hiv/aids di indonesia

29
HIV/AIDS DAN KONDISINYA DI INDONESIA Oleh : Kelompok 1 (4 SK 2) 1. Abdurrahman Datau 05.4701 2. Grahadian Saukat 06.5067 3. Ismet Ibnu Sani 06.5099 4. Za’ima Nurrusydah 06.5262 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik 1

Upload: oryzano

Post on 18-Jun-2015

1.748 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

HIV/AIDS DI INDONESIA

TRANSCRIPT

Page 1: HIV/AIDS DI INDONESIA

HIV/AIDS DAN KONDISINYA DI INDONESIA

Oleh :

Kelompok 1 (4 SK 2)

1. Abdurrahman Datau 05.4701

2. Grahadian Saukat 06.5067

3. Ismet Ibnu Sani 06.5099

4. Za’ima Nurrusydah 06.5262

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Jakarta

2009

BAB I

1

Page 2: HIV/AIDS DI INDONESIA

DEFINISI HIV DAN AIDS

A. HIV

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat

menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4

sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat

bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak

Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah

putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika

diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat

meninggal dunia terkena pilek biasa.

CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah

putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan yang

menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia

menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan

dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem

kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan

sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4

semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).

Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan

berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu

berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi

sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4

berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke

tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk

retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari

Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) (Barre-

Sinoussi et al., 1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya

menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).

HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang

ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal

2

Page 3: HIV/AIDS DI INDONESIA

Gambar virus HIV-2Gambar virus HIV-1

yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia:

HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan

merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan

masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di

Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang

dikenal sebagai zoonosis.

HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang

ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2

melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty

mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).

HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi

berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk, 2002).

Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan

seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara geografis (Carr dkk, 1998).

Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan

Asia), subtipe A dan D (banyak ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika

dan Asia); subtipe-subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi

dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs)

B. AIDS

3

Page 4: HIV/AIDS DI INDONESIA

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang

merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk

hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang

mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau

menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel

darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi

AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang

mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun

vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency

Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang

timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau

infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-

lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)

yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus

ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.

Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,

namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung

antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang

mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu

ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),

transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,

bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-

Sahara.Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6

juta orang di seluruh dunia.Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO

memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak

pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan

salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan

kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000

jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika

4

Page 5: HIV/AIDS DI INDONESIA

Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan

sumber daya manusia di sana.

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for

Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia

pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan

oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.

HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari

mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada

di Afrika Barat.Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari

simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.HIV-2 berasal

dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan

Kamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak

dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.Teori yang

lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa

epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari

penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.Namun demikian, komunitas ilmiah

umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.

BAB II

5

Page 6: HIV/AIDS DI INDONESIA

CARA PENULARAN HIV/AIDS

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus

yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+

(sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan

tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat

berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga

kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan

akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi

infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang

diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi

tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi

AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami

AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada

setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang

mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti

fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki

kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko

mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan

kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat

perkembangan penyakit ini Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran

penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki

beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju

perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat

aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata

waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

A. Penularan seksual ”Sexual Transmitted Way”.

6

Page 7: HIV/AIDS DI INDONESIA

SIAPA YANG RAWAN TERHADAP VIRUS AIDS ? :

Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti

pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja

yang mempunyai perilaku tersebut. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya

dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti misalnya

remaja, mahasiswa, eksekutif muda dsb. Jadi yang menjadi masalah disini bukan pada

"kelompok" mana tetapi pada "perilaku" yang berganti-ganti pasangan.

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi

cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau

membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih

berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal

lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak

berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan

seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya

tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan

transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat

menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat

kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan

makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-

Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih

besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh

sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih

kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan

trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[36]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan

kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada

berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak

dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat

kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan

81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena

7

Page 8: HIV/AIDS DI INDONESIA

perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih

besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi

jenis virus lain yang lebih mematikan.

B. Kontaminasi patogen melalui darah ”Blooded Transmitted Way”

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita

hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan

kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh

organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas

infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik

merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di

Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV

dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1

banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh

mengurangi risiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,

dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga

terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan

universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena

sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5%

dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas

kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,

didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia

menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas

kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju.

Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun

demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah

yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang

terinfeksi".

C. Penularan masa perinatal ”Mother-Son Transmitted Way”

8

Page 9: HIV/AIDS DI INDONESIA

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa

perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak

ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah

sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus

dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.

Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat

persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui

meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.

D. Faktor-Faktor Yang Mempercepat Penyebaran HIV Pada Perempuan

Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya penyebaran HIV pada perempuan

dapat ditelusuri melalui tiga jenjang penyebab pada setiap tahap kehidupan yaitu Sebab

langsung, Sebab tidak langsung dan Sebab mendasar. Ketiga jenjang penyebab ini

melibatkan unit sosial yang berbeda yaitu, individu, keluarga, dan masyarakat.

Gambar 2.1

Faktor-Faktor Yang Mempercepat Penyebaran HIV Pada Perempuan

BAB III

PENYEBARAN DAN PREVALENSI HIV/AIDS

9

Page 10: HIV/AIDS DI INDONESIA

A. Penyebaran dan Prevalensi HIV/AIDS Secara Global

Gambar 3.1

A global view of HIV infection

33 million people [30–36 million] living with HIV, 2007

Sumber : 2008 Report on the Global AIDS epidemic, UNAIDS

Dari Gambar 3.1 di atas, pada tahun 2007 dapat dilihat bahwa wilayah Afriks

memiliki tingkat prevalensi HIV pada kelompok usia dewasa tertinggi, khususnya pada

wilayah Afrika Selatan. Hal ini sangat signifikan dibandingkan dengan Negara-negara lain

pada wilayah di luar Afrika.

Tabel 3.1

Global summary of the AIDS epidemic

10

Page 11: HIV/AIDS DI INDONESIA

December 2008

Dari Tabel 3.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita HIV adalah

orang dewasa sebesar 31,3 juta atau hampir sekitar 94% dari total penderita. Begitu pula

dengan kasus baru infeksi HIV, mencapai 2,7 Juta kasus pada orang dewasa atau sekitar

85% dari total kasus baru. Seiring dengan jumlah penderita dan kasus baru HIV pada orang

dewasa sangat besar, begitu pula dengan kasus kematian yang berhubungan dengan AIDS,

persentase terbesar juga berada pada orang dewasa yaitu sekitar 1,7 juta atau 85%.

B. Penyebaran dan Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia

Di Indonesia , secara kumulatif pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dari 1

Januari 1987 s.d. 31 Maret 2009, terdiri dari 6668 pengidap infeksi HIV dan 16964 kasus

AIDS, dengan juumlah kematian 3492 (Ditjen PPM dan PL Depkes RI).

Grafik 3.1

Persentase Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok umur

11

Page 12: HIV/AIDS DI INDONESIA

s.d Maret 2009

< 1 th

1-4 th

5-14 th

15-19 th

20-29 th

30-39 th

40-49 th

50-59 th≥6

0 th

tdk dike

tahui

0102030405060

0.8 1.03 0.52 3.08

50.5

29.45

8.412.38 0.54 3.29

Kelompok Umur

Pers

enta

se

Dari Grafik 3.1 di atas, kasus tertinggi AIDS berada pada kelompok usia 20-29

tahun, yaitu sekitar 50,50%.

Grafik 3.2

Estimasi populasi beresiko di indonesia, 2006

Populasi manakah yang paling beresiko untuk terkena HIV/AIDS? Berdasarkan

Grafik 3.2, populasi yang paling beresiko terkena HIV/AIDS adalah para pelanggan

Wanita Penjaja Seks (WPS), yaitu sekitar 3.138.420 jiwa, sangat berbeda jauh dengan

populasi lainnya.

Grafik 3.3

Estimasi Prevalensi HIV di indonesia, 2006

12

Sumber : Depkers RI, estimasi tahun 2006

Page 13: HIV/AIDS DI INDONESIA

Dari Grafik 3.3 di atas, dapat terlihat bahwa jumlah penderita HIV terbesar berasal

dari kelompok Pengguna Jarum Suntik (Penasun).

Gambar 3.2

Sebaran Prevalensi HIV Di Indonesia, 2006

Dari Gambar 3.2 di atas, dapat terlihat bahwa prevalensi HIV tertinggi di Indonesia

berada pada wilayah Papua yaitu lebih dari 1%.

