapat nilai TBE dengan pengelompokan sesuai kriteria yang telah disajikan

pada bab II.

BAB IV23

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan disajikan hasil perhitungan dan pembahasan yang

berkenaan dalamanalisistingkat bahaya erosi lahan pada DAS krueng seunagan

kabupaten nagan raya. Perhitungan dilakukan berdasarkan teori dan rumus-rumus

serta metodologi yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

4.1 Analisis Hidrologi

Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data hujan dengan

melakukan tabulasi curah hujan harian rata-rata tahunan. Analisis hidrologi

dilakukan untuk mendapatkan nilai erosivitas hujan (R).

4.2 Pengolahan Data Untuk Parameter USLE

Parameter USLE yang akan diolah secara spasial adalah peta jenis tanah,

peta tataguna lahan, dan peta faktor kemiringan lahan. Parameter-parameter ini

nantinya akan ditumpang susun untuk mendapatkan nilai erosi lahan.

4.2.1 Erosivitas hujan (R)

Curah hujan rata-rata tahunan diperoleh dengan menggunakan nilai jumlah

curah hujan harian rata-rata perbulan, dengan hasil perhitungan 30,839 cm. Untuk

lebih jelas nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.1. Jumlah hari hujan diperoleh

dari jumlah hari hujan perbulan, degan hasil perhitungan 15,342. Untuk lebih jelas

nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.2. Dan curah hujan maksimum diperoleh

dari curah hujan maksimum perbulan, dengan hasil perhitungannya 16,5 cm.

Untuk lebih jelas nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.3.

Perhitungan nilai erosivitas hujan dihitung dengan rumus seperti yang

tertera pada bab II dengan hasil perhitungan erosivitas hujan rata-rata tahunan

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Curah Hujan Bulanan Rata-Rata

24

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

TahunBulan

Pb (cm)Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2000 278 263 334 388 319 261 340 150 190 476 255 499 312,750

2001 326 278 262 348 325 144 299 327 335 295 630 326 324,583

2002 46 89 234 150 278 259 164 351 375 199 401 217 230,250

2003 363 123 453 330 429 185 462 196 446 390 626 171 347,833

2004 485 346 384 424 157 142 122 565 271 365 709 333 358,583

2005 240 291 295 368 365 133 119 292 298 358 400 265 285,333

2006 130 322 325 235 80 220 312 374 502 360 516 187 380,250

2007 129 116 156 239 179 75 215 495 263 582 154 357 246,667

2008 402 244 324 485 411 123 257 645 434 442 432 337 378,000

2009 125 210 291 287 203 146 256 226 359 211 171 151 219,667

308,392 mm

30,839 cm

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Jumlah Hari Hujan Perbulan Rata-Rata

TahunBulan

N (hari)Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2000 13 15 13 17 16 12 15 10 14 27 19 17 15,667

2001 22 15 16 21 20 7 11 21 19 17 22 22 17,750

2002 6 8 13 19 15 18 18 22 17 16 22 23 16,417

2003 15 10 19 16 18 19 22 23 18 18 27 15 18,333

2004 21 12 19 20 14 10 10 16 15 22 26 15 16,667

2005 14 17 18 17 15 10 6 14 10 19 21 19 15,000

2006 8 13 23 14 8 11 11 11 16 29 19 11 14,500

2007 6 5 9 16 8 8 8 16 18 18 12 15 11,583

2008 18 6 19 13 12 7 12 18 15 16 18 19 14,417

2009 14 11 16 10 14 4 15 12 13 18 11 19 13,083

15,342 hari

25

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-Rata

TahunBulan

Pmax (cm)Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2000 132 54 61 75 83 78 97 48 38 69 46 131 132

2001 64 89 58 78 75 39 97 92 69 58 79 57 97

2002 15 17 98 43 59 86 39 97 47 37 83 42 98

2003 96 30 96 70 49 62 131 42 85 95 101 35 131

2004 121 125 62 102 35 48 38 155 80 61 116 82 155

2005 43 73 106 83 68 37 48 46 85 53 72 56 106

2006 50 70 52 42 19 54 66 65 88 107 60 31 107

2007 39 41 31 37 50 37 60 101 35 135 42 94 135

2008 165 100 31 95 94 40 100 100 96 75 77 69 165

2009 25 63 96 107 100 66 45 59 95 45 75 26 107

165 mm

16,5 cm

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Indeks Erosi Hujan Bulanan.

Tahun P max CH bulan N EI

2000 13,200 31,275 15,667 417,2222001 9,700 32,458 17,750 349,7992002 9,800 23,025 16,417 240,7932003 13,100 34,783 18,333 438,7222004 15,500 35,858 16,667 520,2922005 10,600 28,533 15,000 339,5912006 10,700 38,025 14,500 491,0342007 13,500 24,667 11,583 365,4472008 16,500 37,800 14,417 613,9282009 10,700 21,967 13,083 265,270

∑ EI = 4042,099

Dari tabel perhitungan di atas maka dapat dihitung besarnya nilai erosivitas hujan

(R) adalah sebagai berikut:

R =∑ EI 30

26

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

= 4042,099 KJ/ha/tahun

Nilai erosivitas yang didapat dari hasil perhitungan di atas akan digunakan

menjadi salah satu parameter yang penting dalam hal penentu besarnya laju erosi

pada DAS Krueng Seunagan. Faktor erosivitas hujan merupakan rata-rata dari

indeks erosi hujan tahunan selama 10 tahun.

