i i stn srt innsi - core.ac.uk · makalah ilmiah (review paper) maupun laporan kasus (case report)...

12

Upload: phamkien

Post on 25-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MKMIMEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

The Indonesia Journal of Public Health

SekretariatRedaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat IndonesiaSaudari Husni dan Syamsiah d.a Ruang Jurnal FKM Lt.1 Ruang K108 Kampus Unhas - Tamalanrea 90245Telp (0411) 586 658, Fax (0411) 586013, E-mail : [email protected]

Volume 11, Nomor 2, Juni 2015 ISSN 0216-2482

Media Kesehatan Masyarakat Indonesia adalah publikasi ilmiah yang menerima setiap tulisan ilmiah dibidang kesehatan, baik laporan penelitian (original articel research paper),

makalah ilmiah (review paper) maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris.

Penanggung JawabProf. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes (Dekan FKM UNHAS)

Pemimpin RedaksiDr. Ida Leida M. Thaha, SKM, M.KM, MSc.PH

Wakil Pemimpin RedaksiIndra Dwinata, SKM, MPH

Redaksi PelaksanaAndi Ummu Salmah, SKM, MSc

Jumriani Ansar, SKM, M.KesSudirman Natsir, S.Ked, MWH, Ph.D

Balqis, SKM, M.Kes, MSc.PHdr. Masyitha Muis, MS

Syamsuar Manyullei, SKM, M.Kes, MSc.PHIrwandi Kapalawi, SKM, MSc.PH, MARS

Abdul Salam, SKM, M.Kes

SekretariatHusni, SKM

Muh. Asdar, SKM, M.KesAshari, SKM, M.Kes

SirkulasiSyamsiah, S.E

Drs. Syamsu Alam

Tata UsahaAndi Selvi Yusnitasari, SKM, M.Kes

Usman, SKM, M.KesHaslindah, SKM

Ade Kartika Sari, SKM

PenerbitJurnal ini diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 4 kali setahun (Maret, Juni, September, Desember). Surat menyurat menyangkut naskah, langganan dan sebagainya dapat dialamatkan ke :

MKMIMEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

The Indonesia Journal of Public Health

Volume 11, Nomor 2, Juni 2015 ISSN 0216-2482

DAFTAR ISI

Perilaku Merokok Pegawai Pasca Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kantor Walikota MakassarIsmariani, Indra Fajarwati, Suriah

Aspek Sosial Budaya pada Konsumsi Minuman Beralkohol (Tuak) di Kabupaten Toraja UtaraShanti Rsikiyani, Miftahul Jannah, Arsyad Rahman

Komorbiditas Diabetes Mellitus terhadap Manifestasi Klinik dan Kualitas Hidup pada Penderita Tuberkulosis Paru di Kota MakassarAndi Selvi Yusnitasari, Ida Leida M. Thaha, Muh. Syafar

Tindakan Bidan terhadap Kebijakan Menyusui di Kota Bogor Nining Tyas Triatmaja, Rizal Damanik, Ikeu Ekayanti

Status Gizi dan Riwayat Komplikasi Persalinan sebagai Determinan Kejadian Komplikasi Persalinan di Kab. MamujuKasminawati, Buraerah H. Abd. Hakim, Andi Mardiah Tahir

Kajian Budaya Remaja Pelaku Pernikahan Dini di Kota Banjarbaru Kalimantan SelatanFauzi Rahman, Meitria Syahadatina, Rakhmy Aprillisya, Heppy Dwiyana Afika

Perilaku Merokok sebagai Modifikasi Efek terhadap Kejadian DM Tipe 2Ainurafiq IZ, Eko Jahir Maindi

Autocidal Ovitrap Atraktan Rendaman Jerami sebagai Alternatif Pengendalian Vektor DBDIndra Dwinata, Tri Baskoro, Citra Indriani

Peningkatan Pengetahuan Komprehensif HIV dan AIDS melalui Peer GroupBs. Titi Haerana, Salfiantini, M. Ridwan

69-75

76-85

86-91

92-98

99-107

108-117

118-124

125-131

132-138

125

JURNAL MKMI, Juni 2015, hal 125-131

AUTOCIDAL OVITRAP ATRAKTAN RENDAMAN JERAMI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN VEKTOR DBD

Autocidal Ovitrap Hay Infusion as Alternative Vector Control DHF

Indra Dwinata1, Tri Baskoro2, Citra Indriani3

1Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin2Pusat KedokteranTropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

3Epidemiologi Lapangan (FETP) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada([email protected])

ABSTRAKKabupaten Gunungkidul adalah daerah endemis DBD di Provinsi Yogyakarta. Salah satu alternatif dalam

pengendalian vektor DBD adalah dengan memasang autocidal ovitrap dengan menambahkan zat atraktan berupa air rendaman jerami. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemasangan autocidal ovitrap dengan atrak-tan air rendaman jerami terhadap jumlah nyamuk Aedes yang terperangkap dan index kepadatan larva. Design penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan crossover design. Dilakukan di tiga daerah endemis DBD. Jumlah rumah 55-65 setiap daerah. Intervensi, yaitu penggunaan autocidal ovitrap atraktan air rendaman jerami dan autocidal ovitrap air biasa dan satu daerah kontrol tanpa penggunaan autocidal ovitrap. Intervensi berlangsung selama 10 minggu. Variabel independen adalah pemasangan autocidal ovitrap dan variabel dependen jumlah nyamuk Aedes yang terperangkap dan index kepadatan larva. Analisis data menggunakan t-test dan ANO-VA. Hasilnya terdapat perbedaan rerata jumlah nyamuk yang terperangkap berdasarkan jenis autocidal ovitrap (p<0,05). Rerata nyamuk yang terperangkap di luar rumah lebih besar dibandingkan di dalam rumah (p<0,05). Ti-dak terdapat perbedaan index kepadatan larva antara kelompok perlakuan selama intervensi berlangsung (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah rerata nyamuk yang terperangkap lebih banyak pada autocidal ovitrap atraktan, nyamuk yang terperangkap lebih banyak ditemukan di luar rumah, tetapi tidak terdapat perbedaan index kepa-datan larva antara kelompok perlakuan selama intervensi berlangsung. Kata kunci : Aedes, autocidal ovitrap, atraktan jerami

ABSTRACTDistrict of Gunungkidul is a DHF endemic area at the Province of Yogyakarta. An alternative to control

DHF vector is using autocidal ovitrap with hay infusion attractant. The study aims to identify effect of implement-ing autocidal ovitrap using hay infusion attractant to the number of trapped mosquitoes and larva density. The study design was a quasi experiment with crossover design. This study was conducted in three endemic areas.There are 55-65 houses in each area. Intervention area using autocidal ovitrap with attractant hay infusion and autocidal ovitrap with water. Control area without used autocidal ovitrap. Intervention was conducted within 10 weeks. Independent variable is installation autocidal ovitrap and Dependent variable is the number of trapped mosquitoes and larva density. Analysis of data using t-test and ANOVA test. The result is There was difference in average number of trapped mosquitoes based on type of autocidal ovitrap (p<0,05). Average number of mos-quitoes trapped outside the house was higher than inside the house (p<0,05). There was no difference in index of larva density between experiment groups during intervention (p>0,05). The conclusion average number of trapped mosquitoes was higher in attractant autocidal ovitrap; more trapped mosquitoes were found outside the house but there was no difference in index of larva density between experiment groups during intervention.Keywords : Aedes, autocidal ovitrap, hay infusion

126

Indra Dwinata : Autocidal Ovitrap dengan Atraktan Rendaman Jerami Alternatif Pengendalian Vektor DBD di Kab. Gunungkidul

PENDAHULUANDemam Berdarah Dengue (DBD) meru-

pakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah dunia secara global. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam 50 tahun terakhir insidensi penyakit DBD telah meningkat 30 kali lipat. Terdapat 2,5 milyar orang di dunia berisiko menderita DBD, 50 juta orang terinfeksi setiap tahunnya dengan 500.000 kasus DBD dan 22.000 kejadian kematian akibat DBD, kejadian ini ter-utama di kalangan anak-anak.1 Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di Indonesia pada tahun 1968 sampai dengan sekarang penyakit ini belum mampu dikendalikan. Insidensi DBD meningkat dari tahun ke tahun.2

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Yogyakarta yang merupa-kan daerah endemis DBD. Berdasarkan laporan seksi Pengedalian Penyakit Kabupaten Gunung-kidul kasus DBD tiga tahun terakhir mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Wilayah yang memiliki jumlah kasus DBD tertinggi pada tahun 2010 dan 2011 adalah Kecamatan Wonosari dan Playen. Angka House Index (HI) di dua keca-matan tersebut masih cukup tinggi, yaitu berkisar 40-55% di setiap desa.3

Alternatif dalam pengelolaan lingkungan dalam upaya kegiatan pencegahan penyakit DBD selain PSN adalah dengan memasang suatu alat yang disebut oviposition trap (ovitrap).4,5,6 Cara ini terbukti berhasil menurunkan densitas vek-tor di Singapura dengan memasang 2.000 ovitrap di daerah endemis DBD.4 Salah satu modifikasi ovitrap, yaitu dengan model autocidal ovitrap dan menambahkan zat atraktan tertentu, hal ini terbukti meningkatkan jumlah telur yang terpe-rangkap.7

Penggunaan atraktan dari beberapa studi memperlihatkan prospek yang cukup baik dalam memantau dan menurunkan kepadatan vektor DBD.8,9 Atraktan dapat berasal dari kandungan tanaman yang mudah ditemukan di sekitar ma-syarakat atau bahan lain yang mempunyai aroma yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur. Salah satu atraktan yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur adalah atraktan air rendaman jerami. Polson et al menggunakan atraktan air renda-man jerami dan membuktikan jumlah telur yang terperangkap delapan kali lipat dibandingkan

ovitrap standar.8 Hal serupa juga dilakukan oleh Santos et al dengan menggunakan air rendaman jerami 10% dan dikombinasikan dengan Bacillus thuringiensis var israelensis (Bti) terbukti jumlah telur yang terperangkap lebih banyak.10

Penggunaan autocidal ovitrap akan di-modifikasi dengan menambahkan zat atraktan berupa air rendaman jerami yang bahan bakunya mudah didapatkan oleh masyarakat Kabupaten Gunungkidul khususnya di Kecamatan Wonosari dan Playen yang memiliki daerah persawahan. Penggunaan jerami sebagai bahan baku atrak-tan dinilai tepat pada daerah persawahan, karena ketersediaan bahan bakunya di masyarakat, se-hingga masyarakat bisa memperolehnya dengan mudah dan tidak mengeluarkan biaya, dengan menggunakan bahan lokal yang dikombinasikan dengan autocidal ovitrap diharapkan mampu menarik nyamuk untuk bertelur dan menangkap telur nyamuk lebih banyak sehingga mengurangi kepadatan vektor DBD di Kabupaten Gunung-kidul dan pada akhirnya risiko penularan DBD di masyarakat dapat dikendalikan. Untuk itu tujuan penelitian ini ingin membuktikan efek pemasa-ngan autocidal ovitrap dengan atraktan air ren-daman jerami terhadap jumlah nyamuk yang ter-perangkap dan penurunan angka kepadatan larva (HI, CI dan BI) khususnya pada daerah-daerah endemis.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan jenis penelitian

quasi experimental dengan rancangan cross-over design. Intervensi dilakukan untuk tinda-kan pencegahan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah 3 perlakuan di 3 lokasi yang berbeda. Alo-kasi perlakuan ditentukan secara acak sederhana. Metode pendekatan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Lokasi penelitian dilaksanakan di tiga tem-pat, yaitu (1) Dusun Ledoksari Desa kepek Kec.Wonosari, (2) Dusun Banaran lima Desa Banaran Kec. Playen dan (3) Dusun Sumberrejo Desa Ngawu Kec. Playen. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria lokasi penelitian yaitu termasuk daerah endemis, se-bagai bukti adanya aktivitas nyamuk Aedes sp, House Index tinggi berkisar 45-55%. Terdapat kasus baru DBD 3 bulan sebelum penelitian. Me-

127

JURNAL MKMI, Juni 2015, hal 125-131

Gambar 1. Rancangan Penelitian

Keterangan :X1 = Perlakuan dengan aoutocidal ovitrap atraktan jerami

(10%)X2 = Perlakuan dengan aoutocidal ovitrap air biasaX0 = Kelompok kontrol (tanpa autocidal ovitrap)O1,2,3,4,5,6= Observasi (post-test)

miliki karakteristik lingkungan pemukiman yang setara berdasarkan hasil perhitungan Maya index (MI) sebelum intervensi.11

Jumlah unit rumah yang diobservasi di se-tiap dusun masing-masing, Dusun Ledoksari 55 rumah, Dusun Banaran lima 63 rumah dan Du-sun Sumberrejo 55 rumah. Penelitian ini dilak-sanakan selama ±3 bulan dengan pemantauan in-dikator dan variabel penelitian setiap minggunya. Variabel bebas adalah pemasangan autocidal ovi-trap dan variabel terikat adalah jumlah nyamuk Aedes sp yang terperangkap dan index kepadatan larva (HI,CI, BI).

