glukosa ureum kreatinin
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Diabetes Millitus
Penyakit Diabetes Millitus (DM) yang juga di kenal sebagai penyakit kencing manis/
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan
kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam
tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai
kebutuhan tubuh (Tjokroprawiro, 1992).
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung
jawab untuk mengkontrol jumlah atau kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan
untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang
diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah
(Tjokroprawiro, 1992).
1. Tipe 2 : Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin
Diabetes Millitus Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM). Seluruh penderita Diabetes Millitus, jumlah penderita Diabetes
Millitus Tipe 2 adalah yang paling banyak yaitu 90 – 99 %. Diabetes Millitus Tipe 2
biasanya disebabkan karena keturunan, gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan,
kurang olahraga, terlalu banyak makan dengan gizi yang tidak seimbang. Gejala yang
menyertai Diabetes Millitus Tipe 2 yang biasa dikeluhkan adalah cepat lelah, berat
badan turun walaupun banyak makan, atau rasa kesemutan ditungkai (Hartini, 2009).
Diabetes Millitus Tipe 2, insulin masih diproduksi namun insulin tidak dapat
bekerja secara adekuat (retensi insulin). Diabetes Millitus Tipe 2 tidak mutlak
5
memerlukan suntikan insulin seperti penderita penderita diabetes tipe I. Obat yang
diberikan pada penderita Diabetes Millitus Tipe 2 adalah obat untuk memperbaiki
kerja insulin dan obat untuk memperbaiki fungsi sel β pankreas dalam memproduksi
insulin. Usaha penurunan berat badan dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap
insulin sehingga gula dapat masuk ke dalam sel untuk proses metabolisme (Hartini,
2009).
Kurva kejadian Diabetes Millitus Tipe 2 mencapai puncaknya pada usia setelah 40
Tahun, hal ini karena kelompok usia diatas 40 tahun mempunyai resiko tinggi terkena
Diabetes Millitus akibat menurunnya toleransi glukosa yang berhubungan dengan
berkurangnya sensitifitas sel perifer terhadap efek insulin (Haznam, 1991). Usia 40–70
tahun Diabetes Millitus lebih banyak terjadi pada wanita, tetapi pada umur yang lebih
muda frekuensi diabetes lebih besar pada pria. Hal ini juga dipicu oleh adanya
persentase timbunan lemak badan pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-
laki yang dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati
(Ferannini Elle, 2003).
2. Gejala dan Tanda Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita diabetes mellitus
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 – 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga sering dikerubuti semut.
Penderita umumnya menampakkan tanda dan gejala di bawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :
a) Jumlah air seni yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria).
b) Sering atau cepat merasa haus (Polydipsia).
c) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia).
d) Frekuensi air seni meningkat atau kencing terus (Glycosuria).
e) Kesemutan atau mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki.
f) Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya.
g) Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba.
h) Apabila luka atau tergores penyembuhannya akan lama.
i) Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma (Tjokroprawiro, 1992).
3. Diagnosa Diabetes Mellitus
Diagnosa penderita diabetes mellitus bila dalam pemeriksaan gula darah
menunjukkan ketidaknormalan, menunjukkan gejala klinis maupun dalam pemeriksaan
laboratorium urinnya terdapat kandungan gula. Kemampuan orang untuk meregulasi
glukosa plasma dapat ditentukan melalui uji :
a) Kadar glukosa serum puasa : apabila nilai kadar glukosa puasa selama 8–10 jam
menunjukkan hasil ≥ 126 mg/dL maka terdiagnosa diabetes mellitus.
b) Uji toleransi glukosa oral : dilakukan dengan meminum larutan glukosa khusus 75
gram. Bila setelah 2 jam kadar gula darah menunjukkan nilai ≥ 200 mg/dL maka
penderita menderita diabetes mellitus (Hartini, 2009).
B. Batas Normal
Ureum 20-40 mg/dL
Kreatinin 0,5-1,5 mg/dL
Glukosa darah 70-115 mg/dL
C. Penyakit Gagal Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berbentuk seperti kacang tanah dan berukuran
sekitar 11x7x6 cm. Organ ini berfungsi menyaring kotoran, terutama urea, dari dalam
darah sekaligus membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Selain itu ginjal
juga berfungsi menjaga keseimbangan asam basa, serta menghasilkan hormon (As’adi,
2012).
Penyakit gagal ginjal disebabkan oleh fungsi organ ginjal yang mengalami penurunan,
sehingga tidak dapat menyaring pembuangan elektrolit tubuh. Selain itu, organ ini juga
tidak dapat menjaga keseimbangan antara cairan dan zat kimia tubuh, seperti sodium dan
kalium di dalam darah atau produksi urin (As’adi, 2012).
Terjadi gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh
tubuh dimana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun
beberapa penyakit yang sering kali berdampak kekerusakan ginjal antara lain penyakit
tekanan darah tinggi (Hypertension), Diabetes Millitus (DM), danya sumbatan pada
saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striptur), kelainan autoimun misalnya lupus
eritematosus sistemik, menderita penyakit kanker, kelainan ginjal dimana terjadi
perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (policistiekidnydesiase), dan
rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi/ dampak dari
penyakit darah tinggi.
D. Hubungan kadar gula darah dengan kadar ureum dan kreatinin
Kadar gula darah yang relatif tinggi pada penderita diabetes millitus kronik akan
menyebabkan perubahan dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi aterosklerosis
yang khas yaitu mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah seluruh
tubuh terutama terjadinya triopati diabetika yaitu glomerulosklerosis, neuropati, dan
retinopati (Kimmelstiel, 2009).
