hikmah perseteruan baznaz dengan laz
TRANSCRIPT
Anas Firdian,Kasubdiv. SDM
& Hub.lndustrial PT.JIEP
eski permasalahan pengelolaan zakat di tanah air
pasca terbitnya UU.23 / 2OII tenta ng Pengelolaa n
Zakat pada tanggal 25 Nopember 2011 masih
dicarikan solusinya di Mahkamah Konstitusi,
hal mana lembaga-lembaga pemungut dan pengelola zakat
yang telah ada merasa terampas kebebasannya untuk
tetap memungut dan mengelola zakat secara langsung dari
masyarakat. Penulis tergelitik untuk mencoba menarik benang
merah permasalahan tersebut dengan rencana kebijakan baru
pengelolaan PKBL BUMN. Pendekatan yang penulis pergunakan
dari sisi analogi yuridis legal standing permasalahan tersebut.
Penulis memiliki pemahaman bahwa permasalahan "rebutan"pengelolaan zakat tersebut timbul dikarenakan pemerintah
sebagai regulator dinilai kurang bijak dalam menerbitkan
kebijakan alias tebang pilih dan terkesan menganak-emaskan
pihak tertentu atas terbitnya undang-undang tersebut.
Mari kita simak kajian singkat UU tersebut di atas.
Pasal 1 Angka 1 menyebutkan, pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian
dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Sedangkan di Angka 7 Pasal yang sama didefinisikan
Badan Amil Zakat Nasional ('BAZNAS') adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara
Lembaga Amil Zakat ('LAZ') adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (Angka 8 Pasal
1). Pasal 6 BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Pasal
7 Ayat (1) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas
tersebut, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a). perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
(b). pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; (c). pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakaU dan (d). pelaporan
dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Pasal 17 menyebutkan bahwa untuk membantu BAZNAS
dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri.lzin tersebut hanya diberikan
apabila memenuhi persyaratan paling sedikit (Pasal 18)
: (a). terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan lslam
Ndum
uFLU2z:I
:,2o0
zIF
a2
yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;(b). berbentuk lembaga berbadan hukum; (c). mendapatrekomendasi dari BAZNAS; (d). memiliki pengawas syariat;(e). memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan
untuk melaksanakan kegiatannya; (f). bersifat nirlaba;(g). memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat; dan (h). bersedia diaudit syariat dan
keuangan secara berkala. LAZ wajib melaporkan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakatyang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanismeperizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, danpertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah(Pasal 19-20). Di dalam Pasal 30 ditegaskan bahwa untukmelaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan
operasional (Pasal 32). Untuk pembinaan dan pengawasan
dilaksanakan oleh Menteri terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi,
BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ. Serta oleh Gubernurdan bupati/walikota terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya (Pasal
34). Beberapa ketentuan pengenaan sanksi baik administratifmaupun pidana kepada BAZNAS dan/atau LAZ terkait dengan
kewajiban pelaporan dan/atau pengelolaan zakat, infaq,
maupun sedekah (Pasal 36-42).
Pada persidangan Judicial Review di Mahkamah
Konstitusi tanggal 17 Oktober 2012, Amelia Fauzia (dosen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ahli Sejarah Filantropilslam) menyampaikan pendapatnya bahwa meskipun LAZ
dan masyarakat bisa membantu, namun substansinya sulitkarena diberi persyaratan yang berat oleh UU tersebut, dan
kedudukannya didiskriminasi. BAZ dan LAZ memiliki sub
kultur sendiri yang sulit untuk digabungkan. LAZ juga akan
sulit dipaksakan untuk bertransformasi menjadi ormas.
Praktek zakat di lndonesia penuh dengan keragaman yang
indah yangjustru menguatkan negara bangsa ini, dan jauh di
atas nilai material/ekonomi dan kesejahteraan. Keragaman
zakat berkontribusi untuk penguatan civil society, dan
karenanya tidak boleh dipaksa dipersatukan hanya untukalasan potensi keuangan yang tata kelola pemanfaatannya
masih dipertanyakan. Hak individu Muslim untuk berkumpul
dan berorganisasi khususnya untuk menjalankan amanah
dan kepercayaan masyarakat dalam hal mengelola zakat
menjadi terhalangi. Begitu pula hak individu Muslim untukmelaksanakan kepercayaan agamanya untuk memberikan
zakat pada lembaga yang dipercayanya menjadi terbatasi.UU 23/2011, mempersempit dan menghalangi hak individuuntuk menunaikan zakat. Dalam praktiknya, zakat mal, zakat
fitrah,sedekah, dan wakaf itu sulit untuk dipisahkan. BAZ dan
LAZ selain mengelola dana zakat juga mengelola dana sedekah.
lsi UU zakat inijuga menyebutkan dana sosial lain selain
zakat. Kepercayaan tidak dapat mudah didapatkan begitu
Optimalisasi dapatditempuh sebagaisalah satu caraagar kinerja BUMNdalam mengeloladana PKBL efektif
saja. Seyogyanya UU tersebut dipertimbangkan atau minimal
direvisi untuk dapat memberi ruang bagi praktik zakat civil
society tetap eksis.
Bagaimana dengan PKBL BUMN? Penulis memiliki
keyakinan bahwa Perusahaan BUMN masih sangat
berkeinginan untuk mengelola dana PKBL sebagaimana selama
ini sebelum dibekukan oleh Kementerian BUMN. Optimalisasi
dapat ditempuh sebagai salah satu cara agar kinerja BUMN
dalam mengelola dana PKBL efektif, di samping mereviewpo I i cy Kemenleria n BU M N misa I nya ba hwa pengelolaa n
dana PKBL oleh BUMN tidak perlu dimasukkan ke dalam
salah satu KPI Direksi karena dipandang sebagai satu bentuk
kegiatan kepedulian BUMN untuk meningkatkan potensi
perekonomian masyarakat UMKM dan Koperasi. Kiranya
tidaklah berlebihan setelah penulis mencoba menggali hikmah
di balik "perseteruan" BAZNAS dan LAZ tersebut di atas,
bahwa rencana kebijakan pengalihan pengelolaan dana PKBL
dari perusahaan BUMN kepada salah satu BUMN tertentuyakni PNM dikawatirkan dapat menimbulkan persepsi tebangpilih dan/atau anak-emas Kementerian BUMN kepada BUMN
yang ditunjuk tersebut. Pertanyaannya, apakah tidak ada
satu pun Perusahaan BUMN Pengelola PKBL yang memiliki
kinerja terbaik atas pengelolaan dana PKBL-nya sehingga
harus diambil langkah mengalihkan begitu saja pengelolaan
dana PKBL BUMN kepada satu BUMN tertentu yang ditunjuktersebut. Penulis kawatir bahwa saatnya nanti kebijakan
pengalihan pengelolaan dana PKBL benar-benar dijalankan
akan menimbulkan upaya keberatan dari BUMN Pengelola
PKBL, meski tidak menempuh jalur hukum (PTUN atau upaya
hukum lainnya). Mungkinkah seorang anak "menggugat" sang
aya h d ika rena ka n kebijaka n nya lebih condong/berat sebela h
dan/atau menganak-emaskan salah satu anaknya yang lain?
Penulis bermimpi agar suatu saat kegiatan kepedulian BUMN
berbentuk PKBL tersebut dapat dianggap sebagai amal ibadah
atau pengabdian BUMN kepada masyarakat, bangsa, dan
Negara sehingga tidak perlu dimasukkan sebagai salah satu
komponen penilaian kinerja BUMN yang bersangkutan.
sO
Iu05uFLU2zl:tFN
Iou
zaF
83
.iiti:i::t::ii::i: