hak asasi manusia di indonesia.docx
DESCRIPTION
sospolTRANSCRIPT
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Menurut pancasila hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan
kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dari pengertian itulah maka hak-hak
asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat-hakikat kodrat manusia tersebut.
Saat berdirinya Bangsa Indonesia dan Negara Indonesia secara resmi deklarasi Bangsa Indonesia
telah lebih dahulu dirumuskan dari Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB, karena
pada pembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasalnya diundangkan (disahkan) tanggal 18 Agustus
1945, sedangkan Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal ini merupakan fakta pada dunia bahwa
Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak asasi manusia sedunia PBB, telah mengangkat
hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan Negara yang tertuang pada UUD
1945.
Dikarnakan Negara Indonesia adalah Negara yang menjunjung Hukum, yang bertujuan
untuk melindungi semua warganya dengan suatu undang-undang terutama melindungi hak-hak
asasinya demi kesejahteraan hidup bersama, hal tersebut tercantum pada rumusan pembukaan
UUD 1945 : “…… memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
……”tujuan Negara yang terdapat dalam rumusan pembukaan UUD 1945 tersebut, merupakan
landasan bagi Negara Indonesia untuk menjalin dan melindungi hak-hak asasi manusiadalam
cakupan kesejahteraan hidupnya baik dari segi jasmaniah maupun rohaniah, dan berkaitan juga
dengan hak-hak asasi dalam bidang politik, ekonomi, social, kebudayaan, pendidikan dan agama.
Agar Negara Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, maka pada tahun
1993 telah berdiri Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Lembaga ini
bertujuan untuk mendorong dan memastikan bahwa HAM dapat berjalan di Indonesia sesuai
dengan UUD 1945.
Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut pada periode represi(rezim
Soekarno dan rezim Soeharto), dan macam-macam Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia
terbagi atas 4 Masa;
Masa Demokrasi Parlementer
Hak asasi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak termuat dalam suatu
piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama dalam pasal 27-31, dan yang
mencakup baik dalam bidang politik dan ekonomi, social dan budaya, dalam jumlah yang
terbatas dan singkat. Dikarnakan saat itu naskah disusun pada akhir masa pendudukan Jepang
dalam suasana yang mendesak, maka tidak cukup waktunya untuk merumuskan masalah hak
asasi secara mendalam dan lengkap.
Dalam rancangan naskah UUD dibicarakan, terjadi perbedaan pendapat mengenai peran
hak asasi dalam Negara demokratis. Banyak kalangan berpendapat bahwa Declaration des
Droits de I’Homme et du Citoyen (1789) berdasarkan individualism dan Liberalisme, maka dari
itu bertentangan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong. Sesuai dengan pernyataan Ir.
Soekarno, apabila Negara Indonesia paham kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham
gotong royong dan keadilan sosial maka dari itu hapuslah pikiran tentang paham Individualisme
dan Liberalisme. Dan Drs. Moh. Hatta menyatakan bahwa walaupun yang dibentuk Negara
kekeluargaan, namun perlu ditetapkan pula beberapa hak warga Negara agar tidak timbul Negara
kekuasaan. Maka dari itu dari kedua pendapat ini Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki
paham kekeluargaan yang menetapkan beberapa hak warga negara agar tidak timbulnya negara
yang otoriter.
Sementara itu dalam masyarakat cukup banyak kalangan yang berpendapat bahwa hak
asasi tidak merupakan gagasan liberal belaka, namun dalam menyusun dua undang-undang dasar
berikutnya, yaitu 1949 dan 1950, ternyata hak asasi ditambah dan diperlengkap. Pendapat Moh.
Yamin dalam bukunya Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia bahwa Konstitusi RIS
1949 dan UUD RI 1950 adalah dua dari beberapa konstitusi yang telah berhasil memasukkan hak
asasi seperti keputusan PBB itu ke dalam Piagam Konstitusi.
Dalam UUD 1945 terdapat hak yang bahkan belum disebutkan dalam Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (1948), yaitu Hak Kolektif, seperti hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri,
hak ekonomi seperti hak atas penghidupan yang layak (pasal 27) dan hak sosial/budaya seperti
hak atas pengajaran (pasal 31), hak untuk berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang-undang (pasal 28). Jadi,hak
asasi itu dibatasi dengan undang-undang yang berlaku.
Masa Demokrasi Terpimpin
Pada masa ini, dibawah pimpinan Soekarno beberapa hask asasi dibatasi, seperti hak
mengeluarkan pendapat, secara berangsur-angsur mulai dibatasi. Contoh kasusnya seperti,
beberapa Surat Kabar di breidel (Pedoman, Indonesia Raya) dan beberapa partai dibubarkan,
seperti Masyumi dan PSI serta pemimpinnya, Moh. Natsir dan Syahrir (ditahan). Sementara itu
hak asasi ekonomi sama sekali diabaikan (tidak ada garis jelas mengenai kebijakan ekonomi),
contohnya Biro Perancangan Negara yang telah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(1956-1961) dilaksanakannya hanya selama satu tahun setelah itu dibubarkan. Rencana itu
diganti dengan Rencana Delapan Tahun, yang tidak pernah dilaksanakan. Sehingga
perekonomian Indonesia mencapai titik terendah, akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi
Terpimpin diganti dengan Demokrasi Pancasila atau Orde Baru.
Masa Demokrasi Pancasila
Pada masa ini sudah mulai adanya titik terang, dengan munculnmya para cendikiawan
yang berkumpul untuk mendiskusikan masa depan Indonesia dan hak asasi yang ada, akan tetapi
tidak berlangsung lama euphoria demokrasi tersebut sudah beberapa tahun golongan militer
berangsur-angsur mengambil alih pimpinan. Rancangan Piagam MPRS terbentuk oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang dipimpin oleh Jendral Nasution, piagam ini
mencakup hak politik dan ekonomi, dan juga merinci kewajiban warga negara terhadap negara.
Namun karna masa siding yang telah ditetapkan sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangn
Piagam tidak jdi dibicarakan dalam siding pleno.
Namun pada Masa Orde Baru ada usaha untuk menyelenggarakan stabilitas di seluruh
masyarakat dengan mencoba menggali kembali beberapa pemikiran-pemikiran yang timbul pada
masa penyusunan UUD 1945 dan dimuat dalam tulisan-tulisan Prof. Supomo yang tercandum
dalam buku Moh. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 yang berkembang kembali konsep-
konsep seperti negara integralis, segara kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan kewajiban yang
tidak lepas dari hak. Namun untuk menstabilkan hak politik, antara lain kebebasan utarakan
pendapat masih banyak diabaikan, dan pengekangan terhadap pers masih terjadi. Pers harus
mempunyai Surat IjinTerbi (SIT) dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) untuk setiap
penerbitan, beberapa kasus terjadi pembreidelan terhadap Sinar Harapan (1984) dan majalah
Tempo, Detik, dan Editor (1994).
Akan tetapi dilihat dari segi positifnya pun ada, serentetan Rencana Lima Tahun
dilaksanakan, maka hak atas kehidupan layak yang terumuskan dalam (pasal 27) sebagian sudah
terpenuhi. Dibidang pendidikan juga, Indonesia telah mencapai kemajuan yang berarti melalui
program wajib belajar 7-12 tahun.
Di Indonesia ada dua aliran pemikiran tentang hak asasi manusia. Aliran Pertama, yang
lebih bersifat inward looking, berpendapat bahwa dalam membahas hak asasikita hanya memakai
Indonesia sebagai referensi, karna kita sudah kenal hak asasi dari zaman dulu kala(perumusan
UUD 1945) . pendapat ini secara implisit bahwa Indonesia tidak perlu terlalu menghiraukan
pendapat dari pihak luar serta naskah-naskah hak asasinya. Aliran Kedua kelompok aktivis
HAM yang sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit, cenderung mengacu pada perumusan
persepsi dunia barat dengan lebih menonjolkan hak-hak politik seperti kebebasan mengutaran
pendapat, kelompok ini dapat disebut outward looking, menerima saja apa yang telah
dikonsensuskan dalam berbagai forum internasional dan memakai perumusan itu sebagai
patokan untuk usaha penegakan aasasi dalam negeri.
Masa Reformasi
Pada awal reformasi pemerintahan Habibi (Mei 1998-Oktober 1999) Indonesia
membahas dua Konvensi Hak Asasi Manusia yang penting yaitu Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Pelakuan, dan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Deskriminasi
Rasial. Dalam Masa Reformasi Hak Politik untuk mengeluarkan pendapat sangat berhasil.
Berbagai kalangan masyarakat mengadakan seminar-seminar dimana pemerintah dengan bebas
dikritik, dan begitu juga media massa dalam talk-show-nya dan berbagai LSM.
Dikarnakan dibebaskannya masyarakat mengutarakan pendapat dengan munculnya aksi
demo dimana-mana, pada tahun pertama Reformasi ditandai konflik horizontal, antara lain di
Ambon, Poso, dan Kalimantan dimana pelanggaran hak asasi dilakukan oleh kelompok-
kelompok masyarakat sendiri.
Selain itu juga Hak asasi Ekonomi telah mengalami kemunduran tajam, dikarnakan faktor
internasional mengaruhi ekonomi Indonesia, akan tetapi tidak sedikit faktor interal yang
menyebabkannya. Faktor eksternal adalah kemerosotan ekonomi di seluruh dunia, dan reaksi
dunia atas bom Bali dan gerakan antiterorisme. Faktor Internal menyangkut kegagalan
pemberantasan korupsi, manajemen sistem bank dan pengaturan berbagai aspek kehidupan
ekonomi lainnya.
Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Untuk menjamin keuntungan terhadap jaminan perlinungan terhadap Hak Asasi Manusia
di Indonesia, disamping dibentuk aturan-aturan hukum, di bentuk juga kelembagaan yang
menangani masalah penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia antara lain adalah :
a. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) dibentuk berdasarkan Keppres
Nomor 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993 yang kemudian dikukuhkan lagi ,elalui Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga
negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi hak asasi manusia. Tujuan dibentuknya Komnas HAM :
1. mengembangkan kondisi yang kondusif terhadap pelaksanaan hak asasi manusia yang sesuai
dengan pancasila ,Undang-Undang Dasar, dan piagam PBB.
2. meningkatkan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia guna perkembangan pibadi
manusia di Indonesia.
b. pengadilan Hak Asasi Manusia di bentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan khusus yang berada
lingkungan Pengadilan Umum terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia. Tugas dan wewenang
dari pengadilan HAM memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang dilakukan di
luar batas teritorial batas wilayah NKRI oleh warga negara Indonesia.
c. Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul dari DPR berdasarkan Peristiwa tertentu dengan
Keputusan Presiden untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelangaran hak asasi manusia.
d. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Undang-undang No. 26 Tahun 2000 memberikan
alternatif bahwa penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan di luar
Pengadilan Hak Asasi Manusia, yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk
berdasarkan undang-undang.