4.2.2 Pengolahan jenis tanah (K)

Jenis tanah yang terdapat pada DAS Krueng Seunagan bervariasi, terdapat

7 jenis tanah yang merupakan bagian dari DAS Krueng seunagan yaitu komplek

podsolik merah kuning (latosol dan litosol) merupakan jenis tanah yang terluas

yang terdapat pada DAS ini, selanjutnya ada komplek podsolik coklat (podsol

dan litosol), organosol dan gle humus, podsolik merah kuning, regosol, komplek

rensing dan litosol, dan latosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit terdapat

pada DAS ini. Adapun jenis tanah yang terdapat pada DAS Krueng Seunagan

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 : Peta Jenis Tanah

27

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

4.2.3 Pengolahan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Penentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng,

terlihat bahwa nilai faktor LS yang tertinggi sebesar 1,443 dengan panjang

1.0813,300 m dimana panjang lereng tersebut merupakan yang terpanjang yang

ada pada DAS ini, dan dengan kemiringan lereng sebesar 8% yang merupakan

kemiringan terkecil yang ada pada DAS ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Lampiran B Tabel B.4.1 Halaman 46.

Nilai LS yang didapat dari perhitungan tersebut nantinya juga menjadi

salah satu nilai yang dimasukkan dalam perhitungan penentuan besarnya laju erosi

pada DAS Krueng Seunagan. Peta kemiringan lereng DAS Krueng Seunagan

dapat di lihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 : Peta Kemiringan Lahan

28

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

4.2.4 Pengolahan tataguna lahan (C)

Jenis tutupan lahan yang menutupi DAS Krueng Seunagan sangat

bervariasi, terdapat 12 jenis tutupan lahan yang ada pada DAS ini yaitu hutan

lahan kering primer merupakan tutupan lahan yang terluas pada DAS ini,

selanjutnya ada hutan lahan kering sekunder, belukar, belukar rawa, perkebunan,

perkebunan karet, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur,

persawahan, tanah terbuka, tubuh air dan pemukiman merupakan tutupan lahan

yang paling sedikit terdapat pada DAS ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 4.3.

Gambar 4.3 : Peta Tutupan Lahan

4.2.4 Pengolahan faktor pengelolaan lahan (P)

Nilai tindakan konservasi pada DAS ini dimasukkan ke dalam tabel

perhitungan perkiraan erosi, pada proses analisis perkiraan laju erosi untuk DAS

29

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

ini di ambil nilai 1 dimana nilai tersebut mewakili lahan yang dilakukan

pengolahan tanpa tindakan konservasi.

4.3 Perkiraan Laju Erosi

Nilai laju erosi yang didapat dari analisis dengan metode USLE dan

dibantu dengan software GIS pada DAS Krueng Seunagan, dengan nilai laju erosi

terbesar terjadi pada polygon 180,181,182, dan 183 dengan nilai laju erosi sebesar

2858,469 ton/ha/thn. Beberapa laju erosi terendah yang terjadi di polygon 176,

184, 185, dan 186 dengan laju erosi yaitu sebesar 0. Rekapitulasi nilai erosi lahan

dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.4 Halaman 53.

Variasi nilai laju erosi yang didapat dari proses analisis tersebut sangat

tergantung dari faktor yang merupakan penentu dari USLE, yaitu dari nilai

erosivitas hujan yang tinggi, dan juga dari faktor jenis tanah yang terdapat di

polygon dengan laju erosi terbesar adalah jenis tanah podsolik merah kuning.

Selain itu faktor jenis tutupan lahan juga mempunyai pengaruh besar. Laju erosi

yang tinggi terjadi pada lahan terbuka. Peta sebaran erosi lahan dapat di lihat pada

gambar 4.4.

Gambar 4.4 : Peta Sebaran Erosi Lahan DAS Krueng Seunagan30

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

4.4 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Berdasarkan hasil perhitungan TBE yang dilakukan dengan

membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang ditoleransi (TSL) yang

dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria, yaitu TBE sangat tinggi

terjadi pada polygon 19, 33, 34, 40, 50, 51, 72, 87, 88, 89, dst. Untuk TBE kriteria

tinggi terjadi pada polygon 98, 99, 100, 101, 102, 103, dst. Dan untuk TBE

kriteria sedang terjadi pada polygon 75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria

rendah terjadi pada polygon 1, 2, 3, 4, 5, 6, dst. Untuk lebih jelasnya nilai dan

kriteria TBE dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.3. Halaman 50.

Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada setiap polygon sangat

tergantung dari nilai erosi yang ada, dimana nilai erosi yang dibandingkan dengan

TSL menghasilkan nilai TBE. Peta hasil analisis TBE dapat dilihat pada gambar

4.5.

Gambar 4.5 : Peta Zona Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

31

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dalam wilayah DAS

Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya, didapat beberapa kesimpulan yaitu:

1. Sebaran nilai laju erosi yang berada di 228 polygon, dengan nilai laju erosi

terbesar terjadi pada bagian polygon 180, 181, 182, dan 183 yaitu dengan

laju erosi sebesar 2858,469 ton/ha/tahun, ini terjadi pada LS 1,443 dengan

jenis tanah podsolik merah kuning dan juga terjadi pada tutupan lahan

tanah terbuka dimana kondisi lahan tanpa tutupan lahan yang baik dan

tidak ada tindakan konservasi. Dan laju erosi terkecil terjadi pada polygon

176, 184, 185, dan 186 yaitu dengan laju erosi sebesar 0, ini terjadi pada

LS 1,443 jenis tanah organosol dan gle humus dan podsolik merah kuning

dengan tutupan lahannya pemukiman dan tubuh air.

2. Berdasarkan analisis TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi

yang terjadi dengan erosi yang ditoleransi (TSL) dapat dilihat beberapa

kriteria TBE dimana ada 4 kriteria yang dihasilkan dari analisis TBE

tersebut, yaitu TBE sangat tinggi terjadi pada polygon 19,33, 34, 40, 50,

51, 72, 87, 88 ,89, dst. Untuk TBE kriteria tinggi ada pada polygon 98, 99,

100, 101, 102, 103, dst. Untuk TBE kriteria sedang terjadi pada polygon

75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria rendah terjadi pada polygon 1, 2,

3, 4, 5, 6, dst.

32

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil dan pembahasan adalah

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan tindakan konservasi

supaya wilayah-wilayah dengan tingkat bahaya erosi (TBE) sangat tinggi

dan tinggi dapat di tanggulangi dengan baik.

2.Tindakan konservasi yang dilakukan baik berupa metode mekanis, metode

kimiawi, maupun metode vegetatif.

33

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S., 2010, Konservasi Tanah dan Air, IPB press, Bogor.

Ardiansyah,T., Lubis, K.S, dan Hanum, H., 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Beberapa Penggunaan Lahan di kawasan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang, Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan.

Anita, I. dan Parama, K.D, 2008. Analisa Laju Erosi DAS Beringin Dengan Metode USLE. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB press, Bogor.

Bagja, 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Status Pemenuhan Kebutuhan Kayu Bakar di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: Kasus Desa Galudra dan Sukamulya, Kecamatan Cugeneng, Kabupaten Cianjur. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Brooks, K.N., H.M. Gregersen, A.L. Lundgren, R.M. Quinn, dan D.W. Rose, 1989. Watershed Management Project Planning, Monitoring, and Evaluation, A manual for the ASEAN region.University of Minnesota, St. Paul, Minnesota.

Dunne, T., dan Leopold, L. B., 1978. Water in Environtmental Planning. W.H. Freeman and Company, San Fransisco

Google 2015, Das Krueng Seunagan, viewed maret 2015, available from internet

http://www.leuserfoundation.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=175&Itemid=112

Grigg, N.S., 1996. Water Resources Management. Mc Graw-Hill, New York, 175-198.

34

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1211/1/BAB I -VI.docx · Web viewPenentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang

Hasibuan, R 2010, Pendugaan Erosi Lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Dengan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Heede, B.H.,1975.‘Watershed indicators of landfrom development’, in Proc. Hydrol. Water Resour. In Ariz. And the Southwest,Vol. 5, Ariz. Sect. Am. Water Resour. Assoc.And Hydrol.Sect. Ariz. Acad. Sci., 43-6.. 85. Pp. 261-266.

Hjulstrom, F.,1935. ‘Studies of the morphological activity of rivers as illustrated by the River Fyries’, Bull.Geol.Inst. Univ. Uppsala. 25, 221-527.

Ikhsan, M., 2014. Analisis Sebaran Erosi Lahan dan Upaya Konservasi DAS Dengan Sistem Vetiver (Studi Kasus DAS Krueng Teungku Kecamatan Seulimun Kabupaten Aceh Besar), Tesis, Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Kartasasmita M. 2001. Prospek dan peluang industry pengindraan jauh di Indonesia. Jakarta, LIPSI.

McIntyre, D.S.,1958.Soil splash and the formation of surface crush by raindrop impact. J. Soil Sci. 85. Pp. 261-266

Renard, K.G.,Foster, G.R., Lane, L.J., and Laften, J.M., 1996. Soil loss estimation:in Soil Erosion, Conservation, and Rehabilitation.Menachen Agassi, (cd). Marcel Dekker, Inc. New York. Pp. 169-202.

Suripin., 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, ANDI, Yogyakarta.

Seyhan, E. 1977.Dasar-Dasar Hidrologi.Gajah Mada University. Yogyakarta.

Utomo. 1989. Mencegah Erosi, Swadaya. Jakarta.

35