BAB IV

VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (CVT)

13

Sumber : Depkers RI, estimasi tahun 2006

Page 14: HIV/AIDS DI INDONESIA

Salah satu program yang dilaksanakan untuk mencegah penularan HIV-AIDS

adalah Voluntary Counselling dan Testing (VCT)

A. Apa itu VCT?

VCT atau Voluntary Counseling and Testing, atau konseling dan test sukarela,

adalah kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan oleh seorang

konselor VCT yang terlatih, yang dilakukan sebelum (pre-test counselling) dan sesudah

(post-test counselling) test darah untuk mengetahui status HIV di laboratorium. Proses ini

disebut "voluntary" karena sifatnya sukarela. Artinya, konseling dalam rangka tes HIV dan

tes HIV itu sendiri pada prinsipnya tidak bisa diharuskan. Hal ini terutama untuk mencegah

terjadinya diskriminasi. Misalnya supaya perusahaan atau institusi tidak bisa

mengharuskan tes HIV lalu menolak lamaran kerja calon pegawai atas dasar hasil tes yang

positif atau memecat pegawai yang ternyata positif HIV.

B. Apa itu konseling pra dan pasca-tes HIV dan mengapa konseling ini penting?

Konseling sebelum tes (pre-test counselling) dan setelah tes HIV (post-test

counselling) adalah penting dan merupakan bagian prosedur baku tes HIV. Konseling pra

tes artinya mempersiapkan seseorang yang akan menjalani pemeriksaan HIV untuk

menghadapi kemungkinan hasil tes yang positif, termasuk di dalamnya penilaian risiko.

Orang yang akan menjalankan tes HIV harus dipersiapkan untuk dapat menerima

‘berita buruk’. Jika ia dianggap tidak mampu menghadapi ini, maka ia harus menunda

pemeriksaan hingga mentalnya telah benar-benar siap. Persiapan ini sangatlah penting,

karena bunuh diri atau perilaku merusak-diri lainnya, telah banyak terjadi pada individu

yang tidak menjalani konseling pra maupun pasca-tes, setelah individu tersebut menerima

hasil tes yang positif.

Bagi orang yang berpikir bahwa mereka akan kecewa atau jiwa mereka akan

menjadi tidak stabil setelah menerima hasil tes, akan lebih baik jika mereka menjalani tes

14

Page 15: HIV/AIDS DI INDONESIA

dengan ditemani oleh teman yang mereka percaya, atau oleh petugas lapangan MSM atau

pendidik sebaya.

Selama menjalani konseling pasca-tes, informasi mendasar tentang HIV diberikan

ke individu yang menjalani tes. Orang yang menerima hasil tes positif diberitahu mengenai

bagaimana mencegah penularan HIV ke pasangan mereka dan mengenai cara-cara

menghindari IMS lainnya, atau cara menghindari terjadinya infeksi ulang oleh jenis galur

(strain) HIV lainnya.

Mereka juga mendapat rujukan untuk menjalani terapi dan mendapatkan dukungan

(termasuk tes CD4), dan menerima bimbingan dalam menjaga kesehatan mereka yang

biasanya hal ini dilakukan melalui layanan manajemen kasus.

Bagi yang mendapatkan hasil tes negatif, informasi konseling bisa membantu

dalam mencegah infeksi di masa mendatang. Ingat bahwa sebagian besar orang yang

menjalani tes mempunyai alasan dan penjelasan bagaimana mereka terlibat dalam perilaku

yang berisiko terkena HIV.

Tes dengan konseling bisa menyebabkan adanya perbedaan yang kritis dalam

kehidupan penderita HIV positif, karena mengetahui bahwa mereka terkena HIV dapat

mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dalam merencanakan

kehidupan mereka dan dalam mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan.

Secara ringkas Konseling HIV-AIDS merupakan proses dengan tujuan:

1. Menyediakan dukungan psikologik, misal dukungan yang berkaitan dengan

kesejahteraan emosi, psikologik, sosial dan spiritual seseorang yang mengidap virus

HIV atau virus lainnya.

2. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang perilaku

beresiko dan membantu orang dalam mengembangkan ketrampilan pribadi yang

diperlukan dalam perubahan perilaku dan negosiasi praktek lebih aman.

3. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi dan perawatan melalui

pemecahan masalah kepatuhan berobat.

C. Model Pelayanan VCT

15

Page 16: HIV/AIDS DI INDONESIA

Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai kebutuhan dan sangat

bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil

klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda.

Mobile VCT (penjangkauan dan keliling)

Layanan VCT model penjangkauan dan keliling dapat dilaksanakan oleh LSM

atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat

yang memiliki perilaku beresiko atau beresiko tertular HIV di wilayah tertentu.

Layanan ini diawali dengan survei atau penelitian atas kelompok masyarakat diwilayah

tersebut dan survei tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah

setempat.

Statis VCT (Klinik VCT tetap)

Pusat VCT dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya

bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan

dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan

masyarakat akan VCT HIV-AIDS, layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan

pengobatan terkait dengan HIV-AIDS.

Online VCT.

Untuk memerangi penyebaran HIV melalui penjangkauan online dan intervensi,

mengingat bahwa sebagian dari mereka yang menduga bahwa mereka mungkin HIV

positif atau hanya ingin tahu untuk mengetahui status HIV mereka sering malu untuk

datang ke VCT untuk berbicara dengan konselor yang telah bersertifikasi dan diuji,

karena adanya stigma yang kuat melekat pada penyakit ini. Melalui program ini,

konsultasi terkait dengan tes HIV dapat dilakukan secara online melalui Private Secure

Chatting dengan konselor. Peserta tidak perlu khawatir mengenai hasil konsultasi

mereka dikenal oleh orang lain karena mereka tidak diharuskan untuk mengungkapkan

identitas. Dan apabila mereka dengan hasil tes positif diharapkan untuk datang ke

klinik VCT untuk konseling secara bertatap muka langsung dengan konselor. Pada saat

ini peserta akan diminta untuk mengungkapkan identitas mereka yang sebenarnya

karena mereka akan mendapat pelayanan dukungan dari klinik VCT.

D. PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling)

16

Page 17: HIV/AIDS DI INDONESIA

Formulasi untuk penanggulangan penyakit HIV/AIDS terus menerus dilakukan.

Penelitian, pemeriksaan, pengobatan, dan pencegahan melalui penyuluhan-penyuluhan pun

tak pernah berhenti. World Health Organization telah meluncurkan program PITC

(Provider Initiated HIV Testing and Counceling) sejak tahun 2006 dan sudah banyak

diterapkan di negara-negara dengan angka penderita HIV-AIDS yang cukup tinggi.

Bahkan para ibu hamil di Afrika, seluruhnya telah mengerti pentingnya konseling dan test

HIV-AIDS.

VCT dan PITC merupakan pendekatan yang saling melengkapi untuk menjangkau

lebih banyak sasaran yang tahu status HIV-nya. Keduanya tetap memegang 3 prinsip dasar

Testing HIV yaitu: consent, counseling dan confidentiality dengan pendekatan yang sedikit

berbeda (misal di PITC prekonseling dilakukan dengan cukup dengan prekonseling yang

singkat karena antara dokter dan pasien sudah terjalin hubungan / komunikasi).

Kekhususannya adalah di VCT klien datang atas dorongan dari dirinya atau motivasi

peer/kelompoknya, kebanyakan datang dalam tahap masih asimptomatik (tanpa ada

keluhan tentang kesehatannya), sedangkan pada PITC klien datang ke layanan karena

keluhan kesehatannya (dengan gejala / simptomatik) dan dokter curiga gejala-gejala ini

terkait AIDS sehingga perlu ditetidakkan diagnosanya agar pasien dapat mentidakses

pengobatan lebih lanjut. PITC berkembang karena pada prakteknya di rumah sakit banyak

kesakitan/kematian yg dicurigai berhubungan dengan AIDS tetapi tidak dapat ditetidakkan

diagnosanya -- yang menyebabkan hilangnya peluang pasien untuk memperoleh

pengobatan yg tepat bagi penyakitnya. Lebih dini seseorang diketahui status HIV-nya

maka akan terbuka akses terhadap layanan pencegahan dan pengobatan

E. Sasaran VCT

Sasaran CVT adalah masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status

HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan

kepada orang lain.

Terutama kelompok masyarakat rentan seperti:

Orang yang melakukan hubungan seksual berisiko. Hubungan berisiko ini

bukan hanya hubungan dengan pekerja seks, gigolo ataupun waria.

Hubungan seksual dengan orang yang tidak diketahui status HIV-nya bisa

juga dianggap hubungan berisiko.

17

Page 18: HIV/AIDS DI INDONESIA

Orang yang pernah menerima transfusi darah.

Pengguna narkoba suntik.

Orang yang mengalami Infeksi Menular Seksual berulang.

Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut klien. Sebutan klien dan bukan

pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif di dalam

proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan

hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV-AIDS, perilaku

beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif.

F. Ringkasan Tahapan Pelaksanaan VCT

VCT dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah

sebagai berikut :

Tahapan pertama adalah pre konseling, pada tahap ini yang dilakukan adalah

pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahannya dan

periode jendela. Kemudian konselor dilaksanakan penilaian risiko klinis. Pada saat ini,

klien harus jujur tentang hal-hal berikut : kapan terakhir kali melakukan aktivitas seksual,

apakah menggunakan narkoba suntik, pernahkah melakukan hal-hal yang berisiko pada

pekerjaan – misalnya dokter ataupun calon dokter- dan apakah pernah menerima produk

darah, organ atau sperma. Konselor VCT terikat sumpah untuk merahasiakan status si

klien. Jangan khawatir untuk menceritakan kegiatan-kegiatan berisiko yang telah

dilakukan. Pada saat melakukan VCT pastikan konseling dilakukan di tempat tertutup dan

menjamin privacy.

Setelah selesai pre konseling, konselor akan menawarkan kepada klien apakah

bersedia untuk melakukan tes HIV. Seandainya ragu-ragu dan tidak mau untuk melakukan

tes maka tidak masalah. Konselor tidak akan memaksa klien untuk melakukan tes HIV.

Bisa kembali lagi kapan saja. Dan kalau klien mau tes HIV, konselor akan memberikan

informed consent atau izin dari klien untuk melakukan tes HIV. di surat pernyataan ini

klien menyatakan bahwa klien yang bersangkutan telah menerima informasi yang

berhubungan dengan tes ini, HIV dan telah menjalani penilaian risiko klinis. Klien juga

menyatakan kalau dirinya bersedia untuk di tes HIV.

18

Page 19: HIV/AIDS DI INDONESIA

Pada saat melakukan tes HIV darah kita akan diambil secukupnya. Dan

pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu –

tergantung jenis tes HIV yang dipakai – Biasanya klien disuruh pulang dan kembali lagi

mengambil hasil tes beberapa hari setelahnya.

Seandainya klien berubah pikiran dan tidak mau mengambil hasil tes maka tidak

mengapa. Tapi kalau klien memutuskan untuk mengambil hasil tes, klien akan menjalani

tahapan post konseling. Pada tahapan ini, konselor akan memberitahukan hasil tes. Kalau

hasil tesnya negatif, balik lagi ke penilaian risiko klinis -inilah pentingnya bagi kita untuk

menjawab dengan jujur- Kalau dari penilaian risiko klinis, klien masih dalam masa periode

jendela – periode jendela adalah periode di mana orang yang bersangkutan sudah tertular

HIV tetapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV dan hasil tes

HIV nya masih negatif, meski belum terdeteksi tapi sudah bisa menularkan – klien akan

dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama-sama

dengan klien konselor akan membantu klien untuk merencanakan program perubahan

perilaku.

Bagaimana kalau hasil tes positif?

Kalau hasil tes positif, klien bebas untuk mendiskusikan perasaannya dengan

konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan

dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari

kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup

sehat dan bagaimana cara agar tidak menularkan ke orang lain.

Yang patut diperhatikan!

1. Hasil tes HIV adalah rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh konselor dan

klien saja. Klien dapat menuntut apabila ternyata hasil HIV bocor ke orang lain

yang tidak berwenang. Kalaupun klien dirujuk dan artinya informasi tentang status

HIV klien harus diberitahukan ke orang lain, harus dengan persetujuan klien.

2. Proses VCT yang benar memegang teguh privacy dan juga memastikan kalau klien

melakukan VCT dengan sukarela. Kalau anda dipaksa untuk melakukan tes HIV

tanpa konseling, jangan mau. Anda dapat menuntut pihak yang memaksa anda

untuk melakukan tes VCT.

19

Page 20: HIV/AIDS DI INDONESIA

20