grave gsw fixed

Download Grave GSW FiXeD

If you can't read please download the document

Upload: prabaningrum-dwidjoasmoro

Post on 06-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

interna coass

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUSPRESENTASI KASUSGraves Disease Disusun Oleh :Ganniz Bahari S K1A003080Prabaningrum WPK1A004029Stephanie Amanda K1A004031 Diajukan Kepada : Dr. Suharno, Sp.PD LAB PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNSOED RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2010LEMBAR PENGESAHANGraves DiseaseDiajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo PurwokertoTelah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal: Agustus 2010 Disusun Oleh :Ganniz Bahari S K1A003080Prabaningrum WPK1A004029Stephanie Amanda K1A004031Purwokerto, Agustus 2010Dokter Pembimbing,Dr. Suharno, Sp.PDKATA PENGANTARPuji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan pembuatan presentasi kasus yang berjudul Graves Disease. yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.Penyusun mengucapkan rasa terima kasih kepada dr. Suharno, Sp.PD atas saran dan bimbingan demi kelancaran penyusunan presentasi kasus ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca. Semoga presentasi kasus sederhana ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya. Amin.Purwokerto, Agustus 2010PenyusunANAMNESA (Autoanamnesa dan alloanamnesa)a.Keluhan utama: Tidak dapat menutup mata.b.Keluhan tambahan:benjolan pada leher, pandangan agak kabur, tangan sering gemetar, berat badan turun, sering berkeringat.c.Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke poliklinik Penyakit Dalam pada tanggal 30 Juni 2010 dengan keluhan tidak dapat menutup mata dengan sempurna sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk RSMS (Juli 2009). Sebelumnya pasien datang ke poliklinik Mata RSMS dengan keluhan yang sama dan disertai penglihatan yang agak buram. Pasien disarankan untuk memeriksakan diri ke poliklinik Penyakit Dalam untuk penyakitnya ini. Menurut pasien, selain sulit menutup mata, ia juga mengeluh sulit menggerakan bola matanya. Pasien juga mengaku merasa ada benjolan pada leher bagian tengah. Benjolan ini baru dirasakan pasien setelah sering dikomentari oleh keluarganya. Pasien mengaku bahwa benjolan ini tidak nyeri dan tidak mengakibatkan perubahan suara ataupun sulit menelan. Pasien merasa benjolan ini juga ikut bergerak naik turun ketika pasien menelan. Pasien juga mengeluh ia sering berkeringat dan jantung berdebar-debar. Pasien mengaku bahwa nafsu makannya meningkat, tetapi ia merasa berat badannya tetap bahkan cenderung menurun. Keluhan ini dirasakan pasien terus menerus dan tidak hilang timbul. Walaupun begitu pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari.Indeks Wayne : - Berdebar : +2- Gugup: +2- Mudah lelah: +2- Keringat berlebihan: +3- Nafsu makan naik: +3- Berat badan turun: +3- Tyroid teraba: +3- Bising tyroid (-): -2- Exoptalmus: +2- Kelopak mata tertinggal gerak bola mata : +1- Hiperkinetik (-): -2- Tremor jari: +1- Tangan panas : +2- Tangan basah: +1 21 hipertyroidd. Riwayat Penyakit Dahulu :-Riwayat DM : disangkal-Riwayat hipertensi : disangkal -Riwayat penyakit jantung : disangkal -Riwayat penggunaan obat-obatan : disangkale.Riwayat Penyakit Keluarga :-Riwayat DM : disangkal-Riwayat hipertensi : disangkal -Riwayat penyakit jantung : disangkal II.PEMERIKSAAN FISIKTanggal 1 Juli 2010Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Vital Sign: - Tekanan darah : 150/90 mmHg-Nadi : 100 kali/menit-Pernafasan : 24 kali/menit -Suhu : 36 CTinggi badan : 155 cmBerat badan : 60 kgStatus gizi : Buruk Status Generalis 1.Pemeriksaan KepalaBentuk kepala:Mesocephal, Simetris. Rambut:Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok. Venektasi temporal (-/-)2.Pemeriksaan MataPalpebra :Edema (-/-), ptosis (-/-), proptosis (+/+), lagofthalmos (+/+) 3 mmKonjungtiva:Anemis (-/-)Sklera:Ikterik (-/-).Pupil:Reflek cahaya (+/+) N, Isokor, diameter 3 mmEksopthalmus (+/+)Morbius sign (+/+)Stelwag sign (+/+)Rosenbuch sign (+/+)3.Pemeriksaan Hidung:Deformitas (-/-), deviasi sputum (-), nafas cuping (-/-), rhinore (-/-)4.Pemeriksaan Telinga : Discharge (-/-), otorhae (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)5. Pemeriksaan Mulut dan Faring Bibir : Sianosis (-), bibir pucat dan kering (-)Lidah : tremor (-)Gigi : Caries (-)Faring : Hiperemis (-), tonsil dbn5.Pemeriksaan LeherTrachea:Deviasi trachea (-)Kelenjar lymphoid:Tidak membesar, nyeri (-).Kelenjar tiroid:Inspeksi: struma (+)Palpasi: Thyroid teraba sebesar telur bebek, permukaan tidak rata dan bernodul-nodul, konsistensi kenyal, immobile, ikut bergerak saat pasien menelan, NT (-).Auskultasi: bising (-)JVP: Tidak meningkat (R+2 cm H20)6.Pemeriksaan thorak Pulmo -Inspeksi:Dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)-Palpasi:Vokal fremitus paru kanan = kiri -Perkusi:Sonor, batas paru hepar di ICS V Linea Midclavicula dextra -Auskultasi:Suara dasar : vesikulerSuara tambahan : wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)Jantung-Inspeksi:Ictus cordis tak tampak -Palpasi:Ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari medial Linea Midclavicula Sinistra, thrill (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-), kuat angkat (-)-Perkusi:Batas jantungBatas kanan atas ICS II Linea Parasternal Dekstra.Batas kiri atas ICS II Linea Parasternal Sinistra.Batas kanan bawah ICS IV Linea Parasternal Dekstra.Batas kiri bawah ICS V 1 jari medial LMCS.-Auskultasi:S1 > S2, murni reguler, gallop (-), murmur (-) 7.Pemeriksaan punggung : Nyeri ketok costovertebrae (-/-)8.Pemeriksaan Abdomen : -Inspeksi : Datar-Auskultasi : Bising usus (+) normal -Palpasi : Supel, nyeri tekan supra pubik (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tak teraba-Perkusi : Timpani9.Pemeriksaan EkstremitasSuperior : Inspeksi:acropati (+/+), onikolisis (+/+), Deformitas (-/-), dermopati (+/+), deformitas (-/-), edema (-/-), sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), tremor jari (+/+)Palpasi : Akral hangat, pitting edema (-/-)Inferior:Inspeksi :acropati (+/+), onikolisis (+/+), Deformitas (-/-), dermopati (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), clubbing finger (-/-)Palpasi : Akral hangat, pitting edema (-/-)I.PEMERIKSAAN LABORATORIUMLaboratorium (30 Juni 2010)Darah Lengkap -Hemoglobin-Lekosit -Hematokrit -Eritrosit-Trombosit-MCV-MCH- MCHC13,1 g/dl8.670 / l39 %3,2 / l236.000/ l75,7 pg25,4 %33,6 gr/dl(13-16 g/dl)(5.000-10.000 / l) (40-48 %, W : 37-43 %)(4,5-5,5, W : 4-5 jt / l) (150.000-400.000 / l)(80-97 pg)(26-32 %)(31-36 gr/dl)II.KESIMPULAN PEMERIKSAAN 1.Anamnesis :- Tidak dapat menutup mata dengan sempurna.- Sulit menggerakan bola matanya. - Benjolan pada leher bagian tengah. - Sering berkeringat - Jantung berdebar-debar. - Nafsu makannya meningkat- Berat badan menurun. 2.Pemeriksaan Fisik :a. Mata: proptosis (+/+), lagofthalmos (+/+) 3 mm, eksopthalmus (+/+), Morbius sign (+/+), Stelwag sign (+/+), Rosenbuch sign (+/+).b. Kelenjar tiroid:Inspeksi: struma (+)Palpasi: Thyroid teraba sebesar telur bebek, permukaan tidak rata dan bernodul-nodul, konsistensi kenyal, immobile, ikut bergerak saat pasien menelan, NT (-).Auskultasi: bising (-)c. Pemeriksaan EkstremitasSuperior : acropati (+/+), onikolisis (+/+), dermopati (+/+), tremor jari (+/+).Inferior:acropati (+/+), onikolisis (+/+), dermopati (+/+). III.USULAN PEMERIKSAAN -Rontgen thorax-Rontgen thyroid dengan kontras yodium -USG thyroid-Pemeriksaan hormon thyroid: T3, T4, FT4, TSH.IV.DIAGNOSA KERJA Graves DiseaseV.TERAPINon farmakologis:1.Bed rest.2.Diet rendah serat.Farmakologis:IVFD D5 % 20 tetes / menit.Inj. Dexamethasone 3 x 1 amp (IV).Per-oral PTU tab 3 x 200 mgper-oral propanolol tab 2 x 10 tab VI.PROGNOSISQuo Ad vitam: Dubia Ad bonam.Quo Ad Fungtionam: Dubia Ad bonam.Quo Ad Sanationam: Dubia Ad bonam.PEMBAHASANPenyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.(1,2,3)Etiologi dan faktor resiko Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.(2,6)Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.(2)Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. (3)Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut : Pemeriksaan laboratorium Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini: Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. (2) Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4). (1,2,3)Pengelolaan Penyakit Graves Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya. (1,2)Obat obatan a. Obat Antitiroid Golongan Tionamid Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal. Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.b. Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4. Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol. Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata. Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.. DAFTAR PUSTAKA1. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001 : hal 1-5 2. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-183. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995 : hal 1049 1058, 1070 10804. Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001 : hal 263 2655. Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000 : hal 606 6306. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-21517. Lembar S, Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Graves Disease, Majalah Kedokteran Atma Jaya Jakarta, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004 : hal 57 648. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : hal 594-5989. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996 : hal 725 778