hida nifas
DESCRIPTION
jjjjTRANSCRIPT
BAB I
PEMBUKAAN
1.1 Latar Belakang.
Masa nifas (purperium) adalah masa dmulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembeli seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Masa nifas adalah masa setelah ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehantannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu.
Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium) adalah :
1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna bias cepat bila
kondisi sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan baik fisik, psikis, social dan spiritual berupa organ reprosuksi, terjadinya proses laktasi, terbentuknya hubungan antar orang tuadan bayi dengan memberi dukungan. Atas dasar itu diperlukan pendekatan antara ibu dan keluarga dalam manajemen kebidanan. Sebagai seorang bidan professional dan menerapkan nilai-nilai agama Islam kita harus bisa membantu ibu nifas melewati masa nifasnya dengan baik secara holistik. Melalui pendekatan-pendekatan secara psikologi dan dengan tetap menerapkan nilai-nilai islam dan pendeteksian komplikasi yang sering terjadi di masa nifas bidan akan memberikan asuhan kepada kliennya.
Tujuan dari masa nifas adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi,melakukan skrining secara komperhensif dan deteksi dimi, mengobati atau meerujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi, memberikan pendudikan kesehatan tentang perawatan keseharian dini, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari, dan menddapatkan kesehatan emosi.
Bidan memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam masa nifas, antara lain:
1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai kebutuhan ibu untuk mengurangi ketergantungan fisik dan psikologis selama masa nifas.
2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi.3. Mendorong ibu untuk menyusui bayi dengan rasa nyaman.4. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang
berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarga mengenai cara
pencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, dan menjaga kebersihan yang baik.
7. Melakukan manajemen asuhan.8. Melakukan pendekatan secra psikologis dan menerapka nilai nilai
islam dalam setiap asuhan yang diberikan kepada ibu nifas.9. Memberikan asuhan secara profesional dan islami.
1.2 Rumusan Masalah1. Apa saja perubahan, masalah dan kebutuhan ibu nifas secara holistic?2. Bagaimana cara bidan memberikan KIE kepada ibu nifas yang memiliki
masalah?1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuan Kebidanan Nifas IIIA yang
diberikan oleh Ibu Hikmah, S.Pd., M.Kes.2. Untuk memberikan informasi kepada pembaca khususnya mahasiswa
kebidanan tingkat diploma mengenai perubahan yang terjadi pada masa nifas secara holistic sehingga mereka mampu memberikan asuhan dan KIE kepada ibu nifas secara professional dan mampu menerapka nilai nilai islami.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 PengertianMasa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus
selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Masa nifas (puerperium)
yaitu di mulainnya setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu.
2.2 Tahapan-Tahapan Masa NifasAdapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium)
adalah :1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau persalinan
mempunyai komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna
bias cepat bila kondisi sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu,
bulanan, bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan
lainnya.
2.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifasa. Perubahan uterus dan sistem reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan-perubahan seperti:
1) Involusi uterusInvolusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar
uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm di atas tali umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi
dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah
pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal
ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran
darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan
vena di dalam uterus, terutama plasenta, menjadi luar biasa
membesar, begitu juga pembuluh darah ke uterus dan dari uterus
. Di dalam uterus, pembentukan pembuluh – pembuluh darah
baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang
bermakna. Setelah pelahiran, kepiler pembuluh darah ekstra
uterin berkurang sampai mencapai atau paling tidak mendekati
keadaan sebelum hamil. Pada masa nifas, di dalam uterus
pembuluh – pembuluh darah mengalami obliterasi akibat
perubahan hialin, dan pembuluh – pembuluh yang lebih kecil
menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui
suatu proses yang menyerupai proses pada ovarium setelah
ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Namun, sisa – sisa
dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum,
biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium
serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin
ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir
minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena
ostium menyempit, serviks menebal dan anal kembali terbentuk.
Meskipun involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat
sepenuhnya kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini
tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi
menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri
khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks
menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup
banyak sebagai akibat pelahiran bayi. Contohnya, Ahdoot dan
rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar 50 % wanita dengan
sel skuamosa intraepithelial tingkat tinggi mengalami regresi
akibat persalinan pervaginam. Segmen bawah uterus yang
mengalami penipisan cukup bermakna akan berkontraksi dan
tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam
waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami
perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup
besar untuk menampung hampir seluruh kepala janin, menjadi
isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di antara
korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 g, 2 minggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke
enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus
memiliki berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung
jawab untuk prtumbuhan masif uterus selama masa hamil.
Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia,
pningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-
sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan
secara langsung jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus
selama postpartum adalah sebagai berikut :
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter
Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan
simpisis
500 gram 7,5 cm
14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
2) Involusi Tempat Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka
yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah
plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu
ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium
ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar
ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lokia.
Menurut Williams ( 1931 ), ekstruksi lengkap tempat
melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini
mempunyai kepentingan klinis yang besar, karena bila proses
ini terganggu, dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat.
Segera setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta kira –
kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat
ukurannya mengecil . Pada akhir minggu kedua, diameternya
hanya 3 cm sampai 4 cm. Dalam waktu beberapa jam setelah
pelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas
banyak pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang
selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara khusus.
Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi tempat melekatnya
plasenta sebagai berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi insitu, namun oleh
suatu proses eksofilasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh
berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat pertumbuhan
jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh
perluasan dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi –
tepi melekatnya plasenta dan sebagian oleh perkembangan
jaringan endometrium dari kelenjar dan stroma yang tertinggal
di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
Proses eksfoliasi semacam itu dianggap sebagai suatu ketetapan
yang bijaksana; sebaliknya kesulitan besar akan dialami dalam
penyelapan arteri yang mengalami obliterasi dan thrombus
yang mengalami organisasi, yang bila menetap in situ, akan
segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan
miometrium di bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa
eksfoliasi tempat melekatnya plasenta berlangsung sebagai
akibat pengelupasan jaringan superficial yang mengalami
infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
3) Perubahan Ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali
seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca
melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen,
fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
4) Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan
korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk
cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan
pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1
minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena
hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum
tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium
eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
Delapan belas jam pasca partum, serviks memendek dan
konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semul . Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa ,
tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan .
Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat
memar dan ada sedikit laserasi kecil – kondisi yang optimal
untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdilatasi
10 cm seewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. 2 jari
mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada
hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret
terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke – 2.
Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti
sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu
celah, sering disebut seperti mulut ikan .Laktasi menunda
produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
5) Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua
yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang
ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis
(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan
karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi
lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-
masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah
kehitaman
Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur
merah
Sisa darah bercampur lender
Serosa 7-14 hari Kekuningan/
kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita
postpartum dalam posisi berbaring dari pada berdiri. Hal ini
terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan
mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata
pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering
kali lokia, mula - mula berwarna merah, kemudian berubah
menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama
setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak
boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran yang keluar harus
semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran
menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3
sampai 4 hari ( lokia serosa ). Lokia serosa terdiri dari
darah lama ( old blood ), serum, leukosit, dan debris
jaringan. sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini
menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ). Lokia alba
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum,
dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6
minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan
observasi tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985
) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan
kehilangan darah pasca partum secara subyektif dengan
mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum.
Cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengan
menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah
dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram setara
dengan 1 ml darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak
akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang
wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu
1 jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah
daripada wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin,
tanpa memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir
biasanya sedikit sampai efek obat hilang. setelah operasi
sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit.
Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan
ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur
selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan
semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama
dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode
pascapartum menunjukkan perdarah berlanjut sebagai
akibat fragmen plasenta atau membrane yang tertinggal.
Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke – 10 pasca
partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat
plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4
minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau
sub involusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa
menandakan endometritis, terutama jika disertai demam,
rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang
dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia
menyerupai bau cairan menstruasi, bau yang tidak sedap
biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan
pervaginam pascapartum lain ialah laserasi vagina atau
serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA BUKAN LOKIA
Lokia biasanya menetes dari muara
vagina. Aliran darah tetap keluar dalam
jumlah yang lebih besar saat uterus
berkontraksi.
Apabila rabas darah menyembur dari
vagina, kemungkinan terdapat
robekan pada serviks, atau vagina
selain dari lokia yang normal
Semburan lokia dapat terjadi akibat
masasse pada uterus. Apabila lokia
berwarna gelap, maka lokia
sebelumnya terkumpul di dalam vagina
Apabila jumlah darah berlebihan dan
berwarna merah terang, suatu robekan
dapat merupakan penyebab.
yang relaksasi dan jumlahnya segera
berkurang menjadi tetesan lokia
berwarna merah terang ( pada
puerpurium dini ).
6) Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan
kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan
kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat
terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan
vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada
akhir puerperium dengan latihan harian.
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang
semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae
akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya
rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap etrofik
pada wanita menyusui sekurang – kurangnya sampai
menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi
seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat
koitus ( dispereunia ) menetap sampai fungsi ovarium kembali
normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita
dianjurkan menggunakan pelumas larut saat melakukan
hubungan seksual untuk mengurangi nyeri. Pada awalnya,
introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat,
pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang
baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya
membuat introitus dengan mudah dibedakan dengan introitus
pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila
wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau
ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik
diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas. Proses
penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain.
Tanda – tanda infeki ( nyeri, panas, merah, bengkak atau
rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid ( varises anus ) umumnya terlihat. Wanita sering
mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan
perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator.
Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah
bayi lahir.
b. Perubahan system perkemihanPada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi
yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Halyang berkaitan dengan fungsi system perkemihan, antara lain: 1) Fungsi sistem perkemihan
a) Mencapai hemostatis internal1.) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. 70% dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai cairam intraselulerkandungan air sisanya disebut air ekstraseluler. Cairan ekstraselulser dibagi atas plasma darah, dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan interstisel.- Edeme adalah timbulmya cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.- Dehidrasi adalah kekuarang cairam atau volume air yang
terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
2.) Keseimbangan asam dan basaBatas normal pH cairan tubuh adalah 7,35 – 7,40.bila pH >7,4 disebut alkolosisi dan jika pH <7,35 disebut asidosis.
3.) Mengeluarkan sisa metabolism, racun dan xat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir metabolism protein yang mengandung nitrogenterutama : urea, asam urat, dan kreatinin.
Ibu postpartum dianjurkan segerabuang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan ibu postpartum sulit buang air kecil, antara lain :
1.) Adanya odematrigoneum yang menimbiulkan obsktruksi sehingga terjadi retensi urin.
2.) Diaphoresis yaitu mekanisme tubuh untuk mengrangi cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi 2 hari setelah melahirkan.
3.) Depresi dari sfinger uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spesme oleh iritasi muskulus sfinger ani selama persalinan sehingga menyebabkan miksi.
b) Keseimbngan dan keselarasan berbagai peoses didalam tubuh1.) Pengaturan tekanan darah
Menurunkan volume darah dan serum sodium (Na)nakan meningkatkan serum potassium lalu merangsang pengeluaran renin yang dalam aliran darah menjadi angiotensin yang akan mengekskresikan aldosterone sehingga mengakibatkan terjadina retensi Na+ + H2O kemudian terjadi peningkatan volume darag yang meningkatakan tekanan darah. Angootensin juga dapat
menjadikan vasokontriksi periferyang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
2.) Perangsangan prosuksi sel darah merahDalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritroprotein untuk merangsang sumsum tukang ini hormone ini dihasilkan oleh ginjal.
2) Sistem urinarisPerubahan hormon pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)turut meningkatkan fungsi ginjal , sedangkan penurunan fungsi steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjeaskan sebab penurunan fungsi ginjal pasca melahirkan. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Di perlukan kira-kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan semula. Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi urinarius bias menetap selama tiga bulan.
3) Komponen UrinGlikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di sel otot uterus juga menyebabkan protinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
4) Diuresis postpartumDalam 12 jam pasca melahirkan, ibi mulai membuang kelebihan cairan tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartm, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volum darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh tubuh mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatanjumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5kg selama masa pasca pertum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy)
5) Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bila terjadin pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hipermesis dan edema, seringkali dijumpai di daerah kecil homoragi. Kandung kemih oedema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan urin residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.Pengambilan urin dengan cara bersih atau melalui kateter sering
mennjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus juga bisa mengalami edema.Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul akibat dari dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis pacapartum dapat menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul saat setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pasca
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Marmi, 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peuperium Care”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya