hindcasting gelombang menggunakan data angin … · contoh kecilnya di indonesia adalah, pada tahun...

8
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8 1 I. PENDAHULUAN emanasan global menjadi isu penting dalam beberapa tahun ini. Aktivitas manusia di muka bumi yang terus meningkat mendorong terjadinya pemanasan global yang sangat berdampak pada lingkungan. Beberapa dampak yang ditimbulkan akibat pemanasan global terhadap kawasan laut dan pesisir diantaranya adalah badai tropis besar yang dapat membangkitkan gelombang tinggi, kenaikan permukaan air laut (sea level rise), serta timbulnya serangan gelombang pasang. Bahkan dalam laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) [1] memproyeksi adanya kenaikan suhu permukaan udara dan naiknya permukaan laut pada masa yang akan datang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate change (IPCC) memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15-90 cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm [2]. Beberapa masalah yang nantinya akan timbul terlebih lagi pada daerah pesisir pantai diantaranya peningkatan banjir akibat badai, peningkatan erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, adanya gelombang pasang, peningkatan tinggi muka air laut, dan masih banyak lagi. Gambar. 1. simulasi iklim 1900-2100 (IPCC, 2007) Di wilayah negara Indonesia sendiri, secara meteorologis angin di Indonesia mempunyai ketidakteraturan yang tinggi, ditandai dengan sering terjadinya angin puting beliung yang dapat muncul secara tiba-tiba dan gelombang tinggi yang terjadi di laut [3]. Contoh kecilnya di Indonesia adalah, pada tahun 2011 laut setinggi 6 meter menghantam perumahan penduduk di Kepulauan Riau Indonesia tepatnya di Kabupaten Natuna [4]. Belakangan ini di tahun 2013 pada tanggal 14 Januari terjadi gelombang besar yang mengakibatkan 9 rumah penduduk hancur dan 28 rusak ringan tepatnya di dusun Kacci-Kaci, Desa Tampalang, Keca.Tappalang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat [5]. Wilayah pesisir sangat rentan terhadap pengaruh perubahan iklim gelombang laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Angin adalah udara yang bergerak karena bagian-bagian udara didorong dari daerah bertekanan tinggi (temperature dingin) ke daerah yang bertekanan rendah (temperature panas), angin yang berhembus diatas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk[6]. Perubahan iklim dunia akibat pemanasan global merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan untuk perencanaan jangka panjang kawasan pesisir. Oleh sebab itu, dilakukan pendekatan klimatologi dengan merekonstruksi kejadian masa lalu (hindcasting) pada tinggi gelombang. Rujukan [7] menuliskan bahwa, pada umumnya, kondisi gelombang merupakan salah satu driving forces yang menyebabkan kerusakan lingkungan HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI- JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY AGENCY) DALAM KURUN WAKTU 1989 2003 Nurul Fitriah 1 , M. Zikra 2 , dan Suntoyo 2 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2 Dosen Pengajar Teknik Kelautan FTK-ITS Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] P AbstrakPerubahan iklim dunia akibat pemanasan global berdampak langsung pada lingkungan beberapa tahun ini khususnya terhadap lingkungan pesisir dan laut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebab kerusakan lingkungan pesisir adalah iklim gelombang dan hal itu dapat dipelajari dengan memanfaatkan pemodelan gelombang. Dalam studi ini untuk mempelajari perilaku iklim gelombang digunakan pemodelan numerik WAM dengan input data angin dari MRI/JMA dalam kurun waktu 15 tahun dengan resolusi grid 1x1. Hasil studi menunjukkan prediksi distribusi tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin secara global dalam kurun waktu 1989 2003 mengalami kenaikan probabilitas exceedance yang cukup jauh dari ketinggian gelombang signifikan antara 1.5 m sampai dengan 6.5 m sebesar 5%. Sedangkan dari hasil analisa akurasi prediksi tinggi gelombang yang dimodelkan menggunakan WAve Model (WAM) dengan data pengukuran buoy dari NDBC (National Data Buoy Center) milik NOAA (National Oceanic and Athmospheric Administration), menunjukkan persentase error untuk station 51003 dan 51004 (Hawaii) masing- masing 0.308027% dan 0.116802 %, untuk station 41002 (Cape Hatteras, USA) sebesar 14.5541%. Kata KunciWAM model, tinggi gelombang signifikan, gelombang hindcast, validasi.

