hubungan modal sosial dengan kemiskinan … · variabel modal sosial adalah variabel partisipasi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA,
PANDEGLANG
MUHAMMAD IQBAL HANAFRI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Hubungan
Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang
Jaya, Pandeglang” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Muhammad Iqbal Hanafri
NIM C44103034
ABSTRAK MUHAMMAD IQBAL HANAFRI. Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang. Dibimbing oleh ARIF SATRIA dan YATRI INDAH KUSUMASTUTI. Implementasi program-program pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya pada masyarakat nelayan ternyata masih banyak menuai kegagalan. Perspektif umum penyebab kegagalan adalah karena faktor struktural, dimana ada kesalahan eksternal sehingga menghambat mobilitas vertikal mereka. Sedangkan perspektif lainnya yang sekarang sedang berkembang adalah modal sosial yang merupakan bagian dari faktor kultural. Hal ini lebih mengarah kepada internal dari masyarakat nelayan itu sendiri, yaitu sikap dan sifat mereka yang dapat menghambat pembangunan yang ada, khususnya di Desa Panimbang Jaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik modal sosial, karakteristik kemiskinan/kesejahteraan dan hubungan di antara variabel-variabel modal sosial dengan variabel kemiskinan. Dimana variabel modal sosial dipecah lagi menjadi beberapa variabel yaitu partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial dan sebagainya. Kemudian ke semua variabel dianalisis sehingga diketahui karakteristiknya, serta digunakan korelasi Spearman Rank dan uji z untuk mengetahui variabel apakah yang paling berpengaruh terhadap variabel kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya memiliki karakteristik modal sosial yang cukup baik, yaitu tergolong dalam kategori sedang dan tinggi. Kecuali, pada variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas dan variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas rata-rata berada pada kategori rendah dan sedang. Sedangkan karakteristik pada variabel kemiskinan menunjukkan bahwa kondisi rata-rata kesejahteraan masyarakatnya berada pada kategori sedang. Kemudian hasil korelasi yang ada menjelaskan bahwa korelasi yang signifikan dari sekian variabel modal sosial adalah variabel partisipasi dan keanggotan kelompok di luar komunitas terhadap variabel kemiskinan. Koefisien korelasi yang ada sebesar 0,434 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan partisipasi nelayan khususnya terhadap keikutsertaannya terhadap asosiasi dan organisasi yang ada khususnya yang mempunyai potensi jaringan ke luar, dengan demikian akses yang ada diharapkan menjadi lebih meningkat dan nantinya berdampak pula pada peningkatan tingkat kesejahteraan rata-rata mereka (kemiskinan berkurang).
© Hak Cipta milik Muhammad Iqbal Hanafri, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA,
PANDEGLANG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MUHAMMAD IQBAL HANAFRI
C44103034
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI
Judul Skripsi : Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang
Nama Mahasiswa : Muhammad Iqbal Hanafri
Nomor Pokok : C44103034
Departemen : Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si. NIP. 132 164 113 NIP. 131 956 692
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus : 23 Januari 2009
PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang Maha Perkasa, Maha Mulia lagi
Maha Pengampun. Dia-lah yang menggantikan siang dengan malam sebagai
pengingat bagi orang-orang yang mau berfikir dan memiliki mata hati. Dia-lah
Allah, yang menjadikan manusia mau bersikap zuhud, mengisi waktunya dengan
ibadah, zikir dan merenungkan segala ciptaan-Nya.
Alhamdulillah, skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang
berjudul “Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan
di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang”, sebagai tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikannya pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Dengan selesainya skripsi ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., selaku ketua dosen
pembimbing skripsi atas segala arahannya kepada penulis, Ir. Yatri Indah
Kusumastuti, M.Si., komisi pembimbing skripsi yang juga selalu memberi
masukan yang bernilai dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si., pembimbing
akademik yang memberikan masukan dan semangat kepada penulis, serta kepada
semua dosen SEI dan rekan-rekan Sosial Ekonomi Perikanan khususnya angkatan
40 dan 41 atas masukan plus bantuannya.
Hanya kepada Allah saya berserah diri dan menyerahkan segala urusan.
Cukuplah Allah sebagai tempat berserah diri karena Dia sebaik-baik tempat
berserah diri. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang
Maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Bogor, Januari 2009
Muhammad Iqbal Hanafri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 18 April 1985 dari Ayah Harun
Handono dan Ibu Afrida Susiawati. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Budi Luhur dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan,
Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Ekologi Perairan pada tahun ajaran 2005/2006, serta mata kuliah Pendidikan
Agama Islam pada tahun ajaran 2005/2006. Kegiatan organisasi yang diikuti
semasa kuliah adalah sebagai Staff Departemen PSDM Forum Keluarga Muslim
FPIK-IPB (FKM-C) periode 2003/2004, Sekretaris Umum FKM-C periode
2004/2005, Staff Marketing Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan-
Kelautan (HIMASEPA) periode 2004/2005, Ketua Departemen PSDM
HIMASEPA periode 2005/2006 dan Staff Departemen Kebijakan Nasional Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode
2005/2006. Pada tahun 2006 penulis menjadi finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa
Tingkat Nasional ke 19 (PIMNAS XIX) di Universitas Muhammadiyah Malang
dengan judul ”Pembuatan Prototipe Alat Pengering Rumput Laut Berbasis Tenaga
Surya Hybrid Sistem Portable”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5 1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 1.5.1. Manfaat Praktis .................................................................... 7 1.5.2. Manfaat Teoritis .................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 2.1. Pengertian Modal Sosial ................................................................ 8 2.1.1. Unsur-unsur Pokok Modal Sosial ......................................... 12
2.1.1.1. Partisipasi dalam Suatu Jaringan ............................ 12 2.1.1.2. Resiprocity ........................................................... 12
2.1.1.3. Trust ...................................................................... 13 2.1.1.4. Norma Sosial ......................................................... 13 2.1.1.5. Nilai-nilai .............................................................. 13 2.1.1.6. Tindakan yang Proaktif .......................................... 14
2.1.2. Sumber-sumber Modal Sosial ............................................. 14 2.1.2.1. Value Introjection .................................................. 14 2.1.2.2. The Dinamic of Group Affiliation .......................... 15 2.1.2.3. Bounded Solidarity ................................................ 15 2.1.2.4. Enforceable Trust .................................................. 15
2.1.3. Tipologi Modal Sosial ........................................................ 15 2.1.3.1. Modal Sosial Terikat .............................................. 15 2.1.3.2. Modal Sosial yang Menjembatani ........................... 16 2.1.3.3. Modal Sosial yang Berhubungan ............................ 17
2.2. Kemiskinan Nelayan ..................................................................... 17 2.2.1. Ukuran Kemiskinan ............................................................. 19 2.2.2. Kemiskinan Kultural dan Struktural ..................................... 21 2.3. Masyarakat Nelayan ...................................................................... 22 2.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 24
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ............................................... 25
IV. METODOLOGI .................................................................................. 27
4.1. Metode Penelitian .......................................................................... 27 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 28
4.3. Populasi dan Sampel ..................................................................... 28 4.3.1. Populasi ............................................................................... 28 4.3.2. Sampel ................................................................................. 28
4.4. Instrumen Penelitian ...................................................................... 29 4.4.1. Variabel Modal Sosial .......................................................... 29 4.4.2. Variabel Kemiskinan ........................................................... 32
4.5. Analisis Data ................................................................................. 34 4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 38 4.7. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 38 4.8. Definisi Operasional ...................................................................... 39
V. HASIL ................................................................................................... 41 5.1. Keadaan Geografis ........................................................................ 41 5.2. Demografi ..................................................................................... 42 5.2.1. Jumlah Penduduk ................................................................. 42 5.2.2. Mata Pencaharian ................................................................ 43 5.2.3. Agama dan Kepercayaan ..................................................... 44 5.2.4. Pendidikan ........................................................................... 45 5.3. Potensi Perikanan .......................................................................... 46
VI. PEMBAHASAN ................................................................................. 47 6.1. Karakteristik Modal Sosial Nelayan .............................................. 47 6.1.1. Tingkat/level Variabel Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas ................................................................ 48 6.1.2. Tingkat/level Variabel Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial ......................................................... 50 6.1.3. Tingkat/level Variabel Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman .......................................................................... 53 6.1.4. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas ........................................................................... 57 6.1.5. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga ....................................................................... 60 6.1.6. Tingkat/level Variabel Toleransi dan Kebhinekaan .............. 63 6.1.7. Tingkat/level Variabel Nilai Hidup dan Kehidupan .............. 64 6.1.8. Tingkat/level Variabel Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas ........................................................................... 67 6.1.9. Tingkat/level Variabel Partispasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas ............................................................... 69 6.2. Karakteristik Kemiskinan Nelayan ................................................ 72 6.3. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan ................................................................................... 79
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 87 7.1. Kesimpulan ................................................................................... 87 7.2. Saran ............................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 90
LAMPIRAN ............................................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kontinum Modal Sosial ........................................................................... 11
2. Social Capital : Bonding and Bridging .................................................... 16
3. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan ............................................ 20
4. Indikator Modal Sosial ............................................................................ 29
5. Indikator Kesejahteraan ........................................................................... 33
6. Peubah-peubah yang Digunakan dalam Korelasi Antara Variabel- Modal Sosial Terhadap Kemiskinan ........................................................ 37
7. Luas Desa Binaan Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ........................... 41
8. Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk, Tahun 2008 .................. 42
9. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ....... 43
10. Komposisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panimbang, Tahun 2008 .. .......................................................................................... 44
11. Institusi Pendidikan Formal di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 ....... 45
12. Data Produksi Budidaya Laut dan Penangkapan, Kabupaten Pandeglang .. .......................................................................................... 46
13. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas .......................................................................................... 48
14. Rekapitulasi Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial ...................................................................................... 50
15. Rekapitulasi Tingkat Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman ...... 54
16. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas ............... 58
17. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga .......................................................................................... 61
18. Rekapitulasi Tingkat Toleransi dan Kebhinekaan ................................... 63
19. Rekapitulasi Tingkat Nilai Hidup dan Kehidupan ................................... 65
20. Rekapitulasi Tingkat Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas ........... 68
21. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas .......................................................................................... 70
22. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan ........ 80
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital .................................... 10
2. Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital .......................................................................................... 17
3. Kerangka Penelitian Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang ..................... 26
4. Skema Konstelasi Hubungan Antara Variabel Modal Sosial Terhadap Variabel Kemiskinan Nelayan ................................................. 27
5. Proses Analisis Data Penelitian ............................................................... 35
6. Peta Lokasi Penelitian (Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten) .............................................................. 38
7. Grafik Tingkat Pendapatan Rata-rata/Bulan ............................................. 73
8. Grafik Tingkat Pengeluaran Rata-rata/Bulan ........................................... 74
9. Grafik Tingkat Pendidikan Rata-rata ....................................................... 75
10. Grafik Tingkat Kondisi Rumah .............................................................. 77
11. Grafik Tingkat Fasilitas Rumah .............................................................. 78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner Penelitian ................................................................................ 93
2. Input Data Uji Coba & Penelitian ............................................................ 105
3. Validitas dan Reliabilitas Uji Coba .......................................................... 112
4. Validitas dan Reliabilitas Penelitian ........................................................ 116
5. Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 120
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,
dimana dua per tiga wilayahnya merupakan daerah perairan. Terletak pada garis
khatulistiwa, Indonesia mempunyai banyak keistimewaan, yaitu terdapat
beragamnya sumberdaya hayati dan non hayati. Indonesia mempunyai perairan
teritorial dengan luas 3,1 juta km2, selain itu Indonesia juga memiliki hak
pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi ekslusif (ZEE) dengan luas
2,7 juta km2. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya alam
hayati dan nonhayati di perairan yang luasnya sekitar 5,8 juta km2 (Nikijuluw.
2002).
Salah satu sumberdaya hayati terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah
sumberdaya perikanan yang melimpah. Sumberdaya perikanan ini merupakan
sumberdaya yang memiliki potensi yang besar dalam pembangunan nasional.
Akan tetapi, dengan melimpah-nya sumberdaya perikanan bagi Indonesia ternyata
masih belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal inilah yang
menjadi pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sangat ironis apabila
membandingkan antara kekayaan yang melimpah dengan hasil pembangunan
yang minim. Masih banyak kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan,
meningkatnya kriminalitas dalam masyarakat, investasi yang sulit berkembang,
serta program-program pemerintah yang berjalan tidak optimal sehingga seakan-
akan pembangunan terasa seperti berjalan di tempat.
Program-program pemerintah yang diperuntukkan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat nelayan juga masih belum optimal, baik pada masa
pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, seperti pengembangan program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan mengalirnya program
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan subsidi atas kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM) yang juga masih banyak tanda tanya. Hal ini dikarenakan,
pendekatan yang dilakukan lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabel-
variabel kultural yang sedang dan terus berkembang di masyarakat. Akibatnya,
2
program tersebut mengalami hambatan pada tataran implementasi yang seringkali
tidak diungkapkan oleh pemerintah (Solihin dkk. 2005).
Keinginan pemerintah pusat untuk membangun daerah-daerah khususnya
pesisir sebenarnya tidak pernah surut. Akan tetapi, sangat disayangkan ternyata
setiap program-program yang dijalankan banyak menuai hasil yang
mengecewakan. Hal itu dikarenakan, pemerintah pusat lebih memfokuskan
perhatian terhadap bagaimana caranya mengalirkan sumber dana untuk
membangun daerah pesisir, sedangkan bagaimana tahapan sampainya dana ke
masyarakat atau bagaimana pengoptimalan dana dari setiap program atau proyek
pembangunan pesisir masih kurang diperhatikan.
Oleh karena itu, saat ini mulailah berkembang perspektif social capital
(modal sosial) yang didalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan
masyarakat modern. Dimana perspektif ini lebih menekankan kepada
kebersamaan dan energi kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur-unsur utama
yang terkandung dalam modal sosial seperti partisipasi dalam suatu jaringan,
resiprocity (imbal balik/membantu orang lain), trust (rasa saling mempercayai),
norma sosial, nilai-nilai serta tindakan yang proaktif (Hasbullah. 2006). Unsur-
unsur tersebut tentunya akan mempengaruhi dan menunjang segala aktivitas dari
suatu masyarakat khususnya dalam implementasi pembangunan.
Di dunia perikanan misalnya, masyarakat nelayan masih banyak yang
hidup dibawah garis kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah karena akses
antara masyarakat nelayan dengan pemerintah masih sangat dibatasi dengan
jaringan yang minim atau ketidakberdayaan mereka untuk melobi pemerintah.
Kemudian mungkin juga dipengaruhi oleh trust (rasa saling mempercayai)
diantara para nelayan yang sudah mulai luntur, sehingga memicu untuk terjadinya
tindakan yang bersifat individualistik yang tentunya melemahkan unsur
kebersamaan untuk mencapai tujuan dan kemajuan bersama, serta faktor kultural
lainnya. Padahal, adanya kebersamaan itu amat diperlukan sebagai salah satu obat
penawar kekurangberhasilan pemerintah dalam mengatasi ketakmampuan dan
kemiskinan (Ritonga. 2007).
GBHN 2000 diacu dalam Kemalasari (2005) menyebutkan bahwa
pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
3
diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan
pendapatan nelayan/pembudidaya ikan melalui optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyediakan kebutuhan protein hewani, menyediakan lapangan kerja,
meningkatkan devisa negara melalui penyediaan ekspor serta mementingkan
kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup.
Kemudian misi pembangunan dalam Undang-Undang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun 2005 - 2025, yaitu :
(1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing,
(3) mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan
Indonesia aman, damai dan bersatu, (5) mewujudkan pemerataan pembangunan
dan berkedilan, (6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) mewujudkan
Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan
kepentingan nasional dan (8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam
pergaulan dunia internasional. Berdasarkan GBHN 2000 dan RPJP itulah,
implementasi program pemerintah perlu didukung khususnya dengan cara
memperkuat tatanan modal sosial di dalam masyarakat nelayan sehingga akan
mempercepat laju pembangunan.
Terjadi kelambatan pembangunan pada masyarakat nelayan di berbagai
daerah di Indonesia perlu ditelaah lebih lanjut. Khususnya masyarakat nelayan di
daerah Panimbang-Pandeglang, dimana komunitas nelayan disana mempunyai
permasalahan yang kompleks. Beragamnya program-program pemerintah yang
terus dilancarkan untuk daerah tersebut masih saja belum terlihat hasilnya. Dalam
hal ini DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) sudah berupaya untuk
mengadakan bermacam-macam program pemberdayaan. Seperti yang telah
dijelaskan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Pandeglang (1999) diacu dalam
Kemalasari (2005) bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Pandeglang
merupakan bagian dari pembangunan daerah sesuai dengan pola dasar
pembangunan perikanan Provinsi Banten serta pembangunan pertanian secara
keseluruhan. Prasarana perikanan yang baik dan memadai merupakan salah satu
pendukung pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Pandeglang,
4
sehingga dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi nelayan untuk
melaksanakan kegiatan usahanya yang akan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraannya.
Oleh karena itu, penting untuk menganalisis modal sosial masyarakat
pesisir dalam menunjang pembangunan perikanan khususnya terhadap
kemiskinan, disamping suplai melalui program-program yang terus digulirkan
pemerintah. Hal-hal yang berkaitan terhadap interaksi dalam masyarakat yang
kemudian melahirkan modal sosial itu sendiri, seperti yang sering ditunjukkan
akhir-akhir ini tentang keadaan masyarakat cukup miris, dimana faktor kultural
mulai menunjukkan indikasi melemah, semangat gotong royong mulai
menghilang, kebersamaan yang menjadi ”individualistik”, keengganan untuk
berpartisipasi, bergaul dan sebagainya. Dengan demikian, diharapkan dengan
adanya penelitian ini mampu terungkap seberapa besar faktor kultural (dalam hal
ini modal sosial) akan mempengaruhi suatu kinerja dalam upaya-upaya
pembangunan, tentunya dengan harapan adanya pengentasan kemiskinan juga
sebagai efek luasnya.
1.2. Rumusan Masalah
Desa Panimbang Jaya yang berada di Kabupaten Pandeglang merupakan
salah satu daerah pesisir yang sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai
nelayan. Proses-proses yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari masyarakatnya
cukup kompleks, khususnya aktivitas masyarakatnya yang sebagian besar adalah
sebagai nelayan. Masyarakat nelayan yang tinggal di daerah ini banyak yang
masih berada dibawah garis kemiskinan. Hal itu terlihat dari rumah-rumah yang
kurang layak dan masih belum memperhatikan sanitasi atau kebersihan
lingkungannya.
Sisi implementasi program-program pemerintah yang berada di daerah
Desa Panimbang Jaya ini perlu diungkap lebih dalam, khususnya yang
berhubungan dengan aspek culture, yaitu modal sosial. Hal ini cukup penting,
karena faktor-faktor keberhasilan suatu pembangunan tidak semata-mata karena
faktor struktural saja. Faktor trust (rasa saling percaya) antar masyarakat saja
sudah secara nyata memberikan gambaran bahwa masyarakat dengan tingkat trust
5
yang tinggi maka mereka akan merasa nyaman berada di lingkungannya, percaya
kepada setiap orang, organisasi/perkumpulan dan sebagainya.
Francis Fukuyama (1995, 2002) diacu dalam Hasbullah (2006)
menempatkan Jepang sebagai negara yang memiliki high-trust. Kemajuan-
kemajuan yang dicapai oleh Jepang menurutnya tidak terlepas dari tingginya rasa
saling mempercayai pada setiap individu masyarakat. Di samping dimensi
kepercayaan, masyarakat Jepang juga sangat dikenal di seluruh dunia sebagai
masyarakat yang sangat kuat kecenderungannya untuk hidup berkelompok dalam
suatu asosiasi.
Persoalan yang dihadapi Indonesia adalah lambannya gerak perkembangan
bangsa ini menuju masyarakat yang kuat, modern, produktif, kompetitif dan
terbebas dari kemiskinan. Kebijakan pembangunan di berbagai sektor telah
dilakukan dan dengan semangat yang cukup tinggi. Hasilnya, lebih banyak
menemui kendala dan dalam beberapa hal mengalami kegagalan dibanding
keberhasilan. Hal ini kuat dugaan, berkaitan dengan belum tertariknya berbagai
pihak pada dimensi sosio-kultural sebagai bagian yang menentukan kegagalan
atau keberhasilan pembangunan (Hasbullah. 2006).
Terlebih lagi masyarakat nelayan, dimana kondisinya sebagian besar
cukup menyedihkan. Luasnya pembahasan mengenai aspek modal sosial yang
ada, maka penelitian ini diarahkan pada perumusan, yaitu:
1) Bagaimana karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan
2) Bagaimana karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan
3) Mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel-variabel modal
sosial dan kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya,
Pandeglang.
1.3. Pembatasan Masalah
Melihat uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,
permasalahan yang berkaitan dengan adanya hubungan sebab akibat dari unsur
culture terhadap kemiskinan cukup kompleks. Oleh karena itu, mengingat adanya
keterbatasan yang menjadi kendala peneliti, maka penelitian ini hanya akan
mengungkap unsur culture yang diduga cukup kuat berdasarkan penelitian-
6
penelitian sebelumnya, yaitu adalah unsur social capital (meliputi partisipasi
dalam suatu jaringan, resiprocity, trust, norma sosial, nilai-nilai serta adanya
tindakan yang proaktif). Dengan demikian, diharapkan variabel-variabel yang
diduga berperan positif terhadap kemiskinan nelayan bisa terungkap.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, secara
umum tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1) Mengetahui karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan
2) Mengetahui karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan
3) Mengetahui hubungan diantara variabel-variabel modal sosial dengan
kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya,
Pandeglang.
Sedangkan tujuan operasional penelitian yang ingin dicapai adalah untuk
menguji dan mengkaji apakah hubungan berarti, baik langsung maupun tak
langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu :
1) Hubungan antara partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas
terhadap kemiskinan.
2) Hubungan antara tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan
sosial terhadap kemiskinan.
3) Hubungan antara perasaan saling mempercayai dan rasa aman terhadap
kemiskinan.
4) Hubungan antara jaringan dan koneksi dalam komunitas terhadap
kemiskinan.
5) Hubungan antara jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga terhadap
kemiskinan.
6) Hubungan antara toleransi dan kebhinekaan terhadap kemiskinan.
7) Hubungan antara nilai hidup dan kehidupan terhadap kemiskinan.
8) Hubungan antara koneksi/jaringan kerja di luar komunitas terhadap
kemiskinan.
9) Hubungan antara partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas
terhadap kemiskinan.
7
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Praktis
a) Dengan diketahuinya interaksi dalam masyarakat nelayan baik
kehidupan masyarakatnya secara umum, kehidupan sehari-hari
nelayannya, serta aktivitas lainnya mengenai modal sosial yang ada,
kita bisa menilai seberapa besar faktor kultural akan mempengaruhi
tingkat kemiskinan khususnya dalam upaya pembangunan perikanan di
Kecamatan Panimbang, sehingga bisa bermanfaat untuk mengetahui
bagaimana cara pengembangan modal sosial yang tepat (apakah
dengan mengoptimalkan pendidikan formal/informal, implementasi
kegiatan keagamaan, membentuk asosiasi dan lainnya).
b) Dengan diketahuinya hubungan antara modal sosial dengan
kemiskinan yang ada, akan bermanfaat untuk masukan alternatif bagi
para pengambil keputusan terhadap implementasi program di
masyarakat pesisir dimana faktor kultural juga perlu diperhatikan,
khususnya dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan.
1.5.2. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
modal sosial terutama pada aspek kehidupan masyarakat nelayan, dengan
demikian akan diketahui bagaimana modal sosial yang ada pada masyarakat
nelayan, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, serta kondisi dan
faktor-faktor apakah yang menentukan besaran tingkat modal sosial yang ada,
sehingga dapat menjadi masukan terhadap daerah masyarakat nelayan lainnya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Modal Sosial
Social capital atau modal sosial secara sederhana bisa didefinisikan
sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama
diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama
diantara mereka (Fukuyama. 2002). Cohen dan Prusak (2001) diacu dalam
Hasbullah (2006) memberikan pengertian bahwa modal sosial sebagai stok dari
hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat
oleh kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding) dan nilai-
nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat
kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa modal sosial
merupakan salah satu elemen penting di dalam kehidupan. Beberapa unsur
pembentuknya di dalam kehidupan bersosial, menjadi titik balik dari berbagai
aktivitas interaksi baik di dalam suatu masyarakat itu sendiri, asosiasi-asosiasi dan
sebagainya. Modal sosial, khususnya pada masyarakat pesisir merupakan suatu
refleksi dari seberapa besar efek modal sosial mempengaruhi interaksi di dalam
kehidupan mereka. Semakin besar eksternalitas positif yang ditimbulkan, maka
akan semakin baik pula dampak yang akan terjadi. Masyarakat, saat ini sebagian
besar banyak yang sudah mulai luntur tingkat kebersamaannya. Interaksi yang
terjadi di dalamnya sudah kurang mencerminkan budaya kebersamaan (walaupun
tidak semuanya). Dahulu, sering diadakan acara seperti gotong royong, arisan dan
sebagainya yang tujuannya adalah mengikat tali silaturahmi. Begitu pula dengan
masyarakat pesisir, mungkin masih banyak lagi komponen positif dari modal
sosial yang saat ini telah luntur.
Sementara itu, Bank Dunia (1999) diacu dalam Hasbullah mendefinisikan
modal sosial sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-
hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas
hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekedar deretan jumlah
institusi atau kelompok yang menopang (underpinning) kehidupan sosial,
9
melainkan dengan spektrum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat (social glue)
yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Dengan
demikian, saat ini penting sekali adanya asosiasi-asosiasi untuk membentuk
kebersamaan yang ada. Akan tetapi tidak hanya sekedar itu saja, disamping
adanya asosiasi, perlu juga ditanamkan modal sosial seperti yang dijelaskan
diatas. Dimana dimensi modal sosial yang memang merupakan kultur positif tetap
dipertahankan. Saat ini, kebanyakan masyarakat terbawa arus ”individualistik”
dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Masyarakat pesisir yang berada di
Panimbang-Banten dapat dijadikan contoh mengenai aktivitas masyarakat dan
nelayannya. Umumnya masyarakat pesisir di Indonesia tidak jauh berbeda antara
satu daerah dengan yang lainnya (dipandang dari banyak faktor, seperti
pendidikan, sanitasi lingkungan, kapal, alat tangkap yang digunakan dan
sebaginya). Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya cukup kompleks. Oleh
karena itu, penting untuk mencermati berbagai informasi yang mendalam dari
kehidupannya khususnya dalam hal interaksi dan aktivitas nelayannya. Hal ini
akan diteliti lebih lanjut, karena dengan adanya modal sosial dengan lebih banyak
eksternalitas positif, maka secara otomatis bisa disimpulkan masyarakat tersebut
sudah mempunyai tingkatan modal sosial yang tinggi, yang nantinya akan menjadi
perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-
sama.
James Coleman (1988) diacu dalam Wafa (2003) yang telah melakukan
pengkajian partisipatoris di Chicago, mendefinisikan social capital berdasarkan
fungsinya, yaitu aspek-aspek struktur sosial dimana aktor dapat menggunakan
sebagai sumberdaya untuk mencapai kepentingannya. Aspek-aspek struktur sosial
yang dimaksud mengarah pada keterlibatan kewajiban dan harapan, saluran
informasi, norma-norma dan sanksi efektif yang dapat mendukung hubungan
antar manusia.
Nilai-nilai dan norma-norma itu pada dirinya sendiri tidak menghasilkan
social capital, karena nilai-nilai itu mungkin merupakan nilai yang salah
(Fukuyama. 2002). Jadi, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa modal sosial
bukan sekedar kumpulan suatu elemen penting dalam interaksi sosial, tetapi lebih
dari itu. Elemen-elemen pembentuk modal sosial di dalam suatu masyarakat juga
10
harus unsur pembentuk yang menghasilkan eksternalitas positif. Oleh karena itu,
penting untuk memunculkan elemen modal sosial di dalam masyarakat.
Menurut Serageldin diacu dalam Cullen (2001) modal sosial juga dapat
memfasilitasi pertemuan antara tujuan ekonomi, sosial dan ekologi serta
pengaruhnya antar mereka. Semakin tinggi modal sosial yang ada maka akan
semakin kuat juga terhadap pertumbuhan nilai ekonomi, sosial dan ekologinya,
demikian juga sebaiknya.
Gambar 1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital (Serageldin diacu dalam Cullen. 2001)
Selanjutnya, besar atau kecilnya modal sosial yang melekat di dalam suatu
masyarakat itu sendiri dapat diukur, apakah masyarakat itu memiliki modal sosial
yang minimum, rendah, sedang atau tinggi. Uphoff diacu dalam Lenggono (2004)
menjelaskan kontinum modal sosial tersebut (Tabel 1).
Tujuan ekonomi Pertumbuhan/efisiensi
Modal fisik dan keuangan
Tujuan sosial Kemiskinan/keadilan
Modal manusia
Tujuan ekologi Sumberdaya alam
Manajemen Modal alam
Modal sosial dapat memfasilitasi pertemuan tujuan-tujuan ini
11
Tabel 1. Kontinum Modal Sosial
Tingkat Modal Sosial Minimum Rendah Sedang Tinggi
Tidak mementingkan kesejahteraan orang lain; memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain
Hanya mengutamakan kesejahteraan sendiri; kerjasama terjadi sejauh bisa menguntungkan diri sendiri
Komitmen terhadap upaya bersama; kerjasama terjadi bila juga memberi keuntungan pada orang lain
Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain; kerjasama tidak terbatas pada kemanfaatan sendiri, tetapi juga kebaikan bersama
Nilai-nilai : Hanya menghargai kebesaran diri sendiri
Efisiensi kerjasama
Efektifitas kerjasama
Altruisme dipandang sebagai hal yang baik
Isu-isu pokok : Selfisness : Bagaimana sifat seperti ini bisa dicegah agar tidak merusak masyarakat secara keseluruhan
Biaya transaksi : Bagaimana biaya ini bisa dikurangi untuk meningkatkan manfaat bersih bagi masing-masing orang
Tindakan kolektif : Bagaimana kerjasama (penghimpunan sumberdaya) bisa berhasil dan berkelanjutan
Pengorbanan diri : Sejauh mana hal-hal seperti patriotisme dan pengorbanan demi fanatisme agama perlu dilakukan
Strategi : Jalan sendiri
Kerjasama taktis
Kerjasama strategis
Bergabung atau melarutkan kepentingan individu
Kepentingan bersama : Tidak jadi pertimbangan
Instrumental
Institusional
Transendental
Pilihan : Keluar bila tidak puas
Bersuara, berusaha untuk memperbaiki syarat pertukaran
Bersuara, mencoba memperbaiki keseluruhan produktivitas
Setia, menerima apapun jika hal itu baik untuk kepentingan bersama secara keseluruhan
Teori permainan : Zero-sum : Tapi apabila kompetisi tanpa adanya hambatan, pilihan akan menghasilkan negative-sum
Zero-sum : Pertukaran yang memaksimalkan keuntungan sendiri bisa menghasilkan positive-sum
Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan sendiri dan kepentingan untuk mendapatkan manfaat bersama
Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan bersama dengan mengesampingkan kepentingan sendiri
Fungsi utilitas : Independen, penekanan diberikan bagi utilitas sendiri
Independen, dengan utilitas bagi diri sendiri diperbesar melalui kerjasama
Interdependen positif, dengan sebagian penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain
Interdependen positif, dengan lebih banyak penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain daripada keuntungan diri sendiri
Sumber : Uphoff diacu dalam Lenggono (2004)
12
2.1.1. Unsur-unsur Pokok Modal Sosial
Di dalam suatu masyarakat, ternyata mempunyai unsur-unsur pokok modal
sosial yang kemudian akan menghasilkan seberapa besar kemampuan masyarakat
atau asosiasi itu untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai
tujuan bersama. Dijelaskan dalam Hasbullah (2006) unsur-unsur pokok itu terdiri
dari :
2.1.1.1. Partisipasi dalam Suatu Jaringan
Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan akan
terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk
bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal
sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok
masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun
jaringannya. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial
terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi
atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan
sosial.
2.1.1.2. Resiprocity
Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan
antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola
pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika
seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek
dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu
dan mementingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang
dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa
mengharapkan imbalan seketika. Dalam konsep Islam, semangat seperti
ini disebut keikhlasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang
lain. Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu.
Pada masyarakat dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk,
yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu
masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini juga akan
terefleksikan dengan tingkat keperdulian sosial yang tinggi, saling
membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian,
13
kemiskinan akan lebih memungkinkan, dan kemungkinan lebih mudah
diatasi. Begitu juga dengan problema sosial lainnya akan dapat
diminimalkan. Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah
membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara
mengagumkan.
2.1.1.3. Trust
Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan
untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang
didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan senantiasa bertindak
dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain
tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam. 1993,
1995, 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995, 2002), trust adalah sikap
saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat
tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada
peningkatan modal sosial.
2.1.1.4. Norma Sosial
Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk
prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri
adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh
anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini
biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat
mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang
berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak
tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
2.1.1.5. Nilai-nilai
Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan
penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni,
prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya merupakan contoh-contoh nilai
yang sangat umum dikenal dalam kehidupan masyarakat. Nilai senantiasa
memiliki kandungan konsekuensi yang ambivalen. Nilai harmoni
misalnya, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai pemicu banyak
14
keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, tetapi di sisi lain
dipercaya pula untuk senantiasa menghasilkan suatu kenyataan yang
menghalangi kompetisi dan produktifitas. Pada kelompok masyarakat
yang mengutamakan nilai-nilai harmoni biasanya akan senantiasa ditandai
oleh suatu suasana yang rukun, indah, namun terutama dalam kaitannya
dengan diskusi pemecahan masalah misalnya, tidak produktif. Modal
sosial yang kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi nilai yang tercipta
pada suatu kelompok masyarakat. Jika suatu kelompok memberi bobot
tinggi pada nilai-nilai kompetisi, pencapaian, keterusterangan dan
kejujuran maka kelompok masyarakat tersebut cenderung jauh lebih cepat
berkembang dan maju dibandingkan pada kelompok masyarakat yang
senantiasa menghindari keterusterangan, kompetisi dan pencapaian.
2.1.1.6. Tindakan yang Proaktif
Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari para
anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari
jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar
dari premise ini bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan
aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan-kesempatan yang
dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tetapi juga kekayaan
hubungan-hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa
merugikan orang lain, secara bersama-sama. Mereka cenderung tidak
menyukai bantuan-bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih
memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif.
2.1.2. Sumber-sumber Modal Sosial
Portes dan Sensebrenner diacu dalam Wafa (2003) menjelaskan mengenai
sumber-sumber social capital :
2.1.2.1. Value introjection, merupakan tanggung jawab individu yang
memaksa individu untuk berprilaku sesuai dengan prilaku kolektif
yang dirujuk. Kelompok mempunyai pengaruh yang sangat besar
untuk mengatur anggota kelompoknya.
15
2.1.2.2. The dinamic of group affiliation, berbeda dengan tipe pertama, tipe
ini individu tidak diharapkan berprilaku sesuai dengan moralitas
kelompok tetapi lebih bersifat sukarela atau melalui pertukaran timbal
balik individu. Individu bertindak karena adanya prakarsa yang setara
dan adil sehingga menimbulkan saling ketergantungan atau saling
membutuhkan.
2.1.2.3. Bounded solidarity, yakni berbagai keadaan situasional yang
melandasi orientasi perilaku anggota kelompok atau merupakan reaksi
situasional sekelompok orang atas kondisi yang dihadapi mereka.
Kondisi yang memaksa individu untuk berperilaku yang menimbulkan
rasa kebersamaan atau solidaritas diantara individu.
2.1.2.4. Enforceable trust, yakni sumber social capital yang terkait dengan
pembedaan klasik antara rasional dan formal dalam transaksi pasar
dengan kata lain bahwa individu akan cenderung memenuhi ekspektasi
kelompok jika dianggap bermanfaat baginya.
2.1.3. Tipologi Modal Sosial
Tipologi modal sosial dibagi dalam tiga jenis yaitu, bonding social capital,
bridging social capital dan linking social capital.
2.1.3.1. Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital)
Modal sosial terikat (bonding social capital) cenderung bersifat ekslusif.
Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini,
sekaligus sebagai ciri khasnya, yaitu baik kelompok maupun anggota
kelompok, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi ke
dalam (inward looking) dibandingkan berorientasi ke luar (outward
looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota
kelompok ini umumnya homogenius. Misalnya, seluruh anggota kelompok
berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada
upaya menjaga nilai-nilai yang turun-temurun telah diakui dan dijalankan
sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan prilaku moral (code
of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung
konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making daripada hal-hal
16
yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan
tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka (Hasbullah.
2006).
2.1.3.2. Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)
Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dari suatu
pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip
pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal
tentang persamaan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri. Prinsip pertama
yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok
memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Kedua, adalah kebebasan,
bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan
pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga,
adalah kemajemukan dan humanitarian. Bahwasanya nilai-nilai
kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang
lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, grup,
kelompok atau suatu masyarakat tertentu. Dengan sikap yang outward
looking memungkinkan untuk menjalin koneksi dan jaringan kerja yang
saling menguntungkan dengan asosiasi atau kelompok di luar
kelompoknya (Hasbullah. 2006).
Tabel 2. Social Capital : Bonding and Bridging (Hasbullah. 2006)
Bonding Bridging
- Terikat/ketat, jaringan yang ekslusif
- Pembedaan yang kuat antara ”orang kami” dan orang luar
- Hanya ada satu alternatif jawaban
- Sulit menerima arus perubahan - Kurang akomodatif terhadap
pihak luar - Mengutamakan kepentingan
kelompok - Mengutamakan solidaritas
kelompok
- Terbuka - Memiliki jaringan yang
fleksibel - Toleran - Memungkinkan untuk memiliki
banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah
- Akomodatif untuk menerima perubahan
- Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitarianistik dan universal
17
2.1.3.3. Modal Sosial yang Berhubungan (Linking Social Capital)
Modal sosial yang berhubungan (linking social capital) menunjuk pada
sifat dan luas hubungan vertikal diantara kelompok orang yang
mempunyai saluran terbuka untuk akses sumberdaya dan kekuasaan
dengan siapa saja. Hubungan antara pemerintah dan komunitas termasuk
di dalam linking social capital. Sektor umum (seperti negara dan
institusinya) adalah pusat untuk kegunaan dan kesejahteraan masyarakat
(Cullen. 2001). Kohesi atau penggabungan antara ketiga tipologi tersebut
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital (Colletta diacu dalam Cullen. 2001)
2.2. Kemiskinan Nelayan
Pengertian kemiskinan menurut BPS dan Depsos (2002) diacu dalam
Suharto (2008) adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan
dasar minimal untuk hidup layak. Pengertian lainnya kemiskinan merupakan
sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum,
baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty
line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah
Linking (hubungan vertikal)
Bonding (sanak keluarga, keagamaan,
kesukuan)
Bridging (menjalin koneksi ke luar) Modal Sosial Horizontal
Kohesi Sosial Rendah Selalu ditindas,
otoriter Ketidaksamarataan,
ketidakadilan Korupsi, birokrasi
yang tidak efisien Masyarakat tertutup
Kohesi Sosial Tinggi Penegakan hukum,
demokrasi Akses, persamaan
kesempatan Efisien, birokrasi yang
tidak korupsi
18
sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar
kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-
makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan,
transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Sedangkan menurut Friedman
dalam Suharto, dkk (2004) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a)
modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b)
sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat
digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik,
organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan
jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk
kemajuan hidup.
Kemiskinan masih menjadi problem serius saat ini. Tidak hanya di
Indonesia, di berbagai belahan dunia lain masalah ini juga menjadi problem besar.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sendiri menaruh perhatian serius terhadap
masalah ini. Hal tersebut misalnya dinyatakan dengan penetapan Hari
Pengentasan Kemiskinan Dunia (Day of Poverty Eradication) yang jatuh setiap 17
Oktober. Tidak hanya itu PBB juga meluncurkan program Millenium
Development Goals (MDGs) yang diratifikasi sejumlah negara dunia, termasuk
Indonesia (Anonim. 2007).
It begins with a paradox! Kalimat tersebut pernah diucapkan oleh Peter
Pearse, seorang ekonom Kanada ketika melihat kenyataan pahit bahwa nelayan di
pantai timur Kanada terbelenggu oleh kemiskinan di tengah melimpahnya
sumberdaya perikanan di wilayah tersebut. Kondisi yang sama juga dialami oleh
nelayan kita. Hampir sebagian besar nelayan kita masih hidup di bawah garis
kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 10 per kapita per bulan. Jika
dilihat dalam konteks Millenium Development Goals, pendapatan sebesar itu
sudah termasuk dalam extrem poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari
(Fauzi. 2005).
Memasuki PJP II, di Indonesia masih terdapat 25,9 juta jiwa atau 13,7
persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut
17,2 juta tinggal di desa dan 79 persen di antaranya beroleh penghasilan utama
19
dari kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian. Sedangkan di perkotaan masih
terdapat 25,6 persen dari 8,7 juta penduduk miskin yang mengandalkan sektor
pertanian. Karakteristik lain pada penduduk miskin adalah jumlah anggota rumah
tangga yang relatif besar (enam jiwa), rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah
tangga (tidak tamat SD) (57,02 %) dan sumber penghasilan utama mayoritas
berasal dari sektor pertanian (62 persen) (Sumodiningrat. 2007).
Jika diidentifikasi, penyebab kemiskinan sangat kompleks dan saling
terkait, yaitu : (1) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik motivasi maupun
penguasaan manajemen dan teknologi, (2) kelembagaan yang belum mampu
menjalankan dan mengawal pelaksanaan pembangunan, (3) prasarana dan sarana
yang belum merata dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan, (4) minimnya
modal, dan (5) berbelitnya prosedur dan peraturan yang ada. Kelemahan-
kelemahan ini menyebabkan penduduk miskin tidak mampu memanfaatkan
peluang yang ada, sehingga potensi dan peluang ekonomi yang ada diserap dan
dimanfaatkan sepenuhnya oleh kelompok, wilayah dan sektor yang kaya dan
mampu. Akibatnya penduduk miskin relatif menjadi lebih miskin lagi. Saling kait
antar faktor yang tidak berujung ini telah disinyalir Nurkse, yang digambarkannya
sebagai lingkaran setan kemiskinan (Sumodiningrat. 2007).
Jika dianalisis lebih dalam, kelemahan-kelemahan ini juga membentuk
sirkulasi sebagaimana diterangkan dalam teori pertumbuhan Harrod-Domar, yang
menitikberatkan urgensi tabungan dan investasi bagi pertumbuhan ekonomi.
Penduduk miskin berarti tidak memiliki pendapatan cukup, sehingga tingkat
tabungan rendah. Tabungan rendah berimplikasi pada tiadanya modal untuk
meningkatkan produksi. Jika produksi tidak meningkat maka pendapatan pun
tidak meningkat dan muaranya adalah kemiskinan. Jika keadaan ini dibiarkan,
maka kesenjangan, baik itu kesenjangan antar kelompok pendapatan, antardaerah
maupun antarsektor akan semakin lebar (Sumodiningrat. 2007).
2.2.1. Ukuran Kemiskinan
Berdasarkan ukurannya, kemiskinan dibagi menjadi dua macam,
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut merupakan
kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan (poverty line). Garis
20
kemiskinan pun bermacam-macam bergantung pada intitusi yang mengeluarkan
ukurannya (lihat Tabel 2). Sementara itu, kemiskinan relatif merupakan
kemiskinan yang diukur dengan membandingkan satu kelompok pendapatan
dengan kelompok pendapatan lainnya. Misalnya suatu kelompok nelayan
berpenghasilan satu juta rupiah per bulan. Jelas mereka tidak tergolong miskin
berdasarkan ukuran garis kemiskinan. Meski demikian, boleh jadi kelompok
nelayan tersebut dapat dikatakan miskin jika dibandingkan dengan pengusaha cold
storage (Satria. 2002).
Tabel 3. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan (Rusli diacu dalam Satria. 2002)
Metode Identifikasi Kriteria Kemiskinan Sumber Data Keterangan
I. Analisa atas Desa (Non-lokal) dengan unit per kapita
1. Sayogyo Tingkat pengeluaran setara kilogram beras
per kapita per tahun :
Kota Desa
Miskin < 480 < 320
Miskin sekali < 360 < 240
Sangat miskin < 270 < 180
Beragam sumber
terutama
SUSENAS
Pengeluaran
total untuk
berbagai
kebutuhan
2. Bank Dunia Tingkat pendapatan per kapita per tahun :
Kota Desa
Miskin < US$75 <US$50
Didekati dari
PDRB
3. BPS Tingkat pengeluaran per kapita per hari
untuk makanan :
Miskin < 2100 kalori atau dikonversi
dengan harga bahan makanan menjadi
pengeluaran untuk bahan makanan per
kapita per bulan (Rp. th 1990)
Kota Desa
Miskin < 20614 < 13925
Data SUSENAS
II. Analisis atas Desa (Non-lokal) dengan unit Desa/Kelurahan/Kecamatan
1. Bangdes (unit :
desa)
Tingkat pendapatan per kapita rata-rata
penduduk dihitung dengan setara beras
Miskin < 360 kg
Data BANGDES Pendapatan
bersih
21
2. Agraria (unit :
kecamatan, kriteria
KBP dari tingkat
kabupaten)
Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
minimum 9 bahan pokok (KBP) :
Miskin sekali < 0.75 KBP
Miskin 0.75 – 1.25 KBP
Hampir miskin 1.25 – 2.00 KBP
Tidak miskin > 2.00
Beragam sumber
atau
pengumpulan
data sendiri
Pendapatan
per kapita dari
produksi 15
sektor dengan
harga lokal;
disertai
analisis faktor
yang
mempengaruhi
kemiskinan
3. Bappenas Melihat persentasi jumlah desa miskin per
kecamatan :
Miskin sekali > 75 %
Miskin 50 – 75 %
Hampir miskin < 50 %
Mengggabungkan
data BPS dang
BANGDES
Dinyatakan
dalam peta
kemiskinan
III. Analisa tingkat desa (lokal) dengan unit per kapita/keluarga
1. P4K (Proyek
Peningkatan
Pendapatan
Petani/nelayan Kecil)
Indikator lokal, yang berkaitan dengan
pendapatan, kemampuan kerja/usaha,
pemilikan asset dan kondisi umum keluarga
Informasi lokal Dikaitkan
dengan
pengembangan
usaha
masyarakat
2. UPPKA (Usaha
Peningkatan
Pendapatan Kelompok
Akseptor)
Indikator lokal, yang berkaitan dengan
berbagai aspek kesejahteraan
Informasi lokal Berkaitan
dengan
program KB
IV. Analisis Berjenjang (non-lokal dan lokal) dengan unit per kapita dan kecamatan
1. Tipologi Kecamatan
IPB
Tahap 1 : kondisi kecamatan berdasarkan
kondisi desa maju atau tertinggal
dibandingkan rata-rata kabupaten
Tahap 2 : indikator lokal yang berkaitan
dengan pendapatan, kemampuan
kerja/usaha, pemilikan asset dan konsisi
umum keluarga
Podes,
SUSENAS,
informasi lokal
Di uji coba di
NTT dan Riau
2.2.2. Kemiskinan Kultural dan Struktural
Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor yang menyebabkan
kemiskinan. Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan
kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan
22
nelayan terjadi sebagai akibat faktor budaya (kemalasan), keterbatasan
manajemen serta kondisi sumberdaya alam. Umumnya, kemiskinan jenis ini
disebut dengan kemiskinan kultural dan alamiah. Oleh karena itu, aliran ini selalu
sarat dengan proposal modernisasi nelayan. Sudah sepatutnya nelayan mengubah
budayanya, meningkatkan kapasitas teknologinya dan memperbaiki sistem
usahanya.
Kedua, aliran struktural yang selalu menganggap faktor eksternal yang
menyebabkan kemiskinan nelayan. Jadi, menurut aliran ini kemiskinan nelayan
bukan karena budaya atau terbatasnya modal, melainkan karena faktor eksternal
yang menghambat proses mobilitas vertikal mereka. Faktor eksternal itu
berjenjang, pada tingkat mikrodesa, masih ditemukan sejumlah pola hubungan
patron-klien yang bersifat asimetris, yaitu suatu pola hubungan transfer surplus
dari nelayan ke patron. Sementara itu, pada tingkat makro struktural, belum ada
dukungan politik terhadap pembangunan kelautan dan perikanan sehingga sektor
tersebut tidak mampu berkembang seperti sektor-sektor lainnya (Satria. 2002).
Dengan demikian, kedua elemen dari aliran tersebut merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi. Penulis memperkirakan bahwa sejauh ini kebijakan-
kebijakan pemerintah telah banyak ditempuh melalui banyak program yang
digulirkan, tetapi masih banyak menuai kegagalan. Oleh karena itu, berdasarkan
literatur tersebut modal sosial yang merupakan elemen faktor kultural mempunyai
peran yang tidak sedikit khususnya dalam implementasi pengentasan kemiskinan.
2.3. Masyarakat Nelayan
Dalam penelitian ini masyarakat yang menjadi sasaran adalah masyarakat
nelayan. Pengertian masyarakat itu sendiri menurut Horton diacu dalam Satria
(2002) adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup
bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan
melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Kemudian
menurut Redfield diacu dalam Satria (2002) membuat suatu kontinum peradaban
masyarakat sehingga dibagi menjadi 4 komunitas, yaitu city (kota), town (kota
kecil), peasant village (desa petani) dan tribal village (desa terisolasi). Proses
23
transformasi dari desa ke kota ditandai dengan : (1) kendurnya ikatan adat
istiadat, (2) sekularisasi, dan (3) individualisasi.
Pengertian nelayan sendiri menurut Ditjen Perikanan diacu dalam Satria
(2002) adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Selanjutnya diklasifikasikan
nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi
penangkapan /pemeliharaan, yaitu :
i. Nelayan/petani ikan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan
ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.
ii. Nelayan/petani ikan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/
pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.
iii. Nelayan/petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil
waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan/
pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/ tanaman air.
Kemudian menurut Satria (2002) nelayan dapat digolongkan menjadi 4
tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi
pasar dan karakteristik hubungan produksi, yaitu peasant-fisher (nelayan
tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri,
menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan
masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama), post peasant-
fisher (teknologi penangkapan lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor,
daya tangkap lebih besar, sudah mulai berorientasi pasar dan tenaga kerja/ABK
meluas tidak hanya keluarga), commercial fisher (berorientasi pada peningkatan
keuntungan, skala usaha besar, jumlah tenaga kerja banyak dari ABK hingga
manajer, teknologi lebih modern) dan industrial fisher (kapasitas teknologi dan
armada yang maju, berorientasi pada profit-oriented, melibatkan ABK dengan
organisasi kerja yang kompleks.
24
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka berfikir sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, maka berikut ini dibuat perumusan hipotesis penelitian, yaitu :
1) Terdapat hubungan negatif antara partisipasi sosial masyarakat di dalam
komunitas terhadap kemiskinan.
2) Terdapat hubungan negatif antara tingkat resiprositas dan proaktiviti di
dalam kegiatan sosial terhadap kemiskinan.
3) Terdapat hubungan negatif antara perasaan saling mempercayai dan rasa
aman terhadap kemiskinan.
4) Terdapat hubungan negatif antara jaringan dan koneksi dalam komunitas
terhadap kemiskinan.
5) Terdapat hubungan negatif antara jaringan dan koneksi antar teman dan
keluarga terhadap kemiskinan.
6) Terdapat hubungan negatif antara toleransi dan kebhinekaan terhadap
kemiskinan.
7) Terdapat hubungan negatif antara antara nilai hidup dan kehidupan
terhadap kemiskinan.
8) Terdapat hubungan negatif antara koneksi/jaringan kerja di luar
komunitas terhadap kemiskinan.
9) Terdapat hubungan negatif antara partisipasi dan keanggotaan kelompok
di luar komunitas terhadap kemiskinan.
25
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Pada penelitian ini, penulis mempunyai hipotesis bahwa penyebab
terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan di daerah Desa Panimbang Jaya,
Kecamatan Panimbang bersumber pada dua hal pokok yaitu faktor struktural dan
kultural. Faktor struktural merupakan kesalahan dari lemahnya fenomena kerja
pemerintah terhadap pembangunan di daerah pesisir, khususnya nelayan.
Sedangkan faktor kultural menekankan pada posisi budaya atau aspek kebiasaan,
kemauan dan semangat yang lemah dari nelayan yang perlu ditingkatkan
khususnya aspek-aspek modal sosial masyarakat nelayan, hal inilah yang menjadi
fokus penulis teliti.
Penulis mencoba untuk menelaah kondisi masyarakat nelayan yang aktif,
yaitu yang di dalam hidupnya sumber pendapatan diperoleh dari hasil perikanan
(menangkap ikan maupun budidaya). Masyarakat nelayan ini tentunya
mempunyai suatu aktivitas atau kegiatan, baik dalam kehidupan bermasyarakat
maupun bekerja sebagai nelayan. Tentunya kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
bagian yang tidak lepas dari bersosialisasi.
Oleh karena itu, dapat diamati mengenai kondisi modal sosial masyarakat
nelayannya seperti bagaimana tingkat partisipasi partisipasi sosial masyarakat di
dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,
perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi dalam
komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga, nilai hidup dan
kehidupan, koneksi/jaringan kerja di luar komunitas serta partisipasi dan
keanggotaan kelompok di luar komunitas.
Dengan demikian kita dapat memperkirakan seberapa besar tingkat/level
modal sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Hasilnya cenderung lebih baik
atau kurang baik. Hal itulah yang kemudian akan dibandingkan dengan indikator-
indikator kemiskinan, sehingga diperoleh data yang menjelaskan apakah terdapat
hubungan antara variabel-variabel modal sosial terhadap variabel kemiskinan
nelayan.
26
Gambar 3. Kerangka Penelitian Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang
Keterangan :
: Ruang lingkup penelitian
Masyarakat Pesisir
Modal Sosial A. Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam
Komunitas B. Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di
Dalam Kegiatan Sosial C. Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa
Aman D. Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas E. Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan
Keluarga F. Toleransi dan Kebhinekaan G. Nilai Hidup dan Kehidupan H. Koneksi/Jaringan Kerja di Luar
Komunitas I. Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok
di Luar Komunitas
Kehidupan Nelayan Kehidupan bekerja sebagai
nelayan dan dalam masyarakat
Tingkat/level Modal Sosial
Kemiskinan Masyarakat Nelayan
Pemerintah Daerah/ Propinsi
Masyarakat Nelayan (Aktif)
Pemerintah Kota/ Kabupaten
Program-program
Implementasi di lapangan
Pemerintah Pusat/ DKP
27
IV. METODOLOGI
4.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif.
Penelitian dengan metode kuantitatif mengandalkan fakta empiris yang dapat
diamati secara langsung. Suatu masalah yang hendak diteliti dengan metodologi
penelitian kuantitatif harus memiliki data dasar yang kemudian dijadikan suatu
model statistik. Oleh karena itu, penelitian kuantitatif biasanya sarat dengan
perhitungan statistik (Sandjaja. 2006).
Keuntungan pendekatan kuantitatif adalah bahwa ia dapat mengukur
reaksi sejumlah besar orang melalui perangkat pernyataan atau pertanyaan singkat
yang memungkinkan perbandingan dan pengolahan statistik dari seluruh data
(Anonim. 2005). Dengan metode ini, dimaksudkan untuk menguji hipotesa atau
menguji hubungan antar variabel penelitian, yaitu pembuktian adanya hubungan
antara variabel modal sosial (partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity, trust,
norma sosial, nilai-nilai serta adanya tindakan yang proaktif) dengan variabel
kemiskinan nelayan.
Konstelasi hubungan antara variabel modal sosial terhadap variabel
kemiskinan adalah sebagai berikut (Gambar 4).
Gambar 4. Skema Konstelasi Hubungan Antara
Variabel Modal Sosial Terhadap Variabel Kemiskinan Nelayan
Variabel Modal Sosial Variabel Kemiskinan
Y
X1
X2
X3
X9
28
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti melalui
survei terhadap nelayan di Desa Panimbang, dengan demikian sumber data primer
ini adalah nelayan. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang
berupa kondisi geografi, keadaan sosial ekonomi, budaya masyarakat dan
sebagainya yang diperoleh dari instansi-instansi terkait (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Panimbang).
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2000). Populasi
yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah semua nelayan yang aktif melakukan
pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air
seperti yang dijelaskan oleh Ditjen Perikanan diacu dalam Satria (2002). Populasi
nelayan yang diteliti berada di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang,
Kabupaten Pandeglang berjumlah 168 nelayan.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (Sugiyono. 2002).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka sampel yang diambil oleh peneliti
adalah masyarakat nelayan aktif di daerah Kecamatan Panimbang Kabupaten
Pandeglang, berikut karakteristik yang dipelajari. Metode survei yang dilakukan
adalah dengan teknik interview dengan pedoman wawancara terstruktur, hal ini
dilakukan karena rata-rata para nelayan yang menjadi obyek penelitian memiliki
pendidikan yang rendah sehingga sulit dilakukan penyerahan angket untuk
pengisiannya. Responden ditetapkan semi acak (semi random) dengan target
nelayan dewasa yang aktif bekerja untuk mencari dan menangkap ikan, atau
melakukan pemeliharaan ikan. Nelayan dewasa dalam hal ini dimaksudkan bahwa
29
yang bersangkutan telah cukup matang dalam mengambil keputusan dan berfikir
secara positif dalam mengambil tindakan di dalam kehidupannya sehari-hari.
Selain itu, penggunaan semi random pada penelitian ini dikarenakan sifat
nelayan yang tidak menentu dalam melaut membuat sulit menggunakan teknik
pengambilan sampel acak murni. Teknik ini merupakan probability sampling
(dimana memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel). Dalam penelitian ini jumlah sampel yang
ditetapkan oleh penulis sebesar 30 responden dari populasi sebesar 168 nelayan,
sesuai dengan sampel minimal dalam statistik.
4.4. Instrumen Penelitian
4.4.1. Variabel Modal Sosial
Instrumen penelitian yang berupa angket/kuisioner pada variabel modal
sosial diadopsi dari beberapa penelitian, seperti Paul Bullen dan Jenny Onyx dan
survei modal sosial Australian Bureau of Statistics (ABS) serta panduan
penelitian dari Hasbullah (2006) dengan beberapa penyesuaian oleh penulis
berdasarkan kondisi tempat penelitian. Oleh karena itu, variabel modal sosial
diperluas lagi menjadi beberapa sub-variabel dengan indikator/unsurnya masing-
masing (dijelaskan pada Tabel 4).
Tabel 4. Indikator Modal Sosial No. Variabel-variabel Modal Sosial Indikator 1 Partisipasi Sosial Masyarakat di
Dalam Komunitas Hadir di pertemuan lokal Terlibat kepengurusan lokal Keaktifan dalam kepengurusan Kepanitiaan suatu kegiatan Partisipasi Gotong royong
2 Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial
Mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya
Prinsip menolong orang lain Menyumbang dana/tenaga untuk
kegiatan sosial di lingkungan Menyumbang dana/tenaga untuk
komunitas lain karena musibah Inisiatif tukar fikiran atau ide dengan
suku berbeda Berinisiatif mengadakan kegiatan sosial
3 Perasaan Saling Mempercayai dan Perasaan aman pada malam hari
30
Rasa Aman Percaya pada kebanyakan orang Percaya kepada orang luar/asing Percaya semua tetangga baik Percaya kepada Pemerintah Percaya kepada LSM Percaya kepada pemimpin lokal Percaya kepada semua tokoh agama
4 Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas
Biasa meminta bantuan tetangga Mengunjungi/silaturahmi dengan teman
dalam komunitas Berusaha mendapatkan teman Melakukan pekerjaan menyenangkan
bagi tetangga Saling berbagi makanan Menjenguk tetangga yang sakit
5 Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga
Banyak orang yang diajak bicara Makan bersama keluarga/teman Mengunjungi keluarga/saudara Kedatangan tamu dari keluarga/ teman
dekat Memberi bantuan kepada teman dekat
atau keluarga 6 Toleransi dan Kebhinekaan Prinsip hidup dengan gaya hidup
berbeda-beda Dipimpin oleh suku berbeda Berteman dengan lain agama/
keyakinan 7 Nilai Hidup dan Kehidupan Kepuasan dalam hidup
Masyarakat seperti rumah Bahagia secara materi Kedudukan dalam masyarakat Kebebasan berbicara Kemauan menyelesaikan perselisihan
8 Koneksi / Jaringan Kerja di Luar Komunitas
Merasa bagian komunitas nelayan Merasa sebagai tim saat bekerja Memiliki teman atas jaringan kerja Teman di luar daerah yang berhubungan
dengan pekerjaan 9 Partisipasi dan Keanggotaan
Kelompok di Luar Komunitas Pengurus organisasi keagamaan Pengurus organisasi partai politik Pengurus perkumpulan olahraga Pengurus organisasi nelayan, dsb Kehadiran rapat pengurus/ anggota
(kelompok/perkumpulan)
31
Instrumen butir-butir indikator dari subvariabel modal sosial diatas telah
diuji baik sisi validitas maupun reliabilitasnya. Instrumen yang digunakan pada
indikator modal sosial menggunakan skala likert 1 – 4. Hal ini berdasarkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya yang mengangap dengan skala tersebut maka
menghindari responden untuk menjawab netral/nilai sedang, sehingga mengarah
kepada jawaban yang lebih tepat. Pilihan jawaban yang disediakan merupakan
skala interval yang diordinalkan seperti tidak pernah, jarang, sering dan sangat
sering.
Pada awalnya, indikator yang digunakan dalam uji coba instrumen
penelitian berjumlah 54 butir. Setelah itu diadakan uji coba instrumen kepada 6
orang nelayan di daerah Panimbang. Proses selanjutnya diadakan pengolahan data
dengan maksud untuk menguji validitas dan menghitung reliabilitas instrumen.
Teknik uji validitas yang digunakan adalah validitas butir dengan korelasi
Bivariate Pearson (Korelasi Produk Momen Pearson), hal ini untuk mengetahui
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin
diukur. Sedangkan teknik untuk menguji reliabilitas digunakan metode Alpha
(Cronbach’s), hal ini untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat
pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang (Priyatno. 2008).
Untuk menentukan valid atau tidaknya instrumen dalam penelitian, maka
dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05. Tetapi
menurut Azwar diacu dalam Priyatno (2008) semua item yang mencapai koefisien
korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Dari hasil analisis
kuisioner uji coba didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total.
Berdasarkan hasil analisis tersebut nilai korelasi untuk item 5, 7, 8, 14, 15, 21, 22,
23, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 38, 39, 44, 47 dan 50 nilainya kurang dari 0,30 dan
sebagian juga konstan, maka dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut tidak
berkorelasi signifikan dengan skor total (dinyatakan tidak valid) sehingga harus
dikeluarkan atau diperbaiki. Sedangkan untuk reliabilitas uji coba (terhadap butir
yang valid), nilai r kritis (uji 2 sisi) pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n)
6, didapat sebesar 0,729. Setelah dilakukan analisis, nilai Alpha yang nilainya
lebih besar dari r tabel hanya 4 variabel, yaitu variabel X2 (0,871), variabel X3
32
(0,889), variabel X7 (0,869) dan variabel X (0,918). Oleh karena itu, maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen uji coba penelitian ini tidak reliabel.
Instrumen penelitian yang telah dilakukan uji coba yang ternyata masih
banyak yang tidak valid dan reliabel diperbaiki oleh penulis dengan pertimbangan
sebaik-baiknya. Penulis kemudian merumuskan instrumen penelitian yang masih
mengacu pada garis besar kuesioner uji coba, perbaikan yang dilakukan meliputi
kalimat pertanyaan yang kurang tepat, skala jawaban yang lebih diperinci,
menghilangkan kata-kata yang sulit dimengerti dan sebagainya. Oleh karena itu,
instrumen yang dirancang untuk penelitian tetap sama yaitu berjumlah 54 butir
indikator.
Pada pengambilan data penelitian di Desa Panimbang Jaya diambil sampel
sebanyak 30 nelayan. Pada uji validitas, dari hasil analisis kuesioner penelitian
didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total. Berdasarkan hasil
analisis tersebut nilai korelasi untuk item 15, 18, 33, 35, 38 dan 47 nilainya
kurang dari 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut tidak
berkorelasi signifikan dengan skor total (dinyatakan tidak valid) sehingga harus
dikeluarkan. Sedangkan untuk reliabilitas instrumen penelitian (terhadap butir
yang valid), nilai r kritis (uji 2 sisi) pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n)
30, didapat sebesar 0,361. Hasil nilai Alpha setelah dilakukan analisis yaitu, 0,622
(variabel X1), 0,543 (variabel X2), 0,420 (variabel X3), 0,543 (variabel X4),
0,379 (variabel X5), 0,585 (variabel X6), 0,596 (variabel X7), 0,453 (variabel
X8), dan 0,504 (variabel X9). Semua nilai Alpha mempunyai nilai lebih besar dari
r tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian untuk
variabel modal sosial ini reliabel, sehingga jumlah butir indikator modal sosial
yang disertakan dalam analisis penelitian ini berjumlah 48 butir (setelah dikurangi
6 butir penelitian yang tidak valid).
4.4.2. Variabel Kemiskinan
Kemiskinan identik dengan kesejahteraan yang rendah, sehingga untuk
mengetahui besaran variabel dependen tersebut bisa di dapat dengan mengetahui
bagaimana tingkat kesejahteraannya. Penelitian ini membagi tingkat kesejahteraan
menjadi 3 kelompok, yaitu tingkat kesejahteraan rendah (miskin), sedang dan
33
tinggi. Indikator penelitian ini diadopsi dari beberapa indikator kesejahteraan
menurut SUSENAS diacu dalam Debora (2003) sebagai berikut.
Tabel 5. Indikator Kesejahteraan No. Indikator Tingkat Kesejahteraan Skor 1 Tingkat pendapatan/
penghasilan keluarga : diukur dari besarnya pendapatan RT per kapita, dalam sebulan dibagi menjadi kategori dengan interval yang sama dalam satuan rupiah
> Rp 1.000.000 Rp 700.000 – Rp
1.000.000 < Rp 700.000
3 2
1 2 Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga : diukur dari
besarnya pengeluaran RT per kapita dalam sebulan berpedoman pada skoring metode baru Maret 1994 yang digunakan BPS dalam penentuan desa tertinggal di Indonesia
> Rp 700.000 Rp 450.000 – Rp
700.000 < Rp 450.000
3 2
1
3 Pendidikan keluarga : > 60% jumlah anggota keluarga tamat SD 30% - 60% jumlah anggota keluarga tamat SD < 30% jumlah anggota keluarga tamat SD
Tinggi Sedang Rendah
3 2 1
4 Kondisi perumahan : 1. Atap : (1) daun, (2) sirap, (3) seng, (4) asbes, (5)
genteng 2. Bilik : (1) bambu, (2) bambu & kayu, (3) kayu, (4)
setengah tembok, (5) tembok 3. Status : (1) numpang, (2) sewa, (3) milik sendiri 4. Lantai : (1) tanah, (2) papan, (3) plester, (4) ubin,
(5) porselin 5. Luas perumahan : (1) sempit [< 50 m2], (2) sedang
[50 – 100 m2], (3) luas [>100 m2]
Permanen
Semi permanen
Tidak permanen
3
2
1
5 Fasilitas perumahan : 1. Pekarangan : (1) luas [<50 m2], (2) sedang [50 –
100 m2], (3) sempit [>100 m2] 2. Hiburan : (1) radio, (2) tape recorder, (3) TV, (4)
video 3. Pendingin : (1) alam, (2) kipas angin, (3) lemari es,
(4) AC 4. Sumber penerangan : (1) lampu tempel, (2)
petromak, (3) listrik 5. Bahan baker : (1) kayu, (2) minyak tanah, (3) gas 6. Sumber air : (1) sungai, (2) air hujan, (3) mata air,
(4) sumur, (5) PAM 7. MCK : (1) kebun, (2) sungai/laut, (3) kamar
mandi umum, (4) kamar mandi sendiri
Lengkap
Semi lengkap
Tidak lengkap
3
2
1
Keterangan skor : 1 : Rendah, 2 : Sedang, 3 : Tinggi
34
Untuk mengetahui apakah responden termasuk dalam tingkat
kesejahteraan tinggi, sedang atau rendah (miskin), yaitu dengan menjumlahkan
skor-skor dari setiap indikator kesejahteraan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan, kemudian diklasifikasikan sebagai berikut.
Tingkat kesejahteraan rendah (miskin) jika skor 5 - 8
Tingkat kesejahteraan sedang jika skor 9 - 12
Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor 13 – 15
Penentuan ketiga klasifikasi tingkat kesejahteraan tersebut adalah
berdasarkan jumlah skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi menjadi tiga
kategori dengan interval yang sama secara statistik. Variabel kemiskinan
(kesejahteraan) dalam penelitian ini tidak diuji baik validitas dan reliabilitasnya.
Hal ini karena, variabel kemiskinan mengadopsi secara langsung bentuk indikator
yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) melalui SUSENAS (Survei
Sosial Ekonomi Nasional). Oleh karena itu, validitas serta reliabilitas instrumen
tentunya sudah diuji sebelumnya, serta telah disesuaikan dengan kondisi
masyarakat Indonesia secara umum.
4.5. Analisis Data
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, data sekunder
yang di dapat dari instansi-instansi terkait (Dinas Perikanan Kabupaten
Pandeglang, Kecamatan Panimbang dan sebagainya) di-telaah secara deskriptif.
Penjelasan yang digunakan adalah gambaran umum mengenai daerah Pesisir di
Panimbang khususnya masyarakat nelayan, dengan demikian didapat tentang
kondisi geografi serta keadaan sosial ekonomi secara menyeluruh.
Kemudian data primer yang didapat dengan survei (angket/kuisioner), di-
telaah secara deskriptif untuk mengetahui besaran tingkat/level karakteristik dari
variabel-variabel penelitian. Data primer yang ditelaah secara deskriptif
merupakan data yang menyangkut karakteristik modal sosial (partisipasi sosial
masyarakat di dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam
kegiatan sosial, perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi
dalam komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga, toleransi dan
kebhinekaan, nilai hidup dan kehidupan, koneksi/jaringan kerja di luar komunitas,
35
serta partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas) dan karakteristik
kemiskinan nelayan (tingkat pendapatan nelayan, tingkat konsumsi, tingkat
pendidikan keluarga, kondisi rumah dan fasilitas rumah).
Kemudian data primer yang ada juga ditelaah secara inferensial untuk
mengetahui korelasi serta generalisasi kepada populasi. Tujuan digunakan teknik
korelasi ini adalah untuk menghasilkan output penjelasan tentang hubungan antara
variabel modal sosial terhadap variabel kemiskinan, apakah mempunyai hubungan
yang cukup erat atau tidak. Selain keterkaitan antara variabel penjelas
(explanatory variable) dengan variabel tujuan (objective variable) di atas, dari
hasil uji nyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan juga didapat
apakah variabel-variabel penjelas yang ada cukup nyata (significant). Proses
analisis data penelitian ini dijelaskan pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Analisis Data Penelitian
Analisis 1
Karakteristik Geografi dan Kependudukan
Analisis 2
Karakteristik Modal Sosial Nelayan
Analisis 3
Karakteristik Kemiskinan Nelayan
Analisis 4
Korelasi Antar Variabel
Analisis 5
Kesimpulan
Pertanyaan :
Bagaimana kondisi geografis serta data kependudukan secara
umum?
Pertanyaan :
Bagaimana kondisi modal sosialnya? Bagaimana tingkat/
level modal sosialnya?
Pertanyaan :
Bagaimana kondisi ekonomi nelayan? Bagaimana tingkat/
level kemiskinannya?
Pertanyaan :
Apakah terdapat hubungan antar variabel? Apakah
hubungannya erat/tidak?
Pertanyaan :
Apakah modal sosial bisa sebagai salah satu solusi mengurangi kemiskinan?
Metode Analisis :
Data sekunder berupa persentase, jumlah, besaran,
serta penjelasan lainnya
Metode Analisis :
Persentase tingkat/level besaran masing-masing variabel modal sosial
Metode Analisis :
Persentase tingkat/level besaran dari pengukuran
kemiskinan atau kesejahteraan
Metode Analisis :
Menggunakan teknik korelasi Rank Spearman, serta uji z
untuk signifikansi
Metode Analisis :
Perumusan dari hasil mengenai besarnya pengaruh langsung
dari aspek modal sosial
36
Teknik korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi
Spearman Rank. Kalau pada korelasi Product Moment, sumber data untuk
variabel yang akan dikorelasikan adalah sama, data yang dikorelasikan adalah
data interval atau rasio, serta data dari kedua variabel masing-masing membentuk
distribusi normal, maka dalam korelasi Spearman Rank, sumber data untuk kedua
variabel yang akan dikorelasikan dapat berasal dari sumber yang tidak sama, jenis
data yang dikorelasikan adalah data ordinal, serta data dari kedua variabel tidak
harus membentuk distribusi normal. Jadi korelasi Spearman Rank adalah bekerja
dengan data ordinal atau berjenjang atau rangking dan bebas distribusi (Sugiyono.
2000). Perhitungan secara statistik, dalam penelitian ini menggunakan Microsoft
Excel dan SPSS 13 (Statistical Product and Service Solutions). Rumus korelasi
yang digunakan adalah sebagai berikut.
푟 = 1 −6∑ 푑푖푁 − 푁
Keterangan :
sr : Nilai Korelasi Rank Spearman
id : Perbedaan antara kedua ranking
N : Jumlah responden/sampel
Namun, hasil korelasi di atas belum bisa digunakan untuk menafsir keratan
hubungan antara variabel-variabel modal sosial dengan variabel kemiskinan. Oleh
karena itu, diperlukan uji signifikansi untuk mengetahui hubungan/keterkaitan
mana yang paling signifikan, dengan membandingkan nilai z hitung dengan z
tabel. Jika z hitung lebih besar dari z tabel, maka Ho terima dan sebaliknya (Ho =
kedua variabel tidak ada hubungan, Ha = kedua variabel terdapat hubungan).
Rumus z hitung sebagai berikut, sedangkan peubah yang akan dikorelasikan
dijelaskan pada Tabel 6.
37
푧 = 푟 √푁 − 1 Keterangan :
z : Nilai z hitung
sr : Nilai Korelasi Rank Spearman
n : Jumlah responden/sampel
Tabel 6. Peubah-peubah yang Digunakan dalam Korelasi Antara Variabel-variabel Modal Sosial Terhadap Kemiskinan
No. Nama Peubah Klasifikasi Peubah Simbol
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tingkat Kemiskinan/kesejahteraan
Nelayan Panimbang, Pandeglang
Partisipasi Sosial Masyarakat di
Dalam Komunitas
Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti
di Dalam Kegiatan Sosial
Perasaan Saling Mempercayai dan
Rasa Aman
Jaringan dan Koneksi Dalam
Komunitas
Jaringan dan Koneksi Antar Teman
dan Keluarga
Toleransi dan Kebhinekaan
Nilai Hidup dan Kehidupan
Koneksi/Jaringan Kerja di Luar
Komunitas
Partisipasi dan Keanggotaan
Kelompok di Luar Komunitas
Data Kualitatif
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Skala Likert 1 – 4
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
38
4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada daerah pesisir yang letaknya di Desa
Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten
(Gambar 6). Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juli 2008.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten)
4.7. Keterbatasan Penelitian
1) Unit analisis pada penelitian ini adalah individu secara personal yaitu
nelayan, akan tetapi beberapa ukuran baik modal sosial dan kemiskinan
ada yang menggunakan unit analisis keluarga ataupun komunitas.
2) Pengambilan sampel penelitian ini tidak bisa murni random sampling. Hal
ini dikarenakan kondisi kehidupan masyarakat nelayan di Desa Panimbang
Jaya sebagian besar waktunya digunakan untuk melaut, sehingga hanya
yang tidak melaut saja yang bisa di interview.
Lokasi Penelitian
Sumber : www.indonesia.go.id
39
3) Kuesioner yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa penelitian
Paul Bullen dan Jenny Onyx , survei modal sosial Australian Bureau of
Statistics (ABS) serta panduan penelitian dari Hasbullah (2006).
Penerapan kombinasi kuisioner tersebut disesuaikan dengan keadaan
masyarakat nelayan sebagai obyek penelitian. Walaupun telah melalui
tahap validitas dan uji reliabilitas, diyakini masih terdapat beberapa
kekurangan atau kejanggalan dalam penerapannya.
4.8. Definisi Operasional
1) Tingkat kemiskinan/kesejahteraan nelayan Panimbang dalam penelitian ini
yang diukur adalah pendapatan, pengeluaran, tingkat pendidikan keluarga,
kondisi perumahan dan fasilitas perumahan.
2) Tingkat pendapatan/penghasilan keluarga adalah pendapatan rata-rata
(rupiah) perbulan yang diperoleh dari hasil melaut sebagai nelayan.
3) Tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga adalah semua pengeluaran rata-
rata (rupiah) perbulan.
4) Tingkat pendidikan keluarga adalah persentase jumlah keluarga yang tidak
tamat SD dan tamat SD.
5) Kondisi perumahan yang diukur adalah atap (daun/sirap/seng/asbes/
genteng), bilik (bambu/bambu dan kayu/kayu/setengah tembok/tembok),
status (numpang/sewa/milik sendiri), lantai (tanah/papan/plester/ubin/
porselin) dan luas perumahan/bangunan (m2). Untuk kondisi permanen
(skor 17 – 21), semi permanen (skor 11 – 16) dan tidak permanen (skor 5 –
10).
6) Fasilitas perumahan yang diukur adalah pekarangan/halaman (m2), hiburan
(radio/tape recorder/televisi/radio), pendingin (alam/kipas angin/lemari es/
AC), sumber penerangan (lampu tempel/petromak/listrik), bahan bakar
(kayu/minyak tanah/gas), sumber air (sungai/air hujan/mata air/sumur/
PAM) dan MCK (kebun/sungai atau laut/kamar mandi umum/kamar
mandi sendiri. Untuk kondisi lengkap (skor 21 – 26), semi lengkap (skor
14 – 20) dan tidak lengkap (skor 7 – 13).
40
7) Partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas adalah kehadiran,
keterlibatan, keaktifan dan partisipasi di dalam kegiatan lingkungan lokal.
8) Tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial adalah
keikhlasan, kemauan berbagi, menolong dan bertukar ide di lingkungan.
9) Perasaan saling mempercayai dan rasa aman adalah rasa aman, percaya
kepada orang lain dan percaya kepada pemimpin.
10) Jaringan dan koneksi dalam komunitas adalah kemudahan akses, banyak
jaringan dan kemampuan menjaga koneksi di dalam lingkungan.
11) Jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga adalah kemudahan akses,
banyak jaringan dan kemampuan menjaga koneksi antar teman dan
keluarga.
12) Toleransi dan kebhinekaan adalah kemampuan hidup dengan gaya
berbeda, suku dan agama/keyakinan.
13) Nilai hidup dan kehidupan adalah kepuasan hidup, menyatu dalam
masyarakat, kebahagiaan materi, kedudukan dan kebebasan.
14) Koneksi/jaringan kerja di luar komunitas adalah perasaan sebagai satu
komunitas, satu tim dan banyaknya jaringan terbentuk di luar komunitas.
15) Partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas adalah pengurus
atau anggota organisasi keagamaan, partai politik, olahraga, nelayan dan
keaktifan atau kehadirannya.
41
V. HASIL
5.1. Keadaan Geografis
Kecamatan Panimbang merupakan kecamatan yang berada di sebelah
selatan ibukota Kabupaten Pandeglang dengan jarak ± 70 km, dan luas wilayah
± 9.774.914 Ha yang terdiri dari :
1. Tanah darat : 6.163.914 Ha
2. Sawah : 3.611.000 Ha
Adapun batas wilayah Kecamatan Panimbang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Sukaresmi
Sebelah Timur : Kecamatan Angsana
Sebelah Selatan : Kecamatan Sobang dan Cigeulis
Sebelah Barat : Selat Sunda
Kecamatan Panimbang merupakan daerah rendah dengan hamparan
persawahan dan sedikit rawa-rawa yang mulai berubah menjadi lahan
perempangan, dengan pantai Selat Sunda yang terbentang sepanjang 27 km
merupakan potensi yang berkembang dan terus dikembangkan baik bidang
pertanian, perikanan laut, darat dan wisata. Beberapa aliran sungai bermuara di
Panimbang yang berfungsi sebagai pembuangan terkadang membawa musibah
banjir yang merusak lahan pertanian dan perempangan masyarakat yang tidak
jarang memakan kerugian yang cukup besar bagi petani (Kecamatan. 2008).
Tabel 7. Luas Desa Binaan Kecamatan Panimbang, Tahun 2008
No. Nama Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha)
1
2
3
4
5
6
Panimbang Jaya
Mekarjaya
Gombong
Mekarsari
Citeureup
Tanjung Jaya
1.056.470
606.024
796.750
2.309.000
1.705.000
3.301.740 Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)
42
Kecamatan Panimbang terdiri atas 6 Desa Binaan yaitu Desa Panimbang
Jaya, Desa Mekarjaya, Desa Gombong, Desa Mekarsari, Desa Citeureup dan Desa
Tanjung jaya. Berdasarkan tabel 7 diatas, luas desa Desa Panimbang Jaya yang
menjadi tempat penelitian adalah 1.056.470 Ha. Jadi, Desa Panimbang Jaya
berada pada urutan keempat berdasarkan luasnya di Kecamatan Panimbang,
setelah Desa Tanjung Jaya, Desa Mekarsari dan Desa Citeureup.
5.2. Demografi
5.2.1. Jumlah Penduduk
Kecamatan Panimbang merupakan Indonesia mini karena di dalamnya
terdiri dari berbagai macam suku baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun suku-
suku dari luar Jawa sehingga dapat memberikan pengaruh baik positif maupun
negatif dalam pengembangan Kecamatan Panimbang, karena masing-masing
membawa adat dan tradisi yang selanjutnya memadu dalam mewujudkan
peningkatan kesejahteraan melalui keahlian di bidangnya masing-masing.
Kecamatan Panimbang yang terdiri dari 6 Desa Binaan mempunyai penduduk
berdasarkan laporan tingkat desa berjumlah 45.285 jiwa terdiri dari :
1. Laki-laki : 23.430 jiwa
2. Perempuan : 21.855 jiwa
Tabel 8. Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk, Tahun 2008 No. Nama Desa/Kelurahan Jumlah KK Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan
1
2
3
4
5
6
Panimbang Jaya
Mekarjaya
Gombong
Mekarsari
Citeureup
Tanjung Jaya
3.001
1.125
994
2.513
1.423
1.602
6.461
2.085
1.809
4.435
4.526
3.226
6.620
2.145
1.824
5.672
3.448
3.110
Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang
Berdasarkan tabel di atas, ternyata walaupun luas daerah Desa Panimbang
Jaya tidak seluas Desa Tanjung Jaya, Desa Mekarsari dan Desa Citeureup, tetapi
Desa Panimbang Jaya ternyata memiliki jumlah penduduk terpadat yaitu dengan
43
3.001 kepala keluarga (KK), dengan komposisi 6.461 laki-laki dan 6.620
perempuan. Hal tersebut dikarenakan akses yang terjadi di Desa Panimbang Jaya
lebih baik dari desa-desa lainnya. Akses yang dimaksud adalah tempat berlabuh di
Desa Panimbang Jaya yang selalu ramai, bahkan jumlah nelayan dari luar daerah
jauh lebih mendominasi.
Banyaknya nelayan yang berlabuh, secara lambat laun berdampak pada
bertambahnya jumlah penduduk akibat migrasi. Nelayan yang berasal dari luar
daerah yang merasa nyaman akhirnya banyak yang memutuskan untuk tinggal dan
menetap di wilayah Desa Panimbang Jaya. Selain akses laut, akses darat di Desa
Panimbang Jaya juga lebih baik daripada desa-desa lainnya. Jarak antara Desa
Panimbang Jaya ke Kota Serang misalnya, dapat ditempuh sekitar 50 km, lebih
dekat daripada desa lainnya.
5.2.2. Mata Pencaharian
Adapun mata pencaharian penduduk Kecamatan Panimbang sebagian
besar di bidang pertanian dan mata pencaharian lainnya adalah sebagai nelayan,
buruh/tukang, pedagang, jasa, pegawai, pegawai negeri sipil, TNI, POLRI,
pensiunan dan wiraswasta.
Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 No. Mata
Pencaharian
Panimbang
Jaya
(jiwa)
Mekarjaya
(jiwa)
Gombong
(jiwa)
Mekarsari
(jiwa)
Citeureup
(jiwa)
Tanjung
Jaya
(jiwa)
1
2
3
4
5
6
7
Pertanian
Nelayan
Pengusaha
Buruh/Pedagang
PNS
TNI/POLRI
Peternakan
1.472
168
325
292
284
25
38
1.158
-
94
40
16
-
96
1.530
-
86
26
44
-
-
3.515
25
52
65
41
-
-
3.628
524
238
683
82
-
-
3.445
227
127
153
10
-
-
Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)
Berdasarkan tabel mata pencaharian penduduk di Kecamatan Panimbang,
terlihat bahwa memang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani, hal
44
ini dikarenakan lahan yang tersedia masih cukup besar dan baik sebagai lahan
pertanian. Sedangkan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak dan
TNI/POLRI mempunyai jumlah yang paling sedikit. Untuk bidang perikanan dan
kelautan, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan berjumlah cukup banyak
walaupun di Desa Mekarjaya dan Desa Gombong tidak ada atau mungkin sangat
sedikit yang bekerja sebagai nelayan.
Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan terbanyak berada di Desa
Citeureup, dengan jumlah 524 nelayan, sedangkan untuk Desa Panimbang Jaya,
jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan hanya berjumlah 168 nelayan.
Akan tetapi, Desa Panimbang Jaya merupakan tempat berlabuh bagi nelayan-
nelayan dari berbagai daerah, sehingga pusat berkumpulnya nelayan di
Kecamatan Panimbang adalah di Desa Panimbang Jaya dimana letaknya berada di
muara sungai yang berbatasan dengan Desa Sidamukti.
5.2.3. Agama dan Kepercayaan
Kecamatan Panimbang yang terbagi atas 6 Desa Binaan, sebagian besar
penduduknya merupakan pendatang yang berasal dari daerah lain. Khususnya
untuk Desa Panimbang Jaya, penduduk yang berdomisili disana sebagaian besar
berasal dari daerah Brebes dan Indramayu, yang sudah lama menetap selama
puluhan tahun yang kemudian menjadi warga Panimbang. Walaupun daerah
Kecamatan Panimbang ini dihuni oleh banyak pendatang tetapi secara mayoritas
penduduknya beragama Islam.
Tabel 10. Komposisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panimbang, Tahun 2008
No. Nama Desa Jumlah Penduduk Menurut Agama
Islam Katolik Protestan Hindu Budha
1
2
3
4
5
6
Panimbang Jaya
Mekarjaya
Gombong
Mekarsari
Citeureup
Tanjung Jaya
13.054
4.230
3.611
10.107
7.974
6.329
-
-
22
-
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
27
-
-
-
-
-
Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)
45
Berdasarkan tabel 10, komposisi agama dan kepercayaan masyarakat
Kecamatan Panimbang di Desa Binaan hanya terdapat tiga, yaitu Islam, Katolik
dan Budha, sedangkan untuk Protestan dan Hindu sama sekali tidak ada. Terlihat
bahwa pemeluk agama Kristen Katolik total hanya sebesar 29 orang, sedangkan
pemeluk agama Budha hanya 27 orang. Agama Islam yang menjadi mayoritas di
Kecamatan Panimbang memiliki jumlah total 45.305 orang.
5.2.4. Pendidikan
Daerah Kecamatan Panimbang merupakan daerah yang terpencil serta
aksesnya terbatas. Hal ini dikarenakan jarak antara tempat tinggal dengan
perkotaan cukup jauh dan harus ditempuh dengan jarak puluhan kilometer. Oleh
karena itulah, hal ini cukup berdampak kepada pendidikan masyarakatnya yang
masih terbatas. Selain itu, faktor warisan pekerjaan yang bersifat turun-menurun
menjadikan masyarakatnya masih belum terlalu mengutamakan pendidikan.
Tabel 11. Institusi Pendidikan Formal di Kecamatan Panimbang, Tahun 2008 No. Nama Desa TK SD/MI SLTP/MTs SLA/MAN
1
2
3
4
5
6
Panimbang Jaya
Mekarjaya
Gombong
Mekarsari
Citeureup
Tanjung Jaya
5
-
1
-
2
1
14
6
8
12
8
5
7
1
-
-
1
2
2
-
-
-
2
1
Sumber : Data Monografi Kecamatan Panimbang (2008)
Data tersebut menggambarkan bahwa, Desa Panimbang Jaya secara
keseluruhan merupakan desa yang mempunyai jumlah institusi pendidikan
terbanyak di Kecamatan Panimbang. Pendidikan di desa tersebut sudah cukup
lengkap, dimulai dari tingkat pendidikan terkecil yaitu Taman Kanak-kanak (TK)
hingga Sekolah Menengah Atas (SLA) atau Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
Konsentrasi pendidikan di daerah Desa Panimbang Jaya disebabkan karena
besarnya jumlah penduduk disana serta aksesnya baik laut dan darat, lebih baik
daripada desa-desa lainnya di Kecamatan Panimbang.
46
5.3. Potensi Perikanan
Bidang kelautan memiliki potensi sumberdaya laut yang potensial terdapat
di Selat Sunda dan Samudra Hindia serta beraneka ragam jenis ikan dan biota laut
yang terkandung di dalamnya sehingga sangat berpeluang untuk usaha perikanan
tangkap dan budidaya laut, tetapi potensi ini masih belum dikelola dan
dimanfaatkan secara maksimal dengan mengacu pada pelestarian lingkungan
sumberdaya laut (Dinas Kelautan. 2007). Oleh karena itu, peluang yang ada masih
cukup besar bagi bidang industri kelautan.
Tabel 12. Data Produksi Budidaya Laut dan Penangkapan, Kabupaten Pandeglang Tahun Budidaya Laut Penangkapan Keterangan
Produksi
(Ton)
Nilai
(Rp)
Produksi
(Ton)
Nilai
(Rp)
2002
2003
2004
2005
2006
45
15,9
84,8
761,3
349,5
45.000.000
18.000.000
65.000.000
87.000.000
59.000.000
30.181
24.147
25.354
27.339
12.399
11.704.425.000
12.071.807.500
12.400.149.000
15.216.111.550
7.596.162.000
Budidaya laut antara lain :
1. Rumput laut
2. Kerapu
3. Lobster
4. Kerang Hijau
Sumber : Data-data Bidang Kelautan, Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2008
Berdasarkan tabel data produksi budidaya laut dan penangkapan diatas,
terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2006 produksi dari budidaya laut
mengalami naik turun. Produksi untuk budidaya laut terbesar terjadi pada tahun
2005, dimana peningkatan yang terjadi cukup drastis yaitu dari 84,8 ton
produksinya pada tahun 2004 menjadi 761,3 ton di tahun 2005. Sedangkan
produksi budidaya laut terkecil terjadi pada tahun 2003, dimana produksi utama
adalah rumput laut, kerapu, lobster dan kerang hijau.
Untuk bidang penangkapan, produksi yang ada juga mengalami naik turun
dari data tahun 2002 hingga 2006. Pada tahun 2002, produksi dari penangkapan
adalah yang tertinggi dengan total produksi 30.181 ton dengan nilai sebesar
Rp11.704.425.000. Sedangkan pada tahun 2003 terjadi penurunan sekitar 6 ribu
ton, kemudian di tahun 2004 dan 2005 produksi sedikit meningkat. Tetapi, pada
tahun 2006 terjadi kemerosotan produksi penangkapan yang cukup drastis, dengan
total produksi hanya 12.399 ton.
47
VI. PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Modal Sosial Nelayan
Pada penelitian ini, karakteristik modal sosial nelayan merupakan suatu
identifikasi awal yang diperlukan untuk mengetahui seberapa besar modal sosial
yang ada dalam masyarakat, khususnya nelayan di Desa Panimbang Jaya. Dengan
mengetahui karakteristik modal sosial nelayan tentunya akan mempermudah
langkah-langkah Pemerintah khususnya, beserta elemen lainnya untuk
menentukan tahapan apa atau program apa yang sesuai demi terselenggaranya
pembangunan yang baik.
Elemen modal sosial yang ditelaah pada penelitian ini dibagi menjadi
beberapa sub-variabel, yaitu variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam
komunitas, variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,
variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman, variabel jaringan dan
koneksi dalam komunitas, variabel jaringan dan koneksi antar teman dan
keluarga, variabel toleransi dan kebhinekaan, variabel nilai hidup dan kehidupan,
variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas serta variabel partisipasi dan
keanggotaan kelompok di luar komunitas.
Modal sosial masyarakat Desa Panimbang Jaya, khususnya masyarakat
yang bekerja sebagai nelayan mempunyai keunikan tersendiri. Berbeda dengan
masyarakat petani yang modal utamanya adalah sawah mereka, modal utama
nelayan adalah kapal/perahu yang digunakan sebagai alat utama untuk menangkap
ikan. Sedangkan nelayan-nelayan yang tidak mempunyai modal maka akan
menjadi nelayan buruh, dimana mereka akan sangat tergantung terhadap perahu/
kapal lainnya.
Nelayan dengan kehidupan uniknya, dimulai dari kerja mereka yang
sangat tergantung musim, pendapatan yang tidak menentu, kehidupan bertarung
melawan alam yang keras, pendidikan yang banyak terabaikan, kebiasaan sulit
untuk mengatur keuangan dan sebagainya tentu akan didapati mengenai seberapa
besar tingkat modal sosial yang mereka miliki, serta akan didapat kelebihan serta
kekurangan mereka.
48
6.1.1. Tingkat/level Variabel Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas
Dalam mengukur tingkat/level variabel partisipasi sosial masyarakat di
dalam komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah kehadiran pada
pertemuan lokal, keterlibatan dalam kepengurusan lokal, keaktifan dan
sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 13. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial Rata-rata
Kategori
1 Hadir di pertemuan lokal 6 bulan terakhir
Tidak Pernah Pernah Beberapa Sering
12 4
10 4
40,0 13,3 33,3 13,3
2,20 Sedang
2 Terlibat kepengurusan lokal
Tidak Ada 1 Ada 2 Beberapa (Min 3)
22 3 1 4
73,3 10,0 3,3 13,3
1,57 Rendah
3 Keaktifan dalam kepengurusan
Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif
22 3 3 2
73,3 10,0 10,0 6,7
1,50 Rendah
4 Kepanitiaan suatu kegiatan (1 tahun terakhir)
Tidak Pernah 1 Kali 2 Kali Sering (Min 3)
18 3 2 7
60,0 10,0 6,7 23,3
1,93 Rendah
5 Partisipasi Gotong royong (1 tahun terakhir)
Tidak Pernah 1 Kali 2 Kali Beberapa (Min 3)
3 7
10 10
10,0 23,3 33,3 33,3
2,90 Sedang
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Berdasarkan data rekapitulasi di atas mengenai variabel partisipasi sosial
masyarakat di dalam komunitas dapat diketahui bahwa kehadiran masyarakat
nelayan dalam acara-acara pertemuan lokal seperti rapat RW, rapat RT serta
agenda kumpul untuk konsolidasi di dalam komunitas terbilang sedang. Dimana
persentase terbesar yaitu 40 % atau 12 orang masyarakat nelayan tidak pernah
hadir dalam suatu pertemuan yang diadakan di lingkungan lokal. Hal ini diduga
karena kehidupan nelayan yang pergi melaut dengan tidak menentu, dimana
apabila cuaca sedang baik maka akan lebih sering untuk pergi melaut sedangkan
49
apabila sedang musim barat dimana ombak kurang bersahabat maka nelayan akan
istirahat atau mencari tangkapan di daerah lainnya.
Begitu juga dengan indikator mengenai terlibatnya nelayan dalam
kepengurusan lokal. Terlihat sekali bahwa sebanyak 22 orang atau 73,3 %
menjawab bahwa mereka tidak terlibat dalam kepengurusan lokal, sehingga
masuk di dalam kategori rendah. Tentunya hal ini juga pasti berdampak kepada
keaktifan mereka terhadap suatu kepengurusan, dimana apabila mereka tidak
terlibat dalam kepengurusan atau keanggotaan suatu organisasi atau asosiasi
secara otomatis jumlah mereka yang aktif di dalamnya mempunyai jumlah yang
sedikit. Terlihat bahwa sebanyak 22 orang atau 73,3 % masyarakat nelayan tidak
aktif sedangkan yang kurang aktif ada 10 %, aktif 10 % dan sangat aktif 6,7%.
Indikator mengenai kepanitiaan masyarakat nelayan juga sama berkisar di
kategori rendah. Dimana dalam 1 tahun terakhir sebagian besar masyarakat
nelayan (18 orang atau 60 %) tidak pernah mengikuti suatu kepanitiaan yang
berada di lingkungannya. Tingkat modal sosial rata-rata dari indikator mengenai
kepanitian masyarakat di lingkungan lokal adalah 1,93. Rendahnya partisipasi
yang ada dari indikator-indikator tersebut selain memang faktor utama yaitu
pekerjaan mereka yang selalu menuntut mereka untuk selalu atau sering berada di
laut, juga dikarenakan faktor keengganan atau kemalasan mereka untuk
berpartisipasi dengan kegiatan lingkungan, khususnya kegiatan yang terikat
seperti organisasi atau asosiasi-asosiasi. Mereka terfokus terhadap bagaimana
caranya untuk terus mendapatkan penghasilan, yang merupakan kewajiban
mereka sebagai skala prioritas sedangkan upaya mereka untuk bersosialisasi
hanya mereka wujudkan dalam interaksi kehidupan sosialnya, dimana mereka
akan membantu apabila memang diminta oleh masyarakat sehingga apabila tidak
maka mereka akan ikut saja pada kegiatan lokal yang ada.
Seperti ditunjukkan pada indikator berikutnya yaitu mengenai partisipasi
mereka dalam 1 tahun terakhir terhadap kemauan mereka untuk membantu dalam
pembuatan pelayanan umum atau bergotong-royong dimana berada pada level
kategori sedang dengan tingkat modal sosial rata-rata 2,9. Hal ini jelas
menunjukkan bahwa keaktifan mereka lebih kepada hal-hal yang tidak terikat
mengingat kesempatan mereka untuk berada di darat hanya dalam waktu singkat.
50
Oleh karena itu, dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah masyarakat yang tidak
ikut berpartisipasi hanya 3 orang atau 10 %.
6.1.2. Tingkat/level Variabel Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial
Dalam mengukur tingkat/level variabel reprositas dan proaktiviti di dalam
kegiatan sosial digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah kemauan
mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya, sikap mau menolong
orang lain dan dampaknya, pernah tidaknya menyumbang dana/tenaga untuk
kegiatan sosial dan sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 14. Rekapitulasi Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial
No. Indikator Tingkat Modal Sosial
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial Rata-rata
Kategori
1 Mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya
Tidak Pernah Pernah Beberapa Sering
9 6 2
13
30,0 20,0 6,7 43,3
2,63 Sedang
2 Dengan menolong orang lain, akan menolong diri sendiri (jangka panjang)
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
3 0 8
19
10,0 0,0 26,7 63,3
3,43 Tinggi
3 Menyumbang dana/tenaga untuk kegiatan sosial di lingkungan (1 tahun terakhir)
Tidak Pernah 1 kali 2 kali Sering (Min 3)
1 2 2
25
3,3 6,7 6,7 83,3
3,70 Tinggi
4 Menyumbang dana/tenaga untuk komunitas lain karena musibah
Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering
13 3 6 8
43,3 10,0 20,0 26,7
2,30 Sedang
5 Inisiatif tukar fikiran atau ide dengan suku berbeda
Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering
6 1 3
20
20,0 3,3 10,0 66,7
3,23 Tinggi
6 Berinisiatif mengadakan kegiatan sosial
Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering
8 3 8
11
26,7 10,0 26,7 36,7
2,73 Sedang
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
51
Berdasarkan Tabel 14, mengenai tingkat resiprositas dan proaktiviti di
dalam kegiatan sosial dibagi menjadi beberapa indikator. Untuk indikator
kemauan untuk melakukan sesuatu tanpa mengharapkan adanya suatu imbalan
(resiprositas) digunakan pertanyaan mengenai kemauan seseorang untuk
mengambil sampah orang lain yang berada di tempat umum kemudian
membuangnya. Ternyata dari hasil survei tingkat modal sosial rata-rata yang
didapat sebesar 2,63 yaitu tergolong pada kategori sedang, dimana mayoritas
sebanyak 13 orang atau 43,3 % mengatakan sering. Hal ini mengindikasikan
bahwa masyarakat nelayan yang tinggal di Desa Panimbang Jaya ini secara rata-
rata mau dengan sukarela untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi
permasalahan orang lain, dalam hal ini demi kebaikan bersama yang dicontohkan
dengan kemauan mereka untuk mengambil sampah orang lain.
Sedangkan pada indikator selanjutnya merupakan pendapat mereka
tentang apabila mereka menolong orang lain, berarti mereka juga akan menolong
diri mereka sendiri dalam jangka panjang. Ternyata hal ini mendapat respons yang
cukup tinggi dimana mereka menyatakan bahwa benar dengan menolong orang
lain maka secara otomatis akan menolong diri mereka sendiri dalam jangka
panjang, sehingga dengan jelas respon sebagian besar masyarakat nelayan adalah
setuju (8 orang atau 26,7 %) dan sangat setuju (19 orang atau 63,3 %). Dengan
demikian tingkat modal sosial rata-rata berada pada nilai 3,43 yang tergolong ke
dalam kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan
mempunyai semangat tinggi untuk membantu atau menolong orang lain, karena
mereka juga berfikir tentang kondisi mereka yang pernah mengalami kondisi sulit
(masa paceklik, pendapatan dari melaut sedikit, dan sebagainya) seperti yang
dialami oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka berfikir dengan semakin banyak
mereka bisa membantu orang lain maka secara tidak sadar apabila mereka sedang
membutuhkan bantuan maka akan ada orang lain yang juga akan membantu
mereka.
Indikator mengenai, apakah mereka pernah menyumbang dana atau
tenaga secara spontan untuk suatu kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan
tempat tinggal dalam 1 tahun terakhir ternyata sebanyak 25 orang atau 83,3 %
menjawab sering. Dengan demikian, tingkat modal sosial rata-rata cukup besar
52
yaitu 3,70 yang merupakan kategori tinggi. Berdasarkan hasil persentase tersebut
menggambarkan bahwa masyarakat Desa Panimbang Jaya cukup aktif untuk
berperan serta dalam membantu kegiatan sosial di lingkungannya. Rajaban
misalnya, kegiatan sosial ini merupakan kegiatan untuk menyambut bulan Rajab
(bulan Islam) dimana sebagian besar masyarakat mau untuk menyumbang dana
atau tenaga mereka secara spontan.
Kemudian indikator mengenai pernah tidaknya mereka menyumbang dana
atau tenaga pada kejadian musibah yang menimpa komunitas lain, sebagian besar
atau 13 orang (43,3 %) menjawab tidak. Hal ini disebabkan karena wilayah
mereka merupakan daerah terpencil dimana akses mereka terhadap informasi
rendah, terlebih lagi kondisi mereka sendiri juga belum kian membaik dari hari ke
hari (khususnya kondisi perekonomian). Walau demikian, tingkat modal sosial
rata-rata mereka khususnya pada indikator ini ditunjukkan dengan nilai 2,30 atau
termasuk ke dalam kategori sedang, sehingga walaupun minimnya arus informasi
dan kondisi ekonomi mereka yang masih sulit ternyata masih ada juga yang bisa
berpartisipasi dalam membantu komunitas lain yang terkena musibah.
Pada indikator pernah tidaknya mereka berinisiatif untuk bertukar pikiran
dan ide dengan teman yang tidak berasal dari suku yang sama ternyata sebagian
besar menjawab sering (20 orang atau 66,7 %). Oleh karena itu, secara rata-rata
tingkat modal sosial mereka pada indikator ini tergolong tinggi, dengan nilai
sebesar 3,23. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan mereka yang bersuku-
suku serta ras yang berbeda-beda, baik di masyarakat Desa Panimbang Jaya
maupun komunitas nelayan pada umumnya memang harus menghilangkan sifat
kesukuan mereka, artinya mereka mempunyai tuntutan untuk berbaur dengan
siapa saja. Dengan demikian arus pertukaran pikiran dan ide juga semakin besar.
Walaupun ada pula sebagian nelayan yang tidak pernah bertukar pikiran atau ide
dengan sesama suku mereka (20 %), hal ini mungkin dikarenakan sifat individual
dari masing-masing nelayan yang masih kurang bisa berbaur.
Kemudian indikator terakhir dari variabel ini adalah pernah tidaknya
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya secara individu berinisiatif untuk
mengadakan suatu kegiatan sosial baik di dalam maupun luar komunitas. Dari
tabel tersebut didapat jawaban tidak pernah sebesar 26,7 %, jarang 10 %, kadang-
53
kadang 26,7 % dan sering 36,7 % dimana tingkat modal sosial rata-rata
mempunyai nilai 2,73 (kategori sedang). Berdasarkan hal tersebut, dapat
terungkap bahwa sebagian besar yang menjawab sering berpendapat mereka
memang mempunyai semangat dan keinginan agar desa mereka serta
masyarakatnya bisa lebih baik. Oleh karena itu, mereka memunculkan insiatif
mereka seperti perayaan Dirgahayu HUT RI setiap tahunnya, membangkitkan
peran serta anak-anak muda dalam kompetisi olahraga, serta kegiatan-kegiatan
sosial kemasyarakatan lainnya. Sedangkan masyarakat lainnya yang menjawab
tidak pernah, menganggap bahwa diri mereka saat ini pun sudah sibuk (karena
pekerjaan melaut) sehingga mereka hanya bisa memberi bantuan sekedarnya dan
ikut saja kepada setiap kegiatan yang ada di dalam masyarakat.
6.1.3. Tingkat/level Variabel Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman
Dalam mengukur tingkat/level variabel perasaan saling mempercayai dan
rasa aman digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa
aman apabila berjalan pada malam hari di lingkungannya, percaya atau tidak pada
kebanyakan orang, kemauan memberikan pertolongan (mempersilakan istirahat)
ketika ada orang luar yang kendaraannya mengalami kerusakan dan sebagainya.
Hasil yang didapat dijelaskan pada Tabel 15.
Berdasarkan Tabel 15 yang merupakan rekapitulasi tingkat perasaan saling
mempercayai dan rasa aman, untuk indikator yang pertama yaitu mengenai rasa
aman apabila mereka berjalan pada malam hari terlihat bahwa sebagian besar
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya menjawab tidak aman 0 % (tidak ada
yang memilih), kurang aman 13,3 % (4 orang), aman 66,7 % (20 orang) dan
sangat aman 20 % (6 orang). Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa
kepercayaan mereka terhadap lingkungannya secara rata-rata masih tergolong
tinggi, hal ini pula ditunjukkan dengan nilai tingkat modal sosial rata-rata 3,07.
Tingginya kepercayaan mereka terhadap keamanan di lingkungannya disebabkan
oleh belum adanya kejadian atau peristiwa yang meresahkan masyarakat, seperti
kehilangan misalnya, penganiayaan, perampokan dan sebagainya. Selain itu,
kehidupan masyarakat nelayan yang secara rata-rata masih sederhana membuat
54
tidak adanya kesenjangan antara satu anggota masyarakat dengan lainnya,
sehingga sangat minim untuk terjadi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat.
Tabel 15. Rekapitulasi Tingkat Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial Rata-rata
Kategori
1 Perasaan aman bila berjalan pada malam hari
Tidak Aman Kurang Aman Aman Sangat Aman
0 4
20 6
0,0 13,3 66,7 20,0
3,07 Tinggi
2 Percaya pada kebanyakan orang
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
5 13
9 3
16,7 43,3 30,0 10,0
2,33 Sedang
3 Apabila ada orang luar yang mobilnya rusak, apakah akan mempersilakan untuk istirahat
Tidak Cenderung tidak Cenderung ya Pasti
2 5 8
15
6,7 16,7 26,7 50,0
3,20 Tinggi
4 Percaya semua tetangga adalah orang baik
Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya
0 12 15
3
0,0 40,0 50,0 10,0
2,70 Sedang
5 Percaya kepada Pemerintah saat ini
Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya
5 10 11
4
16,7 33,3 36,7 13,3
2,47 Sedang
6 Percaya kepada LSM yang ada
Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya
10 9 7 4
33,3 30,0 23,3 13,3
2,17 Sedang
7 Percaya kepada pemimpin lokal
Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya
2 10
9 9
6,7 33,3 30,0 30,0
2,83 Sedang
8 Percaya kepada semua tokoh agama
Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Sangat Percaya
1 4
11 14
3,3 13,3 36,7 46,7
3,27 Tinggi
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Sedangkan pada indikator berikutnya yaitu apakah mereka setuju atau
tidak bahwa kebanyakan orang bisa dipercaya, ternyata respons masyarakat
sebagian besar atau 43,3 % (13 orang) menjawab kurang setuju. Tingkat modal
sosial rata-rata pada indikator ini berada pada nilai 2,33 yang merupakan kategori
55
sedang. Jadi, menurut masyarakat di Desa Panimbang Jaya secara rata-rata belum
sepenuhnya percaya kepada orang lain. Indikasi tersebut dikarenakan banyak
faktor, salah satu diantaranya faktor ekonomi. Masyarakat di Desa Panimbang
Jaya ternyata tidak sepenuhnya percaya terhadap kawan mereka sesama nelayan
untuk meminjam uang misalnya. Mereka tidak yakin bahwa uang yang mereka
pinjamkan itu nantinya akan kembali lagi, oleh karena itu ini menjadi alasan
mereka tidak benar-benar percaya kepada kebanyakan orang. Contoh lain
misalnya mengenai kegiatan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), banyak dari
masyarakat yang mengeluhkan ketidaktransparan dari pengelola TPI, dikarenakan
deposit uang mereka yang seharusnya setiap akhir tahun diberikan dengan jumlah
tertentu ternyata hanya diganti dengan sejumlah sembako dan sedikit uang. Hal
inilah yang menambah ketidakpercayaan mereka terhadap kebanyakan orang,
belum lagi aktivitas Polisi Air (POLAIR) yang seharusnya menurut aturan
melarang beroperasinya trawl, ternyata dengan sedikit uang sogokan mereka
mampu meniadakan aturan tersebut serta melupakan untuk menindaknya. Orang-
orang yang berada didalam itulah yang menjadi oknum, sehingga masyarakat
Desa Panimbang Jaya banyak yang menyiasati untuk menjual hasil tangkapannya
bukan di TPI dan sebagainya.
Selanjutnya adalah indikator yang mengukur tentang kepercayaan
masyarakat di Desa Panimbang Jaya terhadap orang luar atau asing yang singgah
ke daerah mereka. Pertanyaan yang dimisalkan adalah apabila ada seseorang yang
mobilnya mengalami kerusakan di depan rumah, apakah mereka akan
mempersilakannya untuk masuk dan istirahat sebentar. Ternyata respons terbesar
sebagian masyarakat menjawab pasti (15 orang atau 50 %), sedangkan yang
benar-benar menjawab tidak hanya 2 orang atau 6,7 %. Hal ini tentunya
mengindikasikan bahwa mereka selalu membuka tangannya lebar-lebar untuk
siapa saja yang membutuhkan bantuan mereka selagi mereka bisa, tidak peduli
mereka orang asing. Mereka memahami kondisi bagaimana orang yang sedang
dalam kesulitan, dimana mereka pasti membutuhkan bantuan orang lain. Begitu
pula saat melaut, semua nelayan yang berada di laut mereka anggap sebagai
teman, sehingga apabila ada nelayan luar yang belum mereka kenal mengalami
56
kerusakan mesin maka mereka akan dengan sukarela untuk menarik kapal tersebut
ke dermaga dan juga sebaliknya.
Indikator lainnya adalah mengenai apakah mereka percaya bahwa tetangga
semuanya adalah orang yang baik. Hasil survei yang di dapat sebagian besar (15
orang atau 50 %) mengatakan percaya sedangkan secara signifikan juga sebanyak
12 orang (40 %) menjawab kurang percaya, sehingga secara rata-rata tingkat
modal sosial mereka pada indikator ini berada pada kategori sedang dengan nilai
2,70. Masyarakat yang menjawab percaya mengindikasikan bahwa mereka cukup
yakin terhadap tetangga yang berada di sekitar mereka adalah orang yang baik,
karena tetangga merupakan orang-orang terdekat mereka di lingkungannya maka
secara otomatis mereka harus percaya terhadap tetangga-tetangga mereka.
Sebaliknya yang menjawab kurang percaya, hal ini disebabkan karena memang
dalam keseharian mereka tidak semua tetangga bisa dipercaya. Kekurang-
percayaan yang terjadi diantara mereka disebabkan oleh banyak faktor, sehingga
mereka akan selektif terhadap tetangga di sekitar mereka.
Berikutnya adalah indikator mengenai tingkat kepercayaan mereka
terhadap pemerintah saat ini. Hasilnya adalah sebanyak 5 orang (16,7 %)
menjawab tidak percaya, 10 orang (33,3 %) kurang percaya, 11 orang (36,7 %)
percaya dan 4 orang (13,3 %) sangat percaya. Secara rata-rata tingkat modal sosial
masyarakat nelayan Desa Panimbang Jaya berkisar di nilai 2,47 dimana ini
merupakan kategori sedang. Sebagian besar masyarakat yang memilih percaya
dan sangat percaya karena mereka menilai bahwa orang-orang yang ada di
pemerintahan merupakan orang-orang pintar dan cerdas, sehingga mungkin segala
kebijakan yang diambil walaupun banyak menemui pro dan kontra itu merupakan
jalan keluar terbaik. Sedangkan yang kurang percaya dan percaya beranggapan,
pemerintah saat ini tidak pro terhadap rakyat miskin. Kenaikan harga BBM
contohnya, hal ini tentunya semakin menyulitkan kehidupan mereka. Belum lagi
pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang menurut mereka tidak merata
serta kurang tepat mengenai sasaran.
Kemudian indikator selanjutnya adalah mengenai kepercayaan mereka
terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berupaya membantu
masyarakat. Dari survei yang ada ternyata secara rata-rata tingkat modal sosial
57
yang ada pada indikator ini berada pada nilai 2,17 yaitu tergolong sedang. Akan
tetapi sebagian besar masyarakat dari survei tersebut menjawab tidak percaya
(33,3 %) dan kurang percaya (30 %). Hal ini diduga karena banyak dari
masyarakat nelayan belum mengenal LSM dan bagaimana kerjanya serta baru
segelintir masyarakat yang baru merasakan kinerja dari LSM, sehingga mereka
cukup ragu terhadap keberadaannya. Sedangkan yang menjawab percaya dan
sangat percaya dikarenakan mereka pernah mendengar kinerja dari sebuah LSM
serta adapula yang merasakan langsung program LSM seperti pelatihan budidaya
kerang hijau (perna viridis) yang rasa cukup bermanfaat, serta program lainnya.
Indikator lainnya dari variabel ini adalah mengenai kepercayaan mereka
terhadap kinerja pemimpin lokal (kepala desa, kepala camat dan lainnya), ternyata
dari rekapitulasi survei dapat diketahui bahwa sebesar 60 % (dimana 30 %
percaya dan 30 % sangat percaya) lebih cenderung untuk percaya. Masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya cukup percaya karena pemimpin-pemimpin lokal
tersebut merupakan pemimpin yang paling dekat dengan mereka (lembaga
pemerintahan yang langsung berada dalam masyarakat). Jadi, secara otomatis
mereka percaya saja terhadap kinerja para pemimpin lokal tersebut.
Pada variabel ini indikator yang terakhir adalah mengenai apakah mereka
percaya terhadap semua tokoh agama (seiman) baik di dalam maupun di luar
komunitas. Ternyata hasilnya mereka mereka masih menaruh kepercayaan yang
cukup tinggi dengan nilai rata-rata modal sosial 3,27. Dimana sebagian besar
mereka percaya (36,7 %) dan sangat percaya (46,7 %), karena mereka
menganggap bahwa tokoh agama adalah sumber kebenaran terakhir yang
memberi nasihat kepada umat. Walau demikian, tidak dapat dipungkiri sedikit
dari mereka ada juga yang kurang percaya, hal ini diakibatkan khususnya karena
akhir-akhir muncul kecenderungan adanya tokoh/pemuka agama yang bertindak
menyimpang atau tidak berada mainstream umum masyarakat.
6.1.4. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas
Dalam mengukur tingkat/level variabel jaringan dan koneksi dalam
komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka biasa
untuk berinteraksi dengan tetangga khususnya meminta bantuan untuk menitipkan
58
anaknya ketika pergi, banyaknya mengunjungi/silaturahmi dengan teman dalam
komunitas, kemauan berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya dalam
komunitas dan sebagainya. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 16. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial
Rata-rata
Kategori
1 Biasa meminta bantuan tetangga, untuk menitipkan anak bila ada keperluan
Tidak Biasa Kurang Kadang-kadang Pasti
11 3 4
12
36,7 10,0 13,3 40,0
2,57 Sedang
2 Mengunjungi/ silaturahmi dengan teman dalam komunitas (1 minggu terakhir)
Tidak 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Berkali-kali
5 3 3
19
16,7 10,0 10,0 63,3
3,20 Tinggi
3 Berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya dalam komunitas
Tidak Berusaha Kurang Kadang-kadang Pasti
1 1 7
21
3,3 3,3 23,3 70,0
3,60 Tinggi
4 Melakukan pekerjaan menyenangkan bagi tetangga (6 bulan terakhir)
Tidak Kurang Kadang-kadang Sering
2 7 5
16
6,7 23,3 16,7 53,3
3,17 Tinggi
5 Saling berbagi makanan sesama tetangga (6 bulan terakhir)
Tidak 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)
2 1 5
22
6,7 3,3 16,7 73,3
3,57 Tinggi
6 Menjenguk tetangga yang sakit (6 bulan terakhir)
Tidak Pernah 1 s/d 2 Kali 3 s/d 4 Kali Sering (min 5)
8 7 4
11
26,7 23,3 13,3 36,7
2,60 Sedang
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Berdasarkan tabel rekapitulasi salah satu variabel modal sosial yaitu
tingkat jaringan dan koneksi dalam komunitas terbagi atas 6 indikator. Indikator
pertama adalah mengenai apakah mereka enggan atau tidak untuk meminta
bantuan kepada tetangga mereka, hal ini dimisalkan dengan pertanyaan apabila
sedang menjaga anak, tiba-tiba ada keperluan untuk keluar, apakah mereka biasa
untuk meminta bantuan untuk menjaga anaknya. Respons yang didapat ternyata
sebagian besar menjawab tidak biasa (11 orang atau 36,7 %) dan pasti (12 orang
59
atau 40 %). Secara rata-rata tingkat modal sosial pada indikator ini adalah 2,57
yang tergolong sedang. Mereka yang menjawab tidak biasa karena mereka
menganggap bahwa mereka bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain,
sedangkan mereka yang menjawab pasti, hal tersebut dikarenakan keeratan
hubungan mereka dengan tetangganya yang sudah sangat dekat sehingga antar
mereka sudah tidak enggan untuk saling meminta bantuan.
Kemudian untuk indikator selanjutnya yaitu mengenai seberapa sering
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya untuk mengunjungi dan
bersilaturahmi dengan teman yang berada dalam komunitas yang sama dalam
seminggu terakhir. Respons masyarakat ternyata sebagian besar menjawab sering
atau berkali-kali, dengan persentase sebesar 63,3 % (19 orang) dan tingkat modal
sosial rata-rata tinggi (3,20). Tingginya respons diduga karena sikap mereka yang
masih sangat terbuka terhadap orang lain, disamping faktor lainnya seperti
perasaan senasib sepenanggungan (dalam hal ini mereka sebagian besar adalah
masyarakat ekonomi menengah ke bawah) serta hal lainnya.
Indikator yang berikutnya adalah mengenai kemauan mereka untuk
mendapatkan teman sebanyak-banyaknya di dalam komunitas. Hasil dari
rekapitulasi tabel tersebut menjelaskan bahwa dengan jelas sebagian besar
masyarakat mempunyai kemauan untuk mendapatkan teman sebanyak-banyaknya
di dalam komunitas, yaitu ditunjukkan dengan tingkat modal sosial rata-rata
sebesar 3,60 yang artinya termasuk dalam kategori tinggi. Bahkan masyarakat
yang menjawab pasti sebesar 70 % (21 orang), hal ini mengindikasikan bahwa
mereka mempunyai sikap sosial yang cukup tinggi, dimana mereka berusaha
untuk memperbanyak teman khususnya dalam komunitasnya sendiri. Hal ini
sekaligus dapat menguatkan kebersamaan mereka dalam hidup bermasyarakat.
Dalam 6 bulan terakhir, seberapa sering mereka melakukan kegiatan yang
menyenangkan bagi tetangga merupakan salah satu indikator dalam variabel ini.
Hasilnya adalah sebanyak 2 orang (6,7 %) menjawab tidak, 7 orang (23,3 %)
kurang, 5 orang (16,7 %) kadang-kadang sedangkan lainnya 16 orang (53 %)
menjawab sering. Dengan demikian, tingkat modal sosial rata-rata adalah 3,17
atau tergolong tinggi. Tingginya indikator ini diduga karena masyarakat nelayan
di Desa Panimbang Jaya mempunyai keinginan untuk membantu sesama dengan
60
segala keterbatasan yang ada. Dimana mereka secara rata-rata merupakan
masyarakat ekonomi rendah, sehingga mereka hanya bisa mengandalkan tenaga
untuk berpartisipasi membantu sesama, hal ini juga yang berpotensi meningkatkan
koneksi atau keeratan antar mereka.
Selanjutnya adalah indikator mengenai kemauan mereka untuk menjaga
koneksi atau hubungan dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan bagaimana
kemauan mereka untuk saling berbagi makanan dengan sesama tetangga dalam 6
bulan terakhir. Ternyata indikator ini secara rata-rata masuk ke dalam kategori
tinggi dengan nilai 3,57. Terlebih lagi secara mayoritas menjawab sering (22
orang atau 73,3 %), hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan tersebut
memiliki kebiasaan yang baik, kemauan untuk berbagi terhadap sesama yang
tinggi. Oleh karena itu, dalam kondisi ekonomi sedang buruk pun masyarakat
nelayan di Desa Panimbang ini tetap bisa survive atau bertahan karena mereka
mau untuk bersama-sama untuk saling membantu dalam meringankan beban
orang lain.
Kemudian indikator selanjutnya adalah seberapa sering mereka menjenguk
tetangga mereka yang sakit dalam waktu 6 bulan terakhir. Ini juga merupakan
pertanyaan yang merupakan indikasi terhadap bagaimana menjaga jaringan atau
koneksi mereka, ternyata hasil yang didapat adalah sebanyak 8 orang (26,7 %)
menjawab tidak pernah, 7 orang (23,3 %) 1 – 2 kali, 4 orang (13,3 %) 3 – 4 kali,
dan 11 orang (36,7 %) lebih dari 5 kali. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai
tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 2,60 yang termasuk ke dalam
kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa masyarakat nelayan
di Desa Panimbang Jaya masih mempunyai tingkat kepedulian cukup baik
terhadap sesama.
6.1.5. Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga
Dalam mengukur tingkat/level variabel jaringan dan koneksi antar teman
dan keluarga digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah berapa banyak
orang yang diajak bicara 24 jam terakhir, seberapa sering makan bersama
keluarga, seberapa sering mengunjungi keluarga/saudara dan sebagainya. Hasil
yang didapat adalah sebagai berikut.
61
Tabel 17. Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah Orang
Persentase Tingkat Modal Sosial Rata-rata
Kategori
1 Banyak orang yang diajak bicara (24 jam terakhir)
Tidak Ada 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Banyak (10<)
2 6 2
20
6,7 20,0 6,7 66,7
3,33 Tinggi
2 Makan bersama keluarga/teman (1 minggu terakhir)
Tidak Pernah 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)
2 6 3
19
6,7 20,0 10,0 63,3
3,30 Tinggi
3 Mengunjungi keluarga/saudara
Jarang Sekali Kurang Kadang-kadang Sering
3 1 2
24
10,0 3,3 6,7 80,0
3,57 Tinggi
4 Kedatangan tamu dari keluarga/ teman dekat ( 1 minggu terakhir)
Tidak Ada 1 s/d 5 Kali 6 s/d 10 Kali Sering (10<)
6 6 5
13
20,0 20,0 16,7 43,3
2,83 Sedang
5 Memberi bantuan kepada teman dekat atau keluarga
Jarang Sekali Kadang-kadang Sering Sering Sekali
1 5
10 14
3,3 16,7 33,3 46,7
3,23 Tinggi
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Pada Tabel 17 diatas dapat diketahui mengenai rekapitulasi tingkat
jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga. Indikator pada variabel ini dibagi
menjadi lima, yang diharapkan dapat mengungkap besaran variabel. Berdasarkan
tabel tersebut indikator awal adalah berapa banyak orang yang mereka ajak bicara
selama 24 jam terakhir. Survei yang ada menjelaskan ternyata pada indikator ini
masuk ke dalam kategori tinggi, dengan tingkat modal sosial rata-rata yaitu 3,33.
Terlebih lagi secara mayoritas sebanyak 66,7 % (20 orang) menjawab banyak,
artinya mereka berbicara lebih dari 10 orang selama 24 jam kemarin. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai
interaksi yang baik dari sisi komunikasi kesehariannya. Hal inilah yang juga
semakin meningkatkan jaringan dan koneksi mereka khususnya terhadap
masyarakat di lingkungannya.
Selanjutnya adalah indikator mengenai kemampuan mereka menjaga
jaringan dan koneksi yang diwakili dengan pertanyaan, pada saat santai seberapa
62
sering mereka makan bersama siang/malam dengan teman atau keluarga dalam
seminggu terakhir. Respons yang didapat ternyata menunjukkan bahwa mereka
mempunyai nilai tingkat modal sosial rata-rata 3,30 yang termasuk dalam kategori
tinggi. Dimana mayoritas menjawab sering (lebih dari 10 kali) yaitu 63,3 % atau
(19 orang). Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat nelayan di sana masih menjaga
kebersamaannya, baik terhadap keluarga maupun teman mereka. Walaupun
terkadang mereka kesulitan karena sifat pekerjaan mereka yang menuntut mereka
untuk jarang ada di rumah dikarenakan melaut.
Kemudian pada indikator selanjutnya dari variabel ini adalah seberapa
sering mereka mengunjungi keluarga/saudara. Dari hasil rekapitulasi didapat
bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai tingkat modal
sosial rata-rata yang tinggi dengan nilai 3,57. Dimana sebagian besar atau 80 %
(24 orang) menjawab sering, sehingga hal ini semakin menguatkan bahwa mereka
mempunyai kemampuan menjaga koneksi yang cukup baik, khususnya terhadap
keluarga dan teman-teman mereka.
Indikator berikutnya mengenai seberapa sering mereka kedatangan tamu
baik dari keluarga atau teman dekat, dalam satu minggu terakhir. Dari hasil
repitulasi diketahui bahwa sebesar 20 % menjawab tidak ada, 20 % menjawab 1 –
5 kali, 16,7 % menjawab 6 – 10 kali dan sisanya 43,3 % menjawab sering atau
lebih dari 10 kali. Sehingga tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 2,83
yang termasuk ke dalam kategori sedang, hal ini diduga karena kesibukan mereka
yang tidak menentu sehingga mereka jarang berada di rumah, akan tetapi karena
cukup erat kebersamaan masyarakatnya sehingga interaksi mereka cukup kuat,
khususnya ketika mereka sedang tidak pergi melaut untuk mencari rezeki.
Terakhir dari variabel ini adalah indikator mengenai seberapa sering
mereka memberi bantuan kepada teman dekat atau ke salah satu anggota keluarga.
Berdasarkan tabel rekapitulasi tersebut ternyata hasilnya tingkat modal sosial rata-
rata bernilai 3,23 sehingga tergolong tinggi. Inilah yang menegaskan lagi, bahwa
masyarakat nelayan secara umum memiliki kebersamaan yang cukup kuat
khususnya dalam hal interaksi personal dengan teman dekat atau keluarga mereka.
63
6.1.6. Tingkat/level Variabel Toleransi dan Kebhinekaan
Dalam mengukur tingkat/level variabel toleransi dan kebhinekaan
digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka dapat menikmati
gaya hidup yang berbeda-beda, kemudian bagaimana sikap mereka apakah
menerima apabila dipimpin oleh suku yang berbeda dan sebagainya. Hasil yang
didapat adalah sebagai berikut.
Tabel 18. Rekapitulasi Tingkat Toleransi dan Kebhinekaan No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial Rata-rata
Kategori
1 Menikmati hidup dengan gaya hidup berbeda-beda
Tidak Kurang Agak Menikmati Pasti
4 6 2
18
13,3 20,0 6,7 60,0
3,13 Tinggi
2 Penerimaan dipimpin oleh suku berbeda
Tidak Menerima Kurang Agak Menerima Pasti
2 1 6
21
6,7 3,3 20,0 70,0
3,53 Tinggi
3 Berteman dengan lain agama/ keyakinan
Tidak Dapat Kurang Agak Pasti
3 1 6
20
10,0 3,3 20,0 66,7
3,43 Tinggi
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Variabel toleransi dan kebhinekaan pada penelitian ini dinilai dari 3
indikator utama. Pada indikator pertama, yaitu mengenai apakah mereka benar-
benar menikamati hidup dengan gaya hidup berbeda-beda. Ternyata respons yang
diperoleh dari masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya menjawab bahwa
mereka sebagian besar cukup menikmati. Artinya, mereka tidak
mempermasalahkan ada orang yang memang kaya kemudian ada yang miskin, ada
orang yang hidupnya mewah dan sebaliknya. Menurut mereka hal itu biasa saja,
dan hal-hal tersebut memang sudah suatu takdir bahwa kalau ada orang dibawah
pasti juga ada orang diatas dan begitulah perputarannya, yang jelas tidak mungkin
orang kaya semua dan miskin semua. Hal tersebut dengan jelas ditunjukkan
dengan tingkat modal sosial rata-rata yang tinggi dengan nilai 3,13.
Selanjutnya pada indikator kedua mengenai apakah mereka dapat
menerima apabila dipimpin oleh orang dari suku yang berbeda ketika bekerja
64
(sebagai nelayan). Respons menjawab pasti (menerima) untuk indikator ini
ternyata termasuk kedalam kategori tinggi dengan nilai 3,53. Hal ini disebabkan
karena sebagai seorang nelayan, salah satu kunci untuk kemudahan dalam bekerja
adalah menerima dipimpin oleh siapapun, khususnya nelayan buruh dimana
mereka tidak memiliki perahu. Selain itu juga, interaksi keseharian dengan
nelayan-nelayan dari luar daerah pun banyak dilakoni mereka, termasuk apabila
mereka harus mencari tangkapan ke daerah lainnya, sehingga mau tidak mau
mereka harus berbaur dan menerima siapa saja. Disamping itu, masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya yang terdiri atas beragam suku dan budaya
terbukti mampu untuk tinggal dan menetap bersama, bahkan sebagian besar dari
mereka merupakan penduduk yang bermigrasi dari daerah lain. Hal itulah yang
semakin menguatkan bahwa mereka sanggup untuk berbaur dengan lingkungan
yang berbeda serta menjaga toleransi dan kebhinekaan mereka.
Kemudian untuk indikator yang terakhir pada variabel ini adalah apakah
mereka dapat berteman dengan orang yang berlainan agama atau keyakinan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut dapat terlihat bahwa secara mayoritas
66,7% atau 20 orang masyarakat nelayan menjawab pasti, sehingga tingkat modal
sosial rata-rata pada indikator ini sebesar 3,43 yang merupakan kategori tinggi.
Hasil ini mengindikasikan bahwa mereka ternyata mampu beradaptasi terhadap
agama apapun juga, walaupun memang secara mayoritas agama masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya adalah Islam.
6.1.7. Tingkat/level Variabel Nilai Hidup dan Kehidupan
Dalam mengukur tingkat/level variabel nilai hidup dan kehidupan
digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa puas
dalam hidup yang telah dan selama ini sedang dijalani, perasaan mereka terhadap
masyarakat lokal apakah terasa seperti rumah bagi mereka, kemudian apakah
mereka bahagia terhadap apa yang telah diperoleh secara materi dan sebagainya.
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
65
Tabel 19. Rekapitulasi Tingkat Nilai Hidup dan Kehidupan No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial
Rata-rata
Kategori
1 Merasa puas dalam hidup
Tidak Puas Kurang Puas Puas Sangat Puas
18 1 5 6
60,0 3,3 16,7 20,0
1,97 Rendah
2 Masyarakat lokal terasa seperti rumah
Tidak Kurang Agak Pasti
3 3 3
21
10,0 10,0 10,0 70,0
3,40 Tinggi
3 Bahagia atas apa yang diperoleh secara materi
Tidak Bahagia Kurang Bahagia Agak Bahagia Bahagia
8 3 6
13
26,7 10,0 20,0 43,3
2,80 Sedang
4 Merasa bahagia atas kedudukan dalam masyarakat
Tidak Bahagia Kurang Bahagia Agak Bahagia Bahagia
3 1 7
19
10,0 3,3 23,3 63,3
3,40 Tinggi
5 Kebebasan untuk berbicara
Tidak Bebas Kurang Bebas Agak Bebas Pasti
7 7 2
14
23,3 23,3 6,7 46,7
2,77 Sedang
6 Kemauan untuk cepat menyelesaikan perselisihan/masalah dengan tetangga
Tidak Cepat Kurang Agak Pasti (Cepat)
0 0 9
21
0,0 0,0 30,0 70,0
3,70 Tinggi
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Rekapitulasi pada variabel nilai hidup dan kehidupan terdiri dari beberapa
indikator. Indikator pertama adalah sebuah permisalan yaitu, apabila mereka
meninggal esok, apakah mereka sudah merasa puas dengan apa yang telah
dilakukan dalam hidup (baik terhadap diri sendiri maupun orang lain). Ternyata
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mayoritas menjawab sangat puas
(60% atau 18 orang). Dari tabel juga diperoleh nilai tingkat modal sosial rata-rata
mereka pada indikator ini sebesar 1,97 yang merupakan kategori rendah. Hal ini
diduga karena mereka merasa masih banyak kekurangan yang ada, khususnya
kepada orang lain. Mereka merasa belum sepenuhnya bisa membantu orang lain,
karena selama ini mereka baru sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri. Terlebih kepada Tuhan mereka, mereka masih merasa belum bisa
beribadah dengan sungguh-sungguh dan baik.
66
Kemudian indikator selanjutnya adalah mengenai perasaan masyarakat
nelayan sebagai penduduk di Desa Panimbang, yaitu apakah masyarakat lokal di
Desa Panimbang Jaya sudah seperti rumah bagi mereka. Dari tabel tersebut
diketahui bahwa ternyata sebanyak 21 orang (70 %) menjawab pasti sehingga
secara rata-rata indikator ini tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan yang ada merasa bahwa
lingkungannya adalah tempat yang nyaman baginya, mereka percaya terhadap
setiap masyarakat dan kebersamaan yang tercipta.
Indikator berikutnya adalah mengenai apakah mereka sudah merasa
bahagia atas apa yang diperoleh secara materi. Hasil yang diperlihatkan pada tabel
rekapitulasi menunjukkan tingkat modal sosial rata-rata adalah 2,80 yang
tergolong ke dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian dari
mereka belum merasa bahagia karena memang secara kenyataan materi yang
mereka dapat masih sedikit, sehingga cukup sulit dalam upaya pemenuhan
kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan sebagian besar lainnya menjawab
bahagia (43,3 %) karena mereka menganggap secara materi memang mereka
hanya punya sedikit, tetapi kesehatan, ketenangan dan sebagainya sudah lebih dari
cukup, yang akhirnya itu semua merupakan pengganti materi yang sedikit tadi. Ini
semua juga sebagai rasa perwujudan syukur mereka atas segala apa yang
diperoleh.
Selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka sudah merasa
bahagia atas kedudukan dalam masyarakat yang telah berhasil diraih. Hasil pada
rekapitulasi tersebut menjelaskan bahwa tingkat modal sosial rata-rata pada
indikator ini sebesar 3,40 yang merupakan kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan
bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya merasa bersyukur dengan
kondisi yang mereka terima khususnya kedudukan mereka dalam masyarakat.
Masyarakat menganggap, mereka tidak merugikan orang lain saja itu sudah
menjadi ketenangan bagi mereka dan kebahagiaan tentunya.
Tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,77 yang tergolong pada kategori
sedang ditunjukkan oleh indikator selanjutnya yaitu mengenai apabila mereka
tidak setuju dan orang lain setuju terhadap suatu hal, apakah mereka merasa bebas
untuk berbicara. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari
67
mereka dalam berinteraksi, ketidaksamaan persepsi kadangkala ada yang
menganggap biasa dan wajar diungkapkan. Tetapi sebagian lainnya ternyata tidak
sanggup untuk mengungkapkan (karena tidak berani) dan adapula yang memang
menyimpannya demi keutuhan dan kebersamaan yang ada.
Terakhir pada variabel ini adalah indikator mengenai apabila berselisih,
apakah mereka mau untuk cepat menyelesaikannya (berbaikan). Ternyata hasilnya
sebagian besar menjawab pasti (21 orang atau 70 %), sedangkan yang menjawab
agak berjumlah 9 orang (30 %). Terlihat bahwa tidak ada yang menjawab tidak
cepat dan kurang sehingga total tingkat modal sosial rata-rata mereka adalah 3,70
yang tergolong tinggi. Hal ini disebabkan mereka berusaha agar keutuhan dalam
masyarakat tetap terjalin, tidak mau tercipta perselisihan yang berkepanjangan.
Bahkan ada nelayan yang menganggap lunas hutang nelayan lain daripada hal
tersebut menjadi masalah berlarut-larut, karena mereka ingin kedamaian.
6.1.8. Tingkat/level Variabel Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas
Dalam mengukur tingkat/level variabel koneksi/jaringan kerja di luar
komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah apakah mereka merasa
bagian dari komunitas nelayan, apakah mereka merasa sebagai bagian dari tim
saat bekerja sehingga mereka tidak merasa bekerja sendiri-sendiri atau bersifat
individualistik, berapa banyak teman yang mereka miliki di instansi lain yang
terbentuk atas jaringan kerja dan sebagainya. Hasil yang didapat dijelaskan pada
Tabel 20.
Pada Tabel 20, rekapitulasi tingkat koneksi/jaringan di luar komunitas
menunjukkan nilai-nilai dari beberapa indikator yang ada. Indikator awal adalah
mengenai apakah mereka merasa bagian dari komunitas nelayan di daerahnya.
