hubungan kadar vitamin d dengan kalsium dan fosfor …
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KADAR VITAMIN D DENGAN KALSIUM DAN
FOSFOR PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR DI
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
OLEH:
dr. ADE HARIZA HARAHAP
NIM : 137041180
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
SPESIALIS PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN KADAR VITAMIN D DENGAN KALSIUM DAN
FOSFOR PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR
DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang
Patologi Klinik/M.Ked (ClinPath) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
dr. ADE HARIZA HARAHAP
NIM : 137041180
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
SPESIALIS PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Hubungan Kadar Vitamin D
dengan Kalsium dan Fosfor Pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSUP. H.
Adam Malik Medan”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik /
M.Ked (ClinPath) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama penulis mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian
untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan
dan pengarahan serta dorongan baik moril dan material dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan serta kritikan yang membangun
sehingga tesis ini bisa bermanfaat dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
penghormatan dan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Yth, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di Program Magister
Kedokteran Klinik Konsentrasi Bidang Patologi Klinik.
Universitas Sumatera Utara
iv
2. Yth, Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku
Ketua Program Studi Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di Program Magister
Kedokteran Klinik Konsentrasi Bidang Patologi Klinik.
3. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK-KH, sebagai Pembimbing
I saya yang telah bersusah payah dan bersedia meluangkan waktu dan
pikirannya setiap saat dalam memberikan banyak bimbingan, petunjuk,
pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama
dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini. Saya memohon doa
semoga semua kebaikan beliau dibalas oleh Allah SWT.
4. Yth, Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K), sebagai pembimbing II dari
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan, yang sudah bersedia menyediakan waktu dan memberikan banyak
bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan
proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini.
5. Yth, dr. Ricke Loesnihari, M. Ked (Clin-Path), Sp.PK(K), sebagai Ketua
Departemen Patologi Klinik FK USU, dimana beliau telah banyak
memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan kepada saya selama
mengikuti pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian ini sampai
selesai.
6. Yth, Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH, sebagai Kepala
Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara, yang memberikan kesempatan kepada saya
sebagai peserta Program Magister dan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi
Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing, mengarahkan dan
memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.
7. Yth, dr. Malayana Rahmita Nasution, M. Ked (ClinPath), Sp.PK,
sebagai Sekretaris Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama saya mengikuti
pendidikan.
8. Yth, dr. Jelita Siregar, M. Ked (ClinPath), Sp.PK, sebagai Sekretaris
Program Studi di Departemen Patologi Klinik FK USU, yang telah
memberikan bimbingan, arahan, masukan dan memotivasi selama saya
mengikuti pendidikan.
9. Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH, yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan masukan selama saya mengikuti pendidikan dan
didalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
10. Yth, Prof. dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH, yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama saya
mengikuti pendidikan.
11. Yth, dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K, dr. Muzahar, DMM, Sp.PK-K,
dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK-K, dr. Nelly Elfrida Samosir,
Sp.PK(K), dr. Ida Adhayanti, Sp.PK, dr. Ranti Permatasari, Sp.PK(K),
dr. Nindia Sugih Arto, M. Ked (ClinPath), Sp.PK, dr. Dewi Indah Sari
Siregar, M. Ked (ClinPath), Sp.PK, dan semua guru-guru saya yang telah
Universitas Sumatera Utara
vi
banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dukungan selama saya
mengikuti pendidikan.
12. Yth, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan
dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister
Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis Patologi Klinik.
13. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat
Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU, para analis
dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan
dan kerjasama yang diberikan kepada saya, selama proses pendidikan
terutama teman seperjuangan saya dr. Fauzan, dr. Dahlan, dr. Syahni, dr.
Hairiah, dr. Derry, dr. Rina, dr. Kamelia, dr. Vinisia dan dr. Vera
14. Terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada kedua orang tua
saya, Ayahanda (Alm) H. Abdul Kadir Harahap dan Ibunda Hj. Irma
Fatimah Nasution atas cinta, pengorbanan dan kesabaran mereka yang
telah membesarkan, mendidik, mendorong dan memberikan dukungan
moril maupun materil serta selalu tanpa bosan-bosannya mendoakan saya
sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai saat ini. Kiranya Allah
SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya. Begitu juga kepada
mertua saya Bapak Ir. Indra Mulia Lubis dan Ibu Hj. Lisdawati
Dalimunthe yang juga telah banyak memberikan bantuan moril maupun
materil kepada saya dan keluarga. Juga kepada Kakak saya dan suami Hj.
Universitas Sumatera Utara
vii
Anna Farida Harahap / Ir. H. Kamaluddin Siregar; Mailisni Harahap,
A.Md.Keb; Masyitoh Harahap, SE / Paisal Hamdani Ritonga, SH.
M.Si; Maulidina Harahap, A.Md.Keb, SKM / Khairuddin Pohan, S.Ag;
adik saya dan istri/suami: Rahmatsyah Panda Potan Harahap / Mariani
Nasution; Doli Ibrahim Gani Harahap, SH / Syarifah Anggia Ayu
Siregar, A.M.Keb; dr. Khairunnisa Harahap / Arie Nurwanto, SH;
Putri Ananda Fatimah Harahap, A.M.Keb / Sinto Prayetno, SH; dan
keponakan saya yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama
saya mengikuti pendidikan. Semoga Allah SWT selalu menyertai mereka.
15. Akhirnya terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Suami
saya tercinta Dian Aulia Lubis, SH., M.Si, yang telah mendampingi saya
dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan dorongan dan
pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat
menyelesaikan pendidikan ini. Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya
tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, pada kesempatan ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sudikiranya tesis ini bermanfaat bagi
kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Medan, Agustus 2018
Penulis,
dr. Ade Hariza Harahap
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ............................................................... i
LEMBAR PENETAPAN PANITIAN UJIAN ............................................. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiv
ABSTRAK ...................................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Hipotesa Penelitian................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum .............................................................. 4
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................. 4
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
1.5.1. Bidang Ilmu Pengetahuan ............................................ 4
1.5.2. Peneliti ......................................................................... 5
1.5.3. Masyarakat ................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1. Talasemia Beta Mayor ............................................................. 6
2.1.1. Definisi ........................................................................ 6
2.1.2. Epidemiologi ............................................................... 7
Universitas Sumatera Utara
ix
2.1.3. Klasifikasi ................................................................... 8
2.2. Patofisiologi ............................................................................. 9
2.3. Metabolisme Tulang pada Talasemia Beta Mayor .................. 10
2.3.1. Faktor Hormonal .......................................................... 11
2.3.2. Aktivitas Osteoblas dan Osteoklas ............................... 13
2.3.3. Faktor Genetik .............................................................. 14
2.3.4. Kelebihan Besi dan Terapi Kelasi Besi ........................ 14
2.3.5. Vitamin D ..................................................................... 15
2.3.6. Faktor Klinis ............................................................... 18
2.4. Kerangka Konsep ..................................................................... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21
3.1. Desain Penelitian .................................................................... 21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 21
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian .............................................. 21
3.4. Kriteria Penelitian .................................................................. 22
3.4.1. Kriteria Inklusi ........................................................... 22
3.4.2. Kriteria Eksklusi ......................................................... 22
3.5. Identifikasi Variabel ............................................................... 22
3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent ............................... 23
3..7. Definisi Operasional............................................................... 23
3.8. Bahab dan Cara Kerja ............................................................ 25
3.8.1. Bahan yang diperlukan ............................................... 25
3.8.2. Cara Kerja .................................................................. 25
3.8.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel ........................ 25
3.8.4. Pemeriksaan Sampel .................................................. 26
3.8.4.1. Pemeriksaan Kadar Vitamin D ...................... 26
Universitas Sumatera Utara
x
3.8.4.2. Pemeriksaan Kalsium .................................... 29
3.8.4.3. Pemeriksaan Fosfor ....................................... 29
3.9. Pemantapan Kualitas .............................................................. 30
3.10. Analisis Data .......................................................................... 32
3.11. Kerangka Kerja ...................................................................... 33
3.12. Perkiraan Biaya Penelitian .................................................... 34
3.13. Jadwal Penelitian ................................................................... 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 35
BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................... 39
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 45
6.1. Simpulan ................................................................................ 45
6.2. Saran ....................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN .................................................................................................... 54
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gmabar 2.1. Patofisiologi Beta Talasemia .................................................... 10
Gambar 2.2. Metabolisme Vitamin D ........................................................... 17
Gambar 2.3. Sintesa dan Metabolisme Vitamin D, Kalsium
dan Fosfor ................................................................................. 18
Gambar 2.4. Kerangka Konsep .................................................................... 20
Gambar 3.1. Grafik Kalibrasi Vitamin D ..................................................... 30
Gambar 3.2. Grafik Quality Control (QC) Kalsium .................................... 31
Gambar 3.3. Grafik Quality Control (QC) Fosfor ........................................ 32
Gambar 3.4. Kerangka Operasional ............................................................. 33
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Genotif dan Fenotip β-talasemia .............................................. 8
Tabel 2.2. Nilai rujukan vitamin D ............................................................ 17
Tabel 3.1. Definisi Operasional ................................................................ 23
Tabel 3.2. Jadwal Penelitian ..................................................................... 34
Tabel 4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian .................................... 35
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Pasien Talasemia Beta Mayor
dan Kontrol .............................................................................. 36
Tabel 4.3. Mean ± S.D. Vitamin D, Kalsium dan Fosfor pada Pasien
Talasemia Beta Mayor dengan Kontrol .................................... 37
Tabel 4.4. Uji Korelasi antara Vitamin D dengan Kalsium dan Fosfor
pada Pasien Talasemia Beta Mayor dan Kontrol .................... 38
Tabel 5.1. Rekomendasi untuk penilaian vitamin D dan terapi pada
pasien talasemia mayor ............................................................ 43
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 2. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3. Lembar Pengumpulan Data
Lampiran 4. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
FK-USU
Lampiran 5. Surat Izin dari Instansi Penelitian dan Pengembangan
RSUP. H. Adam Malik
Lampiran 6. Data Penelitian
Lampiran 7. Data Output
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ALP : Alkaline Phosphatase
BM : Bone Marrow
BMD : Bone Mineral Density
CLSI : The Clinical and Laboratory Standars Institute
DNA : Deoxyribonucleic acid
D2 : Ergokalsiferol
D3 : Kholekalsiferol
EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetid Acid
ELTA : Enzyme – Linked Flourescent Assay
GH : Growth Hormone
Hb : Hemoglobin
IGF-1 : Insulin like Growth Factor -1
IM : Intra Muscular
IOM : Institute of Medicine
IU : International Unit
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCV : Mean Corpuscular Volume
nm : nano meter
PTH : Parathyroid Hormone
RBC : Red Blood Cell
RDW : Red Blood Cell Distribution Width
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
Universitas Sumatera Utara
xv
SPR : Solid Phase Respectable
VITD : Vitamin D
WHO : World Health Organization
α : alfa
β : beta
ɣ : gamma
δ : delta
1,25(OH)D3 : 1,25-Dihidroksi vitamin D
Universitas Sumatera Utara
xvi
HUBUNGAN KADAR VITAMIN D DENGAN KALSIUM DAN
FOSFOR PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR
DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Ade Hariza Harahap1, Bidasari Lubis2, Herman Hariman1
1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
RSUP. H. Adam Malik Medan 2Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Pendahuluan: Telah banyak dilaporkan bahwa pasien-pasien dengan talasemia
beta mayor memiliki masalah dengan pertumbuhan tulang yang sering
menyebabkan kelainan pada perkembangan tulang, patah tulang patologis,
penipisan tulang sebagai akibat dari ekspansi sumsum tulang karena peningkatan
eritropoiesis yang tidak efektif, gangguan metabolisme kalsium dan fosfor, tingkat
hormon paratiroid rendah, vitamin D rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan vitamin D dengan kalsium dan fosfor pada pasien talasemia
beta mayor di RSUP. Haji Adam Malik Medan.
Metode: penelitian ini bersifat cross sectional. Penelitian dilakukan pada 35 pasien
talasemia beta mayor dan 10 pasien normal sebagai kontrol, dari bulan Januari -
April 2018 di RSUP. H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini dilakukan
pemeriksaan kadar serum vitamin D, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan vitamin D,
dengan menggunakan ELFA, kalsium dengan Arsenazo III dan fosfor dengan
Inorganik fosfat.
Hasil dan Pembahasan: analisis statistik dengan student t-test (unpaired t-test),
mean±SD vitamin D 21,28±6,36 ng/ml; 34,85±3,50 ng/ml (p<0,05); kalsium
8,58±0,68 mg/dl; 9,22±0,35 mg/dl (p<0,05); dan fosfor 3,98±0,53 mg/dl; 3,89±0,49
mg/dl (p>0,1). Pada uji korelasi antara vitamin D dengan kalsium dan vitamin D
dengan fosfor tidak terdapat hubungan (r=0,13; p>0,05), dan (r=0,17; p>0,05).
Simpulan dan Saran: Dijumpai penurunan bermakna dari vitamin D dan kalsium
pada pasien talasemia beta mayor, tetapi tidak dijumpai korelasi antara vitamin D
dengan kalsium tersebut. Dibutuhkan suplemen vitamin D dan kalsium agar
mencegah terjadinya kelainan tulang. Oleh karena itu, untuk penelitian lebih lanjut
yang lebih spesifik (vitamin D3, ion kalsium) pada pasien talasemia beta mayor.
Kata Kunci: Vitamin D, Kalsium, Fosfor, Talasemia Beta Mayor
Universitas Sumatera Utara
xvii
RELATIONSHIP BETWEEN VITAMIN D LEVELS WITH CALCIUM
AND PHOSPHORUS IN PATIENTS WITH BETA THALASSEMIA
MAJOR IN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Ade Hariza Harahap1, Bidasari Lubis2, Herman Hariman1
1Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, University of North
Sumatera / Haj. Adam Malik Hospital Medan, Indonesia 2Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, University of North Sumatera /
Haj. Adam Malik Hospital Medan, Indonesia
ABSTRACT
Background: It has been widely reported that patients with beta major thalassemia
have problems with bone growth which often cause abnormalities in bone
development, pathological fractures, bone thinning as a result of bone marrow
expansion due to ineffective erythropoiesis, calcium and phosphorus metabolic
disorders, levels Low parathyroid hormone, low vitamin D. This study aims to
determine the relationship of vitamin D with calcium and phosphorus in patients
with beta thalassemia major in RSUP. Haj Adam Malik Medan.
Method: This study was cross sectional, condicted from January to April 2018.
Examination of vitamin D, calcium and phosphorus levels was carried out. Vitamin
D using ELFA, calcium using Arsenazo III and phosphorus using inorganik
phosphate.
Result and Discussion: . 35 patients participated in this study, which obtained 17
(48.6%) men and 18 (51.4%) women. Statistical analysis with student t-test
(unpaired t-test), mean ± SD vitamin D 21.28±6.36 ng/ml; 34,85±3,50 ng/ml (p
<0.05); calcium 8.58±0.68 mg/dl; 9,22±0,35 mg/dl (p <0.05), and phosphorus
3.98±0.53 mg/dl; 3,89±0,49 mg/dl (p> 0.1). There was no significant correlation
between vitamin D and calcium (r = 0.13, p> 0.05) and also vitamin D and
phosphorus (r = 0.17, p> 0.05).
Conclusions and Suggesstions: There was a significant decrease in vitamin D and
calcium in patients with beta major thalassemia, but there was no correlation
between vitamin D and calcium, vitamin D and phosphorus.. Therefore, for more
specific further research (vitamin D3, calcium ion) in patients with beta thalassemia
major.
Key words: Vitamin D, Calcium, Phosphourus, Thalassemia Beta Major
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Talasemia beta adalah kelainan hemoglobin bawaan akibat mutasi genetik
yang menyebabkan penurunan atau tidak ada sintesis rantai globin β. Sintesis yang
tidak seimbang antara rantai α dan β dapat menimbulkan penurunan produksi
hemoglobin total, eritropoiesis tidak efektif dan proses hemolitik kronik. (Taher, et
al., 2013)
Pasien talasemia akan mengalami gangguan yang paling umum pada tulang.
Hal ini ditandai dengan massa tulang berkurang, gangguan arsitektur tulang,
meningkatkan risiko kerapuhan tulang dan patah tulang, penipisan tulang sebagai
akibat dari ekspansi sumsum tulang karena peningkatan eritopoiesis yang tidak
efektif, gangguan metabolisme kalsium dan fosfor, tingkat PTH rendah, tingkat
1,25(OH)2 vitamimn D3 rendah, kekurangan hormon pertumbuhan (GH/IGF-1),
pubertas tertunda, hipogonadisme, hipotiroid, diabetes melitus, peningkatan fungsi
osteoklas dan penurunan fungsi osteoblas, kelebihan zat besi, efek racun dari terapi
kelasi desferioksamin. Kalsium dan kekurangan vitamin D terlibat memiliki
dampak serius dengan terganggunya metabolisme tulang. Defisiensi vitamin D
semakin diidentifikasi di antara pasien talasemia beta mayor. (Elhoseiny, et al.,
2015)
Universitas Sumatera Utara
2
Kelangsungan hidup pasien talasemia mayor semakin meningkat dengan
kemajuan dalam terapi. Namun osteoporosis dan disfungsi jantung tetap sering
terjadi. Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang dan mengurangi risiko
patah tulang. Kekurangan vitamin D dilaporkan tinggi pada pasien talasemia di
beberapa negara meskipun kehadiran sinar matahari merupakan resep rutin vitamin
D dalam talasemia dan hubungannya dengan penyakit tulang termasuk
osteoporosis, rakhitis, scoliosis, kelainan bentuk tulang belakang dan patah tulang
serta disfungsi jantung. (Soliman, et al., 2013)
Osteopenia dan osteoporosis berat merupakan penyebab utama morbiditas
pada pasien talasemia beta mayor. Karena kerapuhan tulang, patah tulang panjang
terutama yang melibatkan tulang paha ditandai dengan pembengkakan dan nyeri
jaringan lunak biasanya terlokalisasi pada persendian pergelangan kaki. Kelainan
tulang lainnya yang relatif umum pada pasien talasemia beta mayor mencakup
perbedaan tulang panjang anggota badan bagian atas karena perpaduan prematur
garis epifisis, penyimpangan aksial tungkai, osteokhondrosis dan perawakan
pendek. Keterlibatan tulang belakang sering terjadi dan dapat bermanifestasi
sebagai kelainan tulang belakang (seperti skoliosis, kyphosis), kerapuhan vertebra,
kompresi tali pusat atau degenerasi diskus intervertebralis. (Perisano, et al., 2012)
Pada penelitian di Iran menunjukkan bahwa penderita talasemia mayor
mengalami 50,6% osteopoenia dan 27,3% osteoporosis di regio lumbal. Data lain
menyebutkan bahwa 42,09% osteopenia dan 24,7% osteoporosis di regio leher dan
femur. Selain itu, penderita talasemia mengalami hipokalsemia, hiperfosfatemia,
defisiensi hingga insufisiensi vitamin D. (Poggiali, et al., 2012). Dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
3
lain, prevalensi keseluruhan deformitas adalah 12,1% dengan distribusi yang
hampir sama pada laki-laki (12,7%) dan wanita (11,5%). Deformitas terjadi lebih
sering pada talasemia mayor (16,6%) dan talasemia intermedia (12,2%),
dibandingkan dengan talasemia alfa (2,3%). (Wong, P., 2016)
Pasien talasemia mayor baik yang tidak diobati, frekuensi osteoporosis
adalah sekitar 40 - 50% dan osteopenia 45%. Dalam sebuah penelitian anak-anak
talasemia mayor di Cina, BMD defisit terdeteksi 62% di tulang belakang dan 35%
di pinggul. Puncak massa tulang juga terpengaruh; sebagai hasilnya, massa tulang
yang rendah dapat dilihat pada pasien dengan talasemia mayor, bahkan mereka
lebih muda dari usia 12 tahun. (Ozkan, et al., 2016)
Dengan demikian, pasien talasemia akan mengalami banyak kelainan tulang
termasuk nyeri tulang, kelainan tulang, pertumbuhan tulang tertunda, retardasi
pertumbuhan, penyakit rakhitis, skoliosis, kelainan tulang belakang, patah tulang
patologis, osteopenia dan osteoporosis. (Neshelli, et al., 2016)
1.1. Perumusan Masalah
Oleh karena hal tersebut diatas, maka kami menganggap pada pasien
talasemia beta mayor terdapat hubungan antara kadar vitamin D dengan
kalsium dan fosfor
1.2. Hipotesa Penelitian
Terjadi suatu hubungan antara kadar vitamin D dengan kalsium dan fosfor
pada pasien talasemia beta mayor.
Universitas Sumatera Utara
4
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bahwa terjadi suatu hubungan dari kadar vitamin D
dengan kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mempelajari proses terjadinya kekurangan kadar vitamin D, kalsium
dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan manfaatnya sebagai berikut:
1.4.1. Dibidang Ilmu Pengetahuan
A. Membuktikan terjadinya hubungan kadar vitamin D dengan kalsium dan
fosfor pada pasien talasemia beta mayor.
B. Bagi klinisi, apakah pemberian suplemen dapat mencegah terjadinya
kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta
mayor.
C. Dapat memberikan wawasan dan sumbangan untuk kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya tentang pemahaman pemeriksaan laboratorium
pada pasien talasemia beta major.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.2. Untuk Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara
berpikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik
dan benar dalam proses pendidikan.
1.4.3. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ke masyarakat
mengenai pentingnya vitamin D, kalsium dan fosfor pada pasien talasemia
mayor agar dapat mencegah timbulnya defisiensi, kerapuhan tulang dan
mengurangi risiko patah tulang.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Talasemia Beta Mayor
2.1.1. Definisi
Talasemia adalah kelainan darah autosomal resesif dari sintesis hemoglobin
karena mutasi gen globin, yang menyebabkan berbagai tingkat defisiensi kuantitatif
dalam produksi globin dan sintesis yang berkurang atau tidak adanya satu atau lebih
rantai globin, yang mengakibatkan eritropoiesis dan anemia yang tidak efektif.
Keparahan klinis bervariasi secara luas, mulai dari bentuk asimptomatik yang parah
atau bahkan lebih fatal. (Modi., 2012 dan Agrawal., 2016)
Talasemia beta adalah sekelompok gangguan autosomal bawaan yang
ditandai oleh globin mutasi rantai di tetramer hemoglobin dan tidak adanya sintesis
hemoglobin sehingga menyebabkan anemia berat, ekspansi sumsum tulang,
deformitas tulang dan meningkatnya penyerapan zat besi pada gatrointestinal.
Talasemia mayor adalah bentuk parah dari penyakit dan gejala klinis muncul
diantara 6 bulan sampai 2 tahun. Dimana pasien membutuhkan transfusi darah
secara teratur dan terapi zat besi sepanjang hidup, dimulai pada anak usia dini.
Baru-baru ini, pendekatan terapi telah meningkatkan harapan hidup dan kualitas
pada pasien talasemia.(Ozkan., et al. 2016)
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.2. Epidemiologi
Umumnya, talasemia mempengaruhi semua ras, terutama orang-orang asal
Mediterania, Arab dan Asia dengan kejadian bervariasi. Dimana tingkat tertinggi
dilaporkan di Maladewa (tingkat pembawa 18%), diikuti oleh keturunan dari negara
Amerika latin dan Mediterania. Sementara tingkat kejadian yang yang sangat
rendah di Eropa Utara (0.1%0 dan Afrika (0.9%). (Ghada Y, et al., 2015).
Sedangkan Prevalensi karier β-talasemia di Indonesia mencapai 3 – 10 %. Dengan
angka kelahiran 23 per 1000 dari 240 juta penduduk Indonesia, diperkirakan ada
sekitar 5.520.000 bayi penderita Talasemia yang lahir tiap tahunnya. (Wahidayat.,
2012)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2007), menunjukkan prevalensi
nasional talasemia di Indonesia adalah 0,1%. Terdapat 6 provinsi yang
menunjukkan talasemia lebih tinggi daripada prevalensi nasional. Beberapa dari 6
provinsi itu antara lain adalah Aceh 13,4%, Jakarta 12,3%, Sumatera Selatan 5,4%,
Sumatera Utara 3,71%, Gorontalo 3,1% dan Kepulauan Riau 3%.
Dari data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pasien talasemia
yang berobat jalan maupun rawat inap dari bulan Juni sampai Desember 2017
sekitar 375 orang. (Rekam Medis RSUP. HAM., 2017). Sedangkan berdasarkan
data dari RSCM, sampai bulan Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien talasemia yang
terdaftar di seluruh Indonesia. (Depkes., 2018).
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.3. Klasifikasi
Berdasarkan pada tingkat keparahan anemia, dengan melihat defek genetik
yaitu: talasemia-β+ (β+-talasemia terdapat pengurangan (10 – 50%) daripada
produksi rantai globin β), talasemia-β0 (β0-talasemia tidak dibentuk rantai globin
sama sekali), serta jumlah gen (homozigot atau heterozigot). (Hoffbrand, A.V. &
Moss, P.A.H., 2011)
Tabel 2.1. Genotif dan fenotip β-talasemia (Taher., 2013, Mussalam., 2014 &
Ghada., 2015)
Fenotip Genotip Gejala
Silent
carrier Silent β/β
Asimptomatik
Tidak ada kelainan
hematologi
Trait /
minor β0/β, β+/β, atau β+/ β
Anemia simptomatik
Mikrositosis dan
hipokrom
Inter-
media
β0/mild β+, β+/mild β+ atau mild β+/mild
β+
β0/silent β, β+/silent β, mild β+/silent β
atau silent β/silent β
β0/β0, β+/β+ atau β0/β+ dan delesi atau
tidak delesi α-thalassemia
β0/β0, β+/β+ atau β0/β+ dan peningkatan
kapasitas dari sintesis ɣ-chain
delesi dari δβ-thalassemia dan HPFH
β0/β, atau β+/β dan duplikat ααα atau
αααα
dominan β-thalassemia (inclusion body)
Presentasi lambat
Mild-moderate anemia
Transfusi-independent
Tingkat keparahan klinis
bervariasi antara minor
sampai mayor
Universitas Sumatera Utara
9
Mayor β 0/β0, β+/β+ (homozigot) atau β0/β+
(heterozigot)
Presentasi awal
Anemia berat
Transfusi-dependent
2.2. Patofisiologi
Tidak ada atau berkurangnya jumlah rantai beta globin menyebabkan
peningkatan relatif rantai globin alpa yang disimpan dalam prekusor eritroid dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoiesis yang tidak efektif. Akibat eritropoiesis
yang tidak efektif menyebabkan anemia dan anemia meningkat dengan
penghancuran eritrosit di limpa. Eritropoietin menyebabkan hiperplasia
normoblastik dan meningkatkan hematopoiesis 25 sampai 30 kali dengan normal
dan perluasan hematopoietk. Hal ini meningkatkan deformitas tulang, serta anemia
jangka panjang dan berat, dan juga peningkatan prekursor eritroid yang mengarah
ke hepatosplenomegali dan ekstra medula. (Tari, et al., 2018)
Prekursor eritroid meningkat 5 sampai 6 kali pada pasien talasemia
dibandingkan dengan individu sehat. Eritropoiesis yang tidak efektif didefinisikan
oleh produksi eritosit yang tidak optimal dari sel-sel yang belum matang. Muncul
melalui percepatan diferesiasi eritroid, menghambat pematangan dalam tahap
polikromatofilik dan kematian tahap progenitor eritroid. Peningkatan apoptosis dari
eritropoiesis yang tidak efektif sehingga pada talasemia mayor terlihat peningkatan
apoptosis progenitor eritroid pada sumsum tulang. (Tari, et al., 2018)
Eritropoiesis pada individu dengan talasemia beta mencerminkan
konsekuensi dari kelebihan globin. Ketidakseimbangan dalam ratio biosintetik α-
Universitas Sumatera Utara
10
globin dengan ɣ-globin merupakan determinasi utama keparahan penyakit daripada
produksi hemoglobin. Pada sifat talasemia beta terdapat kelebihan dalam sintesis
α-globin, yang konsisten dengan hematopoiesis sehingga terjadi hipokrom
mikrositik ringan. (Nienhuis A.W and Nathan D.G., 2018).
Gambar 2.1. Patofisiologi Beta Talasemia. (Nienhuis, A.W, and Nathan, G., 2018
2.3. Metabolisme Tulang pada Talasemia Beta Mayor
Penyakit tulang yang berhubungan dengan talasemia telah pertama kali
dijelaskan oleh Cooley et al, sebagai “perubahan tulang yang aneh” yang terdiri
kranial, wajah dan anggota tubuh yang ditandai cacat karena ekspansi sumsum
tulang. Pengenalan terapi transfusi pada tahun 1960 telah mengakibatkan perbaikan
Universitas Sumatera Utara
11
dari deformitas tulang tersebut. Saat ini, penyakit tulang yang ditandai dengan
BMD rendah dapat mengakibatkan peningkatan risiko patah tulang dan nyeri
tulang. Sebagian besar patah tulang terjadi di ekstremitas dan tulang belakang
lumbal. (Adamidou, et al., 2016).
Faktor beragam yang berkontribusi pada penyakit tulang termasuk
perluasan medula, akumulasi zat besi, keseimbangan kalsium fosfor, pergantian
tulang yang tinggi, insufisiensi hormonal dan hipoksia dapat mempengaruhi
komplikasi skeletal. (Sultan., et al. 2015). Mekanisme yang terlibat dalam
patogenesis kelainan tulang pada β-talasemia mayor adalah sebagai berikut:
2.3.1. Faktor Hormonal
Hormon paratiroid (PTH) merupakan hormon polipeptida rantai tunggal
yang sebagian kecil disimpan dalam kelenjar paratiroid dan sebagian besar
disekresikan dalam sirkulasi. Fungsi utama PTH adalah mengatur kadar kalsium
pada ekstrasel. Kadar kalsium darah berasal dari kalsium yang ditransfer melalui
tulang, filtrasi glomerulus dan traktus gastrointestinal. (El-Nashar, M., et al., 2016).
PTH merangsang reabsorpsi kalsium melalui filtrasi glomerulus,
meningkatkan reasorpsi tulang dan mempengaruhi absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal secara sekunder melalui metabolit aktif vitamin D yaitu 1,25
dihidroksikolekalsiferol (1,25 (OH)2 D) disebut kalsitriol. Organ target utama kerja
PTH adalah ginjal dan tulang. Fungsi utama aksis dari vitamin D dan PTH adalah
untuk mempertahankan kadar kalsium dan fosfat ekstrasel yang sesuai bagi
mineralisasi. Hormon lain yang mengatur pertumbuhan dan mineralisasi yaitu
Universitas Sumatera Utara
12
growth hormone (GH), Insulin like growth factor-1 (IGF-1), hormon tiroid, insulin,
leptin, androgen dan estrogen.(Mithal, A., et al., 2009).
Mekanisme PTH terhadap kadar fosfat pada ekstrasel melalui penurunan
kadar fosfat serum secara langsung akibat pengaruh PTH pada ginjal dengan
fosfaturia dan peningkatan kadar fosfat serum akibat induksi PTH terhadap tulang
yang akan mempengaruhi reasorpsi fosfat dan mineral lain dari tulang. (Chesney,
R.W., 2007 & Mithal, A., et al., 2009)
Kelainan hormonal, termasuk diabetes, disfungsi tiroid / paratiroid dan
hipigonandisme diyakini mendasari perputaran tulang yang berubah pada β-
talasemia mayor. Pada β-talasemia mayor wanita, kadar estrogen dan progesteron
yang rendah meningkatkan aktivitas osteoklas dan mengurangi pembentukan
tulang, sementara pada pria, kadar testosteron rendah menghasilkan penurunan efek
stimulasi pada proliferasi dan diferensiasi osteoblas. Selain itu, ketidakcukupan
sumbu GH – IGF-1 menyebabkan proliferasi osteoblas terganggu dan
pembentukkan matriks tulang, sekaligus meningkatkan aktivasi osteoklas.
(Perisano, C., et al., 2012 & Schottker, B., et al. 2013 )
Insulin like growth factor-1 merangsang pembentukan tulang. Pada
lempeng pertumbuhan 1,25 (OH)2 D3 akan memperkuat sintesis IGF-1 pada
kondrosit sehingga merangsang proliferasi, diferensiasi sel dan meningkatkan
aktivitas ALP. Selama vitamin D menurun dan diproduksi secara lokal IGF-1 pada
anak-anak sebagai proses adaptasi untuk menghambat pertumbuhan linear pada
lempeng pertumbuhan dan pertambahan mineral tulang pada diafise. Proses ini
Universitas Sumatera Utara
13
akan menghemat mineral tulang dan protein untuk mempertahankan kadar kalsium
normal dan memperlambat kerusakan tulang. (Olivieri NF, 2006)
2.3.2. Aktivitas Osteoblas dan Osteoklas
Selain gangguan aktivitas osteoblas, yang dianggap sebagai penyebab
utama osteopenia / osteoporosis pada β-talasemia mayor. Peningkatan aktivasi
osteoklas disebut sebagai faktor pendukung. Ini memberikan alasan untuk
penggunaan bifosfonat yang merupakan penghambat potensial fungsi osteoklas,
untuk pengelolaan osteoporosis yang diinduksi oleh β-talasemia mayor. (Perisano,
C., et al., 2012).
Penyerapan kalsium hanya 10 sampai 15% dan fosfor sekitar 60% jika
tanpa vitamin D. Bentuk aktif 1,25 (OH)2 D3 meningkatkan efisiensi absorpsi
kalsium. Kadar 25OH D serum secara langsung berhubungan dengan kepadatan
mineral tulang. Kadar serum dibawah 30 ng/ml berhubungan dengan penurunan
penyerapan kalsium. Hormon paratiroid meningkatkan resorpsi tubular terhadap
kalsium dan merangsang ginjal untuk memproduksi 1,25 (OH)2 D3 yang
mengaktifkan osteoblas dan merangsang prosteoklas menjadi osteoklas. Osteoklas
akan melarutkan matriks kolagen mineral tulang sehingga menyebabkan osteopenia
dan osteoporosis sehingga memberikan cukup kalsium untuk mencegah
hipokalsemia. (Olivieri NF, 2006)
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang yang secara
langsung bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung merangsang kalsium di
Universitas Sumatera Utara
14
usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong kalsifikasi
tulang. Vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar serum kalsium dengan
meningkatkan penguraian tulang sehingga vitamin D dalam jumlah besar tanpa
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi
tulang. (Soliman A., 2013).
2.3.3. Faktor Genetik
Faktor genetik juga memainkan peran dalam mineralisasi tulang pada
talasemia. Ekspansi sumsum tulang sekunder mengakibatkan terjadinya
eritropoesis tidak efektif dengan penipisan korteks, hipogonadisme, hipotiroidisme,
hipoparatiroidisme, diabetes melitus, efek toksik langsung dari kelebihan zat besi
dan aktivitas osteoblas, efek buruk dari desferioksamin pada metabolisme tulang
merupakan dampak negatif dari terapi kelasi pada proliferasi fibroblas dan sintesis
kolagen. Hormon paratiroid meningkatkan resorpsi tubular kalsium dan
merangsang ginjal untuk memproduksi 1,25 (OH)2 D3 yang mengaktifkan
osteoblas dan merangsang prosteoklas menjadi osteoklas. Osteoklas akan
melarutkan matriks kolagen mineral tulang sehingga menyebabkan osteopenia dan
osteoporosis. (Rawhia., et al. 2010)
2.3.4. Kelebihan Besi dan Terapi Kelasi Besi
Transfusi darah yang paling banyak digunakan bertujuan untuk
meningkatkan konsentrasi hemoglobin menjadi 13 - 14 g/dl setelah transfusi, dan
Universitas Sumatera Utara
15
mempertahankannya pada 9 - 10 g/dl setiap saat. Di sisi lain, seringnya transfusi
darah dapat menyebabkan kelebihan zat besi yang dapat menyebabkan
hemosiderosis, yang belakangan mungkin menjadi penyebab hipogonadisme,
diabetes melitus, hipoparatiroidisme dan kelainan endokrin lainnya. (Basha., et al.,
2014, Valizadeh., et al., 2014 & Agrawal, et al., 2016).
Kelebihan zat besi terjadi saat asupan zat besi meningkat selama periode
waktu berkelanjutan, baik akibat transfusi darah atau peningkatan penyerapan zat
besi melalui saluran gastroinstestinal. Ketika pasien talasemia menerima transfusi
darah secara teratur, kelebihan besi tidak bisa dihindari karena tubuh manusia
memiliki mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan zat besi. Akumulasi besi yang
banyak di jaringan menyebabkan gagal jantung, sirosis, kanker hati, retardasi
pertumbuhan dan kelainan endokrin multipel. Terapi kelasi bertujuan untuk
menyeimbangkan laju akumulasi besi dari transfusi darah dengan meningkatkan
ekskresi besi dalam urin. (Taher., 2013 & Cappelini et al., 2014)
2.3.5. Vitamin D
Vitamin D termasuk dalam grup sterol. Vitamin D merupakan kelompok
senyawa yang larut dalam lemak dengan kandungan kolesterol dan cincin aromatik.
Ada dua bentuk vitamin D yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan D3
(kholekalsiferol). Vitamin D2 dapat dijumpai pada jamur yang terpapar sinar
matahari. Manusia mensintesis vitamin D3 setelah terpapar dengan sinar ultraviolet,
sehingga hal ini merupakan bentuk alami. Perkursor vitamin D2 adalah ergosterol
Universitas Sumatera Utara
16
dalam tanaman, dimana D2 dapat disintesis oleh radiasi ultraviolet dari ergosterol
dari ragi. Demikian pula vitamin D3 disintesis dalam tubuh ketika sinar matahari
(ultraviolet B, panjang gelombang 280-315 nm) dan fotoisomerase 7-
dehidroksikolesterol dalam kulit. D3 juga ditemukan dalam makanan hewani,
misalnya lemak ikan, hati, susu, dan telur. Vitamin D2 dan vitamin D3 terlepas dari
sumber secara biologis tidak aktif. Vitamin D2 dan D3 ini berubah menjadi molekul
aktif 1,25-dihidroksivitamin D. Setelah disintesis di kulit atau diserap (dalam
kilomikron) dari saluran gastrointestinal. (Soliman, et al., 2013)
Vitamin D kemudian dikonversi ke bentuk sirkulasi utama, 25-
hydroxyvitamin D (kalsifediol) oleh hati dengan enzim 25-hydroxylase (CYP2R1)
dan kemudian diubah menjadi 1,25-dihydroxyvitamin D atau kalsitriol oleh ginjal
dengan enzim 1-α-hydroxylase (CYP27B1) untuk meningkatkan efisiensi
penyerapan usus terhadap kalsium sebagai fungsi klasik. (Nair., 2012 & Kosaryan.,
2015). Bentuk aktifnya, 1,25(OH)2D3 meningkatkan efisiensi kalsium di usus dan
fosfor di absorpsi. Tingkat serum dari 25-OHD secara langsung berhubungan
dengan kepadatan mineral tulang dengan kepadatan maksimum dicapai ketika
tingkat serum 25-OHD mencapai 40 ng/ml atau lebih. Bila serum kurang dari 30
ng/ml maka berhubungan dengan penurunan yang signifikan pada penyerapan
kalsium di intestinal. (Ganji., 2012 & Soliman, A., et al., 2013)
Tingkat sirkulasi vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang dan
mengurangi risiko patah tulang. Vitamin D sangat penting untuk homeostasis
kalsium dan untuk mineralisasi tulang, terutama selama periode pertumbuhan, yaitu
periode pertumbuhan kekanak-kanakan dan pubertas. (Elhoseiny., 2015 &
Universitas Sumatera Utara
17
Agrawal., et al., 2016). Kekurangan vitamin D menyebabkan rakhitis (defek
mineralisasi pada epifise dan jaringan tulang) dan osteomalasia (defek mineralisasi
pada jaringan tulang). (Soliman, A., et al., 2013 & Ghazaly, et al., 2015)
Gambar 2.2. Metabolisme vitamin D.
Tabel 2.2. Nilai rujukan kadar 25-(OH) Vitamin D. (Holick, M.F, et al, 2011)
Status 25(OH) Vitamin D
Defisiensi
Insufisiensi
Normal
Toksik
< 20 mg/dL
20 – 29 mg/dL
30 – 100 mg/dL
> 100 mg/dL
Institute of Medicine (IOM) melaporkan risiko terjadinya ricketsia, fraktur,
dan kelainan tulang dengan kadar kalsifediol < 12 ng/ml lebih tinggi pada orang.
Institute of Medicine mengestimasi bahwa kadar kalsifediol sebesar 16 ng/ml
Universitas Sumatera Utara
18
adalah sasaran yang perlu dicapai untuk anak-anak dan dewasa. Kadar kalsifediol
20 ng/ml digunakan sebagai batasan yang dapat melindungi kesehatan tulang dari
97,5% populasi. (Ganji., 2012).
Gambar 2.3. Sintesa dan Metabolisme Vitamin D, Kalsium dan Fosfor.
(Chesney.,2007)
2.3.6. Faktor Klinis
Kelainan tulang terjadi karena hipertropi (hemopoiesis ekstramedulla) dan
ekspansi sumsum eritroid yang menyebabkan melebar sumsum tulang, menipis
korteks dan osteoporosis. Perubahan tulang yang pertama kali ditemukan terlihat
Universitas Sumatera Utara
19
pada tulang metatarsal dan metakarpal yang berbentuk rektangular atau konveks
akibat peningkatan eritropoesis yang menyebabkan pelebaran sumsum tulang.
Perubahan tulang yang paling sering terlihat pada tulang tengkorak dan tulang
wajah. Kepala penderita talasemia beta mayor menjadi besar dengan penonjolan
pada tulang frontal dan pembesaran diploe tulang tengkorak hingga beberapa kali
lebih besar dari organ normal.
Osteopenia dan osteoporosis berat merupakan penyebab utama morbiditas
pada pasien β-talasemia mayor. Karena kerapuhan tulang yang tinggi pada β-
talasemia mayor, fraktur tulang panjang terutama yang melibatkan tulang paha
ditandai dengan pembengkakan dan nyeri jaringan lunak biasanya terlokalisasi pada
persendian pergelangan kaki. Kelainan tulang lainnya yang relatif umum pada
pasien β-talasemia mayor mencakup perbedaan panjang anggota badan dan bagian
atas karena perpaduan prematur garis epifisis, penyimpangan aksial tungkai,
osteokhondrosis dan perawakan pendek. Keterlibatan tulang belakang sering terjadi
dan dapat bermanifestasi sebagai kelainan tulang belakang (seperti skoliosis,
kyphosis), kerapuhan vertebra, kompresi tali pusat atau degenerasi diskus
intervertebralis. (Perisano, C., et al., 2012)
Universitas Sumatera Utara
20
2.4. KERANGKA KONSEP
Talasemia Mayor
Vitamin D
Eritropoesis ineffektif Anemia
Penumpukan
Besi Ekspansi sumsum tulang
Transfusi darah
Deformitas,
Osteopenia,
Osteoporosis
PTH, growth
hormone (GH),
Insulin like growth
factor-1 (IGF-1),
hormon tiroid,
insulin, leptin,
androgen dan
estrogen
Terapi kelasi besi (deferoksamin,
deferiprone, dan deferasirox)
Kelebihan rantai bebas
globin alfa
Kerusakan jantung Kerusakan hati Kerusakan limpa Gangguan kelenjar endokrin Gangguan pertumbuhan
Kelebihan Besi
Peningkatan Eritropoetin Peningkatan
absorpsi besi
Hemolisis
Serum Feritin
Kalsium,
Fosfor
Hemosiderosis
Universitas Sumatera Utara
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitin
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional. Pada pasien-pasien yang
telah di diagnosa menderita talasemia beta mayor di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP. H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling,
dimana jumlah sampel dibatasi sampai waktu penelitian yaitu 3 bulan sejak
penelitian dimulai.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU / RSUP.
H.Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK - USU) / RSUP. H. Adam
Malik Medan. Penelitian di mulai dari bulan Januari 2018 sampai April 2018.
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian
Kelompok kasus adalah pasien rawat jalan atau rawat inap yang dirawat oleh
dokter spesialis anak di RSUP. H. Adam Malik Medan setelah dikonfirmasi sebagai
talasemia beta mayor yang memenuhi kriteria inklusi. Kelompok kasus dan
kelompok kontrol normal dilakukan pemeriksaan laboratorium 25 (OH) vitamin D,
kalsium, dan fosfor.
Universitas Sumatera Utara
22
3.4. Kriteria Penelitian
3.4.1. Kriteria Inklusi
Usia 2 – 18 tahun
Pasien di diagnosa β-talasemia mayor oleh dokter spesialis anak di
RSUP. H. Adam Malik Medan
Pasien rawat jalan maupun rawat inap
Pasien yang belum menerima suplemen vitamin D, kalsium dan fosfor
Bersedia ikut dalam penelitian
3.4.2. Kriteria Eksklusi
Pasien talasemia minor
Pasien menolak
Pasien yang sebelumnya sudah mendapatkan suplemen vitamin D,
kalsium dan fosfor.
3.5. Identifikasi Variabel
Variabel bebas
1. Vitamin D
2. Kalsium
3. Fosfor
Variabel terikat
1. Talasemia beta mayor
2. Non talasemia beta mayor
Universitas Sumatera Utara
23
3.6. Ethical Clearance dan Informed Consent
Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan NO:303/TGL/KEPK FK
USU-RSUP HAM/2017, tanggal 14 Juli 2017. Serta izin penelitian dari Instalasi
Penelitian dan Pengembangan RSUP. H. Adam Malik Medan, No:
LB.02.031.II.4./1798/2017, tanggal 13 November 2017.
Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili
oleh keluarganya yang menyatakan bersedia ikut dalam penelitian setelah
mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.
3.7. Definisi Operasional
Talasemia beta mayor
adalah penyakit kelainan darah yang ditandai
dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari) yang sifatnya diturunkan dari orang tua ke
anak melalui gen. Pasien ini di diagnosa oleh
dokter spesialis anak konsultan hematologi di
RSUP. H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
24
Vitamin D
yang diperiksa adalah 25(OH) Vitamin D total,
dimana sampel yang digunakan adalah serum
manusia. Dengan nilai rujukan kadar 25(OH)
vitamin D yaitu: < 20 ng/mL = defisiensi, 20 – 29
ng/mL = insufisiensi, 30 – 100 ng/mL = sufisiensi,
> 100 ng/mL = toksik. (Holick, et al., 2011).
Kalsium
digunakan untuk menghitung kalsium pada
manusia. Sampel yang digunakan adalah serum.
Mayoritas kalsium dalam tubuh hadir dalam
tulang. Sisa kalsium dalam serum dan memiliki
berbagai fungsi, seperti ion kalsium menurunkan
rangsangan neuromuskular. Nilai normal kalsium:
8.4 – 10.2 mg/dL. (Architech ci 4100).
Fosfor
digunakan untuk kuantisasi fosfor dalam serum
manusia. Mayoritas fosfor dalam tubuh 80 – 85%
di dalam tulang sebagai hidrosiapitit. Sisa fosfat
hadir sebagai ester anorganik fosfor dan fosfat.
Kalsium dan fosfor dalam serum biasanya
menunjukkan hubungan timbal balik. Nilai normal
fosfor berkisar 2.3 – 4.7 mg/dL. (Architech ci
4100)
Universitas Sumatera Utara
25
3.8. Bahan dan Cara Kerja
3.8.1. Bahan yang diperlukan
Bahan pemeriksaan laboratorium berupa darah tanpa antikoagulan untuk
pemeriksaan kadar serum vitamin D, kalsium dan fosfor.
3.8.2. Cara Kerja
- Subjek penelitian yaitu penderita talasemia mayor yang telah
didiagnosa oleh dokter spesialis anak di RSUP. H. Adam Malik Medan.
- Setelah didiagnosa sebagai talasemia mayor, kemudian ditentukan
apakah memenuhi kriteria inklusi.
- Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan informed consent
dan mengisi surat persetujuan mengikuti penelitian.
3.8.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
1. Sampel darah diambil dari vena punksi dari vene mediana cubiti.
Tempat vena punksi terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan
alkohol 70% dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi dengan
menggunakan venoject. Pegambilan darah dilakukan tanpa statis yang
berlebihan. Sampel darah vena diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan
ke tabung vacutainer clot activator.
2. Darah dalam tabung vacutainer clot activator dibiarkan membeku
selama 20 menit pada suhu ruangan, kemudian lakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung plastik (aliquot) 1
ml untuk pemeriksaan vitamin D, kalsium dan fosfor
3.8.4. Pemeriksaan Sampel
3.8.4.1. Pemeriksaan Kadar Vitamin D
Pemeriksaan kadar vitamin D Total dilakukan dengan menggunakan
alat MINI VIDAS BRAHMS. Prinsip pemeriksaan 25 (OH) vitamin D
Total dengan metode Enzyme-Linked Fluourescent Assay (ELFA)
sesuai rekomendasi The Clinical and Laboratory Standards Institute
(CLSI).
Solid Phase Respectacle (SPR®) berfungsi sebagai fase padat serta
perangkat pipetting untuk pengujian tersebut. Reagen untuk pengujian
telah tersedia siap digunakan dan telah terbagi di setiap strip reagen
yang tersegel. Semua langkah-langkah uji yang dilakukan secara
otomatis oleh instrumen. Media reaksi dengan siklus masuk dan keluar
dari SPR beberapa kali.
Sampel dicampur dengan reagen preparasi untuk memisahkan
vitamin D dari protein pengikat. Sampel preparasi kemudian
dikumpulkan dan dipindahkan ke dalam sumur yang berisi alkaline
phosphatase (ALP) -labeled anti-vitamin D antibody (konjugat).
Vitamin D antigen berada dalam sampel dan vitamin D antigen melapisi
Universitas Sumatera Utara
27
bagian interior SPR dan bersaing untuk berikatan dengan anti-vitamin
D antibodi-ALP konjugat.
Selama langkah deteksi akhir, substrat (4-Methylumbelliferyl
fosfat) dengan siklus masuk dan keluar dari SPR. Enzim konjugat
mengkatalisis proses hidrolisis substrat ini menjadi produk fluoresensi
(4-Methylumbelliferone), fluoresensi akan diukur pada gelombang 450
nm. Intensitas fluoresensi adalah berbanding terbalik dengan
konsentrasi vitamin D antigen yang terdapat dalam sampel.
Pada akhir tes ini, hasil secara otomatis dihitung oleh instrumen
dengan kurva kalibrasi yang disimpan dalam memori, dan kemudian
dicetak.
Jenis Sampel dan Stabilitas Sampel
Jenis sampel yang digunakan adalah serum atau plasma (Lithium
Heparin). Serum atau plasma dapat disimpan pada tabung biasa pada
suhu 18-25 0C dan stabil hingga 8 jam sebelum pemeriksaan. Dan
dapat juga disimpan juga pada tabung aliquot dengan suhu -20 0C
sampai waktu pemeriksaan yang telah ditentukan (maksimum 6
bulan).
Universitas Sumatera Utara
28
Cara Kerja
1. Keluarkan reagen yang hanya diperlukan dari kulkas. Reagen
dapat digunakan segera.
2. Gunakan satu "VITD" strip dan satu "VITD" SPR® dari kit
untuk setiap sampel, kontrol atau kalibrator yang akan diuji.
Pastikan kantong penyimpanan telah disegel kembali setelah
SPRs yang diperlukan telah diambil.
3. Tes diidentifikasi dengan kode "VITD" pada instrumen.
Kalibrator diidentifikasi dengankode "S1", dan diuji dalam
rangkap dua. Jika yang di test adalah kontrol adala,
diidentifikasi dengan kode "C1".
4. Jika perlu, jernihkan sampel dengan sentrifugasi.
5. Campur kalibrator, kontrol dan sampel menggunakan pusaran
mixer (untuk memisahkan serum atau plasma dari bekuan sel).
6. Sebelum pipetting pastikan bahwa sampel, kalibrator, kontrol
dan pengencer bebas gelembung.
7. Untuk tes ini, kalibrator itu, kontrol, dan bagian uji sampel
adalah 100 mL.
8. Masukkan "VITD" SPRs dan "VITD" strip ke dalam instrumen.
Periksa untuk memastikan label warna dengan kode assay pada
SPRs dan Strips Reagen sama.
Universitas Sumatera Utara
29
9. Lakukan uji sebagaimana diarahkan dalam Buku Manual.
Semua langkah-langkah uji yang dilakukan secara otomatis oleh
instrumen.
10. Tutup kembali botol dan kembalikan ke penyimpanan suhu 2-
8 ° C setelah pipetting.
11. Tes uji akan selesai dalam waktu kurang lebih 40 menit. Setelah
uji selesai, keluarkan SPRs dan strip dari instrumen.
3.8.4.2. Pemeriksaan Kadar Kalsium
Pemeriksaan kadar Kalsium dilakukan dengan menggunakan alat
ARCHITECT ci 4100. Prinsip pemeriksaan kalsium menggunakan
metode Arsenazo III, dimana Arsenazo III akan bereaksi dengan
kalsium di dalam larutan asam membentuk senyawa berwarna biru
keunguan. Warna yang terbentuk diukur dengan panjang gelombang
660 nm dan hasil yang diperoleh di konversikan menjadi kadar kalsium
dalam sampel.
3.8.4.3. Pemeriksaan Kadar Fosfor
Pemeriksaan kadar fosfor dilakukan dengan menggunakan alat
ARCHITECT ci 4100. Prinsip pemeriksaan phospor menggunakan
metode Phosphomolybdate. Phospat inorganik akan bereaksi dengan
ammonium molybdate akan membentuk heteropolyacid kompleks.
Universitas Sumatera Utara
30
Absorban diukur dengan panjang gelombang 340 nm. Hasil
dikonversikan menjadi kadar phospat inorganik dalam sampel.
Cara Kerja Pemeriksaan Kalsium dan Fosfor:
Pipet 200 µL serum pasien masukkan ke dalam well pada alat. Masukkan
posisi tabung sampel pada program Kalsium dan Fosfor, kemudian klik
running. Baca hasil pemeriksaan.
3.9. Pemantapan Kualitas
a. Pemantapan kualitas pemeriksaan Vitamin D
Kalibrasi untuk pemeriksaan vitamin D dilakukan sesuai petunjuk
tersedia dalam paket reagensia. Kalibrasi dilakukan setiap hendak
dilakukan pemeriksaan sampel.
Gambar 3.1. Grafik Kalibrasi Vitamin D
Universitas Sumatera Utara
31
b. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kalsium
Kalibrasi dan kontrol untuk pemeriksaan kalsium dilakukan sesuai
petunjuk dari pabrikan yang tersedia dalam paket reagensia. Kontrol
dilakukan dengan kontrol set setiap hari dan kalibrasi dilakukan dengan
frekuensi 1-60 hari (rata-rata 25 hari) atau setiap pemakaian reagen kit
baru. (Abbot manual, 2015)
Gambar 3.2. Grafik Quality Control (QC) Kalsium
c. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Fosfor
Kalibrasi dan kontrol untuk pemeriksaan fosfor dilakukan sesuai
petunjuk dari pabrikan yang tersedia dalam paket reagensia. Kontrol
dilakukan dengan kontrol set setiap hari dan kalibrasi dilakukan dengan
frekuensi 1-60 hari (rata-rata 25 hari) atau setiap pemakaian reagen kit
baru. (Abbot manual, 2015)
Universitas Sumatera Utara
32
Gambar 3.3. Grafik Quality Control (QC) Fosfor
3.10. Analisis Data
- Analisis statistik dengan student t-test (unpaired t-test).
- Untuk test korelasi digunakan uji korelasi
- Angka kebermaknaan dicapai jika p<0.05
Universitas Sumatera Utara
33
3.11. Kerangka Operasional
Pemeriksaan
kadar Kalsium
dalam serum
Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap
Thalassemia beta mayor
Kriteria Inklusi
Anamnesa dan
Informed consent
Pemeriksaan
kadar Fosfor
dalam serum
Pemeriksaan
kadar Vitamin D
dalam serum
Nilai Normal Kalsium:
8.4 – 10.2 (Architech ci 4200)
Nilai Normal Fosfor:
2.3 – 4.7 (Architech ci 4200)
Nilai Normal Vitamin D: Defficient < 20 Insufficent 20 – 29 Sufficient 30 – 100 Potential Toxicity > 100 (Holick, 2011)
Analisa Data Statistik
Universitas Sumatera Utara
34
3.12. Perkiraan Biaya Penelitian
Pengadaan alat tulis Rp 1.000.000,-
Pengadaan reagensia Vitamin D Rp 15.000.000,-
Pemeriksaan Kalsium dan Fosfor Rp 3.000.000,-
Pengadaan alat-alat disposible Rp 500.000,-
Pengurusan Ethical Clearance Rp 750.000,-
Biaya seminar hasil Rp 1.000.000,-
Biaya tak terduga Rp 1.000.000,-
Total Biaya Rp 22.250.000,-
3.13. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Januari
2018
Februari
2018
Maret
2018 April 2018
1. Proposal X
2. Pengumpulan
Data X X X
3. Analisis Data X
4. Seminar Hasil X
Universitas Sumatera Utara
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan kadar serum vitamin D
dengan kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor di RSUP. H. Adam
Malik Medan, yang dilaksanakan dari bulan Januari 2018 sampai dengan April
2018. Sampel yang terkumpul pada pasien ini sebanyak 37 pasien yang datang ke
poli anak dan yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 35 orang dan 2 orang yang dieksklusi. Dari tiga puluh lima
pasien talasemia beta mayor, di dapati 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan.
