hubungan faktor keturunan terhadap kejadian rabun …
TRANSCRIPT
HUBUNGAN FAKTOR KETURUNAN TERHADAP KEJADIAN RABUN
JAUH (MIOPIA) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
RELATIONS BETWEEN HEREDITARY FACTORS WITH THE
OCCURENCE OF NEARSIGHTEDNESS (MYOPIA) AT THE FACULTY
OF MEDICINE OF UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR
AZHARI AHSAN
10542037112
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
HUBUNGAN FAKTOR KETURUNAN TERHADAP KEJADIAN RABUN
JAUH (MIOPIA) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
RELATIONS BETWEEN HEREDITARY FACTORS WITH THE
OCCURENCE OF NEARSIGHTEDNESS (MYOPIA) AT THE FACULTY
OF MEDICINE OF UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR
AZHARI AHSAN
10542037112
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Azhari Ahsan
NIM : 10542037112
Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 13 September 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Hertasning Utara III No. 17 Makassar
Alamat Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal :
1. TK Teratai Makassar (1999-2000)
2. SD Inpres Unggulan BTN Pemda (2000-2006)
3. SMP Negeri 4 Makassar (2006-2009)
4. SMA Negeri 17 Makassar (2009-2012)
i
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SKRIPSI, MARET 2016
AZHARI AHSAN (10542 0371 12)
“HUBUNGAN FAKTOR KETURUNAN TERHADAP KEJADIAN RABUN
JAUH (MIOPIA) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR”
( xii + 7 Tabel + 57 Halaman + 8 Lampiran )
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Penyebab rabun jauh (miopia) sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, diperkirakan bersifat multifaktorial dan berhubungan faktor
keturunan (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor internal meliputi
genetik, riwayat keluarga, panjang bola mata, usia, jenis kelamin, dan etnik. Faktor
eksternal meliputi pencahayaan saat tidur, membaca, pendidikan dan penghasilan
orang tua serta aktivitas membaca dekat. Pengaruh kedua faktor tersebut masing-
masing masih sulit dibuktikan dan sangat mungkin interaksi keduanya
mengakibatkan peningkatan rabun jauh (miopia).
TUJUAN : Untuk mengetahui pengaruh faktor keturunan terhadap rabun jauh
(miopia) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.
METODE : Jenis penelitian dekriptif analitik dengan pendekatan cross sectional
yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan faktor keturunan dengan kejadian
rabun jauh (Miopia). Sampel harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel
yang diambil menggunakan teknik non random (non probabillity) sampling yaitu
purposive sampling dan didapatkan sampel minimal 52 sampel dari populasi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
HASIL : Dari total sampel 79 reponden yang mengalami miopia dan ada faktor
keturunan sebanyak 44 orang, sedangkan responden yang normal dan ada faktor
keturunan sebanyak 9 orang dengan total responden yang ada faktor keturunan
sebanyak 53 orang. Responden yang mengalami miopia dan tidak ada faktor
keturunan sebanyak 9 orang, sedangkan responden yang normal dan tidak ada
faktor keturunan sebanyak 17 orang. Adapun nilai odd ratio adalah 9,23 dan dengan
metode uji statistika diperoleh nilai P = 0,000 (α = <0,05)
KESIMPULAN : Terdapat hubungan faktor keturunan dengan kejadian rabun
jauh (Miopia) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar
KATA KUNCI : Faktor Keturunan, Kejadian, dan Miopia
ii
FACULTY OF MEDICINE
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR
UNDERGRADUATE PAPER, MARCH 2016
AZHARI AHSAN (10542 0371 12)
“RELATIONS BETWEEN HEREDITARY FACTORS WITH THE
OCCURENCE OF NEARSIGHTEDNESS (MYOPIA) AT THE FACULTY
OF MEDICINE OF UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR”
( xii + 7 Tables + 57 Pages + 8 Attachments )
ABSTRACT
BACKGROUND : The cause of nearsightedness (myopia) until now has not
known for certain, it is thought to be multifactorial and related to hereditary factors
(internal) and environmental factors (external). Internal factors include genetics,
family history, length of the eyeball, age, gender, and ethnicity. External factors
include lighting while sleeping, reading, education and income of parents and close
reading activities. The influence of these two factors each still difficult to prove,
and an interaction of both factors would very likely increase the occurrence of
nearsightedness (myopia).
OBJECTIVE: To determine the influence of hereditary factor on nearsightedness
(myopia) at the Faculty of Medicine’s students of University of Muhammadiyah
Makassar.
METHODS: A descriptive-analytic method with cross-sectional approach that is
intended to determine the relations of genetic factors with the incidence of
nearsightedness (myopia). Samples must meet the inclusion and exclusion criteria.
Samples were taken using the purposive sampling of the non-probability category,
and at least 52 samples must be taken from the students population of University of
Muhammadiyah Makassar’s Faculty of Medicine.
RESULTS: Of the total sample of 79 respondents who had myopia, there are
hereditary factors found in as many as 44 people, while respondents who were
normal and having hereditary factors were 9 people with total respondent that
having hereditary factors are as many as 53 people. Respondents who have myopia
and without heredity factors as many as 9 people, while respondents with normal
eyesight and no heredity factors are as many as 17 people. The value of odd ratio is
9.23 and with statistical test method obtained a value of P = 0.000 (α = <0.05)
CONCLUSION: There is a relationship with the incidence of hereditary factors
nearsightedness (myopia) at the Faculty of Medicine of University of
Muhammadiyah Makassar
KEYWORDS: Hereditary factors, Occurrence, and Myopia
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas limpahan ilmu, karunia dan hidayah-
Nya sehingga penulisan Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun
penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
menempuh jenjang S1 pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari segala keterbatasan dan kendala tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Oleh karena dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Drs. Marzuki dan Dahliah, S.Pd yang telah memberikan dukungan moral,
semangat dan segalanya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. dr. Nurdin Perdana, M.Kes, SKM selaku Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu memberikan arahan dan bimbingan sejak
penyusunan proposal hingga penulisan skripsi ini.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. dr.H.Machmud Gaznawie, Ph.D.,Sp.PA(K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. dr. Andi Qayyim Munarka, M.Kes selaku dosen Penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu dalam memberikan masukan dalam penyusunan skripsi.
3. Drs.Samhi Mu’awan Djamal, M.Ag selaku dosen Penguji yang telah
bersedia meluangkan waktu dalam memberikan masukan dalam
penyusunan skripsi.
iv
4. dr.Ummu Kalzum, M.Med.Ed selaku Penasehat Akademik yang telah
memberikan arahan selama penulis mengikuti pendidikan di FK UNISMUH
MAKASSAR.
5. Staf dan para dosen Fakultas Kedokteran yang telah memberikan bantuan
dan ilmu yang tiada henti kepada penulis.
7. Teman – teman bimbinganku Nanda, Larasaty, dan Resky
8. Keluarga besar TRIGEMINUS, teman seperjuangan dari tahun 2012.
9. Teman-teman RIBOFLAVIN, EPINEFRIN, 2015 yang telah membantu
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semua pihak yang telah membantu baik dari segi moril maupun material, yang
tidak dapat disebutkan satu per satu. Penyusun menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, pengalaman, dan
pengetahuan. Oleh karena itu penyusun sangat memerlukan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar penulisan ini menjadi lebih sempurna dan dapat
memberikan manfaat bagi setiap orang yang membutuhkan.
Wassalamu`alaikum Wr.Wb
Makassar, 29 Maret 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
PERNYATAAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
RIWAYAT HIDUP PENULIS
ABSTRAK ...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................viii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6
A. Struktur Bola Mata ....................................................................................... 6
B. Proses Melihat .............................................................................................. 8
C. Kelainan Refraksi ......................................................................................... 9
vi
D. Faktor Keturunan yang Berhubungan dengan Rabun Jauh (Miopia)......... 10
E. Rabun Jauh (Miopia) .................................................................................. 11
1. Definisi ................................................................................................. 11
2. Klasifikasi ............................................................................................ 11
3. Manifestasi Klinis ................................................................................ 13
4. Diagnosis .............................................................................................. 15
5. Penatalaksanaan ................................................................................... 16
6. Pencegahan ........................................................................................... 21
F. Kerangka Teori........................................................................................... 24
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS .......................................................................................................... 25
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 25
B. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................. 25
C. Definisi Operasional................................................................................... 25
D. Hipotesis ..................................................................................................... 26
BAB IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 27
A. Desain Penelitian ........................................................................................ 27
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 27
D. Rencana Analisi Data ................................................................................. 31
E. Manajemen Penelitian ................................................................................ 32
F. Etika Penelitian .......................................................................................... 33
BAB V HASIL PENELITIAN ..........................................................................35
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................... ....................35
B. Gambaran Umum Populasi/ Sampel ............................... ........................36
C. Analisis Univariat .................................................... ...............................37
D. Analisis Bivariat .................................................. ...................................40
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................42
A. Responden yang Menderita Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar ......................................................42
B. Responden Berdasarkan Kategori Miopia pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar ...... ........................... 43
C. Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Miopia pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar ................... 44
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 46
vii
BAB VII TINJAUAN KEISLAMAN ...............................................................47
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................53
A. Kesimpulan ..............................................................................................53
B. Saran ........................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 56
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan.......................................37
Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................................37
Tabel 1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur.............................................38
Tabel 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Visus.............................................39
Tabel 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Keturunan..........................39
Tabel 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Miopia............................40
Tabel 1.7 Hubungan antara Faktor Keturunan dan Miopia...................................41
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan II.1 Kerangka Teori…………………………………………………..24
Bagan III.1 Kerangka Konsep…………………………………………….....25
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian
Lampiran 3. Analisis Univariat
Lampiran 4. Analisis Bivariat
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Makassar
xi
1
RELATIONS BETWEEN HEREDITARY FACTORS WITH THE OCCURENCE OF
NEARSIGHTEDNESS (MYOPIA) AT THE FACULTY OF MEDICINE OF
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR
HUBUNGAN FAKTOR KETURUNAN TERHADAP KEJADIAN RABUN JAUH
(MIOPIA) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
Azhari Ahsan
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar - 90221
Telp: (0411) 866 972
Fax: (0411) 865 588
E-mail : azhariahsan.com
ABSTRACT
BACKGROUND : The cause of nearsightedness (myopia) until now has not known for
certain, it is thought to be multifactorial and related to hereditary factors (internal) and
environmental factors (external). Internal factors include genetics, family history, length of
the eyeball, age, gender, and ethnicity. External factors include lighting while sleeping,
reading, education and income of parents and close reading activities. The influence of these
two factors each still difficult to prove, and an interaction of both factors would very likely
increase the occurrence of nearsightedness (myopia).
OBJECTIVE: To determine the influence of hereditary factor on nearsightedness (myopia)
at the Faculty of Medicine’s students of University of Muhammadiyah Makassar.
METHODS: A descriptive-analytic method with cross-sectional approach that is intended to
determine the relations of genetic factors with the incidence of nearsightedness (myopia).
Samples must meet the inclusion and exclusion criteria. Samples were taken using the
purposive sampling of the non-probability category, and at least 52 samples must be taken
from the students population of University of Muhammadiyah Makassar’s Faculty of
Medicine.
RESULTS: Of the total sample of 79 respondents who had myopia, there are hereditary factors
found in as many as 44 people, while respondents who were normal and having hereditary
factors were 9 people with total respondent that having hereditary factors are as many as 53
people. Respondents who have myopia and without heredity factors as many as 9 people, while
respondents with normal eyesight and no heredity factors are as many as 17 people. The value
of odd ratio is 9.23 and with statistical test method obtained a value of P = 0.000 (α = <0.05)
CONCLUSION: There is a relationship with the incidence of hereditary factors
nearsightedness (myopia) at the Faculty of Medicine of University of Muhammadiyah
Makassar
KEYWORDS: Hereditary factors, Occurrence, and Myopia
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mata merupakan organ terpenting
dalam mendapatkan informasi yang
kita butuhkan. Dengan mata, banyak
hal normal dan wajar dapat kita
lakukan sehari-hari. Sekitar 83%
informasi diperoleh dari penglihatan
sedangkan sisanya diperoleh dari
indra pendengaran, penciuman,
pengecapan, dan perabaan.1 Karena
itu, menjaga kesehatan mata wajib
dilakukan agar dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari tidak mengalami
hambatan. Kenyataannya dewasa ini
kita sering lupa untuk melakukan
perawatan mata dikarenakan
kesibukan sehingga mata kita mudah
terserang penyakit seperti infeksi,
keganasan, trauma, kelainan refraksi
dan sebagainya. Namun yang perlu
kita amati adalah kelainan refraksi.
