hemotorax -

21
1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan awal? a. Airway Pasien bebas jalan nafasnya. Hal ini menandakan tidak ada hambatan pada jalan nafas pasien b. Breathing RR 32x/menit (N: 16-20x/menit) sebagai kompensasi memenuhi kebutuhan oksigenasi jantung yang meningkat akibat syok hipovolemik dan akibat asidosis metabolik yang dihasilkan oleh hipoperfusi organ. Terdapat jejas vulnus penetratum pada hemotorak sinistra posterior bagian bawah disebabkan adanya tusukan benda tajam. Pengembangan hemithorax sinistra tertinggal dapat disebabkan oleh tekanan yang diakibatkan oleh darah pada rongga pleura. Perkusi redup dan auskultasi suara vesikuler menurun disebabkan oleh adanya darah pada cavum pleura. Dilakukan pemasangan WSD untuk mengeluarkan darah pada cavum pleura. c. Circulation Nadi 130x/menit (N: 60-100x/menit) sebagai kompensasi adanya kekurangan perfusi jaringan. Tekanan nadi yang kecil dan tensi 80/40 mmHg (N: 120/80 mmHg) merupakan gejala syok hipovolemik . Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh banyaknya darah yang mengucur pada luka tembus, atau hilangnya plasma akibat luka bakar yang diderita pasien. Abdomen terlihat distended karena adanya darah pada cavum abdomen pasien. Pekak hepar (+) dan defans muskuler (-) menunjukan tidak adanya peritonitis. Tes undulasi ( - ) Pekak beralih (+) menandakan adanya perdarahan intraabdominal pada pasien. d. Disability GCS 15 menandakan kesadaran pasien komposmentis. e. Exposure/environment

Upload: anindya-prabasari

Post on 09-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

hggkg

TRANSCRIPT

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan awal?a. AirwayPasien bebas jalan nafasnya. Hal ini menandakan tidak ada hambatan pada jalan nafas pasienb. BreathingRR 32x/menit (N: 16-20x/menit) sebagai kompensasi memenuhi kebutuhan oksigenasi jantung yang meningkat akibat syok hipovolemik dan akibat asidosis metabolik yang dihasilkan oleh hipoperfusi organ. Terdapat jejas vulnus penetratum pada hemotorak sinistra posterior bagian bawah disebabkan adanya tusukan benda tajam. Pengembangan hemithorax sinistra tertinggal dapat disebabkan oleh tekanan yang diakibatkan oleh darah pada rongga pleura. Perkusi redup dan auskultasi suara vesikuler menurun disebabkan oleh adanya darah pada cavum pleura. Dilakukan pemasangan WSD untuk mengeluarkan darah pada cavum pleura. c. CirculationNadi 130x/menit (N: 60-100x/menit) sebagai kompensasi adanya kekurangan perfusi jaringan. Tekanan nadi yang kecil dan tensi 80/40 mmHg (N: 120/80 mmHg) merupakan gejala syok hipovolemik. Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh banyaknya darah yang mengucur pada luka tembus, atau hilangnya plasma akibat luka bakar yang diderita pasien. Abdomen terlihat distended karena adanya darah pada cavum abdomen pasien. Pekak hepar (+) dan defans muskuler (-) menunjukan tidak adanya peritonitis. Tes undulasi (-) Pekak beralih (+) menandakan adanya perdarahan intraabdominal pada pasien. d. DisabilityGCS 15 menandakan kesadaran pasien komposmentis. e. Exposure/environmentSemua pakaian pasien dibuka untuk menilai apakah ada kelainan lain yang sifatnya life threatening. Pada kasus ini berupa luka bakar pada region leher sampai abdomen. Luka bakar yang mengenai didindin thorax dapat menyebabkan tidak adequatnya exspansi dinding dada dan terjadinya insufiensi pulmoner.

Golden Periode Vulnus PenetratumPada trauma abdomen akibat luka tusuk terdapat golden period yaitu 8 jam. Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma tumpul. Akibat dari trauma dapat berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian karena trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau perdarahan.Tipe CederaBerdasarkan organ yang terkena dapat dibagi menjadi dua :Pada organ padat, seperti hepar, limpa dengan gejala utama perdarahan.Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis.Mekanisme Trauma Tembus Abdomen :Luka tusuk ataupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.Manifestasi KlinisTrauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis jika mengenai organ berongga intra peritonial. rangsangan peritonial timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut.1. Gaster yang bersifat kimia, onsetnya paling cepat. (akan terjadi peradangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis yang hebat)2. Usus halus dan Kolon, onsetnya masing masing 8-10 jam dan 6 jam. (mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak, kemudian gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium)

# Observasi gelembung udara pada WSD (Bubble)Saat prosedurInterpretasi : terlihat undulasi pada selang penghubungdan terdapat cairan, darah, pus yang disalurkan atau terlihat gelembung udara pada botol WSD.Tindakan setelah prosedurPerhatikan undulasi pada sleng WSD. Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :- Motor suction tidak berjalan- Slang tersumbat- Slang terlipat- Paru-paru telah mengembangR/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks. Undulasi pada selang WSD mengikuti irama pernafasan, meningkat saat inspirasi dan menurun saat ekspirasi. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :- Tidak ada undulasi- Cairan yang keluar tidak ada- Tidak ada gelembung udara (Bubble) yang keluar- Kesulitan bernafas tidak ada- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara- Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

A. HemothoraxHemothorax is the presence of blood in the pleural space. The source of blood may be the chest wall, lung parenchyma, heart, or great vessels. Some authors state that a hematocrit value of at least 50% is necessary to differentiate a hemothorax from a bloody pleural effusion. Hemothorax is usually a consequence of blunt or penetrating trauma. Much less commonly, it may be a complication of disease, may be iatrogenically induced, or may develop spontaneouslyExtrapleural injuryTraumatic disruption of the chest wall tissues with violation of the pleural membrane can cause bleeding into the pleural cavity. The most likely sources of significant or persistent bleeding from chest wall injuries are the intercostal and internal mammary arteries. In nontraumatic cases, rare disease processes within the chest wall (eg, bony exostoses) can be responsible.Intrapleural injuryBlunt or penetrating injury involving virtually any intrathoracic structure can result in hemothorax. Massive hemothorax or exsanguinating hemorrhage may result from injury to major arterial or venous structures contained within the thorax or from the heart itself. These include the aorta and its brachiocephalic branches, the main or branch pulmonary arteries, the superior vena cava and the brachiocephalic veins, the inferior vena cava, the azygos vein, and the major pulmonary veins. Injury to the heart can produce a hemothorax if a communication exists between the pericardium and the pleural space.Injury to the pulmonary parenchyma may cause hemothorax, but it is usually self-limited because pulmonary vascular pressure is normally low. Pulmonary parenchymal injury is usually associated with pneumothorax and results in limited hemorrhage.Hemothorax resulting from metastatic malignant disease is usually from tumor implants that seed the pleural surfaces of the thorax.n, such as dissection or aneurysm formation, account for a large percentage of specific vascular abnormalities that can cause hemothorax. Aneurysms of other intrathoracic arteries such as the internal mammary artery have been described and are possible causes of hemothorax if rupture occurs.A variety of unusual congenital pulmonary abnormalities, including intralobar and extralobar sequestration,[4]hereditary telangiectasia, and congenital arteriovenous malformations, can cause hemothorax.Hemothorax can result from a pathologic process within the abdomen if blood escaping from the lesion is able to traverse the diaphragm through one of the normal hiatal openings or a congenital or acquired opening.Hemodynamic responseHemodynamic changes vary, depending on the amount of bleeding and the rapidity of blood loss. Blood loss of up to 750 mL in a 70-kg man should cause no significant hemodynamic change. Loss of 750-1500 mL in the same individual will cause the early symptoms of shock (ie, tachycardia, tachypnea, and a decrease in pulse pressure).Significant signs of shock with signs of poor perfusion occur with loss of blood volume of 30% or more (1500-2000 mL). Because the pleural cavity of a 70-kg man can hold 4 L of blood or more, exsanguinating hemorrhage can occur without external evidence of blood loss.Respiratory responseThe space-occupying effect of a large accumulation of blood within the pleural space may hamper normal respiratory movement. In trauma cases, abnormalities of ventilation and oxygenation may result, especially if associated with injuries to the chest wall.A large enough collection of blood causes the patient to experience dyspnea and may produce the clinical finding of tachypnea. The volume of blood required to produce these symptoms in a given individual varies depending on a number of factors, including organs injured, severity of injury, and underlying pulmonary and cardiac reserve.Physiologic resolution of hemothoraxBlood that enters the pleural cavity is exposed to the motion of the diaphragm, lungs, and other intrathoracic structures. This results in some degree of defibrination of the blood so that incomplete clotting occurs. Within several hours of end of bleeding, lysis of existing clots by pleural enzymes begins.Lysis of red blood cells results in a marked increase in the protein concentration of the pleural fluid and an increase in the osmotic pressure within the pleural cavity. This elevated intrapleural osmotic pressure produces an osmotic gradient between the pleural space and the surrounding tissues that favors transudation of fluid into the pleural space. In this way, a small and asymptomatic hemothorax can progress into a large and symptomatic bloody pleural effusion.Late physiologic sequelae of unresolved hemothoraxTwo pathologic states are associated with the later stages of hemothorax: empyema and fibrothorax. Empyema results from bacterial contamination of the retained hemothorax. If undetected or improperly treated, this can lead to bacteremia and septic shock.Fibrothorax results when fibrin deposition develops in an organized hemothorax and coats both the parietal and visceral pleural surfaces. This adhesive process traps the lung in position and prevents it from expanding fully. Persistent atelectasis of portions of the lung and reduced pulmonary function result from this process

Hemothorax Traumatic

KLASIFIKASIHemothorax RinganHemothorax Sedang Hemothorax Berat

Jumlah darah< 400 ml500 2000 ml>2000 ml

Bagian yang tertutup bayangan pada foto thorax< 15 % 15 35 %>35 %

PerkusiPerkusi pekak sampai iga IX

Perkusi pekak sampai iga VI

Perkusi pekak sampai iga IV

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

DIAGNOSA Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya: Up Right Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena, tampak sebagai meniscus yang menumpulkan sudut costofremicus diafragmatik. dan adanya mediastinum shift (menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam. Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang hilang pada hemothoraks. Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks). Pleural fluid hematocrit : Measurement of the hematocrit of pleural fluid is virtually never needed in a patient with a traumatic hemothorax, but may be indicated for the analysis of a bloody effusion from a nontraumatic cause. In such cases, a pleural effusion with a hematocrit value more than 50% of that of the circulating hematocrit is considered a hemothorax. Primary Video-Assisted ThoracoscopySurgeons continue to explore the utility of VATS procedures for both primary diagnosis and therapy. It is considered an alternative method that reduces surgical trauma, causes less postoperative pain and results in shorter hospital stay. In stable trauma patients with thoracic injuries, proceeding directly to VATS to identify injuries even before placement of a chest tube has been shown to be safe. In the case of thoracoabdominal wounds, VATS can identify injuries missed on CT

DDX :KONDISIPENILAIAN

Tension pneumothoraxDeviasi TrachealDistensi vena leherHipersonorBising nafas (-)

Massive hemothorax Deviasi TrachealVena leher kolapsPerkusi : dullnessBising nafas (-)

Cardiac tamponadeDistensi vena leherBunyi jantung jauh dan lemahEKG abnormal

PENATALAKSANAANTujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.1. Oksigenasi Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk. Indikasi pemberian oksegen adalah antara lain :a. setiap penderita trauma berat.b. pada saat resusitasi jantung paru (RJP)c. Setiap nyeri pre-kordial.d. Gangguan paru seperti asthma, COPD.e. Gangguan jantung seperti decompensasi cordis.f. Pemberian oksigen tidak perlu disertai alat pelembab (humidifier) karena pemberian singkat.Cara pemberian oksigen dapat dengan :a. Kanul hidung (nasal canule).Pemberian oksigen melalui kanul tidak bisa lebih dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk meningkatkan konsentrasi dan iritatif untuk penderita.b. (Rebreathing mask)Merupakan alat pemberian oksigen kontinu 5 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.c. Non Rebreathing Mask.Pada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila diinginkan konsentrasi oksigen yang tinggi, maka rebreathing mask paling baik. Dengan pemberian 8 12 liter/menit konsentrasi 02 sampai 99% yang bisa menyebabkan tidak mengeringkan selaput lendir. Kekurangannya kantong oksigen bisa terlipat dan mempengaruhi sirkulasi oksigen.

2. Resusitasi CairanPasien diberikan RL hangat 39 C untuk mencegah hipotermia dan memperbaiki homeostasis tubuh. Pemasangan infuse juga harus disertai monitoring kerja jantung, CRT, perfusi ginjal, kerja paru, dan vital sign. Infus pengganti dihangatkan karena proses pembekuan darah paling baik pada suhu 38,5C. Hemostasis sukar berlangsung baik pada suhu dibawah 35C. Pemasangan ifus 2 jalur diindikasikan pada pasien yang membutuhkan terapi cairan dalam jumlah yang banyak. Pasien terkesan mengalami perdarahan internal (abdomen). Pemberian cairan dalam jumlah yang banyak dan cepat untuk mencegah terjadinya syok yang diakibatkan kehilangan darah yang massive.

Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara: Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : (WSD) merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal. Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain: Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax) Perdarahan di rongga dada (hemothorax) Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or hemothorax) abses paru atau pus di rongga dada (empyema). Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah sebagai berikut: Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary Line Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage) Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tubeGambar pemasangan chest tube Thoracotomy : Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila : 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam Kebocoran udara presisten Impaired lung expansion, Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih the gel-like pseudomembranes are transformed into firm adhesions leading to pachypleuritis.

Gambar 5 . Prosedur torakotomi Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi segera.This is a collapser for Adult

2.9 KOMPLIKASIa. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal).b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.c. Pneumothorax.d. Pneumonia.e. Septisemia.f. Syok..B. Spontaneous Haemopneumothorax (SHP)

Spontaneous hemopneumothorax (SHP) is a rare disorder, complicating 0.512% of patients with spontaneous pneumothorax. It involves accumulation of air and blood within the pleural space in the absence of trauma or other obvious causes. The clinical picture can be dramatic due to the hypovolemic shock . SAH terjadi akibat rupturnya pembuluh darah kecil non-kontraktil yang berada pada perlekatan antara pleura viceralis dan pleura parietalis sebagai akibat dari progresifitas kolapsnya paru-paru, rupture of a vascular bulla or lung parenchyma at the apex of the lungs, the presence of an aberrant vessel that is usually thin-walled and does not contract adequately due to the lack of muscular fibres. More recent pathological studies have shown vessel degeneration and sclerosis, as well as intima-media fibrosis, to be the likely causes of vasoconstriction failure in these aberrant vessels. PathologyIt is typically seen in the setting of trauma (traumatic haemopneumothorax) but can rarely occur in non-traumatic situations including as a complication ofcavitatory pulmonary metastases Primary vascular event and coagulopathy as a complication of non cavitatory pulmonary metastases spontaneous -spontaenous haemopneumothorax as a rarepulmonary manifestation of rheumatoid arthrtitis

Clinical Manifestation Chest pain and dyspnea were the initial symptoms that had often occurred several days before evaluation. The interval between onset of symptoms and chest tube drainage ranged from 4 h to 3 months . SHP is an uncommon but potentially life-threatening clinical situation due to rapid ventilatory collapse and the large volume of concealed blood loss into the pleural cavity. It is one of the causes of patients presenting with unexplained signs of significant hypovolemia.Males are between 8 and 30 times more likely to develop SHP than females.

Diagnosed Chest roentgenogram remains the most useful investigation in the diagnosis of the condition . In a large series of SHP patients, 70% of chest radiographs demonstrated hydropneumothorax, while the other showed some opacity and obscurity of the costophrenic angle. It should be emphasized, however, that the admission chest roentgenogram may show only pneumothorax in 10% of SHP patients, with radiological evidence of hemothorax developing later.

COMBUSTIODerajat Luka Bakar berdasarkan Luas Tubuh

a. Rule of NineB. Lund and Browder EFEK PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR1. Kulit Tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. a. (Minor burns) : respon tubuh bersifat lokal , terbatas pada area yang mengalami injuri. b. Mayor Burn (> 25 % dari total permukaan tubu) : respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh2. Sistem kardiovaskuler Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri. Substansi substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri yang langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler.Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 420 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya. 3. Sistem Renal dan Gastrointestinal Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %. 3. Sistem Imun Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, penurunan produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien. 4.Sistem RespiratoriDapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan lung compliance. a. Smoke Inhalation. Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api. Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup. b. Keracunan Carbon Monoxide. Merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah.