hubungan akne vulgaris dengan sindrom depresi
DESCRIPTION
hubungan akn vulgaris dengan sindrom depresiTRANSCRIPT
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN AKNE VULGARIS DENGAN SINDROM DEPRESI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas danmemenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
CUT SHELFI OKTARINA HARNOLD0907101050077
Mahasiswa Program Studi Pendidikan DokterFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, Maret 2013
Dosen Pembimbing I
dr. Nanda Earlia, Sp. KKNip. 19750619 200212 2 002
Dosen Pembimbing II
dr. Subhan Rio Pamungkas Sp.KJNip. 19791112 200604 1 001
Mengetahui,Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah
Dr. dr. Mulyadi, Sp. P
ii
Nip. 19620819 199002 1 001
iii
ABSTRAK
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang terlihat dengan adanya komedo, papula, pustula dan kista pada daerah predileksi. Akne vulgaris sering terjadi pada remaja yang menyebabkan sindrom depresi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan akne vulgaris dengan sindrom depresi. Penelitian ini dilakukan secara analitik dengan rancangan cross sectional, pada bulan Oktober 2012 – Desember 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara akne vulgaris dengan sindrom depresi (P <0,05). Penatalaksanaan akne vulgaris yang tepat perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
kata kunci : Akne Vulgaris, Sindrom Depresi
4
4
ABSTRACT
Acne Vulgaris is a chronic inflamation of the pilosebaceous follicles, which seem in the presence area of blackheads, papules, pustules and cyst on the predilection area. Acne Vulgaris often occurs in adolescent causing depression syndrome. The purpose of this study is to determine the relationship beetwen acne vulgaris with depression syndrome. This study was done analitically using cross sectional design from October 2012 to December 2012. The result of this study research shows the relationships between acne vulgaris with depression syndrome (p<0,05). The proper management of acne vulgaris is necessary to obtain the optimal results.
keywords : Acne Vulgaris, Depression Syndrome
5
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, kekuatan serta mengajarkan arti kesabaran dan kesyukuran. Salawat dan salam kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabat.
Skripsi penelitian dengan judul “Hubungan Akne Vulgaris dengan Sindrom Depresi” ini adalah suatu karya yang diusahakan penulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran. Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka melalui kata pengantar ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Mulyadi Sp.P sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.
2. dr. Nanda Earlia Sp.KK dan dr. Subhan Rio Pamungkas Sp. KJ sebagai
pembimbing yang dengan sabar dan telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. dr. Syahrial Sp.KJ dan dr. Mimi Maulida Sp.KK selaku penguji yang telah
memberikan saran untuk kebaikan dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr. dr. Arti Lukita sari, Sp.M sebagai dosen wali yang telah membimbing
penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala.
5. dr. Dina Lidadari Sp.KK, dr. Siti Hajar Sp.KK, dr.Vara Marijz, dr. Fira
staf Klinik Nayla Skin Care, staf Klinik Jeulila dan Staf Klinik Titik Skin
Care yang telah banyak membantu dan membimbing saya selama
penelitian berlangsung.
6
6. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Kedokteran Unsyiah yang telah
memberikan disiplin ilmu kepada penulis. Serta Segenap karyawan RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah membantu kelancaran dalam
administrasi penelitian dan tersusunnya skripsi ini.
7. Ketua Tim Pengelola Skripsi , dr. Imran Sp.S dan seluruh staf Ully, Afit
Munandar, Ira Amalia, dan Ummi Kalsum membantu kelancaran dalam
administrasi penelitian dan tersusunnya skripsi ini.
8. Penghormatan dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta dr. Harnold Harun Sp.KJ dan Cut Anitha Rahman serta kakanda
dan adinda dr. Shifani Harnold, dr. Shefina Pyeloni Harnold, dan Cut
Shofira Harnold atas semua pengorbanan, semangat, kasih sayang, dan doa
restu yang selalu terucap dalam setiap sujud shalat untuk keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan studi.
9. Daniel Kurniawan dan Sanak saudara Dra. Harnijah Harun Wisnu
Heryanto ST, Wiwied Handayani SE, Willy Herryandi SE, Wahyu
Permana dan Wirya hadinata SE atas semua pengorbanan, bantuan, kasih
sayang yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
10. Sahabat-sahabat tercinta Dekka, Khaliza, Nabila, Devi , Shela, Anne,
Yunda, Fera, Aya, Ade, Farah, Tia, Azam, Echa, Risca, Puram, dr. Rendy,
M.Haikal ST, Ninegirls dan rekan angkatan 2009 yang telah memberi
semangat.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini di masa mendatang.
Banda Aceh, Februari 2013
7
Penulis
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pemahaman depresi menurut orang awam ialah kemurungan, patah semangat
atau kesedihan yang bisa menandakan adanya gangguan kesehatan. Hal ini berbeda
dalam medis yakni merujuk pada kondisi mental yang di dominasi oleh penurunan
mood dan sering disertai oleh berbagai gejala penyerta terutama anxietas, agitasi,
perasaan diri tidak berharga, ide bunuh diri, hipobulia, retardasi psikomotor, berbagai
gejala somatik, dan disfungsi fisiologik (misalnya insomnia). Gejala atau sindrom
depresi merupakan gambaran utama yang bermakna dalam berbagai kategori penyakit
(WHO, 1997).