Analisis data dilakukan secara univaria-bel dan bivariabel. Analisis univaribel dilakukan untuk memberi gambaran distribusi/frekuensi dari data hasil pengukuran variabel yang diteliti. Penyajian data dalam bentuk tabel, grafik dan narasi. Analisis bivariabel dilakukan dengan uji beda (t-test) pada dua kelompok perlakuan. dan menggunakan uji analisis varians (ANOVA) un-tuk menguji rancangan lebih dari dua kelompok. Analisis data menggunakan program stata.12

Tahap intervensi dilakukan pemasangan autocidal ovitrap disetiap rumah yang menjadi lokasi penelitian. Autocidal ovitrap dipasang se-banyak 2 buah, yaitu di dalam dan di luar rumah. Penelitian ini dibagi dalam 2 tahapan. Tahap pertama daerah perlakuan A (Dusun Ledoksari) menggunakan autocidal ovitrap dengan atraktan air rendaman jerami, sedangkan daerah perlakuan B (Dusun Banaran lima) menggunakan autocidal

ovitrap dengan air biasa. Tahap pertama ini di-lakukan pengamatan selama 5 minggu untuk me-lihat perbedaan jumlah nyamuk yang terperang-kap. Kemudian pada minggu ke-6 dilakukan fase washout, fase ini merupakan fase antara sebelum membalik perlakuan/intervensi yang diberikan antara lokasi. Pada fase ini dilakukan abatisasi. Fase kemudian dilanjutkan tahap kedua dengan membalik perlakuan.

Tahap kedua daerah B menggunakan auto-cidal ovitrap dengan atraktan air rendaman jera-mi, sedangkan daerah A menggunakan autocidal ovitrap dengan air biasa. Selama intervensi ber-langsung daerah C (Dusun Sumberrejo) ditetakan sebagai daerah kontrol (tanpa pemasangan auto-cidal ovitrap) hanya dilakukan survei jentik se-tiap minggunya untuk memperoleh indikator HI, CI dan BI.

HASILGrafik jumlah nyamuk yang terperangkap

menunjukkan bahwa rerata jumlah nyamuk yang terperangkap 5 minggu pertama lebih banyak pada kelompok intervensi autocidal ovitrap atrak-tan. Hasil ini terlihat pada semua periode pen-gamatan. Begitupula yang terjadi pada 5 ming- gu kedua yang hasilnya rerata jumlah nyamuk yang terperangkap lebih banyak pada kelompok intervensi autocidal ovitrap dengan atraktan. Ha-sil ini terlihat mulai minggu ke-9 sampai inter-vensi berakhir pada minggu ke-11 (Gambar 1).

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa re-rata jumlah nyamuk Aedes sp yang terperangkap menggunakan autocidal ovitrap atraktan renda-man jerami lebih besar dibandingkan rerata jum-lah nyamuk nyamuk yang terperangkap menggu-nakan autocidal ovitrapair biasa (p<0,005). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa rerata jumlah nyamuk yang terperangkap autocidal ovitrap yang diletakkan diluar lebih banyak dibanding-kan dengan autocidal ovitrap yang diletakkan di dalam (p<0,005). Hasil ini terjadi baik di daerah A maupun daerah B (Tabel 1).

Hasil pengukuran indikator kepadatan nyamuk selama intervensi yang terdiri dari house index (HI), container index (CI), dan breteau in-dex (BI) menunjukkan bahwa, pada 5 minggu I intervensi, HI dan BI pada kelompok perlakuan autocidal ovitrap atraktan lebih rendah diban-

128

Indra Dwinata : Autocidal Ovitrap dengan Atraktan Rendaman Jerami Alternatif Pengendalian Vektor DBD di Kab. Gunungkidul

dingkan kelompok perlakuan autocidal ovitrap air biasa dan kelompok kontrol. Pada 5 minggu II intervensi HI, CI dan BI pada kelompok per-lakuan autocidal ovitrap atraktan lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan autocidal ovi-trap air biasa dan kelompok kontrol.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata indikator kepadatan nyamuk (HI,CI, BI) di dae-rah yang dipasang autocidal ovitrap atraktan le-bih rendah dibandingkan dengan rerata di daerah yang tidak dipasang autocidal ovitrap. Namun, secara statistik tidak terdapat perbedaan rerata index kepadatan larva, yaitu HI, CI dan BI pada 5 minggu pertama (p<0,05). Begitupula yang ter-jadi pada minggu kedua, tidak terdapat perbedaan rerata index kepadatan larva yaitu HI, CI dan BI pada masing-masing perlakuan (Tabel 2).

PEMBAHASANPengukuran indikator kepadatan nyamuk

(HI, CI dan BI) dilakukan selama penelitian berlangsung (10 minggu). Pengukuran dilaku-kan untuk melihat perbedaan efek intervensi pada tiga daerah yang menjadi subjek penelitian. Penurunan indikator kepadatan nyamuk terjadi mulai pada minggu pertamaintervensi. Indika-tor kepadatan nyamuk setelah minggu pertama mengalami fluktuatif baik daerah perlakuan A (Ledoksari), daerah perlakuan B (Banaran lima) dan daerah perlakuan C (Sumberrejo).

Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak fak-tor, selain intervensi autocidal ovitrap yang di-

berikan. Penurunan juga disebabkan oleh pen-gendalian vektor yang dilakukan masyarakat di lokasi penelitian seperti 3M, abatisasi, ikanisasi dan pemakaian obat nyamuk. Beberapa peneli-tian sebelumnya mengenai pengendalian vektor dengan keberadaan jentik di rumah menunjukkan hasil bahwa pengendalian vektor terpadu dapat mengurangi kepadatan vektor dan angka breateau index (BI).13,14 Walaupun mengalami penurunan, hasil akhir menunjukkan bahwa HI di semua dae-rah masih berkisar >10% dan BI>5% sehingga risiko penularan DBD masih cukup tinggi.15 Di daerah tersebut, hal ini disebabkan bahwa masih adanya kontainer-kontainer yang berada di ling-kungan sekitar, khususnya kategori dispossible site yang tidak teramati sebagai tempat potensial untuk perkembangbiakan Aedes sp.

Hasil penelitian tahap pertama menunjuk-kan bahwa rerata jumlah nyamuk yang terper-angkap di daerah A yang menggunakan autocidal ovitrap atraktan air rendaman jerami lebih ban-yak dibandingkan daerah B yang menggunakan autocidal ovitrap dengan air biasa. Hal ini terjadi pada semua periode pengamatan selama 5 min-ggu. Meskipun terjadi fluktuasi jumlah nyamuk yang terperangkap setiap minggunya, tetapi rerata tertinggi selalu diperoleh dari autocidal ovitrap-dengan atraktan air rendaman jerami. Pada tahap kedua setelah perlakuan dibalik hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rerata jumlah nyamuk yang terperangkap di daerah B yang menggunak-an autocidal ovitrap atraktan air rendaman jerami

Gambar 1. Distribusi Rerata Jumlah Nyamuk yang Terperangkap Berdasarkan Jenis Autocidal Ovitrap

129

JURNAL MKMI, Juni 2015, hal 125-131

lebih banyak dibandingkan daerah A yang meng-gunakan autocidal ovitrap dengan air biasa.

Jumlah nyamuk yang terperangkap pada autocidal ovitrap atraktan air rendaman jera-mi menunjukkan bahwa atraktan air rendaman jerami memiliki potensi menarik nyamuk betina gravid untuk bertelur pada autocidal ovitrap. Hal ini terjadi karena air rendaman jerami meng- alami proses metobilisme yang menghasilkan zat berupa ammonia dan CO2. Air rendaman jerami mengandung ammonia 3,74 mg/l, CO2 total 23,5 mg/l, asam laktat 18,2 mg/l, octenol 1,6 mg/l dan asam lemak 17,1 mg/l. Zat tersebut mampu me-narik syaraf penciuman nyamuk Aedes sp untuk bertelur di tempat tersebut.16 Dengan meman-faatkan perilaku dan bionomik nyamuk Aedes sp tersebut, maka autocidal ovitrap dengan atraktan air rendaman jerami cukup efektif dalam menu-