Glomerulosklerosis dapat menyebabkan proteinuria, penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat kehilangan, hipertensi dan gagal ginjal, karena konsentrasi asam amino
(protein) yang tinggi di dalam plasma menyebabkan akan terjadi hiperfiltrasi pada sisa
glomerulus yang masih utuh, kemudian akan mengalami kerusakan. Bersama dengan itu
peningkatan VLDL di dalam darah dan peningkatan kecenderungan pembekuan darah,
hipertensi mendorong pembentukan makroamiopati, yang dapat semakin merusak ginjal
serta menyebabkan infarkmiokard, infarkselebri dan penyakit pembuluh darah perifir
(Silbernagl, 2012).
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah
dipindah amonianya didalam hati dan mencapai ginjal, dan dieksresikan rata-rata 30 gram
sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 ml – 40 ml setiap 100 ccm darah, tetapi
hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum (http://kus_pratiknyo.blogspot.com/2009).
Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatinin posfat yang terjadi di
otot. Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah
tidak berfungsi dengan normal. Kadar kreatinin pada pria 1,6 kalau sudah melebihi 1,7
harus hati- hati jangan-jangan nanti memerlukan cuci darah
(http://id.wikipedia.org/wiki/kreatinin /2009).
Amelz (2009), mengatakan pada penderita diabetes millitus kronik yang terindikasi
gangguan fungsi ginjal dapat diketahui dengan melakukan tes fungsi ginjal. Pada tes fungsi
ginjal biasanya diketahui adanya renal blood flow menurun, glomerular filtration rate
menurun, dan creatinine and blood urea nitrogen meninggi.
E. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin pada penderita Diabetes Millitus Tipe 2
1. Sampling
Secara garis besar dalam pemeriksaan kimia klinik darah pakai antikoagulan
dan serum tidak ada perbedaan hasil yang menyolok. Langkah-langkah pemeriksaan yaitu:
1) Menyiapkan peralatan yang akan digunakan.
2) Melakukan pembendungan vena 7-10 cm diatas lipat siku.
3) Mendisinfeksi lokasi yang akan ditusuk dengan alkohol 70%.
4) Menyuntik vena dengan jarum.
5) Melepaskan bendungan bila jarum sudah masuk vena.
6) Menghisap perlahan-lahan ambil darah seperlunya.
7) Tutup jarum yang masih menempel dengan kapas alkohol lalu tarik jarum
keluar dari kulit kemudian plester (Kosasih, 2007).
2. Alat Spektrofotometer
Teknik Spektroskopy merupakan urutan tertinggi penggunaannya pada analisis
instrumentasi. Spektroskopy dapat dikatakan sebagai interaksi antara radiasi elektro
magnetik (RAM) dengan atom atau molekul. Prinsip interaksi RAM dengan molekul akan
menghasilkan hamburan digunakan pada Spektrofotometri Rama. Prinsip lain yaitu
absorbi digunakan pada Spektrofotometry UV-VIS, emisi pada Spektrofotometry.
Metode Spektrofotometry sering digunakan karena dapat untuk menganalisa zat dalam
jumlah yang cukup kecil, cepat, praktis, murah, cukup teliti dan mudah mengintegrasikan
hasil yang diperoleh.
Istilah dan pengertian dalam Spektrofotometry:
a) Intensitasnya cahaya (tenaga radiasi): kekuatan cahaya yang dipancarkan.
b) Transmitan: perbandingan antara intensitas cahaya yang di transmisikan oleh
sampel.
c) Absorbsi: logaritma negatif dari transmitan.
Tabel 2.1 Konstruksi darah dari alat Spektrofotometry
Sumber cahaya pada spektrofotometer berupa lampu di utrium dan lampu bungsten.
Mono kromotor merupakan alat yang dapat memisahkan radiasi sinar putih yang
polikromatik menjadi sinar monokromatik.
Detektor merupakan alat penentu kualitas alat yaitu merubah sinyal optik menjadi
sinyal elektrik dari detaktor (Syahril, 1990).
Pelengkap alat spektofotometer adalah kuvet sebagai tempat larutan uji dan blangko,
dimana kuvet yang akan digunakan untuk larutan ini harus mempunyai transmitan yang sama
dan kebersihannya harus diperhatikan. Ketetapan analisa kualitatif dengan Spektrofotometer
tergantung juga pada ketepatan pemilihan panjang gelombang yang akan digunakan serta
pengontrolan faktor yang dapat mempengaruhi serapan senyawa. Faktor tersebut adalah sifat
pelarut, PH, pelarut, jumlah, adanya senyawa lain (Anonim, Direktorat Jenderal pengawasan
Obat dan makanan Depkes. RI., 2011).
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Sumber
cahaya
Mono 4
kromoto
Tempat
kuvet
Hasil
pengukuran
Ampli
filter
Detektor
Diabetes
Millitus
Triopati diabetika :
Glomerulosklerosis
Neuropati
Retinopati
Peningkatan
kadar gula darah
renal blood flow
menurun
Mikroangiopati
glomerular
filtration rate
menurun
Gambar 2.1 Kerangka teori glukosa, ureum dan kreatinin
2. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka konsep gula darah, ureum, kreatinin, DM, dan ginjal
G. Hipotesis
1. Ho (hipotesis awal) : diterima bila tidak ada korelasi kadar gula darah terhadap
kadar ureum dan kreatinin pada penderita diabetes millitus tipe 2.
2. Ha (hipotesis akhir) : diterima bila ada korelasi kadar gula darah terhadap kadar
ureum dan kreatinin pada penderita diabetes millitus tipe 2.
creatinine and
blood urea nitrogen
meninggi
Peningkatan
kadar asam
amino dalam
plasma
Kadar Gula
Darah
Kadar Ureum dan Kreatinin pada
penderita Diabetes Millitus Tipe 2
Gangguan sistem tubuh
yang lain (sistem saraf,
jantung dan vaskuler, hati,
penglihatan, dll.