hubungan keterlibatan ayah (fathers involvement) dalam...
TRANSCRIPT
1
HUBUNGAN KETERLIBATAN AYAH (FATHERS INVOLVEMENT) DALAM
PENGASUHAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMKN 2 DI
KUPANG
OLEH
CHRISTIN NATALIA RATU
802009098
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
2
3
4
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan
dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 298 siswa yang tersebar dalam 7 jurusan yang ada.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengambilan sampling
berdasarkan petimbangan tertentu. Data penelitian ini diambil menggunakan skala perilaku
agresif dan skala keterlibatan ayah. Skala perilaku agresif terdiri dari 29 item dan 16 item
dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,880.
Skala keterlibatan ayah terdiri dari 60 item dan 37 item yang dinyatakan lolos seleksi daya
diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,899. Berdasarkan uji korelasi
menggunakan Pearson Product Moment diperoleh hasil korelasi negatif sebesar -0,136 (p <
0,05).. Hasil tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara
keterlibatan ayah dan perilaku agresif. Berdasarkan hasil uji analisis menunjukan bahwa
keterlibatan ayah berada pada kategori tinggi dan perilaku agresif berada pada kategori sedang.
Kata Kunci : Keterlibatan ayah (Fathers Involvement) dalam pengasuhan, Perilaku
Agresif
ii
Abstract
This study aims to determine the relationship between fathers' involvement in parenting with the
aggressive behavior of students SMKN 2 in Kupang. This research is quantitative. Subjects
samples are 298 students spread over 7 courses available. The sampling technique used
purposive sampling. The sampling technique based on certain considerations. The data was
taken using aggressive behavior scale and the fathers involvement scale. Aggressive behavior
scale consists of 29 items and 16 items passed the selection item discrimination power with
cronbachnya alpha coefficient 0,880. Fathers' involvement scale consists of 60 items and 37
items that passed the selection item discrimination power with cronbachnya alpha coefficient
0.899. Based on correlation test using Pearson Product Moment Correlation negative result of -
0.136 ( p < 0,05). The results showed that there was a significant negative correlation between
fathers' involvement and aggressive behavior. Based on the test results of the analysis showed
that fathers' involvement in high category and aggressive behavior in middle category.
Keywords : Aggressive behavior, Fathers involvement in parenting.
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tawuran remaja merupakan berita yang sangat sering kita dengar dan kita baca di
berbagai media di Indonesia. Seorang siswa di Makassar bahkan ditembak mati oleh seorang
polisi karena diduga terlibat tawuran (kompas.com, 23 Januari 2014). Tidak hanya Makassar,
tawuran juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Kupang, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Salah satu contohnya adalah kasus tawuran siswa yang terjadi di
SMAN 3 Kupang pada awal tahun 2013 (kompas.com, 2 Februari 2013). Rabu 12 November
2008, sejumlah siswa SMAN 1 terlibat tawuran dengan SMKN 2 dan di halaman depan
SMAN 1 (HarianTimorExpress, 14 Februari 2013). Sabtu, 2 februari 2013 kepolisian sektor
oebobo mengamankan 18 orang siswa SMA yang terlibat tawuran diantaranya siswa SMAN
3, SMAN 5 dan SMKN 2 (dalam Liputan6). Data dari polres kota Kupang (dalam nttterkini)
sekolah yang paling tinggi tingkat tawuran adalah SMKN 2 Kupang.
Polres Kota Kupang, Rabu 27 Ferbruari 2013 lalu mengadakan sosialisasi anti
tawuran ke SMA maupun SMK untuk meminimalisir tawuran tingkat pelajar. Selama ini
tawuran yang terjadi antar siswa SMA maupun SMK sering mengakibatkan hal-hal yang
tidak diinginkan, seperti korban jiwa. Sosialisasi gerakan anti tawuran oleh kepolisian Kota
Kupang diantaranya, SMKN 2 Kupang, SMAN 3 Kupang dan SMAN 1 Kupang. Sekolah-
sekolah yang telah dilakukan sosialisasi tersebut merupakan sekolah yang menjadi target
awal karena sekolah-sekolah tersebut terindikasi sering terlibat tawuran.
Tawuran hanya merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk perilaku agresif.
Beberapa bentuk perilaku agresif diantaranya, menurut Turner dan Helms (1995) juga
mengemukakan beberapa bentuk lain dari perilaku agresif seperti mengeluarkan kata-kata
6
yang menghina, berteriak, mengutuk, dan mengejek. Pada dasarnya agresivitas di kalangan
remaja menurut Saad (2003) cenderung meningkat dan meresahkan warga masyarakat
sekitar. Dalam penelitian Longitudinal terhadap remaja, Elliott (dalam Tremblay & Cairns,
2000) menemukan bahwa terdapat peningkatan tindakan kekerasan pada anak laki – laki
maupun perempuan pada usia 12 tahun sampai 17 tahun. Hal ini menunjukan bahwa pada
tahap perkembangannya, remaja tergolong rentan berperilaku agresif, terutama jika terdapat
faktor resiko yang menyertainya.
Perilaku agresif sendiri muncul oleh karena berbagai faktor, baik itu faktor internal
dari diri si remaja maupun faktor eksternal dari lingkungan di luar si remaja. Salah satu faktor
eksternal yang berperan penting dalam munculnya perilaku ini adalah keluarga (Kartono,
1995). Salah satu faktor keluarga yang diduga berhubungan dengan perilaku agresif remaja
adalah keterlibatan ayah (father’s involvement). Keterlibatan ayah pun mempunyai andil yang
besar dalam mengembangkan kemampuan anak untuk berempati, bersikap penuh kasih
sayang dan penuh perhatian, serta hubungan sosial yang lebih baik. Menurut Bloir (2002)
peran ayah penting dalam perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan Andayani & Koentjoro
(2004:96) yang menyatakan bahwa keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses
perkembangan individu, dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada
anaknya akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri,
sehingga proses perkembangan anak tersebut dapat berjalan dengan baik.
Salah satu alasan lainnya adalah karena masa remaja merupakan masa transisi dari
masa kanak-kanak dan masa dewasa (Papalia dan Olds, 2001). Tugas perkembangan remaja
menurut Havighurst (dalam Gunarsa, 1991) diantaranya, memperluas hubungan pribadi dan
berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya baik laki-laki maupun perempuan,
memperoleh peranan sosial, menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif,
memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, mencapai
7
kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memilih dan mempersiapkan
lapangan pekerjaan, mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga, dan membentuk nilai
moralitas falsafah hidup.
Keluarga merupakan primary Reference group, dimana keluarga berperan aktif
dalam membentuk dan mengembangkan tingkah laku anak. Keterlibatan orang tua dalam
kehidupan anaknya akan memiliki dampak yang panjang terhadap kesejahteraan anak (Hango
dalam Simasari, 2005). Bagaimana orang tua terlibat dengan anaknya akan mempengaruhi
perilaku pada perkembangan anak. Padahal dalam satu keluarga tidak hanya ibu yang
berperan dan berpengaruh dalam perkembangan anak, ayah juga turut andil didalamnya.
Anak yang tidak mendapatkan asuhan dan perhatian dari ayah menyebabkan
perkembangannya menjadi „pincang‟, dimana anak cenderung menurun kemampuan
akademisnya, terhambar aktivitas sosialnya, dan terbatas interaksi sosialnya (Dagun, 1990
dalam Simasari).
Tahun-tahun terakhir ini, tokoh ayah mulai mendapat perhatian dalam kaitannya
dengan pendidikan anak. Figur ayah menjadi terlihat penting dan dibutuhkan bukan sekedar
karena alasan pada saat ini perempuan lebih memiliki kesempatan untuk mengembangkan
dirinya dengan bekerja di luar rumah, sehingga waktunya untuk mengurus anak semakin
menipis. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, peran ayah memang dirasakan benar-benar
penting, dan tidak kalah pentingnya dibandingkan peran ibu (Lamb, 1992; Dagun, 1990).
Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing terutama ayah dan ibu.
Peran ayah dan ibu sangat penting bagi anak, dan seringkali peran pengasuhan dimaknai
sebagai tanggung jawab utama ibu. Namun, peran pengasuhan akan menjadi lebih optimal
apabila ayah terlibat dalam peran pengasuhan karena memang pada dasarnya peran
pengasuhan menjadi tanggungjawab ayah dan ibu. Peran pengasuhan ayah terhadap anak,
akan menjadi jelas apabila ayah menyadari perannya bagi anak. Tidak banyak ayah yang
8
mengenali perannya bagi anak, sebagian besar ayah menganggap bahwa peran mereka
terutama dalam hal memenuhi kebutuhan fisik berupa materi atau fasilitas yang dibutuhkan
anak ataupun anggota keluarga yang lain. Tidak banyak ayah yang mengenali perannya bagi
anak, sebagian besar ayah menganggap bahwa peran mereka terutama dalam hal memenuhi
kebutuhan fisik berupa materi atau fasilitas yang dibutuhkan anak ataupun anggota keluarga
yang lain (Yuwanto, 2015).
Penelitian – penelitian sebelumnya mengenai perilaku agresif banyak dilakukan,
diantaranya hasil penelitian Taganing (2008) yang menunjukkan bahwa pola asuh otoriter
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif remaja. Penelitian selanjutnya
yang dilakukan oleh Lili (dalam Syarifah & Kristina, 2012) menyimpulkan bahwa perilaku
agresif pada anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga antara lain
subjek suka berperilaku agresif verbal (Syarifah & Kristina, 2012). Penelitian tentang
Hubungan antara penggunaan metode disiplin “hukuman Fisik” oleh orang tua dengan
perilaku agresif fisik pada anak (Nurlela, 2008) menyimpulkan bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara penggunaan metode disiplin ”hukuman fisik” oleh orangtua dengan
perilaku agresif fisik padsa anak. Semakin tinggi hukuman fisik yang digunakan oleh
orangtua, semakin tinggi pula perilaku agresif fisik anak. Sebaliknya, semakin rendah
hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, maka semakin rendah pula perilaku agresif
anak. Penelitian yang dilakukan oleh Marcia J. Carison (2006), mempertegas bahwa remaja
yang ayahnya lebih terlibat dalam kehidupan mereka dan mendiskusikan pentingnya
keputusan mereka menunjukan agresi yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang
ayahnya yang kurang terlibat. Semakin besar keterlibatan ayah dalam pengasuhan maka
semakin rendah perilaku agresif yang ditunjukan oleh remaja. Penelitian yang dilakukan
Andayani terhadap figur ayah di Indonesia (Andayani & Koentjoro, 2004). Kebanyakan ayah
cenderung mengambil jarak dengan anak-anaknya. Ayah lebih sibuk dengan dunia di luar
9
rumah, termasuk dengan pekerjaannya, dan sedikit sekali bersinggungan dengan anak-
anaknya. Dengan kata lain, ayah menjadi figur yang asing bagi anak-anaknya sehingga anak
tidak berani atau enggan berurusan dengan ayah merekan dan hal ini terutama biasa
ditemukan pada anak-anak yang bermasalah.
Ahli-ahli psikologi telah lama berpendapat bahwa keterlibatan ayah dalam mengasuh
anak itu penting. Ayah akan mempengaruhi anak dengan cara yang berbeda dengan para ibu,
terutama di bidang-bidang seperti hubungan anak dengan teman sebaya dan prestasi
akademis. Penelitian selanjutnya menunjukan bahwa anak yang memiliki ayah yang mau
terlibat secara emosional dalam kehidupan anak akan menunjukan keterampilan bergaul dan
nilai akademik yang baik, sebaliknya sosok ayah yang suka menghina, meremehkan dan
memarahi, anak cenderung akan menimbulkan perilaku agresif (Subiyanto, 2004). Ayah yang
kasar secara fisik dan verbal akan memberikan bahaya yang serius. Poutler, 2004
mengungkapkan bahwa beberapa laki-laki yang melakukan tindakan, dampak negatif yang
timbul dari perilaku agresif ini menjadi daya tarik bagi peneliti untuk mengeksplorasi dan
mencari tahu lebih jauh penyebab dari perilaku ini sehingga perilaku agresif yang ditunjukan
oleh remaja diperkecil. Pleck & Hofferth;dkk, 2008) hasil penelitian tingkat keterlibatan ayah
memiliki pengaruh pada remaja dalam memecahkan masalah dipengaruhi oleh kemampuan
coping atau kemampuan diri untuk mengatasi stress, emosi dan memiliki resiliensi, termasuk
dalam kegiatan positif, kedekatan dan responsif, serta pemantauan dan pengambilan
keputusan.
Kajian dan Penelitian yang dipaparkan mendukung kesimpulan bahwa keterlibatan
ayah memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan perilaku agresif. Oleh karena itu
penulis bermaksud untuk melakukan penelitian terkait dengan hubungan keterlibatan ayah
dalam pengasuhan dengan perilaku agresif pada siswa SMK Negeri 2 Kupang.
10
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Agresif
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kusmawati, 2007) menjelaskan agresif sebagai
perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan, kegagalan dalam mencapai pemuas
atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda. Selain itu, Atkinson (1999)
menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang
lain secara fisik atau verbal atau merusak harta benda. Pengertian yang dikemukakan di atas
dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah tingkah laku manusia yang dilakukan secara
sengaja dengan tujuan untuk menyakiti manusia ataupun objek benda, baik itu secara fisik
maupun non fisik.
Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif adalah keinginan menyakiti
orang lain untuk mengeskpresikan perasaan-perasaan negatif, seperti agresi permusuhan, atau
mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif.
Aspek – aspek agresivitas
Menurut Buss dan Perry (1992), ada empat aspek dalam perilaku agresif yaitu :
1. Kemarahan (anger)
Anger merupakan suatu bentuk indirect aggresion atau agresi tidak langsung berupa
perasaan benci kepada orang lain maupun suatu hal atau karena seseorang tidak
mencapai tujuannya.
2. Permusuhan (hostility)
Permusuhan merupakan komponen negatif dalam agresivitas yang terdiri atas
perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.
11
3. Agresi fisik (psysical aggresion)
Merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan menyerang secara fisik.
4. Agresi verbal (verbal aggresion)
Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Perilaku ini bertujuan
untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang lain berupak perkataan dan
ucapan yang kasar.
Perbedaan dimensi fisik-verbal terletak pada perbedaan antara menyakiti fisik
(tubuh) orang lain dan menyerang dengan kata-kata. Perbedaan dimensi aktif-pasif adalah
pada perbedaan antara tindakan nyata dan kegagalan untuk bertindak. Sementara agresi
langsung berarti kontak face-to-face dengan orang yang diserang, dan agresi tidak langsung
terjadi tanpa kontak dengan orang yang diserang.
Kombinasi dari ketiga dimensi ini mengkategorikan berbagai bentuk perilaku agresi
(Buss, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) antara lain:
a. Agresi fisik aktif langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan individu atau
kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok
lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung seperti memukul,
mendorong, menembak, dan sebagainya.
b. Agresi fisik aktif tidak langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu
atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi targetnya seperti merusak harta korban, membakar
rumah, menyewa tukang pukul, dan sebagainya.
c. Agresi Fisik pasif langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau
kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi
targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi
mogok, aksi diam, dan sebagainya.
12
d. Agresi fisik pasif tidak langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu
atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain
yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli,
apatis, masa bodoh, dan sebagainya.
e. Agresi verbal aktif langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu
atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menghina, memaki, marah,
mengumpat.
f. Agresi verbal aktif tidak langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan
individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah,
mengadu domba, dan sebagainya.
g. Agresi verbal pasif langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu
atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain namun
tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak berbicara, bungkam dan
sebagainya.
h. Agresi verbal pasif tidak langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok
lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti
tidak memberikan dukungan, tidak menggunakan hak suara, dan sebagainya.
13
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku agresif menurut Buss
(1961), antara lain :
a. Faktor Biologis
Emosi perilaku dapat dipengaruhi faktor genetik, neurologist, atau faktor
biokimia, juga kombinasi dari ketiga faktor. Yang jelas, ada hubungan antara tubuh
dan perilaku.
b. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebabkan anak berperilaku agresif dapat
diidentifikasikan seperti pola asuh orang tua menerapkan disiplin yang tidak
konsisten, sikap permisif orang tua, sikap keras dan tuntutan penuh, gagal
memberikan hubungan yang tepat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
terdekat bagi remaja, sehingga keluarga juga merupakan sumber timbulnya perilaku
agresif (Tarmudji,2001). Keterlibatan ayah termasuk didalam faktor keluarga karena,
dalam suatu keluarga utuh tentunya ada ayah dan ibu yang mengasuh dan
membesarkan anak. Ayah juga mempunyai andil yang besar dalam mengasuh anak.
Semakin baik dan sering seorang ayah terlibat dalam pengasuhan anaknya maka
semakin kecil kemungkinan si anak untuk menunjukan perilaku agresif. Salah satu
bukti bahwa keterlibatan ayah berpengaruh terhadap perilaku agresif dikemukakan
(dalam kompas, 2013) bahwa anak yang memiliki ayah gila kerja cenderung
menunjukan perilaku yang lebih agresif. Kehangatan yang ditunjukan oleh ayah akan
berpengaruh besar bagi kesehatanm dan kesejahteraan psikologis anak dan
meminimalkan masalah perilaku ynag terjadi pada anak (Rohner & Veneziano,2001).
c. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain teman sebaya, lingkungan sosial
sekolah, peran guru dan disiplin sekolah.
14
Keterlibatan Ayah (Fathers Involvement)
Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak itu penting. Ayah akan mempengaruhi anak
dengan cara yang berbeda dengan para ibu, terutama dibidang bidang seperti hubungan anak
dengan teman sebaya dan prestasi akademis. Keterlibatan yang tinggi dan meningkatnya
kedekatan antara ayah dan remaja melindungi remaja untuk terlibat dari kenakalan dan
tekanan emosi ( Harris, Furstenberg, & Marmer, 1998, hal.214).
Rogers (1985) berpendapat bahwa lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial remaja. Keluarga merupakan tempat pertama
kalinya remaja bersosialisasi dan mengembangkan dirinya sebelum terjun ke dalam
masyarakat. Nilai - nilai yang diinternalisasikan akan berpengaruh pada kepribadian anak,
contohnya keluarga yang tertutup, tidak banyak mengadakan kontak dengan orang lain,
mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan dalam melakukan kontak dan tidak mudah
percaya kepada orang lain. Apabila seorang anak tidak memiliki hubungan yang erat dengan
anggota keluarganya, terutama orangtua, maka di dalam lingkungan masyarakat ia tidak
mampu untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan tidak dapat melakukan penyesuaian
dengan selayaknya.
Peran yang dijalankan oleh ayah membuatnya lebih terlibat dalam keluarga, salah
satunya katerlibatan dengan anak. Keterlibatan ayah menurut Lamb (1985) merupakan
kontak langsung antara ayah dengan anak melalui cara ayah mengurus atau merawat anak
dan berbagi kegiatan bersama antara ayah dengan anak. Ketelibatan ayah dapat memberikan
pengaruh positif langsung bagi perkembangan anak. Lamb (2010) menjelaskan bahwa
keterlibatan ayah dalam pengasuhan merupakan keikutsertaan positif ayah dalam kegiatan
yang berupa interaksi langsung dengan anak-anaknya, memberikan kehangatan, melakukan
pemantauan dan kontrol terhadap aktivitas anak, serta bertanggungjawab terhadap keperluan
dan kebutuhan anak. Keterlibatan ayah dapat memberikan pengaruh positif langsung bagi
15
perkembangan anak. Beberapa hal dapat menjadi perhatian dari pengasuhan ayah dapat
berupa peran ayah dalam perkembangan kognitif, emosional, sosial dan moral anak (Lamb,
2010). Lamb, dkk (dalam Palkovits, 2002) membagi aspek keterlibatan ayah dalam tiga
komponen yaitu :
1. Patternal engagement : pengasuhan yang melibatkan interaksi langsung antara
ayah dan anaknya, misalnya lewat lewat bermain, mengajari sesuatu, ataupun
aktivitas santai.
2. Aksesibilitas atau ketersediaan berinteraksi dengan anak pada saat dibutuhkan
saja. Hal ini bersifat temporal.
3. Tanggung jawab dan peran dalam hal menyusun rencana pengsuhan bagi anak.
Pada komponen ini ayah terlibat dalam pengasuhan (interaksi) dengan anaknya.
Berdasar pada beberapa hasil penelitian, Lamb (1981) membuat rangkuman tentang
dampak pengasuhan ayah pada perkembangan anak, yaitu :
a. Perkembangan peran jenis kelamin
Pada anak usia 2 tahun, ayah lebih atraktif berinteraksi terutama dengan anak
laki-lakinya daripada anak perempuan. Sebagai responnya,anak laki-laki
mengembangkan kecenderungan identifikasi jenis kelamin pada ayah. Ayah yang
mempunyai anak 2 tahun telah siap dan yakin/percaya bahwa ayah harus memberikan
model peran pada anak laki-lakinya. Identitas jenis kelamin harus terjadi pada tahun
ketiga kehidupan karena jika melebihi waktu ini akan menyebabkan kesulitan yang
lebih besar dan problem sosioemosional yang lebih banyak dibanding jika terjadi
sebelumnya. Teori modeling memprediksi bahwa derajat identifikasi tergantung pada
pengasuhan ayah (fathers nurturance). Ayah yang hangat dan terlibat dalam
pengasuhan, mempunyai anak - anak laki - laki yang maskulin dan anak - anak
perempuan yang feminin.
16
b. Perkembangan moral
Ayah berpandangan positif tentang pengasuhan mempunyai anak laki- laki
yang mengidentifikasi ayah mereka dan menunjukkan morali tas yang terinternalisasi.
Penelitian yang lain menunjukkan bahwa ayah yang nurturant dan ayah-ayah yang
secara aktif terlibat dalam pengasuhan membantu perkembangan altruisme dan
kedermawanan. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang
nakal seringkali berasal dari keluarga yang ayahnyaantisosial, tidak empati dan
bermusuhan.
c. Motivasi Berprestasi dan Perkembangan Intelektual
Terdapat kaitan antara kehangatan hubungan ayah-anak dan performansi
akademik. Hubungan ayah-anak yang harmonis akan dapat membang kitkan motivasi
anak untuk berprestasi.
d. Kompetensi sosial dan Penyesuaian Psikologis
Orang dewasa yang penyesuaian dirinya sangat bagus, ketika masa kanak-
kanak mempunyai hubungan yang hangat dengan ayah-ibunya dalam konteks
hubungan pernikahan yang bahagia.
McBride & Mills (1993) dalam Septiyani (2007) mendefinisikan keterlibatan ayah
yaitu terlibat dengan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak. Pengertian peran ayah
menurut McBride, dkk (2003) adalah interaksi antara orang tua laki-laki dengan anak dalam
beraktivitas setiap harinya. Peran ayah dan ibu dalam pengasuhan menurut Hoffman (dalam
Lamb, 1981) memiliki empat dimensi. Pertama, orang tua menjadi teladan bagi anak, baik
melalui perkataan maupun tindakannya. Kedua, orang tua memberikan disiplin pada anak dan
memberikan penjelasan mengapa mereka mendukung tingkah laku tertentu dan tidak
mendukung tingkah laku yang lain. Ketiga, orang tua sebagai orang yang uatama dalam
17
memenuhi kebutuhan kasih sayang anak. Keempat, orang tua bertindak sebagai penghubung
antara anak dengan masyarakat yang lebih luas, dalam cara : (1) membawa tuntutan dan
harapan masyarakat kedalam rumah dan melaksanakannya pada anak, (2) berdasar pada
posisi ayah dan ibu di masyarakat, mereka memberikan status tertentu pada anak yang
khususnya menjadi penting ketika anak mulai memahami dunia luar dimana ia berpijak.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan, maka dibuat suatu
hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara keterlibatan
ayah dengan perilaku agresif siswa di SMKN 2 di Kupang. Makin tinggi keterlibatan ayah
dalam pengasuhan maka makin rendah perilaku agresif siswa dan sebaliknya, semakin rendah
keterlibatan ayah maka semakin tinggi pula perilaku agresif.
18
METODE PENELITIAN
Partisipan
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Kupang. Partisipan dalam penelitian ini
adalah siswa-siswi SMK Negeri 2 Kupang.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Negeri 2 Kupang, yang
berjumlah 1161 siswa dan tersebar pada 7 program pengajaran. Sampel dalam penelitian ini
adalah 298 siswa (menggunakan rumus slovin dengan signifikansi 0,05).
Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling.
Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan tertentu berdasarkan karakteristik
subjek.
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subyek berarti ciri-ciri khusus yang terdapat pada subyek yang dijadikan
sasaran. Adapun karakteristik subyek dalam penelitian ini mencakup :
1. Siswa/Siswi SMKN 2 Kupang.
2. Terlibat dalam tawuran.
3. Berperilaku agresif (verbal maupun nonverbal).
4. Usia 12 sampai 18 tahun.
19
5. Memiliki ayah ( memiliki ayah yang terlibat maupun tidak terlibat dalam
pengasuhan).
Prosedur Sampling
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive
Sampling. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam
penelitian ini jumlah populasi siswa-siswi SMKN 2 Kupang sebesar 1161 yang ditetapkan
menjadi sampel adalah 298 siswa, dengan satu subjek gugur karena secara face validity tidak
memenuhi standar. Oleh karena itu, jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 297 siswa.
Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data
informasi adalah angket. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai, yaitu
subjek yang digunakan dalam try out sekaligus digunakan untuk penelitian, guna menghemat
waktu, tenaga dan biaya.
Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti
sebagai berikut :
1. Skala Keterlibatan Ayah
Dalam skala keterlibatan ayah yang digunakan adalah alat ukur keterlibatan ayah
dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan aspek – aspek keterlibatan ayah dari Lamb dan
Benetti & Roopnairine yang juga mengembangkan aspek keterlibatan ayah dari Lamb yang
berjumlah 60 item dengan item gugur dalam skala ini sebanyak 23 item. Dimensi yang
digunakan pada alat ukur ini meliputi tiga aspek keterlibatan ayah yaitu Patternal
engagement yang terdiri dari 22 item, aksesibilitas atau ketersediaan berinteraksi dengan anak
pada saat dibutuhkan saja (bersifat temporal) terdiri dari 22 item, tanggung jawab dan peran
dalam hal menyusun rencana pengasuhan bagi anak (komponen ini ayah tidak terlibat dalam
20
pengasuhan / interaksi dengan anaknya) terdiri dari 16 item dengan skala angka 1-4 diganti
dengan pilihan respon dari subjek yaitu, sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju, yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item total bergerak dari
antara 0,314 – 0,505 dan didapat nilai Alpha cronbach sebesar 0,899 yang artinya skala
tersebut reliabel.
2. Skala Perilaku Agresif
Dalam skala perilaku agresif ini menggunakan skala adaptasi dari Agression
Questionnaire. Dimana alat ukur ini merupakan behavioural self report yang diperkenalkan
pertama kali oleh Buss dan Perry. Alat ukur ini terdiri dari 29 item yang keseluruhan itemnya
mengukur agresi secara universal, bukan hanya spesifik pada satu jenis agresi saja, dengan
item gugur sebanyak 13 item. Dimensi yang digunakan pada alat ukur ini meliputi empat
aspek agresi yaitu Physical Agression (PA) yang teridiri dari 9 item, Verbal Aggression (VA)
terdiri atas 5 item, Anger (A) teridiri dari 7 item, dan Hostility (H) terdiri dari 8 item. Skala
yang digunakan dalam alat ukur ini adalah skala Likert dengan range 1-4 (skala interval)
yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item total bergerak dari antara
0,371 – 0,682 dan didapat nilai Alpha cronbach sebesar 0,881 yang artinya skala tersebut
reliabel.
Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data Pearson Product Moment. Uji
asumsi meiluputi uji normalitas dan uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah data
yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis dengan
korelasi Pearson Product Moment. Uji normalitas yang dilakukan adalah uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov. Uji linearitas dengan menggunakan Anova. Uji deskriptif dilakukan
21
dengan menggunakan Descriptive Stastistics. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
uji korelasi Pearson Product Moment.
22
HASIL PENELITIAN
Uji Reliabilitas
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas, skala keterlibatan ayah
terdiri dari 60 item, diperoleh item gugur sebanyak Teknik pengukuran reliabilitas untuk
menguji reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan
koefisien Alpha pada Skala keterlibatan ayah sebesar 0.897. Hal ini berarti skala Keterlibatan
ayah reliabel. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas untuk menguji
reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien
Alpha pada Skala Perilaku Agresif sebesar 0.881. Hal ini berarti skala Perilaku agresif
reliabel.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Berdasarkan
uji hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel
Keterlibatan Ayah yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,986 dengan probabilitas (p) atau
signifikansi sebesar 0,285 (p>0,05). Sedangkan variabel Perilaku Agresif memiliki nilai K-S-
Z sebesar 1.085 dengan probabilitas 0,190 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05,
maka distribusi data Keterlibatan Ayah dan Perilaku Agresif normal.
Dari hasil uji linearitas diperoleh Fbeda sebesar 0,864 dengan sig.= 0,663 (p>0,05)
yang menunjukan hubungan antara Keterlibatan Ayah dengan Perilaku Agresif siswa adalah
linear.
23
Uji Deskriptif
Uji deskriptif yang dilakukan terdiri dari kategori pengukuran skala Keterlibatan
Ayah dan kategori pengukuran skala Perilaku Agresif. Uji kategori pengukuran skala
Keterlibatan Ayah dan kategori pengukuran skala Perilaku Agresif Siswa dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
a. Keterlibatan Ayah
Tabel 1.
Kategorisasi Pengukuran Skala Keterlibatan Ayah
No Interval Kategori Mean N Presentasi
1. 125,8 x 148 Sangat Tinggi 9 3,03 %
2. 103,6 x < 125,8 Tinggi 104,4377 159 53,53 %
3. 81,4 x < 103,6 Sedang 122 41,08 %
4. 59,2 x < 81,4 Rendah 7 2,36 %
5. 37 x < 59,2 Sangat Rendah 0 0 %
Jumlah 297 100 %
SD = 11.93730 Min = 65 Max = 134
Keterangan : x = Skor Keterlibatan Ayah ; N = Jumlah Subjek
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa ada 9 siswa yang memiliki skor
keterlibatan ayah yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 3,03%, 159
siswa yang skor keterlibatan ayah berada pada kategori tinggi dengan prosentase 53,53%, 122
siswa yang skor keterlibatan ayah berada pada kategori sedang dengan prosentase 41,08%, 7
siswa yang skor keterlibatan ayah berada pada kategori rendah dengan prosentase 2,36% dan
tidak ada siswa yang memiliki skor keterlibatan ayah yang berada pada kategori sangat
rendah. Rata – rata skor keterlibatan yang diperoleh ayah sebesar 104,4377 berada pada
24
kategori tinggi. Skor ketelibatan ayah yang diperoleh dari siswa bergerak dari skor minimum
65 sampai dengan skor maximum 134 dengan standar deviasi 11,93730.
b. Perilaku Agresif
Tabel 2.
Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Agresif
No Interval Kategori Mean N Presentasi
1. 54,4 x 64 Sangat Tinggi 4 1,35 %
2. 44,8 x < 54,4 Tinggi 22 7,41%
3. 35,2 x < 44,8 Sedang 35.8316 149 50,17%
4. 25,6 x 35,2 Rendah 109 36,70%
5. 16 x < 25,6 Sangat Rendah 13 4,37%
Jumlah 297 100 %
SD = 7.01870 Min = 17 Max = 55
Keterangan : x = Skor Perilaku Agresif ; N = Jumlah Subjek
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ada 4 siswa memiliki skor perilaku
agresif yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 1,35%, 22 siswa yang
memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 7,41%,
149 siswa yang memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori sedang dengan
prosentase 50,17%, 109 siswa yang memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori
rendah dengan prosentase 36,70% dan 13 siswa yang memiliki skor perilaku agresif yang
berada pada kategori sangat rendah dengan prosentase 4,37%. Skor perilaku agresif yang
diperoleh siswa bergerak dari skor minimum 17 sampai dengan skor maximum 55 dengan
standar deviasi 7.01870.
25
Hasil Uji Korelasi
Dalam penelitian ini uji korelasi antara variabel keterlibatan ayah dan variabel
perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0. Hasil uji
korelasi antara variabel keterlibatan ayah dan variabel perilaku agresif pada penelitian ini
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment pada tabel 3 diperoleh
korelasi negatif sebesar -0,136 dengan signifikansi sebesar 0.019 (p < 0.05). Hal ini
menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dan
perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang.
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Father Involvement Agresif
VAR00001 Pearson Correlation 1 -.136*
Sig. (2-tailed) .019
N 297 297
VAR00002 Pearson Correlation -.136* 1
Sig. (2-tailed) .019
N 297 297
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang hubungan keterlibatan ayah dengan perilaku agresif
siswa SMKN 2 di Kupang, diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar -0,136
dengan signifikansi sebesar 0.019 ( p < 0.05) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima karena
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara keterlibatan ayah dan perilaku agresif siswa
di SMKN 2 Kupang. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara
keterlibatan ayah dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang, atau dapat dikatakan,
semakin tinggi skor keterlibatan ayah maka semakin rendah skor perilaku agresif siswa.
Sebaliknya semakin rendah skor keterlibatan ayah maka semakin tinggi skor perilaku agresif
siswa.
Secara umum hasil pengukuran ini mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dan
perilaku agresif siswa memiliki hubungan yang negatif dan signifikan. Hasil penelitian
tersebut dimungkinkan karena, pertama ayah lain yang lebih terlibat dalam pengasuhan
merasakan bahwa adanya peran ayah yang sangat kuat didalam keluarga sehingga
memberikan pengaruh terhadap anak (siswa) untuk tidak berperilaku agresif. Kedua, setiap
ayah yang tidak terlibat dalam pengasuhan menyadari bahwa perilaku agresif siswa
merupakan suatu variabel yang perlu dibenahi oleh mereka untuk menghadapi tantangan –
tantangan yang terjadi pada saat proses pertumbuhan.
Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan wawancara dilakukan pada beberapa siswa
yang terlibat dalam aksi agresif, menyadari bahwa pentingnya keterlibatan ayah dalam
pengasuhan. Hal ini senada dengan pendapat Dagun (2005) dalam Simasari mengenai
bagaimana orang tua terlibat dengan anaknya akan mempengaruhi perilaku pada
perkembangan anak. Anak yang tidak mendapatkan asuhan dan perhatian dari ayah
menyebabkan perkembangannya menjajdi pincang, dimana aktivitas sosialnya terhambat dan
27
terbatas dalam interaksi sosialnya. Sependapat dengan enelitian yang dilakukan oleh Strom
(Strom, 2002) tentang peran ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang
terlibat dalam kehidupan remaja, terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan
meningkatkan kemampuan remaja dalam pendidikan dan social skill.
Penelitian yang dilakukan oleh Hetherington dkk. (Lamb,1992) menjelaskan bahwa
keberadaan ayah dalam kehidupan anak akan memudahkan dalam pemantapan hubungan
dengan orang lain, penyesuaian perilaku, dan sukses dalam menjalin hubungan dengan lawan
jenis. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian ini bahwa keberadaan ayah dalam
kehidupan anak dapat memudahkan anak dalam menjalin hubungan baik dengan lingkungan
sosial anak. Semakin terlibat ayah berada dalam pengasuhan dan semakin tinggi
keterlibatannya maka semakin rendah perilaku agresif anak dan sebaliknya.
Inayati (1995) juga mengemukakan bahwa orang kurang menyadari bahwa ayah
selain mencari nafkah masih ada peran yang lebih besar berkaitan dengan proses pengasuhan
anak. Hal ini terjadi juga di Kupang dimana para ayah sibuk mencari nafkah untuk kebutuhan
sehari-hari dan menyerahkan seluruh tanggung jawab mereka kepada ibu untuk lebih
berperan aktif dalam keterlibatan dengan anak dalam pengasuhan. Budaya yang ada di
Kupang juga membuat ayah yang harus mencari nafkah, sedangkan para ibu harus
menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus anak.
Lamb (1992) menjelaskan bahwa seorang ayah yang tidak berada dalam kehidupan
anak akan mempengaruhi peran jenis, moralitas, prestasi, dan psikososial anak. Senada
dengan lamb dalam hal moralitas, kebanyakan ayah di Kupang kurang menyadari peran dan
fungsinya dalam keluarga sehingga sulit untuk terlibat aktif, semua tanggung jawab
diserahkan penuh kepada ibu. Ketika anak berbuat hal yang tidak sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat selalu ibu yang disalahkan.
28
Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses perkembangan individu, dimana ayah
yang memberikan perhatian dan dukungan pada anak akan memberikan perasaan diterima,
diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri, sehingga proses perkembangan anak tersebut
dapat berjalan dengan baik. Calhoun dan Acocella (dalam Maharani & Andayani, 2003) juga
menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan interaksi yang berkesinambungan dengan
orang lain dan lingkungannya, sehingga faktor lingkungan sosial yang dalam hal ini adalah
dukungan yang diberikan ayah, turut memberikan andil dalam keberhasilan penyesuaian
sosial remaja.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara
keterlibatan ayah dan perilaku agresif siswa. Hal ini dimungkinkan karena para ayah yang
masih belum benar – benar memahami benar pentingnya keterlibatan ayah dalam
pengasuhan. Selain itu, ayah juga bisa lebih berinteraksi dan menjalin keterlibatan yang
menyenangkan sehingga anak lebih belajar hal – hal yang positif dari orang tuanya karena
kondisi geografis lingkungan di Kupang terkadang membuat para ayah juga melakukan
agresif terhadap anaknya. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa subjek yang diketahui
sebagian besar ayah subjek adalah PNS yang membuat para ayah selalu menghabiskan waktu
di tempat kerja daripada di rumah.
29
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dengan
perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang. Artinya semakin tinggi keterlibatan ayah maka
semakin rendah perilaku agresif siswa. Begitu juga sebaliknya.
Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta
melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan :
1. Bagi Para Ayah di Kota Kupang
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terhadap orang tua, dalam hal
ini ayah agar lebih dapat memberikan perhatian yang intensif kepada anak-anaknya
agar dapat meningkatkan perilaku yang prososial. Penelitian ini juga, membantu para
ayah untuk mengerti akan pentingnya keterlibatan dalam pengasuhan anak. Ayah juga
harus mengurangi tindak kekerasan yang dilakukan terhadap anak, karena anak dapat
mencontoh hal tersebut dari dalam keluarganya kemudian mengaplikasikanya di
lingkungan sosialnya. Ayah pun dapat melakukan diskusi dengan ibu untuk terlibat
secara aktif dan menyenangkan dalam pengasuhan sehingga dapat menekan perilaku
agresif yang anak tunjukan dan mengajarkan anak tentang pentingnya hubungan
sosial yang baik. Cara mengaplikasikannya dengan berkoordinasi dengan sekolah
serta Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Kota Kupang untuk mengadakan
sosialisasi stop kekerasan terhadap anak dalam pengasuhan, serta sosialisasi
pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan.
30
2. Kepada Siswa SMKN 2 di Kupang
Siswa yang berperilaku agresif seharusnya lebih sadar akan pentingnya keharmonisan
dalam hubungan sosialnya. Siswa juga kiranya dapat lebih patuh dalam
mendengarkan dan melakukan apa yag dinasehatkan oleh orang tua, sehingga dapat
mengendalikan perilakunya untuk tidak melakukan agresif dan menyelesaikan
masalah dengan kepala dingin bukan dengan tindak agresif.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat
menggali lebih dalam mengenai permasalahan yang terjadi di SMK Negeri 2 Kupang
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Karena peneliti hanya menekankan pada
satu permasalahan saja dan kurang mendalam. Penelitian ini juga belum mengungkap
variabel atau hal lain yang mungkin dialami oleh para siswa SMK Negeri 2 Kupang.
Peneliti selanjutnya mungkin juga dapat melakukan penelitian terhadap
mahasiswahanya bukan hanya pada siswa. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian lebih lanjut maka dapat disarankan untuk menyertakan variabel lain,
seperti: motivasi belajar, tingkat prestasi siswa, kenakalan remaja, perilaku prososial,
kecerdasan emosional dan tingkat pendidikan orang tua.
31
DAFTAR PUSTAKA
Anna, K. L. (2013, 29 Agustus). Ayah gila kerja anak cenderung berulah. Kompas.
Diunduh pada 30 Agustus 2013, dari
http://m.kompas.com/health/read/2013/08/29/1053208/Ayah.Gila.Kerja.Anak.berulah.
Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian kuantitatif fan kualitatif serta kombinasinya dalam
penelitian psikologi. Pustaka pelajar : Yogyakarta.
