hubungan antara tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat dep
DESCRIPTION
freeTRANSCRIPT
-
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL
DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI
RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA
Oleh :
Neru Adi Putra
G1D010066
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
-
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan
atau kesarjanaan lain di perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali tertulis di acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Purwokerto, Februari 2014
Neru Adi Putra
NIM. G1D010066
-
iv
PERSEMBAHAN
Allah SWT, tempatku berlindung, tempat ku berkeluh, tempat ku memuja,tempat ku
berharap, tempat ku meminta.
Orang Tuaku,Bapak Satiman (alm) dan Ibu Rumini yang tak pernah lupa member
segala dukungan dan kasih sayang selama hidupku ini. Untuk adik ku tersayang Roy Dwi
Kuncoro. Keluargaku adalah alasanku untuk semangat, kekuatanku untuk berhasil.
Untuk Bapak Arif Setyo Upoyo dan bapak Yuli Dwi Hartanto, terimakasih atas
bimbingan, doa, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk Ibu Atyanti Isworo
selaku penguji terimakasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk
menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Ibu Lutfatul Latifah sebagai wakil komisi
skripsi.Terima kasih untuk semuanya...
Untuk teman-temanku 2010 yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan dukungan
selama kuliah. Untuk sahabat - sahabat terbaikku (Gembel Federation) terimakasih atas doa
dan semangat untukku. Untuk teman dekat ku terima kasih untuk doa dan motivasinya.
Terimakasih untuk keluarga besar FKIK Keperawatan UNSOED, dosen-dosen
keperawatan, bapendik, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku yang telah mengisihari-hariku.
-
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Neru Adi Putra
Tempat, tanggallahir : Banyumas, 6 Juli 1990
Alamat : Desa Tinggarjaya RT 01/ RW 12. Kec. Jatilawang. Kab.
Banyumas
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. SD N 2 Tinggarjaya
2. SMP N 1 Jatilawang
3. SMA N 1 Jatilawang
4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
Tahun Angkatan 2010
-
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Tingkat Depresi pada
Pasien Stroke Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ini dengan
baik dan lancar.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang mempunyai andil besar dalam pelaksanaan penelitian ini, ucapan
terima kasih peneliti sampaikan kepada:
1. Dr. Warsinah, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
2. Dr. Saryono, S.Kp., M,.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman.
3. Arif Setyo Upoyo, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing
pertama yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk bimbingan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
4. Yuli D. Hartanto, S.Kep. Ns selaku dosen pembimbing kedua yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bimbingan
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
5. Atyanti Isworo S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji
karya tulis ilmiah ini.
-
vii
6. Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang telah
memberikan izin penelitian.
7. Seluruh staf Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokterran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak
membantu dalam banyak hal yang berkaitan dengan karya tulis ini.
8. Ibunda tercinta Rumini, adik ku tersayang Roy Dwi Kuncoro, tidak ada
kata yang dapat mewakili ucapan rasa terima kasih dan syukurku atas
semua yang telah diberikan.
9. Terima kasih untuk Trisna Dwijayanti yang telah memberikan
semangat, dukungan, dalam proses pembuatan karya tulis ini.
10. Terima kasih juga atas semua bantuan dan dukungan dari teman-teman
seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan penelitian
ini, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran supaya penulisan karya tulis ilmiah
ini menjadi hasil yang lebih baik. Semoga penelitian ini mendapat ridho Alloh
SWT dan bermanfaat bagi kita semua
Purwokerto, Februari 2014
Neru Adi Putra
G1D010066
-
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN
TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI RSUD Dr. R.
GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA
Neru Adi Putra1, Arif Setyo Upoyo2, Yuli Dwi Hartanto3
Latar belakang : Stroke dapat menyebabkan gangguan neuropsikiatrik negatif
seperti depresi. Masalah tersebut sering muncul setelah serangan stroke yang
disebut dengan Post Stroke Depresion (PSD). Kejadian PSD bervariasi antara
20% - 60%. Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap mekanisme koping.
Seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi lebih mampu mengatasi
masalah hidup yang mengakibatkan depresi.
Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kecerdasan
spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke.
Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan Desember 2013 sampai
dengan Januari 2014. Populasi penelitian adalah pasien stroke di RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Teknik sampling penelitian adalah
Consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 60 Responden. Instrumen
penelitian menggunakan kuisioner kecerdasan spiritual dan instrumen Hamilthon
Rating Scale for Depresion. Analisis data menggunakan uji rank spearman
Hasil : Analisis menunjukan p = 0.000 dan koefisien korelasi (r) adalah 0,489.
Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan spiritual
dengan tingkat depresi pada pasien stroke.
Kata Kunci : Kecerdasan Spiritual, Depresi, Stroke.
-
ix
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN SPIRITUAL QUOTIENT AND
DEPRESSION POTENTIAL LEVEL OF STROKE PATIENTS IN RSUD
DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA
Neru Adi Putra1, Arif Setyo Upoyo2, Yuli Dwi Hartanto3
Background: Stroke can cause negative psychiatric disorder such of depression.
Post stroke depression ( PSD ) is a kind of depression which happened after a
stroke. The possibility of PSD occurs is between 20% up to 60%. The spiritual
quotient influences the coping mechanism. A person, who has high spiritual
quotient, will be more capable to solve their problems in life which are sometimes
caused depression.
Purpose: The aim of this research is to find out the relationship between the
spiritual quotient level and a depression level on stroke patients.
Method: This research used cross sectional method. The research was conducted
from December 2013 to January 2014. Population this research were stroke
patients in RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Sampling method
research was consecutive sampling with 60 respondents. The instruments used in
this research were spiritual quotient questionnaire and Hamilton Rating Scale
Instrument for Depression. Non parametric rank spearman was used to analyze the
data.
Results: The analysis show p = 0.000 and coefficient correlation ( r ) 0,489.
Conclusion: There is a significant correlation between spiritual quotient levels
with the depression potential level of the stoke patients.
Password: Spiritual quotient, Stroke, Depression.
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . i
HALAMAN PENGESAHAN. .. ii
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN . iii
PERSEMBAHAN.. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP v
PRAKATA vi
ABSTRAK.. viii
DAFTAR ISI. x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN . xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumuasan Masalah. 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian.. 6
E. Keaslian Penelitian. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 9
1. Stroke ... 9
-
xi
a. Pengertian Stroke .. 9
b. Klasifikasi Stroke .. 10
c. Faktor Risiko Stroke .. 11
d. Etiologi ..................... 12
e. Patofisiologi ... 12
f. Tanda dan Gejala .. 14
g. Pemeriksaan Diagnostik 15
h. Penalataksanaan Medis . 17
i. Komplikasi 19
2. Depresi.. 21
a. Definisi Depresi . 21
b. Faktor Penyebab Depresi ... 22
c. Depresi Pada Pasien Stroke ... 24
d. Gambaran Klinis Depresi Post Stroke 25
e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Depresi Post Stroke 26
3. Kecerdasan Spiritual. 29
a. Definisi Kecerdasan Spiritual .... 29
b. Faktor faktor Kecerdasan Spiritual 31
c. Kriteria Orang Memiliki Kecerdasan Spiritual.. 32
d. Manfaat Kecerdasan Spiritual 33
B. Kerangka Teori . 34
C. Kerangka Konsep 35
D. Hipotesis 36
-
xii
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .. 37
B. Populasi dan Sampel . 37
C. Variabel Penelitian . 39
D. Definisi Oprasional ... 41
E. Instrumen Penelitian 41
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen . 43
G. Langkah - Langkah Penelitian .. 44
H. Pengolahan dan Analisa Data ... 45
I. Etika Penelitian .. 48
J. Jadwal Kegiatan Penelitian. 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 50
B. Pembahasan. 55
C. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian. 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.. 71
B. Saran 72
DAFTAR PUSTAKA..
LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional 41
3.2 Jenis item pertanyaan... 42
3.3 Interprestasi Uji Korelasi Spearman Rank . 47
3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian . 49
4.1 Tabel Karakteristik Responden. 52
4.2 Tingkat Kecerdasan Spiritual 53
4.3 Tabel Tingkat Depresi 54
4.4 Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Tingkat Depresi 55
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Gambaran Patofisiologi Stroke . 14
2.2 Kerangka Teori Penelitian 34
2.3 Kerangka Konsep Penelitian 35
-
xv
HALAMAN LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Survei Penelitian RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Dari RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari RSUD Dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 5. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian
Lampiran 7. Analisis Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Kecerdasan
Spiritual
Lampiran 8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Spiritual
Lampiran 9. Hasil Reabilitas Kuesioner Instrumen Kecerdasan Spiritual
Lampiran 10. Karakteristik Responden
Lampiran 11. Tingkat Kecerdasan Spiritual Responden
Lampiran 12. Tingkat Depresi Pasien Stroke
Lampiran 13. Hasil Analisis Data Penelitian
Lampiran 14. Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing I
Lampiran 15. Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing II
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu gangguan kehilangan fungsi serebral yang
disebabkan terhentinya suplai darah ke otak, yang menimbulkan tanda dan
gejala sesuai dengan daerah fokal yang mengalami gangguan (Smeltzer &
Bare, 2005). Penderita stroke akan mengalami beberapa kecacatan yang
disebabkan kerusakan pada bagian otak. Penyakit ini terjadi pada semua
kelompok umur akan tetapi akan meningkat pada usia 55 85 tahun (Morris &
Schroeder, 2001).
Kejadian stroke menurut American Heart Asotiation (AHA) 2013
kejadian kematian karena stroke mencapai 23% dari jumlah penderita stroke.
Rata rata setiap 4 menit terjadi kematian yang diakibatkan stroke. Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
adalah delapan perseribu penduduk atau 0,8 persen. Dari jumlah total penderita
stroke di Indonesia, sekitar 2,5% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Penderita stroke di Indonesia disebabkan
iskemik sebesar 52,9%, perdarahan intraserebral (hemoragik) 38,5 %, emboli
7,2% dan perdarahan subaraknoid 1,4 % (Dinata, Safrita, & Sastri, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada tanggal 11 Oktober
-
2
2013, pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien stroke sebanyak 2560. Pada
tahun 2013 periode Januari sampai dengan September jumlah kunjungan
pasien stroke sebanayak 2420. Data ini menunjukan bahwa angka stroke di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sangat tinggi.
Stroke dapat menimbulkan gangguan neuropsikiatrik negatif. Gangguan
ini mempengaruhi fungsi sosial, kualitas hidup dan pemulihan fungsi motorik
pada penderita stroke. Kejadian gangguan neuropsikiatrik diantaranya adalah
depresi, gangguan kecemasan, bingung, dan psikosis sering terjadi setelah
stroke. Kejadian neuropsikiatrik yang paling dominan terjadi pada stroke
adalah depresi (Altieri, et al., 2012).
Post Stroke Depresion (PSD) adalah depresi yang terjadi setelah
serangan stroke. Depresi pada pasien stroke diakibatkan karena
ketidakberdayaan fisik yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan motorik
(Morris & Schroeder, 2001). Angka kejadian PSD bervariasi antara 20% -
60%. Huff, Ruhrmann, dan Sitzer (2001 ) mengemukakan kejadian depresi
pada pasien stroke sekitar 30 40 %. Pada penelitian yang dilakukan Carole,
dkk (2011), dari 2477 responden yang mengalami depresi adalah 19 % atau
sekitar 478, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Altieri, dkk (2012)
menunjukan angka 41% mengalami PSD.
Berdasarkan survai yang dilakukan di RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga tanggal 12 - 13 Oktober 2013 dengan
menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Depresion (HRSD)
didapatkan data yang menunjukan sebagian besar pasien stroke mengalami
-
3
depresi. Dari survai tersebut diketahui 5 dari 8 orang penderita stroke
mengalami depresi dengan rincian 2 orang mengalami depresi ringan, 1 orang
depresi sedang dan 2 orang mengalami depresi berat.
Salah satu upaya untuk mencegah depresi adalah dengan pendekatan
spiritual (Robby, 2013). Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap mekanisme
koping seseorang, sehingga seseorang harus mengasah kemampuan kecerdasan
spiritual guna membangun mekanisme koping yang konstroketif (Putra, 2012).
Perkembangan yang baik dalam aspek spiritual dapat menjadikan seseorang
lebih bisa memaknai kehidupan dan memiliki penerimaan diri terhadap
kondisinya sehingga memberikan respon positif terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi pada dirinya (Nurmaafi, 2013).
Kecerdasan spiritual mempengaruhi perilaku seseorang dalam berespon.
Kecerdasan spiritual dapat digunakan dalam masalah yang krisis dalam hidup
seseorang. Kecerdasan spiritual merupakan dimensi untuk mendapatkan
kekuatan ketika menghadapi depresi, penyakit fisik dan masalah psikis
seseorang (Zohar & Marshall, 2007). Kecerdasan spiritual penting untuk bisa
memaknai hidup. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu
menghadapi pilihan dan kenyataan hidup yang baik ataupun buruk serta
menghadapi permasalahan yang ada tiba- tiba (Agustin, 2001).
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
-
4
dengan yang lain (Agustin, 2001). Seseorang yang memiliki spiritualitas yang
tinggi akan mempunyai manfaat yaitu menjadikan orang lebih kreatif, mampu
mengatasi masalah dalam hidup yang mengakibatkan depresi, dapat
menyatukan hal hal yang besifat intrapersonal dan interpersonal. Selain itu
kecerdasan spiritual juga menjadikan manusia yang apa adanya dan memberi
potensi untuk terus berkembang. Kecerdasan spiritual dapat digunakan saat
masalah krisis yang membuat kita merasa kehilangan keteraturan diri dan
mampu menghadapi pilihan dan realitas yang ada dan untuk mencapai
kematangan pribadi (Zohar & Marshall, 2007).
Berdasarkan latar belakang kejadian depresi pada penderita stroke dan
peran kecerdasan spiritual dalam kehidupan seseorang. Serta tingginya
kejadian depresi pada penderita stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian hubungan antara
tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di RSUD
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
B. Rumusan Masalah
Stroke akan menimbulkan dampak berupa depresi karena
ketidakberdayaan fisik yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan motorik.
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu menghadapi
pilihan dan kenyataan hidup yang baik ataupun buruk serta menghadapi
permasalahan yang ada tiba- tiba yang mengakibatkan depresi.
Dari permasalahan permasalahan di atas peneliti merumuskan masalah
-
5
penelitian apakah ada hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat
depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui karakteristik umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status pekerjaan, dan lama kejadian stroke responden pasien stroke di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
b. Mengetahui gambaran tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke
c. Mengetahui gambaran tingkat depresi pada pasien stroke
d. Mengetahui tingkat hubungan kecerdasan spiritual dengan tingkat
depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
-
6
D. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak.
1. Peneliti
Bagi peneliti penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh
pengetahuan baru mengenai hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan
tingkat depresi pada pasien stroke.
2. Instansi Pendidikan
Manfaat penelitian bagi instansi pendidikan adalah untuk
mengembangkan pengetahuan dalam pembelajaran tentang stroke, serta
pengaruh kecerdasan spiritual terhadap depresi yang terjadi setelah stroke.
3. Rumah sakit
Manfaat penelitian bagi rumah sakit dapat dijadikan masukan dan
pertimbangan rumah sakit agar memperhatikan aspek kecerdasan spiritual
dalam pembuatan SOP. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan
pasien untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagi sumber referensi penelitian
selanjutnya mengenai faktor faktor yang mempengaruhi depresi pada
pasien stroke serta upaya untuk menangani depresi tersebut.
-
7
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan tingkat spiritualitas atau depresi pada
pasien stroke antara lain :
1. Wahyuni (2008) Pengaruh Layanan Konseling Dalam Menurunkan
Tingkat Depresi Pasca Stroke Di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penurunan depresi
pasca stroke. Penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen dengan
membandingkan kelompok eksperimen dan kelompok control. Teknik
sampling yang digunakan adalah teknik sampling accidental sampling.
Analisis data menggunakan Independent t-test, sedangkan Paired sample t-
test digunakan untuk menguji pengaruh layanan konseling dalam
menurunkan depresi pada penilaian yang kedua (post test). Semua uji
statistik dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% (alfa : 0,05). Hasil
penelitian ini diperoleh terhitung sebesar= 11,781 dengan p (sig.) sebesar=
0,000 dapat dinyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna penurunan
depresi pasca stroke di RS Bethesda Yogyakarta setelah perlakuan
menggunakan konseling.
2. Retnasari, Kristiyawati, dan Solechan (2012) Hubungan Tingkat
Ketergantungan Activity Daily Living dengan Depresi Pada Pasien Stroke
Di RSUD Tugurejo Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
hubungan antara tingkat ketergantungan ADL dengan depresi pada pasien
stroke Di RSUD Tugurejo Semarang. Metode penelitian deskriptif
-
8
korelatif. Menggunakan purposiv sampling dengan jumlah 20 responden.
Hasil penelitian menunjukan hubungan yang signifikan antara depresi
dengan ADL pasien stroke.
3. Dwijayanto (2010) Hubungan Kecerdasan Spiritual Dengan Motivasi
Hidup Orang HIV/AIDS. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada
hubungan spiritual dengan motivasi hidup orang HIV/AIDS. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif. Sampel penelitian diambil dengan
menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian adalah kuesioner yang bisa diukur dengan menggunakan skala.
