hadis kesehatan dan lingkungan (bersuci syarat sah shalat)

Upload: anna-lee

Post on 20-Jul-2015

453 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadis secara struktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab sebagai sumber ajaran Islam. Keberadaan hadis menjadi media dalam memperjelas, bahkan merinci ajaran Islam. Hal itu karena hadis menjalankan fungsinya sebagai penjelas bagi al-Quran, bahkan dalam halhal tertentu, hadis secara mandiri dapat berfungsi sebagai penetap hukum baru yang belum ditetapkan al-Quran.1 Kedudukan hadis yang secara struktural menempati urutan kedua sesudah al-Quran sebagai sumber pokok hukum Islam, menyebabkan hadis yang akan kita pedomani haruslah jelas statusnya. Kehati-hatian akan kualitas kesahihan hadis menjadi hal yang mutlak sebelum kita menjadikannya sebagai sumber dan pedoman, apalagi dimaklumi bahwa dari segi periwayatan, hadis pada umumnya bersifat zhanni al-wurud. Dengan demikian, wajarlah ketika sejarah mencatat bahwa hadis dengan keberadaannya itu, semenjak masa Nabi saw. telah menjadi dan menyita perhatian, khususnya para sahabat dan umumnya bagi kalangan tabiin dan atba al-tabiin hingga sekarang. Salah satu bentuk perhatian mereka itu tertuang dalam tindakan-tindakan selektif terhadap penerimaan hadis, dengan cara membuat dan menerapkan kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis. Dalam kaitan dengan pemahaman hadis, syarah hadis memiliki posisi tersendiri, karena dimaklumi bahwa walaupun hadis secara fungsional sebagai penjelas (al-bayan) bagi al-Quran, namun tidaklah berarti bahwa hadis Nabi saw. seluruhnya adalah qathi al-dilalah. Kata atau kalimat yang digunakan dalamAbu Syuhbah Muhammad Ibn Muhammad, Al-Tari>f bi Kutub al-Hadis} al-Sittah (Cet. I ; Kairo : Maktabah al-Ilmi, 1995), h. 91

1

matan hadis antara lain ada yang mujmal (global), musykil (sulit), khafi (implisit) dan atau mutasyabih (samar-samar). Hadis yang akan menjadi objek kajian dalam makalah ini adalah hadis dari al-Turmudzi>y yang terkait dengan bersuci syarat sah shalat. Pemakalah mencoba mengangkat tema tersebut dengan kegiatan penelitian terhadap sanad dan matan hadis di atas, sehingga terungkap kualitasnya dan selanjutnya terkait dengan dapat tidaknya hadis tersebut menjadi hujjah. Sesungguhnya Allah subhanahu wata'aala telah menetapkan kewajiban bersuci untuk setiap shalat, karena sesungguhnya wudhu menghilangkan hadats dan najis, baik pada tubuh, pakaian atau tempat shalat, keduanya merupakan bagian dari syarat-syarat sahnya shalat. Maka apabila seorang muslim hendak melakukan shalat, ia wajib berwudhu (bersuci) dari hadats kecil, atau mandi terlebih dahulu jika ia berhadats besar. Dan sebelum berwudhu ia harus beristinja (bersuci) dengan air atau beristijmar dengan batu jika buang air besar atau kecil, agar kesucian dan kebersihan menjadi sempurna. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas hadis tentang bersuci syarat sah shalat yang terdapat pada Sunan al-Turmudzi>y, dan 2. Bagaimana kandungan hadis tersebut C. Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas penyusunan makalah dalam mata kuliah Hadis Kesehatan dan Lingkungan. Makalah ini juga diharapakan dapat membantu untuk mendapatkan pengetahuan baru, khususnya pengetahuan dalam hal keterkaitan hadis dengan kesehatan dan lingkungan.