Benneti, S. P.dC & Roopnarine, J. L. 2006. Paternal Involvement with School-Aged Children
in Brazilian Families : Assocition with Childhood Competence. Sex Roles : A Journal
of Research. Vol.55, pp.669+
Bonney, J. F., Kelley, M. L., & Levant, R. F. (1999). A model of fathers‟behavioral
involvement in child care in dual-earner families. Journal of Family Psychology, 13,
401-415
Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of personality and
social psychology, 63, 452-459
Buss, A. H. (1961). The psychology of aggression. New York : Wiley.
Dayakisni T dan Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial edisi Revisi. Diterjemahkan oleh Saut
Pasaribu. Malang: UMM Press.
Deaux, K., Dane, F.C., & Wrightsman. (1993). Social psychology in the ‘90s. Edisi 6. Pacific
Grove, Brooks : Cole Publishing Company, CA.
Flouri, E. (2005). Fathering and child outcomes. West Sussex, England: John Wiley & Sons
Ltd.
Gromang, Y. (2013, 27 Februari). Polres Kupang kota sosialisasi gerakan anti tawuran ke
sekolah – sekolah. RSK Kupang.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. 1991. Psikologi Perkembangan Anak dan remaja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hidayati, H., Dkk. (2011). Peran ayah dalam pengasuhan anak. Jurnal psikologi, vol 9, no 1.
Diunduh 11 maret 2015, dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/2841/2525
Inayati, A. 1995. Peran Ganda Seorang Ayah. Kartini no. 548, 5-14 Juni. Jakarta
Jahang, B. (2013, 02 Februari). Tawuran terjadi lagi di SMAN 3 Kupang. Pos Kupang.
Diunduh pada 13 Februari 2014, dari
http://kupang.tribunnews.com/2013/02/02/tawuran-terjadi-lagi-di-sman-3-kupang
32
Januar. (2009). Perbedaan tingkat perilaku agresif ditinjau dari jenis kelamin pada masa
remaja awal. Skripsi. Salatiga : UKSW (tidak diterbitkan).
Kartono, K. (1995). Psikologi anak: Psikologi perkembangan. Bandung : Mandar Maju.
Kharisma, D. (2015). Populasi dan sampel dalam penelitian kuantitatif. Diklat LPM – PNL.
Universitas Negeri Makassar. Diunduh pada 07 April 2015, dari
http://www.penalaran-unm.org/artikel/penelitian/342-populasi-dan-sampel-dalam-
penelitian-kuantitatif.html
Lamb, M. E. (1981). The Role of Father in Child Development 2nd
ed. New York :
Macmillan Publishing Co., Inc
Lamb, M. E. 1992. The Role of The Father in Child Development. New York : John Wiley
and Sons, Inc.
Maharani & Andayani. 2003. Hubungan Antara Dukungan Sosial Ayah Dengan Penyesuaian
Sosial pada Remaja Laki – Laki. Jurnal Psikologi, 1, 23 - 35
McBride, B.A. & Mills, G. (1993). A comparison of mother’s and father’s involvement
with their children. Early Childhood Research Quarterly, 8, 457-477.
Palkovitz, R. (2002). Involved fathering and child development: Advancing our
understanding of good fathering. In C. S. Tamis-LeMonda & N. Cabrera (Eds.),
Handbook of father involvement: Multidisicplinary perspectives(pp. 119 –140).
Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R.D. (2001). Human development. Edisi 6. Mc
Graw-Hill, New York.
Pleck, J., & Hofferth, S. (2008). Coresidential father involvement with early adolescents.
Journal of Marriage and the Family, 63, 309-321.
Putri, R. (2014, 23 Januari). Tawuran, polisi tembak mati pelajar di Makassar. Kompas.
Diunduh pada 13 Februari 2014, dari
http://regional.kompas.com/read/2014/01/23/1604305/Tawuran.Polisi.Tembak.Mati.Pel
ajar.di.Makassar
Roopnarine, J. L 1999. Paternal Involvement in Child Care as a Function of Maternal
Employment in Nuclear and Extended Families in India. Sex Roles : A Journal of
Research, pp.731+
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sarwono, S.W. (1997). Psikologi sosial : Individu dan teori – teori psikologi sosial. Jakarta :
Balai Pustaka.
Seko, S. (2008, 17 November). Menyikapi tawuran antar pelajar. Wordpress. Diunduh pada
tanggal 13 Februari 2014, dari
http://patrickseko.wordpress.com/2008/11/17/menyikapi-tawuran-antar-pelajar/
Septiyani, A., dkk (2007). Hubungan antara persepsi peran ayah dalam keluarga dengan
33
keterampilan sosial remaja awal. Diunduh tanggal 26 Maret 2015, dari
http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-
03320184.pdf
Simasari, R. G. (2015). Studi deskriptif mengenai keterlibatan ayah dalam pemenuhan tugas
perkembangan anak pada keluarga di tahap family with preschool children. Universitas
padjajaran (diterbitkan) diunduh pada tanggal 26 Maret 2015, dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Ghea.pdf
Syarifah, H., Widodo, B. P., & Kristina, F. I. (2012). Hubungan antara Persepsi terhadap
keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan kematangan emosi pada remaja di SMA
Negeri “X”. Jurnal psikologi, 230 – 238.
Subiyanto, P. (2004). Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga. Diunduh pada 21 Februari
2014, dari
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/8/1/kell.html
Taganing, Ni Made. 2008. Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada
Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Tarmudji, T. (2001). Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Perilaku Agresivitas Remaja.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Terlibat tawuran 18 pelajar diamankan. (2013, 2 Februari). Ntt Terkini.
Tremblay, R.E., & Cairns, R.B. (2000). The development of aggressive behavior during
childhood: What have we learned in the past century? International Journal of
Behavior Development, 24 (2), 129-141.
Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Lifespan Development. (5th d.). Harcourt race College
Publishers : New York.
Yuwanto, L. (2015). Pahami peran ayah bagi anak mencegah kekerasan terhadap anak.
Diunduh pada 11 maret 2015 dari
http://www.ubaya.ac.id/2013/content/articles_detail/125/Pahami-Peran-Ayah-Bagi-
Anak-Mencegah-Kekerasan-Terhadap-Anak.html