hpi perpajakan internasional

94
1 PAJAK INTERNASIONAL Slides 2007 drs.abdul rauf.

Upload: astry-kitings

Post on 05-Aug-2015

330 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

1

PAJAK INTERNASIONAL

Slides 2007

drs.abdul rauf.

Page 2: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

2

AZAS PENGENAAN PAJAK

Azas Domicili Azas Sumber Azas Kewarganegaraan Azas Teritorial Azas Campuran

Page 3: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

3

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

Pengertian :

Rosendorf :

Hukum pajak Internasional adalah keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara.

P.Verloren van Themaat :

Hukum pajak Internasional adalah keseluruhan norma – norma ( kebiasaan atau traktat ) internasional, yang membatasi kedaulatan suatu negara dalam soal pajak.

Rochmat Soemitro :

Hukum pajak Internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari kaedah, baik berupa kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsip / kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara – negara di dunia untuk mengatur soal – soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur – unsur asing baik mengenai subjeknya maupun mengenai objeknya.

Page 4: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

4

SUMBER FORMIL DARI HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

1.Hukum pajak nasional masing masing negara yang mengatur secara sefihak dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.

2.Azas hukum antar negara , baik tertulis maupun tidak tertulis .

3. Traktat ( Perjanjian ) dengan negara lain.

-Untuk meniadakan pajak berganda

-Perlakuan fiskal terhadap orang asing.

-Mengatur soal pemecahan untung.

-Mengatur masalah tarif.

-Mengatur penghindaran pajak berganda..

-Pemberian informasi.

-Saling memberi bantuan untuk pengena

an pajak.

Page 5: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

5

PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL

Terjadi karena tidak ada Hukum Internasional yang mengatur secara khusus tentang hal ini, sehingga terjadi bentrokan hukum pajak antar negara.

Pengertian:

Volkenbond :

Pajak ganda internasional terjadi apabila pajak pajak dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang – orang yang dikenakan pajak di negara –negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja.

Ehrenzweig dan Koch :

Pajak ganda terjadi apabila suatu sistem hukum atau beberapa yurisdiksi hukum mengenakan pada satu objek pajak atau lebih yang pada pokoknya mempunyai sifat dan efek yang sama.

Page 6: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

6

DAMPAK PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL

Secara ekonomis pajak merupakan pengorbanan sumber daya yang harus ditanggung oleh pengusaha dan masyarakat.

Pajak berganda akan memberikan tambahan beban kepada pengusaha,sehingga bila tidak ada upaya untuk mencegah atau meringankannya berarti akan ikut memicu ekonomi global dengan biaya tinggi.

Kebijakan perpajakan seharusnya bersifat netral terhadap kompetisi internasional, dan hal ini hanya dapat dilaksanakan dengan penyediaan atau eliminasi terhadap pajak berganda internasional

Suatu kebijakan perpajakan yang bersifat netral akan mendorong alokasi sumber daya yang paling efisien dan optimal sehingga tidak mempengaruhi pilihan seseorang untuk bertempat tinggal atau melakukan investasi dimanapun.

Page 7: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

7

PPENCEGAHAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL

1 Cara Unilateral.

Masing –masing negara mengatur dalam undang undang pajaknya sendiri tentang cara pencegahan pajak berganda, dan biasanya dengan memperhatikan kebiasaan kebiasaan internasional atau berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara didunia, dan biasanya disyaratkan azas timbal balik.

2. Cara Bilateral. Penghindaran pajak berganda didasarkan

atas kesepakatan (persetujuan) dari 2 (dua) negara pemegang yurisdiksi pemajakan dan pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang diratifikasi oleh kedua negara.

3.Cara Multilateral. Karena menyangkut beberapa negara ,

biasanya lebih bersifat “harmonisasi” dari ketentuan perpajakan masing –masing negara.

Page 8: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

8

Pencegahan pajak berganda secara unilateral biasanya kurang efektif karena beberapa hal :

A. Tidak adanya jaminan timbal balik dari negara lainnya.

B. Sistem pajak atas penghasilan di suatu negara itu unik, sehingga kemungkinan pengenaan pajak ganda atas penghasilan dari transaksi antara dua negara sangat mungkin terjadi.

C. Ketentuan undang – undang domestik biasanya kaku, tidak lentur, karena secara umum memang ditujukan untuk penerimaan negara dan bukan untuk pencegahan pajak berganda. Setiap pencegahan pajak ganda artinya memberikan keringanan pajak yang pada akhirnya berarti penurunan penerimaan negara.

Page 9: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

9

Upaya penghindaran pajak berganda secara bilateral yang biasanya dirumuskan dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) dianggap paling baik dan kedudukan tax treaty ini diatas undang – undang domestik.

Upaya pencegahan pajak berganda dalam tax treaty diatur secara berlapis.

Lapis pertama adalah ketentuan untuk mencegah “ dual residence “.

Lapis kedua diatur dengan 2 (dua ) ketentuan yaitu :

Pertama dengan pembagian hak pemajakan antara negara domicili dan negara sumber.

Kedua dengan mengatur ketentuan cara mencegah pajak ganda di negara domicili bila ternyata di negara sumber dikenakan

pajak.

Lapis ketiga dengan “Mutual Agreement Procedure (MAP) yaitu upaya subjek pajak di negara domicili untuk melakukan “mutual agreement” dengan negara sumber untuk menghilangkan pajak ganda.

Page 10: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

10

METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

A.Credit method (metode kredit pajak)

-Full Credit.

-Ordinary Credit

-per country limitation

-overall limitation

*Tax Sparing

*Underlaying tax credit

*Maching credit

B.Exemption method (metode pembebasan)

-Pembebasan penuh

-Pembebasan dengan progressi.

Page 11: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

11

ASPEK INTERNASIONAL DARI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

Pasal 2 ayat (1) huruf c Pasal 2 ayat (2) Pasal 2 ayat (4) Pasal 2 ayat (5) Pasal 3 Pasal 5 Pasal 16 ayat (3) Pasal 18 ayat (2,3,3a dan 4) Pasal 24 Pasal 26 Pasal 32A

Page 12: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

12

SUBJEK PAJAK

- ORANG PRIBADI - WARISAN YG BELUM TERBAGI

Pasal 2 ayat (1)

BADAN

BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Page 13: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

13

SUBJEK PAJAK

DALAM NEGERI LUAR NEGERI

Pasal 2 ayat (2)

SUBJEK PAJAK

Page 14: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

14

• ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN

• BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA

YANG MENJALANKAN USAHA ATAU

KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA

YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH

PENGHASILAN DARI INDONESIA BUKAN

DARI MENJALANKAN USAHA ATAU

KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA

SUBJEK PAJAKLUAR NEGERI

Pasal 2 ayat (4)

Page 15: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

15

BENTUK USAHA YANG DIPERGUNAKAN OLEH

ORANG PRIBADISEBAGAI

SUBJEK PAJAK LN

UNTUK MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN

DI INDONESIA

BENTUK USAHATETAP

Pasal 2 ayat (5)

BADANSEBAGAI

SUBJEK PAJAK LN

Page 16: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

16

• Tempat kedudukan manajemen• Cabang perusahaan• Kantor perwakilan• Gedung kantor• Pabrik• Bengkel• Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran untuk eksplorasi

pertambangan• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau

kehutanan• Proyek konstruksi/instalasi/perakitan• Pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari

dalam jangka waktu 12 bulan• Agen yang kedudukannya tidak bebas• Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi luar

negeri yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia

BENTUK USAHATETAP

Pasal 2 ayat (5)

DAPAT BERUPA

Page 17: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

17

BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING

PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU PEJABAT-PEJABAT LAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG YG DIPERBANTUKAN KPD MEREKA YG BEKERJA PADA DAN BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA MEREKA DGN SYARAT BUKAN WNI DAN DI INDONESIA TDK MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN LAIN DI LUAR JABATAN ATAU PEKERJAANNYA TSB SERTA NEGARA YBS MEMBERIKAN PERLAKUAN TIMBAL BALIK

ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KPD PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA

PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG DITETAPKAN DGN KEPMENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UTK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SESUAI KMK NO. 574/KMK.04/2000

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK Pasal 3

Page 18: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

18

PENGHASILANDARI

- USAHA/KEGIATAN BUT- HARTA YANG DIMILIKI/ DIKUASAI BUT

PENGHASILAN KANTOR PUSAT

DARI

- USAHA ATAU KEGIATAN- PENJUALAN BARANG-BARANG- PEMBERIAN JASA

YG SEJENIS DGN YG DILAKUKAN BUT

DI INDONESIA

PENGHASILAN YG TERSEBUT DLM PASAL 26 YG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH

KANTOR PUSAT

DI INDONESIA

SEPANJANG ADA HUBUNGAN EFEKTIF

ANTARA BUT DGN HARTA/KEGIATAN YG

MEMBERIKAN PENGHASILAN

OBJEK PAJAK BUT Pasal 5 ayat (1)

Page 19: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

19

BANK DI LUAR

INDONESIA

BANK BUT DI

INDONESIA

PT. A DI

INDONESIA PINJAMAN

BUNGA

PT. B DI

INDONESIA

KANTOR PUSATDI L. N

BUT DI INDONESIA

PINJAMAN

PT. C DI

INDONESIA

PT. D DI

INDONESIA

BUT DI INDONESIA

PT. E DI

INDONESIA

PT. F DI

INDONESIA

KANTOR PUSAT

KONSULTANDI L. N

BARANG LISTRIK

LABA

BARANG LISTRIK

JASA KONSULTASI

FEE

JASA KONSULTASI

OBJEK PAJAK BUTPENGHASILAN KANTOR PUSAT DARI USAHA ATAU KEGIATAN DAN PENJUALAN BARANG YG SEJENIS

DENGAN YG DILAKUKAN BUT DI INDONESIAPenjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf b

Page 20: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

20

JASA MANAJEMEN;JASA PEMASARAN;

JASA PRODUKSI

PERJANJIAN/LISENSIPENGGUNAAN

MERK“X Inc”

X. IncDI LUAR

INDONESIA

BUTDI

INDONESIA

PT. YDI

INDONESIA

ROYALTI

OBJEK PAJAK BUTPENGHASILAN KANTOR PUSAT TSB DALAM

PASAL 26 SEPANJANG TERDAPAT HUBUNGANEFEKTIF ANTARA BUT DGN HARTA/KEGIATAN

YANG MEMBERIKAN PENGHASILANPenjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf c

Page 21: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

21

PENGHASILAN DARI B.U.T.( BENTUK USAHA TETAP)

A. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT.

B. Penghasilan Kantor Pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa sejenis. (Force of attraction consept)

C. Penghasilan Kantor Pusat sebagaimana dalam Psl 26 UU PPh, sepanjang terdapat hubungan effektif antara BUT dengan harta /kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.(Effectively connected income)

Page 22: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

22

BIAYA YANG BERKENAAN DENGAN

PENGHASILAN KANTOR PUSAT

SEHUBUNGAN DENGAN :

- Usaha atau kegiatan,- Penjualan barang,- Pemberian jasa,

YG SEJENIS DGN YANG DIJALANKAN “BUT” DI INDONESIA

PENGHASILAN SEBAGAIMANA

TSB DALAM PASAL 26 JIKA TERDAPAT

HUBUNGAN EFEKTIFANTARA BUT DENGAN HARTA/KEGIATAN YG

MEMBERIKAN PENGHASILAN

BIAYA YANG BOLEHDIKURANGKAN DARIPENGHASILAN BUT

Pasal 5 Ayat (2)

Page 23: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

23

BIAYA ADM. KANTORPUSAT YG BOLEH

DIBEBANKAN SBG BIAYA

BIAYA YG BERKAITAN DGN USAHA

ATAU KEGIATAN BUT

BESARNYA DITETAPKANDIRJEN PAJAK

PEMBAYARAN KPDKANTOR PUSAT YG

TIDAK BOLEHDIBEBANKAN SBG

BIAYA

- ROYALTI/IMBALAN SEHUB. DGN PENGGUNAAN HARTA, PATEN, ATAU HAK LAINNYA- IMBALAN SEHUB. DGN JASA MANAJEMEN DAN JASA LAINNYA- BUNGA, KECUALI BUNGA YG BERKENAAN DGN USAHA PERBANKAN

BUKAN SBG PENGHASILAN BUT,PEMBAYARAN DARI

KANTOR PUSAT BERUPA

- ROYALTI/IMBALAN SEHUB. DGN PENGGUNAAN HARTA, PATEN, ATAU HAK LAINNYA- IMBALAN SEHUB. DGN JASA MANAJEMEN DAN JASA LAINNYA- BUNGA, KECUALI BUNGA YG BERKENAAN DGN USAHA PERBANKAN

PENENTUAN LABABUT

Pasal 5 Ayat (3)

Page 24: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

24

PKP BAGI WAJIB PAJAK

DALAM NEGERI

PKP BAGIWAJIB PAJAK YG

DIHITUNG DGN NORMA

PKP BAGIWP BUT

PKP BAGI WPORANG PRIBADI

D.N YG KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

NYA < 1 TAHUN YG TERUTANG PAJAK

DLM BAG.THN PAJAK

PENGHASILAN DIKURANGI DENGAN BIAYA YANG

DIPERKENANKAN, KOMPENSASI KERUGIAN,

UNTUK WP ORANG PRIBADIDIKURANGI DGN PTKP,

DIHITUNG DENGAN NORMA PENGHITUNGAN DAN

UNTUK WP ORANG PRIBADI DIKURANGI PTKP

PENGHASILAN DIKURANGI DGN BIAYA YG

DIPERKENANKAN ,KOMPENSASI KERUGIAN

DIHITUNG SESUAI PENGHASILAN NETO

DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK YANG DISETAHUNKAN

PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP)

Pasal 16 ayat (1), (2), (3) dan (4)

Page 25: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

25

- PEREDARAN BRUTO Rp 400.000.000,00- BIAYA 3M PENGHASILAN (Rp 275.000.000,00)PENGHASILAN USAHA Rp 125.000.000,00

- PENGHASILAN BUNGA Rp 5.000.000,00- PENJUALAN LANGSUNG BARANG OLEH KANTOR PUSAT YG SEJENIS DGN YG DIJUAL BUT Rp 200.000.000,00- PENGHASILAN LAINNYA Rp 205.000.000,00- BIAYA 3M PENGHASILAN (Rp 150.000.000,00)PENGHASILAN DARI LUAR USAHA Rp 55.000.000,00

PENGHASILAN NETO USAHA DANLUAR USAHA Rp 180.000.000,00

DIVIDEN YG DITERIMA KANTORPUSAT YG MPY HUB. EFEKTIFDGN BUT Rp 2.000.000,00

JML PENGHASILAN NETO Rp 182.000.000,00BIAYA MENURUT PSL 5 AYAT (3) (Rp 7.000.000,00)

PENGHASILAN KENA PAJAK Rp 175.000.000,00

CONTOH PENGHITUNGAN PKPBAGI WP BENTUK USAHA TETAP

(BUT)

Page 26: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

26

- MENENTUKAN KEMBALI BESARNYA PENGHASILAN DAN PENGURANGAN;

- MENENTUKAN UTANG SEBAGAI MODAL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BERWENANG

UNTUK MENGHITUNG BESARNYA PKP BAGI WP YANG MEMPUNYAI

HUBUNGAN ISTIMEWA

PENGHITUNGAN PKP BAGI WPYG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Pasal 18 ayat (3)

Page 27: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

27

MELAKUKAN PERJANJIAN DENGAN WAJIB PAJAK DAN BEKERJASAMA DENGAN PIHAK OTORITAS PAJAK

NEGARA LAIN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BERWENANG

UNTUK MENENTUKAN HARGA TRANKSASI ANTAR PIHAK-PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA SEBAGAIMANA

DIMAKSUD DALAM AYAT (4)

PENGHITUNGAN PKP BAGI WPYG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Pasal 18 ayat (3a)

BERLAKU SELAMA SUATU PERIODE TERTENTU DAN MENGAWASI

PELAKSANAANNYA SERTA MELAKUKAN RENEGOSIASI SETELAH PERIODE TERTENTU TERSEBUT BERAKHIR

Page 28: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

28

• WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25 % pada WP lainnya; atau

• Hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25 % pada dua WP atau lebih;

atau

• Hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir;

WP YANG MENGUASAI WP LAINNYA, DUA ATAU LEBIH BAIK LANGSUNG MAUPUN

TIDAK LANGSUNG

ADA HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH MAUPUN SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS

DAN/ATAU KE SAMPING SATU DERAJAT

HUBUNGAN ISTIMEWADIANGGAP ADA APABILA :

HUBUNGAN ISTIMEWAPasal 18 ayat (4)

Page 29: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

29

PPh pasal 24 :

Tentang Kredit Pajak Luar Negeri.

Pajak Penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri dapat dikreditkan atas Pajak Penghasilan yang terhutang di dalam negeri.

Page 30: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

30

SEBESAR PAJAK PENGHASILAN YANG DIBAYAR/TERUTANG DI LUAR NEGERI, TETAPI TIDAK

BOLEH MELEBIHI PENGHITUNGAN PAJAK YANG TERUTANG BERDASARKAN UU PPh

APABILA PPh DARI LUAR NEGERI YANG TELAH DIKREDITKAN TERNYATA DIKURANGKAN/

DIKEMBALIKAN, MAKA PPh YANG TERUTANG MENURUT UU PPh

HARUS DITAMBAH DGN JUMLAH TERSEBUT PADA TAHUN PENGURANGAN ATAU

PENGEMBALIAN DILAKUKAN

PPh YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI ATAS PENGHASILAN

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI LUAR NEGERI OLEH WP DALAM NEGERI

BOLEH DIKREDITKANDENGAN PPh YANG TERUTANGDLM THN PAJAK YANG SAMA

PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK ATAS PENGHASILANDARI LUAR NEGERI DIATUR DGN KMK No.164/KMK03/2002 tgl 19April 2002

PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI

Pasal 24 ayat (1), (2), (5), dan (6)

Page 31: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

31

1. PENGHASILAN DARI : a. Saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut berkedudukan;b. Bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;c. Sewa harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;d. Imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;e. Bentuk Usaha Tetap adalah negara tempat Bentuk Usaha Tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

2. PENGHASILAN LAINNYA DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP YANG SAMA DENGAN NOMOR 1 DI ATAS.

;

;

DITENTUKAN BERDASARKAN SUMBER PENGHASILAN

PENGHITUNGAN BATAS PPh YANG BOLEH DIKREDITKAN

Pasal 24 ayat (3) dan (4)

Page 32: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

32

KMK No.164/KMK 03/2002 Tgl.19 APRIL 2002 TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

1. WP Dalam Negeri terhutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri.

2. Penggabungan penghasilan luar negeri dilakukan sebagai berikut :

a. Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak dipeolehnya penghasilan tersebut. b. Penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut. c. Penghasilan berupa deviden sesuai pasal 18 (2) UU.PPh dilakukan pada saat perolehan deviden sebagaimana ditetapkan dalam kep. Men. Keu.

3. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

4. PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah sebesar nilai terkecil dari :

Page 33: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

33

4.1. Jumlah PPh yang dibayar atau terhutang di luar

negeri.

4.2. Jumlah PPh terhutang di Indonesia.

4.3. Nilai yang dihitung berdasarkan perbandingan

antara :

Penghasilan Netto LN

--------------------------------- x PPh terhutang

Penghasilan Kena Pajak

5 Dalam Penghasilan Kena Pajak yang diperhitungkan tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak secara final (pasal 4 (2) UU.PPh) atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (pasal 8 (1&4) UU PPh)

6 Dalam hal penghasilan LN diperoleh dari beberapa negara , maka perhitungan kredit pajak harus dilakukan untuk masing masing negara.

7 . PPh yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang melebihi kredit pajak yang diperkenankan tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terhutang tahun berikutnya, juga tidak boleh dikurangkan sebagai biaya dan tidak dapat direstitusi.

Page 34: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

34

8. Wajib Pajak wajib menyampaikan :

a. Laporan Keuangan dari Penghasilan LN. b. Fotocopy SPT di LN. c. Documen pembayaran pajak di LN. harus disampaikan bersamaan dengan SPT PPh ybs.

9. Bila terjadi perubahan besarnya penghasilan LN :

a . WP harus melakukan pembetulan SPT. b . Bila akibatnya kurang bayar, maka atas kekurangannya tidak dikenakan bunga sbgmana diatur dalam pasal 8 (2) UU KUP. c. Bila akibatnya lebih bayar, maka dapat direstitusi atau dikompensasikan. d. Bila PPh LN yang dikreditkan ternyata kemudian dikembalikan, maka pajak yang direstitusi tsb, harus ditambahkan dengan PPh terhutang pada tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan. (lihat formulir SPT PPh)

------------o0o-----------

Page 35: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

35

PPh pasal 26:

Tentang Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri.

Page 36: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

36

PEMOTONG PPh 26

* BADAN PEMERINTAH* SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI * PENYELENGGARA KEGIATAN * BENTUK USAHA TETAP * PERWAKILAN PERUSAHAAN LUAR NEGERI LAINNYA

20 % DARI JUMLAH BRUTO

(FINAL)

20 % DARI PERKIRAAN

PENGHASILAN NETO (FINAL)

O B J E K

PENGHASILAN WP LUAR NEGERI :DIPOTONG

PPh PSL 26 DGN TARIF

DIVIDEN, BUNGA,ROYALTI, SEWA,IMBALAN SEHUB. DGN. JASA,

PEKERJAAN,KEGIATAN,HADIAH DAN PENGHARGAAN, PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA

LAINNYA

PENGHASILAN DARI PENJUALAN HARTA DI INDONESIA KECUALI

YG DIATUR DLM PASAL 4 (2) DAN PREMI ASURANSI/REASURANSI

YANG DIBAYARKAN KPD PERUSAHAAN ASURANSI LN

PKP SETELAH DIKURANGI PPh BUT DI INDONESIA,

KECUALI PENGHASILAN TSB DITANAM KEMBALI DI INDONESIA

20 % DARI PKP DIKURANGI

PPh BUT (FINAL)

PEMOTONG, OBJEK DAN TARIF PPh PASAL 26

Pasal 26

PELAKSANAAN KETENTUANNYA DIATUR LEBIH LANJUT DGN KEP.MENTERI KEUANGAN

Page 37: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

37

Perkiraan Penghasilan Netto sebagai DPP PPh pasal 26 atas penghasilan berupa premi kepada perusahaan asuransi di luar negeri .

KMK No.624/KMK 04/1994 tgl 27 -12- 1994.

1. Premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

2. Premi yang dibayar perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

3. Premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang.

50%

10%

5%

Jenis Penghasilan %

Page 38: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

38

PENGHASILAN KENA PAJAKBUT DI INDONESIA Rp 17.500.000.000,00

PPh TERUTANG :10% X Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,0015% X Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,0030% X Rp 17.400.000.000,00 = Rp 5.220.000.000,00Pajak Penghasilan (Rp 5.232.500.000,00)

Rp 12.267.500.000

PPh PSL 26 YG DIPOTONG (20%) (Rp 2.453.500.000) (Branch Profit Tax)

PENGHASILAN YG DIKIRIM KEKANTOR PUSAT Rp 9.814.000.000,00

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 PADA BUT

APABILADITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA

SESUAI KEP. MENKEU, MAKATIDAK DIPOTONG PAJAK

PKP SETELAH DIKURANGI PAJAK

Page 39: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

39

Syarat Penanaman kembali dari Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUTKMK No.113/KMK 03/2002 tgl.28 -3-

2002. Penanaman kembali dilakukan atas

seluruh Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.

Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tsb.

Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan berproduksi komersial.

Page 40: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

40

PEMOTONGAN ATAS : a. -. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan oleh BUT di Indonesia - Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT

PEMOTONGAN PPh PASAL 26 YANG TIDAK BERSIFAT FINAL

Pasal 26 ayat (5)

Page 41: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

41

PERJANJIAN PERPAJAKAN DENGANNEGARA LAIN

Pasal 32 A

PEMERINTAH BERWENANG UNTUK MELAKUKANPERJANJIAN DENGAN PEMERINTAH NEGARA

LAIN DALAM RANGKA PENGHINDARAN PAJAKBERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN

PAJAK

Page 42: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

42

Persetujuan Penghindaran Pajak

Berganda

( P3B )

Page 43: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

43

Pengertian P3B

P3B adalah perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadi nya pengenaan pajak berganda, selain juga mempunyai tujuan lain yaitu :

•Mencegah pengelakan pajak.

•Memberikan kepastian hukum

•Pertukaran informasi.

•Penyelesaian sengketa dalam P3B.

•Non diskriminasi

•Bantuan dalam penagihan pajak.

Page 44: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

44

Subjek Pajak

perpajakan Internasional:

1. Subjek Pajak dalam negeri yang mendapatkan (menerima atau memperoleh) penghasilan dari sumber – sumber di luar negeri.

2. Subjek Pajak luar negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber – sumber di dalam negeri.

Page 45: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

45

Objek Pajak dalam studi perpajakan internasional pada umumnya terinci dalam 15 jenis penghasilan:

1. Penghasilan dari harta tetap atau barang tak gerak atau “income from immovable property.

2. “Business income” atau “Business profits” atau penghasilan dari usaha.

3. Penghasilan dari usaha perkapalan dan usaha pengangkutan udara atau “income from shipping and air transport”.

4. Dividen5. Bunga6. Royalti7. Keuntungan penjualan harta atau “capital

gains”.8. Penghasilan dari pekerjaan bebas atau

“income from independent personal services”.

Page 46: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

46

9. Penghasilan dari pekerjaan atau “income from dependent personal services”.

10. Gaji direktur atau “director’s fees”.11. Penghasilan seniman, artis, dan

olahragawan atau “income earned by entertainers and athletes”.

12. Uang pensiun dan jaminan sosial tenaga kerja atau “pension and social security payments”.

13. Penghasilan pegawai negeri atau “income in respect of government service”.

14. Penghasilan pelajar atau mahasiswa atau “income received by students and apprentices

15. Penghasilan lain – lain atau “other income” atau “income not expressly mentioned”.

Page 47: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

47

Model Model P3B OECD Model adalah suatu model perjanjian

pencegahan pajak ganda yang disusun dan dikembangkan oleh suatu “committee” yang dibentuk oleh Negara Negara OECD yaitu singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development.

Kelompok Negara yang tediri dari Negara Negara maju yaitu umumnya Negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman dan lainnya ditambah Jepang, Australia. Amerika Serikat, Kanada dan Negara maju lainnya.

UN Model adalah suatu model perjanjian pencegahan pajak ganda yang disusun oleh United Nation atas prakarsa dari “the United Nations Economic and Social Counsil”, yang anggotanya terdiri dari Ahli perpajakan dari Negara maju dan perwakilan dari Negara Negara yang sedang membangun dari berbagai kawasan seperti Asia, Amerika Latin dan Afrika seperti Indonesia, India, Sudan, Tunisia, Turki dan lainnya,

Perbedaan utama dari kedua model tersebut

adalah : OECD Model lebih mementingkan hak Negara domicile untuk memungut pajak , sedangkan UN Model memberikan hak yang lebih besar kepada Negara sumber untuk memungut pajak.

UN Model timbul setelah OECD Model karena disadari bahwa arus modal , Investasi , Teknologi, Hak cipta, paten, dan lainnya yang tidak seimbang dari Negara maju ke Negara berkembang , sehingga perlu diberikan hak pemajakan yang lebih besar kepada Negara berkembang dan ini yang lebih diatur dalam UN Model.

Page 48: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

48

Model Tax convention / tax treaty

Secara umum tax treaty disusun dengan daftar sebagai berikut:

Chapter I Scope of the conventionArt 1 Persons coveredArt 2 Taxes covered

Chapter II DefinitionsArt 3 General definitionsArt 4 ResidentsArt 5 Permanent Establishment

Chapter III Taxation of incomeArt 6 Income from immovable propertyArt 7 Business ProfitArt 8 Shipping and air transportArt 9 Associated EnterprisesArt 10 DividendsArt 11 InterestArt 12 RoyaltiesArt 13 Capital gainArt 14 Independent Personal ServicesArt 15 Dependent Personal ServicesArt 16 Director’s feeArt 17 Artistes and sportsmen

Page 49: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

49

Art 18 PensionsArt 19 Government ServicesArt 20 StudentsArt 21 Other Income

Chapter IV Taxation of Capital

Art 22 Capital

Chapter V Method of elimination of double taxation

Art 23 Credit / Exemption method ( choose one of two )

Chapter VI Special Provisions

Art 24 Non DiscriminationArt 25 Mutual agreement procedureArt 26 Exchange of information

Chapter VII Final Provision

Art 27 Entry into forceArt 28 Termination

Page 50: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

50

Inti dari suatu Tax Treaty adalah membagi hak pemajakan antara negara sumber dan negara domisili.

Pembagian hak pemajakan ini terlihat dari dua ungkapan yaitu :

1.) May be taxed in ...

Kata – kata ini memberikan pengertian bahwa negara sumber tetap diberi hak pemajakan.Cara dan besar tarifnya tergantung pada Undang – Undang negara tersebut.

2.) Shall be taxable only in …

Kata – kata ini memberikan pengertian hanya salah satu negara yang berhak mengenakan pajak.Biasanya hak ini diberikan kepada negara domisili.

Page 51: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

51

Resident

Dalam tax treaty, Resident atau penduduk memegang peranan sangat penting, karena salah satu prinsip pemajakan menggunakan ‘azas domicili’.

Seseorang dianggap penduduk / resident dari suatu negara apabila :

1. Mempunyai ‘rumah yang tetap’ (permanent home) pada salah satu negara.

2. Bila memiliki lebih dari satu tempat tinggal tetap, maka dilihat ‘hubungan ekonomis dan kekeluargaan’nya (personal and economic relation)

3. Bila kriteria ini belum dapat ditentukan maka kriteria yang digunakan adalah ‘kebiasaan berdiam’ (habitual abode) dari wajib pajak tersebut.

4. Bila ini juga belum memecahkan masalah, maka ‘tes kewarganegaraan’ akan diterapkan (nationality).

5. Cara terakhir bila tes kewarganegaraan tidak memecahkan masalah, maka ‘persetujuan antara pejabat yang berwenang’ (mutual agreement) yang menentukan.

Untuk ‘Badan Hukum’, pemecahannya dengan menentukan dimana ‘Effective management’nya.

Page 52: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

52

Permanent EstablismentBentuk Usaha Tetap

Adalah sarana bagi non resident tax payer untuk melakukan bisnis di negara lain.Kriteria BUT dalam tax treaty antara 2 negara biasanya mengacu kepada OECD model atau UN model.

Secara umum BUT dibagi menjadi :

1. BUT karena Asset / FisikMisal: tempat kedudukan management, cabang, kantor, pabrik, bengkel, pertambangan, penggalian sumber alam, perikanan atau peternakan.

2. BUT karena AktivitasMisal: proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan.

3. BUT KeagenanMisal: agen di negara lain yang tidak dapat menjalankan aktivitasnya tanpa persetujuan kantor pusatnya.

4. BUT AsuransiMisal: perusahaan asuransi di negara lain bila menerima premi dan menutup resiko di negara tersebut.

Page 53: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

53

Bentuk Usaha Tetap ( BUT )

Adanya tempat tetap yang dipakai oleh perusahaan luar negeri ( yang dimiliki atau dijalankan subyek pajak luar negeri) untuk melakukan seluruh atau sebahagian kegiatan usaha di negara sumber.

BUT terutama meliputi : a.Tempat pimpinan perusahaan.

b.Cabang.c.Kantor.d.Pabrik.

e.Bengkel dan,f.Tambang, sumur minyak atau gas bumi,

galian atau tempat lain untuk mengambil sumberdaya alam.

Tempat pembangunan gedung atau konstruksi atau proyek instalasi merupakan bentuk usaha tetap hanya apabila berlangsung lebih dari ( jangka waktu yang ditentukan atau time test tertentu)

Agen yang tidak bebas sepanjang memenuhi syarat : a. Mempunyai wewenang untuk menutup kontrak dan perjanjian atas nama perusahaan luar negeri.

b. Tidak punya wewenang seperti diats tetapi dapat menyerahkan barang/barang dagangan atas nama perusahan luar negeri tsb.

Page 54: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

54

BUT dianggap tidak ada dalam hal:

1. Pemakaian fasilitas semata mata untuk menyimpan, memamerkan, atau menyerahkan barang kepunyaan perusahaan luar negeri.

2. Penimbunan persediaan barang kepunyaan perusahaan luar negeri semata mata untuk tujuan menyimpan, memamerkan atau menyerahkan.

3. Penimbunan persediaan barang kepunyaan perusahaan luar negeri semata mata ditujukan untuk diproses oleh perusahaan lain.

4. Pemeliharaan tempat tetap untuk usaha yang semata mata untuk membeli barang atau mengumpulkan informasi untuk perusahaan luar negeri.

5. Pemeliharaan tempat tetap semata mata ditujukan untuk melakukan kegiatan persiapan atau pelengkap bagi kegiatan usaha nanti dari perusahaan luar negeri.

6. Pemeliharaan tempat tetap yang semata mata ditujukan untuk melakukan kegiatan sebagai gabungan atau kombinasi kegiatan diatas dengan syarat kegiatan tersebut tidak menjadi kegiatan usaha yang lengkap.

Page 55: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

55

Business ProfitsPenghasilan Usaha

Penghasilan dari usaha sebuah perusahaan yang berdomisisli di suatu negara hanya akan dikenai pajak di negara tersebut, kecuali usaha tersebut dilakukan di negara sumber melalui ‘permanent establisment’

Masalahnya: penghasilan mana yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya?

Ada 2 prinsip yang dikenal:

1. Attribution PrincipleYang dianggap laba usaha adalah yang berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh BUT itu saja.

2. Force of Attraction Principle

Tidak hanya dari kegiatan BUT itu saja, tetapi juga laba usaha yang berasal dari kegiatan yang dilakukan diluar BUT oleh kantor pusatnya.

Biasanya dalam praktek diambil suatu kompromi, yaitu Force of Attraction akan diterapkan apabila syarat – syarat tertentu dipenuhi.

Page 56: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

56

Dependent Personal ServicePenghasilan dari Hubungan Kerja

Imbalan yang diperoleh oleh penduduk negara Domicili atas pekerjaan yang dilakukan di negara Sumber, hanya dikenakan pajak di negara Domicili bila dipenuhi tiga syarat:

1. Penerima gaji tersebut berada di negara Sumber tidak melebihi jangka waktu yang ditetapkan dalam tax treaty dalam satu tahun pajak.

2. Gajinya dibayar oleh pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk negara sumber.

3. Gajinya tidak dibebankan kepada BUT atau Fixed base yang dimiliki pemberi kerja yang ada di negara sumber.

Pengecualian untuk shipping dan air transport yang beroperasi di jalur internasional, pengenaan pajak atas gaji terhadap mereka yang bekerja, tunduk pada ketentuan yang diatur pada pasal 8 tentang “Shipping and Air Transport” yaitu dikenakan pajak di negara pimpinan perusahaan berada.

Page 57: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

57

Independent Personal ServicePekerjaan Bebas

Disini dikenal konsep “tempat usaha tetap” (fixed base).

1. Ia memiliki tempat tertentu yang tetap yang tersedia secara teratur.misal: - Kamar praktek dokter

- Kantor seorang pengacara atau arsitek2. Ia tinggal di negara lain itu selama masa atau masa

yang berjumlah … hari (time test).3. Adakalanya alternatif ketiga yaitu penentuan batas

minimum imbalan yang diterima jika tenaga professional tersebut dibayar oleh penduduk negara sumber.

Masalah pokok dalam Independent Personal Service ini adalah: 1. Pengertian Fixed Base

2. Attribution Principle

Catatan : Dalam OECD Model sejak tahun 2000, penghasilan dari pekerjaan bebas (Independent Personal Service) yang biasanya diatur dalam artikel 14 dihapus, dan dimasukkan menjadi “Bussines Income”.Namun harus diperhatikan dalam Tax Treaty antara Indonesia dengan Negara lain hal ini belum diadakan perubahan.

Page 58: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

58

CAPITAL GAIN

Prinsip umum dalam tax treaty:

Harta tak gerak diberikan kepada negara dimana harta tersebut terletak.

Harta berupa kapal laut atau pesawat udara diberikan kepada negara tempat effektif managementnya berada.

Harta lainnya diberikan kepada negara domicili.

Page 59: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

59

INTEREST (BUNGA)

Pengertian : Penghasilan dari semua jenis tagihan

piutang ( termasuk bunga atas penjualan berdasarkan pembayaran cicilan)

Baik yang dijamin hipotek ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba debitur.

Pada khususnya penghasilan dari surat- surat berharga pemerintahdan penghasilan dari obligasi atau surat surat hutang, termasuk premidan hadiah hadiah yang terkait pada surat surat berharga, obligasi, maupun surat surat hutang tersebut.

Page 60: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

60

INTEREST (BUNGA)

Prinsip umum dalam tax treaty:

Hak pemajakan terbatas untuk negara sumber.

Penerima bunga yang tidak menunjukkan SKD dan atau bukan beneficial owner, kena tarif pasal 26 UU.PPh.

Bunga yang memiliki hubungan efektif dengan BUT/ Permanent Establishment berobah sifatnya menjadi business profit.

Bunga dalam hubungan istimewa dihitung menggunakan nilai transaksi wajar.

Untuk beberapa negara, bila penerima bunga adalah bank atau lembaga keuangan yang tertentu , negara sumber membebaskan pengenaan pajaknya.

Page 61: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

61

DIVIDENDS

Pengertian :

Penghasilan dari saham- saham. Hak- hak lainnya yang bukan merupakan

surat hutang piutang, yang berhak atas pembagian laba.