Ternyata didapat nilai tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,93 yang merupakan
kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka sebagian besar memang
lebih cenderung merasa bagian dari komunitas nelayan, walaupun ada sebagian
yang merasa kurang menjadi bagian komunitas tersebut. Hal ini, lebih karena
dipengaruhi bagaimana setiap individu nelayan dalam berinteraksi. Semakin baik
nelayan dalam berinteraksi dan mempunyai sikap terbuka, maka akan semakin
68
banyak jaringannya, sehingga mereka akan lebih merasa bagian dari komunitas
nelayan yang ada.
Tabel 20. Rekapitulasi Tingkat Koneksi/Jaringan di Luar Komunitas No. Indikator Tingkat Modal
Sosial Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial
Rata-rata
Kategori
1 Merasa bagian komunitas nelayan
Tidak Merasa Kurang Merasa Agak Merasa Merasa
8 1 6
15
26,7 3,3 20,0 50,0
2,93 Sedang
2 Merasa sebagai tim saat bekerja
Tidak Merasa Kurang Merasa Agak Merasa Merasa
2 3 1
24
6,7 10,0 3,3 80,0
3,57 Tinggi
3 Memiliki teman di instansi lain atas jaringan kerja
Tidak Ada Sangat Sedikit Sedikit Ada Beberapa
18 2 1 9
60,0 6,7 3,3 30,0
2,03 Sedang
4 Teman di luar daerah yang berhubungan dengan pekerjaan
Tidak Ada Sangat Sedikit Sedikit Ada Beberapa
8 1 3
18
26,7 3,3 10,0 60,0
3,03 Tinggi
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Kemudian selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka sudah
seperti bagian dalam tim saat bekerja sebagai nelayan. Respons dari mereka
adalah sebanyak 24 orang (80 %) menjawab merasa. Dengan demikian, tingkat
modal sosial rata-rata indikator ini adalah 3,57 yang merupakan kategori tinggi.
Hal ini tentunya menjelaskan bahwa mereka masih menganggap teman-teman
sesama nelayan yang bekerja adalah sebagai satu tim, dimana mereka tidak
bekerja sendiri-sendiri. Indikasi ini memberi gambaran bahwa tingkat
kebersamaan yang ada masih cukup tinggi, khususnya dalam menjaga koneksi dan
jaringan di lingkungan kerja (sebagai nelayan). Sehingga banyak nelayan yang
sangat kompak dalam bekerja, antara nelayan buruh dengan nelayan pemilik kapal
saling bersinergi demi kebaikan bersama.
Indikator yang ketiga pada variabel ini mengenai apakah mereka memiliki
teman di instansi lain yang terbangun atas jaringan kerja (nelayan). Ternyata dari
hasil survei, nilai tingkat modal sosial rata-rata pada indikator ini sebesar 2,03
69
yang tergolong dalam kategori sedang. Hal ini diduga karena nelayan bekerja di
laut, sehingga mereka sebagian besar menghabiskan waktunya untuk menangkap
ikan atau budidaya. Oleh karena itu, mereka kurang bisa mendapatkan teman yang
bekerja di instansi lain, terlebih lagi teman atas jaringan kerja dari sesama
nelayan. Faktor lainnya adalah pendidikan, dimana secara umum pendidikan
mereka yang rendah membuat mereka merasa cukup dengan jaringan kerja yang
ada yaitu nelayan dan masyarakat di Desa Panimbang Jaya.
Indikator keempat yang merupakan indikator terakhir dari variabel ini
adalah mengenai apakah mereka mempunyai teman diluar daerah yang
berhubungan dengan pekerjaan (nelayan). Respons yang diberikan adalah 8 orang
(26,7 %) menjawab tidak ada, 1 orang (3,3 %) sangat sedikit, 3 orang (10 %)
sedikit dan 18 orang (60 %) menjawab ada beberapa. Dengan demikian, nilai
tingkat modal sosial rata-rata adalah sebesar 3,03 yang merupakan kategori tinggi.
Hal ini diduga karena nelayan yang berkumpul di dermaga untuk menjual atau
melelang ikan berasal dari berbagai daerah sehingga memungkinkan bagi mereka
untuk saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga ada yang tercipta
pertemanan. Selain itu sifat dari nelayan yang berpindah-pindah dalam mencari
daerah tangkapan karena adanya musim barat dan sebagainya memungkinkan
mereka untuk menangkap lebih jauh bahkan ke daerah lainnya (seperti Lampung,
Indramayu, Brebes, Cirebon dan sebagainya) sehingga ketika mereka menjual
hasil tangkapannya ke daerah lain, lalu interaksi antar mereka ada yang tercipta
pertemanan juga.
6.1.9. Tingkat/level Variabel Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas
Dalam mengukur tingkat/level variabel partisipasi dan keanggotaan
kelompok di luar komunitas digunakan beberapa indikasi diantaranya adalah
mengenai keaktifan mereka ikut serta dalam kepengurusan/anggota organisasi
keagamaan, keaktifan ikut serta menjadi pengurus/anggota organisasi partai
politik, kemudian bagaimana tingkat keaktifan mereka terhadap keikutsertaannya
menjadi pengurus/anggota dalam suatu perkumpulan olahraga dan sebagainya.
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
70
Tabel 21. Rekapitulasi Tingkat Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas
No. Indikator Tingkat Modal Sosial
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Tingkat Modal Sosial
Rata-rata
Kategori
1 Pengurus/anggota organisasi keagamaan
Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif
18 4 4 4
60,0 13,3 13,3 13,3
1,80 Rendah
2 Pengurus/anggota organisasi partai politik
Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif
26 1 2 1
86,7 3,3 6,7 3,3
1,27 Rendah
3 Pengurus/anggota perkumpulan olahraga
Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif
13 6 6 5
43,3 20,0 20,0 16,7
2,10 Sedang
4 Pengurus/anggota organisasi nelayan, dsb
Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif
18 6 5 1
60,0 20,0 16,7 3,3
1,63 Rendah
5 Kehadiran rapat pengurus/anggota (kelompok/perkumpulan dalam 6 bulan terakhir)
Tidak Pernah Sedikit Beberapa kali Sering
13 7 2 8
43,3 23,3 6,7 26,7
2,17 Sedang
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Berdasarkan tabel diatas, yaitu rekapitulasi tingkat partisipasi dan
keanggotaan kelompok di luar komunitas dibagi menjadi beberapa indikator.
Indikator awal adalah apakah mereka menjadi pengurus atau anggota aktif dalam
suatu organisasi keagamaan. Ternyata secara mayoritas sebanyak 18 orang (60 %)
menjawab tidak aktif, hal ini kemudian diperlemah dengan nilai tingkat modal
sosial rata-rata sebesar 1,80 yang tergolong ke dalam kategori rendah. Hal ini
diduga karena pekerjaan nelayan yang sebagian besar waktunya berada di laut,
membuat mereka kesulitan untuk mengikuti kegiatan asosiasi atau organisasi,
khususnya organisasi keagamaan.
Selanjutnya adalah indikator mengenai apakah mereka menjadi pengurus
atau anggota aktif dalam suatu partai politik. Hal ini untuk mengetahui seberapa
besar kepercayaan mereka dalam memberikan aspirasi mereka khususnya
terhadap institusi partai, dimana seharusnya keluhan dan keinginan mereka bisa
tertampung. Ternyata memang hasil survei membuktikan bahwa sebagian besar
71
menjawab tidak aktif (26 orang atau 86,7 %) sehingga tingkat modal sosial rata-
rata pada indikator ini menunjukkan berada pada kategori rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa secara mayoritas masyarakat nelayan di Desa Panimbang
Jaya tidak berpolitik/berpartai, mereka hanya sebagai pemilih dalam pilkada-
pilkada dan pemilu yang diadakan. Disamping percaya atau tidaknya terhadap
institusi seperti partai politik, mereka tetap tidak menjadikan institusi sebagai
sebuah pilihan bagi mereka. Hal inilah yang menjadikan jaringan mereka terhadap
masyarakat “darat” khususnya perkotaan sedikit sehingga sulit untuk berkembang
terhadap kemajuan masyarakatnya.
Indikator berikutnya adalah mengenai apakah mereka menjadi pengurus
atau anggota aktif dalam suatu perkumpulan olahraga. Ternyata berdasarkan
rekapitulasi pada tabel tersebut menjelaskan bahwa masyarakat nelayan
mempunyai nilai tingkat modal sosial rata-rata sebesar 2,10 yang termasuk ke
dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa memang tuntutan bekerja
di laut banyak membuat mereka untuk merelakan beraktivitas di darat, sehingga
biasanya aktivitas di darat sebagian besar digunakan untuk istirahat atau kegiatan
sosial tidak terikat lainnya atau bahkan memperbaiki jaring atau perahu yang
mereka gunakan untuk kembali melaut nantinya. Namun demikian, masih ada
juga nelayan yang bisa menyempatkan diri mengikuti perkumpulan olahraga.
Kemudian indikator selanjutnya adalah apakah mereka menjadi pengurus
atau anggota aktif organisasi nelayan atau organisasi profesi lainnya. Ternyata
sebagian besar dari survei membuktikan bahwa sebagian besar menjawab tidak
aktif (18 orang atau 60 %), sehingga nilai tingkat modal sosial rata-rata dari
indikator ini sebesar 1,63 yaitu tergolong rendah. Hal ini semakin memperjelas
bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya kurang berminat terhadap
asosiasi atau organisasi baik formal maupun non formal. Walaupun, ada juga
nelayan yang kurang suka terhadap kinerja organisasi (dalam hal ini koperasi
nelayan) karena implementasinya yang sering berbeda menurut mereka.
Indikator yang terakhir dari variabel ini adalah mengenai seberapa sering
mereka menghadiri pertemuan rapat pengurus atau anggota (kelompok atau
perkumpulan) selama 6 bulan terakhir. Ternyata hasil yang diperoleh adalah
sebagian besar masyarakat nelayan menjawab tidak pernah sebanyak 13 orang
72
atau 43,3 %, sedangkan untuk pilihan lainnya yaitu jawaban sedikit (23,3 %),
beberapa kali (6,7 %) dan yang terakhir sering (26,7 %). Hal ini tentunya
dipengaruhi oleh kurangnya keikutsertaan mereka dalam berpartisipasi sebagai
pengurus atau anggota suatu organisasi ataupun asosiasi. Faktor-faktor inilah yang
membuat jaringan mereka khususnya ke luar menjadi sedikit.
6.2. Karakteristik Kemiskinan Nelayan
Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel modal sosial dengan
variabel kemiskinan, maka perlu diketahui seberapa besar tingkat/level
kemiskinan atau kesejahteraan yang ada. Karakterisktik kemiskinan yang diambil
adalah karakteristik kemiskinan yang mengacu pada Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) dimana indikator-indikatornya terdiri atas seberapa besar
tingkat pendapatan rata-rata per bulan, berapa tingkat konsumsi atau pengeluaran
rata-rata per bulan, bagaimana tingkat pendidikan keluarga, kondisi perumahan
dan fasilitas perumahan.
Dari survei tersebut, maka akan didapatkan seberapa besar tingkat atau
level kemiskinan/kesejahteraan yang ada. Tingkat kemiskinan tersebut akan
menjadi patokan dasar untuk melakukan analisis apakah masyarakat nelayan di
Desa Panimbang Jaya masuk ke dalam kategori rendah, sedang atau tinggi
kesejahteraannya.
Survei karakteristik kemiskinan/kesejahteraan yang telah dilakukan dapat
dikelompokkan kedalam beberapa indikator kemiskinan yang ada. Pada uraian
berikut akan disajikan mengenai seberapa besar tingkat kemiskinan atau
kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.
73
Gambar 7. Grafik Tingkat Pendapatan Rata-rata/Bulan
Berdasarkan gambar 7, yaitu grafik tingkat pendapatan rata-rata dapat
diketahui bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya mempunyai tingkat
pendapatan yang bervariasi. Untuk kategori pendapatan rata-rata dibawah 700
ribu rupiah ternyata mempunyai persentase sebesar 36,7 % (11 orang), sedangkan
pendapatan rata-rata 700 ribu rupiah sampai dengan 1 juta rupiah sebesar 26,7 %
(8 orang) dan diatas 700 ribu rupiah sebesar 36,7 % (11 orang). Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah masyarakat nelayan yang miskin dari sisi
pendapatan terhitung cukup banyak, tetapi hal tersebut cukup diimbangi dengan
pendapatan rata-rata yang baik (diatas 1 juta rupiah).
Masyarakat nelayan khususnya yang mengalami kesulitan dari sisi
pendapatan disebabkan karena mereka secara rata-rata adalah nelayan buruh,
dimana hasil pendapatan mereka selain berdasarkan hasil tangkapan yang ada juga
dipengaruhi oleh sistem persentase pembagian yang kecil. Pendapatan nelayan
membaik ketika sedang musim ikan, sedangkan pendapatan sedikit ketika
sebaliknya dan ketika musim barat dimana ombak sangat besar sehingga tidak
memungkinkan kapal/perahu untuk berlayar. Peraturan yang kurang jelas terhadap
alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap juga menjadi faktor lainnya,
dimana nelayan besar dengan alat tangkap seperti trawl dan sejenisnya yang
seharusnya dilarang beroperasi ternyata masih bisa beroperasi karena longgarnya
penerapan hukum. Hal ini secara jangka panjang cukup menguras potensi
36,7%(11)
26,7%(8)
36,7%(11)
0
2
4
6
8
10
12
<Rp700.000 Rp700.000-Rp1.000.000
Rp1.000.000<
Pers
enta
se (%
)
Pendapatan (Rupiah)
74
perikanan dan cadangannya, sehingga nelayan kecil banyak yang mengeluh
karena hasil tangkapan mereka yang menjadi sedikit.
Selain itu, pendapatan nelayan sulit untuk beranjak naik dan menyesuaikan
tingkat perekonomian yang saat ini terus saja melemah. Hal ini diduga kerena
hasil perikanan yang ada di pasaran belum mampu menaikkan harga jualnya,
sehingga dengan naiknya harga bahan bakar minyak dan kebutuhan dasar lainnya
semakin menjadikan nelayan menderita. Dari hasil grafik diatas juga diperoleh
nilai tingkat kesejahteraan rata-rata sebesar 2, yang termasuk ke dalam kategori
sedang. Artinya masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya berada pada kondisi
kesejahteraan yang sedang. Tetapi hal ini cukup miris karena pendapatan yang ada
tentunya akan dipengaruhi gejolak naik turunnya ekonomi yang apabila tidak
disiasati akan semakin memperparah kondisi perekonomian masyarakat nelayan.
Gambar 8. Grafik Tingkat Pengeluaran Rata-rata/Bulan
Berdasarkan gambar diatas, yaitu grafik tingkat pengeluaran rata-rata.
Masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya 30 % (9 orang) mempunyai
pengeluaran rata-rata dibawah 450 ribu rupiah, sedangkan pengeluaran antara 450
ribu rupiah hingga 700 ribu rupiah sebanyak 33,3 % (10 orang) dan diatas 700
ribu rupiah sebanyak 36,7 % (11 orang). Dari hal tersebut, terlihat bahwa
pengeluaran rata-rata dibawah 450 ribu rupiah adalah sebesar 30 %, artinya
30%(9)
33,3%(10)
36,7%(11)
0
2
4
6
8
10
12
<Rp450.000 Rp450.000-Rp700.000 Rp700.000<
Pers
enta
se (%
)
Pengeluaran (Rupiah)
75
sebanyak 30 % masyarakat di Desa Panimbang Jaya merupakan masyarakat
dengan kategori kesejahteraan rendah atau miskin.
Walaupun demikian, ternyata jumlah masyarakat nelayan yang
pengeluarannya diatas 700 ribu rupiah yang merupakan kategori baik ternyata
mempunyai persentase lebih baik yaitu 36,7 %. Hal ini tentunya berdampak
kepada jumlah kemiskinan yang semakin berkurang, walaupun harus diantisipasi
bahwa nilai perekonomian saat ini yang cenderung semakin sulit sehingga
berpengaruh terhadap penambahan jumlah masyarakat miskin.
Kondisi ini semakin diperparah dengan kurang baiknya manajemen
keuangan dari masyarakat nelayan itu sendiri. Hasil pendapatan yang kemudian
segera di belanjakan, banyak juga yang tidak terkontrol sehingga cepat habis
dalam waktu singkat. Kurangnya manajemen keuangan juga menjadi bagian
serius sehingga pendapatan yang memang seadanya bisa dioptimalkan demi
memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan-kebutuhan utama lainnya.
Dari hal-hal itulah, nilai dari rata-rata kesejahteraan yang ada sebesar 2,07
yang tergolong ke dalam kategori kesejahteraan sedang. Walaupun tergolong ke
dalam kategori tingkat kesejahteraan sedang, besaran yang ada cukup
mengkhawatirkan karena mudah sekali masyarakat nelayan apabila kurang hati-
hati membuat rata-rata kesejahteraan menurun sehingga kemiskinan bertambah.
Gambar 9. Grafik Tingkat Pendidikan Rata-rata
23,3%(7)
26,7%(8)
50%(15)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
(30%>Tamat SD) (30%-60% Tamat SD) (60%<Tamat SD)
Pers
enta
se (%
)
Tingkat Pendidikan Keluarga
76
Mengenai pendidikan, berdasarkan grafik diatas ternyata masyarakat
nelayan di Desa Panimbang mempunyai pendidikan relatif cukup baik dari
persentase jumlah keluarganya. Dimana yang termasuk dalam kategori jumlah
keluarga 30 % kebawah tamat SD sebesar 23,3 % (7 orang), kemudian jumlah
keluarga 30 % - 60 % tamat SD sebesar 26,7% (8 orang) dan jumlah keluarga
yang tamat SD diatas 60 % ada sebesar 50%.
Dari persentase yang ada didapat bahwa nilai rata-rata kesejahteraan yang
ada adalah sebesar 2,27 yang merupakan kategori sedang. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa pendidikan yang berada dalam keluarga mereka ternyata
secara keseluruhan sudah cukup baik, karena 50 % keluarga nelayan banyak yang
keluarganya diatas 60 % tamat SD. Rata-rata pendidikan yang cukup baik diduga
karena akses pendidikan dan sarananya yang semakin lama semakin meningkat.
Tetapi, tidak dapat dipungkiri juga bahwa 23,3% masyarakatnya berpendidikan
rendah, dimana hanya 30 % keluarga yang bisa tamat SD.
Walaupun kondisinya cukup baik, akan tetapi parameter yang digunakan
Susenas dalam menentukan tingkat pendidikan ini memang cukup rendah karena
hanya menggunakan batasan tamat dan tidak tamat SD. Oleh karena itu, patokan
nilai tersebut harus disikapi bahwa memang pendidikan harus lebih ditingkatkan
sehingga kriteria yang ada menjadi lebih baik. Terlebih, tingkat pendidikan yang
semakin baik mayoritas dimanfaatkan oleh generasi mudanya, sedangkan untuk
masyarakat generasi sebelumnya banyak yang belum bisa merasakan tingkat
pendidikan yang memadai sehingga banyak juga yang masih belum bisa membaca
atau buta huruf.
77
Gambar 10. Grafik Tingkat Kondisi Rumah
Dari gambar 10 diatas, diketahui mengenai grafik tingkat kondisi rumah.
Berdasarkan data hasil survei di Desa Panimbang Jaya, masyarakat nelayan yang
ada memiliki keadaan rumah tidak permanen sebesar 20 % (6 orang), semi
permanen 40 % (12 orang) dan permanen 40 % (12 orang). Dari hasil tersebut,
didapat nilai rata-rata kesejahteraan sebesar 2,2 yang tergolong kategori sedang.
Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi perumahan masyarakat nelayan
mempunyai persentase cukup baik. Dimana rumah yang dihuni sudah banyak
yang semi permanen bahkan permanen.
Umumnya kondisi perumahan yang ada sebagian besar 73,3 % sudah
menggunakan genteng sebagai atapnya (lainnya 6,7 % asbes, 0 % seng, 6,7 %
sirap dan 10 % daun) , 50 % sudah menggunakan tembok sebagai bilik rumahnya
(lainnya 3,3 % setengah tembok, 6,7 % kayu, 23,3 % bambu dan kayu, 16,7 %
bambu), 66,7 % merupakan milik sendiri (lainnya 13,3 % sewa dan 20 %
numpang), 50 % lantainya adalah plesteran semen (lainnya 26,7 % lantai, 3,3 %
ubin, 6,7 % papan dan 13,3 % tanah) dan 46,7 % luas rumahnya adalah sedang
yaitu sekitar 50 – 100 m2 (lainnya 13,3 % luas yaitu > 100 m2 dan 40 % sempit
yaitu < 50 m2). Tetapi kondisi perumahan yang secara rata-rata sudah cukup baik
(semi permanen dan permanen), masih belum bisa diikuti oleh penataan
perumahan yang ada. Dimana kondisi perumahan di Desa Panimbang Jaya ini
masih belum teratur sehingga cukup berdampak pada sanitasi yang kurang baik.
20%(6)
40%(12)
40%(12)
0
2
4
6
8
10
12
14
Tidak Permanen Semi Permanen Permanen
Pers
enta
se (%
)
Kondisi Rumah
78
Terlebih lagi, perumahan di daerah nelayan sangat terpengaruh oleh aktivitas
perikanan yang ada sehingga kurangnya pengelolaan yang baik semakin
memperparah kondisi sanitasi pada lingkungan mereka.
Gambar 11. Grafik Tingkat Fasilitas Rumah
Berdasarkan gambar 11 diatas mengenai grafik tingkat fasilitas rumah,
terlihat bahwa persentase kondisi fasilitas rumah yang termasuk ke dalam kategori
tidak lengkap adalah 0 % (0 orang), sedangkan fasilitas rumah semi lengkap
mempunyai persentase 80 % (24 orang) dan lengkap hanya 20 % (6 orang).
Dengan demikian nilai rata-rata tingkat kesejahteraan yang ada adalah 2,2 yaitu
termasuk dalam kategori sedang. Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat nelayan
di Desa Panimbang Jaya secara umum memiliki fasilitas perumahan yang cukup
baik dilihat dari kelengkapan yang ada.
Umumnya fasilitas rumah yang ada sebagian besar 70 % pekarangan
rumah mereka adalah sempit yaitu < 50 m2 (lainnya 3,3 % luas yaitu > 100 m2 dan
26,7 % sedang yaitu 50 – 100 m2), 50 % fasilitas hiburan terbanyak yang dipunyai
adalah televisi (lainnya 33,3 % video, 10 % tape recorder dan 6,7 % radio), 50 %
pendingin yang digunakan adalah kipas angin (lainnya 0 % AC, 10% lemari es
dan 40 % alam), 100% sumber penerangan yang digunakan adalah listrik (lainnya
0 % petromak dan lampu tempel), 86,7 % bahan bakar yang digunakan adalah
minyak tanah (lainnya 3,3 % gas dan 10 % kayu), 56,7 % sumber air yang
0%(0)
80%(24)
20%(6)
0
5
10
15
20
25
30
Tidak Lengkap Semi Lengkap Lengkap
Pers
enta
se (%
)
Fasilitas Rumah
79
digunakan adalah sumur (lainnya 36,7 % PAM, 6,7 % mata air, 0% air hujan dan
sungai) dan 76,7 % MCK yang digunakan adalah kamar mandi sendiri (lainnya
23,3 % kamar mandi umum, 0 % sungai/laut dan kebun).
6.3. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan
Pengukuran korelasi antara variabel-variabel modal sosial dan variabel
kemiskinan merupakan perbandingan beberapa turunan variabel modal sosial
dengan variabel kemiskinan. Berdasarkan karakteristik yang telah dipaparkan
diatas, maka hubungan yang diteliti diantaranya adalah korelasi antara variabel
partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel
kemiskinan (Y), korelasi antara variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di
dalam kegiatan sosial (X2) terhadap variabel kemiskinan (Y), korelasi antara
variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap variabel
kemiskinan (Y) dan sebagainya. Hasil yang didapat dijelaskan pada Tabel 22.
Berdasarkan Tabel 22, mengenai korelasi variabel-variabel modal sosial
dan variabel kemiskinan dapat diketahui seberapa besar korelasi yang ada. Nilai
korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti
hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan
hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan
terbalik (X naik maka Y turun) (Priyatno. 2008).
Menurut Sugiyono (2000) pedoman untuk memberikan interpretasi
koefisien korelasi sebagai berikut, 0,00 – 0,199 adalah sangat rendah, 0,20 – 0,399
adalah rendah, 0,40 – 0,599 adalah sedang, 0,60 – 0,799 adalah kuat dan 0,80 -
1,000 adalah sangat kuat. Berdasarkan pada tabel dapat diketahui beberapa
variabel yang saling berkorelasi.
80
Tabel 22. Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan
Y Spearman's rho X1 Correlation Coefficient 0.315 Sig. (2-tailed) 0.091 N 30 Spearman's rho X2 Correlation Coefficient 0.181 Sig. (2-tailed) 0.338 N 30 Spearman's rho X3 Correlation Coefficient 0.018 Sig. (2-tailed) 0.925 N 30 Spearman's rho X4 Correlation Coefficient 0.250 Sig. (2-tailed) 0.183 N 30 Spearman's rho X5 Correlation Coefficient 0.125 Sig. (2-tailed) 0.512 N 30 Spearman's rho X6 Correlation Coefficient 0.126 Sig. (2-tailed) 0.507 N 30 Spearman's rho X7 Correlation Coefficient 0.158 Sig. (2-tailed) 0.405 N 30 Spearman's rho X8 Correlation Coefficient 0.164 Sig. (2-tailed) 0.386 N 30 Spearman's rho X9 Correlation Coefficient 0.434* Sig. (2-tailed) 0.016 N 30 Spearman's rho Y Correlation Coefficient 1 Sig. (2-tailed) . N 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber : Data Primer Diolah, 2008
Pertama, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel partisipasi
sosial masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel kemiskinan (Y)
adalah 0,315. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,091
lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan
Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
81
antara variabel partisipasi masyarakat di dalam komunitas (X1) terhadap variabel
kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk
variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas yaitu kehadiran pada
pertemuan lokal, keterlibatan pada kepengurusan lokal, keaktifan dalam
kepengurusannya, aktif dalam berbagai kepanitiaan dan partisipasi dalam
pembuatan pelayanan umum atau gotong royong tidak mempunyai hubungan
yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi
langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya
variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada
pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Kedua, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel resiprositas
dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial (X2) terhadap variabel kemiskinan (Y)
adalah 0,181. Dari output tersebut, dapat diketahu besarnya probabilitas 0,338
lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan
Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
antara variabel tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial (X2)
terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
membentuk variabel resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial yaitu
seberapa sering mengambil sampah orang lain kemudian membuangnya, aktivitas
menolong orang lain dengan ikhlash, kegiatan menyumbang dana/tenaga untuk
kegiatan sosial di lingkungan, kegiatan menyumbang dana/tenaga untuk komuitas
lain kerena musibah, berinisiatif untuk tukar fikiran dan ide dengan suku berbeda
dan berinisiatif mengadakan kegiatan sosial tidak mempunyai hubungan yang erat
dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-
faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak
mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Ketiga, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel perasaan
saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah
0,018. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,925 lebih
besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
82
antara variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman (X3) terhadap
variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
membentuk variabel perasaan saling mempercayai dan rasa aman yaitu mengenai
perasaan aman apabila berjalan pada malam hari, percaya kepada banyak orang,
kepercayaan terhadap orang asing yang belum mereka kenal, rasa percaya kepada
semua tetangga adalah orang baik, percaya kepada Pemerintah, percaya kepada
LSM, kepercayaan mereka terhadap pemimpin lokal dan percaya kepada semua
tokoh agama tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan,
sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel
kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat
kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa
Panimbang Jaya.
Keempat, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel jaringan
dan koneksi dalam komunitas (X4) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah
0,250. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,183 lebih
besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
antara variabel jaringan dan koneksi dalam komunitas (X4) terhadap variabel
kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk
variabel jaringan dan koneksi dalam komunitas yaitu biasa meminta bantuan
tetangga apabila sedang kesulitan, mengunjungi dan bersilaturahmi dengan teman
yang berada dalam satu komunitas, kemauan untuk mendapatkan teman sebanyak-
banyaknya dalam komunitas, melakukan kegiatan yang menyenangkan bagi
tetangga, saling berbagi makanan dan menjenguk tetangga yang sakit tidak
mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat
mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau
turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan
yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Kelima, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel jaringan
dan koneksi antar teman dan keluarga (X5) terhadap variabel kemiskinan (Y)
adalah 0,125. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,512
lebih besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan
83
Ha (hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
antara variabel jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga (X5) terhadap
variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
membentuk variabel jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga yaitu banyak
orang yang diajak berbicara, seringnya makan bersama, melakukan kunjungan ke
keluarga/saudara, intensitas tamu yang berkunjung ke rumah dan intensitas
memberi bantuan tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel
kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor dari
variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak mempengaruhi
tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa
Panimbang Jaya.
Keenam, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel toleransi
dan kebhinekaan (X6) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah 0,126. Dari output
tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,507 lebih besar dari 0,05 (Ho
diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis alternatif)
ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi antara variabel toleransi
dan kebhinekaan (X6) terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang membentuk variabel toleransi dan kebhinekaan yaitu
perasaan menikmati adanya gaya hidup yang berbeda-beda, menerima apabila
dipimpin oleh orang dengan suku berbeda dan dapat berteman dengan orang yang
berbeda keyakinan atau agama tidak mempunyai hubungan yang erat dengan
variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung faktor-faktor
dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini tidak
mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Ketujuh, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel nilai hidup
dan kehidupan (X7) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah 0,158. Dari output
tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,405 lebih besar dari 0,05 (Ho
diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha (hipotesis alternatif)
ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi antara variabel nilai hidup
dan kehidupan (X7) terhadap variabel kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang membentuk variabel nilai hidup dan kehidupan yaitu
84
perasaan puas dengan apa yang telah dilakukan pada hidup, perasaan bahwa
masyarakat lokal terasa seperti rumah, merasa bahagia atas apa yang telah
diperoleh secara materi, merasa bahagia atas kedudukan dalam masyarakat yang
telah berhasil diraih, perasaan bebas berpendapat dan kemauan untuk
menyelesaikan suatu perselisihan dengan segera tidak mempunyai hubungan yang
erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat mempengaruhi langsung
faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau turunnya variabel ini
tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Kedelapan, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel koneksi/
jaringan kerja di luar komunitas (X8) terhadap variabel kemiskinan (Y) adalah
0,164. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya probabilitas 0,386 lebih
besar dari 0,05 (Ho diterima). Kesimpulan Ho (hipotesis nihil) diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak, dengan demikian berarti tidak terdapat korelasi
antara variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas (X8) terhadap variabel
kemiskinan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membentuk
variabel koneksi/jaringan kerja di luar komunitas yaitu merasa sebagai bagian dari
komunitas nelayan, merasa sebagai bagian dari tim saat bekerja sebagai nelayan,
memiliki teman di instansi lain yang terbangun atas jaringan kerja dan memiliki
teman di luar daerah yang berhubungan dengan pekerjaan tidak mempunyai
hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga tidak dapat
mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Artinya, naik atau
turunnya variabel ini tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan atau kesejahteraan
yang ada pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya.
Kesembilan, besarnya koefisien korelasi spearman antara variabel
partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap variabel
kemiskinan (Y) adalah 0,434. Dari output tersebut, dapat diketahui besarnya
probabilitas 0,016 lebih kecil dari 0,05 (Ho ditolak) dan satu tanda bintang
menunjukkan ada korelasi yang signifikan pada alfa 0,05. Kesimpulan Ho
(hipotesis nihil) ditolak dan Ha (hipotesis alternatif) diterima, dengan demikian
berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel partisipasi dan
keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap variabel kemiskinan (Y)
85
dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
membentuk variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas
yaitu menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu organisasi keagamaan,
menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu partai politik, menjadi pengurus
atau anggota aktif dalam suatu perkumpulan olahraga, menjadi pengurus atau
anggota aktif organisasi nelayan, atau organisasi profesi lainnya dan intensitas
menghadiri pertemuan rapat pengurus atau anggota (kelompok atau perkumpulan)
mempunyai hubungan yang erat dengan variabel kemiskinan, sehingga dapat
mempengaruhi langsung faktor-faktor dari variabel kemiskinan. Koefisien
korelasi bertanda positif menunjukkan arah korelasinya positif (searah), maknanya
adalah apabila partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas tinggi,
maka kesejahteraan yang ada akan tinggi pula (kemiskinan semakin rendah).
Begitu juga sebaliknya apabila partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar
komunitas rendah, maka kesejahteraan yang ada juga akan rendah (kemiskinan
bertambah). Artinya, naik atau turunnya variabel ini mempengaruhi tingkat
kemiskinan atau kesejahteraan yang ada pada masyarakat nelayan di Desa
Panimbang Jaya.
Berdasarkan korelasi tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel
modal sosial yang ada pada masyarakat di Desa Panimbang Jaya secara rata-rata
tidak berkorelasi secara signifikan terhadap variabel kemiskinan, kecuali pada
variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas (X9) terhadap
variabel kemiskinan (Y). Hal ini diduga karena masyarakat nelayan di Desa
Panimbang Jaya cenderung kepada bonding social capital, dimana lebih bersifat
ekslusif (ciri khasnya baik kelompok maupun anggota kelompok dalam konteks
ide, relasi dan perhatian lebih berorientasi ke dalam dibandingkan ke luar).
Mereka cenderung konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making
daripada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka (Hasbullah.
2006). Hal inilah yang kemudian membuat modal sosial yang kuat (internal)
belum bisa mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka (dalam mengurangi
kemiskinan).
86
Apa yang tidak dimiliki mereka adalah rentang radius jaringan (the radius
of networks) yang terbentuk dan menghubungkan mereka dengan kelompok-
kelompok lain lintas suku, kelas sosial dan lintas profesi serta lapangan pekerjaan.
Mereka juga miskin dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat modern yang
mengutamakan efisiensi, produktivitas dan kompetisi yang dibangun atas prinsip
pola pergaulan yang egaliter dan bebas. Konsekuensi lain dari sifat dan tipologi
ketertutupan sosial ini adalah sulitnya mengembangkan ide-ide baru, orientasi
baru dan nilai-nilai serta norma baru yang memperkaya nilai dan norma yang
telah ada. Kelompok bonding social capital yang terbentuk akhirnya memiliki
resistensi kuat terhadap perubahan. Pada situasi tertentu, kelompok ini bahkan
akan menghambat hubungan yang kreatif dengan negara, dengan kelompok lain
dan menghambat pembangunan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan
(Hasbullah. 2006).
Oleh karena itu, masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya diharapkan
mampu untuk merubah keterisolasian ini dengan membuka akses mereka ke luar,
sehingga dengan jaringan yang meningkat akan membuat mereka dapat
berinteraksi dengan masyarakat luas serta menemui stakeholder-stakeholder
potensial yang dapat memberikan sumbangsih dalam pembangunan di Desa
Panimbang Jaya, Pandeglang.
87
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ”Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan
Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang”, dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu :
1) Karakteristik modal sosial dari masyarakat nelayan di Desa Panimbang
Jaya secara rata-rata berada pada kategori sedang dan tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat nelayan mempunyai tingkat
modal sosial yang cukup baik. Khususnya modal sosial yang berkaitan
dengan tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial,
perasaan saling mempercayai dan rasa aman, jaringan dan koneksi
dalam komunitas, jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga,
toleransi dan kebhinekaan, nilai hidup dan kehidupan, dan koneksi/
jaringan kerja di luar komunitas. Sedangkan kondisi sebaliknya
ditunjukkan pada variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam
komunitas, dan partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar
komunitas. Pada kedua variabel modal sosial ini secara rata-rata
mempunyai kategori rendah dan sedang. Hal ini mengindikasikan
bahwa masyarakat di Desa Panimbang Jaya perlu mengupayakan
untuk meningkatkan partisipasi mereka baik di dalam komunitas dan di
luar komunitas. Peningkatan ini tentunya sangat bermanfaat khususnya
dalam penambahan jaringan yang ada serta akan lebih mempererat
koneksi yang terjalin juga, dengan demikian diharapkan kondisi modal
sosial yang ada semakin baik.
2) Sedangkan karakteristik kemiskinan atau kesejahteraan pada
masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya, secara rata-rata berada
pada kategori sedang. Namun, kondisi kategori sedang pada
tingkat/level kemiskinan atau kesejahteraan yang ada berada pada
kondisi yang kurang aman. Artinya fluktuasi ekonomi yang saat ini
cenderung menurun cukup membahayakan, karena tingkat kemiskinan
88
yang ada bisa saja bertambah seiring dengan kesejahteraan yang minim
secara rata-rata.
3) Kemudian korelasi yang terjadi ternyata yang terbesar dan signifikan
hanya korelasi antara variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok
di luar komunitas terhadap variabel kemiskinan/kesejahteraan. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat di Desa Panimbang Jaya perlu
meningkatkan partisipasi mereka khususnya terhadap partisipasi
keluar. Mereka perlu mendapatkan jaringan yang banyak, khususnya
jaringan ke luar yang potensial. Hal ini dikarenakan saat ini
masyarakat nelayan yang ada masih sedikit terisolasi oleh sikap
mereka yang kurang memperbanyak jaringan ke luar khususnya
dengan ikut serta aktif menjadi pengurus atau anggota suatu organisasi
keagamaan, partai politik, perkumpulan olahraga, organisasi nelayan
dan keaktifan menghadiri rapat atau pertemuan. Dimana apabila
jaringan ini nantinya bisa terbentuk, maka akses yang ada baik dari
segi peluang usaha, pendidikan, komunikasi dan sebagainya akan ikut
meningkat sehingga kemiskinan nelayan akan semakin berkurang
dengan banyaknya jaringan mereka tersebut. Akan tetapi, sementara
ini cukup sulit mengingat kondisi nelayan yang dalam pekerjaannya
sebagian besar waktu mereka adalah di laut sehingga mereka sulit
untuk membuat atau menambah jaringan darat mereka.
89
7.2. Saran
1) Masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya perlu akses ke luar
terhadap jaringan yang ada. Kondisi yang membuat mereka sulit
berkembang karena unsur minimnya akses, dengan kondisi masyarakat
nelayan yang sebagian besar waktunya berada di laut dalam mencari
nafkahnya maka upaya pendekatan masyarakat luar dan stakeholder
terkaitlah yang tampaknya lebih bisa diharapkan. Peran stakeholder
terkait ini adalah untuk menjembatani kondisi keadaan jaringan
mereka sehingga mereka bisa meningkatkan kesejahteraan dan
mengurangi kemiskinan. Pemerintah, khususnya Departemen Kelautan
dan Perikanan bisa menjadi salah satu ujung tombak, dimana mereka
perlu mengupayakan program-program tepat guna yang berkaitan
peningkatan jaringan masyarakat nelayan. Misalnya, Pemerintah
membuat rantai pemasaran hasil perikanan diperpendek dengan
mengajak para stakeholder turut berpartisipasi, sehingga akan
diperoleh jaringan pemasaran yang luas dengan harga murah untuk
konsumen (masyarakat luas) dan harga jual yang layak bagi produsen
(nelayan).
2) Selain itu, upaya lainnya adalah memberi masukan terhadap nelayan
yang terkait, agar mau meningkatkan jaringannya khususnya dengan
memperbanyak partisipasi mereka terhadap asosiasi atau organisasi
jaringan ke luar baik secara formal maupun non formal. Organisasi
yang diharapkan adalah yang memiliki potensi secara fungsional akses
ke luar, sehingga masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya bisa
menemukan stakeholder yang tepat, seperti agen pemasaran perikanan,
pemegang kebijakan pembangunan dan sebagainya.
90
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Kumpulan Makalah Pelatihan Penelitian Ilmiah Tingkat Mahir : PPs UNJ. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Anonim. 2007. Komitmen Korporat Atasi Kemiskinan. Dalam : Harian Umum Republika, 6 November 2007.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Cullen, Michelle and Harvey Whiteford. 2001. The Interrelations of Social Capital with Health and Mental Health. Discussion Paper. Mental Health and Special Programs Branch Commonwealth Department of Health and Aged Care. Canberra : The Commonwealth Australia.
Debora. 2003. Kajian Keterkaitan Pengembangan Pariwisata dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Pesisir Kawasan Tanjung Bunga. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan : Isu, Sintesis dan Gagasan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Fukuyama, F. 2002. The Great Disruption : Hakikat Manusia dan Rekonstitusi Tatanan Sosial. Yogyakarta : CV Qalam.
Hasbullah, J. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta : MR-United Press.
Kemalasari. 2005. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Migran di Desa Panimbangjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Laporan Tahun 2008 Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Laporan Tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Banten.
Lenggono, PS. 2004. Modal Sosial dalam Pengelolaan Tambak : Studi Kasus Pada Komunitas Petambak di Desa Muara Pantuan Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Manembu, I.S. 2004. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut di Pulau Gangga, Bangka dan Talise Propinsi Sulawesi Utara. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
91
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R). Jakarta : PT Pustaka Cidesindo.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Mediakom.
Ritonga, R. 2007. Sketsa Buram Pemerataan Pembangunan. Dalam : Harian Umum Republika, 29 Oktober 2007.
Sandjaja dan Albertus Heriyanto. 2006. Panduan penelitian. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta : PT Pustaka Cidesindo.
Setiawan, C. 2001. Rasa Percaya Diri Dosen : Studi Kausalitas Penghargaan Diri Dosen Tentang Kemampuannya Membuat Perencanaan, Rasa Percaya Diri Dosen dan Kepuasan Kerja Dosen Terhadap Partisipasi Dosen dalam Pengambilan Keputusan, Survei di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII Jakarta. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Solihin, A. et. al,. 2005. Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia (Bunga Rampai). Bandung : Humaniora.
Suharto, E. 2008. Pendampingan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin : Konsepsi dan Strategi.http://www.policy.hu/suharto/modul_a/ makindo_32.htm [18 Desember 2008].
Sugiyono. 2000. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Sumodiningrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial : Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
Wafa, A. 2003. Keberadaan Social Capital Pada Kelompok-kelompok Sosial : Kasus Pada Kelompok Tani Mardi Utomo dan Kelompok PKK. Tesis. Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.
Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (UU RI No. 17 Th. 2007). Jakarta : Sinar Grafika.
93
”HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN
MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG
JAYA, PANDEGLANG”
Nama Peneliti : Muhammad Iqbal Hanafri
Universitas : Institut Pertanian Bogor
PERMOHONAN
Bapak/Saudara yang saya hormati,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Sarjana (S1)
di Institut Pertanian Bogor, dan saat ini sedang dalam proses penyusunan skripsi.
Untuk keperluan tersebut dengan hormat saya memohon kesediaan dan kerelaan
Bapak/Saudara memberi bantuan dengan sudilah meluangkan waktu sejenak
menjawab dan mengisi kumpulan pertanyaan/pernyataan berikut di bawah ini.
Bapak/Saudara dimohon untuk menulis jawaban atau memberi nilai yang paling
dirasakan cocok/sesuai dengan hati nurani. Atas kesediaan dan bantuan
Bapak/Saudara saya sampaikan banyak terima kasih.
Muhammad Iqbal Hanafri
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
94
KUESIONER PENELITIAN
BAGIAN I Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan interaksi dalam
kehidupan sehari-hari. Jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Saudara bisa
dilingkari atau disilang. Semakin baik/sering maka Bapak/Saudara bisa memberi
nilai 3 atau 4, sedangkan apabila semakin buruk/jarang dengan nilai 1 atau 2.
Terima kasih.
A. Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas
1) Apakah Bapak/Saudara sering menghadiri pertemuan di lingkungan lokal
dalam 6 bulan terakhir (rapat RT, rapat RW, arisan dan sejenisnya)?
Tidak, tidak pernah Ya, sering
1 2 3 4
2) Apakah Bapak/Saudara terlibat dalam kepengurusan atau keanggotaan
organisasi lokal?
Tidak, sama sekali Ya, beberapa (minimal 3)
1 2 3 4
3) Apakah Bapak/Saudara sangat aktif dalam kepengurusan atau
keanggotaan organisasi lokal?
Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif
1 2 3 4
4) Dalam 1 tahun terakhir, pernahkan Bapak/Saudara bersama masyarakat di
lingkungan tempat tinggal menjadi panitia dalam suatu kegiatan?
Tidak, sama sekali Ya, sering sekali (min 3)
1 2 3 4
5) Apakah Bapak/Saudara pernah ikut berpartisipasi untuk membantu
pembuatan pelayanan umum atau bergotong-royong yang baru di
lingkungannya, dalam 1 tahun terakhir?
Tidak, tidak pernah Ya, beberapa kali (min 3)
1 2 3 4
95
B. Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial
6) Apakah Bapak/Saudara pernah mengambil sampah orang lain yang
berada di tempat umum kemudian membuangnya?
Tidak, sama sekali Ya, sering
1 2 3 4
7) Apakah dengan menolong orang lain, berarti kita juga menolong diri kita
sendiri dalam jangka panjang. Apakah Bapak/Saudara setuju?
Tidak, tidak setuju Ya, sangat setuju
1 2 3 4
8) Apakah Bapak/Saudara pernah menyumbang dana atau tenaga secara
spontan untuk suatu kegiatan sosial yang diadakan di lingkungan tempat
tinggal, dalam 1 tahun terakhir?
Tidak, tidak pernah Ya, sering (min 3)
1 2 3 4
9) Apakah Bapak/Saudara pernah menyumbang dana atau tenaga pada
kejadian musibah yang menimpa komunitas lain?
Tidak, tidak pernah Ya, sering
1 2 3 4
10) Apakah Bapak/Saudara pernah berinisiatif untuk bertukar pikiran dan ide
dengan teman yang tidak berasal dari suku yang sama?
Tidak, tidak pernah Ya, sering
1 2 3 4
11) Apakah Bapak/Saudara pernah melakukan inisiatif untuk mengadakan
kegiatan sosial di dalam komunitas dan di luar komunitas?
Tidak, tidak pernah Ya, sering
1 2 3 4
C. Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman
12) Apakah Bapak/Saudara merasa aman berjalan pada malam hari?
Tidak, tidak aman Ya, sangat aman
1 2 3 4
96
13) Apakah Bapak/Saudara setuju kebanyakan orang bisa dipercaya?
Tidak, tidak setuju Ya, sangat setuju
1 2 3 4
14) Jika ada seseorang yang mobilnya mengalami kerusakan di depan rumah,
apakah Bapak/Saudara akan mempersilakannya untuk istirahat sebentar
di rumah?
Tidak, sama sekali Ya, pasti (tanpa ragu-ragu)
1 2 3 4
15) Apakah lingkungan tempat tinggal Bapak/Saudara mempunyai reputasi
sebagai tempat yang sangat aman? (TIDAK VALID)
Tidak, sama sekali Ya, sangat aman
1 2 3 4
16) Apakah Bapak/Saudara percaya bahwa tetangga semuanya adalah orang
yang baik?
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
17) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada pemerintah saat ini?
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
18) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada anggota legislatif (DPR/MPR)
sebagai wakil rakyat? (TIDAK VALID)
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
19) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang ada saat ini?
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
20) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada kinerja pemimpin lokal (kepala
desa, kepala camat, dll.)?
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
97
21) Apakah Bapak/Saudara percaya kepada semua tokoh agama yang berada
baik di dalam maupun di luar komunitas?
Tidak, sama sekali Ya, sangat percaya
1 2 3 4
D. Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas
22) Ketika Bapak/Saudara menjaga anak, kemudian tiba-tiba ada keperluan
untuk keluar, apakah Bapak/Saudara biasa meminta bantuan ke tetangga
untuk menjaga anak anda?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
23) Apakah Bapak/Saudara mengunjungi dan bersilaturahmi dengan teman
yang berada dalam komunitas yang sama seminggu terakhir?
Tidak, sama sekali Ya, berkali-kali (10<)
1 2 3 4
24) Apakah Bapak/Saudara berusaha mendapatkan teman sebanyak-
banyaknya dari dalam lingkungan komunitas?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
25) Apakah Bapak/Saudara melakukan pekerjaan yang menyenangkan bagi
tetangga selama 6 bulan terakhir?
Tidak, sama sekali Ya, sering
1 2 3 4
26) Apakah Bapak/Saudara saling memberi makanan dengan sesama tetangga
selama 6 bulan terakhir?
Tidak, sama sekali Ya, sering (10<)
1 2 3 4
27) Dalam 6 bulan terakhir, apakah Bapak/Saudara pernah menjenguk
tetangga yang sakit?
Tidak, tidak pernah Ya, sering (min 5)
1 2 3 4
98
E. Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga
28) Berapa banyak orang yang Bapak/Saudara ajak bicara selama 24 jam,
kemarin?
Tidak, tidak ada Ya, banyak (10<)
1 2 3 4
29) Pada saat waktu santai apakah Bapak/Saudara sering makan bersama
siang/malam dengan keluarga atau teman, dalam seminggu terakhir?
Tidak, tidak pernah Ya, sering (10<)
1 2 3 4
30) Apakah Bapak/Saudara sering pergi untuk mengunjungi keluarga/
saudara?
Tidak, jarang sekali Ya, sering
1 2 3 4
31) Apakah Bapak/Saudara di rumah sering kedatangan tamu, baik dari
keluarga atau teman dekat, dalam satu minggu terakhir?
Tidak, tidak ada Ya, sering sekali (10<)
1 2 3 4
32) Apakah Bapak/Saudara sering memberi bantuan, kepada teman dekat atau
kesalah satu anggota keluarga?
Tidak, jarang sekali Ya, sering sekali
1 2 3 4
F. Toleransi dan Kebhinekaan
33) Apakah menurut Bapak/Saudara hidup dengan banyak suku dan budaya
pasti membuat hidup lebih baik? (TIDAK VALID)
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
34) Apakah Bapak/Saudara benar-benar menikmati hidup diantara orang-
orang dengan gaya hidup berbeda-beda?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
99
35) Jika ada orang tak dikenal (orang yang asing), melewati jalanan tempat
Bapak/Saudara, apakah mereka akan pasti diterima oleh tetangga-
tetangga disini? (TIDAK VALID)
Tidak, tidak mudah diterima Ya, pasti
1 2 3 4
36) Apakah Bapak/Saudara dapat menerima apabila dipimpin oleh orang dari
suku yang berbeda ketika bekerja (sebagai nelayan)?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
37) Apakah Bapak/Saudara dapat berteman dengan mereka yang berlainan
agama atau keyakinan?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
G. Nilai Hidup dan Kehidupan
38) Apakah Bapak/Saudara merasa bernilai bagi masyarakat (dibutuhkan
masyarakat)? (TIDAK VALID)
Tidak, sama sekali Ya, sangat bernilai
1 2 3 4
39) Apabila Bapak/Saudara meninggal esok, apakah anda merasa puas
dengan apa yang telah anda lakukan pada hidup anda (baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain)?
Tidak, tidak puas Ya, sangat puas
1 2 3 4
40) Apakah masyarakat lokal di sini terasa seperti rumah bagi Bapak/
Saudara?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
100
41) Apakah Bapak/Saudara merasa bahagia atas apa yang telah diperoleh
secara materi?
Tidak, tidak bahagia Ya, bahagia
1 2 3 4
42) Apakah Bapak/Saudara merasa bahagia atas kedudukan dalam
masyarakat yang telah berhasil diraih?
Tidak, tidak bahagia Ya, bahagia
1 2 3 4
43) Jika Bapak/Saudara tidak setuju tetapi orang lain setuju terhadap suatu
hal, apakah Bapak/Saudara merasa bebas untuk berbicara?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
44) Apabila Bapak/Saudara berselisih dengan tetangga, apakah anda mau
untuk cepat menyelesaikannya (berbaikan)?
Tidak Ya, pasti (dengan cepat)
1 2 3 4
H. Koneksi/jaringan kerja di Luar Komunitas
45) Apakah Bapak/Saudara merasa sebagai bagian dari komunitas nelayan di
daerah ini?
Tidak, tidak merasa Ya, pasti
1 2 3 4
46) Apakah Bapak/Saudara merasa sebagai bagian dari tim, saat bekerja
sebagai nelayan?
Tidak, sama sekali Ya, pasti
1 2 3 4
47) Apakah Bapak/Saudara merasa semua nelayan yang bekerja di sini adalah
teman? (TIDAK VALID)
Tidak, sama sekali Ya, pasti (semuanya)
1 2 3 4
101
48) Apakah Bapak/Saudara memiliki teman di instansi lain yang terbangun
atas jaringan kerja (sebagai nelayan)?
Tidak, sama sekali Ya, ada beberapa
1 2 3 4
49) Apakah Bapak/Saudara memiliki teman di luar daerah yang berhubungan
dengan pekerjaan (nelayan)?
Tidak, sama sekali Ya, ada beberapa
1 2 3 4
I. Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas
50) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu
organisasi keagamaan?
Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif
1 2 3 4
51) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu
partai politik?
Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif
1 2 3 4
52) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif dalam suatu
perkumpulan olahraga?
Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif
1 2 3 4
53) Apakah Bapak/Saudara menjadi pengurus atau anggota aktif organisasi
nelayan, atau organisasi profesi lainnya?
Tidak, sama sekali Ya, sangat aktif
1 2 3 4
54) Apakah Bapak/Saudara sering menghadiri pertemuan rapat pengurus atau
anggota (kelompok atau perkumpulan) selama 6 bulan terakhir?
Tidak, sama sekali Ya, sering
1 2 3 4
102
BAGIAN II Pertanyaan di bawah ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkat
kesejahteraan. Jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Saudara bisa diberi
tanda silang atau ceklis di dalam kotak. Terima kasih.
1) Berapakah tingkat pendapatan Bapak/Saudara rata-rata per bulannya?
Dibawah Rp 700.000,- per bulan
Antara Rp 700.000,- sampai 1.000.000,- per bulan
Diatas Rp 1.000.000,- per bulan
2) Berapakah tingkat konsumsi atau pengeluaran Bapak/Saudara rata-rata
per bulannya?
Dibawah Rp 450.000,- per bulan
Antara Rp 450.000,- sampai 700.000,- per bulan
Diatas Rp 700.000,- per bulan
3) Bagaimana tingkat pendidikan keluarga anda saat ini?
Kurang dari 30% jumlah anggota keluarga tamat SD
Antara 30% - 60% jumlah anggota keluarga tamat SD
Lebih 60% jumlah anggota keluarga tamat SD
4) Kondisi rumah anda : a) Atap :
Daun
Sirap
Seng
Asbes
Genteng
b) Bilik :
Bambu
Bambu dan Kayu
Kayu
Setengah tembok
103
Tembok
c) Status :
Numpang
Sewa
Milik sendiri
d) Lantai :
Tanah
Papan
Plester
Ubin
Porselin
e) Luas rumah Bapak/Saudara :
Sempit [ < 50 m2 ]
Sedang [ 50 – 100 m2 ]
Luas [ > 100 m2 ]
5) Fasilitas rumah anda : a) Pekarangan/halaman rumah :
Sempit [ < 50 m2 ]
Sedang [ 50 – 100 m2 ]
Luas [ > 100 m2 ]
b) Hiburan :
Radio
Tape recorder
Televisi
Video
c) Pendingin :
Alam
Kipas angin
104
Lemari es
AC
d) Sumber penerangan :
Lampu tempel
Petromak
Listrik
e) Bahan bakar :
Kayu
Minyak tanah
Gas
f) Sumber air :
Sungai
Air hujan
Mata air
Sumur
PAM
g) MCK :
Kebun
Sungai/laut
Kamar mandi umum
Kamar mandi sendiri
DATA DIRI :
1. Nama Bapak/Saudara : ..................................................................................
2. Umur Bapak/Saudara : ............... tahun
3. Asal daerah/suku : ................................
4. Tingkat pendidikan terakhir Bapak/Saudara .................................................
105
1) INPUT DATA MODAL SOSIAL PADA UJI COBA
No. Nama Skor Modal Sosial
X1 X2
1 2 3 4 5 ∑ 6 7 8 9 10 11 ∑
1 Taspan 3 1 1 4 4 13 1 4 4 3 4 4 20
2 Sajum 4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 4 24
3 Kamsi 4 2 2 1 4 13 4 4 4 4 4 4 24
4 Sarif 1 4 2 2 4 13 2 4 4 1 4 2 17
5 Santa 1 2 4 4 4 15 2 4 4 2 4 4 20
6 Afif 2 1 1 1 4 9 1 4 4 1 2 1 13
Skor Modal Sosial
X3 X4
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 ∑ 22 23 24 25 26 27 ∑
4 2 4 4 4 2 3 1 2 4 30 4 4 4 4 4 4 24
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 2 4 3 4 4 4 21
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 4 4 4 4 4 4 24
3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 37 4 4 4 4 4 2 22
2 1 4 4 2 2 2 2 4 4 27 3 4 4 4 4 4 23
4 2 4 4 4 3 2 2 4 4 33 4 4 4 2 4 2 20
Skor Modal Sosial
X5 X6
28 29 30 31 32 ∑ 33 34 35 36 37 ∑
4 4 3 4 4 19 4 3 3 3 3 16
4 4 2 4 4 18 4 4 2 4 4 18
4 4 2 4 4 18 4 3 4 4 4 19
4 2 4 4 3 17 4 4 4 4 4 20
4 4 4 4 2 18 4 2 3 2 3 14
4 4 4 4 3 19 4 4 2 4 4 18
Skor Modal Sosial
X7 X8 X9
38 39 40 41 42 43 44 ∑ 45 46 47 48 49 ∑ 50 51 52 53 54 ∑
3 4 4 4 4 4 4 27 4 4 4 4 4 20 2 2 1 4 4 13
4 1 4 4 4 4 4 25 4 4 4 4 4 20 1 1 4 4 4 14
3 4 4 4 4 4 4 27 4 4 4 4 4 20 3 1 1 3 3 11
4 1 4 4 4 2 4 23 4 1 4 4 4 17 1 1 4 3 1 10
4 4 2 2 2 1 4 19 2 1 4 1 1 9 1 1 4 1 4 11
2 1 4 4 4 2 4 21 4 4 4 4 4 20 1 1 1 1 1 5
Lampiran 2 Input data uji coba dan penelitian
106
2) INPUT DATA MODAL SOSIAL PENELITIAN
No. Nama Skor Modal Sosial
X1 X2
1 2 3 4 5 ∑ 6 7 8 9 10 11 ∑
1 Tohari 4 4 2 4 4 18 1 3 4 2 4 4 18
2 Iyus 3 1 1 2 1 8 1 4 2 1 1 1 10
3 Waryim 2 1 1 1 1 6 4 3 1 1 4 1 14
4 Usep 2 1 1 1 3 8 2 1 4 1 4 1 13
5 Rawal 3 3 4 1 4 15 4 3 4 3 4 4 22
6 Edi 4 2 3 4 4 17 4 4 4 4 4 4 24
7 Sukardi 1 4 2 1 1 9 1 4 4 1 4 4 18
8 Sumana 1 1 1 4 2 9 2 4 4 4 1 4 19
9 Salim 3 2 4 2 2 13 4 4 4 4 1 4 21
10 Heri 1 2 2 1 4 10 2 3 4 1 4 2 16
11 Harli 2 1 1 3 4 11 4 4 4 2 4 4 22
12 Pupun Saepudin 4 4 3 1 2 14 4 3 4 1 4 4 20
13 Ujang 2 1 1 1 2 7 2 4 4 1 1 2 14
14 Dulkafi 1 1 1 1 4 8 2 4 4 4 4 4 22
15 Tarjan 1 1 1 1 3 7 1 3 4 1 4 4 17
16 Jayadi 3 1 1 1 3 9 1 4 4 3 2 1 15
17 Agus Supriadi 3 1 1 1 3 9 1 1 3 4 4 3 16
18 Wartim 1 1 1 1 2 6 3 4 4 1 1 1 14
19 Ahmad Suheni 3 1 1 4 4 13 3 4 2 3 3 3 18
20 Jamnuri 3 1 1 1 4 10 1 1 4 4 1 1 12
21 Tata 1 1 1 1 4 8 2 3 4 2 3 1 15
22 Kurniawan 3 1 1 4 4 13 4 3 4 4 4 4 23
23 Ahmad Maskuri 4 4 3 4 2 17 4 4 4 1 4 3 20
24 Amsori 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22
25 Rudi 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22
26 Didin 1 1 1 1 3 7 4 4 4 3 4 3 22
27 Wartim 1 1 1 2 3 8 1 4 4 1 3 1 14
28 Yadi 3 1 1 3 3 11 4 4 4 4 4 3 23
29 Umar 1 1 1 1 3 7 1 4 4 1 4 3 17
30 Warsono 3 1 1 4 2 11 4 4 3 1 4 2 18
107
Skor Modal Sosial
X3 X4
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 ∑ 22 23 24 25 26 27 ∑
3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 28 3 4 3 4 4 4 22
3 1 3 4 2 2 3 1 2 3 24 1 3 3 1 3 2 13
3 3 4 3 2 2 2 3 2 3 27 4 2 4 1 3 2 16
3 3 1 4 2 3 2 3 4 2 27 1 3 4 2 4 2 16
3 4 4 3 3 3 2 1 3 4 30 1 4 4 4 4 1 18
3 2 4 3 2 2 2 2 3 3 26 1 4 4 4 4 4 21
4 2 4 1 2 3 3 2 3 2 26 4 2 3 4 4 4 21
2 1 3 3 3 2 2 3 2 4 25 4 4 4 4 4 4 24
2 2 3 4 3 2 2 1 3 3 25 2 1 4 4 4 4 19
3 2 4 3 3 1 2 1 2 3 24 4 4 4 4 4 4 24
3 2 4 2 2 3 3 2 3 3 27 1 4 4 3 4 4 20
3 1 4 3 3 3 2 3 4 4 30 4 4 4 4 4 2 22
4 4 4 4 3 1 1 2 2 4 29 4 4 4 2 4 2 20
3 4 4 3 4 2 2 1 4 3 30 1 4 3 4 4 4 20
2 3 2 3 2 4 2 3 3 3 27 4 4 2 3 4 4 21
3 1 1 4 3 3 1 1 4 4 25 1 4 4 2 4 3 18
4 2 3 4 3 3 1 1 4 2 27 1 4 4 4 4 1 18
3 3 4 3 2 4 4 2 4 3 32 2 1 1 2 1 2 9
4 2 3 3 3 3 1 2 3 3 27 1 1 3 2 4 1 12
3 3 3 3 2 2 1 1 1 2 21 2 1 4 2 2 1 12
4 2 2 4 2 2 3 1 4 4 28 4 1 3 3 3 3 17
2 2 4 2 2 2 3 2 1 1 21 4 4 4 2 4 1 19
3 2 4 3 3 4 3 3 2 4 31 3 4 3 4 3 4 21
3 2 2 3 3 1 2 2 2 4 24 4 4 4 4 4 1 21
3 2 2 3 3 1 2 4 2 4 26 4 4 4 4 4 1 21
3 2 2 3 3 1 2 4 2 4 26 4 4 4 4 4 1 21
3 3 4 4 3 2 2 2 2 4 29 3 4 4 3 3 3 20
4 3 4 3 3 3 1 4 4 4 33 3 2 4 4 4 2 19
3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 36 1 4 4 4 4 4 21
3 1 3 3 4 4 1 1 3 4 27 1 3 4 3 1 3 15
108
Skor Modal Sosial
X5 X6
28 29 30 31 32 ∑ 33 34 35 36 37 ∑
4 3 4 2 3 16 4 1 3 4 1 13
2 3 2 4 3 14 3 1 2 1 3 10
4 2 4 3 2 15 2 4 4 3 4 17
3 2 4 1 2 12 4 2 3 4 4 17
4 4 4 3 1 16 4 3 4 4 1 16
4 4 4 3 3 18 4 4 2 3 4 17
4 2 4 2 4 16 4 4 3 4 4 19
4 4 4 4 4 20 3 4 2 4 3 16
4 4 4 2 4 18 4 4 2 3 4 17
4 4 4 4 4 20 3 4 4 4 4 19
4 4 4 4 3 19 3 4 4 4 4 19
4 2 4 4 3 17 4 4 3 4 4 19
4 2 4 4 2 16 4 4 3 4 4 19
4 4 3 4 4 19 4 3 4 3 4 18
2 2 4 4 3 15 3 2 3 4 3 15
3 4 4 4 4 19 4 1 4 1 1 11
4 4 1 3 4 16 1 4 4 4 4 17
2 3 1 1 3 10 4 2 3 4 4 17
1 4 3 4 3 15 4 1 2 4 4 15
1 1 4 3 3 12 2 2 4 2 4 14
2 1 1 4 2 10 3 4 4 3 4 18
4 4 4 2 4 18 4 2 3 4 4 17
2 4 4 2 4 16 2 4 3 4 2 15
4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18
4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18
4 4 4 1 4 17 4 4 3 4 3 18
4 4 4 4 4 20 4 4 3 4 4 19
2 4 4 2 3 15 4 4 4 4 4 20
4 4 4 1 2 15 2 2 3 3 4 14
4 4 4 4 4 20 4 4 4 4 4 20
109
Skor Modal Sosial
X7 X8 X9
38 39 40 41 42 43 44 ∑ 45 46 47 48 49 ∑ 50 51 52 53 54 ∑
4 1 2 1 4 4 3 19 3 4 4 4 4 19 3 3 3 2 4 15
2 2 4 1 2 4 3 18 1 2 3 1 4 11 1 1 3 3 4 12
2 1 4 1 4 2 4 18 3 1 4 1 4 13 1 1 1 2 4 9
2 1 3 1 3 1 3 14 4 4 2 1 4 15 2 2 2 1 2 9
4 1 4 3 4 2 4 22 4 3 4 4 1 16 4 1 4 4 3 16
2 1 2 4 3 2 4 18 3 4 3 4 4 18 2 1 3 3 4 13
2 1 3 4 3 4 3 20 4 4 4 1 4 17 1 1 1 3 2 8
4 4 4 2 3 3 3 23 3 2 2 2 2 11 3 1 3 2 1 10
3 3 4 4 3 4 4 25 3 4 3 1 3 14 4 1 1 1 1 8
2 1 4 4 4 4 4 23 4 4 4 4 4 20 3 4 3 3 2 15
1 1 4 4 4 4 4 22 4 4 4 3 4 19 4 1 4 1 2 12
4 1 4 1 4 4 4 22 4 4 4 2 4 18 1 1 2 1 4 9
1 1 4 1 4 4 4 19 4 4 4 4 4 20 1 1 2 1 2 7
3 4 4 4 4 4 3 26 4 4 4 4 4 20 1 1 3 2 4 11
1 1 2 1 1 2 3 11 3 2 4 1 4 14 1 1 1 3 2 8
3 1 1 1 4 4 4 18 4 4 4 1 1 14 1 1 1 1 1 5
3 1 1 2 3 1 4 15 1 4 4 1 4 14 1 1 1 1 4 8
2 4 4 4 1 4 4 23 1 4 4 1 1 11 3 1 1 1 1 7
2 1 4 3 4 2 4 20 4 4 4 1 3 16 1 1 1 2 1 6
3 3 3 4 3 2 4 22 2 1 4 1 1 9 1 1 1 1 1 5
2 1 1 2 1 1 4 12 1 4 4 1 1 11 1 1 1 1 1 5
4 4 4 3 4 1 4 24 4 4 4 4 1 17 1 1 1 1 1 5
3 1 4 3 4 1 3 19 4 4 3 1 4 16 2 3 2 2 2 11
1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8
1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8
1 3 4 4 4 4 4 24 1 4 4 1 4 14 1 1 4 1 1 8
1 1 4 3 4 1 3 17 4 4 4 1 4 17 1 1 1 1 1 5
4 4 4 4 4 1 4 25 4 4 4 4 3 19 1 1 2 1 4 9
2 4 4 3 4 2 4 23 1 4 4 1 1 11 4 1 1 1 1 8
1 1 4 4 4 3 4 21 4 4 4 4 1 17 2 1 2 1 3 9
110
3) INPUT DATA KEMISKINAN/KESEJAHTERAAN PENELITIAN
No. Nama Umur Suku Pendidikan (Thn)
1 Tohari 25 Sunda SMP
2 Iyus 28 Cirebon SMP
3 Waryim 30 Panimbang < SD
4 Usep 20 Panimbang SMP
5 Rawal 60 Brebes < SD
6 Edi 30 Brebes SMA
7 Sukardi 35 Indramayu SD
8 Sumana 40 Brebes < SD
9 Salim 43 Panimbang < SD
10 Heri 32 Brebes SMA
11 Harli 30 Indramayu SMA
12 Pupun Saepudin 37 Indramayu < SD
13 Ujang 24 Indramayu SD
14 Dulkafi 35 Indramayu SD
15 Tarjan 50 Indramayu < SD
16 Jayadi 20 Panimbang SD
17 Agus Supriadi 29 Serang SMA
18 Wartim 33 Panimbang < SD
19 Ahmad Suheni 60 Brebes SMA
20 Jamnuri 54 Brebes < SD
21 Tata 37 Panimbang < SD
22 Kurniawan 24 Brebes < SD
23 Ahmad Maskuri 37 Brebes SD
24 Amsori 38 Brebes < SD
25 Rudi 20 Brebes SD
26 Didin 21 Brebes SD
27 Wartim 30 Indramayu < SD
28 Yadi 47 Sunda SD
29 Umar 52 Indramayu < SD
30 Warsono 34 Panimbang SMA
111
Skor Kesejahteraan Total N
1 2 3 4 5
a b c d e ∑ N a b c d e f g ∑ N
2 3 3 5 5 3 3 2 18 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 13 3
1 2 3 5 3 3 3 2 16 2 1 4 2 3 2 4 3 19 2 10 2
1 2 2 5 2 1 3 1 12 2 1 4 1 3 2 4 3 18 2 9 2
2 3 3 2 2 2 3 1 10 1 1 3 2 3 1 4 4 18 2 11 2
1 1 1 5 1 3 1 1 11 2 1 1 1 3 1 5 3 15 2 7 1
1 1 3 5 5 3 3 1 17 3 1 1 1 3 2 4 4 16 2 10 2
2 3 2 5 5 3 5 2 20 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2
1 1 3 5 5 3 1 3 17 3 1 3 2 3 2 4 3 18 2 10 2
3 2 2 5 5 3 5 2 20 3 2 3 2 3 2 5 4 21 3 13 3
2 3 3 5 2 1 1 2 11 2 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2
2 3 3 4 5 3 5 2 19 3 2 4 2 3 2 4 4 21 3 14 3
3 3 2 5 4 1 3 1 14 2 1 4 3 3 2 5 4 22 3 13 3
1 1 3 2 1 3 3 1 10 1 1 4 2 3 2 4 4 20 2 8 1
3 3 3 5 2 3 3 1 14 2 1 3 1 3 2 4 4 18 2 13 3
1 3 3 5 5 3 5 2 20 3 1 4 2 3 2 4 4 20 2 12 2
1 1 1 1 2 3 2 2 10 1 2 3 1 3 2 4 4 19 2 6 1
3 2 1 1 2 2 1 1 7 1 1 3 1 3 2 5 3 18 2 9 2
1 2 1 5 3 3 3 1 15 2 1 3 1 3 2 4 4 18 2 8 1
2 2 2 5 5 3 5 3 21 3 3 3 2 3 2 5 4 22 3 12 1
3 3 3 5 5 3 5 3 21 3 2 3 3 3 2 5 4 22 3 15 3
1 2 1 5 5 3 3 2 18 3 1 3 1 3 2 4 3 17 2 9 2
1 1 2 1 1 2 2 1 7 1 1 3 1 3 2 5 3 18 2 7 1
3 2 3 5 5 1 3 2 16 2 1 4 3 3 3 5 4 23 3 13 3
3 1 3 5 5 3 5 2 20 3 2 3 2 3 2 3 4 19 2 12 2
3 1 2 5 5 1 5 2 18 3 2 3 2 3 2 3 4 19 2 11 2
2 1 3 5 5 1 3 1 15 2 1 3 1 3 1 4 4 17 2 10 2
2 2 1 1 1 3 3 2 10 1 1 3 1 3 2 5 4 19 2 8 1
3 2 2 5 2 3 3 3 16 2 1 2 2 3 2 5 4 19 2 11 2
3 3 1 5 1 3 3 2 14 2 2 2 1 3 2 4 4 18 2 11 2
3 3 3 4 5 2 4 1 16 2 2 2 2 3 2 5 4 20 2 13 3
112
A. VALIDITAS UJI COBA
1) Validitas X1 TOTAL
ITEM1 Pearson Correlation 0.383 Sig. (2-tailed) 0.454 N 6 ITEM2 Pearson Correlation 0.664 Sig. (2-tailed) 0.15 N 6 ITEM3 Pearson Correlation 0.827* Sig. (2-tailed) 0.042 N 6 ITEM4 Pearson Correlation 0.689 Sig. (2-tailed) 0.13 N 6 ITEM5 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
2) Validitas X2 TOTAL
ITEM6 Pearson Correlation 0.820* Sig. (2-tailed) 0.046 N 6 ITEM7 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 1 ITEM8 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM9 Pearson Correlation 0.927** Sig. (2-tailed) 0.008 N 6 ITEM10 Pearson Correlation 0.773 Sig. (2-tailed) 0.072 N 6 ITEM11 Pearson Correlation 0.902* Sig. (2-tailed) 0.014 N 6
TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
3) Validitas X3 TOTAL
ITEM12 Pearson Correlation 0.554 Sig. (2-tailed) 0.254 N 6 ITEM13 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM14 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM15 Pearson Correlation -0.23 Sig. (2-tailed) 0.665 N 6 ITEM16 Pearson Correlation 0.681 Sig. (2-tailed) 0.136 N 6 ITEM17 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM18 Pearson Correlation 0.848* Sig. (2-tailed) 0.033 N 6 ITEM19 Pearson Correlation 0.888* Sig. (2-tailed) 0.018 N 6 ITEM20 Pearson Correlation 0.409 Sig. (2-tailed) 0.421 N 6 ITEM21 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
4) Validitas X4 TOTAL
ITEM22 Pearson Correlation 0.293
Lampiran 3 Validitas dan reliabilitas uji coba
113
Sig. (2-tailed) 0.573 N 6 ITEM23 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM24 Pearson Correlation 0.400 Sig. (2-tailed) 0.432 N 6 ITEM25 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM26 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM27 Pearson Correlation 0.632 Sig. (2-tailed) 0.178 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
5) Validitas X5 TOTAL
ITEM28 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM29 Pearson Correlation 0.759 Sig. (2-tailed) 0.08 N 6 ITEM30 Pearson Correlation -0.05 Sig. (2-tailed) 0.932 N 6 ITEM31 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM32 Pearson Correlation 0.217 Sig. (2-tailed) 0.68 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
6) Validitas X6 TOTAL
ITEM33 Pearson Correlation .(a)
Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM34 Pearson Correlation 0.791 Sig. (2-tailed) 0.061 N 6 ITEM35 Pearson Correlation 0.309 Sig. (2-tailed) 0.551 N 6 ITEM36 Pearson Correlation 0.937** Sig. (2-tailed) 0.006 N 6 ITEM37 Pearson Correlation 0.893* Sig. (2-tailed) 0.016 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
7) Validitas X7 TOTAL
ITEM38 Pearson Correlation -0.1 Sig. (2-tailed) 0.851 N 6 ITEM39 Pearson Correlation 0.224 Sig. (2-tailed) 0.67 N 6 ITEM40 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM41 Pearson Correlation 0.700 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM42 Pearson Correlation 0.7 Sig. (2-tailed) 0.122 N 6 ITEM43 Pearson Correlation 0.952** Sig. (2-tailed) 0.003 N 6 ITEM44 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
114
8) Validitas X8 TOTAL
ITEM45 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM46 Pearson Correlation 0.819* Sig. (2-tailed) 0.046 N 6 ITEM47 Pearson Correlation .(a) Sig. (2-tailed) . N 6 ITEM48 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 ITEM49 Pearson Correlation 0.962** Sig. (2-tailed) 0.002 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
9) Validitas X9 TOTAL
ITEM50 Pearson Correlation 0.228 Sig. (2-tailed) 0.663 N 6 ITEM51 Pearson Correlation 0.364 Sig. (2-tailed) 0.478 N 6 ITEM52 Pearson Correlation 0.349 Sig. (2-tailed) 0.498 N 6 ITEM53 Pearson Correlation 0.761 Sig. (2-tailed) 0.079 N 6 ITEM54 Pearson Correlation 0.807 Sig. (2-tailed) 0.052 N 6 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 6
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). a Cannot be computed because at least one of the variables is constant.
115
B. RELIABILITAS UJI COBA
1) Reliabilitas X1 Cronbach's Alpha N of Items
0.521 4
2) Reliabilitas X2 Cronbach's Alpha N of Items
0.871 4
3) Reliabilitas X3 Cronbach's Alpha N of Items
0.889 7
4) Reliabilitas X4 Cronbach's Alpha N of Items
0.390 3
5) Reliabilitas X5 Tidak ada, karena jumlah kuisioner valid hanya 1
6) Reliabilitas X6 Cronbach's Alpha N of Items
0.643 4
7) Reliabilitas X7 Cronbach's Alpha N of Items
0.869 3
8) Reliabilitas X8 Cronbach's Alpha N of Items
0.918 4
9) Reliabilitas X9 Cronbach's Alpha N of Items
0.351 4
N = 6 r tabel = 0.729
(uji 2 sisi)
116
A. VALIDITAS PENELITIAN
1) Validitas X1 TOTAL
ITEM1 Pearson Correlation 0.805** Sig. (2-tailed) 8E-08 N 30 ITEM2 Pearson Correlation 0.676** Sig. (2-tailed) 4E-05 N 30 ITEM3 Pearson Correlation 0.701** Sig. (2-tailed) 2E-05 N 30 ITEM4 Pearson Correlation 0.657** Sig. (2-tailed) 8E-05 N 30 ITEM5 Pearson Correlation 0.306 Sig. (2-tailed) 0.101 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
2) Validitas X2 TOTAL
ITEM6 Pearson Correlation 0.675** Sig. (2-tailed) 4E-05 N 30 ITEM7 Pearson Correlation 0.375* Sig. (2-tailed) 0.041 N 30 ITEM8 Pearson Correlation 0.368* Sig. (2-tailed) 0.046 N 30 ITEM9 Pearson Correlation 0.519** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM10 Pearson Correlation 0.504** Sig. (2-tailed) 0.005 N 30 ITEM11 Pearson Correlation 0.801** Sig. (2-tailed) 1E-07
N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
3) Validitas X3 TOTAL
ITEM12 Pearson Correlation 0.317 Sig. (2-tailed) 0.088 N 30 ITEM13 Pearson Correlation 0.411* Sig. (2-tailed) 0.024 N 30 ITEM14 Pearson Correlation 0.357 Sig. (2-tailed) 0.053 N 30 ITEM15 Pearson Correlation 0.207 Sig. (2-tailed) 0.273 N 30 ITEM16 Pearson Correlation 0.397* Sig. (2-tailed) 0.03 N 30 ITEM17 Pearson Correlation 0.443* Sig. (2-tailed) 0.014 N 30 ITEM18 Pearson Correlation 0.182 Sig. (2-tailed) 0.337 N 30 ITEM19 Pearson Correlation 0.399* Sig. (2-tailed) 0.029 N 30 ITEM20 Pearson Correlation 0.616** Sig. (2-tailed) 3E-04 N 30 ITEM21 Pearson Correlation 0.484** Sig. (2-tailed) 0.007 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
Lampiran 4 Validitas dan reliabilitas penelitian
117
4) Validitas X4 TOTAL
ITEM22 Pearson Correlation 0.466** Sig. (2-tailed) 0.009 N 30 ITEM23 Pearson Correlation 0.692** Sig. (2-tailed) 2E-05 N 30 ITEM24 Pearson Correlation 0.389* Sig. (2-tailed) 0.034 N 30 ITEM25 Pearson Correlation 0.709** Sig. (2-tailed) 1E-05 N 30 ITEM26 Pearson Correlation 0.670** Sig. (2-tailed) 5E-05 N 30 ITEM27 Pearson Correlation 0.455* Sig. (2-tailed) 0.011 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
5) Validitas X5 TOTAL
ITEM28 Pearson Correlation 0.652** Sig. (2-tailed) 9E-05 N 30 ITEM29 Pearson Correlation 0.660** Sig. (2-tailed) 7E-05 N 30 ITEM30 Pearson Correlation 0.537** Sig. (2-tailed) 0.002 N 30 ITEM31 Pearson Correlation 0.316 Sig. (2-tailed) 0.088 N 30 ITEM32 Pearson Correlation 0.574** Sig. (2-tailed) 9E-04 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
6) Validitas X6
TOTAL ITEM33 Pearson Correlation 0.267 Sig. (2-tailed) 0.154 N 30 ITEM34 Pearson Correlation 0.789** Sig. (2-tailed) 2E-07 N 30 ITEM35 Pearson Correlation 0.265 Sig. (2-tailed) 0.157 N 30 ITEM36 Pearson Correlation 0.684** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM37 Pearson Correlation 0.566** Sig. (2-tailed) 0.001 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
7) Validitas X7 TOTAL
ITEM38 Pearson Correlation 0.239 Sig. (2-tailed) 0.203 N 30 ITEM39 Pearson Correlation 0.683** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM40 Pearson Correlation 0.685** Sig. (2-tailed) 3E-05 N 30 ITEM41 Pearson Correlation 0.641** Sig. (2-tailed) 1E-04 N 30 ITEM42 Pearson Correlation 0.512** Sig. (2-tailed) 0.004 N 30 ITEM43 Pearson Correlation 0.444* Sig. (2-tailed) 0.014 N 30 ITEM44 Pearson Correlation 0.312 Sig. (2-tailed) 0.093
118
N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
8) Validitas X8 TOTAL
ITEM45 Pearson Correlation 0.708** Sig. (2-tailed) 1E-05 N 30 ITEM46 Pearson Correlation 0.529** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM47 Pearson Correlation 0.215 Sig. (2-tailed) 0.253 N 30 ITEM48 Pearson Correlation 0.726** Sig. (2-tailed) 6E-06 N 30 ITEM49 Pearson Correlation 0.454* Sig. (2-tailed) 0.012 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30
9) Validitas X9 TOTAL
ITEM50 Pearson Correlation 0.531** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM51 Pearson Correlation 0.525** Sig. (2-tailed) 0.003 N 30 ITEM52 Pearson Correlation 0.648** Sig. (2-tailed) 1E-04 N 30 ITEM53 Pearson Correlation 0.657** Sig. (2-tailed) 8E-05 N 30 ITEM54 Pearson Correlation 0.576** Sig. (2-tailed) 9E-04 N 30 TOTAL Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed)
N 30 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
119
B. RELIABILITAS PENELITIAN
1) Reliabilitas X1 Cronbach's Alpha N of Items
0.622 5
2) Reliabilitas X2 Cronbach's Alpha N of Items
0.543 6
3) Reliabilitas X3 Cronbach's Alpha N of Items
0.420 8
4) Reliabilitas X4 Cronbach's Alpha N of Items
0.543 6
5) Reliabilitas X5 Cronbach's Alpha N of Items
0.379 5
6) Reliabilitas X6 Cronbach's Alpha N of Items
0.585 3
7) Reliabilitas X7 Cronbach's Alpha N of Items
0.596 6
8) Reliabilitas X8 Cronbach's Alpha N of Items
0.453 4
9) Reliabilitas X9 Cronbach's Alpha N of Items
0.504 5
N = 30 r tabel = 0.361
(uji 2 sisi)