Gangguan depresi pada penduduk dewasa di Amerika dilaporkan sekitar 16,2%
atau sekitar 32.6-35.1 juta orang (Kessler, 2003). Menurut Chiu (2004), penelitian
tentang epidemiologis depresi di Asia masih sangat langka, namun hasil yang ada
menunjukan bahwa prevalensi depresi di Asia khususnya kawasan Asia Pasifik lebih
rendah daripada negara Barat.
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan tahun
2007 didapatkan prevalensi nasional gangguan jiwa anxietas dan depresi sebesar
11,6% dari populasi 24.708.000 orang. Prevalensi gangguan mental emosional
(termasuk depresi) di Aceh adalah 14,1% dengan prevalensi berkisar antara 4,8-
32,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi nasional (12.36%) (Riskesdas
Prov.Aceh, 2007).
8
Pada pasien dengan akne vulgaris didapatkan beberapa laporan adanya
gangguan mental seperti kecemasan, depresi, agresi, harga diri rendah, upaya bunuh
diri serta didapatkan juga peningkatan prevalensi kecemasan pada pasien dengan
tingkat keparahan akne yang tinggi. Sebuah penelitian pada penyakit kulit ditemukan
bahwa diantara enam belas dari pasien akne dilaporkan tujuh kasus melakukan bunuh
diri (Golchai et al., 2010).
Laporan dari asosiasi penyakit kulit mental health, akne vulgaris merupakan
penyakit kulit yang sering mempengaruhi remaja di seluruh dunia. Pertumbuhan akne
pada remaja menyebabkan tejadinya pengembangan rasa identitas dan harga diri
sehingga berpotensi rentan terhadap psikologis yang merugikan (Purvis,2006).
Menurut hasil dari database PharMetrics didapatkan 65,2% , dengan ratio 1.9
perempuan : 1 laki-laki , mencari pengobatan untuk akne vulgaris dan sekitar dua kali
lebih banyak perempuan mengalami depresi, rasio 10,6% perempuan : 5,3% laki-laki.
Depresi terjadi 8,8% pada pasien akne vulgaris di seluruh negara. Sebagian besar
kasus depresi yang dilihat dari pemanfaatan terapi anti depresi lebih banyak pada
pasien berusia 18 tahun keatas dengan presentase tertinggi pada kelompok usia 36-64
dan penggunaan pengobatan anti akne (baik topikal, oral, atau keduanya)
berhubungan dengan prevalensi rendahnya pemanfaatan anti depresi dibandingkan
pasien yang tidak mengalami pengobatan akne. (Uhlenhake,2010).
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa antara kondisi
kulit dengan depresi saling mempengaruhi. Kondisi gangguan kulit khususnya akne
vulgaris berpeluang untuk mengalami sindrom depresi. Sampai saat ini peneliti belum
mendapatkan adanya data mengenai depresi yang timbul akibat akne vulgaris di
Banda Aceh oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengetahui hubungan
antara akne vulgaris dengan sindrom depresi.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara akne vulgaris dengan sindrom depresi ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
9
a. Mengetahui hubungan akne vulgaris dengan sindrom depresi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan gradasi akne dengan tingkat keparahan depresi.
b. Mengetahui hubungan durasi akne dengan tingkat keparahan sindrom depresi.
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
a. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam melakukan
penelitian di bidang riset kedokteran khususnya di bidang Dermatologi dan
Psikiatri sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di masa
yang akan datang.
b. Bagi masyarakat
Dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya menjaga kulit dan dapat
melakukan pemeriksaan pada kasus Dermatologi khususnya akne vulgaris untuk
kepentingan kesehatan psikis.
c. Instalasi Rumah sakit dan Klinik-Klinik dokter Spesialis
Sebagai bahan masukan pengambilan dan penentuan kebijakan demi peningkatan
kualitas dan kuantitas pelayanan serta sebagai masukan dalam pengembangan
ilmu kedokteran.
1.5 Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara akne vulgaris dengan sindrom depresi di Kota Banda
Aceh.
10
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akne Vulgaris
2.1.1 Definisi
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang terlihat
terutama pada masa remaja ditandai dengan terdapatnya komedo, papula, pustula dan
kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas
superior, dada dan punggung. (Strauss & Thiboutot, 2012). Akne vulgaris merupakan
kondisi kulit umum, yang dapat mempengaruhi sekitar 85-100% dari populasi pada
beberapa periode kehidupan. Akne vulgaris tidak mendiskriminasi prevalensi
menurut umur dan paling sering terjadi pada masa remaja, masa pubertas, pada orang
tua dengan usia 45 tahun dan juga masih dapat terjadi pada bayi yang baru lahir
(Michael & Jonathan, 2010).
Gejala akne hampir dijumpai pada setiap remaja, kasus yang berat hanya
kadang-kadang saja, terutama didapatkan pada pria. Akne yang berat dalam fase jiwa-
raga yang labil, dapat mengakibatkan efek psikososial yang hebat (Rassner, 1995).
Lima belas persen remaja yang menderita akne dengan diagnosis berat, kebanyakan
mendorong mereka untuk mendapatkan pengobatan ke dokter spesialis kulit
(Harahap, 2000).
2.1.2 Klasifikasi
Akne terbagi menjadi empat tingkatan yaitu ringan, sedang, agak berat, dan
berat. Tingkatan ditentukan berdasarkan jumlah akne yang ada pada wajah, dada dan
punggung, serta ukuran besar kecilnya akne atau peradangan kondisi akne. Selain itu
terdapat perbedaan jenis Akne menurut Strauss dan Thiboutot, (2012) :
a. Akne pada bayi baru lahir (newborn acne): Akne jenis ini menyerang sekitar
20% bayi baru lahir dan tergolong Akne ringan.
11
b. Akne pada bayi (infantil acne): Pada bayi berumur 3-6 bulan juga ditumbuhi
akne dan akan tumbuh kembali ada saat dewasa.
c. Akne vulgaris (acne vulgaris): Akne yang paling umum terjadi pada remaja dan
kaum muda menjelang dewasa, sekitar 12-24 tahun.
d. Akne konglobata (cystic acne): Akne yang terjadi pada pria muda, tergolong
serius tetapi jarang terjadi.
e. Akne halogen: Iodida dan Bromida mempengaruhi bentuk erupsi dari akne.
f. Akne tropikal: Akne yang terjadi di iklim tropis ditandai dengan berkembangnya
folikulitis.
g. Akne excoriee des jeunes filles: Akne ringan yang ditandai dengan ekskoriasi
yang panjang. Paling sering dialami oleh wanita dewasa muda.
2.1.3 Etiologi
Etiologi yang pasti tentang Akne belum diketahui, namun ada berbagai macam
faktor yang juga sangat berkaitan dengan patogenesis seperti :
a. Genetik, akne vulgaris merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan
kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal. Diduga faktor
genetik ini berperan dalam menentukan bentuk dan gambaran klinis,
penyebaran lesi, dan durasi penyakit. Pada lebih dari 80% penderita mempunyai
minimal salah satu orang tua yang mengalami akne vulgaris (Strauss dan
Thiboutot, 2012).
b. Psikis, terjadinya stress psikis dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik
secara langsung atau melalui rangsangan kelenjar hipofisis (Strauss dan
Thiboutot,2012).
c. Makanan, kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan.
Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan lain dapat
langsung menyebabkan akne. Pada dasarnya makanan-makanan tersebut dapat
mempengaruhi metabolisme tubuh. Namun dari hasil penelitian Suryadi (2009),
ditemukan adanya sebagian dari responden melaporkan bahwa terdapat
pengaruh dari makanan terhadap metabolisme kelenjar sebasea dan sebagian
12
lagi melaporkan tidak adanya pengaruh dari jenis makanan yang dikonsumsi
dengan peningkatan kelenjar sebasea.
d. Ras, ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris karena melihat dari
kenyataan, bahwa adanya ras-ras tertentu seperti mongoloid yang lebih jarang
menderita akne dibandingkan dengan kauscasian (Siregar,2001).
e. Usia, umumnya terjadi pada usia 10-17 tahun pada wanita, 14-19 tahun pada
pria (Strauss dan Thiboutot,2012).
f. Hormon endokrin, akne biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi sebum.
Androgen merupakan perangsang sekresi sebum dan esterogen mengurangi
sekresi sebum (sylvia & lorraine, 2006).
g. Kebersihan wajah, meningkatkan prilaku kebersihan wajah dapat mengurangi
kejadian akne vulgaris pada remaja (Siregar, 2001).
h. Obat-obatan, kortikosteroid oral dan kronik yang dipakai untuk mengobati
penyakit lain (seperti lupus eritematosus sistemik atau transplantasi ginjal),
dapat menimbulkan pustula di permukaan kulit wajah, dada dan punggung.
Obat-obatan lain yang dapat menimbulkan akne ialah: bromida, yodida,
difenitoin, litium, dan hidrazid asam isonikotinat (sylvia & lorraine, 2006).
i. Kosmetika, pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti, bedak dasar
(faundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari
(sunscreen), dan krem malam secara terus-menerus dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan suatu bentuk acne ringan yang terutama terdiri dari komedo
tertutup dan beberapa lesi papulo pustular pada pipi dan dagu (Strauss &
Thiboutot,2012).
j. Bakteria, mikroba yang terlibat dalam pembentukkan akne adalah
Corynebacterium acnes, Stafilococcuc epidermidis dan Pityrosporum ovale
(Strauss dan Thiboutot,2012).
2.1.4 Patogenesis
13
Cunliffe (2000) mengemukakan adanya empat faktor yang saling berkaitan
dengan patogenesis akne yaitu kenaikan sekresi sebum, keratinasi folikel, bakteri dan
peradangan.
a. Kenaikan sekresi sebum
Akne biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi sebum. Androgen merupakan
perangsang dari sekresi sebum dan esterogen mengurangi produksi dari sekresi
sebum (Sylvia & Lorraine, 2006).
b. Keratinisasi folikel
Menurut Cunliffe (2000) keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh
adanya penumpukkan korniosit pada saluran pilosebasea, yang disebabkan oleh:
Bertambahnya erupsi korniosit pada saluran pilosebasea
Perlepasan korniosit yang tidak adekuat
Kombinasi kedua faktor diatas
c. Bakteri
P.acnes merupakan gram negatif anaerobik dan memainkan peran aktif dalam
proses peradangan pada kelenjar sebasea. Pasien dengan jerawat memiliki konsentrasi
P.acne yang tinggi dibandingkan pasien yang tidak berjerawat (Strauss dan
Thiboutot, 2012).
d. Peradangan
Sebum (Propionibacterium acnes), dan asam-asam lemak diduga menyebabkan
perkembangan peradangan di sekeliling saluran pilosebasea dan kelenjar sebasea.
Apabila terjadi aliran sebum ke permukaan, akan di hambat oleh P.acnes dan
menghasilkan lipase yang mengubah sebum trigliserida menjadi asam lemak bebas.
Asam-asam ini apabila dikombinasikan dengan bakteri akan menghasilkan respon
peradangan pada dermis dan menyebabkan terbentuknya papula eritematosa, pustula
yang meradang dan kista yang juga meradang (Sylvia & Lorraine, 2006).
14
mikrokomedo komedo papulainflamasi/ nodul
-hiperkeratotik -akumulasi dari jerawat -pecahnya dinding
infundibulum corneocytes dan -ekspansi lanjut folikel
-kohesif sebum dari unit folikel -ditandai dengan
corneocytes -pelebaran ostium -proliferasi peradangan peradangan
-sekresi sebum folikular Propionibacterium perifollicular
acnes perifollicular -jaringan parut
Gambar 2.1 Acne pathogenesis [From Zaenglein AL et al. Acne vulgaris and
acneiform eruptions, iWolff K et al (eds): Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 7th ed. New York, McGraw-Hill, 2008.]
2.1.5 Manifestasi Klinis
Lesi paling dini yang tampak pada kulit adalah komedo. Komedo putih atau
komedo tertutup kemungkinan besar akan berkembang menjadi papula dan pustula.
Komedo hitam atau komedo terbuka memiliki sumbatan berwarna gelap yang
menutup saluran pilosebasea (Sylvia & Lorraine, 2006).
Lokasi primer dari akne biasanya terlihat pada wajah, punggung, dan hidung.
Lesi cenderung berkonsentrasi pada garis midline. Lesi dapat berupa inflamasi atau
pun non inflamasi. Lesi non inflamasi pada komedo terbuka tampak datar atau sedikit
peninggian dengan tengahnya terlihat gelap sedangkan kontras pada lesi komedo
tertutup agak sulit divisualisasikan yang tampak hanya pucat, sedikit peninggian, dan
15
papul kecil. Lesi inflamasi berbeda dari papul kecil, terdapat kemerahan sampai
pustula besar lembut dan nodul fluktuant. Beberapa nodul besar yang biasanya
disebut cysts atau nodulcystic dapat digunakan untuk mendeskripsikan kasus akne
dengan inflamasi. Luka parut dapat terjadi sebagai komplikasi pada akibat dari
inflamasi maupun non inflamasi.
2.1.6 Derajat Keparahan
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut. (Djuanda,2007) :
Tabel 2.1 Gradasi Akne Vulgaris
Gradasi Manifestasi klinisRingan - Beberapa lesi tak beradang pada 1
predileksi- Sedikit lesi tak beradang pada
beberapa tempat predileksi- Sedikit lesi beradang pada 1
predileksi.Sedang - Banyak lesi tak beradang pada 1
predileksi - Beberapa lesi tak beradang pada
lebih dari 1 predileksi - Beberapa lesi beradang pada 1
predileksi - Sedikit lesi beradang pada lebih dari
1 predileksiBerat - Banyak lesi tak beradang pada
lebih dari 1 predileksi - Banyak lebih beradang pada lebih
atau 1 predileksi
16
( A ) ( B ) ( C ) ( D )
Gambar 2.2 Klinikopatologi korelasi dari lesi akne
( A ) : Komedo tertutup : Distensi folikular infundibulum, terdapat keratin dan
sebum, folikular sempit.
( B ) : Komedo terbuka : Hampir sama dengan komedo tertutup yang berbeda
hanyalah dari folikular patulous.
( C ) : Inflamasi papula : Sel inflamasi akut dan kronis , mengelilingi dan menyusup
folikel sehingga menunjukkan infundibulum keratosis.
( D ) : Nodul : Folikel berisi sel-sel inflamasi akut, terjadi ruptur dari folikular
distensi.
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan tergantung dari beratnya kondisi dan suatu laporan yang
objektif mengenai berat-ringannya penyakit. Prinsip dasar terapi ialah menjaga kulit
agar tetap bersih, menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan pemberian
keratolitik untuk mengurangi komedo (Sylvia & Lorraine, 2006).
.Menurut Rassner (1995), karena patogenesisnya yang kompleks tidak ada
pengobatan standar, yang perlu diperhatikan ialah stadium dan tingkat keparahan
serta faktor dari individu. Pangkal terapi ialah pada gangguan keratinisasi, maupun
17
komedo, seborea dan koloni kuman pada folikel peradangan.Terapi obat- obatan
kelas pertama yang biasanya tersedia ialah :
a. Pengobatan topikal
-Topikal retinoid : krim Tretinoin 0,025% dan 0,05%, Benzoyl peroksida.
-Topikal antibakterial : topikal clindamysin,eritromisin, sulfur, sodium sulfacetamide,
resorcin, dan salicylic acid.
b. Antibiotik oral
- Tetrasiklin 250-500mg 1-4 kali sehari
- Doxycyclin 50-100mg 1 kali sehari
- Minocyclin 50-100mg 1 kali sehari
- Eritromycin 250-500mg 2-4 kali sehari
- Clindamycin 150mg 3 kali sehari
2.1.8 Diagnosis Banding
a. Erupsi obat akneiformis: Reaksi yang disebabkan oleh induksi obat seperti
kortikosteriod, INH, dan ACTH dengan manifestasi klinis terdapatnya banyak
papul folikular yang berukuran sebesar kepala jarum, dengan gambaran yang
relatif monomorf, kebanyakan dengan warna kemerahan (folikulitis), jarang
berwarna seperti warna kulit (komedo- tertutup), dan sekali-sekali tampak gugus
kehitaman (Rassner,1995).
b. Rosasea : Merupakan gangguan inflamasi kronik akneiformis pada unit
pilosebaseous. Dengan manifestasi klinis kemerahan dan telangiectasia akibat dari
Peningkatan reaktifitas dari kapiler dan didapatkan penebalan karet hidung, pipi,
dahi atau dagu akibat dari hiperplasia sebaceous, edema, dan fibrosis (Strauss dan
Thiboutot, 2012).
18
2.2 Depresi
2.2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan akumulasi dari perasaan cemas yang berkepanjangan.
Depresi sering terjadi atau datang setelah mengalami kekecewaan-kekecewaan yang
berlarut-larut dan panjang. Biasanya lebih dari 80% penderita memiliki kecemasan
dan depresi. Umumnya rasa cemas timbul karena adanya ancaman dari sesuatu yang
nampak kelihatan. Dalam depresi apabila adanya perasaan tertekan yang berlebihan,
dan bila terjadi menahun, kecemasan yang berat mungkin membuat seseorang merasa
rendah diri ( Prasetyono, 2005).
Kaplan & sadock (2010) mendefinisikan depresi ialah dimana terjadinya
gangguan fungsi pada manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tidak berdaya bahkan adanya gagasan bunuh
diri.
Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik
yang manifestasinya bisa berbeda-beda pada masing-masing individu. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) merupakan salah satu instrumen
yang digunakan untuk menegakkan diagnosis depresi. Bila manifestasi gejala depresi
muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood ( seperti murung, sedih,
rasa putus asa), diagnosis depresi dapat dengan mudah ditegakkan (Amir, 2005).
Orang yang beresiko tinggi mengalami depresi ialah orang yang berkepribadian
depresif. Seseorang yang sehat juga dapat mengalami depresi apabila tidak mampu
menangani berbagai pemicu stress atau stressor psikososial yang dialaminya (Harun,
2009).
2.2.2 Epidemiologi Depresi
Dalam perhitungan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12%
pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi. Berkisar
19
antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria dapat
didiagnosis sebagai gangguan depresi mayor dan diperkirakan 120 juta orang
diseluruh dunia menderita depresi. Sekitar 1 dari 20 orang di Amerika Serikat dapat
di diagnosis dengan depresi mayor kapanpun juga (Nevid et al, 2002).
Depresi lebih sering terjadi pada wanita, hal ini diduga karena lebih sering
didapatkan mencari pengobatan dibanding pria. Adanya ketidak seimbangan hormon
pada wanita mengakibatkan tingginya prevalensi. Depresi sering terjadi pada usia
muda. Pada wanita umumnya terjadi di usia 20-40 (Harun, 2009).
Meskipun obat antidepresan sudah cukup banyak tersedia saat ini prevalensi
depresi dan angka bunuh diri akibat depresi tetap saja tinggi sekitar 15% penderita
depresi mayor meninggal karena bunuh diri, 20%-40% pernah melakukan percobaan
bunuh diri dan 80% mempunyai ide bunuh diri. Angka bunuh diri lebih tinggi pada
orang tua dan anak muda walaupun depresi lebih sering pada wanita, angka bunuh
diri lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan wanita (Amir, 2005).
2.2.3 Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab depresi yaitu mulai dari faktor genetik, ketidak
seimbangan biogenik amin, gangguan neuroendokrin perubahan neurofisiologik, serta
faktor psikologik seperti kehilangan objek yang dicintai, hilangnya harga diri, distorsi
kognitif, ketidak berdayaan yang dipelajari, dan lain-lain juga diduga berperan dalam
terjadinya depresi (Amir, 2005).
