hepatitis d

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Hati Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan akan berakibat fatal.(Dirjen Yanfar, 2007) Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh berwana coklat dengan berat 1000-1800 gram. Hati terletak dalam rongga perut sebelah kanan atas, di bawah diafragma (Syaifuddin, 2011). 1.2 Fungsi Hati Hati memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh diantaranya : a.Berperan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak b.Pembentukan dan ekskresi empedu

Upload: aimi-ratnasari

Post on 04-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hepatitis D

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Hati

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan

homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis,

penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (hepatosit) mempunyai

kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas

tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan

ringan. Pada gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang

serius dan akan berakibat fatal.(Dirjen Yanfar, 2007)

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh berwana coklat

dengan berat 1000-1800 gram. Hati terletak dalam rongga perut

sebelah kanan atas, di bawah diafragma (Syaifuddin, 2011).

1.2 Fungsi Hati

Hati memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh diantaranya :

a. Berperan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak

b. Pembentukan dan ekskresi empedu

c. Menyimpan energi, vitamin dan mineral

d. Detoksifikasi atau degradasi sisa metabolisme tubuh termasuk

obat, alkohol, dan senyawa asing lainnya. Fungsi detoksifikasi

dilakukan oleh enzim-enzim hati untuk mengubah zat berbahaya

menajadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

e. Perlindungan dilakukan oleh sel Kupffer yang berada pada

dinding sinusoid hati. Dengan cara fagositosis, sel Kupffer dapat

membersihkan kuman yang masuk ke dalam hati melalui vena

porta sehingga tidak menyebar ke seluruh tubuh.

f. Vaskular, pada orang dewasa jumlah darah ke hati sekitar 1.200-

1.500 mL per menit. Darah tersebut berasal dari vena porta dan

arteri heptika.

(Dalimartha, 2005; Price & Wilson, 2006).

Page 2: Hepatitis D

1.3 Struktur Hati

Hati terdiri dari dua lobus utama yakni lobus kanan dan kiri.

Lobus kanan bagian terbesar sementara lobus kiri lebih kecil.

Setiap lobus terdiri dari ribuan lobulus yang merupakan unit-unit

fungsional. Setiap lobulus terdiri dari sel-sel hati (hepatosit). Sel-

sel ini merupakan penyusun hati, 70 % dari semua sel di hati.

Hepatosit berbentuk kubus, tersusun melingkar mengelilingi vena

sentralis. Diantara lempengan hepatosit terdapat kapiler-kapiler

yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan

arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagosit atau sel Kupffer.

Sel Kupffer berfungsi menelan bakteri dan benda asing lain dalam

darah (Dalimartha, 2005; Sander, 2007). Duktus biliaris merupakan

sistem saluran empedu, saluran empedu membentuk kapiler

empedu yang sangat kecil dinamakan kanalikuli (Price & Wilson,

2006). Struktur hati dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Hati (Sander, 2007)

1.4 Kerusakan pada Hati

Kerusakan hati bisa berupa degenerasi hidropik, degenerasi lemak,

nekrosis dan sirosis hati yakni :

a. Degenerasi hidropik : kerusakan sel hati tahap ini memiliki ciri

adanya kebengkakan sel (sel membengkak) dan ruang-ruang

kosong (vakoula) dengan inti sel terletak ditengah (Hussein &

Page 3: Hepatitis D

Hamed, 2009; Kardena & Winaya, 2011; Suhita et al., 2013).

Degenerasi hidropik disebabkan terjadinya cedera pada

membran sel sehingga pompa ion natrium terganggu (Hestianah

et al., 2010). Sel hati tidak mampu memompa ion natrium ke

luar sel, sehingga jumlah ion natrium dalam sel berlebih dan

menyebabkan masuknya cairan. Akibatnya sebagian organel

sitoplasma seperti retikulum endoplasma dapat berubah menjadi

kantong berisi air (Wulandari et al., 2007).

b. Degenerasi lemak : terdapat lemak dalam sel, sel hati terlihat

sebagai ruangan bulat kosong yang tidak terwarnai oleh pewarna

hematoksilin eosin (HE). Degenerasi lemak ini disebabkan jejas

yang mengenai sel sehingga timbul gangguan dalam

penggunaan dan metabolisme lemak. Degenerasi ini

menunjukkan adanya jejas yang berat dan dapat menjadi

permulaan dari nekrosis (Hussein & Hamed, 2009; Kardena &

Winaya, 2011; Hestianah et al., 2010).

c. Nekrosis hati : kematian sel hati yang ditandai kerusakan

lobulus hati. Manifestasi dari zat toksik berbahaya dapat

menimbulkan nekrosis. Nekrosis terjadi saat zat toksik secara

kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh dan

menyebabkan peroksidasi lipid (Price & Wilson, 2006).

d. Sirosis hati : penyakit hati menahun yang mengenai seluruh

organ hati. Sirosis ditandai dengan pembentukan jaringan ikat

disertai nodul (Dalimartha, 2005).

1.5 Penyebab Penyakit Hati

Berikut merupakan beberapa penyebab penyakit hati antara lain :

1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa,

hubungan seksual atau darah (parenteral).

2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.

3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.

Page 4: Hepatitis D

4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang

ditimbulkan karena adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh

terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Pada hepatitis autoimun,

terjadi perlawanan terhadap sel-sel hati yang berakibat

timbulnya peradangan kronis.

5. Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan

oleh senyawa karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil

klorida (bahan pembuat plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B

dan C maupun sirosis hati juga dapat berkembang menjadi

kanker hati.

(Dirjen Yanfar, 2007)

1.6 Parameter Kerusakan Hati

Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya

kerusakan hati diantaranya enzim transminase, alkaline

phosphatase, LDH (laktat dehidrogenase) dan GGT (gamma

glutamyl transpeptidase) (Dalimartha, 2005). Enzim transaminase

merupakan parameter yang peka terhadap kerusakan sel- sel hati.

Enzim-enzim transaminase disekresikan oleh hati saat selnya

mengalami gangguan (Husadha, 1996). Enzim transminase terdiri

dari :

1. Enzim ALT (Alanine Aminotransferase) atau SGPT (Serum

Glutamic Pyruvic Transaminase). SGOT berfungsi

mengaktalisis proses pemindahan gugus amino dari alanin ke

asam α-ketoglutarat sehingga menghasilkan asam piruvat dan

asam glutamate (Suwarno et al., 2014). Enzim ini terdapat

dalam sel organ tubuh tetapi yang terbanyak dan sebagai sumber

utamanya adalah sel hati, sedangkan pada jantung, ginjal dan

otot tubuh dijumpai dalam jumlah yang sedikit (Kee, 2008).

Enzim SGPT sebagian besar terikat dalam sitoplasma sehingga

pada kerusakan membran sel hati kenaikannya menonjol

(Dalimartha, 2005). Kadar normal SGPT serum untuk manusia

Page 5: Hepatitis D

adalah 4 sampai 36 U/L (Kee, 2008). Kadar normal SGPT pada

mencit yakni 2,1 – 23,8 U/L (Wahyuni, 2005).

2. Enzim AST (Aspartat Aminotransaminase) atau disebut pula

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase). SGOT

berfungsi mengakatlisis pemindahan gugus amino dari aspartat

ke asam α-ketoglutarat sehingga menghasilkan asam

oksaloasetat dan glutamat (Suwarno et al., 2014). Enzim SGOT

dapat ditemukan pada sel organ tubuh, terutama pada otot

jantung baru selanjutnya pada sel-sel hati, otot tubuh, ginjal dan

pankreas. Konsentrasinya rendah dalam darah kecuali jika

terjadi cedera selular kemudian dalam jumlah banyak akan

dilepaskan ke dalam darah. Enzim SGOT sebagian besar terikat

dalam organel dan sisanya hanya sebagian kecil dalam

sitoplasma (Dalimartha, 2005). Kadar normal enzim SGOT

untuk manusia yakni 5 sampai 40 U/L (Kee, 2008). Kadar

normal SGOT pada mencit yakni 23,2 - 48,4 U/L (Wahyuni,

2005).

Enzim SGPT dan SGOT mencerminkan keutuhan atau

integritas sel-sel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut

dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Semakin tinggi

peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT, semakin tinggi tingkat

kerusakan sel-sel hati (Suharjo & Cahyono, 2009).

