i. judul terobosan pengembangan teknologi panas bumi · pdf filesumur-sumur minyak dan gas....
TRANSCRIPT
1
I. JUDUL Terobosan Pengembangan Teknologi Panas Bumi Indonesia
II. NAMA PENULIS Irfan Hariz dan Samuel Zulkhifly, Departemen Teknik Perminyakan Institut
Teknologi Bandung.
III. ABSTRAK
Teknologi pemboran sumur-sumur panas bumi banyak mengadopsi
teknologi pemboran sumur-sumur minyak dan gas (Falcone dan Teodoriu, 2008).
Kebanyakan sumur-sumur geothermal didesain mengikuti pola dan prinsip
sumur-sumur minyak dan gas. Sumur-sumur panas bumi biasanya dibor dengan
diameter lebih besar, lebih dalam dan ditujukan untuk waktu produksi lebih
panjang daripada sumur minyak dan gas.
Meskipun dalam beberapa hal reservoir panas bumi tampak serupa
dengan reservoir minyak, namun kenyataannya terdapat cukup banyak perbedaan
antara kedua sistem tersebut yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan
sumur panas bumi. Hal ini menyebabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di
dunia panas bumi tidak seluruhnya sama dengan yang dilakukan di sektor minyak
dan gas. Maka dari itu, dibutuhkan analisis mengenai perbedaan antara
sumurpanas bumi dan sumur minyak/gas. Tantangan utama dari pemboran
sumur panas bumi adalah berhubungan dengan batuan beku dan metamorf yang
dihadapi yang tidak dihadapi di sumur minyak/gas, temperatur tinggi (gradient
temperatur sumur minyak/gas sekitar 5oF/100 ft sedangkan gradient temperatur
sumur panas bumi berkisar antara 12o-13
oF/100 ft), dan kebanyakan sumur yang
tekanannya telah turun (Ullah and Bukhari, 2008).
Penelitian dalam makalah ini membahas tentang fluida pemboran, casing,
pipa pemboran yang umum digunakan dalam pemboran panas bumi. Sebelumnya,
akan dibahas mengenai karakteristik lapangan panas bumi yang penting untuk
mendefinisikan perbedaan utama dengan sumur minyak/gas. Desain casing
menjadi topik pembahasan utama karena banyak kegagalan casing pada sumur
panas bumi.
Keywords: Pemboran Panas Bumi, Teknologi Panas Bumi, Panas Bumi di
Indonesia.
ABSTRACT
Drilling technology in geothermal fields adopts from oil and gas drilling
technology. Most geothermal wells are designed following the same principles as
those used in oil and gas industry. Some simple comparisons between wells used
2
for geothermal applications with those for oil or gas production shows that the
former need to be larger bore, deeper and be in operation for longer time.
Although geothermal reservoir and oil/gas reservoir are similar, but the
facts show that there are several differences that could not be ignored. When
drilling procedures in oil/gas fields are applied to geothermal fields, those
differences give bad significant impact to geothermal drilling if they are done
without consider them. Therefore, it is necessary to define the main differences
between geothermal fields and oil/gas fields, and then consider those to make
better geothermal drilling design. The main challenges associated with drilling
geothermal wells are related mostly to hardness of igneous and metamorphic
rocks being drilled that are not commonly found in oil/gas well drilling, the
unusually high temperature of the formation (average temperature gradient for a
oil/gas well ia 5oF/100 ft and 12
o - 13
o F/100 ft or could be more for geothermal
well) and the typically under-pressured strata (Ullah and Bukhari, 2008).
This paper summaries the drilling fluid, cement, casing, drillstring, that
commonly used in geothermal drilling. Formerly, defining main characteristics of
geothermal field also important to define those differences, and make a different
design to geothermal drilling in order to minimize bad impacts, such as casing
failure, cement failure, drilling fluid failure and etc, caused by high temperature.
Casing design will be more discussed due to many casing failure problem in
geothermal industry as oil/gas principal`. The last, geothermal drilling in some
countries will be updated in this paper, in order to gives us some update news and
suggestion to our geothermal industry.
Keywords: Geothermal Drilling, Geothermal Technology, Geothermal in
Indonesia.
IV. PENDAHULUAN
Sistem panas bumi dihasilkan melalui perpindahan panas di bawah
permukaan oleh konduksi atau konveksi. Konduksi terjadi melalui batuan,
sedangkan konveksi disebabkan oleh kontak antara air dan sumber panas. Air
panas yang kontak dengan sumber panas akan lebih ringan dan bergerak ke atas,
mendorong air yang lebih dingin. Selain suhu tinggi, karakteristik lain dari
lapangan panas bumi adalah adanya fracture atau rekahan, yang menyebabkan
masalah hilangnya sirkulasi saat pemboran. Jenis batuan yang sering dijumpai di
sumur panas bumi ini adalah batuan beku. Batuan yang keras ini akan
mempengaruhi bit dan tingkat penetrasi pemboran. Fluida reservoir panas bumi
biasanya adalah uap atau air panas, berbeda dengan minyak atau gas reservoir.