Sepuluh pasien sebagai kontrol yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 3 orang
laki-laki.
Tabel 4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Karakteristik Satuan Talasemia Beta
Mayor (n = 35) Kontrol ( n = 10 )
Usia 2 – 18 Tahun
Usia 2 – 10
Usia 11 – 18
Jenis Kelamin ( n % )
Laki-laki
Perempuan
Tahun
Tahun
Orang
Orang
19 (54,3%)
16 (45,7%)
17 (48,6%)
18 (51,4%)
7 (7%)
3 (3%)
7 ( 7% )
3 ( 3% )
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4.1. diatas menggambarkan karakteristik subjek penelitian. Pada
penelitian ini usia pasien talasemia beta mayor dan kontrol antara 2 sampai 18
tahun. Dari pasien talasemia beta mayor didapatkan 35 sampel yang terdiri dari 17
orang memiliki jenis kelamin laki-laki (48,6%) dan 18 orang memiliki jenis
kelamin perempuan (51,4%). Pasien kontrol sebanyak 10 orang yang terdiri dari 7
orang perempuan (7%) dan 3 orang laki-laki (3%).
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Pasien Talasemia Beta Mayor dan Kontrol
Variabel Talasemia beta
mayor (n = 35)
Kontrol
(n = 10)
Kadar Vitamin D
- Defisiensi ( < 20 m/dL ) 12 ( 34,3% )
- Insufisiensi ( 20 – 29 mg/dL ) 20 ( 57,1% )
- Normal ( 30 – 100 mg/dL ) 3 ( 8,6% ) 10 ( 100% )
Kalsium
- Rendah 11 ( 31,4% )
- Normal ( 8.4 – 10.2 mg/dL ) 24 ( 68,6% ) 10 ( 100% )
Fosfor
- Normal ( 2.3 – 4.7 mg/dL ) 35 ( 100% ) 10 ( 100% )
Universitas Sumatera Utara
37
Pada tabel 4.2 diatas menunjukkan hasil pemeriksaan ditemukan kadar
vitamin D pada pasien talasemia beta mayor 12 (34,3%) orang mengalami
defisiensi, 20 (57,1%) orang mengalami insufisiensi dan 3 (8,6%) orang normal.
Pemeriksaan kalsium pada pasien talasemia beta mayor menunjukkan sebanyak 11
orang didapatkan dengan nilai rendah yaitu 31,4%, dan 24 orang didapatkan normal
sekitar 68,6%. Pemeriksaan fosfor pada pasien talasemia beta mayor ditemukan
100% dalam nilai normal. Sedangkan pada 10 orang sebagai kontrol ditemukan
kadar vitamin D, kalsium dan fosfor 100% normal.
Tabel 4.3. Mean ± SD Vitamin D, Kalsium dan Fosfor pada Pasien Talasemia
Beta Mayor dengan Kontrol
Parameter Talasemia beta
mayor (n=35) Kontrol (n=10) p value
Serum vitamin D (ng/mL) 21.28 ± 6.36 34.85 ± 3.50 <0.05
Serum kalsium (mg/dL) 8.58 ± 0.68 9.22 ± 0.35 <0.05
Serum fosfor (mg/dL) 3.98 ± 0.53 3.89 ± 0.49 >0.1
Tabel 4.3 menunjukkan uji statistik menggunakan unpaired T-test terhadap
nilai vitamin D, kalsium dan fosfor. Mean±SD vitamin d, kalsium dan fosfor pasien
talasemia beta mayor terdapat 21.28 ± 6.36 ng/mL, 8.58 ± 0.68 mg/dL dan 3.98 ±
0.35 mg/dL. Sedangkan pada normal 34.85 ± 3.50 ng/mL, 9.22 ± 0.35 mg/dL dan
3.89 ± 0.49 mg/dL. Nilai vitamin D dan kalsium terdapat perbedaan yang bermakna
Universitas Sumatera Utara
38
dengan p<0.05, sedangkan pada nilai fosfor tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dengan p>0.1.
Tabel 4.4. Uji korelasi antara Vitamin D dengan Kalsium dan Fosfor pada
Pasien Talasemia Beta Mayor dan Kontrol
Variabel
Talasemia Mayor
Vitamin D
Kontrol
Vitamin D
p R p R
Kalsium 0.454 0.131 0.528 -0.227
Fosfor 0.233 0.178 0.239 -0.410
Pada tabel 4.4 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kalsium
dengan vitamin D pada pasien talasemia beta mayor serta korelasi positif lemah
dengan nilai p=0.454 dan r=0.131, begitu juga antara fosfor dengan vitamin D ada
korelasi yang signifikan dengan p=0.233, r=0.178. Sementara pada kontrol normal,
kalsium menunjukkan tidak berkorelasi signfikan dengan vitamin D dimana
p=0.528, r=-0.227. Namun fosfor menunjukkan korelasi signifikan dengan p=0.239
serta korelasi negatif lemah (r=-0.410).
Universitas Sumatera Utara
39
BAB V
PEMBAHASAN
Jumlah pasien yang ikut serta dalam penelitian ini adalah 45 orang, dimana
35 pasien pasien talasemia beta mayor yang terdiri dari 17 orang (48,6%) laki-laki,
18 orang (51,4%) perempuan dan 10 pasien sebagai kontrol yang terdiri dari 7 orang
(7%) perempuan; 3 orang (3%) laki-laki.
Pada penelitian ini diperoleh kadar vitamin D pada pasien talasemia beta
mayor yang mengalami defisiensi dan insufisiensi adalah 34,3% dan 57,1%,
sedangkan 8,6% normal. Penelitian Akhouri, et al., 2017; melaporkan pasien
talasemia beta mayor yang mengalami defisiensi 41%, insufisiensi 46% dan
sufisiensi 13%. Pada penelitian Al Amir, et al., 2017; melaporkan kadar vitamin D
yang defisiensi 26,3%; insufisiensi 5%; sufisiensi 7,5% dan toksik 1,3%.
Penelitian Hamayun et al., 2017; menunjukkan prevalensi yang signifikan
dari defisiensi vitamin D (78,7%) pada pasien talasemia beta mayor. Sebuah
penelitian yang dilakukan di Amerika Utara melaporkan defisiensi vitamin D 82%,
dengan kadar serum vitamin D kurang dari 30 ng/mL. Penelitian Asia
mengungkapkan prevalensi defisiensi vitamin D pasien talasemia berkisar antara
37% hingga 100%. Prevalensi defisiensi vitamin D di Eropa ditemukan bervariasi
mulai dari 36% hingga 87%. Hal ini kemungkinan karena letak geografis, gizi dan
penggunaan sinar matahari yang kurang pada pasien talasemia beta mayor.
Penyebab lain kekurangan vitamin D mungkin dikarenakan kelebihan zat besi,
Universitas Sumatera Utara
40
faktor hormonal,serta akibat aktivitas osteoblast dan osteoklas. Penelitian Agrawal,
et al., 2016; melaporkan bahwa penyebab kekurangan vitamin D mungkin
disebabkan oleh kelebihan beban zat besi di hati daripada disfungsi jaringan
endokrin.
Kalsium salah satu mineral terpenting dalam tubuh, karena ia memainkan
peranan penting dalam proses fisiologi seperti kontraksi otot, neurotransmisi,
inflamasi, dan lain-lain. Pemeliharaan hemostasis kalsium melibatkan regulasi
hormonal penyerapan usus, proses perombakan tulang dan ekskresi kalsium ginjal.
Absorpsi kalsium berada dibawah kendali hormon kalkiotropik klasik, yaitu
hormon paratiroid (PTH) dan 1,25-dihydroksivitamin D3 [1,25(OH)2D3], serta
beberapa faktor humoral lainnya seperti kalsitonin, prolaktin, hormon
pertumbuhan, estrogen, dan faktor pertumbuhan fibroblast (FGF)-23. Penurunan
penyerapan kalsium selama periode waktu dapat menyebabkan rendahnya tingkat
serum kalsium, dan kemudian kerusakan tulang, yang telah dilaporkan dalam
banyak kondisi dan penyakit termasuk talasemia.(Lertsuwan K., et al., 2018)
Penelitian Meena et al, 2015; kadar kalsium < 8 mg/dL sekitar 31,3% kasus,
sementaran nilai serum < 8 mg/dL tidak ada pada pasien kontrol. Hipokalsemia
dilaporkan 16,6% oleh Dresner et al. Sementara Gulati et al., melaporkan hal itu
menjadi 13,5% dan hiperfosfatemia 60% dari mereka yang yang hipokalsemia.
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia terdeteksi di 22% dan 18% masing-masing oleh
Mirrhosseini et al. Di Pakistan hipokalsemia pada pasien talasemia dilaporkan
35,3%. Dalam penelitian Shah S, 2015; kadar kalsium serum rata-rata keluar
menjadi sangat rendah. Alasan untuk ini mungkin keterlambatan dalam memulai
Universitas Sumatera Utara
41
terapi khelasi dan kepatuhan terapi. Penelitian kami, menunjukkan pada pasien
talasemia beta mayor bahwa 11 pasien didapatkan kadar serum kalsium yang
rendah 31,4% dan 24 pasien didapatkan normal (68,6%).
Penelitian Akhouri et al., 2017; melaporkan kadar fosfor berada dalam
kisaran normal dibandingkan antara pasien talasemia beta mayor dengan kontrol.
Tidak ada perbedaan signifikan antara pasien dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan
penelitian ini, dimana pasien talasemia beta mayor dengan kontrol ditemukan 100%
dalam nilai normal.
Rendahnya kadar serum kalsium dan kadar vitamin D dengan peningkatan
kadar serum anorganik fosfor dan alkali fosfatase ditemukan pada pasien talasemia.
Chatterton, et al., melaporkan bahwa kekurangan vitamin D, osteomalasia, dan
rakhitis pada talasemia sebagai akibat dari rusaknya 25-hidroksilasi vitamin D
karena kelebihan zat besi dan disfungsi hati. Mekanisme lain yang mengarah
gangguan homeostasis kalsium, fosfor, dan vitamin D termasuk penurunan asupan,
gangguan penyerapan dan berkurangnya sintesis vitamin D. (Singh, K., 2012).
Penelitian Paul et al., 2017; melaporkan kadar kalsium dan vitamin D antara
pasien talasemia beta mayor dengan kontrol kadarnya menurun secara signifikan
(p<0,001). Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain selain kekurangan vitamin
D juga berperan dalam dalam menyebabkan hipokalsemia pada talasemia myor.
(Meen, et al., 2015). Pada penelitian ini, kadar kalsium dan vitamin D juga
mengalami penurunan signifikan (p<0,05), sedangkan fosfor dalam normal (p>0,1).
Ada perbedaan signifikan nilai kalsium serum antara kasus dengan kontrol. Pada
Universitas Sumatera Utara
42
penelitian ini, tidak didapatkan hubungan antara vitamin D dengan kalsium dan
vitamin D dengan fosfor antara pasien talasemia dimana p=0,454; r=0,131 dan
p=0,233; r= 0,178. Sedangakn pada pasien kontrol, kalsium tidak berkorelasi
signifikan dengan vitamin D diman p=0,528; r=-0,227, tetapi fosfor dengan vitamin
D menunjukkan korelasi signifikan dimana p=0,239; r=-0,410. Hal ini mungkin
disebabkan oleh jumlah pasien talasemia beta mayor dan kontrol untuk penelitian
ini yang sedikit dan jangka waktu penelitian yang terlalu pendek yaitu 3 bulan, serta
tidak diperiksanya kadar ferritin.
Talasemia beta mayor dilaporkan mempunyai risiko yang tinggi mengalami
endokrinopati, abnormal metabolism kalsium dan hiperkalsiuria. Kelainan vitamin
D juga lebih umum di antara reamaja talasemia beta mayor, karena lebih dari 80%
dari pasien ini kekurangan vitamin D. Asupan kalsium dan vitamin D yang cukup
selama perkembangan tulang dapat meningkatkan massa tulang. Suplemen juga
dapat mencegah osteoporosis dan patah tulang. (Mehdikhani, et al., 2015).
Kekurangan vitamin D pada pasien talasemia paling mungkin terjadi karena
disfungsi hepar yang menyebabkan kesrusakan hidroksilasi vitamin D dan
menurunkan kadar vitamin 25-OHD. Disfungsi hepatik adalah akibat kelebihan zat
besi di hati daripada disfungsi jaringan endokrin. Jadi individu dengan talasemia
memiliki risiko kekurangan vitamin D yang lebih besar dan karena itu, memiliki
kebutuhan suplemen vitamin D yang lebih besar. (Akhouri, et al., 2017).
Tingkat sirkulasi vitamin D yang cukup sangat penting untuk kesehatan
tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Kekurangan vitamin D dan insufisiensi
dilaporkan tinggi pada pasien talasemia di banyak negara meskipun kehadiran sinar
Universitas Sumatera Utara
43
matahari yang baik sekitar 400 – 1.000 IU vitamin D per hari. Kadar vitamin D
(25OHD) harus dipantau setiap 6 bulan pada pasien dengan suplemen dosis tinggi
untuk memastikan kecukupan terapi dan memantau toksisitas. (Soliman, et al.
2013).
Tabel 5.1. Rekomendasi untuk penilaian vitamin D dan terapi pada pasien
talasemia mayor. (Soliman A., 2013)
Penilaian vitamin D dan terapi Frekuensi / dosis
Serum 25OH vitamin D3 status harus
diukur pada semua anak dan orang
dewasa dengan talasemia.
Setiap tahun atau dua kali setahun di terapi
dengan dosis mega pada pasien
Untuk pasien talasemia dengan tingkat
25OH D3 < 20 ng/mL
50.000 IU vitamin D2 oral mingguan
selama 8 minggu atau 2000 IU vitamin D3
oral setiap hari selama 8 minggu atau dosis
mega dari 10.000 IU / Kg (max 600.000
IU) secara oral atau IM
Untuk pasien talasemia dengan
25OHD3 tingkat > 20 ng terapi
pemeliharaan / mL dapat diberikan
terutama di tempat – tempat dengan
paparan sinar matahari yang jelek.
800 – 1000 IU vitamin D2 oral harian atau
50.000 IU vitamin D2 oral perbulan atau
dosis mega vitamin D (10.000 IU / kg,
maksimal 600.000 IU) secara oral atau IM
setiap 6 bulan.
Universitas Sumatera Utara
44
Berdasarkan hal diatas, secara umum asupan harian vitamin D yang
direkomendasi tampaknya tidak bervariasi. Namun, kita harus hati-hati pada pasien
talasemia beta mayor karena sering ditemukan hiperkalseuria. Untuk itu,
diharapkan tingkat vitamin D berada pada kisaran 30 ng/ml dan tidak melebihi dari
itu. (Stefanopoulus, et al., 2018).
Suplemen vitamin D dan kalsium bersamaan dengan transfusi regular terapi
khelasi mungkin dapat mencegah atau menunda komplikasi akhir seperti
perawakan pendek dan osteoporosis pada pasien talasemia. (Shah B, et al., 2017).
Asupan kalsium, harus dilihat patofisiologi dan komorbiditas pada pasien talasemia
beta mayor. Pasien harus didorong untuk menerima jumlah mineral yang cukup
terutama melalui makanan. Jika kalsium harus diberikan dalam bentuk suplemen,
maka lebih baik diberikan dosis rendah atau pemecahan dosis yang tinggi dalam 2
– 3 dosis selama periode 24 jam (Stefanopoulus, et al., 2018).
Nutrisi seimbang, edukasi pasien, konseling diet dan terapi suplemen
kalsium dan vitamin D yang berisiko tinggi pada talasemia beta mayor sangat
dianjurkan. Pemantauan rutin kalsium serum, alkali fosfatase dan fosfor anorganik
juga dianjurkan. (Saboor, et al., 2014)
Universitas Sumatera Utara
45
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Vitamin D ada 2 bentuk yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3
(kolekalsiferol). Vitamin D2 dan vitamin D3 ini berubah menjadi molekul aktif
1,25-dihidroksivitamin D. Metabolit utama vitamin D yang beredar adalah serum
25-dihidroksivitamin D (25OHD). Sumber utama vitamin D adalah sinar matahari.
Kalsium dan fosfor adalah mineral yang penting untuk tulang. Dari penelitian ini,
didapatkan hampir seluruh pasien talasemia beta mayor mengalami penurunan
kadar vitamin D dan kalsium kecuali fosfor. Terjadi penurunan yang signifikan
antara vitamin D dengan kalsium (p<0,05). Tidak terdapat hubungan antara vitamin
D dengan kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui terjadinya hubungan dari kekurangan vitamin D
dengan kalsium dan fosfor serta mempelajari proses terjadinya kekurangan vitamin
D, kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor.
6.2. Saran
Asupan kalsium dan suplemen vitamin D sangat penting bagi pasien
talasemia beta mayor karena untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
tulang serta mencegah terjadi osteoporosis, patah tulang dan kelainan tulang
Universitas Sumatera Utara
46
lainnya. Maka dilakukan pemeriksaan kembali 6 bulan untuk melihat efek dari
terapi tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk pemeriksaan
vitamin D terutama vitamin D3 dan pemeriksaan kalsium terutama ion kalsium,
dibarengi dengan pemeriksaan feritin dan bone mineral density (BMD).
Universitas Sumatera Utara
47
DAFTAR PUSTAKA
Adamidou, K.L., Tournis, S. & Triantafyllopoulos, I.K., 2016. Atypical Femoral
Fracture in a Beta-Thalassemia Major Patient with Previous Bisphosphonate
use: case report and a review of the literature. J Musculoskelet Neuronal
Interact.
Agrawal, A., Garg, M., Singh, J., Mathur, P., Khan, K., 2016. A Comparative Study
of 25 Hydroxy Vitamin D Levels in Patients of Thalassemia and Healthy
Children. Pediatric Review: International Journal of Pediatric Research.
Akhouri, M.R., and Neha, D., 2017. Assessment of vitamin D status and growth
parameters in thalassemia major patients. International of Dental and
Medical Sciences (IOSR-JDMS).
Al Amir, M.A.B, et al., 2017. Predictors of osteopathy among adult patients with
thalassemia major. Asian Journal of Medicine and Health.
Anju, R. & Shilpa, J., 2017. Study of Serum Calcium and Serum Phosphorus Levels
in Patients of Thalassemia Receiving Repeated Blood Tranfusion.
International Journal of Science and Research (IJSR).
Basha, K.P.N., Beena, S. & Shenoy U.V., 2014. Prevalence of Hypoparathyroism
(HPT) in Beta Thalassemia Major. Journal of Clinical and Diagnostic
Research.
Universitas Sumatera Utara
48
Cappellini, M.D., Cohen, A., Porter, J., Taher, A. & Viprakasit, V., 2014.
Guidelines for The Management of Transfusion Dependent Thalassemia
(TDT). 3rd Edition. Thalassemia International Federation.
Chesney, R.W., 2007. Metabolic bone disease. Dalam: Kliegmen RM, Behrman
RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediarics.
Edisi 18. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Depkes., 2018. Data pasien talasemia di Indonesia. www.depkes.org
Elhoseiny, S.M., et al., 2015. Vitamin D Receptor (VDR) Gene Polymorphism
(Fokl, Bsml) and their Relation to Vitamin D Status in Pediatrics Beta
Thalasesemia Major. Indian Journal Hematology.
El-Nashar, M., et al., 2016. Parathyroid Hormone in Pediatric Patients with β-
Thalassemia Major and Its Realtion to Bone Mineral Density; a case control
study. The Egyptian Journal of Medical Human Genetics.
Ganji, V., Zhang, X., and Tangpricha, V., 2012. Serum 25-hydroxyvitamin D
concentrations and prevalence estimates of hypovitaminosis D in the U.S.
population based on assay-adjusted data. J Nutr.
Ghada, Y.E.K and Khalda, S.A., 2015. Thalasemia – From Genotype to Phenotype.
Chapter 2.
Ghazaly, M.H., et al., 2015. Effect of two vitamin D supplementation regimens and
oral Zinc on bone mineral density and bone-turnover biomarkers in children
with thalassemia major. AJBPAD.
Universitas Sumatera Utara
49
Hamayun, T., Farooq, N., Masood, T., 2017. Assessment of vitamin D and Calcium
levels in multi transfused β-Thalassemia syndrome patients of district
peshawar. Adv Basic Med Sci (ABMS).
Hoffbrand, A.V. & Moss, P.A.H., 2015. Thalassemia. Essential Haemotology. 7th
ed. Chichester: Wiley-Blackwell.
Holick MF, Binkley NC, Bischoff-Ferrari HA, Gordon CM, Hanley DA, Heaney
RP, et al. 2011. Evaluation, treatment, and prevention of vitamin D
deficiency: An endocrine society clinical practice guideline. J Clin
Endocrinol Metab.
Kosaryan, M., Zafari, A.A., Mosawi, M., 2015. Time to Do Something for Vitamin
D Defisiency; A Review. J Pediatr Rev.
Lertsuwan, K., et al., 2018. Intestinal Calcium Transport and Regulation in
Thalassemia: Interaction Between Calcium and Iron Metabolism. The
Journal of physiological Sciences.
Meena, M.C., Hemal, A., Satija, M., Arora, S.K. & Bano, S., 2015. Comparison of
Bone Mineral Density in Thalassemia Major with Healthy Controls. J
Hematol.
Mehdikhani, B., et al., 2015. Knowledge, attitude, and preventive practice of major
thalassemia patients regarding the importace of calcium and vitamin D.
Journal of Applied Hematology.
Universitas Sumatera Utara
50
Mithal, A., and Mughal, Z., 2009. Normal mineral metabolism. Dalam: Desai MP,
Menon PSN, Bhatia V, penyunting. Pediatric Endocrine Disorders. Edisi
kedua. India.
Modi, A.S., Poornima, R.T., Jayaprakash, M.D.S., 2012. Serum Calcium and
Phosphate Levels in Patients with β-Thalassemia Major. Int J Pharm Bio
Sci.
Musallam, K.M., Rivella, S., Vichinsky, E., & Rachmilewitz, E.A., 2013. Non
Transfusion Dependent Thalassemia. Hematologica.
Nair, R., Maseeh, A., 2012. Vitamin D: The “sunshine” vitamin. J Pharmacol
Pharmacother.
Nesheli, H.M., Farahanian, E., 2016. Relation between bone mineral density and
serum ferritin levels in patients with thalassemia major. Caspian Journal of
Pediatrics.
Nienhuis, A.W, and Nathan, D.G., 2018. Pathophysiology and Clinical
Manifestations of the β-Thalassemias. Cold Spring Harbor Perspectives in
Medicine.
Olivieri NF., Weatherall DJ., 2006. Thalassemias. Dalam: Arceci RJ, Hann IM,
Smith OP, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ketiga. Australia:
Blackwell Publishing;
Ozkan, E.A., Ozdemir, Z.T. & Akkoca, A.N., 2016. The Evaluation of Bone
Mineral Density in Patients with Thalassemia Major. J Ann Eu Med.
