hubungan modal sosial dengan kemiskinan … · variabel modal sosial adalah variabel partisipasi...

133
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: danghanh

Post on 23-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA,

PANDEGLANG

MUHAMMAD IQBAL HANAFRI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Hubungan

Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang

Jaya, Pandeglang” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Muhammad Iqbal Hanafri

NIM C44103034

ABSTRAK MUHAMMAD IQBAL HANAFRI. Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang. Dibimbing oleh ARIF SATRIA dan YATRI INDAH KUSUMASTUTI. Implementasi program-program pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya pada masyarakat nelayan ternyata masih banyak menuai kegagalan. Perspektif umum penyebab kegagalan adalah karena faktor struktural, dimana ada kesalahan eksternal sehingga menghambat mobilitas vertikal mereka. Sedangkan perspektif lainnya yang sekarang sedang berkembang adalah modal sosial yang merupakan bagian dari faktor kultural. Hal ini lebih mengarah kepada internal dari masyarakat nelayan itu sendiri, yaitu sikap dan sifat mereka yang dapat menghambat pembangunan yang ada, khususnya di Desa Panimbang Jaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik modal sosial, karakteristik kemiskinan/kesejahteraan dan hubungan di antara variabel-variabel modal sosial dengan variabel kemiskinan. Dimana variabel modal sosial dipecah lagi menjadi beberapa variabel yaitu partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial dan sebagainya. Kemudian ke semua variabel dianalisis sehingga diketahui karakteristiknya, serta digunakan korelasi Spearman Rank dan uji z untuk mengetahui variabel apakah yang paling berpengaruh terhadap variabel kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya memiliki karakteristik modal sosial yang cukup baik, yaitu tergolong dalam kategori sedang dan tinggi. Kecuali, pada variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas dan variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas rata-rata berada pada kategori rendah dan sedang. Sedangkan karakteristik pada variabel kemiskinan menunjukkan bahwa kondisi rata-rata kesejahteraan masyarakatnya berada pada kategori sedang. Kemudian hasil korelasi yang ada menjelaskan bahwa korelasi yang signifikan dari sekian variabel modal sosial adalah variabel partisipasi dan keanggotan kelompok di luar komunitas terhadap variabel kemiskinan. Koefisien korelasi yang ada sebesar 0,434 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan partisipasi nelayan khususnya terhadap keikutsertaannya terhadap asosiasi dan organisasi yang ada khususnya yang mempunyai potensi jaringan ke luar, dengan demikian akses yang ada diharapkan menjadi lebih meningkat dan nantinya berdampak pula pada peningkatan tingkat kesejahteraan rata-rata mereka (kemiskinan berkurang).

© Hak Cipta milik Muhammad Iqbal Hanafri, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA,

PANDEGLANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MUHAMMAD IQBAL HANAFRI

C44103034

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

SKRIPSI

Judul Skripsi : Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang

Nama Mahasiswa : Muhammad Iqbal Hanafri

Nomor Pokok : C44103034

Departemen : Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si. NIP. 132 164 113 NIP. 131 956 692

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus : 23 Januari 2009

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang Maha Perkasa, Maha Mulia lagi

Maha Pengampun. Dia-lah yang menggantikan siang dengan malam sebagai

pengingat bagi orang-orang yang mau berfikir dan memiliki mata hati. Dia-lah

Allah, yang menjadikan manusia mau bersikap zuhud, mengisi waktunya dengan

ibadah, zikir dan merenungkan segala ciptaan-Nya.

Alhamdulillah, skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang

berjudul “Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan

di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang”, sebagai tugas akhir dalam

menyelesaikan pendidikannya pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dengan selesainya skripsi ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

sedalam-dalamnya kepada Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., selaku ketua dosen

pembimbing skripsi atas segala arahannya kepada penulis, Ir. Yatri Indah

Kusumastuti, M.Si., komisi pembimbing skripsi yang juga selalu memberi

masukan yang bernilai dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si., pembimbing

akademik yang memberikan masukan dan semangat kepada penulis, serta kepada

semua dosen SEI dan rekan-rekan Sosial Ekonomi Perikanan khususnya angkatan

40 dan 41 atas masukan plus bantuannya.

Hanya kepada Allah saya berserah diri dan menyerahkan segala urusan.

Cukuplah Allah sebagai tempat berserah diri karena Dia sebaik-baik tempat

berserah diri. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang

Maha Mulia dan Maha Bijaksana.

Bogor, Januari 2009

Muhammad Iqbal Hanafri

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 18 April 1985 dari Ayah Harun

Handono dan Ibu Afrida Susiawati. Penulis adalah anak pertama dari tiga

bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Budi Luhur dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis

memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan,

Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah

Ekologi Perairan pada tahun ajaran 2005/2006, serta mata kuliah Pendidikan

Agama Islam pada tahun ajaran 2005/2006. Kegiatan organisasi yang diikuti

semasa kuliah adalah sebagai Staff Departemen PSDM Forum Keluarga Muslim

FPIK-IPB (FKM-C) periode 2003/2004, Sekretaris Umum FKM-C periode

2004/2005, Staff Marketing Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan-

Kelautan (HIMASEPA) periode 2004/2005, Ketua Departemen PSDM

HIMASEPA periode 2005/2006 dan Staff Departemen Kebijakan Nasional Badan

Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode

2005/2006. Pada tahun 2006 penulis menjadi finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa

Tingkat Nasional ke 19 (PIMNAS XIX) di Universitas Muhammadiyah Malang

dengan judul ”Pembuatan Prototipe Alat Pengering Rumput Laut Berbasis Tenaga

Surya Hybrid Sistem Portable”.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5 1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 1.5.1. Manfaat Praktis .................................................................... 7 1.5.2. Manfaat Teoritis .................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 2.1. Pengertian Modal Sosial ................................................................ 8 2.1.1. Unsur-unsur Pokok Modal Sosial ......................................... 12

2.1.1.1. Partisipasi dalam Suatu Jaringan ............................ 12 2.1.1.2. Resiprocity ........................................................... 12

2.1.1.3. Trust ...................................................................... 13 2.1.1.4. Norma Sosial ......................................................... 13 2.1.1.5. Nilai-nilai .............................................................. 13 2.1.1.6. Tindakan yang Proaktif .......................................... 14

2.1.2. Sumber-sumber Modal Sosial ............................................. 14 2.1.2.1. Value Introjection .................................................. 14 2.1.2.2. The Dinamic of Group Affiliation .......................... 15 2.1.2.3. Bounded Solidarity ................................................ 15 2.1.2.4. Enforceable Trust .................................................. 15

2.1.3. Tipologi Modal Sosial ........................................................ 15 2.1.3.1. Modal Sosial Terikat .............................................. 15 2.1.3.2. Modal Sosial yang Menjembatani ........................... 16 2.1.3.3. Modal Sosial yang Berhubungan ............................ 17

2.2. Kemiskinan Nelayan ..................................................................... 17 2.2.1. Ukuran Kemiskinan ............................................................. 19 2.2.2. Kemiskinan Kultural dan Struktural ..................................... 21 2.3. Masyarakat Nelayan ...................................................................... 22 2.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 24

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ............................................... 25

IV. METODOLOGI .................................................................................. 27

4.1. Metode Penelitian .......................................................................... 27 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 28

4.3. Populasi dan Sampel ..................................................................... 28 4.3.1. Populasi ............................................................................... 28 4.3.2. Sampel ................................................................................. 28

4.4. Instrumen Penelitian ...................................................................... 29 4.4.1. Variabel Modal Sosial .......................................................... 29 4.4.2. Variabel Kemiskinan ........................................................... 32

4.5. Analisis Data ................................................................................. 34 4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 38 4.7. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 38 4.8. Definisi Operasional ...................................................................... 39

V. HASIL ................................................................................................... 41 5.1. Keadaan Geografis ........................................................................ 41 5.2. Demografi ..................................................................................... 42 5.2.1. Jumlah Penduduk ................................................................. 42 5.2.2. Mata Pencaharian ................................................................ 43 5.2.3. Agama dan Kepercayaan ..................................................... 44 5.2.4. Pendidikan ........................................................................... 45 5.3. Potensi Perikanan .......................................................................... 46

VI. PEMBAHASAN ................................................................................. 47 6.1. Karakteristik Modal Sosial Nelayan .............................................. 47 6.1.1. Tingkat/level Variabel Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas ................................................................ 48 6.1.2. Tingkat/level Variabel Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial ......................................................... 50 6.1.3. Tingkat/level Variabel Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman .......................................................................... 53 6.1.4. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas ........................................................................... 57 6.1.5. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga ....................................................................... 60 6.1.6. Tingkat/level Variabel Toleransi dan Kebhinekaan .............. 63 6.1.7. Tingkat/level Variabel Nilai Hidup dan Kehidupan .............. 64 6.1.8. Tingkat/level Variabel Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas ........................................................................... 67 6.1.9. Tingkat/level Variabel Partispasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas ............................................................... 69 6.2. Karakteristik Kemiskinan Nelayan ................................................ 72 6.3. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan ................................................................................... 79

VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 87 7.1. Kesimpulan ................................................................................... 87 7.2. Saran ............................................................................................. 89

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 90

LAMPIRAN ............................................................................................... 92

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kontinum Modal Sosial ........................................................................... 11

2. Social Capital : Bonding and Bridging .................................................... 16

3. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan ............................................ 20

4. Indikator Modal Sosial ............................................................................ 29

5. Indikator Kesejahteraan ........................................................................... 33

6. Peubah-peubah yang Digunakan dalam Korelasi Antara Variabel- Modal Sosial Terhadap Kemiskinan ........................................................ 37

7. Luas Desa Binaan Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ........................... 41

8. Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk, Tahun 2008 .................. 42

9. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ....... 43

10. Komposisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panimbang, Tahun 2008 .. .......................................................................................... 44

11. Institusi Pendidikan Formal di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ....... 45

12. Data Produksi Budidaya Laut dan Penangkapan, Kabupaten Pandeglang .. .......................................................................................... 46

13. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas .......................................................................................... 48

14. Rekapitulasi Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial ...................................................................................... 50

15. Rekapitulasi Tingkat Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman ...... 54

16. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas ............... 58

17. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga .......................................................................................... 61

18. Rekapitulasi Tingkat Toleransi dan Kebhinekaan ................................... 63

19. Rekapitulasi Tingkat Nilai Hidup dan Kehidupan ................................... 65

20. Rekapitulasi Tingkat Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas ........... 68

21. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas .......................................................................................... 70

22. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan ........ 80

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital .................................... 10

2. Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital .......................................................................................... 17

3. Kerangka Penelitian Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang ..................... 26

4. Skema Konstelasi Hubungan Antara Variabel Modal Sosial Terhadap Variabel Kemiskinan Nelayan ................................................. 27

5. Proses Analisis Data Penelitian ............................................................... 35

6. Peta Lokasi Penelitian (Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten) .............................................................. 38

7. Grafik Tingkat Pendapatan Rata-rata/Bulan ............................................. 73

8. Grafik Tingkat Pengeluaran Rata-rata/Bulan ........................................... 74

9. Grafik Tingkat Pendidikan Rata-rata ....................................................... 75

10. Grafik Tingkat Kondisi Rumah .............................................................. 77

11. Grafik Tingkat Fasilitas Rumah .............................................................. 78

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner Penelitian ................................................................................ 93

2. Input Data Uji Coba & Penelitian ............................................................ 105

3. Validitas dan Reliabilitas Uji Coba .......................................................... 112

4. Validitas dan Reliabilitas Penelitian ........................................................ 116

5. Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 120

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

dimana dua per tiga wilayahnya merupakan daerah perairan. Terletak pada garis

khatulistiwa, Indonesia mempunyai banyak keistimewaan, yaitu terdapat

beragamnya sumberdaya hayati dan non hayati. Indonesia mempunyai perairan

teritorial dengan luas 3,1 juta km2, selain itu Indonesia juga memiliki hak

pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi ekslusif (ZEE) dengan luas

2,7 juta km2. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya alam

hayati dan nonhayati di perairan yang luasnya sekitar 5,8 juta km2 (Nikijuluw.

2002).

Salah satu sumberdaya hayati terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah

sumberdaya perikanan yang melimpah. Sumberdaya perikanan ini merupakan

sumberdaya yang memiliki potensi yang besar dalam pembangunan nasional.

Akan tetapi, dengan melimpah-nya sumberdaya perikanan bagi Indonesia ternyata

masih belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal inilah yang

menjadi pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sangat ironis apabila

membandingkan antara kekayaan yang melimpah dengan hasil pembangunan

yang minim. Masih banyak kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan,

meningkatnya kriminalitas dalam masyarakat, investasi yang sulit berkembang,

serta program-program pemerintah yang berjalan tidak optimal sehingga seakan-

akan pembangunan terasa seperti berjalan di tempat.

Program-program pemerintah yang diperuntukkan bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat nelayan juga masih belum optimal, baik pada masa

pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, seperti pengembangan program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan mengalirnya program

Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan subsidi atas kenaikan Bahan

Bakar Minyak (BBM) yang juga masih banyak tanda tanya. Hal ini dikarenakan,

pendekatan yang dilakukan lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabel-

variabel kultural yang sedang dan terus berkembang di masyarakat. Akibatnya,

2

program tersebut mengalami hambatan pada tataran implementasi yang seringkali

tidak diungkapkan oleh pemerintah (Solihin dkk. 2005).

Keinginan pemerintah pusat untuk membangun daerah-daerah khususnya

pesisir sebenarnya tidak pernah surut. Akan tetapi, sangat disayangkan ternyata

setiap program-program yang dijalankan banyak menuai hasil yang

mengecewakan. Hal itu dikarenakan, pemerintah pusat lebih memfokuskan

perhatian terhadap bagaimana caranya mengalirkan sumber dana untuk

membangun daerah pesisir, sedangkan bagaimana tahapan sampainya dana ke

masyarakat atau bagaimana pengoptimalan dana dari setiap program atau proyek

pembangunan pesisir masih kurang diperhatikan.

Oleh karena itu, saat ini mulailah berkembang perspektif social capital

(modal sosial) yang didalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan

masyarakat modern. Dimana perspektif ini lebih menekankan kepada

kebersamaan dan energi kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur-unsur utama

yang terkandung dalam modal sosial seperti partisipasi dalam suatu jaringan,

resiprocity (imbal balik/membantu orang lain), trust (rasa saling mempercayai),

norma sosial, nilai-nilai serta tindakan yang proaktif (Hasbullah. 2006). Unsur-

unsur tersebut tentunya akan mempengaruhi dan menunjang segala aktivitas dari

suatu masyarakat khususnya dalam implementasi pembangunan.

Di dunia perikanan misalnya, masyarakat nelayan masih banyak yang

hidup dibawah garis kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah karena akses

antara masyarakat nelayan dengan pemerintah masih sangat dibatasi dengan

jaringan yang minim atau ketidakberdayaan mereka untuk melobi pemerintah.

Kemudian mungkin juga dipengaruhi oleh trust (rasa saling mempercayai)

diantara para nelayan yang sudah mulai luntur, sehingga memicu untuk terjadinya

tindakan yang bersifat individualistik yang tentunya melemahkan unsur

kebersamaan untuk mencapai tujuan dan kemajuan bersama, serta faktor kultural

lainnya. Padahal, adanya kebersamaan itu amat diperlukan sebagai salah satu obat

penawar kekurangberhasilan pemerintah dalam mengatasi ketakmampuan dan

kemiskinan (Ritonga. 2007).

GBHN 2000 diacu dalam Kemalasari (2005) menyebutkan bahwa

pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

3

diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan

pendapatan nelayan/pembudidaya ikan melalui optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,

menyediakan kebutuhan protein hewani, menyediakan lapangan kerja,

meningkatkan devisa negara melalui penyediaan ekspor serta mementingkan

kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup.

Kemudian misi pembangunan dalam Undang-Undang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun 2005 - 2025, yaitu :

(1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika dan beradab

berdasarkan falsafah Pancasila, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing,

(3) mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan

Indonesia aman, damai dan bersatu, (5) mewujudkan pemerataan pembangunan

dan berkedilan, (6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) mewujudkan

Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan

kepentingan nasional dan (8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam

pergaulan dunia internasional. Berdasarkan GBHN 2000 dan RPJP itulah,

implementasi program pemerintah perlu didukung khususnya dengan cara

memperkuat tatanan modal sosial di dalam masyarakat nelayan sehingga akan

mempercepat laju pembangunan.

Terjadi kelambatan pembangunan pada masyarakat nelayan di berbagai

daerah di Indonesia perlu ditelaah lebih lanjut. Khususnya masyarakat nelayan di

daerah Panimbang-Pandeglang, dimana komunitas nelayan disana mempunyai

permasalahan yang kompleks. Beragamnya program-program pemerintah yang

terus dilancarkan untuk daerah tersebut masih saja belum terlihat hasilnya. Dalam

hal ini DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) sudah berupaya untuk

mengadakan bermacam-macam program pemberdayaan. Seperti yang telah

dijelaskan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Pandeglang (1999) diacu dalam

Kemalasari (2005) bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Pandeglang

merupakan bagian dari pembangunan daerah sesuai dengan pola dasar

pembangunan perikanan Provinsi Banten serta pembangunan pertanian secara

keseluruhan. Prasarana perikanan yang baik dan memadai merupakan salah satu

pendukung pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Pandeglang,

4

sehingga dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi nelayan untuk

melaksanakan kegiatan usahanya yang akan meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraannya.

Oleh karena itu, penting untuk menganalisis modal sosial masyarakat

pesisir dalam menunjang pembangunan perikanan khususnya terhadap

kemiskinan, disamping suplai melalui program-program yang terus digulirkan

pemerintah. Hal-hal yang berkaitan terhadap interaksi dalam masyarakat yang

kemudian melahirkan modal sosial itu sendiri, seperti yang sering ditunjukkan

akhir-akhir ini tentang keadaan masyarakat cukup miris, dimana faktor kultural

mulai menunjukkan indikasi melemah, semangat gotong royong mulai

menghilang, kebersamaan yang menjadi ”individualistik”, keengganan untuk

berpartisipasi, bergaul dan sebagainya. Dengan demikian, diharapkan dengan

adanya penelitian ini mampu terungkap seberapa besar faktor kultural (dalam hal

ini modal sosial) akan mempengaruhi suatu kinerja dalam upaya-upaya

pembangunan, tentunya dengan harapan adanya pengentasan kemiskinan juga

sebagai efek luasnya.

1.2. Rumusan Masalah

Desa Panimbang Jaya yang berada di Kabupaten Pandeglang merupakan

salah satu daerah pesisir yang sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai

nelayan. Proses-proses yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari masyarakatnya

cukup kompleks, khususnya aktivitas masyarakatnya yang sebagian besar adalah

sebagai nelayan. Masyarakat nelayan yang tinggal di daerah ini banyak yang

masih berada dibawah garis kemiskinan. Hal itu terlihat dari rumah-rumah yang

kurang layak dan masih belum memperhatikan sanitasi atau kebersihan

lingkungannya.

Sisi implementasi program-program pemerintah yang berada di daerah

Desa Panimbang Jaya ini perlu diungkap lebih dalam, khususnya yang

berhubungan dengan aspek culture, yaitu modal sosial. Hal ini cukup penting,

karena faktor-faktor keberhasilan suatu pembangunan tidak semata-mata karena

faktor struktural saja. Faktor trust (rasa saling percaya) antar masyarakat saja

sudah secara nyata memberikan gambaran bahwa masyarakat dengan tingkat trust

5

yang tinggi maka mereka akan merasa nyaman berada di lingkungannya, percaya

kepada setiap orang, organisasi/perkumpulan dan sebagainya.

Francis Fukuyama (1995, 2002) diacu dalam Hasbullah (2006)

menempatkan Jepang sebagai negara yang memiliki high-trust. Kemajuan-

kemajuan yang dicapai oleh Jepang menurutnya tidak terlepas dari tingginya rasa

saling mempercayai pada setiap individu masyarakat. Di samping dimensi

kepercayaan, masyarakat Jepang juga sangat dikenal di seluruh dunia sebagai

masyarakat yang sangat kuat kecenderungannya untuk hidup berkelompok dalam

suatu asosiasi.

Persoalan yang dihadapi Indonesia adalah lambannya gerak perkembangan

bangsa ini menuju masyarakat yang kuat, modern, produktif, kompetitif dan

terbebas dari kemiskinan. Kebijakan pembangunan di berbagai sektor telah

dilakukan dan dengan semangat yang cukup tinggi. Hasilnya, lebih banyak

menemui kendala dan dalam beberapa hal mengalami kegagalan dibanding

keberhasilan. Hal ini kuat dugaan, berkaitan dengan belum tertariknya berbagai

pihak pada dimensi sosio-kultural sebagai bagian yang menentukan kegagalan

atau keberhasilan pembangunan (Hasbullah. 2006).

Terlebih lagi masyarakat nelayan, dimana kondisinya sebagian besar

cukup menyedihkan. Luasnya pembahasan mengenai aspek modal sosial yang

ada, maka penelitian ini diarahkan pada perumusan, yaitu:

1) Bagaimana karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan

2) Bagaimana karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan

3) Mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel-variabel modal

sosial dan kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya,

Pandeglang.

1.3. Pembatasan Masalah

Melihat uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,

permasalahan yang berkaitan dengan adanya hubungan sebab akibat dari unsur

culture terhadap kemiskinan cukup kompleks. Oleh karena itu, mengingat adanya

keterbatasan yang menjadi kendala peneliti, maka penelitian ini hanya akan

mengungkap unsur culture yang diduga cukup kuat berdasarkan penelitian-

6

penelitian sebelumnya, yaitu adalah unsur social capital (meliputi partisipasi

dalam suatu jaringan, resiprocity, trust, norma sosial, nilai-nilai serta adanya

tindakan yang proaktif). Dengan demikian, diharapkan variabel-variabel yang

diduga berperan positif terhadap kemiskinan nelayan bisa terungkap.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, secara

umum tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan

2) Mengetahui karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan

3) Mengetahui hubungan diantara variabel-variabel modal sosial dengan

kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya,

Pandeglang.

Sedangkan tujuan operasional penelitian yang ingin dicapai adalah untuk

menguji dan mengkaji apakah hubungan berarti, baik langsung maupun tak

langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu :

1) Hubungan antara partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas

terhadap kemiskinan.

2) Hubungan antara tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan

sosial terhadap kemiskinan.

3) Hubungan antara perasaan saling mempercayai dan rasa aman terhadap

kemiskinan.

4) Hubungan antara jaringan dan koneksi dalam komunitas terhadap

kemiskinan.

5) Hubungan antara jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga terhadap

kemiskinan.

6) Hubungan antara toleransi dan kebhinekaan terhadap kemiskinan.

7) Hubungan antara nilai hidup dan kehidupan terhadap kemiskinan.

8) Hubungan antara koneksi/jaringan kerja di luar komunitas terhadap

kemiskinan.

9) Hubungan antara partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas

terhadap kemiskinan.

7

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Praktis

a) Dengan diketahuinya interaksi dalam masyarakat nelayan baik

kehidupan masyarakatnya secara umum, kehidupan sehari-hari

nelayannya, serta aktivitas lainnya mengenai modal sosial yang ada,

kita bisa menilai seberapa besar faktor kultural akan mempengaruhi

tingkat kemiskinan khususnya dalam upaya pembangunan perikanan di

Kecamatan Panimbang, sehingga bisa bermanfaat untuk mengetahui

bagaimana cara pengembangan modal sosial yang tepat (apakah

dengan mengoptimalkan pendidikan formal/informal, implementasi

kegiatan keagamaan, membentuk asosiasi dan lainnya).

b) Dengan diketahuinya hubungan antara modal sosial dengan

kemiskinan yang ada, akan bermanfaat untuk masukan alternatif bagi

para pengambil keputusan terhadap implementasi program di

masyarakat pesisir dimana faktor kultural juga perlu diperhatikan,

khususnya dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan.

1.5.2. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu

modal sosial terutama pada aspek kehidupan masyarakat nelayan, dengan

demikian akan diketahui bagaimana modal sosial yang ada pada masyarakat

nelayan, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, serta kondisi dan

faktor-faktor apakah yang menentukan besaran tingkat modal sosial yang ada,

sehingga dapat menjadi masukan terhadap daerah masyarakat nelayan lainnya.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Modal Sosial

Social capital atau modal sosial secara sederhana bisa didefinisikan

sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama

diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama

diantara mereka (Fukuyama. 2002). Cohen dan Prusak (2001) diacu dalam

Hasbullah (2006) memberikan pengertian bahwa modal sosial sebagai stok dari

hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat

oleh kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding) dan nilai-

nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat

kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa modal sosial

merupakan salah satu elemen penting di dalam kehidupan. Beberapa unsur

pembentuknya di dalam kehidupan bersosial, menjadi titik balik dari berbagai

aktivitas interaksi baik di dalam suatu masyarakat itu sendiri, asosiasi-asosiasi dan

sebagainya. Modal sosial, khususnya pada masyarakat pesisir merupakan suatu

refleksi dari seberapa besar efek modal sosial mempengaruhi interaksi di dalam

kehidupan mereka. Semakin besar eksternalitas positif yang ditimbulkan, maka

akan semakin baik pula dampak yang akan terjadi. Masyarakat, saat ini sebagian

besar banyak yang sudah mulai luntur tingkat kebersamaannya. Interaksi yang

terjadi di dalamnya sudah kurang mencerminkan budaya kebersamaan (walaupun

tidak semuanya). Dahulu, sering diadakan acara seperti gotong royong, arisan dan

sebagainya yang tujuannya adalah mengikat tali silaturahmi. Begitu pula dengan

masyarakat pesisir, mungkin masih banyak lagi komponen positif dari modal

sosial yang saat ini telah luntur.

Sementara itu, Bank Dunia (1999) diacu dalam Hasbullah mendefinisikan

modal sosial sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-

hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas

hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekedar deretan jumlah

institusi atau kelompok yang menopang (underpinning) kehidupan sosial,

9

melainkan dengan spektrum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat (social glue)

yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Dengan

demikian, saat ini penting sekali adanya asosiasi-asosiasi untuk membentuk

kebersamaan yang ada. Akan tetapi tidak hanya sekedar itu saja, disamping

adanya asosiasi, perlu juga ditanamkan modal sosial seperti yang dijelaskan

diatas. Dimana dimensi modal sosial yang memang merupakan kultur positif tetap

dipertahankan. Saat ini, kebanyakan masyarakat terbawa arus ”individualistik”

dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Masyarakat pesisir yang berada di

Panimbang-Banten dapat dijadikan contoh mengenai aktivitas masyarakat dan

nelayannya. Umumnya masyarakat pesisir di Indonesia tidak jauh berbeda antara

satu daerah dengan yang lainnya (dipandang dari banyak faktor, seperti

pendidikan, sanitasi lingkungan, kapal, alat tangkap yang digunakan dan

sebaginya). Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya cukup kompleks. Oleh

karena itu, penting untuk mencermati berbagai informasi yang mendalam dari

kehidupannya khususnya dalam hal interaksi dan aktivitas nelayannya. Hal ini

akan diteliti lebih lanjut, karena dengan adanya modal sosial dengan lebih banyak

eksternalitas positif, maka secara otomatis bisa disimpulkan masyarakat tersebut

sudah mempunyai tingkatan modal sosial yang tinggi, yang nantinya akan menjadi

perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-

sama.

James Coleman (1988) diacu dalam Wafa (2003) yang telah melakukan

pengkajian partisipatoris di Chicago, mendefinisikan social capital berdasarkan

fungsinya, yaitu aspek-aspek struktur sosial dimana aktor dapat menggunakan

sebagai sumberdaya untuk mencapai kepentingannya. Aspek-aspek struktur sosial

yang dimaksud mengarah pada keterlibatan kewajiban dan harapan, saluran

informasi, norma-norma dan sanksi efektif yang dapat mendukung hubungan

antar manusia.