A.Faktor Genetik
Genetik merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan
gangguan mood depresi. Tetapi, pola penurunan genetik ialah sudah jelas melalui
mekanisme yang kompleks seperti penelitian keluarga, adopsi, anak kembar dan
penelitian lainnya yang berhubungan (Kaplan et al., 2010).
B. Faktor Biologis
1. Amin Biogenik
Menurut Amir (2005), korteks limbik yang berhubungan dengan neokorteks
bekerja mengatur fungsi luhur. Sedangkan yang berhubungan dengan midbrain dan
20
batang otak terkait dalam pengaturan sistem otonom, produksi hormon, dan siklus
tidur-bangun. Neuron yang mengandung norepinefrin terlibat dalam beberapa fungsi,
misalnya kewaspadaan, mood, nafsu makan,penghargaan, dan dorongan kehendak.
Neurotransmiter lain yang juga me-mediasi fungsi ini yaitu dopamin.
Neurotransmiter ini penting untuk rasa senang, seks, dan aktivitas psikomotor.
Serotonin berperan dalam pengontrolan afek, agresivitas, tidur dan nafsu makan.
Neuron kolenergik mensekresikan asetilkolin dari terminal dendritnya dan bersifat
antagonis terhadap katekolamin. Bukti adanya keterlibatan aminoamin dapat dilihat
dari:
a. Reserpin adalah obat antihipertensi yang dapat mengurangi penyimpanan
biogenik amin. Obat ini dapat mempresipitasi terjadinya depresi.
b. Antidepresan dapat mengatasi depresi dengan cara meningkatkan aktivitas
biogenik amin di otak.
2. Penyakit Fisik
Penyakit fisik dan psikiatri sering terdapat bersamaan. Frekuensinya lebih
besar daripada sekedar kebetulan. Sebab baik stres maupun peristiwa kehidupan
mempunyai andil yang sama. Semua penyakit fisik mempunyai akibat psikologi,
bahkan psikologi dapat menjadi penyebab beberapa penyakit lain (I.M Ingram et
al,.1995).
C. Faktor Psikologi
1. Peristiwa dalam kehidupan dan stres lingkungan memegang peranan penting
dalam terjadinya depresi. Data menunjukkan bahwaa kehilangan orang tua
sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan merupakan awal dari penyakit
yang berhubungan dengan depresi (Kaplan et al., 2010).
2. Faktor Kepribadian Premorbid biasanya hanya terdapat gangguan afek ringan,
personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama hidupnya,
keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian ini
ditunjukan dengan prilaku murung, pesimis,dan kurang bersemangat (Ingram I.M
et al., 1995).
21
2.2.4 Tingkat Depresi
Menurut klasifikasi WHO (1992), tingkat depresi dibagi menjadi :
1. Mild depression (minor depression)
Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi serta gangguan depresi
datang setelah stressful yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan tidak
bersemangat.
2. Moderate depression
Pada depresi sedang, mood yang rendah berlangsung terus dan individu juga
mengalami simtom fisik walaupun simtom ini berbeda-beda setiap individu.
3. Mayor depression Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk
bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Depresi ini dapat
muncul sekali atau beberapa kali selama hidup.
Tingkatan depresi dan diagnosisnya dapat diukur dengan menggunakan Beck
Depression inventory (BDI). BDI awalnya diperkenalkan pada tahun 1961 oleh
psikiater yang bernama Aaron Beck dan rekan-rekannya sehingga menjadi hak cipta
pada tahun 1978. Instrumen ini mengalami beberapa kali revisi termasuk versi BDI-
IA pada tahun 1993 dan versi yang sekarang yaitu BDI-II yang diperkenalkan pada
tahun 1996. BDI-IA merupakan instrumen yang dibuat sesuai dengan kriteria depresi
DSM-III-R (Diagnostic and Statistical Manual and Mental Disorders III) kemudian
direvisi menjadi BDI-II dengan memodifikasi item-item yang menggambarkan
kriteria DSM-IV (Ackerman dan Andrew, 2007).
Instrumen BDI asli yang awalnya harus dibacakan oleh orang yang
mewawancarai dengan suara yang keras ke pasien, namun instrumen ini juga dapat
diisi langsung oleh pasien. BDI-II merupakan alat ukur depresi yang terdiri dari 21
item pertanyaan, yaitu: kesedihan, pesimistik, kegagalan masa lalu, kehilangan
kesenangan, perasaan bersalah, perasaan seperti dihukum, benci diri sendiri,
pengkritikan pada diri sendiri, pikiran atau keinginan bunuh diri, menangis, tidak
dapat istirahat, hilang minat, keragu-raguan, kehilangan energi, perubahan pola tidur,
mudah tersinggung, selera makan, sulit berkonsentrasi, lelah dan hilang minat seks.