runkan populasi nyamuk Aedes sp.Proses oviposisi yang dilakukan nyamuk

dewasa dapat dipisahkan dalam dua fase, yai-tu pra-oviposisi dan oviposisi. Pada fase pra- oviposisi nyamuk dewasa melakukan proses mencari, menemukan dan memilih situs oviposisi sedangkan proses oviposisi melakukan proses peletakan telur pada kontainer.17 Pada fase pra-oviposisi nyamuk Aedes sp menggunakan organ sensoris yang berbeda-beda untuk mengevaluasi tanda-tanda fisika dan kimia lingkungan tempat oviposisi yang baik. Secara umum mata, apor-ous dan sensilla olfactory (kemoreseptor penci-uman) digunakan pada fase mencari, sedangkan aporous, olfactory dan sensilla gustatory (ke-moreseptor kontak/perasa) digunakan dalam fase memutuskan menerima atau menolak tempat ovi-posisi.18

Tabel 1. Analisis Perbedaan Jumlah Nyamuk yang Terperangkap Berdasarkan Jenis Autocidal Ovitrap dan Letak Pemasangan

Jenis autocidal ovitrapJumlah Nyamuk yang Terperangkap

pMin Max Mean SD Jumlah

5 minggu I Atraktan (A) Tanpa atraktan (B)

5 minggu II Atraktan (B) Tanpa atraktan (A)

Letak pemasanganLedoksari (A)

a. Dalamb. Luar

Banaran lima (B)a. Dalamb. Luar

390

00

083

00

1277799

771671

8871136

5181334

549,54229,35

270,17201,24

205,27545,51

162,63371,27

299,92189,86

180,82134,13

165,47296,01

128,56254,68

3022514449

1702111068

1129030003

1024623390

0,000*

0,042*

0,000**

0,000**

Tabel 2. Analisis Perbedaan Index Kepadatan Larva Selama Intervensi Berdasarkan Perlakuan

IndikatorPerlakuan

pAutocidal ovitrap atraktan

Autocidal ovitrap air biasa Kontrol

5 minggu IHouse Index (HI)Container Index (CI)Breteau Index (BI)

5 minggu IIHouse Index (HI)Container Index (CI)Breteau Index (BI)

13,82±4,914,212±1,3517,81±6,08

10,15±1,802,61±0,4613,65±2,40

14,92±6,313,84±1,4321,26±8,51

10,91±1,823,41±0,7614,18±3,25

18,91±3,304,96±1,4025,09±7,20

13,45±3,543,55±0,6717,09±3,30

0,1950,3090,262

0,2820,0660,144

130

Indra Dwinata : Autocidal Ovitrap dengan Atraktan Rendaman Jerami Alternatif Pengendalian Vektor DBD di Kab. Gunungkidul

Pada fase mencari melibatkan tanda visual jarak jauh meliputi sinar matahari, kelembapan, warna, suhu dan bau dari lokasi. Pada fase me-mutuskan melibatkan tanda-tanda visual jarak dekat seperti bau dan penanda rasa seperti kan-dungan volatile yang terdapat di lokasi terse-but atau kandungan kimia airnya. Air rendaman jerami di aoutocidal ovitrap mengeluarkan zat kimia berupa ammonia dan CO2, tanda visual ini diterima oleh reseptor nyamuk sehingga memu-tuskan untuk bertelur pada autocidal ovitrap de- ngan atraktan tersebut. Nyamuk betina gravid juga tertarik ke tempat oviposisi yang mengan-dung larva sejenis yang sehat, tetapi jika larva cacat akan menghasilkan zat yang justru meng-halagi oviposisi nyamuk betina gravid.18

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Cambodia dan Brazil yang menun-jukkan bahwa air rendaman jerami dengan kon-sentrasi 10% menghasilkan telur nyamuk ter-perangkap lebih banyak.8,10 Penelitian uji coba ovitrap di laboratorium juga menunjukkan bahwa atraktan berupa air rendaman jerami lebih baik dibandingkan air bekas kolonisasi.9

Hasil fermentasi atau pembusukan bahan organik dan bakteri merupakan sumber makanan yang baik untuk larva nyamuk. Sehingga bakteri dan hasil metabolismenya dapat bertindak se-bagai atraktan oviposisi.19 Nyamuk betina gra-vid selektif bertelur di tempat yang mengandung senyawa atraktan oviposisi dan zat heneiconane yang berasal dari larva nyamuk.18 Zat disebut atraktan apabila nyamuk betina gravid menun-jukkan gerakan aktif menuju sumbernya untuk meletakkan telur. Sebaliknya jika nyamuk betina gravid aktif bergerak menjauh dari sumbernya maka zat tersebut disebut sebagai repellent/peno-lak oviposisi.17