Analisis statistik yang digunakan adalah Korelasi Product moment. Hasil
penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara kecerdasan
spiritual dengan motivasi hidup HIV.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Stroke
a. Pengertian Stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik
(Mansjoer, 2000). Menurut WHO (world Health Organitation) Stroke
merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat mengakibatkan kematian,
disebabkan gangguan peredaran darah otak.
Price & Wilson (2006) menjelaskan pengertian dari stroke
adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri
otak. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli,
trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
-
10
b. Klasifikasi Stroke
Secara umum di klinis dikenal 2 jenis stroke yaitu stroke iskemik
(non hemoragik) dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik dibagi
menjadi stroke trombolik dan stroke embolik. Stroke trombolik
diakibatkan karena faktor - faktor darah dimana pembuluh darah yang
menyempit. Stroke embolik terjadi karena tertutupnya secara mendadak
arteri otak oleh sumbatan atau benda asing yang terbawa oleh darah.
Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan
subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran,
pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, dan kaku kuduk (Prasetya, 2002).
Klasifikasi stroke ditentukan berdasarkan atas manifestasi klinis,
proses patologi pada otak dan lesinya. Klasifikasi pada stroke
berdasarkan manifestasi klinisnya tebagi menjadi Transient ischemic
attack (TIA), Stroke in evolution (SIE), Reversible ischemik stroke
neorogikal deficit (RIND), Completed stroke. Klasifikasi stroke
berdasarkan proses patologisnya dapat dibedakan menjadi infark,
perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid. Pembagian stroke
berdasar tempat lesi serebral yaitu berada di sistem karotis dan sistem
vertebra basiler (Prasetya, 2002).
-
11
c. Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko yang dapat menimbulkan stroke sama seperti faktor
risiko yang menyebabkan penyakit jantung dan saling berhubungan satu
antara keduannya. Contohnya tekanan darah tinggi yang diakibatkan
kolesterol tinggi signifikan risiko untuk penyakit jantung (Goldszmidt &
Caplan, 2010).
Faktor risiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1) Yang tidak dapat diubah
Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium.
2) Yang dapat diubah
Faktor risiko stroke yang dapat diubah diantaranya hipertensi,
diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
Faktor risiko stroke dibagi menjadi definite, possible dan disease
maker. Faktor risiko definite diantaranya merokok, konsumsi alkohol,
konsumsi narkoba, umur, jenis kelamin, ras dan genetik. Faktor risiko
possible diantaranya penggunaan kontrasepsi oral, diet, tipe personal
lokasi geografi, iklim, cuaca, sosial ekonomi, inaktifasi fisik, obesitas,
lemak yang berlebihan. Faktor risiko disease maker diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, TIA, peningkatan hematokrit, Diabetes
-
12
militus, Carotid Bruit, Elevated fibrinogen concentration dan sakit kepala
migren.
d. Etiologi
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan stroke biasanya diakibatkan
dari salah satu empat kejadian diantaranya thrombosis, embolisme
serebral, iskemia, hemoragi serebral. Thrombosis yaitu bekuan darah di
dalam pembuluh darah otak atau leher. Embolisme serebral merupakan
bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Hemoragi
serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari keempat
kejadian tersebut mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
e. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti
yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai
dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas
atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu Penebalan
-
13
dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Pecahnya dinding
arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan
(hemorrhage). Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah
yang menekan jaringan otak. Edema serebri yang merupakan
pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer &
Bare, 2005).
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan
cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai
pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-
jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks
akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta
arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan
darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang
tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen (Smeltzer & Bare, 2005).
-
14
Gambar 2.1 Gambaran patofisiologi stroke
Sumber (Wanhari, 2008).
f. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau
Perdarahan arteri / Oklusi
Pelebaran arteri kontra lateral
Penurunan tekanan perfusi
vaskularisasi distal
Iskemi
Anoreksia
Metabolisme Anaerob
Metabolism asam
Asidosis lokal
Pompa natrium gagal
Edema dan nekrosis
Sel mati secara progresif
(defisit fungsi otak)
Pompa natrium dari kalium
Natrium dan air masuk ke sel
Aktifitas elektrik Terhenti
Edema intra sel
Edema ekstra sel
Perfusi jaringan serebral
terganggu
-
15
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan
hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih (Smeltzer & Bare,
2005).
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
1) Pemeriksaan fisik dan riwayat pasien
Dalam penegakan diagnosa pemeriksaan riwayat dan
pemerikasaan fisik sangatlah penting. Pemeriksaan riwayat pasien
dapat dilakukan pada keluarga apabila penderita stroke mengalami
gangguan dalam komunikasi. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan
berupa tes fungsi neurogi (Goldszmidt & Caplan, 2010).
2) Angiografi serebral
Angiografi serebral merupakan tindakan non invasif dengan
mnggambarkan pembuluh darah (Goldszmidt & Caplan, 2010).
Angiografi serebral digunakan untuk membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstrokesi
arteri atau adanya titik oklusi/ rupture (Smeltzer & Bare, 2005).
-
16
3) Imaging Studies
CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah
teknik yang digunakan untuk menggambarkan anatomi serebral
pada penderita stroke. penggambaran daerah serebral digunakan
untuk melihat gambaran prognosis stroke (Goldszmidt & Caplan,
2010). CT- scan digunakan untuk menggambarkan adanya edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark. MRI dapat menunjukkan
daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena (Smeltzer & Bare, 2005).
4) Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal digunakan untuk mengetahui adanya tekanan
normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA
(Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas.
Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan
intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi (Smeltzer & Bare,
2005).
5) Ultrasonografi Doppler
Ultrasonografi Doppler merupakan tindakan non invasif
dengan menggunakan glombang suara. Ini digunakan untuk
menggambarkan visualisasi stroketur dan aliran darah dalam tubuh
(Goldszmidt & Caplan, 2010). Ultrasonografi doppler digunakan
-
17
dalam diagnostik untuk mengidentifikasi penyakit atau gangguan
pada arteriovena (Smeltzer & Bare, 2005).
6) EEG (Electroencephalography)
EEG digunakan untuk mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik (Smeltzer & Bare, 2005).
7) Sinar X
Sinar X digunakan untuk menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral
(Smeltzer & Bare, 2005).
h. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut meliputi diuretik,
antikoagulan, dan antitrombosit (Smeltzer & Bare, 2005). Diuretik
untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan digunakan untuk
mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler. Pemberian antitrombosit berupa upaya
revaskularisasi. Penggunaan antitrombosit karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi
dalam pembuluh darah. Pemberian trombolitik dapat diberikan melalui
intravena maupun intraarteri. Tindakan ini digunakan pada tipe stroke
non hemoragik (Yuniadi, 2010).
-
18
Adapun terapi yang dapat dilakukan salah satunya Therapeutic
hipotermia merupakan terapi neuroprotection yang efektiv pada stroke
iskemik akut. Terapi ini adalah membuat keadaan pasien dalam
keaadaan suhu dibawah normal agar mengurangi metabolism tubuh
terutama di otak dengan menggunakan pendingin. Terapi ini dilakukan
setelah terjadinya iskemik pada serebral dengan tanda gejala kerusakan
pada daerah fokal yang mengalami iskemi (Worp, Macleod, & Kollmar,
2010).
Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan pada penderita stroke
adalah dengan cara pembedahan. Tujuan dari pembedahan adalah
memperbaiki aliran darah menuju ke otak. Penatalaksanaan
menggunakan prosedur carotid ende rectomy, atau ulseratif erosclerotic
plaque pada carotid artery yang dihilangkan (Goldszmidt & Caplan,
2010).
Terapi lain yang dapat dilakukan pada rehabilitasi stroke
diantaranya terapi okupasi, terapi bicara, fisioterapi dan hipnosis.
Terapi okupasi dilakukan untuk mengembalikan kemandirian dalam
pemenuhan aktifitas sehari-hari, kemampuan fungsional (Krug &
McCormack, 2009). Terapi fisik adalah terapi yang dilakukan untuk
melatih kekuatan otot pasien dengan meggunakan latihan. Gangguan
bicara pada pasien yan mengalami Disatria dan Afasia dapat dilakukan
terapi wicara untuk memperbaiki komunikasi pasien (Goldszmidt &
Caplan, 2010). Hipnosis pada penderita stroke dilakukan untuk
-
19
meningkatkan pergerakan, kekuatan otot pada penderita stroke. selain
itu hypnosis juga mereduksi spasicity dari paretic upper limb
(Diamond, Davis, Schaechter, & Howe, 2006).
i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke diantaranya :
1) Hipoksia serebral
Hipoksia serebral dapat diminimalkan dengan memberi
oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian
oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan (Smeltzer & Bare, 2005).
2) Penurunan aliran darah serebral
Penurunan aliran darah serebral ini bergantung pada
tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera (Smeltzer & Bare, 2005).
3) Embolisme serebral
Emboli serebral terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
-
20
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki (Smeltzer & Bare, 2005).
4) Depresi
Dampak lain dari stroke adalah depresi, yaitu berupa
gangguan emosi pada pasien stroke yang sering terjadi (Retnasari,
Kristiyawati, & Solechan, 2012). Post Stroke Depresion (PSD)
adalah komplikasi yang paling sering. Kejadian ini dikarenakan lesi
serebrovaskular. Masih banyak ketidakpastian mengenai
mekanisme sebab-akibat dan faktor risiko. Pasien stroke dengan
PSD tidak hanya memiliki tingkat kematian lebih tinggi, akan
tetapi bisa terjadi kegagalan dalam program rehabilitasi. Akibat
dari kegagalan program rehabilitasi akan terjadi memburuknya
fungsional dan kualitas hidup pasien stroke (Yuniadi, 2010). Angka
kejadian depresi pada pasien stroke bervariasi antara 20% sampai
60% dari penderita stroke (Altieri, et al., 2012).
-
21
2. Depresi
a. Definisi Depresi
Kartono (2002) mendefinisikan depresi sebagai kemuraman
hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis
sifatnya. Biasanya timbul oleh rasa inferior, sakit hati yang dalam,
penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Pada umumnya mood
yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan
kehilangan harapan. Pada umumnya mood yang secara dominan
muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Nuri (2007) mendefinisikan depresi sebagai gangguan
pemikiran yang mempengaruhi perasaan, motivasi dan perilaku
dalam memandang diri, lingkungan dan masa depan dengan skema
kognitif negatif (pesimis). Depresi ditandai oleh kesedihan
mendalam, perasaan putus asa, menarik diri dari lingkungan sosial,
gangguan tidur, makan, menurunnya dorongan seksual serta
hilangnya minat dan kesenangan pada aktivitas yang biasa
dikerjakan. Individu yang terkena depresi pada umumnya
menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti
murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan
tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan.
-
22
Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan
yang sangat, perasaan bersalah, dan tidak berharga menarik diri dari
orang lain, kehilangan minat untuk tidur, dan hal yang tidak
menyenangkan lainya (Nasir & Muhith, 2011). Dari beberapa
pengertian dapat mendefinisikan depresi adalah suatu gangguan
peasaaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian, putus asa, Depresi
biasanya disertai tanda-tanda retradasi psikomotor atau kadang
kadang agitai, menarik diri dan bisa mengakibatkan ganggua
vegetative seperti insomnia dan anorksia.
b. Faktor Penyebab Depresi
Faktor yang menyebabkan depresi menurut teori Stres
Vulnerability model diantaranya Genetika dan riwayat keluarga,
kerentanan psikologis, lingkungan yang menekan (stresful) dan
kejadian dalam hidup (live events), dan faktor biologis. Orang
dengan riwayat keluarga penderita depresi makakemungkinannya
terkena depresi akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat
pada umumnya. Kepribadian dan cara seseorang menghadapi
masalah hidup kemungkinan juga berpernan dalam mendorong
munculnya depresi. Orang orang yang kurang percaya diri, sering
merasa cemas, terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu
mengharap pada dirisendiri, perfeksionist merupakan jenis orang
yang gampang terkena depresi. faktor biologis depresi kadang
muncul setelah melahirkan atau terkena infeksi virus atau infeksi
-
23
lainnya (Jiwo, 2012).
Faktor menjadi penyebab depresi diantaranya faktor biologis
dan faktor psikologis. Kedua faktor ini saling berhubungan dan
saling mempengaruhi (Nuri, 2007)
1) Faktor Biologis
Secara biologis faktor yang berperan dalam depresi adalah
neuroendokrin, dan biogentik amin. Abnormalias metabolit
genetic amin yang sering dijimpai adalah 5 - hydroxyl
indoleacetik acid (5-HIAA). Homovalinic acid (HVA), 3-
Methoxcy 4- hydroxyplenyglicol (MHPG). Pada orang yang
mengalami depresi terjadi gangguan metabolik biogenic amin
pada darah, urin, dan cairan serebrospinal. Dari biogenic amin
serotonin dan norepineprin merupakan neurotransmitter yang
paling berperan dalam patofisiologi depresi. Hipotalamus
merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Noreepineprin
mempunyai efek inhibisi terhadap aksis HPA (aksis hipotalamus
pitutari ardernal).
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi
adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi dan beberapa pasien memiliki serotonin
yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa
-
24
norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu
aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.
2) Faktor Psikologis
Peristiwa kehidupan dapat mengkibatkan stres baik akut
ataupun kronik. Orang depresi karena berhadapan dengan kondisi
yang memang bisa menimbulkan depresi. Berdasarkan sigmud
freud menyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat
mencetuskan depresi. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stres lebih sering akan mengakibatkan adanya depresi. Stres akan
mengakibatkan perubahan biologi otak. Perubahan tersebut
mengakibatkan adanya perubahan transmitter dan sistem pemberi
sinyal intraneuronal. Hal ini mengakibatkan adanya risiko
terjadinya depresi pada tahap stres berikutnya.
c. Depresi Pada Pasien Stroke
Depresi dapat mengenai siapa saja, tetapi orang-orang dengan
penyakit yang serius seperti stroke memiliki risiko lebih tinggi
(Steffens, Krishnan, Crump, & Burke, 2002). Post Stroke Depresion
(PSD) adalah depresi yang terjadi setelah serangan stroke (Menurut
Huff, Ruhrmann, dan Sitzer 2001). Depresi pasca-stroke merupakan
kelainan neuropsikologis yang paling sering dijumpai setelah suatu
serangan stroke. Beratnya depresi yang terjadi mempunyai kaitan
-
25
dengan lokasi lesi di otak dan depresi memberi dampak negatif
terhadap penyembuhan stroke (Suwantara, 2004).
Depresi pada seseorang yang mengalami stroke diakibatkan
mengalami iskemi yang kemudian akan mengakibatkan perubahan
aksis hipotalamus pitutari adrenal aksis simpato adrenal, dan aksis
tiroid yang saling mempengaruhi sistem tubuh. Proses biokimiawi
berupa abnormalitas neurotransmiter secara luas akan
mengakibatkan terganggunya singal neuronal (Kootker, Fasotti,
Rasquin, Heugten, & Geurts, 2012).
Gangguan psikiatrik dapat dialami oleh pasien stroke. Kejadian
PSD bervariasi antara 20% - 60% penderita stroke. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Carole dkk dari 2477 partisipan yang
mengalami depresi adalah 19 % atau sekitar 478 (White, et al.,
2011). Hal ini diakibatkan karena ketidak berdayaan fisik yang
diakibatkan oleh stroke. Pada penelitian yang dilakukan oleh Altieri
dkk menunjukan angka PSD pada penelitian yang dilakukan pada
105 pasien 41% (43) diantaranya mengalami komplikasi PSD ini
(Altieri, et al., 2012).
d. Gambaran Klinis Depresi Post Stroke
Tanda dan gejala pada pasien dengan depresi post stroke dapat
berupa depresi ringan sampai berat. Gejala utama adalah gangguan
afek (mood) yang disertai kriteria B dari episode depresi. Kriteria B
-
26
diantaranya adalah mood terdepresi hampir setiap hari yang di
tunjukan oleh laporan subjektif atau pengamatan, hilangnya minat
atau kesenangan secara jelas dalam semua aktifitas, kurangnya nafsu
makan dan penurnan berat badan, insomnia atau hipersomnia, agitasi
atau regradasi psikomotrik, rasa letih, hilang semangat, perasaan
tidak berguna dan perasaan bersalah berlebihan, kurangnya
kemampuan befikir atau konsentrasi dan pikiran berulang tentang
kematian, gagasan bunuh diri atau usaha bunuh diri (Nuri, 2006).
e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Depresi Post Stroke
Banyak hal yang dianggap menjadi faktor risiko timbulnya
depresi setelah seseorang mengalami stroke. Pengukuran depresi
post stroke seperti usia, jenis kelamin, setatus perkawinan,
lingkungan, dukungan sosial, konseling dan keadaan penyakit.
1) Usia
Pada penelitian yang dilakukan Carole (2011),
menggambarkan makin tua usia pederita stroke kecenderungan
mengalami depresi semakin besar. Depresi pasca stroke paling
banyak dijumpai pada kelompok umur 45 64 tahun (Nuralita,
2012). Depresi sebagai dampak dari gangguan fungsional, dan
tidak adanya dukungan sosial.
2) Jenis kelamin
Bedasarkan jenis kelamin wanita lebih tinggi
dibandingkan pria. Penelitian, penderita wanita dua kali lebih
-
27
banyak dibandingkan pria. Penderita wanita beratnya depresi
berdasarkan kerusakan hemisfer kiri, gangguan kognitif dan
riwayat gangguan psikiatrik sedangkan pada pria depresi
dikarenakan gangguan kemampuan melakukan memenuhi
kebutuhan fungsional (Hapsari & Ardiansyah, 2006).
3) Lingkungan tempat tinggal pasca stroke
Dari penelitian yang dilakukan Soertidewi (2009),
didapatkan kejadian depresi pada penderita yang tinggal di
rumah sakit 25%, perawatan di rumah 45%, tinggal dengan
pasangan 31%, dan yang paling rendah adalah pda penderita
yang tinggal sendiri sekitar 17%.
4) Stratus pernikahan
Status pernikahan berpengaruh terhadap kejadian
depresi pada pasien stroke (Herlina, 2003). Persentase depresi
post stroke diantaranya yang paling tinggi adalah pada penderita
yang bercerai 40%, berpisah 33%, kematian pasangan 28%
sedangkan yang belum menikah dan masih dalam status
pernikahan lebih rendah sekitar 21% dan 20% (Soertidewi,
2009).
5) Status sosial
Soertidewi (2009) menjelaskan depresi terjadi lebih
tinggi pada status sosial yang lebih rendah 36% dibandingkan
mereka dengan tingkat sosia yang lebih tinggi 25 %.
-
28
6) Tingkat ketergantungan ADL
Tingkat ketergantungan ADL pada pasien stroke
mengakibatkan meningkatnya kejadian depresi. Pada penelitian
yang dilakukan ratnasary dkk, (2012) menunjukan kejadian
depresi terjadi sebanyak 60% pada depresi sedang pada variabel
ADL sangat tergantung sebanyak 45%. Hasil analisis yang
dilakukan menunjukan r = 0,499, ini menunjukan adanya
hubungan antara ketergantungan ADL dengan depresi stroke.
Semakin tinggi ketergantungan ADL semakin tinggi tingkat
depresi yang dialami oleh pasien stroke (Ratnasari et al., 2012).
7) Stresor psikososial
Aspek psikososial berupa penyesuaian sosial
sebelum dan sesudah stroke berpengaruh terhadap terjadinya
stroke. Penyesuaian sosial pada pasien yang mengalami depresi
pasca stroke yaitu subyek mengalami hambatan untuk
berperilaku sosial dan untuk menjalankan perannya karena
beberapa faktor penghambat yaitu keterbatasan fisik pasca stroke
(gerak motorik yang lambat serta penurunan kemampuan
berkomunikasi), faktor psikologis subyek serta faktor lingkungan
subyek. (Simanjuntak, 2010).
8) Dukungan sosial
Dukungan sosial menurunkan kejadian depresi pada
-
29
pasien stroke. terdapat perbedaan kelompok yang mendapatkan
dukungan sosial dibandingkan dengan tanpa dukungan sosial
(Anggarani, 2009).
9) Layanan konseling
Penelitian yang dilakukan Sri (2008)
menggambarkan bahwa intervensi konseling pada pasien depresi
pasca stoke, signifikan dapat menurunkan tingkat depresi pasca
stroke.
10) Status pekerjaan
Pada penelitian yang dilakukan Herlina (2003),
pada pasien yang bekerja akan mengalami kejadian depresi lebih
tinggi dibandingkan dengan penderita yang tidak bekerja
(Nuralita, 2012).
3. Kecerdasan Spiritual
a. Definisi Kecerdasan Spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus yang berati
prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual
dalam SQ berasal dari bahasa latin Sapientia (Sophia) dalam
bahasa yunani yang berati kearifan (Zohar dan Marshall, 2001).
Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa spiritualitas
tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek
ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki
-
30
spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan
pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi.
mampu memaknai hidup dengan memberi makna positif pada
setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan
jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan
spiritual menurut para ahli dalam zohar dan Marshall (2001) dan
agustian (2001):
1) Sinetar (2000)
Kecerdasan spiritual sebagai pikiran yang mendapat
inspirasi, dorongan, efektivitas yang terinspirasi, dan
penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di
dalamnya.
2) Khavari (2000)
Kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non-
material atau jiwa manusia. Manusia harus mengenali seperti
adanya lalu menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad
yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk
mencapai kebahagiaan yang abadi.
3) Zohar dan Marshall (2001)
Kecerdasan spiritual sebagai kemampuan internal bawaan
otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah inti
-
31
alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak untuk
menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan
persoalan.
4) Agustian (2001)
Kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk meberi
makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran
integralistik, serta berprinsip hanya karena Tuhan.
Dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan. Spiritual adalah
kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang
dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta
Tuhan dan sesama makhluk hidup karena merasa sebagai bagian dari
keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan
hidup lebih positif.
b. Faktor faktor Kecerdasan Spiritual
Faktor faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual diantaranya
(Zohar & Marshall, 2007):
1) Sel Saraf Otak
Otak menjadi jembatan kehidupan antara kehidupan lahir dan
batin manusia. Hal ini dikarenakan otak manusia bersifat kompleks,
fleksibel, adaptif, dan mampu mengorganisasikan diri, sehingga otak
merupakan basis dari kecerdasan spiritual.
-
32
2) Titik Tuhan
Titik Tuhan ditemukan pada lobus temporal serebrum. Lobus
temporal akan meningkat bila pengalaman religious atau spiritual
berlangsung. Bagian ini akan bercahaya ketika melakukan kegiatan
religious yang bersifat spiritual sehingga ini yang disebut kecerdasan
spiritual.
c. Kriteria Orang Memiliki Kecerdasan Spiritual
Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual berdasarkan
teori Zohar dan Marshall (2001) diantaranya kesadaran diri, spontanitas,
terbimbing oleh visi dan nilai, kepedulian, merayakan keragaman,
indenpendensi terhadap lingkungan, kecenderungan untuk mengajukan
pertanyaan, kemampuan untuk membingkai ulang, memanfaatkan
kemalangan secara positif, rendah hati, rasa keterpanggilan, holism dan
konektifitas.
Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang diyakini dan sadar akan
tujuan hidup yang paling dalam. Kepedulian yaitu sifat ikut merasakan dan
empati. Merayakan keragaman, yaitu menghargai perbedaan orang lain.
Indenpendensi terhadap lingkungan yaitu keanggupan dalam mempertahan
kan keyakinan. Kecenderungan untuk mengajukan pertayaan mendasar
mengapa untuk mengkritisi apa yang ada. Kemampuan untuk
membingkai ulang yaitu berfokus pada masalah untuk mencari gambaran
yang lebih luas. Memanfaatkan kemalangan secara positif yaitu mampu
-
33
menghadapi permasalahan kehidupan. Rasa keterpanggilan yaitu
terpanggil untuk melakukan sesuatu yang lebih besar, dan berterimakasih
kepeda mereka yang pernah menolong. Holism dan konektifitas yaitu
kesanggupan untuk melihat pola hubungan dan keterkaitan yang lebih luas
kesadaran akan keterlibatan kuat.
d. Manfaat Kecerdasan Spiritual
Seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan mempunyai
manfaat diantaranya menjadikan orang lebih kreatif, mampu mengatasi
masalah dalam hidup, menyatukan hal hal yang besifat intrapeonal dan
interpersonal. Selain itu kecerdasan spiritual menjadikan manusia yang apa
adanya sekarang dan memberi potensi untuk terus berkembang.
Kecerdasan spiritual dapat digunakan saat masalah krisis yang membuat
kita merasa kehilangan keteraturan diri, mempunyai kemampuan
beragama yang benar tanpa harus fanatik, mampu menghadapi pilihan dan
realitas yang ada apapun bentuknya. Kecerdasan spiritual juga dapat
digunakan untuk mencpai kematangan pribadi yang lebih utuh
(Agustin,2001).
-
34
B. Kerangka Teori
Gambar. 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Stroke
Kecacatan Iskemi jaringan otak
Perubahan aksis
hipotalamus, adrenal
aksis simpato adrenal,
dan aksis tiroid
Kehilangan pemenuhan
kebutuhan fungsional
Stress meningkat Gangguan
neurotransmitter
serotonin, epineeprin dan
dopamin
Mampu mengatasi
masalah hidup yang
mengakibatkan depresi
Faktor penyebab depresi
1. Biologis
2. Psikologis
Depresi
Faktor yang mempengaruhi
depresi post stroke
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Status sosial
4. Status pernikahan
5. Lingkungan tempat tinggal
pasca stroke
Seseorang lebih kreatif
dalam berpikir
Kecerdasan Spiritual
-
35
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah fokus penelitian yang akan diteliti. Kerangka
konsep terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Penelitan ini dapat
digambarkan dengan kerangka konsep sebagai berikut.
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel pengganggu
Variabel Bebas
Kecerdasan Spiritual
Variabel Terikat
Depresi
Variabel Pengganggu
Jenis kelamin
Status sosial
Status pekerjaan
Status pernikahan
Lingkungan rehabilitasi
pasca stroke.
Faktor biologis
Faktor psikologis
-
36
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari suatu penelitian.
Kesimpulan sementara ini belum sempurna sehingga perlu adanya pembuktian
dengan penelitian. Hipotesis penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah
penelitian, maka peneliti mengambil hipotesis nol dari penelitian adalah tidak
ada hubungan kecerdasan spiritual dengan depresi pada pasien stroke di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
-
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Cross sectional merupakan penelitian yang
pelaksanaannya dilakukan secara sekaligus pada suatu saat. Penelitian ini
digunakan untuk mengukur hubungan antara tingkat kecerdasan spiritual
dengan tingkat depresi pada pasien stroke (Nursalam, 2003).
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga. Waktu penelitian dilakukan pada Desember 2013 sampai
dengan Januari 2014.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti
(Nursalam, 2003). Populasi penelitian ini adalah pasien stroke di RSUD
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
-
38
2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah Consecutive
sampling. Consecutive sampling yaitu mengambil sampel dari semua
subyek yang datang dan memenuhi kriteria sampel sampai jumlah subyek
terpenuhi. Teknik sampling ini merupakan teknik non probability
sampling yang baik dan mudah dilakukan (Saryono, 2009).
Sampel penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini yaitu :
a. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah :
1) Pasien dengan diagnosa stroke non hemoragik.
2) Bersedia menjadi responden.
3) Usia responden 40 65 tahun.
4) Responden dengan status menikah dengan pasangan masih hidup
dan tinggal dalam satu rumah.
b. Kriteria ekslusi penelitian ini yaitu :
1) Pasien stroke dengan gangguan komunikasi.
2) Pasien yang mengalami penurunan kesadaran (GCS
-
39
= .. .
( )+ . .
Keterangan
n = jumlah sampel
2 = harga tabel chi kuadrat untuk = 1
N = jumlah populasi
P = Q = proporsi dalam populasi = 0,5
d2 = ketelitian (error) = 0,05
Berdasarkan rumus di atas maka dapat diketahui jumlah sampel
dari penelitian ini adalah :
n = 12.135.0,5.0,5
0,05(135 1)+ 12.0,5.0,5
= 57,6923
Berdasar rumus ini maka jumlah minimal responden yang digunakan
dalam penelitian ini sebesar 57.6923 responden dengan pembulatan
menjadi sebesar 58 responden. Dalam pelaksanaan penelitian melibatkan
60 responden.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu yang digunakan sebagai ciri,
sifat, dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan dari suatu penelitian
(Nursalam, 2003). Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel
independen dan variabel dependen
-
40
1. Variabel independent
Variabel independent (variabel bebas) merupakan variabel yang
menjadi sebab timbul perubahan dari variabel dependent, dapat dikatajan
pula sebagai mempengaruhi variabel dependent. Variabel independent
dalam penelitian ini adalah kecerdasan spiritual
2. Variabel dependent
Variabel dependent (variabel terikat) adalah variabel yang
dipengaruhi yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Variabel
dependent dalam penelitian ini yaitu depresi.
-
41
D. Definisi Operasional
Table 3.1 Definisi Operasional
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Cara Ukur Hasil Skala
Kecerdasn spiritual
kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kuesioner yang diukur dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari 24 item pertanyaan. Setiap item terdiri dari jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), Kurang Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk pertanyaan favorable jawaban SS nilainya 4, S nilainya 3, KS nilainya 2, STS nilainya 1. Untuk pertanyaan unfavorable jawaban SS nilainya 1, S nilainya 2, KS nilainya 3, STS nilainya 4.
1. Tinggi = 73 - 96
2. Sedang = 49 - 72
3. Rendah = 24 48
Ordinal
Depresi Gangguan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang
Questioner Hamilton Rating Scale for depression
1. Normal = 0 7
2. Ringan = 8 13
3. Sedang = 14 18
4. Berat = 19 22
5. Sangat berat = 23 50
Ordinal
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatan untuk mengumpulkan data dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner
-
42
merupakan jenis pengumpulan data secara formal pada subjek untuk
menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan data kuesioner dibedakan
menjadi pertanyaan terstroketur dan tidak terstroketur (Nursalam, 2003).
Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu
1. Kuesioner I : Kecerdasan Spiritual
Instrumen kecerdasan spiritual pasien stroke berupa kuesioner
yang diadopsi dari instrumen Prihatini, (2012). Untuk mencatumkan
karakteristik responden maka dicantumkan kuesioner yang meliputi umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Kuesioner terdiri dari 24
pertanyaan. Setiap item terdiri dari jawaban sanagat setuju (SS), setuju
(S), Kurang Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk penilaian
pertanyaan favorable Jawaban SS nilainya 4, S nilainya 3, KS nilainya 2,
STS nilainya 1. Untuk penilaian pertanyaan unfavorable jawaban SS
nilainya 1, S nilainya 2, KS nilainya 3, STS nilainya 4. Penafsiran hasil
skor 73 96 adalah tinggi, 49 72 sedang dan 24 48 rendah. jenis
pertanyaan favorable dan unfavorable dapat dilihat dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2 Jenis item pertanyaan
No. Jenis Pertanyaan Nomor Item pertanyaan 1 pertanyaan favorable 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21,
22, 23 dan 24 2 pertanyaan unfavorable 6, 8, 10, 10, 11, 12, 15 dan 18
2. Koisioner II : Depresi
Instrumen depresi menggunakan kuesioner yang sudah baku yaitu
Questioner hamilton Rating scale for depression. Hasil yang didapat
-
43
maka didapatkan pengelompokan depresi berdasarkan skor. Pembagian
skor depresi antara 0 50 dengan penafsiran tidak ada depresi (normal)
skor 0 7, ringan skor 8 - 13, sedang skor 14 18, berat skor 19 -22,
sangat berat skor 23-50.
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas adalah ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2003).
Reliabilitas merupakan suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Saryono, 2011).
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kecerdasan spiritual
adalah adopsi dari kuesioner yang dibuat oleh Prihatini (2012). Untuk
mengukur tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke. Kuesioner ini
diambil dari prinsip-prinsip, faktor yang mempengaruhi kecerdasan
spiritual dan kriteria orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang
dijabarkan oleh Zohar and Marshall (2007). Uji validitas dilaksanakan
dengan menggunakan 30 item pertanyaan pada 25 orang pasien stroke.
Hasil uji validitas didapatkan 24 ditem pertanyaan yang valid dan 6 item
pertanyaan yang tidak valid (item nomor 2,7,14,18,20 dan 21). Hasil uji
validitas kuesioner ini menunjukan valid, dikarenakan mempunyai nilai r
product moment > r tabel = 0,396. Hasil perhitungan uji reliabilitas
menggunakan Alpha Cronbach menunjukan = 0,928. Hasil diantara
0,80 1,00 maka menunjukan instrumen sangat reliabel. Dengan hasil ini
-
44
maka instrumen dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan
spiritual pada pasien stroke.
Kuesioner yang digunakan dalam mengukur depresi menggunakan
Questioner Hamilton Rating Scale for depression. kuesioner ini
merupakan instrumen yang sudah baku, sehingga tidak perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas instrumen.
G. Langkah langkah Penelitian
1. Tahap persiapan yaitu menyiapkan proposal penelitian serta melakukan
survai pendahuluan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Persiapan
ini juga disertai dengan studi literatur yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
2. Penyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu dikonsultasikan kepada
pembimbing I dan II.
3. Pelaksanaan ujian proposal penelitian
4. Peneliti melakukan revisi proposal penelitian sebelum pelaksanaan
penelitian yang kemudian dikonsultasikan kembali kepada pembimbing I,
II, dan penguji.
5. Peneliti meminta izin kepada kantor sub bagian mahasiswa jurusan
keperawatan dan diteruskan ke kesbangpol kabupaten Purbalingga,
diteruskan ke bappeda kabupaten purbalingga kemudian diserahkan
kepada Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga untu
mengadakan penelitian di wilayah yang akan menjadi objek penelitian.
-
45
6. Mendapatkan izin penelitian, peneliti mengumpulkan data sampel dari
rekam medic RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
7. Pelaksanaan uji validitas dan reabilitas kuesioner kepada 25 pasien stroke
di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
8. Pelaksanaan penelitian dengan meminta persetujuan untuk menjadi
responden penelitian.
9. Pengumpulan data yaitu peneliti melakukan pengukuran melalui kuesioner
yang ada.
10. Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan
komputer dan menganalisis data yang telah diolah.
11. Tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian. Setelah
penelitian telah dilaksanakan, kemudian disusun dalam sebuah laporan
penelitian yang akan dipertanggungjawabkan kepada peneliti.
12. Pelaksanaan ujian hasil penelitian.
13. Tahap perbaikan hasil penelitian.
H. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Sebelum dilakukan analisis data, sebelumya data diolah terlebih
dahulu. Kegiatan mengolah data meliputi :
a. Editing
Editing adalah memeriksa pernyataan yang disarankan oleh
pengumpul data. Tujuan dari editing adalah mengurangi kesalahan dan
-
46
kekurangan yang ada dalam lembar pernyataan yang telah diselesaikan
responden.
b. Coding
Coding adalah mengidentifikasi jawaban dari responden ke dalam
kategori. Klasifikasi dilakukan dengan cara member skor pada masing-
masing jawaban berupa angka kemudian dimasukan ke dalam lembar
jawaban agar mempermudah diolah dengan komputer.
c. Tabulasi
Tabulasi data adalah kegiatan memasukan hasil data peneltian
kedalam tabel sesuai dengan kriteria untuk kemudian dianalisis.
2. Analisis data
a. Analisa univariat
Analaisis univariat dilakukan pada data penelitian yang
disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi, ukuran tendensi
sentral dan grafik. Analisa univariat dilakukan terhadap variabel
penelitian yaitu mengetahi karkteristik responden, kecerdasan spiritual,
dan depresi pada respoden.
b. Analisa bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menghubungkan variabel
bebas dan variabel terikat. Analisa bivariat untuk mengetahui
hubungan antara kecerdasan spiritual dan depresi pada pasien stroke.
-
47
Variabel yang dilakukan analisis menggunakan skala data
ordinal non parametric sehingga uji yang digunakan dalam penelitian
ini adalah korelasi Spearman Rank. Rumus yang digunakan adalah :
rs =
()
Keterangan :
rs = koefisien korelasi spearman
di = perbedaan skor antara dua kelompok
n = jumlah kelompok
Bila nilai p > 0,05 atau nilai p > , maka Ha ditolak dan Ho
diterima. Ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara
kecerdasan spiritual dengan depesi. Namun sebaliknya jika p < 0,05
atau p < , maka Ha diterima dan Ho ditolak. Ini menunjukan adanya
hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual dengan depresi.
Penafiran terhadap kekuatan hubungan dari nilai koefisien korelasi
spearman rank dalam tabel 3.2.
Tabel 3.3 Interprestasi uji korelasi spearman rank
Interval korelasi Hubungan variabel
< 0,20 0,20 - < 0,40 0,40 < 0,60 0,60 - < 0,80 0,80 1,00
Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat
Angka yang dihasilkan dari nilai korelasi menunjukan kekuatan
hubungan antara dua variabel yang diuji, semakin mendekati angka 1
maka kekuatan hubungan semakin kuat dan semakin menunju angka 0
-
48
maka kekuatan hubungan semakin rendah. Tanda positif dan negatif
menunjukan sifat korelasi. Jika negatif maka hubungan antara variabel
bersifat berlawanan arah, sedangkan apabila positif maka menunjukan
hubungan bersifat searah.
I. Etika Penulisan
Etika penelitian yang digunakan pnulis dalam penelitian ini
diantaranya :
1. Informed consent
Informed consent atau lembar persetujuan diberikan kepada
responden. Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian yang akan
dilakukan. Setelah persetujuan disetujui responden kemudian responden
diminta untuk mengisi kuesioner yang disediakan.
2. Anonimity
Kerahasiaan responden dapat terjaga melalui anonimity, bagi
responden yang tidak bersedia untuk disebutkan idntitasnya. Dengan ini
peneliti tidak akan mencantumkan identitas responden dalam lembar
pengumpulan data
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya
kelompok data yang disajikan atau dilaporkan sebgai hasil riset dan tidak
disampikan kepada pihak lain yang tidak terkait dalam penelitian.
-
49
J. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian
No
Kegiatan
Bulan
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan penelitian
2 Survai pendahuluan
3 Penyusunan proposal
4 Seminar proposal
5 Perbaikan proposal
6 Perijinan penelitian
7 Pelaksanaan penelitian
8 Pengumpulan data
9 Pengolahan dan
analisis data
10 Penyusunan hasil
11
Seminar hasil
penelitian
12
Perbaikan hasil
penelitian
-
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat kecerdasan
spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Penelitian ini dilkasanakan selama 1
bulan pada bulan Desember 2013. Penelitian ini menggunakan kuesioner
kecerdasan spiritual dan kuesioner Hamilthon Rating Scale For depression
(HRSD). Penelitian ini dilakukan pada 60 responden yang ditemui di
rawat jalan RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini
diantaranya Usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan dan lama
sakit pada penderita stroke. Hasil penlitian didapatkan data
karakteristik responden seperti terlihat di Tabel 4.1.
Usia responden pada penelitian didapatkan usia minimal 41
tahun dan usia maksimal 65 tahun. Pada penelitian ini didapatkan
kejadian stroke paling banyak pada usia 61 65 tahun sejumlah 20
responden (33,3%). Pada penelitian ini kejadian stroke mulai
meningkat pada rentang usia 55 60 tahun. Hal ini dapat dilihat dari
kejadian pada usia tersebut mulai meningkat dengan jumlah 15
-
51
responden (25%). Dari sebagian besar responden merupakan usia tua.
Pada penelitian ini didapatkan data jenis kelamin dengan
persentase wanita 56,7% (34 responden) dan laki- laki 43,3% (26
responden). Data ini menunjukan bahwa kejadian stroke pada wanita
lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki di RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga.
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini paling banyak
dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 42 responden (70%). Ini
menunjukan sebagian besar penderita stroke dalam penelitian ini
adalah berpendidikan SD. Sedikit responden yang ditemukan dengan
tingkat pendidikan tinggi. Hal ini ditunjukan dalam penelitian ini
responden dengan tingkat pendidikan SLTA sejumlah 4 responden dan
yang perguruan tinggi 1 responden
Hasil penelitian mengenai jenis pekerjaan responden paling
tinggi adalah petani sejumlah 19 reponden (31,7%), dan yang paling
rendah adalah jenis pekerjaan Pegawai Negeri Sipil 2 responden 3,3%.
Pada penelitian ini didapatkan data yang didapat menunjukan sebagian
besar reponden memiliki pekerjaan dan sebagian kecil yang tidak
bekerja. Hal ini dilihat dari data penelitian didapatkan perbandingan
13,3% tidak bekerja dan 86,7% memiliki pekerjaan.
Pada penelitian didapatkan responden paling banyak dengan
lama sakit kurang dari 1 bulan sejumlah 23 responden (38,3%) dan
yang paling sedikit dengan lama sakit lebih dari 5 tahun sebanyak 5
-
52
responden (8,3%). Hal ini menunjukan semakin lama sakit semakin
sedikit responden yang dapat ditemui.
Tabel 4.1 Tabel karakteristik responden
Karakteristik responden Frekuensi Persentase
Usia
40-45 tahun 4 6,7
46-50 tahun 11 18,3
51-55 tahun 10 16,7
56-60 tahun 15 25,0
61-65 tahun 20 33,3
Jenis kelamin
Laki-laki 26 43,3
Wanita 34 56,7
Pendidikan
SD 42 70,0
SLTP 13 21,7
SLTA 4 6,7
Perguruan tinggi 1 1,7
Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil 2 3,3
Wiraswasta 9 15,0
Buruh 5 8,3
Petani 19 31,7
Ibu Rumah Tangga 17 28,3
Tidak Bekerja 8 13,3
Lama Sakit
< 1 bulan 23 38,3
1 bulan - 1 tahun 15 25,0
1 tahun - 5 tahun 17 28,3
> 5 tahun 5 8,3
2. Tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke
Penelitian ini membagi tingkat kecerdasan spiritual menjadi 3
yaitu tingkat kecerdasan spiritual rendah, sedang dan tinggi. Hasil dari
penelitian mengenai tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke di
-
53
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Tingkat kecerdasan spiritual
Tingkat kecerdasan spiritual Frekuensi Persentase
Rendah 8 13,3
Sedang 40 66,7
Tinggi 12 20,0
Jumlah 60 100
Tabel 4.2 menunjukan hasil penelitian mengenai kecerdasan
spiritual pada responden penelitian dengan hasil tingkat kecerdasan
spiritual rendah sejumlah 8 responden (13,3%), tingkat kecerdasan
spiritual sedang sebanyak 40 responden (66,7%), dan tingkat
kecerdasan spiritual tinggi sejumlah 12 reponden (20%).
3. Tingkat depresi pada pasien stroke
Penelitian mengenai tingkat depresi pada pasien stroke
menggunakan Hamilton Ratting Scale For Depresion (HRSD) dengan
17 poin pertanyaan. Hasil penelitian pada pasien stroke di RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 tabel tingkat depresi
Tingkat Depresi Frekuensi Persentase
Normal 34 56,7
Ringan 11 18,3
Sedang 8 13,3
Berat 7 11,7
Jumlah 60 100
Dari tabel 4.3 dapat dilihat angka kejadian depresi pada pasien
stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sejumlah
-
54
26 responden (43,3%) dengan rincian depresi ringan 11 responden
(18,3%), sedang 8 (13,3%), dan berat 7 (11%). Sebanyak 34 responden
(56,7%) hasilnya normal atau dapat dikatakan tidak mengalami
depresi.
4. Hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada
pasien stroke
Hubungan tingkat kecerdasan spiritual dan tingkat depresi pada
pasien stroke dianalisis dengan uji nonparametrik rank spearman. Dari
penelitian didapatkan hasil yang ditunjukan pada tabel 4.4
Dari tabel 4.4 dapat diketahui hubungan tingkat kecerdasan
spiritual dengan tingkat depresi didapatkan p = 0,000. Hasil tersebut
menunjukan hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan
spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke karena nilai p <
( = 0,05). Dari hasil tersebut maka peneliti menolak Ho dan
menerima Ha yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada penderita stroke di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Kekuatan hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat
depresi dilihat koefisien korelasi (r) adalah 0,489. Nilai koefisien
bernilai negative sehingga nilai dari tingkat kecerdasan spiritual
dengan tingkat depresi bertolak belakang. Apabila variabel satu
mempunyai nilai semakin tinggi maka variabel yang lainya akan
mempunyai nilai yang rendah. Hal ini dapat dikatakan semakin tinggi
-
55
nilai kecerdasan spiritual maka semakin rendah tingkat depresi.
Begitupun sebaliknya semakin rendah nilai tingkat kecerdasan spiritual
maka semakin tinggi tingkat depresi. Koefisien korelasi diantara
rentang 0,4 0,6 sehingga, kekuatan hubungan antara kecerdasan
spiritual dan tingkat depresi pada pasien stroke sedang.
Tabel 4.4 Hubungan Kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi
No. Variabel Penelitian Mean Correlation
Coefficient (R)
Sig. (2-tailed)
(P)
1 Kecerdasan Spiritual 66,0333 -0,489 0,000
2 Tingkat Depresi 9,5833
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden
a. Usia
Usia merupakan salah satu karakteristik yang diteliti dalam
penelitian ini. Karakteristik usia responden pada penelitian ini
dibatasi kriteria inklusi yaitu responden penderita stroke dengan
usia antara 40 tahun sampai dengan 65 tahun. Pada penelitian ini
didapatkan kejadian stroke paling banyak pada usia 61 65 tahun
sejumlah 20 responden (33,3%).
Pada penelitian ini kejadian stroke mulai meningkat pada
rentang usia 55 60 tahun. Hal ini dapat dilihat dari kejadian pada
usia tersebut mulai meningkat dengan jumlah 15 responden (25%).
Dari hasil data penelitian maka dapat dapat dikatakan semakin
bertambahnya usia semakin meningkat kejadian stroke. Hal ini
-
56
diperkuat berdasarkan teori bahwa usia merupakan faktor resiko
terjadinya stroke. Semakin bertambah usia maka semakin tinggi
seseorang beresiko terkena stroke (Mansjoer, 2000). Hal ini juga di
utarakan oleh Morris & Schroeder (2001) penderita stroke terjadi
pada semua kelompok usia akan tetapi akan meningkat pada usia
55 85 tahun. Peningkatan usia bisa menyebabkan peningkatan
risiko stroke karena semakin banyak resiko stress oksidatif dan
semakin luas proses arterosklerosis. Peningkatan resiko kejadian
stroke menjadi 2 kali lebih besar pada gaya hidup seperti merokok
(Goldszmidt & Caplan, 2010).
b. Jenis kelamin
Hasil penelitian yang dilakukan di Purbalingga didapatkan
jumlah responden wanita lebih banyak dibandingkan pada laki
laki. Hasil penelitian ini jumlah responden wanita sebanyak 34
responden dan laki laki 26 responden.
Hasil karakteristik jenis kelamin penelitian dipengaruhi dari
jumlah kejadian stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga yaitu angka kejadian stroke pada wanita lebih tinggi
dibandingkan kejadian stroke pada laki laki. Data kunjungan
penderita stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga tercatat pada tahun 2013 periode januari sampai
dengan September mencapai 2420 dengan perbandingan jumlah
penderita wanita mencapai 1312 kunjungan dan laki-laki 1108
-
57
kunjungan.
Jenis kelamin berperan penting sebagai faktor risiko
terjadinya stroke. Laki-laki memiliki risiko stroke lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi oleh karena usia rata-rata
perempuan lebih panjang maka pada suatu tingkat usia tertentu
jumlah perempuan yang mengalami serangan stroke lebih banyak
dari laki-laki (Suwantara, 2004). Peningkatan resiko pada wanita
juga dikarenakan faktor paritas. Paritas berhubungan dengan risiko
penyakit kardiovaskuler pada wanita usia paruh baya dan lanjut.
Hal ini terjadi karena pada wanita paruh baya dan multiparitas
mengalami peneurunan hormone estrogen. Dengan penurunan
hormon estrogen menimbulkan penurunan elastisitas pembuluh
darah sehingga dapat mengakibatkan peningkatan resiko stroke
(Sujatmiko, 2011).
c. Tingkat pendidikan
Hasil penelitian didapatkan data tingkat pendidikan
responden adalah SD sebanyak 42 responden (70%). Dari hasil
data penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa kejadian stroke
kebanyakan terjadi pada responden yang mempunyai pendidikan
rendah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, (2011) angka
depresi pada seseorang yang memiliki pendidikan rendah memiliki
tingkat depresi lebih besar dibandingkan dengan depresi yang
-
58
terjadi pada seseorang yang memiliki pendidikan menengah. Teori
ini juga diperkuat oleh penelitian Niti M (2007) yang menyatakan
tingkat pendidikan rendah merupakan faktor resiko terjadinya
depresi. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir
seseorang dan tingkat pengetahuan seseorang dalam menghadapi
masalah yang menimbulkan depresi (Iliffe , 2009).
d. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan pada penelitian ini didapatkan hasil sebagian
besar responden bekerja sebagai petani dengan jumlah 19 reponden
(31,7%). Dari data yang didapat menunjukan sebagian besar
reponden memiliki pekerjaan dan sebagian kecil yang tidak
bekerja. Hal ini dilihat dari data penelitian didapatkan
perbandingan 13,3% tidak bekerja dan 86,7% memiliki pekerjaan.
Status pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap
kejadian depresi. Pada pasien yang bekerja akan mengalami
kejadian depresi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
tidak bekerja (Nuralita, 2012). Status pekerjaan berpengaruh
terhadap kejadian depresi pasien stroke. Menurut Herlina (2003)
ada perbedaan status pekerjaan dengan kejadian depresi pada
pasien stroke yang signifikan. Kejadian depresi pada seseorang
yang bekerja dikarenakan gangguan aktivitas hidup sehari hari
dan fungsi sosial yang menurun setelah terjadinya stroke. Status
pekerjaan juga dihubungkan dengan status sosial pada penderita
-
59
stroke. Depresi terjadi lebih tinggi pada status sosial yang lebih
rendah dibandingkan mereka dengan tingkat sosial yang lebih
tinggi (Ratnasary dkk, 2012).
e. Lama sakit
Lama sakit salah satu yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil
penelitian mengenai lama kejadian sakit dibagi menjadi 4 kategori
yaitu kurang dari 1 bulan, 1 bulan sampai dengan 1 tahun, 1 tahun
sampai dengan 5 tahun, dan lebih dari 5 tahun. Pada penelitian
didapatkan responden dengan lama sakit kurang dari 1 bulan 23
responden (38,3%). Semakin lama waktu pasca stroke jumlah
responden semakin sedikit hal ini di lihat dari lama sakit yang lebih
dari 5 tahun sejumlah 5 responden (8,3%).
Penurunan jumlah responden pada penelitian yang lama
sakitnya lebih dari 1 tahun dikarenakan kepatuhan berobat
penderita semakin berkurang seiring berjalanya pemulihan setelah
rehabilitasi. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran penderita
stroke mengenai pengobatan secara berkala.
Lama serangan stroke akan berpengaruh terhadap kondisi
depresi yang dialami oleh penderita stroke. Robinson mengatakan
bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak
menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya
memperlihatkan gejala depresi. Sementara setengah dari penderita
-
60
yang mengalami depresi dalam waktu 2 - 3 bulan setelah terjadinya
serangan stroke akan tetap menunjukkan tanda-tanda depresi
selama kurang lebih 1 tahun (Robinson, 2003).
Lipsay dan kawan kawan mengatakan bahwa sekitar dua
pertiga pasien depresi pasca stroke akan sembuh dalam waktu 7 8
bulan kemudian. Akan tetapi penelitian yang dilakukan ashio dan
wade menyatakan bahwa prevalensi depresi pasca stroke hanya