Kelainan refraksi ini dikenal
dalam bentuk miopia, hipermetropia,
astigmat.2 Akan tetapi, yang menjadi
perhatian adalah rabun jauh (miopia).
Kejadian miopia semakin lama
semakin meningkat dan
diestimasikan bahwa separuh dari
penduduk dunia menderita miopia
pada tahun 2020.3
Berdasarkan data Riskesdas pada
tahun 2013 prevalensi kebutaan
tertinggi ditemukan di Sulawesi
Selatan (2,6%) diikuti Nusa Tenggara
Timur(1,4%) dan Bengkulu (1,3%)
dan yang mengalami kelainan refraksi
mata sebesar 9,2%.4 Prevalensi
miopia pada anak usia 5 sampai
dengan 15 tahun di daerah perkotaan
di India sebesar 7,4% dan sebesar 4,1
% di daerah pedesaan. Suhardjo dan
kawan-kawan melaporkan angka
prevalensi miopia pada anak usia
sekolah dasar usia 7-12 tahun di
Yogyakarta sebesar 3.69% di daerah
pedesaan dan 6.39% di daerah
perkotaan .5
Penyebab rabun jauh (miopia)
sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, diperkirakan bersifat
multifaktorial dan berhubungan
faktor keturunan (internal) dan faktor
lingkungan (eksternal).6 Faktor
internal meliputi genetik, riwayat
keluarga, panjang bola mata, usia,
jenis kelamin, dan etnik. Faktor
eksternal meliputi pencahayaan saat
tidur, membaca, pendidikan dan
3
penghasilan orang tua serta aktivitas
membaca dekat. Pengaruh kedua
faktor tersebut masing-masing masih
sulit dibuktikan dan sangat mungkin
interaksi keduanya mengakibatkan
peningkatan rabun jauh (miopia).7
Banyak kasus kelainan refraksi
yang memperlihatkan adanya
keterkaitan faktor genetik. Anak
dengan orang tua miopia cenderung
mengalami miopia. Selain faktor
internal, prevalensi miopia cenderung
meningkat dengan meningkatnya
usia, namun mekanisme dari hal ini
belum diketahui. Berbagai penelitian
mendapatkan prevalensi miopia
meningkat dengan meningkatnya
penghasilan keluarga dan tingkat
pendidikan.8 Mahasiswa kedokteran
cenderung mengalami miopia dua
kali lebih besar dibandingkan
kebanyakan orang pada umumnya.9
Mahasiswa kedokteran cenderung
memiliki orang tua yang
berpendidikan tinggi dengan
penghasilan diatas rata-rata orang
pada umumnya sehingga hal ini
menjadi faktor resiko terjadinya
miopia pada mahasiswa selain karena
aktivitas dekat dan usia yang semakin
bertambah serta keterkaitan riwayat
keluarga miopia.
Oleh karena itu, maka peneliti
bermaksud untuk melakukan
penelitian sehubungan dengan faktor
keturunan dengan kejadian rabun jauh
(miopia) pada Mahasiwa Kedokteran
Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan populasi khususnya
bagi mahasiswa yang masih
menempuh jenjang preklinik.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan pada masalah
penelitian dan tujuan yang ingin
dicapai, jenis penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian bersifat asosiatif dengan
rancangan penelitian Cross sectional.
Pada penelitian ini akan dilihat
keterkaitan faktor keturunan terhadap
rabun jauh (miopia). Adapun sampel
adalah mahasiswa fakultas
kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar dengan
jumlah sampel sebanyak 79 orang
yang berasal dari mahasiswa
preklinik yang mengalami miopia di
Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar angkatan
2012-2015, teknik non random (non
4
probabillity) sampling yaitu
purposive sampling. Pengambilan
sampel secara purposive didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui
sebelumnya berdasarkan kriteria
inklusi dan ekslusi dari penelitian ini.
Analisa data yang dilakukan adalah
analisis univariat untuk mendapatkan
gambaran frekuensi dan proporsi dari
masing-masing variabel yang diteliti
dan analisis Bivariat dengan
menggunakan uji Chi-Square.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Adapun hasil penelitian disajikan
dalam tabel yang disertai narasi
sebagai penjelasan tabel sebagai
berikut
Berdasarkan Tabel 1.1 distribusi
responden berdasarkan angkatan
didapatkan hasil. Angkatan 2012
sebanyak 25 orang (31,7%), angkatan
2013 sebanyak 14 orang (17,7%),
angkatan 2014 sebanyak 20 orang
(25,3%), dan angkatan 2015 sebanyak
20 orang (25,3%) dengan total
responden sebanyak 79 orang.
Berdasarkan Tabel 1.2 distribusi
responden berdasarkan jenis kelamin
didapatkan hasil. Jenis kelamin laki-
laki berjumlah 21 orang (26,6%) dan
jenis kelamin perempuan berjumlah
58 orang (73,4%).
Berdasarkan Tabel 1.3 distribusi
responden berdasarkan umur
didapatkan hasil. Jumlah responden
yang berumur 16 tahun sebanyak 1
orang (1,3%), responden yang
berumur 17 tahun sebanyak 3 orang
5
(3,8%), responden yang berumur 18
tahun sebanyak 9 orang (11,4%),
responden yang berumur 19 tahun
sebanyak 17 orang (21,5%),
responden yang berumur 20 tahun
sebanyak 11 orang (13,9%),
responden yang berumur 21 tahun
sebanyak 22 orang (27,8), responden
yang berumur 22 tahun sebanyak 13
orang (16,5%), dan responden yang
berumur 23 tahun sebanyak 3 orang
(3,8%).
Berdasarkan Tabel 1.4 distribusi
responden berdasarkan visus
didapatkan hasil. Jumlah responden
yang visus normal sebanyak 26 orang
(32,9%) dan responden yang
mengalami miopia sebanyak 53 orang
(67,1%
Berdasarkan tabel 1.5 distribusi
responden berdasarkan faktor
keturunan didapatkan hasil. Jumlah
responden yang ada faktor keturunan
sebanyak 53 orang (67,1%) dan
jumlah responden yang tidak ada
faktor keturunan sebanyak 26 orang
(32,9%).
Berdasarkan tabel 1.6 distribusi
responden berdasarkan kategori
miopia didapatkan hasil, jumlah
responden yang masuk dalam
kategori normal sebanyak 26 orang
(32,9%), jumlah responden yang
masuk dalam kategori ringan
sebanyak 50 orang (63,3%), jumlah
responden yang masuk dalam
kategori sedang sebanyak 2 orang
(2,5%), dan jumlah responden yang
masuk dalam kategori berat sebanyak
1 orang (1,3%).
6
B. Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 1.7 Hubungan
antara Faktor Keturunan dan Miopia
diatas reponden yang mengalami
miopia dan ada faktor keturunan
sebanyak 44 orang, sedangkan
responden yang normal dan ada faktor
keturunan sebanyak 9 orang dengan
total responden yang ada faktor
keturunan sebanyak 53 orang.
Responden yang mengalami miopia
dan tidak ada faktor keturunan
sebanyak 9 orang, sedangkan
responden yang normal dan tidak ada
faktor keturunan sebanyak 17 orang.
Adapun nilai odd ratio adalah 9,23
artinya yang ada faktor keturunan
memiliki 9 kali terhadap kejadian
rabun jauh (Miopia). Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh analisa
hubungan faktor keturunan dengan
miopia berdasarkan tabel hasil uji
statistika dengan nilai Chi-Square
diperoleh nilai P = 0,000 <(α = 0,05)
yang artinya Hipotesis Null (H0)
ditolak dan Hipotesis Alternatif (Ha)
diterima dimana terdapat hubungan
yang bermakna antara faktor
keturunan dan miopia.
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Variabel
Penelitian
Pada penelitian ini salah satu
variabel yang digunakan adalah
Rabun Jauh (Miopia) yang cenderung
terjadi pada mahasiswa fakultas
kedokteran. Pada penelitian lain
tentang Rabun Jauh (Miopia) yang
dilakukan di Universitas National
Singapura menunjukkan bahwa
89,8% mahasiswa kedokteran tahun
kedua mengalami miopia.26 Penelitian
lain di Fakultas Kedokteran Grant,
Norwegia, juga menunjukkan bahwa
78% mahasiswa kedokteran tahun
pertama mengalami miopia.
Mahasiswa kedokteran cenderung
mengalami miopia.27 Pada penelitian
ini juga didapatkan persentasi miopia
kategori ringan paling banyak
ditemukan pada mahasiswa
Kedokteran Universitas
Muhammadiya Makassar. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mohd
Redzuan Bin Norazlan FK USU yaitu
7
responden miopia yang mempunyai
tingkat keparahan miopia ringan
mempunyai persentase tertinggi yaitu
72,9% (38 dari 48 responden).26
Rabun Jauh (Miopia) erat
kaitannya dengan faktor keturunan
(internal). Adapun yang dijelaskan
dalam sebuah penelitian orang tua
yang mempunyai sumbu bola mata
yang lebih panjang dari normal akan
melahirkan keturunan yang memiliki
sumbu bola mata yang lebih panjang
dari normal pula. Anak dengan kedua
orang tua menderita miopia akan
lebih beresiko menderita miopi
dibanding anak dengan salah satu
orang tua menderita miopia atau
kedua orang tua tanpa miopia.26,27
Penelitian lain di Australia terhadap
anak kembar yang mengalami miopia
juga menunjukkan 50% faktor
genetik mempengaruhi pemanjangan
aksis bola mata.25,27 Hanya 6-15%
dari anak-anak yang menderita
miopia berasal dari orang tua yang
tidak menderita miopia. Dalam suatu
keluarga dengan salah satu orang tua
menderita miopia, 23-40% anak-
anaknya menjadi miopia. Jika kedua
orang tuanya menderita miopia,
angka ini meningkat rata-rata menjadi
33-60% dimana anak-anak mereka
menderita miopia. Pada suatu
penelitian di Amerika didapatkan bila
pada kedua orang tua menderita
miopia memiliki kemungkinan 6 kali
lebih anak-anak mereka akan
menderita miopia dibandingkan
dengan salah satu orang tua yang
menderita miopia atau tidak sama
sekali orang tuanya menderita
miopia.29,30 Miopia dapat terjadi
karena ukuran bola mata yang relatif
panjang atau karena indeks bias
media yang tinggi. Penyebab
utamanya adalah genetik, namun
faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi seperti kekurangan
gizi dan vitamin, dan membaca serta
bekerja terlalu dekat dan waktu lama
dapat menyebabkan miopia. Penyakit
degeneratif seperti diabetes mellitus
yang tidak terkontrol, katarak jenis
tertentu, obat anti hipertensi serta
obat-obatan tertentu dapat
mempengaruhi refraksi dan lensa
yang dapat menimbulkan miopia.26.28
Sebuah penelitian yang dilakukan
pada 15 keluarga di Hongkong yang
kemungkinan genetik menderita
miopia tinggi pada 2 generasi terakhir
8
didapatkan hasil bahwa lokus
autosomal dominan yang berkaitan
dengan miopia tinggi adalah 18p.27
Dari penelitian lain juga didapatkan
bahwa orang yang mempunyai
polimorfisme gen PAX6 akan
mengalami miopia yang ektrim (>10
D), sedangkan orang yang tidak
mempunyai gen ini hanya akan
mengalami miopia tinggi (6-10 D)
dengan sampel yang merupakan
mahasiswa kedokteran tahun pertama
di Universitas Kedokteran Chung
Shan, Taiwan.28 Patology lain pada
miopia juga mendindikasikan bahwa
terdapat pada autosomal dominan
pada gen 18p11.31 dan 12p2123.31
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki
keterbatasan yang murni dari peneliti
maupun dari metode yang digunakan,
serta keadaan diluar kemampuan
peneliti. Penelitian ini menggunakan
desain cross sectional, yaitu
penelitian yang dilakukan saat ini
dengan pengambilan data dependen
dan independen dalam waktu yang
bersamaan. Metode ini tidak dapat
digunakan untuk melihat hubungan
rabun jauh (Miopia) terhadap faktor
keturunan. Penelitian ini juga dibatasi
oleh waktu sehingga tidak dapat
mengikuti saat mulai terdeteksi rabun
jauh (Miopia) dan terbatasnya sampel
sehingga pada penelitian ini hanya
sebagian kecil populasi yang dapat
dijadikan sampel. Sementara untuk
penelitian analisis, semakin banyak
sampel penelitian maka akan semakin
valid pula penelitian tersebut. Tapi,
setidaknya ini memperlihatkan
hubungan antara rabun jauh (Miopia)
dengan faktor keturunan.
Kemungkinan adanya information
bias karena responden pada
umumnya memberikan informasi
dalam waktu yang singkat dan kurang
memahami tujuan penelitian ini.
Selain itu, keterbatasan alat yang
digunakan dalam pengambilan data
sehingga hasil pengukuran dari visus
responden kemungkinan tidak valid.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang
dilakukan di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah
Makassar
9
1. Kategori Miopia yang paling
banyak ditemukan adalah
miopia kategori ringan.
2. Jenis kelamin perempuan
cenderung mengalami miopia
dibanding laki-laki
3. Faktor keturunan berpengaruh
besar terhadap kejadian
miopia. Anak yang memiliki
kedua orang tua mengalami
miopia mempunyai resiko
lebih besar menderita miopia
dari pada anak tanpa ada
riwayat orang tua pada
mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.
B. Saran
1. Bagi instansi (Fakultas
Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar)
Melakukan penanganan dan
deteksi dini terhadap
mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar
yang menderita miopia serta
melakukan penyuluhan
tentang bahaya miopia.
Sehingga mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar
dapat melakukan koreksi pada
matanya sehingga tidak
menggangu aktivitas sehari-
hari.
2. Bagi responden
Meningkatkan pengetahuan
tentang miopia serta faktor
resiko terjadinya miopia.
Mahasiswa yang merasa
penglihatan sudah kabur
segera periksakan mata anda
di dokter mata. Apabila
terdiagnosis harus
menggunakan segera terapi
dengan kacamata untuk
mencegah minus yang terlalu
berat. Faktor keturunan
cenderung tidak dapat
dihindari. Walaupun
demikian hal yang dilakukan
adalah mencegah agar miopia
tidak sampai menjadi parah
dengan menghindari faktor
resiko seperti: mengubah
kebiasaan buruk, misalnya
batasi jam membaca,
mengatur jarak baca yang
tepat (30 cm), dan
menggunakan penerangan
10
yang cukup dan hindari
membaca dengan posisi tidur
atau tengkurap.
3. Bagi peneliti
Peneliti selanjutnya
diharapkan agar mencari
sampel yang lebih besar agar
lebih banyak informasi dan
pengetahuan yang didapatkan
mengenai miopia. Peneliti
juga diharapkan mencari
penelitian dengan variabel
yang berbeda yang
menyebabkan miopia,
sehingga memperbanyak
kepustakaan yang ada.
11
Daftar Pustaka
1. Faizal, Edi. Case Based
Reasoning Diagnosis
Penyakit Mata. Yogyakarta.
2012.
2. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri
Rahayu. Ilmu Penyakit Mata.
Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2014.
3. Holden, Brien A., Resnikof,
Serge. The Role of
Optometry in Vision 2020.
London. 2002.
4. BPPK Kementerian
Kesehatan RI . Riset
Kesehatan Dasar. 2013.
5. Tiharyo, Imam., Dkk.
Pertambahan Miopia Pada
Anak Sekolah Dasar Daerah
Perkotaan dan Perdesaan di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
2008. Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK UGM/ RS Dr.
Sardjito Yogyakarta.
Yogyakarta.
6. Saw, SM., Nieto, FJ., Dkk.
Factors related to the
progression of myopia in
Singapore children. Optom
Vis Sci. Singapore. 2000.
7. Saw, SM., Husain, R., Dkk.
Cause of low vision and
blindness in rural Indonesia
British Journal of
Opthalmology. 2003.
8. Mutti, DO., Dkk. Parental,
Myopia, Nearwork, School
achievement and Children`s
Refractive Error.
Investigative Opthalmology
and Visual Sciene. 2002.
9. Midelfart, A., Hjertnes, S.
Myopia Among Medical
Students in Norway Invest
Opthalmology Vsi Sci. 2005.
10. Vaughan DG., Asbury T.,
Riordan, Eva P. Oftalmologi
Umum ED. 14. Jakarta :
Widya Medika. 2000.
11. Ellis, Harold. Clinical
Anatomy. New York:
Blackwell Publishing. 2008.
12. Sherwood L. Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem
Ed. 6. Jakarta: EGC. 2012.
13. Guyton, AC,. Hall, JE. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran ed.
XI. Jakarta : EGC. 2008.
14. Spraul, CW., Lang, GK.
Optics and Refractive errors.
New York: Thieme. 2000.
15. Jones-Jordan LA, Sinnott LT,
Manny RE, Cotter SA,
Kleinstein RN, Mutti DO, et
all. Early Childhood
Refractive Error and
Parenteral History of Miopia
as Predictors of Miopia.
Invest Ophthalmol Vis Sci
[Internet]. 2010 Jan [cited
2012 Jan 9] vol 51(1) :
16. Alexander AB. Genetics of
miopia [abstract] Oman J
Ophthalmol.[internet]. 2011
May-Aug [cited 2013 May 1].
Vol 4(2): 49. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3160068/
17. Klein AP., Duggal P., Lee
KE., Cheng CY., Klein R.,
Bailey-Wilson JE., Klein BE.
Linkage Analysis Of
Quantitative Refraction And
Refractive Errors In The
Beaver Dam Eye Study
[abstact]. Invest Ophthalmol
Vis Sci [internet]. 2011 Jul
[cited 2013 May 1] vol
13;52(8):5220-5. Available
from: http://
12
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm
ed/21571680
18. Taylor D., Hyot CS. Pediatric
Ophtalmology and
Strabismus Theory and
Practice Ed. 3. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2005.
19. Ilyas, Sidarta. Kelainan
Refraksi Dan Kacamata Edisi
Kedua. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. 2006.
20. Hamdanah, H. Pedoman
Diagnosis dan Terapi
Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata
RSU Dr. Soutomo. Surabaya:
RSU Dr.Soetomo. 2006.
21. Ilyas, Sidarta. Dkk. Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum Dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Sagung
Seto. 2010.
22. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta:
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
23. Hasibuan, Fatika Sari.
Hubungan Faktor Keturunan,
Lamanya Bekerja Jarak
Dekat, Dengan Miopia Pada
Mahasiswa FK USU. Fakultas
Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara. Medan.
2009.
24. Dahlan, Sopiyuddin.
Langkah-langkah Membuat
Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta : Sagung Seto. 2012.
25. Notoatmodjo, S. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta. 2012 26. Hutauruk, Mona R.
Gambaran Pengetahuan
Siswa-Siswi SMA tentang
Miopia. Dalam
www.repository.usu,ac.id
(akses tanggal 15 Februari
2016). 2009.
27. Sidarta, Ilyas., Tanzil,
Muzakkir,. Dkk. Sari Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2003.
28. Hasibuan, Fisika Sari.
Hubungan Faktor Keturunan
dan Lama Bekerja Jarak
Dekat dengan Miopia. Dalam
www.repository.usu.ac.id
(diakses tanggal 15 Februari
2016). 2009.
29. Sidarta, Ilyas., Dkk. Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: CV.
SagungSeto. 2002.
30. Godam. Hal Umum Penyebab
Mata Menjadi Rabun Jauh
Miopia Mata Minus. Dalam
http://organisasi.or.com
(diakses tanggal 16 Februari
2016). 2009.
31. Nema, HV., Nema, Nitin.
Textbook of Ophthalmology.
New Dehli : Jaypee Brothers
Medical Publishers. 2008.
32. Arasy, Habib. Potensi
Manusia Sebagai Ragam Alat
Indera Untuk Memperhatikan
Ayat-Ayat Allah (QS. An-
Nahl:78). [skripsi]. 2011.
33. Tuasikal, Muh. Abduh.
Keutamaan dan Faedah Surah
Al-Mulk.
34. Nurdin, Ali. Akar
Komunikasi Dalam Al-
Qur’an (Studi Tematik
Dimensi Komunikasi Dalam
Al-Qur’an). Surabaya: UIN
Sunan Ampel. 2014.
35. Muhsin, Ali. Potensi
Pembelajaran Fisik Dan
Psikis Dalam Al-Qur’an Surat
An-Nahl : 78 (Kajian Tafsir
13
Pendidikan Islam). Jombang:
Unipdu.
36. Tafsir Al-Qur`an .
http://tafsirq.com/17-al-
isra/ayat-36#tafsir-quraish-
shihab (diakses tanggal 4 Mei
2016). 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan organ terpenting dalam mendapatkan informasi yang kita
butuhkan. Dengan mata, banyak hal normal dan wajar dapat kita lakukan
sehari-hari. Sekitar 83% informasi diperoleh dari penglihatan sedangkan
sisanya diperoleh dari indra pendengaran, penciuman, pengecapan, dan
perabaan.1 Karena itu, menjaga kesehatan mata wajib dilakukan agar dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari tidak mengalami hambatan. Kenyataannya
dewasa ini kita sering lupa untuk melakukan perawatan mata dikarenakan
kesibukan sehingga mata kita mudah terserang penyakit seperti infeksi,
keganasan, trauma, kelainan refraksi dan sebagainya. Namun yang perlu kita
amati adalah kelainan refraksi.
Kelainan refraksi ini dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia,
astigmat.2 Akan tetapi, yang menjadi perhatian adalah rabun jauh (miopia).
Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa
separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.3
Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013 prevalensi kebutaan tertinggi
ditemukan di Sulawesi Selatan (2,6%) diikuti Nusa Tenggara Timur(1,4%)
dan Bengkulu (1,3%) dan yang mengalami kelainan refraksi mata sebesar
9,2%.4 Prevalensi miopia pada anak usia 5 sampai dengan 15 tahun di daerah
2
perkotaan di India sebesar 7,4% dan sebesar 4,1 % di daerah pedesaan.
Suhardjo dan kawan-kawan melaporkan angka prevalensi miopia pada anak
usia sekolah dasar usia 7-12 tahun di Yogyakarta sebesar 3.69% di daerah
pedesaan dan 6.39% di daerah perkotaan .5
Penyebab rabun jauh (miopia) sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, diperkirakan bersifat multifaktorial dan berhubungan faktor keturunan
(internal) dan faktor lingkungan (eksternal).6 Faktor internal meliputi genetik,
riwayat keluarga, panjang bola mata, usia, jenis kelamin, dan etnik. Faktor
eksternal meliputi pencahayaan saat tidur, membaca, pendidikan dan
penghasilan orang tua serta aktivitas membaca dekat. Pengaruh kedua faktor
tersebut masing-masing masih sulit dibuktikan dan sangat mungkin interaksi
keduanya mengakibatkan peningkatan rabun jauh (miopia).7
Banyak kasus kelainan refraksi yang memperlihatkan adanya keterkaitan
faktor genetik. Anak dengan orang tua miopia cenderung mengalami miopia.
Selain faktor internal, prevalensi miopia cenderung meningkat dengan
meningkatnya usia, namun mekanisme dari hal ini belum diketahui. Berbagai
penelitian mendapatkan prevalensi miopia meningkat dengan meningkatnya
penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan.8 Mahasiswa kedokteran
cenderung mengalami miopia dua kali lebih besar dibandingkan kebanyakan
orang pada umumnya.9
Mahasiswa kedokteran cenderung memiliki orang tua yang berpendidikan
tinggi dengan penghasilan diatas rata-rata orang pada umumnya sehingga hal
3
ini menjadi faktor resiko terjadinya miopia pada mahasiswa selain karena
aktivitas dekat dan usia yang semakin bertambah serta keterkaitan riwayat
keluarga miopia.
Oleh karena itu, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian
sehubungan dengan faktor keturunan dengan kejadian rabun jauh (miopia)
pada Mahasiwa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar dengan
populasi khususnya bagi mahasiswa yang masih menempuh jenjang
preklinik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh faktor keturunan terhadap rabun
jauh (miopia)?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor
keturunan terhadap rabun jauh (miopia) pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini:
4
1. Mengetahui gejala rabun jauh (miopia) pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Mengetahui angka kejadian rabun jauh (miopia) pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti yaitu:
a. Untuk meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai rabun jauh
(miopia).
b. Untuk meningkatkan pengalaman dan keterampilan peneliti dalam
membuat sebuah penelitian.
c. Untuk dijadikan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
2. Bagi pengembangan penelitian
a. Sebagai bahan referensi atau bahan pertimbangan untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
5
3. Bagi Responden dan masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan responden dan masyarakat mengenai rabun
jauh (miopia) dan faktor yang mempengaruhinya.
b. Sebagai informasi dan sarana edukasi kesehatan kepada mahasiswa
fakultas kedokteran universitas muhammadiyah makassar sehingga
diharapkan mahasiswa senantiasa meningkatkan kepedulian terhadap
kesehatan mata.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Bola Mata
Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida berdinding empat
yang berkonvergensi ke arah belakang. Dinding medial orbita kanan dan kiri
terletak pararel dan dipisahkan oleh hidung. Volume orbita dewasa kira-kira
30 cc dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian ruangannya.
Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Atap orbita terutama terdiri
atas facies orbitalis ossis frontalis. Dinding lateral dipisahkan dari bagian atap
oleh fissura orbitalis superior. Bagian anterior dinding lateral dibentuk oleh
facies orbitalis ossis zygomaticus. Dasar orbita dipisahkan dari dinding lateral
oleh fissura orbitalis inferior. Tepi inferior orbita terdiri dari pars frontalis
ossis maksilaris di medial dan os zygomaticus di lateral.10
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat,10 dengan
diameter anteroposterior berkisar kurang dari 25mm, terbagi kedalam dua
segmen yang berbeda, yaitu segmen anterior yang memilki bagian transparan
dan segmen posterior yang memiliki diameter lebih luas. Nervus optikus
memasuki mata melalui diskus optikus yang berjarak 3mm, kebagian nasal
(medial) dari kutub posterior.11
7
Bola mata terdiri dari :
a. Kunjuctiva merupakan membran mukosa transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata dan permukaan
anterior skelera.10
b. Skelera merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar,
jaringan padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea
disebelah anterior dan duramater nervus optikus disebelah posterior.10
c. Kornea merupakan jaringan transparan, disisipkan ke skelera dilimbus,
kornea dewasa rata-rata memiliki tebal 0,54mm di tengah, sekitar
0,65mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5mm ,10 berperan dalam
kemampuan refraktif mata.12
d. Uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh
kornea dan skelera.10 Iris berfungsi mengubah-ubah ukuran pupil
dengan berkontraksi, menentukan warna mata; korpus siliaris
membentuk aqueous humor dan mengandung otot siliaris; khoroid
berfungsi untuk mencegah berhamburannya berkas cahaya di mata.12
e. Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan
hampir transparan, tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9mm,
dibelakang iris lensa digantung oleh zonula zinii yang
menghubungkannya dengan korpus siliaris,10 berfungsi dalam
menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama
akomodasi.12
8
f. Retina merupakan jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata,
membentang ke depan dan berakhir di tepi ora serrata, mengandung
fotoreseptro.10
g. Korpus Vitreus merupakan badan gelatin yang jernih dan avaskuer yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata, berisi air 99% dan
sisanya 1% meliputi kolagen dan asam hialuronat sehingga mirip gel
yang membantu mempertahankan bentuk mata.10,12
B. Proses Melihat
Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila
berjalan dari suatu medium ke medium lain dengan kepadatan yang berbeda
kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh agak lurus permukaan.12,13
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara dari pada melalui media
transparan lain misalnya air dan kaca. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium yang densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat
(sebaliknya juga berlaku).12
Dengan masuknya sinar kedalam mata, terjadilah proses penglihatan yang
terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pembiasan, tahap sintesa fotokimia, tahap
pengiriman sinyal sensoris dan tahap persepsi di pusat penglihatan. Tahap
pembiasan terjadi di kornea, lensa, badan kaca, dimana titik hasil pembiasan
tergantung pada panjang sumbu bola mata. Sedangkan proses fotokimia
terjadi pada fovea di makula. Proses kimia yang terjadi akan merangsang dan
9
menimbulkan impuls listrik potensial. Selanjutnya impuls listrik ini akan
diantar oleh serabut saraf ke pusat penglihatan di otak untuk diproses
sehingga terjadi persepsi penglihatan.14
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian
difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor
pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian
mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua
bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek.2,10
C. Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh.2
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Pungtum
Proksimum merupakan titik terletak dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih
dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata beristirahat. Pada
10
emetropia Pungtum Remotum terletak didepan mata sedang pada mata
hipermetropia titik semu dibelakang mata. Kelainan refraksi terdiri dari
miopia, hipermetropia, dan astigmat.2
D. Faktor Keturunan yang Berhubungan dengan Rabun Jauh (Miopia)
Rabun jauh umumnya merupakan kelainan yang diturunkan oleh orang tua
dan seringkali di temukan pada anak – anak usia 8 – 12 tahun. Penyebab
utama rabun jauh adalah genetik..15
Penelitian Lisa dan kawan kawan, juga mengatakan bahwa ada hubungan
antara riwayat miopia orang tua dengan miopia (p<0,0001), mengindikasikan
bahwa kemungkinan anak memiliki resiko tinggi menjadi miopia meningkat
seiring jumlah orang tua yang mengalami miopia.15
Penelitian secara genetik juga pernah dilakukan untuk mengidentifikasi
lokus genetik yang berhubungan dengan kejadian miopia, terutama miopia
ekstrim. Penelitian secara genetik, telah mengindentifikasi lokus gen untuk
miopia (2q, 4q, 7q, 12q, 15q,17q, 18p, 22q, dan Xq), dan gen 7p15, 7q36, dan
22q11 dilaporkan ikut mengatur kejadian miopia.16
Penelitian lain juga menemukan 7q36 berhubungan dengan kejadian
miopia berat (> - 6D). Hal ini membuktikan bahwa riwayat miopia di
keluarga merupakan faktor resiko yang penting dalam kejadian miopia.17
Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi miopia seperti aktivitas
melihat dekat, tingkat pendidikan orang tua, status social ikut menyebabkan
prevalensi miopia yang meningkat.18
11
E. Rabun Jauh (Miopia)
1. Definisi
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar dari objek pada jarak tak terhingga akan
berkonvergensi dan berfokus (dibiaskan pada suatu titik) di depan retina pada
mata tanpa akomodasi sehingga menghasilkan bayangan yang tidak focus.
Miopia merupakan besarnya panjang bola mata anteroposterior atau kekuatan
pembiasan media refraksi terlalu kuat.2
2. Klasifikasi
Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan bola mata,
etiologi, onset terjadinya dan derajat beratnya miopia. Berdasarkan
pertumbuhan bola mata, miopia dikelompokkan menjadi miopia fisiologis
yang terjadi akibat peningkatan diameter aksial yang dihasilkan oleh
pertumbuhan normal sedangkan miopia patologis merupakan pemanjangan
abnormal bola mata yang sering dihubungkan dengan penipisan sclera.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan onset terjadinya terbagi menjadi miopia
kongenital yang terjadi saat lahir, miopia juvenile atau miopia usia sekolah
yang ditemukan pada usia 20 tahun atau lebih.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
12
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Berdasarkan etiologinya, miopia terbagi atas aksial akibat perubahan
panjang bola mata melebihi 24 mm dan refraktif akibat kelainan kondisi
elemen bola mata. Sedangkan berdasarkan derajat beratnya miopia terbagi
kedalam :
(1) Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
(2) Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3- 6 dioptri
(3) Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan penyakitnya, miopia dibagi menjadi :
(1) Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
(2) Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pda usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
(3) Miopia maligna, yaitu miopia berjalan progresif dan dapat
mengakibatkan ablasi retina serta kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut
miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degenerative. Disebut
miopia degenerative atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan panjang bola mata sehingga
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sclera dan kadang – kadang terjadi rupture membrane
13
Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak fuch berupa
hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar,
dan degenerasi papil saraf optic.2
3. Manifestasi Klinis
Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan
melihat kabur jika pandangan jauh. Penderita miopia akan mengelih sakit
kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain
itu, penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk
mencegah aberasi atau sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang
kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih
dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan kenvergensi.
Hal ini yang akan menimbulan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam
atau esoptropia.2
Penderita miopia menyenangi membaca, apakah hal ini disebabkan
kemudahan untuk membaca dekat tidak diketahui dengan pasti.
Gejala subyektif :
a. Kabur bila melihat jauh.
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif :
14
a. Miopia simpleks
1. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
2. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai cresen miopia (miopia crescent) yang ringan di sekitar
papil saraf optik.
b. Miopia Patologik
1. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
2. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan –
kelainan pada:
a) Badan kaca : Dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan
atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda
yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan
ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan miopia.
b) Papil saraf optic: Terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur.
c) Makula : Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-
kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
d) Retina bagian perifer : Berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
15
e) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid
tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.19
4. Diagnosis
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan pada mata. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Refraksi Subyektif
Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan dengan optotipe Snellen. Adapun
syarat-syarat pemeriksaan ini, antara lain :
1) Jarak pemeriksa dan penderita sejauh 6 m.
2) Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun
penderita.
3) Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau visus
VOD (visus oculi dextra) dan VOS (visus oculi sinistra).
Ketajaman penglihatan yang kurang baik dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis + (S+), sferis – (S-), silindris +/- (C+/-). Pada
kelainan refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan
menggunakan sferis negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman
penglihatan terbaik tanpa akomodasi.
b. Refraksi Obyektif
1) Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk melihat kelainan dan
keadaan fundus okuli, dengan dasar cahaya yang dimasukkan ke dalam
fundus akan memberikan refleks fundus dan akan terlihat gambaran
16
fundus. Pemeriksaan oftalmoskopi pada kasus yang disertai dengan
kelainan refraksi akan memperlihatkan gambaran fundus yang tidak jelas,
terkecuali jika lensa koreksi pada lubang penglihatan oftalmoskopi
diputar. Sehingga dengan terlebih dahulu memperlihatkan keadaan refraksi
pemeriksa, maka pada pemeriksaan oftalmoskopi besar lensa koreksi yang
digunakan dapat menentukan macam dan besar kelainan refraksi pada
penderita secara kasar.
2) Pemeriksaan streak retinoskopi yaitu menggunakan retinoskopi dengan
lensa kerja +2.00D. Pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
berlawanan arah dengan gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa negative sampai tercapai netralisasi.20
5. Penatalaksanaan
Seorang dengan miopia diberi lensa sferis negative ( S- ) yang terkecil agar
pasien yang menderita miopia tersebut dapat melihat dengan baik tanpa
akomodasidan memberikan ketajaman penglihatan yang maksimal.21
Lensa sferis negative ini dapat mengoreksi bayangan pada miopia dengan
cara memindahkan bayangan mundur tepat di retina. Selain dikoreksi dengan
lensa kacamata, koreksi miopia dapat menggunakan lensa kontak atau bedah
keratorefraktif.2
a. Kacamata
Kacamata merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kelainan refraksi mata. Dalam hal ini fungsi dari kacamata
adalah mengatur supaya bayangan benda yang tidak dapat dilihat dengan jelas
17
oleh mata menjadi jatuh tepat di titik jauh mata (pada penderita miopia).
Selain itu, penggunaan kacamata memiliki salah satu kelebihan dimana dapat
memperbaiki keadaan mata miopi meskipun kedua mata penderita memiliki
perbedaan ukuran minus (sebagai contoh mata kanan -5,00 D, mata kiri -3,00
D), dalam hal ini pembuatan lensa negatif dapat disesuaikan sehingga
penderita dapat melihat lebih jelas.
Terdapat keuntungan dan kerugian memakai kacamata pada mata dengan
miopia:
1) Keuntungan
a) Memberikan perbaikan penglihatan dengan mengoreksi bayangan pada
miopia.
b) Memundurkan bayangan ke retina.
c) Mencegah munculnya pterigium yang biasanya diakibatkan oleh
paparan sinar matahari dan iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin,
debu) yang dapat menimbulkan gangguan penglihatan.
2) Kerugian
a) Walaupun kacamata memberikan perbaikan penglihatan, berat
kacamata akan bertambah bila kekuatan lensa bertambah, selain juga
menganggu penampilan.
b) Tepi gagang disertai tebalnya lensa akan mengurangi lapang pandang
penglihatan tepi.
c) Kacamata tidak selalu bersih.
18
d) Pemakaian kacamata dengan lensa positif/negatif yang berat, akan
melihat benda menjadi lebih besar/kecil.
e) Terasa ada yang mengganjal di dekat hidung dan telinga sehingga tidak
nyaman.
f) Mengganggu aktivitas. Bila berada dalam lingkungan yang panas, kaca
sering berembun atau terkena keringat.
b. Lensa kontak
Penggunaan lensa kontak merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
Lensa kontak merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik
yang dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa
tidak nyaman pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat
membiasakan diri terhadap pemakaian lensa kontak. Kelebihan dan
kekurangan dalam memakai lensa kontak adalah :
1) Kelebihan
a) Pada kelainan refraksi yang berat, penglihatan melalui lensa kontak
praktis tidak berubah (seperti penglihatan mata normal).
b) Dengan lensa kontak, luas lapang pandangan tidak berubah.
c) Pada anisometropia (perbedaan refraksi, mata kanan dan kiri yang
melebihi 2.5 – 3 D), besarnya gambaran penglihatan mata kanan – kiri
dengan lensa kontak kurang lebih sama.
d) Dapat digunakan untuk tujuan kosmetik yaitu pada miopia tinggi yang
memerlukan kaca mata berlensa tebal.
19
2) Kekurangan
a) Mata lebih mudah kena infeksi, apabila pemakainya kurang
mengindahkan kebersihan atau bila lingkungan sekitarnya kurang
bersih.
b) Lebih mudah terjadi erosi kornea, terutama bila lensa kontak dipakai
terlalu lama, atau dipakai tidak teratur.
c) Pemakaian lensa kontak, hendaknya didasarkan atas alasan-alasan
medik saja. Lengkungan belakang lensa kontak (lengkung dasar, base
curve) hendaknya sesuai dengan lengkungan kornea. Oleh karena itu
pemeriksaan dengan keratometer untuk memeriksa lengkung kornea
adalah penting.
c. Bedah pada miopia
Adalah tidak mungkin untuk memendekkan bola mata pada miopia. Pada
keadaan tertentu miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada
saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti
keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, dan laser asisted in situ
interlamelar keratomilieusis (LASIK).
d. Keratotomi radial
Pada keratotomi radier dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea
sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat. Bagian
kornea yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah kornea menjadi
rata.
20
Ratanya kornea bagian tengah akan memberikan suatu pengurangan
kekuatan bias kornea sehingga dapat mengganti lensa kaca mata negatif.
Keratotomi radial bermanfaat untuk memperbaiki miopia -2.00 hingga - 6.00
Dioptri dan astigmat ringan. Efek samping yang terjadi pada RK adalah :
1) Penglihatan yang tidak stabil
2) Koreksi lebih atau kurang
e. Keratotekmi fotorefraktif
Merupakan cara yang mempergunakan sinar excimer untuk membentuk
permukaan kornea. Sinar pada excimer akan memecah molekul sel kornea.
Akibat lamanya sinar akan memberikan suatu pemecahan sejumlah molekul
sel permukaan kornea. Keuntungan dan kerugian sinar excimer antara lain :
1) Keuntungan
Luka sayatan yang dihasilkan laser excimer sangat kecil yaitu 0,54 mm
dan proses operasi hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk
kedua mata.
2) Kerugian
Mahalnya alat dan mempunyai efek samping sepert eritema (kemerahan),
hiperpigmentasi dan erosi (luka). Dalam kebanyakan kasus hal ini dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak perlu menghentikan perlakuan.
f. Laser asisted in situ interlamelar keratomilieusis (LASIK)
LASIK merupakan metode terbaru di dalam operasi mata. LASIK
direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada
LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome
21
untuk memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat
dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan
sinar laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup
kembali.
Syarat untuk dilakukan LASIK :
1) Umur telah lebih dari 18 tahun
2) Tidak mempunyai riwayat penyakit auto imun
3) Tidak sedang menyusui atau sedang hamil
4) Kacamata telah stabil ukurannya
g. Miopia diperbaiki tanpa pembedahan
Ada beberapa cara yang diduga dapat mengatasi miopia tanpa tindakan
pembedahan yang masih perlu mendapatkan pembuktian. Dikenal cara
orthokeratology (ortho = pendek, kerato). Dengan meletakkan lensa kontak
keras dan gas permiable pada permukaan kornea dapat dirubah atau ditekan
permukaan kornea sehingga rata yang akan mengurangkan miopia mata.
Orthokeratology efektif untuk miopia ringan sampai 2 dioptri. Untuk
mencegah kambuh maka pemakaian dapat dicoba sendiri oleh pasien.22
6. Pencegahan
Sejauh ini, hal yang dilakuka adalah mencegah kelainan anak atau
mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan
beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan
22
kacamata. Pencegahan lainnya adalah dengan melakukakn visual hygiene
berikut ini:
a. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk
1) Hal yang perlu diperhatikan adalah anak dibiasakan duduk dengan
posisi tegak sejak kecil.
2) Memegang alat tulis dengan benar.
3) Lakukan istirahat setiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca
atau menonton TV.
4) Batasi jam membaca.
5) Aturlah jarak baca yang tepat (30cm), dan gunakanlah penerangan yang
cukup.
6) Kalau memungkinkan untuk anak – anak diberikan kursi yang bisa
diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.
7) Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang
baik.
b. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau
melihat jauh dan deat secara bergantian dapat mencegah miopia.
c. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan
menunggu sampai ada gangguan pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak
awal, maka kelainan yang ada bisa menjadi permanen, misalnya bayi
premature harus terus dipantau selama 4-6 minggu pertama di ruang
incubator untuk melihat apakah ada tanda – tanda retinopati.
23
d. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan
konsultasi dengan dokter special mata anak supaya tidak terjadi juling.
Patuhi setiap perintah dokter dalam program rehabilitasi tersebut.
e. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensin vitamin A, ibu
hamil tetap perlu memperhatikan nutris, termasuk pasokan vitamin A
selama hamil.
f. Periksalah mata anak sendiri mungkin jika dalam keluarga ada yang
memakai kacamata. Untuk itu, pahami perkembangan kemampuan melihat
bayi.
g. Dengan mengenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang,
segeralah melakukan pemeriksaan.
h. Di sekolah, sebaiknya dilakukan skrining pada anak – anak.23
24
C. Kerangka Teori
Sumber :
- Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2014.
- Jones-Jordan LA, Sinnott LT, Manny RE, Cotter SA, Kleinstein
RN, Mutti DO, et all. Early Childhood Refractive Error and
Parenteral History of Miopia as Predictors of Miopia. Invest
Ophthalmol Vis Sci [Internet]. 2010 Jan [cited 2012 Jan 9] vol
51(1) :
Faktor Keturunan
(Internal)
Faktor Lingkungan
(Eksternal)
Faktor Internal
Genetik
(Keturunan)
Panjang bola mata
Usia
Jenis kelamin
Etnik.
Faktor Eksternal:
Pencahayaan saat
tidur
Aktivitas membaca
Pendidikan dan
penghasilan orang tua
Miopia:
- Miopia ringan : 1-3
dioptri
- Miopia sedang : 3-6
dioptri
- Miopia berat : lebih
besar dari 6 dioptri
25
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka
kerangka konsep pada penelitian ini adalah:
B. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Faktor Keturunan
2. Variabel terikat : Miopia
C. Definisi Operasional
1. Miopia
Definisi :Suatu penyakit mata yang berhubungan dengan
jarak pandang, yang menyulitkan penderita dalam melihat jauh.
Cara Ukur : Dilakukan pengukuran visus pada responden.
Alat Ukur : Snellen Chart
Skala : Kategorik
Kriteria Objektif : Normal = 6/6
Miopia = <6/6
2. Faktor Keturunan
Definisi : Bila mahasiswa mempunyai salah satu atau kedua
orang tua yang menderita rabun jauh (miopia)
FAKTOR
KETURUNAN
MIOPIA
26
Cara Ukur : Wawancara dalam bentuk pernyataan pada
kuisioner
Alat Ukur : Kuisioner
Skala : Kategorik
Kriteria Objektif :
- Ada : Salah satu atau kedua orang tua mengalami miopia
- Tidak Ada : Kedua orang tua tidak mengalami miopia
D. Hipotesis
1. Hipotesis Null (H0) : Tidak ada hubungan antara Faktor Keturunan dengan
Rabun Jauh (Miopia).
2. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara Faktor Keturunan dengan
Rabun Jauh (Miopia).
27
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang diambil adalah penelitian dekriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu dengan rancangan penelitian pengukuran
atau pengamatan yang dilakukan pada saat itu juga.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar. Penelitian ini dilaksanakan pada 10 Januari – 25
Februari 2016
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target adalah semua mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Populasi terjangkau adalah mahasiswa preklinik Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah yang mengalami miopia.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar. Dengan kriteria seleksi yaitu :
28
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau akan diteliti. Dalam penelitian ini, kriteria
inklusi dari responden, yaitu:
a) Responden menderita Miopia (Rabun Jauh) baik yang telah dikoreksi
maupun belum dikoreksi.
b) Responden yang memiliki salah satu orang tua yang menderita miopia
c) Responden bersedia menjadi subjek penelitian.
d) Tidak ada penyakit penyerta dari responden.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi
yang harus dikeluarkan dari studi penelitian karena berbagai sebab. Dalam
penelitian ini, kriteria eksklusi dari responden, yaitu:
a) Tidak hadir saat penelitian.
b) Responden yang mengundurkan diri dari penelitian
3. Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik non
random (non probabillity) sampling yaitu purposive sampling. Pengambilan
sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya.
29
4. Besar Sampel dan Rumus Besar Sampel
Rumus mencari besar sampel dalam penelitian ini adalah24
𝑛 = |(𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽√𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2)
𝑃1 − 𝑃2|
2
Diketahui:
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan.
Ζ𝛼2 = Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% jadi deviat baku alfa
1,96.
Ζ𝛽 = Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% jadi deviat baku beta
0,84
P = Proporsi rata-rata ((P1+P2)/2).
P1 = Proporsi pada kelompok yang merupakan judgemen peneliti.
P2 = Proporsi efek pada kelompok tanpa faktor resiko (dari pustaka)
P1 – P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna yaitu 0,2
Jadi,
𝑛 = |(1,96 √2𝑥0,1639𝑥0,836 + 0,84√0,263𝑥0,736 + 0,063𝑥0,936)
0,263 − 0,063|
2
𝑛 = |(1,96 √0,274 + 0,84√0,1942 + 0,0598)
0,2|
2
𝑛 = |(1,96 𝑥 0,523 + 0,84 𝑥 0,5)
0,2|
2
30
𝑛 = |(1,025 + 0,423)
0,2|
2
𝑛 = |1,44
0,2|
2
𝑛 = |7,2|2
𝑛 = 52
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan.
Ζ𝛼2 = Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% jadi deviat baku alfa
1,96
Ζ𝛽 = Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% jadi deviat baku beta
0,84.
P = Proporsi rata-rata ((P1+P2)/2); 0,2639 + 0,0639 / 2 = 0,1639
P1 = P2 + 0,2 = 0.0639 + 0,2 = 0,2639
P2 = 0,0639 (penelitian sebelumnya)6
P1 – P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna yaitu sebesar
0,2
Q = 1 – P = 1 – 0,1639 = 0,8361
Q1 =1 – P1 = 1 – 0,2639 = 0,7361
Q2 = 1 – P2= 1 – 0,0639 = 0,9361
Jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
sebanyak 52 orang yang berasal dari mahasiswa preklinik yang mengalami
31
miopia di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
angkatan 2012-2015.