Biasanya di panas bumi, terdapat manifestasi panas bumi di permukaan, seperti
mata air panas, danau panas, mata air panas, dll.
Gradien temperatur rata-rata reservoir minyak dan gas sekitar 3 oC/100 m,
sedangkan reservoir panas bumi, gradien bisa lebih dari itu, mencapai 10 oC/100
m atau bisa sampai sepuluh kali gradien suhu reservoir minyak dan gas. Di Eropa,
kedalaman 4-5 km akan mencapai suhu 200-300 oC, di Amerika Serikat 300-
3
400oC dan lebih dari 500
oC di Jepang (Teodoriu et al., 2009.). Saat ini,
pengembangan panas bumi semakin meningkat sejak 1970-an. Teknologi
pemboran panas bumi ini diadopsi dari teknologi pada kondisi tekanan tinggi suhu
tinggi pada pengeboran minyak dan gas. Perbedaan utama, yaitu suhu, fluida
produksi, dan jenis batu, membawa beberapa modifikasi desain dalam fluida
pengeboran, drillstring, casing, semen dan alat-alat pengeboran. (Falcone dan
Teodoriu, 2008).
Indonesia dikenal sebagai "cincin api" karena kehadiran lebih dari 200
gunung berapi di sepanjang Sumatera, Jawa, Bali dan timur Indonesia.
Berdasarkan data Badan Geologi Nasional Indonesia (NGAI), potensi panas bumi
di Indonesia sekitar 27.000 MW (setara dengan 13 miliar minyak, yang
merupakan terbesar di dunia. Ada 256 daerah potensial panas bumi, 84 lokasi
terletak di Sumatera, 76 lokasi terletak di Jawa, 51 lokasi terletak di Sulawesi, 21
lokasi terletak di Nusa Tenggara, 3 lokasi terletak di Papua, 15 lokasi terletak di
Maluku, dan 5 lokasi terletak di Kalimantan. Saat ini, ada 7 wilayah kerja panas
bumi telah dikembangkan dengan total kapasitas 1.196 MW, yang berada di
Darajat (260 MW), Dieng (60 MW), Kamojang (200 MW), Gunung Salak (377
MW), Sibayak (12 MW), Lahendong (60 MW), dan Wayang Windu (227 MW)
Antara tahun 1974. - 2009, 430 sumur telah dibor (Darma et al., 2010)
Biaya pengeboran sumur panas bumi berkisar antara 2-5 kali lebih tinggi
daripada sumur gas/minyak dengan kedalaman yang sama.. Faktor utama yang
mempengaruhi biaya pemboran kedalaman, diameter, casing desain dan
karakteristik lokasi (Agustinus et al., 2010).
V. TUJUAN
Secara umum, teknologi pemboran sumur panas bumi di Indonesia masih
meniru negara lain di dunia. Indonesia masih belum mampu menciptakan
teknologi terkait pengembangan panas bumi. Dalam makalah ini, dibahas
mengenai teknologi pengembangan panas bumi di dunia, dengan harapan
Indonesia mampu meneliti dan mengembangkan teknologinya sendiri.
Gambar 1. Impor teknologi panas bumi Indonesia
4
Gambar 2. Ekxpor teknologi panas bumi Indonesia
Gambar 3. Ranking negara importir teknologi panas bumi dunia
1. Menganalisis potensi energi panas bumi di Indonesia. 2. Menganalisis proses dan teknologi pemboran panas bumi di beberapa
negara Eropa, Amerika dan Asia.
3. Melakukan penelitian dan studi literatur serta kuliah-kuliah yang telah dilakukan tentang pemboran panas bumi.
4. Memberikan rekomendasi pada pembaca dan Pemerintah terkait pengembangan panas bumi di Indonesia.
5
VI. METODE
1. Studi literatur melalui jurnal, bahan kuliah, data ESDM dan data Industri. 2. Wawancara dengan Dosen dan Mahasiswa Magister program studi teknik
panas bumi Institut Teknologi Bandung.
3. Wawancara dengan ahli dari perusahan panas bumi di Indonesia.
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN
VII.1. FLUIDA PEMBORAN
Fungsi fluida pemboran yang utama adalah untuk mengangkat cutting
(serpihan pemboran) yang dihasilkan selama proses pemboran ke permukaan dan
mengimbangi tekanan formasi, sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan
gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada sumur geothermal biasanya
adalah air, polymer, water based bentonitic (atau selain bentonite) mud, aerated
water, dan stiff foam. Reservoir geothermal umumnya terdapat pada daerah
vulkanik, dimana batuan yang sering ditemukan adalah batuan beku, granit, dan
terdapat pula batuan sedimen. Sering pula terdapat patahan lokal dan regional
pada reservoir geothermal yang mengakibatkan permeabilitasnya besar sehingga
seringkali menimbulkan fenomena kehilangan sirkulasi (lost circulation) saat
proses pemboran.
Dalam pemboran panas bumi, fluida pemboran menjadi salah satu kunci
sukses keberhasilan (Sakuma dan Uchida, 1997). Untuk itu, fluida pemboran
geothermal harus mampu untuk mengo