2

BAB II PEMBAHASAN A. Teks Hadis

- - . : Terjemahnya: Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: Barang siapa yang berwudhu hendaknya menghirup air (mencuci hidung) kemudian mengeluarkannya, dan barang siapa yang beristinja dengan batu hendaknya dengan menggunakan tiga buah batu atau lebih asalkan ganjil. (H.R. Bukhari, Muslim)2 B. Takhrij Hadis Untuk melakukan langkah takhrij al-hadis maka diperlukan beberapa metode sebagai acuan yang digunakan dalam penelitian hadis, di antaranya menurut Abu Muhammad Abd al-Ha>di Ibn Abd Qa>dir Ibn Abd al-Ha>di menyebutkan bahwa ada lima macam bentuk metode takhrij antara lain : Takhrij menurut lafal pertama hadis Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat pada hadis Takhrij menurut periwayat terakhir Takhrij menurut tema hadis Takhrij menurut klasifikasi jenis hadis3 Namun kami hanya menggunakan metode Takhrij berdasarkan lafal-lafal yang terdapat pada hadis ini dengan menggunakan kitab Mu'jam al-Mufahras liMuhammad Fua>d Abd al-Ba>qi>y, Al-Lulu wa al-Marja>n Lihat Abu Mahmud Abd al-Ha>di Ibn Abd Qadir Ibn Abd al-Ha>di, Turu>q Takhri>j al Hadi>s} Rasulullah saw. Diterjemahkan oleh S. Agil Husain al-Munawwar dan Mahmud Rufqi Mukhtar judul Metode Takhrij Hadis, (Cet. I ; Semarang : Dina Utama, 1994), h. 15.3 2

3

alfa>dz al-hadis} maka dengan beberapa lafal yang terdapat pada hadis ini ditemukan di beberapa kitab sumber, sebagai berikut: : 52, 62,, 22, 42,, 91,, 17,, 32,, 4

294,3,4,,,5,8,5,2,401,371,360,315,32,,8,,,8,,,845,83,,2

5, 23,, 3,,

,38 : 52, 62,, 42,22,02,, 91,, 12,, ,4,400 ,294,3,4,,,5,8,5,8,52,,3,,,3,2,3,5,32,,8,,,8,,,845,83,,8

17**,, 4,, 5

340 ,339 ,314 ,313 ,**156

6

518,2

: 52,, 22,, 17,, 44,, 3,,

Berdasarkan data dari Mu'jam al-Mufahras li alfa>dz al-hadis} di atas, dapat kami simpulkan bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab: S{ah{ih{ Bukhari, kitab wudhu, bab 25 dan 26 S{ah{ih} Muslim, kitab thaharah, bab 20, 22, dan 24 Sunan Abi Dawud, kitab thaharah, bab 19 Sunan al-Turmudziy, kitab thaharah, bab 21 Sunan al-Nasaiy, kitab thaharah, bab 38 dan 71 Sunan Ibni Majah, kitab thaharah, bab 23 dan 44 Sunan al-Darimiy, kitab wudhu, bab 5 Muwaththa Malik, kitab thaharah, bab 3 dan 4 Musnad Ahmad, juz II halaman 236, 254, 277, 278, 308, 315, 351, 356, 360, 371, 401, 463, 462, 463, 482, 518. Juz III halaman 294, 400. Juz IV halaman 156**, 313, 314, 339, 340. Berikut ini adalah hadis-hadis yang dikumpulkan dari kitab-kitab sumber berdasarkan data di atas tentang bersuci syarat sah shalat:

A.J. Wensinck, Concordance et Indices de la Tradition Musulmane, (Madinah Laidan : Mathbaah Baril, 1962) diterjemahkan oleh Muhammad Fua>d Abd al-Ba>qi>y berjudul alMujam al-Mufahras li alfa>z al-Hadis} al-Nabawi>y, juz VII, h. 126 5 Ibid., juz I, h. 363 6 Ibid., juz VI, h. 359

4

4

1. Kitab S{ah{i>h{ Bukhari 52 S{ah{ih{ Bukhari, kitab wudhu, bab

- 7. 2. Kitab S{ah{i>h Muslim

- - 8. 3. Kitab Sunan Abi Dawud 91 Sunan Abi Dawud, kitab thaharah, bab

02 S{ah{ih Muslim, kitab thaharah, bab

- - . . - 9 -.Muhammad Ibn Ismail Abu Abdilla>h al-Bukha>ri, Shahih Bukhari, ( Beirut : Dar Ibnu 492 .Katsir : 1407 H/ 1987 M ), juz I, h 8 ,Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajja>j Ibn Muslim al-Qusyairi>y al-Naisa>bu>ri>y 641 .Shahih Muslim, (Beirut : Dar al-Afaq al-Jadidah, t.th), juz I, h 9 Abu Da>wu>d Sulaiman Ibn al-Asyats Ibn Syida>d Ibn Amr al-Azdi>y al55 .Sijista>ni>y, Sunan Abi> Da>wu>d, (Beirut : Dar al-Fikr, t.th), juz I, h7