Upload: trinhminh

Post on 17-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

1

I. PENDAHULUAN

emanasan global menjadi isu penting dalam beberapa

tahun ini. Aktivitas manusia di muka bumi yang terus

meningkat mendorong terjadinya pemanasan global yang

sangat berdampak pada lingkungan. Beberapa dampak

yang ditimbulkan akibat pemanasan global terhadap

kawasan laut dan pesisir diantaranya adalah badai tropis

besar yang dapat membangkitkan gelombang tinggi,

kenaikan permukaan air laut (sea level rise), serta

timbulnya serangan gelombang pasang. Bahkan dalam

laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

Change) [1] memproyeksi adanya kenaikan suhu

permukaan udara dan naiknya permukaan laut pada masa

yang akan datang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1

berikut ini.

Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate

change (IPCC) memperkirakan bahwa pada kurun waktu

100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut

akan meningkat setinggi 15-90 cm dengan kepastian

peningkatan setinggi 48 cm [2].

Beberapa masalah yang nantinya akan timbul terlebih

lagi pada daerah pesisir pantai diantaranya peningkatan

banjir akibat badai, peningkatan erosi pantai, intrusi air

laut ke dalam air tanah, adanya gelombang pasang,

peningkatan tinggi muka air laut, dan masih banyak lagi.

Gambar. 1. simulasi iklim 1900-2100 (IPCC, 2007)

Di wilayah negara Indonesia sendiri, secara

meteorologis angin di Indonesia mempunyai

ketidakteraturan yang tinggi, ditandai dengan sering

terjadinya angin puting beliung yang dapat muncul secara

tiba-tiba dan gelombang tinggi yang terjadi di laut [3].

Contoh kecilnya di Indonesia adalah, pada tahun 2011 laut

setinggi 6 meter menghantam perumahan penduduk di

Kepulauan Riau Indonesia tepatnya di Kabupaten Natuna

[4]. Belakangan ini di tahun 2013 pada tanggal 14 Januari

terjadi gelombang besar yang mengakibatkan 9 rumah

penduduk hancur dan 28 rusak ringan tepatnya di dusun

Kacci-Kaci, Desa Tampalang, Keca.Tappalang, Kabupaten

Mamuju, Sulawesi Barat [5]. Wilayah pesisir sangat rentan

terhadap pengaruh perubahan iklim gelombang laut yang

disebabkan oleh pemanasan global.

Angin adalah udara yang bergerak karena bagian-bagian

udara didorong dari daerah bertekanan tinggi

(temperature dingin) ke daerah yang bertekanan rendah

(temperature panas), angin yang berhembus diatas

permukaan air akan memindahkan energinya ke air.

Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada

permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula

tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di

atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah,

riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin

berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang.

Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,

semakin besar gelombang yang terbentuk[6].

Perubahan iklim dunia akibat pemanasan global

merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan

untuk perencanaan jangka panjang kawasan pesisir. Oleh

sebab itu, dilakukan pendekatan klimatologi dengan

merekonstruksi kejadian masa lalu (hindcasting) pada

tinggi gelombang. Rujukan [7] menuliskan bahwa, pada

umumnya, kondisi gelombang merupakan salah satu

driving forces yang menyebabkan kerusakan lingkungan

HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-

JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY

AGENCY) DALAM KURUN WAKTU 1989 – 2003

Nurul Fitriah1, M. Zikra

2, dan Suntoyo

2

1

Mahasiswa Teknik Kelautan, 2

Dosen Pengajar Teknik Kelautan FTK-ITS

Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

P

Abstrak—Perubahan iklim dunia akibat pemanasan

global berdampak langsung pada lingkungan beberapa

tahun ini khususnya terhadap lingkungan pesisir dan

laut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap

penyebab kerusakan lingkungan pesisir adalah iklim

gelombang dan hal itu dapat dipelajari dengan

memanfaatkan pemodelan gelombang. Dalam studi ini

untuk mempelajari perilaku iklim gelombang digunakan

pemodelan numerik WAM dengan input data angin dari

MRI/JMA dalam kurun waktu 15 tahun dengan resolusi

grid 1x1. Hasil studi menunjukkan prediksi distribusi

tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin secara

global dalam kurun waktu 1989 – 2003 mengalami

kenaikan probabilitas exceedance yang cukup jauh dari

ketinggian gelombang signifikan antara 1.5 m sampai

dengan 6.5 m sebesar 5%. Sedangkan dari hasil analisa

akurasi prediksi tinggi gelombang yang dimodelkan

menggunakan WAve Model (WAM) dengan data

pengukuran buoy dari NDBC (National Data Buoy

Center) milik NOAA (National Oceanic and

Athmospheric Administration), menunjukkan persentase

error untuk station 51003 dan 51004 (Hawaii) masing-

masing 0.308027% dan 0.116802 %, untuk station 41002

(Cape Hatteras, USA) sebesar 14.5541%.