Penghasilan dari hak- hak perseroan lainnya yang mendapatkan perlakuan perpajakan yang sama dengan penghasilan dari saham- saham menurut undang- undang perpajakan negara dimana perseroan yang membagikan dividend itu berkedudukan,

Page 62: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

62

DIVIDENDS

Prinsip umum dalam tax treaty:

Hak pemajakan terbatas untuk negara sumber.

Penerima devidend yang tidak menunjukkan SKD, dan atau bukan beneficial owner, akan dikenakan ketentuan pasal 26 UU PPh.

Dividend yang memiliki hubungan efektif dengan BUT/ Permanent Establishment sifatnya berubah menjadi business profit.

Negara sumber dapat mengenakan Branch profit tax.

Page 63: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

63

ROYALTY

Pengertian: Pembayaran yang diterima sebagai

imbalan atas penggunaan atau hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian, atau karya ilmiah.

Termasuk film sinematografi, paten, merk dagang, pola atau model, perencanaan, rumus rahasia, atau cara pengolahan.

Penggunaan atau hak untuk menggunakan alat- alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau untuk informasi di bidang industri, prdagangan atau pengalaman di bidang ilmu pengetahuan.

Page 64: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

64

ROYALTY

Prinsip umum dalam tax treaty: Hak pemajakan terbatas di negara

sumber. Penerima yang tidak memberikan

SKD dan atau bukan beneficial owner, dikenakan pasal 26 UU PPh.

Royalty yang memiliki hubungan efektif dengan BUT/Permanent Establishment sifatnya berubah menjadi bussines profit.

Royalty dalam hubungan istimewa dihitung dengan menggunakan transaksi wajar.

Page 65: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

65

Beberapa perlakuan khusus:

1. Imbalan yang diterima karena pekerjaan diatas kapal laut, pesawat udara dalam jalur internasional dikenakan pajak di negara effective management berada.

2. Director’s fee hak pemajakannya ada di negara dimana perusahaan tempat ia menjabat sebagai anggota dewan direksi tersebut berkedudukan.

3. Imbalan yang diterima artis atau olahragawan dikenakan pajak di negara dimana kegiatan tersebut dilaksanakan.Dalam pengertian ini termasuk artis film, teater, radio, televisi, pemain musik, atau sebagai atlit.

4. Imbalan yang diterima pelajar atau karyawan suatu perusahaan yang sedang menjalani training dikenakan pajak dimana pelajar / karyawan tersebut berdomicili sebelum kegiatan tsb dilakukan, asalkan sumber imbalan tsb berasal dari sumber di luar negara tempat mereka melakukan kegiatan.

5. Guru dan Peneliti, dalam tax treaty diatur tentang pembebasan pemajakan atas penghasilannya dalam waktu tertentu ( biasanya 2 tahun), dengan syarat tertentu.

Page 66: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

66

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT TAX TREATY

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN 1.Dari harta tak gerak .Dapat dikenakan pajak (may be taxed) di negara dimana harta

tak gerak tersebut terletak.

2.Laba usaha ( Business Profit ) Dapat dikenakan pajak di negara sumber, jika orang atau

badan dari negara treaty partner melakukan kegiatan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap (permanent establishment)

3.Penerbangan dan Pelayaran dalam lalu lintas internasional. Hanya dikenakan pajak (shall be taxable only) di negara

dimana efektif manajemen dari perusahaan penerbangan atau pelayaran berkedudukan, atau dimana perusahaan penerbangan atau pelayaran itu berdomisili

4.Dividen.- Hak utama pemajakan ada pada negara domicili.-Negara

sumber diberi hak pemajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam perjanjian.-Laba BUT setelah pajak juga dikenakan Branch Profit Tax (dianggap sebagai dividen),terbatas sebesar tarif yang ditentukan dalam perjanjian.

5.Bunga Hak utama pemajakan ada pada negara domicili.-Negara

sumber diberi hak pamajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam perjanjian.-Bunga yang diterima pemerintah atau bank sentral dibebaskan dari pengenaan pajak di negara sumber.

6.Royalti. Hak utama pemajakan ada pada negara domicili.-Negara

sumber diberi hak pemajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam perjanjian.

Page 67: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

67

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT TAX TREATY

7.Capital gains.- Dalam hal pemindah tanganan harta tak gerak, dapat dikenakan pajak

di negara dimana harta itu terletak (negara sumber )- Dalam hal pemindah tanganan harta gerak yang merupakan bagian

dari kegiatan usaha BUT, dapat dikenakan pajak di negara dimana BUT itu berada.-

Dalam hal pemindah tanganan pesawat udara dan kapal laut, hanya dikenakan pajak di negara dimana efektif manajemen perusahaan tersebut berkedudukan atau di negara domisilinya.

8.Penghasilan dari pekerjaan bebas (independent personal services). Hanya dikenakan pajak di negara domicili. Namun dapat dikenakan pajak di negara sumber bila pekerja bebas

tersebut : -Berada di negara sumber melebihi time test yang ditentukan dalam perjanjian.- Atau mempunyai tempat usaha tetap ( Fixed Base ) Atau mendapat jumlah penghasilan melebihi jumlah yang ditentukan dalam perjanjian.,

9.Penghasilan dari hubungan kerja (dependent personal services) Hanya dikenakan pajak di negara domicili apabila :- Yang bersangkutan tidak berada di negara sumber lebih dari time test yang ditentukan dalam perjanjian, biasanya lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. -Balas jasa yang diterima, tidak dibayarkan oleh pemberi kerja yang merupakan penduduk negara sumber.- Dan balas jasa tersebut tidak dibebankan kepada suatu BUT atau Fixed Base yang dimiliki oleh pemberi kerja di negara sumber.

10.Penghasilan Direktur (Director’s fees) Dapat dikenakan pajak di negara sumber.

•PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN

Page 68: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

68

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT TAX TREATY

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN

11.Penghasilan seniman dan olah ragawan Dapat dikenakan pajak di negara tempat kegiatan kesenian atau olah

raga dilangsungkan (negara sumber).Bila penghasilan tidak diterima langsung oleh seniman atau olah ragawan yang bersangkutan tetapi oleh badan penyelenggara, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di negara tempat kegiatan olah raga atau seni dilangsungkan.

12.Penghasilan dari jabatan pemerintah .Penghasilan dan uang pensiun dari jabatan pemerintah hanya

dikenakan pajak di negara dimana jabatan pemerintah itu diberikan.

13.Penghasilan siswa dan mahasiswa. Jika memenuhi pensyaratan yang ditentukan dalam perjanjian , hanya

dikenakan pajak di negara domicili.Biasanya ada batasan waktu dan jumlah penghasilan serta penghasilan tersebut bukan dari negara itu.

14.Penghasilan guru dan peneliti. Jika memenuhi pensyaratan yang ditentukan dalam perjanjian, hanya

dikenakan pajak di negara domicili.Biasanya harus ada keterangan dari instansi terkait serta dilakukan pada perguruan tinggi yang diakui.

15.Penghasilan berupa pensiun .Hanya dikenakan pajak di negara domicili.

16.Penghasilan lain-lain. (Other income) Adalah penghasilan yang tidak termasuk dalam katagori point 1 s/d 15

diatas.Bila tidak diatur dalam perjanjian biasanya hanya dikenakan pajak di negara domicili.

Namun dalam beberapa treaty, negara sumber diberi hak pemajakan sesuai dengan undang-undang nya, artinya bila Indonesia sebagai negara sumber maka dapat diberlakukan ketentuan pasal 26 UU PPh.

Page 69: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

69

Beberapa Keputusan dan Surat Edaran yang perlu diketahui dalam pelaksanaan UU Pajak Penghasilan yang berkaitan

dengan perpajakan internasional seperti :

•Masalah Beneficial Owner

•Surat Keterangan Domisili

•Norma perhitungan khusus WPLN

•PPh 26 atas Transaksi penjualan saham

•Saat diperolehnya deviden oleh WPDN atas penyertaan pada badan usaha di negara tertentu.

•Debt Equity Ratio

•Masalah Transfer Pricing

Page 70: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

70

BENEFICIAL OWNER DALAM TAX TREATY Dalam situasi tertentu diperlukan kepastian

bahwa suatu jenis penghasilan memang milik subjek pajak dari salah satu negara.

Bagi negara sumber perlu penegasan bahwa :

a.Yang menerima penghasilan adalah subjek pajak negara domisili, dan

b.Yang bersangkutan memang benar benar yang memiliki penghasilan tersebut. Penerapan beneficial owner inidilakukan terhadap pembayaran Bunga

Deviden dan Royalty.

Page 71: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

71

BENEFICIAL OWNER

SE.DJP No. SE-04/PJ 34/2005 tgl.7 Juli 2005.

Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa Deviden, Bunga dan Royalti baik wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan – penghasilan tersebut.

SPV (Special Purpose Vehicle) dalam bentuk “conduit company”, ”paper box company”, ”pass-through company” serta yang sejenis lainnya, tidak termasuk dalam pengertian beneficial owner tersebut diatas.

Page 72: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

72

SURAT KETERANGAN DOMISILI (SKD)

SE DJP No. SE-03/PJ.101/1996 tgl. 29-03-1996.

SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner, atau oleh pejabat kantor pajak dari WPLN tersebut.

Bentuknya sesuai kelaziman dinegara tempat WPLN berkedudukan .

SKD berlaku selama 1(satu) tahun sejak

diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak bank.

Page 73: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

73

Norma perhitungan khusus WPLN1.Kantor Perwakilan Dagang

KMK No.834/KMK 04/1994 tgl. 29-12-94 jo. Kep.DJP. No.Kep.667/PJ/2001 tgl.29-10-2001.

Norma Pengh. Netto 1% Tarif PPh (Maximal) 30% Jumlah PPh= 30% x 1% = 0,3% Laba setelah PPh= 1%-0,3%= 0,7% Tarif PPh Psl 26 (4) 20% PPh Psl 26=20% x 0,7%= 0,14% Tarif Efektif = 0,3% + 0,14%= 0,44%

Bersifat FINAL. Dihitung dari Nilai Ekspor Bruto. Dikenakan thd WPLN yang mempunyai

Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.

Page 74: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

74

Norma perhitungan khusus WPLN2. Perusahaan Pelayaran dan atau Penerbangan.

KMK No.417/KMK 04/1996 tgl.14-6-1996 jo.SE DJP No.SE 32/PJ 4/1996 tgl.29-8-1996.

Norma Pengh. Netto 6% Tarif PPh (Maximal) 30% Jumlah PPh= 30% x 6% = 1,8% Laba setelah PPh= 6% - 1,8%= 4,2% Tarif PPh Psl 26 (4) 20% PPh Psl 26 = 20% x 4,2%= 0,84% Tarif Efektif =1,8% + 0,84%= 2,64%

Bersifat FINAL Dikenakan thd WPLN yang melakukan usaha melalui

BUT(Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia. Dihitung dari semua nilai ganti yang diperoleh dari

pengangkutan orang/barang dari pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Page 75: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

75

PPh psl 26 atas Penghasilan dari keuntungan penjualan saham oleh WPLN selain BUT

KMK No.434/ KMK 04/1999 tgl 24-8-1999 Yang dimaksud PT Dalam Negeri adalah yang

tidak berstatus Emiten atau Perusahaan Publik.

Atas penghasilan dari penjualan saham harus dipotong PPh pasal 26.

Terhadap WPLN yang berkedudukan di Negara yang ada P3B , dilakukan sesuai P3B dan bila diatur hak pemajakanya ada pada pihak Indonesia.

Besarnya perkiraan penghasilan netto adalah 25% dari harga jual, sehingga besarnya PPh pasal 26 adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual.

Bersifat FINAL.

Page 76: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

76

Saat diperolehnya deviden atas penyertaan pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa effek.

KMK No.650/KMK 04/1994 tgl.29-12-1994. Saat diperolehnya deviden ditetapkan

pada bulan ke empat setelah berakhirnya kewajiban SPT badan usaha di luar negeri tersebut.

Apabila tidak ada ketentuan tersebut, saat tersebut adalah bulan ke tujuh setelah tahun pajak berakhir.

WPDN tsb. memiliki minimal 50% (baik sendiri atau bersama WPDN lainnya) dari saham yang disetor pada WPLN tersebut.

WPDN harus menghitung deviden sesuai dengan perbandingan antara penyertaannya dengan laba setelah pajak dari WPLN tersebut.

Pajak Deiden yang dipotong di luar negeri dapat dikreditkan .

Kedudukan WPLN tersebut terbatas pada negara dalam lampiran KMK ini.

Page 77: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

77

Daftar Negara atau Tempat kedudukan Badan Usaha di Luar NegeriLampiran KMK No.650/KMK 04/1994 tgl 29-12-1994

Argentina Bahama Bahrain Balize Bermuda British Isle British Virgin

Island Cayman Island Channel Island

Greensey Cnannel Island

Jersey Cook Island El Salvador Estonia Hongkong Liechtenstein Lithuania

•Macau•Mauritius•Mexico•Nederland Antiles•Nikaragua•Panama•Paraguay•Peru•Qatar•St. Lucia•Saudi Arabia•Uruguay•Venezuela•Vanuatu•Yunani•Zambia

Page 78: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

78

Perbandingan antara Hutang dan Modal sendiri( Debt Equity Ratio)

KMK No.1002/KMK 04/1984 tgl.8-10-1984

Debt Equity Ratio ditetapkan setinggi-tingginya tiga dibanding satu ( 3 : 1 )

Hutang adalah saldo rata rata tiap akhir bulan baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang ( Selain Hutang Dagang )

Modal adalah jumlah modal yang disetor pada akhir tahun pajak termasuk laba yang tidak dan/atau belum dibagikan .

Bunga yang dapat dijadikan biaya adalah sebesar bunga atas hutang yang perbandingannya sesuai dengan KMK ini.

Page 79: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

79

Petunjuk Penanganan kasus kasus Transfer Pricing

SE DJP No. SE 04/PJ.7/1993 tgl.3-9-1993. Wewenang Dirjen Pajak mengatur

perlakuan perpajakan atas transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, sesuai ketentuan pasal 18 ayat 2 dan 3 UU Pajak Penghasilan, dan pasal 2 ayat 1 dan 2 UU.PPN.

Prinsip utama disini adalah transaksi dalam kaitan hubungan istimewa harus diteliti agar dapat meminimalisasi praktek penghindaran atau penyeludupan pajak.

Terutama transaksi dengan badan usaha yang berkedudukan di negara Tax Haven Countries.

UU Pajak Indonesia menganut azas materiil.

Transaksi dalam kaitan hubungan istimewa harus sesuai dengan harga pasar wajar

Page 80: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

80

ASSOCIATED ENTERPRISE (HUBUNGAN ISTIMEWA)

Artikel ini digunakan untuk mengatur perlakuan perpajakan atas pihak pihak yang mempunyai hubungan istimewa

. Biasanya hal ini terjadi karena adanya turut serta atau partisipasi baik langsung atau tidak langsung dalam manajemen, modal atau pengawasan dari orang atau badan dari negara pihak pada persetujuan dengan orang atau badan pada negara pihak lainnya.

Artikel ini juga mengatur hak dari negara yang melakukan persutujuan untuk melakukan adjusment terhadap laba kena pajak dari orang atau bagan tersebut dalam hal ditemukannya harga tidak wajar atau biasanya kita sebut bila ditemukan adanya transfer pricing.

Page 81: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

81

Transfer Pricing

Globalisasi ekonomi membawa dampak meningkatnya transaksi internasional (cross border transaction).

Salah saru masalah perpajakan yang timbul dari transaksi ini adalah ‘masalah transfer pricing’. Istilah ini berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa, atau harta tak berwujud antar perusahaan.

Dampaknya: overpricing atau underpricing. Selain motivasi bisnis, biasanya dimaksudkan untuk mengendalikan mekanisme arus sumber daya antar anggota grup dan maksimalisasi laba setelah pajak.

Perusahaan Multi Nasional

Adalah perusahaan yang beroperasi di berbagai negara dengan membuka cabang, mengorganisasi anak perusahaan atau melakukan kontrak keagenan, dan sebagainya.

( Gunadi, DR. MSc, Ak )

Page 82: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

82

Hubungan Istimewa

• Undang – undang PPh:

- Pasal 18 (3)- Pasal 18 (3a) - Pasal 18 (4)

• Dalam P3B biasanya diatur pada:

- Article 9 yaitu tentang: Associated enterprise

Transfer Pricing

Biasanya disebut: - Intracompany Pricing- Intercorporate Pricing- Interdivisional Pricing- Internal Pricing

Pengertian Transfer Pricing:

- Bersifat Netral- Bersifat Pejoratif

Page 83: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

83

Pengertian Netral

Transfer Pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

(Gunadi, DR, MSc. Ak)

Pengertian Pejoratif

Transfer pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artificial, membuat seolah – olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.

(Gunadi, DR MSc. Ak)

Netral: Murni taktik dan strategi bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak

Pejoratif:Upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain, menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah.

Page 84: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

84

Tujuan Transfer Pricing:

1. Memaksimalkan penghasilan global.

2. Mengamankan posisi kompetitif anak / cabang perusahaan dan penetrasi pasar.

3. Evaluasi kinerja anak / cabang perusahaan manca negara.

4. Menghindarkan pengendalian devisa.

5. Mengatrol kreditabel asosiasi.

6. Mengurangi resiko moneter.

7. Mengatur cash flow anak / cabang perusahaan yang memadai.

8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat.

9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk.

10.Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah.

Page 85: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

85

Penentuan transfer pricing:

1. Penentuan harga transfer berdasarkan biaya atau cost basis transfer pricing.

2. Penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar atau market basis transfer pricing.

3. Penentuan harga transfer berdasarkan negosiasi atau the negotiated price.

4. Penentuan harga transfer berdasarkan arbitrasi atau arbitration transfer pricing.

Isu – isu internasional dalam transfer pricing

- Lebih dari 80 % MNC melihat transfer pricing sebagai suatu isu pajak internasional.

- Banyak negara menerima pedoman yang dikeluarkan oleh OECD model dalam mengahadapi masalah “transfer pricing” yaitu dengan menerapkan “prinsip arm’s – length”

Page 86: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

86

Prinsip Arm’s Length.

Menempatkan perusahaan – perusahaan dalam satu group dalam kondisi yang sama dengan perusahaan yang independen sehingga menghilangkan faktor – faktor yang menguntungkan maupun yang merugikan.(lihat pasal 9 OECD model atau UN model)

Menurut Arm’s Length standard harga transfer seharusnya ditetapkan supaya dapat mencerminkan harga yang akan disusun oleh pihak – pihak yang tidak terkait yang bertindak secara bebas.

Tiga metode yang paling banyak digunakan adalah:

1. Comparable Uncontrolled pricing method

- Mengevaluasi harga transfer yang wajar dengan mengacu kepada tingkat harga yang terjadi antar unit yang independen atau antara MNC dengan unit yang independen.

- Secara teoritis paling baik.- Kendala: Kuantitas, kualitas, kondisi, waktu penjualan, merk dagang, pangsa pasar, geografis pasar.

ength

Page 87: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

87

2. Resale pricing method

- Metode ini dapat diterapkan untuk produk yang ditransfer ke anggota grup lainnya untuk dijual kembali.

- Kewajaran harga transfer didekati dengan pengurangan harga penjualan kepada pihak independen dengan suatu mark up yang wajar (sebanyak keuntungan dan biaya si penjual).

- Kendala: penentuan mark up

3. Cost plus pricing method

- Metode ini mendekati harga wajar transfer dengan menambahkan mark up yang wajar pada harga pokok (cost) pihak yang mentransfer.

Metode ini biasanya dipakai dalam hal penyerahan barang setengah jadi (semi finished product) atau salah satu anggota grup sebagai sub kontraktor dari yang lainnya.

Dalam keadaan tertentu, kombinasi dari ketiga metode tersebut diatas perlu diterapkan, atau juga metode lainnya, misalnya alokasi laba atas transaksi tertentu, atau kalkulasi tingkat keuntungan yang pantas pada suatu investasi tertentu.

Page 88: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

88

Transfer Pricing – Hubungan Istimewa

Transfer pricing dapat terjadi antara WP DN maupun antara WP DN dengan pihak luar negeri, terutama yang sering disebut “tax heaven countries”

Indonesia dalam kaitan transaksi WP yang mempunyai hubungan istimewa menganut azas material.

Hubungan istimewa dapat mengakibatkan:

Kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha, dan penentuan harga secara sepihak dan lain sebagainya dapat menimbulkan adanya indikasi “transfer pricing”.

Transfer Pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan (income), dasar pengenaan pajak (tax base) dan atau biaya (cost) dari satu WP ke WP lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak yang terhutang atas wajib pajak yang mempunyai “hubungan istimewa” baik nasional maupun internasional.

Page 89: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

89

Kekurangwajaran tersebut dapat terjadi pada:

- Harga penjualan- Harga pembelian- Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost)- Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan).

- Pembayaran komisi, lisensi, sewa, franchise, royalty, imbalan jasa management, imbalan jasa teknik, dan imbalan jasa lainnya.

Penangkal transfer pricing:

1. Menyingkap praktek bisnis intercompany.2. Harmonisasi pemajakan internasional.3. Kerjasama internasional.4. Advance pricing arrangement.

Page 90: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

90

Hak Pemajakan Penuh

Laba usaha yang diperoleh dari kegiatan usaha melalui BUT.

Penghasilan dari harta tak gerak. Laba dari penjualan harta yang dimiliki oleh BUT. Imbalan yang diperoleh dari pekerjaan. Imbalan yang diperoleh direktur. Imbalan yang diperoleh artis/atlit. Pensiun. Penghasilan dari pekerjaan bebas yang diperoleh

orang pribadi melalui suatu tempat tetap. Laba dari penjualan harta tak gerak.

Page 91: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

91

Hak Pemajakan Terbatas

* Deviden.

* Bunga.

* Royalti.

* Sewa.

* Komisi.

Page 92: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

92

Pelepasan Hak Pemajakan

Laba usaha yang diperoleh tanpa melalui BUT.

Laba dari pengangkutan internasional.

Laba dari penjualan harta gerak.

Page 93: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

93

Treaty Shopping

Negara yang bukan merupakan para pihak dalam P3B, menggunakan fasilitas P3B.

Offshore Financial Centres

*Negara- negara kecil berlomba-lomba menyediakan fasilitas perpajakan yang murah, dengan harapan mendapat bisnis lainnya.

*Ada lebih dari 200 negara seperti ini yang dulu disebut TAX HAVEN, sekarang disebut OFFSHORE FINANCIAL CENTRE.

Page 94: HPI PERPAJAKAN INTERNASIONAL

94

Ciri-ciri Offshore Financial Centre

Pada umumnya transaksi perdagangan dilakukan dengan bukan penduduk negeri tersebut

Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan transaksi keuangan dan pendirian usaha ditujukan untuk menarik perdagangan internasional.

Kerahasiaan didalam transaksi keuangan sangat dijaga ketat.

Peraturan perpajakannya sangat menguntungkan wajib pajak.