Universitas Sumatera Utara
51
Paul, R., et al., 2017. Association between dyslipidemia, vitamin D deficiency and
calcium metabolism β-thalassemia patients in pubertal and postpubertal
young adult. International of Recent Scientific Research.
Perisano, C., et al., 2012. Physiiopathology of Bone Modifications in β-
Thalassemia. Anemia.
Peter, M., Heijboer, H., Smiers, F., Giordano, P.C., 2012. Diagnosis and
Management of Thalassemia. BMJ.
Poggiali, E., Cassinerio, E., Zanaboni, L., Cappellini, M.D., 2012. An update on
iron chelation therapy. Blood transfusion.
Rachmilewitz, E.A., and Giardina, P.J.. 2011. Prepublished online as Blood First
Edition paper.
Rawhia, H.E.E., Mambrouk, M.G., Osama, M.A.S., and Fathia, M.E.N., 2010.
Bone Mineral Density and Vitamin D Receptor Polymorphism in β-
Thalassemia Major. Pak. J. Pharm. Sci.
Medical record talasemia beta mayor di RSUP. H. Adam Malik Medan., 2018.
Rikesdas., 2007. Laporan Nasional 2007. Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan Republik Indonesia.
Saboor, M., et al., 2014. Levels of calcium, corrected calcium, alkaline phosphatase
and inorganic phosphorus in patients’ serum with β-thalassemia major on
Universitas Sumatera Utara
52
subcutaneous deferoxamine. Journal of Hematology & Thromboembolic
Diseases.
Schottker, B., et al. 2013. Serum 25-hydroxyvitamin D levels and incident diabetes
mellitus type 2: a competing risk analysis in a large population-based cohort
of older adults. Eur J Epidemiol.
Shah, B., Gosai, D., and Shah, H., 2017. Study of vitamin D status and bone age in
children with Thalassemia major. International Journal of Medical Science
and Clinical Inventions.
Shah, S.Dr., 2015. Assessment of Serum Calcium and Phosphorus Levels Among
Transfusion-Dependent Beta Thalassemia Major Patients on Chelation
Therapy. Kabir Medical Collage, Peshawar-Pakistan. JPMI
Soliman, A., Sanctis, V.D. & Yassin, M., 2013. Vitamin D Status in Thalassemia
Major: an Update. Mediterr J Hematol Infect Dis.
Stefanopoulus, D., et al., 2018. A contemporary therapeutic approach to bone
disease in beta - thalassemia - a review. Journal of Frailty, Sarcopenia and
Falls.
Sultan, S., 2015. Assessment of serum calcium and phosphorus levels among
transfusion-dependent beta thalassemia major patients on chelation therapy.
JPMI
Universitas Sumatera Utara
53
Taher, A., Vichinsky, A., Musallam, K., Cappellini, M.D & Viprakasit, V., 2013.
Guidelines For The Management of Non Transfusion Dependent Thassemia
(NTDT). Thalassemia International Federation.
Tari, K.J., et al., 2018. Thalassemia an update: molecular basis, clinical features and
treatment. International Journal of BioMedicine and Public Health.
Valizadeh, N.M.D., et al., 2014. Bone Density in Transfusion Dependent
Thalassemia Patients in Urmia, Iran. Iranian Journal of Pediatric
Hematology Oncology.
Wahidayat, P.A., Josep, R., Trihono, P.P & Yanuarso, P.B., 2012. Comparison of
cardiac dysfunction in thalasemia major patients using deferoxamine or
deferiprone as an iron chelating agent. Pediatr Indones.
Wong, P., et al., 2016. Deferasirox at therapeutic doses is associated with dose-
dependent hypercalciuria. Journal Bone.
Zoga, J., Refatllari, E., Allkanjari, A., Liika, D., Lushnjari, V. & Cullhaj, B., 2014.
Level of Vitamin D in Patients Affected by Thalassemia Major and Sickle
Cell Disease in the Center of Haemoglobinopathy Lushnja, Albania. The
3rd year of Advanced Research in Scientific Areas.
Universitas Sumatera Utara
54
Lampiran 1
KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
H. ADAM MALIK Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246
Telp. (061) 8364581-8360143-8360051 Fax. 8360255
MEDAN-20136
LEMBARAN PENJELASAN
JUDUL PENELITIAN :
HUBUNGAN KADAR VITAMIN D DENGAN KALSIUM DAN FOSFOR
PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR DI RSUP. H. ADAM
MALIK MEDAN
INSTANSI/SMF PELAKSANA :
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FK-USU / RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
Bapak/Ibu yang terhormat ,
Pada hari ini, saya dr. Ade Hariza Harahap yang sedang menjalani pendidikan
dokter spesialis Patologi Klinik di FK USU, ingin menjelaskan kepada Bapak/Ibu tentang
penelitian yang akan saya lakukan yaitu tentang ” Hubungan Kadar Vitamin D dengan
Kalsium dan Fosfor pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSUP. H. Adam Malik
Medan ”.
Sebagai informasi, bahwa vitamin D, kalsium dan fosfor sangat penting untuk
pertumbuhan tulang pada penderita thalassemia. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti
apakah ada hubungannya vitamin D, kalsium dan fosfor pada pasien talasemia mayor.
Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu, nomor rekam medis, nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan dan alamat atau data lain yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil darah Bapak/Ibu sebanyak 7 ml, pada venous catheter yang dilakukan
oleh seseorang yang dibidangnya (saya dan dibantu oleh analis), sehingga resiko yang
mungkin timbul saat pengambilan darah akan sangat kecil.
Nama :
Tgl.Lahir:
No. RM :
(Mohon ditempel Label)
RM.2.11/IC.SPenelitian/2018
Universitas Sumatera Utara
55
Penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya atau efek samping bagi
Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya / efek samping selama
penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan selama penelitian
ini, saya akan bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan / biaya / pengobatan /
membantu mengatasi masalah / efek samping tersebut.
Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila keterangan
yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum jelas, Bapak /Ibu dapat
langsung bertanya kepada saya.
Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/Ibu memahami
berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu yang telah terpilih
pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian yang
telah disediakan. Atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.
Peneliti,
(dr. Ade Hariza Harahap)
Universitas Sumatera Utara
56
Lampiran 2
KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
H. ADAM MALIK Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246
Telp. (061) 8364581-8360143-8360051 Fax. 8360255
MEDAN-20136
LEMBARAN PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Setelah membaca lembaran penjelasan di atas dan sudah dimengerti, kami
Nama :
Alamat :
Orang Tua/Wali dari :
bersedia untuk turut serta sebagai subyek dalam penelitian atas nama :
…………………………………………………………..
dengan judul penelitian :
Hubungan Kadar Vitamin D dengan Kalsium dan Fosfor pada Pasien
Talasemia Beta Mayor di RSUP. H. Adam Malik Medan
Menyatakan tidak keberatan maupun melakukan tuntutan di kemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dalam keadaan sehat, penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari pihak manapun.
Medan, 2018
…………………………….
nama terang
Saksi :
Nama Terang : ……………………………………..
Tanda Tangan : …………………………………….
Nama :
Tgl.Lahir:
No. RM :
(Mohon ditempel Label)
RM.2.11/IC.SPenelitian/2018
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 3
LEMBAR PENGUMPULAN DATA
I. DATA PRIBADI PENDERITA
Nama : ............................................................
Umur : .............. tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Alamat : ............................................................
Suku Bangsa : ............................................................
Telepon / Hp : ............................................................
Nomor MR : .............................................................
II. HASIL PEMERIKSAAN
A. Anamnesa
Keluhan Utama : ……………………………..........................
Penyakit Terdahulu : ………………………..................................
Riwayat Transfusi : ..................................................................
Minum suplemen vitamin D / Kalsium / Fosfor : Ya / Tidak
Universitas Sumatera Utara
58
B. Hasil pemeriksaan Laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan : ...................................................
No Pemeriksaan Hasil
1. Kadar Vitamin D ............... ng/mL
2. Kadar Kalsium .............. mg/dL
3. Kadar Fosfor ………... mg/dL
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 4. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-
USU
Universitas Sumatera Utara
60
Lampiran 5. Surat Izin dari Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP.
H. Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
Nama : dr. Ade Hariza Harahap
Tempat/Tanggal lahir : Kisaran, 14 Mei 1982
Suku/Bangsa : Mandailing / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ir. Sumantri, Kelurahan Selawan, Kota
Kisaran Timur, Kabupaten Asahan
II. KELUARGA
Suami : Dian Aulia Lubis, SH., M.Si
III. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri 017973 Kisaran, selesai Tahun 1995
2. SMP Negeri 1 Kisaran, selesai Tahun 1998
3. SMU Negeri 1 Kisaran, selesai Tahun 2001
4. Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Lampung:
Tahun 2009
5. Mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP.H.Adam Malik
Medan Mulai : 14 April 2014 s/d Sekarang
IV. RIWAYAT PEKERJAAN/JABATAN
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
V. PERKUMPULAN PROFESI
1. Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Medan
2. Anggota Muda PDS PATKLIN (Perkumpulan Dokter Spesialis
Patologi Klinik)
Universitas Sumatera Utara
62
VI. JURNAL ILMIAH YANG DIPRESENTASIKAN SELAMA
MENJALANI PENDIDIKAN
1. Empty iron stores in children and young adults – the diagnostic
accuracy of MCV, MCH, and MCHC
2. Lack of correlation between in vitro antibiosis and in vivo protection
against enteropathogenic bacteria by probiotic lactobacilli
3. Risk associated with dipstick urinalysis for diagnosting urinary tract
infection
4. Procalcitonin predicts real-time PCR results in blood samples from
patients with suspected sepsis
5. Relapsed acute promyelocytic leukemia lacks “classic” leukemic
promyelocyte morphology and can create diagnostic challenges.
6. Serum level of IL-6 in liver cirrhosis patients.
7. Correlations between VEGF-A expression and prognosis in patients
with gastric adenocarcinoma.
8. Effect of sublingual immunotherapy on platelet activity in children
with allergic rhinitis.
9. Diagnostic value of serum procalcitonin level for detecting infected
diabetic foot ulces
VII. TULISAN ILMIAH YANG DIBUAT SELAMA MENJALANI
PENDIDIKAN
1. Pola Bakteri dan Sensitifitas Antimikroba Pada Kultur Urin di
RSUP. Haji Adam Malik Medan Periode 01 Januari – 31 Desember
2014
2. Siklus Sel
3. Hiperosmolaritas Non-Ketotik Coma (HONK)
4. Asfiksia neonatorum disebabkan oleh Ralstonia Pickettii
5. Chronic Neutrophilic Leukemia (CNL)
6. Sirosis Hepatis
Universitas Sumatera Utara
63
7. Ulkus Diabetikum
VIII. KEGIATAN ILMIAH YANG PERNAH DIIKUTI SELAMA
PENDIDIKAN
1. Asia Pacific Colloquium on Haematology: Tandem Scientific
Sessions of PHTDI and APBMT, 5 - 6 September 2015.
2. The Metabolic & Endocrine Disesase and Its Analysis-III, 5 - 6
Februari 2016
3. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik V Regional
Sumbagut, 3 - 5 Maret 2016.
4. The 9th Continuing Professional Development on Clinical Pathology
and Laboratory Medicine Joglosemar IX, 15-16 Agustus 2017
5. The 16th Scientific Annual Meeting
Indonesia Association of Clinical Pathologist and Laboratory
Medicine. Palembang, October 25-27 2017.
6. Indonesian Society On Thrombosis – Hemostasis
4th Regional Thrombosis Hemostasis Symphosium. Medan, March
28, 2018.
7. Peranan vitamin D dalam metabolisme. Medan, 18 April 2018
8. Pelatihan anestesi lokal di RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan,
20 Agustus 2018.
Universitas Sumatera Utara