gnato caecilia
DESCRIPTION
gnatologiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Oklusi merupakan hal yang kompleks yang terdiri dari gigi-geligi, rahang,
ligamen periodontal, otot, sistem saraf serta sendi temporomandibular yang
mempengaruhi kontak fungsional. Oklusi gigi-geligi yang merupakan salah satu
dari sistem mastikasi akan berjalan normal apabila adanya interaksi yang serasi
dan seimbang dari setiap komponen mastikasi yang terlibat.1
Apabila ada perubahan kecil serta rangsangan yang menyimpang dalam
hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal (akibat
adanya gangguan pada oklusi) respon yang timbul akan bervariasi secara
biologis,yang umumnya merupakan respon adaptif. Akan terjadi perubahan-
perubahan adaptif pada jaringan yang terlihat sebagai upaya menerima rangsangan
yang menyimpang tersebut. Hal tersebut merupakan gangguan fisiologis.
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah yang timbul akibat adanya
penyimpangan karena kelainan pada posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-
otot kunyah.2
Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan oklusal
gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, resorpsi alveolar ataupun
kelainan pada sendi temporo mandibula. Adaptasi tersebut akan terus berlangsung
sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GANGGUAN OKLUSI
Sejak gigi erupsi, permukaan oklusal dan jaringan pendukungnya
berubah baik karena karies, penyakit periodontium serta keausan.Bentuk gigi,
tulang pendukung, dan ruang di antara gigi sudah ditentukan secara genetik
namun faktor tersebut belum tentu dapat memberikan fungsi yang optimal.Pada
umumnya terdapat fenomena adaptasi untuk memperoleh fungsi yang baik namun
hal tersebut tidak selalu memadai bagi kesehatan sistem mastikasi.
Gangguan oklusi adalah setiap perubahan pada fungsi oklusal pada
sistem mastikasi. Gangguan pada sistem mastikasi dapat berupa gangguan
struktural atau gangguan fungsional.3,4
A. Gangguan struktural
Gangguan struktural adalah gangguan yang disebabkan oleh
perubahan struktur akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit
infeksi atau neoplasma dan umumnya jarang dijumpai.Gangguan pertumbuhan
kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang
menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran.Umumnya
gangguan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada
bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetika juga masalah fungsional.
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini
dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan
2
permukaan diskus.Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah,
peradangan dan kelainan struktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat
terjadi karena tekanan emosi.Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat
mengakibatkan penipisan pada diskus yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada permukaan artikular.
B. Gangguan Fungsional
Adalah gangguan yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena
adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-gigi atau otot kunyah. Penyebab
gangguan fungsional antara lain:
1. Maloklusi
Maloklusi ini disebabkan akibatnya hilangnya satu atau beberapa gigi atau
penyakit periodontium.Tanggalnya gigi menyebabkan migrasi gigi. Pada
maloklusi dapat menyebabkan ketidakseimbangan neuromuskular dan
menyebabkan iskemik yang dapat menjadi faktor predisposisi dari gangguan dari
sendi temporomandibula.
2. Trauma
Pada trauma yang besar, tekanan yang terjadi secara langsung dapat
menyebabkan perubahan pada bagian discus artikularis dan processus condylaris
secara langsung. Trauma besar yang tiba-tiba dapat mengakibatkan perubahan
struktural seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan. Sedangkan pada trauma
ringan posisi discus artikularis dan processus condylaris dapat berubah secara
perlahan-lahan. Trauma ringan dalam waktu yang lama seperti bruxism dan
3
clenching dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, sendi dan
otot.
3. Stress
Stress dapat mengakibatkan peningkatan aktifitas otot pada posisi istirahat
sehingga menimbulkan kelelahan dan spasme otot. Spasme otot yang terjadi akan
menimbulkan ketidakseimbangan otot serta atritis .Stres juga dapat menyebabkan
respon saraf simpatis yang menyebabkan nyeri pada otot mastikasi.
4. Aktifitas parafungsional
Aktifitas parafungsional adalah aktifitas diluar fungsi normal (mengunyah,
menelan, bicara) dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contoh dari aktifitas
parafungsional antara lain bruxism, clenching, grinding menggigit kuku, pensil,
tusuk gigi atau mengunyah permen karet. Pasien biasanya mempunyai keluhan
nyeri pada sendi rahang, gigi yang goyang atau kelelahan pada otot wajah saat
bangun tidur.
5. Fungsi unilateral
Adanya gigi yang tanggal atau sakit, kelainan gingiva atau mukosa dapat
menyebabkan mastikasi hanya terbatas pada satu sisi saja atau bahkan pada
segmen labial. Dan apabila terjadi penyimpangan seperti mengunyah pada satu
sisi rahang saja untuk jangka waktu lama maka akan menyebabkan posisi akhir
kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetris.
4
2.2 PENGARUH GANGGUAN OKLUSI TERHADAP JARINGAN
PERIODONTAL
Sistem pengunyahan adalah unit kompleks yang dirancang untuk
melaksanakan tugas mengunyah, menelan dan berbicara. Fungsi ini merupakan
dasar kehidupan. Tugas tersebut dilakukan adalah dengan sistem neuromuskular
yang kompleks. Batang otak mengatur aksi otot sesuai dengan sensorik yang
diterima. Ketika terdapat masukan sensorik yang tidak terduga diterima,
mekanisme refleks perlindungan diaktifkan.
Struktur jaringan periodontal yang sehat yang terdiri dari gingiva,
sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar membentuk suatu organ
fungsional. Struktur ini dipengaruhi oleh kekuatan oklusi fungsional yang
mengaktivasi mekano-reseptor periodontal pada fisiologi sistem mastikasi.
Kekuatan oklusi menstimulasi reseptor pada ligamen periodontal untuk mengatur
pergerakan rahang dan kekuatan oklusi. Kekuatan fungsi oklusal ditahan oleh
trabekula tulang dan susunan dinding penopang tulang rahang atas dan rahang
bawah. Bila jaringan periodonsium utuh dan sehat, tulang alveolar dapat
mengatasi kekuatan oklusi.
2.2.1 Klasifikasi trauma oklusi yang mempengaruhi jaringan periodontal
Trauma karena oklusi yang menyertai lesi inflamasi aktif di periodontal
dapat bertindak sebagai kofaktor dalam destruksi jaringan periodontal dan
mengakibatkan poket yang lebih dalam serta kerusakan tulang alveolar.
Trauma oklusi dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan
etiologi yang terjadi, yaitu :10
5
A. Trauma oklusi primer
Terjadi jika terdapat peningkatan kekuatan dan durasi dari tekanan oklusal
yang berlebihan pada jaringan periodonsium normal atau sehat (tidak terdapat
kelainan gingiva, kehilangan jaringan ikat ataupun migrasi apikal dari epitel
junctional). Lesi yang ditimbulkan dari oklusi traumatik ini dapat atau tidak dapat
mengalami peradangan pada jaringan marginal pada periodonsium, tetapi pada
dasarnya lesi ini tidak mengalami kehilangan tulang alveolar. Contoh penyebab
trauma oklusi primer antara lain retorasi yang terlalu tinggi, pemasangan protesa
yang menyebabkan tekanan berlebih pada gigi penyangga atau pergerakan gigi yg
berlebih. Perubahan yang terjadi antara lain pelebaran ruang ligamen periodontal,
tidak menyebabkan kehilangan perlekatan periodontal, rasa sakit serta
kegoyangan gigi. Perubahan yang terjadi biasanya bersifat reversible, dapat hilang
jika oklusi traumatik dikoreksi atau dilakukan penyesuaian oklusi yang sebaik
mungkin.
B. Trauma oklusi sekunder
Terjadi ketika tekanan oklusal normal yang diterima menjadi berlebihan
karena telah terdapat kehilangan jaringan yang parah atau berkurangnya
kemampuan jaringan periodonsium untuk menahan tekanan oklusal. Tekanan
normal yang diterima menjadi tidak normal pada jaringan pendukung yang sudah
terkena penyakit dan akan menjadi semakin parah. Gigi yang mengalami trauma
sekunder dapat mengalami kerusakan tulang alveolar yang cepat dan juga
mengakibatkan pembentukan poket.
6
Trauma oklusi primer dan sekunder dapat menyebabkan kerusakan
jaringan periodontal yang telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya akan
terjadi inflamasi, pembentukan poket periodontal, lesi yang terjadi tidak dapat
diperbaiki dengan penyesuaian oklusi.
Trauma oklusi dapat juga bersifat akut atau kronis.3,4
A. Trauma oklusi akut didapat dari tekanan oklusal yang tiba-tiba seperti
ketika menggigit benda keras, restorasi atau alat prostetik lain yang dapat
merubah arah tekanan oklusal pada gigi juga dapat menyebabkan trauma oklusi.
Gejala yang ditimbulkan berupa gigi terasa sakit, sensitif terhadap perkusi dan
peningkatan mobilitas gigi. Jika tekanan ini dapat dihilangkan atau dikoreksi,
gejala akan hilang atau sembuh. Tetapi jika tidak dikoreksi, luka pada jaringan
periodonsium akan semakin parah dan dapat menimbulkan nekrosis jaringan.
B. Trauma oklusi kronis sering ditemukan dan menunjukkan gejala yang
lebih signifikan daripada trauma oklusi akut. Trauma bentuk ini disebabkan
karena perubahan secara bertahap dari oklusi akibat pergeseran gigi, ekstrusi gigi,
serta kebiasaan parafungsi seperti bruxism.
2.2.2 Akibat Gangguan Oklusi Terhadap Jaringan Periodontal
Tekanan oklusal yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan pada:
A. Respon sementum terhadap gangguan oklusi
Beban oklusal yang berlebihan dapat mempengaruhi akar gigi seperti
terjadinya resorpsi. Akar gigi dilindungi oleh sementum. Sementum merupakan
struktur yang menyerupai tulang. Namun sementum lebih resisten terhadap
7
resorpsi daripada tulang karena sementum lebih keras dan lebih termineralisasi
dibandingkan tulang. Sementum juga bersifat antiangiogenik, sehingga dapat
mencegah akses osteoklas. Namun bila kekuatan besar diberikan pada aspek gigi,
sementum juga dapat mengalami resorpsi. Beberapa studi mengatakan bahwa
tekanan yang ringan dan intermitten dapat memicu terjadinya hipersementosis
pada akar gigi.7
B. Respon tulang alveolar terhadap gangguan oklusi
Trauma karena oklusi dapat menyebabkan kerusakan tulang baik ada atau
tidak ada inflamasi. Jika tidak ada inflamasi, perubahan disebabkan oleh
berubahnya trauma oklusi dari peningkatan tekanan dan regangan dari ligamen
periodontal serta peningkatan osteoklas dari tulang alveolar, nekrosis ligamen
periodontal dan tulang serta resorbsi dari struktur tulang dan gigi. Perubahan ini
bersifat reversible karena dapat diperbaiki jika sumber tekanan dihilangkan.
Bagaimanapun trauma yang terus menerus dari oklusi menghasilkan pelebaran
yang berbentuk corong dari bagian puncak ligamen periodontal dan resorbsi dari
tulang di sekitarnya. Perubahan yang dapat menyebabkan puncak tulang yang
berbentuk angular ini menunjukkan adanya perubahan ligamen periodontal. Tetapi
bentuk tulang yang angular dapat memperlemah penyangga gigi dan
menyebabkan mobilitas gigi. Bila terdapat inflamasi maka trauma oklusi dapat
mempercepat kerusakan tulang.
C. Respon ligamen periodontal terhadap gangguan oklusi
Jika gigi mendapat tekanan yang melebihi kapasitas adaptif, maka akan
terjadi respon berupa pelebaran pada ruang ligamen pada ruang periodontal,
8
penambahan dan pelebaran pada serat-serat ligamen periodontal. Tingkat
keparahan lesi trauma oklusal pada ruang ligamen periodontal tergantung pada
besarnya kekuatan. Pada kekuatan yang rendah, perubahan mikroskopis berupa
peningkatan vaskularisasi, terganggunya fibroblast dan serat kolagen. Pada
kekuatan sedang osteoklas terlihat pada permukaan alveolus dan membentuk jala
resorpsi tulang. Pada kekuatan yang lebih tinggi, dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ligamen periodontal, gangguan pada pembuluh darah, serta hialinisasi
serat kolagen.7,8
D. Mobilitas gigi
Mobilitas atau goyangnya gigi bisa disebabkan oleh tekanan oklusal yang
berlebihan. Namun tanpa adanya lesi gingiva atau periodonsium maka gigi akan
kembali stabil jika gaya oklusal tersebut dihilangkan. Jika terdapat lesi
periodonsium serta eksfoliasi dalam derajat tertentu, gaya oklusal dapat
memperberat mobilitas. Oleh karena itu, interferensi tonjol bisa disebabkan oleh
kerusakan periodonsium dan merupakan penyebab kontak prematur dan
pergeseran gigi.
E. Migrasi gigi
Migrasi mengacu pada gerakan gigi dengan periodontium yang rusak yang
disebabkan karena aksi gigi antagonis atau otot tanpa bisa mengalami reposisi.
Gigi akan bergerak sampai mencapai kestabilan posisi antara otot-otot atau gigi
yang berlawanan. Kondisi ini biasanya mengenai gigi insisivus atas yang akan
bermigrasi ke depan atau ke lateral. Tidak jarang gigi-gigi ini akan bergeser ke
9
luar dari bibir dan sesudahnya bibir bawah akan menjadi kekuatan tambahan
untuk menggeser gigi.
F. Nekrosis pulpa
Kelainan ini bisa disebabkan oleh kebiasaan clenching yang persisten pada
gigi individual ketika pembuluh darah yang melewati apeks gigi terganggu dan
akhirnya rusak. Kematian pulpa akan terjadi dan mengakibatkan nekrosis steril.
Toksin dari pulpa bisa keluar dari apeks gigi ke jaringan periodonsium
menyebabkan respon patologis. Bakteri yang beredar dalam darah akan
merangsang terjadinya kondisi penyakit yang nantinya akan dibuat lebih parah
oleh adanya tekanan oklusal. Kondisi tersebut umumnya tidak menimbulkan rasa
sakit dan untuk mendeteksinya diperlukan pemeriksaan radiografi atau
berdasarkan pada perubahan warna gingiva.4
G. Ulserasi mukosa
Hal tersebut akibat cedera karena insisvus bawah mengenai mukosa palatal
insisivus atas dan pada insisivus bawah terdapat cedera pada epitelium labial.
Penyebabnya adalah overclosure yang progresif dari mandibula dan biasanya
berhubungan dengan tanggalnya gigi-gigi posterior. Selain rasa nyeri karena
menutup mulut dan iritasi pada waktu mengunyah maka dapat juga
mengakibatkan terlepasnya mukosa pada permukaan gigi yang terkena.5
Pemeriksaan klinis trauma oklusal dapat berupa peningkatan mobilitas
dan migrasi atau penyimpangan gigi, fremitus serta rasa tidak nyaman saat makan.
Peningkatan mobilitas gigi (hipermobilitas) yang terjadi sebagai akibat dari
trauma oklusi dideteksi dengan adanya penurunan perlekatan periodontal pada
10
pasien. Alasannya, trauma oklusi dapat mempercepat reduksi lebih lanjut dari
perlekatan periodontal pada pasien dengan periodontitis aktifnya berupa diagnosis
klinis trauma hanya dapat dipastikan jika mobilitas progresif dapat
diidentifikasikan melalui pengukuran berulang selama beberapa waktu.
2.2.3 Gambaran Klinis dan Radiografis
Kerusakan pada jaringan periodontal yang ditimbulkan oleh trauma oklusi
bervariasi, berdasarkan besar dan lamanya tekanan yang diterima.Keluhan yang
biasa dirasakan oleh penderita antara lain:3,5
1. Sensitif pada tekanan
2. Adanya rasa sakit
3. Sakit pada wajah atau sendi temporomandibula
4. Resesi gingiva
5. Timbulnya poket periodontal
6. Mobilitas dan migrasi gigi
7. Celah pada gigi yang disebut Stillman’s Cleft
8. Pembesaran gingiva yang hiperplastis dan menyeluruh disebut
McCall’s Festoon
Gambaran radiografis pada jaringan periodontal yang mengalami trauma, antara
lain:10
1. Pelebaran ruang ligamen periodontal
2. Pelebaran bagian puncak dari ligamen periodontium
3. Penebalan lamina dura
11
4. Radiolusensi pada furkasi
5. Kerusakan tulang alveolar
Gambar1;gambaran radiologis jaringan periodontal yang mengalami trauma.10
2.2.4 Tahap-Tahap Reaksi Jaringan Periodontal
Reaksi jaringan periodontal terhadap gangguan oklusi terdiri dari 3 tahap
yaitu cedera (injury),perbaikan/reparasi (repair) dan adaptasi jaringan
periodontal3,4,5
A. Tahap I : Cedera (injury)
Cedera pada jaringan periodontal disebabkan oleh daya oklusal yang
berlebihan. Jika daya tersebut bersifat kronis maka ligamen periodontal akan
mengalami pelebaran yang berdampak terhadap kehilangan tulang. Tegangan
yang berlebihan merangsang resorpsi tulang alveolar dan pelebaran ligamen
periodontal. Dalam area yang mengalami peningkatan tekanan, pembuluh darah
menjadi banyak dan ukurannya mengecil.
Tekanan yang besar akan menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan
periodonsium, dimulai dengan tekanan dari serat-serat yang menimbulkan
hyalinisasi. Kerusakan fibroblas dan kematian sel-sel jaringan ikat kemudian
terjadi yang mengarah kepada area nekrosis pada ligamen periodontal. Perubahan
pembuluh darah terjadi selama 30 menit, hambatan dan stase pembuluh darah
12
terjadi selama 2 sampai 3 jam, pembuluh darah terlihat bersama eritrosit yang
mulai terbagi menjadi kepingan - kepingan dan dalam waktu 1 sampai 7 hari,
terjadi disintegrasi dinding pembuluh darah dan melepaskan isinya ke jaringan
sekitarnya. Pada keadaan ini terjadi peningkatan resorpsi tulang alveolar dan
permukaan gigi.
B. Tahap II : Perbaikan
Perbaikan selalu terjadi secara konstan dalam jaringan periodonsium yang
normal dan trauma oklusi menstimulasi peningkatan aktivitas perbaikan. Jaringan
yang rusak dihilangkan, sel-sel dan serat-serat jaringan ikat, tulang dan sementum
dibentuk dalam usaha untuk menggantikan jaringan periodonsium yang rusak.
Ketika tulang teresorpsi akibat tekanan oklusal yang berlebihan, tubuh berusaha
menggantikan tulang trabekula yang tipis dengan tulang baru. Proses ini
dinamakan buttressing bone formation yang merupakan gambaran proses reparatif
yang berhubungan dengan trauma oklusi.
C. Tahap III : Adaptasi jaringan periodonsium
Ketika proses perbaikan tidak dapat menandingi kerusakan yang diakibatkan
oklusi, jaringan periodonsium merubah bentuk dalam usaha untuk menyesuaikan
struktur jaringan dimana tekanan tidak lagi melukai jaringan. Hasil dari proses ini
adalah penebalan pada ligamen periodontal dimana mempunyai bentuk seperti
tabung pada puncak tulang dan kerusakan angular pada tulang tanpa pembentukan
poket dan terjadi peningkatan vaskularisasi.
Tahap cedera menunjukkan peningkatan daerah resorpsi dan penurunan
pembentukan tulang. Tahap perbaikan penurunan resorpsi dan peningkatan
13
pembentukan tulang setelah adaptasi periodontium, resorpsi dan pembentukan
tulang berjalan normal.
2.3 PENGARUH GANGGUAN OKLUSI TERHADAP SENDI
TEMPOROMANDIBULA
Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem
pengunyahan yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing
dapat bergerak bebas dalam batas-batas tertentu. Mekanismenya unik karena sendi
kiri dan kanan harus bergerak secara sinkron pada saat berfungsi. Ketidakserasian
oklusi dapat menghambat pergerakan mandibula tetapi kebanyakan sistem
pengunyahan akan berusaha untuk mempertahankan keserasian fungsi yaitu
dengan cara melakukan gerakan menghindar dari gangguan tersebut. Bila
kemampuan penyesuaian tersebut tidak dapat terlampaui, timbul ketegangan otot,
ketidakserasian fungsi dan disfungsi mandibula.11
Tidak seperti sendi pada bagian tubuh lain seperti bahu, tangan atau kaki
yang dapat berfungsi sendiri-sendiri, gerakan yang terjadi secara simultan ini
dapat terjadi apabila otot-otot yang mengendalikan dalam keadaan sehat dan
berfungsi dengan baik. Gangguan pada temporomandibula adalah sekumpulan
gejala klinik yang melibatkan otot pengunyahan, sendi rahang atau keduanya.
2.3.1 Anatomi Temporo Mandibula Joint (TMJ)
Sendi temporomandibula (sendi rahang) merupakan salah satu organ yang
berperan penting dalam sistem stomatognatik. Sendi temporomandibula adalah
sendi yang unik karena bilateral, paling banyak digunakan serta paling kompleks.
14
Berperan dalam pergerakan membuka dan menutup rahang serta untuk
mengunyah, berbicara ataupun menelan. Sendi temporomandibula merupakan
satu-satunya sendi di kepala yang merupakan artikulasi antara kondilus mandibula
dan skuamosa tulang temporal dimana lokasi sendi TMJ berada tepat di bawah
telinga.12
Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal
namun dipisahkan oleh meniskus atau diskus artikulae. Diskus ini tidak hanya
berperan sebagai pembatas tulang keras namun juga sebagai bantalan tekanan
yang ditransmisikan melalui sendi. Permukaan artikular tulang temporal terdiri
dari fossa artikulare yang cekung dan emensia artikulare yang berbentuk
cembung.12
Sendi temporomandibula dipersyarafi oleh nervus mandibularis,
aurikutemporal, maseterikus serta nervus facialis. Persyarafan sensorik yang
terpenting dilakukan oleh nervus aurikutemporal yang merupakan cabang pertama
posterior dari nervus mandibularis. Sendi temporomandibula juga dikontrol oleh
otot terutama otot pengunyahan antara lain otot mylomyoid, geniohyoid,
digastrikus, pterygoi interna dan eksterna.
2.3.2 Fisiologi
Interface antara processus condylaris dan discus articularis merupakan
tempat gerak engsel yang dimungkinkan terutama oleh perlekatan discus
articularis pada processus condylaris melalui ligamen diskus. M.pterygoideus
lateralis pars superior pada prinsipnya bersifat pasif dan berkontraksi hanya pada
penutupan paksa saja.Kontraksi m.pterygoideus lateralis inferior terjadi selama
15
pergerakan membuka mulut dn mengakibatkan pergeseran processus condylaris
ke anterior. M. pterygoideus lateralis pars inferior juga berfungsi dalam
pergerakan mandibula ke lateral dan protusi dari mandibula. Kerjasama antara
sendi pada kedua sisi memungkinkan diperolehnya rentang gerakan menyeluruh
yang menyeluruh.
M. masseter menyebabkan elevasi dan protusi dari mandibula serta
berperan dalam proses mengunyah yang efektif. M. temporalis memiliki fungsi
yang utama untuk elevasi dan retrusi dari mandibula. M. pterygoideus medialis
berfungsi untuk elevasi, protrusi dan pergerakan mandibula ke lateral. Sedangkan
m. digastricus berperan dalam gerakan mandibula ke belakang dan dalam proses
mengunyah.
2.3.3 Gangguan Pada Sendi Temporomandibula
Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya, akibat adanya
gangguan pada oklusi, respon yang timbul akan bervariasi secara biologis, yang
umumnya merupakan respon adaptif. Akan terjadi perubahan-perubahan adaptif
pada jaringan yang terlihat sebagai upaya menerima rangsangan yang
menyimpang tersebut.
Adaptasi tersebut akan terus berlangsung sampai batas toleransi fisiologis
otot-otot atau jaringan sekitar. Gejala kelainan sendi temporomandibula dapat
dikelompokkan menjadi rasa nyeri, bunyi dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala
yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan.
A. Kliking
16
Kliking sendi dihubungkan dengan oklusi yang tidak benar. Kehilangan
gigi, malposisi gigi serta ekstrusi gigi akan mengakibatkan perubahan
keseimbangan sehingga mengakibatkan ketidakharmonisan oklusi. Kehilangan
gigi dapat mengganggu keseimbangan gigi-geligi yang masih tersisa, gangguan
dapat berupa migrasi, rotasi serta ekstrusi gigi yang masih tersisa pada rahang.
Malposisi akibat kehilangan gigi tersebut mengakibatkan disharmoni oklusal serta
dapat menyebabkan kelainan TMJ karena ada perbedaan oklusi dan relasi sentris.
Adanya perubahan oklusi menghasilkan suatu perubahan koordinasi otot-otot.
Perubahan oklusi yang tidak sesuai dengan aksi otot-otot dan TMJ akan
menghasilkan hiperaktivitas otot dan perubahan posisi diskus. Kehilangan gigi
anterior, khususnya gigi kaninus menyebabkan pola oklusi menjadi lebih datar
karena berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya
tinggi gigitan dan dimensi vertikal, yang dapat mengakibatkan dislokasi diskus ke
anterior. Hal ini terjadi pada saat membuka mulut kondil bergerak ke depan
mendorong diskus ke anterior sehingga terjadi lipatan dari diskus. Pada keadaan
tertentu dimana diskus tidak dapat didorong lagi, kondilus akan melompati lipatan
tersebut dan bergerak ke bawah diskus yang menyebabkan timbulnya
bunyi”KLIK”.17
Ekstruksi gigi antagonis juga akan mengakibatkan kurva spee
berubah,yang menimbulkan benturan antara gigi bawah dan atas saat mandibula
bergerak.
17
Gambar 2: Kliking pada sendi temporomandibula.21
B. Asimetri kondil
Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan
oleh panduan yang diberikan oleh kontak pertama antara gigi-geligi rahang bawah
dan atas. Bila geseran kedua kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara
semua gigi posterior maka posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak
prematur salah satu gigi, maka geseran kontak tersebut menjadi tidak lancar dan
akan membuat mandibula akan menyimpang dari pola gerakannya yang normal
sehingga posisi akhir yang dicapai juga menyimpang dari normal. Apabila
penyimpangan ini berjalan lama maka kondilus kanan dan kiri akan menjadi
asimetri.17
C. Arthritis TMJ
Pada kehilangan gigi posterior dapat menyebabkan kelainan pada TMJ
berupa arthritis karena kehilangan gigi posterior akan mengakibatkan
pemakaian gigi anterior untuk menggigit sehingga terjadi tekanan yang lebih
besar pada sendi. Jadi perubahan pola oklusi gigi-geligi yang menyebabkan
terjadinya perubahan dimensi vertikal oklusi ataupun perubahan dimensi vertikal
18
reposisi akan mengakibatkan perubahan kondil dan akan menyebabkan gangguan
pada sendi temporomandibula.17
D.Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial
ataupun penggambaran kondisi dari kerusakan tersebut.13,16,19
Gambar 3: Rasa nyeri akibat gangguan oklusi.22
2.3.4 Perawatan Pada Sendi Rahang Yang Mengalami Gangguan17
A. Mengistirahatkan rahang
Sangat disarankan agar gigi-geligi diposisikan secara terpisah sebanyak
mungkin. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau
memakan makanan yang keras, kenyal dan garing seperti sayuran mentah, permen
atau kacang-kacangan. Pasien juga dilarang untuk memakan makanan yang
memerlukan pembukaan mulut yang lebar seperti hamburger.
B. Terapi panas dan dingin
19
Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot. Setelah
terjadi trauma, perawatan yang terbaik adalah dengan mengompres dengan
menggunakan es untuk mengurangi rasa sakit.
C. Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan sebagai anti peradangan antara lain aspirin,
naproxen, ibuprofen atau steroid dapat membantu mengontrol peradangan.
Perelaksasi otot seperti diazepam atau valium dapat membantu dalam mengurangi
spasme otot.
D. Penanganan stres
Konsultasi psikolog serta obat-obatan dapat membantu mengurangi
ketegangan otot.
E. Koreksi kelainan gigitan
Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi juga menciptakan suatu
gigitan yang lebih stabil
F. Terapi fisik
Pasien dianjurkan untuk melakukan pembukaan dan penutupan rahang
secara pasif serta melakukan massage untuk membantu mengurangi rasa sakit.
G. Terapi oklusal
Pasien dibuatkan suatu alat yang dipakai pada malam hari yang berfungsi
untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi
atau bruxism.
20
2.4 PENGARUH GANGGUAN OKLUSI TERHADAP OTOT
PENGUNYAHAN
Oklusi merupakan proses bertemunya gigi-geligi di rahang atas dan
bawah. Kontak antara gigi rahang atas dan bawah hanya dapat terjadi oleh karena
adanya daya kerja otot-otot kunyah. Semua otot matikasi atau otot pengunyahan
berfungsi pada semua pergerakan mandibula baik untuk fase kontraksi maupun
fase relaksasi.18
Mastikasi merupakan hasil pergerakan pembukaan dan penutupan rahang
yang memerlukan koordinasi yang baik antara gigi, rahang dan otot pengunyahan,
di bawah kontrol neurologis susunan saraf pusat. Kelainan oklusi memicu
kerusakan otot baik saat mandibula bekerja maupun pada saat istirahat. Mengingat
aktifitas mastikasi mengandalkan kerja otot, maka keterkaitan antara gangguan
oklusi dan kerja otot serta kerusakan pada jaringan otot bisa dihubungkan dengan
jelas.18
Adapun otot-otot yang berperan di dalam proses mastikasi antara lain:
A. Otot temporalis, mencakup seluruh daerah gigi rahang atas dan wajah
bagian atas. Sakit kepala dan sakit gigi merupakan keluhan yang sering ditemui.
B. Otot masseter, titik pemicu yang terletak di lapisan superfisial otot
masseter merujuk ke gigi-gigi posterior rahang bawah dan atas serta pada wajah,
sakit gigi, sakit telinga dan keterbatasan dalam pembukaan rahang merupakan
keluhan yang paling sering ditemui.
21
C. Otot disgastrikus, merupakan titik pemicu di daerah anterior otot
disgastrik yang merupakan bagian yang dipersyarafi oleh trigeminal, merujuk
nyeri ke daerah insisive mandibula.
D. Otot pterygoideus lateral superior, titik pemicu ini merujuk ke daerah
zigomatikus. Nyeri menyebar ke daerah molar.
E. Otot pterygoideus lateral inferior, titik pemicu pada daerah TMJ.
Maloklusi ringan dianggap sebagai disoklusi gigi-gigi posterior dan oklusi
prematur gigi anterior kontralateral.
F. Otot pterygoideus medialis, zona rujukan untuk otot ini untuk
mencakup bagian posterior mulut dan tenggorokan. Nyeri tenggorokan
merupakan keluhan yang paling sering ditemukan.
G. Otot trapezius, zona rujukannya pada sepanjang bagian posterolateral
pada leher, daerah post aurikular sudut mandibular dan pelipis.
H. Otot stemocleidomastoid, memiliki zona rujukan di seluruh wajah dan
kepala. Berbagai keluhan nyeri dan kepala mungkin muncul dari sumber tersebut.
Sakit telinga, nyeri temporomandibula dan sakit kepala frontal sering dikeluhkan.
Gambar 4:Otot-otot pada sistem mastikasi.22
22
Disfungsi tatanan stomtognatik atau pengunyahan dapat menimbulkan:
A. Kelelahan dan kekakuan otot
Kebiasaan buruk seperti bruxism pada malam hari dapat mengakibatkan
kelelahan dan kekakuan otot pengunyahan (m. masseter) yang dihasilkan oleh
adanya pengkerutan otot terus menerus akibat adanya penambahan tenaga otot.20
B. Nyeri dan kekejangan otot
Pengkerutan otot secara terus menerus yang biasanya terjadi akibat
bruxism dapat menyebabkan keadaan tanpa zat asam (anoksia) setempat akibat
penutupan pembuluh darah yang memasok zat asam di daerah tersebut dan
pengambilan hasil buangan pertukaran zat (metabolism) menyebabkan nyeri
iskemia dalam otot. Sedangkan kekejangan otot dihasilkan oleh rasa nyeri dan
gerak pengkerutan tak sengaja yang hebat.20
Nyeri disfungsi rahang bawah sering timbul pada otot daerah pelipis
(temporal), pengunyahan (m. masseter) dan pterigoideus. Selain itu juga pada
nyeri daerah leher belakang kepala (serviko-osipital).20
Nyeri sisi kepala timbul karena otot daerah pelipis. Nyeri di daerah sudut
dan cabang (ramus) rahang bawah berasal dari otot kunyah muka lateral dan dari
otot pterygoideus medialis. Di daerah lengkung tulang pipi (zigomatik) nyeri
timbul melampaui daerah insersi otot pelipis ke processus coronoideus dan dari
perlekatan otot kunyah pada lengkung tulang pipi. Nyeri yang berkaitan dengan
sendi temporomandibula sering disebabkan karena tegangan dan kekejangan otot
pterygoideus lateral.20
C. Hipertropi dan atrofi otot
23
Seseorang yang mempunyai riwayat kebiasaan buruk bruxism yang sudah
berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat terjadi hipertropi otot penutup,
yang mengakibatkan otot masseter yang membesar dan kencang yang dapat
dengan mudah dilihat pada ramus dan sudut rahang bawah. Kebiasaan
mengunyah satu sisi dapat mengakibatkan terjadinya hipertropi otot pada sisi yang
aktif, sementara pada sisi yang lainnya yang jarang digunakan dapat menyebabkan
atrofi pada otot.20
Manifestasi lain yang disebabkan oleh trauma oklusi di antaranya yang
berkaitan dengan tegangan otot pada daerah serviko oksipital. Gejala telinga
berdengung, melemahnya pendengaran, perasaan tekanan dan sumbatan pada
telinga merupakan sebagian gejala disfungsi rahang bawah. Bunyi dengungan atau
siulan terjadi karena tegangan dan kekejangan otot peregang rongga telinga
(sensor timpani). Gejala penyumbatan, kehilangan pendengaran, perubahan
tekanan atmosfer tiba-tiba bisa disebabkan karena tegangan dan kekejangan otot
palatum. Fungsi otot ini adalah untuk meregangkan palatum lunak dan membuka
tuba Eustachius ketika menelan.
BAB VI
24
KESIMPULAN
Gangguan oklusi adalah setiap perubahan pada fungsi oklusal pada
sistem mastikasi. Gangguan pada sistem mastikasi dapat berupa gangguan
struktural atau gangguan fungsional. Pada umumnya terdapat fenomena adaptasi
untuk memperoleh fungsi yang baik namun hal tersebut tidak selalu memadai bagi
kesehatan sistem mastikasi.
Gangguan pada oklusi dapat menimbulkan efek yang tidak
menyenangkan dan bahkan menimbulkan kerusakan baik pada jaringan
periodontal, otot dan pada fungsi atau sendi temporomandibula. Faktor etiologi
dari gangguan oklusi tersebut harus dihilangkan sejak dini. Kita sebagai dokter
gigi harus dapat menegakkan diagnosa yang tepat dan memberikan diagnosa yang
tepat serta memberikan pengobatan yang tepat pula.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Rateitschak, K.H, Edith M., H.F.Wolf. Color Atlas of Dental Medicine
Periodontology. 3th Ed. Newyork, Thieme Inc.;2005.
2. Jan Lindhe. Clinical periodontology and Implant Dentistry 4th edition.
Blackwell; 2003.
3. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Clinical of Periodontology. 9th Ed.
Philadhelphia. WB Saunders.; 2002.
4. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Clinical of Periodontology. 10th Ed.
Philadhelphia. WB Saunders.;2006.
5. Shalu Bathla, 2011. Periodontics Revisited. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
6. Lindhe J., 2008, Text Book of Periodontology 5th ed., Munksgaard. W.B
Saunders
7. Boever, J, De and Boever, A, De.Occlusion and Periodontal Health
8. Fedi, P.F., Arthur R. Vermino, Jhon L. Gray, 2004, Silabus Periodonti, EGC, Jakarta
9. Wiriadidjaja, Kartika.2007. Kerusakan Jaringan Periodonsium Pada Gigi
Premolar Yang disebabkan oleh Oklusi Traumatik. FKG UI.Jakarta
10. Http://en.m.wikipedia.org/wiki/Occlusal-trauma
11. Okeson JP.Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion
Ed.6th . Philadelphia: CV Mosby Inc, 2008. p.2,
12. Pedersen G, W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta. EGC: 1996.
13. Okeson JP. Orofacial Pain: Guidelines for Assesmement, diagnosis and
Management. Chicago. Quintessence Publish Inc. 1996
14. Quinn PD. Color Atlas of Temporomandibular Joint Surgery. St. Louis:
Mosby Co. 1998
26
15. Pullinger AG, Seligman DA. Temporomandibular Disorders, Part II:
Occlusal Factor Associated With Temporomandibular Joint Tenderness
and Functions. J of Prosthetic Dentistry. 1988; 53 : 363
16. Aryanti, Sartika. 2007. Penanggulangan Gangguan Sendi
Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif. FKG
USU.
17. Haryo, Mustiko.2008. Gangguan Nyeri dan Bunyi Kliking Pada Sendi
Temporomandibula. Kajian Ilmiah Prostodontia. FKG UGM. Yogyakarta.
18. Pramono, Coen. Mastikasi, Oklusi, dan Artikulasi. FKG Airlangga.
19. Tanti, Ira.2007. Temporomandibular Joint : Hubungan antara literatur.
FKG UI. Jakarta.
20. Gross, Martin D. 1991.Oklusi dalam Kedokteran Gigi Restoratif.
Penerjemah: Krisnowati. Surabaya: Airlangga University Press.
21. http://constanfuckingshit.wordpress.com/2014/07/01/mecfs-co-morbidity-
temporomandibular-disorder-tmd/
22. Http://www.colgate.com/app/CP/US/EN/OC/Information/Articles/Oral-
and-Dental-Basics/Common-Concerns/Temporomandibular-Disorder/
article/What-is-temporomandibular-joint-disorder-TMJ.Cvsp
27