Kata Kunci— WAM model, tinggi gelombang signifikan,

gelombang hindcast, validasi.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

2

pesisir. Maka dari itu pemanfaatan pemodelan gelombang

sangat diperlukan dalam mempelajari hal tersebut. Dalam

rangka melakukan pemodelan, spektrum gelombang dan

data angin juga diperlukan.

Tugas akhir ini dilakukan dengan maksud untuk

mengetahui perilaku hindcasting tinggi gelombang

signifikan selama 15 tahun dan validasi terhadap hasil

tinggi gelombang signifikan yang dimodelkan

menggunakan WAM (Wave Model), dengan data tinggi

gelombang pengukuran lapangan menggunakan buoy milik

NDBC (National Data Buoy Center) dari NOAA

(National Oceanic and Atmospheric Administration).

II. URAIAN PENELITIAN

A. Pemodelan Numerik

Pemodelan numerik gelombang laut diperlukan dengan

tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku

gelombang laut, pada saat pengamatan karakteristik

gelombang tidak dapat diketahui. Satu-satunya cara untuk

mengetahui karakteristik gelombang ini maka dilakukan

simulasi kondisi gelombang berdasarkan data angin [8].

Wind field, pada kenyataannya merupakan sistem yang

kompleks yang terdiri dari gerakan acak dalam tiga arah

spasial dan dari waktu ke waktu. Dalam pemodelan

gelombang, data angin disederhanakan menjadi komponen

horisontal tunggal pada setiap titik grid, berdasarkan nilai

rata-rata untuk interval waktu yang ditentukan, kualitas

input angin sangat penting untuk hasil akhir dari simulasi

gelombang, bahkan lebih karena dampak dari kesalahan

bersifat kumulatif dalam proses simulasi gelombang.

Khusus untuk tinggi gelombang yang digunakan dalam

studi ini, variabel yang digunakan adalah tinggi gelombang

signifikan yang merupakan tinggi rata-rata 1/3 dari semua

gelombang tertinggi yang tercatat pada rekaman

gelombang. Tinggi gelombang secara kasar harganya

hampir sama dengan tinggi gelombang yang teramati

secara visual.[9]

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, Sterl dan Cotton,

1998 [10] melakukan simulasi gelombang dengan resolusi

grid 3x3 periode 15 tahun. Untuk penelitian kali ini akan

dimodelkan dengan resolusi grid 1x1 (1 = 111,319888

km) dalam periode 15 tahun, hal ini dimaksudkan agar

akurasi data lebih maksimal. Model yang akan digunakan

untuk mensimulasikan tinggi gelombang dalam penelitian

ini adalah model generasi ketiga yang dikenal sebagai

model numerik WAM.

B. Pemodelan Gelombang (WAM model)

Pada penelitian ini model numerik gelombang WAM

yang akan digunakan. Model numerik WAM adalah salah

satu model gelombang yang dikenal luas dan telah banyak

digunakan di seluruh dunia. WAM merupakan model

gelombang generasi ketiga yang menghitung perubahan

spektrum energi gelombang secara eksplisit dengan

didasarkan pada integrasi numerik dari persamaan

kesetimbangan energi. Persamaan spektrum energi

gelombang yang digunakan adalah sebagai berikut:

1(cos ) ( cos ) ( ) ( ) totF F F F St

(1)

tot in nl disS S S S (2)

Dimana :

F = spektrum energi gelombang (f, θ, φ, λ)

= latitude (garis lintang)

λ = longitude (garis bujur)

θ = arah

t = waktu

Sin = interaksi angin gelombang

Snl = interaksi nonlinier antar gelombang

Sdis = disipasi gelombang

Stot = sumber energi

Suku yang terletak pada sisi kiri pada persamaan (1)

merupakan suku-suku perubahan lokal densitas

(kerapatan) energi gelombang, perambatan dan perubahan

frekuensi dan refraksi yang dipengaruhi oleh variabilitas

kedalaman dan faktor arus. Untuk suku-suku yang terdapat

pada bagian kanan dari persamaan (1) merupakan suku-

suku sumber dan disipasi (2)

Metoda yang dikembangkan oleh Jansen (1991)

rujukan[11] tentang angin sebagai suku sumber energi

yang digunakan dalam WAM adalah:

4 2

22 log , , 1a m

in

w

S f x F f if

(3)

Dimana: 2

0*

2

*

.exp

g zU

C U x

(4)

* cosalp w

Ux z

C

(5)

*0

1 w

Uz

g

(6)

Dengan adalah bilangan von Karman, m konstan

bernilai 1.2, a rapat jenis udara, w rapat jenis air,

variabel tidak berdimensi yang mewakili tinggi kritis, dan

z0 adalah panjang kekasaran permukaan.

Selanjutnya dengan memperhatikan kesetimbangan

momentum udara, maka tegangan (stress) yang diberikan

oleh angin sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan dan

diberikan oleh persamaan (7)

2

DC U L (7)

Dengan koefisien drag CD adalah

2

0/ ln /DC L z (8)

Dimana L disini adalah tinggi rata-rata pengukuran

kecepatan angin (L=10m), sedangkan stress yang

ditimbulkan oleh gelombang diberikan oleh persamaan

berikut:

.cosw w wF dfd (9)

Untuk Suku disipasi yang digunakan di model WAM

merujuk pada persamaan yang diberikan oleh Komen et al

(1994) rujukan[12] adalah: 2

2

53,33 .10db

pm

S F

(10)

Dimana

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

3

1 ,E F f df d (11)

,E F f df d (12)

Nilai (parameter kecuramanan gelombang) diberikan

oleh persamaan: 4 2.E g Sedangkan parameter kecuraman gelombang

berdasarkan spektrum Pierson Moskowits, diberikan

dengan nilai PM = 4.57 x 103.

Suku sumber interaksi nonlinier gelombang diberikan

oleh:

3 4 1 2 3+ 4 3 4 1+ 2 ( 1, 2, 3, 4) (13)

Suku disipasi yang ditimbulkan oleh gesekan dasar

diberikan oleh Hasselman et al (1985) rujukan[13] melalui

persamaan:

0.076. . ,sinh 2

dis

kS F f

g kh (14)

Model ini awalnya dikembangkan di Max-Planck-

Institut Meteorologi di Hamburg (Jerman) oleh S. dan K.

Hasselmann dengan bantuan P. Janssen dan G. Komen

(KNMI, Belanda), dan L. Zambreski dan H. Gunther

(GKSS, Jerman, ECMWF, Reading, UK). Model WAM

ini akan dijalankan menggunakan data kecepatan angin

dengan interval 1 jam hasil output dari model iklim global

MRI-AGCM3.2. WAM telah dipasang di sekitar 35

lembaga dunia luas dan digunakan untuk aplikasi

penelitian dan juga operasional. Hal ini juga diterapkan

untuk menginterpretasikan dan mengasimilasi data

gelombang satelit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perilaku Hindcasting Gelombang Angin Selama 15

Tahun (1989 – 2003)

Berikut ini adalah grafik CDF (cumulative distribution

function) dari rata-rata tinggi gelombang signifikan (Hs)

secara global dalam 15 tahun yaitu dari tahun 1989 sampai

dengan 2003. (gambar 2)

Gambar 2. CDF Hs global selama 5 tahunan

Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan ini,

dapat diamati bahwa tinggi gelombang semakin tinggi tiap

5 tahunnya. Pada tahun 1989, rata-rata Hs tertinggi

berkisar 9.3m terjadi sebanyak 28.3%. Pada tahun 1993

terjadi peningkatan, rata-rata Hs tertinggi berada pada

ketinggian 10.8m terjadi 28. 4%. Di tahun 1998 rata-rata

Hs tertinggi menjadi 11.6m sebanyak 28.5%. Di tahun

2003 rata-rata Hs tertinggi meningkat menjadi 12.2m.