Nilai-nilai dan norma-norma itu pada dirinya sendiri tidak menghasilkan

social capital, karena nilai-nilai itu mungkin merupakan nilai yang salah

(Fukuyama. 2002). Jadi, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa modal sosial

bukan sekedar kumpulan suatu elemen penting dalam interaksi sosial, tetapi lebih

dari itu. Elemen-elemen pembentuk modal sosial di dalam suatu masyarakat juga

10

harus unsur pembentuk yang menghasilkan eksternalitas positif. Oleh karena itu,

penting untuk memunculkan elemen modal sosial di dalam masyarakat.

Menurut Serageldin diacu dalam Cullen (2001) modal sosial juga dapat

memfasilitasi pertemuan antara tujuan ekonomi, sosial dan ekologi serta

pengaruhnya antar mereka. Semakin tinggi modal sosial yang ada maka akan

semakin kuat juga terhadap pertumbuhan nilai ekonomi, sosial dan ekologinya,

demikian juga sebaiknya.

Gambar 1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital (Serageldin diacu dalam Cullen. 2001)

Selanjutnya, besar atau kecilnya modal sosial yang melekat di dalam suatu

masyarakat itu sendiri dapat diukur, apakah masyarakat itu memiliki modal sosial

yang minimum, rendah, sedang atau tinggi. Uphoff diacu dalam Lenggono (2004)

menjelaskan kontinum modal sosial tersebut (Tabel 1).

Tujuan ekonomi Pertumbuhan/efisiensi

Modal fisik dan keuangan

Tujuan sosial Kemiskinan/keadilan

Modal manusia

Tujuan ekologi Sumberdaya alam

Manajemen Modal alam

Modal sosial dapat memfasilitasi pertemuan tujuan-tujuan ini

11

Tabel 1. Kontinum Modal Sosial

Tingkat Modal Sosial Minimum Rendah Sedang Tinggi

Tidak mementingkan kesejahteraan orang lain; memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain

Hanya mengutamakan kesejahteraan sendiri; kerjasama terjadi sejauh bisa menguntungkan diri sendiri

Komitmen terhadap upaya bersama; kerjasama terjadi bila juga memberi keuntungan pada orang lain

Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain; kerjasama tidak terbatas pada kemanfaatan sendiri, tetapi juga kebaikan bersama

Nilai-nilai : Hanya menghargai kebesaran diri sendiri

Efisiensi kerjasama

Efektifitas kerjasama

Altruisme dipandang sebagai hal yang baik

Isu-isu pokok : Selfisness : Bagaimana sifat seperti ini bisa dicegah agar tidak merusak masyarakat secara keseluruhan

Biaya transaksi : Bagaimana biaya ini bisa dikurangi untuk meningkatkan manfaat bersih bagi masing-masing orang

Tindakan kolektif : Bagaimana kerjasama (penghimpunan sumberdaya) bisa berhasil dan berkelanjutan

Pengorbanan diri : Sejauh mana hal-hal seperti patriotisme dan pengorbanan demi fanatisme agama perlu dilakukan

Strategi : Jalan sendiri

Kerjasama taktis

Kerjasama strategis

Bergabung atau melarutkan kepentingan individu

Kepentingan bersama : Tidak jadi pertimbangan

Instrumental

Institusional

Transendental

Pilihan : Keluar bila tidak puas

Bersuara, berusaha untuk memperbaiki syarat pertukaran

Bersuara, mencoba memperbaiki keseluruhan produktivitas

Setia, menerima apapun jika hal itu baik untuk kepentingan bersama secara keseluruhan

Teori permainan : Zero-sum : Tapi apabila kompetisi tanpa adanya hambatan, pilihan akan menghasilkan negative-sum

Zero-sum : Pertukaran yang memaksimalkan keuntungan sendiri bisa menghasilkan positive-sum

Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan sendiri dan kepentingan untuk mendapatkan manfaat bersama

Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan bersama dengan mengesampingkan kepentingan sendiri

Fungsi utilitas : Independen, penekanan diberikan bagi utilitas sendiri

Independen, dengan utilitas bagi diri sendiri diperbesar melalui kerjasama

Interdependen positif, dengan sebagian penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain

Interdependen positif, dengan lebih banyak penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain daripada keuntungan diri sendiri

Sumber : Uphoff diacu dalam Lenggono (2004)

12

2.1.1. Unsur-unsur Pokok Modal Sosial

Di dalam suatu masyarakat, ternyata mempunyai unsur-unsur pokok modal

sosial yang kemudian akan menghasilkan seberapa besar kemampuan masyarakat

atau asosiasi itu untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai

tujuan bersama. Dijelaskan dalam Hasbullah (2006) unsur-unsur pokok itu terdiri

dari :

2.1.1.1. Partisipasi dalam Suatu Jaringan

Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan akan

terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk

bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal

sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok

masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun

jaringannya. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial

terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi

atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan

sosial.

2.1.1.2. Resiprocity

Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan

antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola

pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika

seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek

dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu

dan mementingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang

dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa

mengharapkan imbalan seketika. Dalam konsep Islam, semangat seperti

ini disebut keikhlasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang

lain. Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu.

Pada masyarakat dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk,

yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu

masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini juga akan

terefleksikan dengan tingkat keperdulian sosial yang tinggi, saling

membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian,

13

kemiskinan akan lebih memungkinkan, dan kemungkinan lebih mudah

diatasi. Begitu juga dengan problema sosial lainnya akan dapat

diminimalkan. Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah

membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara

mengagumkan.

2.1.1.3. Trust

Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan

untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang

didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan senantiasa bertindak

dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain

tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam. 1993,

1995, 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995, 2002), trust adalah sikap

saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat

tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada

peningkatan modal sosial.

2.1.1.4. Norma Sosial

Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk

prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri

adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh

anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini

biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat

mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang

berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak

tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan

pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

2.1.1.5. Nilai-nilai

Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan

penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni,

prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya merupakan contoh-contoh nilai

yang sangat umum dikenal dalam kehidupan masyarakat. Nilai senantiasa

memiliki kandungan konsekuensi yang ambivalen. Nilai harmoni

misalnya, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai pemicu banyak

14

keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, tetapi di sisi lain

dipercaya pula untuk senantiasa menghasilkan suatu kenyataan yang

menghalangi kompetisi dan produktifitas. Pada kelompok masyarakat

yang mengutamakan nilai-nilai harmoni biasanya akan senantiasa ditandai

oleh suatu suasana yang rukun, indah, namun terutama dalam kaitannya

dengan diskusi pemecahan masalah misalnya, tidak produktif. Modal

sosial yang kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi nilai yang tercipta

pada suatu kelompok masyarakat. Jika suatu kelompok memberi bobot

tinggi pada nilai-nilai kompetisi, pencapaian, keterusterangan dan

kejujuran maka kelompok masyarakat tersebut cenderung jauh lebih cepat

berkembang dan maju dibandingkan pada kelompok masyarakat yang

senantiasa menghindari keterusterangan, kompetisi dan pencapaian.

2.1.1.6. Tindakan yang Proaktif

Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari para

anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari

jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar

dari premise ini bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan

aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan-kesempatan yang

dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tetapi juga kekayaan

hubungan-hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa

merugikan orang lain, secara bersama-sama. Mereka cenderung tidak

menyukai bantuan-bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih

memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif.

2.1.2. Sumber-sumber Modal Sosial

Portes dan Sensebrenner diacu dalam Wafa (2003) menjelaskan mengenai

sumber-sumber social capital :

2.1.2.1. Value introjection, merupakan tanggung jawab individu yang

memaksa individu untuk berprilaku sesuai dengan prilaku kolektif

yang dirujuk. Kelompok mempunyai pengaruh yang sangat besar

untuk mengatur anggota kelompoknya.

15

2.1.2.2. The dinamic of group affiliation, berbeda dengan tipe pertama, tipe

ini individu tidak diharapkan berprilaku sesuai dengan moralitas

kelompok tetapi lebih bersifat sukarela atau melalui pertukaran timbal

balik individu. Individu bertindak karena adanya prakarsa yang setara

dan adil sehingga menimbulkan saling ketergantungan atau saling

membutuhkan.

2.1.2.3. Bounded solidarity, yakni berbagai keadaan situasional yang

melandasi orientasi perilaku anggota kelompok atau merupakan reaksi

situasional sekelompok orang atas kondisi yang dihadapi mereka.

Kondisi yang memaksa individu untuk berperilaku yang menimbulkan

rasa kebersamaan atau solidaritas diantara individu.

2.1.2.4. Enforceable trust, yakni sumber social capital yang terkait dengan

pembedaan klasik antara rasional dan formal dalam transaksi pasar

dengan kata lain bahwa individu akan cenderung memenuhi ekspektasi

kelompok jika dianggap bermanfaat baginya.

2.1.3. Tipologi Modal Sosial

Tipologi modal sosial dibagi dalam tiga jenis yaitu, bonding social capital,

bridging social capital dan linking social capital.

2.1.3.1. Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital)

Modal sosial terikat (bonding social capital) cenderung bersifat ekslusif.

Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini,

sekaligus sebagai ciri khasnya, yaitu baik kelompok maupun anggota

kelompok, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi ke

dalam (inward looking) dibandingkan berorientasi ke luar (outward

looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota

kelompok ini umumnya homogenius. Misalnya, seluruh anggota kelompok

berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada

upaya menjaga nilai-nilai yang turun-temurun telah diakui dan dijalankan

sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan prilaku moral (code

of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung

konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making daripada hal-hal

16

yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan

tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka (Hasbullah.

2006).

2.1.3.2. Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)

Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dari suatu

pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip

pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal

tentang persamaan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri. Prinsip pertama

yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok

memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Kedua, adalah kebebasan,

bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan

pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga,

adalah kemajemukan dan humanitarian. Bahwasanya nilai-nilai

kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang

lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, grup,

kelompok atau suatu masyarakat tertentu. Dengan sikap yang outward

looking memungkinkan untuk menjalin koneksi dan jaringan kerja yang

saling menguntungkan dengan asosiasi atau kelompok di luar

kelompoknya (Hasbullah. 2006).

Tabel 2. Social Capital : Bonding and Bridging (Hasbullah. 2006)

Bonding Bridging

- Terikat/ketat, jaringan yang ekslusif

- Pembedaan yang kuat antara ”orang kami” dan orang luar

- Hanya ada satu alternatif jawaban

- Sulit menerima arus perubahan - Kurang akomodatif terhadap

pihak luar - Mengutamakan kepentingan

kelompok - Mengutamakan solidaritas

kelompok

- Terbuka - Memiliki jaringan yang

fleksibel - Toleran - Memungkinkan untuk memiliki

banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah

- Akomodatif untuk menerima perubahan

- Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitarianistik dan universal

17

2.1.3.3. Modal Sosial yang Berhubungan (Linking Social Capital)

Modal sosial yang berhubungan (linking social capital) menunjuk pada

sifat dan luas hubungan vertikal diantara kelompok orang yang

mempunyai saluran terbuka untuk akses sumberdaya dan kekuasaan

dengan siapa saja. Hubungan antara pemerintah dan komunitas termasuk

di dalam linking social capital. Sektor umum (seperti negara dan

institusinya) adalah pusat untuk kegunaan dan kesejahteraan masyarakat

(Cullen. 2001). Kohesi atau penggabungan antara ketiga tipologi tersebut

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital (Colletta diacu dalam Cullen. 2001)

2.2. Kemiskinan Nelayan

Pengertian kemiskinan menurut BPS dan Depsos (2002) diacu dalam

Suharto (2008) adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan

dasar minimal untuk hidup layak. Pengertian lainnya kemiskinan merupakan

sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum,

baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty

line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah

Linking (hubungan vertikal)

Bonding (sanak keluarga, keagamaan,

kesukuan)

Bridging (menjalin koneksi ke luar) Modal Sosial Horizontal

Kohesi Sosial Rendah Selalu ditindas,

otoriter Ketidaksamarataan,

ketidakadilan Korupsi, birokrasi

yang tidak efisien Masyarakat tertutup

Kohesi Sosial Tinggi Penegakan hukum,

demokrasi Akses, persamaan

kesempatan Efisien, birokrasi yang

tidak korupsi

18

sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar

kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-

makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan,

transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Sedangkan menurut Friedman

dalam Suharto, dkk (2004) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a)

modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b)

sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat

digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik,

organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan

jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk

kemajuan hidup.

Kemiskinan masih menjadi problem serius saat ini. Tidak hanya di

Indonesia, di berbagai belahan dunia lain masalah ini juga menjadi problem besar.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sendiri menaruh perhatian serius terhadap

masalah ini. Hal tersebut misalnya dinyatakan dengan penetapan Hari

Pengentasan Kemiskinan Dunia (Day of Poverty Eradication) yang jatuh setiap 17

Oktober. Tidak hanya itu PBB juga meluncurkan program Millenium

Development Goals (MDGs) yang diratifikasi sejumlah negara dunia, termasuk

Indonesia (Anonim. 2007).

It begins with a paradox! Kalimat tersebut pernah diucapkan oleh Peter

Pearse, seorang ekonom Kanada ketika melihat kenyataan pahit bahwa nelayan di

pantai timur Kanada terbelenggu oleh kemiskinan di tengah melimpahnya

sumberdaya perikanan di wilayah tersebut. Kondisi yang sama juga dialami oleh

nelayan kita. Hampir sebagian besar nelayan kita masih hidup di bawah garis

kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 10 per kapita per bulan. Jika

dilihat dalam konteks Millenium Development Goals, pendapatan sebesar itu

sudah termasuk dalam extrem poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari

(Fauzi. 2005).

Memasuki PJP II, di Indonesia masih terdapat 25,9 juta jiwa atau 13,7

persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut

17,2 juta tinggal di desa dan 79 persen di antaranya beroleh penghasilan utama

19

dari kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian. Sedangkan di perkotaan masih

terdapat 25,6 persen dari 8,7 juta penduduk miskin yang mengandalkan sektor

pertanian. Karakteristik lain pada penduduk miskin adalah jumlah anggota rumah

tangga yang relatif besar (enam jiwa), rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah

tangga (tidak tamat SD) (57,02 %) dan sumber penghasilan utama mayoritas

berasal dari sektor pertanian (62 persen) (Sumodiningrat. 2007).

Jika diidentifikasi, penyebab kemiskinan sangat kompleks dan saling

terkait, yaitu : (1) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik motivasi maupun

penguasaan manajemen dan teknologi, (2) kelembagaan yang belum mampu

menjalankan dan mengawal pelaksanaan pembangunan, (3) prasarana dan sarana

yang belum merata dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan, (4) minimnya

modal, dan (5) berbelitnya prosedur dan peraturan yang ada. Kelemahan-

kelemahan ini menyebabkan penduduk miskin tidak mampu memanfaatkan

peluang yang ada, sehingga potensi dan peluang ekonomi yang ada diserap dan

dimanfaatkan sepenuhnya oleh kelompok, wilayah dan sektor yang kaya dan

mampu. Akibatnya penduduk miskin relatif menjadi lebih miskin lagi. Saling kait

antar faktor yang tidak berujung ini telah disinyalir Nurkse, yang digambarkannya

sebagai lingkaran setan kemiskinan (Sumodiningrat. 2007).

Jika dianalisis lebih dalam, kelemahan-kelemahan ini juga membentuk

sirkulasi sebagaimana diterangkan dalam teori pertumbuhan Harrod-Domar, yang

menitikberatkan urgensi tabungan dan investasi bagi pertumbuhan ekonomi.

Penduduk miskin berarti tidak memiliki pendapatan cukup, sehingga tingkat

tabungan rendah. Tabungan rendah berimplikasi pada tiadanya modal untuk

meningkatkan produksi. Jika produksi tidak meningkat maka pendapatan pun

tidak meningkat dan muaranya adalah kemiskinan. Jika keadaan ini dibiarkan,

maka kesenjangan, baik itu kesenjangan antar kelompok pendapatan, antardaerah

maupun antarsektor akan semakin lebar (Sumodiningrat. 2007).

2.2.1. Ukuran Kemiskinan

Berdasarkan ukurannya, kemiskinan dibagi menjadi dua macam,

kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut merupakan

kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan (poverty line). Garis

20

kemiskinan pun bermacam-macam bergantung pada intitusi yang mengeluarkan

ukurannya (lihat Tabel 2). Sementara itu, kemiskinan relatif merupakan

kemiskinan yang diukur dengan membandingkan satu kelompok pendapatan

dengan kelompok pendapatan lainnya. Misalnya suatu kelompok nelayan

berpenghasilan satu juta rupiah per bulan. Jelas mereka tidak tergolong miskin

berdasarkan ukuran garis kemiskinan. Meski demikian, boleh jadi kelompok

nelayan tersebut dapat dikatakan miskin jika dibandingkan dengan pengusaha cold

storage (Satria. 2002).

Tabel 3. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan (Rusli diacu dalam Satria. 2002)

Metode Identifikasi Kriteria Kemiskinan Sumber Data Keterangan

I. Analisa atas Desa (Non-lokal) dengan unit per kapita

1. Sayogyo Tingkat pengeluaran setara kilogram beras

per kapita per tahun :

Kota Desa

Miskin < 480 < 320

Miskin sekali < 360 < 240

Sangat miskin < 270 < 180

Beragam sumber

terutama

SUSENAS

Pengeluaran

total untuk

berbagai

kebutuhan

2. Bank Dunia Tingkat pendapatan per kapita per tahun :

Kota Desa

Miskin < US$75 <US$50

Didekati dari

PDRB

3. BPS Tingkat pengeluaran per kapita per hari

untuk makanan :

Miskin < 2100 kalori atau dikonversi

dengan harga bahan makanan menjadi

pengeluaran untuk bahan makanan per

kapita per bulan (Rp. th 1990)

Kota Desa

Miskin < 20614 < 13925

Data SUSENAS

II. Analisis atas Desa (Non-lokal) dengan unit Desa/Kelurahan/Kecamatan

1. Bangdes (unit :

desa)

Tingkat pendapatan per kapita rata-rata

penduduk dihitung dengan setara beras

Miskin < 360 kg

Data BANGDES Pendapatan

bersih

21

2. Agraria (unit :

kecamatan, kriteria

KBP dari tingkat

kabupaten)

Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan

minimum 9 bahan pokok (KBP) :

Miskin sekali < 0.75 KBP

Miskin 0.75 – 1.25 KBP

Hampir miskin 1.25 – 2.00 KBP

Tidak miskin > 2.00

Beragam sumber

atau

pengumpulan

data sendiri

Pendapatan

per kapita dari

produksi 15

sektor dengan

harga lokal;

disertai

analisis faktor

yang

mempengaruhi

kemiskinan

3. Bappenas Melihat persentasi jumlah desa miskin per

kecamatan :

Miskin sekali > 75 %

Miskin 50 – 75 %

Hampir miskin < 50 %

Mengggabungkan

data BPS dang

BANGDES

Dinyatakan

dalam peta

kemiskinan

III. Analisa tingkat desa (lokal) dengan unit per kapita/keluarga

1. P4K (Proyek

Peningkatan

Pendapatan

Petani/nelayan Kecil)

Indikator lokal, yang berkaitan dengan

pendapatan, kemampuan kerja/usaha,

pemilikan asset dan kondisi umum keluarga

Informasi lokal Dikaitkan

dengan

pengembangan

usaha

masyarakat

2. UPPKA (Usaha

Peningkatan

Pendapatan Kelompok

Akseptor)

Indikator lokal, yang berkaitan dengan

berbagai aspek kesejahteraan

Informasi lokal Berkaitan

dengan

program KB

IV. Analisis Berjenjang (non-lokal dan lokal) dengan unit per kapita dan kecamatan

1. Tipologi Kecamatan

IPB

Tahap 1 : kondisi kecamatan berdasarkan

kondisi desa maju atau tertinggal

dibandingkan rata-rata kabupaten

Tahap 2 : indikator lokal yang berkaitan

dengan pendapatan, kemampuan

kerja/usaha, pemilikan asset dan konsisi

umum keluarga

Podes,

SUSENAS,

informasi lokal

Di uji coba di

NTT dan Riau

2.2.2. Kemiskinan Kultural dan Struktural

Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor yang menyebabkan

kemiskinan. Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan

kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan

22

nelayan terjadi sebagai akibat faktor budaya (kemalasan), keterbatasan

manajemen serta kondisi sumberdaya alam. Umumnya, kemiskinan jenis ini

disebut dengan kemiskinan kultural dan alamiah. Oleh karena itu, aliran ini selalu

sarat dengan proposal modernisasi nelayan. Sudah sepatutnya nelayan mengubah

budayanya, meningkatkan kapasitas teknologinya dan memperbaiki sistem

usahanya.

Kedua, aliran struktural yang selalu menganggap faktor eksternal yang

menyebabkan kemiskinan nelayan. Jadi, menurut aliran ini kemiskinan nelayan

bukan karena budaya atau terbatasnya modal, melainkan karena faktor eksternal

yang menghambat proses mobilitas vertikal mereka. Faktor eksternal itu

berjenjang, pada tingkat mikrodesa, masih ditemukan sejumlah pola hubungan

patron-klien yang bersifat asimetris, yaitu suatu pola hubungan transfer surplus

dari nelayan ke patron. Sementara itu, pada tingkat makro struktural, belum ada

dukungan politik terhadap pembangunan kelautan dan perikanan sehingga sektor

tersebut tidak mampu berkembang seperti sektor-sektor lainnya (Satria. 2002).

Dengan demikian, kedua elemen dari aliran tersebut merupakan dua hal

yang saling mempengaruhi. Penulis memperkirakan bahwa sejauh ini kebijakan-

kebijakan pemerintah telah banyak ditempuh melalui banyak program yang

digulirkan, tetapi masih banyak menuai kegagalan. Oleh karena itu, berdasarkan

literatur tersebut modal sosial yang merupakan elemen faktor kultural mempunyai

peran yang tidak sedikit khususnya dalam implementasi pengentasan kemiskinan.

2.3. Masyarakat Nelayan

Dalam penelitian ini masyarakat yang menjadi sasaran adalah masyarakat

nelayan. Pengertian masyarakat itu sendiri menurut Horton diacu dalam Satria

(2002) adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup

bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan

melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Kemudian

menurut Redfield diacu dalam Satria (2002) membuat suatu kontinum peradaban

masyarakat sehingga dibagi menjadi 4 komunitas, yaitu city (kota), town (kota

kecil), peasant village (desa petani) dan tribal village (desa terisolasi). Proses

23

transformasi dari desa ke kota ditandai dengan : (1) kendurnya ikatan adat

istiadat, (2) sekularisasi, dan (3) individualisasi.

Pengertian nelayan sendiri menurut Ditjen Perikanan diacu dalam Satria

(2002) adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi

penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Selanjutnya diklasifikasikan

nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi

penangkapan /pemeliharaan, yaitu :

i. Nelayan/petani ikan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya

digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan

ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.

ii. Nelayan/petani ikan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/

pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.

iii. Nelayan/petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil

waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan/

pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.

Kemudian menurut Satria (2002) nelayan dapat digolongkan menjadi 4

tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi

pasar dan karakteristik hubungan produksi, yaitu peasant-fisher (nelayan

tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri,

menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan

masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama), post peasant-

fisher (teknologi penangkapan lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor,

daya tangkap lebih besar, sudah mulai berorientasi pasar dan tenaga kerja/ABK

meluas tidak hanya keluarga), commercial fisher (berorientasi pada peningkatan

keuntungan, skala usaha besar, jumlah tenaga kerja banyak dari ABK hingga

manajer, teknologi lebih modern) dan industrial fisher (kapasitas teknologi dan

armada yang maju, berorientasi pada profit-oriented, melibatkan ABK dengan

organisasi kerja yang kompleks.

24

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya, maka berikut ini dibuat perumusan hipotesis penelitian, yaitu :

1) Terdapat hubungan negatif antara partisipasi sosial masyarakat di dalam

komunitas terhadap kemiskinan.

2) Terdapat hubungan negatif antara tingkat resiprositas dan proaktiviti di

dalam kegiatan sosial terhadap kemiskinan.

3) Terdapat hubungan negatif antara perasaan saling mempercayai dan rasa

aman terhadap kemiskinan.

4) Terdapat hubungan negatif antara jaringan dan koneksi dalam komunitas

terhadap kemiskinan.

5) Terdapat hubungan negatif antara jaringan dan koneksi antar teman dan

keluarga terhadap kemiskinan.

6) Terdapat hubungan negatif antara toleransi dan kebhinekaan terhadap

kemiskinan.

7) Terdapat hubungan negatif antara antara nilai hidup dan kehidupan

terhadap kemiskinan.

8) Terdapat hubungan negatif antara koneksi/jaringan kerja di luar

komunitas terhadap kemiskinan.

9) Terdapat hubungan negatif antara partisipasi dan keanggotaan kelompok

di luar komunitas terhadap kemiskinan.

25

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Pada penelitian ini, penulis mempunyai hipotesis bahwa penyebab

terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan di daerah Desa Panimbang Jaya,

Kecamatan Panimbang bersumber pada dua hal pokok yaitu faktor struktural dan

kultural. Faktor struktural merupakan kesalahan dari lemahnya fenomena kerja

pemerintah terhadap pembangunan di daerah pesisir, khususnya nelayan.

Sedangkan faktor kultural menekankan pada posisi budaya atau aspek kebiasaan,

kemauan dan semangat yang lemah dari nelayan yang perlu ditingkatkan

khususnya aspek-aspek modal sosial masyarakat nelayan, hal inilah yang menjadi

fokus penulis teliti.

Penulis mencoba untuk menelaah kondisi masyarakat nelayan yang aktif,

yaitu yang di dalam hidupnya sumber pendapatan diperoleh dari hasil perikanan

(menangkap ikan maupun budidaya). Masyarakat nelayan ini tentunya

mempunyai suatu aktivitas atau kegiatan, baik dalam kehidupan bermasyarakat

maupun bekerja sebagai nelayan. Tentunya kegiatan-kegiatan tersebut merupakan

bagian yang tidak lepas dari bersosialisasi.

Oleh karena itu, dapat diamati mengenai kondisi modal sosial masyarakat

nelayannya seperti bagaimana tingkat partisipasi partisipasi sosial masyarakat di

dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,

perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi dalam

komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga, nilai hidup dan

kehidupan, koneksi/jaringan kerja di luar komunitas serta partisipasi dan

keanggotaan kelompok di luar komunitas.

Dengan demikian kita dapat memperkirakan seberapa besar tingkat/level

modal sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Hasilnya cenderung lebih baik

atau kurang baik. Hal itulah yang kemudian akan dibandingkan dengan indikator-

indikator kemiskinan, sehingga diperoleh data yang menjelaskan apakah terdapat

hubungan antara variabel-variabel modal sosial terhadap variabel kemiskinan

nelayan.

26

Gambar 3. Kerangka Penelitian Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang

Keterangan :

: Ruang lingkup penelitian

Masyarakat Pesisir

Modal Sosial A. Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam

Komunitas B. Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di

Dalam Kegiatan Sosial C. Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa

Aman D. Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas E. Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan

Keluarga F. Toleransi dan Kebhinekaan G. Nilai Hidup dan Kehidupan H. Koneksi/Jaringan Kerja di Luar

Komunitas I. Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok

di Luar Komunitas

Kehidupan Nelayan Kehidupan bekerja sebagai

nelayan dan dalam masyarakat

Tingkat/level Modal Sosial

Kemiskinan Masyarakat Nelayan

Pemerintah Daerah/ Propinsi

Masyarakat Nelayan (Aktif)

Pemerintah Kota/ Kabupaten

Program-program

Implementasi di lapangan

Pemerintah Pusat/ DKP

27

IV. METODOLOGI

4.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif.

Penelitian dengan metode kuantitatif mengandalkan fakta empiris yang dapat

diamati secara langsung. Suatu masalah yang hendak diteliti dengan metodologi

penelitian kuantitatif harus memiliki data dasar yang kemudian dijadikan suatu

model statistik. Oleh karena itu, penelitian kuantitatif biasanya sarat dengan

perhitungan statistik (Sandjaja. 2006).

Keuntungan pendekatan kuantitatif adalah bahwa ia dapat mengukur

reaksi sejumlah besar orang melalui perangkat pernyataan atau pertanyaan singkat

yang memungkinkan perbandingan dan pengolahan statistik dari seluruh data

(Anonim. 2005). Dengan metode ini, dimaksudkan untuk menguji hipotesa atau

menguji hubungan antar variabel penelitian, yaitu pembuktian adanya hubungan

antara variabel modal sosial (partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity, trust,

norma sosial, nilai-nilai serta adanya tindakan yang proaktif) dengan variabel

kemiskinan nelayan.

Konstelasi hubungan antara variabel modal sosial terhadap variabel

kemiskinan adalah sebagai berikut (Gambar 4).

Gambar 4. Skema Konstelasi Hubungan Antara

Variabel Modal Sosial Terhadap Variabel Kemiskinan Nelayan

Variabel Modal Sosial Variabel Kemiskinan

Y

X1

X2

X3

X9

28

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti melalui

survei terhadap nelayan di Desa Panimbang, dengan demikian sumber data primer

ini adalah nelayan. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang

berupa kondisi geografi, keadaan sosial ekonomi, budaya masyarakat dan

sebagainya yang diperoleh dari instansi-instansi terkait (Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Panimbang).

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2000). Populasi

yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah semua nelayan yang aktif melakukan

pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air

seperti yang dijelaskan oleh Ditjen Perikanan diacu dalam Satria (2002). Populasi

nelayan yang diteliti berada di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang,

Kabupaten Pandeglang berjumlah 168 nelayan.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan

diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus

betul-betul representatif (Sugiyono. 2002).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka sampel yang diambil oleh peneliti

adalah masyarakat nelayan aktif di daerah Kecamatan Panimbang Kabupaten

Pandeglang, berikut karakteristik yang dipelajari. Metode survei yang dilakukan

adalah dengan teknik interview dengan pedoman wawancara terstruktur, hal ini

dilakukan karena rata-rata para nelayan yang menjadi obyek penelitian memiliki

pendidikan yang rendah sehingga sulit dilakukan penyerahan angket untuk

pengisiannya. Responden ditetapkan semi acak (semi random) dengan target

nelayan dewasa yang aktif bekerja untuk mencari dan menangkap ikan, atau

melakukan pemeliharaan ikan. Nelayan dewasa dalam hal ini dimaksudkan bahwa

29

yang bersangkutan telah cukup matang dalam mengambil keputusan dan berfikir

secara positif dalam mengambil tindakan di dalam kehidupannya sehari-hari.

Selain itu, penggunaan semi random pada penelitian ini dikarenakan sifat

nelayan yang tidak menentu dalam melaut membuat sulit menggunakan teknik

pengambilan sampel acak murni. Teknik ini merupakan probability sampling

(dimana memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk

dipilih menjadi anggota sampel). Dalam penelitian ini jumlah sampel yang

ditetapkan oleh penulis sebesar 30 responden dari populasi sebesar 168 nelayan,

sesuai dengan sampel minimal dalam statistik.

4.4. Instrumen Penelitian

4.4.1. Variabel Modal Sosial

Instrumen penelitian yang berupa angket/kuisioner pada variabel modal

sosial diadopsi dari beberapa penelitian, seperti Paul Bullen dan Jenny Onyx dan

survei modal sosial Australian Bureau of Statistics (ABS) serta panduan

penelitian dari Hasbullah (2006) dengan beberapa penyesuaian oleh penulis

berdasarkan kondisi tempat penelitian. Oleh karena itu, variabel modal sosial

diperluas lagi menjadi beberapa sub-variabel dengan indikator/unsurnya masing-

masing (dijelaskan pada Tabel 4).

Tabel 4. Indikator Modal Sosial No. Variabel-variabel Modal Sosial Indikator 1 Partisipasi Sosial Masyarakat di

Dalam Komunitas Hadir di pertemuan lokal Terlibat kepengurusan lokal Keaktifan dalam kepengurusan Kepanitiaan suatu kegiatan Partisipasi Gotong royong

2 Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial

Mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya

Prinsip menolong orang lain Menyumbang dana/tenaga untuk

kegiatan sosial di lingkungan Menyumbang dana/tenaga untuk

komunitas lain karena musibah Inisiatif tukar fikiran atau ide dengan

suku berbeda Berinisiatif mengadakan kegiatan sosial

3 Perasaan Saling Mempercayai dan Perasaan aman pada malam hari

30

Rasa Aman Percaya pada kebanyakan orang Percaya kepada orang luar/asing Percaya semua tetangga baik Percaya kepada Pemerintah Percaya kepada LSM Percaya kepada pemimpin lokal Percaya kepada semua tokoh agama

4 Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas

Biasa meminta bantuan tetangga Mengunjungi/silaturahmi dengan teman

dalam komunitas Berusaha mendapatkan teman Melakukan pekerjaan menyenangkan

bagi tetangga Saling berbagi makanan Menjenguk tetangga yang sakit

5 Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga

Banyak orang yang diajak bicara Makan bersama keluarga/teman Mengunjungi keluarga/saudara Kedatangan tamu dari keluarga/ teman

dekat Memberi bantuan kepada teman dekat

atau keluarga 6 Toleransi dan Kebhinekaan Prinsip hidup dengan gaya hidup

berbeda-beda Dipimpin oleh suku berbeda Berteman dengan lain agama/

keyakinan 7 Nilai Hidup dan Kehidupan Kepuasan dalam hidup

Masyarakat seperti rumah Bahagia secara materi Kedudukan dalam masyarakat Kebebasan berbicara Kemauan menyelesaikan perselisihan

8 Koneksi / Jaringan Kerja di Luar Komunitas

Merasa bagian komunitas nelayan Merasa sebagai tim saat bekerja Memiliki teman atas jaringan kerja Teman di luar daerah yang berhubungan

dengan pekerjaan 9 Partisipasi dan Keanggotaan

Kelompok di Luar Komunitas Pengurus organisasi keagamaan Pengurus organisasi partai politik Pengurus perkumpulan olahraga Pengurus organisasi nelayan, dsb Kehadiran rapat pengurus/ anggota

(kelompok/perkumpulan)

31

Instrumen butir-butir indikator dari subvariabel modal sosial diatas telah

diuji baik sisi validitas maupun reliabilitasnya. Instrumen yang digunakan pada

indikator modal sosial menggunakan skala likert 1 – 4. Hal ini berdasarkan pada

penelitian-penelitian sebelumnya yang mengangap dengan skala tersebut maka

menghindari responden untuk menjawab netral/nilai sedang, sehingga mengarah

kepada jawaban yang lebih tepat. Pilihan jawaban yang disediakan merupakan

skala interval yang diordinalkan seperti tidak pernah, jarang, sering dan sangat

sering.

Pada awalnya, indikator yang digunakan dalam uji coba instrumen

penelitian berjumlah 54 butir. Setelah itu diadakan uji coba instrumen kepada 6

orang nelayan di daerah Panimbang. Proses selanjutnya diadakan pengolahan data

dengan maksud untuk menguji validitas dan menghitung reliabilitas instrumen.

Teknik uji validitas yang digunakan adalah validitas butir dengan korelasi

Bivariate Pearson (Korelasi Produk Momen Pearson), hal ini untuk mengetahui

ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin

diukur. Sedangkan teknik untuk menguji reliabilitas digunakan metode Alpha

(Cronbach’s), hal ini untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat

pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran

tersebut diulang (Priyatno. 2008).

Untuk menentukan valid atau tidaknya instrumen dalam penelitian, maka

dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05. Tetapi

menurut Azwar diacu dalam Priyatno (2008) semua item yang mencapai koefisien

korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Dari hasil analisis

kuisioner uji coba didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total.

Berdasarkan hasil analisis tersebut nilai korelasi untuk item 5, 7, 8, 14, 15, 21, 22,

23, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 38, 39, 44, 47 dan 50 nilainya kurang dari 0,30 dan

sebagian juga konstan, maka dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut tidak

berkorelasi signifikan dengan skor total (dinyatakan tidak valid) sehingga harus

dikeluarkan atau diperbaiki. Sedangkan untuk reliabilitas uji coba (terhadap butir

yang valid), nilai r kritis (uji 2 sisi) pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n)

6, didapat sebesar 0,729. Setelah dilakukan analisis, nilai Alpha yang nilainya

lebih besar dari r tabel hanya 4 variabel, yaitu variabel X2 (0,871), variabel X3

32

(0,889), variabel X7 (0,869) dan variabel X (0,918). Oleh karena itu, maka dapat

disimpulkan bahwa instrumen uji coba penelitian ini tidak reliabel.

Instrumen penelitian yang telah dilakukan uji coba yang ternyata masih

banyak yang tidak valid dan reliabel diperbaiki oleh penulis dengan pertimbangan

sebaik-baiknya. Penulis kemudian merumuskan instrumen penelitian yang masih

mengacu pada garis besar kuesioner uji coba, perbaikan yang dilakukan meliputi

kalimat pertanyaan yang kurang tepat, skala jawaban yang lebih diperinci,

menghilangkan kata-kata yang sulit dimengerti dan sebagainya. Oleh karena itu,

instrumen yang dirancang untuk penelitian tetap sama yaitu berjumlah 54 butir

indikator.

Pada pengambilan data penelitian di Desa Panimbang Jaya diambil sampel

sebanyak 30 nelayan. Pada uji validitas, dari hasil analisis kuesioner penelitian

didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total. Berdasarkan hasil

analisis tersebut nilai korelasi untuk item 15, 18, 33, 35, 38 dan 47 nilainya

kurang dari 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut tidak

berkorelasi signifikan dengan skor total (dinyatakan tidak valid) sehingga harus

dikeluarkan. Sedangkan untuk reliabilitas instrumen penelitian (terhadap butir

yang valid), nilai r kritis (uji 2 sisi) pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n)

30, didapat sebesar 0,361. Hasil nilai Alpha setelah dilakukan analisis yaitu, 0,622

(variabel X1), 0,543 (variabel X2), 0,420 (variabel X3), 0,543 (variabel X4),

0,379 (variabel X5), 0,585 (variabel X6), 0,596 (variabel X7), 0,453 (variabel

X8), dan 0,504 (variabel X9). Semua nilai Alpha mempunyai nilai lebih besar dari

r tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian untuk

variabel modal sosial ini reliabel, sehingga jumlah butir indikator modal sosial

yang disertakan dalam analisis penelitian ini berjumlah 48 butir (setelah dikurangi

6 butir penelitian yang tidak valid).

4.4.2. Variabel Kemiskinan

Kemiskinan identik dengan kesejahteraan yang rendah, sehingga untuk

mengetahui besaran variabel dependen tersebut bisa di dapat dengan mengetahui

bagaimana tingkat kesejahteraannya. Penelitian ini membagi tingkat kesejahteraan

menjadi 3 kelompok, yaitu tingkat kesejahteraan rendah (miskin), sedang dan

33

tinggi. Indikator penelitian ini diadopsi dari beberapa indikator kesejahteraan

menurut SUSENAS diacu dalam Debora (2003) sebagai berikut.

Tabel 5. Indikator Kesejahteraan No. Indikator Tingkat Kesejahteraan Skor 1 Tingkat pendapatan/

penghasilan keluarga : diukur dari besarnya pendapatan RT per kapita, dalam sebulan dibagi menjadi kategori dengan interval yang sama dalam satuan rupiah

> Rp 1.000.000 Rp 700.000 – Rp

1.000.000 < Rp 700.000

3 2

1 2 Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga : diukur dari

besarnya pengeluaran RT per kapita dalam sebulan berpedoman pada skoring metode baru Maret 1994 yang digunakan BPS dalam penentuan desa tertinggal di Indonesia

> Rp 700.000 Rp 450.000 – Rp

700.000 < Rp 450.000

3 2

1

3 Pendidikan keluarga : > 60% jumlah anggota keluarga tamat SD 30% - 60% jumlah anggota keluarga tamat SD < 30% jumlah anggota keluarga tamat SD

Tinggi Sedang Rendah

3 2 1

4 Kondisi perumahan : 1. Atap : (1) daun, (2) sirap, (3) seng, (4) asbes, (5)

genteng 2. Bilik : (1) bambu, (2) bambu & kayu, (3) kayu, (4)

setengah tembok, (5) tembok 3. Status : (1) numpang, (2) sewa, (3) milik sendiri 4. Lantai : (1) tanah, (2) papan, (3) plester, (4) ubin,

(5) porselin 5. Luas perumahan : (1) sempit [< 50 m2], (2) sedang

[50 – 100 m2], (3) luas [>100 m2]

Permanen

Semi permanen

Tidak permanen

3

2

1

5 Fasilitas perumahan : 1. Pekarangan : (1) luas [<50 m2], (2) sedang [50 –

100 m2], (3) sempit [>100 m2] 2. Hiburan : (1) radio, (2) tape recorder, (3) TV, (4)

video 3. Pendingin : (1) alam, (2) kipas angin, (3) lemari es,

(4) AC 4. Sumber penerangan : (1) lampu tempel, (2)

petromak, (3) listrik 5. Bahan baker : (1) kayu, (2) minyak tanah, (3) gas 6. Sumber air : (1) sungai, (2) air hujan, (3) mata air,

(4) sumur, (5) PAM 7. MCK : (1) kebun, (2) sungai/laut, (3) kamar

mandi umum, (4) kamar mandi sendiri

Lengkap

Semi lengkap

Tidak lengkap

3

2

1

Keterangan skor : 1 : Rendah, 2 : Sedang, 3 : Tinggi

34

Untuk mengetahui apakah responden termasuk dalam tingkat

kesejahteraan tinggi, sedang atau rendah (miskin), yaitu dengan menjumlahkan

skor-skor dari setiap indikator kesejahteraan berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, kemudian diklasifikasikan sebagai berikut.

Tingkat kesejahteraan rendah (miskin) jika skor 5 - 8

Tingkat kesejahteraan sedang jika skor 9 - 12

Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor 13 – 15

Penentuan ketiga klasifikasi tingkat kesejahteraan tersebut adalah

berdasarkan jumlah skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi menjadi tiga

kategori dengan interval yang sama secara statistik. Variabel kemiskinan

(kesejahteraan) dalam penelitian ini tidak diuji baik validitas dan reliabilitasnya.

Hal ini karena, variabel kemiskinan mengadopsi secara langsung bentuk indikator

yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) melalui SUSENAS (Survei

Sosial Ekonomi Nasional). Oleh karena itu, validitas serta reliabilitas instrumen

tentunya sudah diuji sebelumnya, serta telah disesuaikan dengan kondisi

masyarakat Indonesia secara umum.

4.5. Analisis Data

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, data sekunder

yang di dapat dari instansi-instansi terkait (Dinas Perikanan Kabupaten

Pandeglang, Kecamatan Panimbang dan sebagainya) di-telaah secara deskriptif.

Penjelasan yang digunakan adalah gambaran umum mengenai daerah Pesisir di

Panimbang khususnya masyarakat nelayan, dengan demikian didapat tentang

kondisi geografi serta keadaan sosial ekonomi secara menyeluruh.

Kemudian data primer yang didapat dengan survei (angket/kuisioner), di-

telaah secara deskriptif untuk mengetahui besaran tingkat/level karakteristik dari

variabel-variabel penelitian. Data primer yang ditelaah secara deskriptif

merupakan data yang menyangkut karakteristik modal sosial (partisipasi sosial

masyarakat di dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam

kegiatan sosial, perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi

dalam komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga, toleransi dan

kebhinekaan, nilai hidup dan kehidupan, koneksi/jaringan kerja di luar komunitas,

35

serta partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas) dan karakteristik

kemiskinan nelayan (tingkat pendapatan nelayan, tingkat konsumsi, tingkat

pendidikan keluarga, kondisi rumah dan fasilitas rumah).

Kemudian data primer yang ada juga ditelaah secara inferensial untuk

mengetahui korelasi serta generalisasi kepada populasi. Tujuan digunakan teknik

korelasi ini adalah untuk menghasilkan output penjelasan tentang hubungan antara

variabel modal sosial terhadap variabel kemiskinan, apakah mempunyai hubungan

yang cukup erat atau tidak. Selain keterkaitan antara variabel penjelas

(explanatory variable) dengan variabel tujuan (objective variable) di atas, dari

hasil uji nyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan juga didapat

apakah variabel-variabel penjelas yang ada cukup nyata (significant). Proses

analisis data penelitian ini dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Analisis Data Penelitian

Analisis 1

Karakteristik Geografi dan Kependudukan

Analisis 2

Karakteristik Modal Sosial Nelayan

Analisis 3

Karakteristik Kemiskinan Nelayan

Analisis 4

Korelasi Antar Variabel

Analisis 5

Kesimpulan

Pertanyaan :

Bagaimana kondisi geografis serta data kependudukan secara

umum?

Pertanyaan :

Bagaimana kondisi modal sosialnya? Bagaimana tingkat/

level modal sosialnya?

Pertanyaan :

Bagaimana kondisi ekonomi nelayan? Bagaimana tingkat/

level kemiskinannya?

Pertanyaan :

Apakah terdapat hubungan antar variabel? Apakah

hubungannya erat/tidak?

Pertanyaan :

Apakah modal sosial bisa sebagai salah satu solusi mengurangi kemiskinan?

Metode Analisis :

Data sekunder berupa persentase, jumlah, besaran,

serta penjelasan lainnya

Metode Analisis :

Persentase tingkat/level besaran masing-masing variabel modal sosial

Metode Analisis :

Persentase tingkat/level besaran dari pengukuran

kemiskinan atau kesejahteraan

Metode Analisis :

Menggunakan teknik korelasi Rank Spearman, serta uji z

untuk signifikansi

Metode Analisis :

Perumusan dari hasil mengenai besarnya pengaruh langsung

dari aspek modal sosial

36

Teknik korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi

Spearman Rank. Kalau pada korelasi Product Moment, sumber data untuk

variabel yang akan dikorelasikan adalah sama, data yang dikorelasikan adalah

data interval atau rasio, serta data dari kedua variabel masing-masing membentuk

distribusi normal, maka dalam korelasi Spearman Rank, sumber data untuk kedua

variabel yang akan dikorelasikan dapat berasal dari sumber yang tidak sama, jenis

data yang dikorelasikan adalah data ordinal, serta data dari kedua variabel tidak

harus membentuk distribusi normal. Jadi korelasi Spearman Rank adalah bekerja

dengan data ordinal atau berjenjang atau rangking dan bebas distribusi (Sugiyono.

2000). Perhitungan secara statistik, dalam penelitian ini menggunakan Microsoft

Excel dan SPSS 13 (Statistical Product and Service Solutions). Rumus korelasi

yang digunakan adalah sebagai berikut.

푟 = 1 −6∑ 푑푖푁 − 푁

Keterangan :

sr : Nilai Korelasi Rank Spearman

id : Perbedaan antara kedua ranking

N : Jumlah responden/sampel

Namun, hasil korelasi di atas belum bisa digunakan untuk menafsir keratan

hubungan antara variabel-variabel modal sosial dengan variabel kemiskinan. Oleh

karena itu, diperlukan uji signifikansi untuk mengetahui hubungan/keterkaitan

mana yang paling signifikan, dengan membandingkan nilai z hitung dengan z

tabel. Jika z hitung lebih besar dari z tabel, maka Ho terima dan sebaliknya (Ho =

kedua variabel tidak ada hubungan, Ha = kedua variabel terdapat hubungan).

Rumus z hitung sebagai berikut, sedangkan peubah yang akan dikorelasikan

dijelaskan pada Tabel 6.

37

푧 = 푟 √푁 − 1 Keterangan :

z : Nilai z hitung

sr : Nilai Korelasi Rank Spearman

n : Jumlah responden/sampel

Tabel 6. Peubah-peubah yang Digunakan dalam Korelasi Antara Variabel-variabel Modal Sosial Terhadap Kemiskinan

No. Nama Peubah Klasifikasi Peubah Simbol

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Tingkat Kemiskinan/kesejahteraan

Nelayan Panimbang, Pandeglang

Partisipasi Sosial Masyarakat di

Dalam Komunitas

Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti

di Dalam Kegiatan Sosial

Perasaan Saling Mempercayai dan

Rasa Aman

Jaringan dan Koneksi Dalam

Komunitas

Jaringan dan Koneksi Antar Teman

dan Keluarga

Toleransi dan Kebhinekaan

Nilai Hidup dan Kehidupan

Koneksi/Jaringan Kerja di Luar

Komunitas

Partisipasi dan Keanggotaan

Kelompok di Luar Komunitas

Data Kualitatif

1. Rendah

2. Sedang

3. Tinggi

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Skala Likert 1 – 4

Y

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

X9

38

4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada daerah pesisir yang letaknya di Desa

Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten

(Gambar 6). Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juli 2008.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten)

4.7. Keterbatasan Penelitian

1) Unit analisis pada penelitian ini adalah individu secara personal yaitu

nelayan, akan tetapi beberapa ukuran baik modal sosial dan kemiskinan

ada yang menggunakan unit analisis keluarga ataupun komunitas.

2) Pengambilan sampel penelitian ini tidak bisa murni random sampling. Hal

ini dikarenakan kondisi kehidupan masyarakat nelayan di Desa Panimbang

Jaya sebagian besar waktunya digunakan untuk melaut, sehingga hanya

yang tidak melaut saja yang bisa di interview.

Lokasi Penelitian

Sumber : www.indonesia.go.id

39

3) Kuesioner yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa penelitian

Paul Bullen dan Jenny Onyx , survei modal sosial Australian Bureau of

Statistics (ABS) serta panduan penelitian dari Hasbullah (2006).

Penerapan kombinasi kuisioner tersebut disesuaikan dengan keadaan

masyarakat nelayan sebagai obyek penelitian. Walaupun telah melalui

tahap validitas dan uji reliabilitas, diyakini masih terdapat beberapa

kekurangan atau kejanggalan dalam penerapannya.

4.8. Definisi Operasional

1) Tingkat kemiskinan/kesejahteraan nelayan Panimbang dalam penelitian ini

yang diukur adalah pendapatan, pengeluaran, tingkat pendidikan keluarga,

kondisi perumahan dan fasilitas perumahan.

2) Tingkat pendapatan/penghasilan keluarga adalah pendapatan rata-rata

(rupiah) perbulan yang diperoleh dari hasil melaut sebagai nelayan.

3) Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga adalah semua pengeluaran rata-

rata (rupiah) perbulan.

4) Tingkat pendidikan keluarga adalah persentase jumlah keluarga yang tidak

tamat SD dan tamat SD.

5) Kondisi perumahan yang diukur adalah atap (daun/sirap/seng/asbes/

genteng), bilik (bambu/bambu dan kayu/kayu/setengah tembok/tembok),

status (numpang/sewa/milik sendiri), lantai (tanah/papan/plester/ubin/

porselin) dan luas perumahan/bangunan (m2). Untuk kondisi permanen

(skor 17 – 21), semi permanen (skor 11 – 16) dan tidak permanen (skor 5 –

10).

6) Fasilitas perumahan yang diukur adalah pekarangan/halaman (m2), hiburan

(radio/tape recorder/televisi/radio), pendingin (alam/kipas angin/lemari es/

AC), sumber penerangan (lampu tempel/petromak/listrik), bahan bakar

(kayu/minyak tanah/gas), sumber air (sungai/air hujan/mata air/sumur/

PAM) dan MCK (kebun/sungai atau laut/kamar mandi umum/kamar

mandi sendiri. Untuk kondisi lengkap (skor 21 – 26), semi lengkap (skor

14 – 20) dan tidak lengkap (skor 7 – 13).

40

7) Partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas adalah kehadiran,

keterlibatan, keaktifan dan partisipasi di dalam kegiatan lingkungan lokal.

8) Tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial adalah

keikhlasan, kemauan berbagi, menolong dan bertukar ide di lingkungan.

9) Perasaan saling mempercayai dan rasa aman adalah rasa aman, percaya

kepada orang lain dan percaya kepada pemimpin.

10) Jaringan dan koneksi dalam komunitas adalah kemudahan akses, banyak

jaringan dan kemampuan menjaga koneksi di dalam lingkungan.

11) Jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga adalah kemudahan akses,

banyak jaringan dan kemampuan menjaga koneksi antar teman dan

keluarga.

12) Toleransi dan kebhinekaan adalah kemampuan hidup dengan gaya

berbeda, suku dan agama/keyakinan.

13) Nilai hidup dan kehidupan adalah kepuasan hidup, menyatu dalam

masyarakat, kebahagiaan materi, kedudukan dan kebebasan.

14) Koneksi/jaringan kerja di luar komunitas adalah perasaan sebagai satu

komunitas, satu tim dan banyaknya jaringan terbentuk di luar komunitas.

15) Partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas adalah pengurus

atau anggota organisasi keagamaan, partai politik, olahraga, nelayan dan

keaktifan atau kehadirannya.

41

V. HASIL

5.1. Keadaan Geografis

Kecamatan Panimbang merupakan kecamatan yang berada di sebelah

selatan ibukota Kabupaten Pandeglang dengan jarak ± 70 km, dan luas wilayah

± 9.774.914 Ha yang terdiri dari :

1. Tanah darat : 6.163.914 Ha

2. Sawah : 3.611.000 Ha

Adapun batas wilayah Kecamatan Panimbang adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Sukaresmi

Sebelah Timur : Kecamatan Angsana

Sebelah Selatan : Kecamatan Sobang dan Cigeulis

Sebelah Barat : Selat Sunda

Kecamatan Panimbang merupakan daerah rendah dengan hamparan

persawahan dan sedikit rawa-rawa yang mulai berubah menjadi lahan

perempangan, dengan pantai Selat Sunda yang terbentang sepanjang 27 km

merupakan potensi yang berkembang dan terus dikembangkan baik bidang

pertanian, perikanan laut, darat dan wisata. Beberapa aliran sungai bermuara di

Panimbang yang berfungsi sebagai pembuangan terkadang membawa musibah

banjir yang merusak lahan pertanian dan perempangan masyarakat yang tidak

jarang memakan kerugian yang cukup besar bagi petani (Kecamatan. 2008).

Tabel 7. Luas Desa Binaan Kecamatan Panimbang, Tahun 2008

No. Nama Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha)

1

2

3

4

5

6

Panimbang Jaya

Mekarjaya

Gombong

Mekarsari

Citeureup

Tanjung Jaya

1.056.470

606.024

796.750

2.309.000

1.705.000

3.301.740 Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)

42

Kecamatan Panimbang terdiri atas 6 Desa Binaan yaitu Desa Panimbang

Jaya, Desa Mekarjaya, Desa Gombong, Desa Mekarsari, Desa Citeureup dan Desa

Tanjung jaya. Berdasarkan tabel 7 diatas, luas desa Desa Panimbang Jaya yang

menjadi tempat penelitian adalah 1.056.470 Ha. Jadi, Desa Panimbang Jaya

berada pada urutan keempat berdasarkan luasnya di Kecamatan Panimbang,

setelah Desa Tanjung Jaya, Desa Mekarsari dan Desa Citeureup.

5.2. Demografi

5.2.1. Jumlah Penduduk

Kecamatan Panimbang merupakan Indonesia mini karena di dalamnya

terdiri dari berbagai macam suku baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun suku-

suku dari luar Jawa sehingga dapat memberikan pengaruh baik positif maupun

negatif dalam pengembangan Kecamatan Panimbang, karena masing-masing

membawa adat dan tradisi yang selanjutnya memadu dalam mewujudkan

peningkatan kesejahteraan melalui keahlian di bidangnya masing-masing.

Kecamatan Panimbang yang terdiri dari 6 Desa Binaan mempunyai penduduk

berdasarkan laporan tingkat desa berjumlah 45.285 jiwa terdiri dari :

1. Laki-laki : 23.430 jiwa

2. Perempuan : 21.855 jiwa

Tabel 8. Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk, Tahun 2008 No. Nama Desa/Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan

1

2

3

4

5

6

Panimbang Jaya

Mekarjaya

Gombong

Mekarsari

Citeureup

Tanjung Jaya

3.001

1.125

994

2.513

1.423

1.602

6.461

2.085

1.809

4.435

4.526

3.226

6.620

2.145

1.824

5.672

3.448

3.110

Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang

Berdasarkan tabel di atas, ternyata walaupun luas daerah Desa Panimbang

Jaya tidak seluas Desa Tanjung Jaya, Desa Mekarsari dan Desa Citeureup, tetapi

Desa Panimbang Jaya ternyata memiliki jumlah penduduk terpadat yaitu dengan

43

3.001 kepala keluarga (KK), dengan komposisi 6.461 laki-laki dan 6.620

perempuan. Hal tersebut dikarenakan akses yang terjadi di Desa Panimbang Jaya

lebih baik dari desa-desa lainnya. Akses yang dimaksud adalah tempat berlabuh di

Desa Panimbang Jaya yang selalu ramai, bahkan jumlah nelayan dari luar daerah

jauh lebih mendominasi.

Banyaknya nelayan yang berlabuh, secara lambat laun berdampak pada

bertambahnya jumlah penduduk akibat migrasi. Nelayan yang berasal dari luar

daerah yang merasa nyaman akhirnya banyak yang memutuskan untuk tinggal dan

menetap di wilayah Desa Panimbang Jaya. Selain akses laut, akses darat di Desa

Panimbang Jaya juga lebih baik daripada desa-desa lainnya. Jarak antara Desa

Panimbang Jaya ke Kota Serang misalnya, dapat ditempuh sekitar 50 km, lebih

dekat daripada desa lainnya.

5.2.2. Mata Pencaharian

Adapun mata pencaharian penduduk Kecamatan Panimbang sebagian

besar di bidang pertanian dan mata pencaharian lainnya adalah sebagai nelayan,

buruh/tukang, pedagang, jasa, pegawai, pegawai negeri sipil, TNI, POLRI,

pensiunan dan wiraswasta.

Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 No. Mata

Pencaharian

Panimbang

Jaya

(jiwa)

Mekarjaya

(jiwa)

Gombong

(jiwa)

Mekarsari

(jiwa)

Citeureup

(jiwa)

Tanjung

Jaya

(jiwa)

1

2

3

4

5

6

7

Pertanian

Nelayan

Pengusaha

Buruh/Pedagang

PNS

TNI/POLRI

Peternakan

1.472

168

325

292

284

25

38

1.158

-

94

40

16

-

96

1.530

-

86

26

44

-

-

3.515

25

52

65

41

-

-

3.628

524

238

683

82

-

-

3.445

227

127

153

10

-

-

Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)

Berdasarkan tabel mata pencaharian penduduk di Kecamatan Panimbang,

terlihat bahwa memang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani, hal

44

ini dikarenakan lahan yang tersedia masih cukup besar dan baik sebagai lahan

pertanian. Sedangkan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak dan

TNI/POLRI mempunyai jumlah yang paling sedikit. Untuk bidang perikanan dan

kelautan, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan berjumlah cukup banyak

walaupun di Desa Mekarjaya dan Desa Gombong tidak ada atau mungkin sangat

sedikit yang bekerja sebagai nelayan.

Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan terbanyak berada di Desa

Citeureup, dengan jumlah 524 nelayan, sedangkan untuk Desa Panimbang Jaya,

jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan hanya berjumlah 168 nelayan.

Akan tetapi, Desa Panimbang Jaya merupakan tempat berlabuh bagi nelayan-

nelayan dari berbagai daerah, sehingga pusat berkumpulnya nelayan di

Kecamatan Panimbang adalah di Desa Panimbang Jaya dimana letaknya berada di

muara sungai yang berbatasan dengan Desa Sidamukti.

5.2.3. Agama dan Kepercayaan

Kecamatan Panimbang yang terbagi atas 6 Desa Binaan, sebagian besar

penduduknya merupakan pendatang yang berasal dari daerah lain. Khususnya

untuk Desa Panimbang Jaya, penduduk yang berdomisili disana sebagaian besar

berasal dari daerah Brebes dan Indramayu, yang sudah lama menetap selama

puluhan tahun yang kemudian menjadi warga Panimbang. Walaupun daerah

Kecamatan Panimbang ini dihuni oleh banyak pendatang tetapi secara mayoritas

penduduknya beragama Islam.

Tabel 10. Komposisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panimbang, Tahun 2008

No. Nama Desa Jumlah Penduduk Menurut Agama

Islam Katolik Protestan Hindu Budha

1

2

3

4

5

6

Panimbang Jaya

Mekarjaya

Gombong

Mekarsari

Citeureup

Tanjung Jaya

13.054

4.230

3.611

10.107

7.974

6.329

-

-

22

-

-

7

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

27

-

-

-

-

-

Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)

45

Berdasarkan tabel 10, komposisi agama dan kepercayaan masyarakat

Kecamatan Panimbang di Desa Binaan hanya terdapat tiga, yaitu Islam, Katolik

dan Budha, sedangkan untuk Protestan dan Hindu sama sekali tidak ada. Terlihat

bahwa pemeluk agama Kristen Katolik total hanya sebesar 29 orang, sedangkan

pemeluk agama Budha hanya 27 orang. Agama Islam yang menjadi mayoritas di

Kecamatan Panimbang memiliki jumlah total 45.305 orang.

5.2.4. Pendidikan

Daerah Kecamatan Panimbang merupakan daerah yang terpencil serta

aksesnya terbatas. Hal ini dikarenakan jarak antara tempat tinggal dengan

perkotaan cukup jauh dan harus ditempuh dengan jarak puluhan kilometer. Oleh

karena itulah, hal ini cukup berdampak kepada pendidikan masyarakatnya yang

masih terbatas. Selain itu, faktor warisan pekerjaan yang bersifat turun-menurun

menjadikan masyarakatnya masih belum terlalu mengutamakan pendidikan.

Tabel 11. Institusi Pendidikan Formal di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 No. Nama Desa TK SD/MI SLTP/MTs SLA/MAN

1

2

3

4

5

6

Panimbang Jaya

Mekarjaya

Gombong

Mekarsari

Citeureup

Tanjung Jaya

5

-

1

-

2

1

14

6

8

12

8

5

7

1

-

-

1

2

2

-

-

-

2

1

Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)

Data tersebut menggambarkan bahwa, Desa Panimbang Jaya secara

keseluruhan merupakan desa yang mempunyai jumlah institusi pendidikan

terbanyak di Kecamatan Panimbang. Pendidikan di desa tersebut sudah cukup

lengkap, dimulai dari tingkat pendidikan terkecil yaitu Taman Kanak-kanak (TK)

hingga Sekolah Menengah Atas (SLA) atau Madrasah Aliyah Negeri (MAN).

Konsentrasi pendidikan di daerah Desa Panimbang Jaya disebabkan karena

besarnya jumlah penduduk disana serta aksesnya baik laut dan darat, lebih baik

daripada desa-desa lainnya di Kecamatan Panimbang.

46

5.3. Potensi Perikanan

Bidang kelautan memiliki potensi sumberdaya laut yang potensial terdapat

di Selat Sunda dan Samudra Hindia serta beraneka ragam jenis ikan dan biota laut

yang terkandung di dalamnya sehingga sangat berpeluang untuk usaha perikanan

tangkap dan budidaya laut, tetapi potensi ini masih belum dikelola dan

dimanfaatkan secara maksimal dengan mengacu pada pelestarian lingkungan

sumberdaya laut (Dinas Kelautan. 2007). Oleh karena itu, peluang yang ada masih

cukup besar bagi bidang industri kelautan.

Tabel 12. Data Produksi Budidaya Laut dan Penangkapan, Kabupaten Pandeglang Tahun Budidaya Laut Penangkapan Keterangan

Produksi

(Ton)

Nilai

(Rp)

Produksi

(Ton)

Nilai

(Rp)

2002

2003

2004

2005

2006

45

15,9

84,8

761,3

349,5

45.000.000

18.000.000

65.000.000

87.000.000

59.000.000

30.181

24.147

25.354

27.339

12.399

11.704.425.000

12.071.807.500

12.400.149.000

15.216.111.550

7.596.162.000

Budidaya laut antara lain :

1. Rumput laut

2. Kerapu

3. Lobster

4. Kerang Hijau

Sumber : Data-data Bidang Kelautan, Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2008

Berdasarkan tabel data produksi budidaya laut dan penangkapan diatas,

terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2006 produksi dari budidaya laut

mengalami naik turun. Produksi untuk budidaya laut terbesar terjadi pada tahun

2005, dimana peningkatan yang terjadi cukup drastis yaitu dari 84,8 ton

produksinya pada tahun 2004 menjadi 761,3 ton di tahun 2005. Sedangkan

produksi budidaya laut terkecil terjadi pada tahun 2003, dimana produksi utama

adalah rumput laut, kerapu, lobster dan kerang hijau.

Untuk bidang penangkapan, produksi yang ada juga mengalami naik turun

dari data tahun 2002 hingga 2006. Pada tahun 2002, produksi dari penangkapan

adalah yang tertinggi dengan total produksi 30.181 ton dengan nilai sebesar

Rp11.704.425.000. Sedangkan pada tahun 2003 terjadi penurunan sekitar 6 ribu

ton, kemudian di tahun 2004 dan 2005 produksi sedikit meningkat. Tetapi, pada

tahun 2006 terjadi kemerosotan produksi penangkapan yang cukup drastis, dengan

total produksi hanya 12.399 ton.

47

VI. PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Modal Sosial Nelayan

Pada penelitian ini, karakteristik modal sosial nelayan merupakan suatu

identifikasi awal yang diperlukan untuk mengetahui seberapa besar modal sosial

yang ada dalam masyarakat, khususnya nelayan di Desa Panimbang Jaya. Dengan

mengetahui karakteristik modal sosial nelayan tentunya akan mempermudah

langkah-langkah Pemerintah khususnya, beserta elemen lainnya untuk

menentukan tahapan apa atau program apa yang sesuai demi terselenggaranya

pembangunan yang baik.

Elemen modal sosial yang ditelaah pada penelitian ini dibagi menjadi

beberapa sub-variabel, yaitu variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam

komunitas, variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,

variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman, variabel jaringan dan

koneksi dalam komunitas, variabel jaringan dan koneksi antar teman dan

keluarga, variabel toleransi dan kebhinekaan, variabel nilai hidup dan kehidupan,

variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas serta variabel partisipasi dan

keanggotaan kelompok di luar komunitas.

Modal sosial masyarakat Desa Panimbang Jaya, khususnya masyarakat

yang bekerja sebagai nelayan mempunyai keunikan tersendiri. Berbeda dengan

masyarakat petani yang modal utamanya adalah sawah mereka, modal utama

nelayan adalah kapal/perahu yang digunakan sebagai alat utama untuk menangkap

ikan. Sedangkan nelayan-nelayan yang tidak mempunyai modal maka akan

menjadi nelayan buruh, dimana mereka akan sangat tergantung terhadap perahu/

kapal lainnya.

Nelayan dengan kehidupan uniknya, dimulai dari kerja mereka yang

sangat tergantung musim, pendapatan yang tidak menentu, kehidupan bertarung

melawan alam yang keras, pendidikan yang banyak terabaikan, kebiasaan sulit

untuk mengatur keuangan dan sebagainya tentu akan didapati mengenai seberapa

besar tingkat modal sosial yang mereka miliki, serta akan didapat kelebihan serta

kekurangan mereka.

48

6.1.1. Tingkat/level Variabel Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas

Dalam mengukur tingkat/level variabel partisipasi sosial masyarakat di

dalam komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah kehadiran pada

pertemuan lokal, keterlibatan dalam kepengurusan lokal, keaktifan dan

sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

Tabel 13. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial Rata-rata

Kategori

1 Hadir di pertemuan lokal 6 bulan terakhir

Tidak Pernah Pernah Beberapa Sering

12 4

10 4

40,0 13,3 33,3 13,3

2,20 Sedang

2 Terlibat kepengurusan lokal

Tidak Ada 1 Ada 2 Beberapa (Min 3)

22 3 1 4

73,3 10,0 3,3 13,3

1,57 Rendah

3 Keaktifan dalam kepengurusan

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

22 3 3 2

73,3 10,0 10,0 6,7

1,50 Rendah

4 Kepanitiaan suatu kegiatan (1 tahun terakhir)

Tidak Pernah 1 Kali 2 Kali Sering (Min 3)

18 3 2 7

60,0 10,0 6,7 23,3

1,93 Rendah

5 Partisipasi Gotong royong (1 tahun terakhir)

Tidak Pernah 1 Kali 2 Kali Beberapa (Min 3)

3 7

10 10

10,0 23,3 33,3 33,3

2,90 Sedang

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Berdasarkan data rekapitulasi di atas mengenai variabel partisipasi sosial

masyarakat di dalam komunitas dapat diketahui bahwa kehadiran masyarakat

nelayan dalam acara-acara pertemuan lokal seperti rapat RW, rapat RT serta

agenda kumpul untuk konsolidasi di dalam komunitas terbilang sedang. Dimana

persentase terbesar yaitu 40 % atau 12 orang masyarakat nelayan tidak pernah

hadir dalam suatu pertemuan yang diadakan di lingkungan lokal. Hal ini diduga

karena kehidupan nelayan yang pergi melaut dengan tidak menentu, dimana

apabila cuaca sedang baik maka akan lebih sering untuk pergi melaut sedangkan

49

apabila sedang musim barat dimana ombak kurang bersahabat maka nelayan akan

istirahat atau mencari tangkapan di daerah lainnya.

Begitu juga dengan indikator mengenai terlibatnya nelayan dalam

kepengurusan lokal. Terlihat sekali bahwa sebanyak 22 orang atau 73,3 %

menjawab bahwa mereka tidak terlibat dalam kepengurusan lokal, sehingga

masuk di dalam kategori rendah. Tentunya hal ini juga pasti berdampak kepada

keaktifan mereka terhadap suatu kepengurusan, dimana apabila mereka tidak

terlibat dalam kepengurusan atau keanggotaan suatu organisasi atau asosiasi

secara otomatis jumlah mereka yang aktif di dalamnya mempunyai jumlah yang

sedikit. Terlihat bahwa sebanyak 22 orang atau 73,3 % masyarakat nelayan tidak

aktif sedangkan yang kurang aktif ada 10 %, aktif 10 % dan sangat aktif 6,7%.

Indikator mengenai kepanitiaan masyarakat nelayan juga sama berkisar di

kategori rendah. Dimana dalam 1 tahun terakhir sebagian besar masyarakat

nelayan (18 orang atau 60 %) tidak pernah mengikuti suatu kepanitiaan yang

berada di lingkungannya. Tingkat modal sosial rata-rata dari indikator mengenai

kepanitian masyarakat di lingkungan lokal adalah 1,93. Rendahnya partisipasi

yang ada dari indikator-indikator tersebut selain memang faktor utama yaitu

pekerjaan mereka yang selalu menuntut mereka untuk selalu atau sering berada di

laut, juga dikarenakan faktor keengganan atau kemalasan mereka untuk

berpartisipasi dengan kegiatan lingkungan, khususnya kegiatan yang terikat

seperti organisasi atau asosiasi-asosiasi. Mereka terfokus terhadap bagaimana

caranya untuk terus mendapatkan penghasilan, yang merupakan kewajiban

mereka sebagai skala prioritas sedangkan upaya mereka untuk bersosialisasi

hanya mereka wujudkan dalam interaksi kehidupan sosialnya, dimana mereka

akan membantu apabila memang diminta oleh masyarakat sehingga apabila tidak

maka mereka akan ikut saja pada kegiatan lokal yang ada.

Seperti ditunjukkan pada indikator berikutnya yaitu mengenai partisipasi

mereka dalam 1 tahun terakhir terhadap kemauan mereka untuk membantu dalam

pembuatan pelayanan umum atau bergotong-royong dimana berada pada level

kategori sedang dengan tingkat modal sosial rata-rata 2,9. Hal ini jelas

menunjukkan bahwa keaktifan mereka lebih kepada hal-hal yang tidak terikat

mengingat kesempatan mereka untuk berada di darat hanya dalam waktu singkat.

50

Oleh karena itu, dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah masyarakat yang tidak

ikut berpartisipasi hanya 3 orang atau 10 %.

6.1.2. Tingkat/level Variabel Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial

Dalam mengukur tingkat/level variabel reprositas dan proaktiviti di dalam

kegiatan sosial digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah kemauan

mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya, sikap mau menolong

orang lain dan dampaknya, pernah tidaknya menyumbang dana/tenaga untuk

kegiatan sosial dan sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

Tabel 14. Rekapitulasi Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial

No. Indikator Tingkat Modal Sosial

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial Rata-rata

Kategori

1 Mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya

Tidak Pernah Pernah Beberapa Sering

9 6 2

13

30,0 20,0 6,7 43,3

2,63 Sedang

2 Dengan menolong orang lain, akan menolong diri sendiri (jangka panjang)

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

3 0 8

19

10,0 0,0 26,7 63,3

3,43 Tinggi

3 Menyumbang dana/tenaga untuk kegiatan sosial di lingkungan (1 tahun terakhir)

Tidak Pernah 1 kali 2 kali Sering (Min 3)

1 2 2

25

3,3 6,7 6,7 83,3

3,70 Tinggi

4 Menyumbang dana/tenaga untuk komunitas lain karena musibah

Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering

13 3 6 8

43,3 10,0 20,0 26,7

2,30 Sedang

5 Inisiatif tukar fikiran atau ide dengan suku berbeda

Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering

6 1 3

20

20,0 3,3 10,0 66,7

3,23 Tinggi

6 Berinisiatif mengadakan kegiatan sosial

Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering

8 3 8

11

26,7 10,0 26,7 36,7

2,73 Sedang

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

51

Berdasarkan Tabel 14, mengenai tingkat resiprositas dan proaktiviti di

dalam kegiatan sosial dibagi menjadi beberapa indikator. Untuk indikator

kemauan untuk melakukan sesuatu tanpa mengharapkan adanya suatu imbalan

(resiprositas) digunakan pertanyaan mengenai kemauan seseorang untuk

mengambil sampah orang lain yang berada di tempat umum kemudian

membuangnya. Ternyata dari hasil survei tingkat modal sosial rata-rata yang

didapat sebesar 2,63 yaitu tergolong pada kategori sedang, dimana mayoritas

sebanyak 13 orang atau 43,3 % mengatakan sering. Hal ini mengindikasikan

bahwa masyarakat nelayan yang tinggal di Desa Panimbang Jaya ini secara rata-

rata mau dengan sukarela untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi

permasalahan orang lain, dalam hal ini demi kebaikan bersama yang dicontohkan

dengan kemauan mereka untuk mengambil sampah orang lain.

Sedangkan pada indikator selanjutnya merupakan pendapat mereka

tentang apabila mereka menolong orang lain, berarti mereka juga akan menolong

diri mereka sendiri dalam jangka panjang. Ternyata hal ini mendapat respons yang

cukup tinggi dimana mereka menyatakan bahwa benar dengan menolong orang

lain maka secara otomatis akan menolong diri mereka sendiri dalam jangka

panjang, sehingga dengan jelas respon sebagian besar masyarakat nelayan adalah

setuju (8 orang atau 26,7 %) dan sangat setuju (19 orang atau 63,3 %). Dengan

demikian tingkat modal sosial rata-rata berada pada nilai 3,43 yang tergolong ke

dalam kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan

mempunyai semangat tinggi untuk membantu atau menolong orang lain, karena

mereka juga berfikir tentang kondisi mereka yang pernah mengalami kondisi sulit

(masa paceklik, pendapatan dari melaut sedikit, dan sebagainya) seperti yang

dialami oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka berfikir dengan semakin banyak

mereka bisa membantu orang lain maka secara tidak sadar apabila mereka sedang

membutuhkan bantuan maka akan ada orang lain yang juga akan membantu

mereka.

Indikator mengenai, apakah mereka pernah menyumbang dana atau

tenaga secara spontan untuk suatu kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan

tempat tinggal dalam 1 tahun terakhir ternyata sebanyak 25 orang atau 83,3 %

menjawab sering. Dengan demikian, tingkat modal sosial rata-rata cukup besar

52

yaitu 3,70 yang merupakan kategori tinggi. Berdasarkan hasil persentase tersebut

menggambarkan bahwa masyarakat Desa Panimbang Jaya cukup aktif untuk

berperan serta dalam membantu kegiatan sosial di lingkungannya. Rajaban

misalnya, kegiatan sosial ini merupakan kegiatan untuk menyambut bulan Rajab

(bulan Islam) dimana sebagian besar masyarakat mau untuk menyumbang dana

atau tenaga mereka secara spontan.

Kemudian indikator mengenai pernah tidaknya mereka menyumbang dana

atau tenaga pada kejadian musibah yang menimpa komunitas lain, sebagian besar

atau 13 orang (43,3 %) menjawab tidak. Hal ini disebabkan karena wilayah

mereka merupakan daerah terpencil dimana akses mereka terhadap informasi

rendah, terlebih lagi kondisi mereka sendiri juga belum kian membaik dari hari ke

hari (khususnya kondisi perekonomian). Walau demikian, tingkat modal sosial

rata-rata mereka khususnya pada indikator ini ditunjukkan dengan nilai 2,30 atau

termasuk ke dalam kategori sedang, sehingga walaupun minimnya arus informasi

dan kondisi ekonomi mereka yang masih sulit ternyata masih ada juga yang bisa

berpartisipasi dalam membantu komunitas lain yang terkena musibah.

Pada indikator pernah tidaknya mereka berinisiatif untuk bertukar pikiran

dan ide dengan teman yang tidak berasal dari suku yang sama ternyata sebagian

besar menjawab sering (20 orang atau 66,7 %). Oleh karena itu, secara rata-rata

tingkat modal sosial mereka pada indikator ini tergolong tinggi, dengan nilai

sebesar 3,23. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan mereka yang bersuku-

suku serta ras yang berbeda-beda, baik di masyarakat Desa Panimbang Jaya

maupun komunitas nelayan pada umumnya memang harus menghilangkan sifat

kesukuan mereka, artinya mereka mempunyai tuntutan untuk berbaur dengan

siapa saja. Dengan demikian arus pertukaran pikiran dan ide juga semakin besar.

Walaupun ada pula sebagian nelayan yang tidak pernah bertukar pikiran atau ide

dengan sesama suku mereka (20 %), hal ini mungkin dikarenakan sifat individual

dari masing-masing nelayan yang masih kurang bisa berbaur.

Kemudian indikator terakhir dari variabel ini adalah pernah tidaknya

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya secara individu berinisiatif untuk

mengadakan suatu kegiatan sosial baik di dalam maupun luar komunitas. Dari

tabel tersebut didapat jawaban tidak pernah sebesar 26,7 %, jarang 10 %, kadang-

53

kadang 26,7 % dan sering 36,7 % dimana tingkat modal sosial rata-rata

mempunyai nilai 2,73 (kategori sedang). Berdasarkan hal tersebut, dapat

terungkap bahwa sebagian besar yang menjawab sering berpendapat mereka

memang mempunyai semangat dan keinginan agar desa mereka serta

masyarakatnya bisa lebih baik. Oleh karena itu, mereka memunculkan insiatif

mereka seperti perayaan Dirgahayu HUT RI setiap tahunnya, membangkitkan

peran serta anak-anak muda dalam kompetisi olahraga, serta kegiatan-kegiatan

sosial kemasyarakatan lainnya. Sedangkan masyarakat lainnya yang menjawab

tidak pernah, menganggap bahwa diri mereka saat ini pun sudah sibuk (karena

pekerjaan melaut) sehingga mereka hanya bisa memberi bantuan sekedarnya dan

ikut saja kepada setiap kegiatan yang ada di dalam masyarakat.

6.1.3. Tingkat/level Variabel Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman

Dalam mengukur tingkat/level variabel perasaan saling mempercayai dan

rasa aman digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa

aman apabila berjalan pada malam hari di lingkungannya, percaya atau tidak pada

kebanyakan orang, kemauan memberikan pertolongan (mempersilakan istirahat)

ketika ada orang luar yang kendaraannya mengalami kerusakan dan sebagainya.

Hasil yang didapat dijelaskan pada Tabel 15.

Berdasarkan Tabel 15 yang merupakan rekapitulasi tingkat perasaan saling

mempercayai dan rasa aman, untuk indikator yang pertama yaitu mengenai rasa

aman apabila mereka berjalan pada malam hari terlihat bahwa sebagian besar

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya menjawab tidak aman 0 % (tidak ada

yang memilih), kurang aman 13,3 % (4 orang), aman 66,7 % (20 orang) dan

sangat aman 20 % (6 orang). Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa

kepercayaan mereka terhadap lingkungannya secara rata-rata masih tergolong

tinggi, hal ini pula ditunjukkan dengan nilai tingkat modal sosial rata-rata 3,07.

Tingginya kepercayaan mereka terhadap keamanan di lingkungannya disebabkan

oleh belum adanya kejadian atau peristiwa yang meresahkan masyarakat, seperti

kehilangan misalnya, penganiayaan, perampokan dan sebagainya. Selain itu,

kehidupan masyarakat nelayan yang secara rata-rata masih sederhana membuat

54

tidak adanya kesenjangan antara satu anggota masyarakat dengan lainnya,

sehingga sangat minim untuk terjadi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat.

Tabel 15. Rekapitulasi Tingkat Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial Rata-rata

Kategori

1 Perasaan aman bila berjalan pada malam hari

Tidak Aman Kurang Aman Aman Sangat Aman

0 4

20 6

0,0 13,3 66,7 20,0

3,07 Tinggi

2 Percaya pada kebanyakan orang

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

5 13

9 3

16,7 43,3 30,0 10,0

2,33 Sedang

3 Apabila ada orang luar yang mobilnya rusak, apakah akan mempersilakan untuk istirahat

Tidak Cenderung tidak Cenderung ya Pasti

2 5 8

15

6,7 16,7 26,7 50,0

3,20 Tinggi

4 Percaya semua tetangga adalah orang baik

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya

0 12 15

3

0,0 40,0 50,0 10,0

2,70 Sedang

5 Percaya kepada Pemerintah saat ini

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya

5 10 11

4

16,7 33,3 36,7 13,3

2,47 Sedang

6 Percaya kepada LSM yang ada

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya

10 9 7 4

33,3 30,0 23,3 13,3

2,17 Sedang

7 Percaya kepada pemimpin lokal

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya

2 10

9 9

6,7 33,3 30,0 30,0

2,83 Sedang

8 Percaya kepada semua tokoh agama

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya

1 4

11 14

3,3 13,3 36,7 46,7

3,27 Tinggi

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Sedangkan pada indikator berikutnya yaitu apakah mereka setuju atau

tidak bahwa kebanyakan orang bisa dipercaya, ternyata respons masyarakat

sebagian besar atau 43,3 % (13 orang) menjawab kurang setuju. Tingkat modal

sosial rata-rata pada indikator ini berada pada nilai 2,33 yang merupakan kategori

55

sedang. Jadi, menurut masyarakat di Desa Panimbang Jaya secara rata-rata belum

sepenuhnya percaya kepada orang lain. Indikasi tersebut dikarenakan banyak

faktor, salah satu diantaranya faktor ekonomi. Masyarakat di Desa Panimbang

Jaya ternyata tidak sepenuhnya percaya terhadap kawan mereka sesama nelayan

untuk meminjam uang misalnya. Mereka tidak yakin bahwa uang yang mereka

pinjamkan itu nantinya akan kembali lagi, oleh karena itu ini menjadi alasan

mereka tidak benar-benar percaya kepada kebanyakan orang. Contoh lain

misalnya mengenai kegiatan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), banyak dari

masyarakat yang mengeluhkan ketidaktransparan dari pengelola TPI, dikarenakan

deposit uang mereka yang seharusnya setiap akhir tahun diberikan dengan jumlah

tertentu ternyata hanya diganti dengan sejumlah sembako dan sedikit uang. Hal

inilah yang menambah ketidakpercayaan mereka terhadap kebanyakan orang,

belum lagi aktivitas Polisi Air (POLAIR) yang seharusnya menurut aturan

melarang beroperasinya trawl, ternyata dengan sedikit uang sogokan mereka

mampu meniadakan aturan tersebut serta melupakan untuk menindaknya. Orang-

orang yang berada didalam itulah yang menjadi oknum, sehingga masyarakat

Desa Panimbang Jaya banyak yang menyiasati untuk menjual hasil tangkapannya

bukan di TPI dan sebagainya.

Selanjutnya adalah indikator yang mengukur tentang kepercayaan

masyarakat di Desa Panimbang Jaya terhadap orang luar atau asing yang singgah

ke daerah mereka. Pertanyaan yang dimisalkan adalah apabila ada seseorang yang

mobilnya mengalami kerusakan di depan rumah, apakah mereka akan

mempersilakannya untuk masuk dan istirahat sebentar. Ternyata respons terbesar

sebagian masyarakat menjawab pasti (15 orang atau 50 %), sedangkan yang

benar-benar menjawab tidak hanya 2 orang atau 6,7 %. Hal ini tentunya

mengindikasikan bahwa mereka selalu membuka tangannya lebar-lebar untuk

siapa saja yang membutuhkan bantuan mereka selagi mereka bisa, tidak peduli

mereka orang asing. Mereka memahami kondisi bagaimana orang yang sedang

dalam kesulitan, dimana mereka pasti membutuhkan bantuan orang lain. Begitu

pula saat melaut, semua nelayan yang berada di laut mereka anggap sebagai

teman, sehingga apabila ada nelayan luar yang belum mereka kenal mengalami

56

kerusakan mesin maka mereka akan dengan sukarela untuk menarik kapal tersebut

ke dermaga dan juga sebaliknya.

Indikator lainnya adalah mengenai apakah mereka percaya bahwa tetangga

semuanya adalah orang yang baik. Hasil survei yang di dapat sebagian besar (15

orang atau 50 %) mengatakan percaya sedangkan secara signifikan juga sebanyak

12 orang (40 %) menjawab kurang percaya, sehingga secara rata-rata tingkat

modal sosial mereka pada indikator ini berada pada kategori sedang dengan nilai

2,70. Masyarakat yang menjawab percaya mengindikasikan bahwa mereka cukup

yakin terhadap tetangga yang berada di sekitar mereka adalah orang yang baik,

karena tetangga merupakan orang-orang terdekat mereka di lingkungannya maka

secara otomatis mereka harus percaya terhadap tetangga-tetangga mereka.

Sebaliknya yang menjawab kurang percaya, hal ini disebabkan karena memang

dalam keseharian mereka tidak semua tetangga bisa dipercaya. Kekurang-

percayaan yang terjadi diantara mereka disebabkan oleh banyak faktor, sehingga

mereka akan selektif terhadap tetangga di sekitar mereka.

Berikutnya adalah indikator mengenai tingkat kepercayaan mereka

terhadap pemerintah saat ini. Hasilnya adalah sebanyak 5 orang (16,7 %)

menjawab tidak percaya, 10 orang (33,3 %) kurang percaya, 11 orang (36,7 %)

percaya dan 4 orang (13,3 %) sangat percaya. Secara rata-rata tingkat modal sosial

masyarakat nelayan Desa Panimbang Jaya berkisar di nilai 2,47 dimana ini

merupakan kategori sedang. Sebagian besar masyarakat yang memilih percaya

dan sangat percaya karena mereka menilai bahwa orang-orang yang ada di

pemerintahan merupakan orang-orang pintar dan cerdas, sehingga mungkin segala

kebijakan yang diambil walaupun banyak menemui pro dan kontra itu merupakan

jalan keluar terbaik. Sedangkan yang kurang percaya dan percaya beranggapan,

pemerintah saat ini tidak pro terhadap rakyat miskin. Kenaikan harga BBM

contohnya, hal ini tentunya semakin menyulitkan kehidupan mereka. Belum lagi

pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang menurut mereka tidak merata

serta kurang tepat mengenai sasaran.

Kemudian indikator selanjutnya adalah mengenai kepercayaan mereka

terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berupaya membantu

masyarakat. Dari survei yang ada ternyata secara rata-rata tingkat modal sosial

57

yang ada pada indikator ini berada pada nilai 2,17 yaitu tergolong sedang. Akan

tetapi sebagian besar masyarakat dari survei tersebut menjawab tidak percaya

(33,3 %) dan kurang percaya (30 %). Hal ini diduga karena banyak dari

masyarakat nelayan belum mengenal LSM dan bagaimana kerjanya serta baru

segelintir masyarakat yang baru merasakan kinerja dari LSM, sehingga mereka

cukup ragu terhadap keberadaannya. Sedangkan yang menjawab percaya dan

sangat percaya dikarenakan mereka pernah mendengar kinerja dari sebuah LSM

serta adapula yang merasakan langsung program LSM seperti pelatihan budidaya

kerang hijau (perna viridis) yang rasa cukup bermanfaat, serta program lainnya.

Indikator lainnya dari variabel ini adalah mengenai kepercayaan mereka

terhadap kinerja pemimpin lokal (kepala desa, kepala camat dan lainnya), ternyata

dari rekapitulasi survei dapat diketahui bahwa sebesar 60 % (dimana 30 %

percaya dan 30 % sangat percaya) lebih cenderung untuk percaya. Masyarakat

nelayan di Desa Panimbang Jaya cukup percaya karena pemimpin-pemimpin lokal

tersebut merupakan pemimpin yang paling dekat dengan mereka (lembaga

pemerintahan yang langsung berada dalam masyarakat). Jadi, secara otomatis

mereka percaya saja terhadap kinerja para pemimpin lokal tersebut.

Pada variabel ini indikator yang terakhir adalah mengenai apakah mereka

percaya terhadap semua tokoh agama (seiman) baik di dalam maupun di luar

komunitas. Ternyata hasilnya mereka mereka masih menaruh kepercayaan yang

cukup tinggi dengan nilai rata-rata modal sosial 3,27. Dimana sebagian besar

mereka percaya (36,7 %) dan sangat percaya (46,7 %), karena mereka

menganggap bahwa tokoh agama adalah sumber kebenaran terakhir yang

memberi nasihat kepada umat. Walau demikian, tidak dapat dipungkiri sedikit

dari mereka ada juga yang kurang percaya, hal ini diakibatkan khususnya karena

akhir-akhir muncul kecenderungan adanya tokoh/pemuka agama yang bertindak

menyimpang atau tidak berada mainstream umum masyarakat.

6.1.4. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas

Dalam mengukur tingkat/level variabel jaringan dan koneksi dalam

komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka biasa

untuk berinteraksi dengan tetangga khususnya meminta bantuan untuk menitipkan

58

anaknya ketika pergi, banyaknya mengunjungi/silaturahmi dengan teman dalam

komunitas, kemauan berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya dalam

komunitas dan sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

Tabel 16. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial

Rata-rata

Kategori

1 Biasa meminta bantuan tetangga, untuk menitipkan anak bila ada keperluan

Tidak Biasa Kurang Kadang-kadang Pasti

11 3 4

12

36,7 10,0 13,3 40,0

2,57 Sedang

2 Mengunjungi/ silaturahmi dengan teman dalam komunitas (1 minggu terakhir)

Tidak 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Berkali-kali

5 3 3

19

16,7 10,0 10,0 63,3

3,20 Tinggi

3 Berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya dalam komunitas

Tidak Berusaha Kurang Kadang-kadang Pasti

1 1 7

21

3,3 3,3 23,3 70,0

3,60 Tinggi

4 Melakukan pekerjaan menyenangkan bagi tetangga (6 bulan terakhir)

Tidak Kurang Kadang-kadang Sering

2 7 5

16

6,7 23,3 16,7 53,3

3,17 Tinggi

5 Saling berbagi makanan sesama tetangga (6 bulan terakhir)

Tidak 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)

2 1 5

22

6,7 3,3 16,7 73,3

3,57 Tinggi

6 Menjenguk tetangga yang sakit (6 bulan terakhir)

Tidak Pernah 1 s/d 2 Kali 3 s/d 4 Kali Sering (min 5)

8 7 4

11

26,7 23,3 13,3 36,7

2,60 Sedang

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Berdasarkan tabel rekapitulasi salah satu variabel modal sosial yaitu

tingkat jaringan dan koneksi dalam komunitas terbagi atas 6 indikator. Indikator

pertama adalah mengenai apakah mereka enggan atau tidak untuk meminta

bantuan kepada tetangga mereka, hal ini dimisalkan dengan pertanyaan apabila

sedang menjaga anak, tiba-tiba ada keperluan untuk keluar, apakah mereka biasa

untuk meminta bantuan untuk menjaga anaknya. Respons yang didapat ternyata

sebagian besar menjawab tidak biasa (11 orang atau 36,7 %) dan pasti (12 orang

59

atau 40 %). Secara rata-rata tingkat modal sosial pada indikator ini adalah 2,57

yang tergolong sedang. Mereka yang menjawab tidak biasa karena mereka

menganggap bahwa mereka bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain,

sedangkan mereka yang menjawab pasti, hal tersebut dikarenakan keeratan

hubungan mereka dengan tetangganya yang sudah sangat dekat sehingga antar

mereka sudah tidak enggan untuk saling meminta bantuan.

Kemudian untuk indikator selanjutnya yaitu mengenai seberapa sering

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya untuk mengunjungi dan

bersilaturahmi dengan teman yang berada dalam komunitas yang sama dalam

seminggu terakhir. Respons masyarakat ternyata sebagian besar menjawab sering

atau berkali-kali, dengan persentase sebesar 63,3 % (19 orang) dan tingkat modal

sosial rata-rata tinggi (3,20). Tingginya respons diduga karena sikap mereka yang

masih sangat terbuka terhadap orang lain, disamping faktor lainnya seperti

perasaan senasib sepenanggungan (dalam hal ini mereka sebagian besar adalah

masyarakat ekonomi menengah ke bawah) serta hal lainnya.

Indikator yang berikutnya adalah mengenai kemauan mereka untuk

mendapatkan teman sebanyak-banyaknya di dalam komunitas. Hasil dari

rekapitulasi tabel tersebut menjelaskan bahwa dengan jelas sebagian besar

masyarakat mempunyai kemauan untuk mendapatkan teman sebanyak-banyaknya

di dalam komunitas, yaitu ditunjukkan dengan tingkat modal sosial rata-rata

sebesar 3,60 yang artinya termasuk dalam kategori tinggi. Bahkan masyarakat

yang menjawab pasti sebesar 70 % (21 orang), hal ini mengindikasikan bahwa

mereka mempunyai sikap sosial yang cukup tinggi, dimana mereka berusaha

untuk memperbanyak teman khususnya dalam komunitasnya sendiri. Hal ini

sekaligus dapat menguatkan kebersamaan mereka dalam hidup bermasyarakat.

Dalam 6 bulan terakhir, seberapa sering mereka melakukan kegiatan yang

menyenangkan bagi tetangga merupakan salah satu indikator dalam variabel ini.

Hasilnya adalah sebanyak 2 orang (6,7 %) menjawab tidak, 7 orang (23,3 %)

kurang, 5 orang (16,7 %) kadang-kadang sedangkan lainnya 16 orang (53 %)

menjawab sering. Dengan demikian, tingkat modal sosial rata-rata adalah 3,17

atau tergolong tinggi. Tingginya indikator ini diduga karena masyarakat nelayan

di Desa Panimbang Jaya mempunyai keinginan untuk membantu sesama dengan

60

segala keterbatasan yang ada. Dimana mereka secara rata-rata merupakan

masyarakat ekonomi rendah, sehingga mereka hanya bisa mengandalkan tenaga

untuk berpartisipasi membantu sesama, hal ini juga yang berpotensi meningkatkan

koneksi atau keeratan antar mereka.

Selanjutnya adalah indikator mengenai kemauan mereka untuk menjaga

koneksi atau hubungan dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan bagaimana

kemauan mereka untuk saling berbagi makanan dengan sesama tetangga dalam 6

bulan terakhir. Ternyata indikator ini secara rata-rata masuk ke dalam kategori

tinggi dengan nilai 3,57. Terlebih lagi secara mayoritas menjawab sering (22

orang atau 73,3 %), hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan tersebut

memiliki kebiasaan yang baik, kemauan untuk berbagi terhadap sesama yang

tinggi. Oleh karena itu, dalam kondisi ekonomi sedang buruk pun masyarakat

nelayan di Desa Panimbang ini tetap bisa survive atau bertahan karena mereka

mau untuk bersama-sama untuk saling membantu dalam meringankan beban

orang lain.

Kemudian indikator selanjutnya adalah seberapa sering mereka menjenguk

tetangga mereka yang sakit dalam waktu 6 bulan terakhir. Ini juga merupakan

pertanyaan yang merupakan indikasi terhadap bagaimana menjaga jaringan atau

koneksi mereka, ternyata hasil yang didapat adalah sebanyak 8 orang (26,7 %)

menjawab tidak pernah, 7 orang (23,3 %) 1 – 2 kali, 4 orang (13,3 %) 3 – 4 kali,

dan 11 orang (36,7 %) lebih dari 5 kali. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai

tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 2,60 yang termasuk ke dalam

kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa masyarakat nelayan

di Desa Panimbang Jaya masih mempunyai tingkat kepedulian cukup baik

terhadap sesama.

6.1.5. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga

Dalam mengukur tingkat/level variabel jaringan dan koneksi antar teman

dan keluarga digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah berapa banyak

orang yang diajak bicara 24 jam terakhir, seberapa sering makan bersama

keluarga, seberapa sering mengunjungi keluarga/saudara dan sebagainya. Hasil

yang didapat adalah sebagai berikut.

61

Tabel 17. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah Orang

Persentase Tingkat Modal Sosial Rata-rata

Kategori

1 Banyak orang yang diajak bicara (24 jam terakhir)

Tidak Ada 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Banyak (10<)

2 6 2

20

6,7 20,0 6,7 66,7

3,33 Tinggi

2 Makan bersama keluarga/teman (1 minggu terakhir)

Tidak Pernah 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)

2 6 3

19

6,7 20,0 10,0 63,3

3,30 Tinggi

3 Mengunjungi keluarga/saudara

Jarang Sekali Kurang Kadang-kadang Sering

3 1 2

24

10,0 3,3 6,7 80,0

3,57 Tinggi

4 Kedatangan tamu dari keluarga/ teman dekat ( 1 minggu terakhir)

Tidak Ada 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)

6 6 5

13

20,0 20,0 16,7 43,3

2,83 Sedang

5 Memberi bantuan kepada teman dekat atau keluarga

Jarang Sekali Kadang-kadang Sering Sering Sekali

1 5

10 14

3,3 16,7 33,3 46,7

3,23 Tinggi

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Pada Tabel 17 diatas dapat diketahui mengenai rekapitulasi tingkat

jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga. Indikator pada variabel ini dibagi

menjadi lima, yang diharapkan dapat mengungkap besaran variabel. Berdasarkan

tabel tersebut indikator awal adalah berapa banyak orang yang mereka ajak bicara

selama 24 jam terakhir. Survei yang ada menjelaskan ternyata pada indikator ini

masuk ke dalam kategori tinggi, dengan tingkat modal sosial rata-rata yaitu 3,33.

Terlebih lagi secara mayoritas sebanyak 66,7 % (20 orang) menjawab banyak,

artinya mereka berbicara lebih dari 10 orang selama 24 jam kemarin. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai

interaksi yang baik dari sisi komunikasi kesehariannya. Hal inilah yang juga

semakin meningkatkan jaringan dan koneksi mereka khususnya terhadap

masyarakat di lingkungannya.

Selanjutnya adalah indikator mengenai kemampuan mereka menjaga

jaringan dan koneksi yang diwakili dengan pertanyaan, pada saat santai seberapa

62

sering mereka makan bersama siang/malam dengan teman atau keluarga dalam

seminggu terakhir. Respons yang didapat ternyata menunjukkan bahwa mereka

mempunyai nilai tingkat modal sosial rata-rata 3,30 yang termasuk dalam kategori

tinggi. Dimana mayoritas menjawab sering (lebih dari 10 kali) yaitu 63,3 % atau

(19 orang). Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat nelayan di sana masih menjaga

kebersamaannya, baik terhadap keluarga maupun teman mereka. Walaupun

terkadang mereka kesulitan karena sifat pekerjaan mereka yang menuntut mereka

untuk jarang ada di rumah dikarenakan melaut.

Kemudian pada indikator selanjutnya dari variabel ini adalah seberapa

sering mereka mengunjungi keluarga/saudara. Dari hasil rekapitulasi didapat

bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai tingkat modal

sosial rata-rata yang tinggi dengan nilai 3,57. Dimana sebagian besar atau 80 %

(24 orang) menjawab sering, sehingga hal ini semakin menguatkan bahwa mereka

mempunyai kemampuan menjaga koneksi yang cukup baik, khususnya terhadap

keluarga dan teman-teman mereka.

Indikator berikutnya mengenai seberapa sering mereka kedatangan tamu

baik dari keluarga atau teman dekat, dalam satu minggu terakhir. Dari hasil

repitulasi diketahui bahwa sebesar 20 % menjawab tidak ada, 20 % menjawab 1 –

5 kali, 16,7 % menjawab 6 – 10 kali dan sisanya 43,3 % menjawab sering atau

lebih dari 10 kali. Sehingga tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 2,83

yang termasuk ke dalam kategori sedang, hal ini diduga karena kesibukan mereka

yang tidak menentu sehingga mereka jarang berada di rumah, akan tetapi karena

cukup erat kebersamaan masyarakatnya sehingga interaksi mereka cukup kuat,

khususnya ketika mereka sedang tidak pergi melaut untuk mencari rezeki.

Terakhir dari variabel ini adalah indikator mengenai seberapa sering

mereka memberi bantuan kepada teman dekat atau ke salah satu anggota keluarga.

Berdasarkan tabel rekapitulasi tersebut ternyata hasilnya tingkat modal sosial rata-

rata bernilai 3,23 sehingga tergolong tinggi. Inilah yang menegaskan lagi, bahwa

masyarakat nelayan secara umum memiliki kebersamaan yang cukup kuat

khususnya dalam hal interaksi personal dengan teman dekat atau keluarga mereka.

63

6.1.6. Tingkat/level Variabel Toleransi dan Kebhinekaan

Dalam mengukur tingkat/level variabel toleransi dan kebhinekaan

digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka dapat menikmati

gaya hidup yang berbeda-beda, kemudian bagaimana sikap mereka apakah

menerima apabila dipimpin oleh suku yang berbeda dan sebagainya. Hasil yang

didapat adalah sebagai berikut.

Tabel 18. Rekapitulasi Tingkat Toleransi dan Kebhinekaan No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial Rata-rata

Kategori

1 Menikmati hidup dengan gaya hidup berbeda-beda

Tidak Kurang Agak Menikmati Pasti

4 6 2

18

13,3 20,0 6,7 60,0

3,13 Tinggi

2 Penerimaan dipimpin oleh suku berbeda

Tidak Menerima Kurang Agak Menerima Pasti

2 1 6

21

6,7 3,3 20,0 70,0

3,53 Tinggi

3 Berteman dengan lain agama/ keyakinan

Tidak Dapat Kurang Agak Pasti

3 1 6

20

10,0 3,3 20,0 66,7

3,43 Tinggi

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Variabel toleransi dan kebhinekaan pada penelitian ini dinilai dari 3

indikator utama. Pada indikator pertama, yaitu mengenai apakah mereka benar-

benar menikamati hidup dengan gaya hidup berbeda-beda. Ternyata respons yang

diperoleh dari masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya menjawab bahwa

mereka sebagian besar cukup menikmati. Artinya, mereka tidak

mempermasalahkan ada orang yang memang kaya kemudian ada yang miskin, ada

orang yang hidupnya mewah dan sebaliknya. Menurut mereka hal itu biasa saja,

dan hal-hal tersebut memang sudah suatu takdir bahwa kalau ada orang dibawah

pasti juga ada orang diatas dan begitulah perputarannya, yang jelas tidak mungkin

orang kaya semua dan miskin semua. Hal tersebut dengan jelas ditunjukkan

dengan tingkat modal sosial rata-rata yang tinggi dengan nilai 3,13.

Selanjutnya pada indikator kedua mengenai apakah mereka dapat

menerima apabila dipimpin oleh orang dari suku yang berbeda ketika bekerja

64

(sebagai nelayan). Respons menjawab pasti (menerima) untuk indikator ini

ternyata termasuk kedalam kategori tinggi dengan nilai 3,53. Hal ini disebabkan

karena sebagai seorang nelayan, salah satu kunci untuk kemudahan dalam bekerja

adalah menerima dipimpin oleh siapapun, khususnya nelayan buruh dimana

mereka tidak memiliki perahu. Selain itu juga, interaksi keseharian dengan

nelayan-nelayan dari luar daerah pun banyak dilakoni mereka, termasuk apabila

mereka harus mencari tangkapan ke daerah lainnya, sehingga mau tidak mau

mereka harus berbaur dan menerima siapa saja. Disamping itu, masyarakat

nelayan di Desa Panimbang Jaya yang terdiri atas beragam suku dan budaya

terbukti mampu untuk tinggal dan menetap bersama, bahkan sebagian besar dari

mereka merupakan penduduk yang bermigrasi dari daerah lain. Hal itulah yang

semakin menguatkan bahwa mereka sanggup untuk berbaur dengan lingkungan

yang berbeda serta menjaga toleransi dan kebhinekaan mereka.

Kemudian untuk indikator yang terakhir pada variabel ini adalah apakah

mereka dapat berteman dengan orang yang berlainan agama atau keyakinan.

Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut dapat terlihat bahwa secara mayoritas

66,7% atau 20 orang masyarakat nelayan menjawab pasti, sehingga tingkat modal

sosial rata-rata pada indikator ini sebesar 3,43 yang merupakan kategori tinggi.

Hasil ini mengindikasikan bahwa mereka ternyata mampu beradaptasi terhadap

agama apapun juga, walaupun memang secara mayoritas agama masyarakat

nelayan di Desa Panimbang Jaya adalah Islam.

6.1.7. Tingkat/level Variabel Nilai Hidup dan Kehidupan

Dalam mengukur tingkat/level variabel nilai hidup dan kehidupan

digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa puas

dalam hidup yang telah dan selama ini sedang dijalani, perasaan mereka terhadap

masyarakat lokal apakah terasa seperti rumah bagi mereka, kemudian apakah

mereka bahagia terhadap apa yang telah diperoleh secara materi dan sebagainya.

Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

65

Tabel 19. Rekapitulasi Tingkat Nilai Hidup dan Kehidupan No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial

Rata-rata

Kategori

1 Merasa puas dalam hidup

Tidak Puas Kurang Puas Puas Sangat Puas

18 1 5 6

60,0 3,3 16,7 20,0

1,97 Rendah

2 Masyarakat lokal terasa seperti rumah

Tidak Kurang Agak Pasti

3 3 3

21

10,0 10,0 10,0 70,0

3,40 Tinggi

3 Bahagia atas apa yang diperoleh secara materi

Tidak Bahagia Kurang Bahagia Agak Bahagia Bahagia

8 3 6

13

26,7 10,0 20,0 43,3

2,80 Sedang

4 Merasa bahagia atas kedudukan dalam masyarakat

Tidak Bahagia Kurang Bahagia Agak Bahagia Bahagia

3 1 7

19

10,0 3,3 23,3 63,3

3,40 Tinggi

5 Kebebasan untuk berbicara

Tidak Bebas Kurang Bebas Agak Bebas Pasti

7 7 2

14

23,3 23,3 6,7 46,7

2,77 Sedang

6 Kemauan untuk cepat menyelesaikan perselisihan/masalah dengan tetangga

Tidak Cepat Kurang Agak Pasti (Cepat)

0 0 9

21

0,0 0,0 30,0 70,0

3,70 Tinggi

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Rekapitulasi pada variabel nilai hidup dan kehidupan terdiri dari beberapa

indikator. Indikator pertama adalah sebuah permisalan yaitu, apabila mereka

meninggal esok, apakah mereka sudah merasa puas dengan apa yang telah

dilakukan dalam hidup (baik terhadap diri sendiri maupun orang lain). Ternyata

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mayoritas menjawab sangat puas

(60% atau 18 orang). Dari tabel juga diperoleh nilai tingkat modal sosial rata-rata

mereka pada indikator ini sebesar 1,97 yang merupakan kategori rendah. Hal ini

diduga karena mereka merasa masih banyak kekurangan yang ada, khususnya

kepada orang lain. Mereka merasa belum sepenuhnya bisa membantu orang lain,

karena selama ini mereka baru sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sendiri. Terlebih kepada Tuhan mereka, mereka masih merasa belum bisa

beribadah dengan sungguh-sungguh dan baik.

66

Kemudian indikator selanjutnya adalah mengenai perasaan masyarakat

nelayan sebagai penduduk di Desa Panimbang, yaitu apakah masyarakat lokal di

Desa Panimbang Jaya sudah seperti rumah bagi mereka. Dari tabel tersebut

diketahui bahwa ternyata sebanyak 21 orang (70 %) menjawab pasti sehingga

secara rata-rata indikator ini tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan yang ada merasa bahwa

lingkungannya adalah tempat yang nyaman baginya, mereka percaya terhadap

setiap masyarakat dan kebersamaan yang tercipta.

Indikator berikutnya adalah mengenai apakah mereka sudah merasa

bahagia atas apa yang diperoleh secara materi. Hasil yang diperlihatkan pada tabel

rekapitulasi menunjukkan tingkat modal sosial rata-rata adalah 2,80 yang

tergolong ke dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian dari

mereka belum merasa bahagia karena memang secara kenyataan materi yang

mereka dapat masih sedikit, sehingga cukup sulit dalam upaya pemenuhan

kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan sebagian besar lainnya menjawab

bahagia (43,3 %) karena mereka menganggap secara materi memang mereka

hanya punya sedikit, tetapi kesehatan, ketenangan dan sebagainya sudah lebih dari

cukup, yang akhirnya itu semua merupakan pengganti materi yang sedikit tadi. Ini

semua juga sebagai rasa perwujudan syukur mereka atas segala apa yang

diperoleh.

Selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka sudah merasa

bahagia atas kedudukan dalam masyarakat yang telah berhasil diraih. Hasil pada

rekapitulasi tersebut menjelaskan bahwa tingkat modal sosial rata-rata pada

indikator ini sebesar 3,40 yang merupakan kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan

bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya merasa bersyukur dengan

kondisi yang mereka terima khususnya kedudukan mereka dalam masyarakat.

Masyarakat menganggap, mereka tidak merugikan orang lain saja itu sudah

menjadi ketenangan bagi mereka dan kebahagiaan tentunya.

Tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,77 yang tergolong pada kategori

sedang ditunjukkan oleh indikator selanjutnya yaitu mengenai apabila mereka

tidak setuju dan orang lain setuju terhadap suatu hal, apakah mereka merasa bebas

untuk berbicara. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari

67

mereka dalam berinteraksi, ketidaksamaan persepsi kadangkala ada yang

menganggap biasa dan wajar diungkapkan. Tetapi sebagian lainnya ternyata tidak

sanggup untuk mengungkapkan (karena tidak berani) dan adapula yang memang

menyimpannya demi keutuhan dan kebersamaan yang ada.

Terakhir pada variabel ini adalah indikator mengenai apabila berselisih,

apakah mereka mau untuk cepat menyelesaikannya (berbaikan). Ternyata hasilnya

sebagian besar menjawab pasti (21 orang atau 70 %), sedangkan yang menjawab

agak berjumlah 9 orang (30 %). Terlihat bahwa tidak ada yang menjawab tidak

cepat dan kurang sehingga total tingkat modal sosial rata-rata mereka adalah 3,70

yang tergolong tinggi. Hal ini disebabkan mereka berusaha agar keutuhan dalam

masyarakat tetap terjalin, tidak mau tercipta perselisihan yang berkepanjangan.

Bahkan ada nelayan yang menganggap lunas hutang nelayan lain daripada hal

tersebut menjadi masalah berlarut-larut, karena mereka ingin kedamaian.

6.1.8. Tingkat/level Variabel Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas

Dalam mengukur tingkat/level variabel koneksi/jaringan kerja di luar

komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa

bagian dari komunitas nelayan, apakah mereka merasa sebagai bagian dari tim

saat bekerja sehingga mereka tidak merasa bekerja sendiri-sendiri atau bersifat

individualistik, berapa banyak teman yang mereka miliki di instansi lain yang

terbentuk atas jaringan kerja dan sebagainya. Hasil yang didapat dijelaskan pada

Tabel 20.

Pada Tabel 20, rekapitulasi tingkat koneksi/jaringan di luar komunitas

menunjukkan nilai-nilai dari beberapa indikator yang ada. Indikator awal adalah

mengenai apakah mereka merasa bagian dari komunitas nelayan di daerahnya.

Ternyata didapat nilai tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,93 yang merupakan

kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka sebagian besar memang

lebih cenderung merasa bagian dari komunitas nelayan, walaupun ada sebagian

yang merasa kurang menjadi bagian komunitas tersebut. Hal ini, lebih karena

dipengaruhi bagaimana setiap individu nelayan dalam berinteraksi. Semakin baik

nelayan dalam berinteraksi dan mempunyai sikap terbuka, maka akan semakin

68

banyak jaringannya, sehingga mereka akan lebih merasa bagian dari komunitas

nelayan yang ada.

Tabel 20. Rekapitulasi Tingkat Koneksi/Jaringan di Luar Komunitas No. Indikator Tingkat Modal

Sosial Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial

Rata-rata

Kategori

1 Merasa bagian komunitas nelayan

Tidak Merasa Kurang Merasa Agak Merasa Merasa

8 1 6

15

26,7 3,3 20,0 50,0

2,93 Sedang

2 Merasa sebagai tim saat bekerja

Tidak Merasa Kurang Merasa Agak Merasa Merasa

2 3 1

24

6,7 10,0 3,3 80,0

3,57 Tinggi

3 Memiliki teman di instansi lain atas jaringan kerja

Tidak Ada Sangat Sedikit Sedikit Ada Beberapa

18 2 1 9

60,0 6,7 3,3 30,0

2,03 Sedang

4 Teman di luar daerah yang berhubungan dengan pekerjaan

Tidak Ada Sangat Sedikit Sedikit Ada Beberapa

8 1 3

18

26,7 3,3 10,0 60,0

3,03 Tinggi

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Kemudian selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka sudah

seperti bagian dalam tim saat bekerja sebagai nelayan. Respons dari mereka

adalah sebanyak 24 orang (80 %) menjawab merasa. Dengan demikian, tingkat

modal sosial rata-rata indikator ini adalah 3,57 yang merupakan kategori tinggi.

Hal ini tentunya menjelaskan bahwa mereka masih menganggap teman-teman

sesama nelayan yang bekerja adalah sebagai satu tim, dimana mereka tidak

bekerja sendiri-sendiri. Indikasi ini memberi gambaran bahwa tingkat

kebersamaan yang ada masih cukup tinggi, khususnya dalam menjaga koneksi dan

jaringan di lingkungan kerja (sebagai nelayan). Sehingga banyak nelayan yang

sangat kompak dalam bekerja, antara nelayan buruh dengan nelayan pemilik kapal

saling bersinergi demi kebaikan bersama.

Indikator yang ketiga pada variabel ini mengenai apakah mereka memiliki

teman di instansi lain yang terbangun atas jaringan kerja (nelayan). Ternyata dari

hasil survei, nilai tingkat modal sosial rata-rata pada indikator ini sebesar 2,03

69

yang tergolong dalam kategori sedang. Hal ini diduga karena nelayan bekerja di

laut, sehingga mereka sebagian besar menghabiskan waktunya untuk menangkap

ikan atau budidaya. Oleh karena itu, mereka kurang bisa mendapatkan teman yang

bekerja di instansi lain, terlebih lagi teman atas jaringan kerja dari sesama

nelayan. Faktor lainnya adalah pendidikan, dimana secara umum pendidikan

mereka yang rendah membuat mereka merasa cukup dengan jaringan kerja yang

ada yaitu nelayan dan masyarakat di Desa Panimbang Jaya.

Indikator keempat yang merupakan indikator terakhir dari variabel ini

adalah mengenai apakah mereka mempunyai teman diluar daerah yang

berhubungan dengan pekerjaan (nelayan). Respons yang diberikan adalah 8 orang

(26,7 %) menjawab tidak ada, 1 orang (3,3 %) sangat sedikit, 3 orang (10 %)

sedikit dan 18 orang (60 %) menjawab ada beberapa. Dengan demikian, nilai

tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 3,03 yang merupakan kategori tinggi.

Hal ini diduga karena nelayan yang berkumpul di dermaga untuk menjual atau

melelang ikan berasal dari berbagai daerah sehingga memungkinkan bagi mereka

untuk saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga ada yang tercipta

pertemanan. Selain itu sifat dari nelayan yang berpindah-pindah dalam mencari

daerah tangkapan karena adanya musim barat dan sebagainya memungkinkan

mereka untuk menangkap lebih jauh bahkan ke daerah lainnya (seperti Lampung,

Indramayu, Brebes, Cirebon dan sebagainya) sehingga ketika mereka menjual

hasil tangkapannya ke daerah lain, lalu interaksi antar mereka ada yang tercipta

pertemanan juga.

6.1.9. Tingkat/level Variabel Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas

Dalam mengukur tingkat/level variabel partisipasi dan keanggotaan

kelompok di luar komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah

mengenai keaktifan mereka ikut serta dalam kepengurusan/anggota organisasi

keagamaan, keaktifan ikut serta menjadi pengurus/anggota organisasi partai

politik, kemudian bagaimana tingkat keaktifan mereka terhadap keikutsertaannya

menjadi pengurus/anggota dalam suatu perkumpulan olahraga dan sebagainya.

Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

70

Tabel 21. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas

No. Indikator Tingkat Modal Sosial

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tingkat Modal Sosial

Rata-rata

Kategori

1 Pengurus/anggota organisasi keagamaan

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

18 4 4 4

60,0 13,3 13,3 13,3

1,80 Rendah

2 Pengurus/anggota organisasi partai politik

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

26 1 2 1

86,7 3,3 6,7 3,3

1,27 Rendah

3 Pengurus/anggota perkumpulan olahraga

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

13 6 6 5

43,3 20,0 20,0 16,7

2,10 Sedang

4 Pengurus/anggota organisasi nelayan, dsb

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

18 6 5 1

60,0 20,0 16,7 3,3

1,63 Rendah

5 Kehadiran rapat pengurus/anggota (kelompok/perkumpulan dalam 6 bulan terakhir)

Tidak Pernah Sedikit Beberapa kali Sering

13 7 2 8

43,3 23,3 6,7 26,7

2,17 Sedang

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Berdasarkan tabel diatas, yaitu rekapitulasi tingkat partisipasi dan

keanggotaan kelompok di luar komunitas dibagi menjadi beberapa indikator.

Indikator awal adalah apakah mereka menjadi pengurus atau anggota aktif dalam

suatu organisasi keagamaan. Ternyata secara mayoritas sebanyak 18 orang (60 %)

menjawab tidak aktif, hal ini kemudian diperlemah dengan nilai tingkat modal

sosial rata-rata sebesar 1,80 yang tergolong ke dalam kategori rendah. Hal ini

diduga karena pekerjaan nelayan yang sebagian besar waktunya berada di laut,

membuat mereka kesulitan untuk mengikuti kegiatan asosiasi atau organisasi,

khususnya organisasi keagamaan.

Selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka menjadi pengurus

atau anggota aktif dalam suatu partai politik. Hal ini untuk mengetahui seberapa

besar kepercayaan mereka dalam memberikan aspirasi mereka khususnya

terhadap institusi partai, dimana seharusnya keluhan dan keinginan mereka bisa

tertampung. Ternyata memang hasil survei membuktikan bahwa sebagian besar

71

menjawab tidak aktif (26 orang atau 86,7 %) sehingga tingkat modal sosial rata-

rata pada indikator ini menunjukkan berada pada kategori rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa secara mayoritas masyarakat nelayan di Desa Panimbang

Jaya tidak berpolitik/berpartai, mereka hanya sebagai pemilih dalam pilkada-

pilkada dan pemilu yang diadakan. Disamping percaya atau tidaknya terhadap

institusi seperti partai politik, mereka tetap tidak menjadikan institusi sebagai

sebuah pilihan bagi mereka. Hal inilah yang menjadikan jaringan mereka terhadap

masyarakat “darat” khususnya perkotaan sedikit sehingga sulit untuk berkembang

terhadap kemajuan masyarakatnya.

Indikator berikutnya adalah mengenai apakah mereka menjadi pengurus

atau anggota aktif dalam suatu perkumpulan olahraga. Ternyata berdasarkan

rekapitulasi pada tabel tersebut menjelaskan bahwa masyarakat nelayan

mempunyai nilai tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,10 yang termasuk ke

dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa memang tuntutan bekerja

di laut banyak membuat mereka untuk merelakan beraktivitas di darat, sehingga

biasanya aktivitas di darat sebagian besar digunakan untuk istirahat atau kegiatan

sosial tidak terikat lainnya atau bahkan memperbaiki jaring atau perahu yang

mereka gunakan untuk kembali melaut nantinya. Namun demikian, masih ada

juga nelayan yang bisa menyempatkan diri mengikuti perkumpulan olahraga.

Kemudian indikator selanjutnya adalah apakah mereka menjadi pengurus

atau anggota aktif organisasi nelayan atau organisasi profesi lainnya. Ternyata

sebagian besar dari survei membuktikan bahwa sebagian besar menjawab tidak

aktif (18 orang atau 60 %), sehingga nilai tingkat modal sosial rata-rata dari

indikator ini sebesar 1,63 yaitu tergolong rendah. Hal ini semakin memperjelas

bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya kurang berminat terhadap

asosiasi atau organisasi baik formal maupun non formal. Walaupun, ada juga

nelayan yang kurang suka terhadap kinerja organisasi (dalam hal ini koperasi

nelayan) karena implementasinya yang sering berbeda menurut mereka.

Indikator yang terakhir dari variabel ini adalah mengenai seberapa sering

mereka menghadiri pertemuan rapat pengurus atau anggota (kelompok atau

perkumpulan) selama 6 bulan terakhir. Ternyata hasil yang diperoleh adalah

sebagian besar masyarakat nelayan menjawab tidak pernah sebanyak 13 orang

72

atau 43,3 %, sedangkan untuk pilihan lainnya yaitu jawaban sedikit (23,3 %),

beberapa kali (6,7 %) dan yang terakhir sering (26,7 %). Hal ini tentunya

dipengaruhi oleh kurangnya keikutsertaan mereka dalam berpartisipasi sebagai

pengurus atau anggota suatu organisasi ataupun asosiasi. Faktor-faktor inilah yang

membuat jaringan mereka khususnya ke luar menjadi sedikit.

6.2. Karakteristik Kemiskinan Nelayan

Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel modal sosial dengan

variabel kemiskinan, maka perlu diketahui seberapa besar tingkat/level

kemiskinan atau kesejahteraan yang ada. Karakterisktik kemiskinan yang diambil

adalah karakteristik kemiskinan yang mengacu pada Susenas (Survei Sosial

Ekonomi Nasional) dimana indikator-indikatornya terdiri atas seberapa besar

tingkat pendapatan rata-rata per bulan, berapa tingkat konsumsi atau pengeluaran

rata-rata per bulan, bagaimana tingkat pendidikan keluarga, kondisi perumahan

dan fasilitas perumahan.

Dari survei tersebut, maka akan didapatkan seberapa besar tingkat atau

level kemiskinan/kesejahteraan yang ada. Tingkat kemiskinan tersebut akan

menjadi patokan dasar untuk melakukan analisis apakah masyarakat nelayan di

Desa Panimbang Jaya masuk ke dalam kategori rendah, sedang atau tinggi

kesejahteraannya.

Survei karakteristik kemiskinan/kesejahteraan yang telah dilakukan dapat

dikelompokkan kedalam beberapa indikator kemiskinan yang ada. Pada uraian

berikut akan disajikan mengenai seberapa besar tingkat kemiskinan atau

kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.

73

Gambar 7. Grafik Tingkat Pendapatan Rata-rata/Bulan

Berdasarkan gambar 7, yaitu grafik tingkat pendapatan rata-rata dapat

diketahui bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai tingkat

pendapatan yang bervariasi. Untuk kategori pendapatan rata-rata dibawah 700

ribu rupiah ternyata mempunyai persentase sebesar 36,7 % (11 orang), sedangkan

pendapatan rata-rata 700 ribu rupiah sampai dengan 1 juta rupiah sebesar 26,7 %

(8 orang) dan diatas 700 ribu rupiah sebesar 36,7 % (11 orang). Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah masyarakat nelayan yang miskin dari sisi

pendapatan terhitung cukup banyak, tetapi hal tersebut cukup diimbangi dengan

pendapatan rata-rata yang baik (diatas 1 juta rupiah).

Masyarakat nelayan khususnya yang mengalami kesulitan dari sisi

pendapatan disebabkan karena mereka secara rata-rata adalah nelayan buruh,

dimana hasil pendapatan mereka selain berdasarkan hasil tangkapan yang ada juga

dipengaruhi oleh sistem persentase pembagian yang kecil. Pendapatan nelayan

membaik ketika sedang musim ikan, sedangkan pendapatan sedikit ketika

sebaliknya dan ketika musim barat dimana ombak sangat besar sehingga tidak

memungkinkan kapal/perahu untuk berlayar. Peraturan yang kurang jelas terhadap

alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap juga menjadi faktor lainnya,

dimana nelayan besar dengan alat tangkap seperti trawl dan sejenisnya yang

seharusnya dilarang beroperasi ternyata masih bisa beroperasi karena longgarnya

penerapan hukum. Hal ini secara jangka panjang cukup menguras potensi

36,7%(11)

26,7%(8)

36,7%(11)

0

2

4

6

8

10

12

<Rp700.000 Rp700.000-Rp1.000.000

Rp1.000.000<

Pers

enta

se (%

)

Pendapatan (Rupiah)

74

perikanan dan cadangannya, sehingga nelayan kecil banyak yang mengeluh

karena hasil tangkapan mereka yang menjadi sedikit.

Selain itu, pendapatan nelayan sulit untuk beranjak naik dan menyesuaikan

tingkat perekonomian yang saat ini terus saja melemah. Hal ini diduga kerena

hasil perikanan yang ada di pasaran belum mampu menaikkan harga jualnya,

sehingga dengan naiknya harga bahan bakar minyak dan kebutuhan dasar lainnya

semakin menjadikan nelayan menderita. Dari hasil grafik diatas juga diperoleh

nilai tingkat kesejahteraan rata-rata sebesar 2, yang termasuk ke dalam kategori

sedang. Artinya masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya berada pada kondisi

kesejahteraan yang sedang. Tetapi hal ini cukup miris karena pendapatan yang ada

tentunya akan dipengaruhi gejolak naik turunnya ekonomi yang apabila tidak

disiasati akan semakin memperparah kondisi perekonomian masyarakat nelayan.

Gambar 8. Grafik Tingkat Pengeluaran Rata-rata/Bulan

Berdasarkan gambar diatas, yaitu grafik tingkat pengeluaran rata-rata.

Masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya 30 % (9 orang) mempunyai

pengeluaran rata-rata dibawah 450 ribu rupiah, sedangkan pengeluaran antara 450

ribu rupiah hingga 700 ribu rupiah sebanyak 33,3 % (10 orang) dan diatas 700

ribu rupiah sebanyak 36,7 % (11 orang). Dari hal tersebut, terlihat bahwa

pengeluaran rata-rata dibawah 450 ribu rupiah adalah sebesar 30 %, artinya

30%(9)

33,3%(10)

36,7%(11)

0

2

4

6

8

10

12

<Rp450.000 Rp450.000-Rp700.000 Rp700.000<

Pers

enta

se (%

)

Pengeluaran (Rupiah)

75

sebanyak 30 % masyarakat di Desa Panimbang Jaya merupakan masyarakat

dengan kategori kesejahteraan rendah atau miskin.

Walaupun demikian, ternyata jumlah masyarakat nelayan yang

pengeluarannya diatas 700 ribu rupiah yang merupakan kategori baik ternyata

mempunyai persentase lebih baik yaitu 36,7 %. Hal ini tentunya berdampak

kepada jumlah kemiskinan yang semakin berkurang, walaupun harus diantisipasi

bahwa nilai perekonomian saat ini yang cenderung semakin sulit sehingga

berpengaruh terhadap penambahan jumlah masyarakat miskin.

Kondisi ini semakin diperparah dengan kurang baiknya manajemen

keuangan dari masyarakat nelayan itu sendiri. Hasil pendapatan yang kemudian

segera di belanjakan, banyak juga yang tidak terkontrol sehingga cepat habis

dalam waktu singkat. Kurangnya manajemen keuangan juga menjadi bagian

serius sehingga pendapatan yang memang seadanya bisa dioptimalkan demi

memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan-kebutuhan utama lainnya.

Dari hal-hal itulah, nilai dari rata-rata kesejahteraan yang ada sebesar 2,07

yang tergolong ke dalam kategori kesejahteraan sedang. Walaupun tergolong ke

dalam kategori tingkat kesejahteraan sedang, besaran yang ada cukup

mengkhawatirkan karena mudah sekali masyarakat nelayan apabila kurang hati-

hati membuat rata-rata kesejahteraan menurun sehingga kemiskinan bertambah.

Gambar 9. Grafik Tingkat Pendidikan Rata-rata

23,3%(7)

26,7%(8)

50%(15)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

(30%>Tamat SD) (30%-60% Tamat SD) (60%<Tamat SD)

Pers

enta

se (%

)

Tingkat Pendidikan Keluarga

76

Mengenai pendidikan, berdasarkan grafik diatas ternyata masyarakat

nelayan di Desa Panimbang mempunyai pendidikan relatif cukup baik dari

persentase jumlah keluarganya. Dimana yang termasuk dalam kategori jumlah

keluarga 30 % kebawah tamat SD sebesar 23,3 % (7 orang), kemudian jumlah

keluarga 30 % - 60 % tamat SD sebesar 26,7% (8 orang) dan jumlah keluarga

yang tamat SD diatas 60 % ada sebesar 50%.

Dari persentase yang ada didapat bahwa nilai rata-rata kesejahteraan yang

ada adalah sebesar 2,27 yang merupakan kategori sedang. Hal ini dapat

mengindikasikan bahwa pendidikan yang berada dalam keluarga mereka ternyata

secara keseluruhan sudah cukup baik, karena 50 % keluarga nelayan banyak yang

keluarganya diatas 60 % tamat SD. Rata-rata pendidikan yang cukup baik diduga

karena akses pendidikan dan sarananya yang semakin lama semakin meningkat.

Tetapi, tidak dapat dipungkiri juga bahwa 23,3% masyarakatnya berpendidikan

rendah, dimana hanya 30 % keluarga yang bisa tamat SD.

Walaupun kondisinya cukup baik, akan tetapi parameter yang digunakan

Susenas dalam menentukan tingkat pendidikan ini memang cukup rendah karena

hanya menggunakan batasan tamat dan tidak tamat SD. Oleh karena itu, patokan

nilai tersebut harus disikapi bahwa memang pendidikan harus lebih ditingkatkan

sehingga kriteria yang ada menjadi lebih baik. Terlebih, tingkat pendidikan yang

semakin baik mayoritas dimanfaatkan oleh generasi mudanya, sedangkan untuk

masyarakat generasi sebelumnya banyak yang belum bisa merasakan tingkat

pendidikan yang memadai sehingga banyak juga yang masih belum bisa membaca

atau buta huruf.

77

Gambar 10. Grafik Tingkat Kondisi Rumah

Dari gambar 10 diatas, diketahui mengenai grafik tingkat kondisi rumah.

Berdasarkan data hasil survei di Desa Panimbang Jaya, masyarakat nelayan yang

ada memiliki keadaan rumah tidak permanen sebesar 20 % (6 orang), semi

permanen 40 % (12 orang) dan permanen 40 % (12 orang). Dari hasil tersebut,

didapat nilai rata-rata kesejahteraan sebesar 2,2 yang tergolong kategori sedang.

Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi perumahan masyarakat nelayan

mempunyai persentase cukup baik. Dimana rumah yang dihuni sudah banyak

yang semi permanen bahkan permanen.

Umumnya kondisi perumahan yang ada sebagian besar 73,3 % sudah

menggunakan genteng sebagai atapnya (lainnya 6,7 % asbes, 0 % seng, 6,7 %

sirap dan 10 % daun) , 50 % sudah menggunakan tembok sebagai bilik rumahnya

(lainnya 3,3 % setengah tembok, 6,7 % kayu, 23,3 % bambu dan kayu, 16,7 %

bambu), 66,7 % merupakan milik sendiri (lainnya 13,3 % sewa dan 20 %

numpang), 50 % lantainya adalah plesteran semen (lainnya 26,7 % lantai, 3,3 %

ubin, 6,7 % papan dan 13,3 % tanah) dan 46,7 % luas rumahnya adalah sedang

yaitu sekitar 50 – 100 m2 (lainnya 13,3 % luas yaitu > 100 m2 dan 40 % sempit

yaitu < 50 m2). Tetapi kondisi perumahan yang secara rata-rata sudah cukup baik

(semi permanen dan permanen), masih belum bisa diikuti oleh penataan

perumahan yang ada. Dimana kondisi perumahan di Desa Panimbang Jaya ini

masih belum teratur sehingga cukup berdampak pada sanitasi yang kurang baik.

20%(6)

40%(12)

40%(12)

0

2

4

6

8

10

12

14

Tidak Permanen Semi Permanen Permanen

Pers

enta

se (%

)

Kondisi Rumah

78

Terlebih lagi, perumahan di daerah nelayan sangat terpengaruh oleh aktivitas

perikanan yang ada sehingga kurangnya pengelolaan yang baik semakin

memperparah kondisi sanitasi pada lingkungan mereka.

Gambar 11. Grafik Tingkat Fasilitas Rumah

Berdasarkan gambar 11 diatas mengenai grafik tingkat fasilitas rumah,

terlihat bahwa persentase kondisi fasilitas rumah yang termasuk ke dalam kategori

tidak lengkap adalah 0 % (0 orang), sedangkan fasilitas rumah semi lengkap

mempunyai persentase 80 % (24 orang) dan lengkap hanya 20 % (6 orang).

Dengan demikian nilai rata-rata tingkat kesejahteraan yang ada adalah 2,2 yaitu

termasuk dalam kategori sedang. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat nelayan

di Desa Panimbang Jaya secara umum memiliki fasilitas perumahan yang cukup

baik dilihat dari kelengkapan yang ada.

Umumnya fasilitas rumah yang ada sebagian besar 70 % pekarangan

rumah mereka adalah sempit yaitu < 50 m2 (lainnya 3,3 % luas yaitu > 100 m2 dan

26,7 % sedang yaitu 50 – 100 m2), 50 % fasilitas hiburan terbanyak yang dipunyai

adalah televisi (lainnya 33,3 % video, 10 % tape recorder dan 6,7 % radio), 50 %

pendingin yang digunakan adalah kipas angin (lainnya 0 % AC, 10% lemari es

dan 40 % alam), 100% sumber penerangan yang digunakan adalah listrik (lainnya

0 % petromak dan lampu tempel), 86,7 % bahan bakar yang digunakan adalah

minyak tanah (lainnya 3,3 % gas dan 10 % kayu), 56,7 % sumber air yang

0%(0)

80%(24)

20%(6)

0

5

10

15

20

25

30

Tidak Lengkap Semi Lengkap Lengkap

Pers

enta

se (%

)

Fasilitas Rumah

79

digunakan adalah sumur (lainnya 36,7 % PAM, 6,7 % mata air, 0% air hujan dan

sungai) dan 76,7 % MCK yang digunakan adalah kamar mandi sendiri (lainnya

23,3 % kamar mandi umum, 0 % sungai/laut dan kebun).

6.3. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan

Pengukuran korelasi antara variabel-variabel modal sosial dan variabel

kemiskinan merupakan perbandingan beberapa turunan variabel modal sosial

dengan variabel kemiskinan. Berdasarkan karakteristik yang telah dipaparkan

diatas, maka hubungan yang diteliti diantaranya adalah korelasi antara variabel

partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel

kemiskinan (Y), korelasi antara variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di

dalam kegiatan sosial (X2) terhadap variabel kemiskinan (Y), korelasi antara

variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap variabel

kemiskinan (Y) dan sebagainya. Hasil yang didapat dijelaskan pada Tabel 22.

Berdasarkan Tabel 22, mengenai korelasi variabel-variabel modal sosial

dan variabel kemiskinan dapat diketahui seberapa besar korelasi yang ada. Nilai

korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti

hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti

hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan

hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan

terbalik (X naik maka Y turun) (Priyatno. 2008).

Menurut Sugiyono (2000) pedoman untuk memberikan interpretasi

koefisien korelasi sebagai berikut, 0,00 – 0,199 adalah sangat rendah, 0,20 – 0,399

adalah rendah, 0,40 – 0,599 adalah sedang, 0,60 – 0,799 adalah kuat dan 0,80 -

1,000 adalah sangat kuat. Berdasarkan pada tabel dapat diketahui beberapa

variabel yang saling berkorelasi.

80

Tabel 22. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan

Y Spearman's rho X1 Correlation Coefficient 0.315 Sig. (2-tailed) 0.091 N 30 Spearman's rho X2 Correlation Coefficient 0.181 Sig. (2-tailed) 0.338 N 30 Spearman's rho X3 Correlation Coefficient 0.018 Sig. (2-tailed) 0.925 N 30 Spearman's rho X4 Correlation Coefficient 0.250 Sig. (2-tailed) 0.183 N 30 Spearman's rho X5 Correlation Coefficient 0.125 Sig. (2-tailed) 0.512 N 30 Spearman's rho X6 Correlation Coefficient 0.126 Sig. (2-tailed) 0.507 N 30 Spearman's rho X7 Correlation Coefficient 0.158 Sig. (2-tailed) 0.405 N 30 Spearman's rho X8 Correlation Coefficient 0.164 Sig. (2-tailed) 0.386 N 30 Spearman's rho X9 Correlation Coefficient 0.434* Sig. (2-tailed) 0.016 N 30 Spearman's rho Y Correlation Coefficient 1 Sig. (2-tailed) . N 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber : Data Primer Diolah, 2008

Pertama, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel partisipasi

sosial masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel kemiskinan (Y)

adalah 0,315. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,091

lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan

Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

81

antara variabel partisipasi masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel

kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk

variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas yaitu kehadiran pada

pertemuan lokal, keterlibatan pada kepengurusan lokal, keaktifan dalam

kepengurusannya, aktif dalam berbagai kepanitiaan dan partisipasi dalam

pembuatan pelayanan umum atau gotong royong tidak mempunyai hubungan

yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi

langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya

variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada

pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Kedua, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel resiprositas

dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial (X2) terhadap variabel kemiskinan (Y)

adalah 0,181. Dari output tersebut, dapat diketahu besarnya probabilitas 0,338

lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan

Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

antara variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial (X2)

terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

membentuk variabel resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial yaitu

seberapa sering mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya, aktivitas

menolong orang lain dengan ikhlash, kegiatan menyumbang dana/tenaga untuk

kegiatan sosial di lingkungan, kegiatan menyumbang dana/tenaga untuk komuitas

lain kerena musibah, berinisiatif untuk tukar fikiran dan ide dengan suku berbeda

dan berinisiatif mengadakan kegiatan sosial tidak mempunyai hubungan yang erat

dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-

faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak

mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat

nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Ketiga, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel perasaan

saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah

0,018. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,925 lebih

besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha

(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

82

antara variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap

variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

membentuk variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman yaitu mengenai

perasaan aman apabila berjalan pada malam hari, percaya kepada banyak orang,

kepercayaan terhadap orang asing yang belum mereka kenal, rasa percaya kepada

semua tetangga adalah orang baik, percaya kepada Pemerintah, percaya kepada

LSM, kepercayaan mereka terhadap pemimpin lokal dan percaya kepada semua

tokoh agama tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan,

sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel

kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat

kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa

Panimbang Jaya.

Keempat, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel jaringan

dan koneksi dalam komunitas (X4) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah

0,250. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,183 lebih

besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha

(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

antara variabel jaringan dan koneksi dalam komunitas (X4) terhadap variabel

kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk

variabel jaringan dan koneksi dalam komunitas yaitu biasa meminta bantuan

tetangga apabila sedang kesulitan, mengunjungi dan bersilaturahmi dengan teman

yang berada dalam satu komunitas, kemauan untuk mendapatkan teman sebanyak-

banyaknya dalam komunitas, melakukan kegiatan yang menyenangkan bagi

tetangga, saling berbagi makanan dan menjenguk tetangga yang sakit tidak

mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat

mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau

turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan

yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Kelima, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel jaringan

dan koneksi antar teman dan keluarga (X5) terhadap variabel kemiskinan (Y)

adalah 0,125. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,512

lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan

83

Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

antara variabel jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga (X5) terhadap

variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

membentuk variabel jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga yaitu banyak

orang yang diajak berbicara, seringnya makan bersama, melakukan kunjungan ke

keluarga/saudara, intensitas tamu yang berkunjung ke rumah dan intensitas

memberi bantuan tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel

kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor dari

variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak mempengaruhi

tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa

Panimbang Jaya.

Keenam, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel toleransi

dan kebhinekaan (X6) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah 0,126. Dari output

tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,507 lebih besar dari 0,05 (Ho

diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis alternatif)

ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi antara variabel toleransi

dan kebhinekaan (X6) terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan

bahwa faktor-faktor yang membentuk variabel toleransi dan kebhinekaan yaitu

perasaan menikmati adanya gaya hidup yang berbeda-beda, menerima apabila

dipimpin oleh orang dengan suku berbeda dan dapat berteman dengan orang yang

berbeda keyakinan atau agama tidak mempunyai hubungan yang erat dengan

variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor

dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak

mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat

nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Ketujuh, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel nilai hidup

dan kehidupan (X7) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah 0,158. Dari output

tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,405 lebih besar dari 0,05 (Ho

diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis alternatif)

ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi antara variabel nilai hidup

dan kehidupan (X7) terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan

bahwa faktor-faktor yang membentuk variabel nilai hidup dan kehidupan yaitu

84

perasaan puas dengan apa yang telah dilakukan pada hidup, perasaan bahwa

masyarakat lokal terasa seperti rumah, merasa bahagia atas apa yang telah

diperoleh secara materi, merasa bahagia atas kedudukan dalam masyarakat yang

telah berhasil diraih, perasaan bebas berpendapat dan kemauan untuk

menyelesaikan suatu perselisihan dengan segera tidak mempunyai hubungan yang

erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung

faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini

tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Kedelapan, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel koneksi/

jaringan kerja di luar komunitas (X8) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah

0,164. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,386 lebih

besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha

(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi

antara variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas (X8) terhadap variabel

kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk

variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas yaitu merasa sebagai bagian dari

komunitas nelayan, merasa sebagai bagian dari tim saat bekerja sebagai nelayan,

memiliki teman di instansi lain yang terbangun atas jaringan kerja dan memiliki

teman di luar daerah yang berhubungan dengan pekerjaan tidak mempunyai

hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat

mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau

turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan

yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.

Kesembilan, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel

partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap variabel

kemiskinan (Y) adalah 0,434. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya

probabilitas 0,016 lebih kecil dari 0,05 (Ho ditolak) dan satu tanda bintang

menunjukkan ada korelasi yang signifikan pada alfa 0,05. Kesimpulan Ho

(hipotesis nihil) ditolak dan Ha (hipotesis alternatif) diterima, dengan demikian

berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel partisipasi dan

keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap variabel kemiskinan (Y)

85

dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

membentuk variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas

yaitu menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu organisasi keagamaan,

menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu partai politik, menjadi pengurus

atau anggota aktif dalam suatu perkumpulan olahraga, menjadi pengurus atau

anggota aktif organisasi nelayan, atau organisasi profesi lainnya dan intensitas

menghadiri pertemuan rapat pengurus atau anggota (kelompok atau perkumpulan)

mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga dapat

mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Koefisien

korelasi bertanda positif menunjukkan arah korelasinya positif (searah), maknanya

adalah apabila partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas tinggi,

maka kesejahteraan yang ada akan tinggi pula (kemiskinan semakin rendah).

Begitu juga sebaliknya apabila partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar

komunitas rendah, maka kesejahteraan yang ada juga akan rendah (kemiskinan

bertambah). Artinya, naik atau turunnya variabel ini mempengaruhi tingkat

kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa

Panimbang Jaya.

Berdasarkan korelasi tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel

modal sosial yang ada pada masyarakat di Desa Panimbang Jaya secara rata-rata

tidak berkorelasi secara signifikan terhadap variabel kemiskinan, kecuali pada

variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap

variabel kemiskinan (Y). Hal ini diduga karena masyarakat nelayan di Desa

Panimbang Jaya cenderung kepada bonding social capital, dimana lebih bersifat

ekslusif (ciri khasnya baik kelompok maupun anggota kelompok dalam konteks

ide, relasi dan perhatian lebih berorientasi ke dalam dibandingkan ke luar).

Mereka cenderung konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making

daripada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai

dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka (Hasbullah.

2006). Hal inilah yang kemudian membuat modal sosial yang kuat (internal)

belum bisa mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka (dalam mengurangi

kemiskinan).

86

Apa yang tidak dimiliki mereka adalah rentang radius jaringan (the radius

of networks) yang terbentuk dan menghubungkan mereka dengan kelompok-

kelompok lain lintas suku, kelas sosial dan lintas profesi serta lapangan pekerjaan.

Mereka juga miskin dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat modern yang

mengutamakan efisiensi, produktivitas dan kompetisi yang dibangun atas prinsip

pola pergaulan yang egaliter dan bebas. Konsekuensi lain dari sifat dan tipologi

ketertutupan sosial ini adalah sulitnya mengembangkan ide-ide baru, orientasi

baru dan nilai-nilai serta norma baru yang memperkaya nilai dan norma yang

telah ada. Kelompok bonding social capital yang terbentuk akhirnya memiliki

resistensi kuat terhadap perubahan. Pada situasi tertentu, kelompok ini bahkan

akan menghambat hubungan yang kreatif dengan negara, dengan kelompok lain

dan menghambat pembangunan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan

(Hasbullah. 2006).

Oleh karena itu, masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya diharapkan

mampu untuk merubah keterisolasian ini dengan membuka akses mereka ke luar,

sehingga dengan jaringan yang meningkat akan membuat mereka dapat

berinteraksi dengan masyarakat luas serta menemui stakeholder-stakeholder

potensial yang dapat memberikan sumbangsih dalam pembangunan di Desa

Panimbang Jaya, Pandeglang.

87

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ”Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan

Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang”, dapat diambil

beberapa kesimpulan, yaitu :

1) Karakteristik modal sosial dari masyarakat nelayan di Desa Panimbang

Jaya secara rata-rata berada pada kategori sedang dan tinggi. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan mempunyai tingkat

modal sosial yang cukup baik. Khususnya modal sosial yang berkaitan

dengan tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,

perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi

dalam komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga,

toleransi dan kebhinekaan, nilai hidup dan kehidupan, dan koneksi/

jaringan kerja di luar komunitas. Sedangkan kondisi sebaliknya

ditunjukkan pada variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam

komunitas, dan partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar

komunitas. Pada kedua variabel modal sosial ini secara rata-rata

mempunyai kategori rendah dan sedang. Hal ini mengindikasikan

bahwa masyarakat di Desa Panimbang Jaya perlu mengupayakan

untuk meningkatkan partisipasi mereka baik di dalam komunitas dan di

luar komunitas. Peningkatan ini tentunya sangat bermanfaat khususnya

dalam penambahan jaringan yang ada serta akan lebih mempererat

koneksi yang terjalin juga, dengan demikian diharapkan kondisi modal

sosial yang ada semakin baik.

2) Sedangkan karakteristik kemiskinan atau kesejahteraan pada

masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya, secara rata-rata berada

pada kategori sedang. Namun, kondisi kategori sedang pada

tingkat/level kemiskinan atau kesejahteraan yang ada berada pada

kondisi yang kurang aman. Artinya fluktuasi ekonomi yang saat ini

cenderung menurun cukup membahayakan, karena tingkat kemiskinan

88

yang ada bisa saja bertambah seiring dengan kesejahteraan yang minim

secara rata-rata.

3) Kemudian korelasi yang terjadi ternyata yang terbesar dan signifikan

hanya korelasi antara variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok

di luar komunitas terhadap variabel kemiskinan/kesejahteraan. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat di Desa Panimbang Jaya perlu

meningkatkan partisipasi mereka khususnya terhadap partisipasi

keluar. Mereka perlu mendapatkan jaringan yang banyak, khususnya

jaringan ke luar yang potensial. Hal ini dikarenakan saat ini

masyarakat nelayan yang ada masih sedikit terisolasi oleh sikap

mereka yang kurang memperbanyak jaringan ke luar khususnya

dengan ikut serta aktif menjadi pengurus atau anggota suatu organisasi

keagamaan, partai politik, perkumpulan olahraga, organisasi nelayan

dan keaktifan menghadiri rapat atau pertemuan. Dimana apabila

jaringan ini nantinya bisa terbentuk, maka akses yang ada baik dari

segi peluang usaha, pendidikan, komunikasi dan sebagainya akan ikut

meningkat sehingga kemiskinan nelayan akan semakin berkurang

dengan banyaknya jaringan mereka tersebut. Akan tetapi, sementara

ini cukup sulit mengingat kondisi nelayan yang dalam pekerjaannya

sebagian besar waktu mereka adalah di laut sehingga mereka sulit

untuk membuat atau menambah jaringan darat mereka.

89

7.2. Saran

1) Masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya perlu akses ke luar

terhadap jaringan yang ada. Kondisi yang membuat mereka sulit

berkembang karena unsur minimnya akses, dengan kondisi masyarakat

nelayan yang sebagian besar waktunya berada di laut dalam mencari

nafkahnya maka upaya pendekatan masyarakat luar dan stakeholder

terkaitlah yang tampaknya lebih bisa diharapkan. Peran stakeholder

terkait ini adalah untuk menjembatani kondisi keadaan jaringan

mereka sehingga mereka bisa meningkatkan kesejahteraan dan

mengurangi kemiskinan. Pemerintah, khususnya Departemen Kelautan

dan Perikanan bisa menjadi salah satu ujung tombak, dimana mereka

perlu mengupayakan program-program tepat guna yang berkaitan

peningkatan jaringan masyarakat nelayan. Misalnya, Pemerintah

membuat rantai pemasaran hasil perikanan diperpendek dengan

mengajak para stakeholder turut berpartisipasi, sehingga akan

diperoleh jaringan pemasaran yang luas dengan harga murah untuk

konsumen (masyarakat luas) dan harga jual yang layak bagi produsen

(nelayan).

2) Selain itu, upaya lainnya adalah memberi masukan terhadap nelayan

yang terkait, agar mau meningkatkan jaringannya khususnya dengan

memperbanyak partisipasi mereka terhadap asosiasi atau organisasi

jaringan ke luar baik secara formal maupun non formal. Organisasi

yang diharapkan adalah yang memiliki potensi secara fungsional akses

ke luar, sehingga masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya bisa

menemukan stakeholder yang tepat, seperti agen pemasaran perikanan,

pemegang kebijakan pembangunan dan sebagainya.

90

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Kumpulan Makalah Pelatihan Penelitian Ilmiah Tingkat Mahir : PPs UNJ. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Anonim. 2007. Komitmen Korporat Atasi Kemiskinan. Dalam : Harian Umum Republika, 6 November 2007.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Cullen, Michelle and Harvey Whiteford. 2001. The Interrelations of Social Capital with Health and Mental Health. Discussion Paper. Mental Health and Special Programs Branch Commonwealth Department of Health and Aged Care. Canberra : The Commonwealth Australia.

Debora. 2003. Kajian Keterkaitan Pengembangan Pariwisata dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Pesisir Kawasan Tanjung Bunga. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan : Isu, Sintesis dan Gagasan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Fukuyama, F. 2002. The Great Disruption : Hakikat Manusia dan Rekonstitusi Tatanan Sosial. Yogyakarta : CV Qalam.

Hasbullah, J. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta : MR-United Press.

Kemalasari. 2005. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Migran di Desa Panimbangjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Laporan Tahun 2008 Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Laporan Tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Banten.

Lenggono, PS. 2004. Modal Sosial dalam Pengelolaan Tambak : Studi Kasus Pada Komunitas Petambak di Desa Muara Pantuan Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Manembu, I.S. 2004. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut di Pulau Gangga, Bangka dan Talise Propinsi Sulawesi Utara. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

91

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R). Jakarta : PT Pustaka Cidesindo.

Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Mediakom.

Ritonga, R. 2007. Sketsa Buram Pemerataan Pembangunan. Dalam : Harian Umum Republika, 29 Oktober 2007.

Sandjaja dan Albertus Heriyanto. 2006. Panduan penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta : PT Pustaka Cidesindo.

Setiawan, C. 2001. Rasa Percaya Diri Dosen : Studi Kausalitas Penghargaan Diri Dosen Tentang Kemampuannya Membuat Perencanaan, Rasa Percaya Diri Dosen dan Kepuasan Kerja Dosen Terhadap Partisipasi Dosen dalam Pengambilan Keputusan, Survei di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII Jakarta. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Solihin, A. et. al,. 2005. Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia (Bunga Rampai). Bandung : Humaniora.

Suharto, E. 2008. Pendampingan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin : Konsepsi dan Strategi.http://www.policy.hu/suharto/modul_a/ makindo_32.htm [18 Desember 2008].

Sugiyono. 2000. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

Sumodiningrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial : Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

Wafa, A. 2003. Keberadaan Social Capital Pada Kelompok-kelompok Sosial : Kasus Pada Kelompok Tani Mardi Utomo dan Kelompok PKK. Tesis. Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.

Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (UU RI No. 17 Th. 2007). Jakarta : Sinar Grafika.

92

LAMPIRAN

93

”HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN

MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG

JAYA, PANDEGLANG”

Nama Peneliti : Muhammad Iqbal Hanafri

Universitas : Institut Pertanian Bogor

PERMOHONAN

Bapak/Saudara yang saya hormati,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Sarjana (S1)

di Institut Pertanian Bogor, dan saat ini sedang dalam proses penyusunan skripsi.

Untuk keperluan tersebut dengan hormat saya memohon kesediaan dan kerelaan

Bapak/Saudara memberi bantuan dengan sudilah meluangkan waktu sejenak

menjawab dan mengisi kumpulan pertanyaan/pernyataan berikut di bawah ini.

Bapak/Saudara dimohon untuk menulis jawaban atau memberi nilai yang paling

dirasakan cocok/sesuai dengan hati nurani. Atas kesediaan dan bantuan

Bapak/Saudara saya sampaikan banyak terima kasih.

Muhammad Iqbal Hanafri

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

94

KUESIONER PENELITIAN

BAGIAN I Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan interaksi dalam

kehidupan sehari-hari. Jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Saudara bisa

dilingkari atau disilang. Semakin baik/sering maka Bapak/Saudara bisa memberi

nilai 3 atau 4, sedangkan apabila semakin buruk/jarang dengan nilai 1 atau 2.

Terima kasih.

A. Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas

1) Apakah Bapak/Saudara sering menghadiri pertemuan di lingkungan lokal

dalam 6 bulan terakhir (rapat RT, rapat RW, arisan dan sejenisnya)?

Tidak, tidak pernah Ya, sering

1 2 3 4

2) Apakah Bapak/Saudara terlibat dalam kepengurusan atau keanggotaan

organisasi lokal?

Tidak, sama sekali Ya, beberapa (minimal 3)

1 2 3 4

3) Apakah Bapak/Saudara sangat aktif dalam kepengurusan atau

keanggotaan organisasi lokal?

Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif

1 2 3 4

4) Dalam 1 tahun terakhir, pernahkan Bapak/Saudara bersama masyarakat di

lingkungan tempat tinggal menjadi panitia dalam suatu kegiatan?

Tidak, sama sekali Ya, sering sekali (min 3)

1 2 3 4

5) Apakah Bapak/Saudara pernah ikut berpartisipasi untuk membantu

pembuatan pelayanan umum atau bergotong-royong yang baru di

lingkungannya, dalam 1 tahun terakhir?

Tidak, tidak pernah Ya, beberapa kali (min 3)

1 2 3 4

95

B. Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial

6) Apakah Bapak/Saudara pernah mengambil sampah orang lain yang

berada di tempat umum kemudian membuangnya?

Tidak, sama sekali Ya, sering

1 2 3 4

7) Apakah dengan menolong orang lain, berarti kita juga menolong diri kita

sendiri dalam jangka panjang. Apakah Bapak/Saudara setuju?

Tidak, tidak setuju Ya, sangat setuju

1 2 3 4

8) Apakah Bapak/Saudara pernah menyumbang dana atau tenaga secara

spontan untuk suatu kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan tempat

tinggal, dalam 1 tahun terakhir?

Tidak, tidak pernah Ya, sering (min 3)

1 2 3 4

9) Apakah Bapak/Saudara pernah menyumbang dana atau tenaga pada

kejadian musibah yang menimpa komunitas lain?

Tidak, tidak pernah Ya, sering

1 2 3 4

10) Apakah Bapak/Saudara pernah berinisiatif untuk bertukar pikiran dan ide

dengan teman yang tidak berasal dari suku yang sama?

Tidak, tidak pernah Ya, sering

1 2 3 4

11) Apakah Bapak/Saudara pernah melakukan inisiatif untuk mengadakan

kegiatan sosial di dalam komunitas dan di luar komunitas?

Tidak, tidak pernah Ya, sering

1 2 3 4

C. Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman

12) Apakah Bapak/Saudara merasa aman berjalan pada malam hari?

Tidak, tidak aman Ya, sangat aman

1 2 3 4

96

13) Apakah Bapak/Saudara setuju kebanyakan orang bisa dipercaya?

Tidak, tidak setuju Ya, sangat setuju

1 2 3 4

14) Jika ada seseorang yang mobilnya mengalami kerusakan di depan rumah,

apakah Bapak/Saudara akan mempersilakannya untuk istirahat sebentar

di rumah?

Tidak, sama sekali Ya, pasti (tanpa ragu-ragu)

1 2 3 4

15) Apakah lingkungan tempat tinggal Bapak/Saudara mempunyai reputasi

sebagai tempat yang sangat aman? (TIDAK VALID)

Tidak, sama sekali Ya, sangat aman

1 2 3 4

16) Apakah Bapak/Saudara percaya bahwa tetangga semuanya adalah orang

yang baik?

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

17) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada pemerintah saat ini?

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

18) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada anggota legislatif (DPR/MPR)

sebagai wakil rakyat? (TIDAK VALID)

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

19) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) yang ada saat ini?

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

20) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada kinerja pemimpin lokal (kepala

desa, kepala camat, dll.)?

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

97

21) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada semua tokoh agama yang berada

baik di dalam maupun di luar komunitas?

Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya

1 2 3 4

D. Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas

22) Ketika Bapak/Saudara menjaga anak, kemudian tiba-tiba ada keperluan

untuk keluar, apakah Bapak/Saudara biasa meminta bantuan ke tetangga

untuk menjaga anak anda?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

23) Apakah Bapak/Saudara mengunjungi dan bersilaturahmi dengan teman

yang berada dalam komunitas yang sama seminggu terakhir?

Tidak, sama sekali Ya, berkali-kali (10<)

1 2 3 4

24) Apakah Bapak/Saudara berusaha mendapatkan teman sebanyak-

banyaknya dari dalam lingkungan komunitas?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

25) Apakah Bapak/Saudara melakukan pekerjaan yang menyenangkan bagi

tetangga selama 6 bulan terakhir?

Tidak, sama sekali Ya, sering

1 2 3 4

26) Apakah Bapak/Saudara saling memberi makanan dengan sesama tetangga

selama 6 bulan terakhir?

Tidak, sama sekali Ya, sering (10<)

1 2 3 4

27) Dalam 6 bulan terakhir, apakah Bapak/Saudara pernah menjenguk

tetangga yang sakit?

Tidak, tidak pernah Ya, sering (min 5)

1 2 3 4

98

E. Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga

28) Berapa banyak orang yang Bapak/Saudara ajak bicara selama 24 jam,

kemarin?

Tidak, tidak ada Ya, banyak (10<)

1 2 3 4

29) Pada saat waktu santai apakah Bapak/Saudara sering makan bersama

siang/malam dengan keluarga atau teman, dalam seminggu terakhir?

Tidak, tidak pernah Ya, sering (10<)

1 2 3 4

30) Apakah Bapak/Saudara sering pergi untuk mengunjungi keluarga/

saudara?

Tidak, jarang sekali Ya, sering

1 2 3 4

31) Apakah Bapak/Saudara di rumah sering kedatangan tamu, baik dari

keluarga atau teman dekat, dalam satu minggu terakhir?

Tidak, tidak ada Ya, sering sekali (10<)

1 2 3 4

32) Apakah Bapak/Saudara sering memberi bantuan, kepada teman dekat atau

kesalah satu anggota keluarga?

Tidak, jarang sekali Ya, sering sekali

1 2 3 4

F. Toleransi dan Kebhinekaan

33) Apakah menurut Bapak/Saudara hidup dengan banyak suku dan budaya

pasti membuat hidup lebih baik? (TIDAK VALID)

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

34) Apakah Bapak/Saudara benar-benar menikmati hidup diantara orang-

orang dengan gaya hidup berbeda-beda?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

99

35) Jika ada orang tak dikenal (orang yang asing), melewati jalanan tempat

Bapak/Saudara, apakah mereka akan pasti diterima oleh tetangga-

tetangga disini? (TIDAK VALID)

Tidak, tidak mudah diterima Ya, pasti

1 2 3 4

36) Apakah Bapak/Saudara dapat menerima apabila dipimpin oleh orang dari

suku yang berbeda ketika bekerja (sebagai nelayan)?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

37) Apakah Bapak/Saudara dapat berteman dengan mereka yang berlainan

agama atau keyakinan?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

G. Nilai Hidup dan Kehidupan

38) Apakah Bapak/Saudara merasa bernilai bagi masyarakat (dibutuhkan

masyarakat)? (TIDAK VALID)

Tidak, sama sekali Ya, sangat bernilai

1 2 3 4

39) Apabila Bapak/Saudara meninggal esok, apakah anda merasa puas

dengan apa yang telah anda lakukan pada hidup anda (baik terhadap diri

sendiri maupun orang lain)?

Tidak, tidak puas Ya, sangat puas

1 2 3 4

40) Apakah masyarakat lokal di sini terasa seperti rumah bagi Bapak/

Saudara?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

100

41) Apakah Bapak/Saudara merasa bahagia atas apa yang telah diperoleh

secara materi?

Tidak, tidak bahagia Ya, bahagia

1 2 3 4

42) Apakah Bapak/Saudara merasa bahagia atas kedudukan dalam

masyarakat yang telah berhasil diraih?

Tidak, tidak bahagia Ya, bahagia

1 2 3 4

43) Jika Bapak/Saudara tidak setuju tetapi orang lain setuju terhadap suatu

hal, apakah Bapak/Saudara merasa bebas untuk berbicara?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

44) Apabila Bapak/Saudara berselisih dengan tetangga, apakah anda mau

untuk cepat menyelesaikannya (berbaikan)?

Tidak Ya, pasti (dengan cepat)

1 2 3 4

H. Koneksi/jaringan kerja di Luar Komunitas

45) Apakah Bapak/Saudara merasa sebagai bagian dari komunitas nelayan di

daerah ini?

Tidak, tidak merasa Ya, pasti

1 2 3 4

46) Apakah Bapak/Saudara merasa sebagai bagian dari tim, saat bekerja

sebagai nelayan?

Tidak, sama sekali Ya, pasti

1 2 3 4

47) Apakah Bapak/Saudara merasa semua nelayan yang bekerja di sini adalah

teman? (TIDAK VALID)

Tidak, sama sekali Ya, pasti (semuanya)

1 2 3 4

101

48) Apakah Bapak/Saudara memiliki teman di instansi lain yang terbangun

atas jaringan kerja (sebagai nelayan)?

Tidak, sama sekali Ya, ada beberapa

1 2 3 4

49) Apakah Bapak/Saudara memiliki teman di luar daerah yang berhubungan

dengan pekerjaan (nelayan)?

Tidak, sama sekali Ya, ada beberapa

1 2 3 4

I. Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas

50) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu

organisasi keagamaan?

Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif

1 2 3 4

51) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu

partai politik?

Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif

1 2 3 4

52) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu

perkumpulan olahraga?

Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif

1 2 3 4

53) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif organisasi

nelayan, atau organisasi profesi lainnya?

Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif

1 2 3 4

54) Apakah Bapak/Saudara sering menghadiri pertemuan rapat pengurus atau

anggota (kelompok atau perkumpulan) selama 6 bulan terakhir?

Tidak, sama sekali Ya, sering

1 2 3 4

102

BAGIAN II Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkat

kesejahteraan. Jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Saudara bisa diberi

tanda silang atau ceklis di dalam kotak. Terima kasih.

1) Berapakah tingkat pendapatan Bapak/Saudara rata-rata per bulannya?

Dibawah Rp 700.000,- per bulan

Antara Rp 700.000,- sampai 1.000.000,- per bulan

Diatas Rp 1.000.000,- per bulan

2) Berapakah tingkat konsumsi atau pengeluaran Bapak/Saudara rata-rata

per bulannya?

Dibawah Rp 450.000,- per bulan

Antara Rp 450.000,- sampai 700.000,- per bulan

Diatas Rp 700.000,- per bulan

3) Bagaimana tingkat pendidikan keluarga anda saat ini?

Kurang dari 30% jumlah anggota keluarga tamat SD

Antara 30% - 60% jumlah anggota keluarga tamat SD

Lebih 60% jumlah anggota keluarga tamat SD

4) Kondisi rumah anda : a) Atap :

Daun

Sirap

Seng

Asbes

Genteng

b) Bilik :

Bambu

Bambu dan Kayu

Kayu

Setengah tembok

103

Tembok

c) Status :

Numpang

Sewa

Milik sendiri

d) Lantai :

Tanah

Papan

Plester

Ubin

Porselin

e) Luas rumah Bapak/Saudara :

Sempit [ < 50 m2 ]

Sedang [ 50 – 100 m2 ]

Luas [ > 100 m2 ]

5) Fasilitas rumah anda : a) Pekarangan/halaman rumah :

Sempit [ < 50 m2 ]

Sedang [ 50 – 100 m2 ]

Luas [ > 100 m2 ]

b) Hiburan :

Radio

Tape recorder

Televisi

Video

c) Pendingin :

Alam

Kipas angin

104

Lemari es

AC

d) Sumber penerangan :

Lampu tempel

Petromak

Listrik

e) Bahan bakar :

Kayu

Minyak tanah

Gas

f) Sumber air :

Sungai

Air hujan

Mata air

Sumur

PAM

g) MCK :

Kebun

Sungai/laut

Kamar mandi umum

Kamar mandi sendiri

DATA DIRI :

1. Nama Bapak/Saudara : ..................................................................................

2. Umur Bapak/Saudara : ............... tahun

3. Asal daerah/suku : ................................

4. Tingkat pendidikan terakhir Bapak/Saudara .................................................

105

1) INPUT DATA MODAL SOSIAL PADA UJI COBA

No. Nama Skor Modal Sosial

X1 X2

1 2 3 4 5 ∑ 6 7 8 9 10 11 ∑

1 Taspan 3 1 1 4 4 13 1 4 4 3 4 4 20

2 Sajum 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 4 24

3 Kamsi 4 2 2 1 4 13 4 4 4 4 4 4 24

4 Sarif 1 4 2 2 4 13 2 4 4 1 4 2 17

5 Santa 1 2 4 4 4 15 2 4 4 2 4 4 20

6 Afif 2 1 1 1 4 9 1 4 4 1 2 1 13

Skor Modal Sosial

X3 X4

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 ∑ 22 23 24 25 26 27 ∑

4 2 4 4 4 2 3 1 2 4 30 4 4 4 4 4 4 24

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 2 4 3 4 4 4 21

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 4 4 4 4 4 4 24

3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 37 4 4 4 4 4 2 22

2 1 4 4 2 2 2 2 4 4 27 3 4 4 4 4 4 23

4 2 4 4 4 3 2 2 4 4 33 4 4 4 2 4 2 20

Skor Modal Sosial

X5 X6

28 29 30 31 32 ∑ 33 34 35 36 37 ∑

4 4 3 4 4 19 4 3 3 3 3 16

4 4 2 4 4 18 4 4 2 4 4 18

4 4 2 4 4 18 4 3 4 4 4 19

4 2 4 4 3 17 4 4 4 4 4 20

4 4 4 4 2 18 4 2 3 2 3 14

4 4 4 4 3 19 4 4 2 4 4 18

Skor Modal Sosial

X7 X8 X9

38 39 40 41 42 43 44 ∑ 45 46 47 48 49 ∑ 50 51 52 53 54 ∑

3 4 4 4 4 4 4 27 4 4 4 4 4 20 2 2 1 4 4 13

4 1 4 4 4 4 4 25 4 4 4 4 4 20 1 1 4 4 4 14

3 4 4 4 4 4 4 27 4 4 4 4 4 20 3 1 1 3 3 11

4 1 4 4 4 2 4 23 4 1 4 4 4 17 1 1 4 3 1 10

4 4 2 2 2 1 4 19 2 1 4 1 1 9 1 1 4 1 4 11

2 1 4 4 4 2 4 21 4 4 4 4 4 20 1 1 1 1 1 5

Lampiran 2 Input data uji coba dan penelitian

106

2) INPUT DATA MODAL SOSIAL PENELITIAN

No. Nama Skor Modal Sosial

X1 X2

1 2 3 4 5 ∑ 6 7 8 9 10 11 ∑

1 Tohari 4 4 2 4 4 18 1 3 4 2 4 4 18

2 Iyus 3 1 1 2 1 8 1 4 2 1 1 1 10

3 Waryim 2 1 1 1 1 6 4 3 1 1 4 1 14

4 Usep 2 1 1 1 3 8 2 1 4 1 4 1 13

5 Rawal 3 3 4 1 4 15 4 3 4 3 4 4 22

6 Edi 4 2 3 4 4 17 4 4 4 4 4 4 24

7 Sukardi 1 4 2 1 1 9 1 4 4 1 4 4 18

8 Sumana 1 1 1 4 2 9 2 4 4 4 1 4 19

9 Salim 3 2 4 2 2 13 4 4 4 4 1 4 21

10 Heri 1 2 2 1 4 10 2 3 4 1 4 2 16

11 Harli 2 1 1 3 4 11 4 4 4 2 4 4 22

12 Pupun Saepudin 4 4 3 1 2 14 4 3 4 1 4 4 20

13 Ujang 2 1 1 1 2 7 2 4 4 1 1 2 14

14 Dulkafi 1 1 1 1 4 8 2 4 4 4 4 4 22

15 Tarjan 1 1 1 1 3 7 1 3 4 1 4 4 17

16 Jayadi 3 1 1 1 3 9 1 4 4 3 2 1 15

17 Agus Supriadi 3 1 1 1 3 9 1 1 3 4 4 3 16

18 Wartim 1 1 1 1 2 6 3 4 4 1 1 1 14

19 Ahmad Suheni 3 1 1 4 4 13 3 4 2 3 3 3 18

20 Jamnuri 3 1 1 1 4 10 1 1 4 4 1 1 12

21 Tata 1 1 1 1 4 8 2 3 4 2 3 1 15

22 Kurniawan 3 1 1 4 4 13 4 3 4 4 4 4 23

23 Ahmad Maskuri 4 4 3 4 2 17 4 4 4 1 4 3 20

24 Amsori 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22

25 Rudi 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22

26 Didin 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22

27 Wartim 1 1 1 2 3 8 1 4 4 1 3 1 14

28 Yadi 3 1 1 3 3 11 4 4 4 4 4 3 23

29 Umar 1 1 1 1 3 7 1 4 4 1 4 3 17

30 Warsono 3 1 1 4 2 11 4 4 3 1 4 2 18

107

Skor Modal Sosial

X3 X4

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 ∑ 22 23 24 25 26 27 ∑

3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 28 3 4 3 4 4 4 22

3 1 3 4 2 2 3 1 2 3 24 1 3 3 1 3 2 13

3 3 4 3 2 2 2 3 2 3 27 4 2 4 1 3 2 16

3 3 1 4 2 3 2 3 4 2 27 1 3 4 2 4 2 16

3 4 4 3 3 3 2 1 3 4 30 1 4 4 4 4 1 18

3 2 4 3 2 2 2 2 3 3 26 1 4 4 4 4 4 21

4 2 4 1 2 3 3 2 3 2 26 4 2 3 4 4 4 21

2 1 3 3 3 2 2 3 2 4 25 4 4 4 4 4 4 24

2 2 3 4 3 2 2 1 3 3 25 2 1 4 4 4 4 19

3 2 4 3 3 1 2 1 2 3 24 4 4 4 4 4 4 24

3 2 4 2 2 3 3 2 3 3 27 1 4 4 3 4 4 20

3 1 4 3 3 3 2 3 4 4 30 4 4 4 4 4 2 22

4 4 4 4 3 1 1 2 2 4 29 4 4 4 2 4 2 20

3 4 4 3 4 2 2 1 4 3 30 1 4 3 4 4 4 20

2 3 2 3 2 4 2 3 3 3 27 4 4 2 3 4 4 21

3 1 1 4 3 3 1 1 4 4 25 1 4 4 2 4 3 18

4 2 3 4 3 3 1 1 4 2 27 1 4 4 4 4 1 18

3 3 4 3 2 4 4 2 4 3 32 2 1 1 2 1 2 9

4 2 3 3 3 3 1 2 3 3 27 1 1 3 2 4 1 12

3 3 3 3 2 2 1 1 1 2 21 2 1 4 2 2 1 12

4 2 2 4 2 2 3 1 4 4 28 4 1 3 3 3 3 17

2 2 4 2 2 2 3 2 1 1 21 4 4 4 2 4 1 19

3 2 4 3 3 4 3 3 2 4 31 3 4 3 4 3 4 21

3 2 2 3 3 1 2 2 2 4 24 4 4 4 4 4 1 21

3 2 2 3 3 1 2 4 2 4 26 4 4 4 4 4 1 21

3 2 2 3 3 1 2 4 2 4 26 4 4 4 4 4 1 21

3 3 4 4 3 2 2 2 2 4 29 3 4 4 3 3 3 20

4 3 4 3 3 3 1 4 4 4 33 3 2 4 4 4 2 19

3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 36 1 4 4 4 4 4 21

3 1 3 3 4 4 1 1 3 4 27 1 3 4 3 1 3 15

108

Skor Modal Sosial

X5 X6

28 29 30 31 32 ∑ 33 34 35 36 37 ∑

4 3 4 2 3 16 4 1 3 4 1 13

2 3 2 4 3 14 3 1 2 1 3 10

4 2 4 3 2 15 2 4 4 3 4 17

3 2 4 1 2 12 4 2 3 4 4 17

4 4 4 3 1 16 4 3 4 4 1 16

4 4 4 3 3 18 4 4 2 3 4 17

4 2 4 2 4 16 4 4 3 4 4 19

4 4 4 4 4 20 3 4 2 4 3 16

4 4 4 2 4 18 4 4 2 3 4 17

4 4 4 4 4 20 3 4 4 4 4 19

4 4 4 4 3 19 3 4 4 4 4 19

4 2 4 4 3 17 4 4 3 4 4 19

4 2 4 4 2 16 4 4 3 4 4 19

4 4 3 4 4 19 4 3 4 3 4 18

2 2 4 4 3 15 3 2 3 4 3 15

3 4 4 4 4 19 4 1 4 1 1 11

4 4 1 3 4 16 1 4 4 4 4 17

2 3 1 1 3 10 4 2 3 4 4 17

1 4 3 4 3 15 4 1 2 4 4 15

1 1 4 3 3 12 2 2 4 2 4 14

2 1 1 4 2 10 3 4 4 3 4 18

4 4 4 2 4 18 4 2 3 4 4 17

2 4 4 2 4 16 2 4 3 4 2 15

4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18

4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18

4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18

4 4 4 4 4 20 4 4 3 4 4 19

2 4 4 2 3 15 4 4 4 4 4 20

4 4 4 1 2 15 2 2 3 3 4 14

4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20

109

Skor Modal Sosial

X7 X8 X9

38 39 40 41 42 43 44 ∑ 45 46 47 48 49 ∑ 50 51 52 53 54 ∑

4 1 2 1 4 4 3 19 3 4 4 4 4 19 3 3 3 2 4 15

2 2 4 1 2 4 3 18 1 2 3 1 4 11 1 1 3 3 4 12

2 1 4 1 4 2 4 18 3 1 4 1 4 13 1 1 1 2 4 9

2 1 3 1 3 1 3 14 4 4 2 1 4 15 2 2 2 1 2 9

4 1 4 3 4 2 4 22 4 3 4 4 1 16 4 1 4 4 3 16

2 1 2 4 3 2 4 18 3 4 3 4 4 18 2 1 3 3 4 13

2 1 3 4 3 4 3 20 4 4 4 1 4 17 1 1 1 3 2 8

4 4 4 2 3 3 3 23 3 2 2 2 2 11 3 1 3 2 1 10

3 3 4 4 3 4 4 25 3 4 3 1 3 14 4 1 1 1 1 8

2 1 4 4 4 4 4 23 4 4 4 4 4 20 3 4 3 3 2 15

1 1 4 4 4 4 4 22 4 4 4 3 4 19 4 1 4 1 2 12

4 1 4 1 4 4 4 22 4 4 4 2 4 18 1 1 2 1 4 9

1 1 4 1 4 4 4 19 4 4 4 4 4 20 1 1 2 1 2 7

3 4 4 4 4 4 3 26 4 4 4 4 4 20 1 1 3 2 4 11

1 1 2 1 1 2 3 11 3 2 4 1 4 14 1 1 1 3 2 8

3 1 1 1 4 4 4 18 4 4 4 1 1 14 1 1 1 1 1 5

3 1 1 2 3 1 4 15 1 4 4 1 4 14 1 1 1 1 4 8

2 4 4 4 1 4 4 23 1 4 4 1 1 11 3 1 1 1 1 7

2 1 4 3 4 2 4 20 4 4 4 1 3 16 1 1 1 2 1 6

3 3 3 4 3 2 4 22 2 1 4 1 1 9 1 1 1 1 1 5

2 1 1 2 1 1 4 12 1 4 4 1 1 11 1 1 1 1 1 5

4 4 4 3 4 1 4 24 4 4 4 4 1 17 1 1 1 1 1 5

3 1 4 3 4 1 3 19 4 4 3 1 4 16 2 3 2 2 2 11

1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8

1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8

1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8

1 1 4 3 4 1 3 17 4 4 4 1 4 17 1 1 1 1 1 5

4 4 4 4 4 1 4 25 4 4 4 4 3 19 1 1 2 1 4 9

2 4 4 3 4 2 4 23 1 4 4 1 1 11 4 1 1 1 1 8

1 1 4 4 4 3 4 21 4 4 4 4 1 17 2 1 2 1 3 9

110

3) INPUT DATA KEMISKINAN/KESEJAHTERAAN PENELITIAN

No. Nama Umur Suku Pendidikan (Thn)

1 Tohari 25 Sunda SMP

2 Iyus 28 Cirebon SMP

3 Waryim 30 Panimbang < SD

4 Usep 20 Panimbang SMP

5 Rawal 60 Brebes < SD

6 Edi 30 Brebes SMA

7 Sukardi 35 Indramayu SD

8 Sumana 40 Brebes < SD

9 Salim 43 Panimbang < SD

10 Heri 32 Brebes SMA

11 Harli 30 Indramayu SMA

12 Pupun Saepudin 37 Indramayu < SD

13 Ujang 24 Indramayu SD

14 Dulkafi 35 Indramayu SD

15 Tarjan 50 Indramayu < SD

16 Jayadi 20 Panimbang SD

17 Agus Supriadi 29 Serang SMA

18 Wartim 33 Panimbang < SD

19 Ahmad Suheni 60 Brebes SMA

20 Jamnuri 54 Brebes < SD

21 Tata 37 Panimbang < SD

22 Kurniawan 24 Brebes < SD

23 Ahmad Maskuri 37 Brebes SD

24 Amsori 38 Brebes < SD

25 Rudi 20 Brebes SD

26 Didin 21 Brebes SD

27 Wartim 30 Indramayu < SD

28 Yadi 47 Sunda SD

29 Umar 52 Indramayu < SD

30 Warsono 34 Panimbang SMA

111

Skor Kesejahteraan Total N

1 2 3 4 5

a b c d e ∑ N a b c d e f g ∑ N

2 3 3 5 5 3 3 2 18 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 13 3

1 2 3 5 3 3 3 2 16 2 1 4 2 3 2 4 3 19 2 10 2

1 2 2 5 2 1 3 1 12 2 1 4 1 3 2 4 3 18 2 9 2

2 3 3 2 2 2 3 1 10 1 1 3 2 3 1 4 4 18 2 11 2

1 1 1 5 1 3 1 1 11 2 1 1 1 3 1 5 3 15 2 7 1

1 1 3 5 5 3 3 1 17 3 1 1 1 3 2 4 4 16 2 10 2

2 3 2 5 5 3 5 2 20 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2

1 1 3 5 5 3 1 3 17 3 1 3 2 3 2 4 3 18 2 10 2

3 2 2 5 5 3 5 2 20 3 2 3 2 3 2 5 4 21 3 13 3

2 3 3 5 2 1 1 2 11 2 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2

2 3 3 4 5 3 5 2 19 3 2 4 2 3 2 4 4 21 3 14 3

3 3 2 5 4 1 3 1 14 2 1 4 3 3 2 5 4 22 3 13 3

1 1 3 2 1 3 3 1 10 1 1 4 2 3 2 4 4 20 2 8 1

3 3 3 5 2 3 3 1 14 2 1 3 1 3 2 4 4 18 2 13 3

1 3 3 5 5 3 5 2 20 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2

1 1 1 1 2 3 2 2 10 1 2 3 1 3 2 4 4 19 2 6 1

3 2 1 1 2 2 1 1 7 1 1 3 1 3 2 5 3 18 2 9 2

1 2 1 5 3 3 3 1 15 2 1 3 1 3 2 4 4 18 2 8 1

2 2 2 5 5 3 5 3 21 3 3 3 2 3 2 5 4 22 3 12 1

3 3 3 5 5 3 5 3 21 3 2 3 3 3 2 5 4 22 3 15 3

1 2 1 5 5 3 3 2 18 3 1 3 1 3 2 4 3 17 2 9 2

1 1 2 1 1 2 2 1 7 1 1 3 1 3 2 5 3 18 2 7 1

3 2 3 5 5 1 3 2 16 2 1 4 3 3 3 5 4 23 3 13 3

3 1 3 5 5 3 5 2 20 3 2 3 2 3 2 3 4 19 2 12 2

3 1 2 5 5 1 5 2 18 3 2 3 2 3 2 3 4 19 2 11 2

2 1 3 5 5 1 3 1 15 2 1 3 1 3 1 4 4 17 2 10 2

2 2 1 1 1 3 3 2 10 1 1 3 1 3 2 5 4 19 2 8 1

3 2 2 5 2 3 3 3 16 2 1 2 2 3 2 5 4 19 2 11 2

3 3 1 5 1 3 3 2 14 2 2 2 1 3 2 4 4 18 2 11 2

3 3 3 4 5 2 4 1 16 2 2 2 2 3 2 5 4 20 2 13 3

112

A. VALIDITAS UJI COBA

1) Validitas X1 TOTAL

ITEM1 Pearson Correlation 0.383 Sig. (2-tailed) 0.454 N 6 ITEM2 Pearson Correlation 0.664 Sig. (2-tailed) 0.15 N 6 ITEM3 Pearson Correlation 0.827* Sig. (2-tailed) 0.042 N 6 ITEM4 Pearson Correlation 0.689 Sig. (2-tailed) 0.13 N 6 ITEM5 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

2) Validitas X2 TOTAL

ITEM6 Pearson Correlation 0.820* Sig. (2-tailed) 0.046 N 6 ITEM7 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 1 ITEM8 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM9 Pearson Correlation 0.927** Sig. (2-tailed) 0.008 N 6 ITEM10 Pearson Correlation 0.773 Sig. (2-tailed) 0.072 N 6 ITEM11 Pearson Correlation 0.902* Sig. (2-tailed) 0.014 N 6

TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

3) Validitas X3 TOTAL

ITEM12 Pearson Correlation 0.554 Sig. (2-tailed) 0.254 N 6 ITEM13 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM14 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM15 Pearson Correlation -0.23 Sig. (2-tailed) 0.665 N 6 ITEM16 Pearson Correlation 0.681 Sig. (2-tailed) 0.136 N 6 ITEM17 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM18 Pearson Correlation 0.848* Sig. (2-tailed) 0.033 N 6 ITEM19 Pearson Correlation 0.888* Sig. (2-tailed) 0.018 N 6 ITEM20 Pearson Correlation 0.409 Sig. (2-tailed) 0.421 N 6 ITEM21 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

4) Validitas X4 TOTAL

ITEM22 Pearson Correlation 0.293

Lampiran 3 Validitas dan reliabilitas uji coba

113

Sig. (2-tailed) 0.573 N 6 ITEM23 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM24 Pearson Correlation 0.400 Sig. (2-tailed) 0.432 N 6 ITEM25 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM26 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM27 Pearson Correlation 0.632 Sig. (2-tailed) 0.178 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

5) Validitas X5 TOTAL

ITEM28 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM29 Pearson Correlation 0.759 Sig. (2-tailed) 0.08 N 6 ITEM30 Pearson Correlation -0.05 Sig. (2-tailed) 0.932 N 6 ITEM31 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM32 Pearson Correlation 0.217 Sig. (2-tailed) 0.68 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

6) Validitas X6 TOTAL

ITEM33 Pearson Correlation .(a)

Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM34 Pearson Correlation 0.791 Sig. (2-tailed) 0.061 N 6 ITEM35 Pearson Correlation 0.309 Sig. (2-tailed) 0.551 N 6 ITEM36 Pearson Correlation 0.937** Sig. (2-tailed) 0.006 N 6 ITEM37 Pearson Correlation 0.893* Sig. (2-tailed) 0.016 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

7) Validitas X7 TOTAL

ITEM38 Pearson Correlation -0.1 Sig. (2-tailed) 0.851 N 6 ITEM39 Pearson Correlation 0.224 Sig. (2-tailed) 0.67 N 6 ITEM40 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM41 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM42 Pearson Correlation 0.7 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM43 Pearson Correlation 0.952** Sig. (2-tailed) 0.003 N 6 ITEM44 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

114

8) Validitas X8 TOTAL

ITEM45 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM46 Pearson Correlation 0.819* Sig. (2-tailed) 0.046 N 6 ITEM47 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM48 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM49 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

9) Validitas X9 TOTAL

ITEM50 Pearson Correlation 0.228 Sig. (2-tailed) 0.663 N 6 ITEM51 Pearson Correlation 0.364 Sig. (2-tailed) 0.478 N 6 ITEM52 Pearson Correlation 0.349 Sig. (2-tailed) 0.498 N 6 ITEM53 Pearson Correlation 0.761 Sig. (2-tailed) 0.079 N 6 ITEM54 Pearson Correlation 0.807 Sig. (2-tailed) 0.052 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 6

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). a Cannot be computed because at least one of the variables is constant.

115

B. RELIABILITAS UJI COBA

1) Reliabilitas X1 Cronbach's Alpha N of Items

0.521 4

2) Reliabilitas X2 Cronbach's Alpha N of Items

0.871 4

3) Reliabilitas X3 Cronbach's Alpha N of Items

0.889 7

4) Reliabilitas X4 Cronbach's Alpha N of Items

0.390 3

5) Reliabilitas X5 Tidak ada, karena jumlah kuisioner valid hanya 1

6) Reliabilitas X6 Cronbach's Alpha N of Items

0.643 4

7) Reliabilitas X7 Cronbach's Alpha N of Items

0.869 3

8) Reliabilitas X8 Cronbach's Alpha N of Items

0.918 4

9) Reliabilitas X9 Cronbach's Alpha N of Items

0.351 4

N = 6 r tabel = 0.729

(uji 2 sisi)

116

A. VALIDITAS PENELITIAN

1) Validitas X1 TOTAL

ITEM1 Pearson Correlation 0.805** Sig. (2-tailed) 8E-08 N 30 ITEM2 Pearson Correlation 0.676** Sig. (2-tailed) 4E-05 N 30 ITEM3 Pearson Correlation 0.701** Sig. (2-tailed) 2E-05 N 30 ITEM4 Pearson Correlation 0.657** Sig. (2-tailed) 8E-05 N 30 ITEM5 Pearson Correlation 0.306 Sig. (2-tailed) 0.101 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

2) Validitas X2 TOTAL

ITEM6 Pearson Correlation 0.675** Sig. (2-tailed) 4E-05 N 30 ITEM7 Pearson Correlation 0.375* Sig. (2-tailed) 0.041 N 30 ITEM8 Pearson Correlation 0.368* Sig. (2-tailed) 0.046 N 30 ITEM9 Pearson Correlation 0.519** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM10 Pearson Correlation 0.504** Sig. (2-tailed) 0.005 N 30 ITEM11 Pearson Correlation 0.801** Sig. (2-tailed) 1E-07

N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

3) Validitas X3 TOTAL

ITEM12 Pearson Correlation 0.317 Sig. (2-tailed) 0.088 N 30 ITEM13 Pearson Correlation 0.411* Sig. (2-tailed) 0.024 N 30 ITEM14 Pearson Correlation 0.357 Sig. (2-tailed) 0.053 N 30 ITEM15 Pearson Correlation 0.207 Sig. (2-tailed) 0.273 N 30 ITEM16 Pearson Correlation 0.397* Sig. (2-tailed) 0.03 N 30 ITEM17 Pearson Correlation 0.443* Sig. (2-tailed) 0.014 N 30 ITEM18 Pearson Correlation 0.182 Sig. (2-tailed) 0.337 N 30 ITEM19 Pearson Correlation 0.399* Sig. (2-tailed) 0.029 N 30 ITEM20 Pearson Correlation 0.616** Sig. (2-tailed) 3E-04 N 30 ITEM21 Pearson Correlation 0.484** Sig. (2-tailed) 0.007 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

Lampiran 4 Validitas dan reliabilitas penelitian

117

4) Validitas X4 TOTAL

ITEM22 Pearson Correlation 0.466** Sig. (2-tailed) 0.009 N 30 ITEM23 Pearson Correlation 0.692** Sig. (2-tailed) 2E-05 N 30 ITEM24 Pearson Correlation 0.389* Sig. (2-tailed) 0.034 N 30 ITEM25 Pearson Correlation 0.709** Sig. (2-tailed) 1E-05 N 30 ITEM26 Pearson Correlation 0.670** Sig. (2-tailed) 5E-05 N 30 ITEM27 Pearson Correlation 0.455* Sig. (2-tailed) 0.011 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

5) Validitas X5 TOTAL

ITEM28 Pearson Correlation 0.652** Sig. (2-tailed) 9E-05 N 30 ITEM29 Pearson Correlation 0.660** Sig. (2-tailed) 7E-05 N 30 ITEM30 Pearson Correlation 0.537** Sig. (2-tailed) 0.002 N 30 ITEM31 Pearson Correlation 0.316 Sig. (2-tailed) 0.088 N 30 ITEM32 Pearson Correlation 0.574** Sig. (2-tailed) 9E-04 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

6) Validitas X6

TOTAL ITEM33 Pearson Correlation 0.267 Sig. (2-tailed) 0.154 N 30 ITEM34 Pearson Correlation 0.789** Sig. (2-tailed) 2E-07 N 30 ITEM35 Pearson Correlation 0.265 Sig. (2-tailed) 0.157 N 30 ITEM36 Pearson Correlation 0.684** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM37 Pearson Correlation 0.566** Sig. (2-tailed) 0.001 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

7) Validitas X7 TOTAL

ITEM38 Pearson Correlation 0.239 Sig. (2-tailed) 0.203 N 30 ITEM39 Pearson Correlation 0.683** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM40 Pearson Correlation 0.685** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM41 Pearson Correlation 0.641** Sig. (2-tailed) 1E-04 N 30 ITEM42 Pearson Correlation 0.512** Sig. (2-tailed) 0.004 N 30 ITEM43 Pearson Correlation 0.444* Sig. (2-tailed) 0.014 N 30 ITEM44 Pearson Correlation 0.312 Sig. (2-tailed) 0.093

118

N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

8) Validitas X8 TOTAL

ITEM45 Pearson Correlation 0.708** Sig. (2-tailed) 1E-05 N 30 ITEM46 Pearson Correlation 0.529** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM47 Pearson Correlation 0.215 Sig. (2-tailed) 0.253 N 30 ITEM48 Pearson Correlation 0.726** Sig. (2-tailed) 6E-06 N 30 ITEM49 Pearson Correlation 0.454* Sig. (2-tailed) 0.012 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30

9) Validitas X9 TOTAL

ITEM50 Pearson Correlation 0.531** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM51 Pearson Correlation 0.525** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM52 Pearson Correlation 0.648** Sig. (2-tailed) 1E-04 N 30 ITEM53 Pearson Correlation 0.657** Sig. (2-tailed) 8E-05 N 30 ITEM54 Pearson Correlation 0.576** Sig. (2-tailed) 9E-04 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)

N 30 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

119

B. RELIABILITAS PENELITIAN

1) Reliabilitas X1 Cronbach's Alpha N of Items

0.622 5

2) Reliabilitas X2 Cronbach's Alpha N of Items

0.543 6

3) Reliabilitas X3 Cronbach's Alpha N of Items

0.420 8

4) Reliabilitas X4 Cronbach's Alpha N of Items

0.543 6

5) Reliabilitas X5 Cronbach's Alpha N of Items

0.379 5

6) Reliabilitas X6 Cronbach's Alpha N of Items

0.585 3

7) Reliabilitas X7 Cronbach's Alpha N of Items

0.596 6

8) Reliabilitas X8 Cronbach's Alpha N of Items

0.453 4

9) Reliabilitas X9 Cronbach's Alpha N of Items

0.504 5

N = 30 r tabel = 0.361

(uji 2 sisi)

120

1) Foto 1 (kondisi perumahan dan darmaga)

2) Foto 2 (kapal-kapal yang digunakan)

Lampiran 5 Dokumentasi penelitian