hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN
KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA
DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA
SEMARANG TAHUN 2007
(Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
ERI DWIARTI
1102016
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG
2007
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) bendel
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaiman mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :
Nama : Eri Dwiarti
NIM : 1102016
Fak/Jurusan : Dakwah/ BPI
Judul : Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial pada
Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007
(Analisis Asaz BKI).
Dengan ini telah saya setujui dan mohon segera diujikan. Demikian, atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 04 November 2007
Pembimbing,
Bidang Subtansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs.H. Djasadi, M.Pd Abdul Sattar, M.Ag
NIP. 150 057 618 NIP. 150 290 160
PENGESAHAN
SKRIPSI
HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN
EKSISTENSIAL PADA REMAJA DI KEC. SEMARANG UTARA KOTA
SEMARANG TAHUN 2007
(Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
Disusun oleh :
Eri Dwiarti
1102016
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 06 Desember 2007
dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji Anggota Penguji
Penguji I
Drs. Ali Murtadho, M.Pd Komarudin, M.Ag
NIP. 150274618 NIP. 150299489
Sekretaris Dewan Penguji Pembimbing I Penguji II
Drs.H. Djasadi, M.Pd Drs.H.Abdul Ghofier Romas
NIP. 150057618 NIP. 150070388
MOTTO
ين بم اتقبعم ى لهتم حا بقوم ريغال ي ر الله إن اللهأم من هفظونحلفه يخ منه ويدن ي
يغيروا ما بأنفسهم وإذا أراد الله بقوم سوءا فال مرد له وما لهم من دونه من وال
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia" (Qs. Ar-Ra,ad : 11)..
Kehebatan dan kepintaran bukanlah sekedar kecerdasan dan
kekuasaan, bukan pula keturunan pelanjut generasi atau
kesaktian menggulung dunia, melainkan memberi makna setiap
jengkal bumi walaupun hanya sebesar pasir dalam tebaran
pantai dan “Gurun Sahara”.
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti
NIM : 1102016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang Maha Pengasih,
Penyayang dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Hubungan Kesadaran-Diri dengan
Kecemasan Eksistensial pada Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam).
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan baginda nabi
besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-nya yang kita nantikan
syafa’atnya kelak di yaumul qiyamah.
Penulis menyadari, tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H.M Zain Yusuf, MM selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang dan sekaligus sebagai dosen wali yang telah
memberikan pengarahan, motivasi serta bimbinga kepada penulis.
2. Drs. H. Djasadi, M.Pd selaku Pembimbing I dan bapak Abdul Sattar, M.Ag
selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta
pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
baik.
3. Bapak Baidi Bukhori, S.Ag, M.Si selaku Kajur BPI dan bapak Drs.
Komarudin, M.Ag selaku Sekjur BPI Fakulats Dakwah IAIN Walisongo
Semarang.
4. Segenap bapak/ ibu dosen, serta karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang.
5. Bapak dan ibu yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada
penulis untuk menuntut lmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
6. Bapak Camat Semarang Utara beserta stafnya yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
7. juga tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya
penyusunan tugas ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga
skripsi ini dapat membawa manfaat sekaligus menambah wawasan pengetahuan
kita, terutama dalam pengembangan Bimbingan Konseling Islam.
Semarang, 04 November 2007
Penulis
Eri Dwiarti
ABSTRAKSI
Kajian pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menggambarkan hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Penelitian ini juga ingin mengetahui metodologi pemahaman Asaz Bimbingan Konseling Islam dalam upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dengan pemikiran reflektif yang terlepas dari keterpakuan terhadap rumusan yang ada, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lebih applicable dalam pelayanan BKI.
Dua dimensi utama dalam penelitian ini adalah kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial. Kesadaran-diri di fokuskan pada empat tahapan, yaitu tahap ketidaktahuan, tahap berontak, tahap kesadaran normal akan diri dan tahap kesadaran diri yang kreatif. Sedangkan mengenai kecemasan eksistensial penulis lebih memfokuskan pada pemahaman makna, dapat dipahami bahwa hakekat kecemasan eksistensial bukanlah kecemasan yang destruktif melainkan mengarah pada kecemasan yang konstruktif, serta kerangka materi tersebut dikaitkan dengan konsep “taubat”. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja, khususnya di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Sementara itu dalam kerangka diskriptifnya terdapat upaya implementasi kerangka materi tentang kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang mempunyai kriteria usia 18-21 tahun dan beragama Islam, yang berjumlah 105 orang, yang terdiri dari 60 orang laki-laki dan 45 orang perempuan dari 1.050 populasi secara random sample melalui teknik purposive sampling dalam menentukan daerah kunci yang hendak diteliti. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden, berupa angket tertutup yang berbentuk rating scale. Juga diperoleh melalui wawancara yang diwakili oleh 6 remaja, yaitu 1 perempuan dan 5 laki-laki. Variabel kesadaran-diri dijabarkan 29 item dan variabel kecemasan eksistensial dijabarkan dalam 27 item yang terdiri dari favorable dan unfavorable. Dengan validitas koefisien item yang bergerak antara -0.11 sampai 0.793 untuk skala kesadaran-diri dan -0.028 sampai 0.666 untuk skala kecemasan eksistensial. Penelitian ini mempergunakan analisis data korelasi product moment seri person. Sedangkan dalam menganalisis metodologi pemahaman azas BKI dalam upaya implementasi kerangka materi mengenai kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial, digunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah (1) terdapat hubungan yang signifikan antara
kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial dengan angka korelasi yang
menunjukkan signifikansi sebesar 0.685 pada taraf signifikan 1% (0.195) dan taraf
signifikan 5% (0.256). (2) ada upaya penting dalam implementasi kerangka materi
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dalam metodologi pemahaman azas BKI.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
MOTTO ............................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
PERNYATAAN ................................................................................................. vi
ABSTRAKSI ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan masalah...................................................................... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10
1.4. Telaah Pustaka ............................................................................. 11
1.5. Sistematika Penelitian .................................................................. 14
BAB II TINJAUAN TENTANG KESADARAN-DIRI, KECEMASAN
EKSISTENSIAL PADA REMAJA DAN BIMBINGAN
KONSELING ISLAM
2.1. Kesadaran-Diri ............................................................................. 17
2.1.1. Pengertian Kesadaran-Diri ............................................... 17
2.1.2. Tahapan-Tahapan Kesadaran-Diri ................................... 21
2.1.3. Langkah-Langkah Mempertinggi Kesadaran-Diri ........... 22
2.1.4. Manfaat Mempertinggi Kesadaran-Diri........................... 24
2.2. Kecemasan Eksistensial ............................................................... 27
2.2.1. Pengertian Kecemasan Eksistensial ................................. 27
2.2.2. Struktur atau Esensi Pengalaman Manusia ...................... 32
2.2.3. Asumsi Tentang Manusia (analisis eksistensial).............. 33
2.2.4. Ancaman Membangkitkan Kecemasan Eksistensial........ 36
2.3. Bimbingan dan Konseling............................................................ 38
2.3.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam.................... 38
2.3.2. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling........................... 41
2.3.3. Hakekat Manusia Perspektif BKI..................................... 42
2.3.4. Azaz Bimbingan Konseling Islam ................................... 45
2.4. Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial ....... 52
2.5. Hipotesis....................................................................................... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Dan Metodologi Penelitian ................................................. 58
3.2. Definisi Konseptual dan Operasional........................................... 59
3.3. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 65
3.4. Populasi dan Sampel ................................................................... 66
3.5. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 68
3.6. Teknik Analisis Data.................................................................... 70
BAB IV GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG UTARA
4.1. Situasi Umum Kecamatan Semarang Utara................................. 75
4.1.1. Keadaan Geografi ............................................................ 75
4.1.2. Kondisi Masyarakat Islam ............................................... 77
4.1.3. Tingkat Pendidikan dan Sarana Peribadatan.................... 78
4.1.4. Sosial Ekonomi ................................................................ 80
4.2. Keadaan Umum Masyarakat Perkotaan ....................................... 81
4.2.1. Kelurahan Bandarharjo .................................................... 81
4.2.2. Kelurahan Tanjung Mas................................................... 82
4.2.3. Kelurahan Purwosari........................................................ 84
4.3. Kondisi Umum Remaja di Kec. Semarang Utara ........................ 85
4.3.1. Kesadaran-Diri pada Remaja................................................ 85
4.3.2. Kecemasan Eksistensial........................................................ 86
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Data Penelitian ................................................................. 89
5.1.1. Alat Ukur Data...................................................................... 89
5.1.2. Pengelompokan Data............................................................ 90
5.2. Pengujian Hipotesis .......................................................................... 103
5.2.1. Analisis Pendahuluan ........................................................... 103
5.2.2. Analisis Uji Hipotesis........................................................... 108
5.2.3. Pembahasan .......................................................................... 112
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan .................................................................................. 132
6.2. Saran-saran................................................................................... 133
6.3. Penutup......................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA
PEDOMAN WAWANCARA
I. UNTUK POLSEK SEMARANG UTARA
1. Seberapa besarkah perbandingan statistika kenakalan/ kriminalitas remaja di
kecamatan Semarang seluruhnya tahun 2006?
2. Berapa macamkah kenakalan/ kriminalitas yang dilakukan remaja di
kecamatan Semarang Utara? Dan apa saja bentuknya?
3. Kelurahan manakah yang paling tinggi tingkat kenakalan/ kriminalitasnya
diantara sembilan kelurahan yang lain di kecamatan Semarang Utara? (tiga
kelurahan)
4. Dari tahun 2006- Maret 2007, ada berapa kasuskah tindak kriminalitas remaja
yang terjadi diantara tiga kelurahan tersebut?
II. UNTUK REMAJA DI KECAMATAN SEMARANG UTARA
1. Bentuk kenakalan/ kriminalitas yang pernah dilakukan?
2. Faktor apa saja yang mendorong melakukan kenakalan/ tindak kriminalitas?
3. Apakah ada perasaan takut ataupun rasa bersalah, ketika sebelum dan sesudah
melakukan kenakalan/ kriminalitas?
4. Apakah kenakalan/ kriminalitas tersebut masih dilakukan sampai sekarang
atau tidak?
5. Apabila sudah tidak melakukan kenakalan ataupun kriminalitas, motivasi apa
dalam rangka untuk meninggalkan perbuatan tersebut?
III. UNTUK TOKOH AGAMAWAN
1. Bagaimanakah umumnya perilaku remaja di kecamatan Semarang Utara
sekarang ini, apabila di lihat dari kaca mata agama?
2. Bagaimana kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara khususnya
dalam hal beragama?
3. Kira-kira berapa prosentasekah remaja yang mempunyai kesadaran diri
didalam menerapkan ajaran islam pada kehidupan sehari-hari?
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Spesifikasi Kesadaran-Diri 64
Tabel II Spesifikasi Kecemasan Eksistensial 66
Tabel III Jumlah Penduduk di Kec. Semarang Utara Menurut Agama 71
Tabel IV Sarana Peribadatan di Kec. Semarang Utara 72
Tabel V Data Penduduk Menurut Tingkat Usia di Kec. Semarang Utara 72
Tabel VI Data Tingkat Pedidikan di Kec. Semarang Utara 73
Tabel VII Sarana Pendidikan Umum di Kec. Semarang Utara 74
Tabel VIII Sarana Pendidikan agama Islam di di Kec. Semarang Utara 74
Tabel IX Mata pencahariaan Penduduk di Kec. Semarang Utara 75
Tabel X Jumlah penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Bandarharjo) 76
Tabel XI Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Tanjung Mas)77
Tabel XII Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Purwosari) 79
Tabel XIII Diskripsi Subyek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin 84
Tabel XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian 85
Tabel XV Nilai Angket Skala Kesadaran-Diri Remaja 86
Tabel XVI Nilai Angket Skala Kecemasan Eksistensial Remaja 92
Tabel XVII Tabel Kerja Koefisien Skala Kesadaran-Diri dan
Kecemasan Eksistensial 92
Tabel XVIII Taraf Signifikan Hasil Koefisien Korelasi 104
Tabel XIX Perhitungan Hasil Uji Hipotesis 105
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eri Dwiarti
Tempat/ Tanggal Lahir : Semarang, 02 Oktober 1981
Alamat : Jl. Rorojonggrang Selatan I Rt 09 Rw VI
Kel. Manyaran Kec. Semarang Barat
Agama : Islam
Pendidikan Formal :
1. SDN Panjangan 02 Semarang lulus tahun 1993
2. SMP Muhammadiyah 04 Semarang lulus tahun 1996
3. SMK Muhammadiyah 01 Semarang lulus tahun 1999
4. IAIN Walisongo lulus tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah yakni sebagai pengganti-
Nya dalam hal memanage alam dan ekosistem ilahiyah yang rahmatan lil’alamin,
menaburkan potensi keselarasan, kemanfaatan, musyawarah, kasih sayang ke
seluruh penjuru alam, baik di bumi maupun di langit, di dunia maupun di akhirat,
di alam lahir (musyahadah) maupun alam batin (ghaib) serta memiliki
kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri.
Allah SWT melengkapi manusia dengan sifat khauf dan sifat rajaa'. Sifat
khauf adalah sifat yang diberikan Allah berupa rasa cemas, was-was, takut dan
khawatir dan pesimis. Sedangkan rajaa’ adalah sifat berupa sikap penuh harapan,
keyakinan, optimisme dan kekuatan. Kondisi ini merupakan eksistensial manusia
yang tidak dapat dihindari, dan keduanya merupakan kekuatan yang ada pada diri
manusia tetapi tidak harus berbenturan, melainkan harus sinergis dan harmonis,
berkembang kearah kesatuan (Yusuf, dkk, 2005 : 137).
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian, manusia lahir ke dunia ini
dalam keadaan sendirian dan mati dalam keadaan sendirian pula. Sungguhpun
pada hakekatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan
2
dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah
makhluk yang rasional (Corey, 1988:55). Manusia juga memiliki kesanggupan
untuk menyadari dirinya sendiri yang unik dan nyata yang memungkinkan
manusia mampu berfikir dan memutuskan.
Menyadari dirinya sendiri merupakan syarat utama dari pertumbuhan diri,
dan tujuannya untuk memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasan-
kecemasan secara konstruktif.
Menurut May yang dikutip oleh Koesworo dalam bukunya "psikologi
Eksistensial" (1998:23) kecemasan merupakan masalah yang mendasar. Pada
taraf individual, kecemasan dialami sebagai ancaman "inti" dari individu karena
individu tidak lagi mengetahui peran apa yang harus dimainkan dan asas apa yang
harus diikutinya untuk tindakan-tindakan yang akan diambilnya. Kecemasan itu
menyakitkan individu karena menyerang dan akan mengancam menghancurkan
diri. Oleh karena itu untuk memperoleh inner strength (kekuatan dalam) yang
diperlukan individu agar dirinya mampu mengatasi kecemasan-kecemasan adalah
dengan mempertinggi kesadaran dirinya.
Sedangkan masa remaja adalah masa bergejolaknya bemacam-macam
perasaan yang kadang-kadang bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Termasuk masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak
menuju dewasa. Masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa peralihan pada kanak-
kanak yang penuh ketergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri
sendiri (Darajdat, 1979:86). Maka remaja perlu meningkatkan kesadaran dirinya
3
sehingga mampu melihat kesalahannya untuk kemudian membuat dan mengambil
tindakan yang bertanggung jawab, sehingga adanya pengendalian atas hidupnya
dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan di dalam hidup.
Uraian tersebut merupakan wacana kemanusiaan yang mengarah pada
kesadaran masyarakat untuk menjadi da'i bagi dirinya sendiri. Salah satunya
remaja yang menjadi objek penelitian ini. Selain itu esensi dakwah bukan terletak
pada usaha merubah masyarakat, namun lebih berorientasi untuk mampu merubah
diri dengan kesadaran dan pemahamannya terhadap masalah yang mereka hadapi
(Pimay, 2005: 46). Konsep tersebut sejalan dengan pernyataan wahyu: “Allah
tidak akan merubah keadaan sebuah masyarakat sampai mereka sendiri
merubahnya", sebagaimana firman Allah Qs. Ar-Ra’ad:11
له معقبات من بين يديه ومن خلفه يحفظونه من أمر الله إن الله ال يغير ما بقوم حتى
روءا فال مم سبقو الله ادإذا أرو فسهما بأنوا مريغاليونه من ون دم ما لهمو له د
Artinya : "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia" .
Tugas perkembangan yang penting dihadapi remaja adalah bebas dari
ketergantungan emosional seperti masa kanak-kanak mereka. Pada masa kanak-
kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lain.
Dalam masa remaja, individu dituntut tidak lagi mengalami perasaan bergantung
4
semacam itu. Pentingnya kebebasan emosi bagi remaja ini, didasarkan pada
kenyataan bahwa remaja yang selalu bergantung secara emosional, akan
menemui berbagai kesukaran dalam masa dewasa. Dalam masa remaja, individu
yang demikian itu tidak dapat menentukan rencana sendiri terhadap langkah atau
pilihan yang ditempuhnya. Hal demikian ini tentu saja akan menimbulkan
kesukaran-kesukaran dalam masa dewasa dan mengakibatkan kecemasan, bila
tidak dihadapi secara konstruktif akan mengarah pada kompensasi-kompensasi
dalam bentuk pelarian diri kepada obat bius, seks, judi (Mapiare, 1982: 104).
Permasalahan yang dihadapi oleh remaja bermacam-macam bentuknya,
sehingga menimbulkan ketegangan yang mengarah pada kecemasan. Menurut
Kartono (1992:121) kecemasan bisa timbul karena perasaan takut kehilangan,
perasaan bersalah (berdosa). Remaja merasa cemas kalau-kalau dia akan diadili,
diejek, dikutuk, ditertawakan, disisihkan, dan lain-lain. Perasaan tersebut berakar
dari kesadaran diri sehingga mengarah pada kekhawatiran untuk menghadapi
ancaman, mengatasi bahaya-bahaya yang mungkin menghadang. Menurut
Goleman (2002:93) kekhawatiran tersebut memunculkan sesuatu yang positif,
Fungsi kekhawatiran – apabila berhasil – adalah untuk melatih mengenali bahaya
dan menyajikan pemecahan untuk dihadapinya. Akan tetapi permasalahan yang
muncul dalam kekhawatiran ataupun rasa bersalah kadang tidak sesukses itu.
Malah justru sebaliknya menghancurkan eksistensi diri dan mengarah pada
kecemasan neurotis (berperilaku menyimpang) bukan mengarah pada kecemasan
yang konstruktif (eksistensial). Dalam pandangannya Corey (1988:64) kecemasan
5
neurotis erat kaitannya dengan kebiasaan menggunakan mekanisme pembelaan
diri dan pelarian diri, sehingga orang selalu menjadi bingung gelisah, merasa
terancam, tersudut dan seterusnya. Fenomena inilah yang terjadi juga pada remaja
di Kec. Semarang Utara Kota semarang yang notabenenya tinggi tingkat
kriminalitasnya yang mengarah pada perilaku menyimpang.
Sedangkan sifat dasar manusia adalah baik dan ingin kembali kepada
kebenaran sejati. Oleh karena itu remaja memerlukan bimbingan dalam upaya
memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif
dan mampu menentukan rencana sendiri (mandiri), sebab salah satu azas
bimbingan adalah azas kemandirian agar individu tidak tergantung pada orang
lain dan dapat mandiri (Ancok 2001:161). Azas kemandirian merupakan tujuan
akhir bimbingan dan konseling pada setiap individu ; oleh karena itu pelayanan
bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar
mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau
permasalahan yang dihadapinya .
Bimbingan menurut Prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang, baik kanak-kanak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 1999 : 99).
6
Ajaran Islam datang kepermukaan bumi juga memiliki tujuan yang sangat
prinsip atau mendasar, yaitu membimbing, mengarahkan, menganjurkan kepada
manusia menuju kepada jalan yang benar yaitu “Jalan Allah”. melalui jalan itulah
manusia akan dapat hidup selamat dan bahagia di dunia hingga di akherat.
Firman Allah SWT dalam Qs.. An-Nahl : 125
كبإن ر نسأح م بالتي هيادلهجة ونسعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإلى س عاد
دينتهبالم لمأع وهبيله ون سل عن ضبم لمأع وه
Artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Sedangkan pengertian bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat
(Faqih, 2001:4).
Secara garis besar, tujuan Bimbingan Konseling Islam yaitu “membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Individu yang dimasudkan disini adalah
orang yang dibimbing atau diberi konseling baik orang perorangan maupun
kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti mewujudkan
diri sesuai dengan hakekat sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras
perkembangan unsur dirinya dan pelaksana fungsi atau kedudukannya sebagai
makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai
7
makhluk berbudaya. Bimbingan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia.
Maksud Citra manusia yaitu manusia yang sebenar-benarnya manusia; manusia
dengan aku dan kediriannya yang matang, tangguh dan dinamis; dengan
kemampuan sosialnya yang luas dan bersemangat, tetapi menyejukkan; dengan
kesusilaannya yang tinggi; serta dengan keimanan dan ketakwaannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang mendalam (Hasanah, 2004:62). Islam memandang
seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu
mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan
mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan
kemampuan fundamental potensial rohaniahnya. Maka dalam pelayanan
bimbingan konseling Islam salah satunya memuat azas kemaujudan individu
(eksistensi diri).
Sebagai makhluk individu, yang memiliki kekhasan masing-masing,
memiliki potensi dan eksistensinya sendiri. Dengan keunikan yang dimilikinya,
menjadikan setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, sehingga manusia
dituntut untuk memikirkan keadaan dirinya. (Kibtiyah, 2005: 52). Oleh sebab itu
wacana kemanusiaan sangat diperlukan untuk mengetahui akan misteri eksistensi,
dengan mengetahui eksistensi manusia otomatis mengarah pada pemahaman diri.
Pemahaman diri sangat menunjang dalam layanan Bimbingan Konseling Islam
(BKI), karena yang dihadapi adalah klien sebagai manusia yang bereksistensi.
Sebab masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam
arti terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek
8
kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian
diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan senantiasa mengalami berbagai
perubahan baik dalam sikap maupun tingkah lakunya.
Sesuai dengan visi konseling terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang
membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian
dukungan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal,
mandiri, dan bahagia (Murtadho, 2006:02).
Untuk itu diperlukan pemahaman secara filosofis tentang berbagai hal
yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan konseling Islam, diantaranya
dalam memahami keberadaan individu (klien). Pemikiran dan pemahaman
filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan konseling
Islam, dan khususnya bagi konselor yaitu membantu memahami situasi konseling
dan dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri
lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberi
bantuan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti remaja di
Kec. Semarang Utara Kota Semarang, karena daerah ini termasuk kategori tinggi
tingkat kriminalitasnya di bandingkan dengan Kec. Semarang yang lain. Dalam
data prosentase statistika perbandingan (POLSEK, 2006) dapat diketahui bahwa
prosentase ; Kec. Semarang Utara 25,63%, Kec. Semarang Timur 23,58%, Kec.
Semarang Barat 21,61%, Kec. Semarang Selatan 15,56%, Kec. Semarang Tengah
9
13,62%. Diukur dari 10.727 remaja yang melakukan kenakalan dan kriminalitas
di seluruh kecamatan Semarang, dengan jumlah keseluruhan remajanya 42.774
orang. Apabila merujuk data kriminalitas remaja pada tahun 2006 – maret 2007 di
Polsek Kec. Semarang Utara kota Semarang, di antara tindak kriminalitasnya
adalah ; pencurian, penggelapan, pengancaman/ penganiayaan, pembunuhan,
percobaan pembunuhan, penipuan, perbuatan tidak menyenangkan, pengroyokan,
penjambretan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam skripsi
dengan judul Hubungan Kesadaran-diri dengan Kecemasan Eksistensial pada
Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis
Azas Bimbingan Konseling Islam).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.2.1 Adakah hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial
pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007 ?
1.2.2 Bagaimanakah bila ditinjau dalam prespektif Bimbingan Konseling
Islam, khususnya analisis azas BKI ?
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa:
1.3.1.1 Ada tidaknya hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan
eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang
tahun 2007.
1.3.1.2 Juga ditinjau dalam prespektif Bimbingan Konseling Islam,
khususnya analisis azas BKI.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan
BKI dan secara khusus Ilmu Dakwah dalam memberikan pemahaman
terhadap diri pribadi kaitannya untuk bersikap dan berperilaku
menurut kadar nilai moral dan pola islam .
1.3.2.2 Manfaat praktis
1) Sebagai pedoman dan arahan bagi remaja khususnya di Kec.
Semarang Utara, serta pada masyarakat luas pada umumnya dalam
menyadari akan keberadaan mereka untuk mengambil sikap positif
dalam kehidupan masyarakat juga dalam hal menghadapi
kecemasan-kecemasan secara konstruktif.
11
2) Sebagai acuan alternatif bagi konselor dalam memahami dan
mengaplikasikan azas-azas konseling dalam pelayanan bimbingan,
berdasarkan kondisi dan kebutuhan klien.
1.4 Telaah Pustaka
Penelitian yang secara khusus membahas hubungan kesadaran-diri
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam) belum
ditemukan. Meski demikian terdapat kajian ataupun hasil penelitian terdahulu
yang terkait dan ada relevansinya dengan penelitian ini, adapun hasil-hasil
penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Mariyatul Kibtyah, di PUSLIT IAIN
Walisongo Semarang tahun 2005 yang berjudul Enam Dimensi Dasar Positif
Teori Eksistensial Humanistik dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling
Islam membahas mengenai teori eksistensial Humanistik tentang enam dimensi
dasar positif, dan tinjauan Islam tentang enam dimensi dasar tersebut serta
kemungkinan penerapan enam dimensi dasar tersebut ke dalam konseling Islam.
Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan menggunakan pendekatan
content analysis atau analisis isi yang positivistik kualitatif dan metode induktif.
Sedangkan hasil temuannya adalah kemungkinan penerapan dan relevansi enam
dimensi dasar positif dari teori eksistensial humanistik dalam konseling Islam.
Bahwa pada dasarnya di dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
12
Hadist sudah memuat keseluruhan isi dari enam dimensi dasar positif tersebut,
namun enam dimensi dasar tersebut hanya sebagian kecil dari ajaran Islam. Sebab
secara khusus tidak menjelaskan akan adanya akhirat, pahala dan dosa, surga dan
neraka, keimanan, ketakwaan, apa lagi penagukuan akan keberadaan Tuhan,
orientasinya masih bersifat keduniaan semata.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaenal Abidin, Fakultas Psikologi Sosial
UGM tahun 2002 dalam bukunya yang berjudul Analisis Eksistensial untuk
Psikologi dan Psikiatri membahas mengenai metodologi pemahaman beberapa
artikel yang terdapat dalam dua buah buku klasik berjudul Existence (1961) yang
dipelopori oleh Rollo May dan Existential-Phenomenological Alternatives for
Psychology (1978) oleh Vale, Rollo.S dan Mark King. Menurutnya tidak mudah
memahami buku-buku analisis eksistensial yang ditulis dalam bahasa asing,
karena selain kendala bahasa terdapat juga kendala substansi (isi) serta banyak
konsep atau istilah yang di ungkap dalam bahasa yang tidak lazim sehingga
mengalami kesulitan untuk memahami isi dan artinya. Pembahasanya memuat
tentang esensi dan latar belakang munculnya analisis eksistensial serta
kemungkinan diperlukannya analisis eksistensial dalam terapi untuk masa kini
ataupun masa datang. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan
menggunakan pendekatan deskriptif analysis. Hasil temuannya adalah analisis
eksistensial bisa dijadikan pendekatan alternatif untuk masa kini maupun masa
depan dalam memahami dan menangani individu (pasien). Namun tidak berarti
menolak pendekatan-pendekatan lain seperti behaviorisme dan psikoanalisis, juga
13
ada kesamaan yang signifikan antara eksistensialisme (filsafat yang mendasari
analisis eksistensial) dengan filsafat timur, sehingga bisa dikatakan cocok dengan
kondisi masyarakat Indonesia. Maka pemahaman intersubyektif atas individu dan
pendekatan yang bersifat intim dengan klien, sangat membantu pemahaman dan
terapi dalam masyarakat yang bersifat kolektivistik seperti Indonesia. Sebab
dibalik itu semua setiap orang pasti ingin dihargai, diakui, dipahami dan
diperlakukan sebagai manusia.
Diantara penelitian yang lain dilakukan oleh Ina Sastrowardoyo, Fakultas
Sastra Jurusan Filsafat UI Jakarta tahun 1991 dalam bukunya yang berjudul Teori
Kepribadian Rollo May yaitu membahas mengenai teori kepribadiannya Rollo
May yang fokusnya pada eksistensi manusia sepenuhnya, dengan segala
perubahan dalam emosi. Juga polarisasi yang terjadi dalam aliran eksistensialisme
dalam psikologi yang menjadi penopang besar untuk pihak yang mengandalkan
peran religiositas. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan
menggunakan pendekatan content analysis atau analisis isi yang positivistik
kualitatif . Hasil temuannya bahwa individu dengan kesadaran penuh akan dirinya
serta lingkungannya dapat mencapai kebebasan batin dan dapat hidup sesuai
dengan integritasnya serta dapat membuat keputusan penting dengan bebas
menurut tanggung jawabnya sendiri. Manusia senantiasa merupakan satu
kesatuan dengan zamannya, tetapi karena manusia adalah satu-satunya makhluk
yang dapat mentransendensikan waktu, maka tidak perlu terbelenggu dengan
keadaan zamannya. Nilai-nilai batiniah dapat mengatasi segala zaman.
14
Menurutnya pemikiran Rollo May menandakan satu punck baru dalam dunia
psikologi, filsafat dan religi. Sebab pemikirannya menunjuk jalan untuk
mengintregrasikan nilai-nilai lama yang selama ini diabaikan, ke dalam
kehidupan masyarakat modern yang sedang dilanda krisis nilai-nilai.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam rangka menguraikan perumusan masalah diatas, maka peneliti
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih
terarah dan bisa dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sebelum memasuki bab pertama dan bab berikutnya yang merupakan satu pokok
pikiran yang utuh, maka penulisan skripsi ini diawali dengan bagian muka, yang
memuat Halaman Judul, Nota Pembimbing Pengesahan, Motto, Persembahan,
Pernyataan, Abstraksi, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
Bab Pertama adalah Pendahuluan. Bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Sistematika Penulisan.
Bab Kedua adalah Kerangka Dasar Pemikiran Teoritik yang menjelaskan
tentang Kesadaran Diri, Kecemasan Eksistensial, Definisi Teoritik, Hubungan
Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial dan Bimbingan Konseling Islam.
Bab kedua ini dibagi menjadi tiga sub bab. Sub bab pertama menjelaskan
Landasan Teori yang terdiri dari empat sub anak sub bab yaitu: Pengertian
Kesadaran Diri, Tahapan-Tahapan Kesadaran Diri, Langkah-Langkah
15
Mempertinggi Kesadaran Diri, Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri. Sub anak
bab kedua menjelaskan tentang Definisi Kecemasan Eksistensial yang meliputi
sub anak sub bab, yaitu pengertian kecemasan eksistensial, Struktur atau Esensi
Pengalaman Manusia, Asumsi Tentang Manusia (yang terdapat dalam analisis
eksistensial, behaviorisme, psikoanalisis), Ancaman yang Membangkitkan
Kecemasan Eksistensial. Sub anak bab ketiga berisi Definisi Teoritik Bimbingan
Konseling Islam, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam, Hakekat Manusia
Prespektif Bimbingan Konseling Islam, Tujuan dan Azas Bimbingan Konseling
Islam. Sub bab ketiga menjelaskan tentang Definisi Teoritik Hubungan
Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial. Sub bab keempat menjelaskan
tentang Hipotesis Penelitian.
Bab Ketiga berisi tentang Metodologi Penelitian. Bab ketiga ini dibagi
menjadi enam sub bab. Sub bab pertama berisi tentang Jenis dan Metodologi
Penelitian. Sub bab kedua berisi tentang Definisi Konseptual dan Operasional
Variabel. Sub bab ketiga berisi tentang Sumber dan Jenis Data. Sub bab keempat
berisi tentang Populasi dan Sampel. Sub bab kelima berisi tentang Pengumpulan
Data. Sub bab keenam Teknik Analisis Data.
Bab Keempat memuat tentang Gambaran Garis Besar mengenai daerah
penelitian/obyek penelitian yang meliputi Kondisi Geografis, Kondisi Masyarakat
Islam, Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Kondisi Umum Remaja di Kecamatan
Semarang Utara.
16
Bab Kelima berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab
kelima ini dibagi menjadi tiga sub bab, pertama yakni: Hasil Penelitian yang
berisi deskripsi dan penelitian, sub bab kedua berisi tentang Pengujian Hipotesis
dan sub bab ketiga berisi Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab Keenam adalah penutup. Bab ini memuat Kesimpulan, yang
merupakan hasil dari penelitian Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan
Eksistensial Remaja di Kecamatan Semarang Utara, serta ditinjau dari Bimbingan
Konseling Islam. Kedua adalah Saran-Saran serta diikuti dengan uraian kata
Penutup. Setalah penutup dibagian akhir dicantumkan Daftar Pustaka, Lampiran-
Lampiran dan Biodata.
17
BAB II
TINJAUAN TENTANG KESADARAN – DIRI, KECEMASAN
EKSISTENSIAL DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1 Kesadaran – Diri
2.1.1 Pengertian Kesadaran Diri
Para ahli mempunyai pendapat yang beragam tentang kesadaran diri.
Diantaranya menurut Mayer seorang ahli psikologi dari University of new
Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan, berpendapat bahwa
kesadaran-diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran
kita tentang suasana hati (Goleman, 2000:64).
Sementara itu, Steven dan Howard (2003:39) mendefinisikan
kesadaran diri sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa
kita merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku kita terhadap orang
lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara
jelas pikiran dan perasaan kita, membela diri dan mempertahankan pendapat
(sikap asertif), kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan
berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali
kekuatan dan kelemahan kita dan menyenangi diri sendiri meskipun kita
memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan
potensi yang kita miliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang kita
raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).
18
Goleman (2000:63) menjelaskan kesadaran diri yaitu perhatian terus
menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri ini,
pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.
May (1953) seorang psikiater yang mempelopori pendekatan
eksistensial yang dikutip oleh Koesworo menjelaskan bahwa kesadaran-diri
adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati
dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta
kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam
waktu (masa kini, masa lampau, dan masa depan) (Koeswara, 1987:31).
Binswanger dan Boss menggambarkan kesadaran-diri adalah salah
satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, yang membedakan manusia
dari makhluk lainnya. Pendek kata dalam pandangan mereka, kesadaran-diri
adalah kapasitas yang memungkinkan manusia bisa hidup sebagai pribadi
yang utuh dan penuh. Mereka akan menolak istilah kepribadian apabila
istilah tersebut menunjuk kepada sekumpulan trait atau sifat-sifat yang tetap
pada diri manusia. Mereka mengembangkan konsep ada-dalam-dunia
yaitu; dunia fisikal atau dunia biologis (Umlet), dunia manusia atau dunia
sosial (Mitwelt), dunia diri sendiri termasuk kebutuhan manusia (Eigenwelt).
Mereka percaya bahwa kepribadian setiap individu adalah unik dan dapat
dibedakan dari caranya mengada di dalam atau berelasi dengan ketiga taraf
dunia itu. Yang dimaksud “dunia” menurut pandangan Husserl,
sebenarnya bukan dunia sebagaimana dipahami atau diinterpretasikan oleh
19
teori-teori ilmiah. Dunia yang secara langsung dan tanpa perantara, dialami
oleh setiap individu didalam kehidupan sehari-hari. Tidak lain adalah gejala
atau fenomena murni. Inilah dunia yang dihidupi, dihayati, atau dialami oleh
manusia.
Sedangkan gagasan tentang perkembangan keberadaan dengan
bertumpu pada konsep pemenjadian (becoming) dan konsep yang mereka
kembangkan sendiri, yakni konsep ada-di-luar-dunia, berikut kebebasan
dan tanggung jawab. Konsep pemenjadian menerangkan bahwa keberadaan
adalah dinamis dan selalu berproses menjadi sesuatu yang lain dari
sebelumnya. Artinya bahwa manusia terdapat kesanggupan untuk
mentransendensikan dirinya di dalam dunia (pengalaman) baru yang di
tujukan kepada realisasi kemungkinan-kemungkinan (potentialities) dari
keberadaannya (Koeswara, 1987:31).
Dalam pandangan Frankl kebebasan berkeinginan adalah ciri yang
unik dari keberadaan dan pengalam manusia. Manusia tidak hanya sanggup
mengambil sikap terhadap dunia, tetapi juga sanggup dan bebas mengambil
sikap terhadap dirinya sendiri, menerima atau menolak dirinya. Dengan
mengambil sikap atau mengambil jarak terhadap dirinya sendiri, manusia
bisa keluar dari ruangan biologis dan psikologisnya, dan masuk ke dalam
ruang noologis (dimensi spiritual) . Suatu dimensi atau ruang tempat
manusia hadir sebagai fenomena yang berbeda dari makhluk lainnya.
Dengan memasuki ruang noologis atau dimensi spiritual, manusia
20
meninggikan martabatnya sebagai manusia, sebagai makhluk yang hidupnya
tidak semata-mata dikuasai oleh ketentuan-ketentuan biologis dan
psikologisnya. Di dalam ruang noologis inilah terletak kebebasan
berkeinginan dari manusia (Koeswara, 1987:38).
Menurut Chaplin (2002:450) kesadaran-diri adalah kesadaran
mengenai proses-proses mental sendiri atau mengenai eksistensi sebagai
individu yang unik.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran-
diri (self conciousness) adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada
manusia, di mana manusia tersebut mempunyai kesadaran meng-ada-
dalam-dunia (umwelt, mitwelt, eigenwelt). Juga kesadaran meng-ada-di-
luar-dunia (becoming = pemenjadian) yaitu kebebasan yang tidak dapat
dipisahkan dari tanggung jawab.
Umwelt dapat di pahami sebagai “dunia sekitar” (dunia natural),
kalau dunia biologis disamakan dengan lingkungan (environment) yaitu
berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan biologis; dorongan-dorongan,
naluri-naluri. Bisa diartikan dunia hukum alam dan perputaran ilmiah, dunia
tidur dan terjaga, lahir dan mati. Mitwelt artinya perhubungan manusia
dengan manusia lain, pada manusia berlangsung komunikasi yang
melibatkan makna, makna orang lain sebagian ditentukan oleh perhubungan
dengan sesamanya, esensi dari perhubungan adalah bahwa perjumpaan
(encounter) kedua pribadi diubah. Perhubungan selalu melibatkan kesadaran
21
timbal-balik, dan ini selalu terjadi dalam suatu perjumpaan. Sedangkan
eigenwelt artinya kesadaran diri, yang berhubungan dengan diri sendiri dan
cara khas hadir dalam diri manusia. Sebagai dasar dan diatas dasar itu kita
melihat dunia nyata dalam prespektif yang sebenarnya.
2.1.2 Tahapan-Tahapan Kesadaran diri
Kesadaran diri yang dimiliki remaja dapat mempengaruhi
perkembangan diri sendiri dan bahkan perkembangan sesamanya. Sebab
manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Oleh sebab itu
kesadaran diri sangat fundamental bagi pertumbuhan remaja. Menurut
Sastrowardoyo (1991:83-84) untuk mencapai kesadaran diri yang kreatif
seseorang harus melalui empat tahapan yaitu :
2.1.2.1 Tahap ketidaktahuan
Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran
diri, atau disebut juga dengan tahap kepolosan.
2.1.2.2 Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan
untuk memperoleh kebebasan dalam usaha membangun “inner
strength”. Pemberontakan ini adalah wajar sebagai masa transisi
yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan
lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru
pula.
22
2.1.2.3 Tahap kesadaran normal akan diri
Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya
untuk kemudian membuat dan mengambil tindakan yang
bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman sadar akan
diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap
kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian
manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil
keputusan dalam hidupnya.
2.1.2.4 Tahap kesadaran diri yang kreatif.
Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif
mampu melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh
perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan subjektifnya. Tahapan
ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius, ilmiah atau
dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin.
Melalui tahapan ini seseorang mampu melihat hidupnya dari
perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi dan
membuat peta mental yang menunjuki langkah dan tindakan yang
akan diambilnya.
2.1.3 Langkah-Langkah Mempertinggi Kesadaran-Diri
Kesadaran diri tidak terbentuk secara otomatis, melainkan karena
adanya usaha individu. Tahapan kesadaran diri individu, ditentukan oleh
23
beberapa besar atau sejauh mana individu tersebut berusaha mempertinggi
kesadaran dirinya.
Ada beberapa langkah yang perlu diambil oleh remaja dalam rangka
meningkatkan atau mempertinggi kesadaran dirinya. Langkah-langkah
tersebut dimulai dari :
2.1.3.1 Menemukan kembali perasaan-perasaannya
Agar dapat mencapai tingkatan tersebut, banyak orang harus kembali
lagi pada permulaan untuk menemukan kembali apa itu perasaan.
Perasaan adalah pernyataan hati nurani yang dihayati secara suka
maupun tidak senang. Sebab sering seseorang tidak tahu-menahu
tentang apa yang dirasakannya sendiri, yang diucapkan tentang
perasaan mereka hanya ungkapan samar. “baik-baik saja”, “tidak
enak badan”, mereka tidak mengalami perasaan secara langsung,
hanya ide-ide yang samar mereka kemukakan sebagai apa yang
dirasa penting.
2.1.3.2 Mengenal keinginan-keinginan sendiri
Sadar akan perasaan kita membawa kita ke langkah berikutnya yaitu
mengetahui dengan jelas apa yang diinginkannya. Seseorang yang
tidak mengenali keinginan-keinginan sendiri adalah mereka yang
hanya memikirkan keinginan-keinginan yang rutin atau mereka yang
berkeinginan menurut orang lain. Mengetahui keinginan kita tidak
berarti bahwa kita harus memaksakan dan mengutarakan keinginan
24
kita kapan dan dimana saja. Keputusan dan pertimbangan yang
matang adalah sisi utama dari kesadaran diri. Mengenal keinginan
sendiri maksudnya, mengenal keinginan secara spontan, yaitu
membuat interaksi yang tepat dan melihat gambaran situasi
menyeluruh : tahu menetapkan dirinya dan menjadikan dirinya
bagian yang integral dalam hubungan dengan dunia sekitarnya.
2.1.3.3 Menentukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek ketaksadaran.
Individu-individu masyarakat modern bersikap pasif terhadap aspek-
aspek ketaksadaran, bahkan cenderung menyisihkannya dan lebih
mengutamakan aspek-aspek kesadaran yang dipandang identik
dengan rasionalitas. Maka untuk mencapai kesadaran diri, seseorang
perlu menemukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek
ketaksadaran melalui aspek-aspek ketaksadaran individu tidak hanya
akan menemukan kembali perasaan-perasaannya, tetapi juga
menemukan kembali sumber pemecahan bagi masalah-masalah yang
dihadapi (Koeswara, 1987: 33 – 36).
2.1.4 Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri
Melalui kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung
jawabnya untuk memilih. “Manusia adalah makhluq yang bisa menyadari
dan oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”. Seperti
ungkapan Kierkegard yang dikutip oleh Billington dalam bukunya “Living
Philosopy An Introduction To Moral Thought”, Bahwa:
25
“Man’s existence as a free – whiled personality, not the slave of a mechanistic universe, but capable of determining his own future, and consequently his “essence” by the decisions he made” (Billing ton, 1993: 152).
Maksudnya, eksistensi manusia merupakan pribadi yang bebas
berkehendak dan mampu menentukan masa depannya sendiri, serta mampu
mengarahkan perkembangannya. Tidak lagi membicarakan yang konkrit
tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan
pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lawan
iman religius.
Menurut Kiergaard (Dagun, 1990:51) eksistensi dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu; Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Di
dalam eksistensi ini manusia mempunyai minat besar terhadap hal-hal di
luar dirinya (bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan
kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu). Eksistensi etis untuk
keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong hal-hal yang konkrit
saja tetapi lebih dari itu bahkan lebih penting yakni memperhatikan situasi
batinnya. Eksistensi religius yaitu tidak lagi membicarakan yang konkrit
tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan
pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lewat
iman religius.
Pada hakekatnya, semakin tinggi kesadaran seseorang, maka
sebagaimana dinyatakan oleh kiergaard, “semakin utuh diri seseorang”.
26
Dengan kesadaran diri, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung
jawabnya untuk memilih (Corey, 1988:64). Menurut Rogers (Budiraharjo,
2001:139) ada lima sifat khas dari seseorang yang berpribadi penuh yaitu;
pertama keterbukaan pada pengalaman yang berarti bahwa seseorang tidak
bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel terhadap
pengalaman. Kedua kehidupan eksistensial adalah kondisi orang yang tidak
mudah berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman-pengalaman
melainkan dapat menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus
terbuka pada pengalaman baru. Ketiga Kepercayaan terhadap organisme
orang sendiri yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar.
Keempat Perasaan bebas, artinya semakin seseorang sehat secara psikologis
semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak (dimungkinkan
terjadinya pilihan). Kelima kreatifitas yaitu kemampuan untuk mencipta
yang berarti bahwa seseorang yang kreatif bertindak bebas dan menciptakan
ide-ide dan rencana hidup yang konstruktif, serta dapat mewujudkan
kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.
Dengan demikian, kesadaran diri membukakan kita pada inti
keberadaan manusia diantaranya:
1. Kita adalah makhluq yang terbatas dan kita tidak selamanya mampu
mengaktualkan potensi.
2. Kita memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil tindakan.
27
3. Kita memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan yang akan diambil
oleh karena itu kita menciptakan sebagian dari nasib kita sendiri.
4. Kita pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk
berhubungan dengan orang lain, kita menyadari bahwa kita terpisah,
tetapi juga terkait dengan orang lain.
5. Dengan meningkatkan kesadaran atas keharusan memilih, maka kita
mengalami peningkatan tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi
tindakan memilih.
6. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan.
7. Kita mampu mengenal kondisi-kondisi kesepian, rasa berdosa dan isolasi
(Corey, 1988: 65).
2.2 Kecemasan Eksistensial
2.2.1 Pengertian Kecemasan Eksistensial
Corey (1988:77) Kecemasan eksistensial (kecemasan konstruktif)
yaitu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan, meskipun kita bisa
menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita pada
dasarnya tetap sendirian. Kecemasan eksistensial juga muncul dari perasaan
bersalah yang dialami apabila kita gagal mengaktualkan potensi-potensi
kita.
Menurut May kecemasan adalah perasaan akan bahaya yang tidak
tampak dan tidak jelas, yang membuat manusia kehilangan kesadaran dan
28
akan realitas sehingga tidak mengetahui apa yang harus di lakukan. Dasar
kecemasan adalah kita tidak tahu dengan jelas peranan apa yang harus kita
pegang sebagai prinsip. Kecemasan merupakan reaksi alamiah terhadap
bahaya yang menyangkut eksistensi manusia atau serangan terhadap salah
satu nilai yang dirasakannya sebagai identitas eksistensinya. Eksistensi
manusia tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuatnya dan bahwa untuk
sampai pada satu pilihan manusia mengalami kecemasan dan konflik batin
yang dalam (Sastrowardoyo, 1991:60-87).
Sartre berpendapat bahwa kecemasan berhubungan dengan
kebebasan. Kebebasan membuat manusia cemas. Sebab dihadapkan pada
berbagai kemungkinan, dan manusia tidak tahu kemungkinan tersebut akan
baik bagi manusia atau justru menghancurkan eksistensinya
(Dagun,1990:106)
Kurt Goldstain mendevinisikan kecemasan bukanlah suatu kita
“punyai” melainkan yang membuat kita “ada” (Abidin, 2002:123).
Menurut Heidegger, manusia tidak akan pernah lepas dari
cengkraman kecemasan. Kecemasan adalah kondisi mencekam dimana
manusia berhadapan dengan “ ketiadaan” ( Dagun,1990:85 ).
Sedangkan Zainal Abidin (2002:123-124) dalam bukunya “Analisis
Eksistensial” mendevinisikan kecemasan sebagai karakteristik ontologis
manusia yang akar atau dasarnya ada pada eksistensi manusia dan
pengalaman mengenai ancaman dari ketiadaan. Kecemasan bisa diartikan
29
keadaan subyektif individu yang menjadi sadar bahwa eksistensinya bisa
hancur, bahwa ia bisa kehilangan diri dan dunianya, bahwa ia bisa menjadi
“tidak-ada” atau “bukan apa-apa”. Kecemasan juga melibatkan
pertentangan batin, adanya potensi kemungkinan teraktualisasi dan mengisi
eksistensinya atau malah menghancurkan eksistensinya. Jadi kecemasan
adalah kondisi individu, ketika dihadapkan pada persoalan untuk
kemungkinan barunya. Ketika individu menolak potensi-potensi itu, atau
gagal untuk mengisi atau mewujudkannya, maka kondisinya berada pada
kondisi rasa bersalah (guilt). Dengan demikian rasa bersalah merupakan
karakteristik ontologis dari kecemasan eksistensial.
Pandangan Boss (Abidin,2002:128) rasa bersalah ontologis, yakni
rasa bersalah akibat menghilangkan potensi-potensi kita sendiri, yang
berhubungan dengan model dunia eigenwelt (diri sendiri), rasa bersalah
yang berhubungan dengan mitwelt (orang lain) dan rasa bersalah karena
pemisahan dari umwelt (alam) secara keseluruhan.
Rasa bersalah ontologis mempunyai ciri yang pertama, siapapun
tanpa terkecuali berperan serta di dalam rasa bersalah itu. Kedua, rasa
bersalah ontologis tidak muncul dari larangan-larangan budaya, atau dari
perintah-perintah adat istiadat; melainkan berakar dalam fakta kesadaran-
diri (muncul dari fakta bahwa saya melihat dari saya sendiri sebagai orang
yang memilih, namun gagal dalam membuat pilihan itu).
30
Rasa bersalah ontologis atau kecemasan eksistensial tersebut tidak
bisa disamakan dengan kecemasan abnormal dan neurotik. Menurut
Mappiare (2006:221) kecemasan abnormal selalu diliputi banyak konflik-
konflik batin, miskin jiwanya serta tidak stabil. Tidak ada perhatian
terhadap lingkungannya, terpisah hidupnya dari masyarakat, hidupnya
selalu gelisah, jasmaninya selalu sakit-sakitan. Berbeda lagi dengan
kecemasan neorotik yaitu kecemasan yang bercirikan kekacauan neural.
Pensyarafan kemudian menimbulkan kecemasan seseorang dan diikuti
tingkah laku yang tidak produktif digunakannya untuk menutup-nutupi
masalah (Mappiare, 2006:221).
Sedangkan menurut Corey (1988:17) kecemasan neorotik adalah
ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkn hukuman bagi
dirinya. Rasa bersalah ontologis (kecemasan eksistensial) menimbulkan
pembentukan gejala (sympton formation) tetapi mempunyai akibat
konstruktif pada kepribadian. Terlebih lagi, dapat dan harus membawa pada
kerendahan hati, pada kepekaan dalam hubungan dengan orang lain, dan
pada kreatifitas dalam menggunakan potensi-potensi kita sendiri (Abidin,
2002:128-129).
Kecemasan eksistensial muncul disebabkan adanya ancaman yang
melekat pada eksistensi manusia. Sedangkan eksistensi manusia dapat
dipahami sebagai; suatu proses dinamis dalam arti bahwa eksistensi tidak
31
bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan
atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam
mengaktualisasikan potensi-potensinya. Istilah eksistensi analog dengan
“kata kerja”. Kedua, pemberian makna hal ini sesuai dengan hakekat
kesadaran manusia itu sendiri sebagai intensionalitas, yang selalu mengarah
keluar dirinya (transendensi). Ketiga, ada-dalam dunia (Mitwelt, eigenwelt,
umwelt). Keempat dapat diartikan sebagai milik pribadi maksudnya tidak
ada dua individu yang identik. Eksistensi adalah milik pribadi, yang
keberadaannya tidak tergantikan oleh siapapun. Kehadiran orang lain bisa
mengurangi perasaan sakit atau sedih “saya”, tetapi mereka tidak bisa
menggantikan posisi “saya”. Kelima, eksistensi mendahului esensi artinya
nasib seseorang maupun struktur hidup manusia dan juga konsepsi tentang
manusia adalah dipilih dan ditentukan oleh manusia. Keenam, otentik dan
tidak-otentik artinya eksistensi manusia sebagian besar adalah tidak-otentik.
Manusia lupa akan dirinya, dikuasai oleh kekuatan massa atau oleh pesona
benda, mengabaikan hati nurani dan mudah terpengaruh. Padahal manusia
bisa memilih dan bertindak secara otentik: sadar diri, bertindak atas
kekuatan sendiri, bersedia mendengarkan hati nurani sendiri. Eksistensi
manusia sebetulnya bisa menjadi eksistensi yang otentik (Abidin, 2002:10-
11).
Amin Syukur (2003:216) berpendapat bahwa rasa cemas memiliki
arti yang berbeda dengan rasa takut. Cemas (huzn) lebih menitik beratkan
32
kebelakang atau hal-hal yang telah lewat, yakni menyesali kejadian yang
lewat (jawa: gelo). Sedangkan takut (khauf) lebih menitik beratkan ke masa
depan, seperti takut terjadinya musibah kelaparan, takut mati dengan
meninggalkan anak yang masih kecil, dsb.
Jadi kecemasan eksistensial dapat disimpulkan kecemasan yang
konstruktif disebabkan adanya perasaan bersalah (ontologis) ketika menolak
potensi-potensi kita sendiri yang berhubungan dengan dunia (eigenwelt,
mitwelt, umwelt) atau gagal untuk mengisi atau mewujudkannya, dengan
kata lain menyesali kejadian yang telah lewat.
2.2.2 Struktur atau esensi Pengalaman Manusia
Struktur atau esensi pengalaman manusia menggantikan
perhubungan sebab-akibat gejala. Gejala sebagai sesuatu yang hadir pada
kita. Menampakkan dirinya dengan cara yang berbeda-beda, tergantung
bagaimana kita melihatnya. Gejala yang dipersepsikan analog dengan
kristal mineral yang tampak mempunyai banyak ukuran dan bentuk
berbeda, tergantung dari intensitas, sisi dan warna cahaya yang menyinari
permukaannya hanya setelah melihat pantulan-pantulan yang berbeda-
berbeda tersebut dan penampakannya yang beragam pada peristiwa yang
berulang-ulang, maka struktur kristal tetap, yang tidak berubah menjadi bisa
dikenali (Abidin, 2002:76).
Hal yang sama tampak dari gejala psikologi seperti “ rasa cemas “
(being anxious). Cemas adalah pengalaman yang mempunyai makna buat
33
kita namun, munculnya rasa cemas tidak persis sama setiap saat. Tapi
bentuk perasaan cemas bisa dirasakan jelas pada beragam kasus yang
berbeda. Keumuman (commonality) diantara berbagai kasus tersebut tidak
lain adalah “apa” dari kecemasan yakni; merupakan struktur dari gejala-
gejala cemas khusus. Struktur dari sebuah gejala adalah keumuman
(commonality) dari banyak penampakan yang beragam dari gejala itu.
Struktur dibuat hadir oleh kita sebagai makna (Abidin, 2002:76-77).
Makna pemantulan, perlu dipahami karena bersangkutan dengan
pikiran atau perasaan (makna yang ada dibalik pengamalan hidup).
Mungkin beberapa remaja mempunyai pengalaman yang sama, tetapi
maknanya terhadap sesuatu itu berbeda bagi dirinya masing-masing
(Kumpulan makalah bimbingan konseling, 2003:6).
2.2.3 Asumsi tentang manusia yang terdapat dalam pandangan analisis
eksistensial.
Penulis sengaja menggambarkan beberapa pandangan mengenai
asumsi manusia menurut beberapa pendekatan, diantaranya behaviorisme
dan psikoanalisis. Tujuannya untuk mempermudah dalam memahami secara
jelas bagaimana kaum eksistensialis memposisikan kedudukan manusia.
Asumsi Tentang Manusia
Hakekat Manusia
Pusat kendali/ dorongan
Tabiat manusia
Posisi manusia dalam dunia
34
perilaku
Behaviorisme Organisme/materi Eksternal (stimulus)
Netral (tabula rasa)
Tidak bebas (deterministik)
Psikoanalisis Organisme Eksternal (Id) Jahat
(naluri jahat)
Tidak bebas (deterministik)
Analisis Eksistensial
Tubuh yang berkesadaran
Internal (Intensionalitas)
Baik (suara hati)
Bebas (indeterministik)
Gambar 1
Gambar di atas menjelaskan bahwa :
2.2.3.1 Hakekat manusia :
1) Menurut Behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau
organisme. Hakekat manusia, dengan perkataan, adalah tubuh
biologisnya beda (sesuai dengan landasan filsafatnya yakni
vitalisme dan materialisme).
2) Menurut analisis eksistensial, hakekat manusia adalah kesadaran
dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah ke luar dirinya
(intensionalitas). Peran penting kesadaran dengan menunjukkan
bahwa peran tubuh pun dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita
menyebut tubuh bukan sebagai tubuh organisme melainkan
tubuh-subjek atau tubuh berkesadaran.
2.2.3.2 Pusat kendali atau dorongan perilaku
1) Menurut behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau
organisme, maka kendali atau dorongan perilaku manusia
35
bersifat eksternal. (dimana pun respon merupakan fungsi dari
stimulus).
2) Analisis eksistensial meyakini bahwa pusat kendali atau sumber
perilaku adalah internal, yakni dari kesadaran yang bersifat
intensional. Tindakan manusia, pemaknaan manusia atas
lingkungannya, berasal dari kesadaran manusia ; karakter
kesadaran manusia yang bersifat intensional, menjadikan
manusia sebagai inisiator bagi tindakan-tindakannya sendiri.
2.2.3.3 Tabiat manusia
1) Menurut behaviorisme mendasarkan diri pada filsafat Jhon
Locke (1632-1764), yang berasumsi bahwa jiwa-jiwa manusia
adalah seperti “kertas kosong”. Oleh sebab itu, baik buruknya
perilaku manusia terutama disebabkan oleh faktor
lingkungannya (eksternal) tempat ia hidup.
2) Menurut psikoanalisis berasumsi bahwa tabiat manusia adalah
buruk atau jahat, karena di dorong oleh naluri-naluri hewani
(misal naluri seksual, agresif, dan seterusnya). Kalaulah perilaku
manusia itu baik, karena ada faktor lain seperti superego atau
norma atau hokum yang bersifat memaksa.
3) Analisis eksistensial menegaskan bahwa tabiat manusia pada
dasarnya adalah baik, sebagaimana tampak misalnya dari
perasaan bersalah. Perasaan tersebut tanda bahwa ia pada
36
dasarnya adalah baik, memiliki kepekaan baik pada orang lain
dan lingkungan sekitarnya maupun pada hati nuraninya sendiri.
2.2.3.4 Posisi manusia pada dunianya
1) Menurut psikoanalisis maupun behaviorisme, tidak ada
kebebasan pada manusia. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh
kehendak bebas manusia, melainkan faktor-faktor eksternal,
yakni stimulus eksternal (lingkungan) atau dorongan yang tidak
disadari (id). Manusia sebagai variabel dependent, lingkungan
dan id sebagai variabel independent.
2) Menurut analisis eksistensinya manusia pada dasarnya adalah
kesadaran dan kesadaran adalah intensionalitas, maka ia adalah
bebas. Perilaku manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri dan
menuntut pertanggungjawaban dari si pelaku itu sendiri (Abidin,
2002 : 23-24).
2.2.4 Ancaman yang Membangkitkan Kecemasan Eksistensial
Ancaman-ancaman ini melekat pada kondisi kemanusiaan kita.
Menurut Frankl ancaman-ancaman yang membangkitkan kecemasan
eksistensial diantaranya:
2.2.4.1 Kematian, yang berarti bahwa kita semua adalah makhluk yang
tidak abadi. Kematian sewaktu-waktu akan datang menjemput
kita. Kematian merupakan peristiwa yang membayang-bayangi
eksistensi. Eksistensi manusia terancam berakhir oleh
37
kematian. Menurut Koestenbaum (1968) disadari atau tidak ,
manusia mempunyai kesadaran akan kematian. Namun respon
terhadap kematian bisa mengambil banyak bentuk.
Diantaranya: menyibukkan diri dalam kerja, memperkaya
kehidupan, ambisi mendapatkan kekuasaan, menghentikan
eksistensi sendiri (bunuh diri), ikhlas dan patuh menerima
keterbatasan (orang beragama), percaya kekuatan mistis.
2.2.4.2 Takdir, maksudnya memandang takdir sebagai suatu
kesengsaraan atau malapetaka yang tidak dapat diramalkan
atau dikendalikan.
2.2.4.3 Pilihan, maksudnya keharusan untuk membuat pilihan
sehingga mengundang kecemasan eksistensial. Setidaknya
melalui tiga cara:
1) Menjatuhkan suatu pilihan, tanpa informasi cukup
2) Ketika mengambil keputusan, seseorang condong untuk
mencari bimbingan dari sumber transendental yang lebih
tinggi. Namun sebaliknya, mereka menganggap bahwa
“sesuatu yang lebih tinggi” itu tidak ada dan tidak
memberikan bimbingannya.
3) Menjatuhkan satu pilihan berarti mengabaikan pilihan
lainnya. Mengatakan “ya” pada satu pilihan yang belum
tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain yang
38
belum tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain
yang jumlahnya tak terhingga. Sebagian orang tidak berani
menyia-nyiakan peluang itu, sehingga mereka tak kunjung
menjatuhkan pilihan. Mereka “terperosok” dalam hidup,
tak melakukan apapun untuk memperbaiki hidupnya.
(Abidin, 2002:165)
2.3 Bimbingan dan Konseling Islam
2.3.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
2.3.1.1 Bimbingan Islam
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan
dari kata bahasa inggris yaitu “guidance” yang berasal dari kata
kerja to guidance yang berarti menunjukkan pengertian
bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun
orang lain ke arah tujuan dengan lebih bermanfaat bagi hidupnya
di masa kini dan masa datang (Arifin, 1994:1).
Sedangkan bimbingan secara terminologi seperti yang
dikemukakan beberapa tokoh di bawah ini, diantaranya, Sunaryo
Kartodinata (1998:3) yang dikutip oleh Yusuf, dkk
mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian
bimbingan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
39
dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada
umumnya (yusuf, dkk, 2005:6).
Walgito (1995:4) mengatakan bahwa bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu-
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di
dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individu-
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Prayitno, dkk, (1999:34) mendefinisikan bimbingan
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak
remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu, sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang (anak-anak, remaja dan dewasa)
agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan
yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-
40
persoalan). Sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan
hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada
orang lain. Setelah diuraikan beberapa pengertian bimbingan,
maka perlu diketahui pula pengertian bimbingan Islam.
Menurut Faqih (2001:4) bimbingan islam yaitu proses
pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.3.1.2 Konseling Islam
Konseling berasal dari bahasa inggris “counseling”
dikaitkan dengan kata “counsel” yang artinya nasehat (to obtain
counsel)” anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take
counsel). Dengan demikian konseling diartikan sebagai
pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan
bertukar pikiran (Adz-Dzaki, 2004:179).
Sebagaimana pengertian bimbingan, maka di dalam
pengertian konseling secara umum dan islam juga dapat
dikemukakan sebagai berikut:
ASCA (American School Counselor Association) dalam
bukunya Yusuf, dkk (2005: 8) mengemukakan bahwa konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor
41
kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan
ketrampilan untuk membantu kliennya mengatasi masalah-
masalahnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa
konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami
masalah agar individu dapat mengatasi permasalahan yang
dihadapinya.
Setelah mengetahui pengertian konseling dari sudut
pandang umum maka perlu dikemukakan pengertian konseling
islam. Sebagaimana dirumuskan oleh Faqih (2001: 62) bahwa
konseling islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu
agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluq Allah
yang seharusnya dalam kehidupan keagamaannya senantiasa
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.3.2 Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam
Al-Qur'an dan sunnah rasul adalah landasan ideal dan konseptual
bimbingan konseling islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan tujuan dan
konsep-konsep bimbingan konseling islam bersumber. Segala usaha atau
perbuatan yang dilakukan manusia selalu membutuhkan adanya dasar
sebagai pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang
42
tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan
bimbingan islam didasarkan pada petunjuk al-Qur'an dan hadist, baik yang
mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberi
bimbingan dan petunjuk.
2.3.2.1 Dasar Bimbingan Islam
Dasar yang memberi isyarat pada manusia untuk memberi
petunjuk atau bimbingan kepada orang lain dapat dilihat dalam
surat al-Baqarah : 2 :
قنيتى للمدفيه ه بيال ر ابالكت ذلك
Artinya : “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
2.3.2.2 Dasar Konseling Islam
Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk memberi
nasehat (konseling) kepada orang lain, firman Allah QS: al-Ashr:
الذين آمنوا إال} ٢{إلنسان لفي خسر إن ا} ١{والعصر
}٣{وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Artinya : “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.
43
2.3.3 Hakekat Manusia Perspektif Bimbingan Konseling Islam
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo
religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitroh untuk memahami dan
menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta
sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi)
sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keberagamaan,
kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
Kefitrohan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga
yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi
Tuhan (Yusuf dkk, 2005:135).
Manusia adalah ciptaan Tuhan dan paling tinggi derajatnya.
Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi,
atau bahkan kiranya diseluruh semesta ciptaan Tuhan. Hakekat
“paling indah” artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian,
predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada
sesuatupun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang
mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimanapun dan
pada saat apapun, baik dalam dirinya sendiri, maupun bagi makhluk
lain. Sedangkan predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak
ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia.
Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun
44
menguasai makhluk-makhluk lain sesuai dengan hakekat penciptaan
manusia itu (Prayetno dkk,1999:9-10).
Menurut Adz-Dzaky (2004:13-14) manusia adalah salah satu
makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah
lebih-lebih rohaniahnya dan mempunyai sifat dasar fitroh yang
terpencar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah
lembut dan sopan santun serta taat kepada Allah. Mempunyai sifat
indah dan cantik dapat menimbulkan rasa senang, bahagia, dan
gembira bagi siapa saja yang melihatnya.
Hakekat manusia menurut Al-Qur’an dan Hadits adalah netral-
pasif yaitu pada masa balita karena potensi yang dimiliki individu,
dalam hal ini anak belum berfungsi secara optimal, belum mandiri dan
masih bergantung dengan orang tua. Sehingga orang tuanyalah yang
bertanggungjawab atas perbuatan tingkah laku anaknya dan netral-
aktif sekaligus yaitu setelah usia akhil baligh. Karena pada masa ini,
potensi yang dimiliki individu sudah berfungsi secara optimal, sudah
bisa menentukan baik buruk, halal haram, sudah bisa mandiri,
sehingga individu itu sendirilah yang bertanggung jawab atas
perbuatan dan tingkah lakunya. Hanya dibedakan dengan rentang
waktu, karena faktor usia balita dan dewasa. Secara fitroh pula
manusia beragama tauhid dan penerima kebenaran, juga diberi
kebebasan untuk menentukan jalan ketakwaan atau kefasikan, sudah
45
terikat oleh perjanjian untuk mengetahui Allah sebagai tuhannya,
dibekali dengan potensi akal. Pendengaran, penglihatan dan hati serta
petunjuk Illahiyah. Sehingga manusia bisa melaksanakan tugas-tugas
keagamaan yang diberikan Allah kepada dirinya, sebagai kholifah.
Sekaligus sebagai Abdullah, yaitu penyembah Allah (Maraghi dalam
Kibtyah, 2005:64-65).
Dari hakekat manusia tersebut, dapat kita lihat bahwa manusia
sebagai makhluk sempurna, secara jasmani dan rohani, serta
mempunyai sifat dasar fitroh yang terpancar dari alam rohaninya.
Diberi kebebasan untuk menentukan jalannya dan telah dibekali
potensi akal, penglihatan, hati serta petunjuk Illahiyah. Mengingat
berbagai potensi seperti itu, maka diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran-diri remaja agar menjadi manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
2.3.4 Azas Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan konseling islam sifatnya hanya merupakan bantuan
saja, sedangkan tanggung jawab dan penyelesaian masalah terletak
pada diri individu (klien) yang bersangkutan. Secara garis besar,
tujuan BKI dapat dirumuskan untuk membantu individu mewujudkan
dirinya sendiri sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
46
Secara khusus menurut Yusuf, dkk, (2005:72) konseling Islam
bertujuan agar individu memiliki kesadaran akan hakekat dirinya
sebagai makhluk atau hamba Allah, memiliki kesadaran fungsi
hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan
dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dan
komitmen diri untuk mengamalkan ajaran agama dengan sebaik-
baiknya memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, baik
yang bersifat hablumminallah ataupun hablumminannas baik yang
tabah atau sabar, memahami faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah atau stres, mampu mengontrol emosi dan berusaha
meredamnya dengan instrospeksi diri, mampu mengubah persepsi atau
minat, mampu mengambil hikmah dari musibah (masalah) yang
dialami.
Pelayanan Bimbingan Konseling merupakan pekerjaan
profesional. Sehingga memiliki kaidah-kaidah yang menjamin efisien
dan efektifitas di dalam proses pelayanan. Kaidah-kaidah tersebut
adalah azas-azas Bimbingan Konseling, yaitu suatu ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan BK. Diantaranya,
yaitu: Azas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian,
kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,
keahlian, ahli tangan, dan tutwuri handayani (Prayitno, 1999 : 115-
120).
47
Pelayanan Bimbingan Konseling Islam berlandaskan terutama
pada Al-Qur’an dan Hadist atau Sunnah Nabi, ditambah dengan
berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Berdasarkan
landasan-landasan tersebut dijabarkan azas-azas atau prinsip-prinsip
pelaksanaan dalam Konseling Islam, menurut faqih (2001 : 22-35)
meliputi lima belas azas. Azas yang dimaksudkan adalah :
2.3.4.1 Azas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Bimbingan Konseling Islam tujuan akhirnya adalah
membantu klien, mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa
didambakan oleh setiap muslim. Kebahagiaan hidup duniawi,
bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang
sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi
tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan
kebahagiaan abadi yang amat banyak.
2.3.4.2 Azas Fitrah
Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan
kepada klien, mengenal, memahami dan menghayati
fitrahnya.sehingga segala gerak tingkah laku tindakannya
sejalan dengan fitahnya tersebut. Manusia menurut Islam,
dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai
kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai
48
muslim atau beragama Islam. Fitrah kerap kali diartikan
sebagai bakat, kemampuan, atau potensi.
2.3.4.3 Azas “Lillahi ta’ala”
Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-
mata karena Allah. Konsekuensi dari azas ini berarti
pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan,
tanpa pamrih, sementara yang di bimbing menerima atau
meminta bimbingan dengan ikhlas dan rela.
2.3.4.4 Azas Bimbingan Seumur Hidup
Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna
dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja
manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan.
Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islam di
perlukan selama hayat masih di kandung badan.
2.3.4.5 Azas Kesatuan Jasmaniah-Rohaniah
Faqih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya di
dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah – rohaniah.
Bimbingan Konseling Islam memperlakukan kliennya sebagai
makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandang sebagai
makhluk biologis semata atau makhluk rohaniah semata.
2.3.4.6 Azas Keseimbangan Rohaniah
49
Rohaniah manusia memiliki unsur daya kemampuan
berpikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa
nafsu, serta juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain
kemampuan fundamental potensial untuk : mengetahui
(=”mendengar”), memperhatikan atau menganalisis (=
“melihat”, dengan bantuan atau dukungan pikiran) dan
mengamati (=”hati” atau af ‘ idah, dengan dukungan qalbu dan
akal).
2.3.4.7 Azas Kemaujudan Individu (Eksistensi Diri)
Bimbingan Konseling Islam memandang seseorang
individu merupakan suatu maujud (eksistensi tersendiri).
Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari
lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai
konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental
potensial rohaniahnya.
2.3.4.8 Azas Sosialitas Manusia
Manusia merupakan makhluk sosial. Pergaulan, cinta
kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang
lain, rasa memiliki dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-
aspek yang diperhatikan di dalam bimbingan konseling Islam,
karena merupakan ciri hakiki manusia.
50
2.3.4.9 Azas Kekhalifahan Manusia
Faqih berpendapat manusia menurut Islam diberi
kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar,
yaitu sebagai pengelola alam semesta (“khalifatullah fil‘ard“ ).
Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai makhluk
berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya.
Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan
ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali
muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang
diperbuat oleh manusia itu sendiri.
2.3.4.10 Azas Keselarasan dan Keadilan
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan,
keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Manusia berlaku
“adil” terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, “hak” alam
semesta
2.3.4.11 Azas Pembinaan Akhlaqul-Karimah
Manusia, menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat
yang baik (mulia), sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah.
Sifat-sifat yang baik inilah yang di kembangkan oleh
bimbingan konseling Islam, yaitu membantu klien memelihara,
mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat baik tersebut.
2.3.4.12 Azas Kasih Sayang
51
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang
dari orang lain. Dengan kasih sayanglah bimbingan konseling
Islam akan berhasil. Menurut penulis sikap cinta kasih
merupakan unsur dasar yang sesuai dengan eksistensi manusia.
2.3.4.13 Azas Saling Menghargai dan Menghormati
Dalam bimbingan dan konseling Islam kedudukan
pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau klien
pada dasarnya sama atau sederajat. Perbedaan terletak pada
fungsinya saja.
2.3.4.14 Azas Musyawarah
Konselor dan klien terjadi dialog yang baik, satu sama
lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan
keinginan tertekan.
2.3.4.15 Azas Keahlian
Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang
yang memang memiliki kemampuan keahlian di bidang
tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik
bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi
permasalahan (objek garapan/materi) bimbingan dan
konseling.
52
2.4 Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial
Hakekat manusia adalah sebagai makhluk yang sempurna, secara
jasmani dan rohani, serta mempunyai sifat dasar fitrah yang terpancar dari
alam rohaninya. Diberi kebebasan untuk menentukan jalannya dan telah
dibekali akal, penglihatan hati serta dapat dipahami sebagai manusia yang
berkesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah keluar dirinya.
Sehingga pemaknaan manusia atas lingkungannya, berasal dari kesadaran
manusia; karakter kesadaran manusia yang bersifat intensional, menjadikan
manusia sebagai inisiator bagi tindakan-tindakannya sendiri. Menurut Abidin
(2002:26) dapat digambarkan seperti :
(R) ------------------ (S) atau,
Subyek (manusia) ------------------ Obyek (dunia)
Maksudnya bahwa subyek mempengaruhi obyek dan kemudian obyek mempengaruhi subyek.
Gambar. 2
Namun manusia diciptakan tidak hanya hidup secara horisontal
seluruhnya dan vertikal seluruhnya. Pertemuan kedua tingkatan ini menjadi dasar
ketegangan pada manusia yaitu ketika manusia menyadari potensi-potensinya,
sehingga muncul kesempatan untuk berkreasi sesuatu yang baru. Perasaan
ditantang tetapi juga rasa bersalah inilah, guna mencapai penyesuaian yang
konstruktif dari semua dorongan yang ada dalam dirinya. Apabila dasar
ketegangan tersebut disadari dengan baik, maka individu akan mengalami
53
kecemasan eksistensial yang hakekatnya dalam rangka mencari alternatif-
alternatif pemecahan masalah yang konstruktif dalam rangka untuk menjaga
eksistensinya sebagai manusia.
Adapun hubungan kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial bila
digambarkan sebagai berikut :
54
1.
2.
3.
5.
4. 6 5.
7
8
Manusia (mempunyai potensi)
Menyadari Keberadaannya (kesadaran-diri)
Kecemasan Eksistensial
Mampu Mengisi Eksistensinya
Usaha Aktif
Gambar 3
Dihadapkan Problem/ Masalah
Ketegangan Eksistensial
Trial and Eror (coba dan salah)
Kecemasan
Putus Asa (masa bodoh)
Frustasi Eksistensial
Kecemasan Neorotik Kecemasan Abnormal
55
Keterangan gambar 3 diatas yaitu sebagai berikut:
1. Potensi akal, penglihatan, hati serta petunjuk Illahiyah dan diberi
kebebasan dan tanggung jawab.
2. Menyadari keberadaan disini artinya menyadari akan ancaman-
ancaman pada eksistensinya, serta menyadari sebagai makhluk
individu, sosial, religius, berbudaya.
3. Ketegangan eksistensial merupakan usaha menemukan pemecahan
masalah (problem solving). Ketegangan eksistensial pada hakekatnya
adalah sumber pertumbuhan dirinya, yang akan memberikan kekuatan
bagi manusia.
4. Disinilah timbul pertentangan batin , bahwa mereka bukan hanya
sebagai makhluk yang hidup secara horisontal seluruhnya , juga bukan
sebagai makhluk yang hidup secara vertikal seluruhnya. Ketika
individu mempunyai potensi atau kemungkinan, tetapi hanya beberapa
potensi atau kemungkinan yang sanggup diaktualisasikan. Sebab bila
gagal untuk mengisi/mewujudkannya, maka kondisinya berada pada
rasa bersalah. Pertentangan ini mengarah pada perasaan di tantang
(satu emosi yang positif dan konstruktif). Jadi dapat dipahami
“kecemasan eksistensial” adalah kecemasan yang baik.
5. Usaha aktif. Maksudnya usaha untuk mencapai penyesuaian
konstruktif dari semua dorongan yang ada dalam dirinya . Kesadaran
56
diri juga berperan penting, dalam usaha aktif dari individu sendiri
untuk merealisasikan potensi. Maka kreatifitas individu makin jelas.
6. Kecemasan yang tidak diperkuat dengan kesadaran-diri, akan
membawa kearah kecemasan yang destruktif contohnya; kecemasan
neorotik dan abnormal
7. Putus asa (masa bodoh) yaitu perasaan yang tidak berdaya yang
mendalam.
8. Frustasi eksistensial menuju ke arah kompensasi-kompensasi berupa
“pelarian diri”. Maksudnya menolak eksistensinya sebagai manusia
yaitu menolak atau lari dari suatu tanggung jawab yang di bebaninya.
Melihat acuan gambar 3 diatas dapat dipahami bahwa kesadaran diri
mempunyai hubungan positif dengan kecemasan eksistensial, manakala
seorang individu ada usaha aktif untuk mempertinggi kesadaran dirinya.
Sebab eksistensi manusia adalah kesadaran dan dinamis (becoming). Dalam
pemenjadian (becoming) manusia selalu dihadapkan dengan kecemasan.
Apabila individu ada usaha aktif (kesadaran-diri) untuk mencapai
penyesuaian yang konstruktif atau kecemasan eksistensia, maka akan
terhindar dari keterputusasaan maupun frustasi eksistensial.
2.5 Hipotesis
Menurut Suharsimi Arikunto, Hipotesis adalah kebenaran sementara yang
ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan atau dites atau di uji
57
kebenarannya dan hipotesis merupakan suatu dimana penelitian kita arah
pandangkan ke sana sehingga ada yang menuntut kegiatan kita (Arikunto, 2002:
64).
Dengan bertitik tolak dari pokok masalah dan uraian tersebut, penulis
merumuskan hipotesa sebagai berikut: bahwa kesadaran diri pada remaja di Kec.
Semarang Utara Kota Semarang ada hubungan yang positif dengan kecemasan
eksistensial, apabila ada usaha untuk mempertinggi kesadaran dirinya. Sedangkan
dalam kerangka analisis deskriptifnya mengarah pada implementasi kerangka
materi dalam metodologi pemahaman azas Bimbingan Konseling Islam.
Pemahaman konselor mengenai azas BKI mempunyai peranan penting dalam
pelayanan bimbingan, yaitu agar nilai-nilai kemanusiaan lebih applicable.
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Hal ini dikarenakan
data yang diperoleh nantinya berupa angka-angka. Dari angka yang diperoleh
akan dianalisis lebih lanjut. Dalam analisis data akan lebih baik disertai tabel,
grafik, bagan, gambar atau tampilan yang lain. Selain data yang berupa angka,
dalam penelitian kuantitatif juga ada data yang berupa informasi kualitatif
(Arikunto, 2002: 10-11).
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu kesadaran diri sebagai
variabel independent dan kecemasan eksistensial sebagai variabel dependent.
Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, penelitian
mempergunakan angket yang disusun berdasarkan variabel yang akan diukur.
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah remaja di Kecamatan
Semarang Utara Kota Semarang.
Kec. Semarang Utara Kota Semarang terdiri dari 9 kelurahan, yaitu:
Dadapsari, Kuningan, Bandar harjo, Tanjung Mas, Panggung Kidul, Panggung
Lor Plombokan, Bulu Lor, dan Purwosari. Total semua remaja di Kec.
Semarang Utara Kota Semarang sebanyak 9.627 remaja. Namun penulis hanya
mengambil tiga kelurahan dalam penelitian ini, yaitu Bandarharjo, Tanjung
Mas, Purwosari. Dalam pengambilan tiga kelurahan tersebut menggunakan
54
teknik purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi dan
diambil dua-tiga daerah kunci (Key groups) (Hadi, 2001:82). Sedangkan tiga
kelurahan tersebut termasuk urutan / kategori tinggi tingkat patologisnya pada
remaja dibandingkan 6 kelurahan lain di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang. Dalam setahun (2006) kriminalitas maupun kenakalan remaja terjadi
di Kelurahan Bandarharjo 30 kali kasus, Kelurahan Tanjungmas 27 kali kasus
dan Kelurahan Purwosari 22 kali kasus diantara kasus-kasus tersebut adalah
pencurian, penggelapan, pengancaman/ penganiayaan, pembunuhan, percobaan
pembunuhan, penipuan, perbuatan tidak menyenangkan, pengroyokan,
penjambretan, miras, judi, narkoba (Wawancara dengan Ibu Tutik, 27 mei
2007).
3.2 Definisi Konseptual dan Operasional
Dalam penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu: Variabel
Kesadaran-diri dan Variabel kecemasan eksistensial, maka akan dijelaskan
masing-masing definisi konseptual dan operasional dari variabel yang akan
diteliti, yaitu;
3.2.1 Definisi Konseptual
a. Kesadaran-diri (self-consciousness)
Kesadaran-diri adalah kesadaran akan diri sendiri terhadap
hubungan sosial dimana keadaan tersebut dapat menimbulkan
55
akibat-akibat yang mempersulit dan mempermalukan diri sendiri
(Soedarsono, 1993: 32).
Kesadaran-diri menurut Chaplin (2002:450) adalah kesadaran
mengenai proses-proses mental sendiri atau mengenai eksistensi
sebagai individu yang unik.
Jadi Kesadaran-diri adalah berkesadaran mengenai proses-
proses mental sendiri mengenai eksistensi sebagai individu yang
unik atau mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri.
Sedangkan kesadaran-diri memiliki dua indikator :
1) Kesadaran meng-ada-dalam-dunia
a) Meng-ada-dalam-alam (fisikal dan biologis)
- Memandang alam fisikal atau biologis secara positif atau
negatif.
b) Meng-ada-bersama-orang lain (sosial)
- Cenderung lari atau menghindar diri dari pergaulan
dengan orang lain atau
- Kecenderungan untuk mengantisipasi apa yang dipikirkan
oleh orang lain mengenai dirinya (antisipasi semacam ini
memotivasi individu untuk mengarahkan tingkah lakunya
kearah yang disukai oleh orang lain dalam upaya
memperoleh dampak yang menyenangkan orang lain).
56
c) Meng-ada-bagi-diri sendiri
- Merefleksi, mengevaluasi, menilai, menghakimi diri
sendiri.
2) Kesadaran meng-ada-di-luar-dunia (becoming) (kebebasan yang
tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab sendiri)
a) Memilih yang akan direalisasikan.
b) Menentukan yang akan direalisasikan:
- Menentukan arah dari perkembangannya
- Menentukan bentuk kehidupan sendiri.
- Menentukan akan menjadi apa dan bagaimana
c) Memutuskan dan merealisasikan.
b. Kecemasan eksistensial
Kecemasan eksistensial berasal dari dua kata, yaitu kecemasan
dan eksistensial. Kecemasan berasal dari kata dasar cemas yang
berarti kekhawatiran yang kurang jelas atau tidak berdasar, merasa
sangat gelisah (takut, khawatir) (Soedarsono, 1993:32). Eksistensial
yaitu merujuk pada 1). Pengalaman langsung atas realita dan
berbagai dimensi dari saat sekarang. 2). Kesadaran bahwa dia ada,
dan bahwa ia adalah makhluk yang bertindak, memilih secara
bertanggung jawab. 3). Pengalaman ketertiban yang sangat intim
dalam kehidupan, pemenuhan dan kesulitan-kesulitannya (Rakhmat,
1995:107).
57
Sedangkan menurut Chaplin (2002:177) kecemasan eksistensial
(exsistensial anxiety) yaitu kecemasan yang muncul dari keadaan
menghadapi satu pilihan, termasuk hal-hal yang tidak diketahui.
Jadi kecemasan eksistensial (exsistensial anxiety) adalah
kecemasan yang muncul dan melekat pada kondisi kemanusiaan kita
yang disebabkan keadaan menghadapi satu pilihan, termasuk hal-hal
yang tidak diketahui. Kecemasan eksistensial memiliki dua indikator
sebagai berikut:
1) Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-dalam-dunia, yang
terdiri dari:
a) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-dalam alam
(umwelt), yang ditandai dengan:
- Perasaan bersalah karena gagal dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sekitar.
- Perasaan bersalah karena gagal dalam mengendalikan
kebutuhan-kebutuhan biologis (dorongan-dorongan,
naluri).
b) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-bersama orang
lain (mitwelt), yang ditandai dengan:
- Perasaan bersalah karena gagal untuk menjalin relasi
terhadap orang lain (bermakna).
58
- Perasaan bersalah karena gagal dalam berkomunikasi
dengan orang lain (bermakna).
- Perasaan bersalah karena lari dari pergaulan dengan
orang lain (bermakna).
c) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-bagi-diri sendiri
(eigenwelt), yang ditandai dengan:
- Perasaan bersalah karena dosa yang di perbuat.
- Perasaan bersalah karena gagal mempertahankan harga
diri.
- Perasaan bersalah karena gagal mempertahankan
kepercayaan pada dirinya sendiri.
- Perasaan bersalah karena gagal dalam memperbaiki diri
sendiri.
2) Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-diluar-dunia, yang
terdiri dari:
a) Gagal dalam menentukan pilihan.
b) Gagal dalam mengarahkan perkembangan sendiri.
c) Gagal dalam menentukan kehidupan sendiri.
d) Gagal untuk mewujudkan dan merealisasikannya.
3.2.2 Defenisi Operasional
a. Kesadaran-diri pada remaja di kecamatan Semarang Utara
mempunyai indikator :
59
1) Menyadari sebagai makhluk sosial, budaya, individu dan
beragama.
2) Menyadari akan tanggung jawabnya sebagai manusia.
3) Menyadari akan niat jelek (maksiat) yang dilakukan.
4) Menyadari perbuatan maksiatnya, tidak membawanya menjadi
manusia yang dihargai dan dihormati.
5) Menyadari bahwa sebetulnya kenakalan yang dilakukan karena
pilihannya/ keputusannya sendiri.
b. Kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara
memiliki indikator sebagai berikut :
1) Mempunyai perasaan khawatir/ takut kepada Allah untuk
berbuat maksiat.
2) Menyesali perbuatannya dalam melakukan kenakalan/
kriminalitas.
3) Tidak mengulangi perbuatan kenakalan/ kriminalnya.
4) Mempunyai niat dan tekad untuk bertobat.
3.3 Jenis dan Sumber data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden
maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk-bentuk
statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian di maksud
(Subagyo, 1991:87).
60
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
mengenai kesadaran diri terhadap kecemasan eksistensial pada remaja di
Kecamatan Semarang Utara. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini
adalah subyek dari mana data diperoleh, yang terdiri dari dua sumber, yaitu:
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data
pertama di lokasi penelitian obyek penelitian (Subagyo, 1991:87). Dalam
hal ini penulis menggunakan angket yang disebarkan pada responden
yaitu remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau dari
sumber data yang kita butuhkan (Subagyo, 1991:180) yaitu buku-buku
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, serta data wawancara
berasal dari beberapa remaja, Polsek, agamawan.
3.4 Populasi Dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitan, sedangkan sampel
adalah sebagian wakil yang diteliti (Arikunto, 2002:66). Dalam hal ini,
populasi yang dimaksud adalah remaja yang mempunyai rentang usia
antara 18-21 tahun, beragama Islam, kategori tinggi tingkat
kriminalitasnya di Kecamatan Semarang Utara. Adapun yang memiliki
61
kriteria tersebut terdapat di Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas,
Purwosari dengan jumlah sebanyak 1.050 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 2002:109). Apabila berdasarkan acuan dasar perhitungan
sampel dari Suharsimi Arikunto bila jumlah populasi lebih dari 100 maka
perhitungannya dapat diambil; 10% - 25%. Jadi yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah 105 responden remaja yang ada di tiga
Kelurahan; Bandarharjo, Purwosari dan Tanjung Mas, dimana penulis
hanya mengambil 10% dari 1.050 jumlah populasi yang ada .
Dalam pengambilan sampel penelitian menggunakan random
sampling, yaitu: pengambilan secara random atau tanpa memandang
orangnya, artinya individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota
sampel (Hadi, 1993:16). Dalam penelitan ini diambil sampel dari tiga
kelurahan yang diperoleh dengan cara undian. Yang diperoleh di
kelurahan Bandarharjo terdiri dari 20 RW, Kelurahan Tanjung Mas terdiri
dari 16 RW dan Kelurahan Purwosari terdiri dari 6 RW. Dari tiap-tiap
kelurahan kemudian diambil 5 RW dan tiap-tiap RW diambil 7 orang
sebagai sampel hingga terdapat sampel akhir sebanyak 105 orang.
Caranya, Penulis membuat daftar nama yang berisi semua obyek yang ada
dalam populasi, pada tiap-tiap subyek diberi kode-kode yang berwujud
62
angka. Kode-kode tersebut ditulis dalam satu lembar kecil, kemudian
kertas tersebut digulung. Dimasukkan gulungan-gulungan kertas itu
kedalam kotak, lalu kocok agar bercampur. Peneliti menutup mata dengan
kain atau sapu tangan, kemudian mengambil kertas bernomor itu satu-
persatu sampai diperoleh jumlah yang diinginkan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data, penulis menggunakan pendekatan:
field research (riset lapangan) yaitu kajian atau penelitian lapangan yang
dilakukan penelitian di Kecamatan Semarang Utara, dalam hal ini penulis
menggunakan metode-metode sebagai berikut:
3.5.1 Metode Angket
Metode angket atau quesioner adalah serangkaian pertanyaan-
pertanyaan yang telah tersusun secara kronologis dari yang umum
mengarah kepada yang khusus untuk diberikan kepada responden atau
informan (Subagyo, 1991:23).
3.5.2 Metode Interview
Metode ini disebut juga dengan metode wawancara, artinya
metode pengumpulan data yang tata caranya dilakukan dengan tanya
jawab sepihak dengan cara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian
(Hadi, 1991:193)
63
Wawancara dilakukan dengan pihak Polsek Semarang Utara
yang ditujukan untuk mengetahui gambaran umum jumlah kenakalan
remajanya, wawancara juga dilakukan kepada beberapa remaja (yang
pernah melakukan kriminalitas/ kenakalan) dalam rangka mengetahui
seberapa jauh kecemasan eksistensialnya, wawancara tehadap tokoh
masyarakat atau pemuka agama untuk mengetahui gambaran umum
tentang kesadaran-diri remajanya serta hal-hal lain yang mendukung
pemerolehan data.
Peneliti terlebih dahulu membuat jumlah daftar pertanyaan yang
disusun berdasarkan hipotesis yang telah diajukan, yaitu menyangkut
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial. Sedangkan dalam
pelaksanaan wawancara peneliti tidak hanya terpaku pada daftar yang
telah disusun, sebab nanti dimungkinkan ada tambahan pertanyaan
kepada subyek.
3.5.3 Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data melalui
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang hendak diselidiki (Hadi, 1991: 136).
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang mudah
diamati secara langsung yaitu situasi umum di Kecamatan Semarang
Utara dan kecemasan eksistensial remaja.
64
Dalam hal ini, peneliti menyebar angket berisi 63 pertanyaan
berbentuk quesioner tertutup seputar kesadaran-diri dan hubungan
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang
Utara Kota Semarang. Metode ini digunakan untuk memperoleh data
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan
Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam hal ini penulis mempergunakan tiga tahap analisis data, yaitu
analisis pendahuluan untuk memberikan skor pada masing-masing item, analisis
lanjut untuk menguji hipotesis dari data yang telah diperoleh dan analisis akhir
adalah upaya implementasi kerangka materi penelitian terhadap metodologi
pemahaman azas bimbingan konseling Islam.
3.6.1 Analisis Pendahuluan
Dalam pengujian angket, penulis menguji kepada 25 orang
responden. Dari angket yang disebarkan ternyata angket kembali semua.
Adapun aitem sebaran angket dapat dilihat dari tabel berikut :
TABEL I SPESIFIKASI KESADARAN DIRI
No Aspek No. Item Favorable
No. Item Unfavorable
Jumlah Item
1. Kesadaran dalam meng-ada-dalam-dunia
1,2,5,10,11,12,15,16,18
3,4,6,7,8,9, 13,14,17
18
2. Kesadaran dalam 16,17,18,19,2 23,27,28,29, 15
65
meng-ada-diluar-dunia 0,23,24,25,26,27,28,29,30
30
Jumlah 19 14 33 Pengukuran skala ini mengikuti skala linkert atau disebut juga
teknik pengukuran methode of summated rating, karena nilai peringkat
setiap jawaban atau tanggapan yang diujikan sehingga mendapat nilai
total. Skala ini terdiri atas sejumlah pertanyaan yang semuanya
menunjukkan sikap terhadap sesuatu objek tertentu atau menampilkan
cirri tertentu yang akan diukur. Skala yang mempergunakan empat
alternatif jawaban. Sangat Setuju (a), Setuju (b), Tidak Setuju (c), dan
Sangat Tidak Setuju (d). Skor jawaban mempunyai nilai antara 1 sampai
dengan 4.
Nilai yang diberikan pada masing-masing alternatif jawaban
adalah sebagai berikut : untuk aitem favorable yaitu aitem yang
mendukung kondisi psikologis responden, dimana memiliki
kecenderungan nilai yang bergerak positif dari besar ke kecil.
Jawabannya Sangat Setuju” (a) memperoleh nilai 4, “Setuju” (b)
memperoleh nilai 3, “Tidak Setuju” (c) memperoleh niai 2, “Sangat
Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 1.
Sedangkan untuk jawaban aitem unfavorable yaitu aitem yang
tidak mendukung kondisi psikologis responden, dimana aitem ini
mempunyai kecenderungan negatif terhadap jawaban, artinya bergerak
dari nilai kecil ke nilai yang besar. “Sangat Setuju” (a) memperoleh
66
nilai 1, “Setuju” (b) memperoleh nilai 2, “Tidak Setuju” (c) memperoleh
nilai 3, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 4.
Sementara itu untuk sebaran angket kecemasan eksistensial
mempergunakan 30 aitem yang dijabarkan dari tiga indikator yang dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
TABEL II
SPESIFIKASI KECEMASAN EKSISTENSIAL
No Aspek No. Item Favorable
No. Item Unfavorable
Jumlah Item
1. Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-dalam-dunia
11,14,15 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,16
16
2. Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-diluar-dunia
17,18,19,20,21,24,25,26,27,28,29
22,23,30 14
Jumlah 14 16 30
Pengukuran skala ini mengikuti skala linkert dengan
mempergunakan empat alternatif jawaban. Sangat Setuju (a), Setuju (b),
Tidak Setuju (c), dan Sangat Tidak Setuju (d). Skor jawaban mempunyai
nilai antara 1 sampai dengan 4.
Nilai yang diberikan pada masing-masing alternatif jawaban adlah
sebagai berikut : untuk aitem favorablejawaban Sangat Setuju” (a)
memperoleh nilai 4, “Setuju” (b) memperoleh nilai 3, “Tidak Setuju” (c)
memperoleh niai 2, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 1.
67
Sedangkan untuk jawaban aitem unfavorable “Sangat Setuju” (a)
memperoleh nilai 1, “Setuju” (b) memperoleh nilai 2, “Tidak Setuju” (c)
memperoleh nilai 3, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 4.
3.6.2 Analisis Uji Hipotesis
Setelah ditentukan kriteria nilai dari masing-masing aitem,
langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai dari data yang diperoleh
dengan mempergunakan teknik korelasi product moment seri person
(Dajan, 1984:301) dengan rumus :
rxy = ∑ ∑ ∑− ))(( YXXYN
{ }{ }∑∑∑∑ −− 2222 )()( YYNXXN Keterangan :
rxy = Indeks angka korelasi product moment antara X dan Y
X = Nilai variabel X (kesadaran diri)
Y = Nilai variabel Y (kecemasan eksistensial)
XY = Perkalian antara X dan Y
X 2 = Kuadrat nilai X
Y 2 = Kuadrat nilai Y
∑XY = Jumlah perkalian antara X dan Y
N = Jumlah Responden
68
Dalam analisis lanjut ini sekaligus untuk membuat interprestasi
lebih lanjut dengan membandingkan harga r tabel dengan r yang akan
diteliti dengan kemungkinan :
a. Jika r tabel (lavel 1 % atau 5 %) lebih rinci dari r hasil maka nilai
menunjukkan signifikan .
b. Jika r tabel (lavel 1 % atau 5 %) lebih besar dari r maka nilai
menunjukkan non signifikan.
3.6.3 Analisis Akhir
Selanjutnya dari hasil olahan data, akan dianalisis lebih lanjut
dengan mempergunakan metode deskriptif analisis. Metode ini
merupakan prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan
menggambarkan keadaan obyek yang sebenarnya dan sesuai dengan
fakta yang nampak, melainkan data yang telah terkumpul diolah dan
ditafsirkan (Nawawi, dkk,1996:73).
Artinya hasil korelasi Product Moment akan dianalisis kedalam
kerangka Bimbingan Konseling Islam yang fokusnya pada implementasi
kerangka materi penelitian kedalam metodologi pemahaman azas BKI,
hal ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam muatan makna yang
terkandung pada azas BKI.
69
BAB IV
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG UTARA
4.1 Situasi Umum Kecamatan Semarang Utara
4.1.1 Keadaan Geografis
Secara geografis, kecamatan Semarang Utara meliputi areal
tanah seluas 1.135,275 ha yang terdiri dari 72,300 ha tanah kering,
34,480 ha dan tanah keperluan fasilitas umum. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut :
1. Tanah Sawah : 0 ha
2. Tanah Kering : 72,300 ha
a. Pekarangan/ Bangunan/ Emplasement : 58,970 ha
b. Tegal/ Kebun : 8,900 ha
c. Ladang/ Tanah Huma : 4,440 ha
d. Ladang Penggembalaan/ Pangonal : 0 ha
3. Tanah Basah : 0 ha
4. Tanah Hutan : 0 ha
5. Tanah Perkebunan : 0 ha
6. Tanah Keperluan Fasilitas Umum : 34,480 ha
a. Lapangan Olah Raga : 5,550 ha
b. Taman Rekreasi : 18,600 ha
c. Jalur Hijau : 8,700 ha
d. Kuburan : 1,660 ha
70
7. Lain-Lain (tanah tandus, tanah pasir) : 0 ha
(Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006)
Daerah seluas ini, terdiri dari sembilan kelurahan yaitu :
Kelurahan Dadapsari, Kuningan bandarharjo, Tanjung Mas,
Panggung Kidul, Panggung Lor dan Purwosari.
Adapun wilayah kecamatan Semarang Utara merupakan
dataran rendah, dengan ketinggian 0 sampai 1 m diatas permukaan
laut dengan suhu maksimum 32 0 C dan suhu minimum 24 0 C.
Sedangkan curah hujan mencapai 76 mm/th dengan jumlah hari
terbanyak 90 hari.
Kecemasan Semarang Utara memiliki batas geografis sebagai
berikut (peta terlampir) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Semarang Timur
Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Semarang Tengah
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Semarang Barat.
(Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara
2006).
Berdasarkan data statistika (isian monografi 2006) jumlah
penduduk di kecamatan Semarang Utara berjumlah 124.987 orang,
yang terdiri dari jenis laki-laki 60.575 orang dan jumlah perempuan
64.412. Sehingga terdapat 28.558 jumlah kepala keluarga yang ada.
71
4.1.2 Kondisi masyarakat Islam di Kecamatan Semarang Utara
Untuk mendapatkan gambaran tentang masyarakat Islam di
kecamatan Semarang Utara, ditinjau dari segi keagamaannya relatif
baik, hal ini berdasarkan dari jumlah masyarakat Islam di wilayah
tersebut merupakan jumlah mayoritas. Dilihat dari jumlah pemeluk
agama yang ada di kecamatan Semarang Utara secara umum, dapat
dilihat tabel sebagai berikut :
TABEL III Jumlah Penduduk di Kecamatan Semarang Utara
Menurut Agamanya No Agama Jumlah Persen
(%) 1. Islam 101.038 orang 80,84 2. Katholik 11.199 orang 8,96 3. Protestan 9.997 orang 7,99 4. Hindu 384 orang 0,31 5. Budha 2.333 orang 1,87
6. Penganut Aliran Kepercayaan kepada Tuhan YME 36 orang 0,03
Jumlah 124.987 orang 100 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari semua penduduk
yang tercatat sebagai pemeluk agama Islam adalah paling banyak
(mayoritas), yaitu Islam 80,84 %, Katholik 8,96 %, Protestan 7,99 %,
Hindu 0,31 %, Budha 1,87 %, Aliran lain 0,03 %. Berkaitan dengan
hal tersebut, tentunya dapat mendukung perkembangan umat
beragama, di kecamatan Semarang Utara telah tersedia saran
prasarana tempat peribadatan yang dapat disajikan dalam tabel.
72
TABEL IV Sarana Peribadatan di Kecamatan Semarang Utara
No Tempat Ibadah Jumlah 1. Masjid 47 Buah 2. Surau / Musholla 96 Buah 3. Gereja 28 Buah 4. Kuil / Pura 5 Buah
Jumlah 176 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dengan melihat tabel di atas, maka dapat di lihat bahwa umat
Islam memiliki prasarana peribadatan yang terbesar yaitu 47 buah
Masjid dan 96 Musholla. Sedangkan umat Kristen dan Katholik
memiliki 28 buah tempat peribadatan, Hindu dan Budha memiliki 5
buah tempat peribadatan.
4.1.3 Pendidikan
Sebelum menyajikan data tentang pendidikan masyarakat
Semarang Utara, lebih dulu akan disajikan data penduduk menurut
tingkat usia, sebagai berikut :
TABEL V Data Penduduk Menurut Tingkat Usia
Di Kecamatan Semarang Utara No Tingkat Usia Jumlah 1. 0 – 4 Tahun 13.329 2. 5 – 9 Tahun 13.383 3. 10 – 14 Tahun 13.295 4. 15 –19 Tahun 10.447 5. 20 – 24 Tahun 9.628 6. 25 – 29 Tahun 9.448 7. 30 – 34 Tahun 9.172 8. 35 – 39 Tahun 9.448 9. 40 – 44 Tahun 9.460 10. 45 – 49 Tahun 8.473 11. 50 – 54 Tahun 8.275 12. 55 – 59 Tahun 7.571 13. 60 – 64 Tahun 3.599 14. 65 Keatas 1.459
Jumlah 108.407
73
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa penduduk yang
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan adalah 46.753
orang. Berarti hampir mencapai 43,13 % dari seluruh jumlah
penduduk yang ada.
a. Tingakat pendidikan
TABEL VI Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara
Di Lihat Dari Tingkat Pendidikannya
No Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Belum Sekolah 2.299 2. SD/ Sederajat 5.516 3. SLTP/ Sederajat 1.542 4. SMU/ Sederajat 2.698 5. Akademi/ Sederajat 0 6. Perguruan Tinggi (Tidak Tertera)
Jumlah 12.055 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa prosentase
pendidikan di kecamatan Semarang Utara mencapai 25,78 %. Hasil
ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat Semarang Utara
dalam upaya pendidikan putra-putrinya menunjukkan tingkat yang
cukup baik.
b. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan ini terbagi menjadi dua, yaitu
pendidikan
umum dan sarana pendidikan agama. Adapun sarana pendidikan
umum dilihat pada tabel sebagai berikut :
74
TABEL VII Sarana Pendidikan Umum Di Kecamatan Semarang Utara.
No Sarana Pendidikan Jumlah 1. TK 40 Buah 2. SD Negeri 18 Buah 3. SD Swasta 9 Buah 4. SLB 1 Buah 5. SMP Negeri 1 Buah 6. SMP Swasta 3 Buah 7. SMA Negeri 1 Buah 8. SMA Swasta 1 Buah
Jumlah 74 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Sedangkan sarana pendidikan agama di daerah Kecamatan
Semarang Utara dapat di lihat sebagai berikut :
TABEL VIII Sarana Pendidikan Agama Islam Di Kecamatan Semarang
Utara
No Sarana Pendidikan Jumlah 1. MI 3 Buah 2. SD Islam 7 Buah 3. SMP Islam 3 Buah
Jumlah 13 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dari data pendidikan di Kecamatan semarang Utara di atas,
maka diketahui pendidikan agamanya sangat cukup.
4.1.4 Sosial Ekonomi
Sosial Ekonomi diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan
manusia (masyarakat) dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya.
Di dalam kehidupan manusia akan selalu berupaya untuk dapat
75
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kemampuannya (Hasanah, 2004
:87). Oleh karena itu akan disajikan data menurut pencahariannya :
TABEL IX Mata Pencahariaan Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara
Kota Semarang
No Mata Pencahariaan Jumlah 1. Nelayan 1.871 2. Pengusaha Sedang/ Besar 2.072 3. Pengrajin Industri 18.824 4. Buruh Industri 8.579 5. Buruh Bangunan 1.879 6. Pedagang 4.475 7. Pengankutan 1.136 8. PNS 3.891 9 ABRI 317 10 Pensiunan 2.284 11 Peternak 11 - Peternak Kambing 2 - Peternak Ayam 1
Jumlah 45.342 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
4.2 Keadaan Umum Masyarakat Perkotaan
Adapun sampel yang mewakili masyarakat di Kecamatan Semarang
Utara, penulis mengambil lokasi di tiga Kelurahan, antara lain :
4.2.1 Kelurahan Bandarharjo
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Bandarharjo 256 ha dan batasan wilayahnya :
1) Sebelah Utara : Banjir Kanal
2) Sebelah Selatan : Kelurahan Dadapsari
3) Sebelah Barat : Kelurahan Kuningan
4) Sebelah Timur : Kelurahan Tanjung Mas
76
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Bandarharjo pada Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Bandarharjo
berjumlah 4.349 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu:
1) Jenis laki-laki 3.244 orang
2) Jenis perempuan 1.105 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Bandarharjo yang berjumlah 4.349
jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 2.144 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
TABEL X Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 2.144 orang 2. Katholik 1.287 orang 3. Protestan 918 orang
Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kelurahan Bandarharjo 2006. Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 28 Musholla.
4.2.2 Kelurahan Tanjung Mas
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Tanjung Mas 323,782 Ha dan batasan
wilayahnya:
77
1) Sebelah Utara : Perumahan PJAK
2) Sebelah Selatan : Stasiun Tawang
3) Sebelah Barat : Kelurahan Bandarharjo
4) Sebelah Timur : Gereja Blenduk
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Tanjung Mas pada
Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas
berjumlah 29.606 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu :
1) Jenis laki-laki 13.856 orang
2) Jenis perempuan 15.750 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Tanjung Mas yang berjumlah 29.606
jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 27.293 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
TABEL XI Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 27.293 orang 2. Protestan 783 orang 3. Katholik 986 orang 4. Hindu 240 orang 5. Budha 304 orang
Sumber data : Data Isian Statistika Monografi Kelurahan Tanjung Mas Desember 2006
78
Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 9
Masjid dan 18 Musholla.
4.2.3 Kelurahan Purwosari
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Purwosari 48,051 Ha dan batasan
wilayahnya :
1) Sebelah Utara : Kelurahan Kuningan
2) Sebelah Selatan : Kelurahan plombokan
3) Sebelah Barat : Kelurahan Panggung Kidul
4) Sebelah Timur : Kelurahan Dadapsari
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Purwosari pada Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas
berjumlah 8.948 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu :
1) Jenis laki-laki 4.282 orang
2) Jenis perempuan 4.665 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Purwosari yang berjumlah 8.948 jiwa
tersebut, yang beragama Islam sebanyak 8.380 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
79
TABEL XII Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 8380 orang 2. Protestan 261 orang 3. Katholik 264 orang 4. Hindu 3 orang 5. Budha 41 orang
Sumber data : Data Statistik Isian monografi Kelurahan Purwosari 2006.
Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 7 Musholla.
4.3 Kondisi Umum Remaja di Kecamatan Semarang Utara
4.3.1 Kesadaran-Diri Remaja di Kecamatan Semarang Utara (Bandarharjo,
Tanjung Mas, Purwosari)
Pada umumnya, remaja di kecamatan Semarang Utara cukup
rendah dalam memiliki kesadaran-diri yang positif. Hal ini terlihat
dari indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya mencapai
39,05 % saja. Juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bp.
Nanang salah satu pengurus lembaga keagamaan di kecamatan
Semarang Utara, khususnya kesadaran-diri yang dimiliki oleh remaja
dalam hubungannya dengan Tuhan (secara vertikal) sangatlah kurang.
Apabila diprosentasekan hanya sekitar 10% saja remaja yang
mempunyai kesadaran-diri yang baik (wawancara, 02 September
2007).
80
Dengan kurangnya kesadaran-diri yang di miliki oleh remaja
di kecamatan Semarang Utara, lebih memungkinkan mereka
melakukan berbagai tindak penyimpangan nilai dan moral ajaran
agama serta aturan yang berlaku di masyarakat.
4.3.2 Kecemasan Eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara
(Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari)
Umumnya remaja di kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang cukup rendah dalam mengahadapi kecemasan-kecemasan
secara konstruktif (kecemasan eksistensial). Hal ini terlihat dari
indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya hanya mencapai
27,62 %. Serta data di Polsek Semarang Utara mengenai tingkat
kriminalitasnya yang tinggi, membuktikan bahwa rasa penyesalan
(kecemasan eksistensial) untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi
adalah cukup rendah. Sebab menurut ibu Tutik (Wawancara, 27 Mei
2007) remaja yang masuk dalam daftar kriminlitas kepolisian apabila
remaja sudah melakukan pelanggaran hukum beberapa kali sehingga
dikenai pasal-pasal kriminalitas, namun bila dilakukan pertama kali
hanya sekedar di beri peringatan saja.
Dapat diketahui pula dari hasil wawancara enam orang remaja
hanya seorang yang mampu menghadapi kecemasan secara
konstruktif (kecemasan eksistensial). Seperti yang diungkapkan oleh
Eni (18 th) saat mencuri tidak terpikir akan dosa, namun keadaan
ekonomilah yang menuntut untuk berbuat itu semua. Ketakutan yang
81
timbul seandainya tertangkap basah. Penyesalan kadang muncul
untuk tidak mengulangi lagi, tapi bila keadaan menuntut untuk
melakukannya lagi, maka lupa akan penyesalannya.
Berbeda lagi dengan Anto (20 th) walaupun sama-sama dalam
kasus pencurian, menurutnya masih ada rasa takut dosa dan rasa takut
kalau tertangkap basah. Namun apa daya tekanan dari keluarga
pamannya yang lebih dominan menguasai rasa takutnya. Bila tidak
mau melakukan perbuatan tersebut akan disiksa dan diusir. Setelah
proses waktu yang cukup lama dan lepas dari keluarga pamannya,
maka dapat meninggalkan jauh-jauh perbuatan tersebut sebagai salah
satu bentuk penyesalannya.
Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Andi (19 th), Hepi (21 th)
dan Rino (20 th) mereka pernah ikut aksi pengroyokan. Perbuatan
tersebut dilakukan karena merasa harga dirinya direndahkan. Diantara
dari mereka pernah menjadi tahanan luar, harus absen setip hari
karena pada saat itu statusnya masih sekolah. Menurut mereka
adakalanya penyesalan hadir pada dirinya , namun hanya sebatas
menyesal kalau dimarahi oleh orang tua, ditangkap anggota yang
berwenang, mendapat stigma jelek dari masyarakat/ sekolahan.
Sedangkan menurut mereka aksi pengroyokan adalah wajar
dikalangan anak muda.
Lain lagi dengan Opy (21 th) yang sudah lama ditinggal
ayahnya meninggal, mempunyai hobi minum alkohol, narkoba dan
82
sering melakukan hal-hal yang tidak baik menurut agama.
Munurutnya jalan itulah sebagai sebuah solusi yang membawa kearah
kebebasan dan terlepas dari beban hidup. Tetapi setelah berjalannya
waktu perbuatannya membawa kearah rasa rendah diri (minder)
ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan Tuhan
(merasa hina) serta kebebasan dan keterlepasan dari beban hidup yang
diidamkan tidak tercapai, malah justru sebaliknya muncul masalah-
masalah baru. Sehingga muncullah penyesalan untuk meninggalkan
perbuatan tersebut, maka hoby yang sebelumnya negatif
disalurkannya kearah yang positif yaitu aktif didalam mengikuti
kajian-kajian keagamaan juga kegiatan kemasyarakatan lainnya
(wawancara, 04 September 2007).
89
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.Deskriptif Data Penelitian
5.1.1. Alat Ukur Data
Sebelum tes disebarkan kepada responden, terlebih dahulu diajukan
uji coba, dengan tujuan untuk diketahui validitas dan reliabilitas angket
tersebut. Sedangkan jumlah angket seluruhnya berjumlah 105.
Uji coba dilakukan kepada 25 orang responden. Dari angket yang
disebarkan ternyata angket kembali semua. Adapun langkah-langkah yang
dipakai untuk menentukan baik buruknya soal tersebut adalah dengan cara
mengetahui validitas butir dan reliabilitas instrumen. Validitas atau
kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur
mampu melakukan fungsi, sedangkan tujuan utama pengujian reliabilitas
adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran
suatu instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau
responden.
Setelah dilakukan uji validitas dan reabilitas angket tentang
kesadaran diri dan kecemasan eksistensial dapat disimpulkan :
5.1.1.1 Angket tentang kesadaran diri setelah diadakan uji SPSS, maka
ada 4 data yang tidak valid yaitu item no 1, 4, 5, 11. Sedangkan
selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kesadaran diri ada 4
90
item yang tidak valid, yang valid adalah 29 item. Dengan demikian
29 item angket tentang kesadaran diri dinyatakan reliable karena
alpha lebih besar dari r hasil. Angket kesadaran diri yang valid dan
reliable maupun yang tidak valid dan tidak reliabel adalah
terlampir.
5.1.1.2 Angket tentang kecemasan eksistensial setelah diadakan uji SPSS,
maka ada 3 item yang tidak valid, yaitu item no 3, 21, 27.
Sedangkan selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kecemasan
eksistensial ada 3 item yang tidak valid, yang valid adalah 27 item.
Dengan demikian 27 item angket tentang kecemasan eksistensial
dinyatakan reliable karena alpha lebih besar dari r hasil. Angket
kecemasan exsistensial yang valid dan reliabel maupun yang tidak
valid dan tidak reliabel terlampir.
5.1.2 Pengelompokan Data
Dari data yang diperoleh, dapat dideskripsikan dengan
pengelompokan data sebagai berikut :
TABEL XIII Deskripsi Subyek Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin No Usia Laki-laki Perempuan 1. 18 13 10 2. 19 11 11 3. 20 20 13 4. 21 16 11
Jumlah 60 45
91
5.1.2.1 Menurut Usia. Seluruh subyek penelitian berjumlah 105 orang.
Subyek dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu usia 18 tahun,
19 tahun, 20 tahun, 21 tahun.
5.1.2.2 Menurut Jenis Kelamin. Subyek yang berjumlah 105 orang terdiri
dari 60 laki-laki dan 45 perempuan, yang diklasifikasikan dalam
empat kelompok, yaitu untuk usia 18 tahun, subyek laki-laki
berjumlah 13 orang dan perempuan berjumlah 10 orang. Usia 19
tahun, terdiri dari 7 laki-laki dan 11 perempuan. Usia 20 tahun
terdiri dari 10 laki-laki dan 13 perempuan, sedangkan yang
mempunyai usia 21 tahun terdiri dari 16 orang laki-laki dan 11
orang perempuan.
TABEL XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Skor Minimal Skor Maksimal
Aitem Subyek Aitem Subyek Kasadaran Diri 252 74 357 95 Kecemasan Eksistensial 231 67 350 90
Catatan :
252 merupakan skor minimal dari aitem no 25
231 merupakan skor minimal dari aitem no 9
257 merupakan skor maksimal dari aitem no. 7
350 merupakan skor maksimal dari aitem no 13 dan 25
74 merupakan skor minimal yang diperoleh responden no 75
67 merupakan skor minimal yang diperoleh responden no 15
92
95 merupakan skor maksimal yang diperoleh responden no 2
90 merupakan skor maksimal yang diperoleh responden no 1
Dari data yang diperoleh, didapatkan data tentang perolehan skor
masing-masing aitem variabel. Variabel kesadaran diri mempunyai skor
minimal 252, yang diperoleh dari aitem soal nomor 25, sedangkan skor
minimal responden dalam variabel ini adalah 74 poin, yang diperoleh
responden nomor 75. Sementara itu untuk skala kecemasan eksistensial
skor minimal aitem 231 dari aitem nomor 9, sedangkan skor minimal yang
diperoleh responden berjumlah 67 poin, yang diperoleh responden nomor
15.
Skor maksimal dari variabel kesadaran diri menunjukkan angka 357
dari jumlah total aitem soal nomor 7. Untuk skala kecemasan eksistensial
menunjukkan skor maksimal sebesar 350 dari jumlah total aitem soal
nomor 13 dan 25. Skor maksimal yang diperoleh responden skala
kesadaran diri menunjukkan angka 95, diperoleh responden dengan nomor
2, sedangkan skor maksimal yang diperoleh responden skala kecemasan
eksistensial menunjukkan angka 90 diperoleh responden dengan nomor 1.
TABEL XV Nilai Angket Skala Kesadaran Diri Remaja
Di Kecamatan Semarang Utara Jawaban Nilai No.
Rsp Butir soal SS S TS STS 4 3 2 1 Jumlah
Favorable 5 7 3 1 20 21 6 1 1. Unfavorable 2 2 5 4 2 4 15 16 85
2. Favorable 5 9 2 0 20 27 4 0 95
93
Unfavorable 0 0 8 5 0 0 24 20 Favorable 2 11 1 2 8 33 2 2 3. Unfavorable 0 3 6 4 0 6 18 16 85
Favorable 4 12 0 0 16 36 0 0 4. Unfavorable 0 3 4 6 0 6 12 24 94
Favorable 4 9 3 0 16 27 6 0 5. Unfavorable 1 1 8 3 1 2 16 12 88
Favorable 3 9 4 0 12 27 8 0 6. Unfavorable 0 0 6 7 0 0 18 28 93
Favorable 4 8 4 0 16 24 8 0 7. Unfavorable 2 1 6 4 2 2 18 16 86
Favorable 1 12 2 1 1 26 4 1 8. Unfavorable 0 4 7 1 0 8 21 4 81
Favorable 1 9 6 0 4 27 12 0 9. Unfavorable 0 2 7 4 0 4 21 16 84
Favorable 1 12 3 0 1 26 6 0 10. Unfavorable 0 3 12 4 0 6 36 16 86
Favorable 3 11 2 0 12 33 4 0 11. Unfavorable 0 2 9 2 0 4 27 8 88
Favorable 2 10 4 0 8 30 8 0 12. Unfavorable 1 3 9 1 1 6 27 4 83
Favorable 1 9 6 0 4 27 12 0 13. Unfavorable 1 3 8 1 1 6 24 4 78
Favorable 0 10 6 0 0 30 12 0 14. Unfavorable 0 5 8 0 0 10 24 0 76
Favorable 4 7 5 0 16 21 10 0 15. Unfavorable 2 5 5 1 2 10 15 4 78
Favorable 3 7 5 1 12 21 10 1 16. Unfavorable 2 0 4 7 2 0 12 28 86
Favorable 3 11 1 0 12 33 2 0 17. Unfavorable 0 1 7 4 0 2 21 16 94
Favorable 2 11 1 2 8 33 2 2 18. Unfavorable 0 3 6 4 0 6 18 16 85
Favorable 4 12 0 0 16 36 0 0 19. Unfavorable 0 2 4 7 0 4 12 28 96
Favorable 3 10 3 0 12 30 6 0 20. Unfavorable 1 1 7 4 1 2 21 16 88
Favorable 4 8 4 0 16 24 8 0 21. Unfavorable 0 0 7 6 0 0 21 24 93
Favorable 4 8 4 0 16 24 8 0 22. Unfavorable 2 1 7 3 2 2 21 12 85
94
Favorable 2 12 1 1 8 36 2 1 23. Unfavorable 0 4 8 1 2 8 24 4 83
Favorable 1 9 6 0 4 27 12 0 24. Unfavorable 0 3 6 4 0 6 18 16 83
Favorable 2 11 3 0 8 33 6 0 25. Unfavorable 0 2 9 2 0 4 0 8 86
Favorable 3 10 3 0 12 30 6 0 26. Unfavorable 0 2 9 2 0 4 28 8 87
Favorable 3 11 2 0 12 33 6 0 27. Unfavorable 0 4 5 1 0 8 15 4 85
Favorable 0 10 6 0 0 30 12 0 28. Unfavorable 0 3 8 1 0 6 24 4 77
Favorable 2 8 5 0 8 24 10 0 29. Unfavorable 0 4 8 1 0 8 24 4 80
Favorable 3 8 5 0 12 24 10 0 30. Unfavorable 2 5 4 2 2 10 12 8 78
Favorable 2 8 5 1 8 24 10 1 31. Unfavorable 2 0 5 6 2 0 15 24 84
Favorable 4 10 2 0 16 30 4 0 32. Unfavorable 0 0 8 5 0 0 24 20 94
Favorable 1 12 1 2 4 24 2 2 33. Unfavorable 0 3 6 4 0 6 12 16 84
Favorable 4 12 0 0 16 30 0 0 34. Unfavorable 0 3 5 5 0 6 15 20 93
Favorable 3 10 3 0 12 30 6 0 35. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 24 12 87
Favorable 3 9 4 0 12 27 8 0 36. Unfavorable 0 0 7 6 0 0 21 24 92
Favorable 4 9 3 0 16 27 6 0 37. Unfavorable 2 2 6 3 2 4 18 12 85
Favorable 1 12 2 1 4 36 6 1 38. Unfavorable 0 4 7 1 0 8 21 4 81
Favorable 3 8 6 0 12 24 12 0 39. Unfavorable 0 2 6 4 0 4 18 16 86
Favorable 2 12 3 0 8 36 6 0 40. Unfavorable 0 4 5 3 0 8 15 12 85
Favorable 2 12 3 0 8 36 6 0 41. Unfavorable 0 2 8 2 0 4 24 8 86
Favorable 2 12 3 0 8 36 6 0 42. Unfavorable 0 3 7 2 0 6 21 8 85
43. Favorable 0 11 6 0 0 33 12 0 78
95
Unfavorable 1 3 6 2 1 6 18 8 Favorable 0 12 5 0 0 36 10 0 44. Unfavorable 0 4 8 0 0 8 24 0 78
Favorable 4 9 4 0 16 27 8 0 45. Unfavorable 2 6 3 0 2 12 15 0 77
Favorable 4 7 5 1 16 21 10 1 46. Unfavorable 2 1 4 4 2 2 12 16 84
Favorable 4 11 2 0 16 33 6 0 47. Unfavorable 0 1 7 4 0 2 21 16 92
Favorable 3 11 2 2 12 33 6 2 48. Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 12 85
Favorable 4 12 0 0 16 36 0 0 49. Unfavorable 0 3 5 5 0 6 15 20 93
Favorable 2 10 3 0 8 30 6 0 50. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 16 12 87
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 51. Unfavorable 0 1 6 5 0 2 18 20 89
Favorable 6 7 4 0 24 21 8 0 52. Unfavorable 2 2 6 2 2 4 18 8 85
Favorable 2 12 2 1 8 30 4 1 53. Unfavorable 0 5 3 2 2 10 9 8 82
Favorable 3 8 6 0 12 16 12 0 54. Unfavorable 0 3 6 3 0 9 12 3 84
Favorable 2 12 3 0 2 24 9 0 55. Unfavorable 0 3 4 4 0 6 12 16 87
Favorable 4 10 3 0 16 30 6 0 56. Unfavorable 0 3 7 2 0 6 21 8 87
Favorable 2 12 3 0 8 36 6 0 57. Unfavorable 0 3 8 1 0 6 24 4 84
Favorable 1 10 6 0 4 30 12 0 58. Unfavorable 1 3 6 2 1 6 18 8 79
Favorable 0 11 6 0 0 22 12 0 59. Unfavorable 0 5 6 1 0 10 12 4 77
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 60. Unfavorable 2 6 4 0 2 12 12 0 75
Favorable 4 7 5 1 16 21 10 1 61. Unfavorable 2 0 5 5 2 0 15 20 85
Favorable 4 10 2 0 16 30 4 0 62. Unfavorable 0 0 8 5 0 0 24 20 94
Favorable 3 11 1 2 12 33 2 2 63. Unfavorable 0 4 5 3 0 8 15 12 84
96
Favorable 4 12 0 0 16 36 0 0 64. Unfavorable 0 3 5 5 0 6 15 20 93
Favorable 5 10 2 0 20 30 4 0 65. Unfavorable 1 2 7 2 1 4 21 8 88
Favorable 3 10 4 0 12 30 8 0 66. Unfavorable 0 0 6 6 0 0 18 24 92
Favorable 3 8 6 0 12 27 12 0 67. Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 12 84
Favorable 1 12 2 1 4 36 4 1 68. Unfavorable 0 4 7 1 0 8 21 4 81
Favorable 3 11 2 2 12 33 4 2 69. Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 12 85
Favorable 3 10 3 0 12 30 6 0 70. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 24 12 87
Favorable 3 11 2 0 12 33 6 0 71. Unfavorable 0 2 9 2 0 4 27 8 88
Favorable 2 12 3 0 8 36 6 0 72. Unfavorable 0 3 8 1 0 6 24 4 84
Favorable 0 12 5 0 0 36 10 0 73. Unfavorable 0 4 8 0 0 8 24 0 78
Favorable 0 11 6 0 0 33 12 0 74. Unfavorable 1 3 6 2 1 6 18 8 78
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 75. Unfavorable 2 7 2 0 2 14 6 0 74
Favorable 4 7 5 1 16 21 10 1 76. Unfavorable 2 0 5 5 2 0 15 20 85
Favorable 4 10 2 0 16 30 6 0 77. Unfavorable 0 0 8 5 0 0 24 20 94
Favorable 3 8 6 0 12 24 12 0 78. Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 12 84
Favorable 4 13 1 0 16 39 2 0 79. Unfavorable 0 2 5 4 0 4 15 20 92
Favorable 2 10 3 0 8 30 6 0 80. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 24 12 87
Favorable 4 8 4 0 16 24 8 0 81. Unfavorable 0 0 7 6 0 0 21 24 93
Favorable 2 12 1 1 8 36 22 1 82. Unfavorable 0 4 8 1 0 8 24 4 83
Favorable 1 12 2 1 4 36 6 1 83. Unfavorable 0 4 7 1 0 8 21 4 81
84. Favorable 3 11 2 2 12 33 4 2 85
97
Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 12 Favorable 3 10 3 0 12 30 6 0 85. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 24 12 87
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 86. Unfavorable 0 1 6 5 0 2 18 20 89
Favorable 3 11 1 2 12 33 2 2 87. Unfavorable 0 4 5 3 0 8 15 12 84
Favorable 1 9 6 0 4 27 18 0 88. Unfavorable 1 3 8 1 1 6 24 4 78
Favorable 0 11 6 0 0 33 12 0 89. Unfavorable 2 6 4 0 2 12 12 0 77
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 90. Unfavorable 2 6 4 0 2 12 12 0 75
Favorable 4 7 5 1 16 21 10 1 91. Unfavorable 2 0 5 5 2 0 15 20 85
Favorable 3 11 1 0 12 33 2 0 92. Unfavorable 0 1 7 4 0 2 21 16 94
Favorable 3 11 2 2 12 33 4 16 93. Unfavorable 0 3 6 3 0 6 18 2 85
Favorable 4 12 0 0 16 36 0 0 94. Unfavorable 0 3 5 5 0 6 15 20 93
Favorable 2 10 3 0 8 30 6 0 95. Unfavorable 0 1 8 3 0 2 24 12 87
Favorable 3 10 4 0 12 30 8 0 96. Unfavorable 0 0 6 6 0 0 18 24 92
Favorable 2 12 1 1 8 36 2 1 97. Unfavorable 0 4 8 1 0 8 24 4 85
Favorable 1 12 2 1 4 36 4 1 98. Unfavorable 0 4 7 1 0 8 21 4 81
Favorable 2 11 1 2 8 33 2 2 99. Unfavorable 0 3 6 4 0 6 18 16 85
Favorable 4 9 3 0 61 27 6 0 100 Unfavorable 1 1 8 3 1 2 24 12 88
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 101 Unfavorable 0 1 6 5 0 2 18 20 89
Favorable 3 11 1 2 12 33 2 2 102 Unfavorable 0 4 5 3 0 8 15 12 84
Favorable 1 9 6 0 4 27 12 0 103 Unfavorable 1 3 8 1 1 6 24 4 78
Favorable 0 11 6 0 0 33 12 0 104 Unfavorable 2 6 4 0 2 12 12 0 77
98
Favorable 3 9 5 0 12 27 10 0 105 Unfavorable 2 6 4 0 2 12 12 0 75
TABEL XVI Nilai Angket Skala Kecemasan Eksistensial Remaja
Di Kecamatan Semarang Utara
Jawaban Nilai No. Rsp Butir soal SS S TS STS 4 3 2 1 JML
Favorable 0 2 2 0 0 4 6 0 1. Unfavorable 13 8 1 0 52 24 4 0 90
Favorable 0 0 3 1 0 0 9 4 2. Unfavorable 7 15 1 0 28 45 2 0 88
Favorable 1 1 0 1 1 2 0 4 3. Unfavorable 5 14 3 0 20 42 6 0 84
Favorable 0 2 0 2 0 4 0 8 4. Unfavorable 12 7 3 1 48 21 6 1 88
Favorable 0 1 3 0 0 2 9 0 5. Unfavorable 5 14 4 0 20 42 8 0 81
Favorable 0 1 2 1 0 2 6 4 6. Unfavorable 6 9 7 1 24 27 14 1 81
Favorable 5 13 5 0 20 39 10 0 7. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 1 75
Favorable 0 0 3 1 0 0 9 4 8. Unfavorable 4 12 7 0 16 36 14 0 79
Favorable 0 0 3 1 0 0 9 4 9. Unfavorable 9 9 5 0 36 27 10 0 86
Favorable 0 2 2 0 0 4 6 0 10. Unfavorable 3 16 4 0 12 48 8 0 78
Favorable 1 14 8 0 4 42 16 0 11. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 71
Favorable 3 14 5 1 12 42 10 1 12. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 2 10 11 0 8 30 22 0 13. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 72
Favorable 4 6 13 0 16 18 26 0 14. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 72
Favorable 1 10 11 1 4 30 22 1 15. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 67
Favorable 12 8 3 0 48 24 6 0 16. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 88
17. Favorable 7 15 1 0 28 35 2 0 88
99
Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 Favorable 5 14 3 0 20 42 6 0 18. Unfavorable 1 0 1 2 1 0 3 8 83
Favorable 12 7 3 1 48 21 9 1 19. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 20 45 8 0 20. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 9 0 81
Favorable 6 13 4 0 24 39 8 0 21. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 83
Favorable 7 7 7 1 28 21 14 1 22. Unfavorable 0 3 1 1 0 6 3 0 76
Favorable 4 11 8 0 16 33 16 0 23. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 8 10 5 0 32 30 10 0 24. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 85
Favorable 3 15 5 0 12 45 10 0 25. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 77
Favorable 1 15 6 0 4 45 12 0 26. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 72
Favorable 3 15 3 1 12 45 6 1 27. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 79
Favorable 2 11 9 0 8 33 18 0 28. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 73
Favorable 4 5 13 0 16 15 26 0 29. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 72
Favorable 1 10 11 0 4 30 22 0 30. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 67
Favorable 12 8 3 0 48 24 6 0 31. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 88
Favorable 7 15 1 0 28 45 2 0 32. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 88
Favorable 6 14 3 0 24 42 6 0 33. Unfavorable 1 0 1 2 1 0 3 8 84
Favorable 12 7 3 1 48 21 6 1 34. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 20 45 8 0 35. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 9 0 81
Favorable 6 13 5 0 24 39 10 0 36. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 81
Favorable 7 8 7 1 21 24 14 1 37. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 76
100
Favorable 4 11 8 0 16 33 16 0 38. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 7 11 5 0 28 33 15 0 39. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 84
Favorable 3 15 5 0 20 45 10 0 40. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 77
Favorable 1 15 7 0 4 45 21 0 41. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 72
Favorable 3 14 5 1 12 42 10 1 42. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 2 11 9 0 8 33 18 0 43. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 73
Favorable 4 5 13 0 16 15 26 0 44. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 72
Favorable 2 10 10 1 8 30 20 1 45. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 69
Favorable 12 9 2 0 48 37 4 0 46. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 89
Favorable 1 15 1 0 28 45 2 0 47. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 88
Favorable 6 14 3 0 24 42 6 0 48. Unfavorable 1 0 1 2 1 0 3 8 84
Favorable 12 7 3 1 48 21 6 1 49. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 20 45 8 0 50. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 9 0 81
Favorable 6 13 5 0 24 39 10 0 51. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 88
Favorable 7 8 7 1 28 24 14 1 52. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 76
Favorable 4 11 8 0 16 33 16 0 53. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 8 10 5 0 32 30 10 0 54. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 85
Favorable 3 15 5 0 12 45 10 0 55. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 77
Favorable 1 15 7 0 4 45 14 0 56. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 72
Favorable 3 14 5 1 12 42 10 1 57. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
58. Favorable 2 11 9 0 8 33 18 0 73
101
Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 Favorable 4 5 13 0 16 15 26 0 59. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 77
Favorable 1 10 11 1 4 30 22 1 60. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 67
Favorable 12 9 2 0 48 27 4 0 61. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 89
Favorable 7 15 1 0 28 45 2 0 62. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 88
Favorable 6 14 3 0 21 42 6 0 63. Unfavorable 1 0 1 2 0 0 0 8 84
Favorable 12 7 3 1 48 21 6 1 64. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 20 45 8 0 65. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 9 0 81
Favorable 6 13 5 0 24 39 10 0 66. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 81
Favorable 7 8 7 1 28 24 14 1 67. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 76
Favorable 4 11 8 0 16 33 16 0 68. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 8 10 5 0 32 30 10 0 69. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 85
Favorable 3 15 5 0 12 45 10 0 70. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 9 0 77
Favorable 1 15 7 0 4 45 6 0 71. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 21 0 72
Favorable 3 14 5 1 12 42 3 0 72. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 10 4 78
Favorable 2 11 9 0 8 33 9 0 73. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 18 4 73
Favorable 4 5 13 0 16 15 6 0 74. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 26 8 72
Favorable 1 10 11 1 4 30 0 1 75. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 22 0 67
Favorable 12 9 2 0 48 27 6 0 76. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 89
Favorable 7 15 1 0 28 45 2 0 77. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 88
Favorable 6 14 3 0 24 42 6 0 78. Unfavorable 1 0 1 2 1 0 3 8 84
102
Favorable 12 7 3 1 48 21 6 1 79. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 15 45 8 0 80. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 9 0 81
Favorable 6 13 5 0 24 39 10 0 81. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 81
Favorable 7 8 7 1 28 24 14 1 82. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 76
Favorable 4 11 5 0 14 33 16 0 83. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 8 10 8 0 32 30 10 0 84. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 85
Favorable 3 15 5 0 12 45 10 0 85. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 77
Favorable 1 15 7 0 4 45 14 0 86. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 72
Favorable 3 14 5 1 12 42 10 1 87. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 78
Favorable 2 11 9 0 8 33 18 0 88. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 73
Favorable 4 5 13 0 16 15 26 0 89. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 72
Favorable 1 10 11 1 4 30 22 1 90. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 67
Favorable 12 9 2 0 48 27 4 0 91. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 89
Favorable 7 15 1 1 28 45 2 0 92. Unfavorable 0 0 3 0 0 0 9 4 88
Favorable 6 14 3 0 24 42 6 0 93. Unfavorable 1 0 1 2 1 0 3 8 84
Favorable 12 7 3 1 48 21 6 1 94. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 88
Favorable 5 15 4 0 20 45 8 0 95. Unfavorable 0 1 3 0 0 2 6 0 81
Favorable 6 13 5 0 24 39 10 0 96. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 81
Favorable 7 8 7 1 28 24 14 1 97. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 76
Favorable 4 12 7 0 16 36 14 0 98. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 79
99. Favorable 8 10 5 0 32 30 10 0 85
103
Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 Favorable 3 15 5 0 12 45 10 0 100. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 77
Favorable 1 15 7 0 4 45 14 0 101. Unfavorable 0 3 1 0 0 6 3 0 72
Favorable 2 15 4 1 8 45 8 1 102. Unfavorable 0 0 3 1 0 0 9 4 77
Favorable 3 10 11 0 12 30 22 0 103. Unfavorable 0 1 2 1 0 2 6 4 72
Favorable 4 5 13 0 16 15 26 0 104. Unfavorable 0 2 0 2 0 4 0 8 73
Favorable 1 10 11 1 4 30 22 1 105. Unfavorable 0 2 2 0 0 4 6 0 67
5.2.Pengujian Hipotesis
5.2.1. Analisis Pendahuluan
Dalam analisis ini langkah-langkah yang ditempuh adalah
memasukkan data-data hasil angket yang diperoleh ke dalam tabel kerja
yang melibatkan data-data tersebut.
TABEL XVII Tabel Kerja Koefisien Skala Kesadaran Diri
Dan Kecemasan Eksistensial NO
RESP X Y X 2 Y 2 XY
1 85 90 7225 8100 7650 2 95 88 9025 7744 8360 3 85 84 7225 7056 7140 4 94 88 8836 7744 8272 5 88 81 7744 6561 7128 6 93 81 8649 6561 7533 7 86 75 7396 5625 6450 8 81 79 6561 6241 6399 9 84 86 7056 7396 7224 10 86 78 7396 6084 6708 11 88 71 7744 5041 6248
104
NO RESP X Y X 2 Y 2 XY
12 83 78 6889 6084 6474 13 78 72 6084 5184 5616 14 76 72 5776 5184 5472 15 78 67 6084 4489 5226 16 86 88 7396 7744 7568 17 94 88 8836 7744 8272 18 85 83 7225 6889 7055 19 96 88 9216 7744 8448 20 88 81 7744 6561 7128 21 93 83 8649 6889 7719 22 85 76 7225 5776 6460 23 83 78 6889 6084 6474 24 83 85 6889 7225 7055 25 86 77 7396 5929 6622 26 87 72 7569 5184 6264 27 85 79 7225 6241 6715 28 77 73 5929 5329 5621 29 80 72 6400 5184 5760 30 78 67 6084 4489 5226 31 84 88 7056 7744 7392 32 94 88 8836 7744 8272 33 84 84 7056 7056 7056 34 93 88 8649 7744 8184 35 87 81 7569 6561 7047 36 92 81 8464 6561 7452 37 85 76 7225 5776 6460 38 81 78 6561 6084 6318 39 86 84 7396 7056 7224 40 85 77 7225 5929 6545 41 86 72 7396 5184 6192 42 85 78 7225 6084 6630 43 78 73 6084 5329 5694 44 78 72 6084 5184 5616 45 77 69 5929 4761 5313 46 84 89 7056 7921 7476 47 92 88 8464 7744 8096 48 85 84 7225 7056 7140 49 93 88 8649 7744 8184 50 87 81 7569 6561 7047
105
NO RESP X Y X 2 Y 2 XY
51 89 81 7921 6561 7209 52 85 76 7225 5776 6460 53 82 78 6724 6084 6396 54 84 85 7056 7225 7140 55 87 77 7569 5929 6699 56 87 72 7569 5184 6264 57 84 78 7056 6084 6552 58 79 73 6241 5329 5767 59 77 72 5929 5184 5544 60 75 67 5625 4489 5025 61 85 89 7225 7921 7565 62 94 88 8836 7744 8272 63 84 84 7056 7056 7056 64 93 88 8649 7744 8184 65 88 81 7744 6561 7128 66 92 81 8464 6561 7452 67 84 76 7056 5776 6384 68 81 78 6561 6084 6318 69 85 85 7225 7225 7225 70 87 77 7569 5929 6699 71 88 72 7744 5184 6336 72 84 78 7056 6084 6552 73 78 73 6084 5329 5694 74 78 72 6084 5184 5616 75 74 67 5476 4489 4958 76 85 89 7225 7921 7565 77 94 88 8836 7744 8272 78 84 84 7056 7056 7056 79 92 88 8464 7744 8096 80 87 81 7569 6561 7047 81 93 81 8649 6561 7533 82 83 76 6889 5776 6308 83 81 78 6561 6084 6318 84 85 85 7225 7225 7225 85 87 77 7569 5929 6699 86 89 72 7921 5184 6408 87 84 78 7056 6084 6552 88 78 73 6084 5329 5694 89 77 72 5929 5184 5544
106
NO RESP X Y X 2 Y 2 XY
90 75 67 5625 4489 5025 91 85 89 7225 7921 7565 92 94 88 8836 7744 8272 93 85 84 7225 7056 7140 94 93 88 8649 7744 8184 95 87 81 7569 6561 7047 96 92 81 8464 6561 7452 97 85 76 7225 5776 6460 98 81 79 6561 6241 6399 99 85 85 7225 7225 7225 100 88 77 7744 5929 6776 101 89 72 7921 5184 6408 102 84 77 7056 5929 6468 103 78 72 6084 5184 5616 104 77 73 5929 5329 5621 105 75 67 5625 4489 5025
Jumlah 8938 8325 763820 664389 711120
Dari perhitungan data di atas ada beberapa hal yang perlu diketahui
dan digaris bawahi, yaitu sebagai berikut :
N = 105
∑ X = 8938
∑Y = 8325
∑ 2X = 763820
∑ 2Y = 664389
∑ XY = 711120
Untuk mencari rata-rata (mean) variabel kesadaran diri dan sikap
religius digunakan rumus sebagai berikut :
107
5.2.1.1 Kesadaran diri
X = N
X∑
= 1058938
= 85,12
Kemudian untuk mengetetahui besarnya prosentase
menggunakan rumus :
P = ____frekuensi___ X 100 Jumlah responden P = ___41__ X 100 105 P = 39,05 %
Jadi kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara
mempunyai rata-rata 85,12 atau 39,05 %
5.2.1.2 Kecemasan Eksistensial
X = N
Y∑
= 1058325
= 79.29
Kemudian untuk mengetahui besarnya prosentase menggunakan
rumus :
P = ____frekuensi___ X 100 Jumlah responden
108
P = ___29__ X 100 105 P = 27,62 %
Menunjukkan bahwa kecemasan eksistensial remaja di kecamatan
Semarang Utara mempunyai rata-rata 79,29 bila diprosentasekan
sebesar 27,62 %.
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa rata-rata variabel
kesadaran diri 85,12 (sebesar 39,05 %), sedangkan rata-rata variabel
kecemasan eksistensial adalah 79.29 ( sebesar 27,62 %).
5.2.2. Analisis Uji Hipotesis
Dalam uji hipotesis, peneliti mempergunakan rumus korelasi
produck moment dengan rumus sebagai berikut :
rxy = { }{ }∑∑∑∑
∑ ∑ ∑−−
−2222 )()(
))((
YYNXXN
YXXYN
Keterangan :
rxy = Indeks angka korelasi product moment antara X dan Y
X = Nilai variabel X (kesadaran diri)
Y = Nilai variabel Y (kecemasan eksistensial)
XY = Perkalian antara X dan Y
109
X 2 = Kuadrat nilai X
Y 2 = Kuadrat nilai Y
∑XY = Jumlah perkalian antara X dan Y
N = Jumlah Responden
Selanjutnya rumus tersebut diaplikasikan ke dalam data yang ada
pada tabel kerja yang telah diketahui bahwa :
N = 105
∑ X = 8938
∑Y = 8325
∑ 2X = 763820
∑ 2Y = 664389
∑ XY = 711120
rxy = { }{ }∑∑∑∑
∑ ∑ ∑−−
−2222 )()(
))((
YYNXXN
YXXYN
rxy = })8325(664389150}{)8938(763820105{
)8325)(8938(71112010522 −−
−
xxx
rxy = }6930562569760845}{7988784480201100{
7440885074667600−−
−
rxy = 455220313256
258750x
110
rxy = 101026003963,14
258750x
rxy = 6765.377624
258750
rxy = 0.685204162 dan dibulatkan menjadi 0.685
Dari uji koefisien di atas dapat diketahui bahwa rxy (hitung) adalah
0.685. Kemudian dikonsultasikan dengan tr (tabel) pada taraf
signifikansi 1% dan 5%. Jika rxy > tr baik pada taraf signifikansi 5%
dan 1%, maka signifikan dan diterima. Untuk mengetahui lebih lanjut
dapat dilihat dalam tabel berikut :
TABEL XVIII Taraf Signifikan Hasil Koefisien Korelasi ( rxy )
rt N rxy 5 % 1% Kesimpulan
105 0.685 0.195 0.253 Signifikan
Setelah diadakan uji hipotesis melalui koefisien korelasi ( rxy )
sebagaimana di atas, maka hasil yang diperoleh dikonsultasikan dengan
tr (r tabel) diketahui bahwa rxy hitung > tr . Dari sini dapat
disimpulkan bahwa rxy adalah signifikan pada taraf signifikan 5% dan
111
1%. Sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Untuk mengetahui
perhitungan rxy dapat dilihat dalam tabel berikut:
TABEL XIX
Perhitungan Hasil Uji Hipotesis
Tabel Uji hipotesis Hitung 5 % 1% Kesimpulan Kesimpulan rxy 0.685 0.195 0.256 Signifikan Diterima
Hipotesis yang akan diujikan kebenarannya dalam penelitian ini
seperti dinyatakan pada bab II adalah “ada hubungan yang signifikan
antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial”. Dalam rangka
menguji hipotesis tersebut, maka dinyatakan hipotesis nihil sebagai
berikut: “tidak ada hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan
kecemasan eksistensial pada remaja”.
Kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara rata-rata
variabel kesadaran dirinya hanya sebesar 85.12 dalam prosentase 39.05 %.
Sedangkan variabel kecemasan eksistensial adalah 79.29 dalam prosentase
27.62 %. berdasarkan hasil perhitungan seperti pada lampiran di peroleh
rhitung = 0.685 > rtabel = 0.195 untuk taraf signifikansi 5%, sedangkan
untuk taraf signifikansi 1% adalah 0.256. karena rhitung > rtabel , maka
dapat disimpulkan bahwa korelasi tersebut signifikan. Berdasarkan
perhitungan ini, maka hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “tidak ada
112
hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan kecemasan
eksistensial” ditolak, dan hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara
kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial” diterima.
5.2.3. Pembahasan
5.2.3.1 Analisis Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan
Eksistensial
1) Konsep Kesadaran-Diri dan Kecemasan Eksistensial
Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
yang positif antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial
pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
Semakin rendah kesadaran diri remaja, semakin rendah pula
kecemasan eksistensialnya. Berdasarkan hasil analisis kesadaran-
diri remaja di Kecamatan Semarang Utara diperoleh dengan mean
85.12 atau rata-ratanya hanya mencapai 39.05%, sedangkan hasil
analisis tentang kecemasan eksistensial remajanya diperoleh mean
79.29 atau rata-ratanya hanya mencapai 27.62% saja. Selain itu
hasil analisis statistika korelasi product moment kesadaran-diri
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan
Semarang Utara di dapatkan rxy = 0.685.
Remaja yang gagal dalam mempertinggi kesadaran dirinya
dan perasaan bersalahnya memicu timbulnya perasaan tidak
113
berdaya yang “mendalam” serta keputusasaan. Akibatnya mereka
lebih dikendalikan oleh keadaan yang ada di hadapannya, dari
pada berusaha untuk mengendalikan suatu keadaan yang
dihadapinya. Sehingga tidak mustahil ketika dihadapkan dengan
keadaan yang tidak mendukung (contoh: masalah ekonomi,
lingkungan keluarga), dapat menggiring mereka untuk berbuat
kenakalan atau kriminalitas.
Selain itu kegagalan dalam menemukan makna hidup
(frustasi eksistensial) bisa mengarahkan individu-individu kepada
kompensasi-kompensasi dalam bentuk pelarian diri kepada alkohol
atau obat bius, seks, judi. Perasaan bersalah yang rendah
disebabkan gagalnya dalam mengembangkan kemungkinan yang
dimiliki eksistensinya.
Namun berbeda lagi ketika individu (contoh: kasusnya Opy/
21 th) yang memiliki kesadaran diri yang kreatif akan mampu
melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh
perasaan-perasaan dan keinginan subyektifnya. Sehingga mampu
melihat hidupnya dari prespektif yang lebih luas, bisa memperoleh
inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjuki
langkah dan tindakan yang akan diambilnya. Sehingga ada
dorongan untuk selalu berbuat kebaikan serta mempunyai rasa
114
menyesal serta meninggalkan jauh-jauh atas perbuatan yang
tercela.
Kesadaran diri yang kreatif bisa dicapai oleh setiap individu.
Kesadaran diri tujuannya untuk memfungsikan diri sesuai dengan
fitrahnya. Menurut Kibtyah (2005:52) manusia diciptakan Allah di
dunia memiliki fungsi, sebagai makhluk Allah, yang secara kodrati
merupakan makhluk religius (Abdullah), sebagai makhluk individu
yang memiliki kekhasan masing-masing, memiliki potensi dan
eksistensi sendiri. Sebagai makhluk sosial yang memerlukan
bantuan dan selalu berhubungan dengan orang lain, juga sebagai
makhluk berbudaya, yaitu hidup di dalam dan mengelola alam
dunia dengan akal dan pikirannya untuk menciptakan kebudayaan.
Maka dapat dipahami ketika individu menyadari
keberadaannya sebagai manusia yang diciptakan tidak hanya hidup
secara horisontal seluruhnya, juga tidak hidup secara vertikal
seluruhnya. Pertemuan kedua tingkatan ini menjadi dasar
ketegangan pada manusia, maka tidak mengherankan apabila
manusia tidak dapat menjadi kesatuan yang sempurna. Sehingga
rasa bersalah (penyesalan) bukanlah sesuatu yang disembunyikan
sebagai sikap yang memalukan. Perasaan tersebut merupakan
suatu bukti akan kemampuan-kemampuan manusia yang begitu
luas, serta bukti akan besarnya nasib yang dihadapkan ke depan.
115
Rasa bersalah ontologis (kecemasan eksistensial) merupakan
sesuatu keadaan tegang, yang memotivasi untuk berbuat sesuatu.
Kecemasan eksistensial menjadi perangsang bagi pertumbuhan,
dalam arti kita akan mengalami kecemasan ketika meningkatnya
kesadaran diri atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi
dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita. Sebenarnya,
ketika kita membuat putusan yang melibatkan rekonstruksi hidup.
Kecemasanlah yang selalu menyertai dalam pembuatan putusan itu
(tanda mengalami perubahan pribadi). Tanda tersebut konstruktif,
sebab dapat memberi tahu bahwa tidak semua hal berjalan baik.
Apabila kita dapat menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam
kecemasan, maka akan berani mengambil langkah-langkah yang
diperlukan guna mengubah arah hidup kita (kecemasan merupakan
produk sampingan perubahan).
Melalui kesadaran diri individu bisa bebas dalam mengambil
sikap dan respon atau tingkah laku apa yang akan diambilnya.
Individu yang bebas menurut Mansyur (1983:43) adalah merdeka
dan terbebas dari belenggu-belenggu yang mengikat. Kesadaran
diri berkembang pada diri individu sejalan dengan usaha individu
untuk melepaskan diri dari keterikatan-keterikatan, dan
memperoleh otonomi diri. Sedangkan peningkatan kesadaran diri
adalah memperbesar kesanggupan individu untuk menumbuhkan
116
diri disamping memperbesar kesanggupan, menghadapi
kecemasan-kecemasan secara konstruktif. Menurut Musa Asy’ari
(2002:vi) pemahaman terhadap diri tidak hanya sebatas pada apa
yang terlihat tetapi, lebih jauh lagi ada pada dataran makna yang
terkandung. Whitehead (1996:150) berpendapat pula bahwa
kreatifitas (untuk memperkembangkan) justru lebih penting dari
sekedar melanggengkan apa yang sudah ada.
Konsep kesadaran diri terdapat dalam firman Allah SWT
pada Qs. Al-Baqarah:44
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفال تعقلون
Artinya : “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
senantiasa membaca kitab, apakah kamu tidak berakal (berfikir)”.
Sebagaimana diungkapkan Faqih (2001), individu yang
mampu mengetahui, memahami, mengerti dan mengenal dirinya
sendiri akan dengan mudah mengembangkan potensi yang
dimilikinya sebagai makhluk beragama, sosial, individu dan
berbudaya, sehingga akan lebih mudah mencegah timbulnya
berbagai masalah, selanjutnya akan membuat individu tersebut
bertawakal atau berserah diri kepada Allah.
117
Kesadaran diri yang kreatif pada individu dan mampu
menghadapi kecemasan secara konstruktif, akan mengantarkan
kepada pencapaian kemampuan dalam mewujudkan kebahagiaan
hidup didunia dan akhirat.
2) Konsep Taubat
Pembahasan mengenai konsep hubungan kesadaran-diri dan
kecemasan eksistensial tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai
konsep tobat. Menurut Muthahhari (1995:253) kebebasan manusia
merupakan suatu kesempurnaan, tapi kesempurnaan yang
merupakan perantara bukanlah tujuan. Sarana kebebasan
memungkinkan manusia untuk sampai pada kesempurnaan
tertinggi atau jatuh dalam jurang kerusakan yang terdalam, artinya
manusia berpotensi untuk ingkar atau taat, bisa naik keatas dan
bisa turun kebawah. Ada juga nilai lain dalam Islam, yang
merupakan bentuk penyesalan (rasa bersalah) manusia dari
keingkaran yang ia lakukan yakni “taubat”. Dengan tobat inilah
akan terealisasi satu ism dari asma Allah, yaitu sifat Maha
Pengampun.
Taubat menurut bahasa adalah kembali, sedang menurut
agama (syara’) berarti kembali meninggalkan hal-hal yang dicela
oleh agama serta menjalankan perkara yang di puji oleh agama
(Fatah, 1995:138).
118
Taubat dalam pandangannya Amin Syukur (2001:27)
merupakan amalan yang menekankan kesadaran (penuh kesadaran)
untuk kembali kepada sesuatu yang positif yang merupakan fitrah
dari ruh (spirit). Dalam tahapan ini seseorang tidak cukup kembali
dari kejelekan menuju kebaikan, tapi dituntut kembali dari yang
baik menuju yang lebih baik (inti dari inabah) dan dari yang lebih
baik menuju terbaik (inti aubah).
Maka dapat dipahami taubat merupakan rasa penyesalan
yang mengakibatkan azam atau niat (intensionalitas). Rasa
menyesal tersebut diakibatkan oleh kesadaran bahwa maksiat itu
bisa menjadi penghalang antara seseorang dengan kekasih-Nya
(Tuhan). Oleh sebab itu baik kesadaran maupun rasa menyesal dan
azam harus terus menerus dan sempurna. Sebab menurut Ibnu al-
Arabi (Muhammad, 2002: 49) kesempurnaan manusia (insan
kamil) sangat ditentukan oleh kesadaran manusia akan eksistensi
dirinya sebagai satu kesatuan dengan eksistensi Tuhan. Sehingga
dapat dipahami kesadaran diri ini, lebih dititik beratkan kepada
peranannya menimbulkan taubat.
Penyesalan merupakan hasrat untuk memperbaiki diri.
Bentuk penyesalan dengan masa lampau adalah memperbaiki apa
yang telah lewat, sedang yang berhubungan dengan dengan masa
sekarang atau masa yang akan datang adalah wajib menjauhi setiap
119
larangan dan melaksanakan setiap perintah-Nya yaitu kekalnya
ketaatan dan kekalnya meninggalkan maksiat sampai mati.
Menurut Ghazali taubat hukumnya wajib (Ghazali, 1982:14).
Oleh karena itu setiap orang Islam harus bertaubat. Jangan tidak
bertaubat lantaran merasa dirinya tidak mempunyai dosa. Karena
betapapun sucinya seseorang, pasti dia pernah menjalankan dosa
baik disengaja maupun tidak. Apalagi sebagai manusia, sedangkan
Rasulullah saw yang sudah pasti sucinya beliaupun bertaubat
minta ampun kepada Allah SWT. Rasulullah saw bersabda :
يايها الناس توبوا الى اهللا وا ستغفروه فأ نى اتوب فىاليوم مأة مرة
)رواه مسلم (
Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya. Maka sesungguhnya aku bertaubat (membaca istighfar) dalam sehari seratus kali” (HR. Muslim).
Bahkan sejarah manusia-manusia individu maupun sosial,
harus dilihat sebagai rentetan “proses kelahiran terus menerus”
yang bukan lagi bersifat fisikal saja, tetapi telah menyentuh aspek
psikis, sosiologis, religius dan yang justru terpenting pada aspek
spiritual. Kelahiran tersebut berlangsung menuju proses
“kesadaran-diri” (self-conciousness) yang semakin matang, yang
pada akhirnya mengandaikan pada identitas dan moralitas dalam
120
pencapaian sebagai manusia yang sempurna (Rachman, 2002:156).
Dapat dianalisa bahwa “kelahiran kembali “ terkandung pada
makna taubat.
Dalam melakukan taubat perlunya menyatukan khauf dan
rajaa’ serta menerapkan keduanya secara bersamaan dalam satu
kondisi dan situasi. Jika posisi rajaa’ merupakan pendorong
semangat melakukan amal, maka khauf mempunyai posisi yang
mendorong untuk mempunyai semangat tinggi dalam
menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa (Hilal,
2002:78).
Di dalam Islam membina perilaku seseorang berdasarkan
spiritulitas ajaran Islam adalah dalam membentuk perilaku
seseorang yang secara otomatis menjadikan agama sebagai
pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap dan gerak-gerik
dalam kehidupannya. Apabila ajaran Islam telah masuk ke dalam
diri seseorang dan menjadi bagian dari perilaku ataupun mental
seseorang, maka dengan sendirinya akan menjauhi segala larangan
Tuhan dan mengerjakan segala perintah-Nya. Bukan karena
pandangan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam
mematuhi segala perintah Allah yang selanjutnya akan terlihat
bahwa nilai-nilai ajaran agama akan nampak tercermin dalam
perkataan, perbuatan dan sikap mentalnya. Dalam ungkapan diatas
121
berarti titik tekan yang ada pada diri seorang individu adalah
dirinya (self). Sebab manusia secara potensial tahu apa yang
diperbuatnya dan tahu akibat positif dan negatif dari perbuatannya
serta manusia sebagai makhluk mukallaf yang tahu akan tanggung
jawabnya (Murtadho, 2002:89-90).
5.2.3.2 Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam Terhadap Hasil
Temuan
Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai
konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak pada kehidupan
masyarakat. Tidak hanya membawa keuntungan bagi dimensi
kehidupan manusia, melainkan juga menimbulkan berbagai
dampak negatif yang dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan.
Nilai di dalam kehidupan global dan abad informasi ini
menjadi persoalan-persoalan yang kritis, manakala ekspektasi
kehidupan manusia yang semakin kuat dihadapkan pada ragam
pilihan yang semakin terbuka dan penuh dengan ketidakpastian.
Disini terjadi kompleksitas, suatu paradoks yang menimbulkan
kebingungan, kecemasan dan frustasi, tetapi sekaligus sebagai
wahana belajar sepanjang hayat bagi manusia untuk menampilkan
122
eksistensi dirinya dan mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya (Hasanah, 2004: 121).
Sejalan dengan laju globalisasi masalah remaja merupakan
salah satu persoalan yang selalu mendapat perhatian baik orang
tua, pemerintah, maupun pakar yang menaruh perhatian terhadap
pembinaan dan pendidikan para remaja. Sebab masa remaja sedang
mengalami masa krisis dan kegoncangan batin. Meskipun masa
krisis dan guncangan batin yang sedang dialami remaja tersebut
bersifat sementara, namun sifat sementara justru mempunyai kesan
yang amat dalam pada dirinya.
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka diperlukan suatu
upaya yang dapat mengarahkan remaja kepada perkembangan
hidup yang serasi dan harmonis. Salah satu upaya tersebut berupa
layanan atau bimbingan, agar remaja memiliki standar-standar,
pikir, sikap-perasaan dan perilaku yang dapat menuntun dan
mewarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa dan
masa selanjutnya. Dengan kata lain, remaja memerlukan perangkat
nilai dan falsafah hidup. Jika remaja tidak memiliki falsafah hidup
(terutama yang diterapkan dalam perbuatan) maka mereka tidak
memiliki “kemudi” atau kendali dalam hidupnya, yang dapat
membuatnya tidak memiliki kepastian diri. Remaja yang demikian
itu akan mudah bingung, terombang-ombang oleh situasi hidup
123
yang demikian cepat berubah, yang kemudian menjadikannya
manusia yang tidak berbahagia.
Upaya bimbingan yang dimaksudkan adalah bimbingan
konseling Islam, merupakan salah satu metode dakwah alternatif
yang mengkombinasikan teori-teori bimbingan dan konseling
dengan teori psikologis. Tujuannya membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya sehingga
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (faqih, 2001 :
35). Sesuai dengan pendapat Totok Jumantoro (2001) tujuan
kegiatan dakwah tidak lain adalah untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama
yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerusnya. Sehingga
tugas pendekatan psikologis dalam dakwah adalah memberi
landasan dan pedoman kepada metodologi dakwah, karena
metodologi baru dapat efektif dalam penerapannya bilamana
didasarkan atas kebutuhan manusia sebagaimana ditunjukkan
kemungkinan pemuasnya oleh psikologi.
Pelayanan bimbingan konseling Islam adalah pekerjaan
profesional sehingga harus mempunyai landasan-landasan yang
menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lainnya. Landasan
tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau Sunnah Nabi
ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan
124
keimanan. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
konseling Islam landasan tersebut dikenal dengan azas-azas
bimbingan konseling Islam.
Apabila azas-azas itu diikuti dan terselenggara dengan baik
dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan, sebaliknya apabila azas-azas itu diabaikan
atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana
justru berlawanan dengan tujuan bimbingan konseling Islam.
Bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam
pelayanan, serta profesi bimbingan konseling Islam itu sendiri.
Disinilah betapa pentingnya kedudukan Azas BKI dalam
menentukan keberhasilan pada proses pelayanan (professionalitas).
Maka perlu adanya kajian-kajian reflektif, tanpa terpaku
terhadap rumusan-rumusan yang sudah ada. Dalam upaya
optimalisasai metodologi pemahaman azas BKI, sebagai salah satu
kontribusi positif terhadap keilmuan BKI.
Ada beberapa azas BKI yang perlu mendapat perhatian
khusus, terkait dengan fakta atau data yang diperoleh mengenai
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial pada remaja di
kecamatan Semarang Utara, dalam upaya ke arah pengembangan
dan penjelas terhadap metodologi pemahaman azas BKI.
125
Diantara hasil wawancara terhadap enam remaja di
kecamatan Semarang Utara yang telah melakukan kriminalitas
diperoleh fakta bahwa mereka, sebetulnya masih mempunyai rasa
takut, khawatir maupun perasaan menyesal (taubat). Perasaan
takut dan penyesalan dapat dianalisa adanya indikasi terpenuhinya
beberapa azas BKI yaitu azas fitrah dan azas kebahagiaan dunia
akhirat.
Fitrah merupakan kesadaran primordial yang dimiliki setiap
individu, dalam arti remaja akan bisa memilih dan bertindak secara
otentik sadar diri, bertindak atas ketentuan sendiri, bersedia
mendengarkan suara hati nurani. Sebab mendengarkan suara hati
nurani akan menggiring akal pikiran, jiwa, qolbu, inderawi dan
jasmani kepada kefitrahan yang cenderung berbuat ketaatan.
Dorongan fitrah inilah yang akan memimpin dan membimbing
remaja dalam melakukan seluruh aktivitas hidup dan
kehidupannya. Sehingga remaja tidak lupa akan dirinya, tidak
dikuasai oleh kekuatan masa (kelompok), pesona benda,
mengabaikan hati nurani dan mudah berubah. Disinilah remaja
bisa menjadi eksistensi yang otentik.
Apabila remaja telah melakukan sesuatu hal yang bertolak
belakang dengan keadaan fitrahnya akan timbul perasaan cemas,
takut dan khawatir. Jika remaja menyadari perasaan-perasaan
126
tersebut dengan konstruktif, maka akan timbul kecemasan
eksistensial yaitu kearah rasa penyesalan (taubat).
Dalam rasa penyesalan (taubat) inilah remaja akan
mampu menumbuhkan dan menempatkan perasaan takut
(khauf) dan harapan (rajaa’) hanya kepada Allah SWT didalam
dirinya. Sebab perasaan takut (khauf) adalah sebuah kesadaran
bahwa Allah yang menguasai wujud manusia yang paling
dalam. Sedangkan harapan (rajaa’) adalah keterikatan hati
dengan sesuatu yang diinginkan terjadi masa yang akan datang,
yaitu ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat nantinya.
Artinya remaja menyadari bahwa keabadian hidup akan selalu
dikaitkan dengan janji Allah SWT akan balasan di akhirat
sehingga mendorong untuk selalu berbuat baik dan menjalani
hidup dengan optimis. Sehingga remaja akan terhindar dari
hidup yang hedonistis, serta tidak memuja kenikmatan duniawi
mumpung masih hidup, karena masa muda sebagai the golden
years of life (masa keemasan bagi kehidupan seseorang).
Namun sebaliknya jika perasaan takut dan berharap
selain kepada Allah, justru akan mendominasi timbulnya
“keraguan” dalam diri individu. Tidak jarang yang didapatkan
hanyalah jalan kesesatan dalam jurang kenistaan (berbuat
kriminal) karena tidak menempatkan khauf dan rajaa’ sesuai
127
kondisi dan tempatnya. Jadi dapat dipahami individu atau
remaja yang khauf dan rajaa’ adalah mereka yang berpikiran
luas dan dalam jangka panjang kedepan bukan sosok yang
berpikiran sempit dan untuk kepuasan sesaat.
Data lainnya yang ditemukan pada remaja di kecamatan
Semarang Utara yaitu adanya hobi minum alkohol dan
narkoba (Opy/ 21 th), adanya indikasi penyimpangan terhadap
keseimbangan rohaniah dan jasmaniah akibatnya terjadi
kebingungan terhadap keberadaannya sendiri. Remaja yang
melakukan hobi tersebut hanya memenuhi kepuasan sesaat
saja, namun sebetulnya kekosongan jiwalah yang mereka
dapatkan, mereka gagal mempertahankan kelangsungan hidup
(eksistensinya) secara bertanggung jawab.
Sebab dengan minum alkohol/ narkoba remaja akan
masuk ke dimensi fly (melayang) yang destruktif. Sedikit demi
sedikit akan merusak organ tubuh (jasmani), efek yang lebih
parah lagi akan terganggunya kontrol pengendalian atas diri.
Disinilah terjadi kegagalan hakekatnya sebagai manusia yang
berkesadaran dengan segala aktivitas yang selalu terarah
keluar dirinya (intensionalitas).
Oleh sebab itu azas kesatuan jasmaniah-rohaniah
mempunyai keterkaitan erat dalam kerangka memahami kasus
128
tersebut. Maksudnya remaja, bukan hanya makhluk biologis
atau makhluk rohaniah, tetapi pada hakekatnya remaja sebagai
manusia kesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu
terarah keluar dirinya (Intensionalitas). Peran penting
kesadaran dengan menunjukkan bahwa peran tubuhpun
dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita menyebut tubuh bukan
sebagai tubuh organisme, melainkan tubuh-subjek atau tubuh
kesadaran, juga tubuh yang di hayati, tubuh yang bermakna
dan memberi makna dunia.
Melalui keseimbangan rohaniahlah remaja menjadi lebih
berpegang kepada kekuatan-kekuatan batin dan pribadi sendiri,
menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak
berdaya (menyalahkan orang lain) dan menerima kekuatan
yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.
Seperti yang termaktub dalam azas BKI dibidang
keseimbangan rohaniah.
Akibatnya remaja akan menyadari perannya sebagai
khalifah (terpenuhinya azas kekhalifahan), akan selalu
berjuang dan bertanggung jawab akan hidupnya sehingga
hidupnya menjadi bermakna, serta terhindar dari kekosongan.
Sebab kekosongan jiwa merupakan hasil produk dari; tidak lagi
ada yang dikagumi, dirindukan, atau diperjuangkan.
129
Remaja (Opy) yang sering melakukan hal-hal yang tidak
baik menurut agama membuatnya merasa rendah diri (minder)
ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan
Tuhan (merasa hina), juga kebebasan dan keterlepasan dari
beban hidup yang diidamkan tidak tercapai. Justru sebaliknya
muncul masalah-masalah baru. Sehingga mereka (kasusnya
Anto juga) memutuskan untuk meninggalkan jauh-jauh
perbuatan yang tidak baik tersebut. Fakta tersebut sebagai
bukti adanya usaha aktif dalam memahami kondisinya sebagai
manusia yang mempunyai kesanggupan untuk menyadari
dirinya sendiri, kebebasan memilih untuk menentukan
nasibnya sendiri. Serta kebebasan dan tanggung jawab maupun
kecemasan sebagai suatu unsur dasar pencarian makna yang
unik di dalam dunia yang tidak bermakna.
Remaja yang memiliki kesadaran serta kebebasan dalam
membuat pilihan–pilihan yang fundamental akan membentuk
kehidupannya. Karena itulah tanpa landasan eksistensial, yaitu
kesadaran, akal-budi dan imajinasi. Dalam dorongan hati
nurani manusia dihadapkan pada kenyataan eksistensinya.
Usaha ke arah itu, akan dilakukan manusia dengan uji: coba
dan salah (trial and eror), sublimasi-identifikasi dsb. Letak
eksistensi manusia ada dalam penerimaan, penghargaan dan
130
dicintai orang lain. Dari fakta tersebut terkait azas BKI di
bidang kemaujudan individu (eksistensi diri) mengarah ke-
pemenjadian (becoming) pada remaja yang selalu dihadapkan
dengan kecemasan.
Berdasarkan data yang lainnya, dapat dianalisa juga
bahwa remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang
disamping mempunyai sifat-sifat lemah sebagai manusia
seperti; mencuri, pengroyokan, minum minuman keras dan
narkoba. Namun juga sekaligus memiliki sifat-sifat yang baik
(mulia) contohnya; mempunyai rasa khawatir, takut, menyesal
(kecemasan eksistensial) dan adanya harapan untuk selalu
berbuat baik. Sifat-sifat yang baik inilah sesuai dengan azas
pembinaan akhlaqul-karimah dalam BKI yaitu perlu dipelihara,
dikembangkan dan disempurnakan agar remaja tetap menjadi
manusia ber-eksistensi yang mengantarkanya menjadi insane
kamil (manusia seutuhnya).
Atas dasar fakta dan paparan tersebut diperlukan adanya
upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan
kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas
BKI dengan pemikiran reflektif, yang terlepas dari keterpakuan
terhadap rumusan yang ada. Terutama dalam memahami azas
kefitrahan, kebahagiaan dunia akhirat, kesatuan jasmaniah-
131
rohaniah, keseimbangan rohaniah, kemaujudan individu
(eksistensi diri), dan pembinaan akhlaqul karimah yaitu; bukan
sekedar pemahaman yang mengambang di permukaan saja,
melainkan lebih mendalam pada inti yang terkandung
didalamnya atas dasar data/ fakta yang diperoleh. Oleh sebab
itu perlu kiranya diadakan kajian yang terarah pada aspek-
aspek hakekat kemanusiaanya, serta mengarah pada persoalan
makna hidup.
Apabila metodologi pemahaman azas bimbingan
konseling Islam dapat dilakukan secara optimal oleh konselor
dalam pelayanan bimbingan, maka konselor lebih dapat
memahami dan mengarahkan klien (khususnya remaja di
kecamatan Semarang Utara) dalam mewujudkan dirinya
sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
136
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kesadaran-diri dengan
kecemasan eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang
(analisis azas Bimbingan Konseling Islam) yang telah penulis lakukan, maka
dapat diambil kesimpulan:
6.1.1 Hasil analisis tentang kesadaran diri remaja di Kecamatan Semarang
Utara diperoleh mean yaitu 85.12 dan hasil analisis tentang kecemasan
eksistensial remajanya diperoleh mean yaitu 79.29. Sedangkan hasil
analisis statistika korelasi product moment kesadaran-diri dengan
kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara di
dapatkan rxy adalah 0.685, kemudian hasil tersebut dikonsultasikan
dengan tabel baik taraf signifikan 5% maupun 1%. Untuk jumlah
responden 105, dalam taraf 5% = 0,195 dan taraf signifikan 1%=
0,256. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan rxy lebih besar
dibandingkan dengan r tabel baik taraf signifikan. Dengan demikian
dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara kesadaran-diri
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang
Utara Kota Semarang.
6.1.2 Untuk melihat penting tidaknya nilai-nilai kemanusiaan yang
applicable bagi pelayanan BKI, pada diri konselor memang
137
diperlukan adanya upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri
dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI
dengan pemikiran reflektif yang terlepas dari keterpakuan terhadap
rumusan yang ada. Terutama dalam memahami azas BKI, bukan
sekedar pemahaman yang mengambang di permukaan saja, melainkan
lebih mendalam pada inti yang terkandung didalamnya. Oleh sebab itu
perlu kiranya diadakan kajian yang terarah pada aspek-aspek hakekat
kemanusiaanya, serta mengarah pada persoalan makna hidup.
6.2. Saran-Saran
Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang sifatnya transisi dan
tidak mantap yakni tahap peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Sehingga terjadi kegoncangan-kegoncangan sebagai akibat belum
siapnya menerima nilai-nilai baru, dalam rangka mencapai kedewasaan.
Meskipun masa krisis dan goncangan batin yang sedang dialami remaja
bersifat sementara, namun justru mempunyai kesan yang amat dalam pada
dirinya.
Maka ada beberapa saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai
berikut :
6.2.1 Kepada remaja diharapkan mampu mempertinggi kesadaran-dirinya
(kreatif), agar dapat membantu dirinya sendiri (self-helping) dengan
cara mengembangkan ketrampilan berfikir (thinking skills) dan
bertindak (action skills) sehingga dapat mengatasi masalah yang
138
dialaminya sekarang, dan mampu mencegah terjadinya masalah
dimasa depan. Juga ketrampilan yang terkait dengan kesadaran akan
eksistensi dirinya, pemahaman perasaannya, pemahaman akan
motivasi internalnya, dan kepekaan akan kecemasan dan perasaan
bersalahnya. Sehingga mampu menghadapi kecemasan-kecemasan
secara konstruktif.
6.2.2 Kepada konselor (dalam layanan bimbingan konseling Islam)
diharapkan memahami aspek-aspek kondisi (keberadaan) pribadi klien,
sebagai tuntutan yang mutlak. Sebab masing-masing individu memiliki
karakteristik pribadi yang unik, dalam arti terdapat perbedaan
individual diantara mereka. Seperti menyangkut aspek kecerdasan,
emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan menyesuaikan
diri. Karena pada dasarnya layanan bimbingan konseling Islam
merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan pribadi klien,
agar menyadari jati dirinya (sebagai khalifah dan abdullah). Sehingga
mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan
yang bermakna (kehidupan yang maslahat dan sejahtera), baik bagi
dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh sebab itu peranan konselor
sangat berpengaruh juga dalam rangka mempertinggi kesadaran-diri
remaja dalam menghadapi kecemasan secara konstruktif, diantaranya
pada azas “lillahi ta’la”, azas kesatuan jasmaniah-rohaniah, azas
kemaujudan individu (eksistensi), azas keselarasan dan keadilan, azas
139
kasih sayang, azas saling menghargai dan menghormati, azas
musyawarah dan azas keahlian.
6.3.Penutup
Puji syukur Alhamdulillahirrabbil ‘aalamin dengan limpahan rahmat
serta hidayah dari Allah SWT , maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan pembahasan skripsi ini
masih banyak kekurangan, baik dari segi bahasa, penulisan, penyajian,
sistematika, pembahasan maupun analisisnya. Akhirnya dengan memanjatkan
doa, mudah-mudahan skripsi ini membawa manfaat bagi pembaca dan diri
penulis, selain itu juga mampu memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang
positif bagi keilmuan BKI.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal. 2002. Analisis Eksistensial untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung : PT Refika Aditama.
Adz-dzaky, Hamdani Bakran. 2004. Konseling Dan Psikoterapi Islam.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Ancok, Djamaludin. 2001. Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Billington, Ray. 1993. Living Philosophy An Introduction to Moral Thought,
Second Edition. London and New York : PJ Press Ltd. Budi, Prawira Triton. 2006. SPSS 13,0 Terapan; Riset Statistik Parametrik.
Yogyakarta : Andi OFFSET. Budiraharjo, Paulus. 2002. Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir. Yogyakarta :
kanisius. Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT
Eresco. Daradjat, Zakiyah. 1979. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensial. Jakarta: Rineka Cipta. Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistika Jilid II. Jakarta : LP3S Depag RI. 2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Diponegoro. Faqih, Ainur Rahim. 2001. Bimbingan Konseling dalam Islam. Yogyakarta : UII
Press. Fatah, Abdul. 1995. Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi. Jakarta
: Rineka Cipta.
Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Ghazali, Imam. 1982. Ihja Ulumudin Jilid IV . terj: Nurhichkmah. Jakarta: Tirta
Mas. Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research . Yogyakarta : Andi Ofset. Hasanah, Hasyim. 2004. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Religius Remaja
Di Kecamatan Banyumanik (Studi Analisis Fungsi BKI). (Tidak Di . Publikasikan. Skripsi. IAIN).
Hidayat, Komaruddin. 2006. Psikologi Kematian (Mengubah Ketakutan Menjadi
Optimis). Bandung : MMU. Hilal, Ibrahim. Tasawuf. 2002. Tasawuf Antara Agama dan Filsafat. Bandung :
Pustaka Hidayah. Jumantoro, Totok. 2001. Psikologi Dakwah (Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang
Qur’ani). Wonosobo : AMZAH.. Kartono, Kartini. 1992. Patologi II: Kenakalan remaja. Jakarta : CV. Rajawali. Khibtyah, Maryatul. 2005. Enam Dimensi Positif Teori Eksistensial Humanistik
dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling Islam. Semarang : PUSLIT IAIN Walisongo.
Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar. Bandung : PT
Eresco. Mansyur. 1983. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah. Al-Kuwait : Thiba’ah dzatissalasil. Mappiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Mappiere, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada. Marcel, Gabriel. 2005. Misteri Eksistensi. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Monogarafi, data. 2006. Kecamatan Semarang Utara. Jawa Tengah : Semarang. Murtadho. Ali. 2002. Bimbingan dan Konseling Islam Prespektif Sejarah.
Semarang : Bagian Penerbitan LABDA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
Murtadho, Ali. 2006. Standarisasi Profesi Konseling (Kumpulan Makalah Seminar dan Seresehan Nasional). Semarang : Fakultas Dakwah.
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. Muthahhari. Murtadho. 1995. Insone Komil. terj: Hamid Ba’abud. Yayasan
Pesantren Islam. Nasution. 1995. Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara. Nawawi, Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta :
Gajahmada University Press. Musa, Asy’arie. 2002. Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual.
Yogyakarta : LESFI. Panuju, Panut dan Umami, Ida. 2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta : PT Tiara
Wacana Yogya. Pimai, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang : RaSAIL. Poduska, Bernard. 1990. Empat Teori Kepribadian (Eksistensialis, Behavioris,
Psikoanalitik, Aktualisasi Diri). Jakarta : Tulus Jaya. Poedjawijaya. 1987. Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia). Jakarta : PT
Bina Aksara. Polsek Semarang Utara. 2006. Data Statistika Perbandingan Kriminalitas
Remaja. Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
Rineka Cipta Rachman, Budi munawar. 2002. Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan
Tasawuf Positif, Jakarta : Hikmah.. Rakhmat, Jalaludin. 1998. Kamus Filsafat. Cetakan 1. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. Ruslan, Sosady. 2003. Metode Penelitian: Public Reletions dan Komunikasi.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sastrowardoyo, Ina. 1991. Teori Kepribadian Rollo May. Jakarta : Balai pustaka. Singaribun, Masri. 1995. Metodologi Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.
Soehartono, Irawan. 1998. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Stein, Steven J. 2003. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional
Meraih Sukses. Bandung : MMU Subagyo, P . Joko. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarata : Rineka Cipta. Syukur, Amin. 2001. Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar. Syukur, Amin. 2003. Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern.
Yogyakarta : pustaka Pelajar. Wagito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi
Offset. Wawancara dengan Ibu Tutik. Tanggal 27 Mei 2007. Staf POLSEK Kecamatan
Semarang Utara. Wawancara dengan Remaja. Tanggal 02 September 2007. Kecamatan Semarang
Utara. Wawancara dengan Bp Nanang. Tanggal 24 September 2007. Pengurus Lembaga
Keagamaan di Kecamatan Semarang Utara. Yusuf, Syamsu dan A Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.