Dari tahun 1989-1993 rata-rata Hs rentang 1.5m sampai

dengan ketinggian 2.5m mengalami peningkatan

probabilitas exceedance sebesar 10%. Untuk rentang Hs

2.5m sampai 6.5m juga melami peningkatan probabilitas

sebesar 1.5%. Dari tahun 1993-1998 Hs 2m sampai dengan

ketinggian 4m mengalami kenaikan probabilitas

exceedance sebesar 2.5%, sedangkan dari ketinggian Hs

4m – 6.5m menurun sejauh 1%. Untuk tahun 1998 sampai

2003 tidak terjadi perubahan yang signifikan. Namun jika

dibandingkan dengan grafik tahun 1989 dengan 2003,

terjadi rentang probabilitas exceedance yang cukup jauh

dari ketinggian antara 1.5m sampai dengan 6.5m

meningkat sebesar 5%.

Hal tersebut bila ditinjau data Hs secara global, jika kita

tinjau lebih jauh pada area-area tertentu, contohnya pada

area perairan Pasifik Utara, Atlantik Utara dan Indonesia

sebagai berikut. (gambar 3.)

Gambar 3. Nesting wilayah Pasifik, Atlantik, dan Indonesia untuk rata-rata thn 2003

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

4

PASIFIK

Samudra Pasifik adalah kumpulan air terbesar di dunia.

Perairan ini mencakup kira-kira sepertiga permukaan

Bumi, dengan luas sebesar 179,7 juta km² (69,4 juta mil²)

[14]. Dari tahun ke tahun wilayah Samudra Pasifik ini

mengalami perubahan tinggi gelombang yang cukup

ekstrim, dan dari pemetaan tinggi gelombang signifikan

secara global, tampak tinggi gelombang tertinggi berada di

wilayah perairan ini. Untuk mengetahui perilaku tinggi

gelombang pada perairan tersebut dapat dilihat pada grafik

CDF 5 tahunan area Pasifik pada gambar berikut ini.

Gambar 4. CDF Hs area Pasifik selama 5 tahunan

Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan untuk

area Pasific utara ini, dapat diamati bahwa tinggi

gelombang semakin tinggi tiap 5 tahunnya. Pada tahun

1989, rata-rata Hs tertinggi berkisar 7.5m. Pada tahun

1993 terjadi peningkatan, rata-rata Hs tertinggi berada

pada ketinggian 8.8m terjadi 22%, akan tetapi pada

rentang ketinggian 2m sampai 6m kejadiannya berkurang

sampai 5% dibandingkan dengan grafik tahun 1989. Di

tahun 1998 rata-rata Hs tertinggi menjadi 11.6m, dan

exceedance probabilitasnyapun meningkat. Di tahun 2003

rata-rata Hs tertinggi meningkat menjadi 12.2m.

ATLANTIK

Samudra Atlantik adalah samudra terbesar kedua di

dunia, meliputi sekitar 1/5 permukaan Bumi. Sama halnya

dengan Samudra pasifik, dari tahun ke tahun wilayah

Samudra Atlantik ini mengalami perubahan tinggi

gelombang yang cukup ekstrim, pada tahun 1989 dan

tahun 1993 seringkali terjadi badai topan atau hurricane di

samudra ini [15] [16]. Dari pemetaan tinggi gelombang

signifikan secara global, tampak tinggi gelombang

mengalami peningkatan dan penurunan di wilayah perairan

tersebut. Untuk mengetahui perilaku tinggi gelombang

pada perairan tersebut dapat dilihat pada grafik CDF 5

tahunan area Pasifik pada gambar. 5 berikut ini.

Gambar 5. CDF Hs area Atlantik selama 5 tahunan

Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan untuk

area Atlantik Utara ini, dapat diamati bahwa tinggi

gelombang semakin tinggi pada tahun 1993. Pada tahun

1989, rata-rata Hs tertinggi berkisar 9m. Pada tahun 1993

terjadi peningkatan yang sangat ekstrim menjadi 11m,

pada rentang ketinggian 1.5m sampai 6.5m kejadiannya

meningkat, paling jauh pada ketinggian 2.5m mencapai

20% tingkat kejadian dibandingkan dengan grafik tahun

1989. Pada tahun 1998 mengalami penurunan, begitu pula

dengan tahun 2003 mengalami penurunan sekitar 25% dari

grafik tahun 1993. Namun untuk gelombang rentang

ketinggian 2m - 3.5m mengalami peningkatan probabilitas

exceedance.

INDONESIA

Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi

garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan

Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di

dunia yang terdiri dari 13.487 pulau [17], [18] oleh karena

itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Kondisi perairan di

Indonesia cukup tenang, berkisar 2.5m sampai 4m tinggi

gelombang yang tertinggi. Grafik CDF pada wilayah

perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. CDF Hs area Indonesia

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

5

Dari data tinggi gelombang signifikan tahunan untuk

area perairan Indonesia ini, dapat diamati bahwa tinggi

gelombang pada tahun 1990, rata-rata Hs tertinggi berkisar

3.8m. Pada tahun 1993 terjadi penurunan, rata-rata Hs

tertinggi berada pada ketinggian 2.8m terjadi 22%. Pada

grafik tahun 1998 dan 1993 kita perhatikan tahun 1998

mengalami penurunan probabilitas exceedance pada

ketinggian 1m – 1.7m, akan tetapi dari 1.7m – 2.8m terjadi

peningkatan dibandingkan dengan tahun 1993. Untuk

tahun 2003, probabilitas exceedance terjadinya gelombang

setinggi 0.8m-2m mengalami peningkatan dari tahun 1998,

misalkan pada ketinggian 1.5m terjadi peningkatan sebesar

10%

B. Analisa Keakurasian Data Tinggi Gelombang

Signifikan

Data tinggi gelombang signifikan ini dibandingkan

dengan data acuan yang telah tersertifikasi yaitu dari data

Hs milik NDBC NOAA, dalam penelitian Tugas Akhir ini

titik lokasi yang menjadi bahan perbandingan adalah

lokasi di station 51003 yang terletak di daerah Hawaii,

station 51004 terletak di daerah Hawaii selatan, dan station

41002 terletak di Cape Hatteras, USA. lebih lengkapnya

lihat gambar 7, 8, dan 9 berikut. Data buoy dari

pengamatan lapangan milik NOAA ini dapat diunduh

gratis dari situs webite resminya di

http://www.ndbc.noaa.gov/. Dari titik-titik buoy NOAA

yang akan dijadikan sebagai acuan adalah station yang

memiliki data history periode 15 tahun dari tahun 1989

sampai 2003 dengan data pengukuran per jam dalam

analisa akurasi ini.

Gambar 7. Lokasi station 51003 di Hawaii

Gambar 8. Lokasi station 51004 di Hawaii selatan

Gambar 9. Lokasi station 41002 di Cape Hatteras,USA.

Pada koordinat longitude-latitude Buoy dan model

terdapat perbedaan yakni buoy dengan koordinat peta

0:180:0 sedangkan pada model dari 0-360 dengan

begitu perbandingan lokasi dapat dilihat dalam tabel 1

berikut ini.

Tabel 1. Perbandingan lokasi Buoy dan WAM model

station lokasi buoy

d (m) T lokasi model

lintang bujur lintang bujur

51003 19.018N 160.582W 4919 (15

thn)

19 199

51004 17.525N 152.382W 5082 17 208

41002 31.862N 74.835W 4297 32 285

Pada penentuan koordinat ini diambil yang paling

mendekati dengan lokasi buoy, namun dalam

kenyataannya grid resolusi dari lokasi buoy lebih kecil

dibandingkan dengan grid resolusi dari WAM model

dalam penelitian Tugas Akhir ini sehingga ada beberapa

ketidakcocokan dalam pengukuran data Hs gelombang.

Tapi untuk keseluruhan, data Hs model dan buoy ini hanya

terjadi perbedaan yang kecil. Grafik Probabilitas densitas

Hs dan U10 model dengan buoy station 51003, 51004, dan

41002 dapat diamati pada gambar berikut.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

6

Gambar 10. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 51003

Gambar 11. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 51004

Gambar 12. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 41002

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

7

Grafik probabilitas densitas dari distribusi tinggi

gelombang signifikan model dan buoy dapat dilihat pada

gambar 10, 11, dan 12. Pada garis berwarna biru

menunjukkan plot data dari WAM model, sedangkan garis

berwarna merah menunjukkan plot data Buoy NOAA.

Probabilitas densitas dari tinggi gelombang signifikan (Hs)

dan kecepatan angin pada ketinggian 10m (U10) diatas

permukaan laut di tiap-tiap lokasi tersebut menunjukkan

sedikit ketidakcocokan antara pengukuran buoy dan model

yang dilakukan. Korelasi terbaik ditunjukkan pada gambar

13 yaitu pada daerah Hawaii di perairan Samudra Pasifik

(station 51004). Dari ketiga lokasi tersebut menunjukkan

puncak grafik yang sama, dengan artian dari banyaknya

kedua data (data model dan data pengukuran buoy) yang

ada, kedua data menunjukkan angka terbanyak yang

muncul kurang lebihnya sama. Error yang terjadi dapat

dituliskan dengan rumus berikut ini [19] :

(15)

(16)

dimana RMSerror adalah Root Mean Square Error, Yn

adalah data Hs pengamatan buoy, Xn adalah data model,

N adalah jumlah data. Maka perbandingan parameter

statistik dari data Hs WAM model dan pengukuran buoy

NOAA dapat kita lihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2. Perbandingan parameter statistik buoy dan model

station

WAM

model

buoy

NOAA persentase

error

RMS

error mean Hs

(m)

mean Hs

(m)

51003 2.2008 2.2076 0.308027 0.0068

51004 2.3089 2.3116 0.116802 0.0027

41002 1.5446 1.8077 14.5541 0.2631

Error yang didapat disebabkan oleh faktor-faktor

tertentu, diantaranya adalah kondisi resolusi grid yang

tidak cukup dari kondisi di laut yang sebenarnya, dan juga

ketelitian dari alat buoy yang digunakan sebagai acuan.

Permukaan laut merupakan suatu bidang yang kompleks

dengan pola yang selalu berubah dan tidak stabil.

Gelombang yang banyak dijumpai di laut adalah

gelombang yang terbentuk oleh angin, ada juga gelombang

yang terbentuk dengan mekanisme lain namun frekuensi

kejadiannya relatif sedikit, atau mungkin kejadiannya tidak

mudah dirasakan atau disaksikan secara visual. Contohnya

yaitu gelombang tsunami yang mana gelombang ini

terbentuk akibat gempa bumi didasar laut, meskipun

kejadiannya tidak banyak, akan tetapi dampaknya relatif

luas, dan menelan banyak korban.

Mekanisme berikutnya yaitu gelombang yang cukup

besar dapat terjadi akibat jatuhnya meteor ke lautan.

Gelombang yang juga terjadi setiap hari namun tidak dapat

dilihat secara visual adalah gelombang pasang-surut atau

tidal waves. Hal berikutnya adalah gelombang yang timbul

oleh kapal yang melaju di permukaan laut. Tentunya masih

ada beberapa mekanisme pembentuk gelombang lainnya

rujukan[20]. Maka dari itu error dalam memodelkan suatu

bentuk gelombang yang dibandingkan dengan kondisi riil

dilapangan sering kali terjadi. Namun dalam beberapa

studi [19], [21] menyebutkan nilai error yang berkisar 10-

20% sudah sangat cukup untuk aplikasi di bidang teknik

kelautan khususnya di wilayah perairan dalam.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil studi menunjukkan, pemodelan tinggi gelombang

signifikan secara global dengan grid 1x1 distribusi tinggi

gelombang yang dibangkitkan oleh angin secara global

dalam kurun waktu 1989 – 2003 mengalami kenaikan

probabilitas exceedance yang cukup jauh dari ketinggian

antara 1.5 m sampai dengan 6.5 m sebesar 5%. prediksi

tinggi gelombang yang dikalibrasikan dengan data

pengukuran buoy dari NDBC (National Data Buoy Center)

milik NOAA (National Oceanic and Athmospheric

Administration) menunjukkan persentase error untuk

station 51003 dan 51004 (Hawaii) masing-masing

0.308027% dan 0.116802 %, sedangkan untuk station

41002 (Cape Hatteras, USA) sebesar 14.5541%. Untuk

hasil yang lebih maksimal, disarankan menggunakan

resolusi grid pemodelan yang jauh lebih tinggi, dan

menggunakan aplikasi pemodelan gelombang yang

lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] IPCC, (2007). A Climate Model for the Twentieth

Century, diakses dari http://www.oocities.org/

[email protected]/Climate_Notes.html

pada tanggal 4 Maret 2013

[2] Mimura, N. And Hideo Harasawa (Eds), (2000).

Data book of Sea-Level Rise 2000, Centre for

Global Environment Research, National Institute

for Environmental Studies, Environmental

Agency of Japan.

[3] BMKG, (2010). Rencana Strategis (RENSTRA)

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

tahun 2010-2014. Peraturan Kepala Badan

Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor :

Kep.002 Tahun 2010 Hal.15

[4] (DTC/AK), (2011). Dihantam Gelombang Laut 6

Meter, Warga Natuna Mengungsi, diakses dari

http://www.buletininfo.com pada tanggal 6 Maret

2013

[5] Aprionis, (2013). Jalur trans Sulawesi Tampalang

nyaris putus, diakses dari

http://www.antarababel.com pada tanggal 6 Maret

2013

[6] Triatmodjo, Bambang, (1999), Teknik Pantai,

Beta Offset;Yogjakarta

[7] Vijaykumar, Nandamudi., Gault,Jeremy., Devoy,

Rebort., Assireu, Arcilan., Dunne, Declan.,

O’Mahony, Cathal. (2004). An experience on

wind hindcast to simulate a Wave Hindcast over

the Irish Sea. Brazilian congress of meteorology

29th

august – 3rd

September .

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8

8

[8] Holthuijsen, Leo, H. and Booij, Nico., (2007). A

Grid Model for Shallow Water Waves. journal of

coastal engineering. 261-270

[9] WMO, (1988). Guide to Wave Forcastingand

Analysis. WMO-No.702. Geneva-Switzerland:

secretariat of WMO

[10] Sterl, A., Komen, G.J., Cotton,P.D., (1998).

Fifteen year of global wave hindcasts using winds

from The European Centre for medium-range

weather forecasts reanalysis : validating the

reanalyzed winds and assessing the wave climate.

Journal of Geophysical Research, vol.103, no.c3,

pages 5477-5492

[11] Janssen, P. A. E. M., (1991). Quasi-Linear theory

of wind wave generation applied to wave

forecasting; J. Phys. Oceanogr., 21, 1631-1642.

[12] Komen, G.J., L.Cavaleri, M.Donelan, K.

Hasselmann, S. Hasselmann, dan P.A.E.M.

Janssen, (1994). Dynamic and Modelling of

Ocean Waves, 532 pp., Cambridge Univ. Press,

New York.

[13] Hasselmann, S., K. Hasselmann, J. H. Allender,

dan T.P. Barnett. (1985). Computations and

parameterizations of the nonlinear energy transfer

in a gravity wave spectrum. Part II.

Parameterizations of the nonlinear energy transfer

for application in wave models. Journal of

Physical Oceanography 15:1378-1391.

[14] Barkley, A., (1969). Oceanographic Atlas of the

Pacific Ocean. University of Hawaii Press,

hawaii

[15] Associated Press (June 1, 1989). 4 hurricane for

the Atlantic predicted in 1989. Star-News. diakses

dari http://news.google.com/newspapers?id=

Lb8sAAAAIBAJ&sjid=lxQEAAAAIBAJ&pg=4

610,13531&dq=1989+atlantic+hurricane+season

&hl=en pada tanggal 14 Juli 2013 jam 3:11 AM

[16] Burt, Christopher C. (2011). Super Extra-tropical

Storms; Alaska and Extra-tropical Record Low

Barometric. Diakses dari

http://www.wunderground.com/blog/

weatherhistorian/ article.html?entrynum=49 pada

tanggal 14 Juli 2013 jam 3:33 AM

[17] Andalan, Bobby. (2011). Indonesia Daftarkan

13487 Pulau ke PBB.

http://nasional.news.viva.co.id/ news/read/

260537-indonesia-daftarkan-13-487-pulau-ke-pbb

diakses tgl 8 Juli 2013 jam 10.11 AM

[18] Bambang. (2010). Indonesia has completed

surveys on its 13,000 islands.

http://www.antaranews.com/en/news/1282089150

/indonesia-has-completed-surveys-on-its-13-000-

islands diakses tgl 8 juli 2013 jam 10.12 am

[19] Ris, R. C., Holthuijsen,Leo,H. and Booij,Nico.,

(1999). A third-generation wave model for

coastal regions 2. Verification . JOURNAL OF

GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 104, NO.

C4, PAGES 7667–7681, APRIL 15.

[20] Djatmiko, Eko B, (2012). Perilaku dan

Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang

Acak. ITSpress:Surabaya

[21] Ruessink, B.G., Walstra, D.J.R., Southgate, H.N.,

(2003). Calibration and verification of a

parametric wave model on barred beaches.

Coastal Engineering 48 (3), 139–149.