5

4. Kitab Sunan al-Turmudziy 12 Sunan al-Turmudziy, kitab thaharah, bab

- - . 01 . 5. Kitab Sunan al-Nasaiy 17 Sunan al-Nasaiy, kitab thaharah, bab

- - 11. 6. Kitab Sunan Ibni Majah 44 Sunan Ibni Majah, kitab thaharah, bab

- - 21. 7. Kitab Sunan al-Darimiy 5 Sunan al-Darimiy, kitab wudhu, bab

,Abu Iy 94 .(Beirut : Dar al-Garb al-Islamiy, 1998 ), juz I, h 11 ,Abu Abdirrahma>n Ahmad Ibn Syuaib Ibn Ali> al-Khura>sa>ni>y al-Nasa>i>y 161 .Sunan al-Nasa>i>y, (Kairo : Dar al-Marifah, 1411 H./1991 M.), juz 1, h 21 : Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>y, Sunan Ibn Ma>jah, (Beirut 53 .Dar al-Fikr, t.th), juz II, h

01

6

- .13 - : 8. Kitab Muwaththa Malik Muwaththa Malik, kitab thaharah, bab 3

- - .14 9. Kitab Musnad Ahmad Musnad Ahmad, juz II halaman 518

: 15 . C. Analisis Sanad Dalam makalah ini, sanad hadis yang berkaitan dengan bersuci yang dipilih untuk dikaji adalah jalur al-Turmudziy melalui Salamah Ibn Qays. Berkut ini penilaian para kritikus hadis terhadap para periwayat dari jalur al-Turmudziy akan hadis ini: 1) Al-Turmudzi>y Abu Iy/al-Turmudzi>y/al-Tirmidzi>y) adalah seorang ahli hadis. Ia pernah belajar hadis dari Imam Bukhari. Ia menyusun kitab Sunan alTurmudzi dan Al-Ilal. Ia mengatakan bahwa dia sudah pernah menunjukkanAbdullah Ibn Abdirrahma>n Ibn al-Fadhl Ibn Bahra>m al-Da>rimi>y, Sunan alDa>rimi>y, (Beirut : Dar Ibn H{azm, 1421 H.), juz II, h. 318 14 Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Ay, Muwaththa Malik, (Zayd Ibn Sultha>n An, 1425 H./2004 M.), juz I, h. 46 15 Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hila>l Ibn Asad al-Syaiba>ni>y, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (Riyadh : Dar al-Ra>yah, 1410 H.), jilid II, h. 51813

7

kitab Sunannya kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan dan mereka semuanya setuju dengan isi kitab itu. Karyanya yang mashyur yaitu Kitab AlJami (Jami al-Tirmizi>y). Ia juga tergolong salah satu "Kutub al-Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadis) dan ensiklopedia hadis terkenal. Al Hakim mengatakan "Saya pernah mendengar Umar Ibn Alak mengomentari pribadi al-Turmudzi>y sebagai berikut; kematian Imam Bukhari tidak meninggalkan muridnya yang lebih pandai di Khurasan selain daripada Abu 'Isa al-Turmudzi>y dalam hal luas ilmunya dan hafalannya." Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn adDahhak as-Sulami at-Turmuzi>y, salah seorang ahli hadis kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur, lahir di kota Tirmiz. Kakek Abu Isa at-Turmuzi>y berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadis. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadis untuk mendengar hadis yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah.16 Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Da>wu>d. Bahkan Tirmizi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.

16

http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Tirmidzi, (24 April 2012)

8

Guru lainnya ialah Qutaibah Ibn Said, Ish}a>q Ibn Mu>sa, Mahmu>d Ibn Gaila>n. Said Ibn Abdur Rahman, Muhammad Ibn Basysya>r, Ali> Ibn Hajar, Ahmad Ibn Muni>, Muhammad Ibn al-Mus}anna dan lain-lain. Hadis-hadis dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah Makhu>l Ibn al-Fadl, Muhammad Ibn Mahmu>d Anbar, Hamma>d Ibn Sya>kir, Ai-bd Ibn Muhammad an-Nasfiyyu>n, alHaisam Ibn Kulayb al-Sya>syi>, Ahmad Ibn Yu>suf an-Nasafi>y, Abu alAbba>s Muhammad Ibn Mahbud al-Mah}bu>bi, yang meriwayatkan kitab AlJami daripadanya, dan lain-lain. Ibn H{ibba>n dalam kitabnya Al-Tsiqa>t menyebut al-Turmudzi>y sebagai salah seorang yang menghimpun, menyusun, dan menghafal hadis-hadis serta melakukan mudzakarah (berdiskusi) dengan para ulama. Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmizi meninggal dunia. Al-Ha>fidz Abu al-Abba>s Jafar Ibn Muhammad Ibn al-Mutaz al-Mustaghfiri>y berkata: Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.17 2) Qutaibah Ibn Said Beliau adalah Qutaibah Ibn Said Ibn Jami>l Ibn Thari>f Ibn Abdullah alTsaqafi>, Abu Raja> al-Balkhiy al-Baghla>ni>, Baghlan adalah sebuah kota kecil yang terletak di Bakhl. Dikatankan bahwa kakeknya yang bernama Jamil adalah maula dari Hajja>j Ibn Yusuf al-Tsaqafi>, dan dia adalah keponakan alWasi>m Ibn Jami>l al-Tsaqafi>.

Jama>luddi>n Abi> al-Hajja>j Yu>suf al-Mizzi>y, Tahdzi>b al-Kama>l fi Asma> alRija>l, (Beirut : Al-Risalah, 1403 H./1983 M.), jilid XXVI, h. 250

17

9

Di antara guru-gurunya adalah Ibrahim Ibn Said al-Madani>, Jafar Ibn Sulaiman al-Dhubai>, Hamma>d Ibn Zayd, Kha>lid Ibn Abdullah al-Wa>sithi>, dan masih banyak lagi yang lain. Al-Jama>ah meriwayatkan hadis dari Qutaibah ini kecuali Ibn Ma>jah. Abu Bakr al-Atsram berkata: aku mendengar Ahmad Ibn Hanbal menyebut nama Qutaibah dan memujinya dan berkata: dialah orang terakhir yang mendengar dari Ibn Lahi>ah. Menurut Abu H{a>tim dan al-Nasa>i> beliau adalah seorang yang tsiqah. Al-Jama>ah meriwayatkan hadis dari Qutaibah kecuali Ibn Ma>jah. Beliau lahir pada tahun 148 H., dan wafat pada tahun 240 H.18 3) Hamma>d Ibn Zayd Beilau adalah Hamma>d Ibn Zayd Ibn Dirham al-Azdi>y al-Juhdhami>y, Abu Ismail al-Bashri>y al-Azraq maula keluarga Jari>r Ibn Ha>zim, dan kakeknya Dirham merupakan seorang yang berkebangsaan Sijistan. Abu H{a>tim Ibn H{ibba>n dan Abu Bakr Ibn Manjawiyyah berkata: beliau adalah seorang yang mengalami kebutaan, namun beliau menghafal seluruh hadis. Beliau belajar dari Aba>n Ibn Taghlib, Ibra>hi>m Ibn Uqbah, al-Azraq Ibn Qays, Kha>lid al-H{az{z{a>, Sai>d Ibn Abi> Shadaqah, dan lain sebagainya. Orang-orang yang belajar darinya antara lain Ahmad Ibn Ibrahim alMaushilli>y, al-Aswad Ibn Adza>n, Abdullah Ibn Abd al-Wahha>b al-H{ajabi>y, Qutaibah Ibn Sai>d, Muhammad Ibn Sulaiman Luwain, dan masih banyak lagi. Abdurrahma>n Ibn Mahdi>y berkata: ada empat tokoh masyarakat yang populer pada zamannya, yakni Sufya>n al-Tsauri>y di Kufa, Ma>lik di Hijaz, alAuza>iy di Syam, dan Hamma>d Ibn Zayd di Bashrah. Muhammad Ibn Saad

18

Ibid., jilid XXIII, h. 523

10

berkata: Hamma>d Ibn Zayd adalah seorang yang tsiqah, tsa>bit, hujjah, dan banyak menghafal hadis. Beliau lahir pada tahun 98 H., dan wafat pada hari jumat 10 Ramadhan tahun 179 H.19 4) Jari>r Ia adalah Jari>r Ibn Abd al-Ha>mid Ibn Quruth Ibn Hila>l Ibn Iqyis alDhabbi>y al-Ra>zi>y. Lelaki yang dijuluki sebagai Abu Abdillah ini lahir di daerah al-Ray pada tahun 107 H. Ia adalah pakar sekaligus penghafal hadis di daerah al-Ray. Ia pernah berpetualang mencari ilmu hingga ke Kufah. Tak lama kemudian, ia pulang ke kampung halaman karena sang ibunda sedang sakit.20 Guru-guru Jari>r adalah Manshu>r Ibn al-Mutamir, Ha>shin Ibn Abd alRahman, Baya>n Ibn Bisyr, Suhayl, al-Amasy, dan lain sebagainya. Murid-murid Jarir adalah Usman Ibn Abi Syaibah, Ali Ibn al-Madini, Ishaq, Qutaibah, Yusuf Ibn Musa al-Qattan, Ahmad Ibn Hanbal, Ali Ibn Hajar, Muhammad Ibn Humaid, dan lain sebagainya. Al-Razi menilai bahwa Jari>r Ibn Abd al-Ha>mid siqah. Abu Zurah menilainya s|adu>q. Al-Thaya>lisi>y memujinya dengan mengatakan, Aku selalu mencatat periwayatan dari Jari>r. Aku belum pernah melihat orang yang kuat periwayatan (hadis) daripada Jari>r. Jari>r meninggal dunia di al-Ray (desa tempat kelahirannya) pada tahun 188 H dalam usia 78.21 5) Mans}u>r Nama lengkapnya Mans}u>r Ibn al-Mutamir al-Sulami>y al-Ku>fi>y. Lelaki yang dijuluki sebagai Abu Attab ini termasuk penghapal hadis. Semasa hidupnya Manshur pernah berpuasa selama empat puluh tahun. Ia senantiasaIbid., jilid VII, h. 239 Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad Ibn Us}ma>n Al-Zahabi>y, Tadzki>ra>t alHuffa>dz, (Beirut : Dar al-Tu>ra>s} al-Arabi>y, 1375 H./1995 M.), vol. II, h. 271 21 Ibid., jilid IV, h. 54020 19

11

bersujud dan memohon kepada Tuhannya dalam posisi menangis. Di pagi hari, mata Manshur kelihatan bengkak, bibirnya seperti terkoyak, dan kepalanya acakacakan bagai berlumuran cat. Indikasi-indikasi itu, menurut pemakalah, menunjukan bahwa Manshur adalah seorang salih yang taat beribadah. Guru-guru Manshur adalah Abu Wail, Ribi Ibn Harrasy, Ibrahim, Said Ibn Jabir, Mujahid, al-Syabi, Abu Hazim al-Asyjai, dan lain sebagainya. Sedangkan murid-muridnya adalah Jarir Ibn Abd al-Hamid, Syubah, Syaiban, Syuraik, Fudhail Ibn Iyyad, dan lain sebagainya. Ibnu al-Mahdi menyatakan, Saya belum menemukan seseorang di Kufah yang melebihi daya hapalan Manshur. Mujahid, Ibrahim Ibn Musa, Abu Zarah, dan lain sebagainya menilai Manshur sebagai perawi yang asbat (paling teguh pendirian). Ia meninggal dunia pada tahun 132 H.22 6) Hila>l Ibn Yasa>f Beliau bernama lengkap Hila>l Ibn Yasa>f, ada yang menyebutnya dengan Ibn Isa>f, al-Asyjai>y. Maula dari Abu al-H{asan al-Ku>fiy. Beliau berguru kepada al-Bara> Ibn Ad Ibn Abi al-Jadi, Sa>lim Ibn Ubaid al-Asyjai>y, Salamah Ibn Qays al-Asyjai>y, dan sebagainya. Sedangkan orang-orang yang meriwayatkan dari beliau antara lain Isma>il Ibn Abi Kha>lid, H{ushain Ibn Abdirrahma>n, Sulaiman al-Amasy, Manshu>r Ibn al-Mutamir, dan lain-lain. Ish{aq Ibn Manshur berkata, dari Yahya Ibn Mai>n bahwa Hila>l ini termasuk orang yang tsiqah. Al-Ijli>y berkata: beliau adalah seorang tabii Kufa yang tsiqah. Ibnu H{ibba>n mencantumkan nama Hila>l Ibn Yasa>f dalam kitabnya Al-Tsiqa>t.2322 23

Ibid., jilid XXVIII, h. 546 Ibid., jilid XXX, h. 353

12

7) Salamah Ibn Qays Beliau adalah seorang Sahabat Nabi dengan nama lengkap Salamah Ibn Qays al-Asyjai>y al-Ghathafa>ni>y, dari Asyja Ibn Rais} Ibn Ghathafa>n. Beliau bermukin di Kufa. Beliau meriwayatkan hadis langsung dari Nabi saw. Dan murid yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah Hila>l Ibn Yasa>f dan Abu Ish{a>q alSabi>i>y. Hadis-hadis dari jalur beliau termaktub dalam Sunan al-Tumudzi>y, al-Nasa>i>y, dan Ibn Ma>jah dengan satu hadis.24 Dengan memperhatikan nama-nama periwayat di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwa sanad hadis tersebut adalah Hasan li Ghairih, dengan alasan: Para periwayatnya, dengan memperhatikan pendapat para kritikus, keseluruhannya adalah tsiqah. Dan Imam al-Turmudzi>y menetapkan status hasan pada hadis ini. Hanya saja pemakalah menemukan kejanggalan yakni setelah meneliti nama Hamma>d Ibn Zayd Ibn Dirham al-Azdi>y al-Juhdhami>y dan Jari>r Ibn Abd al-Ha>mid Ibn Quruth Ibn Hila>l Ibn Iqyis al-Dhabbi>y alRa>zi>y dengan menggunakan Tahdzi>b al-Kama>l li al-Mizzi>y, dalam daftar guru-murid, tidak ditemukan keterkaitan (meskipun keduanya hidup sezaman, yakni akhir abad kedua hingga ketiga). Namun demikian, dengan

mempertimbangkan delapan muta>bi yang mendukung hadis dari jalur alTurmudzi>y ini, maka hadis dari jalur ini yang awalnya adalah dhaif (karena ghair al-Muththashil manurut pemakalah) meningkat statusnya menjadi hasan li ghairihi. D. Analisis Matan

24

Ibid., jilid XI, h. 309

13

Pertama, pemakalah meneliti hadis dari jalur al-Turmudzi>y. Dengan menggunakan al-Mujam al-Mufahras li al-Fa>dz al-Hadis}, hadis tentang bersuci ini ditemukan di seluruh al-Kutub al-Tisah. Dari seluruh hadis yang ditemukan, terdapat beberapa perbedaan redaksi namun tidak mempengaruhi substansi hadis tersebut secara signifikan. Kedua, setelah melakukan analisis sanad, yang mana pemakalah menganggap hadis dari jalur al-Turmudzi>y ini berstatus hasan li ghairih, penilaian selanjutnya adalah mengukur matan hadis dengan al-Quran, ilmu pengetahuan, hadis mutawatir dan atau hadis ahad yang lebih kuat. Ada beberapa pembahasan pokok dalam matan hadis ini, menurut pemakalah, tidak bertentangan bahkan mendukung dan didukung oleh apa yang ada di dalil lain termasuk al-Quran. E. Syarah Hadis Perkataan hendaklah ia beristintsar. Zahirnya perintah ini menunjukkan hukum wajib. Bagi pihak yang berpendapat wajibnya memasukkan air ke dalam hidung (istinsyaq) seperti Ahmad, Isha>q, Abu Ubaid, Abu Tsaur dan Ibnu al-Mundzir, maka mereka juga harus menyatakan wajibnya mengeluarkan air dari dalam hidung (istintsar) karena adanya perintah melakukan hal itu. Dari zahir pernyataan penulis kitab al-mughni>y, diketahui bahwa para ulama tersebut memang berpendapat demikian. Mereka juga berpendapat bahwa pensyariatan memasukkan air ke dalam hidung tidak dapat dicapai kecuali dengan mengeluarkan air tersebut dari dalam hidung. Ibnu Baththa>l dengan gamblang menyatakan bahwa sebagian ulama berpendapat wajibnya mengeluarkan air dari dalam hidung. Ini merupakan sanggahan terhadap pendapat yang menyebutkan para ulama telah sepakat bahwa mengeluarkan air dari dalam hidung tidak wajib.

14

Jumhur ulama berpendapat bahwa perintah yang tercantum di dalam hadis menunjukkan hukum sunah (bukan wajib). Hal itu berdasarkan hadis yang dihasankan oleh al-Turmudzi>y dan dishahihkan oleh al-H{a>kim, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda kepada seorang Arab Badui:

"" Berwudhulah engkau seperti yang diperintahkan Allah. Dalam hadis ini, beliau saw. menunjukkan kepada ayat wudhu, padahal dalam ayat itu tidak disinggung sedikit pun masalah memasukkan air ke dalam hidung (istinsya>q). Jawaban terhadap argumentasi tersebut adalah terdapat kemungkinan maksud perintah dalam hadis itu lebih umum daripada perintah daripada perintah dalam ayat wudhu di atas. Sebab, Allah swt. telah memerintahkan agar mengikuti Nabi saw. yang bertindak sebagai penjelas bagi apa saja yang diperintahkan Allah. Selain itu, tidak seorangpun dari orang-orang yang menyebutkan sifat-sifat wudhu Nabi saw., melalui kajian yang mendalam, meriwayatkan bahwa beliau pernah tidak memasukkan air ke dalam hidung, apalagi tidak berkumur-kumur ketika berwudhu. Dengan demikian, argumentasi ini juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa berkumur-kumur tidak wajib, yang perintahnya tercantum di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunan-nya dengan sanad shahih. Ibnu al-Mundzir menyebutkan alasan mengapa Imam al-Sya>fii>y tidak menyanggah pendapat yang menyatakan tidak wajibnya istinsya>q sekalipun hadis mengenai perintah tersebut shahih? Itu karena beliau tidak melihat adanya perbedaan pendapat para ulama mengenai tidak wajibnya mengulangi istinsya>q bagi orang yang meninggalkannya. Ini argumentasi yang kuat sebab yang

15

demikian itu tidak diriwayatkan oleh para Sahabat dan Tabiin, kacuali dari Atha semata. Dalam sebuah riwayat yang shahih darinya (Atha) dinyatakan bahwa ia telah menarik pendapatnya tentang wajibnya mengulangi hal itu (istinsya>q). Semua riwayat ini disebutkan oleh Ibn al-Mundzir. Hanya saja ia menyebutkan jumlah dalam riwayat ini. Dalam riwayat Sufya>n dari Abu al-Zina>d, tertera lafalnya:

"" Apabila seseorang mengeluarkan air dari hidungnya, hendaklah ia melakukannya dalam bilangan ganjil. Maksud mengeluarkan air dari hidung ketika berwudhu adalah untuk membersihkan rongga hidung karen dapat membantunya dalam membaca ayat. Sebab, bersihnya rongga hidung tersebut akan membuat nafas lega dan dapat melancarkan dalam pengucapan huruf dengan benar sesuai dengan makhrajnya. Apabila bagi seorang yang baru bangun tidur, karena hal itu berfungsi untuk mengusir setan. Redaksi barang siapa yang bersuci dengan batu. Yakni bersuci dengan menggunakan jimaar, artinya betu kecil. Sebagian ulama mengartikannya dengan memakai wewangian yang diasapi. Alasan mereka adalah perbuatan seperti itu sering diungkapkan dengan: , Demikianlah pendapat yang diriwayatkan oleh Ibn Habi>b dari Ibnu Umar. Hanya saja riwayat ini tidak shahih darinya. Begitu juga riwayat Ibnu Abdil Bar, dari Malik. Sedangkan Ibn Khuzaimah mencantumkan dalam kitab shahihnya riwayat berbeda dengan itu. Sementara Abdurrazza>q menuqil dari Mamar juga pendapat yang sama seperti pendapat jumhur ulama. Adapun makna perkataan beliau hendaknya ia melakukannya dengan bilangan ganjil, sebagian ulama yang mengatakan bahwa istinja itu

16

hukumnya tidak wajib juga berdalih dengan hadis ini. Alasannya, hadis ini mencantumkan huruf syarat. Namun, hadis ini sedikit pun tidak dapat dapat dijadikan dalil atas tidak wajibnya istinja. Karena intinya adalah memberikan pilihan antara istinja dengan air dan istinja dengan batu.25 Tentang ketentuan apakah memang mutlak harus tiga batu atau tidak, para ulama sedikit berbeda pendapat. Pertama, kelompok Al-Hanafiyah dan AlMalikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali sudah bersih maka sudah cukup. Sedangkan kelompok Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah mengatakan wajib tiga kali dan harus suci / bersih. Bila tiga kali masih belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya. Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan :

Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.

Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan.

Benda itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.

Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku.

Ahmad Ibn Ali> Ibn Hajar, Fath al-Ba>ri>y bi Syarh Shahih al-Bukhari>y, (Beirut : Dar al-Marifah), vol. III, h. 157-160

25

17

Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.

Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi atau kotoran binatang tidak diperkenankan.

Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan. Bila mengacu kepada ketentuan para ulama, maka kertas tissue termasuk

yang bisa digunakan untuk istijmar. Namun para ulama mengatakan bahwa sebaiknya selain batu atau benda yang memenuhi kriteria, gunakan juga air. Agar isitnja` itu menjadi sempurna dan bersih.26

26

http://khairulazam.wordpress.com/2012/01/22/bersuci-dengan-tissue-toilet/, ( 25 April

2012).

18

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1) Hadis al-Turmudzi>y yang pemakalah bahas di atas berstatus hasan li ghairih, namun tetap bisa dijadikan sebagai hujjah dengan pertimbangan banyaknya mutabi yang mendukung hadis tersebut. Serta matan hadisnya tidak bertentangan dengan al-Quran, hadis mutawatir dan ahad yang lebih kuat, serta ilmu pengetahuan. 2) Sesungguhnya Allah subhanahu wata'aala telah menetapkan kewajiban bersuci untuk setiap shalat, karena sesungguhnya wudhu menghilangkan hadats dan najis, baik pada tubuh, pakaian atau tempat shalat, keduanya merupakan bagian dari syarat-syarat sahnya shalat. Maka apabila seorang muslim hendak melakukan shalat, ia wajib berwudhu (bersuci) dari hadats kecil, atau mandi terlebih dahulu jika ia berhadats besar. Dan sebelum berwudhu ia harus beristinja (bersuci) dengan air atau beristijmar dengan batu jika buang air besar atau kecil, agar kesucian dan kebersihan menjadi sempurna. 3) Maksud mengeluarkan air dari hidung ketika berwudhu adalah untuk membersihkan rongga hidung karen dapat membantunya dalam membaca ayat. Sebab, bersihnya rongga hidung tersebut akan membuat nafas lega dan dapat melancarkan dalam pengucapan huruf dengan benar sesuai dengan makhrajnya. Apabila bagi seorang yang baru bangun tidur, karena hal itu berfungsi untuk mengusir setan.

19

4) Kelompok Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali sudah bersih maka sudah cukup. Sedangkan kelompok Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah mengatakan wajib tiga kali dan harus suci / bersih. Bila tiga kali masih belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya. 5) Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan:

Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.

Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan.

Benda itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.

Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku.

Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi atau kotoran binatang tidak diperkenankan.

Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan.

B. Saran Setelah membaca isi makalah ini, kami sebagai penyusun menghimbau kepada para pembaca yang budiman agar membudayakan hidup bersih, karena dengan kebersihan akan mencerminkan prilaku hidup yang sehat. Selanjutnya

20

kami harapkan partisipasi para pembaca untuk kritik dan sarannya atas makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Abd al-Ha>di, Ibn Abd Qa>dir Ibn Abd al-Ha>di. Turu>q Takhri>j al-Hadi>s} Rasulullah saw. Diterjemahkan oleh S. Agil Husain al-Munawwar dan Mahmud Rufqi Mukhtar judul Metode Takhrij Hadis. Cet. I. Semarang : Dina Utama. 1994. Abdullah Ibn Abdirrahma>n Ibn al-Fadhl Ibn Bahra>m al-Da>rimi>y. Sunan alDa>rimi>y. Beirut : Dar Ibn H{azm, 1421 H. Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazi>d al-Qazwi>ni>y. Sunan Ibn Ma>jah. Beirut : Dar al-Fikr. Abu Abdirrahma>n Ahmad Ibn Syuaib Ibn Ali> al-Khura>sa>ni>y alNasa>i>y. Sunan al-Nasa>i>y. Kairo : Dar al-Marifah. 1411 H./1991 M. Abu Iy. Beirut : Dar al-Garb al-Islamiy. 1998. Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hila>l Ibn Asad alSyaiba>ni>y. Musnad Ahmad Ibn Hanbal. Riyadh : Dar al-Ra>yah. 1410 H. Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajja>j Ibn Muslim al-Qusyairi>y al-

Naisa>bu>ri>y. Shahih Muslim. Beirut : Dar al-Afa>q al-Jadi>dah, t.th. Abu Da>wu>d Sulaiman Ibn al-Asyats Ibn Syida>d Ibn Amr al-Azdi>y alSijista>ni>y, Sunan Abi> Da>wu>d. Beirut : Dar al-Fikr. Al-Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar. Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari. Beirut : Dar al-Marifah.

21

Jama>luddi>n Abi> al-Hajja>j Yu>suf al-Mizzi>y. Tahdzi>b al-Kama>l fi Asma> al-Rija>l. Beirut : Al-Risalah. 1403 H./1983 M. Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Ay. Muwaththa Malik. Zayd Ibn Sultha>n An. 1425 H./2004 M. Muhammad bin Muhammad, Abu Syuhbah. Al-Tari>f bi Kutub al-Hadis alSittah. Cet. I. Kairo: Maktabah al-Ilmi. 1995. Muhammad Ibn Isma>i>l Abu Abdillah Al-Bukha>ri. Shahih Bukhari. Beirut : Dar Ibnu Katsir. 1407 H/ 1987 M. Wensinck, A.J. Concordance et Indices de la Tradition Musulmane. Laidan : Baril. 1962. Diterjemahkan oleh Muhammad Fua>d Abd al-Ba>qi>y berjudul al-Mujam al-Mufahras li alfa>dz al-Hadis} al-Nabawi>y. Al-Zahabi, Abu Abdilla>h Muhammad Ibn Ahmad Ibn Us}ma>n. Tadzki>ra>t al-Huffa>dz. Beirut : Dar al-Turas al-Arabi. 1375 H./ 1995 M. http://khairulazam.wordpress.com/2012/01/22/bersuci-dengan-tissue-toilet/, April 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Tirmidzi, 24 April 2012. 25

22