Setiap pertanyaan memiliki jawaban yang dibuat dengan skor 0-3 (Baer dan Blais,
22
2010). Tingkat keparahan depresi dapat diketahui dengan menjumlahkan skor seluruh
item pertanyaan. Semakin tinggi total skor, mengindikasikan beratnya tingkat depresi.
Interpretasi tingkat depresi dengan jumlah nilai 0-9 masih dalam batas normal/tidak
depresi, 10-16 depresi ringan, 17-29 depresi sedang dan >30 termasuk depresi berat.
Waktu yang dibutuhkan dalam mengisi BDI-II ini antara 5-10 menit (Beck dan Steer,
2000).
2.2.5 Gejala Depresi
Menurut Lumongga (2009) gejala depresi adalah sekumpulan peristiwa,
perilaku, atau perasan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang
bersamaan, gejala depresi dapat dilihat dari tiga segi yaitu :
a. Gejala fisik
Ada beberapa gejala fisik yang dapat dideteksi yaitu:
1) Gangguan pola tidur, misalnya,sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
2) Menurunnya efesiensi kerja, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan
energi pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak
efisien dan tidak berguna,seperti memakan makanan kecil, melamun, merokok
terus-menerus, sering menelepon yang tak perlu.
3) Menurunnya tingkat aktivitas, pada umumnya orang yang mengalami depresi
menunjukan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang
lain seperti menonton televisi, makan, dan tidur.
4) Menurunnya produktivitas kerja, orang yang terkena depresi akan kehilangan
sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya tidak lagi bisa menikmati dan
merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya, kehilangan minat dan motivasi
untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk
tetap beraktivitas membuatnya kehilangan energi yang ada sudah banyak terpakai
untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mudah
sekali lelah, capek padahal belum melakukan aktivitas yang berarti.
23
5) Mudah merasa letih dan sakit, jika seseorang menyimpan perasaan negatif, maka
jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan, dan harus
memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka.
b. Gejala Psikologis
Ada beberapa tanda gejala psikologis yaitu :
1) Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi
cenderung memandang segala sesuatu dari segi negatif, termasuk menilai diri
sendiri. Senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang
lain lebih dinilai sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih
berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negatifnya.
2) Sensitif, Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu
dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali sehingga sering peristiwa yang netral
jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh merek,bahkan disalah
artikan. Akibatnya mereka mudah tersinggung mudah marah, perasa, curiga akan
maksud orang (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih,
murung dan lebih suka menyendiri.
3) Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka
merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang
seharusnya mereka kuasai.
4) Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang
yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa
dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan
tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya
menjadi beban orang lain dan menyalahan diri mereka atas situasi tersebut.
5) Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan
yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena merasa terlalu dibebani
tanggung jawab yang berat.
C.Gejala Sosial
Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan
rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun
24
lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok
dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal Dalam penelitian
gejala depresi yang digunakan adalah gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala sosial.
2.2.6 Diagnosis Banding
Menurut Amir (2005), diagnosis banding dari depresi ialah :
a. Gangguan skizofrenia : Terutama katatonik, tetapi pada tiap-tiap tipe depresi
dapat terlihat selama atau setelah suatu episode. Adanya penyesuaian
premorbid yang buruk, gangguan proses pikir formal dengan waham yang
tersusun baik dan halusinasi yang kompleks, tidak ada riwayat siklik, dan
tidak danya riwayat keluarga yang mengalami gangguan afektif, menyokong
dugaan skizofrenia.
b. Gangguan skizoafektif : Suatu gangguan psikotik yang memenuhi kriteria
skizofrenia tetapi dalam sebagian waktu bertumpang tindih dengan gejala-
gejala mood mayor
c. Gangguan cemas menyeluruh : Pertama terlihat anxietas yang sangat
menonjol. Pasien dengan cemas hendaknya selalu dipertimbangkan
kemungkinan adanya depresi.
d. Alkoholisme : Alkoholisme dan depresi sering terlihat bersama-sama
e. Ketergantungan zat : Ketergantungan zat dan depresi sering terlihat bersama-
sama
f. Gangguan obsesif-Kompulsif, gangguan kepribadian ambang dan histrionik.
g. Demensia (pseudodepresi) : Demensia ini sering terjadi dan sulit
membedakannya, terutama pada orang tua.
2.2.7 Penatalaksanaan
Ada banyak faktor yang mungkin terlibat dalam perkembangan gangguan mood
dan terdapat pula berbagai macam pendekatan penanganan yang berasal dari model-
model psikologi dan biologi ( Nevid, 2005).
Kekeliruan klinis yang paling sering menyebabkan kegagalan percobaan suatu
25
obat antidepresan ialah menggunakan dosis yang terlalu rendah dan waktu yang
terlalu singkat. Adapun pedoman untuk menentukan kualitas percobaan obat sebagai
definitif atau kemungkinan dalam hal kepastian dengan mana seseorang dapat
menyimpulkam bahwa obat tersebut adekuat (Kaplan & sadock, 2010) :
2.2 Tabel Pedoman Kualitas Uji Coba ObatKriteria
Uji Coba Definitive dengan lama ≥6 minggu
Uji Coba Definitive dengan lama ≥ 4 dan < 6 minggu
Antidepresan Dosis Harian Dosis HarianTrisiklik
Imipramine, desipramine
Nortriptyline
Amitriptyline, doxepinMaprotilineProtriptyline
Inhibitor monoamine oksidasePhenelzineIsocarboxazid atau tranylcypromine
FluoxetineObat lain
BupropionTrazodoneAmoxapineLithium
Terapi elektrokonvulsif
≥ 250 mg atau kadar plasma desipramine
≥ 125 mg/ml atau imipramine 200 ng/ml≥ 100 mg atau kadar plasma antara
50 dan 150 ng/ml≥ 250 mg≥ 200 mg≥ 60 mg
¿ 60 mg
≥ 40 mg
≥ 20 mg
¿ 400 mg
≥ 300 mg
¿ 300 mgKadar plasma 0,7-1,1 mEq/L≥ 12 total, dengan sekurangnya Enam bilateral
200 – 249 mg
75 – 99 mg
200 – 249 mg150 – 199 mg40 – 59 mg
45 – 59 mg30 – 39 mg
5 – 19 mg300 – 399 mg200 – 299 mg200 – 299 mgKadar plasma, 0,4 – 0,69 mEq/L≥ 9 – 11 unilateral
2.3 Depresi dan Akne Vulgaris
Semua penyakit fisik mempunyai efek psikologis. Pola respon ini dapat sehat
atau tidak sehat. Anxietas dan depresi merupakan respon lazim dan jelas tetapi
bervariasi dalam derajat dan ketepatan. Pasien yang datang dengan gejala psikologis
sering mempunyai penyebab fisik sebagai penyerta atau penyokong. Survey pada
pasien yang mengunjungi klinik rawat jalan psikiatri terdapat adanya penyakit fisik
pada sepertiga kasus (Ingram I.M et al., 1995).
26
Kulit merupakan salah satu jalan utama bagaimana kita merasakan dunia dan
apabila terdapat gangguan pada kulit dapat mengakibatkan stres berat pada pasien
seperti halnya pada parasitosis delusi. Keadaan kulit ini sendiri sangat mempengaruhi
kondisi utama dalam kesehatan dermatologi dengan diikuti gejala sisa psikologi
sehingga berdampak pada kualitas hidup pasien, kepercayaan diri, serta hidup secara
keseluruhan (Rook., et al 1998).
Keadaan kulit yang sehat sangatlah penting bagi kesehatan fisik dan mental
seorang individu. Keadaan ini terangkum dalam aspek penampilan rasa sehat dan
bahagia serta rasa percaya diri. Hal itu disebabkan karena kulit merupakan organ
terluas dan yang paling kelihatan dari tubuh manusia sehingga suatu penampilan kulit
yang berbeda akan berpengaruh pada penampilan dan citra diri seseorang dan
selanjutnya akan mempengaruhi orang itu sendiri. Akne vulgaris merupakan salah
satu penyakit kulit yang dihubungkan dengan faktor psikologis penderitanya. Akne
vulgaris sendiri adalah penyakit kulit yang paling sering ditemukan dan ditatalaksana
oleh spesialis dermatologis. Keadaan ini terdapat hampir 80% pada remaja dan
dewasa muda (Andri dan Sudharmono, 2010).
Studi barat telah meneliti bahwasanya adanya dampak dari akne vulgaris
dengan kualitas hidup penderita acne vulgaris. Pasien dengan acne vulgaris
cenderung memiliki kecemasan, depresi rasa malu, stigmasasi, penarikan sosial harga
diri rendah, gangguan makan, gangguang dismorfik tubuh, dan pengangguran (Bon
dann Yap, 2011).
Psikis dan kondisi kulit saling mempengaruhi. Kondisi psikis dapat
mempengaruhi kulit, sebaliknya keadaan ganguan kulit dapat juga berpengaruh
terhadap psikis. Perlu diertimbangkan penambahan psikoterapi dan psikofarmaka
pada pengobatan akne vulgaris yakni pada bidang pengobatan tubuh-pikiran ( mind-
body ) luas dan menawarkan pada tingkat yang lebih daripada hanya memberikan
resep sederhana untuk pengobatan simptomatik. Melalui pengobatan yang holistik
akan menuju kepada pengelolaan akne vulgaris yang tepat (Ichsan dan Muchlisin,
2008).
27
Studi terbaru alami tentang akne terbatas. Pengobatan yang baik mungkin dapat
memodifikasi prevalensi keparahan akne. Akne yang dialami selama bertahun-tahun
terkait dengan morbiditas psikiatri Stres emosional pun dapat memperburuk akne dan
penderita dengan akne mengalami masalah kejiwaan sebagai akibat dari kondisi
mereka. Masalah kejiwaan yang biasanya berhubungan dengan akne ialah masalah
harga diri, kepercayaan diri, citra tubuh, penarikan sosial, kecemasan, depresi, marah
dengan akne, frustasi/ kebingungan, dan keterbatasan dalam masalah kehidupan
dalam hubungan keluarga ( Aktan S, 2000).
28