Secara umum ada tiga jenis sumber atrak-tan yang dapat menarik nyamuk, yaitu aroma inang (host odors), feromon, dan habitat attrac-tants. Aroma inang berasal dari tubuh manusia atau hewan lainnya. Feromon berasal dari telur yang telah diletakkan dan menguap dari ujung tipis kelompok telur selama 48 jam setelah oviposisi. Feromon yang dihasilkan akan me- narik nyamuk betina yang lain untuk meletakkan telurnya pada tempat yang sama, biasanya habitat tersebut kaya akan bahan organik. Habitat attrac-

tans merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari air rendaman bagian tumbuhan atau hewan seperti air rendaman jerami, fermentasi rumput (P, maximum), air rendaman kentang, air renda-man udang dan kerang.20

Penggunaan autocidal ovitrap dan jerami sebagai atraktan pada daerah-daerah pertanian di Kabupaten Gunungkidul dapat dijadikan solusi pengendalian vektor berbasis lokal pada daerah-daerah endemis DBD di Kabupaten Gunungkidul. Penggunaan autocidal ovitrap dengan atraktan bisa dijadikan alternatif tambahan dalam metode pengendalian vektor DBD. Selain sebagai alat pengendali vektor, autocidal ovitrap juga ber-fungsi untuk mengumpulkan data monitoring ke-padatan vektor dan adanya potensi penularan ver-tikal secara transovarial di suatu daerah sehingga program pengendalian vektor terpadu dan deteksi dini penularan bisa dilakukan lebih cepat.

KESIMPULAN DAN SARANHasil penelitian menyimpulkan rerata

nyamuk yang terperangkap pada autocidal ovit-rap dengan atraktan rendaman jerami lebih besar dibandingkan rerata autocidal ovitrap dengan air biasa. Nyamuk Aedes sp yang terperangkap lebih banyak pada autocidal ovitrap yang diletakkan di luar rumah. Ada perbedaan rerata jumlah nyamuk yang terperangkap berdasarkan waktu penga-matan. Namun, tidak terdapat perbedaan rerata indeks kepadatan larva (HI,CI, BI) antara kelom-pok perlakuan selama intervensi berlangsung.

Bagi dinas kesehatan diharapkan dapat membuat program pemberdayaan masyarakat untuk memproduksi autocidal ovitrap di ling-kungannya dan menggunakan jerami yang meru-pakan bahan lokal dan murah sebagai atraktan yang akan digunakan alternatif dalam pengen-dalian vektor DBD dan surveilans vektor di ma-syarakat. Bagi petugas kesehatan dan masyarakat juga lebih memperhatikan pengendalian vektor (PSN) di luar rumah terutama tempat perkem-bangbiakan alamiah yang tidak terkontrol dan TPA berupa barang-barang bekas di lingkungan sekitar rumah. Dinas kesehatan dan masyarakat diharapkan tetap menyosialisasikan dan meng-giatkan kegiatan PSN berupa 3M plus khususnya di daerah endemis.

131

JURNAL MKMI, Juni 2015, hal 125-131

DAFTAR PUSTAKA1. WHO. WHO | Impact of Dengue [Internet].

WHO. 2009 [cited 2011 Dec 18]. Available from: http://www.who.int/csr/disease/den-gue/impact/en/

2. Sutaryo. Dengue. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM; 2004.

3. Dinas Kesehatan Gunungkidul. Laporan Sek-si Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Gunungkidul; 2011.

4. Teng T. New Inisiatives in Dengue Con-trol in Singapore. Dengue Bulletin WHO. 2001;25:1–6.

5. Tokan PK. Efikasi Cypermethrin dengan Metode Lethal Ovitrap terhadap Kematian serta Pengaruhnya pada Daya Tetas Telur dan Fekunditas Nyamuk Aedes aegypti L (Diptera:Culicidae) di Laboratorium. Yogya-karta : Gadjah Mada; 2008.

6. Perich MJ, Kardec A, Braga IA, Portal IF, Burge R, Zeichner BC,. Field Evaluation of a Lethal Ovitrap against Dengue Vectors in Brazil. Med. Vet. Entomol. 2003;17(2):205–10.

7. Sithiprasasna R, Mahapibul P, Noigamol C, Perich MJ, Zeichner BC, Burge B,. Field Evaluation of a Lethal Ovitrap for the Con-trol of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) in Thailand. J. Med. Entomol. 2003;40(4):455–62.

8. Polson KA, Curtis C, Seng CM, Olson JG, Chatha N, Rawlins SC. The Use of Ovitrap Baited with Hay Infusion as a Surveillance Tool for Aedes aegypti Mosquitoes in Cam-bodia. Dengue Bulletin WHO. 2002;26:178–84.

9. Salim M, Satoto TB., Boewono DT. Penga-ruh Antraktan pada Sticky Trap dan Lethal Ovitrap terhadap Nyamuk Aedes aegypti (Diptera:Culicidae) Hasil kolonisasi di Labo-ratorium. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada; 2011.

10. Santos S, Santos MM, Regis L, Albuquerque C. Field Evaluation of Ovitrap with Grass Infusion and Bacillus Thuringiensis Var Is-raelensis to Determine Oviposition Rate of Aedes aegypti. Dengue Bulletin WHO. 2003;27:156–62.

11. Danis-Lozano R, Rodríguez MH, Hernán-dez-Avila M. Gender-related Family Head Schooling and Aedes aegypti Larval Breed-ing Risk in Southern Mexico. Salud Pública de México. 2002;44(3):237–42.

12. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 4th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

13. Chadee DD. Impact of Pre-seasonal Focal Treatment on Population Densities of the Mosquito Aedes aegypti in Trinidad, West Indies: A Preliminary Study. Acta Tropica. 2009;109(3):236–40.

14. Abramides GC, Roiz D, Guitart R, Quintana S, Guerrero I, Giménez N. Effectiveness of a Multiple Intervention Strategy for the Con-trol of the Tiger Mosquito (Aedes albop-ictus) in Spain. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. 2011;105(5):281–8.

15. Danis-Lozano R, Rodríguez MH, Hernán-dez-Avila M. Gender-related Family Head Schooling and Aedes aegypti Larval Breed-ing Risk in Southern Mexico. Salud Pública de México. 2002 Jun;44(3):237–42.

16. Geier M, Bosch OJ, Boeckh J. Ammonia as an Attractive Component of Host Odour for the Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti. Chem. Senses. 1999;24(6):647–53.

17. Bentley MD, Day JF. Chemical Ecology and Behavioral Aspects of Mosquito Ovi-position. Annual Review of Entomology. 1989;34(1):401–21.

18. Foster KL. Fitness Consequences of Ovipo-sition Behaviour in Aedes aegypti [Internet] [Thesis]. Dept. of Biological Sciences - Si-mon Fraser University; 2008 [cited 2012 Jul 16]. Available from: http://summit.sfu.ca/item/9036.

19. Trexler JD, Apperson CS, Gemeno C, Perich MJ, Carlson D, Schal C. Field and Labora-tory Evaluations of Potential Oviposition Attractants for Aedes albopictus (Diptera: Culicidae). J. Am. Mosq. Control Assoc. 2003;19(3):228–34.

20. Luntz AJ. Arthropod Semiochemicals: Mos-quitoes, Midges and Sealice. Biochem Soc Transactions. 2003;31:128–33.

FORMULIR BERLANGGANANJURNAL MKMI

Yang bertandatangan di bawah ini:Nama : ……………………………………………………………………………….Alamat : ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………….Wilayah : 1. Dalam Kota Makassar*lingkari 2. Luar Kota MakassarTelepon : ……………………………………………………………………………….Email : ……………………………………………………………………………….

bersedia untuk menjadi pelanggan Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia (MKMI) dengan biaya berlangganan (pilih salah satu) : Rp. 500.000,- / tahun (Jurnal 4 edisi, Luar Kota Makassar, ongkos kirim) Rp. 400.000,- / tahun (Jurnal 4 edisi, Dalam Kota Makassar)

…………….…………………, 2015

(………………………………………)

Pembayaran ditransfer ke:No. Rek BNI. 0277269148 a.n. Ibu Ida Leida Maria, SKM

Bukti transfer berikut formulir ini dikembalikan ke:SekretariatRedaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat IndonesiaKasman dan Samsiah (085226549077) d.a. Ruang Jurnal FKM Lt.1 Kampus UNHAS – Tamalanrea 90245Telp. (0411) 585 658, Fax (0411) 586 013. E-mail: [email protected]