D. Rencana Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Adapun
analisis yang akan dilakukan meliputi:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendiskripsikan karakteristik dari
variabel penelitian. Hasil analisis dari masing-masing variabel kemudian
dimasukan ke tabel distribusi frekwensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan diantara dua
variabel. Dalam penelitian ini akan dibandingkan distribusi silang antara
kedua variabel yang berhubungan. Kemudian akan dilakukan uji statistik
untuk menyimpulkan hubungan antara kedua variabel tersebut bermakna atau
tidak. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji chisquare
(x2) jika memenuhi syarat yaitu tidak ada sel yang nilai observed yang
bernilai nol dan tidak ada sel yang mempunyai nilai yang expected kurang
dari 5. Jika tidak memenuhi syarat maka akan dilakukan uji Fisher.
32
E. Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Data yang
dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran visus
dan memberikan kuisioner kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Teknik Pengolahan Data
Pengelolahan dilakukan setelah pencatatan data hasil lembar pengisian
yang dibubuhkan ke dalam tabel dan analisa data yang dilakukan dengan cara
analisis univariat dengan tujuan melihat gambar distribusi frekuensi dan
proporsi dari variable independen dan dependen dan analisis bivariat
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel. Metode
statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan hubungan antar
variabel kategorik maka dilakukan uji chi square (X2). Syarat untuk uji
square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang 5 maksimal 20 %
dari jumlah se. Jika syarat uji Chi square tidak terpenuhi maka uji
alternatifnya adalah uji fisher. Untuk melihat kejelasan tentang dinamika
hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat melalui nilai Odds Ratio
(OR). Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan α ( P alpha )
sebesar 10% dengan catatan jika p <0,05 ( p value ≤ p alpha ) maka H0 di
tolak ( ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat) sedangkan bila p >
33
0,05 maka H0 diterima ( tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan
terikat) sedangkan untuk mengetahui besarnya faktor resiko maka digunakan
OR.
3. Penyajian Data
Data yang telah dimasukkan, dijelaskan dalam bentuk tabel dan dalam
bentuk narasi untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk table dengan
rumus chi square menggunakan program SPSS ( Statistical Product and
Service Solution ) versi 21, Microsoft Office Word 2007, dan Microsoft
Excel 2007.
F. Etika Penelitian
Penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan etika penelitian menurut
Notoadmodjo yang meliputi:
1. Informed Consent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan menggunakan lembar persetujuan (informed concent).
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Seluruh sampel telah mendapat
informed consent yang ditunjukkan dengan telah jika menandatangani
lembar persetujuan.25
34
2. Anonim (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara peneliti
tidak memberikan nama responden pada data penelitian.25
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.25
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang berada di
negara Indonesia yang beribukota di Makassar. Terletak antara 0°12- 8° Lintang
Selatan dan 116°48-122°36 Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi
Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di sebelah
timur, batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan
Laut Flores. Terdapat kurang lebih 123 Universitas di Provinsi Sulawesi Selatan
yang tersebar disetiap kabupaten/kota. Satu diantaranya yang dijadikan sebagai
tempat lokasi penelitian ini yaitu Universitas Muhammadiyah Makassar
(Unismuh).
Unismuh Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tiga kampus yaitu
kampus II Unismuh Makassar yang beralamat di Jl. Letjen Andi Mapaoddang
No.17 Makassar, kampus III Unismuh Makassar yang beralamat jalan Ranggong
Dg Romo No.21 Makassar, dan kampus pusat Unismuh Makassar yang beralamat
di Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.
Unismuh Makassar memiliki 8 fakultas dan 4 program pasca sarjana yang
terdiri dari 27 program studi. Satu diantaranya yang dijadikan sebagai tempat
pengambilan sampel penelitian ini yaitu Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar
(FK Unismuh Makassar) yang terletak di gebung F Unismuh Makassar.
36
Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar merupakan satu dari tiga fakultas
kedokteran yang ada di Makassar. Program Studi strata S-1 Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Unismuh ini berdiri pada sejak tahun 2008, yang dirancang
melalui pemikiran yang cermat untuk dapat menghasilkan para dokter yang
berkualitas dan berdedikasi tinggi, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
B. Gambaran Umum Populasi/ Sampel
Telah dilakukan penelitian tentang hubungan faktor keturunan terhadap
kejadian rabun jauh (Miopia) di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar dari bulan November 2015 sampai Maret 2016. Responden yang dipilih
menjadi sampel adalah mahasiswa-mahasiswi angkatan 2012-2015 Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar dan telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Adapun jumlah sampel yang diperoleh adalah 79 orang.
Data dikumpulkan melalui pengukuran visus dan pengisian kuisioner. Setelah
data terkumpul, selanjutnya tersebut disusun dalam tabel induk (master tabel)
dengan menggunakan program komputerisasi yaitu Microsoft Excel. Dari tabel
induk tersebutlah kemudian data dipindahkan dan diolah menggunakan program
SPSS 21.0 for windows dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
maupun tabel silang (Cross-tabs).
37
C. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel dan hasil penelitian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi
dan persentase dari setiap variabel yang diteliti.
1. Angkatan
Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan
Angkatan N %
2012
2013
2014
2015
25
14
20
20
31,6
17,7
25,3
25,3
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 1.1 distribusi responden berdasarkan angkatan didapatkan
hasil. Angkatan 2012 sebanyak 25 orang (31,7%), angkatan 2013 sebanyak 14
orang (17,7%), angkatan 2014 sebanyak 20 orang (25,3%), dan angkatan 2015
sebanyak 20 orang (25,3%) dengan total responden sebanyak 79 orang.
2. Jenis Kelamin
Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
L
P
21
58
26,6
73,4
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
38
Berdasarkan Tabel 1.2 distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
didapatkan hasil. Jenis kelamin laki-laki berjumlah 21 orang (26,6%) dan jenis
kelamin perempuan berjumlah 58 orang (73,4%).
3. Umur
Tabel 1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur (Tahun) N %
16
17
18
19
20
21
22
23
1
3
9
17
11
22
13
3
1,3
3,8
11,4
21,5
13,9
27,8
16,5
3,8
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 1.3 distribusi responden berdasarkan umur didapatkan
hasil. Jumlah responden yang berumur 16 tahun sebanyak 1 orang (1,3%),
responden yang berumur 17 tahun sebanyak 3 orang (3,8%), responden yang
berumur 18 tahun sebanyak 9 orang (11,4%), responden yang berumur 19 tahun
sebanyak 17 orang (21,5%), responden yang berumur 20 tahun sebanyak 11 orang
(13,9%), responden yang berumur 21 tahun sebanyak 22 orang (27,8), responden
yang berumur 22 tahun sebanyak 13 orang (16,5%), dan responden yang berumur
23 tahun sebanyak 3 orang (3,8%).
39
4. Visus
Tabel 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Visus
Visus N %
Miopia
Normal
53
26
67,1
32,9
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan Tabel 1.4 distribusi responden berdasarkan visus didapatkan hasil.
Jumlah responden yang visus normal sebanyak 26 orang (32,9%) dan responden
yang mengalami miopia sebanyak 53 orang (67,1%).
5. Faktor Keturunan
Tabel 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Keturunan
Faktor Keturunan N %
Ada
Tidak Ada
53
26
67,1
32,9
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 1.5 distribusi responden berdasarkan faktor keturunan
didapatkan hasil. Jumlah responden yang ada faktor keturunan sebanyak 53 orang
(67,1%) dan jumlah responden yang tidak ada faktor keturunan sebanyak 26 orang
(32,9%).
40
6. Kategori Miopia
Tabel 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Miopia
Kategori Miopia N %
Normal
Ringan
Sedang
Berat
26
50
2
1
32,9
63,3
2,5
1,3
Total 79 100,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 1.6 distribusi responden berdasarkan kategori miopia
didapatkan hasil, jumlah responden yang masuk dalam kategori normal sebanyak
26 orang (32,9%), jumlah responden yang masuk dalam kategori ringan sebanyak
50 orang (63,3%), jumlah responden yang masuk dalam kategori sedang sebanyak
2 orang (2,5%), dan jumlah responden yang masuk dalam kategori berat sebanyak
1 orang (1,3%).
D. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Dimana sebelum dilakukan pengujian,
setiap variabel yang diuji dikategorikan agar lebih memudahkan dalam proses
pengujian hipotesis nantinya. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji
Chi-Square.
41
1. Hubungan antara Faktor Keturunan dan Miopia
Tabel 1.7 Hubungan antara Faktor Keturunan dan Miopia
Faktor
Keturunan
Visus Total P
Value
Odd Ratio
(Baik/Kurang)
CI Normal Miopia
N % N % N %
Tidak Ada 17 65.4 9 17,0 26 100,0
0,000
9,235
(3,135-27,200) Ada 9 34,6 44 83,0 53 100,0
Total 26 100,0 53 100,0 79 100,0
Berdasarkan data diatas reponden yang mengalami miopia dan ada faktor
keturunan sebanyak 44 orang, sedangkan responden yang normal dan ada faktor
keturunan sebanyak 9 orang dengan total responden yang ada faktor keturunan
sebanyak 53 orang. Responden yang mengalami miopia dan tidak ada faktor
keturunan sebanyak 9 orang, sedangkan responden yang normal dan tidak ada
faktor keturunan sebanyak 17 orang. Adapun nilai odd ratio adalah 9,23 artinya
yang ada faktor keturunan memiliki 9 kali terhadap kejadian rabun jauh (Miopia).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh analisa hubungan faktor keturunan
dengan miopia berdasarkan tabel hasil uji statistika dengan nilai Chi-Square
diperoleh nilai P = 0,000 <(α = 0,05) yang artinya Hipotesis Null (H0) ditolak dan
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima dimana terdapat hubungan yang bermakna
antara faktor keturunan dan miopia.
42
BAB VI
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan faktor keturunan dengan
kejadian miopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dari data yang diperoleh didapatkan sebanyak 79
responden yang dikumpulkan dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar yang bersedia mengisi kuisioner. Pengumpulan data
dimulai dibulan Januari-Febaruari 2016. Berdasarkan karakteristik umum yang
dilakukan adalah berdasarkan riwayat dari orang tua yang menderita miopia.
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat dengan menggunakan test kemaknaan berupa uji Chi-Square
dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui hubungan faktor keturunan dengan penyakit miopia. Pengujian
hipotesis penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Pengujian data penelitian
menggunakan bantuan program SPSS versi 21.00 for Windows diperoleh hasil
analsis sebagai berikut:
A. Responden yang Menderita Miopia Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar dari objek pada jarak tak terhingga akan
berkonvergensi dan berfokus (dibiaskan pada suatu titik) di depan retina pada
mata tanpa akomodasi sehingga menghasilkan bayangan yang tidak focus. Miopia
43
merupakan besarnya panjang bola mata anteroposterior atau kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat.2
Dari sampel yang berjumlah 79 orang, 53 responden yang mengalami miopia
dan 26 responden yang tidak mengalami miopia. Mahasiswa kedokteran
cenderung mengalami miopia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
Universitas National Singapura menunjukkan bahwa 89,8% mahasiswa
kedokteran tahun kedua mengalami miopia.26,27 Penelitian lain di Fakultas
Kedokteran Grant, Norwegia, juga menunjukkan bahwa 78% mahasiswa
kedokteran tahun pertama mengalami miopia. Mahasiswa kedokteran cenderung
mengalami miopia.
B. Responden Berdasarkan Kategori Miopia pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Berdasarkan tabel 1.6 distribusi responden berdasarkan kategori miopia,
didapatkan persentasi miopia kategori ringan paling banyak ditemukan pada
mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiya Makassar. Hal ini sejalan
dengan penelitian Mohd Redzuan Bin Norazlan FK USU yaitu responden miopia
yang mempunyai tingkat keparahan miopia ringan mempunyai persentase
tertinggi yaitu 72,9% (38 dari 48 responden).26
C. Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Miopia pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Responden yang mengalami miopia dengan riwayat keluarga lebih cenderung
mengalami miopia dari pada mahasiswa yang tidak mempunyai riwayat miopia.
Didapatkan hasil mahasiswa yang mengalami miopia dan ada faktor keturunan
44
sebanyak 44 orang, sedangkan responden yang normal dan ada faktor keturunan
sebanyak 9 orang dengan total responden yang ada faktor keturunan sebanyak 53
orang. Responden yang mengalami miopia dan tidak ada faktor keturunan
sebanyak 9 orang, sedangkan responden yang normal dan tidak ada faktor
keturunan sebanyak 17 orang.
Hal diatas tersebut sejalan dalam sebuah penelitian tentang orang tua yang
mempunyai sumbu bola mata yang lebih panjang dari normal akan melahirkan
keturunan yang memiliki sumbu bola mata yang lebih panjang dari normal pula.
Anak dengan kedua orang tua menderita miopia akan lebih beresiko menderita
miopi dibanding anak dengan salah satu orang tua menderita miopia atau kedua
orang tua tanpa miopia.26,27
Penelitian lain di Australia terhadap anak kembar yang mengalami miopia juga
menunjukkan 50% faktor genetik mempengaruhi pemanjangan aksis bola
mata.25,27 Hanya 6-15% dari anak-anak yang menderita miopia berasal dari orang
tua yang tidak menderita miopia. Dalam suatu keluarga dengan salah satu orang
tua menderita miopia, 23-40% anak-anaknya menjadi miopia. Jika kedua orang
tuanya menderita miopia, angka ini meningkat rata-rata menjadi 33-60% dimana
anak-anak mereka menderita miopia. Pada suatu penelitian di Amerika didapatkan
bila pada kedua orang tua menderita miopia memiliki kemungkinan 6 kali lebih
anak-anak mereka akan menderita miopia dibandingkan dengan salah satu orang
tua yang menderita miopia atau tidak sama sekali orang tuanya menderita
miopia.29,30
45
Miopia dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau karena
indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik, namun faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin, dan
membaca serta bekerja terlalu dekat dan waktu lama dapat menyebabkan miopia.
Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, katarak jenis
tertentu, obat anti hipertensi serta obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi
refraksi dan lensa yang dapat menimbulkan miopia.26.28
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang
kemungkinan genetik menderita miopia tinggi pada 2 generasi terakhir didapatkan
hasil bahwa lokus autosomal dominan yang berkaitan dengan miopia tinggi adalah
18p.27 Dari penelitian lain juga didapatkan bahwa orang yang mempunyai
polimorfisme gen PAX6 akan mengalami miopia yang ektrim (>10 D), sedangkan
orang yang tidak mempunyai gen ini hanya akan mengalami miopia tinggi (6-10
D) dengan sampel yang merupakan mahasiswa kedokteran tahun pertama di
Universitas Kedokteran Chung Shan, Taiwan.28 Patology lain pada miopia juga
mendindikasikan bahwa terdapat pada autosomal dominan pada gen 18p11.31 dan
12p2123.31
46
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai keterbatasan dalam
melakukan penelitian ini. Adapun beberapa keterbatasan penelitian yang ada
sebagai berikut:
1. Keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti
Masih banyak faktor lain yang berhubungan dengan kejadian miopia, namun
karena kemampuan peneliti terbatas dalam hal waktu, tenaga, dan kemampuan
analisi data yang masih kurang maka peneliti hanya memiliki sedikit variabel
dalam penelitian ini.
2. Keterbatasan pengumpulan sampel
Dalam hal melakukan koreksi visus dan pengisian kuisioner, kemungkinan
responden memberikan jawaban yang tidak valid.
3. Keterbatasan Alat
Dalam melakukan penelitian ini, alat yang digunakan sangat terbatas sehingga
hasil pengukuran dari visus responden kemungkinan tidak valid.
47
BAB VII
TINJAUAN KEISLAMAN
Allah SWT menjadikan ciptaannya tidak terlepas dari fungsi dan gunanya.
sehingga tidak mungkin jik Allah menciptakan sesuatu tanpa ada fungsi dan
gunanya. Begitu pun dengan potensi yang berupa alat indera, dimulai dari
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap dan peraba. Ketika manusia lahir
ke alam dunia ini, dia tidak bisa langsung melihat dan merasakan bagaimana
hidup di alam dunia ini. Sehingga dengan keterbatasan indera itulah manusia
pertama kali menggunakan potensinya yang merupakan alat pendengaran. Dengan
pendengaran inilah manusia bisa mendengar suara-suara, terutama suara ibunya
yang begitu suka didengarnya. Setalah menggunakan pendengaran Allah
melengkapinya dengan indera penglihatan dan perasaan, setelah itu Allah pun
memberikan kesempurnaan pada manusia, berupa alat indera lainnya, seperti
indera pengecap, indera penciuman, dan indera peraba. Semua kesempurnaan itu
diberikan kepada manusia yang bertujuan supaya manusia menjadi mahkluk yang
bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya.32 Hal ini sesuai dengan Al-Qura’an
pada surah An-Nahl ayat 78 :
48
Terjemahannya :
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberikan kalian pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kalian bersyukur.”
Makna dari “Dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati,”
adalah bahwa pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan perangkat untuk
menerima pengetahuan. Pengetahuan yang akan masuk kepada manusia, maka
akan melalui salah satu dari tiga anggota tersebut. Jika potensi pendengaran,
penglihatan, dan hati saling berkesinambungan, maka akan lahir ilmu
pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada manusia, yang akan membawa
manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendengaran berfungsi sebagai
pemelihara ilmu pengetahuan yang telah ditemukan oleh orang lain, penglihatan
memiliki fungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menambahkan
hasil-hasil penelitian dan pengkajian terhadapnya, serta hati bertugas
membersihkan ilmu pengetahuan dari segala noda dan kotorannya.32,35
Q.S. Al-Mulk ayat 23:
49
Terjemahannya :
“Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.”
Maksud dari ayat di atas, Allah menciptakan manusia setelah sebelumnya
adalah sesuatu yang tidak ada. Kemudian setelah itu, memberikan alat indera yang
semuanya digunakan untuk berpikir dan mengetahui. Namun sayangnya, sangat
sedikit sekali ketiga nikmat tadi digunakan untuk melaksanakan ketaatan,
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ayat tersebut menunjukkan
bahwa wajib bagi setiap hamba untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allah
berikan, baik nikmat pendengaran, penglihatan dan hati. Syukur ini diwujudkan
dalam iman dan ketaatan kepada Allah.33
Kehidupan ini adalah amanah dan tubuh kita pun adalah amanah, setiap
amanah yang diberikan adalah tanggung jawab kita untuk memeliharanya dengan
baik dan menggunakannya juga di jalan yang baik untuk kebaikan diri dan
sekitarnya. Suatu saat nanti amanah ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh
Sang Pemberi amanah, apakah disyukuri dan digunakan untuk kemaslahatan
ataukah diingkari. Seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat
36:
50
Terjemahannya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.”
Ayat ini memerintahkan untuk melakukan apa yang telah Allah perintahkan
dan hindari apa yang tidak sejalan dengannya, dan janganlah engkau mengikuti
apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang
engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang engkau tidak tahu atau
mengaku mendengar apa yang engkau tidak dengar. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati merupakan alat pengetahuan yang nantinya dimintai
pertanggungjawaban dari apa yang dilakukan oleh pemiliknya.34
Janganlah kalian ikuti, hai manusia, perkataan atau perbuatan yang kamu tidak
ketahui. Jangan kamu ucapkan, "Aku telah mendengar," padahal sebenarnya kamu
tidak mendengar; atau "Aku telah mengetahui," padahal kamu tidak mengetahui.
Sesungguhnya, pada hari kiamat, nikmat yang berupa pendengaran, penglihatan
dan hati akan dimintai pertanggungjawaban dari pemiliknya atas apa-apa yang
telah diperbuatnya (Tafsir Quraish Shihab).36
(Dan janganlah kamu mengikuti) menuruti (apa yang kami tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati) yakni
kalbu (semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya) pemiliknya akan
dimintai pertanggungjawabannya, yaitu apakah yang diperbuat dengannya?
(Tafsir Jalalayn) .36
51
Adapun faktor yang mempengaruhi kejadian miopia (rabun jauh) yakni faktor
internal dan faktor ekternal. Kita dapat menekan atau meminimalisir faktor
eksternal akan tetapi, faktor internal ini kita tidak dapat antisipasi sesuai dengan
apa yang ada di literatur dan referensi yang penulis baca. Jika terdapat faktor
keturunan atau gen pembawa sifat miopia (rabun jauh) ini maka sesuai dengan
ilmu pengetahuan miopia (rabun jauh) itu akan terjadi. Faktor keturunan atau gen
pembawa sifat miopia ini merupakan takdir Allah SWT sesuai dengan yang
diterangkan dalam Al-Qur`an Surah Al- Isra` Ayat 58:
Terjemahannya:
“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami
membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan
azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh
Mahfuzh).”
Makna dari ayat diatas ialah (Dan tak ada) tiada (suatu negeri pun) yang
dimaksud adalah penduduknya (melainkan Kami membinasakannya sebelum hari
kiamat) dengan mematikan mereka (atau Kami mengazabnya dengan azab yang
sangat keras) dengan cara membunuhnya atau dengan cara yang lain. (Adalah
52
yang demikian itu di dalam kitab) di Lauh Mahfuzh (telah tertulis) telah tertera di
dalamnya. (Tafsir Jalalayn) .36
Ketentuan Kami telah berlaku, yaitu bahwa Kami akan memusnahkan setiap
kampung yang semua penghuninya zalim atau menyiksa penduduknya secara
kejam dengan membunuh atau lainnya. Oleh karena itu kamu hendaknya berhati-
hati. Ketetapan takdir Kami itu benar-benar telah berlaku dan tertulis dalam buku
Kami. (Tafsir Quraish Shihab)36
Sedangkan dari dalil dari As Sunnah, yakni sabda Rasulullah Saw. HR.
Muslim 2653.
Artinya:
“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi”
Makna dari hadist ini ialah bahwa Allah Ta’ala telah menulis dalam lauhul
mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun
yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.37
53
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar
1. Kategori Miopia yang paling banyak ditemukan adalah miopia kategori
ringan.
2. Jenis kelamin perempuan cenderung mengalami miopia dibanding laki-
laki
3. Faktor keturunan berpengaruh besar terhadap kejadian miopia. Anak yang
memiliki kedua orang tua mengalami miopia mempunyai resiko lebih
besar menderita miopia dari pada anak tanpa ada riwayat orang tua pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Kejadian Rabun Jauh (Miopia) yang berkaitan Faktor keturunan
merupakan takdir Allah SWT.
B. Saran
1. Bagi instansi (Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar)
Melakukan penanganan dan deteksi dini terhadap mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar yang menderita miopia
54
serta melakukan penyuluhan tentang bahaya miopia. Sehingga mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar dapat
melakukan koreksi pada matanya sehingga tidak menggangu aktivitas
sehari-hari.
2. Bagi responden
1) Meningkatkan pengetahuan tentang miopia serta faktor resiko
terjadinya miopia. Mahasiswa yang merasa penglihatan sudah
kabur segera periksakan mata anda di dokter mata. Apabila
terdiagnosis harus menggunakan segera terapi dengan kacamata
untuk mencegah minus yang terlalu berat. Faktor keturunan
cenderung tidak dapat dihindari. Walaupun demikian hal yang
dilakukan adalah mencegah agar miopia tidak sampai menjadi
parah dengan menghindari faktor resiko seperti: mengubah
kebiasaan buruk, misalnya batasi jam membaca, mengatur jarak
baca yang tepat (30 cm), dan menggunakan penerangan yang
cukup dan hindari membaca dengan posisi tidur atau tengkurap.
2) Bagi responden yang mengalami rabun jauh (Miopia) kita tidak
boleh berkecil hati atas apa yang telah Allah SWT berikan, akan
tetapi sebaiknya kita harus mensyukuri atas nikmat penglihatan
yang telah Allah SWT berikan.
55
3. Bagi peneliti
Peneliti selanjutnya diharapkan agar mencari sampel yang lebih besar agar
lebih banyak informasi dan pengetahuan yang didapatkan mengenai
miopia. Peneliti juga diharapkan mencari penelitian dengan variabel yang
berbeda yang menyebabkan miopia, sehingga memperbanyak kepustakaan
yang ada.
56
Daftar Pustaka
1. Faizal, Edi. Case Based Reasoning Diagnosis Penyakit Mata. Yogyakarta.
2012.
2. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2014.
3. Holden, Brien A., Resnikof, Serge. The Role of Optometry in Vision
2020. London. 2002.
4. BPPK Kementerian Kesehatan RI . Riset Kesehatan Dasar. 2013.
5. Tiharyo, Imam., Dkk. Pertambahan Miopia Pada Anak Sekolah Dasar
Daerah Perkotaan dan Perdesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008.
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM/ RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
Yogyakarta.
6. Saw, SM., Nieto, FJ., Dkk. Factors related to the progression of myopia in
Singapore children. Optom Vis Sci. Singapore. 2000.
7. Saw, SM., Husain, R., Dkk. Cause of low vision and blindness in rural
Indonesia British Journal of Opthalmology. 2003.
8. Mutti, DO., Dkk. Parental, Myopia, Nearwork, School achievement and
Children`s Refractive Error. Investigative Opthalmology and Visual
Sciene. 2002.
9. Midelfart, A., Hjertnes, S. Myopia Among Medical Students in Norway
Invest Opthalmology Vsi Sci. 2005.
10. Vaughan DG., Asbury T., Riordan, Eva P. Oftalmologi Umum ED. 14.
Jakarta : Widya Medika. 2000.
11. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. New York: Blackwell Publishing. 2008.
12. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta: EGC.
2012.
13. Guyton, AC,. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. XI. Jakarta :
EGC. 2008.
14. Spraul, CW., Lang, GK. Optics and Refractive errors. New York: Thieme.
2000.
15. Jones-Jordan LA, Sinnott LT, Manny RE, Cotter SA, Kleinstein RN, Mutti
DO, et all. Early Childhood Refractive Error and Parenteral History of
Miopia as Predictors of Miopia. Invest Ophthalmol Vis Sci [Internet].
2010 Jan [cited 2012 Jan 9] vol 51(1) :
16. Alexander AB. Genetics of miopia [abstract] Oman J
Ophthalmol.[internet]. 2011 May-Aug [cited 2013 May 1]. Vol 4(2): 49.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160068/
17. Klein AP., Duggal P., Lee KE., Cheng CY., Klein R., Bailey-Wilson JE.,
Klein BE. Linkage Analysis Of Quantitative Refraction And Refractive
Errors In The Beaver Dam Eye Study [abstact]. Invest Ophthalmol Vis Sci
[internet]. 2011 Jul [cited 2013 May 1] vol 13;52(8):5220-5. Available
from: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21571680
18. Taylor D., Hyot CS. Pediatric Ophtalmology and Strabismus Theory and
Practice Ed. 3. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2005.
57
19. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refraksi Dan Kacamata Edisi Kedua. Jakarta:
Balai penerbit FKUI. 2006.
20. Hamdanah, H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit
Mata RSU Dr. Soutomo. Surabaya: RSU Dr.Soetomo. 2006.
21. Ilyas, Sidarta. Dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto. 2010.
22. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
23. Hasibuan, Fatika Sari. Hubungan Faktor Keturunan, Lamanya Bekerja
Jarak Dekat, Dengan Miopia Pada Mahasiswa FK USU. Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.
24. Dahlan, Sopiyuddin. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian
Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto. 2012.
25. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2012 26. Hutauruk, Mona R. Gambaran Pengetahuan Siswa-Siswi SMA tentang
Miopia. Dalam www.repository.usu,ac.id (akses tanggal 15 Februari
2016). 2009.
27. Sidarta, Ilyas., Tanzil, Muzakkir,. Dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2003.
28. Hasibuan, Fisika Sari. Hubungan Faktor Keturunan dan Lama Bekerja
Jarak Dekat dengan Miopia. Dalam www.repository.usu.ac.id (diakses
tanggal 15 Februari 2016). 2009.
29. Sidarta, Ilyas., Dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: CV. SagungSeto. 2002.
30. Godam. Hal Umum Penyebab Mata Menjadi Rabun Jauh Miopia Mata
Minus. Dalam http://organisasi.or.com (diakses tanggal 16 Februari 2016).
2009.
31. Nema, HV., Nema, Nitin. Textbook of Ophthalmology. New Dehli :
Jaypee Brothers Medical Publishers. 2008.
32. Arasy, Habib. Potensi Manusia Sebagai Ragam Alat Indera Untuk
Memperhatikan Ayat-Ayat Allah (QS. An-Nahl:78). [skripsi]. 2011.
33. Tuasikal, Muh. Abduh. Keutamaan dan Faedah Surah Al-Mulk.
34. Nurdin, Ali. Akar Komunikasi Dalam Al-Qur’an (Studi Tematik Dimensi
Komunikasi Dalam Al-Qur’an). Surabaya: UIN Sunan Ampel. 2014.
35. Muhsin, Ali. Potensi Pembelajaran Fisik Dan Psikis Dalam Al-Qur’an
Surat An-Nahl : 78 (Kajian Tafsir Pendidikan Islam). Jombang: Unipdu.
36. Tafsir Al-Qur`an . http://tafsirq.com/17-al-isra/ayat-36#tafsir-quraish-
shihab (diakses tanggal 4 Mei 2016). 2016.
37. Adika Mianoki, Abu ‘Athifah. Memahami Takdir Dengan Benar. Dalam
www.muslim.or.id (diakses tanggal 4 Mei 2016). 2010.
Crosstabs
Notes
Output Created 15-FEB-2016 11:49:51
Comments
Input
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 79
Missing Value Handling
Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used
Statistics for each table are based on all the
cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
Syntax
CROSSTABS
/TABLES=VAR00002 BY VAR00003
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Resources
Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,02
Dimensions Requested 2
Cells Available 174734
[DataSet1]
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Faktor Keturunan * Visus 79 100,0% 0 0,0% 79 100,0%
Faktor Keturunan * Visus Crosstabulation
Visus Total
Miopi Normal
Faktor Keturunan
Ada
Count 44 9 53
Expected Count 35,6 17,4 53,0
% within Visus 83,0% 34,6% 67,1%
Tidak Ada
Count 9 17 26
Expected Count 17,4 8,6 26,0
% within Visus 17,0% 65,4% 32,9%
Total
Count 53 26 79
Expected Count 53,0 26,0 79,0
% within Visus 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 18,509a 1 ,000
Continuity Correctionb 16,382 1 ,000
Likelihood Ratio 18,267 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,56.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Faktor
Keturunan (Ada / Tidak Ada)
9,235 3,135 27,200
For cohort Visus = Miopi 2,398 1,395 4,124
For cohort Visus = Normal ,260 ,135 ,501
N of Valid Cases 79
Lampiran Data SPSS Frequencies
Notes
Output Created 15-FEB-2016 11:43:36
Comments
Input
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 79
Missing Value Handling
Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data.
Syntax
FREQUENCIES VARIABLES=VAR00002
VAR00003 VAR00007 VAR00008
VAR00009
/ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,02
[DataSet1]
Statistics
Faktor Keturunan Visus Umur Jenis Kelamin Angkatan
N Valid 79 79 79 79 79
Missing 0 0 0 0 0
Frequency Table
Faktor Keturunan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ada 53 67,1 67,1 67,1
Tidak Ada 26 32,9 32,9 100,0
Total 79 100,0 100,0
Visus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Miopi 53 67,1 67,1 67,1
Normal 26 32,9 32,9 100,0
Total 79 100,0 100,0
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
16,00 1 1,3 1,3 1,3
17,00 3 3,8 3,8 5,1
18,00 9 11,4 11,4 16,5
19,00 17 21,5 21,5 38,0
20,00 11 13,9 13,9 51,9
21,00 22 27,8 27,8 79,7
22,00 13 16,5 16,5 96,2
23,00 3 3,8 3,8 100,0
Total 79 100,0 100,0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
L 21 26,6 26,6 26,6
P 58 73,4 73,4 100,0
Total 79 100,0 100,0
Angkatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
2012,00 25 31,6 31,6 31,6
2013,00 14 17,7 17,7 49,4
2014,00 20 25,3 25,3 74,7
2015,00 20 25,3 25,3 100,0
Total 79 100,0 100,0
Kategori Miopia
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Normal
Ringan
Valid Sedang
Berat
Total
26
50
2
1
79
32,9
63,3
2,5
1,3
100,0
32,9
63,3
2,5
1,3
100,0
45,2
63,3
4,5
100,0
KUISIONER
Penelitian hubungan faktor keturunan terhadap kejadian rabun jauh (Miopia) di
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Initial Responden :
Tanggal Pengisian Kuisioner :
Usia :
NIM/Stambuk :
Berilah tanda silang pada jawaban yang anda pilih :
1. Apakah anda mengalami kelainan refraksi?
a. Ya
b. Tidak
2. Jenis kelainan refraksi apakah yang anda alami?
a. Miopia
b. Astigmatisme
c. Hipermetropi
3. Apakah orang tua anda berkaca mata?
a. Ya, ayah dan ibu
b. Ya, ayah atau ibu
c. Tidak
4. Jika ya, umur berapa orang tua anda pertama kali menggunakan kacamata?
Ayah: _________
Ibu : _________
5. Pada usia tersebut, untuk tujuan apa orang tua anda menggunakan
kacamata?
a. Melihat jauh
b. Melihat dekat
c. Melihat jauh dan melihat dekat
Berapa lama waktu yang anda habiskan untuk kegiatan dibawah ini dalam
seminggu?
a. Membaca pelajaran atau mengerjakan tugas perkuliahan _____ jam.
b. Membaca untuk hobi _____ jam.
c. Menonton TV _____ jam.
d. Menggunakan komputer _____ jam.
e. Berada diluar rumah (bukan untuk kegiatan perkuliahan) ______ jam.
NO. RESPONDEN FAKTOR KETURUNAN VISUS
1 NH ADA MIOPIA
2 WF ADA MIOPIA
3 DW ADA MIOPIA
4 NM ADA MIOPIA
5 WN ADA MIOPIA
6 IA ADA MIOPIA
7 REF ADA MIOPIA
8 VA ADA MIOPIA
9 MSS ADA MIOPIA
10 NHR ADA MIOPIA
11 MLZ ADA MIOPIA
12 DWI ADA MIOPIA
13 AS ADA MIOPIA
14 AG ADA MIOPIA
15 NZ ADA MIOPIA
16 AM ADA MIOPIA
17 A ADA MIOPIA
18 H ADA MIOPIA
19 FB ADA MIOPIA
20 FS ADA MIOPIA
21 FDM ADA MIOPIA
22 ASS ADA MIOPIA
23 AA ADA MIOPIA
24 NHH ADA MIOPIA
25 NL ADA MIOPIA
26 DHS ADA MIOPIA
27 MR ADA MIOPIA
28 SRA ADA MIOPIA
29 DAL ADA MIOPIA
30 AA ADA MIOPIA
31 RA ADA MIOPIA
32 AAA ADA MIOPIA
33 DA ADA MIOPIA
34 GA ADA MIOPIA
35 AHS ADA MIOPIA
36 II ADA MIOPIA
37 AT ADA MIOPIA
38 FAS ADA MIOPIA
39 MY ADA MIOPIA
40 IN ADA MIOPIA
41 DD ADA MIOPIA
42 DU ADA MIOPIA
43 AMM ADA MIOPIA
44 NCA ADA MIOPIA
45 MYI ADA NORMAL
46 KK ADA NORMAL
47 ER ADA NORMAL
48 RR ADA NORMAL
49 I ADA NORMAL
50 AL ADA NORMAL
51 AZ ADA NORMAL
52 AIL ADA NORMAL
53 IPS ADA NORMAL
54 ZA TIDAK ADA MIOPIA
55 AR TIDAK ADA MIOPIA
56 CD TIDAK ADA MIOPIA
57 MFA TIDAK ADA MIOPIA
58 PB TIDAK ADA MIOPIA
59 ZF TIDAK ADA MIOPIA
60 KQ TIDAK ADA MIOPIA
61 SC TIDAK ADA MIOPIA
62 VC TIDAK ADA MIOPIA
63 RN TIDAK ADA NORMAL
64 AD TIDAK ADA NORMAL
65 BG TIDAK ADA NORMAL
66 PA TIDAK ADA NORMAL
67 IG TIDAK ADA NORMAL
68 DF TIDAK ADA NORMAL
69 IK TIDAK ADA NORMAL
70 FDK TIDAK ADA NORMAL
71 HJ TIDAK ADA NORMAL
72 MB TIDAK ADA NORMAL
73 SF TIDAK ADA NORMAL
74 WI TIDAK ADA NORMAL
75 LM TIDAK ADA NORMAL
76 PI TIDAK ADA NORMAL
77 AE TIDAK ADA NORMAL
78 WR TIDAK ADA NORMAL
79 NT TIDAK ADA NORMAL