1.7 Tanda-Tanda dan Gejala Klinis

Adapun gejala yang menandai adanya penyakit hati adalah

sebagai berikut:

1. Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus).

2. Badan terasa lelah atau lemah.

3. Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada

seluruh tubuh.

4. Kehilangan nafsu makan atau tidak dapat makan atau minum

5. Mual dan muntah

Page 6: Hepatitis D

6. Gangguan daya pengecapan

7. Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus.

8. Tungkai dan abdomen membengkak.

9. Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah

kecil, merah dan membentuk formasi laba-laba, telapak tangan

memerah (palmar erythema), terdapat flapping tremor, dan kulit

mudah memar. tanda-tanda tersebut memungkinkan adanya

sirosis hati.

10. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-

melena).

11. Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut

(encephalopathy hepatic).

12. Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun.

Ketiga gejala ini mungkin menandakan adanya abses hati.

(Dirjen Yanfar, 2007)

Page 7: Hepatitis D

BAB II

HAPATITIS VIRUS

2.4 Hepatitis D

Hepatiti D Virus (HDV) atau virus delta adalah virus yang

unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan

keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual,

jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D

bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi)

atau amat progresif. 

Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang

memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak

sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B.

Virus hepatitis D (HDV) adalah yang paling jarang tapi paling

berbahaya dari semua virus hepatitis.

Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B.

Diperkirakan sekitar 15 juta orang di dunia yang terkena hepatitis B

(HBsAg +) juga terinfeksi hepatitis D. Infeksi hepatitis D dapat

terjadi bersamaan (koinfeksi) atau setelah seseorang terkena

hepatitis B kronis (superinfeksi).

Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D

mungkin mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi

mengalami gagal hati akut. Orang yang terkena

superinfeksi hepatitis D biasanya mengembangkan infeksi hepatitis

D kronis yang berpeluang besar (70% d- 80%) menjadi sirosis.

Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan

vaksinasi hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari

virus ini karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.

Page 8: Hepatitis D

DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keparawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Dalimartha, S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Price, S.A. & L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Sander, M.A. 2007. Atlas Berwarna Patologi Anatomi. Rajawali Press. Jakarta

Hussein, H.S. & M.F. Hamed. 2009. Pathological Studies On The Effect Of Curcumin On Liver Fibrosis: Role Of TLR4, TGF β And Oxidative Stress. Vag. Zat Journal. 37 (6): 131-146.

Kardena, M.I. & I.B.O Winaya. 2011. Kadar Perasan Kunyit yang Efektif Memperbaiki Kerusakan Hati Mencit yang Dipicu Karbon Tetrachlorida. Jurnal Veteriner Maret. 12 (1): 34-39.

Suhita, N.L.P.., I.W. Sudiran, I.B. Winaya. 2013. Histopatologi Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan(Centella asiatica) Peroral. Buletin Veteriner Udayana. 5 (2): 2085-2495.

Hestianah, E.P., N. Hidayat & S. Koesdarto. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Mencit (Mus Musculus) Jantan. Veterinaria Medika. 3 (1): 41-43.

Wulandari, T., M. Harini & S. Listyawati. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata) terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar Glutamat Piruvat Transaminase Serum Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Diazinon. Jurnal Bioteknologi. 4 (2): 53-58.

Husadha Y, 1996. Fisiologi dan Pemeriksaan Hati. FKUI. Balai Penerbit FK UI.

Page 9: Hepatitis D

Suwarno, M., M. Asetawan, T. Wresdiyati, S. Widowati, S. H. Bintari & Mursyid. 2014. Evaluasi Keamanan Tempe dari Kedelai Transgenik Melalui Uji Subkronis pada Tikus. Jurnal Veteriner. 15 (3).

Kee, J.L. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. EGC. Jakarta.

Suharjo, J.B. & B. Cahyono. 2009. Hepatitis A Cegah Penularannya. Kanasinus. Yogyakarta.

Wahyuni, S. 2005. Pengaruh Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)

Terhadap Kadar SGOT & SGPT Tikus Putih. GAMMA. 1 (1): 45-53.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan