haryono supriyo1*& daryono prehaten · kandungan unsur hara daun pinus merkusii jungh. et de...
TRANSCRIPT
71
KANDUNGAN UNSUR HARA DAUN Pinus merkusii Jungh. et de Vriese DAN SIFAT-SIFATTANAH DI TEGAKAN DENGAN PRODUKSI GETAH YANG BERVARIASI
HARYONO SUPRIYO1*& DARYONO PREHATEN
Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta*Email: [email protected]
ABSTRACT
Economically, the role of pine stands increased because of the value of the resin. The resin has been a
flagship product of Perum PERHUTANI. In some areas, resin production varied among compartments. The
variation is quite large even the trees were from the same seed origins. This study aimed to study the soil
properties and climate, which results in variation of leaf nutrient content. Those were predicted as the cause of
differences in the production of resin. The study was conducted in both RPH Ngablak (lower resin production,
(<4 g/tree/3 d) and RPH Grabag (higher resin production, (>15 g/tree/3 d), which are located in KPH Kedu
Utara. Soil samples were taken in each compartment with three replications. Fresh leaf samples were collected
and analyzed for the macro and micro nutrients. The results showed that the pine in Ngablak lies at an elevation
of about 1,213 m, while in Grabag it lies on 908 m above sea level. The thickness of the soil’s solum in Ngablak
was only 60 cm. The soil was brighter in colors (yellowish red) and many hard stones were found in soil’s
profile. Whereas in Grabag the solum was > 90 cm, dark in color (dark brown) and no coarse material in the
soil’s profile. Litter biomass, trees height and diameter in Ngablak were only 1,317 tons/ha, 19.3 m and 20.8
cm, respectively. While in Grabag, the litter biomass, trees height and diameter were accounted for 6,857
tons/ha, 31.6 m and 20.8 cm, respectively. The leaf content of Mg and Mn in Ngablak were 0.14 ppm and 86
ppm, respectively, while in Grabag were accounted for 0.27 ppm and 283 ppm, respectively. Nutrient content of
C, N, P, K, Ca, Na, Fe, Cu and Zn in both areas were no significant different.
Keywords: Pinus merkusii, resin production, nutrients, elevation, soil properties.
INTISARI
Secara ekonomi, peranan tegakan Pinus dari tahun ke tahun meningkat dari nilai getahnya dan telah
menjadi produk unggulan di Perum PERHUTANI. Di beberapa KPH produksi getah antara petak satu dengan
petak lainnya mempunyai variasi yang cukup besar, padahal berasal dari bibit yang sama. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari sifat tanah dan iklimnya yang berakibat pada kandungan hara daun yang diduga
sebagai penyebab perbedaan produksi getah. Penelitian dilakukan di RPH Ngablak dengan produksi getah
rendah (<4 g/pohon/3 hari), sehingga sudah tidak disadap lagi dan RPH Grabag dengan produksi getah lebih
tinggi (> 15 g/pohon/3 hari), kedua RPH terletak di KPH Kedu Utara. Penelitian dilakukan dengan membuat
profil tanah pada masing-masing petak dengan 3 ulangan. Sampel daun segar diambil dengan memanjat
pohon dengan memotong rantingnya, daun dan dianalisis unsur hara makro dan mikro. Hasil menunjukkan
bahwa pada pinus di Ngablak terletak pada elevasi rata-rata 1.213 m dpl dan di Grabag pada elevasi 908 m
dpl. Ketebalan solum di Ngablak hanya 60 cm, warna tanahnya lebih cerah (yellowish red) dan di dalam profil
tanah terdapat banyak batu-batu yang keras, sedangkan di Grabag mempunyai solum > 90 cm, warna tanah
lebih kelam (dark brown) dan tidak ada bahan kasar di dalamnya. Biomassa sersah, tinggi dan diameter di
Ngablak hanya 1.317 ton/ha, 19,3 m dan 20,8 cm, sedangkan di Grabag 6.857 ton/ ha, 31,6 m dan 20,8 cm.
PENDAHULUAN
Pinus (Pinus merkusii Jung. et de Vriese)
merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai
sebaran alami di Aceh Darusalam, Tapanuli dan
Kerinci, Sumatera (Hardiayanto, 2003). HTI pinus di
Jawa mempunyai luas 476.126 ha (Handadhari,
2006), merupakan urutan kedua setelah jati (Tectona
grandis L. f.) yaitu seluas 1.100.534 ha (Perum
PERHUTANI, 2012).
Pinus merupakan salah satu jenis tanaman pohon
pionir, dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai
tingkat kesuburan yang sangat bervariasi (Soeseno,
1979), dan mudah beradaptasi dengan lingkungan
yang sangat berbeda sehingga cocok untuk diguna-
kan sebagai tanaman penghijauan (Khaerudin,
1994). Pinus dapat tumbuh baik pada ketinggian 200
- 2.000 m dpl., dengan suhu maksimum tahunan 18 -
21o C dan curah hujan rata-rata 1.000 - 2.000 mm/ th
(Soerianegara dan Lemmens, 1996).
Sebagai tanaman penghijauan tanaman pinus
dapat: a). mengurangi lahan longsor (landslide)
karena mempunyai perakaran yang dalam dan berat
pohon pinus yang tidak terlalu berat dan terlalu
ringan dapat meningkatkan tegangan kekang pada
bidang longsor, menjadikan pinus memiliki potensi
untuk mengurangi kerentanan dan terjadinya
longsor, b). mengurangi erosi karena tajuknya dapat
menghambat tenaga kinetik jatuhan air hujan c).
sersahnya dapat menghalangi pukulan air hujan
secara langsung sehingga erosi percik (splash
erosion) berkurang, d). daun pinus mempunyai nilai
evapotranspirasi yang tinggi, sehingga akan cepat
mengurangi kadar lengas dalam tanah (tanah tidak
mudah menjadi jenuh air) (Sukarno, et al., 2013)
dan e). sersah yang terdekomposisi akan membentuk
agregat-agregat tanah, sehingga akan meningkatkan
infiltrasi air dan mengurangi aliran permukaan
(surface run off). Di samping sebagai tanaman
penghijauan, kayu pinus dapat digunakan untuk
kertas dan bubur kertas, tripleks, vinir, sutera tiruan
dll. Getahnya dapat dijadikan gondorukem, sabun,
perekat, cat, kosmetik dll. (Khaerudin, 1994).
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
hasil analisis jaringan daun yaitu (Evans, 1979): a).
waktu pengambilan berhubungan dengan musim/
iklim, b). umur tanaman; muda tua, sangat tua, sudah
berbunga/berbuah atau belum, c). variasi
pertumbuhan; dalam petak yang sama dan klon yang
sama, pertumbuhan dapat berbeda: jelek, sedang atau
baik dll.; d). posisi tajuk, bawah, tengah atau atas; e).
naungan, ternaung atau tidak, f). umur daun (muda
(immature), tua (mature), baru saja jatuh (fallen
leaves), sersah (litter, fragmentation), g). kesehatan
tanaman; terpengaruh penyakit atau hama atau tidak,
h). kesuburan tanah dan keseimbangan dan status
unsur hara dalam tanah, i). letak dengan aktivitas
manusia; dekat atau jauh dari jalan raya, pabrik dll.
Hubungannya dengan pencemaran udara dan air
(polusi), j). perlakuan setelah pengambilan; dicuci
aquades atau tidak.
Secara ekonomis, peranan HTI pinus dari tahun
ke tahun semakin meningkat, karena getah yang
72
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Kandungan Mg dan Mn di Ngablak 0,14 ppm dan 86 ppm, sedangkan di Grabag 0,27 ppm dan 283 ppm.
Kandungan unsur hara C, N, P, K, Ca, Na, Fe, Cu dan Zn relatif tidak begitu berbeda.
Katakunci: Pinus merkusii, produksi getah, unsur hara, elevasi, sifat tanah.
dihasilkan saat ini bukan lagi merupakan hasil
sampingan (dulu utamanya kayu), tetapi sudah
menjadi produk unggulan yang mempunyai prospek
yang makin lama makin baik. Peluang ekspor masih
sangat terbuka lebar, karena produsen terbesar getah
tersebut hanya didominasi oleh 3 negara yaitu:
Republik Rakyat China, Brazil dan Indonesia
(Handadhari, 2006).
Di banyak tempat, hasil produksi getah antara
tempat satu dengan lainnya mempunyai perbedaan
yang cukup mencolok. Hal tersebut kemungkinan
dapat disebabkan oleh: perbedaan sifat genetik yaitu
bibit/benih yang berbeda; perbedaan pengelolaan
(pemupukan, pengendalian gulma, jarak tanam,
umur tanaman dll.) dan perbedaan tapak/loka
(perbedaan iklim, tanah). Di KPH Kedu Utara ada
beberapa petak tegakan pinus yang letaknya relatif
berdekatan, sehingga mempunyai iklim (curah hujan
dan suhu) yang relatif sama, umur sama dan
tanamannya berasal dari bibit yang sudah dimulia-
kan, tetapi mempunyai produksi getah yang cukup
signifikan. Hal tersebut kemungkinan besar dapat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik tanah antara
lain: perbedaan kedalaman solum, aerasi, kandungan
hara, tingkat kemasaman dll.; perbedaan sifat-sifat
tanah dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman dan
juga produksi dan kualitas getahnya, di samping itu
dapat berpengaruh pada kandungan hara dalam
jaringan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1).
karakteristik fisik tanah: solum dan warna tanah
pada tegakan pinus yang mempunyai produksi getah
rendah (< 4 g/pohon/3 hari) dan relatif tinggi (> 14
g/pohon/3 hari); (2) perbedaan pertumbuhan pinus
(tinggi dan diamater) dan biomassa sersah pada lantai
hutan; (3) kandungan unsur-unsur hara dalam
jaringan tanaman (daun) pada tegakan pinus yang
mempunyai produksi getah rendah dan produksi
getah relatif tinggi.
BAHAN DAN METODE
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di 2 tempat yaitu di RPH
Ngablak dengan produksi getah < 4 g/pohon dan
sudah tidak disadap lagi, secara geografis terletak
antara 07o23’48,3’’ - 07o23’51,4’’ LS dan
110o22’02,8’’ - 110o22’06,5’’ BT dengan elevasi
73
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Gambar 1. Peta tanah tinjau Kabupaten Magelang (Lembaga Penelitian Tanah, 1966)
1.178 - 1.247 m dpl.; RPH Grabag dengan produksi
getah > 15 g/pohon, secara geografis terletak antara
07o23’05,1’’ - 07o23’07,8’’ LS dan 110o21’08,8’’ -
110o21’17,3’’ BT dengan elevasi 880 - 950 m dpl.
Keduanya terletak di Gunung Andong, BKPH
Ambarawa, KPH Kedu Utara. Tanah yang terbentuk
pada 2 lokasi adalah Andosol (Gambar 1) atau
Andisol menurut Soil Survey Staff (1998).
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian berupa tegakan pinus pada
petak-petak yang mempunyai variasi produksi getah
< 4 g/pohon dan > 15 g/pohon selama 3 hari.
Biomassa sersah pinus (ton/ha), profil tanah dan
daun pinus segar. Alat yang digunakan antara lain:
cangkul, meteran, amplop kertas besar, kantong
plastik, oven dan alat-alat laboratorium.
Cara Kerja
Petak-petak tegakan pinus dicari yang memiliki
tahun tanam yang sama, dipilih yang mempunyai
produksi getah rendah rata-rata < 4 dan produksi
getah relatif tinggi > 15 g/pohon/ 3 hari,
diketemukan tegakan pinus umur 32 tahun (tahun
tanam 1981) (Gambar 2). Sersah diambil untuk
dihitung biomassanya, dengan membuat dengan
kawat kwadrati 1 m x 1 m diulang 3 kali dalam setiap
profil, sersah yang ada dalam kawat dipisahkan
antara yang masih utuh (litter) dan yang sudah
sebagian terfragmentasi (fragmented, partly
decomposed), kemudian dimasukkan ke dalam
amplop kertas dan dikeringkan dalam oven dengan
suhu 70 oC sampai berat konstan, dihitung berat
biomassa sersah dalam ton/ha.
Setelah bersih dari sersah dan tanaman bawah,
dibuat profil tanah lebar 1 m, panjang 1,5 m,
kedalaman 90 cm atau belum mencapai 90 cm tetapi
sudah sampai bahan induk. Profil yang diamati, a.l.:
ketebalan solum, warna, bahan kasar, bercak,
kedalaman akar efektif dll.; masing-masing tapak
(site) dibuat 3 profil tanah pada masing-masing
tegakan yaitu pada produksi getah rendah dan relatif
tinggi.
Daun pinus segar diambil dengan cara memanjat
pohon dan memotong rantingnya, diambil sampel
pada daun yang tua, tetapi masih berwarna hijau,
setiap profil tanah diambil 3 pohon. Daun pinus
dioven pada suhu 70 - 75 oC sampai berat konstan,
dipotong-potong digiling menjadi serbuk untuk
74
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Gambar 2. a). Kondisi tegakan pinus RPH Ngablak (getah < 4 g/pohon/3 hari) dan b). RPH Grabag (produksi getah > 15 g/pohon/3 hari), ditanam tahun 1981.
(a) (b)
dianalisis kandungan total: C, N, P. K, Ca, Mg, Na,
Fe, Mn, Zn dan Cu. Analisis C-organik total
dilakukan dengan pembakaran basah metode Walkly
dan Black (1934), C terekstrak diukur dengan
spektrofometri; analisis N-total dengan metode
Kjeldahl (Hesse, 1971). Analisis P, K, Ca, Mg, Na,
Fe, Mn, dan Cu total, sersah kering oven, digiling,
disaring lolos saring 0,5 mm diekstrak dengan
campuran asam keras (kuat) antara HClO4 dan
HNO3, unsur P diukur dengan spektrofotometer
sedang semua logam dengan AAS (Atomic
Absorption Spetroscopy).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Tanah RPH Ngablak dan RPH Grabag
Profil tanah pada tegakan pinus yang mempunyai
produktivitas rendah (< 4 g/pohon/3 hari) yaitu di
RPH Ngablak mempunyai kedalaman solum 70 cm
dan banyak bahan kasar berupa batu-batu besar dan
keras dalam jumlah cukup banyak merata sehingga
dapat menghambat perkembangan akar dan
mengurangi kemampuan penyimpanan air, sedang-
kan pada tegakan yang mempunyai produksi getah
lebih tinggi (> 15 g/pohon/3 hari) RPH Grabag
mempunyai solum > 90 cm tanpa ada bahan kasar
dan warna tanah lebih gelap, warna yang lebih gelap
dan berstruktur gembur sebagai indikator lebih
banyak bahan organik (humus) (McLaren dan
Cameron, 2005) (Gambar 3).
Biomassa Sersah
Biomassa sersah dibedakan menjadi 2 yaitu: yang
belum mengalami perombakan, masih utuh (litter)
dan yang sebagian sudah mengalami perombakan
dekomposisi (fragmented, partly decomposed).
Biomassa sersah di lantai hutan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menentukan
produktivitas lahan hutan, karena sersah merupakan:
sumber utama unsur hara yang relatif mudah
tersediakan bagi tanaman, mengendalikan erosi,
75
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Gambar 3. Profil A banyak bahan kasar berupa batuan volkanik yang keras dan solum B tidak diketemukan bahan kasar, warna lebih kelam dan solum > 90 cm.
A B
menjaga kelembaban dan suhu tanah (Fisher dan
Binkley, 2000).
Biomassa rata-rata sersah total di Ngablak hanya
1,317 ton/ha, sedangkan di Grabag 4 kali lebih besar
yaitu 6,857 ton/ha. Kemungkinan biomassa sersah
yang jauh lebih tinggi di Grabag dibandingkan di
Ngablak disebabkan oleh dua hal yaitu: 1). lebih
dalamnya solum dan di dalam profil tanah tidak ada
sama sekali bahan kasar yang berupa batu-batu
cukup besar, banyak dan keras (Gambar 3), sehingga
penetrasi akar dapat lebih dalam dan penyerapan
unsur hara lebih banyak, dan 2). Arealnya lebih
rendah dengan elevasi antara 880 - 950 m dpl
dibandingkan di Ngablak 1.178 – 1.247 m dpl dan
suhu rata-rata 19 oC dibanding di Grabag dengan
suhu rata-rata 21 oC. Perbedaan ketinggian 300 m,
menyebabkan perbedaan suhu 3 oC (Tan, 1965).
Pada elevasi yang lebih tinggi: radiasi matahari
pada cuaca terang lebih terik daripada yang lebih
rendah, angin bertiup lebih kencang dan suhunya
lebih rendah. Hal ini menyebabkan produksi sersah
dan produksi getah lebih besar di daerah yang lebih
rendah daripada yang lebih tinggi (Soetrisno, 1998).
Perbandingan antara sersah yang telah
terfragmentasi (partly decomposed) dibandingkan
yang masih utuh (belum terdekomposisi) yakni 1 : 7
(Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa sersah
pinus sukar terdekomposisi. Karena daun jarum
mengandung resin dan lignin cukup tinggi
(Nilamsari, 2000), meskipun mempunyai nisbah C/N
yang tidak tinggi yaitu sebesar 39 (Tabel 1).
Tinggi Pohon
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran
besar jaringan baru (biomassa), dapat diukur dengan
perubahan/pertambahan fisik dapat berupa tinggi,
diameter maupun berat kering oven biomassa.
Pertumbuhan merupakan hasil interaksi dari
bermacam-macam faktor fisologis (Kramer dan
Kozlowski, 1979).
Tinggi rata-rata tanaman pada tegakan pinus di
RPH Ngablak dengan produksi getah < 4 g/pohon/3
hari hanya 19,3 m ± 1,4 m , sedangkan pada tegakan
dari RPH Grabag dengan produksi getah > 15
g/pohon/3 hari mempunyai tinggi rata-rata 31,6 m ±
1,1 m (Gambar 5). Kemungkinan lebih rendahnya
tinggi tegakan pinus di Ngablak dibandingkan di
Grabag disebabkan oleh dua hal yaitu: 1) Lebih
76
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Gambar 4. Biomassa sersah total dan sersah yang telah terfragmentasi (fragmented), 1, 2, dan 3 merupakan ulangan lokasi (3 ulangan).
dangkalnya solum dan di dalam tanah banyak bahan
kasar yang berupa batu-batu cukup besar, banyak dan
keras (Gambar 1) yang dapat membatasi kedalaman
perakaran dan unsur hara dan 2) Arealnya lebih
tinggi dengan elevasi antara 1.178– 1.247 m dpl dan
suhu rata-rata 19 oC dibanding di Grabag dengan
elevasi 880 - 950 m dpl dengan suhu rata-rata 21 oC.
Perbedaan ketinggian 300 m, menyebabkan
perbedaan suhu 3 oC (Tan, 1965).
Diameter Pohon
Pertumbuhan selain dipengaruhi oleh sifat dalam
atau genetik tumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor
luar atau lingkungan yaitu iklim terutama curah
hujan, suhu dan panjang penyinaran dan tanahnya.
Diamater rata-rata pada tegakan pinus di Ngablak
20,8 ± 0,3 cm sedangkan di Grabag 29,4 ± 3 cm
(Gambar 6). Di samping perbedaan solum dan warna
tanah, kemungkinan besar juga karena perbedaan
elevasi sebesar ± 300 m.
Kandungan Unsur Hara Makro dalam DaunPinus
Menurut Bowen dan Nambiar (1984), bahwa
analisis daun menunjukkan kepekaan yang tinggi
untuk mendeteksi kekahatan (deficiencies) unsur
77
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Gambar 5. Rerata tinggi dari 3 lokasi, masing-masing lokasi 10 sampel pohon
Gambar 6. Rerata diamater dari 3 lokasi (ulangan 10 sampel pohon)
hara dan produktivitas suatu tegakan. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kandungan hara dalam
daun yaitu: 1) umur dan posisi tajuk, 2) spesies
tanaman dan variasi genetik, 3) musim pengambilan,
4) tapak (tanah dan iklim), 5) perlakuan terhadap
tanaman (pemupukan), dan 6) metode analisis.
Kandungan C dan N daun pinus di dua lokasi
yaitu RPH Ngablak dan RPH Grabag tidak berbeda
dengan nilai 44,25 % dan 44,56 %, demikian juga
untuk N 1,17 % dan 1,14 % (Tabel 1). Kandungan N
di dua lokasi < dibandingkan dengan kandungan N
pada Pinus radiata umur 9 tahun di New Zealand
sebesar 1,39 % (Bowen dan Nambiar, 1984), dan
menurut McLaren dan Cameron (2005) kandungan N
di dua lokasi termasuk harkat rendah (low) karena <
1,2 %.
Kandungan unsur P di dua lokasi tidak berbeda
jauh yaitu 0,21 % di Ngablak dan 0,16 % di Grabag,
lebih tinggi dibandingkan pada Pinus radiata di New
Zealand yaitu rata-rata sebesar 0,14 % (Bowen dan
Nambiar, 1984) dan menurut McLaren dan Cameron
(2005), termasuk cukup (satisfactory) karena > 0,14
%.
Kandungan unsur K di lokasi Ngablak 0,40 %
termasuk dalam harkat marginal (0,3 - 0,5 %),
sedangkan di lokasi Grabag 0,57 % termasuk dalam
harkat cukup karena > 0,5 %. Kandungan Ca di
Ngablak dan Grabag sebesar 0,51 dan 0,39 %
termasuk harkat cukup karena > 0,1 %. Kandungan
unsur Na baik di Ngablak maupun di Grabag sama
yaitu 0,02 %, sedangkan Mg di Ngablak (0,14 %)
kandungannya setengah daripada di Grabag (0,27 %)
dan mempunyai harkat lebih dari cukup karena jauh
> 0,1 % (Tabel 1; McLaren dan Cameron, 2005).
Kandungan Unsur Hara Mikro dalam Daun
Kandungan Fe baik di Ngablak (1.591 ppm)
maupun di Grabag (1.326 ppm) jauh dari cukup yaitu
> 250 ppm (Tabel 2); sedangkan kandungan Cu di
Ngablak (6 ppm) dan di Grabag (4,83 ppm) berada
dalam harkat cukup karena > 4 ppm (Tabel 2);
kandungan Mn di Ngablak (86 ppm), sedangkan di
Grabag lebih besar 3 kali lipat (283 ppm) dan
keduanya dalam harkat yang cukup; kandungan Zn
baik di Grabag (23 ppm) maupun di Ngablak (34
ppm) termasuk harkat yang cukup karena > 20 ppm
78
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Lokasi/
elevasi
C
(%)
N
(%) C/N
P
(%)
K
(%)
Ca
(%)
Mg
(%)
Na
(%)
Ngablak
1.213 m dpl.
44,25
1,65
1,17
0,11
39
0,21
0,02
0,40
0,14
0,51
0,15
0,14
0,04
0,02
0,01
Grabag
908 m dpl.
44,56
1,63
1,14
0,07
39
0,16
0,02
0,57
0,31
O,39
0,18
0,27
0,03
0,02
0,00
Tabel 1. Rata-rata dan Standar Deviasi Kandungan Total Unsur Hara dalam Daun Pinus di Dua Lokasi (diambil dari 6 pohon)
Lokasi/ elevasi
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Mn (ppm)
Zn (ppm)
Ngablak 1.213 m dpl.
1.591 105
6 1,79
86 34
232,14
Grabag 908 m dpl.
1.326 80
4,83 1,6283
5234
8,64
Tabel 2. Rata-rata dan Standart Deviasi Kandungan Total Unsur Hara mikro dalam Daun Pinus di Dua Lokasi (diambil dari 6 pohon)
(Tabel 2) (Foth dan Ellis, 1988; McLaren dan
Cameron, 2005).
KESIMPULAN
1. Pada tegakan pinus dengan produksi getah rendah
(< 4 g/pohon/3 hari) mempunyai solum hanya 60
cm, sedangkan pada tegakan yang mempunyai
produksi lebih tinggi (> 15 g/pohon/3 hari)
mempunyai solum > 90 cm; di samping itu pada
tegakan yang berproduksi rendah dalam profil
banyak terdapat batu-batu, cukup besar dan keras
dan warna tanahnya lebih terang, sedangkan pada
produksi yang lebih tinggi tidak ada sama sekali
bahan kasar. Di samping itu tegakan pinus pada
produksi getah rendah terletak pada elevasi antara
1.178 hingga > 1.247 m dpl, sedangkan pada
tegakan yang produksi getahnya lebih tinggi
terletak pada elevasi 880 - 950 m dpl., perbedaan
elevasi ± 300 m.
2. Biomassa sersah pada tegakan produksi getah
rendah hanya sebanyak 1.317 ton/ ha, sedangkan
pada produksi yang lebih tinggi sebesar 6.857 ton/
ha.
3. Rerata tinggi dan diameter pada tegakan dengan
produksi getah rendah19,3 m ± 1,4 m dan 20,8 m
± 0,3 cm, sedangkan pada tegakan dengan
produksi getah lebih tinggi 31,6 m ± 1,1 m dan
29,4 cm ± 3 cm.
4. Kandungan hara makro C, N, P, K, Ca dan Na
tidak jauh berbeda antara yang produksi rendah
dan lebih tinggi, yaitu: 44,25 %, 1,17 %, 0,21 %,
0,40 %, 0,51 % dan 0,02 % dibanding 44,56 %,
1,14 %, 0,16 %, 0,57 %, 0,39 % dan 0,02 %.
Tetapi untuk Mg pada produksi yang lebih tinggi
nilainya hampir 2 kali dibanding produksi rendah
yaitu 0,27 % dan 0,14 %. Untuk unsur hara mikro
kandungan Fe, Cu dan Zn tidak jauh berbeda,
pada produksi rendah nilainya 1.591 ppm, 6 ppm,
23 ppm, sedangkan untuk produksi lebih tinggi
1.326 ppm, 5 ppm, 27 ppm. Sedangkan untuk Mn
pada produksi yang kadarnya lebih tinggi 3 kali
lipat daripada yang produksinya rendah yaitu 283
dan 86 ppm.
5. Kandungan N di kedua lokasi mempunyai harkat
rendah yaitu < 1,2 %.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana karena didanai
dengan Dana DPP Fakultas Kehutanan UGM.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen GD & Nambiar EKS. 1984. Nutrition ofPlantation Forests. Academic Press.
Evans J. 1979. The effects of leaf position and leafage in foliar analysis of Gmelina arborea. Plantand Soil, 52, 547-552.
Foth HD & Ellis BG. 1988. Soil Fertility. John Wiley& Sons. New York USA
Handadhari T. 2006. Sustainable gum resinproduction. International Conference on Pine Chemicals Association. Rio de JaneiroBrazil.Proceeding Manual.
Hardiyanto EB. 2003. Pemuliaan pinus danmanfaatnya dalam pengelolaan hutan. ProsidingSeminar Hasil-hasil Penelitian danPengembangan Pengelolaan Hutan Pinus.Trenggalek, 20 Januari 2003.
Indrajaya Y & Handayani W. 2008. Potensi hutanPinus merkusii Jungh. Et de Vriese sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Info Hutan 5(3), 231-240
Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI,Penebar Swadaya. Jakarta.
Kramer PJ & Kozlowski TT. 1979. Physiology ofTrees. McGraw-Hill Book Company NY USA
Lembaga Penelitian Tanah. 1966. Peta Tanah TinjauJawa Tengah. Bogor, Indonesia.
McLaren RG & Cameron KC. 2005. Soil Science,Sustainable Production and EnvironmentalProtection. 2nd edition. Oxford University Press.
79
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013
Nilamsari D. 2000. Produktivitas, Penghancuran,dan Kandungan Hara Sersah pada Tegakan Pinusmerkusii, Schima wallichi dan Agathislorantifolia di DAS Cipeureu, Hutan PendidikanGunung Walad IPB, Sukabumi.
Perum PERHUTANI. 2012. Statistik PerumPERHUTANI Tahun 2006 – 2010. Direksi PerumPERHUTANI Jakarta.
Soeseno OH. 1979. Pinus merkusii di Tempat Asal(Tempat Asli). Yayasan Pembina FakultasKehutanan UGM Yogyakarta
Soerianegara I & Lemmens RHM. 1996. PlantResources of South East Asia Timber Trees.Major Commercial Timbers. PROSEAFoundation, Bogor, Indonesia.
Soetrisno. 1998. Karakteristik Iklim di Indonesia.Rineka Cipta, Jakarta.
Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th
Edition. United States Department of Agriculture, Natural Resources Conservation Services.
Sukarno A, Hardiyanto EB, Marsoem SN & Naim M. 2013. Hubungan perbedaan ukuran mata borterhadap produksi getah Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese. J PAL 4(1), 38-42
Tan KH. 1965. The Andosols in Indonesia. SoilScience. 99, 375-378
80
Jurnal Ilmu KehutananVolume VII No. 2 - Juli-September 2013