gna
DESCRIPTION
referat GNATRANSCRIPT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Oleh:
Pandu Putra Wijaya Resta
201110401011032
Pembimbing:
dr. Taufiqur Rahman Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2012
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL.................................................................................................... 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................... 3
BAB 2 LAPORAN KASUS........................................................................................ 4
BAB 3 PEMBAHASAN............................................................................................ 8
BAB 4 KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………… 26
Daftar Pustaka ............................................................................................ 27
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun
(40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.
Kasus GNA ini sangat menarik bagi dokter pembimbing kami sehingga, di angkat
sebagai tugas laporan individu dengan mengulas dan menitik beratkan pada penegakan
diagnotis fisik dan therapy
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
Anak laki-laki berinisial B berumur 8 tahun 7 bulan, datang ke IGD RSML pada
tanggal 23 Februari 2012 pukul 21.00. Pasien datang bersama ibunya. Ibu pasien mengatakan
bahwa anaknya kencing merah sejak tadi siang. Sudah 2x BAK warnanya merah seperti
cucian daging.
Pasien juga mengeluhkan panas badan sejak 7 hari yang lalu, panas sumer-sumer.
Serta batuk-batuk sejak 7 hari yang lalu, tapi sekarang membaik, batuknya berdahak dan sulit
dikeluarkan. Sesak dirasakan juga sudah 1 minggu yang lalu, riwayat asma disangkal.
Menurut ibunya saat pasien bangun tidur kemarin pagi kedua matanya sembab, bahkan mulai
hari ini kedua kakinya juga bengkak, namun saat ini sudah agak berkurang. Pasien juga
sering mengeluhkan sakit pada kepala bagian kiri depan, sakitnya nyut-nyut hilang timbul.
Nafsu makan menurun, sering mual. Minum kurang banyak. BAB normal, kuning,
lembek. BAK normal, agak kemerahan, nyeri disangkal, adanya nanah disangkal, diare juga
disangkal.
Riwayat penyakit dahulu, belum pernah seperti ini. Namun pasien pernah didiagnosa
menderita bronchopneumonia saat usia 1,5 bulan dan sempat di rawat inap di RSML selama
5 hari. riwayat kejang disangkal. Dalam keluarga pun tidak ada yang memiliki riwayat kejang
ataupun penyakit serupa. Riwayat hipertensi, DM, dan alergi juga disangkal.
Pada pemeriksaan, didapatkan keadaan anak B saat datang ke IGD tampak lemah,
namun kesadarannya masih compos metis. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah pada anak B adalah 162/114 mm/hg, nafas 40 x/menit, nadi 120
x/mnt, dan suhu badan 39,8 C. Untuk menentukan status gizi pada anak B makan penulis
melakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
4
berat badan pada anak B adalah 22 kg sedangkan tinggi badannya adalah 121 cm. Maka
didapatkan dari analisa status gizi adalah sebagai berikut:
BB ideal: 23 kgKesimpulan: status gizi normal
5
Pada pemeriksaan fisik lanjutan pada anak B tidak didapatkan anemia, ikterus, dan
sianosis, namun anak B terlihat sesak dan dijumpai tanda-tanda pernapasan cuping hidung.
Ditemukan juga adanya edema pada kedua palpebra dan wajah tampak bengkak. Dari hasil
pemeriksaan thorak pada anak B tidak didapatkan adanya kelainan, dadanya simetris, tidak
dijumpai adanya retraksi dinding dada, suara jantung 1 dan 2 tunggal, tidak didapatkan suara
tambahan jantung seperti murmur dan gallop. Suara paru normal dengan ronchi dan wheezing
negatif. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan berarti, perutnya datar, sopel,
bising usus normal tidak terjadi peningkatan dan penurunan, hanya saja pada pemeriksaan
palpasi anak B mengeluhkan adanya nyeri tekan pada daerah suprapubiknya. Tidak
ditemukan tanda-tanda asites hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan shifting dullnes yang
negatif. Dari pemeriksaan ekstremitas terlihat kedua tungkai anak B membengkak (edema)
dengan akral hangat dan tidak ditemukannya ptechie.
Gambar 1.1 Anak Ahmad Bayu Rochmad, 8 tahun saat tersenyum ketika kontrol di RS
Paciran
Dari hasil pemeriksaan laboratorium saat anak B pertama kali datang ke IGD RSML pada
23 Februari 2012 maka didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut :
6
Laboratorium tanggal 23-02-2012 :
Darah Lengkap:
Diffcount lekosit: 0/0/81/11/6
Hb : 10,9 dl
HCT: 34,6
LED : 75/92
Lekosit: 9.900
Trombosit: 278.000
Eritrosit: 4,13 jt
Urea : 18
SGOT/SGPT: 33/16
Natrium serum: 141
Kalium serum: 4.0
Clorida serum: 109
Serum kreatinin : 0.7
Uric acid: 8.1
GDA: 136
Hs-CRP: 11.6
ASTO: 200
Urin lengkap:
Albumin/protein urin POSITIF (+4)
Reduksi urin NEGATIVE
Urobilin urin NEGATIVE
Billirubin urin NEGATIVE
Eritrosit urin Banyak
Leukosit urin POSITIV 3-4
Protein urin +++
Epitel urin Banyak
Silinder hyalin POSITIF
Silinder granuler NEGATIVE
Silinder epithel 1-3
Kristal Ca Ox NEGATIVE
Kristal Amorp Urat NEGATIVE
Kristal Urid Acid NEGATIVE
Bakteri POSITIF
Jamur POSITIF
PH 6.5
7
BAB 3
PEMBAHASAN
Seorang anak B datang ke IGD pada 23 Februari 2012, dari hasil anamnesa
didapatkan keluhan sebagai berikut: pasien ini datang dengan keluhan utama yaitu kencing
berwarna merah, sesak (+), disertai panas badan sejak 7 hari yang lalu, panas sumer-sumer,
batuk sejak 7 hari yang lalu, wajahnya sembab dan kedua kakinya bengkak, sering pula
mengeluhkan sakit pada kepala bagian kiri depan, nafsu makan menurun, dan mual-mual,
pasien juga mengaku BAK nya agak kemerahan.
Dari hasil anamnesa pada anak B, didapatkan kencing berwarna merah, tidak nyeri
dan mendadak. Keluhan kencing merah seperti cucian daging, merah jernih dan tidak pekat.
Penting untuk menentukan penyebab dan lokalisasi dari hematuria. Penyebab
hematuri secara garis besar dibagi dalam 2 grup :
I) Penyebab Renal :
A) Glomerulopathies :
1. Primer, misal : Glomerulonephritis
2. Sistemik, misal : Hemolytic Uremic Syndrome
B) Non Glomerular Renal Bleeding
1. Sistemik, misal : Sickle cell trait and disease
2. Vaskuler, misal : Renal venous thrombosis
3. Parenchymal:
Infeksi — Pyelonephritis
Obstruksi : — Ureteropelvic junction
Ureterovesical reflux
Nephrolithiasis
Neoplasma - Wilms Tumor
Trauma
II) Penyebab Post Renal :
Urolithiasis
Cystitis & Urethritis
Trauma
Di antara penyebab di atas yang berhubungan dengan kasus urologi adalah : obstruksi,
neoplasma, trauma, urolithiasis, cystitis dan urethritis.
8
A) Trauma ginjal pada anak
Trauma ginjal pada anak mudah terjadi dibandingkan dengan orang dewasa oleh
karena proteksi daerah sekitar ginjal tidak sebaik pada orang dewasa dan ukuran ginjal relatif
lebih besar. Laki-laki lebih sering dibanding wanita. Hematuri merupakan tanda yang paling
sering pada trauma ginjal, selain adanya riwayat trauma daerah pinggang atau daerah
abdomen sisi lateral. Diagnosis ditegakkan dengan PIV untuk menilai derajat trauma dan
fungsi ginjal sisi kiri dan kanan. Sonografi dikerjakan karna mudah dan tidak invasif.
Sonografi bisa menilai kondisi parenchym ginjal, lokalisasi dan derajat hematoma, apakah
intra renal, subcapsular atau ekstra renal. Pada kondisi tertentu perlu pemeriksaan renal scan,
angiografi renal atau retrograd pielografi.
Pada anak B trauma bukan lah penyebab dari hematurinya, karena dari anamnesa
tidak didapatkan riwayat trauma atau jatuh pada anak B. Pada pemeriksaan fisik juga tidak
ditemukan adanya jejas dan bekas trauma pada anak B, sehingga pada pasien ini penyebab
hematuri karena trauma bisa disingkirkan.
B) Batu saluran kemih pada anak
Batu saluran kemih pada anak relatif jarang dibandingkan dengan orang dewasa.
Gejala yang timbul biasanya gross hamaturia, urosepsis, nyeri costovertebra, kolik, terutama
bila batu bergerak di ureter. Kadang-kadang terjadi anuria bila batu menyumbat urethra. Bisa
terjadi miksi tiba-tiba berhenti dan mengalir kembali pada perubahan posisi bila batu berada
di buli-buli. Pemeriksaan lanjutan dengan PIV. Sonografi sangat berguna untuk menilai batu
radio luscen, misalnya batu urat, batu sistin.
Terapi pada prinsipnya pengeluaran batu dengan beberapa cara, antara lain :
Konservatif, operasi, lithotripsi mekanik atau ESWL (Extra Corporal Shock Wave
Lithotripsy).
Pada anak B keluhan nyeri perut yang dialaminya diduga bukan karena batu pada
saluran kemih, hal ini karena pada anak B tidak didapatkan adanya nyeri kolik, sulit miksi
dan nyeri costovertebra. Namun pada pasien ini mengaku adanya nyeri suprapubic pada saat
pemeriksaan palpasi, sehingga hematuri karena batu saluran kemih pada anak belum bisa di
singkirkan, namun untuk menyingkirkan hematuri karena batu pada anak B diperlukan
pemeriksaan penunjang seperti foto BOF atau pemeriksaan sonografi untuk menilai batu
radioluscen.
9
C) Nefritis
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.
Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah
walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis
buruk pada pasien dewasa.
Kelainan urinalisis seperti proteinuria dan hematuria pada pasien GNA diduga karena
kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap
protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria2
Hal ini berbeda pada anak-anak penderita ISK dimana gejalanya pada anak usia
prasekolah atau sekolah, biasanya dapat berupa demam dengan atau tanpa menggigil, sakit di
daerah pinggang, sakit waktu berkemih, buang air kemih sedikit-sedikit tetapi sering, rasa
ingin berkemih, air kemih keruh atau berwarna kemerahan. Dari hasil anamnesa pada anak B
tidak didapatkan adanya nyeri saat berkemih dan tidak ada riwayat trauma atau jatuh.
Gambar 3.1 proses terjadinya proteinuria dan hematuria 14
Pada beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi
saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitis (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA1,2,4
10
Pada anak B dapat disimpulkan bahwa hematuria yang terjadi padanya jelas
disebabkan oleh gangguan primer pada sistem renal yaitu karena adanya infeksi yang
merusak membrane basalis glomerolus, bukan karena trauma, batu saluran kemih, maupun
neoplasma.
Beberapa literatur menyebutkan penyebab hematuria pada pasien-pasien GNA
kemungkinan karena adanya proses. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis
ginjal.
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia
semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang
bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi
ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya
hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia
dan hipertensi.
11
Gambar 3.1 Proses peradangan glomeruli
Dari teori diatas dapat disimpulakan bahwa pada anak B kemungkinan besar
hematuria yang terjadi padanya jelas disebabkan karena infeksi pada ginjalnya yang
kemunkinan besar disebabkan oleh kuman streptococcus yang lebih dikenal dengan
GLOMERULONEFRITIS AKUT POST STREPTOCOCCUS.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokos adalah suatu sindrom nefritik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuri, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala
ini timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran napas
bagian atas atau di kulit. Terutama menyerang anak usia sekolah dan jarang < 3 tahun.
Perbandingan laki-laki 2:1.
Pada anamnesis pasien dengan GNA sering kali mengeluhkan:
Riwayat ISPA 1-2 minggu sebelumnya, atau infeksi kulit 3-6 minggu sebelumnya.
Malaise, sakit kepala, muntah, panas badan dan anoreksia.
Datang dengan hematuri atau sembab pada kedua mata dan tungkai.
Kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat ensefalopati
hipertensi.
12
Oliguria/ anuria akibat gagal ginjal dan gagal jantung.
Febris yang dialami oleh pasien ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya
proses inflamasi dari infeksi kuman streptokokkus. Riwayat klasik didahului (10-14 hari)
oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan,
bahwa prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi
saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
Anak.B juga mengeluh sesak serta bengkak di kedua ekstremitas dan wajahnya, hal
ini disebabkan karena pada anak B diduga telah terjadi edema dan bendungan paru akut.
Hampir semua pasien dengan GNA mempunyai riwayat edema pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit
berat dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites
dan efusi rongga pleura.
Oedema pada anak B karena terjadinya mekanisme retensi natrium Na+, oedem pada
glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan
mekanisme oedem pada sindrom nefrotik.
Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang,
sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada
retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang
siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai
dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8
Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan
histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-
kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium
Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air
menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler,
dan akhirnya terjadi oedem.
13
Gambar 3.2 Mekanisme terjadinya odema paru akibat kerusakan glomerulus ginjal
Kecurigaan terjadinya oedema paru pada anak B ternyata sesuai dengan hasil foto
thorak, dimana terdapat adanya gambaran cairan didalam paru.
14
Gambar 3.3 Foto thorak anak B
Dari hasil foto anak B dapat dilihat adanya pelebaran hilus dan gambaran pembuluh
darah paru yang jelas sekali. Namun oedema paru pada anak B juga bisa disebabkan oleh
adanya kompensasi hipertensi yang terjadi pada anak B.
Pada saat datang ke IGD tensi anak B mencapai ambang tertinggi dengan tekanan
sistole 162 mmHg dan diastole 114 mmHg. Pada anak B ini sudah terjadi krisis hipertensi
dimana menurut salah satu literatur krisis hipertensi adalah peninggian tekanan darah secara
akut yang mengganggu fungsi organ vital tubuh yang dapat mengancam jiwa. Hipertensi
krisis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120
mmHg atau setiap tingkat hipertensi (sistolik > 1 ½ kali batas atas tekanan darah normal
berdasarkan umur dan jenis kelamin).
Pada keadaan krisis hipertensi yang ditunjukkan dengan naiknya tekanan darah secara
mendadak dalam waktu yang cepat dapat timbul ensefalopati hipertensif yang ditandai kejang
baik kejang fokal maupun kejang umum, diikuti dengan penurunan kesadaran dari somnolen
sampai koma.Manifestasi klinik ini lebih sering terlihat pada hipertensi anak daripada orang
dewasa.
15
Manifestasi krisis hipertensi ini sering dikacaukan dengan epilepsi dan bila tekanan
darah tidak diukur maka diagnosis krisis hipertensi sebagai penyebab ensefalopati akan
terlewatkan begitu saja. Manifestasi lain ensefalopati hiper tensif adalah hemiplegia,
gangguan penglihatan dan pendengaran, parese nervus fasialis.
Pada pemerikasaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berat berupa perdarahan,
eksudat, edema pupil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.
Krisis hipertensi jarang meninggalkan gejala sisa, bila penurunan tekanan darah
segera dilaksanakan dengan menggunakan obat antihipertensi secara adekuat. Walaupun
demikian, ditemukan atrofi otak pada pemeriksaan computer tomography. Manifestasi klinik
krisis hipertensi lainnya adalah dekompensatio cordis dengan edema paru yang ditandai
dengan gejala edema, dispnue, sianosis, takikardi, ronkhi, kardiomegali, suara bising jantung
dan hepatomegali.
Pada pemeriksaan foto thoraks terlihat pembesaran jantung dengan edema paru.
Sedang pada pemeriksaan EKG kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri.
Manifestasi dekompensatio cordis ini lebih sering ditemukan pada bayi. Gangguan faal ginjal
selain dapat diakibatkan oleh krisis hipertensi juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi berat
kronik yang menetap.
Umumnya manifestasi klinik hipertensi berat atau krisis hipertensi pada bayi dan anak
hampir selalu penyebabnya berkaitan dengan hipertensi sekunder. (Husein Alatas et al,2002)
Dari hasil observasi setiap harinya terjadi ketidakstabilan tekanan darah pada anak B
seperti pada tabel berikut:
Tanggal Tekanan Darah Nadi Keterangan
23.2.2012 21.00 (120/70)
23.00 (110/69)
06.00 (130/100)
117
70
95
24.2.2012 24.00 (140/95)
04.00 (130/90)
06.00 (150/100)
98
102
112 Extra nifedipin
16
25.02.2012 08.00 (120/80)
16.00 (148/109)
23.00 (138/100)
128
110
111
Extra nifdipin
Extra nifedipin
26.03.2012 08.00 (128/88)
10.00 (140/100)
14.00 (147/108)
93
88
97
Extra nifedipin
Extra nifedipin
27.03.2012 15.00 (171/109) 88 Extra nifedipin
28.03.2012 06.00 (143/105) 77 Extra nifedipin
29.03.2012 06.00 (121/70)
16.00 (117/82)
92
64
TD sudah stabil
01.02.2012 14.00 (121/77)
23.00 (118/72)
79
63
TD sudah stabil
Ketidakstabilan dari tekanan darah pada an.B merupakan suatu efek feedback dari
ginjal. Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks. Menurut Ledingham (1971), hipertensi
pada pasien glomerulonefritis mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut:
1. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.
2. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi renin, atau tindakan drastis nefrektomi.
3. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.
Kriteria derajat hipertensi berdasarkan keaikan tekanan diastolik diatas tekanan
diastolik normal sesuai dengan usia.
Derajat Hipertensi Prosentase kenaikan
di atas batas normal
Umur (tahun)
1-5 6-12
Td D Td D
Ringan
Sedang
Berat
5-15%
15-30%
30-50%
75-85
85-95
95-112
90-100
100-110
110-120
17
Krisis >50% >112 >120
Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien an.B menunjukan:
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.1,4,7
Pada anak B juga didapatkan laju endap darah yang meninggi, kadar Hb menurun
sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin didapatkan
jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. . Ureum dan kreatinin darah meningkat. Titer
anti – streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi Streptococcus yang
mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50 % penderita.
Dari hasil pemantauan perhari pada anak B didapat prognosa yang membaik setiap
harinya, hal ini terlihat pada tabel SOAP di bawah ini:
Hasil SOAP:
Tanggal Subyektif Obyektif Assessment Planing
Diagnosis Terapi
23/02 Pusing +
Mata sembab
+/+
Sesak +
Panas +
KU: Lemah
Kes: CM
S: 38.6 C
TD: Tidak stabil
N: 95x/mnt
GNA DL
UL
18
Kaki bengkak
+
BAK merah +
RR: 21x/mnt
Urin: merah
24/02 Pusing +
Mata sembab
+/+
Sesak +
Panas +
Kaki bengkak
+
BAK merah +
KU: cukup
Kes: CM
S: 37,5 C
T: Tidak stabil
N: 67x/mnt
RR: 20x/mnt
Urin: merah
GNA ASTO
25/02 Pusing +
Mata sembab
+/+
Sesak +
Panas +
Kaki bengkak
+
BAK merah +
KU: cukup
Kes: CM
S: 37.6 C
T: Tidak stabil
N: 72x/mnt
RR: 20x/mnt
Urin: merah
GNA
26/02 Pusing +
Mata sembab
+/+
Sesak +
Panas +
Kaki bengkak
+
BAK merah +
KU: cukup
Kes: CM
T: Tidak stabil
N: 81 x/mnt
RR: 20x/mnt
Urin: merah
GNA
2/03 Pusing -
Mata sembab
-/-
Sesak -
Panas -
Kaki bengkak -
KU: membaik
Kes: CM
S: 36
T: 110/70
N: 81 x/mnt
RR: 20x/mnt
Urea dan
serum
creatinin
19
BAK jernih Urin: normal
keruh
03/03 Pusing -
Mata sembab
-/-
Sesak -
Panas -
Kaki bengkak -
BAK jernih
KU: membaik
Kes: CM
S : 36.6
T: 110/70
N: 81 x/mnt
RR: 20x/mnt
Urin: normal
jernih
GNA
Pemeriksaan Urinalisis:
23-0102012 03-02-2012
Bakteri
Protein urin
Cast
Cilinder eritrosit
Cylinder lekosit
Epithel urin
Eritrosit urin
Hyalin
Jamur urin
Keton urin
Kristal amrof urat
Cristal ca ox
Kristal uric acid
Lekosit urin
Parasit urin
Protein urin
Reduksi urin
Urobilin urin
+
-
-
-
-
Positif 2-3
++ banyak
-
+
-
+
-
-
Positif 3-4
-
Positif ++++
-
-
+
-
-
-
-
1-3
+ banyak
-
-
-
-
-
-
Positif 3-4
-
Positif +++
-
-
20
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat total selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.21
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11
Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa pemberian 02 nasal 2-4 lpm karena pada
saat datang pasien tampak sesak, pemberian infus KaEn 3A loading 1000cc/24 jam, injeksi
lasix 2x200mg sebagai antihipertensi, anak B juga mendapat antibiotik Amoxan 3x750mg,
dan antrain 3x200mg (k/p) sebagai aintipiretik dan analgesik.
Jika dalam observasi setiap 2 jam terjadi peningkatan tekanan diastole pada anak B lebih
dari 100mmHg maka diberikan extra Nifedipine sublingual.
Prognosis pada pasien ini baik jika proses pengobatan berjalan dengan baik. menurut kepustakaan,
sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit
yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin
akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.1,12
Prognosis pada GNPSA umumnya baik. Hematuria akan hilang dalam waktu 3 hari,
proteinuria menghilang dalam waktu 3 bulan atau kurang (meskipun dapat menetap hingga
12 bulan). Edema membaik dalam 5-10 hari dan hipertensi (tekanan darah) akan pulih dalam
waktu 2-3 minggu. Konsentrasi C3 akan kembali normal dalam 6-8 minggu pada 95% pasien
Komplikasi
22
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.1,3,4,7
Pada kasus anak B, belum didapatkan tanda-tanda terjadinya komplikasi, hal ini
kemungkinan karena belum terjadinya kerusakan ginjal yang berati pada anak B, terlihat dari
hasil GFR yang masih baik pada anak B.
GFR= k x TB (cm)
Plasma Creatinin (mg)%
GFR anak B = 0,55 x 121 cm
0,7
GFR = 95,0 ml/menit
Berdasarkan hasil uji fungsi ginjal pada anak B, masih menunjukkan hasil yang
normal dimana menurut National Kidney Fondation 2002 angka tersebut masih belum
menunjukkan gangguan ginjal yang berarti dan masih dalam tingkatan 0. Seperti yang
ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
23
Tabel 3.1 Klasifikasi penyakit ginjal
(dimodifikasi dari National Kidney Fondation, 2002)
*Dengan faktor-faktor resiko PGK#Dengan kerusakan ginjal, misal proteinuria prsisten, kelainan sedimen urin, kelainan kimia darah dan urin,
kelainan pencitraan)
Klasifikasi diatas dapat dijelaskan lagi sebagai berikut, yaitu tingkat 2 gangguan
ringan, tingkat 3 gangguan sedang, tingkat 4 gangguan berat, dan tingkat 5 sebagai gagal
ginjal. Tingkat 5 dibedakan lagi bila GFR <5 ml/mnt maka disebut sebagai gagal ginjal fase
akut.
Tabel 3.2 Tingkatan penyakit gagal ginjal kronik dengan tanda dan gejala
Pada anak B GFR masih menunjukkan angkat 95 dimana hal ini menunjukkan fungsi
ginjal pada anak B masih baik dan belum mengalami gangguan, sehingga pada anak B belum
terjadi komplikasi yang berarti.
24
BAB 4
KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis
akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan
remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wanita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi
glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra 25
renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus
golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain
tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam, sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering
ditemukan adalah hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi
ginjal. Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa
tidak begitu baik.
Telah saya sajikan sebuah kasus tentang GNAPS dengan menitikberatkan kepada cara
penegakan diagonosis, penentuan etiologi, pentalaksanaan dan edukasi terhadap keluarga
tentang pronosa dan komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,
Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis
akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
26
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.
6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam
II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed April 8th, 2009.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/
08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/
11_HematuriPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.
11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April
8th, 2009.
13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April
8th, 2009.
27